PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA MAKASSAR N u r j a y a1
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh signifikan pelatihan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan 40 sampel (responden). Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan analisis statistik regresi linear sederhana. Hasil analisis diproleh koefisien regresi linear sederhana yaitu Y= 25,947 + 0,496 X, koefisien determinasi (r2) adalah 0,469 atau 46,9%. Nilai thitung = 3,049 > nilai ttabel = 1,689. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable independen (pelatihan) pada penelitian ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Kata kunci : Pelatihan, Kinerja Pegawai PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke masa membuat persaingan dalam dunia kerja semakin meningkat, sebagai akibat adanya globalisasi dan modernisasi. Suatu organisasi atau instansi harus tanggap terhadap perkembangan tersebut, karena akan berdampak pada kelangsungan hidup organisasi atau instansinnya. Untuk itu, diperlukan adanya sistem yang baik yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Sebuah instansi atau organisasi harus didukung oleh sumber daya manusia yang cakap karena sumber daya manusia sangat berperan dalam menjalankan usaha atau kegiatan di dalam instansi tersebut . Perlu disadari, bahwa untuk mengimbangi perubahanperubahan dan kemajuan yang terjadi dalam berbagai aspek yang mempengaruhi beban kerja pimpinan, dituntut tersedianya tenaga kerja yang setiap saat dapat memenuhi kebutuhan. Peran manajemen sumber daya manusia sangat menentukan bagi terwujudnya organisasi, tetapi untuk memimpin manusia merupakan hal yang cukup sulit. Karyawan selain diharapkan mampu, cakap dan terampil juga hendaknya berkemauan dan mempunyai kesungguhan untuk bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecakapan akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh moral kerja dan kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan. Usaha mewujudkan semua itu, dibutuhkan peningkatan sumber daya manusia sebagai perencana dan pelaksana dalam organisasi, salah satunya adalah melalui kegiatan pelatihan. Karena itu tujuan dari pelatihan adalah menambah kecakapan dan kemampuan karyawan untuk permintaan jabatan serta dengan program tersebut diharapkan dapat 1
Program Studi Manajemen STIE TriDharma Nusantara Makassar
1
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan (Handoko, 2008:103). Pendapat lain dikemukakan olek Simamora (2006:346) bahwa salah satu tujuan dari pendidikan dan pelatihan adalah meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan merupakan salah satu alat untuk menyesuaikan antara tugas dan pekerjaan dengan kemampuan, ketrampilan atau kecakapan dan keahlian dari setiap karyawan serta merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan sebagai kegiatan pengenalan terhadap pekerjaan tertentu bagi yang bersangkutan. Baik tidaknya kinerja karyawan jelas akan mempengaruhi kestabilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Latihan-latihan yang diberikan pada karyawan akan mendorong karyawan bekerja lebih keras. Hal ini disebabkan karyawan yang telah mengetahui dengan baik tugas-tugas dan tanggung jawab akan berusaha mencapai tingkat moral kerja yang lebih tinggi. Pengetahuan karyawan maupun pengetahuan umum yang mempengaruhi pelaksanaan tugas sangat menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas tersebut. Karyawan yang kurang memiliki pengetahuan cukup tentang bidang kerjanya akan tersendat-sendat. Oleh karena itu bagi karyawan baru atau karyawan lama yang dihadapkan pada pekerjaan baru memerlukan tambahan pengetahuan dan ketrampilan guna melaksanakan tugasnya dengan baik. Menurut Mangkunegara (2005:17) “bahwa pelatihan terhadap sumber daya manusia sangatlah penting guna memperoleh kinerja pegawai seperti yang diharapkan dalam rangka mencapai visi dan misi serta tujuan organisasi”. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Apabila kinerja pegawai tidak sesuai yang diharapkan, tingkat absensi serta ketidak hadiran pegawai tinggi, dapat dipastikan terdapat suatu masalah yang bersangkutan dengan pegawai dan akan berdampak pada penurunan kinerja. Kinerja yang menurun salah satunya dapat disebabkan oleh stres yang dialami. Menurut Sulistiyani (2009:31) “pentingnya pelatihan bukanlah semata-mata bagi pegawai yang bersangkutan, tetapi juga keuntungan organisasi”. Karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para pegawai, dapat meningkatkan produktivitas kerja para pegawai. Produktivitas kerja meningkat berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan. Pelatihan juga merupakan upaya untuk terus mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai. Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang, pelatihan pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar dan hendaknya pelaksanaan itu bagi setiap instansi kedepan harus berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai tersebut. Pengembangan suatu sistem pelatihan atau disebut dengan diklat terpadu dalam kaitannya dengan suatu upaya pengembangan sumber daya manusia umumnya dan pembangunan ketenaga kerjaan khususnya yang merupakan keharusan dan kebutuhan yang semakin penting dewasa ini, lebih-lebih bagi seorang pegawai yang sudah lama kerja disuatu instansi harus bisa lebih meningkatkan kemampuan kinerjanya. Kinerja suatu perusahaan tidak lepas dari setiap individu yang terlibat didalamnya, kinerja merupakan kemampuan seseorang mencapai hasil kerjanya, baik secara kualitas dan kuantitas. Hal ini sesuai sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2009:67) bahwa “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kualitas dan kuantitas yang dicapai 2
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Dengan demikian meningkatnya kinerja karyawan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan perusahaan untuk pengembangan sumber daya manusia. Melihat pentingnya suatu pelatihan untuk mencapai hasil kerja yang optimal, sehingga dapat disimpulakan bahwa pelatihan berfungsi meningkatkan kinerja karyawan.
METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yakni suatu pendekatan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode statistic. Penelitian ini berupaya menjelaskan hubungan kausal antara variabel dan pengaruhnya-pengaruhnya melalui pengujian hipotesis (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar yang berjumlah 66 orang, sedangkan jumlah sampel pada penelitian ini adalah 40 responden. Teknik pengambilan sampling yang digunakan yaitu Proportional Random Sampling, teknik ini digunakan bila populasi mempunyai unsure yang tidak homogeny dan berstrata secara proporsional. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui penyebaran kuesioner kepada pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional sebanyak 40 responden serta mengadakan interview secara langsung dengan pihak atau orang-orang kantor yang kompeten dalam bidangnya yang berkaitan masalah kantor yang terkait dengan penelitian dan melihat, mempelajari dan menggunakan dokumen-dokumen yang ada dalam lokasi penelitian. Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang diajukan, maka data yang dikumpulkan tentang Pelatihan dan Kinerja pegawai Badan Pertanahan Nasional diolah dan dianalisis dengan tehnik analisis statistic deskriptif, uji hipotesis (uji parsial) dan analisis inferensial. Sedangkan analisis statistik inferensial dengan menggunakan rumus linier regresi, sebagai berikut: Y = a + bX Keterangan: Y = Kinerja Pegawai a = konstanta b = koefisien korelasi X = Pelatihan
3
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Variabel Pelatihan (X1) Dari hasil analisis deskriptif setiap item-item variabel pelatihan pegawai diperoleh mean sebesar 3,82 yang berarti sebagian besar responden setuju dengan seluruh pernyataan variabel pelatihan pegawai (X1). 2. Variabel Kinerja Pegawai (X2) Dari hasil analisis deskriptif setiap item-item variabel kinerja pegawai diperoleh mean sebesar 3,74 yang berarti sebagian besar responden setuju dengan seluruh pernyataan variabel pelatihan pegawai (X2). 3. Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas Validitas menunjukkan tingkat kemampuan instrument penelitian, mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian validitas instrument penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian. Pengujian validitas dilakukan dengan uji korelasi Pearson Product Moment. Untuk menafsirkan koefisien korelasi skor butir terhadap skor totalnya dapat menggunakan criteria yang dikemukakan Ebel (2012: 267) bahwa koefisien korelasi skor butir dengan skor total minimal 0,30 (reason by good), maka butir tersebut dikatakan valid. Widoyoko (2011:170) menyatakan butir memiliki skor lebih besar dari standar minimal 90,3) dapat dinyatakan valid, maka untuk kemudahan dan keakuratan analisis data digunakan program Microsoft excel. Berikut hasil pengujian validitas instrument pada masing-masing variabel: Tabel 1.1: Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Variabel Item Koefisien Korelasi r Kritis Pertanyaan Penelitian Item 1 s/d 10 0,68; 0,67; 0,59; 0,54; 0,30 (X1) 0,78; 0,6; 0,4; 0,49; 0,7; 0,49; Kinerja Pegawai Item 1 s/d 10 0,46; 0,52; 0,41; 0,6; 0,30 (X2) 0,76; 0,49; 0,7; 0,46; 0,63; 0,61 Sumber: Olahan Data Primer 2015
Keterangan Valid
Vaklid
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa semua item pertanyaan diperoleh koefisien positif dan minimal dari 0,30 sehingga dapat disimpulkan bahwa item pertanyaan dalam penelitian ini adalah valid, atau dapat mengukur apa yang semestinya diukur. Dengan demikian dapat digunakan sebagai instrument dalam mengukur variabel yang telah ditetapkan.
4
b.
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah mengukur keandalan suatu instrument. Pada penelitian ini digunakan Alpha Cronbach menyatakan bahwa nilai suatu instrument dikatakan reliable bila nilai Alpha Cronbch > 0,60. Berikut hasil pengujian reliabilitas instrument penelitian. Tabel 1.2: Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Alpha Cronbach
Keterangan
Penelitian (X1)
0,798
Reliabel
Kinerja Pegawai (X2)
0,808
Reliabel
Sumber: Olahan Data Primer 2015 Dari table 1.2, diperoleh koefisien Alpha Cronbach pada masing-masing variabel lebih besar dari 0,60, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian ini sudah terpenuhi. 4. Pengujian Hipotesis a. Analisis Regresi Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji regresi liner sederhana, bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional kota Makassar, yang dinyatakan dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y = a + bX Hasil uji regresi linier sederhana dengan program SPSS versi 17 dipoeroleh hasil seperti tabel berikut. Tabel 1.3: Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana
Model 1 (Constant) Pelatiha (X)
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
Beta
t
Sig
25.947 .496
8.918 .163
.469
2.909 3.049
.006 .004
a. Dependent Variabel: Kinerja Pegawai (Y) Sumber : Olahan Data Primer 2014 Berdasarkan hasil perhitungan tabel 1.3, diperoleh nilai konstanta (a) = 25.947. Nilai koefisien regresi pelatihan (b) = 0,496. Dari hasil tersebut dapat dituliskan persamaan regresinya sebagai berikut: Y = 25.947 + 0,496X Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
5
Nilai konstanta sebesar 25.947. Secara matematis nilai konstanta tersebut memberikan makna bahwa apabila Pelatihan sama dengan 0, maka Kinerja Pegawai memiliki skor 25.947. Dari persamaan tersebut diketahui pula bahwa koefisien regresi variabel pelatihan adalah bernilai positif, yaitu 0,496. Hal ini menggambarkan adanya pengaruh yang berbanding lurus antara Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai. b. Uji Koefiseien regresi Parsial (Uji t) Uji t bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai. Berikut disajikan uji hipotesis dalam penelitian ini. “Uji pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar”. Hasil uji t pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar, seperti dijelaskan pada tabel di atas menghasilkan t hitung dengan nilai p (kolom Sig) sebesar 0,004 yang lebih kecil dari signifikansi (α) 0,05 atau nilai t hitung sebesar 3,049 lebih besar dari tabel dari t tabel 1,6896 (diperoleh dari SPSS Statistik). Dengan demikian, H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pelatihan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinans (R2) bertujuan untuk mengetahui sumbangan pengaruh variabel pelatihan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional kota Makassar. Hasil uji determinansi disajikan seperti tabel berikut. Tabel 1.4: Hasil Uji Koefisien Determinasi Model 1
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.469a
.220
.196
5.357
a. Predictors: (Constant), Pelatihan (X), b. Dependent Variabel : Kinerja Pegawai (Y) Sumber : Olahan Data Primer 2014 Berdasarkan hasil perhitungan table 1.4, diketahui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,469. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang sedang antara variable pelatihan dengan kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut: 0,00 - 0,199 = sangat rendah 0,20 - 0,399 = rendah 0,40 - 0,599 = sedang 0,60 - 0,799 = kuat 0,80 - 1,000 = sangat kuat
6
Sementara koefisien determinasi menghasilkan nilai (R Square) sebesar 0,220 artinya sumbangan pengaruh variable pelatihan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar adalah sebesar 22%, sisanya 78% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. B. Pembahasan 1. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Berdasarkan hasil analisa regresi di atas diperoleh nilai konstanta (a) = 25.947. Nilai koefisien regresi pelatihan (b) = 0,496. Berdasarkan hasil tersebut dapat dituliskan persamaan regresinya sebagai berikut: Y = a + bX Y = 25.947 + 0,496 X Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai konstanta sebesar 25.947. Secara matematis nilai konstanta tersebut memberikan makna bahwa apabila variable pelatihan sama dengan 0, maka variable kinerja pegawai sama dengan 25.947. dari persamaan tersebut diketahui pula bahwa koefisien regresi variable pelatihan adalah bernilai positif, yaitu 0,496. Hal ini menggambarkan adanya pengaruh yang berbanding lurus antara pelatihan terhadap kinerja pegawai. Koefisien regresi variable pelatihan b = 0,496 mempunyai makna bahwa setiap pertambahan satu satuan variable pelatihan, maka kinerja pegawai akan meningkat sebesar 49,6%. Dalam penelitian ini hipotesis yang dirumuskan adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pelatihan terhadap kinerja pegawai Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,049 lebih besar dari t tabel 1,6896 sedangkan nilai p (kolom Sig) sebesar 0,004 lebih kecil dari signifikansi (α) 0,05. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pelatihan yang dilakukan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar telah memiliki metode yang jelas dalam melaksanakan pelatihan yang dibutuhkan oleh pegawainya. Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Simamora (2006:342), bahwa pelatihan (training) merupakan proses sistematis perubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasinya. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Pelatihan biasanya terpokus pada penyediaan bagi para pegawai, keahlian-keahlian khusus atau membantu mereka mengoreksi kelemahan-kelemahan dalam kinerja mereka. SIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil uji t menunjukkan nilai t hitung sebesar 3,049 lebih besar dari nilai t tabel 1,6896 sedangkan nilai p (kolom Sig) sebesar 0,004 lebih kecil dari signifikansi (α) 0,05. Jadi variable pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Hal ini memiliki makna bahwa semakin sering pelatihan dilakukan maka semakin tinggi pula kinerja pegawai. Hal ini dijelaskan bahwa pelatihan yang diadakan oleh kantor Badan Pertanahan Nasional biasanya adanya 7
masalah dari kantor tersebut unutk meningkatkan kualitas kerja dan meningkatkan kinerja kerja pegawainya. Kebutuhan pelatihan sangat dibutuhkan oleh kantor tetapi harus didukung dengan metode pelatihan, materi pelatihan, pelatih atau pengajar, dan fasilitas pelatihan yang baik pula agar memberikan hasil yang maksimal pada saat dilakukannya pelatihan. DAFTAR PUSTAKA Ebel, Robert L. 2012. Essential Of Educational Measurement. Third Edition. Prentice – Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey Gomes, Faustino, Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. Penerbit Andi. Handoko, Hani, T. 2012. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. BPFE. Hasibuan, Maluyu S.P. 2011. Manajemen Dasar Pengertian dan masalah. Jakarta. Rajawali Press. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia .Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Marko, Kartodikromo. 2006. Membangun Manajemen Yang Stabil. Jakarta. Rajawali Press. Martoyo, Susilo, Bambang. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. BPFE. S. Azwar. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Siagian, Sondang, P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta. BPFE. Simamora, Henry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 3. Yogyakarta: STIE YKPN. Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta. , 2010. Metode Penelitian Administrasi. Jakarta. Alfabeta. Sulistiyani, Ambar, Teguh. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Graha Ilmu.
8
PENGARUH BALAS JASA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP LOYALITAS TENAGA KERJA OUTSOURCING PT TELKOM PAREPARE Ahmad Syaekhu2
ABSTRAK Beberapa perusahaan fokus dengan core competence-nya dan menyerahkan pekerjaan non core competence-nya kepada pihak ketiga yang saat ini kita kenal dengan istilah outsourcing. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh balas jasa dan lingkungan kerja terhadap loyalitas tenaga kerja outsourcing dan mengetahui mana diantara kedua faktor tersebut yang berpengaruh dominan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linier berganda yang menggunakan pengolah data SPSS Ver. 20. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel balas jasa dan lingkungan kerja mempengaruhi loyalitas tenaga kerja outsourcing dimana nilai Fhitung yang lebih besar dari nilai Ftabel (10,608 > 3,25) dan nilai Sig. yang lebih kecil dari α (0,000 < 0,05). Koefisien determinasi sebesar 27,6% dan yang memberikan pengaruh dominan adalah variabel balas jasa dengan nilai Thitung yang lebih besar dibandingkan variabel lingkungan kerja. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel balas jasa dan lingkungan kerja terhadap loyalitas tenaga outsourcing PT Telkom Parepare dan yang dominan mempengaruhi loyalitas adalah variabel balas jasa. Untuk itu jika perusahaan ingin meningkatkan loyalitas tenaga outsourcing maka perlu memperhatikan besarnya balas jasa yang diberikan dan membuat lingkungan kerja lebih baik bagi para tenaga kerja outsourcing. Kata Kunci: balas jasa, lingkungan kerja, loyalitas outsourcing
PENDAHULUAN Kemajuan teknologi yang makin pesat telah memberikan kemudahan bagi perusahaan - perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dalam persaingan bisnisnya. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya utama perusahaan, Sumber Daya Manusia juga dituntut untuk semakin bekerja dengan efektif dan efisien sehingga memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan. Tujuan perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang maksimum dengan memanfaatkan sumber daya se-efisien mungkin termasuk didalamnya meminimumkan biaya-biaya yang timbul dari proses produksi. Beberapa perusahaan fokus dengan core competence-nya dan menyerahkan pekerjaan non core competence-nya kepada pihak ketiga yang saat ini kita kenal dengan istilah outsourcing,( Omar 2010), cara ini cukup efektif untuk mengurangi biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan. 2
Ilmu Sosial Politik Universitas Sawerigading Makassar
9
Adanya sistem outsourcing membuat perusahaan perlu memperhatikan loyalitas para tenaga outsourcing dalam menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepada mereka. Menurut Taylor (2011), loyalitas karyawan adalah suatu kecenderungan karyawan untuk tidak pindah ke perusahaan lain. Apabila karyawan bekerja pada suatu perusahaan, dan perusahaan tersebut telah memberikan fasilitas–fasilitas yang memadai dan diterima oleh karyawannya serta perusahaan memberikan imbalan yang sesuai kepada karyawannya, maka kesetiaan karyawan terhadap perusahaan akan semakin besar, maka timbul dorongan yang menyebabkan karyawan melakukan pekerjaan menjadi lebih giat lagi, (Paratama 2013). METODOLOGI A. Lokasi dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan di PT Telkom Parepare selama tiga bulan. B. Populasi dan Teknik Sampel Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, umumnya berupa orang, obyek, transaksi atau kejadian, di mana peneliti mempelajari atau menjadikannya obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja outsourcing yang bekerja di PT Telkom Parepare yaitu 55 orang. Pengambilan data dilakukan dengan cara memberikan sejumlah daftar pertanyaan/ kuisioner yang diisi oleh responden dan diserahkan kembali kepada penulis. Dimana pada saat pengembalian kuisioner hanya 50 responden yang mengisi dan mengembalikan kepada penulis,( Kountur 2007). C. Tehnik Analisis Data Pada penelitian ini data yang diperoleh akan dianalisis secara komputerisasi melalui pengolah data SPSS Ver. 2.0. Kemudian dilakukan pengujian terhadap hipotesis dengan Uji T dan Uji F dibandingkan dengan nilai Ttabel dan nilai Ftabel. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Memperlihatkan hasil penelitian yaitu pengujian secara serempak/ simultan variabel balas jasa dan lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas tenaga kerja outsourcing dengan nilai Fhitung > Ftabel yaitu 8,968 > 3,20 dan tingkat signifikansi uji F sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk pengujian yang dilakukan secara parsial antara variabel balas jasa (X1) dan loyalitas tenaga kerja outsourcing (Y) dan variabel lingkungan kerja (X2) dan loyalitas tenaga kerja outsourcing (Y), maka diperoleh Thitung variabel balas jasa > Thitung variabel lingkungan kerja, yaitu 3,707 > 1,954 dan nilai signifikansi terkecil yaitu 0,001 pada variabel balas jasa, sedangkan nilai variabel lingkungan kerja menunjukkan bahwa perolehannya tidak signifikan yakni 0,057 (lebih besar dari 0,05), sehingga faktor dominan yang mempengaruhi loyalitas adalah variabel balas jasa.
10
Berdasarkan hasil perhitungan regresi seperti terlihat pada hasil penelitian, maka dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut : Y = 1,841 + 0,322 X1 + 0,250 X2 Dari hasil persamaan tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai konstanta 1,841 menyatakan jika nilai variabel-variabel balas jasa dan lingkungan kerja dianggap konstan, maka Loyalitas tenaga outsourcing sebesar 1,841 satuan. Sedangkan nilai koefisien regresi masing-masing variabel bebas yang diteliti jika meningkat satu satuan, maka loyalitas tenaga outsourcing akan meningkat sebesar nilai koefisien variabel bebas tersebut. Koefisien regresi balas jasa (X1) sebesar 0,322 menyatakan bahwa setiap penambahan 1 satuan balas jasa, maka loyalitas tenaga outsourcing (Y) akan meningkat sebesar 0,322 satuan. Koefisien regresi lingkungan kerja (X2) sebesar 0,250 menyatakan bahw setiap penambahan 1 satuan balas jasa, maka loyalitas tenaga outsourcing (Y) akan meningkat sebesar 0,250 satuan. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa koefisien korelasi (R) yaitu sebesar 0,526 yang berarti bahwa hubungan antara variabel-variabel bebas dan variabel terikat berada dalam kategori korelasi kuat. Sedangkan Rsquare adalah koefisien determinasi yang menunjukkan bahwa 27,6% variasi variabel loyalitas tenaga outsourcing (Y) dapat dijelaskan oleh variabel bebas balas jasa (X1) dan lingkungan kerja (X2) sedangkan sisanya 72,4% dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak termasuk dalam penelitian ini. B. Pengujian Hipotesis Hipotesis 1 pada penelitian ini adalah diduga bahwa balas jasa dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap loyalitas tenaga kerja outsourcing. Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa balas jasa dan lingkungan kerja secara simultan berpengaruh terhadap loyalitas tenaga kerja outsourcing, dengan nilai Fhitung > Ftabel = 8,968 > 3,20 dan tingkat signifikansi uji F sebesar 0,001 (0,001 < 0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis 1 penelitian dapat diterima. Hipotesis 2 pada penelitian ini adalah diduga bahwa variabel balas jasa yang memberikan pengaruh dominan mempengaruhi loyalitas tenaga kerja outsourcing. Berdasarkan pengolahan data diketahui bahwa balas jasa memiliki nilai hitung lebih besar dibandingkan hitung lingkungan kerja yakni 3,707 > 1,954. Selain itu tingkat signifikansi terendah adalah variabel balas jasa yakni 0,001, sedangkan lingkungan kerja nilainya tidak signifikan yakni 0,057. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel balas jasa dan lingkungan kerja terhadap loyalitas tenaga outsourcing PT Telkom Parepare secara simultan. Pengaruh yang positif dan signifikan ini menjelaskan bahwa jika perusahaan memberikan balas jasa yang mampu memenuhi kebutuhan hidup tenaga kerja outsourcing dan lingkungan kerja yang nyaman baik berupa suasana kerja, kondisi kantor maupun hubungan baik yang terjalin antara tenaga kerja dan atasan maka mereka akan menjadi loyal terhadap perusahaan. Sumber daya manusia yang ada dalam organisasi adalah aset yang penting dalam mencapai tujuan perusahaan, menjaga dan memelihara SDM merupakan hal yang 11
perlu mendapat perhatian khususnya dari para manajemen perusahaan. Tenaga kerja yang loyal akan menguntungkan perusahaan dan meningkatkan efektifitas kerja mereka. Ketika PT Telkom Parepare mengharapkan loyalitas para tenaga kerja outsourcing mereka meningkat maka hal yang perlu diberikan perhatian adalah besarnya jumlah balas jasa dan kondisi lingkungan kerja mereka. Memberi kesempatan kepada para peneliti pada masa yang akan datang meneliti topik ini dengan jumlah variabel dan responden yang dilibatkan lebih banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik dalam upaya meningkatkan loyalitas tenaga outsourcing. Pada penelitian ini terdapat prosentasi 72,4% faktor lain yang mempengaruhi loyalitas tenaga kerja outsourcing, tetapi tidak menjadi variabel penelitian, hal ini merupakan kesempatan bagi penulis lain untuk melakukan penelitian terkait loyalitas tenaga kerja outsourcing, khususnya di Kantor Telkom Parepare. DAFTAR PUSTAKA Dwipayoga Kadek Suhendra Wina, I.G.A. Dewi Adnyani (2011). “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Kepemimpinan dan Kompensasi terhadap Loyalitas Karyawan pada PT Gino Valentino Bali”, E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana Vol. 2 No. 2 Tahun 2013. (http://ojs.unud.ac.id/index.php, diakses 28 Agustus 2013) Hooi Lai Wan (2007). “Employee Loyalty at the Workplace:The Impact of Japanese Style of Human Resource Management”. International Journal of Applied HRM Vol. 3 Issue (http://managementjournals.com/journals/hrm/vol3/2-3-1-3.pdf, diaksess 27 Agustus 2013) Ikhram W M. Abdi Dzil, Misbahuddin Azzuhri (2012). “Pengaruh Kompensasi Tidak Langsung (Indirect Payment) Terhadap Loyalitas Pegawai Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Vol. 1 No. 2 Tahun 2012. (http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/issue/view/11, diakses 28 Agustus 2013) Kountur Ronny. (2007). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. PPM : Jakarta Omar Maznah Wan, Kamaruzaman Jusoff and Harniyati Hussin (2010), “Employee Motivation and its Impact on Employee Loyalty”, World Applied Sciences Journal Robert, Mathis L dan John, Jackson H. (2006). Human Resource Management Edisi 10. Salemba Empat : Jakarta. Sapaynarta A.A Made Ossy, A. A Sagung Kartika Dewi (2013). “Pengaruh Insentif Finansial dan Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Loyalitas Karyawan PT. Jasaraharja Putera
12
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) KANTOR WILAYAH MAKASSAR Sri Rahayu3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan 1) mengetahui penerapan gaya kepemimpinan dan kinerja pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar. 2) mengetahui gaya kepemimpinan demokratif, konsultatif, delegatif dan partisipatif baik secara parsial (sendiri-sendiri) maupun secara simultan (bersama-sama) berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar. Penelitian ini di survei pada pegawai pegawai PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar. Pemilihan sampel menggunakan sampel populasi, variabel yang diteliti adalah 1) kinerja pegawai, 2) gaya kepemimpinan demokratif, 3) konsultatif, 4) delegatif dan 5) partisipatif. Kemudian data yang diperoleh di olah dengan menggunakan program kompoter SPSS (Statistical Package for Social Science). Hasil penelitian menujukkan bahwa 1). secara simultan dan parsial gaya kepemimpinan demokratif, delegatif dan konsultatif memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar, dan gaya kepemimpinan partisipatif memberikan pengaruh yang positif PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar. 2) secara parsial gaya kepemimpinan demoktarif memberikan kontribusi terbesar pada peningkatan kinerja pegawai, oleh karena itu kepemimpinan dengan gaya demoktratis lebih disukai oleh pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar. Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan, Kinerja Pegawai PENDAHULUAN Dalam kehidupan suatu organisasi selalu berada dalam arus perubahan maka salah satu tugas utama pimpinan agar bisa memberikan tanggapan yang tepat terhadap perubahan yang terjadi, terutama dalam hal posisi sumber daya manusia. Kemampuan untuk memberikan perhatian utama kepada sumber daya manusia adalah faktor yang sangat menentukan kelangsungan hidup suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan Peningkatan kualitas dan sistematika pelayanan kepada masyarakat merupakan bagian dari paradigma pembangunan dan konsekuwensi dari pelaksanaan pelayanan yang berorentasi pada nasabah. Dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kompleks memerlukan sistem pelayanan yang cepat dan tepat, mudah dimengerti dan efesien, Pelayanan prima yang diberikan oleh pegawai / karyawan hanya dapat diwujudkan melalui peningkatan kualitas, komitmen dan keberpihakan sebagai pelayanan masyarakat, karena 3
Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
13
dunia perbankan di Indonesia khususnya sudah tidak seperti dulu lagi, dimana hanya sedikit organisasi perbankan, dimana masyarakat tidak bisa memilih sehingga organsasi perbankan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Seseorang yang menduduki posisi sebagai pimpinan didalam suatu organisasi mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan, dari segi organisasi, kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan untuk mendorong, memotivasi, memimpin, mengarahkan, mengawasi sejumlah orang atau dua orang bahkan lebih agar bekerjasama dalam melaksanakankegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama, dalam hal membina, mengarahkan dan menggerakkan organisasi. Keadaan pada saat ini perannya telah terbalik, dimana dengan banyaknya organisasi perbankan masyarakat mempunyai lebih banyak pilihan dan lebih kritis, organisasi perbankan apabila ingin bertahan harus melakukan perubahan, yaitu dengan lebih berorentasi kepada pelanggan, supaya membuat pelanggan yang ada lebih loyal dan juga membuat masyarakat yang lain tertarik untuk menggunakan jasa organisasi perbankan yang dimiliki. Struktur organisasi perbankan dewasa ini sudah memberikan indikasi terciptanya kondisi kondusif dalam menghadapi persaingan dunia usaha, dinamika perkembangan dunia perbankan yang begitu cepat, pada organisasi pada level terdepan yang bersifat oprasional sebagai ujung tombak dilapangan harus cepat tanggap. Akan tetapi hal yang mengakibatkan aspek pelayanan yang berorentasi pada pelanggan masih sangat sulit dicapai karena masih adanya keinginan dilayani bukan ingin melayani dalam tiap individu karyawan. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan adanya sosok pemimpin yang didukung pegawai atau karyawan sebagai pelaksana kegiatan dan sebagai motor penggerak keberhasilan pelaksanaan tugas pokok organisasi dalam mencapai tujuannya karena dalam organisasi selalu terdapat rangkaian hirarki, dengan pembatasan wewenang dan tugas masing-masing dan selalu terdapat dinamika atasan dan bawahan yang saling berhubungan serta memerlukan kerjasama dalam usaha pencapian tujuan Banyaknya pegawai di lingkungan kerja yang sering menolak perintah, menolak kebijakan, etos kerja rendah, dan kurang loyal terhadap pekerjaan. Menurut Thoha (1999:97), terjadi akibat penerapan gaya kepemimpinan yang kurang tepat, sebenarnya manusia selalu membuat sensasi karena ada hal yang ingin dicapai, sehingga dalam proses menuju kemauannya, maka perlu mengadakan hal-hal yang bersifat sensasional agar mendapat perhatian yang lebih intensif, bersahabat dan penuh nilai kekeluargaan. Sosok gaya kepemimpinan yang didambakan para bawahan adalah perilaku yang dipandang sebagai salah satu sumber kepuasan, baik untuk kepentingan dan kebutuhan sekarang maupun demi masa depan yang lebih baik dan lebih cerah, dalam arti perilaku pimpinan harus merupakan faktor motivasional bagi para bawahannya. di bank negara Indonesia perilaku pimpinan sepertinya sangat mempengaruhi motivasi dan cara kerja mereka. Dalam hubungannya dengan perilaku pimpinan ini, ada dua hal yang biasanya dilakukan terhadap bawahannya yaitu perilaku pengarahan dan perilaku mendukung. Kedua norma perilaku ini ditempatkan pada dua proses yang terpisah dan berbeda, sehingga dengan demikian dapatlah diketahui berbagai gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dapat mempengaruhi kenerja pegawai. 14
Keterlibatan gaya kepemimpinan dalam memacu kinerja sudah merupakan nilai dan harga yang sangat berarti dalam mengoprasikan sebuah organisasi. Oleh karena itu keterkaitan antara gaya kepemimpinan dan kinerja merupakan hukum yang bersifat toleransi yang harus dianut oleh setiap pemimpin yang berkeinginan melampaui target baik waktu maupun hal yang ingin dicapai dalam sebuah organisasi kerja, sehingga prestasi kerja setiap individu yang ikut bertanggung jawab dalam organisasi, wajib hukumannya mendapat pembinaan dari atasannya yang tertuang dalam sistem kepemimpinan yang dianutnya (Siagian, 2002 :223). Pada Bank Negara Indonesia terlihat adanya ke empat gaya kepemimpinan tersebut diterapkan dan menghasilkan kinerja yang berbeda-beda pula, hal ini kemungkinan disebabkan penerapan gaya kepemimpinan para pemimpin tersebut belum tentu dapat dimengerti oleh para karyawan secara jelas, jadi gaya kepemimpinan yang paling tepat digunakan masih perlu diteliti lebih jauh, karena kinerja para karyawan itu sendiri tergantung akan penerapan gaya kepemimpinan yang digunakan oleh para pemimpinnya. Bank Negara Indonesia bertujuan menjadi Regional Champion Bank Asia Tenggara, dengan kata lain menjadi Bank yang diperhitungkan oleh Bank-Bank di luar negara indonesia pada umumnya dan di asia tenggara pada khususnya. Maka dari itu Bank Negara Indonesia harus berupaya terus menerus melakukan pengembangan dan peningkatan terutama dalam sumber daya manusia agar dapat segera mencapai visi mulia organisasi tersebut. Bertitik tolak kondisi rill yang terjadi pada PT. Bank Negara Indonesia khususnya pada kantor wilayah 07 Makassar, serta argumentasi teoritik yang memuat tentang hubungan anatar masalah kepemimpinan dengan peningkatan kinerja, maka untuk membuktikan bahwa adanya pengaruh anatara gaya kepemimpinan dengan peningkatan kinerja pegawai, maka penulis merasa perlu mengadakan penelitian yang jelas, yang diberi judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Kantor Wilayah Makassar”.
METODOLOGI A. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan indikator penting yang menentukan keberhasilan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di PT. BankNegaraIndonesia (persero) Kanwil 07 Makassar. Olehnya itu, variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya variabel terikat yang biasa disimbolkan sebagai variabel X. Dalam penelitian variabel bebas yang dimaksud adalah: Gaya Kepemimpinan Demokratif (X 1) ,gaya Kepemimpinan Konsultatif (X2).Gaya Kepemimpinan Delegasi (X3) Gaya Kepemimpinan Partisipatif (X4) . B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pegawai pada kantor PT. Bank Negara Indonesia (persero) Kanwil 07 Makassar.
15
C. Teknik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data ini merupakan usaha untuk mendapatkan data untuk keprluan penelitian, dan data ini sangat penting untuk pengujian hipotesis karena dilakukan berdasarkan data yang tersedia. Dalam memperoleh data yang dibutuhkan, penulis menggunakan beberapa tehnik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian kepustakaan ini dilakukan melalui pengumpulan data dan penelaahan literatur-literatur yag relevan dengan permasalahan yang dikaji untuk mendapatkan kejelasan konsep dalam upaya penyusunan landasan teori yang sangat berguna dalam pembahsaan selajutnya. 2. Penelitian lapangan (field research) Pengumpulan data melalui penelitian lapangan dilakukan dengan cara ini adalah: a. Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung dengan responden dilapangan dalam hal ini karyawan pada PT Bank Negara Indonesia untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian. b. Kuesioner yaitu pengumpulan data dengan menyiapkan daftar pertanyaan kepada masing-masing responden. Dan untuk mengukur skor digunakan skala Liker bobot penilaian untuk setiap jawaban seperti di bawah ini. D. Teknik Analisis Data Untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini maka analisis data yang digunakan adalah analisis statistik inferensial.Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan tujuan penelitian untuk menguji seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat maka digunakan analisis: 1. Analisis deskriptif analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran secara utuh kegiatan perangkat organisasi dalam berperan maningkatkan kualitas sumber daya manusia. 2. Analisis kuantitatif dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda untuk melihat pengaruh keempat gaya kepemimpinan ini terhadap kinerja pegawai dengan rusmus sebagai berikut (Efferin : 2008:180) Y = B0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 +..... ei Keterangan : Y = Kinerja Pegawai X1 = Gaya Kepemimpinan Demokratif X2 = Gaya Kepemimpinan Konsultatif X3 = Gaya Kepemimpinan Delegasi X4 = Gaya Kepemimpinan Partisiupatif bo = Konstanta b1 – b4 = Kofisien Regresi ei = Standar error HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kinerja karyawan yang terdiri dari kepemimpinan demokratis, kepemimpinan konsultatif, kepemimpinan delegatif serta 16
kepemimpinan partisipatif dapat diketahui setelah dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik inffrensial dengan tehnik analisis tegresi linear berganda untuk melihat pengaruh secara bersama-sama keempat variabel bebas terhadap variabel tidak bebas (kinerja karyawan). Hasil pengujian hipotesis secara lengkap dapat dilihat pada lampiran berikut ini: Tabel 3.1. Analisis Data Secara Keseluruhan Model
R
R Square
Change Statistics Adjusted Std. Error R of the R Square Square Estimate Change F Change df1 df2
DurbinSig. F Watson Change
1 .696a .484 .415 1.988 .484 7.028 4 30 .000 a. Predictors: (Constant), partisipasi, demokratik, delegasi, konsultatif. b. Dependent Variable: Kinerja. Sumber: Analisis Data Hasil perhitungan regresi untuk nilai R (koofisien korelasi) untuk melihat pengaruh simultan dan nilai R square (koofisien determinan) untuk melihat pengaruh parsial variabelvariabel yang diteliti, diketahui bahwa nilai koofisien korelasi (R) = 0,696 (R hitung > 0,5). Hal ini berarti variabel gaya kepemimpinan demokratis, konsultatif, delegatif dan partisipatif memberikan pengaruh simultan terhadap kinerja karyawan. Setelah di persentasekan diperoleh hasil sebesar 69,6% dan sisanya sebesar 30,4 % di pengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Selanjutnya nilai R square = 0.484, maka dapat dinyatakan bahwa variabel bebas yang diteliti berpengaruh positif. Hal ini berarti 48,4% variansi variabel kinerja karyawan mampu dijelaskan oleh gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan delegasi dan gaya kepemimpinan partisipatif sedangkan sisanya sebesar 51,6% dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar model ini. B. Pengujian Hipotesis Untuk menguji kedua hipotesis maka dilakukan pengujian secara simultan dan secara parsial: 1. Pengujian secara simultan (Uji F) Hasil uji statistik F atau uji signifikan simultan, pada dasarnya menujukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel Y. Uji F dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel pada taraf nyata α = 0,05. Uji F mempunyai nilai signifikan apabila Fhitung > Ftabel atau probabilitas kesalahan kurang dari 5% (P < 0,05). Hasil perhitungan analisis diperoleh nilai fhitung lebih besar sebesar 7.028 dari f tabel sebesar 2.69 dengan tingkat probabilitas 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05 hal ini berarti hipotesis ini dapat diterima kebenarannya. Berarti ho ditolak dan h1 diterima, hal ini menujukkan bahwa secara simultan variabel gaya kepemimpinan demokratis, konsultatif, delegasi dan pasrtisipasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada
17
2.140
2. Uji hipotesis secara parsial (Uji t) Berdasarkan hasil ihtizar perhitungan uji t secara parsial maka dapat di interpretasikan sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel gaya kepemimpinan demokratis dengan nilai t hitung sebesar 3,857 dan p tabel sebesar 0.01lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 maka Ho di tolak dan H1 diterima berarti variabel gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai b. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel gaya kepemimpinan konsultatif dengan nilai t hitung sebesar 1,857 dan P tabel sebesar 0.02 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 maka Ho di tolak dan H1 diterima berarti variabel gaya kepemimpinan konsultatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai c. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel gaya kepemimpinan delegatif dengan nilai t hitung sebesar 1,400 dan P tabel sebesar 0.07 lebih besarkan dari taraf signifikan 0,05 maka Ho di terima dan H1 ditolak berarti variabel gaya kepemimpinan delegasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai d. Berdasarkan hasil perhitungan untuk variabel gaya kepemimpinan partisipatif dengan nilai t hitung sebesar 1,254 dan P tabel sebesar 0.02 lebih kecil dari taraf signifikan 0,05 maka Ho di tolak dan H1 diterima berarti variabel gaya kepemimpinan partisipatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Untuk mengetahui faktor gaya kepemimpinan mana yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja, maka dilakukan pengujian yakni dengan menggunakan analisis regresi linear berganda Tabel 3.2: Analisis Parsial Hasil Penelitian Model
Unstandardized Coefficients B
1
(Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
12.252
2.876
Demokratik
.376
.097
Konsultatif
.220
Delegasi
T
Sig.
Beta 4.261
.000
.537
3.857
.001
.138
.266
1.595
.021
.238
.170
.233
1.400
.072
Partisipasi .189 a. Dependent Variable: Kinerja Sumber: Analisi Data
.151
.200
1.254
.020
Hasil analisis lebih lanjut (Uji-t) dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3.3 Tabel Coefficient variabel-variabel bebas (X1) terhadap variabel terikat (Y).
18
Tabel 3.3. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Model B t 12.252 4.261 Constant .376 3.857 X1 .220 1.595 X2 .238 1.400 X3 .189 1.254 X4 Sumber: Analisi Data
P (sig) 0.000 0.001 0.021 0.072 0.020
Berdasarkan tabel di atas diperoleh persamaan regresi berganda, yaitu: ȳ = 12.252 + 0. 376 X1 + 0. 220X2 + 0. 238X3 + 0.189X4 dari persamaan regresi di atas dapat di interpretasikan sebagai berikut: a. Konstanta atau koefisien β0 sebesar 12.252 menujukkan bahwa jika variabel gaya kepemimpinan demokratif, delegasi, konsultatif dan partisipatif bernilai nol, maka kinerja pegawai sebesar 12.252 b. Variabel gaya kepemimpinan demokratis mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi sebesar 0.376 yang apabila variabel gaya kepemimpinan demokratis meningkat 1% maka kinerja pegawai meningkat sebesar 0.376, dengan asumsi bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratif, delegasi, konsultatif dan partisipatif dalam kondisi konstan. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratis menujukkan hubungan yang searah. Apabila gaya kepemimpinan demokratis meningkat maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja pegawai. Atau dengan kata lain semakin demokratis seprang pemimpin maka kinerja perusahaan akan semakin meningkat c. Variabel gaya kepemimpinan konsultatif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi sebesar 0.220 yang apabila variabel gaya kepemimpinan demokratis meningkat 1% maka kinerja pegawai meningkat sebesar 0. 220, dengan asumsi bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratif, delegasi, konsultatif dan partisipatif dalam kondisi konstan. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan konsultatif menujukkan hubungan yang searah. Apabila gaya kepemimpinan konsultatif meningkat maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja pegawai, atau dengan kata lain semakin konsultatif seorang pemimpin maka kinerja pegawai juga akan semakin meningkat. d. Variabel gaya kepemimpinan delegasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi sebesar 0.238 yang apabila variabel gaya kepemimpinan demokratis meningkat 1% maka kinerja pegawai meningkat sebesar 0. 238, dengan asumsi bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratif, delegasi, konsultatif dan partisipatif dalam kondisi konstan. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan delegasi menujukkan hubungan yang searah. Apabila gaya kepemimpinan delegasi meningkat maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja pegawai. Atau dengan kata lain semakin delegatif seorang pemimpin maka kinerja pegawai juga semakin meningkat e. Variabel gaya kepemimpinan partisipatif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai dengan koefisien regresi sebesar 0.189 yang apabila variabel gaya 19
kepemimpinan demokratis meningkat 1% maka kinerja pegawai meningkat sebesar 0.189, dengan asumsi bahwa variabel gaya kepemimpinan demokratif, delegasi, konsultatif dan partisipatif dalam kondisi konstan. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa variabel gaya kepemimpinan partisipatif menujukkan hubungan yang searah. Apabila gaya kepemimpinan partisipatif meningkat maka akan mengakibatkan meningkatnya kinerja pegawai. Atau dengan kata lain semakinpartisipatif seorang pemimpin maka kinerja pegawai juga semakin meningkat. SIMPULAN 1. Hasil analisis menujukkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan delegatif, dan gaya kepemimpinan partisipatif secara bersama-sama memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan pada Bank Negara Indonesia kantor wilayah 07 Makassar. 2. Hasil analisis uji parsial menujukkan ke empat gaya kepemimpinan yaitu: gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan konsultatif, gaya kepemimpinan delegatif, dan gaya kepemimpinan partisipatifmemberikan dampak positif terhadap peningkatan kinerja karyawan pada Bank Negara Indonesia kantor wilayah 07 Makassar. 3. Hasil penelitian juga menujukkan koefisien determinasi (R) sebesar 0,696 atau sekitar 69,6%. Hal ini menujukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama berhubungan erat dengan variabel dependen sedangkan R2 sebesar 0,484 atau sekitar 48,4% variabel terikat mampu dijelaskan oleh variabel bebas.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimin. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Atmosudirdjo. 1997. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan (Decision Making), Jakarta : Ghalia Dwiyanto, Agus, 2002, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta, Galang Printika. Efferin, Sujoko; Hadi Darmadji, Stevanus; Tan, Yuliawati. 2008. Metode penelitian akuntansi : Mengungkap Fenomena Dengan Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif. Graha ilmu, yogyakarta. Getol gunadi, 2012, Management Miracle Series Accepted Leader, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta Ilyas, 2001. Kinerja, Teori Penilaian dan Penelitian, Jakarta: Universitas Indonesia Jackson, J.H, Morgan,CP, dan Paolillo,J, 1978. Organization Theory, A Macro Perspective for management, Prentice-Hall, U.S.A.
20
HUBUNGAN FAKTOR PENDIDIKAN,KETERAMPILAN,MASA KERJA DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTORCAMAT POSO PESISIR SELATAN KABUPATEN POSO Mikhael Jibrael Balo4 ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besar hubungan pendidikan, keterampilan, masa kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Pemerintahan Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso dan untuk menganalisis dan mengetahui faktor yang dominan pengaruh terhadap kinerja. Obyek penelitian adalah pemerintahan kecamatan Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso sebagai populasi sebanyak 40 orang dengan asumsi semua pegawai memiliki kesempatan yang sama. Alat análisis, análisis regresi Chi-Square, guna menghitung pengaruh faktor-faktor :motivasi kepemimpinan, pendidikan keterampilan, masa kerja terhadap kinerja pegawai pemerintahan kecamatan Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. Hasil analisis disimpulkan bahwa faktor keterampilan merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai pada Pemerintahan Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso berdasarkan nilaichi-square (X2) 48,341 dan koefisien kotigensi sebesar 0,739 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara keterampilan dalam kualitas sumber daya manusia dengan prestasikerja. Kata Kunci :KinerjaPegawai, pendidikan, keterampilan, masa kerja dan disiplinkerja. PENDAHULUAN Penyelenggaraan pemerintahan di setiap negara terdapat urusan di daerah yang menjadi tugas pemerintah pusat (sentralisasi) dan urusan yang menjadi tugas pemerintah daerah (desentralisasi) yaitu hak untuk mengatur dana dan mengurus rumah tangganya sendiri. Selanjutnya, dalam setiap negara kesatuan ditentukan dua cara yang menghubungkan pemerintahan pusat dan daerah. Cara pertama, disebut sentralisasi yaitu segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang penyelenggaraan pemerintah berada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi, sedangkan cara kedua, disebut desentralisasi yaitu urusan, tugas dan wewenang pelaksanaan pemerintahan diserahkan seluas-luasnya kepada daerah. Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso mempunyai tugas : (1) melakukan pengolahan data dan penganalisaan data, yang bersumber dari kegiatan 4
Program Studi Manajemen Universitas Kristen Tentena Palu
21
pembangunan Desa /Kelurahan dan Kecamatan yang meliputi kegiatan pembangunan, perekonomian, kesejahteraan sosial, pelaksanaan pembinaan aparatur dan lain-lain; (2) melakukan koordinasi dengan dinamis dan unit dalam pemerintahan untuk mencegah penyimpangan atau penyalahgunaan di bidang pemerintahan, perencanaan pembangunan perekonomian dan kemasyarakatan dan untuk pembinaan aparatur; (3) menyiapkan bahan perencanaan pembangunan bagi pemerintahan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang guna dilaksanakan oleh Pemda demi manajamen pemerintahan yang mantap dan kesejahteraan masyarakat; (4) melakukan pelayanan teknis administrasi dan fungsional terhadap staf Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso guna terciptanya manajemen Sumber Daya Manusia yang mantap. Faktor kemampuan dan kemauan yang dimiliki oleh aparatur / Sumber Daya Manusia yang merupakan personil Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso masih perlu dibenahi guna terciptanya kelancaran kegiatan dengan output yang memadai. Hal ini penting, karena disinyalir belum terlaksana dengan baik disebabkan faktor antara lain (1) tingkat pengetahuan / pendidikan yang perlu dimantapkan; (2) keterampilan; (3) motivasi dan (4) kepribadian yang dimiliki oleh aparatur pelaksana pada instansi ini. Memahami kelemahan tersebut, maka salah satu solusi yang perlu diambil adalah meningkatkan atau memperbaiki faktor-faktor yang menyebabkan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso yaitu dengan melakukan suatu penelitian tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam hubungannya dengan kinerja pegawai pada Pemerintah Kabupaten Poso METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso, dengan maksud untuk mengkaji faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja pegawai pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. Waktu penelitian selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Maret s/d Mei 2012. B. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian langsung terhadap obyek yang diteliti. Data tersebut diperoleh melalui metode wawancara dan observasi dari responden. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari dokumentasi/tulisan (buku-buku, laporan-laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian) dan
22
dari informasi pihak-pihak yang berkaitan dengan kajian yang diteliti (uraian tugas, struktur organisasi, tata kerja, referensi, dan lain-lain). C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua unit kerja, seluruh pegawai Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso yang terdiri dari pegawai tetap dan tidak tetap (honorer) berjumlah 40 orang. Karena jumlah pegawai terbatas, maka teknik penarikan yang digunakan yaitu sampel jenuh artinya semua populasi dijadikan responden dalam penelitian, jadi responden dalam penelitian ini adalah 40 orang. D. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut : 1. Observasi Metode ini digunakan sebagai salah satu metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai kualitas pelaksanaan perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan prestasi kerja pegawai. 2. Interview Interview yaitu melakukan dialog secara langsung dengan responden untuk memperoleh informasi atau data dari responden terpilih untuk menghimpun informasi yang relevan dengan kajian. 2. Kuesioner Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang mengajukan sejumlah pertanyaan secara tertulis yang diberikan kepada responden dengan maksud untuk memperoleh data yang akurat dan valid. 3. Dokumentasi Dokumentasi yaitu aktivitas untuk memperoleh sejumlah data melalui pencatatanpencatatan dari dokumen-dokumen yang terdapat pada lokasi penelitian. E. Teknik Analisis Data Berdasarkan masalah dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Model analisis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kualitas pelaksanaan perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan prestasi kerja pegawai Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. 2. Metode analisis Chi-Square dan Coefficient Contingence (C) untuk melihat hubungan signifikan, keeratan hubungan dan kuat lemahnya hubungan dari masing-masing variabel yang diteliti. Lebih jelasnya dapat dilihat rumus dibawah ini:
23
m
X 2
( n)
n
(Oij E ij ) 2
( m)
E ij
Dimana : x2 : Chi-Square Oij : Pengamatan atau baris i ke j Eij : Ndai Ekspektasi ( harapan ) i : Banyaknya baris j : Banyaknya kolom m dan n : jumlah pengamatan Untuk mengukur keeratan hubungan diantara variabel – variabel tersebut dapat dilakukan dengan menghitung koefisien kontingensi C. Formulasi koefisien kontingensi (Sudjana, 1997) adalah sebagai berikut
C
X2 (n X 2 )
Dimana: C = Koeficien kontigensi X2 = Nilai hasil hitung Chi - Square n = jumlah sampel Kemudian untuk menentukan IKH (Indeks Kekuatan Hubungan), maka dilakukan perhitungan Cmaks dengan rumus : C max
m 1 m
Dimana : Cmax = Koefisien Kontingensi Maksimal m = Nilai minimum banyaknya baris dan banyaknya kolom Indeks Kekuatan Hubungan (IKH) ditandai dengan rasio C / Cmax dan untuk memberikan nilai IKH, dengan ketentuan nilai hitung berada diantara 0 - 1, dimana C mendekati 0 (nol), berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat lemah, sebaliknya bila C mendekati 1 (satu) berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat kuat. Menentukan rujukan standar dari indeks kekuatan hubungan (IKH) berdasarkan perhitungan, maka Nachrowi (2002 : 305) menjelaskan suatu model interval perhitungan indeks kekuatan hubungan dengan menentukan angka desimal sesuai tingkat perkalian kontribusi dengan koefisien kontingensi (C). Adapun standar yang lazim digunakan,
24
disesuaikan dengan daftar nilai hubungan variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut: No.
Nilai
1. 2. 3. 4. 5.
0 – 01 0,2 – 0,3 0,4 – 0,5 0,6 – 0,7 0,8 – 1
Hubungan Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat
F. Definisi Operasional 1. Prestasi kerja pegawai adalah aktualisasi aktivitas kerja yang dilakukan oleh pegawai untuk menghasilkan output kerja dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator prestasi kerja adalah kesetiaan, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama dan prakarsa. Pengukuran menggunakan nilai persentase DP3 pegawai. 2. Pendidikan adalah pemahaman dan pengetahuan pegawai yang diimplementasikan dalam aktivitas kerja berdasarkan tingkat pendidikan formal, informal, struktural dan fungsional untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator pendidikan yaitu jenjang pendidikan yang dimiliki, disiplin ilmu yang ditekuni, wawasan yang dimililki dan rasa percaya diri. Pengukuran menggunakan kategori sangat sesuai (skor 5), sesuai (skor 4), cukup sesuai (skor 3), kurang sesuai (skor 2) dan tidak sesuai (skor 1). 3. Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas yang dimiliki oleh pegawai dalam melaksanakan aktivitas kerja untuk mencapai tujuan organisasi Indikator keterampilan adalah penguasaan bidang kerja, kehandalan, kecakapan dan kecermatan. Pengukuran menggunakan kategori sangat bagus (skor 5), bagus (skor 4), sedang (skor 3), kurang bagus (skor 2) dan tidak bagus (skor 1). 4. Masa kerja adalah aktualisasi kerja yang telah dilakukan berdasarkan tingkat kesenioran, jabatan yang dimiliki, penerapan kepemimpinan kerja dan pengalaman sesuai kebiasaan-kebiasaan dan peristiwa yang dialami oleh pegawai dalam menjalankan aktivitas kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator adalah lamanya masa kerja dari pegawai. Pengukuran adalah masa kerja berdasarkan nilai rasio lama kerja. 5. Dispilin kerja adalah kesediaan diri mengikuti tata tertib dan aturan kerja yang berlaku. Indikator disiplin adalah mentaati peraturan, bekerja sesuai dengan job discription, melaksanakan perintah atasan. Pengukuran menggunakan kategori : sangat disiplin (skor 5), disiplin (skor 4), cukup disiplin (skor 3), kurang disiplin (skor 2) dan tidak disiplin (skor 1).
25
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan Pendidikan dengan Prestasi Kerja Pegawai Pendidikan dalam kualitas sumber daya manusia dalam hubungannya dengan prestasi kerja pegawai. Diketahui makin sesuai pendidikan pegawai yang diterapkan dalam dunia kerja, akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja pegawai. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9: Tabel 4.1: Hubungan Pendidikan dengan Kinerja Pegawai Pendidikan
Prestasi Kerja Pegawai
79 82 Tidak Sesuai 1 1 Kuran Sesuai 1 1 Cuku Sesuai 6 5 Sesuai 1 1 San at Sesuai 1 1 Total 10 9 Sumber : Data setelah diolah, 2012
85 1 1 4 1 1 8
87 1 1 1 1 1 5
Total 90 2 1 2 1 2 8
6 5 18 5 6 40
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pendidikan yang dimiliki cukup sesuai dalam penerapannya akan tetapi memberikan pengaruh hubungan terhadap prestasi kerja pegawai yang rendah, ditunjukkan oleh 6 responden dengan pendapat cukup sesuai dan prestasi kerja yang dicapai adalah 79. Dibuktikan oleh nilai Chi-Square (x2) yang diperoleh yaitu 37.615 dan koefisien kontingensi sebesar 0.696 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dalam kualitas sumber daya manusia dalam hubungannya dengan prestasi kerja pegawai pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. 2. Hubungan Keterampilan dengan Prestasi Kerja Pegawai Keterampilan dalam kualitas sumber daya manusia hubungannya dengan prestasi kerja. Diketahui makin bagus keterampilan yang ditunjukkan pegawai, akan memberikan dampak terhadap prestasi kerja pegawai. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2:
26
Tabel 4.2: Hubungan Keterampilan dengan Kinerja Pegawai Keterampilan
Prestasi Kerja
Total
79 82 85 87 90 Tidak Mantap 1 2 1 1 1 6 Kurang Mantap 1 1 1 1 1 5 Cukup Mantap 2 1 1 1 1 6 Mantap 4 4 4 1 4 17 Sangat Mantap 2 1 1 1 1 6 8 Total 10 9 8 5 40 8 Sunber : Data setelah diolah, 2012 Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa keterampilan yang ditunjukkan “mantap” dalam penerapannya dan memberikan dampak hubungan terhadap prestasi kerja pegawai yang rendah, ditunjukkan oleh 4 responden dengan pendapat mantap dan prestasi kerja yang dicapai adalah 90. Dibuktikan oleh nilai Chi-Square (x2) yang diperoleh yaitu 48.341 dan koefisien kontingensi sebesar 0.739 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara keterampilan dalam kualitas sumber daya manusia dengan prestasi kerja pegawai. 3. Hubungan Masa Kerja dengan Kinerja Pegawai Masa kerja dalam kualitas pelaksanaan pengawasan berhubungan dengan kinerja. Diketahui makin lama pegawai bergelut dalam dunia kerja yang dihadapi akan memberikan hubungan dengan prestasi kerja pegawai. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3: Tabel 4.3:Hubungan Masa Kerja dengan Kinerja Pegawai Masa Kerja (Tahun)
Prestasi Kerja
Total
79 82 85 87 90 7 1 1 1 1 2 6 8 4 4 1 1 3 13 12 2 2 1 1 1 7 17 2 1 4 1 1 9 25 1 1 1 1 1 5 Total 10 9 8 5 8 40 Sumber : Data setelah diolah, 2012 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa masa kerja yang dimiliki pegawai 8 tahun memberikan dampak hubungan dengan prestasi kerja pegawai yang rendah, ditunjukkan oleh 4 responden dengan pendapat kurang sesuai dan prestasi kerja yang dicapai adalah 79.
27
Dibuktikan oleh nilai Chi-Square (x2) yang diperoleh yaitu 24.242 dan koefisien kontingensi sebesar 0.615 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dalam kualitas pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja pegawai. 4. Hubungan Disiplin Kerja dengan Kinerja Pegawai Disiplin kerja dalam hal kualitas sumber daya manusia berhubungan dengan prestasi kerja pegawai. Diketahui makin disiplin lingkungan kerja pegawai, akan memberikan hubungan yang lebih erat dengan prestasi kerja pegawai. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4: Tabel 4.4: Hubungan Disiplin Kerja dengan Kinerja (Prestasi Kerja) Disiplin Kerja
Prestasi Kerja
Total 79 82 85 87 90 Tidak Kondusif 1 1 1 1 2 6 Kuran Kondusif 1 1 1 1 1 5 Cuku Kondusif 1 1 1 1 1 5 Kondusif 4 2 4 1 3 14 San at Kondusif 3 4 1 1 1 10 Total 10 9 8 5 8 40 Sumber: Data setelah diolah, 2012 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa disiplin kerja memberikan dampak hubungan prestasi kerja pegawai, ditunjukkan oleh 4 responden dengan pendapat bahwa prestasi kerja yang dicapai adalah 85. Dibuktikan oleh nilai Chi-Square (x2) yang diperoleh yaitu 20.396 dan koefisien kontingensi sebesar 0.581 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan prestasi kerja pegawai. Rekapitulasi hasil pengujian analisis Chi-Square menunjukkan hubungan kualitas sumber daya manusia sebagai pegawai pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso Hasil penelitian ditemukan bahwa ada hubungan antara kualitas sumber daya manusia dengan prestasi kerja pegawai pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. Uji koefisien kontingensi (C) digunakan untuk menentukan hubungan signifikan diantara variabel bebas terhadap variabel terikat. Sedangkan IKH (Indeks Keeratan Hubungan) untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Untuk jelasnya dapat dilihat Tabel 13 yang menunjukkan hubungan tersebut dari hasil olah data sebagai berikut:
28
Tabel 4.4: Hubungan Variabel-variabel yang Diteliti dengan Kinerja Pegawai Hubungan Variabel yang Diteliti dengan Prestasi Kerja
X2hitung : X2tabel
C
IKH
Ket.
Pendidikan
37.615 > 16.9190
0.696
0.78
Kuat
Keterampilan
48.341 > 16.9190
0.739
0.83
Masa Kerja
24.242 > 16.9190
0.615
0.69
Sangat Kuat Kuat
Disiplin Kerja
20.396 > 16.9190
0.581
0.65
Kuat
Cmaks : 0.89 Df : 16 Sumber: Data setelah diolah, 2012 Tabel 4.4 menunjukkan variabel-variabel kualitas sumber daya manusia hubungan dengan peningkatan prestasi kerja pegawai. Keseluruhan variabel bebas di atas mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi kerja pegawai yang signifikan sebagai berikut: 1. Pendidikan dengan prestasi kerja memperoleh nilai X 2 = 37.615 > 16.9190 dengan koefisien kontingensi = 0.696 menghasilkan IKH sebesar 0.78 artinya signifikan kuat. 2. Keterampilan dengan prestasi kerja memperoleh nilai X 2 = 48.341 > 16.9190 dengan koefisien kontingensi = 0.739 menghasilkan IKH sebesar 0.83 artinya signifikan sangat kuat. 3. Masa kerja dengan prestasi kerja memperoleh nilai X 2 = 24.242 > 16.9190 dengan koefisien kontingensi = 0.615 menghasilkan IKH sebesar 0.69 artinya signifikan kuat. 4. Disiplin dengan prestasi kerja memperoleh nilai X 2 = 20.396 > 16.9190 dengan koefisien kontingensi = 0.581 menghasilkan IKH sebesar 0.65 artinya signifikan kuat. Jadi, variabel bebas yang mempunyai hubungan signifikan sangat kuat yaitu keterampilan. Sedangkan ketiga variabel bebas lainnya yaitu pendidikan, masa kerja dan disiplin kerja mempunyai hubungan signifikan kuat. HASIL DAN PEMBAHASAN Diketahui dari hasil penelitian bahwa keseluruhan variabel bebas kualitas sumber daya manusia, keterampilan, masa kerja dan disiplin kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi kerja pegawai Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. Untuk itu, perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi secara kontinyu dan menjadi prioritas utama dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang harus diperhatikan secara intensif, sehingga memberikan hubungan dengan prestasi kerja pegawai Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. Pembahasan mengenai hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
29
1. Pendidikan (X1) dengan Prestasi Kerja Pegawai Pendidikan menurut pandangan pegawai secara kolektif adalah pendidikan yang dapat diperoleh berdasarkan latar belakang dan jenjang pendidikan. Latar belakang pendidikan dibagi dalam dua bagian pendidikan formal yang diperoleh dari bangku sekolah dan pendidikan informal yang diperoleh tanpa melalui pendidikan bangku sekolah. Dalam aplikasinya pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso, Pendidikan yang dimiliki oleh seorang pegawai dilihat dari jenjang pendidikan (S1, S2, SMU, SMP, SD), disiplin ilmu yang dimiliki berupa disiplin ilmu yang dikonsentrasikan untuk bidang khusus (misalnya disiplin ilmu ekonomi, sosial, teknik, agama dan lain-lain) yang menunjang tingkat pengetahuan pegawai, pendidikan yang berwawasan artinya pemahaman pegawai yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris dan rasa percaya diri sebagai bentukan dari pendidikan yang dimiliki dalam membentuk sebuah karakter yang dapat memberikan adanya rasa percaya diri dalam diri setiap pegawai dalam bekerja untuk meningkatkan prestasi kerjanya. Animo pendidikan pegawai berdasarkan pendapat responden yang menyatakan bahwa pendidikan yang dimiliki cukup sesuai dalam meningkatkan prestasi kerja pegawai dengan tingkat persentase tanggapan responden sebesar 47,50% dan hasil perhitungan Chi-Square menunjukkan hubungan yang signifikan kuat. 2. Keterampilan (X2) dengan Kinerja Pegawai Keterampilan dalam organisasi pada Pemerintah Kabupaten Tambrauw merupakan suatu tuntutan yang harus dimiliki oleh setiap pegawai secara kolektif untuk melakukan suatu peningkatan pendapatan daerah. Setiap pegawai harus memahami aktivitas kerjanya berdasarkan tingkat keterampilan yang dimilikinya, sehingga kualitas kerja yang dikembangkan dapat lebih mengarah kepada pekerjaan yang profesional pada bidang pendapatan daerah. Keterampilan dalam tinjauan penelitian ini mengarahkan kepada setiap pegawai untuk dapat terampil dalam penguasaan bidang kerja, kehandalan, kecakapan dan kecermatan, sehingga setiap prosedur dan dinamika kerja berjalan berdasarkan proporsi tingkat keterampilan yang dimiliki oleh pegawai dalam melakukan suatu usaha peningkatan pendapatan daerah. Animo keterampilan pegawai berdasarkan pendapat responden yang menyatakan bahwa keterampilan pegawai mantap dalam peningkatan prestasi kerja pegawai dengan tingkat perbandingan pendapat responden sebesar 42.50% dan hasil perhitungan ChiSquare menunjukkan hubungan yang signifikan sangat kuat. 3. Masa Kerja (X3) dengan Kinerja Pegawai Seyogyanya pegawai yang mempunyai masa kerja yang cukup lama, tentu akan mempunyai banyak pengalaman dalam menghadapi dunia kerjanya. Bentuk masa kerja yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi kerja pegawai yang lazim dikembangkan berdasarkan lamanya waktu bekerja dalam perhitungan tahunan sesuai dengan tingkat 30
kesenioran, jabatan yang dimiliki, penerapan kepemimpinan kerja dan pengalaman dalam menjalankan aktivitas kerja untuk mencapai tujuan organisasi. Animo masa kerja berdasarkan pendapat responden yang menyatakan bahwa masa kerja yang dimiliki yaitu 8 tahun dan memiliki hubungan terhadap peningkatan prestasi kerja pegawai dengan tingkat persentase tanggapan responden sebesar 32,50% dan hasil perhitungan Chi-Square menunjukkan hubungan yang signifikan kuat. 4. Disiplin Kerja (X4) dengan Kinerja Pegawai Animo disiplin kerja berdasarkan tanggapan responden yang menyatakan bahwa disiplin kerja dan berhubungan dengan prestasi pegawai dengan tingkat persentase tanggapan responden sebesar 37.50% dan hasil perhitungan Chi-Square menunjukkan hubungan yang signifikan kuat. Teori yang mendukung dikemukakan oleh Indriyani (1999) suatu dinamika kerja akan hidup dan survive apabila disiplin kerja selalu mendapat perhatian dari pengambil kebijakan. disiplin kerja yang perlu diperhatikan adalah kondisi pegawai, kerjasama yang terjalin, suasana kerja yang mendukung untuk setia bekerja dan keharmonisan unsurunsur yang terlibat dalam aktivitas kerja. Peningkatan prestasi kerja pegawai tidak terlepas dari faktor disiplin kerja memberikan pengaruh. Ini dapat dilihat apabila loyalitas dan dedikasi pegawai dapat terealisir dalam bentuk ketaatan serta kesetiaan terdapat pada diri tiap pegawai. Para pegawai yang mempunyai kedisiplinan yang tangguh adalah mereka yang melaksanakan tugas sesuai aturan berlaku. Hal ini dapat diartikan bahwa karyawan atau pegawai yang disiplin adalah pegawai yang berdedikasi serta loyalitas tinggi terhadap organisasi. Implementasi kedisiplinan seorang pegawai terlihat dari ketepatan waktu kerja sesuai jadwal yang ditetapkan dan mereka adalah pegawai yang punya tanggung jawab sesuai dengan tugas yang diberikan kepadanya (delegation authority and responsibility).
SIMPULAN DAN SARA A. Simpulan 1. Keseluruhan variabel kualitas sumber daya manusia yang mencakup pendidikan, keterampilan, masa kerja dan disiplin kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja pegawai pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. 2. Keterampilan merupakan variabel yang memiliki hubungan sangat kuat dan paling dominan hubungannya dengan prestasi kerja pegawai pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. B. Saran 1. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan kebijaksanaan pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso dalam hal pengembangan sumber daya manusia terutama 31
dalam hal pendidikan dan keterampilan selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dalam hal kesenioran (pengalaman) serta kondisi kerja pegawai agar dapat tercipta kedisiplinan dari para pegawai sebagai perwujudan dalam hal dedikasi serta loyalitas pada organisasi pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso. 2. Diharapkan penyelenggaraan pada Kantor Camat Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso memperhatikan variabel yang dapat memantapkan kualitas sumber daya manusia agar prestasi kerja pegawai dapat terpenuhi sesuai harapan. DAFTAR PUSTAKA Adair, Rahmat, 1992. Kualitas dan Keterampilan Sumberdaya Manusia. Penerbit Jayapustaka, Jakarta. Adnan, Anwar, 1999. Kajian-kajian Keterampilan dan Kompetensi SDM. Penerbit Erlangga, Jakarta. Briant, Woody, 1999. The Role of Education by Employee. Published by Prentice Hall, Ohio University Press. Cahyono, Sandro, 1999. Pengalaman Kerja dalam Manajemen Organisasi. Penerbit Gunung Agung, Jakarta. Djoyonugoro, Darmin, 2000. Tingkat Pendidikan Implementasi Dunia Kerja. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Handayani, Sasono, 2002. Menjadi SDM yang Berpengalaman dan Profesional. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Hasan, Hamdah, 2003. Peranan Pendidikan terhadap Kualitas SDM. Penerbit Bina IImu, Solo. Hasanuddin, Halim, 2001. Pendidikan dalam Kompetensi. Penerbit Mandar Maju, Jakarta. Hasibuan, Malayu, 1997 Manajemen Sumber Daya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan, Gunung Agung, Jakarta. Katili, Kurnia, 2002. Pengalaman adalah Guru Terbaik dalam Kehidupan. Penerbit Remadja Rosdakarya, Bandung. Loy, John, 1999. Penilaian Kualitas Sumberdaya Manusia. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta. Muh. Rum Ashar, 2003. Analisis Faktor faktor yang berhubungan dengan Peningkatan Kinerja Pegawai Badan Pengawasan Keuangan Daerah kabupaten Bulukumba. Tesis Program Pascasarjana UMI, Makassar. Martoyo, 2000. Management Sumber Daya Manusia, BPFE, Ugol, Yogyakarta. McLeand, Philips, 1999. Human Resource Management. Second Edition, Published by McGraw-Hill, California University Press.
32
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN DAGING AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN (Kasus Pada Pasar Terong dan Supermarket Carrefour di Kota Makassar R a c h m a w a t y5
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen dalam keputusan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional dan di pasar modern, dengan kasus pada Supermarket Carrefour dan Pasar Terong di Kota Makassar. Penelitian melibatkan 60 orang konsumen sebagai responden, disamping pedagang pasar dan pengelola supermarket sebagai informan. Teknik analisis data menggunakan Analisis Regresi Logistik Biner, dimana variabel prediktor meliputi Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Harga, dan Kesegaran Daging. Hasil penelitian menunjukkan saluran distribusi dalam pola pengadaan daging ayam ras di pasar tradisional lebih bervariasi daripada saluran distribusi di pasar modern. Faktor-faktor yang secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap preferensi konsumen dalam keputusan pembelian daging ayam ras adalah faktor umur, harga, dan kesegaran daging. Kata kunci: preferensi konsumen, keputusan pembelian, daging ayam ras.
PENDAHULUAN Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang telah lama dikenal masyarakat. Data Biro Pusat Statistik tahun 2011, menunjukkan bahwa jenis daging sebagai sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi adalah daging ayam ras, dengan konsumsi rata-rata per tahun per kapita sebesar 0,049 kg, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan konsumsi rata-rata per tahun per kapita daging sapi yang hanya 0,001 kg. Masyarakat Kota Makassar umumnya dapat memperoleh daging ayam ras di pasar tradisional ataupun pasar modern. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh konsumen dalam menentukan lokasi pembelian, antara lain kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan pelayanan di lokasi pembelian. Atribut produk seperti harga, potongan daging, bagian-bagian daging, penyajian daging, ketersediaan daging, sertifikasi daging, asal daging, penyakit, dan waktu kadaluarsa, serta faktor individu juga menjadi faktor yang mempengaruhi konsumen konsumen dalam menentukan lokasi pembeliannya. Begitu banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam menentukan lokasi pembelian. Oleh karena itu, penelitian mengenai preferensi konsumen terhadap pemilihan pasar tradisional atau pasar modern sebagai lokas pembelian ayam ras cukup penting untuk dilakukan. 5
Program Studi Manajemen STIE Pembangunan Indonesia Makassar
33
Menurut Kotler (2000), preferensi konsumen didefinisikan sebagai suatu pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang dan jasa) yang dikonsumsi. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Misalnya ada konsumen yang ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas, maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal. Terdapat beberapa aksioma yang digunakan untuk menerangkan tingkah laku individu dalam masalah penetapan pilihan, yaitu: 1. Kelengkapan (Completeness) Jika A dan B merupakan dua kondisi, maka tiap orang selalu harus bisa menspesifikasikan apakah; a) lebih disukai dari pada B, b) B lebih disukai dari pada A, atau c) A dan B sama-sama disukai. Dengan posisi ini tiap orang diasumsikan selalu dapat menentukan pilihan diantara dua alternatif. 2. Transivitas (Transivity) Jika seseorang mengatakan ia lebih menyukai A dari pada B, dan lebih menyukai B dari pada C, maka ia lebih menyukai A dari pada C. 3. Kontinuitas (Continuity) Jika seseorang mengatakan “A lebih disukai daripada B” maka situasi yang mirip dengan A harus lebih disukai dari pada B. Dalam konsep penetapan pilihan tersebut, para ahli mengasumsikan bahwa dari berbagai macam produk yang ada, konsumen akan memilih produk yang diminati, dapat memaksimumkan kepuasannya, dan tentunya mempunyai karakteristik yang sesuai dengan penilaian, keinginan, dan kebutuhan konsumen. Dengan kata lain, karakteristik produk tersebut akan mempengaruhi preferensi konsumen. Menurut Bilas dalam Sanjaya (2010), preferensi konsumen dapat dijelaskan sebagai suatu unit konsumen, baik perorangan maupun atau suatu organisasi akan mendapat kepuasan/guna (utility) karena mengkonsumsi sejumlah komoditi selama periode waktu tertentu. Hal seperti ini disebut seuntai komoditi (a commandity bendle). Setiap konsumen harus dapat membedakan dari semua untaian komoditi yang ada, untaian mana yang lebih dipilih, untaian mana yang lebih tidak dipilih dan untaian mana yang relatif sama bila dibandingkan antar untaian-untaian yang ada. Dengan kata lain setiap konsumen harus dapat menentukan urutan preferensi (order of preferences) komoditi yang ada. Berikut adalah sebuah contoh untuk lebih memahami teori untaian komoditi Bilas. Misalnya ada dua barang konsumsi, yaitu X (jagung) dan Y (tekstil). Kedudukan dalam urutan ini dinyatakan dalam angka-angka ordinal. Jadi untaian seperti dalam tabel sama artinya dengan urutan angka 100,90,90,70,70,70, dan 0,tetapi tidak sama artinya dengan urutan angka 30, 25, 20, 17, 15, 13, dan 10. Preferensi seorang konsumen terhadap kedua komoditi tersebut dijelaskan pada Tabel 5.1.
34
Tabel 5.1. Daftar urutan dari berbagai untaian komoditi Jumlah X Jumlah Y Untaian (kg) (meter) A 55 25 B 50 23 C 40 29 D 35 25 E 25 2 F 18 40 G 20 30 Sumber: Sudarman dalam Sanjaya (2010)
Kedudukan dalam urutan 10 8 8 5 5 5 3
Menurut aturan preferensi, maka untaian komoditi yang dimiliki oleh A harus lebih dipilih dibandingkan dengan untaian lain (untaian A terdiri dari jumlah X dan Y yang keduanya lebih besar dari atau dibandingkan untaian komoditi lain). Untaian komoditi B dianggap memberikan kepuasan yang sama dengan untai komoditi C, dalam hal ini konsumen bersedia menerima Y dalam jumlah yang lebih sedikit bila menerima komoditi yang lebih banyak sebagai gantinya. Untai komoditi C lebih dipilih dibandingkan untai komoditi D (untai D terdiri dari X dan Y yang keduanya lebih sedikit dibanding untai C).Untai D, E dan Fdianggap ketiganya sama saja (indifferent). Akhirnya E lebih dipilih oleh konsumen dibandingkan dengan G. karena untai C terdiri dari jumlah X yang lebih sedikit dan jumlah Y sama. PRILAKU KONSUMEN Perilaku Konsumen didefinisikan oleh Engel (1994) sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Engel terdapat lima tahapan proses keputusan pembelian yang dilkukan konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Pembelian sebagai tahap terakhir dalam proses keputusan pembelian, konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu kapan membeli, di mana membeli, dan kapan harus membayar. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu niat, dan pengaruh lingkungan atau perbedaan individu. (Dano, 2004) Proses keputusan pembelian yang dilakukan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Engel et al (1994) menggolongkan faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, proses psikologis, dan bauran pemasaran. Pengaruh lingkungan meliputi budaya, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Budaya mempengaruhi struktur konsumsi dalam tiga faktor yaitu budaya mempengaruhi struktur konsumsi, budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan, dan budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna dari sebuah produk. Pengaruh Pribadi, memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen khususnya jika ada keterlibatan yang tinggi dan resiko yang dirasakan dari suatu produk atau produk pililhan. Keluarga, merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh terhadap sikap dan prilaku individu. Setiap anggota keluarga mernegang
35
peranan penting mencakup penjaga pintu, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli dan pemakai. Pengaruh situasi dapat timbul dari lingkungan fisik, lingkungan sosial, waktu atau momen, tugas (tujuan dan sasaran pembelian) serta keadaan antasedan (suasana hati dan kondisi sementara konsumen). Perbedaan individu mencakup beberapa hal, yaitu: Pertama, sumberdaya yang dimiliki konsumen. Kedua, kebutuhan sebagai variabel utama dalam motivasi. Ketiga, pengetahuan konsumen yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan produk, pengetahuan pembelian (dimana membeli dan kapan membeli) dan pengetahuan pemakaian. Keempat, kepribadian yang biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, perbedaan, dan kemampuan beradaptasi. Kelima adalah gaya hidup, yaitu pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opini seseorang. Keenam, faktor demografi seperti usia pembeli, tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku seseorang. Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Kotler (1997), menyebutkan bahwa pembelian yang dilakukan dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Proses psikologis meliputi pemprosesan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku. METODOLOGI Penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang fokusnya untuk mengungkap preferensi konsumen dalam keputusan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional dan di pasar modern. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian survei, yaitu penelitian untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual, melalui proses penelaahan hubungan antara variabel yang diteliti. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling, yaitu setiap satuan sampling dari populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih ke dalam sampel, dan peluang itu diketahui sebelum pemilihan dilakukan (Suryabrata, 2004). Jumlah sampel atau resonden ditetapkan sebanyak 60 orang dengan catatan pernah melakukan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional maupun di pasar modern. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik biner, yaitu suatu metode analisis data yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon (Y) yang berupa data biner atau dikotomik dengan variabel prediktor (X) yang berupa data bersifat polikotomik (data berskala interval dan atau nominal/kategorik). Responden dihadapkan pada dua pilihan, yaitu membeli daging ayam ras di pasar tradisional (Y = 1) atau membeli daging ayam ras di pasar modern (Y = 0). Keputusan pembelian sebagai variabel tak bebas yang diduga dipengaruhi oleh sejumlah variabel bebas yaitu umur (X 1), pendidikan (X2), pekerjaan (X3), pendapatan (X4), harga (X5), dan kesegaran daging ayam ras (X6). Masing-masing variabel bebas dibagi menjadi dua kategori dan diberi nilai 1 dan 2, umur (1 : 18-35 tahun; 2 : >35 tahun), pendidikan (1 : ≥ Diploma; 2 : ≤ SMU), pekerjaan (1 : bekerja; 2 : tidak bekerja), pendapatan (1 : > 2 juta rupiah; 2 : ≤ 2 juta rupiah), harga (1 : mahal; 2 : murah), kesegaran daging (1 : tidak segar, 2 : segar). Bentuk umum model regresi logistik dengan p variabel penjelas diformulasikan sebagai berikut. 36
π(x) = β0+ β1x1 +…+ βpxp 1-π(x) Dalam model logistik digunakan nilai odds ratio () untuk menginterpretasi output model. Odds ratio merupakan kemunculan peubah respon (Y=1) sebesar kali lipat jika peubah 1 muncul, dan (Y=0) sebesar kali lipat jika peubah bernilai 0 muncul, atau dapat juga diartikan sebagai peluang terjadinya Y = 1 pada kategori X j = 1 adalah sebesar exp(βj) peluang terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori Xj = 0. Nilai ketergantungan model Y terhadap Xj dapat dilihat dalam Tabel 2. g x = ln
Tabel 5.2. Ketergantungan Model Y terhadap Xj Peubah Bebas (X) X=0 exp(β0 ) π 0 = Y=1 1+exp(β0) Peubah tidak Bebas (Y) 1 1 -π 0 = Y=0 1+exp(β0) Total
1,0
X=1 exp(β0+β1) 1+exp(β0+β1) 1 1 -π 1 = 1+exp(β0 +β1) π 1 =
1,0
Untuk memudahkan proses pengolahan data, maka data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 2.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Berikut ini disajikan hasil analisis statistik deskriptif berupa tabel tabulasi silang (crosstabulation). Penyajian data hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang karakterisk responden dan kaitan antara variabel keputusan pembelian dan variabel-variabel respon (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, harga, dan kesegaran daging). Selain itu hasil analisis deskriptif juga bermanfaat untuk mendukung hasil analisis regresi logistik biner. Tabel 5.3. Keputusan Pembelian – Umur Tabel 5.4. Keputusan Pembelian – Pekerjaan umur Keputusan Pembelian 18-35 thn >35 thn p. modern 8 5 p. 2 45 tradisional Total 10 50 Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Total 13
Keputusan Pembelian
pekerjaan Tdk bekerja bekerja 7 6
p. modern p. 20 27 tradisional Total 27 33 Sumber: Data Primer Diolah, 2013
47 60
37
Total 7 20 27
Tabel 5.5. Keputusan Pembelian – Pendapatan pendapatan Keputusan Pembelian > Rp 2 jt ≤ Rp 2 jt p. modern 5 8 p. 23 24 tradisional Total 28 32 Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Total 5 23 28
Tabel 5.6. Keputusan Pembelian – Harga harga Keputusan Pembelian mahal murah p. modern 8 5 p. 10 37 tradisional Total 18 42 Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Total 8 10 18
Tabel 5.7. Keputusan Pembelian – Kesegaran Daging kesegaran Keputusan Pembelian Tdk segar segar p. modern 8 5 p. 3 44 tradisional Total 11 49 Sumber: Data Primer Diolah, 2013
Total 8 3 11
B. Preferensi Konsumen dalam Keputusan Pembelian Daging Ayam Ras 1. Kemampuan Model Menjelaskan Proporsi Varians Keputusan Pembelian Untuk mengetahui kemampuan model regresi logistik biner menjelaskan proporsi varians dapat digunakan koefisien Negelkerke R Square. Dari output Model Summary pada Tabel 9 diperoleh koefisien Negelkerke R Square sebesar 0,752. Maka proporsi varians (seluruh variabel bebas/prediktor) dari keputusan pembelian konsumen yang bisa dijelaskan oleh model adalah sebesar 75,2 persen, adapun 24,8 persen dijelaskan oleh variabel selain dari model penelitian. Tabel 5.8. Model Summary Cox & Snell Nagelkerke Step -2 Log likelihood R Square R Square 1
22,610a
,488
,752
Sumber: Data Primer Diolah, 2013. 2. Estimasi Parameter dan Odd Ratio Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 10 diketahui bahwa variabelvariabel yang secara simultan berpengaruh signifikan pada model regresi logistik biner yaitu Umur (X1), Harga (X5), dan Kesegaran daging (X6). Adapun variabel Pendidikan (X2), Pekerjaan (X3), dan Pendapatan (X4) secara statistik terbukti tidak berpengaruh signifikan terlihat dari nilai Sig. yang lebih besar dari 0,05.
38
Tabel 5.9. Estimasi Parameter dan Odd Ratio Variabel B Wald Sig. Umur (X1) 2,768 7,738 0,005 Pendidikan (X2) 1,169 2,317 0,128 Pekerjaan (X3) 1,115 1,785 0,182 Pendapatan (X4) 1,113 1,688 0,194 Harga (X5) 1,856 4,464 0,035 Kesegaran daging (X6) 2,133 6,071 0,014 Konstan -20,378 7,995 0,005 Sumber: Data Primer Diolah, 2013
1.
2.
3.
4.
Exp(B) 15,934 3,219 3,049 3,042 6,397 8,443 0,000
Adapun interpretasi dari nilai odd ratio tersebut sebagai berikut: Variabel Umur (X1), kecenderungan/potensi konsumen berumur 35 tahun ke atas untuk melakukan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional 15,934 kali lebih besar daripada konsumen yang berumur 18-35 tahun. Peluang konsumen berumur 35 tahun ke atas melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,957. Adapun peluang konsumen berumur 18-35 tahun melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,043. Peluang konsumen berumur 35 tahun ke atas melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,385. Sedangkan peluang konsumen berumur 18-35 tahun melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,615. Variabel Pendidikan (X2, kecenderungan/potensi konsumen berpendidikan lebih rendah atau setingkat SMU untuk melakukan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional 3,219 kali lebih besar daripada konsumen yang berpendidikan diploma atau tingkat yang lebih tinggi. Peluang konsumen berpendidikan SMU atau lebih rendah melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,851. Adapun peluang konsumen berpendidikan diploma atau lebih tinggi melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,149. Peluang konsumen berpendidikan SMU atau lebih rendah melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,385. Adapun peluang konsumen berpendidikan diploma atau lebih tinggi melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,615. Variabel Pekerjaan (X3), kecenderungan/potensi konsumen yang tidak bekerja untuk melakukan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional 3,049 kali lebih besar daripada konsumen yang bekerja. Peluang konsumen yang tidak bekerja melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,574. Adapun peluang konsumen yang bekerja melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,426. Peluang konsumen yang tidak bekerja melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,462. Adapun peluang konsumen yang bekerja melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,538. Variabel Pendapatan (X4), kecenderungan/potensi dari konsumen berpenghasilan di bawah atau sama dengan Rp.2 juta untuk melakukan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional 3,042 kali lebih besar daripada konsumen yang berpenghasilan di atas Rp.2 juta. Peluang konsumen berpenghasilan Rp. 2 juta ke bawah melakukan pembelian di pasar tradisional adalah 0,511. Adapun peluang konsumen yang berpenghasilan di atas Rp. 2 juta melakukan pembelian di pasar tradisional adalah
39
5.
6.
0,489. Peluang konsumen berpenghasilan Rp. 2 juta ke bawah melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,615. Adapun peluang konsumen yang berpenghasilan di atas Rp. 2 juta melakukan pembelian di pasar modern adalah 0,385. Variabel Harga (X5), kecenderungan/potensi dari konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional memperoleh daging ayam ras dengan harga yang murah 6,397 kali lebih besar daripada kecenderungan/peluang/potensi memperoleh daging ayam ras dengan harga yang mahal. Peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional memperoleh daging ayam ras dengan harga yang murah adalah 0,787. Sedangkan peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional memperoleh daging ayam ras dengan harga yang mahal adalah 0,213. Peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar modern memperoleh daging ayam ras dengan harga yang murah adalah 0,385. Sedangkan peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar modern memperoleh daging ayam ras dengan harga yang mahal adalah 0,615 Variabel Kesegaran daging (X6), kecenderungan/potensidari konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional memperoleh daging ayam ras yang segar 8,443 kali lebih besar daripada kecenderungan/peluang/potensimemperoleh daging ayam ras yang tidak segar (telah mengalami pelayuan). Peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional memperoleh daging ayam ras yang segar adalah 0,936. Sedangkan peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar tradisional memperoleh daging ayam ras yang tidak segar adalah 0,064. Peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar modern memperoleh daging ayam ras yang segar adalah 0,385. Sedangkan peluang konsumen yang melakukan pembelian di pasar modern memperoleh daging ayam ras yang tidak segar adalah 0,615.
SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Faktor-faktor yang secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap preferensi konsumen dalam keputusan pembelian daging ayam ras adalah faktor umur, harga, dan kesegaran daging. B. Saran Untuk meningkatkan jumlah pelanggan/pengunjung baik di pasar tradisional maupun pasar modern, maka pedagang daging ayam ras di pasar tradisional disarankan menyasar konsumen dengan karakteristik umur 35 tahun ke bawah, berpendidikan diploma ke atas, dan berpenghasilan di atas Rp.2 juta untuk melakukan pembelian daging ayam ras di pasar tradisional. Sedangkan pengelola pasar moden disarankan menetapkan harga yang lebih murah dan terjangkau oleh konsumen serta lebih memperhatikan kesegaran daging ayam ras yang mereka jual. DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality & Behavior. Milton-Keyne, England: Open University Press/McGraw-Hill. Ajzen, Icek 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, Vol. 50, 179 – 211 40
Ajzen, I. and M. Fishbein. 1980. “Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior”. Prentice-Hall, Englewood Cliffs. NJ. Azwar, Saifuddin, 1995. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty Dharmmesta dan Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE. Engel, James F, Blackwell Roger D, Miniard, Paul W, 1994. Perilaku Konsumen, Alih Bahasa F.X. Budiyanto, Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. Fishbein, M, & Ajzen, I., 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research, Reading, MA: Addison-Wesley. Gagne, Robert M., dan Leslie J. Briggs. 1974. Principles of Instructional Design. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc Gerungan WA. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama Hawkins, D., Roger J. Best, & Keneth A. Coney, 1980. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy, 7th ed., Mc-Graw Hill Company. Howard, H. Kendler. 1974. Basic Psychology. Philipines: Benyamin/ Cummings Imawati, Aulia & Kismanto, Arie. 2009. Analisis Regresi Logistik Biner pada Faktorfaktor yang Mempengaruhi Wanita Menikah Muda di Provinsi Jawa Timur (Study Kasus di Kabupaten Probolinggo, Bondowoso, Situbondo dan Sumenep). Skripsi tidak diterbitkan. Fakuktas Statistika ITS. Surabaya. Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keprilakuan. Andi Offset. Yogyakarta. Kotler, Philip. 2003. Marketing Management “Buying Behavior”. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Ma’ruf, H. 2005. Pemasaran Ritel. Penerbit. PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta. Mowen et. al., 1990 in Pan, Yue, and Zinkhan, George M., 2006. “Determinants of Retail Patronage: a Meta-Analytical Perspective.” Journal of Retailing, 82, pp. 229243 Mutikasari, Elia., 2007. Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar 26-28 Juli 2007. Oliver, Richard L, 1997. Satisfaction: A. Behavioral Perspective on The Consumer, McGraw-Hill: New York Risaldi, Dimas, 2010. Analisis Usaha Pemasaran Ayam Ras Pedaging di Pasar Baru Bogor, Jawa Barat. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian IPB. Bogor
41
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF JIGSAW PADA SISWA KELAS XII IPA2 SMAN 1 MASAMBA Andi Lalak6
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa melalui penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA2 SMA Negeri 1 Masamba semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 42 siswa. Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas dua siklus dan data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan suatu model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XII IPA2 SMA Negeri 1 Masamba. Peningkatan tersebut ditunjukkan oleh hasil penelitian dari siklus I ke siklus II, yaitu Ratarata nilai hasil belajar siswa meningkat dari 74,64 menjadi 82,98 dan peningkatan persentase siswa yang tuntas dari 62% menjadi 86%. Kata Kunci: hasil belajar biologi, pembelajaran kooperatif Jigsaw.
PENDAHULUAN Pada umumnya siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Masamba merupakan siswa yang berada pada kategori sedang dalam hubungannya dengan prestasi belajar. Berdasarkan pengamatan penulis sebagai guru di sekolah tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran, perhatian siswa belum begitu maksimal. Sedangkan hasil observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian besar guru SMAN 1 Masamba menunjukkan bahwa pada umumnya guru masih dominan mengajar dengan metode ceramah dimana siswa sebagian besar hanya mendengarkan. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tangggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberi dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, 1994).
6
SMA Negeri 1 Masamba
42
Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Melalui Penerapan Model Kooperatif Jigsaw Pada Siswa Kelas XII IPA2 SMAN 1 Masamba”.
METODOLOGI A. Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMAN 1 Masamba dengan subjek penelitian siswa kelas XII IPA2 sebanyak 42 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016. B. Faktor yang diselidiki Hasil belajar biologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat penguasaan materi biologi yang sudah dipelajari atau diajarkan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat penguasan tersebut tercermin dari skor yang dicapai siswa pada jawaban tes hasil belajar biologi yang mencakup materi yang diajarkan. C. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang direncanakan dua siklus dengan mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Prosedur kerja penelitian tindakan kelas ini dirancang pelaksanaannya dalam dua siklus yaitu: Siklus pertama empat kali pertemuan dan siklus kedua juga empat kali pertemuan. Berdasarkan skema diatas, maka prosedur penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut. 1. Pelaksanaan Siklus I a. Tahap perencanaan Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan. Setelah menentukan pokok bahasan peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran, yakni berupa rencana pembelajaran. Selanjutnya membuat soal-soal tes hasil belajar yang akan diberikan pada akhir siklus. Kemudian menyusun kelompok belajar siswa yang heterogen yaitu 8 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 dan 6 orang siswa, dan merencanakan pengaturan tempat duduk tiap kelompok asal dan kelompok ahli. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan dilakukan kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan cara menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa setelah mempelajari materi pelajaran. Setelah memotivasi siswa guru mengutarakan bagaimana pelaksanaan pembelajaran kooperetif tipe jigsaw ini kepada siswa, kemudian membagi siswa kedalam kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 5/6 orang. Kemudian membagi sub materi yang berbeda untuk setiap anggota dalam satu kelompok dan anggota kelompok yang mendapat bagian materi yang sama kemudian berkumpul ditempat yang telah ditentukan didalam kelas untuk berdiskusi dalam kelompok 43
ahli. Setelah berdiskusi, siswa kembali kekelompok asal dan menyampaikan hasil diskusinya yang telah diperoleh dari kelompok ahli. Setelah memberi penegasan guru memberi evaluasi berupa tes akhir siklus dan sebagai penutup, guru memberikan penghargaan. 2. Tahap Observasi dan Evaluasi Selama pelaksanaan tindakan, peneliti mengisi lembar observasi yang berisi tentang keaktifan siswa. Adapun pelaksanaan evaluasi dilakukan tes hasil belajar tiap siklus untuk mengetahui perkembangan hasil belajar siswa. Tahap Refleksi Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis, begitu pula hasil evaluasi. Dimana guru merenungkan dan mengingat kejadian apa yang terjadi didalam kelas, apa yang menyebabkan itu terjadi dan bagaimana hasilnya. Selanjutnya dibuat rencana perbaikan dan penyempurnaan untuk siklus berikutnya. Hasil refleksi yang dikumpulkan pada siklus I diantaranya yaitu, sebagian siswa merasa baru dengan metode ini, kurangnya rasa percaya diri, kurangnya rasa untuk saling bekerja sama, siswa masih merasa tegang dan kaku. 3. Pelaksanaan Siklus II a. Tahap perencanaan Peneliti menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan. Setelah menentukan pokok bahasan peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran, yakni berupa rencana pembelajaran. Selanjutnya membuat soal-soal tes hasil belajar yang akan diberikan pada akhir siklus. Kemudian menyusun kelompok belajar siswa yang heterogen yaitu 8 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5/6 orang siswa. Setelah menyusun kelompok peneliti merencanakan pengaturan tempat duduk untuk tiap kelompok asal dan kelompok ahli. b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan dilakukan kegiatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan cara menyampaikan indikator pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa setelah mempelajari materi pelajaran. Kemudian peneliti memotivasi siswa untuk belajar dan menguraikan proses belajar yang akan dilakukan secara berkelompok dengan tipe jigsaw. Setelah memotivasi siswa guru mengutarakan bagaimana pelaksanaan pembelajaran kooperetif tipe jigsaw ini kepada siswa, kemudian membagi siswa kedalam kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 5/6 orang. Kemudian membagi sub materi yang berbeda untuk setiap anggota dalam satu kelompok dan anggota kelompok yang mendapat bagian materi yang sama kemudian berkumpul ditempat yang telah ditentukan didalam kelas untuk berdiskusi dalam kelompok ahli. Setelah berdiskusi, siswa kembali kekelompok asal dan menyampaikan hasil diskusinya yang telah diperoleh dari kelompok ahli. Setelah memberi penegasan guru memberi evaluasi berupa tes akhir siklus dan sebagai penutup, guru memberikan penghargaan atas hasil kerja kepada siswa secara individu dan penghargaan kelompok berdasarkan kompetensi kelompok.
44
D. Tehnik Pengumpulan Data Adapun tehnik yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, yaitu: diperoleh melalui tes akhir setiap siklus, dengan menggunakan instrumen tes pilihan ganda. E. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari tes hasil belajar dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif perhitungan persentase. Kemudian dikategorikan berdasarkan skor ketuntasan belajar yang digunakan di SMAN 1 Masamba yang dinyatakan sebagai berikut. Tabel. 6.1 Pengkategorian ketuntasan belajar NO Skor Kategori 1
0-76
Tidak tuntas
2
77-100
Tuntas
F. Indikator Kinerja Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila terjadi peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dari siklus I ke siklus II.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Tes Hasil Belajar Data hasil belajar siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Masamba pada siklus I dan siklus II yang berbentuk tes pilihan ganda yang dilaksanakan setelah tiap akhir siklus menunjukkan hasil yang meningkat. Adapun frekuensi dan persentasi hasil belajar biologi siswa dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Distribusi, frekuensi, persentase dan kategori hasil belajar biologi pada siklus I dan siklus II. Interval Kategori Frekuensi Persentase(%) Nilai Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II 77 – 100 Tuntas 26 36 62 86 0 – 76 Tidak 16 6 38 14 tuntas Jumlah 42 42 100 100 Tabel 6.1 Menunjukkan bahwa dari 42 siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Masamba yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, pada siklus I menunjukkan penguasaan siswa terhadap materi belum maksimal. Hal ini terlihat bahwa
45
siswa yang tuntas sebanyak 26 orang, atau 62% dan yang belum tuntas sebanyak 16 orang dengan persentase 38%. Pada siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan, dimana siswa yang tuntas sebanyak 36 orang atau 86%, dan yang belum tuntas hanya 6 orang dengan persentase 14%. Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pembelajaran memberikan konstribusi positif terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata tes hasil belajar siswa pada siklus 1 adalah sebesar 74,64 sedangkan pada siklus 2 adalah sebesar 82,98. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata tes hasil belajar siswa.
2. Refleksi a. Refleksi siklus I Pada siklus I proses belajar mengajar diawali dengan memperkenalkan metode pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran yaitu pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hal ini membuat sebagian siswa merasa baru dengan hal tersebut karena selama ini pembelajaran yang digunakan adalah metode pembelajaran langsung. Setiap kelompok terdiri dari 5/6 orang sehingga terdapat 8 kelompok. Pada pembagian kelompok ini siswa dikelompokkan kedalam tim beranggotakan 5/6 orang yang mempelajari materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. Setiap anggota tim membaca sub-sub yang ditugaskan, kemudian anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub-sub yang sama akan bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan sub bab mereka. Selanjutnya para siswa itu kembali ke tim. Sebagian siswa tidak senang dengan pembagian kelompok semacam ini karena mereka ingin memilih sendiri teman kelompoknya yang mereka anggap dapat diajak bekerja sama. Pada siklus I ini kebanyakan siswa bertanya kepada guru sehinggga pada siklus I banyak kelompok yang tidak mampu menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan. Menjelang akhir siklus I sudah menampakkan adanya kemajuan. Hal ini terlihat dari kerja sama antar kelompok yaitu semakin meningkatnya interaksi antar siswa dalam satu kelompok, dimana mereka mulai bertanya antar anggota kelompok tentang materi pelajaran. Rasa percaya diri siswa juga mulai tumbuh dengan adanya siswa yag berani angkat tangan untuk mewakili kelompoknya untuk mempersentasikan hasil pekerjaan kelompok dan menanggapi persentasi kelompok lain. b. Refleksi siklus II Pada siklus II, perhatian, motivasi, serta keaktifan siswa semakin memperlihatkan kemajuan. Hal ini terjadi karena di awal pembelajaran diberikan motivasi dan dorongan untuk bekerja sama, saling membantu dalam belajar dan memahami materi yang diberikan kepada setiap kelompok. Terlebih lagi setelah diumumkan perolehan skor hasil belajar pada siklus I dan pemberian penghargaan kepada kelompok yang memiliki skor kelompok tertinggi dan terbaik. Adanya penghargaan ini menimbulkan semangat kelompok lain untuk meningkatkan prestasi kelompoknya dengan lebih berinteraksi dan membantu antar anggota kelompok untuk memperoleh skor yang lebih baik pada tes berikutnya.
46
Pada siklus II proses belajarnya berlangsung dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Pada umumnya siswa telah memahami prosedur kerja dari pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sehinggga interaksi antar anggota kelompok berjalan lancar. Secara umum hasil yang telah dicapai setelah pelaksanaan tindakan dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini mengalami peningkatan, baik dari segi perubahan sikap siswa, keaktifan, serta motivasi siswa dan dari segi kemampuan siswa menyelesaikan soal biologi secara individu sebagai dampak hasil belajar kelompok. Sehingga tentunya telah memberikan dampak positif terhadap hasil belajar biologi siswa. B. Pembahasan Berdasarkan hasil analisa data yang diuraikan diatas, maka secara kualitatif hasil penelitian tindakan ini pada siklus I dan siklus II terhadap aktifitas belajar mengalami peningkatan yang baik. Salah satu aktifitas siswa yang mengalami peningkatan pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah siswa yang memberikan tanggapan terhadap persentasi kelompok lain, hal ini disebakan jigsaw dapat memberikan konstribusi yang besar dalam membantu kelancaran dan keaktifan proses belajar mengajar di kelas. Keunggulan kooperatif tipe jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain sehingga dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan belajar siswa, menjadikan pelajaran lebih santai, membantu keefektifan proses pembelajaran dengan mengarahkan perhatian dan konsentrasi siswa, serta pemahaman siswa lebih mendalam. Selain itu aktivitas siswa juga akan meningkat seperti belajar berarti usaha mengubah tingkah laku”. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang balajar. Perubahan ini tidak hanya berkaitan dengan panambahan ilmu pengetahuan tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, minat dan penyesuaian diri. mendengarkan penjelasan guru, dan penjelasan dari siswa lainnya. Apabila dihubungkan antara hasil analisis data secara kualitatif dan data secara kuantitatif, maka terlihat bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XII IPA 2 SMAN 1 Masamba. Ini sesuai yang dikatakan dengan Sardiman (2001) bahwa “hasil belajar yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw baik pada siklus I maupun siklus II merupakan cerminan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu perlu adaya kerja sama antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi. Usaha untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa tidak mudah, apalagi kemampuan siswa yang berbeda-beda dalam memahami materi pelajaran biologi. Model pembelajaran yang diterapkan guru adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam prestasi belajar. Pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat dapat menurunkan motivasi dan minat belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai secara optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sardiman (2001), seseorang itu akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Sebab tanpa motivasi 47
(tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari) kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: “Penerapan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari rata-rata 74,64 pada siklus I menjadi rata-rata 82,98 pada siklus II”. B. Saran Berdasarkan dengan kesimpulan di atas, maka disarankan: 1. Model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran biologi untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Dalam memilih model pembelajaran sebaiknya lebih selektif dan disesuaikan dengan materi pelajaran sehingga dapat termotivasi dalam belajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan dan memperkuat hasil penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agussalim. 2003. Analisis Miskonsepsi Siswa MAN I Makassar pads Materi Arus dan Tegangan Search Skripsi. FMIPA. Universitas Negeri Makassar. Arends, I. R. 1989. Learning To Teach. McGraw-Hill. Singapore. Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Hasibuan dan Moedjiono. 1999. Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung. Helmi. 2011. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi Model Jigsaw pada Materi Keanekaragaman Hayati. Tesis. Makassar. UNM Hergenhahn & Olson, M.H., 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Prenada Media Grup. Isjoni. 2007. Pembelajaran Visioner. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Mariam. 2007. Peningkatan Ketuntasan Kelas dalam Belajar Kimia Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Kelas XII IPA5 SMAN I Binamu Kab.Jeneponto. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UNM. Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Nurhayati dan Wellang. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Makassar: Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNM. Nur, M, dkk. 2000. Model Pembelajaran Kooperatif. UNESA. Surabaya Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Sardiman, A. M. 1997. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Remaja Press. Jakarta. Silberman Mel. 2002. Active Learning. Yappends. Yogyakarta. Suardjana I Made. 2000. Pembelajaran Kooperatif. UNESA. Surabaya. November 2009. 48
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA 3 SMAN 2 BELOPA KABUPATEN LUWU MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETWO STAY TWO STRAY (TSTS) H a i d i r7
ABSTRAK Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif TipeTSTS. Subjek penelitian ini adalah 36 orang siswa kelas XI IPA3 SMAN 2 Belopa Kabupaten Luwu pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016. Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen tes evaluasi untuk hasil belajar.Hasil dari data penelitian tersebut adalahrata-rata nilai hasil belajar biologi setelah pembelajaran kooperatif tipeTSTS meningkat. pada siklus I sebesar 73,45 meningkatmenjadi 81,95 pada siklus II. Demikian pula persentase ketuntasan hasil belajar biologi juga mengalami peningkatan yakni pada siklus I sebesar 52,78% meningkat pada siklus II menjadi 86,11%. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas XI IPA3 SMAN 2 Belopa Kabupaten Luwu melalui penerapan model pembelajarankooperatif tipeTSTS. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Tipe TSTS,Hasil Belajar.
PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah.Pendidikan yang unggul adalah pendidikan yang dapat mengembangkan potensi dan kapasitas siswa secara optimal. Hal ini terkait erat dengan proses belajar mengajar yang berlangsung dalam kelas. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dimana berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik yang dalam hal ini menjadi tanggung jawab guru sebagai pendidik. Kehadiran guru bagi peserta didik sangat penting dimana peran guru bukan saja mengajar, tetapi juga mendidik peserta didik menjadi manusia dewasa yang cakap dan berbudi pekerti yang luhur.Dalam hal ini guru berperan dalam pembentukan sikap, mental, dan watak peserta didik.Sehingga guru harus selalu memperhatikan sikap, tingkah laku dan kedisiplinan peserta didik. Selain guru, peserta didik juga mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar yaitu dengan merubah pola belajar, misalnya peserta didik yang dulu pasif sekarang dituntut lebih aktif dalam mengikuti pelajaran dan materi pelajaran yang 7
SMA Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu
49
diterima tidak hanya berasal dari guru tetapi dapat diperoleh dari referensi yang ada seperti buku-buku di perpustakaan ataupun referensi dari internet. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti saat pembelajaran berlangsung dimana peneliti juga adalah salah seorang guru di sekolah tersebutdiketahui bahwaperhatian siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran baik itu bertanya maupun memberi tanggapan dan pada saat pembelajaran berlangsung terdapat siswa yang kurang memperhatikan penjelasan materi dan melakukan aktivitas lain seperti bermain, keluar masuk kelas dan berbicara dengan temannya. Dari hasil observasi ini diketahui bahwa pemberian metode mengajar yang monoton hanya menyampaikan materi-materi pembelajaran dengan metode ceramah, kurang diminati siswa.Guru aktif menjelaskan sedangkan siswa bersifat pasif yang hanya mendengarkan dan mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa sering mengeluh dengan cara seperti itu karena merasa materi yang disampaikan masih belum sepenuhnya dipahami oleh siswa. Siswa yang aktif di kelas yang berani dan tidak malu untuk bertanya, sering mendominasi sehingga yang lain hanya menyimak dan menjadi penonton saja. Selain itu, kurang adanya kerja sama antar siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang dipelajarinya. Hal ini bertentangan dengan teori belajar kontruktivisme yang menyatakan bahwa satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah siswa harus menemukan sendiri, dan membagi informasi. Selain itu, guru hanya mediator selanjutnya siswa sendiri-sendiri maupun secara kelompok aktif untuk memecahkan persoalan yang diberikan guru sehingga mereka dapat membangun pengetahuan dan kerja sama dalam kelompok. Selain itu, pembagian kelompok yang heterogen juga membantu siswa dalam penguasaan materi. Siswa yang kurang pandai akan dibantu oleh teman kelompoknya yang lebih pandai sehingga setiap siswa dalam satu kelompok dapat memahami materi yang diberikan oleh guru. Adanya permasalahan diatas membuat peneliti memilih menggunakan model pemblajaran kooperatif tipe TSTS dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar biologi. Pemilihan model dan tipe pembelajaran yang tepat diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa sehingga pembelajaran dapat berpusat pada siswa dimana siswadapat lebih aktif dalam proses pembelajaran dan juga siswa dapat berbagi informasi dengan siswa yang lain. Pembelajaran dengan tipe TSTS diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya.Setelah berdiskusi, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok lainnya. Anggota kelompok yang tidak mendapatkan tugas sebagai duta/tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari kelompok lain. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu ke kelompok lain. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing, setelah kembali ke kelompok asal, mereka mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan (Suprijono, 2009). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipeTSTSpada konsep sistem peredaran darah dengan pertimbangan materi ini cakupannnya cukup luas, sehingga materi ini sulit untuk dipahami sendiri dimana ruang lingkup sistem peredaran darah membahas tentang 50
darah, alat-alat peredaran darah dan kelainan pada sistem sirkulasi. Sehingga potensi siswa untuk mempelajari materi tersebut cenderung merasa bosan. Untuk menghilangkan rasa bosan siswa terhadap materi ini, sebaiknya menggunakan strategi yang tepat. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipeTSTS pada materi sistem peredaran darah dengan judul “PeningkatanHasil Belajar Biologi Siswa kelas XI IPA 3 SMAN 2 Belopa Kabupaten Luwu melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TipeTwo Stay Two Stray(TSTS). METODOLOGI A. Metode Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 3 SMAN 2 Belopa Kabupaten Luwu yang berjumlah 36 orang. 2. Faktor yang Diselidiki Adapun faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah: Hasil Belajar siswa Guru menilai hasil belajar kognitif siswa melalui tes evaluasi di setiap akhir siklus, yang menunjukkan tingkat pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran biologi, khususnya pada materi sistem peredaran darah. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data hasil belajar siswa yang diambil dari tes hasil evaluasi pada setiap akhir siklus. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Belajar Data hasil belajar siswa kelas XI IPA 3 SMAN 2 Belopa Kab.Luwu pada siklus I yang diperoleh melalui tes evaluasi dalam bentuk pilihan ganda yang dilaksanakan setiap akhir siklus. Apabila dikelompokkan ke dalam kategori tuntas dan tidak tuntas, maka diperoleh nilai, frekuensi, dan persentase ketuntasan belajar biologi pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut. Tabel 7.1 Nilai, frekuensi, persentase terhadap kategori ketuntasan belajar biologi siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipeTwo Stay Two Stray(TSTS) pada Siklus I dan Siklus II Kategori Skor Nilai Siklus I Siklus II Ketuntasan Belajar Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (%) Biologi (%) Tidak tuntas 0 – 78 17 47,22 5 13,89 Tuntas 79 – 100 19 52,78 31 86,11 Jumlah 36 100 36 100
51
2. Refleksi a. Refleksi Siklus I Nilai hasil belajar siswa pada siklus I masih tergolong rendah. Terdapat 52,78% siswa berada pada kategori tuntas sehingga menunjukkan bahwa indikator ketuntasan kelas belum tercapai, diperlukan upaya lebih maksimal agar nilai hasil belajar siswa lebih meningkat. Salah satu yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah aktivitas belajar siswa yang masih belum maksimal yang mempengaruhi hasil belajar siswa.Sehingga perlu usaha lebih keras dengan memberikan motivasi kepada siswa agar memperoleh hasil yang optimal dan mencapai standar klasikal yang ditentukan (≥80%). b. Refleksi Siklus II Seiring dengan peningkatan aktivitas siswa, terjadi pula peningkatan jumlah siswa yang termasuk pada kategori tuntas pada saat evaluasi. Hasil belajar pada siklus II telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I, terlihat pada hasil tes evaluasi yang telah dilakukan. Pada siklus II, siswa telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal yang ditetapkan sekolah. Ketuntasan belajar klasikal yang telah dicapai pada siklus II sebesar 86,11%. Hal ini telah melewati batas minimal yang ditentukan sekolah yaitu sebesar 79%. Pada siklus II, masih terdapat siswa yang belum tuntas dalam belajar. Untuk memperoleh nilai ketuntasan maksimal siswa tersebut diberikan remedial. Selain itu, data hasil penelitian pada siklus II menunjukkan bahwa indikator keberhasilan dalam penelitian ini yakni nilai rata-rata dan persentase ketuntasan klaksikal belajar biologi telah tercapai. Tercapainya indikator keberhasilan penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini dapat diakhiri dengan 2 siklus atau dengan kata lain penelitian ini tidak dilanjutkan lagi ke siklus III. B. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipeTSTSdapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Tipe TSTS merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dimana siswa dibagi dalam beberapa kelompok heterogen yang masing-masing beranggotakan empat atau enam orang siswa, yang nantinya dua siswa bertugas sebagai penerima tamu yang tetap tinggal dalam kelompoknya untuk memberikan informasi kepada tamu dan dua siswa lagi bertemu ke kelompok lain secara terpisah. Setiap siswa dalam kelompok memiliki tugas tersendiri dan mereka harus bertanggung jawab atas tugas tersebut. Setiap informasi yang diperoleh harus dilaporkan kepada teman kelompok yang lainnya sehingga setiap kelompok memiliki pengetahuan yang sama. Teori belajar yang mendasari pembelajaran dengan tipe TSTS adalah teori belajar kontruktivisme.Teori kontruktivisme ini menyampaikan bahwa satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah siswa harus menemukan sendiri, dan membagi informasi.Selain itu, guru hanya mediator, selanjutnya siswa sendiri-sendiri maupun secara kelompok aktif untuk memecahkan persoalan yang diberikan guru sehingga mereka dapat membangun pengetahuan.Pembagian kelompok yang heterogen juga membantu siswa dalam penguasaan materi. Siswa yang kurang pandai akan dibantu oleh teman kelompoknya yang lebih pandai sehingga setiap siswa dalam satu kelompok dapat memahami materi yang diberikan oleh guru. Selama proses penelitian berlangsung, materi yang diajarkan pada siklus I adalah darah dan fungsinya, komponen-komponen darah beserta fungsinya, alat-alat peredaran 52
darah beserta fungsinya, pembuluh darah dan pembuluh limfa, sedangkan pada siklus II materi yang diajarkan adalah proses pembekuan darah, penggolongan darah, transfusi darah, sistem peredaran darah manusia dan hewan serta kelainan yang terjadi pada sistem peredaran darah. Data hasil belajar siswa ditunjukkan pada tabel 4.3, dimana data pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II.Pada siklus I hasil belajar rata-rata 73,45 kemudian meningkat pada siklus II hingga mencapai 81,95, dimana 19 siswa yang tuntas hasil belajarnya pada siklus I meningkat menjadi 31 orang siswa yang tuntas pada siklus II dari 36 siswa, berarti tipeTSTSdapat meningkatkan hasil belajar. Selaras dengan hasil penelitian Susanty (2008), Model pembelajaran kooperatif tipeTSTS mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II terkait dengan adanya penerapan model pembelajaran kooperatif tipeTSTSyang digunakan ternyata dapat meningkatkan minat dan gairah belajar siswa terutama interaksi antara guru dan siswa, serta interaksi antara siswa dengan siswa yang lain pada saat pembelajaran. Sesuai dengan pernyataan Djamarah (2006), bahwa kehadiran metode menempati posisi penting dalam penyampaian bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Pendapat tersebut menguatkan arti penting keberadaan metode dan teknik dalam proses pembelajaran. Perlu disadari bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa tidak mudah sehingga membutuhkan usaha yang keras dalam setiap pembelajaran. Penelitian iniberakhir pada siklus II karena nilai hasil belajarnya sudah mencapai bahkan melebihi nilai standarnya yaitu 79%. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan di atas diperoleh informasi bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA 3 SMAN 2 Belopa Kab. Luwu. SIMPULAN DAN SARAN A.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipeTwo Stay Two Stray(TSTS) dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA3 SMAN 2 Belopa Kab.Luwu dengan adanya peningkatan dari siklus I dengan rata-rata nilai hasil belajar 73,45 dengan persentase sebesar 52,78 % menjadi rata-rata nilai 81,95 dengan persentase 86,11% pada siklus II. B.
Saran Sehubungan dengan kesimpulan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai berikut. a. Model pembelajaran kooperatif tipeTwo Stay Two Stray(TSTS) dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran biologi untuk meningkatkan hasil belajar siswa. b. Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan mengadakan penelitian lebih lanjut.
53
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray. http://www.google.com/model Pembelajaran Two Stay Two Stray.Diakses pada tanggal 5 Maret 2011. Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach (Belajar untuk Mengajar) Edisi Ketujuh Buku Dua. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Asmiraty, M. 2011. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Sistem Reproduksi melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Di Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pangkajene Kabupaten Pangkep. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud dan PT. Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar .Jakarta. Reneka cipta. Faishal, Mirza. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan 5 Unsur Pembelajaran Koopeartif dan Prestasi Belajar Siswa Kelas X-B Semester II MAN 3 Malang. http://biologiforum.wordpress.com/2009/04/12/two-stay-two-stray/, diakses tanggal 5 Maret 2011. Haling, Abdul; Parumbuan; Pattaufi; Nurhikmah Arsal; Arnidah; dan Faridah Pebrianti. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar: Badan Penerbit UNM. Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar Cetakan Ketujuh.Jakarta: Bumi Aksara. Harminingsih. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar.http://harminingsih.blogspot.com/2008/08/faktor-faktor-yangmempengaruhi-hasil.html. Diakses pada tanggal 23 November 2011. Joyce, 2000.Pengembangan Model Pembelajaran (MIPA).http://pengembanganmodel pembelajaran (MIPA).html.Diakses pada tanggal 5 Juli 2012. Juliantara, K. 2010. Aktivitas Belajar. http://edukasi.kompasiana.com/aktivitas belajar.html. Diakses pada tanggal 5 Maret 2011. Lie, Anita. 2004. Pembelajaran Kooperatif. http://pembelajaran kooperatif.html.Diakses pada tanggal 5 Maret 2011. Nasution, S. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung: PT Bumi Aksara. Nur. 2002. Macam-macam Teori Belajar. http://Nur.blogspot.com. Diakses pada tanggal 16 Februari 2012. Nurhayati, B. 2008. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Prayudiputra Rosi M. 2010.Penelitian Tindakan Kelas Meningkatan Keterampilan Menyimak melalui Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray. Jember: Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Jember. Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran ”Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: Kencana Prenada Media Group. 54
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK, KHUSUSNYA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR Susanti I Mutia Lagaligo Syahadat
ABSTRAK Penelitan ini adalah Implementasi Undnag-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak. Khususnya pelindungan anak usia dini di Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar. Yang menjadi persalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi UU NO 23 Th 2002 tentang perlindungan anak usia dini di Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar. Sejauh mana patspasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biring Kanaya, serta bagaimana pandangan masyarakat tentang keberadaan lembaga pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan secara mendalam dan sistiamtis tentang implementasi UU NO 20 th 2002 tentang sitim pendidikan nasional mengenai pelaksanaan anak usia dini di kecamatan Biringkanaya Kota Makassar; Untuk menjelaskan pandangan-pandangan masyarakat tentang keberadaan lembaga pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringknaya Kota Makassar; Serta menjelaskan pandangan masyarakat tentang keberadaan lembaga pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar. Untuk menganalisis data yang berhasil didapat, peneliti menggunakan model normative farme work, yakni menentukan kondisi atau tatanann apa yang harus ada agar tujuan tertentu dapat dicapai. Hasil penelitian yang didaptakan dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biring Kanaya Kota Makassar harus didukung oleh factor komunikasi, factor sumber daya, factor disposisi, dan struktur birokrasi. Kesimpulan akhir dari penelitian ini, bahwa pandangan masyarakat di wilayah pengamatan, maupun sebagian besar guru-guru yang berhasil menjadi informan berpandangan bahwa keberadaan lembaga pendidikan usia dini di Kecamatan Biringkanaya sangat strategis dan factor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi adalh hal yang paling berpengaruh dalam Implementasi UU.23 th 2002 entang pendidikan anak usia dini di Kecayan Biringkanaya Kota Makasar Kata Kunci: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Perlindungan Anak, PAUD
PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar pemerintah berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui sistem pendidikan yang merata untuk semua rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar tersebut,
55
pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi, antara lain menetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-undang tersebut pada pasal1 ayat (1) menyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencanauntuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis, tidak saja sebagai investasi bagi orang tua tetapi juga untuk masa depan bangsa yang lebih berkualitas. Tidak mengherankan apabila negara-negara maju sudah lama memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan anak usia dini. Di Indonesia, sesungguhnya masalah pendidikan anak usia dini secara tersirat dalam Amandemen UUD 1945 menyebutkan : “ Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 28 b ayat 2). Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (pasal 28 c ayat 2)”. Lebih lanjut, penegasan tentang perlindungan hak-hak anak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak bahwa : “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9 ayat 1). Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan (pasal 49) Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa (pasal 51)”. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keppres No. 36 tahun 1990 yang mengandung kewajiban negara untuk pemenuhan hak anak. Secara khusus pemerintah juga telah mengeluarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 mengenai Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional. Sebagai bagian dari masyarakat Internasional, pemerintah Indonesia juga telah terikat komitmen dengan berbagai peraturan maupun konvensi internasional yang terkait dengan hak asasi anak. Berbagai isu global seperti pemenuhan hak-hak dasar anak (CRC-20 Nopember 1989), pencegahan diskriminasi dan adanya persamaan hak bagi anak dan wanita (CEDAW – 18 desember 1979) perlunya nilai-nilai dasar yang bersifat universal yang harus ditanamkan pada anak-anak (United Nations Millenium Declaration – 18 Desember 2000), memberikan kesempatan yang lebih luas bagi anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan dan pemenuhan hak-hak dasar anak (The World Fit for Children – 8 Mei 2002), program pembinaan dan pengembangan anak-anak dini usia menjadi isu yang sangat penting dalam agenda nasional. Pemerintah Indonesia juga telah memiliki komitmen terhadap program pendidikan untuk semua, Education for All (EFA) yang telah ditanda tangani pada waktu konferensi Internasional di Dakkar – Senegal tahun 2000, yang salah satu butirnya bersepakat untuk
56
“memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung”. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 secara tegas menyebutkan bahwa pendidikan akan dimulai sejak usia dini, jadi bukan lagi setelah berusia sekolah. Lebih lanjut, disebutkan dalam undang-undang tersebut (bab 1, pasal 1, butir 14) menyebutkan bahwa: “Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut” (pasal 1 butir 14) Selanjutnya, ketentuan tentang PAUD diatur secara khusus pada ayat 28 (PAUD sederajat dengan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Menurut Fasli Jalal (2002) meskipun selama ini berbagai upaya pelayanan pendidikan bagi anak usia dini telah dilakukan, namun pada kenyataannya belum semua anak usia dini memperoleh pelayanan pendidikan. Kondisi ini antara lain disebabkan belum semua orang tua, keluarga, dan masyarakat memahami pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Di samping itu jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia dini pun masih terbatas. METODOLOGI A. Fokus Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar dengan tujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan pemerintah tentang pendidikan anak usia dini, baik secara ketersediaan kelembagaan PAUD melalui jalur formal, seperti Taman KanakKanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) maupun kualitas pendidikan anak usia dini serta partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini. B. Definisi Operasional Penelitian Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini dirasa perlu mendapatkan penjelasan dalam penggunaan konsep dan variabel tersebut. Adapun konsep dan variabel dimaksud sebagai berikut: 1. Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar dalam bentuk peraturan peundangan-undangan atau pun peraturan pemerintah. Dalam hal ini adalah perwujudan atas keluarnya peraturan tentang pendidikan anak usia dinisecara pendidikan formal. 2. Kebijakan pemerintah adalah kebijakan yang dikeluarkan baik oleh lembaga eksekutif, maupun lembaga legislatif yang menjadi landasan yuridis bagi lembaga pendidikan PAUD di Indonesia. Kebijakan pemerintah yang dimaksud adalah UUD 1945 berikut Amandemen UUD 1945 pasal 28 b ayat (2),Keppres No. 36 tahun 1990, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah, dan PP No. 39 Tahun 1992 mengenai Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional dan PerPres RI No. 7 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Secara khusus kebijakan pemerintah yang dimaksud disini adalah PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Pra sekolah yang dipertegas dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Indikator dari kebijakan tersebut adalah sejauh mana Daerah 57
3.
menindaklanjuti peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah tersebut ke dalam PERDA. Lembaga pendidikan PAUD adalah lembaga pendidikan yang secara formal didirikan oleh pemerintah atau swasta dalam bentuk Taman Kanak-Kanak, Raudhatul Athfal (RA) atau lainnya yang sederajat.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lembaga pendidikan PAUD yang ada di wilayah Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. 2. Adapun sampel penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive sampling) dipilih sebanyak 6 (enam) lembaga pendidikan Taman Kakak-Kanak atau Raudhatul Athfal dalam wilayah Kecamatan Biringkanaya. Selain itu dilakukan wawancara mendalam terhadap 10 orang informan. D. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi, yaitu kegiatan pengamatan melalui pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh indra, yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, dan pengecap (Arikunto, 1989: 128). 2. Wawancara, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dengan mewawancarai responden atau informan dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Adapun responden atau informan dalam penelitian ini terdiri dari unsur dinas pendidikan, guru, dan orang tua siswa. 3. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan dokumendokumen, baik yang bersumber dari buku-buku bacaan, peraturan perundang-undangan maupun dokumen lain yang terkait dengan obyek penelitian. E. Metode Analisis Data Metode analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model normative frame work, yakni menentukan kondisi atau tatanan apa yang harus ada agar tujuan tertentu bisa dicapai (Nawawi, 2009: 44). Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan model interaktif, di mana penelitian ini bersifat siklus seperti dikemukakan oleh (Matthew 1992: 20), yakni pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, selanjutnya penarikan kesimpulan. Analisis data tersebut dilakukan secara terus menerus secara siklus, sehingga ditemukan kesimpulan yang menunjukkan hasil dari penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Implementasi Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini Dalam proses implementasi kebijakan pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar sebagaimana telah dikemukakan dalam landasan teori implementasi kebijakan sebelumnya oleh George C. Edward III, yakni harus didukung oleh
58
foktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi, maka dalam pembahasan ini akan dikemukakan secara terinci masing-masing faktor atau variabel berikut: 1. Faktor komunikasi. Komunikasi sangat penting dalam menjalankan implementasi pendidikan anak usia dini (PAUD) sebab program tersebut hanya bisa berjalan dengan baik apabila dilakukan dengan program yang jelas. Faktor komunikasi tersebut sangat penting mengingat bahwa pendidikan anak usia dini merupakan suatu program yang memerlukan penjelasan mengenai pentingnya program itu di mana sasaran utamanya adalah masyarakat yang belum sadar tentang arti pendidikan anak serta mereka yang kurang mampu dalam hal ekonomi Berbeda halnya dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi dan punya latar belakang ekonomi kuat, masalah pendidikan anak usia dini bagi mereka sudah lama dilakukan dan bahkan betapapun mahal biaya pendidikan mereka tetap menyekolahkan anaknya di Taman Kanak-kanak. Akan tetapi pada umumnya masyarakat kita belum menyadari akan arti pentingnya pendidikan anak usia dini, sehingga memerlukan komunikasi yang jelas dan sosialisasi yang terus menerus kepada masyarakat. Menurut Scott dan Mirchell (1976, 56) bahwa dalam komunikasi paling tidak ada empat fungsi utama yang harus dijalankan di dalam suatu kelompok atau organisasi yaitu kendali (control, pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi. Dalam hal model implementasi kebijakan pendidikan anak usia dini dilakukan dengan pendekatan Top Down Approach, namun dalam aplikasinya dilakukan secara Botton Up Approach. Top down approach dalam pengertian bahwa aturan-aturan kebijakan tentang pendidikan anak usia dini dilakukan secara terstruktur dari birokrasi yang dimulai dari atas berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan mulai dari UUD, UU, PP, Kepres, sampai pada Peraturan Daerah dari tingkat provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Namun dalam implementasi kebijakan tersebut, tumpuannya adalah masyarakat dimana yang diharapkan berperan dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini tersebut adalah partisipasi masyarakat sendiri. Pada pembahasan sebelumnya telah dikemukakan landasan dari kebijakan pendidikan anak usia dini, baik landasan yuridis, landasan empiris, dan landasan keilmuan. Landasan yuridisnya yaitu UUD 1945 padal 28 b ayat (2) yaitu Negara menjamin kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak melalui Keppres No. 36 tahun 1990 yang mengandung kewajiban Negara untuk pemenuhan hak anak. Secara khusus pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan PP No. 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah, dan PP No. 39 Tahun 1992 mengenai Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional. Dengan demikian juga dengan isu-isu global menyangkut anak yang diatur secara internasional, seperti pemenuhan hak-hak dasar anak (CRC -20 November 1989), pencegahan diskriminasi dan adanya persamaan hak bagi anak dan wanita (CEDAW – 18 Desember 1979), perlunya nilai-nilai dasar yang bersifat universal yang harus ditanamkan pada anak-anak (United Nations Millenium Declaration – 8 September 2000), memberikan 59
kesempatan yang lebih luas bagi anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan dan pemenuhan hak-hak dasar anak (The World Fit for Children – 8 Mei 2002), juga komitmen komitmen pemerintah terhadap program education for All (EFA) yang telah ditanda tangani pada konferensi Internasional di Dakkar-Sinegal tahun 2000, yang salah satu butirnya bersepakat untuk “memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung” (Depdiknas, 2004:4-5). Dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan mengenai pendidikan anak usia dini di Indonesia, maka pemerintah Kota Makassar mengeluarkan Peraturan Daerah mengenai pendidikan anak usia dini yakni Perda Nomor 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Makassar 2006-2010. Berdasarkan Perda nomor 1 Tahun 2006 tentang RPJMD Kota Makassar tersebut, selanjutnya dibentuklah Pos PAUD Terpadu Kota Makassar dengan susunan kepengurusan dari tingkat Kota, Kecamatan dan Kelurahan sampai pada implementasinya ditingkat masyarakat atau sekolah. Dengan demikian, secara yuridis pelaksanaan pendidikan anak usia dini di Kota Makassar telah memiliki aturan yang cukup kuat karena telah mendapatkan dukungan dari pihak pemerintah dan diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang perkembangannya sangat signifikan (lihat tabel pendidikan taman Kanak-Kanak di Kota Makassar). Faktor kamunikasi dalam artian sosialisasi kepada masyarakat atau stakeholders tentang arti penting pendidikan di Taman Kanak-kanak khususnya dan pada lembaga Paud pada umumnya merupakan salah satu faktor utama yang mendorong kesadaran masyarakat menyekolahkan anaknya pada Taman Kanak-kanak. Menurut Ely (35) bahwa anaknya yang tadinya tidak mau sekolah di Taman Kanak-kanak, namun setelah orang tua faham betul tentang arti pentingnya pendidikan anak usia dini, lalu anaknya dibujuk sedemikian rupa sehingga dia mau sekolah. Dan setelah sekolah ternyata menyenangkan sekali dan mulai terjadi perubahan perilaku yang dulunya tidak penurut, sekang sudah turut dan patuh pada orang tua. Ini berkat dari komunikasi yang terus menerus terjadi tentang pendidikan anak usia dini (wawancara: Juli 2014) Lebih lanjut, menurut Ita (40) bahwa menyekolahkan anaknya di Taman KanakKanak ternyata sangat menyenangkan sekali, terutama kegiatan ekstra bagi anak-anak. Kegiatan ekstra bagi anak-anak sangat menyenangkan karena mereka dapat bermain dengan permainan-permainan yang mereka senangi yang tidak akan diperolehnya di rumah. Kegiatan-kegiatan ekstra tersebut banyak mendorong anak-anak untuk betah di sekolah, di samping karena menemukan teman-teman bermain berkeasi di bawah bimbingan gurunya. Jika dibandingkan dengan bermain di tempat-tempat permainan umum, misalnya di Mallmall atau di tempat rekreasi di sana mereka juga bisa bermain akan tetapi kita harus membayar yang jumlahnya cukup mahal apabila hendak memuaskan anak-anak. Di samping itu, bermain pada tempat-tempat itu tidak dibimbing oleh guru sehingga unsur pendidikan di dalamnya tidak ada atau kurang. Sedangkan bermain ekstra di Taman KanakKanak mereka dapat bermain dengan puas serta semua kegiatan tersebut diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan (wawancara: Juli 2014).
60
2. Faktor Sumber Daya. Faktor sumber daya merupakan faktor yang berpengaruh langsung dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini. Kebijakan pendidikan anak usia dini hanya dapat berjalan apabila didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya pendukung lainnya, seperti ketersediaan guru, dan fasilitas pendidikan anak berupa sarana dan prasarana sekolah. Ketersediaan sumber daya manusia dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringkanaya dapat dikatakan cukup memadai sebab hal ini ditandai dengan realitas bahwa di Kecamatan Biringkanaya merupakan salah satu kawasan pendidikan yang sangat berkembang pesat, termasuk pendidikan anak usia dini. Di samping itu, terdapat beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang pavorit berada di kawasan ini, sehingga dari sudut ketersediaan sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya di Kecamatan Biringkanaya dapat disimpulkan memiliki ketersediaan yang signifikan. Jika merujuk pada jumlah Taman Kanak-kanak dan lembaga pendidikan anak usia dini lainnya di Kecamatan Biringkanaya, maka dapat dikatakan bahwa perkembangannya sangat pesat. Sudah barang tentu, hal itu karena dukungan sumber daya yang ada sehingga dapat mewujudkan seperti itu. Menurut Kartini, Kepala Taman Kanak-Kanak Ulul Albab salah satu kendala utama bagi pengembangan TK adalah faktor sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lain terutama sumber dana. TK Ulul Albab yang berdiri lebih sepuluh tahun lalu belum mendapatkan dana bantuan dari pemerintah, sehingga aktivitas sekolah hanya mengandalkan bantuan orang tua anak dan partisipasi masyarakat. Padahal dana bantuan untuk pendidikan anak usia dini dari pemerintah cukup besar, hanya saja penyalurannya yang tidak merata kesemua sekolah. Akibatnya ada lembaga Paud yang baru berjalan langsung mendapatkan bantuan sementara Ulul Albab yang sudah lama belum juga mendapatkan bantuan. Harapannya adalah agar supaya proses penyaluran bantuan untuk pendidikan anak usia dini termasuk TK dapat berjalan lancer dan merata atau paling tidak ada prioritas bagi TK yang sudah lama. (Wawancara, Juli 2014) Senada dengan itu, menurut Titi (guru TK) bahwa kemajuan TK harus didukung oleh sumber daya dan dana yang cukup. Sumber daya manusia yang mengelola TK pada dasarnya sudah baik, professional dan trampil, namun untuk pengembangannya harus didukung oleh dana yang cukup. Namun dalam kenyataannya, beban berat yang dihadapi oleh pengelola TK dan Paud cukup berat karena harus membina anak-anak yang masih balita, tetapi tidak disertai dengan tunjangan yang memadai. Honorarium guru TK yang minim menjadi kendala dalam pengembangan pengelolaan TK karena para guru di samping harus memikirkan anak didik, juga harus mencari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (Wawancara, Juli 2014). Berdasarkan pandangan dari para guru dan orang tua murid tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa factor sumber daya manusia untuk pengelolaan TK dan Paud di Kecamatan Biringkanaya cukup memadai, namun belum didukung oleh sumber dana yang cukup sehingga pengembangan TK masih bergerak lamban. Bantuan pemerintah untuk pengembangan TK dan Paud belum merata kesemua TK dan paud yang ada. Berbeda dengan beberapa TK lain yang dikelola dengan sumber dana yang cukup besar, seperti TK Atirah yang dikelola secara professional berkembang dengan baik dan mutunya cukup baik karena dukungan dana yang besar. 61
Oleh karena itu, jika pengelolaan TK dan Paud di Sukolilo ingin berkembangan dengan baik dan kualitas yang baik harus didukung oleh sumber daya manusia dan sumber dana yang cukup pula. 3. Faktor disposisi. Pendidikan anak usia dini merupakan kebijakan yang berdasarkan pada pendekatan dari atas ke bawah (Top Down Approach), namun dalam implementasinya harus mendapatkan dukungan dari masyarakat atau pendekatan dari bawah ke atas (Button Up Approach). Dalam hal ini orang tua anak sebagai stakeholders. Hal ini disebabkan karena pihak pemerintah tidak dapat menyiapkan semua fasilitas pendidikan untuk anakanak. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan harus melibatkan tiga komponen utama yakni pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam hal pendidikan anak usia dini, maka keterlibatan atau partisipasi swasta dan masyarakat sangat diharapkan mengingat keterbatasan keuangan pemerintah untuk mengadakan semua fasilitas pendidikan untuk semua warga masyarakat. Menurut Hilda, S.Pd salah seorang guru pada Taman Kanak-kanak Wihdatul Ulum partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa lembaga ini belum banyak dibiayai oleh pemerintah, baik dalam pengadaan gedung dan sarana serta prasarana lainnya. Sebahagian besar fasilitas dalam pengelolaan pendidikan anak usia dini merupakan partisipasi masyarakat.(Wawancara: Juli 2014). Menurut Soekaryati, (Kepala TK ) bahwa peranan orang tua murid dalam pendidikan anak usia dini sangat penting mengingat bahwa pendidikan anak usia dini membutuhkan kesadaran yang tinggi pada orang tua sebab anak usia dini sangat memerlukan perhatian orang tua, baik dalam pembiayaan maupun dalam hal mengantar dan menjemput anak. Bagi seorang anak pada saat sekolah di antar oleh orang tuanya dan ditunggu sampai pulang. Dengan demikian dalam pendidikan anak usia dini memerlukan peran dan keaktifan orang tua secara penuh sebab anak tersebut belum dapat mengurus dirinya sendiri (Wawancara, Juli 2014). Lebih lanjut St. Aminah (45) salah seorang orang tua anak TK menjelaskan bahwa keberadaan pendidikan Taman Kanak-Kanak sangat membantu orang tua dalam mendidik anak. Sewaktu anaknya belum sekolah setiap hari orang tua direpotkan dengan berbagai tingkah laku anak. Akan tetapi setelah anaknya sekolah, maka tingkah laku anak itu menunjukkan perubahan yang baik, anaknya tidak nakal lagi, tidak suka mengganggu. Juga orang tua tidak terlalu sulit mendidik anak karena di sekolah anak-anak sudah dididik oleh gurunya (Wawancara, Juli 2014) Senada dengan itu, menurut Daeng Sani (38) bahwa partisipasi orang tua dalam pendidikan anak usia dini sangat diperlukan sebab anak-anak tersebut sangat membutuhkan perhatian, baik dari orang tua maupun gurunya. Adapun orang tua sangat penting sebab anak-anak pada usia seperti itu banyak bermain yang apabila tidak dijaga dapat berakibat buruk pada anak itu sendiri. Oleh karena itu keberadaan TK sangat membantu orang tua mengambil sebahagian peran orang tua untuk mendidik dan membina anak-anak agar mereka bisa bertumbuh dan berkembang secara baik (Wawancara: Juli 2014).
62
Sedangkan menurut Busrah (47) bahwa perubahan yang positif pada diri anak ketika sekolah di TK sangat nampak, baik dalam pergaulannya sehari-hari, maupun dalam kreativitas dan pembentukan karakternya. Di sekolah mereka banyak diajarkan cara-cara bergaul yang baik, berteman yang baik serta tata kelakuan dan sopan santun (Wawancara: Juli 2014) Partisipasi orang tua atau masyarakat dalam menentukan pilihan Taman Kanakkanak mana yang menjadi pilihan serta pendorong untuk secara aktif dalam memberikan kontribusi pada penyelenggaraan pendidikan anak usia dini terletak pada sejauhmana kejelasan dan arah pencapaian tujuan pendidikan itu. Misalnya menurut Suryati (45) menyekolahkan anak di Taman Kanak-kanak Ulul Albab didorong oleh adanya kejelasan arah pendidikan yang diinginkannya. Di samping itu, pendidikan pada lembaga itu sudah diketahui cukup baik dan maju serta fasilitas yang lebih lengkap dan para pengajar dan Pembina yang ada lebih profesional dalam mengarahkan pendidikan anaknya (Wawancara, Juli 2014). Corak lembaga pendidikan anak usia dini ternyata sangat berpengaruh pada pemilihan orang tua untuk menentukan kemana mereka menyekolahkan anak-anaknya. Menurut Faizah (38) harapanya menyekolahkan anaknya pada TK AL-Khaerat agar bisa melanjutkan ke sekolah dasar yang punya kualitas agama yang baik sehingga pendidikan agama dapat dijalani secara kontinyu. Terutama sekali pendidikan akhlak mulia karena dengan begitu anak-anak dapat menjadi orang taat dan patuh pada orang tua, berakhlak mulia serta memiliki ilmu pengetahuan agama. Sudah tentu juga pendidikan umum mereka dapatkan, sehingga ada keterpaduan antara keduanya. Jadi pada prinsipnya, corak pendidikan pada suatu lembaga pendidikan merupakan faktor pendorong bagi orang tua untuk menyekolahkan kemana anaknya (Wawancara, Juli 2014). 4. Struktur Birokrasi. Dalam sistem birokrasi dengan pendekatan top down approach, maka penentuan kebijakan diawali dari atas dengan berbagai peraturan perundang-undangan, kemudian diimplementasikan ke bawah. Dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini juga dilakukan pendekatan berupa kebijakan tentang pendidikan anak usia dini. Namun karena dalam pelaksanaan pendidikan yang terlibat bukan hanya pemerintah saja melainkan juga melibatkan swasta dan masyarakat, maka pola pendekatan button up approach atau pendekatan partisipatif sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan di bidang pendidikan sebab pelaksana dilapangan adalah masyarakat itu sendiri sehingga merekalah yang paling mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Adapun pihak birokrasi dalam hal ini sebagai penentu kebijakan, penyedia fasilitas untuk sekolah negeri, tetapi pelaksananya adalah masyarakat. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Implementasi kebijakan pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringkanaya dapat dikatakan telah tumbuh dengan baik dan pesat yang ditandai dengan dukungan berbagai faktor yang berhubungan dengan kebijakan tersebut, seperti pembentukan Pos Paud Terpadu dari tingkat Kota, tingkat Kecamatan sampai tingkat Kelurahan. Dengan 63
struktur operasional tersebut, maka sosialisasi kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik yang ditunjukkan dengan perkembangan lembaga pendidikan anak usia dini dalam bentuk TK di Kecamatan Biringkanaya sebanyak 58 buah pada tahun 2014. Meskipun demikian, dalam mengimplementasikan kebijakan di bidang pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringkanaya, masih terdapat ketimpangan antar kelurahan, dimana belum tercipta pertumbuhan yang seimbang antar satu kelurahan dengan kelurahan yang lain. 2. Dalam hal partisipasi orang tua anak dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini di Kecamatan Biringkanaya dapat dikatakan sudah mulai ada kemajuan yang cukup besar yang ditandai dengan antusias orang tua memasukkan anaknya sekolah di Taman Kanak-Kanak. Seperti pada tiga sekolah Taman Kanak-kanak yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, jumlah peserta didik dalam setahun rata-rata antara 40-70 orang setiap tahun. Dan peserta didik dari ketiga sekolah tersebut lebih didominasi oleh kalangan masyarakat yang kurang mampu atau ekonomi lemah, bahkan sebahagian mereka dari golongan miskin. Akan tetapi karena kesadaran yang tinggi mereka tetap menyekolahkan anaknya pada sekolah taman kanak-kanak, meskipun dalam pembayaran biaya pendidikan itu harus bekerja keras dan terkadang tersendat-sendat karena faktor ekonomi yang tidak cukup. 3. Keberadaan lembaga pendidikan anak usia dini ternyata bukan hanya member manfaat bagi tumbuh kembang anak peserta didik, akan tetapi juga sangat member makna bagi orang tua anak itu sendiri. Bagi orang tua anak, keberadaan Taman Kanak-kanak bermakna meringankan beban orang tua dalam mendidik dan memelihara anaknya, meningkatkan kecerdasan dan kreativitas anak, mengurangi dapat mengatasi beban psikologis anak bila tinggal dirumah sepanjang hari, serta menjadi tempat rekreasi bagi orang tua ketika mengantar anak ke sekolah sambil bersilaturrahmi dengan orang tua anak lainnya B. Saran-Saran Berdasarkan pengalaman dan pengamatan dalam penelitian, maka pada uraian ini akan disampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Terdapat beberapa hambatan dalam implementasi kebijakan pendidikan anakusia dini, antara lain pada umumnya Taman-kanak-kanak di Kecamatan Biringkanaya atas prakarsa swasta dan masyarakat, sehingga jumlah Taman Kanak-kanak dengan rasio penduduk masih belum seimbang. Pemerintah perlu menambah lembaga pendidikan anak usia dini dalam bentuk formal seperti Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal yang berafiliasi dengan Sekolah Dasar seperti pada Taman Kanak-Kanak. 2. Sosialisasi kepada masyarakat dan orang tua anak tentang pentingnya menyekolahkan anak pada Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal dan sejenisnya perlu digalakkan lagi dalam berbagai bentuknya, seperti penyuluhan-penyuluhan , menyebarkan posterposter yang berisi pesan pentingnya pendidikan anak usia dini dan sebagainya. 3. Pemerintah perlu memberikan subsidi bagi pendidikan anak usia dini dalam bentuk pendidikan gratis sebagaimana pada sekolah dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Demikian juga kepada guru-guru TK dan pengelola lainnya perlu mendapatkan honorarium atau tunjangan dari pemerintah kota sesuai peraturan yang ada, sehingga mereka bukan hanya bergantung dari pembayaran. 64
DAFTAR PUSTAKA AlBarry, M. Dahlan, 1994 Kamus Ilmiah Populer, Arloka Surabaya Arikunto, Suharsimi, 1989 Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta Arofah, Bahri, 2006 Persepsi dan Perilaku Masyarakat Pendidikan Terhadap Implementasi Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Mensukseskan Wajib Belajar 9 Tahun, Unair Surabaya Donald S. Van Metter and C. E. Van Horn, 1984 The Policy Implementation Process, Beverly Hills, Sage Publication George C. Edward III and Ira Sharkansky, 1978 The Policy Predicament, WH. Freeman and Company Hadi, Sutrisno, 1991 Metodologi Research, jilid 1, Andi Offset, Yogyakarta Miles, Mattew B., dan Michael Huberman, 1992 Analisis Data Kualitatif, UI-Press, Jakarta Nawawi, Ismail, 2009 Publik Policy; Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek, Penerbit PMN Surabaya S. Margono, 1999 Metodologi Penelitian Pendidikan, Rieneka Cipta, Jakarta Sugiyono, 2001 Metode Penelitian Administrasi, Alfabet Bandung Moleong, J. Lexy, 1994 Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya , Bandung Santoso, Soegeng, 2002 Pendidikan Anak Usia Dini, Yayasan Citra Pendidikan Indonesia, Jakarta Sudjarwo, 2008 Arah Kebijakan Ditjen PNFI Dalam Pelembagaan PAUD di Indonesia, (Materi Seminar Internasional) Depdiknas, Jakarta Hasibuan, Rahma, Membentuk dan Mempersiapkan Pendidikan SDM yang Unggul, FIP Unesa, Surabaya UUD 1945 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan UU No. 17 Tahun 2007 Tentang RPJP Nasional 2005-2025) Kecamatan Biringkanaya Dalam Angka, 2013
65