PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DITINJAU DARI MOTIVASI SISWA di SMP
Skripsi
Oleh : Dhian Kurnianingsih X2304003
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pengalaman sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa pendidikan merupakan faktor penting bagi kemajuan bangsa. Tingkat pendidikan menunjukkan tingkat kemajuan bangsa. Bangsa–bangsa di dunia selalu memperbaiki sistem pendidikannya untuk mencapai tujuannya. Pendidikan adalah kegiatan yang selalu sadar tujuan. Proses pendidikan terdapat unsur- unsur yang saling mempengaruhi, khususnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Di Indonesia penyelenggaraan pendidikan terdapat dua jalur yaitu jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan nonformal. Penyelenggaraan pendidikan formal dilaksanakan melalui sekolah dengan kegiatan belajar mengajar yang terprogram secara teratur, berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan jalur pendidikan nonformal dilaksanakan dalam keluarga, kelompok belajar dan satuan pendidikan yang sejenis. Dalam proses pendidikan formal terdapat unsur-unsur yang saling mempengaruhi antara lain yaitu guru, murid, metode belajar dan sistem penilaian. Unsur – unsur tersebut saling berkaitan apabila unsur–unsur tersebut berperan dengan baik maka tujuan belajar mengajar akan tercapai dengan baik. Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh
banyak faktor. Pada
garis besarnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam diri sendiri ( internal) dan faktor dari luar diri sendiri ( eksternal). Faktor dari dalam diri sendiri merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan belajar. Dalam proses belajar sasaran utamanya adalah individu sebagai subyek belajar. Menempatkan siswa pada posisi subyek belajar berarti memberikan kesempatan siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan peran aktif siswa proses pentransferan ilmu dapat berjalan dengan baik. Faktor internal antara lain faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor psikologis meliputi minat, intelegensi, genetika, motivasi dan lain-lain. Dengan memperhatikan faktor-faktor psikologi yang mewarnai dan selalu setia menyertai anak tersebut di atas
ii
pendidikan akan memberikan andil yang besar dalam membantu menghantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan. Perlu diperhatikan pula bahwa anak itu sebenarnya berkeinginan untuk maju. Hal ini berkaitan dengan motivasi dan adanya kebutuhan. Motivasi adalah kekuatan pendorong yang menggerakkan seseorang untuk berbuat dan bertindak dalam memenuhi keinginannya. Motivasi internal yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri adalah motivasi yang paling kuat untuk mendorong seseorang untuk berbuat. Dalam kegiatan pembelajaran Fisika yang berkaitan dengan motivasi dari luar diri siswa, Renata Holubová (2005) mengatakan, “Experiences with the application of environmental problems in physics teaching and learning have been positive. The students are motivated to do a lot of out-of-school activities in addition to the compulsory physics lessons”(Pengalaman-pengalaman melalui penerapan dari masalah-masalah lingkungan dalam kegiatan belajar dan pembelajaran Fisika memberikan dampak yang positif. Siswa dimotivasi untuk melakukan lebih banyak kegiatan-kegiatan di luar sekolah untuk menambahkan pelajaran-pelajaran fisika yang wajib). Dalam belajar pun siswa memerlukan motivasi baik dari diri sendiri maupun orang lain. Manusia adalah mahluk sosial maka faktor eksternal juga mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Fisika merupakan salah satu bagian dari sains yang mempelajari tentang fenomena energi, sifat-sifat materi dan segala sesuatu yang kita lakukan setiap hari. Fisika mempelajari keterkaitan konsep-konsep fisika dalam kehidupan dan pengembangan sikap serta kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta dampaknya. Pengajaran fisika tenaga didik tidak hanya menyampaikan materi konsep saja, tetapi juga menekankan pada proses dan dapat menumbuhkan sikap ilmiah pada siswa. Pengajaran fisika bertujuan agar siswa menguasai konsep-konsep fisika dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah–masalah yang dihadapi. Fisika dianggap sebagai pelajaran yang dirasa cukup sulit karena selain hitungannya yang rumit, juga keterkaitan tiap kejadian dengan kejadian yang dipelajari sebelumnya. Untuk mengatasi kesulitan – kesulitan dalam
iii
mempelajari fisika perlu memilih dan menggunakan strategi belajar mengajar yang tepat. Dalam pengajaran fisika tidak hanya keaktifan guru saja, tetapi keaktifan siswa dalam pembelajaran yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Menurut Piaget anak adalah seorang yang aktif membentuk atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya sebagaimana terjadi ketika mereka mengeksplorasi lingkungan dan kemudian tumbuh
secara
kognitif
terhadap
pemikiran-pemikiran
yang
logis
(Mulyani,2001:15). Untuk meningkatkan keterlibatan aktif siswa, pendekatan dan metode pembelajaran haruslah tepat. Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu bentuk pendekatan pengajaran yang mengutamakan keterlibatan siswa. Menurut prinsip ini belajar merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman maupun lingkungan sehingga menimbulkan pemahaman baru dan mengembangkan pengertian. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada kebersamaan dengan asumsi bahwa keberhasilan siswa akan tercapai apabila setiap anggota kelompoknya berhasil. Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa model salah satunya adalah model Think Pair Share. Pendekatan struktural Think Pair Share merupakan suatu model mengajar yang dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Model ini dapat meningkatkan penguasaan akademis siswa. Selain itu, dengan model ini siswa tidak akan cepat merasa bosan dalam belajar fisika. Dengan mengadakan penelitian ini diharapkan dapat
menambah model pembelajaran dalam
mengajarkan pelajaran fisika. Sehingga murid-murid akan lebih mudah dan menyukai pelajaran fisika. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share terhadap Kemampuan Kognitif Ditinjau dari Motivasi Siswa di SMP”.
iv
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukaan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang timbul antara lain: 1. Interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lain seringkali kurang berjalan dengan baik sehingga menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. 2. Hasil belajar yang diukur berdasarkan kemampuan kognitif siswa berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. 3. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan aktif siswa melalui pendekatan dan model pembelajaran. 4. Konstruksi kognitif siswa terhadap obyek, pengalaman maupun lingkungan menimbulkan pemahaman baru dan mengembangkan pengertian sering diabaikan dalam proses belajar mengajar. 5. Keberhasilan belajar siswa dapat dicapai apabila ada kerjasama antar anggota kelompok dan proses interaksi antara individu dalam berpikir bersama untuk memecahkan masalah. 6. Kemampuan kognitif siswa berkaitan dengan motivasi belajar dan model pembelajaran. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam, serta tidak terjadi penyimpangan terhadap apa yang menjadi tujuan penelitian, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian. Adapun pembatasan masalah tersebut sebagai berikut : 1. Faktor internal yang berkaitan dengan hasil belajar siswa dispesifikasi pada motivasi belajar siswa. 2. Model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivistis yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together. 3. Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan Kalor untuk SMP.
v
4. Prestasi belajar siswa dinyatakan dengan hasil tes mata pelajaran fisika pada pokok bahasan Kalor. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Adakah perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa? 2. Adakah perbedaan pengaruh antara motivasi belajar kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa? 3. Adakah interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif siswa ? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara motivasi belajar kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa. 3. Untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif siswa. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan : 1. Memberi masukan kepada guru dan calon guru dalam menentukan model mengajar yang tepat untuk pokok bahasan tertentu. 2. Menjadi panduan bagi guru dan calon guru dalam menentukan model belajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. 3. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian sejenis selanjutnya.
vi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Dalam
keseluruhan
proses
pendidikan
sekolah,
kegiatan
belajar
merupakan kegiatan kegiatan yang paling pokok. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik. Ada beberapa pendapat mengenai definisi belajar. Belajar secara tradisional diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan.( Mulyani S, 2001:13). “Belajar
adalah
modifikasi
atau
memperteguh
kelakuan
melalui
pengalaman”( learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.( Oemar Hamalik, 2003: 36) “Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya”.( Moh. Uzer Usman, 2001: 5) Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, kebiasaan ataupun sikap yang diperoleh dari hasil pengalaman. Seseorang dikatakan belajar apabila didalamnya terjadi perubahan tingkah laku dan perubahan tersebut sebagai akibat dari pengalaman. a. Teori–teori Belajar Untuk lebih mendalami hakekat belajar perlu dikemukakan teori belajar oleh beberapa ahli. 1). Teori Piaget Menurut Jean Piaget proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam
vii
situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa, dalam hal ini Piaget membagi menjadi 3 tahap yaitu: (a) Tahap Praoperasional, sampai umur 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. (b) Tahap Operasi konkret, ketika anak berumur 7 sampai 14 tahun. (c) Tahap Operasi formal, ketika anak berumur 14 tahun atau lebih. ( Nasution, 2005:7-8) 2) Teori Robert M. Gagne Gagne mengemukan lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar yaitu sebagai berikut: (a) Keterampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis, hitung, sampai kepada pemikiran yang rumit. (b) Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang didalam arti seluas-luasnya, temasuk kemampuan memecahkan masalah. (c) Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. (d) Keterampilan motorik yang diperoleh disekolah. (e) Sikap dan nilai, berehubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang. (Mulyani Sumantri dkk, 2001:14) Robert M. Gagne membedakan 8 type belajar yakni (a) Signal learning ( belajar isyarat) (b) Stimulus – response learning ( belajar stimulus respons) (c) Chaining ( rantai atau rangkaian) (d) Verbal association ( asosiasi verbal) (e) Discrimination learning (belajar diskriminasi) (f) Concept learning (belajar konsep) (g) Rule learning (belajar aturan) (h) Problem solving (memecahkan masalah)
viii
(Nasution, 2005:136) 3) Teori Konektionisme Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera (sense imprision)dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Dengan kata lain belajar adalah pembentukan hubungan anatar stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Thorndike mengemukan beberapa prinsip atau hukum diantaranya; (a) Law of effect Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, kalau disertakan dengan perasaan senang atau puas dan sebaliknya kurang erat atau bahkan bisa lenyap kalau perasaan tidak senang. (b) Law is multiple response Dalam situasi problematis, kemungkinan besar respon yang tepat itu tidak segera nampak, sehingga individu yang belajar itu berulang kali mengadakan percobaan sampai respon itu muncul dengan tepat. (c) Law of exercise atau Law of use and disuse Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika jarang atau tidak pernah digunakan. (d) Law of assimilation atau law of analogy Seseorang dapat menyesuaikan diri atau memberi respon yang sesuai dengan situasi sebelumnya. (Sardiman, 1990:34-36) b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Belajar menghasilkan perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar dipangaruhi oleh faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri dan faktor yang berasal dari luar individu (Sudjana, 1989 : 6). Terdapat dua fator yang mempengaruhi belajar, yaitu : 1) Faktor Intern Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh sedangkan faktor psikologis meliputi
ix
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, dan kelelahan. Adapun faktor kelelahan dapat terjadi pada jasmani maupun rokhani. 2) Faktor Ekstern Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Pengaruh dari keluarga dapat berupa cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana dan keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, dan keadaan sekolah. Faktor masyarakat berkaitan dengan interaksi siswa dalam masyarakat (Slameto, 1995 : 54). Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, proses belajar dapat ditingkatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Tentunya, hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan belajar. b. Tujuan Belajar Proses belajar tidak dapat terlepas dari tujuannya. Tujuan belajar merupakan hal yang sangat penting karena segala komponen akan bertindak sesuai dengan pencapaian tujuan. Mengenai tujuan-tujuan belajar sangat banyak dan variasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, yang dinamakan instructional effects, yanng biasa berbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan tujuan yang merupakan hasil sampingan yaitu tercapai karena siswa contohnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain. Semua itu lazim disebut nurturant effects. Ditunjau secara umum maka tujuan belajar ada tiga jenis yaitu (a) Untuk mendapatkan pengetahuan (b) Penanaman konsep dan keterampilan (c) Pembentukan sikap ( Sardiman, 1990;27-30) 2. Hakekat Mengajar Setiap guru seharusnya dapat mengajar di depan kelas. Setiap guru harus terampil melaksanakan mengajar tersebut. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang bersifat unik tetapi sederhana. Dikatakan unik karena berkenaan dengan manusia yang belajar yakni siswa dan yang mengajar, yakni guru.
x
Pengertian mengajar mengalami perkembangan, bahkan hingga dewasa ini belum ada definisi yang tepat mengenai mengajar. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.(Uzer Usman, 2001;6) “Mengajar
adalah
menyampaikan
pengetahuan
kepada
anak
didik”.(Sardiman, 1990;47). Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah proses membimbing
kegiatan belajar mengajar siswa memperoleh
informasi, keterampilan, cara berfikir, dan sarana untuk mengekspresikan dirinya. a. Teori-teori mengajar Adapun teori-teori mengajar yaitu: a) Definisi
lama
”mengajar
adalah penyerahan kebudayaan
berupa
pengalaman-pengalaman dan kecakapan kepada anak didik kita, atau mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikut sebagai generasi penerus’. Dalam hal ini tampak sekali bahwa aktivitas terletak pada guru. Siswa hanya mendengarkan dan menerima saja apa yang diberikan guru. b) Definisi De Queliy dan Gazali “mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat’. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang memperhatikan bahwa diantara siswa ada perbedaan individual, sehingga memerlukan pelayanan yang berbeda-beda. c) Definisi modern di negara-negara yang sudah maju ( Teaching is the guidance of learning) ”mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar”. Definisi ini menunjukan bahwa yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Sedangkan guru hanya membimbing, menunjukkan
jalan
dengan
memperhitungkan
kepribadian
siswa.
Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak diberikan pada siswa.
xi
( Slameto, 2003:29-30) Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah bimbingan yang diberikan pada siswa berupa pengetahuan, pengalaman-pengalaman dan kecakapan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan mengajar. b. Prinsip – Prinsip Mengajar Setiap guru mempunyai tugas mengajar anak didiknya. Tugas mengajar bukanlah pekerjaan yang ringan bagi seorang guru. Tugas mengajar dikaitkan dengan bimbingan yang diperlukan siswa dalam proses belajar. Proses belajar nantinya akan membawa siswa menjadi orang yang pintar dan bermoral. Berkaitan dengan tugas mengajar, guru yang mengajar memerlukan prinsip-prinsip mengajar untuk dapat dilaksanakan seefektif mungkin. Prinsipprinsip mengajar menurut Mursell dibedakan menjadi enam, yaitu konteks, fokus, sosialisasi, individualisasi, squence, dan evaluasi (Slameto, 1995 : 50). 1) Konteks Tugas hendaknya dinyatakan dalam kerangka suatu konteks, dengan sifatnya yang konkret, dapat ditiru dan dilaksanakan dengan teratur yang dapat memberikan kemungkinan seluas-luasnya untuk bereksperimentasi, bereksplorasi dan menentukan serta yang mengarah pada penguasaan melalui pengertian dan pemahaman serta yang memungkinkan transfer. Ciri – ciri konteks yang baik yaitu; (a) Dapat membuat pelajar menjadi lawan berinteraksi secara dinamis dan kuat sekali. (b) Terdiri dari pengalaman yang aktual dan konkret. (c) Pengalaman konkret yang dinamis merupakan alat untuk menyusun pengertian yang bersifat sederhana sehingga pengalaman itu dapat ditiru untuk diulangi. 2) Fokus Dalam proses belajar perlu diorganisasikan bahan yang penting. Belajar yang penuh makna dan efektif harus diorganisasikan di suatu fokus. Ciri-ciri fokus yang baik yaitu:
xii
(a) Memobilasi tujuan (b) Memberi bentuk dan uniformitas (keseragaman) dalam belajar. (c) Mengorganisasi belajar sebagai suatu proses eksplorasi dan penemuan. 3) Sosialisasi Dalam proses belajar siswa melatih bekerja sama dalam kelompok diskusi. Mereka bertanggung jawab bersama dalam proses memecahkan masalah. Ciri-ciri sosialisasi yang baik yaitu; (a) Fasilitas sekolah (b) Perangsang ( incentives) (c) Kelompok demokratis. 4) Individualisasi Dalam mengorganisasi belajar mengajar, guru memperhatikan taraf kesanggupan siswa, dan merangsangnya untuk menentukan bagi dirinya sendiri apa yang dapat dilakukan sebaik-baiknya. Ciri –ciri individualisasi yang baik yaitu: (a) Perbedaan-perbedaan vertikal (b) Perbedaan-perbedaan kualitatif 5) Sequence Belajar sebagai gejala tersendiri dan hendaknya diorganisasikan dengan tepat
berdasarkan
prinsip
konteks,
fokalisasi,
sosialisasi
dan
individualisasi. Ciri-ciri Sequence yang baik yaitu: (a) Pertumbuhan itu bersifat kontinu (b) Pertumbuhan tergantung dari tujuan (c) Pertumbuhan tergantung pada munculnya makna. (d) Pertumbuhan merupakan perubahan dari penguasaan yang langsung menuju kepada kontrol yang jauh. (e) Pertumbuhan merupakan perubahan dari yang konkret ke arah yang abstrak. (f) Pertumbuhan sebagai suatu gerakan dari yang “kasar dari global” ke arah yang membedakan.
xiii
(g) Perubahan merupakan proses transformasi. 6) Evaluasi “Evaluasi adalah suatu alat untuk mendapatkan cara-cara melaporkan hasil-hasil pelajaran yang dicapai, dan dapat memberi laporan tentang siswa kepada siswa itu sendiri dan orang tuanya”. Ciri-ciri evaluasi yang baik yaitu: (a) Penilaian pada hasil-hasil langsung (b) Evaluasi dan transfer (c) Penilaian langsung dari proses belajar ( Slameto, 1995:35-53) 3. Pembelajaran Kooperatif Dahulu proses belajar mengajar diartikan mentransfer pengetahuan kepada anak didik. Anak didik hanya menerima saja ibarat menuangkan apa saja yang diketahui kedalam botol kosong. Guru mempunyai peran aktif dalam proses belajar mengajar sedangkan siswanya pasif. Pengertian tersebut tidak sesuai dengan dunia pendidikan dewasa ini. Siswa dituntun aktif dan kreatif, sedangkan guru hanya memberi bimbingan dan pengarahan. Guru dituntut mengembangkan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki siswa. Dalam proses belajar mengajar interaksi antara siswa dengan guru maupun antar siswa dengan siswa sangatlah penting. Salah satu pembelajaran yang menitikberatkan pada interaksi siswa adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang berbeda untuk saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran. Pengajaran cooperative learning didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur (Anita Lie, 2002 : 18). Menurut Johnson & Johnson yang termasuk dalam struktur yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama, dan proses kelompok. Cooperatif learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Paul Suparno cooperatif learning adalah pembelajaran
xiv
dimana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami, dan bekerjasama untuk semakin menguasai bahan( 2007:134). Menurut Slavin, cooperatif learning mempunyai tiga karakteristik: a. Murid bekerja dalam tim-tim kecil (4-6 orang anggota); komposisi tetap selama beberapa minggu. b. Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok. c. Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok. ( Tim Psikologi pendidikan, 1993;112) Menurut Scott Gordon pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan yang sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Namun, pengelompokkan dengan orang sepadan dan serupa bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan untuk memperkaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berpikir, bernegosiasi, berargumentasi, dan berkembang. Pada pembelajaran cooperatif learning siswa dikelompokkan berdasarkan heterogenitas( kemacamragaman). Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosial ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.(Anita lie,2002:40). Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi dengan orang lain, serta memudahkan pengelolaan kelas. Adapun jumlah anggota setiap kelompok bervariasi mulai dari 2 sampai 5 orang. Anggota yang memiliki sedikit personil dapat lebih meningkatkan partisipasi tiap anggota tetapi sedikit pula ide yang muncul dan kesulitan memonitor. Untuk anggota yang memiliki 4 atau 5 personil dapat memperbanyak tugas yang dilakukan tetapi memakan banyak waktu. Terdapat menyampaikan
enam tahap tujuan
dan
dalam
pembelajaran
memotivasi
siswa,
kooperatif menyajikan
yaitu
guru
informasi,
pengelompokan ke dalam tim-tim belajar, membimbing siswa, evaluasi dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok atau individu.( Muslim,
xv
Fida,Nur,Ismono,2000:11). Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif haruslah memenuhi proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam belajar. Dalam
pembelajaran
kooperatif
penataan
ruang
kelas
perlu
memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Menurut Anita Lie ( 2002 : 51) ada beberapa model penataan bangku yang dapat dipakai yaitu meja tapal kuda, meja panjang, penataan tapal kuda, meja laboratorium, meja kelompok, klasikal, meja berbaris, dan bangku individu. Keterangan gambar 1. Meja Kuda 4. Meja Panjang 5. Meja Kelompok 6. Meja Laboratorium 7. Penataan Tapal Kuda 8. Klasikal 9. Bangku Individu 10. Meja Berbaris 1
5
8
2 6 3
4
7
Gambar 2.1. Model-model Penataan Bangku
xvi
Slavin (1995:285) membagi pembelajaran kooperatif menjadi beberapa model yaitu : 1) STAD (Student Teams Achievement Division) 2) TGT (Teams Games Tournament) 3) TAI (Teams Assisted Individualization) 4) CIRC (Cooperative integrated reading and composition) 5) GI (Group investigation) 6) Struktural yang terdiri dari Teknik TPS (Think Pair Share) dan NHT (Numbered Head Together) a. Think-Pair-Share Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah Think-Pair-Share. Think-Pair-Share merupakan salah satu struktur dalam model struktural. Model struktural adalah
model
terakhir
dalam
pembelajaran
kooperatif
yang
dikembangkan oleh Spencer Kagen dkk. Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan akademik dan struktur yang dirancang untuk mengajarkan ketrampilan sosial. Think-Pair-Share digunakan untuk mengajarkan isi akademik atau pemahaman siswa.( Muslimin Ibrahim dkk,2000:26) Teknik belajar mengajar Think-Pair-Share dikembangkan oleh Frank Lyman sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Teknik ini memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dalam menerapkan model struktural
Think-Pair-Share menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut: a) Thinking ( berfikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. b) Pairing (berpasangan)
xvii
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5menit untuk berpasangan. c) Sharing (berbagi) Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. ( Muslimin Ibrahim dkk,2000:27) Keuntungan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share adalah 1. Optimalisasi partisipasi siswa 2. Suasana kelas tidak gaduh 3. Siswa dapat berpikir sendiri serta dapat bekerjasama dengan orang lain. Kelemahan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share adalah 1. Terlalu banyak kelompok yang harus diperhatikan guru 2. Lebih sedikit ide yang muncul. ( Anita Lie, 2002:45)
xviii
Guru membentuk siswa berpasangan
Guru memberikan permasalahan atau pertanyaan kepada siswa
Siswa menyelasaikan permasalahan atau pertanyaan secara individu
Think
Siswa menyelasaikan permasalah atau pertanyaan dengan pasangan yang telah dibentuk sebelumnya.
Pair
Guru menunjuk salah satu pasangan untuk menyampaikan hasil diskusinya. Salah satu siswa maju kedepan untuk menyampaikan hasilnya.
Share
Gambar 2.2 Skema Pembelajaran Cooperatif Learning Model Think Pair Share b. Number Head Together Number Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ideide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga
xix
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Pembelajaran kooperatif model Number Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah variansi diskusi kelompok ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang mewakili
kelompoknya.(
Moh
Nur,
2005:78).Dalam
praktiknya
guru
menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut (1) Penomoran , guru membagi siswa kedalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. (2) Mengajukan pertanyaan, guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. (3) Berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya itu. (4) Menjawab, guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. ( Muslimin Ibrahim dkk, 2000: 28) Keuntungan pembelajaran kooperatif model Number Heads Togheter adalah 1. Ide-ide yang muncul lebih banyak 2. Guru mudah memonitor. Kelemahan pembelajaran kooperatif model Number Heads Togheter adalah 1. Suasana kelas gaduh 2. Kurang untuk kesempatan untuk individu . ( Anita Lie, 2002: 46)
xx
Guru membentuk kelompok yang berdiri 35 siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa
Siswa berdiskusi menyatukan pendapat terhapad jawaban pertanyaan guru dan menyakinkan tiap anggotanya mengetahui jawabannya.
Guru memanggil salah satu nomor dari kelompok yang telah dibentuk. Siswa tersebut menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas Gambar 2.3 Skema Cooperatif Learning Model Number Heads Together 4. Kemampuan Kognitif Dalam proses belajar mengajar dihasilkan bertambahnya pengetahuan siswa. Setiap akhir pelajaran diadakan tes ditujukan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman dan pengetahuan yang diterima siswa. Pengetahuan dan pemahaman merupakan sifat kognitif anak. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan proses genetik , artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yakni perkembangan sistem saraf. Perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi dan asimilasi. Menurut Bloom Krathwool berpendapat bahwa segi kognitif memiliki enam tingkatan yaitu : a) Pengetahuan ( Knownledge)
xxi
b)
c)
d)
e)
f)
Pengetahuan merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif berupa pengenalan atau pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk yang dipelajari. Pemahaman (Comprehension) Pengertian/pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari tujuan belajar ranah kognitif berupa kemampuan mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa mennghubungkan isi pelajaran lainnya. Penerapan (Aplication) Penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya sesuai dengan situasi yang konkret. Analisis (Analysis) Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran kebagianbagian yang menjadi unsur pokok. Sintesis ( Synthesis) Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok menjadi struktur baru. Evaluasion ( Evaluation ) Evaluasi (penilaian) merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud/ tujuan tertentu. 5. Motivasi Belajar Menurut Mc. Donald dalam buku Sardiman(1990:73-74) motivasi
adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap tujuan. Dari pendapat yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting. a) Bahwa motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia.
Perkembangan motivasi akan membawa beberapa
perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia karena menyangkut perubahan energi manusia ( walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia. b) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. c) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
xxii
Kartono dan Dali Gulo dalam buku gino dkk(1997:81-82) berpendapat bahwa motivasi mengandung dua arti yaitu; a) Kontrol batiniah dari tingkah laku seperti yang dimiliki oleh kondisikondisi fisiologi, minat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-sikap,dan opini-opini. b) Kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu; sikap atau perilaku yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan. Dari penjelasan di atas maka motivasi merupakan penggerak yang dapat menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, yang melibatkan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi untuk kemudian bertindak melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan. Dalam proses belajar mengajar, motivasi siswa sangat berpengaruh pada hasil belajar. Menurut Ngalim P (1990:60) motivasi syarat mutlak untuk belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa termotivasi kuat memiliki energi benyak untuk melakukan kegiatan belajar.A student’s total motivation is most often combination of intrinsic and exstrinsic motivation( www.questia.com). Artinya seorang siswa mempunyai motivasi yang besar yang berasal dari kombinasi antara motivasi instrinsik dan motivasi ekstriksik. Fungsi motivasi dalam belajar antar lain: a) Motivasi mendorong siswa untuk berbuat dalam hal ini berbuat/melakukan kegiatan belajar. b) Motivasi dapat memberikan arah kegiatan yang tepat menuju tercapainya tujuan.
xxiii
c) Dengan motivasi siswa dapat memilih dan menyeleksi perbuatan/ perilaku yang mana harus dilakukan atau ditinggalkan sehingga pencapaian tujuan dapat direalisaikan. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari motivasi maka seseorang yang belajar akan menghasilkan prestasi yang baik. Sehingga seorang guru harus dapat menyusun suatu strategi belajar mengajar yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar dalam diri siswa. One way to motivate students to study physics is to solve problems that are closer to students’ lives, to do simpler and nontraditional experiments, to teach with multimedia, and to use interdisciplinary connection.( www.phy. Ilstu.edu). Salah satu jalan memberi motivasi siswa untuk belajar fisika dengan memecahkan masalah yang berada disekitar lingkungan siswa, lebih mudah dan ekperimen non tradisional, mengajar dengan multimedia dan menggunakan koneksi interdisplinary. Indikator-indikator angket motivasi sebagai berikut; ketertarikan dan perhatian yang tmeliputi minat, kesadaran dan menerima. Kemauan yang meliputi rasa ingin tahu, keuletan, tidak mudah putus asa dan bekerjasama. Keaktifan yang meliputi keaktifan dalam proses belajar dan keaktifan dalam menyelesaikan tugas. 6. KALOR a. Pengertian Kalor Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari suhu tinggi ke suhu rendah. Perubahan suhu suatu zat dan perubahan wujud zat dari bentuk ke bentuk lain adalah fenomena yang berkaitan dengan kalor. Dalam SI kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Sedangkan satuan lain
yang
digunakan untuk menyatakan satuan kalor adalah kalori (kal), dimana 1 kal = 4,2 J atau 1 J = 0,24 kal. b. Kalor Dapat Mengubah Suhu Zat Apabila suatu zat dapat menyerap kalor, maka suhu zat itu akan naik dan sebaliknya apabila zat itu melepaskan kalor, suhunya akan turun. Jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan zat, sebanding dengan masa zat, kalor jenis
xxiv
zat, dan kenaikan atau penurunan suhu zat itu. Jika ditulis dalam bentuk persamaan matematika, diperoleh hubungan sebagai berikut.
Q mct Keterangan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J) m = masa zat (kg) c = kalor jenis zat (J/kg0C) t = kenaikan suhu (0C)
Yang dimaksud kalor jenis suatu zat adalah bilangan yang menyatakan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 0C. satuan internasional dalam sistem MKS untuk kalor jenis adalah J/kg0C. satuan kalor jenis juga dapat ditulis dalam kalori/gram0 Celsius. Kapasitas kalor Kapasitas kalor didefinisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 10C atau 1K. Secara matematis kapasitas kalor dirumuskan C
Q T
atau
C mc
Keterangan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J) m = masa zat (kg) c = kalor jenis zat (J/kg0C) t = kenaikan suhu (0C)
C = kapasitas kalor (J/0C atau J/K) c. Kalor Dapat Mengubah Wujud Zat Kalor yang diterima atau dilepaskan suatu zat tidak hanya menyebabkan perubahan suhu zat tersebut, tetapi dapat pula menyebabkan zat tersebut berubah wujud. Wujud zat yang ada di alam mempunyai tiga wujud yaitu padat, cair, dan gas. 1) Melebur Dan Membeku Melebur adalah perubahan wujud dari zat padat menjadi zat cair, sebaliknya membeku adalh perubahan wujud dari zat cair menjadi zat padat. Ketika melebur terjadi penyerapan kalor, sedangkan ketika membeku terjadi pelepasan kalor.
xxv
Titik lebur adalah suhu zat ketika melebur. Kalor dalam joule yang diperlukan untuk meleburkan 1 kg zat padat menjadi 1 kg zat cair pada titik leburnya disebut kalor lebur. Sebaliknya kalor yang dilepaskan pada waktu 1 kg zat cair membeku menjadi 1 kg zat padat pada titik bekunya disebut kalor beku. Untuk zat yang sama titik lebur sama dengan titik beku dan kalor lebur sama dengan kalor beku. Rumus untuk menentukan kalor lebur atau kalor beku adalah L
Q m
atau Q = mL
Dengan Q = kalor (J) L = kalor lebur/beku (J/Kg) m= massa (Kg) titik lebur suatu zat dipengaruhi oleh tekanan dan ketidak murnian zat. Jika tekanan pada zat dinaikan, titik lebur zat akan turun, sebaliknya tekanan zat diturunkan titik leburnya akan naik. 2) Menguap dan Mengembun Menguap adalah perubahan wujud dari zat cair menjadi gas, sebaliknya mengembun adalah perubahan wujud dari gas menjadi zat cair. Ketika menguap zat menyerap kalor, dan sebaliknya mengembun zat melepaskan kalor. Faktor-faktor yang mempercepat penguapan: (a) Pemanasan (b) Meniup udara di atas permukaan (c) Memperluas permukaan (d) Mengurangi tekanan di atas permukaan. Banyaknya kalor yang diperlukan oleh setiap 1 kg massa zat untuk berubah wujud dari cair menjadi gas disebut kalor penguapan/ kalor uap. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut U
Q m
Dengan U = kalor uap atau kalor laten (J/kg, kkal/kg) Q = kalor yang diperlukan untuk menguap (J, kal)
xxvi
m = massa zat (kg) Mendidih adalah proses perubahan wujud dari zat cair menjadi gas yang terjadi pada seluruh bagian zat cair pada suhu tertentu. Peristiwa mendidih berbeda dengan menguap. Penguapan hanya terjadi pada permukaan zat cair sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair. Penguapan terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih terjadi pada suhu tertentu yang disebut dengan titik didih. Titik didih zat ternyata dapat berubah. Ada dua faktor yang dapat mengubah titik didih yaitu pengaruh tekanan dan adanya ketidak murnian zat. 3) Azas Black Bila sebuah benda melepaskan kalor ke benda yang suhunya lebih rendah, pada akhirnya akan tercapai kesetimbangan suhu. Artinya suhu kedua benda akan sama. Menurut
Joseph Black banyaknya kalor yang
dilepaskan benda sama dengan benyaknya kalor yang diterima benda. Pernyataan itu kemudian dikenal sebagai azas black. Secara matematis azas black dirumuskan sebagai berikut: Q1 = Q2
m1 c1 T1 m 2 c 2 T2 Qlepas = Qterima d. Perpindahan Kalor Kalor dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain denga tiga cara yaitu secara radiasi, konduksi dan konveksi. 1) Radiasi Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor tanpa zat perantara (medium). Sebagai contoh sinar matahari kebumi melalui radiasi. Beberapa zat dapat menyerap kalor radiasi lebih baik daripada zat lainnya. Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radiasi yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik juga. Sebaliknya permukaan yang putih dan mengkilat adalah penyerap kalor radiasi yang buruk
xxvii
sekaligus pemancar kalor radiasi yang buruk. Alat yang digunakan untuk mengetahui adanya pancaran kalor adalah termoskop. Beberapa pemanfaatan dari sifat pemukaan yang memancarkan kalor dengan baik dan buruk antara lain: (a) Sirip-sirip pendingin yang terdapat dibelakang lemari es dicat hitam dan kusam agar memancarkan radiasi ke lingkungan sekitar. (b) Panel surya pemanas dicat hitam agar dapat menyerap radiasi dari matahari. (c) Rumah dicat putih agar dapat memantulkan kalor radiasi dari sinar matahari. (d) Bagian dari termos dilapisi perak mengkilap agar memantulkan radiasi kembali ke dalam termos. 2) Konveksi atau aliran Konveksi adalah perpindahan kalor melalui zat disertai perpindahan partikel-partikel zat itu. Perpindahan kalor secara konveksi disebabkan oleh perbedaan masa jenis zat. Contoh peristiwa konveksi dalam kehidupan sehari-hari: (a) Terjadinya angin darat dan angin laut. (b) Cerobong asap (c) Sistem ventilasi rumah (d) Sistem pendingin mobil (e) Lemari es (f) Memanaskan air 3) Konduksi atau hantaran Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat itu. Perpindahan kalor secara konduksi terjadi pada zat padat. Umumnya logam merupakan penghantar kalor yang baik. Zat bukan logam merupakan penghantar kalor yang kurang baik. Penghantar kalor yang baik disebut konduktor. Sedangkan penghantar yang buruk disebut isolator.
xxviii
B. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share Dan Number Heads Together Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan pada interaksi siswa dengan keterlibatan aktifnya dalam proses pembelajaran. Salah satu dari model pembelajaran ini adalah Think-Pair-Share. Think-Pair-Share bertujuan agar siswa dapat saling bekerja sama dengan anggota kelompoknya, serta bertukar pikiran untuk menghasilkan hal yang terbaik. Sebelum siswa dikelompokkan, siswa memecahkan masalah sendiri. Setelah mendapatkan pasangan siswa bertukar pikiran untuk memecahkan masalah tersebut. Jadi, siswa berperan aktif untuk menyumbangkan ide-ide terbaiknya. Number Heads Together juga merupakan model dari pembelajaran kooperatif. Number Heads Together mementingkan kerja kelompok saja tanpa ada pemikiran sendiri. Siswa diberi masalah langsung dipecahkan dengan kelompoknya baru menjawab secara individu. Siswa yang kurang aktif bisa tertinggal karena mereka akan malu dalam mengeluarkan pendapatnya. Dan saat anak itu giliran menjawab, jawabannya dari teman-teman kelompoknya saja. Sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. Siswa yang aktif kemampuan kognitifnya akan tinggi. Dengan menggunakan Think Pair Share setiap siswa cenderung berpartisipasi aktif sehingga kemampuan kognitifnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan Number Heads Together. 2. Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Motivasi belajar siswa sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi akan mempunyai frekuensi belajar yang lebih sering daripada siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah. Siswa yang memiliki motivasi tinggi mempunyai kesadaran dan kemauan untuk konsentrasi terhadap pelajaran serta memberikan perhatian yang lebih dalam proses belajar. Semakin tinggi motivasi belajar siswa maka akan semakin giat siswa tersebut mempelajari materi pelajaran. Dengan
xxix
demikian kemampuan kognitif siswa cenderung lebih tinggi. Sedangkan siswa yang memiliki motivasi rendah
mempunyai kesadaran yang rendah dan
konsentrasi yang kurang serta kurang memperhatikan proses belajar. Hal ini mempengaruhi kemampuan kognitif
siswa
dalam
menguasai
materi
pembelajaran. Diharapkan motivasi belajar berpengaruh terhadap kemampuan kognitif siswa. 3. Interaksi Antara Model Pembelajaran Kooperatif Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Kemampuan Kognitif Siswa. Faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tidak terlepas dari faktor eksternalnya. Demikian pula, faktor faktor eksternal, model belajar tidak lepas dari faktor internal motivasi belajar. Penggunaan Think-Pair-Share yang diberikan kepada siswa dengan motivasi belajar siswa tinggi tentunya akan berbeda dengan pemberian kepada siswa dengan motivasi belajar rendah. Begitu pula penggunaan Number Heads Together yang diberikan kepada siswa
dengan motivasi belajar tinggi tentunya berbeda
dengan pemberian kepada siswa dengan motivasi belajar rendah. Penggunaan Think-Pair-Share pada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mendapatkan output kemampuan kognitif yang tinggi. Hal ini didasarkan pada adanya kecenderungan siswa yang aktif ditambah dengan adanya kemauan dan kesadaran siswa untuk memperhatikan dan berkonsentrasi pada saat kegiatan pembelajaran. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan penggunaan Number Heads Together pada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang menghasilkan output kemampuan kognitif yang rendah. Sesuai dengan teori adanya kecenderungan beberapa siswa yang pasif dengan kurangnya kemauan dan kesadaran untuk memperhatikan dan berkonsentrasi pada saat kegiatan pembelajaran. Diharapkan ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif siswa. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan alur pemikiran dari peneliti ini sebagai berikut:
xxx
Model Think-PairShare(A1)
Motivasi belajar tinggi (B1)
Kelas eksperimen
Model Think-PairShare (A1)
Motivasi belajar rendah (B2)
Sampel
A1B1
A1B2 AB
Model Number heads together
(A2) Kelas kontrol Model Number heads together (A2)
Motivasi belajar tinggi (B1)
A2B1
Motivasi belajar rendah (B2)
A2B2
Gambar 2.4. Bagan Kerangka Berpikir C. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif model ThinkPair-Share dan Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa. 2. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa. 3. Ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
xxxi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Jatiroto Wonogiri kelas VII tahun ajaran 2008/2009. Adapun waktu penelitian dilakukan mulai bulan Desember tahun 2008 sampai bulan Januari tahun 2009. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen. Dalam penelitian digunakan dua kelas yang mempunyai kemampuan awal sama tetapi diberi perlakuan yang berbeda, yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model Think Pair Share sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model Number Heads Together. Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2 X 2 dengan model desain sebagai berikut : Tabel.3.1.Desain Faktorial 2 X 2 Motivasi Belajar (B)
B A Penggunaan Model Pembelajaran (A)
B1
B2
A1
A1 B1
A1 B2
A2
A2 B1
A2 B2
Keterangan : A
: penggunaan model pembelajaran.
A1
:
penggunaan model Think-Pair-Share
A2
:
penggunaan model Number Heads Together
B
:
motivasi belajar siswa.
B1
:
motivasi belajar siswa tinggi
B2
:
motivasi belajar siswa rendah.
xxxii
C. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 2 Jatiroto Wonogiri tahun ajaran 2008/2009. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian terdiri dari dua kelas yang dipilih secara acak kemudian dijadikan sebagai kelas eksperimen dan kontrol. Sebelum sampel diteliti, terlebih dahulu disamakan keadaan awalnya. D. Variebel Penelitian Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Untuk variabel terikat adalah kemampuan kognitif siswa sedangkan variabel bebasnya adalah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dan motivasi belajar siswa. 1.Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian adalah kemampuan kognitif siswa: a. Definisi Kemampuan kognitif siswa adalah tingkat penguasaan siswa dalam mempelajari fisika pada sub pokok bahasan kalor. b. Indikator Nilai tes kemampuan kognitif siswa sub pokok bahasan kalor. c. Skala pengukuran : interval 2. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: a. Penggunaan model pembelajaran koopertif (1) Definisi Pembelajaran kooperatif adalah faktor eksternal yang direkayasa oleh guru untuk mencapai keberhasilan belajar dengan pendekatan pembelajaran yang menekankan keaktifan, dimana
pelajar membangun sendiri
pengetahuannya. Pelajar mencari sendiri dari apa yang mereka pelajari. Ini merupakan proses penyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam fikiran mereka.
xxxiii
(2) Indikator Pembelajaran yang disesuaikan dengan model yang diterapkan. (3) Kategori : - pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share - pembelajaran kooperatif model Number Heads Together (4) Skala Pengukuran : nominal b. Motivasi (1) Definisi Motivasi adalah daya dorong yang mendorong siswa untuk belajar. (2) Indikator : skor hasil angket motivasi belajar siswa (3) Kategori : - motivasi belajar fisika kategori tinggi - motivasi belajar fisika kategori rendah (4) Skala Pengukuran : nominal E. Teknik Pengumpulan Data Data
yang
digunakan
dalam
penelitian
diperoleh
dengan
menggunakan beberapa teknik yaitu : 1. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber data. Adapun jenis dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data nilai hasil tengah semester yang dimiliki oleh guru kelas kontrol maupun eksperimen. Data digunakan untuk mengetahui kemampuan awal dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menguji kesamaan kemampuan awal antara kedua kelas ini digunakan uji-t dua pihak sedangkan uji prasyarat analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. 2. Angket Angket merupakan metode pengumpulan data yang dilaksanakan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Angket motivasi belajar digunakan untuk mengukur tinggi dan redahnya motivasi belajar siswa.
xxxiv
Pemberian skor untuk angket motivasi digunakan skala 1 sampai 4, umtuk item yang mengarah jawaban positif, pemberian skornya sebagai berikut: Skor 4 untuk jawaban Sangat Setuju Skor 3 untuk jawaban Setuju Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju Item yang mengarah jawaban negatif, pemberian skornya sebagai berikut : Skor 1 untuk jawaban Sangat Setuju Skor 2 untuk jawaban Setuju Skor 3 untuk jawaban Tidak Setuju Skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju 3. Teknik Tes Tes adalah metode pengumpulan data sesuai dengan cara dan aturan yang telah ditentukan dengan memberikan pertanyaan kepada subyek penelitian yang harus dijawab. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif. Adapun tujuannya digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan kognitif siswa setelah proses pembelajaran dengan metode pembelajaran koopertif model Think-Pair-Share pada kelompok eksperimen dan model Number Heads Together pada kelompok kontrol untuk pokok bahasan kalor. F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen angket dan instrumen tes. 1. Instrumen Angket Instrumen angket pada penelitian ini diambil dari skripsi yang telah divalidasi (Devita K, 2008: 112). 2. Instrumen Tes Adapun sebuah alat ukur dapat dikatakan baik bila memenuhi syaratsyarat: daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat ukur. Berikut
xxxv
penjelasan mengenai daya beda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut sebagai berikut:
a. Daya Beda Daya beda kemampuan suatu alat soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah ). Cara menentukan daya pembeda yaitu dengan rumus sebagai berikut :
D
BA BB JA JB (Suharsimi arikunto, 2005 : 177)
dengan : J
jumlah peserta tes :
BA
:
banyaknya peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir item.
BB
:
banyaknya peserta kelompok bawah yang dapat menjawab dengan betul butir item.
JA
:
jumlah semua peserta yang tergolong kelompok atas
JB
:
jumlah semua peserta yang tergolong kelompok bawah
Adapun proporsi masing-masing kelompok dapat ditentukan dengan :
PA PA
BA JA
dan :
PB
BB JB
proporsi peserta kelompok atas yang dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan.
xxxvi
PB
:
proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan. Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagai berikut :
- Soal dengan D =
0,00 D < 0,2
- Soal dengan D =
0,20 D < 0,40 = cukup
- Soal dengan D =
0,40 D < 0,70 = baik
- Soal dengan D =
0,70 D < 1,00 = baik sekali
- Soal dengan D =
= jelek
negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal
yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja. (Anas Sudijono, 1995 : 389). b. Derajat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Untuk menentukan derajat kesukaran digunakan rumus sebagai berikut : P=
P PB B = A 2 JS
(Anas Sudijono, 1995 : 372) dengan : P
proporsi = angka Indek Kesukaran :
B
:
banyaknya peserta yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan.
Js
:
jumlah peserta yang mengikuti tes hasil belajar
PA
:
proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
xxxvii
PB
:
proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Menurut ketentuan yang sering diikuti, derajat kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : - Soal dengan P = 0,00 P < 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P = 0,30 P < 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P = 0,70 P < 1,00 adalah soal mudah (Suharsimi Arikunto,2005 : 176 ) c. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen tes tersebut valid apabila instrumen tes ini dapat mengukur kemampuan kognitif siswa. Dalam penelitian ini yang dihitung adalah validitas item yaitu untuk mencari korelasi antara item dengan keseluruhan tes, maka digunakan korelasi point biseral. Rumus korelasi Point Biseral adalah : rpbi
M p Mt SD
p q
(Suharsimi Arikunto, 2002 : 145) Keterangan : rpbi
koefisien korelasi point biseral :
Mp
:
rerata skor dari siswa yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya.
Mt
:
rerata skor total
SD
:
standar deviasi skor total
P
:
proporsi siswa yang menjawab benar pada suatu butir.
xxxviii
P
= q
Banyaknya siswa yang menjawab benar Jumlah seluruh siswa
= Proporsi siswa yang menjawab salah pada suatu butir ( q = 1- p ) Kriteria nilai rpbi adalah item tersebut valid jika harga rpbi ≥ rtabel ,
Artinya
dari
hasil
perhitungan
validitas
item
tersebut
kemudian
dikonsultasikan dengan harga r. jika r Point Biseral lebih besar atau sama dengan dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biseral lebih kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. d. Reliabilitas Pada hakekatnya uji reliabilitas untuk mengetahui sampai seberapa jauh pengukuran yang dilakukan berulang-ulang terhadap subyek (kelompok subyek ) akan memberikan hasil yang relatif sama. Teknik yang digunakan adalah dengan rumus K-R 20 sebagai berikut : 2 n SDt pq r11 2 SDt n 1
(Slameto, 2001 : 215) Jika r11 menyatakan reliabilitas tes secara keseluruhan, n adalah banyaknya item/soal, p menyatakan proporsi subyek yang menjawab item dengan benar tiap-tiap butir, q menyatakan proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p) dan pq merupakan jumlah hasil perkalian antara p dan q.
x 2
SDt =
x
2
N
N
dengan N adalah banyaknya subyek pengikut tes
Instrumen dikatakan reliable (handal) jika mempunyai korelasi yang tinggi. Sebaliknya instrumen kurang handal jika mempunyai korelasi yang
xxxix
rendah. Untuk mengetahui kehandalan suatu instrumen dikonsultasikan dengan tabel sebagai berikut: a. Test dikatakan reliable jika r11 ≥ rtabel b. Test dikatakan tidak reliable jika r11
:
Tidak ada perbedaan kemampuan awal antara kedua kelompok eksperimen dan kontrol
H1
:
Ada perbedaan kemampuan awal antara kedua kelompok eksperimen dan kontrol
b. Statistik Uji
xl
(M a M b )
t
a2 b2 Na Nb 2
1 1 Na Nb
(Suharsimi Arikunto :2002 :304) Dengan keterangan : Ma
Nilai rata-rata hasil kelas eksperimen. :
Mb
:
Nilai rata-rata hasil kelas control.
N
:
banyaknya subyek.
a
:
deviasi setiap nilai a2 dan a1.
b
:
deviasi setiap nilai b2 dan b1.
c. Daerah Kritik {t|t > t1-1/2α;n1+ n2 -2}, α : taraf signifikansi = 0,05 d. Keputusan Uji H0 diterima jika, – ttabel ≤ thitung ≤ ttabel; tidak ada perbedaan kemampuan awal antara kedua kelompok yaitu eksperimen maupun kontrol. H0 ditolak jika : thitung > ttabel atau thitung < - ttabel; ada perbedaan kemampuan awal antara kedua yaitu kelompok eksperimen dan kontrol. 2. Uji Prasyarat Analisis a.Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dengan menggunakan Metode Lilliefors, dengan hipotesis sebagai berikut: 1) Hipotesis H0
:
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
xli
H1
:
sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
2) Statistik Uji Untuk pengujian hipotesis nol tersebut digunakan rumus sebagai berikut: L 0 F(zi) S(zi) maks
xx dengan : zi SD F(zi) = p(z < zi) S(zi) = proporsi z < zi terhadap seluruh cacah zi 3 ) Daerah Kritik L0 ditolak jika L0 L,n : Taraf signifikansi 4) Keputusan Uji L0 < Ltab = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. L0 Ltab = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. (Budiyono, 1998 : 62) b.Uji Homogenitas Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak maka menggunakan Metode Bartlett : 1) Hipotesis H0
:
12 22 32 24 ; keempat sampel homogen.
H1
:
12 22 , atau 12 32 , atau 12 42 , atau 22 32 , atau
xlii
22 42 ; keempat sampel tidak homogen. 2) Statistik Uji 2,303 f log MS err f j log S 2j C 1 1 1 C 1 3(k 1) f j f j
2
MS err
SS
J
f
f j n j 1 2
S
SS j n j 1
; SS j
X
2 J
X J
2
nj
dengan : k
cacah sampel. :
f
:
derajat bebas untuk MSerr = N-k.
j
:
1,2,3,……..k.
nj
:
cacah pengukuran pada sampel ke-j.
N
:
cacah semua pengukuran.
3) Daerah Kritik H0 ditolak jika
χ2 ≥χ2;k-1
Untuk : 0.05 4) Keputusan Uji H0 diterima jika χ2< χ20,05 ;k-1 (Budiyono, 1998 : 62) 3. Pengujian Hipotesis
xliii
a. Uji Analisis Variansi Dua Jalan Sel tak Sama Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data hasil eksperimen dalam rangka menguji hipotesis penelitian adalah dengan Uji Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan dengan menggunakan Sel tak Sama. 1) Tujuan Analisis variansi dua jalan untuk menguji signifikansi perbedaan efek baris, efek kolom, dan kombinasi efek baris dan efek kolom terhadap variabel terikat. 2) Asumsi Dasar a. Populasi-populasi berdistribusi normal dengan variasi sama. b. Sampel dipilih secara acak (random).
3) Hipotesis H01 : i = 0
untuk semua i (Tidak ada pengaruh perbedaan antara pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa).
H11 : i 0
untuk paling sedikit satu harga i (Ada pengaruh perbedaan antara pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa).
H02 : j = 0
untuk semua j (Tidak ada pengaruh perbedaan antara motivasi belajar kategori tinggi dan motivasi belajar kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa).
H12 : j 0
untuk paling sedikit satu harga j (Ada pengaruh perbedaan antara motivasi belajar kategori tinggi dan motivasi belajar kotegori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa).
xliv
H03 : ij = 0
untuk semua (ij) (Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan pendekatan kooperatif dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa)
H13 : ij 0
untuk paling sedikit satu harga (ij) (Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan pendekatan kooperatif dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa).
4) Tabel Jumlah AB Tabel 3.2. Jumlah AB Motivasi Belajar Siswa (B)
B
Total A
B1
B2
Penggunaan Model
A1
A1 B1
A1 B2
Pembelajaran (A)
A2
A2 B1
A2 B2
B’1 = ......
B’2 = ......
Total Keterangan : A’1 = AB11 +AB12 A’2 = AB21 + AB22 B’1 = AB11 + AB21 B12 = AB12 +AB22 G = A’1 +A’2 = B’1 +B’2 5) Komputasi (1)
G2 G2 npq N
(2) =
X
2 ijk
ijk
3) =
A i2 i nq
xlv
A’1 = ...... A’2 = ..... G = .....
B 2j
np
(4) =
j
(5) =
AB ij2 n
ij
6) Jumlah Kuadrat SSA
=
(3)
SSB
=
SSAB
= (5)
SSerr
= -(5)
SStotal
=
-(1)
(4) -(4)
-(1) -(3)
+(1) +(2) (2)
-(1)
7) Derajat Kebebasan DfA
= p-1
=p–1
DfB
= q-1
=q–1
DfAB
= (p-1)(q-1)
= pq – p – q + 1
Dferr
= pq(n-1)
= pqn – pq = N - pq
Dftotal = N-1 8) Rerata Kuadrat MSA
=
SS A Df A
MSB
=
SS B Df B
MSAB=
SS AB Df AB
MSerr =
SS err Df err
xlvi
9) Statistik Uji FA
=
MS A MS err
FB
=
MS B MS err
FAB
=
MS AB MS err 10) Daerah Kritik
DKA
= FA F ; p-1, N-pq
DKB
= FB F ; q-1, N-pq
DKAB = FAB F ; (p-1)(q-1), N-pq 11) Keputusan Uji H01
ditolak jika FA F ; p-1, N-pq. :
H02
:
ditolak jika FB F ; q-1, N-pq.
H03
:
ditolak jika FAB F ;(p-1)(q-1), N-pq.
12) Rangkuman Analisis Tabel 3.3. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Isi Sel Tak Sama. Sumber variasi
SS
Df
MS
F
P
Efek utama A (kolom)
SSA
DfA
MSA
FA
< atau >
B(baris)
SSB
DfB
MSB
FB
< atau >
Interaksi AB
SSAB
DfABD
MSAB
FAB
< atau >
ferr
MSerr
-
Kesalahan
SSerr
xlvii
-
Total
SStotal
Dftotal
-
-
Setelah melakukan analisis ANAVA, berikutnya dilanjutkan dengan Uji Komparasi Ganda. b. Uji Komparasi Ganda Komparasi ganda adalah tindak lanjut dari analisi variansi yang telah diuraikan di muka. Pada ANAVA hanya dapat mengetahui diterima atau ditolaknya hipotesis nol. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol ditolak, maka belum dapat diketahui rerata-rerata mana yang berbeda. Perlu diingat bahwa apabila hipotesis nol ditolak maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikitnya terdapat satu rerata yang berbeda dengan rerata-rerata lainnya. Untuk mengetahui lebih lanjut rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama, maka dilakukan pelacakan rerata yang dikenal dengan analisis komparasi ganda, dengan demikian komparasi ganda merupakan analisis “Pasca Analisis Variansi”. Dalam penelitian ini metode dalam komparasi ganda yang digunakan adalah metode Scheffe. Statistik uji yang digunakan adalah : ( X i Xj ) 2 Fij = 1 1 MSerr{ ) ni n j F = (k-1) Fij Daerah Kritik F (k – 1) F; k –1, N – k
Keterangan : Xi
:
rerata kolom ke-i.
xlviii
Xj
:
rerata kolom ke-j.
Mserr
:
rerata kuadrat kesalahan.
ni
:
banyaknya observasi ke kolom i.
nj
:
banyaknya observasi ke kolom j.
N
:
cacah semua observasi.
k
:
cacah klolom, perlakuan (treatmen).
:
taraf signifikansi
Adapun statistik uji F yang digunakan adalah : 1) komparasi rerata antar baris : Fi . j .
( X i. X j. ) 2 1 1 MSerr{ ) ni . n j .
2) komparasi rerata antar kolom : F.i . j
3) komparasi rerata antar sel : Fij kl
( X .i X . j ) 2 1 1 MSerr{ ) n.i n. j
( X ij X kl ) 2 1 1 MSerr{ ) nij n kl
keterangan : X i. = rerata pada baris ke I
X kl = rerata pada sel kl
X .i = rerata pada kolom ke i
ni. = cacah observasi pada baris ke i
X j . = rerata pada baris ke j
n.i = cacah observasi pada kolom ke i
X . j = rerata pada kolom ke k
nj. = cacah observasi pada baris ke
X jk = rerata pada sel ij
j n.j = cacah observasi pada kolom
xlix
ke j nij = cacah observasi pada sel ij nkl = cacah observasi sel kl
Daerah kritik untuk metode ini adalah 1) komparasi antar baris = DK i . j . : Fi. j . p 1F ; p 1, N pq 2) komparasi antar kolom = DK .i . j : F.i . j q 1F ;q 1, N pq 3) komparasi antar sel = DK ij kl : Fij kl p 1q 1F ; ( p 1)(q 1), N pq Keputusan Uji Ho ditolak jika F F; k –1, N – k Ho diterima jika F< F; k –1, N – k (Budiyono, 1998:64)
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data nilai keadaan awal siswa (keadaan awal), data tentang motivasi siswa belajar Fisika dan data nilai kognitif siswa kelas VII SMP Negeri 2 Jatiroto pada pokok bahasan Kalor. 1. Data Keadaan Awal
l
Data keadaan awal Fisika siswa diambil dari nilai tengah semester. Nilai keadaan awal Fisika siswa kelompok eksperimen memiliki rentang antara 49 sampai dengan 84 dengan rata-rata 64.50 dan standar deviasinya 7.99 sedangkan kelompok kontrol memiliki rentang antara 44 sampai dengan 79 dengan rata-rata 61.79 dan standar deviasinya 8.46 yang disajikan pada lampiran 12. Distribusi frekuensi keadaan awal siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol disajikan dalam tabel 4.1. dan 4.2. Untuk lebih jelasnya distribusi frekuensi keadaan awal siswa kelompok eksperimen dan kontrol disajikan histogram pada gambar 4.1. dan 4.2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Data Keadaan Awal Kelompok Eksperimen Interval
Nilai
Kelas
Tengah
1
49 – 54
2
No
Frekuensi Mutlak
Frekuensi Relatif
51.5
4
11.11%
55 – 60
57.5
7
19.44%
3
61 – 66
63.5
10
27.78%
4
67 – 72
69.5
9
25.00%
5
73 – 78
75.5
4
11.11%
6
79 - 84
81.5
2
5.56%
36
100%
Jumlah
Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat diagram batang berikut ini : GRAFIK KEMAMPUAN AWAL KELAS EKSPERIMEN
FREKUENSI
12 10 8 6 4 2 0 51.5
57.5
63.5
69.5
NILAI TENGAH
li
75.5
81.5
Gambar 4. 1. Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Data Keadaan Awal Kelompok Kontrol Interval Frekuensi Frekuensi Nilai Tengah Kelas Mutlak Relatif 44 - 49 46.5 4 10.26% 50 - 55 52.5 5 12.82% 56 - 61 58.5 9 23.07% 62 - 67 64.5 11 28.21% 68 - 73 70.5 7 17.95% 74 - 79 76.5 3 7.69% Jumlah 39 100.00% Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat diagram batang berikut NO 1 2 3 4 5 6
ini :
12
FREKUENSI
10 8 6 .
4 2 0 46.5
52.5
58.5
64.5
70.5
76.5
NILAI TENGAH
Gambar 4.2. Histogram Nilai Keadaan Awal Siswa Kelompok Kontrol 2. Data Tingkat Motivasi Belajar Fisika Siswa Data tingkat motivasi belajar Fisika diperoleh melalui penyebaran angket kepada siswa tentang motivasi belajar Fisika setelah siswa diberi perlakuan. Tingkat motivasi belajar Fisika dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki tingkat motivasi belajar Fisika kategori tinggi apabila skor angketnya lebih dari atau sama dengan skor angket rata-rata gabungan. Dan dikatakan memiliki tingkat motivasi fisika rendah apabila skor angketnya kurang dari skor angket rata-rata gabungan. Skor angket rata-rata gabungan yaitu 88.56. Berdasarkan data yang terkumpul mengenai motivasi belajar siswa untuk kelompok Eksperimen diperoleh skor terendah 76 dan skor tertinggi 105. Harga rata-rata 90.0 dan standar deviasinya adalah 6.86. Untuk motivasi belajar siswa
lii
kelompok kontrol diperoleh skor terendah 73 dan skor tertinggi 102. Harga ratarata 87.23 dan standar deviasinya adalah 6.45. 3. Data Nilai Kemampuan Kognitif siswa Distribusi frekuensi kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor untuk kelompok eksperimen diberi pembelajaran fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif model Think Pair Share sedangkan kelompok kontrol diberi pembelajaran fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif model Number Head Together disajikan pada tabel 4.3. dan 4.4. Untuk memperjelas distribusi frekuensi tersebut disajikan histogram yaitu gambar 4.3. dan 4.4. Berdasarkan data yang terkumpul nilai kemampuan kognitif siswa kelompok eksperimen memiliki rentang antara 60 sampai dengan 89 dengan ratarata 75.22 dan standar deviasinya 7.13 sedangkan kelompok kontrol memiliki rentang antara 54 sampai dengan 83 dengan rata-rata 68.21 dan standar deviasinya 48.79. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Kognitif Siswa
Kelompok
Eksperimen Interval Frekuensi Frekuensi Nilai Tengah Kelas Mutlak Relatif 1 60 - 64 62 3 8.33% 2 65 - 69 67 5 13.89% 3 70 - 74 72 9 25.00% 4 75 - 79 77 8 22.22% 5 80 - 84 82 7 19.44% 6 85 - 89 87 4 11.11% Jumlah 36 100.00% Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat diagram batang No
berikut ini :
liii
FREKUENSI
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 62
67
72
77
82
87
NILAI TENGAH
Gambar 4.3. Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen Untuk kelompok kontrol, distribusi frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelas Kontrol disajikan pada tabel 4. 4. Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Siwa Kelompok Kontrol
Interval Frekuensi Frekuensi Nilai Tengah Kelas Mutlak Relatif 1 54 - 58 56 4 10.26% 2 59 - 63 61 6 15.38% 3 64 - 68 66 9 23.08% 4 69 - 73 71 10 25.64% 5 74 - 78 76 7 17.95% 6 79 - 83 81 3 7.69% Jumlah 39 100.00% Agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat diagram No
batang berikut ini : 12
FREKUENSI
10 8 6 4 2 0 56
61
66
71
76
81
NILAI TENGAH
Gambar 4.4. Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol B. Uji Kesamaan Keadaan Awal
liv
Digunakan uji-t dua ekor untuk menguji kesamaan keadaan awal siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum uji-t dua ekor dilakukan, terlebih dahulu digunakan uji normalitas dan uji homogenitas pada kedua sampel tersebut. 1. Uji Normalitas Uji normalitas untuk kelas eksperimen yakni Lobs = 0.1072, sedangkan L0.05;
36
= 0.1477. Karena Lobs lebih kecil dari Ltabel maka dapat disimpulkan
bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelas kontrol didapatkan bahwa Lobs = 0.0908, sedangkan L0.05;
39
= 0.1419.
Karena Lobs lebih kecil dari Ltabel maka dapat disimpulkan bahwa sampel juga berasal dari populasi berditribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yakni harga 2hitung sebesar 0.116, sedangkan 20.05;
1
= 3.841. Karena 2 hitung
lebih kecil dari 2tabel maka dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. 3. Uji – t Uji kesamaan keadaan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan uji – t dua ekor yang sebelumnya telah diuji dengan uji normalitas dan homogenitas. Dari pengujian data diperoleh harga thitung= 1.42 dan harga ttabel = 2.00 . Karena - ttabel < thitung < ttabel = -2.00 < 1.42 < 2.00, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan awal antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. C. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas dengan metode Lilliefors diperoleh harga statistik uji Lobs untuk tingkat signifikasi 0,05 pada masing–masing kelas yakni sebagai berikut:
a) Kelompok Eksperimen
lv
Dari hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan Uji Liliefors diperoleh harga Lo = 0.0957. Sedangkan untuk n = 36 pada taraf signifikansi 5 % harga Ltabel= 0.1477, karena Lo < Ltabel, maka distribusi frekuensi dari data variabel nilai kemampuan kognitif siswa adalah berdistribusi normal. b) Kelompok Kontrol Dari hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan Uji Liliefors diperoleh harga Lo =0.1127 Sedangkan untuk n = 39 pada taraf signifikansi 5 % harga Ltabel= 0.1419, karena Lo < Ltabel, maka distribusi frekuensi dari data variabel nilai kemampuan kognitif siswa adalah berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Dari hasil perhitungan uji homogenitas dengan Uji Bartlett diperoleh harga x 2 hitung 0.015 . Sedangkan untuk k = 2 pada taraf signifikansi 5 %, harga x 2tab 3,84 1. Karena x 2 hitung x 2tabel , maka distribusi frekuensi dari data variabel nilai kemampuan kognitif siswa adalah homogen. D. Pengujian Hipotesis 1. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan Penelitian melibatkan dua variabel bebas. Pertama adalah motivasi belajar Fisika siswa dikategorikan menjadi motivasi belajar tinggi dan rendah. Kedua adalah pembelajaran Fisika dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share Dan Number Heads Together. Untuk variabel terikatnya kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Kalor. Analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama. Dari hasil uji Anava dua jalan (2X2) diperoleh harga FA= 18.69; FB = 36.92; dan FAB= 0.49. Harga Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan dfA = dfB = dfAB = 1 dan dfralat = 71 atau F0.05; 1.71 = 3.98. Hasil pengujian terangkum dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
lvi
Sumber
SS
Df
MS
F
P
Baris (A)
627.37638
1
627.37638
18.686
> 0.05
Kolom (B)
1239.72464
1
1239.72464
36.923
> 0.05
16.39131
1
16.39131
0.488
< 0.05
Kesalahan
2383.86304
71
33.57554
-
-
Total
4267.35538
74
-
-
Variansi
Interaksi (AB)
-
Keputusan uji dari hasil analisis data ini adalah berupa kesimpulan hasil pengujian hipotesis yaitu : a) Dari hasil perhitungan bahwa Fa
= 18.69 > F0.05;
1.71
= 3.98 maka ada
perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa b) Dari hasil perhitungan bahwa Fb
= 36.92 > F0.05;
1.71
= 3.98 maka ada
perbedaan pengaruh antara motivasi belajar siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif siswa. c) Dari hasil perhitungan bahwa Fab = 0.49 < F0.05;
1.71
= 3.98 maka tidak ada
interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif 2
Uji Lanjut Anava
Uji lanjut anava (komparasi ganda) adalah tindak lanjut dari analisis variansi apabila menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Tujuannya untuk melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata setiap pasangan kolom, baris, dan setiap pasangan sel. Hasil analisis uji pasca Anava menggunakan metode Scheffe dapat dirangkum dalam tabel 4.6.
lvii
Tabel 4. 6. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Rerata
Statistik Uji
Komparasi Fij
X
Xj 1 1 MSerr ( ) ni n j i
Harga
P
Kritik
Rerata
Xi
A1 vs A2
75.22222
68.20513
27.453
3.98
< 0.05
B1 vs B2
76.27778
67.23077
45.634
3.98
< 0.05
Xj
Dari hasil uji komparasi ganda tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Komparasi rerata antar baris dari perhitungan komparasi ganda diperoleh FA12 = 27.45 > F0.05; 1.71 = 3.98 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (penggunaan modelThink-Pair-Share) dengan baris A2 (penggunaan model Number Heads Together). Dari analisa data menunjukkan bahwa metode TPS menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode NHT. 2. Komparasi rerata antar baris dari perhitungan komparasi ganda diperoleh FB12 = 45.63 > F0.05; 1.71 = 3.98 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (Motivasi Belajar siswa kategori tinggi) dan kolom B2 (Motivasi Belajar siswa kategori rendah). Dari analisa data menunjukkan bahwa motivasi belajar tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada motivasi belajar rendah. E. Pembahasan Hasil Analisis Data 1. Hipotesis Pertama Dari pengujian hipotesis pertama diputuskan bahwa H0A (Tidak ada perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number heads together terhadap kemampuan kognitif siswa.) ditolak (FA = 18.69 > F0.05; 1.71 = 3,98). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan kalor.
lviii
Pembelajaran dengan model Think Pair Share dan Number Heads Together, keduanya sama–sama mempunyai kelebihan yang mampu membuat siswa untuk aktif dalam belajar. Penggunaan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share ternyata memberikan hasil yang lebih baik , hal ini dikarenakan dalam pembelajaran model Think Pair Share siswa terlibat langsung. Siswa terlebih dahulu harus menyelesaikan masalahnya secara individu, maka setidaknya siswa telah mengerti mengenai masalah tersebut, dan telah mencoba menyelesaikannya dengan cara yang dianggapnya benar. Hal ini telah memberikan sedikit gambaran dibenak siswa tentang alur penyelesainya masalahnya. Kalaupun hasil pekerjaan siswa tesebut belum sempurna , masih ada kesempatan untuk berdiskusi dengan pasangannya. Dengan hal ini siswa akan belajar terlebih dahulu sebelum menggantungkan dirinya pada pasangannya. Dalam diskusi dengan pasangannya ini, pekerjaan yang tadinya salah diharapkan bisa diperbaiki. Satu nilai lebih adalah siswa dengan pekerjaan yang kurang sempurna , akan mengetahui letak kesalahannya dan setelah dibenarkan saat berdiskusi dengan pasangannya diharapkan siswa tersebut bisa mengingat kesalahannya dan untuk kemudian hari tidak akan jatuh lagi pada jenis soal yang sama. Siswa akan lebih paham konsepnya karena mereka menyelesaikan masalah lebih dari sekali pengerjaan. Guru dalam proses belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share berperan sebagai fasilitator yang memberikan bahan-bahan sebagai latihan, dan juga sebagai stabilisator agar suasana kelas benar-benar terkendali. Hal ini mengingat pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dalam salah satu langkah pembelajarannya menggunakan diskusi, sehingga ditakutkan siswa memanfaatkan saat seperti itu untuk kegiatan di luar pelajaran dan membuat suasana kelas gaduh dan tidak terarah. Dalam penggunaan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share ini, pertama siswa harus mengerjakan permasalahan yang diberikan secara individu, kemudian setelah itu siswa berdiskusi dengan pasangan masing-masing. Sehingga siswa membutuhkan dua kali kerja namun diharapkan mendapatkan hasil yang baik. Selain itu waktu pembelajaran yang ditentukan , waktu diskusi yang terjadi
lix
pada kelas dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share lebih singkat sehingga kurang maksimal. Pada kelas kontrol Number Heads Together, melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek serta memeriksa pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut melalui pertanyaan. Tingkat kematangan siswa pada kelas kontrol tergolong kurang bila dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini disebabkan karena siswa pada pembelajaran kooperatif model Number Heads Together dalam
menyelesaikan masalah
langsung berdiskusi dengan kelompoknya masing-masing, jadi siswa tidak perlu mengerjakan soal yang ada secara individu. Sehingga sebagian siswa yang kurang memahami tujuan
belajar menggantung pada kemampuan kelompoknya.
Kelompok tersebut memang telah sukses menyelasikan permasalahan yang yang diberikan, namun beberapa siswa atau anggotanya secara individu tidak berfikir untuk mencari jawaban dari permasalahan yang ada. Sehingga jika lain kali soal dengan tipe yang sama keluar, siswa-siswa tersebut tidak ingat telah mengerjakan soal jenis tersebut sehingga akan mengalami kesulitan dan akhirnya akan berdampak pada nilai mereka. Waktu diskusi yang dibutuhkan untuk pembelajaran kooperatif model Number Heads Together relatif lebih lama, karena pengerjaan permasalahan yang diberikan dari awal sampai akhir selalu dilakukan dalam kelompok. Peran guru adalah pada waktu menjawab pertanyaan, dimana guru menunjuk salah satu nomor secara acak, dan masing-masing anggota kelompok dengan nomor yang disebut memberikan jawaban pada seluruh kelas. Untuk siswa yang sulit menerima pelajaran akan kesulitan menerima
pelajaran yang diberikan. Jadi
berpengaruh pada nilai kognitifnya yang menjadi rendah. 2
Hipotesis Kedua
Dari hasil hipotesis kedua diputuskan bahwa H0B (Tidak ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika bagi siswa pada pokok bahasan Kalor ditolak(FB = 36.92 > F0.05; 1.71 = 3,98 ). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh
lx
antara motivasi belajar siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika bagi siswa pada pokok bahasan Kalor. Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perubahan atau tindakan tertentu. Perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. Dorongan itu dapat timbul dari dalam subyek yang belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuasan. Motivasi dapat menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan. Karena semakin tinggi motivasi belajar siswa maka usaha yang dilakukan siswa juga semakin besar dan frekuensi belajarnya juga lebih banyak sehingga berakibat pada pencapaian prestasi yang lebih baik. Sedangkan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah, usaha dalam belajarnya kurang optimal dan frekuensi belajarnya sedikit sehingga pencapaian prestasi juga kurang optimal. Siswa yang mempunyai motivasi rendah dalam mengikuti pelajaran malas dan kurang menanggapi suatu permasalahan yang diberikan Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share siswa akan termotivasi untuk belajar karena mereka harus menyelesaikan permasalah secara individu terlebih dahulu, setelah itu baru berdiskusi dengan pasangannya. Jika setiap siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi maka mereka akan cepat menerima dan memahami pelajaran dan akibatnya nilai meraka akan menjadi baik juga. Ditambah mereka melakukan diskusi dengan pasangannya, itu akan menjadi menambah motivasi belajarnya. Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif model Number Heads Togehter siswa mempunyai motivasi rendah dan motivasi tinggi. Karena pada metode ini dilakukan secara diskusi kelompok. Ada siswa yang termotivasi untuk belajar dan ada juga siswa yang malah tidak termotivasi. Untuk siswa yang motivasi belajarnya tinggi, dia akan mengikuti pelajaran dengan baik serta menyelesaikan tugasnya dengan benar. Tetapi bagi siswa yang motivasi belajarnya rendah, mereka akan mengikuti pelajaran dengan malas-malasan dan meraka akan tergantung pada teman yang pintar dalam kelompoknya. Jadi mereka
lxi
akan kesulitan menyelesaikan tugas yang sama sehingga nilainya akan menjadi jelek. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi belajar yang timbul dalam pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan Number Heads Together berpengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa, khususnya kemampuan kognitifnya. 3
Hipotesis Ketiga
Dari hasil hipotesis ketiga diputuskan bahwa H0AB (Tidak ada interaksi pengaruh antara model pembelajaran kooperatif dan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif Fisika bagi siswa pada pokok bahasan Kalor) diterima (FAB = 0.49 < F0.05;
1.71
= 3,98). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi
pengaruh antara model pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika bagi siswa pada pokok bahasan Kalor. Kedua variabel yaitu model mengajar dan motivasi belajar secara terpisah mampu memberikan pengaruh pada pencapaian prestasi kognitif siswa pada materi kalor tetapi keduanya tidak ada interaksi. Tidak adanya interaksi antara penggunaan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan Number Heads Together dengan motivasi belajar siswa dimungkinkan karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik dari dalam maupun luar dari siwa selain faktor model pembelajaran dan motivasi belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini, faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh tersebut antara lain : faktor intelegensi, kedisiplinan dalam belajar, dan latar belakang keluarga.
lxii
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan: 1. Ada perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan model Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. Siswa yang diberi pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share pada pokok bahasan kalor mempunyai kemampuan kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model Number Heads Together. 2. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif pokok bahasan kalor. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi untuk belajar fisika akan mempunyai kemampuan kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai motivasi rendah untuk belajar fisika. 3. Tidak terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap kemampuan kognitif fisika siswa pada pokok bahasan kalor. Sehingga antara motivasi belajar dan pembelajaran fisika dengan model Think Pair Share dan model Number Heads Together mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan kalor. B. Implikasi Dengan didapatkannya kesimpulan maka implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara pembelajaran Fisika menggunakan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dan Number Heads Together terhadap kemampuan kognitif siswa. Hal ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru agar lebih kreatif
lxiii
dan variatif dalam menentukan metode pembelajaran bagi siswa khususnya pada pokok bahasan yang sesuai. 2.
Pelaksanaan dari pembelajaran kooperatif membutuhkan peran aktif guru dan siswa dalam pembelajaran, baik secara berkelompok maupun individual.
3.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi siswa belajar kategori tinggi dan rendah. Hal ini dapat digunakan sebagai masukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dan konsistensi belajar siswa harus diperhatikan.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Guru harus memperhatikan dan berusaha membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga siswa lebih giat belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. 2. Guru dan calon guru sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang ditunjang media serta LKS untuk meningkatkan perhatian, konsentrasi serta pemahaman siswa terhadap materi pelajaran selama kegiatan belajar mengajar. 3. Dalam pembelajaran fisika diperlukan metode yang sesuai agar kemampuan kognitif siswa menjadi lebih baik, sebagai contoh metode pembelajaran kooperatif model Think Pair Share untuk pokok bahasan kalor. 4. Semoga penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengkaitkan aspek-aspek yang belum diungkap dan disajikan agar lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan.
lxiv
DAFTAR PUSTAKA
Ana Widayati. 2006 . Eksperimen Pengajaran Matematika dengan Pendekatan Struktural Thihk-Pair-Share ditinjau dari aktivitas belajar dan kemandirian belajar siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Anas Sudijono. 1995. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Anita Lie. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo Bob Foster. 2004. Seribu Pena Fisika. Jakarta : Erlangga Budiyono. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian. Surakarta: FKIP UNS. Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, Sutijan. 1997. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta :UNS Press. Hanif Fakhruroja. 2005. Sains Fisika untuk SMP dan MTs. Surakarta : Buana Raya Holubová, Renata. 2005. “Environmental physics: Motivation in physics teaching and learning” Journal of physics teacher education online. 3 (1), 17-20 Husman, Jenefer. 1999. “The Role Of The Future In Student Motivation” Educational Psychologist vol 3, 113 Kamaja. 2007. Inspirasi Sains Fisika. Jakarta : Ganeca exact Mohamad Nur. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA Mulyani Sumantri, Johar. 2001.Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Maulana Muslimin Ibrahim, Fida, Mohamad, Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA- University Press Nana Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remadja Rosdakarya Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara Ngalim Purwanto.1990. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Nurkancana W. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional. Paul Suparno. 2007. Metodelogi Pembelajaran Fisika. Jogjakarta : Universitas Sanata Dharma Press
lxv
Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Sardiman, A.M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Suciati, Prasetyo Irawan. 1993. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : Dekdiknas Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara . 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Tim. 1993. Psikologi Pendidikan. Jogjakarta : UPP UNY Uzer Usman. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rodaskarya Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo
lxvi
lxvii