i
PENGARUH PELAPIS LILIN LEBAH TERHADAP PERUBAHAN MUTU SELADA (Lactusa sativa) TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN
NUR ASTRI MUFTHIA SONJAYA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Pelapis Lilin Lebah terhadap Perubahan Mutu Simpan Selada (Lactusa sativa) Terolah Minimal Selama Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Nur Astri Mufthia Sonjaya NIM F34090152
ABSTRAK NUR ASTRI MUFTHIA SONJAYA. Pengaruh Pelapis Lilin Lebah terhadap Perubahan Mutu Selada (Lactusa Sativa) Terolah Minimal Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh ADE ISKANDAR Pengolahan minimal pada selada dapat mempercepat proses pembusukan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan lilin lebah sebagai pelapis dan kondisi penyimpanan terbaik untuk selada terolah minimal. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan faktor pertama adalah konsentrasi lilin lebah dengan level 0, 1, 3, dan 5 %, kedua adalah suhu dengan level 3-4 oC dan 7-9 oC, ketiga adalah umur penyimpanan 3, 7, 10 , 14 hari yang merupakan pengukuran berulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat susut bobot dan kerusakan selada kontrol nyata lebih besar dari selada dengan konsentrasi pelilinan namun antar konsentrasi pelilinan tidak berbeda nyata. Tingkat kerusakan pada suhu I nyata lebih kecil dibandingkan pada suhu II sedangkan kadar Vitamin C nyata lebih kecil pada suhu II dibandingkan dengan suhu I. Konsentrasi pelilinan 3% cenderung mempertahankan keasaman selada. Selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % dan suhu II rata-rata memiliki skor uji rangking paling tinggi, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 3 % pada suhu yang sama untuk beberapa parameter. Dapat disimpulkan bahwa untuk mempertahankan kualitas selada terolah minimal yang disukai konsumen, sebaiknya digunakan konsentrasi pelilinan 3 % dengan suhu penyimpanan 7-9o C dan RH 85 %. Kata kunci: selada terolah minimal, pelapis edibel, lilin lebah
ABSTRACT NUR ASTRI MUFTHIA SONJAYA. The Effect of Beeswax Coating toward Quality Improvements of Minimally-Processed-Lettuce (Lactusa sativa) During Storage. Supervised by ADE ISKANDAR. Minimally processing in lettuce could accelerate senescense. Hence, the research objectives are to know the effect of beeswax emulsion coating on the quality of minimally-processed-lettuce and determine the best storage condition. The research design used Completely Random Design while the first factor was beeswax concentration: 0, 1, 3, and 5 %, second factor is temperature with level 34 oC dan 7-9 oC and third factor was storage days: 3, 7, 10, and 14th. The result showed that the beeswax concentration affects significantly (P<0.05) on the drop weight and damage rate, but there is no interaction between both of them. Ascorbat acid in temperature II sigfinicantly is less than temperature I while acid total tend to be stabil in 3 % concentration beeswax coating. In sensory evaluation, lettuce with 5 % beeswax concentration and 7-9oC temperature almost have the highest score among the other lettuces, but is not significantly different to 3 % beeswax concentration in the same temperature for some parametres. In conclusion, to maintain the quality of minimally-processed-lettuce, it could be use 3 % beeswax coating with 7-9oC storage temperature and RH 85%. Keywords: minimally-processed-lettuce, edible coating, beeswax.
PENGARUH PELAPIS LILIN LEBAH TERHADAP PERUBAHAN MUTU SELADA (Lactusa sativa) TEROLAH MINIMAL SELAMA PENYIMPANAN
NUR ASTRI MUFTHIA SONJAYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
Judul Skripsi: Pengaruh PeJapis LiJin Lebah terhadap Perubahan Mutu Selada (Lactusa sativa) Terolah Minimal SeJama Penyimpanan Nama : Nur Astri Mufthia Sonjaya
NIM
: F34090 152
Disetujui oleh
Ir Ade Iskandar, MSi
Pembimbing
stiti Siswi Indrasti Ketua Depmtemen
Tanggal LuJus:
mM4mmmnEUS .
::em ......
n
v
Judul Skripsi : Pengaruh Pelapis Lilin Lebah terhadap Perubahan Mutu Selada (Lactusa sativa) Terolah Minimal Selama Penyimpanan Nama : Nur Astri Mufthia Sonjaya NIM : F34090152
Disetujui oleh
Ir Ade Iskandar, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juli 2013 ini adalah Pengaruh Pelapis Lilin Lebah terhadap Perubahan Mutu Selada (Lactusa sativa) Terolah Minimal Selama Penyimpanan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Ade Iskandar M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kedua orangtua (Herry Sonjaya dan Rinaeni) serta saudara-saudara (Muhammad Luthfi Sonjaya, Fajar Herdiana Sonjaya, dan Muhammad Fadli Sonjaya) yang tak henti memberikan doa dan dukungan. Juga kepada PT Momenta Agrikultura (selanjutnya disebut PT X pada badan tulisan) yang telah memberikan kesempatan dan bantuan selama menjalankan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga TIN 46, KSR PMI Unit I IPB, dan Kost Chika yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Nur Astri Mufthia Sonjaya
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Penelitian
2
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakterisasi Selada
5
Aplikasi Pelapis Lilin Lebah pada Suhu Ekstrim
5
Mutu Selada Terolah Minimal pada Berbagai Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan 7 Penentuan Suhu dan Konsentrasi Terbaik SIMPULAN DAN SARAN
13 13
Simpulan
13
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 Formulasi pengenceran emulsi lilin 2 Hasil uji proksimat selada (Lactusa sativa)
3 5
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Diagram alir penelitian utama Selada sebelum disimpan di ruang dan conditioning chamber Selada kontrol, dengan lilin 1 %, 3 %, dan 5 % pada suhu 27-30oC Selada kontrol, dengan lilin 1 %, 3 %, dan 5 % pada suhu 7-9oC Tingkat susut bobot berdasarkan konsentrasi pelilinan Interaksi antara waktu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan pada parameter susut bobot Tingkat kerusakan berdasarkan konsentrasi pelilinan Tingkat kerusakan berdasarkan kondisi penyimpanan Interaksi antara hari penyimpanan dan konsentrasi pelilinan pada parameter total asam Vitamin C berdasarkan kondisi penyimpanan
4 6 6 6 7 8 9 9 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur analisis pengamatan 2 Selada dengan konsentrasi pelilinan dan suhu yang berbeda selama 14 hari penyimpanan 3 Biaya produksi tiap konsentrasi pelilinan 4 Hasil analisis ragam tingkat susut bobot 5 Hasil analisis ragam tingkat kerusakan 6 Hasil analisis ragam total asam 7 Hasil nalisis ragam Vitamin C 8 Hasil analisis ragam Hue 9 Hasil analisis ragam Chroma 10 Hasil analisis ragam uji organoleptik kesegaran selama hari penyimpanan 11 Hasil analisis ragam uji organoleptik tekstur selama hari penyimpanan 12 Hasil analisis ragam uji organoleptik penerimaan umum selama hari penyimpanan
16 17 18 19 20 22 23 24 25 26 27 28
PENDAHULUAN Latar Belakang Selada merupakan salah satu jenis sayuran yang diminati konsumen dibandingkan dengan jenis sayuran lainnya. Selama enam tahun terakhir, permintaan selada terus meningkat di PT X. Pada tiga tahun pertama, yaitu 20072009, rata-rata permintaaan selada mencapai 4,8 ton per tahun. Tahun 2010 meningkat hingga dua kali lipat menjadi 9,6 ton. Tahun 2011 dan 2012 meningkat menjadi 11,28 per tahun. Selada dikirim dalam bentuk curah ke restoran dan kemasan untuk supermarket. Sebagian besar klien adalah supermarket, yaitu sebanyak 85 %, dan sisanya diikuti oleh restoran, hotel, dan kafe. Sejauh ini, daerah distribusi PT X untuk selada adalah lingkup Jakarta. Perluasan daerah distribusi terkendala pada sifat selada yang mudah rusak dan umur simpannya yang pendek, yaitu sekitar 3 hari pada suhu ruang dan sekitar 7 hari pada suhu dingin. Dengan demikian, diperlukan teknologi untuk memperpanjang umur simpan selada, khususnya pada selada terolah minimal. Pengolahan minimal pada selada dapat mempercepat proses pembusukan sebab terbukanya jaringan selada yang menimbulkan kontak dengan mikroorganisme. Waktu pengiriman sayur ke negara ekspor seperti Singapura adalah sekitar 5 hari termasuk karantina di negara tujuan. Waktu penyimpanan sayur di supermarket selama 5 hari. Oleh karena itu, kualitas selada terolah minimal harus dipertahankan selama minimal 10 hari sehingga dilakukan analisis perubahan mutu selama 14 hari penyimpanan pada penelitian. Menurut Sonti (2003), teknologi pasca panen terdiri dari empat, yaitu refrigerasi atau pendinginan, pengendalian atmosfer, penambahan bahan kimia, dan penggunaan pelapis atau film. Teknologi pendinginan telah diterapkan oleh PT.X dengan menggunakan metode penyimpanan dingin pada saat distribusi dan penyimpanan sayur. Pengendalian atmosfer membutuhkan biaya tinggi untuk diaplikasikan di perusahaan sedangkan penambahan bahan kimia seperti asam sulfat berisiko untuk konsumen. Penggunaan pelapis telah sejak lama digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayur. Pelapis terdiri atas empat bahan dasar yaitu berbasis protein, polisakarida, lipid, ataupun komposit. Pelapis yang digunakan pun harus berbahan alami sebab akan diaplikasikan pada selada terolah minimal yang siap dikonsumsi. Lilin lebah merupakan salah satu bahan pelapis alami yang berbasis lipid, serta efisien dalam penggunaannya sebab pelapisan yang terlalu tebal dapat menghambat respirasi selada (Rosmani 1975). Perpaduan antara refrigerasi dan penggunaan pelapis diharapkan dapat mempertahankan kualitas selada terolah minimal selama penyimpanan. .
Perumusan Masalah 1. Bagaimana perubahan mutu selada terolah minimal dengan emulsi lilin selama penyimpanan?
2
2. Bagaimana pengaruh pelapis lilin lebah, suhu dan hari penyimpanan terhadap perubahan mutu selada terolah minimal? 3. Berapa suhu dan konsentrasi lilin lebah terbaik untuk selada terolah minimal di PT X?
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mendapatkan perubahan mutu selada terolah minimal dengan emulsi lilin lebah selama 14 hari penyimpanan, pengaruh pelapis lilin lebah, suhu dan hari penyimpanan terhadap perubahan mutu selada terolah minimal dan menentukan suhu dan konsentrasi pelapis lilin lebah terbaik pada selada terolah minimal PT X.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Maret hingga Juli 2013. Penelitian dilakukan di pilot plant, Departemen Ilmu dan Teknologi dan di Laboratorium Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah selada yang diperoleh dari Pasar Induk Bogor serta emulsi lilin 12 % yang terdiri dari lilin lebah, trietanolamin, asam oleat dan air. Bahan lain yang digunakan adalah asam asetat 1 %, NaOH, iod, pati dan phenolptalein.
Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari kompor listrik, homogenizer turrax, kompresor, meja berjaring, kipas angin, timbangan, sealer, keranjang plastik, kemasan plastik polypropilene (PP) dengan delapan lubang, lemari pendingin, dan conditioning chamber.
Prosedur Penelitian Pembuatan Pelapis Lilin Lebah Pembuatan pelapis lilin lebah dilakukan berdasarkan metode yang dilakukan Hasibuan (2013) yaitu dengan cara membuat larutan emulsi lilin lebah 12 %. Lilin lebah sebanyak 120 gr dicairkan dalam gelas piala pada suhu 90-
3
95 °C. Asam oleat sebanyak 20 ml ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan homogenizer kecepatan 6000 rpm. Ke dalam campuran tersebut, trietanolamin sebanyak 40 ml dimasukkan sambil terus diaduk untuk mempertahankan suhu. Air yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhu 90-95°C lalu ditambahkan pada campuran hingga mencapai volume sebesar 10 liter. Proses homogenisasi tersebut dilakukan selama 10 menit pada suhu yang sama. Larutan emulsi lilin lebah 12 % yang telah terbentuk diencerkan menjadi 1 %, 3 %, dan 5 % sesuai dengan formulasi pada Tabel 1. Tabel 1 Formulasi pengenceran emulsi lilin % Perbandingan Emulsi Emulsi lilin Air 12 % 1 1 11 3 1 3 5 2 7 Penyiapan Selada Terolah Minimal Pengolahan minimal dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dikonsumsi dan mempercepat penyajian untuk konsumsi. Selada dicuci, ditiriskan, disortasi, lalu dipotong per lembar daunnya. Ujung daun yang mengalami proses pemotongan dicelupkan ke air dingin 10oC selama kurang lebih 1-2 menit (precooling). Perbandingan Pelapis Lilin Lebah terhadap Selada Terolah Minimal pada Suhu Ekstrim Selada terolah minimal dihamparkan di meja berjaring yang sebelumnya telah disterilkan dengan menggunakan alkohol. Larutan emulsi lilin lebah dimasukkan ke spray dan disemprotkan kepada selada terolah minimal dengan menggunakan tenaga kompresor. Selada diangin-anginkan selama kurang lebih 30 menit lalu dikemas menggunakan plastik PP. Selada yang telah dikemas disimpan pada conditioning chamber (suhu 7-9 oC, RH 85%) dan ruang (suhu 27 oC, RH 70%). Pengamatan dilakukan selama 14 hari sebanyak 4 kali, yaitu pada hari ke-3, 7, 10 dan 14. Aplikasi Pelapis Lilin Lebah terhadap Selada Terolah Minimal Tidak jauh berbeda dengan prosedur sebelumnya, selada terolah minimal dihamparkan di meja berjaring yang sebelumnya telah disterilkan menggunakan alkohol. Larutan emulsi lilin lebah dimasukkan ke spray dan disemprotkan ke selada terolah minimal menggunakan tenaga kompresor. Larutan emulsi lilin lebah 1 % disemprotkan sebanyak 75 ml/kg selada terolah minimal, sedangkan emulsi lilin lebah 3 % sebanyak 60 ml/kg, dan emulsi lilin lebah 5 % sebanyak 45 ml/kg. Selada diangin-anginkan selama kurang lebih 30 menit lalu dikemas menggunakan plastik PP. Selada yang telah dikemas disimpan pada conditioning chamber (7-9 oC, RH 85 %) dan lemari pendingin (3-4 oC, RH 30 %). Pengamatan dilakukan selama 14 hari sebanyak 4 kali, yaitu pada hari ke-3, 7, 10 dan 14. Analisis yang dilakukan adalah tingkat kecepatan susut bobot, total asam,
4
Vitamin C, warna, persen kerusakan dan organoleptik. Skema penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir aplikasi lilin lebah terhadap selada terolah minimal
Prosedur Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tiga faktor. Dua faktor mencakup konsentrasi dan suhu. Faktor konsentrasi terdiri atas empat taraf yaitu 0 %, 1 %, 3 %, dan 5 %. Faktor suhu terdiri atas dua taraf yaitu suhu I (3-4 oC, RH 85 %) dan suhu II (7-9 oC, RH 30 %). Faktor ketiga merupakan faktor pengukuran berulang yaitu waktu penyimpanan, 3, 7, 10, dan 14 hari. Setiap unit percobaan diulang dua kali dan masing-masing ulangan dikenakan duplo. Data variabel yang diukur dianalisis menggunakan program statistik, “General Linear Model for Repeated Measurement”, SPSS versi 16.0, dengan model matematika sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + πj(i) + γk + (αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ)jik + ɛijk Keterangan : Yij = Variabel yang diukur = rata-rata umum atau sebenarnya µ αi = efek faktor A (konsentrasi lilin lebah) pada taraf ke-i (i =0, 1, 2, 3) βj = efek faktor B (suhu) pada taraf ke-j (j = 1, 2)
5
αβij πk(i) γk αγik βγjk αβγjik ɛijk
= Pengaruh interaksi perlakuan A pada taraf ke-i dan perlakuan B pada taraf ke-j = Pengaruh galat (error) yang muncul pada taraf ke-i faktor konsentrasi dalam frekuensi ke-k (galat a) = efek faktor C (umur penyimpanan) pada taraf ke – k ( = 1, 2, 3, 4) = Pengaruh interaksi perlakuan A pada taraf ke-i dan perlakuan C pada taraf ke-k = Pengaruh interaksi perlakuan B pada taraf ke-i dan perlakuan C pada taraf ke-k = Pengaruh interaksi perlakuan A pada taraf ke-i, perlakuan B pada taraf ke-j dan perlakuan C pada taraf ke-k = Pengaruh galat (error) percobaan pada ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (galat b)
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Selada Selada yang digunakan pada penelitian berasal dari Pasar Bogor dengan sumber kebun di Cipanas. Selada berumur kurang dari 24 jam saat dilakukan uji proksimat. Uji proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat. Hasil uji disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji proksimat selada (Lactusa sativa) Komponen Hasil (%bb) Air 94.34 Abu 0.84 Protein 0.097 Lemak 0.023 Karbohidrat (by different) 4.7 Selada memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini menyebabkan respirasi dan transpirasi masih berlangsung selepas panen sehingga menyebabkan selada mudah rusak (Suhelmi 2007). Kadar karbohidrat, protein, dan lemak yang kecil menyebabkan selada tidak dijadikan sebagai sumber karbohidrat, protein, ataupun lemak.
Aplikasi Pelapis Lilin Lebah pada Suhu Ekstrim Selada yang telah disemprot lilin lebah disimpan pada dua tempat dengan suhu ekstrim, yaitu suhu ruang (27-30 oC, RH 70 %) dan conditioning chamber (7-9 oC, RH 85 %). Pada pengamatan pertama di hari ketiga, selada di suhu ruang mengalami kerusakan, baik kontrol, 1 %, 3 %, maupun 5 %. Selada yang disimpan di conditioning chamber secara visual masih terlihat baik. Selada selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan 4.
6
(a) (b) Gambar 2 Selada sebelum disimpan di (a) ruang dan (b) conditioning chamber
(d) (a) (c) (b) Gambar 3 Selada (a) kontrol (b) dengan lilin 1 % (c) dengan lilin 3 % (d) dengan lilin 5 % pada conditioning chamber (suhu 7-9 oC dan RH 85%) pada hari ke-3
(d)
(d) (b) (c) (a) Gambar 4 Selada (a) kontrol (b) dengan lilin 1 % (c) dengan lilin 3 % (d) dengan lilin 5 % pada ruang (suhu 27-30 oC dan RH 70%) pada hari ke-3 Menurut Santoso (2012), setiap kenaikan suhu 10 oC, laju kerusakan produk hortikultura meningkat hingga 2-3 kali. Suhu juga berpengaruh terhadap tingkat produksi etilen, penurunan oksigen, peningkatan karbondioksida, serta mudahnya infeksi jamur atau bakteri yang dapat mempercepat pembusukan. Konsentrasi lilin yang terlalu rendah menyebabkan pengaruhnya tidak berbeda nyata dengan selada yang tidak dilapisi lilin. Hal ini menyebabkan selada yang dilapisi lilin dengan berbagai konsentrasi pada suhu ruang mengalami kerusakan. Kondisi ideal untuk penyimpanan selada adalah suhu 0 oC dan kelembaban udara tinggi.
7
Mutu Selada Terolah Minimal pada Berbagai Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Penelitian pendahuluan menunjukkan selada terolah minimal tidak dapat bertahan di suhu ruang bahkan dengan pelilinan sekalipun sehingga pada penelitian utama, kondisi suhu yang ditetapkan adalah 3-4 oC dengan RH 30 % dan 7-9 oC dengan RH 85 %. Suhu 7-9 oC merupakan aplikasi dari suhu ruang penyimpanan yang berada di perusahaan sedangkan suhu 3-4 oC merupakan aplikasi dari suhu lemari pendingin yang biasa digunakan untuk penyimpanan sayur oleh konsumen. Pengamatan yang dilakukan meliputi tingkat susut bobot, tingkat kerusakan (%), warna, total asam, Vitamin C, dan uji organoleptik (kesegaran, aroma, tekstur, dan penerimaan umum).
Tingkat Susut Bobot Susut bobot adalah salah satu faktor penting diperhatikan oleh PT.X dalam penentuan konsentrasi pelilinan terbaik untuk selada terolah minimal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi pelapis lilin dan waktu pengamatan berpengaruh nyata terhadap tingkat susut bobot, sedangkan faktor suhu, interaksi konsentrasi dan suhu, serta waktu dengan konsentrasi dan suhu tidak berpengaruh nyata. Tingkat susut bobot pada selada kontrol nyata lebih besar dibandingkan dengan yang telah dilapisi lilin dengan susut bobot terendah dimiliki oleh selada dengan konsentrasi 1 % (Gambar 5).
Tingkat Susut Bobot (%)
20
a
15
b b
10
b
5 0 Kontrol
1%
3% Perlakuan Konsentrasi Pelilinan
5%
Gambar 5 Tingkat susut bobot berdasarkan konsentrasi pelilinan. Histogram yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5 % Gambar 6 memperlihatkan bahwa tingkat susut bobot semakin besar selama empat belas hari penyimpanan, namun selada kontrol (tanpa pelilinan) nyata lebih besar pada hari ketujuh hingga keempat belas dibandingkan dengan selada yang menggunakan lapisan emulsi lilin lebah. Pada hari keempat belas selada dengan konsentrasi pelilinan 1 % memiliki susut bobot terendah, yaitu sebesar 6,94 %. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan emulsi lilin lebah dapat mengurangi tingkat susut bobot pada selada terolah minimal.
Tingkat Susut Bobot (%)
8
30 25 20 15 10 5 0 H-3
H-7
H-10
H-14
Hari Penyimpanan Kontrol
1%
3%
5%
Gambar 6 Interaksi antara waktu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan pada parameter susut bobot Menurut Santoso (2012), faktor kritis pelilinan adalah tingkat ketebalan lapisan lilin. Lapisan lilin yang terlalu tipis membuat pelilinan tidak efektif sedangkan lapisan yang terlalu tebal dapat mempercepat kerusakan sayur karena menutup semua pori-pori. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam fisik buah yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan normal (Rosmani, 1975). Dari segi efisiensi, emulsi lilin lebah 5 % lebih efisien dari 1 dan 3 % dalam pengaplikasian pada selada terolah minimal. Hal ini dikarenakan emulsi lilin dengan konsentrasi yang lebih tinggi menggunakan volume yang lebih sedikit. Jika dilihat dari segi finansial, emulsi lilin lebah 1 % memiliki harga yang lebih murah jika dibandingkan dengan 3 dan 5 % sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi (Lampiran 3) Tingkat Kerusakan Tingkat kerusakan pada sayur terjadi karena sayur masih melakukan proses metabolisme setelah dipanen. Berkurangnya cadangan makanan selama proses metabolisme yang tidak dapat digantikan karena sayuran sudah dicabut sehingga mempercepat terjadinya kerusakan (Santoso 2012). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor suhu, konsentrasi dan hari penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan selada terolah minimal namun tidak ada interaksi antara ketiga faktor tersebut. Tingkat kerusakan pada selada kontrol nyata lebih besar jika dibandingkan dengan selada dengan konsentrasi pelilinan 1 dan 3 % namun tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan selada 5 %. Hal ini terjadi karena konsentrasi pelilinan 5 % terlalu tebal pada selada yang menyebabkan emulsi lilin lebah menutupi stomata daun sehingga terjadi respirasi anaerobik yang dapat mempercepat laju kerusakan pada selada. Selada dengan konsentrasi pelilinan 3 % memiliki tingkat kerusakan yang lebih rendah (12, 53 %) namun tidak berbeda nyata dengan selada dengan konsentrasi pelilinan 1 % (13,625 %).
9
30
a
Tingkat Kerusakan (%)
25
ab
20
b 15
b
10 5 0 Kontrol
1%
3%
5%
Perlakuan Konsentrasi Pelilinan
Tingkat Kerusakan (%)
Gambar 7 Tingkat kerusakan berdasarkan konsentrasi pelilinan. Histogram yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5 % b
25 20
a
15 10 5 0 Suhu 7-9 oC, RH 85 % Suhu 3-4 oC, RH 30 % Kondisi Penyimpanan
Gambar 8 Tingkat kerusakan berdasarkan kondisi penyimpanan. Histogram yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5 % Suhu merupakan faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi laju kerusakan komoditi panenan. Secara umum, hasil penelitian Santoso (2012) menunjukkan bahwa penanganan pasca panen komoditi yang langsung disimpan pada suhu 5 oC dapat mengurangi kerusakan yang disebabkan mikroorganisme sedangkan Gambar 8 menunjukkan kondisi suhu 3-4 oC dan RH 85 % memiliki tingkat kerusakan yang nyata lebih kecil dibandingkan dengan suhu 7-9 oC dan RH 30 % yaitu sebesar 14,21 % dan 23,19 %. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan RH antara kondisi penyimpanan. Menurut Julianti (2013), jika RH menurun maka udara cenderung menyerap air dari produk yang disimpan. Kondisi penyimpanan ideal untuk selada adalah suhu 0 oC dengan kelembaban yang tinggi (Santoso 2012). Penyimpanan dengan suhu rendah dan RH tinggi sangat efektif dalam menurunkan tingkat kehilangan air dari produk, kerusakan karena bakteri, proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki seperti tunas dan akar, dan perubahan laju respirasi, tekstur dan warna (Samad 2006).
10
Warna Pada tiap pengamatan, selada diukur L, a, dan b-nya. L menunjukkan lightness atau kecerahan, a menunjukkan derajat warna merah, dan b menunjukkan derajat warna kuning. Dari nilai L, a, dan b tersebut, dapat diperoleh nilai hue dan chroma. Hue menunjukkan stabilitas warna, sedangkan chroma menunjukkan intensitas warna. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi pelapis, suhu, maupun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap hue ataupun chroma (Lampiran 8 dan 9). Hal ini menunjukkan konsentrasi pelilinan dapat mempertahankan stabilitas dan intensitas warna selada sama halnya dengan selada tanpa konsentrasi pelilinan.
Total Asam (mg/25 mg bahan)
Total Asam Menurut Suhelmi (2007), sayur yang memiliki kontak oksigen yang tinggi akan menyebabkan peningkatan asam. Hal ini dikarenakan mikroba aktif mendegradasi pati menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana, seperti gula yang selanjutnya difermentasi menjadi asam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi, suhu, konsentrasi penyimpanan, serta interaksi antar ketiganya tidak berpengaruh nyata terhadap total asam selada terolah minimal. Namun terdapat pengaruh nyata pada interaksi waktu dan konsentrasi serta interaksi waktu dan suhu. Gambar 9 menunjukkan nilai total asam yang cenderung naik dan stabil. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pelilinan dapat mencegah laju respirasi pada selada sehingga senyawa-senyawa pada selada tidak berdegradasi menjadi asam karena respirasi anaerobik. 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 H-3
H-7
H-10
H-14
Hari Penyimpanan Kontrol
1%
3%
5%
Gambar 9 Interaksi antara hari penyimpanan dan konsentrasi pelilinan pada parameter total asam
Vitamin C Winarno (1987) dalam Suhelmi (2007) menyatakan bahwa penurunan kandungan Vitamin C diduga disebabkan adanya hidrolisis asam askorbat oleh asam askorbat oksidase. Vitamin C merupakan Vitamin yang paling mudah rusak, mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, dan oksidator.
11
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi, interaksi hari penyimpanan dan konsentrasi, suhu, ataupun ketiganya tidak berpengaruh nyata terhadap Vitamin C sedangkan faktor suhu berpengaruh nyata. Hal ini sesuai dengan Rahmawati (2012) yang menyatakan bahwa Vitamin C merupakan vitamin yang paling tidak stabil di antara semua vitamin karena mudah terdegradasi oleh panas, cahaya, maupun udara. RH 30 % berarti udara hanya mampu menampung 30 % uap air dari jumlah maksimal yang dapat ditampung udara. Hal ini berarti kondisi penyimpanan di lemari pendingin bersifat kering, sehingga oksigen merusak atau mengoksidasi Vitamin C lebih banyak dibandingkan RH 85 %. Secara umum, penurunan kadar Vitamin C dapat terjadi karena Vitamin C tidak diproduksi kembali setelah pemanenan. Kadar oksigen yang tinggi pada udara dan kerusakan selada menyebabkan terjadinya oksidasi, sehingga Vitamin C menurun dan terdegradasi menjadi asam dehidroaskorbat. a
Vitamin C (mg/25 mg bahan)
7 6.8 6.6 6.4 6.2
b
6 5.8 5.6 5.4 5.2 Suhu 7-9 oC dan RH 85 %
Suhu 3-4 oC dan RH 30%
Kondisi Penyimpanan
Gambar 10 Vitamin C berdasarkan kondisi penyimpanan Organoleptik Pada prinsipnya uji organoleptik terbagi atas tiga, yaitu uji deskriminatif, deskriptif, dan afektif. Uji deskriminatif terdiri atas uji pembedaan dan sensitivitas. Uji pembedaan dilakukan untuk mengetahui perbedaan pada contoh secara statistik (Unimus 2006). Uji pembedaan yang dilakukan adalah uji ranking yaitu panelis mengurutkan keempat sampel berdasarkan parameter yang ada. Panelis terdiri dari 30 orang panelis agak terlatih. Parameter yang dinilai adalah kesegaran, aroma, tekstur, dan penerimaan umum. Kesegaran Kesegaran merupakan salah satu faktor utama yang diharapkan konsumen saat pembelian produk sayuran segar (Marimin dan Muspitawati 2002). Ketebalan pelapisan lilin merupakan salah satu titik kritis yang mempengaruhi kesegaran selada. Hal ini disebabkan pelapisan yang terlalu tebal dapat menutupi seluruh mulut sel sayuran daun yang menyebabkan terjadinya respirasi anaerobik sehingga mempercepat proses pembusukan. Penilaian panelis yang telah dianalisis dengan ANOVA menunjukkan konsentrasi pelilinan mempengaruhi kesegaran selada pada tiap hari pengamatan. Setelah diuji lanjut Duncan, pada hari ke-3, baik selada kontrol maupun yang diberi pelilinan tidak berbeda nyata. Adapun
12
pada hari ke-7, selada pada suhu 7-9 oC berbeda nyata dan memiliki skor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan selada pada suhu 3-4oC, sama halnya dengan hari ke-10 dan 14, akan tetapi pada hari ke-14 selada kontrol memiliki skor paling rendah. McWatters dalam Baur et al. (2005) menyatakan bahwa penerimaan konsumen terhadap selada berkaitan dengan erat dengan warna yang mengindikasikan kesegaran selada. Akan tetapi, parameter kesegaran yang dinilai oleh panelis tidak berhubungan linier dengan stabilitas warna yang diuji, dengan nilai r sekitar 0,012 – 0,821 (data tidak dilampirkan). Aroma Muchtadi (2010) menyatakan bahwa salah satu syarat emulsi lilin yang digunakan untuk komoditi segar adalah tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan dilapisi. Kebanyakan panelis menilai bahwa konsentrasi pelilinan tidak mempengaruhi aroma. Semua selada, baik kontrol maupun dengan pelilinan, memiliki aroma yang sama. Hal ini menunjukkan konsentrasi pelilinan hingga 5 % pada selada tidak mempengaruhi aroma selada segar. Selain itu, perubahan aroma bukanlah masalah utama dalam atribut kualitas selada sebab aroma selada (terolah minimal) pada salad akan tertutupi oleh bumbu salad dan pada dasarnya selada memiliki komponen aroma yang sangat kecil (Delaquis 2004). Tekstur Tekstur yang renyah dan garing merupakan salah satu kualitas yang diinginkan konsumen pada buah dan sayur segar, terlebih pada selada yang sering dikonsumsi langsung baik sebagai salad atau produk lainnya. Selama penanganan pasca panen, jaringan pada sayur mulai berubah, yang menyebabkan sayur terolah minimal lebih mudah busuk daripada sayur segar itu sendiri (Allende et al. 2004). Pada hari ke-3 penyimpanan, panelis menilai selada kontrol yang disimpan pada suhu 3-4 oC memiliki skor tekstur paling tinggi namun skor ini tidak berbeda nyata dengan selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % dan 3 % yang disimpan pada suhu yang sama serta selada kontrol dan konsentrasi pelilinan 5 % pada suhu 7-9 oC. Pada hari ke-7, selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % yang disimpan pada suhu 3-4 oC memiliki skor yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan selada lainnya. Sama halnya hari ke-7, selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % memiliki skor tekstur paling tinggi, namun tidak berbeda nyata dengan selada konsetrasi pelilinan 3 %. Penerimaan Umum Penerimaan umum merupakan salah satu faktor paling penting pada evaluasi sensori, karena faktor inilah yang digunakan konsumen dalam membeli suatu produk sayuran (Allende et al. 2004). Faktor ini juga dapat dikategorikan sebagai tingkat „keinginan-untuk-membeli‟, sebagaimana konsumen pertama kali menilai secara keseluruhan sebelum mempertimbangkan untuk membeli suatu produk atau tidak (Allende et al. 2004; Dellaquis et al. 2004). Hasil analisis ragam menunjukkan konsentrasi pelilinan memengaruhi parameter penerimaan umum secara nyata. Setelah dilakukan uji lanjut, pada tiap hari pengamatan selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % dan disimpan pada suhu 7-9 oC memiliki skor penerimaan umum tertinggi tetapi tidak berbeda nyata
13
dengan selada kontrol (pada hari ke-3 dan 10) serta konsentrasi pelilinan 3 % (pada hari ke-7 dan 14). Jika dikaitkan dengan tingkat kerusakan selada pada tiap hari penyimpanan, beberapa diantaranya berkorelasi secara positif (AX, BX, AY, dan BY) dan beberapa di antaranya berkorelasi negatif (AK, BK, AZ, dan BZ). Akan tetapi nilai regresi berada di bawah 0,9 yang berarti hubungan antara tingkat kerusakan dan skor penerimaan umum tidak berkorelasi linear, kecuali pada BX yang memiliki nilai regresi 0,937. Hal ini berarti selada dengan konsentrasi pelilinan 1 % pada suhu 3-4 oC, semakin tinggi tingkat kerusakan pada tiap harinya, skor penerimaan umum pada selada ini juga semakin tinggi. Hal ini terjadi karena selada ini memiliki skor yang meningkat pada setiap hari penyimpanan yang menyebabkan nilai regresi di atas 0,9, sedangkan selada dengan perlakuan lain memiliki skor atau rangking yang naik-turun (data tidak dilampirkan).
Penentuan Konsentrasi dan Suhu Terbaik Dari kelima analisis pengamatan yang dilakukan (tingkat susut bobot, tingkat kerusakan, warna, total asam, dan Vitamin C), PT X lebih menitikberatkan pada tingkat susut bobot dan kerusakan. Pada total asam dan Vitamin C, suhu, konsentrasi dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata namun hari penyimpanan berpengaruh terhadap keduanya. Faktor warna tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pelilinan. Berdasarkan grafik interaksi waktu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan, tingkat susut bobot yang terendah (terbaik) diperoleh pada konsentrasi 1 %, karena selama penyimpanaan 14 hari selada dengan konsentrasi 1 % memiliki nilai susut bobot terendah. Pada tingkat kerusakan, konsentrasi pelilinan 1 dan 3 % menghasilkan tingkat kerusakan yang rendah selama waktu penyimpanan. Pada organoleptik, selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % rata-rata memiliki skor lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya namun pada beberapa parameter, selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % tidak berbeda nyata dengan selada konsentrasi pelilinan 3 %, khususnya pada hari ke-14.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Selada terolah minimal tidak tahan lama disimpan pada suhu ruang (27-30 o C) meskipun diberi perlakuan pelilinan sampai konsentrasi 5 %. 2. Tingkat susut bobot selada kontrol nyata lebih besar jika dibandingkan dengan selada yang menggunakan konsentrasi pelilinan, konsentrasi pelilinan 1 % menghasilkan susut bobot yang terendah selama penyimpanan sampai 14 hari.
14
3. Tingkat kerusakan selada dengan konsentrasi pelilinan 3 % memiliki tingkat kerusakan yang terendah (12,53 %) pada hari ke-14 penyimpanan. 4. Konsentrasi pelilinan dapat mempertahankan tingkat keasaman dan warna selada sedangkan faktor suhu dan RH berpengaruh terhadap perubahan nilai Vitamin C. 5. Uji organoleptik menghasilkan selada dengan konsentrasi pelilinan 5 % dan suhu 7-9 oC memiliki skor tertinggi di kebanyakan parameter, namun pada beberapa parameter tidak berbeda nyata dengan konsentrasi pelilinan 3% 6. Konsentrasi yang terbaik untuk mempertahankan kualitas dari selada terolah minimal yang masih dapat diterima konsumen, adalah konsentrasi emulsi lilin lebah 3 % serta penyimpanan pada suhu 7-9 oC. Saran Penggunaan emulsi lilin lebah 3 % dengan kondisi penyimpanan suhu 7-9 C dan RH 85 % dapat diaplikasikan pada selada terolah minimal Selain itu, karakteristik pelapis lilin lebah perlu diuji lebih lanjut dan dapat dilakukan pengecilan partikel agar kinerja pelapis lebih optimum. o
DAFTAR PUSTAKA Allende A, Aguayo E, Artes F. 2004. Microbial and sensory quality of commercial fresh processed red lettuce throghout the production chain and shelf life. Intl J Food Microbiol. 91:109-117. Baur S, Klaiber R, Wei H, Hammes WP, Carle R. 2005. Effect of temperature and chlorination of pre-washing water on shelf-life and physiological properties of ready-to-use Iceberg Lettuce. Innovat Food Sci Emerg Techs 6:171-182. Dellaquis P, Fukumoto LR, Toivonen PMA, Cliff M. 2004. Implication of wash water chlorination and temperature for the microbiological and sensory properties of fresh-cut Iceberg Lettuce. Post Harv Biol Tech. 31:81-91. Hasibuan SH. 2013. Penggunaan lilin untuk memperpanjang umur simpan Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Julianti E. 2013. Pengendalian RH selama penyimpanan [internet]. [diunduh 15 September 2013]. Tersedia pada http://elisajulianti.wordpress.com. Marimin, Muspitawati H. 2002. Kajian strategi kualitas peningkatan produk industri sayuran segar (Studi kasus di sebuah agroindustri sayuran segar). J Teknol Indust Pangan. 9(3):224-233. Muchtadi T, Sugiyono, Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu pengetahuan bahan pangan. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta. Rahmawati N. 2012. Formulasi dan aplikasi pelapis gel lidah buaya pada buah Salak Pondoh (Salacca eduis Reinw.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
15
Rosmani AB. 1975. Percobaan pendahuluan pelapisan lilin terhadap buah-buahan dan sayuran. Bul Penel Hort 3(2). Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu. Jakarta. Samad Y. 2006. Pengaruh penanganan pasca panen terhadap mutu komoditas hortikultura. J Sains Teknol Ind. 8(1):31-36 Santoso BB. 2012. Fisiologi dan teknologi pasca panen tanaman hortikultura. Mataram (ID): Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Suhelmi M. 2007. Pengaruh kemasan Polypropylene Rigid kedap udara terhadap perubahan mutu sayuran segar terolah minimal selama penyimpanan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sonti S. 2003. Consumer perception and application of edible coatings on freshcut fruits and vegetables [tesis]. Hyderabad (IN): Osmania University College of Technology. [UNIMUS] Universitas Muhammadiyah Semarang. 2006. Pengujian organoleptik (evaluasi sensori) dalam industri pangan. Semarang (ID): Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Muhammadiyah Semarang.
16
Lampiran 1 Prosedur analisis pengamatan 1. Susut Bobot (AOAC, 1995) Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Kehilangan bobot selama penyimpanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : % susut bobot = [( bobot awal-bobot akhir)/ bobot awal] x 100 % 2. Tingkat kerusakan Pengukuran dilakukan dengan menimbang area yang rusak pada daun atau batang selada, lalu dibandingkan dengan bobot sebelum terjadinya kerusakan. % kerusakan = [(bobot kerusakan-bobot awal total)/ bobot awal total] x 100 % 3. Warna Buah Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat kolorimeter. Bahan uji diletakkan tepat di bawah sensor cahaya, ditekan tombol enter, kemudian di baca nilai L, a dan b-nya. 4. Total Asam (AOAC, 1999) Sebanyak 100 gram bahan yang sudah dihancurkan dalam blender. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai tanda tera dengan menambah air destilata yang digunakan sebagai pembilas blender, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Filtrat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah indikator pp sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai timbul warna merah muda yang stabil. Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai NaOH 0.1 N per 100 g bahan. Total asam tertitrasi dihitung dengan rumus : Total asam = ml NaOH x N NaOH x fp N : Normalitas Larutan NaOH fp : faktor pengencer BE : Bobot ekuivalen asam oksalat 5. Kandungan Vitamin C (Gardjito, 2003) Sebanyak 100 gram bahan yang sudah dihancurkan dalam blender. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai tanda tera dengan menambah air destilata yang digunakan sebagai pembilas blender, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2-3 tetes pati 1 %, kemudian dititrasi dengan larutan iod 0,01 N sampai timbul perubahan warna yang stabil (biru ungu). Setiap ml iod sebanding dengan 0,88 mg asam askorbat. Asam askorbat mg g bahan = ml iod x N x x fp fp : faktor pengencer
17
6. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rangking dengan 30 orang panelis, dimana pengujian dilakukan terhadap kesegaran, tekstur, aroma dan penerimaan umum. Analisis data menggunakan ANOVA dan uji lanjut Duncan. Lampiran 2 Selada dengan konsentrasi pelilinan dan suhu yang berbeda selama 14 hari penyimpanan H-3
AK
AX
AY
AZ
BK
H-7
H-10
H-14
18
BX
BY
BZ
Lampiran 3 Biaya produksi tiap konsentrasi pelilinan Emulsi BW 12 % Bahan Kebutuhan BW 120 TEA 40 As. Oleat 20 Aquades 820
Satuan gr ml ml ml
Harga 300 600 200 6
Emulsi BW 1 % Bahan BW 12 % Aquades
Rasio 1 11
Kebutuhan 40 440
Satuan ml ml
Emulsi BW 3 % Bahan BW 12 % Aquades
Rasio 1 3
Kebutuhan 120 360
Satuan ml ml
Per satuan gr ml ml ml
Total harga 36000 24000 4000 4920 68920
Satuan Rp Rp Rp Rp Rp/liter
Harga Satuan 2756,8 Rp 3080 Rp 5836,8 Rp/liter Sekali semprot dengan kapasitas 1 kg membutuhkan 70 ml BW 1 % maka biaya yang dibutuhkan adalah Rp 408,576 /Kg
Harga Satuan 8270,4 Rp 2160 Rp 10430,4 Rp/liter
19
Sekali semprot dengan kapasitas 1 kg membutuhkan 60 ml BW 3 % maka biaya yang dibutuhkan adalah Rp 625,84 /Kg Emulsi BW 5 % Bahan BW 12 % Aquades
Rasio 2 7
Kebutuhan 200 280
Satuan ml ml
Harga Satuan 13784 Rp 1960 Rp 15744 Rp/liter Sekali semprot dengan kapasitas 1 kg membutuhkan 45 ml BW 5 % maka biaya yang dibutuhkan adalah Rp 708,48/Kg
Lampiran 4 Hasil analisis ragam tingkat susut bobot Tests of Within-Subjects Contrasts Source
Waktu
Waktu
Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi Linear Quadratic Cubic Waktu * Suhu Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi * Linear Suhu Quadratic Cubic Error(Waktu) Linear Quadratic Cubic
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
Sig.
3106.803 .910 54.016 407.443 87.176 6.523 4.856 45.876 20.971 82.038 21.704 74.283 777.249 780.992 1566.274
3106.803 .910 54.016 135.814 29.059 2.174 4.856 45.876 20.971 27.346 7.235 24.761 32.385 32.541 65.261
.000 .869 .372 .016 .459 .992 .702 .247 .576 .483 .880 .769
1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3 24 24 24
Tests of Between-Subjects Effects Source Intercept Konsentrasi Suhu Konsentrasi * Suhu Error
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
15356.500 1410.120 56.938
1 3 1
15356.500 470.040 56.938
200.618 .000 6.141 .003 .744 .397
310.664
3
103.555
1.353
1837.102
24
76.546
Sig.
.281
95.932 .028 .828 4.194 .893 .033 .150 1.410 .321 .844 .222 .379
20
Pairwise Comparisons
(I) (J) Mean Konsentrasi Konsentrasi Difference (I-J) Std. Error Sig.a 1
2
3
4
*
2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
9.184 5.222* 6.277* -9.184* -3.962 -2.907 -5.222* 3.962 1.055 -6.277* 2.907 -1.055
2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187 2.187
.000 .025 .008 .000 .083 .196 .025 .083 .634 .008 .196 .634
95 % Confidence Interval for Differencea Lower Bound Upper Bound 4.669 .708 1.762 -13.698 -8.476 -7.421 -9.736 -.552 -3.460 -10.791 -1.607 -5.569
13.698 9.736 10.791 -4.669 .552 1.607 -.708 8.476 5.569 -1.762 7.421 3.460
Lampiran 5. Hasil analisis ragam tingkat kerusakan Tests of Within-Subjects Contrasts Source Waktu
Waktu
Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi Linear Quadratic Cubic Waktu * Suhu Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi Linear * Suhu Quadratic Cubic Error(Waktu) Linear Quadratic Cubic
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
Sig.
13038.779 10.249 910.068 829.389 260.710 700.298 60.074 110.261 397.593 899.220 132.607 973.151 2734.605 7082.206 4579.622
13038.779 10.249 910.068 276.463 86.903 233.433 60.074 110.261 397.593 299.740 44.202 324.384 113.942 295.092 190.818
.000 .854 .039 .090 .829 .323 .475 .547 .162 .073 .929 .194
1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3 24 24 24
114.434 .035 4.769 2.426 .294 1.223 .527 .374 2.084 2.631 .150 1.700
21
Tests of Between-Subjects Effects Source Intercept Konsentrasi Suhu Konsentrasi * Suhu Error
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
44788.000 5141.470 2576.543
1 3 1
44788.000 1713.823 2576.543
116.356 .000 4.452 .013 6.694 .016
1881.819
3
627.273
1.630
9238.107
24
384.921
Sig.
.209
Pairwise Comparisons (I) (J) Mean Konse Konse Difference (Intrasi ntrasi J) Std. Error Sig.a 1
2
3
4
2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
*
14.906 16.024* 9.417 -14.906* 1.118 -5.490 -16.024* -1.118 -6.607 -9.417 5.490 6.607
4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905 4.905
.006 .003 .067 .006 .822 .274 .003 .822 .191 .067 .274 .191
95 % Confidence Interval for Differencea Lower Bound Upper Bound 4.783 5.901 -.707 -25.029 -9.005 -15.613 -26.147 -11.241 -16.731 -19.540 -4.633 -3.516
25.029 26.147 19.540 -4.783 11.241 4.633 -5.901 9.005 3.516 .707 15.613 16.731
Pairwise Comparisons Mean (I) (J) Difference (ISuhu Suhu J) Std. Error Sig.a 1 2
2 1
*
8.973 -8.973*
3.468 3.468
.016 .016
95 % Confidence Interval for Differencea Lower Bound Upper Bound 1.815 -16.131
16.131 -1.815
22
Pairwise Comparisons 95 % Confidence Interval for Differencea
Mean (I) (J) Difference (IWaktu Waktu J) Std. Error Sig.a 1
2
3
4
2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
*
-14.363 -16.236* -29.467* 14.363* -1.872 -15.104* 16.236* 1.872 -13.231* 29.467* 15.104* 13.231*
3.065 3.880 2.537 3.065 3.551 3.609 3.880 3.551 4.297 2.537 3.609 4.297
Lower Bound Upper Bound
.000 .000 .000 .000 .603 .000 .000 .603 .005 .000 .000 .005
-20.688 -24.243 -34.704 8.038 -9.201 -22.552 8.228 -5.456 -22.100 24.230 7.656 4.363
-8.038 -8.228 -24.230 20.688 5.456 -7.656 24.243 9.201 -4.363 34.704 22.552 22.100
Lampiran 6. Hasil analisis ragam total asam Tests of Within-Subjects Contrasts Source
Waktu
Type III Sum of Squares df
Waktu
Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic
.002 .001 .090 .021 .034 .637 .870 .061 .182 .329 .494 .089 1.490 .810
1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3 24 24
.002 .001 .090 .007 .011 .212 .870 .061 .182 .110 .165 .030 .062 .034
Cubic
.850
24
.035
Waktu * Konsentrasi Waktu * Suhu
Waktu * Konsentrasi * Suhu Error(Waktu)
Mean Square F
Sig. .851 .849 .124 .953 .801 .003 .001 .191 .033 .181 .009 .488
.036 .037 2.548 .111 .333 5.993 14.017 1.815 5.146 1.765 4.877 .835
23
Pairwise Comparisons Mean (I) (J) Difference (IWaktu Waktu J) Std. Error Sig.a 1
2
3
4
2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
*
.050 -.025 .013 -.050* -.075 -.037 .025 .075 .038 -.013 .037 -.038
.020 .056 .058 .020 .052 .054 .056 .052 .062 .058 .054 .062
.022 .659 .832 .022 .162 .498 .659 .162 .549 .832 .498 .549
95 % Confidence Interval for Differencea Lower Bound Upper Bound .008 -.140 -.108 -.092 -.182 -.150 -.090 -.032 -.090 -.133 -.075 -.165
.092 .090 .133 -.008 .032 .075 .140 .182 .165 .108 .150 .090
Lampiran 7 Hasil analisis ragam Vitamin C Tests of Within-Subjects Contrasts Source
Waktu
Type III Sum of Squares df
Waktu
Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic Linear Quadratic Cubic
278.943 239.932 444.013 8.027 47.086 42.300 22.146 32.354 68.408 3.808 15.483 35.061 258.501 356.725 934.149
Waktu * Konsentrasi
Waktu * Suhu
Waktu * Konsentrasi * Suhu Error(Waktu)
1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3 23 23 23
Mean Square F
Sig.
278.943 239.932 444.013 2.676 15.695 14.100 22.146 32.354 68.408 1.269 5.161 11.687 11.239 15.510 40.615
.000 .001 .003 .869 .405 .792 .174 .162 .207 .952 .802 .834
24.819 15.470 10.932 .238 1.012 .347 1.970 2.086 1.684 .113 .333 .288
24
Tests of Between-Subjects Effects Source Intercept Konsentrasi Suhu Konsentrasi * Suhu Error
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
4930.475 33.560 36.855
1 3 1
4930.475 11.187 36.855
550.881 .000 1.250 .315 4.118 .054
62.292
3
20.764
2.320
205.854
23
8.950
Sig.
.102
Lampiran 8. Hasil analisis ragam hue Tests of Within-Subjects Contrasts Source
Waktu
Waktu
Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi Linear Quadratic Cubic Waktu * Suhu Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi Linear * Suhu Quadratic Cubic Error(Waktu) Linear Quadratic Cubic
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
Sig.
41.105 80.317 7.097 31.464 23.655 30.060 3.748 12.883 .754 14.169 31.475 22.313 74.563 77.077 103.857
41.105 80.317 7.097 10.488 7.885 10.020 3.748 12.883 .754 4.723 10.492 7.438 5.326 5.506 7.418
.015 .002 .345 .165 .275 .298 .416 .148 .755 .472 .175 .421
1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3 14 14 14
7.718 14.588 .957 1.969 1.432 1.351 .704 2.340 .102 .887 1.906 1.003
Tests of Between-Subjects Effects Source Intercept Konsentrasi Suhu Konsentrasi * Suhu Error
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
462756.630 4.916 1.405
1 3 1
462756.630 1.639 1.405
8.721E4 .000 .309 .819 .265 .615
15.220
3
5.073
.956
74.288
14
5.306
Sig.
.441
25
Pairwise Comparisons Mean (I) (J) Difference (IWaktu Waktu J) Std. Error Sig.a 1
2
3
4
2
1.886
3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
*
95 % Confidence Interval for Differencea Lower Bound Upper Bound
.716
.020
.351
3.421
.453
.729
.544
-1.111
2.017
-1.648 -1.886* -1.433 -3.534* -.453 1.433 -2.101* 1.648 3.534* 2.101*
.788 .716 .800 .696 .729 .800 .907 .788 .696 .907
.055 .020 .095 .000 .544 .095 .036 .055 .000 .036
-3.339 -3.421 -3.149 -5.026 -2.017 -.283 -4.047 -.042 2.042 .156
.042 -.351 .283 -2.042 1.111 3.149 -.156 3.339 5.026 4.047
Lampiran 9. Hasil analisis ragam chroma Tests of Within-Subjects Contrasts Source Waktu
Waktu
Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi Linear Quadratic Cubic Waktu * Suhu Linear Quadratic Cubic Waktu * Konsentrasi * Linear Suhu Quadratic Cubic Error(Waktu) Linear Quadratic Cubic
Type III Sum of Squares df
Mean Square F
Sig.
2004547.553 3485389.961 243835.817 1616018.893 968242.041 724109.805 25090.584 127250.672 18613.469 299549.573 1616166.062 799245.650 2734531.721 3479715.354 3183959.404
2004547.553 3485389.961 243835.817 538672.964 322747.347 241369.935 25090.584 127250.672 18613.469 99849.858 538722.021 266415.217 195323.694 248551.097 227425.672
.006 .002 .318 .081 .314 .397 .725 .486 .779 .681 .137 .356
1 1 1 3 3 3 1 1 1 3 3 3 14 14 14
10.263 14.023 1.072 2.758 1.299 1.061 .128 .512 .082 .511 2.167 1.171
26
Lampiran 10 Hasil analisis ragam uji organoleptik kesegaran selama hari penyimpanan Hari ke-3 Source of SS df MS F P-value F crit Variation Between Groups 100,191 7 14,313 42,16816 4,82E-38 2,049195 Within Groups 78,747 232 0,339427 Total 178,938 239 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter kesegaran di hari ke-3 Hari ke-7 Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 69,73937 7 9,962767 21,16658 5,85E-22 2,049195 Within Groups 109,1986 232 0,470684 Total 178,938 239 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter kesegaran di hari ke-7 Hari ke-10 Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 66,19405 7 9,456293 19,11834 3,14E-20 2,047864 Within Groups 118,7085 240 0,494619 Total 184,9026 247 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter kesegaran di hari ke-10 Hari ke-14 Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 102,37 7 14,62428 44,31138 1,96E-39 2,049195 Within Groups 76,56801 232 0,330035 Total 178,938 239 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter kesegaran di hari ke-14
27
Uji Lanjut Duncan Sampel H-3 AK 0,7276c BK 0,7980c AX -0,2946ab BX -0,9826a AY -0,0320b BY -0,8123a AZ 0,6730c BZ -0,0776b
H-7 0,3920de 0,0943d 0,3880de -0,4530b 0,4893e -0,7373ab 0,6233e -0,7966a
H-10 0,8409 -0,6187a 0,06806d -0,5222ab 0,0290d -0,3671ab 0,7696 -0,1996bd
H-14 -1,0406a 0,0913c 0,2010c 0,2093c 0,7926f -0,6226b 0,9436f -0,5746b
Lampiran 11 Hasil analisis ragam uji organoleptik tekstur selama hari penyimpanan Hari ke-3 Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups 325,7536 7 46,53624 4,864529 3,78E-05 2,047864 Within Groups 2295,946 240 9,566441 Total 2621,7 247 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter tekstur di hari ke-3 Hari ke-7 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 44,21019 128,7632
df 7 224
MS F 6,315741 10,98704 0,574836
P-value F crit 6,43E-12 2,050622
Total 172,9734 231 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter tekstur di hari ke-7
Hari ke-10 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 38,26113 146,6415
df
MS F 7 5,465876 8,945697 240 0,611006
P-value F crit 8,59E-10 2,047864
Total 184,9026 247 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter tekstur di hari ke-10
28
Hari ke-14 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 38,26113 146,6415
df
MS F 7 5,465876 8,945697 240 0,611006
P-value F crit 8,59E-10 2,047864
Total 184,9026 247 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter tekstur di hari ke-14 Uji Lanjut Duncan Sampel AK BK AX BX AY BY AZ BZ
H-3 1,6622d 1,0180d -0,7238ab -1,7119a -0,0338bd -1,3532ab 1,1912d -0,0487bd
H-7 0,4362d 0,0506d 0,1955d -0,3482a 0,1789d -0,5917a 0,6665 -0,5879a
H-10 0,5187c -0,4683a 0,2145bc -0,4316a -0,1600ab -0,3232a 0,61838 0,03161b
H-14 -0,9527a 0,0547c 0,2227c 0,2543cd 0,5067de -0,4953b 0,8537e -0,4440b
Lampiran 12 Hasil analisis ragam uji organoleptik penerimaan umum selama hari penyimpanan Hari ke-3 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 328,0842 2313,432
df
MS F 7 46,86917 4,862301 240 9,639298
P-value F crit 3,8E-05 2,047864
Total 2641,516 247 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter penerimaan umum di hari ke-3
Hari ke-7 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 44,21019 128,7632
df
MS F 7 6,315741 10,98704 224 0,574836
P-value F crit 6,43E-12 2,050622
Total 172,9734 231 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter penerimaan umum di hari ke-7
29
Hari ke-10 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 38,26113 146,6415
df
MS F 7 5,465876 8,945697 240 0,611006
P-value F crit 8,59E-10 2,047864
Total 184,9026 247 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter penerimaan umum di hari ke-10 Hari ke-14 Source of Variation Between Groups Within Groups
SS 73,58331 105,3547
df
MS F 7 10,5119 23,1481 232 0,454115
P-value F crit 1,04E-23 2,049195
Total 178,938 239 F > Fcrit maka tolak H0 sehingga konsentrasi pelilinan berpengaruh nyata pada parameter penerimaan umum di hari ke-14 Uji Lanjut Duncan Sampel AK BK AX BX AY BY AZ BZ
H-3 1,3377d 1,1103cd -0,4929ab -1,6790a 0,0687cd -1,5526ab 1,4268d -0,2190cd
H-7 0,3607df 0,0768df 0,2143df -0,4382a 0,3886df -0,6754a 0,7450f -0,6718a
H-10 0,7413g -0,6513a 0,1719ef -0,2845ef -0,0584ef -0,3568ef 0,6781fg -0,2403ef
H-14 -0,9517a -0,0193cd 0,2793de 0,2093d 0,6457ef -0,5597b 0,8870f -0,4907cd
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 10 Juli 1992 dari pasangan Herry Sonjaya dan Rinaeni. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yaitu Muhammad Luthfi Sonjaya, Fajar Herdiana Sonjaya dan Muhammad Fadli Sonjaya. Pada tahun 2009, penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 17 Makassar dan melanjutkan ke Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri). Pada masa perkuliahan, penulis aktif di KSR PMI Unit I IPB sebagai Kepala Departemen Infokom (2010/2011) dan Wakil Komandan (2011/2012), serta Forum Bina Islami FATETA sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia (2010/2011) dan Sekretaris Departemen Islamic Voice (2011/2012). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah lolos program PKM-Penelitian yang didanai Dikti dengan judul “Potensi Ekstrak Daun Tembakau pada Sabun Cair untuk Meningkatkan Resistensi pada Mikroba” (2010) dan “Peningkatan Efisiensi Proses Produksi Bioetanol Berbasis Limbah Kulit Ubi Kayu dengan Penggunaan Konsorsium Enzim” (2011), serta sebagai Runner-Up pada kompetisi Bisnis Model Espriex di Universitas Brawijaya (2013). Penulis menjalankan masa praktek lapang di Kusuma Agrowisata Group dengan judul “Mempelajari Pengendalian Mutu Sawi Pahit pada Kusuma Agrowisata Group, Batu, Malang”. Tugas akhir penulis untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian berjudul “Pengaruh Pelapis Lilin Lebah terhadap Perubahan Mutu Selada (Lactusa Sativa) Terolah Minimal Selama Penyimpanan”.