Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERPADU TERHADAP HASIL BELAJAR IPA Nurul Fazriyah Universitas Pasundan
[email protected] ABSTRACT This study aimed to determine the effect of integrated learning model toward science learning outcomes. The study was conducted in SDN Kemiri Muka 1 Depok in fifth grade school year 2014/2015 using cluster random sampling was done to 80 students. Retrieval of data obtained through tests and analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and two lines with the design treatment by level 2x2. The results showed that science learning outcomes that given thematic learning model integrated model of integrative is higher than in the group of students given fragmented learning model. The results of this study indicate that the thematic learning model integrated can improve science learning outcomes of students. Keywords: Learning Outcomes Ipa, Model Integrated Learning, Learning Thematic Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran terpadu terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan. Penelitian dilakukan di SDN Kemiri Muka 1 Depok di tahun ajaran kelas lima 2014/2015 menggunakan cluster random sampling dilakukan untuk 80 siswa. Pengambilan data yang diperoleh melalui tes dan dianalisis menggunakan Analisis Varians (ANOVA) dan dua baris dengan perlakuan desain oleh tingkat 2x2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran sains hasil-hasil yang diberikan model pembelajaran Model terpadu tematik integratif lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang diberikan model pembelajaran terfragmentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran tematik terpadu dapat meningkatkan hasil belajar ilmu siswa. Kata Kunci: Hasil Belajar Ipa, Model Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik Pendahuluan Pendidikan pada masa ini berorientasi menyiapkan manusia yang disebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang cerdas, berkompeten, dapat bersaing secara global tanpa melupakan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Pembelajaran yang baik hendaknya mampu menjelaskan bagaimana seharusnya peserta didik belajar dan berpikir. Pembelajaran
tidak hanya menghafal fakta dan konsep umum materi pelajaran seperti yang terjadi pada era industry (Trilling dan Fadel, 2009:13). Dalam keadaan ini anak diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuannya secara mandiri melalui proses komunikasi yang menghubungkan pengetahuan yang akan/harus mereka temukan. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar yang dihasilkan. Hasil belajar
47
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
IPA dapat dilihat salah satunya lewat nilai USBN SDN Kemiri Muka 1 Depok tahun 2013 yang meraih ratarata 6,5. Maka dapat diperoleh informasi bahwa belum maksimalnya hasil belajar IPA di sekolah tersebut. Hasil belajar IPA dapat dipengaruhi oleh situasi belajar yang dilakukan oleh guru di kelas. Untuk mengaktifkan pikiran siswa dibutuhan kegiatan pembelajaran yang merangsang siswa secara aktif baik dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor. Suatu model pembelajaran bisa dirancang oleh guru dalam mengembangkan kompetensi siswa. Bila dipilih model pembelajaran yang tepat maka akan lebih efektif mencapai hasil belajar yang maksimal. Model pembelajaran yang dapat membantu tercapainya hasil belajar secara efektif adalah model pembelajaran tematik integratif. Model pembelajaran tematik integratif adalah suatu model pembelajaran beranjak dari model pembelajaran terpadu (integratif learning). Model tematik integratif adalah model pembelajaran dengan menghubungkan beberapa bidang studi yang dipayungi dengan tema (webbed). Rusman (2011:3) mengatakan bahwa model pembelajaran tematik terpadu merupakan salah satu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, mengeksplorasi, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik, autentik, dan berkesinambungan. Siswa Sekolah Dasar belajar dari hal terkecil ke hal yang terluas, melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsurunsurnya. (Majid, 2013:117)
Ketidakmengertian tentang suatu topik belum bisa mewujudkan dalam bentuk kemampuan bertanya dengan baik. Kemampuan bergaul dengan hal-hal yang lebih bersifat abstrak, terbentuk pada usia SD. Oleh karena itu pengemasan pengalaman belajar akan sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman tersebut bagi mereka. Perolehan pengalaman belajar yang holistik dan tidak terkotak-kotak akan membantu siswa memahami materi secara komprehensif. Pengemasan pengalaman belajar yang memenuhi tuntutan tersebut adalah dalam bentuk pembelajaran terpadu. Pentingnya kesinambungan konsep diri serta lingkungan yang layaknya diperhatikan dalam pembelajaran IPA di SD, mendorong model pembelajaran tematik integratif perlu diselenggarakan di sekolah dasar. Pemberlakuan Kurikulum 2013 menjelaskan gambaran pencapaian pendidikan Indonesia mengharapkan pembelajaran dengan penguatan hasil belajar berupa sikap, keterampilan serta pengetahuan. Pembelajaran IPA hendaknya mengembangkan ranah belajar ke tingkat lebih tinggi sehingga keterampilan siswa dapat berkembang. Jika pembelajaran hanya mempelajari ranah berpikir tingkat rendah (lower order thinking skill) maka kemampuan berpikir siswa hanya sampai mengingat dan mengetahui. Pembelajaran IPA di sekolah berdasarkan pengamatan peneliti, belum memaksimalkan ranah berpikir tingkat lanjut (higher order thinking Skill) berupa analisis, sintesis serta evaluasi. Diharapkan pembelajaran IPA memberi perhatian pada ranah berpikir ini terutama pada keterampilan berpikir kritis. Masalahnya adalah model pembelajaran tematik integratif serta 48
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
keterampilan berpikir kritis siswa dapat secara berbeda mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Penyebabnya adalah keunikan setiap siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kondisi inilah yang mendorong untuk dilakukan penelitian tentang hasil belajar IPA beserta kedua faktor pengaruhnya, yaitu model pembelajaran serta kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi kajian tentang pengaruh model pembelajaran tematik integratif dan keterampilan berpikir kritis dengan hasil belajar IPA siswa sekolah dasar. Landasan Teori 1. Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula dari bahasa inggris “science”. Kata „science’ sendiri berasal dari kata Bahasa Latin „scientia’ yang berarti saya tahu. „Science‟ terdiri dari social science (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam (Trianto, 2010:136). Belajar IPA menurut esensinya mempunyai tujuan, pembelajaran IPA bertujuan untuk mengembangkan cara berpikir. Cara berpikir dan hubungannya dengan sains adalah cara berpikir ilmiah. Jadi, mengajarkan sains berarti mengajarkan cara berpikir ilmiah. De Boer mendeskripsikan tiga alasan mengapa cara berpikir ilmiah adalah penting.Pertama, dianjurkan bahwa usaha yang mensyaratkan untuk berpikir dalam suatu disiplin, cara yang rasional dapat memiliki efek penguatan yang menyeluruh pada
intelektual yang akan membawa pada peningkatan kekuatan intelektualnya. Kedua, telah dianjurkan bahwa cara berpikir ilmiah dapat ditransfer pada isi yang ilmiah dan bagaimanapun dapat membuat orang menjadi lebih efektif dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, dianjurkan bahwa ilmuwan pada masa yang akan datang harus mengetahui bagaimana berpikir sebagaimana layaknya seorang ilmuwan pada masa sekarang.” Indrawati mendefinisikan keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan/klarifikasi. Dengan kata lain keterampilan ini dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan pengembangan konsep/prinsip/teori. Dahar (dalam Trianto, 2010:148) mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anakanak. Melalui keterampilanketerampilan proses ini siswa dapat mempelajari IPA sebanyak mereka dapat pelajari dan ingin mengetahuinya. 2. Model Pembelajaran Terpadu Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Joyce dan Weil (dalam Trianto, 2010:51) menyatakan bahwa: Models of teaching are really models of learning. As we help 49
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expression themselves, we are also teaching them how to learn. Hal ini dimaksud bahwa model mengajar bisa membantu guru mengarahkan siswa mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan diri sendiri, selain itu mengajarkan bagaimana mereka belajar. Pemilhan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur.Ada kecenderungan selama ini guru mengemas pengalaman belajar siswa terkotak-kotak dengan tegas antara satu bidang studi yang lainnya, pembelajaran yang memisahkan penyajian mata-mata pelajaran secara tegas hanya akan membuat kesulitan belajar bagi siswa karena pemisahan seperti itu memberikan pengalaman belajar yang bersifat artificial (Semiawan, 2007: 88). Sesuai konsep belajar Gestalt (dalam Syaefudin, 2009:112) yang mengutamakan pengetahuan yang dimiliki siswa dimulai dari keseluruhan baru kemudian menuju bagian-bagian. Dengan kata lain di mata siswa melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan secara holistik yang berangkat dari
sifat konkrit. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum serta karakteristik siswa merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh pendidik. Teori Vygotsky juga ikut berperan dalam model pembelajaran terpadu, Vygotsky (dalam Santrock, 2007:264) menekankan bahwa anakanak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Selain itu, perkembangan kognitif sangat ditentukan oleh interaksi sosial anak dengan lingkungannya terutama pada masa anak berada dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) yang secara intelektual dapat pula diartikan sebagai memberikan makna baru dari pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki (Jamaris, 2010:213). Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) selanjutnya disebut ZPD adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anakanak yang terlatih (Santrock, 2007:264). Rangkaian perkembangan yang merefleksikan dirinya dalam bentuk kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi sejak masa anak sampai pada masa dewasa merupakan hasil bimbingan dari orang-orang yang berada disekitar anak. Dengan demikian, orang-orang yang berada disekitar anak memegang peranan penting dalam proses perkembangannya. Pembelajaran terpadu merujuk kepada pendekatan dalam belajar meskipun kurikulum belum terpadu (dalam Semiawan, 2007:40). Pendekatan pembelajaran seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Arti bermakna disini karena dalam pembelajaran terpadu 50
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsepkonsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Anak usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia ini tingkah laku anak yang tampak yaitu: (1) anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) anak mulai berpikir secara operasional, (3) anak mampu mempergunakan cara berpikir operasional dalam mengklasifikasikan benda-benda, (4) anak dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturanaturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) anak dapat memahami konsep substansi, panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat (Rusman, 2011:251). Prinsip konstruktivisme yang dikembangkan pada pembelajaran terpadu yaitu : 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri 2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar 3. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, dan sesuai dengan konsep ilmiah 4. Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus (Trianto, 2010:7576). Menurut Cohen dan Manion, Brand (2011:44), terdapat tiga
kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang, membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat, atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari suatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tematema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interest). Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut Fogarty terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah : 1) fragmented; 2) connected; 3) nested; 4) sequenced; 5) shared; 6) webbed; 7) threaded; 8) integrated; 9) immersed; dan 10) networked (Majid, 2011:121). Dalam pembelajaran terpadu, terjadi kaitan-kaitan pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptualnya akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih efektif. Dengan kata lain, pembelajaran terpadu bertujuan agar pembelajaran di sekolah dasar 51
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
menjadi lebih 2014:122).
efektif
(Majid,
Pengorganisasian kelas di sekolah dasar yang umumnya dipegang oleh guru kelas, pengatur pembelajaran terpadu model webbed lebih memungkinkan dilaksanakan. Artinya, dengan kewenangannya mengajar, guru sebagai guru kelas dapat mengatur sendiri cara menyajikan beberapa mata pelajaran (kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Olahraga) yang disesuaikan dengan ketersediaan alat pelajaran, ketersediaan waktu, ketersediaan buku pelajaran, kondisi, minat, dan kemampuan siswa. Makna model pembelajaran integratif (terpadu) dari pendapatpendapat sebelumnya adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. a. Model Pembelajaran Tematik Integratif Konsep model pembelajaran tematik integratif sebenarnya bukan model baru dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran tematik integratif merupakan bagian dari model pembelajaran integratif (terpadu). Model pembelajaran terpadu telah berkembang dari tahun 1968 sampai sekarang dengan berbagai variasi. Kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan‟ atau “meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehingga kata tithenai berubah mejadi tema. Menurut arti katanya, tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau sesuatu yang telah ditempatkan”.(Majid, 2013:86).
Model pembelajaran tematik integratif didefinisikan oleh Depdiknas sebagai berikut: Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dlihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum dan aspek belajarmengajar.(Majid, 2014:4). Pembelajaran tematik integratif memadukan beberapa mata pelajaran yang bersilangan dan berhubungan lewat tema yang diberikan. Tema yang diambil tidak sembarangan atau asal pilih. Tema ini disesuaikan dengan tingkat kematangan, pengetahuan awal siswa, tujuan pembelajaran serta menarik perhatian dan keingintahuan mereka. Sesuai dengan definisi tema menurut Plowden Report (dalam Kerry, 1998:24) : “The idea of flexibility has found expression in a number of practices, all of them designed to make good use of the interest and curiosity of children, to minimize the notion of subject matter being rigidly compartmental, and to allow the teacher to adopt a consultative, guiding, stimulating role rather than a purely didactic one.” Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dari perkembangan siswa. Pembelajaran ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Rusman, 2011:255). Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan 52
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran terpadu lebih menakankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). (2010:193) Sebagai suatu model pembelajaran di SD, pembelajaran tematik memiliki karakteristikkarakteristik menurut Trianto (2010: 258) sebagai berikut : 1. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subyek belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahankemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experience) dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. 3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antarmata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu
proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 5. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. 7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Kurikulum 2013 jenjang SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integrative. Pembelajaran tematik integratif ini merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Melalui model pembelajaran tematik integratif anak sejak dini sudah terlatih mengaitkan informasi yang satu dengan yang lainnya, sehingga secara wajar dapat menghadapi situasi silang lingkungan, silang pengetahuan, ataupun silang perangkat dengan keasyikan yang menyenangkan, dan sekaligus menjadikan siswa belajar secara aktif dan terlibat langsung dalam kehidupan nyata.
53
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Model pembelajaran ini beranjak dari tema (centre of interest) dimaksudkan agar siswa mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak dan akan memberikan kegiatan pembelajaran. Siswa dimungkinkan akan merasa bebas dan tertantang untuk menggali berbagai keterampilan dan pengetahuan dalam belajar, serta semakin luasnya pengetahuan dengan mendapat variasi informasi dalam berbagai disiplin yang terkait. Untuk itu guru dituntut harus mampu merancang dan melaksanakan program pembelajaran yang tepat. Prinsip Penggalian tema menurut Khoiru dkk (2011:49) antara lain : 1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi, 2) Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji haus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya 3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologs anak. 4) Tema yang dikembangkan haus mampu mewadahi sebagian besar minat anak. 5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwaperistiwa otentik yang terjadi dalam waktu rentang belajar. 6) Tema yang dipilih hendaknya mempetimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat. 7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaaan sumber belajar. Menurut Trianto (2014:42), pembelajaran model tematik integratif
mempunyai keuntungan dan kelemahan, keuntungan dari model ini antara lain: (1) penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar, (2) lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman, (3) memudahkan perencanaan, (4) pendekatan tematik dapat memotivasi siswa, dan (5) memberikan kemudahan bagi siswa dalam melihat berbagai kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait. Selain kelebihan, model ini juga memiliki keterbatasan antara lain : (1) sulit dalam menyeleksi tema, (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal, dan (3) dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep. Sebagai model pembelajaran, tentu memiliki langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang berbeda dengan model pembelajaran lain, berikut adalah sintaks pembelajaran tematik integratif menurut Hajar (2013:89) sebagai berikut: Tabel 1.1. Sintaks Pembelajaran Tematik Integratif Kegiatan Pembelaj Aktivitas Guru dan Siswa aran Kegiatan 1. Guru menciptakan Pendahul suasana belajar yang uan kondusif. 2. Memotivasi siswa, dapat berupa kegiatan bernyanyi, bercerita, membicarakan topik yang sedang hangat dibicarakan atau games. 3. Menggali pengalaman siswa tentang tema,, dapat berupa memberikan pertanyaan kepada siswa yang 54
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
berhubungan dengan tema. 4. Menjelaskan tujuan pembelajaran Kegiatan 1. Presentasi konsepInti konsep yang harus dikuasai oleh siswa melalui demonstrasi dan bahan bacaan yang berhubungan dengan tema 2. Menempatan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar 3. Mengingatkan cara siswa bekerja secara kelompok sesuai komposisi. 4. Membagi buku siswa dan LKS 5. Mengingatkan cara menyusun laporan hasil kegiatan 6. Memberikan bimbingan seperlunya 7. Mengumpulkan hasil kerja kelompok setelah batas waktu yang ditentukan Menelaah 1. Mempersiapkan Pemaha kelompok belajar man dan untuk diskusi kelas Memberik 2. Meminta salah satu an anggota kelompok Umpan untuk Balik mempresentasikan hasil kegiatan sesuai dengan LKS yang telah dikerjakan 3. Meminta anggota kelompok lain menanggapi hasil presentasi 4. Membimbing siswa menyimpulkan hasil diskusi
Kegiatan Penutup
1. Mengecek dan memberikan umpan balik terhadap tugas yang dilakukan 2. Membimbing siswa menyimpulkan seluruh materi pembelajaran yang baru saja dipelajari 3. Memberikan tugas rumah 4. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap kinerja mereka
Berdasarkan uraian sebelumnya yang dikemukakan oleh para ahli, maka definisi model pembelajaran tematik integratif adalah model pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran secara terpadu dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam mencari pengetahuannya melalui pengalaman bermakna. Model pembelajaran tematik integratif memiliki langkah langkah : pendahuluan, presensi materi, membimbing pelatihan, menelaah pemahaman dan memberikan umpan balik, memberikan pelatihan lanjutan dan penerapan serta menganalisis dan mengevaluasi. b. Model Pembelajaran Fragmented Model fragmented merupakan model paling tradisional dari model pembelajaran terpadu (integratif) (dalam Fogarty, 1991:4). Model fragmented ditandai oleh ciri pemanduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran saja. Misalnya, dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, materi pembelajaran tentang menyimak, 55
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
berbicara, membaca, dan menulis dapat dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa (Herry,2013:121). Dalam proses pembelajarannya , butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara terpisah-pisah pada jam yang berbeda-beda. Pembelajaran seperti ini disebut dengan pembelajaran yang tradisional atau konvensional. Pembelajaran di sekolah dirancang dan dilaksanakan dengan cara dibentengi oleh satuan menit. Jika waktunya sudah habis, maka kegiatan belajar yang sedang berlangsung terpaksa harus diputus dan segera berpindah pada pelajaran baru. Para siswa belajar dengan terpenggal-penggal dan terputusputus tanpa memedulikan ketuntasan dan keutuhan.(Majid, 2014:53). Maka, model pembelajaran fragmented didefinisikan sebagai model pembelajaran yang masih tradisional dengan memisahmisahkan mata pelajaran tanpa menghubungkan konten atau isi dengan mata pelajaran yang lain. Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Variabel terikat adalah hasil belajar IPA siswa, variabel perlakuan adalah model pembelajaran terpadu berupa model tematik integratif (A1) dan model fragmented (A2). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen tes hasil belajar IPA siswa berupa tes pilihan ganda. Teknik analisis data menggunakan ANAVA dua jalur dan pengujian simple effect dengan uji Tuckey. Pengujian normalitas dilakukan menggunakan Liliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlett.
Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti yaitu: variabel terikat hasil belajar IPA siswa, variabel bebas yang terdiri dari model pembelajaran terpadu Deskripsi data penelitian ketiga variabel tersebut akan dinyatakan bentuk ukuran pemusatan data, antara lain: (1) rata-rata (mean), (2) nilai tengah (median), (3) frekuensi terbanyak yang muncul (modus), dan (4) simpangan baku (standar deviasi). Analisis statistik deskriptif diperoleh dari hasil belajar IPA siswa yang diperoleh dari perlakuan model pembelajaran terpadu semester ganjil kelas V tahun pelajaran 2014 / 2015. 1. Hasil Belajar IPA Kelompok Siswa yang Diberi Model Pembelajaran Tematik Integratif (A1) Berdasarkan pada data yang dikumpulkan dari responden sebanyak 22 orang siswa, diketahui data kelompok siswa yang diberi pembelajaran model tematik integratif didapatkan skor tertinggi 100, skor terendah 54, skor rata-rata 74,14, nilai median 64,4, nilai modus 68,5, varians 155,46, simpangan baku 12,47. Selanjutnya rangkuman deskripsi data kelompok siswa yang diberi pembelajaran model tematik integratif disusun dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Kelompok Siswa yang Diberi Pembelajaran Model Tematik Integratif
No 1 2 3 4 5
Kelas Interval 54 64 74 84 94
-
63 73 83 93 103
Frekuensi Abso Kom Relatif lut ulatif 5 5 22,73% 7 12 31,82% 5 17 22,73% 4 21 18,18% 1 22 4,55% 56 22 100%
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Dari tabel distribusi frekuensi hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model pembelajaran tematik integratif menunjukkan bahwa, 23% siswa yang mendapatkan skor di atas rata-rata kelas, 23% siswa berada di dalam rata-rata kelas dan 54% siswa berada di bawah rata-rata kelas. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa berada di bawah rata-rata. Berikut disajikan dalam bentuk grafik histogram :
pembelajaran model fragmented didapatkan skor tertinggi 83, skor terendah 54, skor rata-rata 68,6, nilai median 67,5, nilai modus 67,8, varians 80,43, simpangan baku 8,97. Selanjutnya rangkuman deskripsi data kelompok siswa yang diberi pembelajaran model fragmented disusun dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 1.3
No 1 2 3 4 5
53, 5
63, 5
73, 5
83, 5
93, 5
103 ,5
Gambar 1.1 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Kelompok yang Diberi Model Pembelajaran Tematik Integratif 2. Kelompok Siswa yang Diberi Pembelajaran Model Fragmented (A2) Berdasarkan pada data yang dikumpulkan dari responden sebanyak 22 orang siswa, diketahui data kelompok siswa yang diberi
Distribusi Frekuensi Kelompok Siswa yang Diberi Pembelajaran Model Fragmented (A2) Frekuensi Abso Komu Relatif lut latif 59 4 4 18,18% 65 4 8 18,18% 71 9 17 40,91% 77 1 18 4,55% 83 4 22 18,18% 22 100%
Kelas Interval 54 60 66 72 78
-
Dari tabel distribusi frekuensi hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model pembelajaran fragmented menunjukkan bahwa, 23% siswa yang mendapatkan skor di atas rata-rata kelas, 41% siswa berada di dalam rata-rata kelas dan 23% siswa berada di bawah rata-rata kelas. Melalui data tersebut diketahui bahwa sebagian besar nilai siswa terkumpul dalam rata-rata kelas. Distribusi frekuensi kelompok siswa yang diberi pembelajaran model fragmented pada tabel 4.2 dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram berikut:
57
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
53, 59, 5 5
65, 5
71, 5
77, 5
83, 5
Gambar 1.2 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Kelompok Siswa yang Diberi Pembelajaran Model Fragmented (A2) Penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel kriteria. Variabel bebas adalah (1) model pembelajaran terpadu (tematik dan fragmented) dan (2) kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar IPA siswa. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis varians (ANAVA). Analisis varians dua jalur digunakan untuk menguji pengaruh utama (main effect) antara model pembelajaran terpadu terhadap hasil belajar IPA. Dengan menggunakan tabel ANAVA diperoleh hasil analisis seperti pada tabel 2.4 di bawah ini. Tabel 2.4 Hasil Analisis Varians Sumb er d Fhitu Ftab JK RJK Varia k ng el ns Antar 332, 332, 6,72 4,0 1 Kolom 75 75 ** 8 Antar 300, 300, 6,07 1 Baris 57 57 .
Keterangan: ** = sangat signifikan dk = derajat kebebasan JK = jumlah kuadrat RJK = rerata jumlah kuadrat Hasil analisa data dengan menggunakan ANAVA dua jalur pada taraf signifikansi α=0,05, tersebut di atas, memberikan nilai Fhitung = 6,72 lebih besar dari pada Ftabel = 4,08. Hal ini berarti bahwa H0 ditolak. Yang berarti ada perbedaan rata-rata hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model pembelajaran tematik integratif dan model fragmented. Perolehan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model pembelajaran tematik integratif 74,14, sedangkan rata-rata skor hasil belajar IPA siswa yang menggunakan model fragmented 68,64. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA siswa model pembelajaran tematik integratif lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan model fragmented. Kesimpulan ini membuktikan hipotesis hasil belajar IPA bagi siswa yang belajar dengan model pembelajaran tematik integratif lebih tinggi daripada hasil belajar IPA bagi siswa yang belajar dengan model pembelajaran model fragmented diterima. Penutup Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, menunjukkan bukti bahwa keempat hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis penelitian (H1) diterima. Dengan kata lain, terdapat pengaruh antara model pembelajaran terpadu dan kemampuan berpikir kritis dalam meningkatkan hasil belajar IPA. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA dapat dipengaruhi dengan pemberian model pembelajaran terpadu dan kemampuan berpikir kritis yang miliki siswa. 58
Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, ISSN Metal : 2477-2143 ISSN Online : 2548-6950 Volume I Nomor 1, Desember 2016
Hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran model tematik integratif lebih tinggi dari pada kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran terpadu model fragmented. Pembelajaran terpadu merupakan panduan praktik dalam mengajar yang berusaha mengakamodir setiap bakat siswa atau dapat menjangkau setiap siswa. Model pembelajaran tematik integratif menjadikan ruang-ruang kreasi ibarat pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sangat diperlukan dalam tujuan pembelajaran. Mengkondisikan anak untuk menyukai, merasa gembira dan senang belajar di sekolah. guru dapat mendorong perkembangan anak dengan berperan sebagai “scaffholder” yaitu memahami adanya batas-batas perkembangan anak secara temporer dan memerlukan bantuan, untuk kemudian memberikan bantuan tersebut secara tepat dan membiarkannya si anak tumbuh melewati batas-batas perkembangannya sendiri. Hasil penelitian mengenai model pembelajaran tematik integratif dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu guru SD dapat lebih menghemat waktu dalam menyusun persiapan mengajar. Tidak hanya siswa, guru pun dapat belajar lebih bermakna terhadap konsep-konsep sulit.
Herry H., Asep, Novi Resmini dan Andayani. (2013). Pembelajaran Terpadu di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Jamaris, Martini. (2010). Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Yayasan Penamas Murni. Kerry, Trevor dan Jim Eggleston. (1988). Topic Work In the Primary School. London: Routledge. Khoiru A., Lif, Sofan Amri dan Tatik Elisah. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka. Majid, Abdul. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal.4-53 Rusman. (2011). Model- Model Pembelajaran. Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo. Santrock, John W. (2007). Perkembangan Anak, 11th Edition. Jakarta: Erlangga. Semiawan, Conny. (2007). Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia. Jakarta : Pusat Pengembangan Kemampuan Manusia. Syaefudin Saud, Udin. (2009). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara. Trilling, Bernie dan Charles Fadel. (2009). 21st Century Skills. Learning For Life In Our Times. San Fransisco: Jossey-Bass.
Daftar Pustaka Hajar, Ibnu.(2013). Panduan Lengkap Kurikulum Tematik untuk SD/MI. Yogyakarta: Diva Press.
59