ASTUTI dan WINA: Pengaruh pakan limbah tempe terhadap ekskresi derivat purin dan pasokan N-mikroba
Pengaruh Pakan Limbah Tempe Terhadap Ekskresi Derivat Purin dan Pasokan N-Mikroba pada Kambing Peranakan Etawah Laktasi D.A. ASTUTI1 dan E. WINA2 1
Bagian Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor 2
Balai Penelitian Ternak, PO BOX 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 13 Oktober 2002)
ABSTRACT ASTUTI, D.A. dan E. WINA. 2002. Effect of tempe waste on excreation of purine derivatives and microbial–N supply in lactating Etawah crossbred goats. JITV 7(3): 162-166. The aim of this study was to evaluate excretion of purine derivatives and microbial–N supply in lactating Etawah crossbred goats fed with fermented soybean waste. Sixteen first lactating goats were randomly allotted into four dietary treatment groups that received 50% king grass plus R1: 50% concentrate, R2: 25% concentrate and 25% fresh tempe waste, R3: 25% concentrate and 25% fermented tempe waste, and R4: 25% concentrate and 25% gelatinizing of liquid tempe waste. Fermented tempe waste was made by fermentation of tempe waste (seed content of soybean) using Aspergillus niger, while for the gellatinizing of liquid tempe waste was made by gelatinized with maize flour. Protein balance studies were conducted during two week trial and at the end of the research. Urinary protein and purine derivatives were collected for analysis. Microbial–N supply was calculated from purine derivatives excretion. Results showed that nitrogen consumptions were significantly different between R4 and three other treatments and apparent digestible nitrogen in R3 were higher than that of R4 (P<0.05). The nitrogen retention in R1 and R3 were higher than that of R2 and R4. Urinary purine derivatives in this study showed that allantoin, xanthine and hypoxanthine in R3 were higher than that of R4, while R1 and R2 were the same and the highest uric acid excretion and total purine derivatives were observed in R3. Microbial–N supply were significantly different between all treatments where R3 was the highest. This research concluded that fermented soybean waste had the highest total purine derivatives excretion and microbial–N supply to the lactating Etawah crossbred goats. Key words: Etawah crossbred goats, Aspergillus niger, allantoin, xanthin and hypoxanthin ABSTRAK ASTUTI, D.A. dan E. WINA. 2002. Pengaruh pakan limbah tempe terhadap ekskresi derivat purin dan pasokan N-mikroba pada kambing Peranakan Etawah laktasi. JITV 7(3): 162-166. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi besarnya ekskresi derivat purin di urin dan bekalan mikroba-N pada kambing peranakan Etawah yang sedang laktasi. Sejumlah 16 ekor kambing laktasi diacak secara sempurna kedalam 4 macam perlakuan pakan yaitu semua kambing mendapatkan 50% rumput king grass ditambah R1: 50% konsentrat, R2: 25% konsentrat dan 25% limbah tempe segar, R3: 25% konsentrat dan 25% limbah tempe yang telah difermentasi dan R4: 25% konsentrat dan 25% limbah tempe cair yang telah diikat dengan tepung jagung. Fermentasi limbah tempe padat dilakukan dengan menggunakan jamur Aspergilus niger, dan pembuatan gel untuk limbah tempe cair digunakan tepung jagung sebagai bahan pengikat. Pengukuran neraca nitrogen dilakukan selama 2 minggu pada akhir pengamatan dan dilanjutkan dengan analisa N-urin dan derivat purin. Besarnya pasokan mikroba-N dihitung berdasarkan rumus yang melibatkan jumlah ekskresi derivat purin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dari konsumsi nitrogen yang dipengaruhi oleh perlakuan beda pakan yaitu R4 yang terendah dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya, dan nitrogen tercerna pada R3 menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan R4 (P<0,05). Retensi nitrogen pada R1 dan R3 lebih tinggi dibandingkan dengan R2 dan R4. Ekskresi derivat purin pada R3 lebih tinggi dibandingkan dengan R4, sementara R1 sama dengan R2 dan asam urat serta pasokan N-mikroba pada R3 adalah tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ransum yang mengandung limbah tempe yang difermentasi menghasilkan ekskresi derivat purin yang tertinggi dan sekaligus dapat menyediakan pasokan N-mikroba untuk induk semangnya yang terbanyak. Kata kunci : Peranakan Etawah, Aspergilus niger, allantoin, xanthin dan hipoxanthin
PENDAHULUAN
162
Tempe merupakan salah satu produk olahan dari kedelai yang difermentasi dengan Rhizopus sp. Pada proses pembuatan tempe dihasilkan banyak limbah baik
JITV Vol. 7. No. 3. Th. 2002
yang berupa limbah cair maupun limbah padat (ANONIMOUS, 2000). Limbah padat berupa kulit kedelai yang rusak dan kedelai yang busuk, yang dapat dijadikan pakan sumber serat, sedangkan limbah cair berupa air bekas cucian, perendaman dan perebusan yang masih mengandung asam amino lengkap dapat dipakai sebagai campuran pada pakan ternak dalam bentuk gel kering. Limbah tempe tersebut masih mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16%. Dari hasil penelitian pendahuluan pembuatan gel limbah tempe cair menunjukkan bahwa dengan bahan pengikat berupa tepung jagung menghasilkan materi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tepung sorgum dan ketela. Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan ternak berfungsi ganda yaitu menghasilkan daging dan susu sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Pakan merupakan salah satu faktor penentu produktivitas ternak kambing. Sumber protein pakan berupa protein murni dan NPN sebagian merupakan bahan untuk kehidupan mikroba rumen dan hasil metabolisme mikroba tersebut diekskresikan melalui urin dalam bentuk senyawa derivat purin. Pemberian pakan asal limbah tempe sebagai sumber protein sangat ekonomis dan sekaligus membantu program penanganan limbah yang ramah lingkungan. Derivat purin (alantoin, asam urat, xantin dan hipoxantin) dapat digunakan sebagai salah satu indeks dari biomasa mikroba dan merupakan indeks pasokan protein untuk induk semangnya (TOPPS dan ELLIOTT, 1965). Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa serapan purin yang berasal dari mikroba secara ekstensif didegradasi dan kemudian diekskresikan sebagai produk. Serapan N-mikroba pada ternak ruminansia dapat diestimasikan dari ekskresi derivat purin di urin yang diasumsikan bahwa purin yang diserap di duodenum dengan derivat purin yang diekskresikan adalah konstan (SURRA et al., 1997). Dengan pakan dasar konsentrat yang ditambah dengan limbah tempe
yang masih kaya akan protein kasar diharapkan akan menghasilkan N-mikroba di rumen yang tinggi sehingga cukup untuk dapat menyediakan kebutuhan protein induk semangnya. Untuk mendukung penelitian mengenai pemanfaatan limbah industri tempe sebagai pakan kambing laktasi diperlukan satu sentuhan teknologi tepat guna agar hasilnya lebih optimal. Proses fermentasi limbah padat dan gelatinisasi limbah cair tempe diharapkan dapat menggantikan sebagian bahan dasar pakan konsentrat dan sekaligus memberi bekalan protein mikroba yang cukup untuk kambing laktasi. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian limbah tempe (yang difermentasi dan yang dibuat gel) terhadap besarnya neraca nitrogen dan sumbangan N-mikroba untuk ternaknya. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 16 ekor kambing PE laktasi dengan bobot hidup rataan 50 kg ± 4 kg dan masa laktasi pertama. Selanjutnya ternak diacak untuk mendapatkan salah satu dari perlakuan pakan sebagai yang tertera pada Tabel 1. Pakan konsentrat untuk kambing diperoleh dari pabrik pakan dengan merk Kamfeed dengan kandungan protein sebesar 18%, sedangkan ampas tempe dan limbah cairnya diperoleh dari pabrik tempe disekitar Yogyakarta yang tergabung dalam PRIMKOPTI. Pembuatan ampas tempe yang difermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang Aspergilus niger {0,5% dari bahan kering (BK)}, dan untuk pembuatan gel kering limbah cair dilakukan dengan menambahkan tepung jagung 15% ke dalam limbah cair tersebut dan kemudian dilakukan pengeringan. Rumput king grass diberikan dalam bentuk segar, sementara bahan yang
Tabel 1. Macam perlakuan dan nilai nutrien ransum yang diberikan pada kambing PE laktasi Perlakuan Rumput gajah (%) Konsentrat (%) Ampas tempe segar (%) Ampas tempe fermentasi (%) Limbah cair + tepung jagung (%) Komposisi : Bahan kering (%) Protein kasar (% BK) Lemak (% BK) Serat kasar (% BK) Energi (Kkal/kg)
R1 50 50 -
R2 50 25 25
91,22 14,00 4,83 20,61 4048
lain diberikan dalam bentuk kering udara. Dari bahan yang telah disusun dalam bentuk ransum tersebut kemudian dianalisis. Pemberian pakan telah dilakukan
-
R3 50 25 25 -
R4 50 25 25
93,74 14,25 3,99 29,94 3479
93,74 14,10 3,80 29,27 3955
94,02 14,01 4,70 20,0 3687
sejak kambing bunting tua, sehingga saat pengambilan data dilakukan, ternak sudah betul-betul beradaptasi dengan perlakuan yang diberikan yaitu rumput gajah
163
JITV Vol. 7. No. 3. Th. 2002
segar, ampas tempe (baik yang difermentasi maupun yang tanpa fermentasi), limbah cair tempe yang sudah diikat dengan tepung jagung serta pakan konsentrat (Tabel 1). Ransum diberikan 2 kali sehari dengan jumlah 1,5 kg pakan campuran (sesuai dengan yang tertera pada Tabel 1) dan 5 kg hijauan rumput king grass, sedangkan air minum diberikan secara bebas. Penimbangan sisa pakan dilakukan untuk mengukur besarnya konsumsi bahan kering. Pengukuran neraca nitrogen dilakukan selama 2 minggu saat kambing sudah dalam keadaan laktasi. Koleksi feses dan urin dilakukan dengan menggunakan kantong khusus sedemikian hingga feses dan urin terpisah. Analisis nitrogen dan derivat purin (alantoin, xanthin, hipoxanthin) dilakukan di Balitnak–Ciawi, dengan menggunakan metoda mikro Kjeldahl untuk nitrogen dan metode CHEN et al. (1992) dengan spektrofotometer untuk derivat purin. Dari data ekskresi derivat purin dapat diestimasikan jumlah serapan purin asal mikroba oleh hewannya dengan mengikuti model yang dijelaskan oleh CHEN dan GOMEZ (1992). Besarnya serapan purin (P) dihitung dari total jumlah derivat purin yang diekskresikan (x) dengan mengikuti rumus:
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum R3 cukup palatabel untuk kambing PE dan konsumsi nitrogennya tidak berbeda dengan ransum R1 yang diberi konsentrat tinggi. Dari hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa ampas tempe fermentasi dapat menggantikan sebesar 50% pakan konsentrat untuk ransum kambing laktasi, tanpa ada perbedaan besarnya retensi protein. Penggunaan ampas tempe segar sebanyak 50% dalam pakan konsentrat menurunkan angka retensi nitrogen. Pada perlakuan R4 menunjukkan konsumsi nitrogen terendah dan berbeda nyata dengan ketiga perlakuan yang lain (P<0,05). Demikian pula dengan nitrogen tercerna yang mempunyai kecenderungan sama yaitu tertinggi pada R3 dan terendah pada R4. Data nitrogen yang diekskresikan melalui urin pada pakan perlakuan R3 cukup tinggi sehingga berakibat besarnya retensi nitrogen pada semua perlakuan hampir sama walaupun ada kecenderungan pada perlakuan R1 dan R3 tetap tinggi. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya ekskresi derivat purin adalah jenis pakan dan katabolisme protein tubuh. Pada ternak ruminansia, ketersediaan protein mikroba dapat diestimasi dari besarnya derivat purin yang diekskresikan melalui urin. Pada perlakuan R3 tampak bahwa ekskresi alantoin, xanthin dan hipoxanthin tinggi yang diikuti dengan retensi nitrogen yang relatif cukup tinggi pula. ASTUTI dan SASTRADIPRADJA (1997) melaporkan bahwa ada korelasi erat antara ekskresi alantoin di urin dengan sintesis protein mikroba di rumen kambing bunting. Protein mikroba rumen banyak digunakan untuk kebutuhan protein induk semangnya. Untuk pembentukan protein mikroba diperlukan senyawa purin dan pirimidin. Degradasi dari senyawa purin dalam rumen tersebut dapat berupa xanthin, hipoxantin dan alantoin, sehingga makin banyak protein mikroba terbentuk maka derivat purinnya juga meningkat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan tingginya
P (mM) = 0,84x + 0,15 W0,75 e –0,25x Sementara itu, jumlah pasokan N-mikroba untuk induknya dapat dihitung dari serapan purin dengan mengikutkan faktor-faktor: kecernaan purin mikroba sebesar 0,83 dan rasio N-purin: total N-mikroba sebesar 0,116 : 1,00, sehingga didapatkan rumus: 70 P Pasokan N-mikroba (g/h) =
0,727 P 0,83 x 0,116 x 1000
Model penelitian ini adalah Rancangan acak Lengkap dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian dan perbedaan antar perlakuan diuji kelanjutan dengan Duncan test (STEEL dan TORRIE, 1986).
Tabel 2. Neraca nitrogen pada kambing PE laktasi yang diberi limbah tempe Parameter Konsumsi N (g/h) N-feses (g/h) N-cerna semu (g/h) N-urin (g/h) Retensi N (g/h)
R2
R1 26,08 5,92
p
p
20,16pq 11,04 9,12
p
p
R3
23,20
p
p
27,84
p
SEM
18,40
q
q
5,92
5,76
4,32
17,28q
22,08p
14,08q
p
13,28
q
p
9,44 7,84
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05)
165
R4 p
8,80
p
1,05 0,05 1,21
6,56
q
1,10
7,52
q
0,27
ASTUTI dan WINA: Pengaruh pakan limbah tempe terhadap ekskresi derivat purin dan pasokan N-mikroba
Tabel 3. Ekskresi derivat purin pada kambing PE laktasi yang diberi limbah tempe R1 Alantoin (mM/h) Xanthin+hipoxanthin(mM/h)
R2
10,38
q
q
1,03
q
R3
10,35 1,03
q q
q
R4
15,23 1,50
p
3,04
p
p
Asam urat (mM/h)
2,07
2,06
Total DP (mM/h)
13,48q
13,44q
19,77p
q
p
Absorbsi purin (mM) Pasokan N-mikroba (mg/h)
q
16
15,99 q
0,70
0,72
q
23,53 1,08
p
SEM
7,50
r
0,10
0,70
r
0,02
1,50
q
0,003
9,70r 11,35 0,50
r
0,57 r
0,78 0,006
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05)
ekskresi alantoin maka retensi protein induk semangnya juga meningkat. Pakan yang berasal dari limbah tempe padatan dan masih banyak mengandung protein dapat meningkatkan besarnya ekskresi derivat purin di urin. Tabel 3 menunjukkan data tentang derivat purin yang diekskresikan oleh kambing PE laktasi yang diberi pakan ampas tempe. CHEN et al. (1990) melaporkan bahwa ekskresi derivat purin di urin dari domba yang diinfusi dengan asam nukleat 200 g/h menunjukkan angka yang berada pada kisaran 1,12; 2,52 dan 15,44 mM/h masing-masing untuk xanthin+hipoxanthin, asam urat dan alantoin. Hasil penelitian ini juga menunjukkan angka kisaran yang hampir sama dengan domba percobaan di atas. Ekskresi derivat purin di urin adalah murni berasal dari serapan purin mikroba dan purin dari jaringan tubuh hewan, namun kontribusi dari ekskresi jaringan endogen akan menjadi sangat kecil dibandingkan dengan ekskresi purin mikroba apabila pasokan protein pakan makin besar. Pakan limbah tempe terutama yang bentuk padatan dan pakan konsentrat dapat menyediakan cukup banyak protein kasar untuk hewan semangnya, hal ini berarti dapat mengakibatkan ekskresi purin endogen rendah dan ekskresi purin mikroba yang tinggi. Hasil analisis ampas tempe berdasarkan bahan kering terdiri dari protein (11,58%), lemak (2,10%), serat kasar (50,80%) dan abu (2,61%) (WIRYANI, 1991). CHEN et al. (1992) melaporkan bahwa ekskresi derivat purin pada domba dengan bobot hidup 55 kg dan mengkonsumsi 1,31 kg bahan kering pakan atau mengkonsumsi N-cerna 16,50 g/h mengekskresikan alantoin 12,74 mM, asam urat 3,07 mM dan xanthin + hipoxanthin 1,78 mM dengan efisiensi pasokan N-mikroba sebanyak 36 g/kg bahan organik tercerna. Sementara itu, SURRA et al. (1997) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan alfalfa dan diinfusi dengan cairan garam fisiologis, RNA, pati dan selulosa di sekum dapat mengekskresikan total derivat purin secara berurutan sebanyak 9,12; 8,79; 8,90 dan 10,28 mM/h. Hasil lain dilaporkan oleh MUPANGWA et al. (2000) bahwa domba yang diberi berbagai jenis
legum tropik dengan kisaran konsumsi N sejumlah 5,75 dan 27,70 g/h (masing-masing untuk perlakuan casia dan stylo) menghasilkan total derivat purin berkisar 3,12 sampai 5,23 mM dengan besarnya serapan purin 3,71 sampai 6,22 mM/h, sedangkan besarnya pasokan N-mikroba berkisar 2,70 – 4,53 g/h. Hasil dari penelitian ini dengan menggunakan kambing PE kondisi laktasi dan diberi pakan limbah tempe olahan menghasilkan total ekskresi derivat purin yang kurang lebih sama dibandingkan dengan hasil yang didapatkan oleh CHEN et al. (1992). Ransum dengan bahan ampas tempe yang difermentasi dengan jamur Aspergilus niger dapat menyediakan vitamin eksktra apabila difermentasi di dalam rumen. Vitamin tersebut digunakan oleh bakteri rumen untuk membantu proses sintesa protein mikroba sehingga derivat purin yang terekskresi pun meningkat. Peningkatan ekskresi derivat purin juga dapat disebabkan pada kambing yang sedang laktasi akan terjadi proses katabolisme dan anabolisme yang cepat dan tinggi sehingga melibatkan cadangan-cadangan protein dan asam nukleat yang ada dalam tubuh. Sebagai konsekuensi kelanjutannya maka ekskresi derivat purin menjadi banyak yang berarti pula di dalam tubuh terjadi serapan dan pasokan N-purin yang banyak. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pakan ampas tempe yang difermentasi dengan Aspergilus niger dapat menggantikan 50% pakan konsentrat komersial dan mempunyai nilai retensi N yang sama. Ekskresi derivat purin dari kambing yang diberi pakan ampas tempe yang difermentasi menunjukkan hasil yang cukup banyak, sehingga besarnya serapan purin dan pasokan N-mikroba lebih banyak dibandingkan dengan pakan konsentrat. Perlu dikaji lebih lanjut pemberian ampas tempe diatas 60% pada ransum kambing PE laktasi untuk diamati tentang jumlah pasokan N-mikroba rumen dan neraca proteinnya.
166
JITV Vol. 7. No. 3. Th. 2002
DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2000. Laporan Pertanggungjawaban Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Tempe PRIMKOPTI Ngoto Yogyakarta. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Setwilda Propinsi DIY, Yogyakarta. ASTUTI, D.A. and D. SASTRADIPRADJA. 1997. Relationship between ruminal protein synthesis with urinary alantoin excretion on Ettawah goats. Proceeding Seminar AAAP. Makuhari-Tokyo, Japan. ASTUTI, D.A., D. SASTRADIPRADJA and T. SUTARDI. 2000. Nutrient Balance and Glucose metabolism of Female growing, Late Pregnant and Lactating Ettawah Crossbred Goats. AJAS 13 :8 : 1068-1077. CHEN, X.B; F.D. DE B. HOVELL; E.R. ORSKOV and D.S. BROWN. 1990. Excretion of Purine derivative by Ruminants : Effect of Exogeneous Nucleic Acid Supply on Purine Derivative Excretion by Sheep. British J. Nut. 63: 131-142. CHEN, X.B and M.J. GOMES. 1992. Estimation of Microbial Protein supply to Sheep and Cattle based on Urinary Excretion of Purine Derivative: an Overview of the Technical Details. Occasional Publication. Rowett Research Institute, Bucksburn, Aberdeen, UK.
165
CHEN X.B., Y.K. CHEN, M.F. FRANKLIN, E.R. ORSKOV and W.J. SHAND. 1992. The Effect of Feed Intake and Body Weight on Purine Derivative Excretion and Microbial Protein Supply in Sheep. J. Anim Sci. 70: 1534-1542. MUPANGWA, J.F., N.T. NGONGONI, J.H. TOPPS, T. ACOMOVIC, H. HAMUDIKUWANDA and L.R. NDLOVU. 2000. Dry Matter Intake, Apparent Digestibility and Excretion of Purine Derivatives in Sheep Fed Tropical Legume Hay. Small Ruminant Res. 36:261-268. SURRA, J.C., J.A. GUANDA, J. BALCELLS and C. CASTRILLO. 1997. Effect of Post-ruminal Fermentation on the Faecal and Urinary Excretion of Purines. J. Anim. Sci 65:383390. STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1986. Principles and Procedures of Statistics. Mc Graw Hill Book Co. Inc. N.Y. TOPPS, J.H. and ELLIOTT, R.C. 1965. Relationship between concentration of ruminal nucleic Acids and excretion of purine derivatives by sheep. Nature, 205:498-499. WIRYANI, E. 1991. Analisis kandungan limbah cair pabrik tempe kedele dan upaya pengolahannya dengan proses anaerobik. Thesis Pascasarjana IPB, Bogor.