1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW DAN KONSEP DIRI AKADEMIK TERHADAP KEMAMPUAN BERBAHASA INDONESIA SISWA SMP Pelipus Wungo Kaka STKIP Citra Bakti
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran koperatif dengan tipe jigsaw dan konsep diri akademik terhadap kemampuan berbahsa Indonesia pada siswa kelas VIII SMP N satu atap Bajawa, semester II tahun pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan simple random sampling. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental semu (quasi) dengan pola posttest Only control group design. Data kemampuan berbahasa Indonesia siswa dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan data konsep diri akademik dikumpulkan dengan menggunakan tes tes unjuk kerja. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Analisis Varians Dua Jalur. Hasil penelitian menunjukkan, (1) secara keseluruhan kemampuan berbahasa Indonesi siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung,ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpengaruh terhadap kemampuan berbicara bahasa Indonesia; (2) ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan konsep diri akademik terhadap kemampuan berbicara bahasa Indonesia, (3) kemampuan berbahasa Indonesi siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang memiliki konsep diri tinggi lebih baik daripada siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki konsep diri tinggi, (4) kemampuan berbahasa Indonesi siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang memiliki konsep diri rendah lebih baik daripada siswa yang mengikuti model pembelajaran langsung pada kelompok siswa yang memiliki konsep diri rendah Kata kunci : Model kooperatif tipe jigsaw, kemampuan berbahasa Indonesia.
65
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
THE EFFECT OF JIGSAW TYPE COOPERATIVE LEARNING AND ACADEMICALS SELF CONCEPT TOWARD INDONESIAN LANGUAGE ABILITY OF MIDDLE STUDENTS Pelipus Wungo Kaka STKIP Citra Bakti
[email protected] ABSTRACT This research aimed at investigating the effects of jigsaw type cooperative learning and academicals self-concept toward Indonesian comprehension of the eighth grade students of SMPN Satu Atap Bajawa during the second semester of academic year 2015/2016. The sample was selected through simple random sampling. This was a quasi-experimental research with posttest only control group design. The data from the students’ ability in Indonesian language was gathered through questionnaire and performance test was used to gather investigate the academicals self-concept. The data were then analysed by using two ways variance analysis. It was revealed that, (1) the mean score of the students who were treated by using jigsaw type cooperative learning was higher than those who were treated by using direct learning technique. This meant jigsaw technique has a significant effect toward students’ ability to use Indonesian language, (2) there was an interaction between model of learning and academicals self-concept toward students’ ability, (3) the high academicals selfconcept students in the experimental group got higher score compared to those high academicals self-concept students in the control group, (4) the low academicals self-concept students in the experimental group got higher score compared to those low academicals self-concept students in the control group. Keywords: Jigsaw Type Cooperative Learning, Indonesian Language Ability
Pendahuluan Mutu pendidikan di Indonesia masih relatif rendah pada jenjang dan satuan pendidikan, khususnya jenjang pendidikan dasar dan menengah karena kurangnya motivasi guru dalam pembelajaran di kelas pada aspek keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia siswa. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat permbelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya serta peningkatan manajemen sekolah. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak dimana pendidikan itu adalah sangat penting dalam membentuk karakter diri seseorang menuju pada kedewasaan. Semakin tinggi tingkat pencapaian pendidikan seseorang, maka pola pikirnya akan semakin tinggi dan kritis dalam menyikapi berbagai masalah. Oleh karena itu, bagaimanapun caranya seorang pendidik atau tenaga
66
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
pendidikan harus berusaha untuk mengupayakan suatu proses pembelajaran yang efektif dan inovatif serta diminati oleh siswa untuk meningkatkan mutu capaian pendidikan pada setiap warga negara. Dalam UU No. 20 tahun 2003 diuraikan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa sekarang dan yang akan datang adalah manusia yang mampu menghadapi persaingan yang semakin kuat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah.Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator. Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Menurut pengamat ekonomi Dr. Berry Priyono, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan sering hanya terpaku pada teori, sehingga peserta didik kurang kreatif dan inovatif (Kompas, 4 Desember 2004).Kedua, peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108). Ketiga, laporan internasional Educational Achievenent (IEA) bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara berdasarkan hasil survey oleh kementerian RI. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran bahasa Indonesia dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa khususnya keterampilan berbicara dalam memasuki kehidupan yang dinamis. Untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta terhadap bahasa, kedamaian, maka pendidikan formal di sekolah wajib diberikan mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal 37 disebutkan sebagai berikut.
67
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat a. Pendidikan agama; b. Pendidikan kewarganegaraan; c. Bahasa Indonesia; d. Matematika; e. Ilmu Pengetahuan Alam; f. Ilmu Pengetahuan Sosial; g. Seni dan Budaya; h. Pendidikan Jasmani dan Olahraga; keterampilan/kejuruan dan j. Muatan Lokal. Sebagai guru bahasa Indonesia pada jenjang SMP, sering kita dihadapkan pada dua pilihan, mengajar bahasa untuk mengejar nilai ujian nasional atau melatih kemampuan siswa menggunakan bahasa itu sebagai bahasa komunikasi. Tampaknya yang terjadi selama ini adalah pembelajaran bahasa Indonesia diidentikkan dengan perolehan nilai UN. Nilai UN seolah-olah menjadi barometer keberhasilan
suatu
lembaga
pendidikan
dalam
melaksanakan
proses
pembelajaran bahasa Indonesia. Hal itu, tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan kerena pada kenyataannya, dalam pelaksanaan UN yang telah lewat tes ujian hanya berkisar pada tes tertulis dan membaca yaitu, menemukan informasi dari sebuah bacaan, menemukan rujukan kata, menemukan sinonim, atau antonim, serta menemukan ide bacaan. Tidak ada tes yang menuntut keterampilan berbicara atau mendengarkan untuk jenjang SMP. Tidak ada tes yang menuntut kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dengan bahasa Indonesia. Jadi, pembelajaran bahasa Indonesia dewasa ini tidak semata-mata menekankan pada aspek kognitif seperti pengetahuan tentang tata bahasa atau tenses namun lebih ditekankan pada aspek keterampilan yang wajib
dimiliki siswa setelah
menyelesaikan pembelajaran. Keempat keterampilan yang mutlak harus dikuasai oleh siswa yaitu, mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada dasarnya tujuan utama kita mempelajari bahasa adalah agar kita mampu untuk berkomunikasi dengan bahasa tersebut dengan baik dan benar secara lisan maupun tertulis. Dalam arti, siswa mampu mengungkapkan makna dan pesan, menafsirkan dan menilai serta mampu mengekspresikan diri dengan bahasa. Kaidah-kaidah maupun norma yang ada dalam bahasa itu sendiri wajib dipelajari kerena semua itu akan mendukung keakuratan kita dalam menyampaikan informasi dengan bahasa tertentu. Sebagai contoh, bagaimana kita dapat menceritakan pengalaman masa lampau kita apabila kita tidak memiliki pengetahuan tentang simple past tense dan aturan yang dipakai dalam menceritakan pengalaman masa lampau. Semua keterampilan baik itu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis tidak akan bisa terlepas dari tata bahasa.
68
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Penguasaan pada satu keterampilan akan mendukung penguasaan pada keterampilan
yang lain.
Keterampilan
berbicara
keterampilan
yang harus dimiliki siswa
merupakan
salah satu
setelah mereka menyelesaikan
pembelajaran bahasa Indonesia. Kerena pada kenyataan komunikasi secara lisan sangat banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengamatan peneliti, pada jenjang pendidikan menengah seperti SMPN Satu Atap Bajawa, kemampuan
berbicara
masih
menjadi
prioritas
dibandingkan
dengan
kemampuan menulis apabila dilihat dari materi kompetisi atau lomba yang sering diadakan seperti lomba pidato, bercerita, dan debat. Di samping itu adanya kecenderungan anggapan masyarakat bahwa seseorangdapat dikatakan menguasai sebuah bahasa apabila mereka telah mahir menggunakan bahasa tersebut secara lisan. Semua permasalahan yang dihadapi siswa merupakan tantangan bagi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara
siswa.Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna
meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan merupakan model yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah penggunaan model Kooperatif Tipe Jigsaw sebagai bentuk kegiaptan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau
kata-kata
untuk
mengeksperesikan,
menyatakan
atau
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Henry Guntur Tarygan (1979). Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 236-253) mengemukakan bahwa faktor internal yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut; sikap terhadap belajar, motivasi belajar , konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, dan cita-cita siswa. Faktor eksternal siswa dapat berupa; guru sebagai pembina siswa belajar, sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah. Pembelajaran model kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hasan, 1996). Dalam kegiatan kooperatif,
69
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam
pembelajaran kooperatif harus ada “struktur
dorongan dantugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdepedensi yang efektif diantara anggota kelompok (Slavin, 1983 & Stahl. 1994). Menurut Arends, (dalam Budiningarti, 1998 : 29) Jigsaw merupakan salah satu teknik dari model pembelajaran kooperatif, yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4-5 orang siswa. Budiadnyana (2004 : 21-22), pada model pembelajaran kooperatif
jigsaw, setiap siswa dalam kelompok yang
beranggotakan 5 orang diberikan informasi yang hanya menekankan satu bagian pelajaran. Setiap siswa dalam kelompok memperoleh potongan bacaan yang berbeda. Agar berhasil, semua siswa perlu mengetahui seluruh informasi tersebut. Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru bahasa Indonesia dimana penelitian ini dilaksanakan. Model konvensional dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang diterapkan pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII SMPN Satu Atap Bajawa, dengan menggunakan gabungan antara model ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Pendekatan konvensional merupakan variabel kontrol atas variabel eksperimen yaitu pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Konsep diri mempunyai peranan yang penting dalam menentukan perilaku individu. Bagaimana seorang individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilaku. Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Ada tiga alasan yang dapat menjelaskan peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku. Pertama, konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keselarasan batin. Alasan ini berpangkal dari pendapat bahwa pada dasarnya individu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul
70
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
perasaan, pikiran atau persepsi yang tidak seimbang atau saling bergantungan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidak selarasan tersebut, individu akan mengubah perilakunya. Kedua, seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antar individu yang satu dengan yang lainnya karena masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka. Ketiga, konsep diri menentukan pengharapan individu. Menurut beberapa ahli, harapan ini merupakan inti dari konsep diri. Seperti yang dikemukakan oleh McCandless (1970), bahwa konsep diri merupakan seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang merujuk kepada harapanharapan tersebut. Pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri disebut dengan istilah konsep diri. Menurut (Burns, 1981), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan dan lain sebagainya. Dari kedua definisi tersebut, semakin jelas bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Konsep diri akademik pada dasarnya merupakan kekuatan dasar yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku individu yang meliputi kepercayaan individu terhadap dirinya sendiri, melihat citra diri dan harga dirinya serta tanggapannya dalam bidang akademik, belajar dan bekerja di sekolah, mengerjakan tugas-tugas sekolah serta tanggapan atas prestasi akademik yang dicapai. Konsep diri akademik adalah totalitas sikap dan kemampuan seseorang terhadap diri sendiri. Siswa yang memiliki konsep diri tinggi akan lebih cenderung berkreasi dalam segala aspek dibandingkan dengan siswa yang memiliki konsep diri rendah. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang hanya dibubuhi oleh keterampilan menyimak. Pada masa tersebut kemampuan berbicara berjar dipelajari (Tarigan, 1981:12). Keterampilan berbicara menunjang keterampilan berbahasa lainnya. Dalam kehidupan seharihari manusia diharapkan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan dengan kegiatan berbicara. Dialog dalam lingkungan keluarga antara anak dan orangtua, ayah dan ibu, anak dan anak dengan menggunakan keterampilan berbicara. Di
71
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
luar lingkungan kelaurga juga terjadi percakapan, diksi, antara teman dan teman, tetangga dan tetangga, kawan permainan, rekan kerja, teman satu sekolah, dan sebagainya. Siswa dalam proses kegiatan pembelajaran dituntut untuk dapat berbicara dengan baik dan benar. Siswa harus dapat menyampaikan pertanyaan atau pertanyaan siswa harus dapat mengutarakan kemampuan dalam berbagai hal melalui berbagai cara pula, antara lain melalui berbicara. Berbicara merupakan penyampaian pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bahasa. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbicara memiliki
kedudukan yang sangat strategis dalam pembelajaran
bahasa, siswa diharapkan mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, gagasan, atau ide dengan bahasa yang baik dan benar, sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Selain itu, siswa dapat berkomunikasi dan berintraksi dengan baik antara siswa, guru, dan masyarakat. Metode Penelitian Peneliti
menggunakan
desain
penelitian
eksperimen
semu
(quasi
experiment). Rancangan penelitian ini mengikuti pola Posttest Only Control Group Design
dengan rancangan faktorial 2 x 2 (Sugiyono, 2010: 112).
Penelitian ini dilaksanakan pada dua kelompok yang dipilih secara random (simple random sampling). Setelah siswa
diberi perlakuan (treatment),
kemampuan siswa diukur untuk mengetahui sejauh mana pencapaian siswa terhadap perlakuan
yang
telah
diberikan
dengan
cara
pemberian tes
kemampuan dalam bentuk tes unjuk kerja (posttest) sedangkan untuk mengukur konsep diri akademik desbarkan angket konsep diri. Metode tes unjuk kerja dan kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan berbicara dan konsep diri akademik siswa kelas VIII SMPN Satu Atap Bajawa. Pengumpulan data dengan metode tes unjuk kerja karena berbicara
merupakan
kemampuan,
jadi lebih
cocok dievaluasi dengan
menggunakan tes unjuk kerja. Sedangkan pengumpulan data dengan metode kesioner metode kuisioner.merupakan model pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawab sesuai dengan keadaan dirinya sendiri. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data dikembangkan dua bentuk instrumen untuk mendapatkan data tentang kemampuan berbicara dan konsep diri akademik siswa. Istrumen kuesioner konsep diri yang disusun terdiri
72
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
dari 50 butir soal. Pola angket yang mengikuti pola skala likert yang terdiri dari lima jawaban yang bersifat gradasi yaitu; sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Skor masing-masing butir mempunyai rentangan satu sampai lima. Untuk pernyataan yang positif sangat setuju diberi skor lima, setuju diberi skor empat, ragu-ragu diberi skor tiga, tidak setuju diberi skor dua dan sangat tidak setuju diberi skor satu. Instrument
tes
kemampuan
berbicara
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan berbicara siswa. Materi tes berbicara ditentukan berdasarkan isi dan kurikulum untuk SMP. Ada 6 aspek yang dipakai sebagai acuan dalam pengukuran yaitu (1) berbicara dengan lancar, (2) berbicara dengan lafal yang benar,
(3)
berbicara
dengan
tata
bahasa
yang
benar,
(4)
mampu
mengembangkan ide, (5) menggunakan fungsi bahasa yang benar, (6) menggunakan kosa kata yang tepat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data dianalis dengan menggunakan ANAVA dua jalur dengan rancangan faktorial 2 x 2. Berdasarkan uji normalitas diperoleh kelompok eksperimen thitungnya = 0,658 dengan araf signifikansi 0,05; karena thitung > ttabel maka data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh thitung= 6,,758 lebih besar ttabel dengan derajat kebebasan n1+n2-2=40 adalah = 2,042, karena thitung>ttabel maka data berasal dari populasi yang homogen. Semua pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05 dengan bantuan program SPSS 16.0
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut. (1) kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada kemampuan berbicara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran
konvensional.Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi yaitu sebesar 74,56 daripada rata-rata kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 70.88. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Mansyur dalam Segal (2009) tentang kebaikan model kooperatif tipe jigsaw bahwa model kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan bahasa lisan siswa
73
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
sehingga dapat dipahami dengan lebih mudah oleh orang lain. Dengan mencermati hasil uji hipotesis yang telah dilakukan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian, maka ditemukan adanya efek utama yang menunjukkan bahwa jenis model pembelajaran memberikan
pengaruh yang signifikan
terhadap kemampuan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Efek utama ini dapat dilihat dari besaran koefisien ANAVA (F) yaitu 6,92 yang signifikan. Hasil
di
atas,
menunjukkan
secara
keseluruhan,
dengan
tidak
mempertimbangkan variabel moderator konsep diri akademik, kemampuan berbicara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tingggi daripada kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Model kooperatif tipe jigsaw meningkatkan kemampuan berbicara siswa dari berbagai asfek, baik itu tata bahasa, kosa kata, lafal, fungsi bahasa, dan juga melatih siswa untuk mengembangkan ide. Hasil uji hipotesis efek utama juga menunjukkan bahwa secara umum
model konvensional tidak mampu
memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan berbicara siswa. (2) Terdapat interaksi antara konsep diri akademik dengan model pembelajaran terhadap kemampuan berbicara siswa. Kesimpulan itu dibuktikan dengan harga F AB hitung sebesar 9,54 lebih besar daripada F AB tabel yaitu sebesar
3,94. Hasil uji hippotesis yang
mengkaji ada atau tidaknya perbedaan kemampuan berbicara pada siswa yang memiliki konsep diri akademik tinggi antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional menunjukkan hasil yang signifikan. Uji lanjut dengan uji Tukey menghasilkan hitung sebesar 3,28 lebih besar daripada tabel yaitu sebesar 2,84 Hal ini berarti bahwa siswa yang memiliki konsep diri akademik tinggi, kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal di atas, menunjukkan bahwa kemampuan berbicara tidak hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran, namun juga dipengaruhi oleh faktor konsep diri akademik siswa. (3) Seperti yang telah dibahas sebelumnya
74
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
Kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri akademik rendah dan mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik daripada kemampuan bericara siswa yang memiliki konsep diri rendah dan mengikuti model pembelajaran konvensional. Hasil tersebut dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri akademik rendah dan mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi yaitu sebesar 74, 65 daripada skor rata-rata siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 70,88. Hal ini, berarti bahwa siswa yang memiliki konsep diri akademik tinggi memiliki kemampuan berbicara yang lebih baik.Hal ini, disebabkan karena konsep diri akademik yang ada dalam diri siswa mendorong siswa untuk melakukan sesuatu dan mempengaruhi kemampuan mereka. (4) Hasil uji hipotesis menyatakan bahwa kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri akademik tinggi dan mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik daripada kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri akademik rendah dan mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hal itu, dapat dilihat dari skor rata-rata kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri akademik tinggi dan mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw adalah sebesar 74,69 daripada
skor
rata-rata
kemampuan
berbicara
siswa
lebih besar
yang
mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 70,75. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Marsilawati yang melaporkan bahwa konsep diri akademik memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap hasil belajar. Dalam penelitian tersebut, siswa yang memiliki konsep diri akademik tingggi mendapatkan hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki konsep diri akademik rendah. Penutup Berdasarkan masalah yang diajukan, hasil penelitian pengaruh model pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw dan konsep diri siswa terhadap kemampuan berbicara siswa dapat disimpulkan sebagai berikut. (1).terdapat perbedaan kemampuan berbicara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan
model
pembelajaran
75
konvensional,
(2).Terdapat
1st Annual Proceeding, Juni 2016 (ISSN: 2355-5106)
STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
perbedaan kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri akademik tinggi dan mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang memiliki konsep diri tinggi dan mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional, (3)
terdapat perbedaan kemampuan berbicara
siswa yang memiliki konsep diri akademik rendah dan mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe tipe jigsaw lebih baik dengan skor rata-rata 74,65 daripada kemampuan berbicara siswa yang memiliki konsep diri rendah dan mengikuti model pembelajaran konvensional dengan skor rata-rata 70,80, (4) terdapat interaksi antara konsep diri akademik dengan model pembelajaran terhadap kemampuan berbicara siswa. Kesimpulan itu dibuktikan dengan harga FAB hitung sebesar 9,54 lebih besar daripada F AB tabel yaitu sebesar 3,94. Daftar Pustaka BSNP.2006. Standar Isi. Jakarta Burns, Robert. 1982. Self-concept development and Education. London: Holt Rinerhart dan Wiston. Budiadnyana, Putu.2004. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif yang Berwawasan SMK Terhadap Hasil Belajar Biologi (Eksperimen pada siswa kelas II SMA di Singaraja). Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.Bandung: Alfabeta Suherman, Gatot. 2010. Peningkatan Keterampilan Berbicara Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas IV SDN Sriwedari Surakarta. Skripsi Universitas Sebelas Maret. Tidak Diterbitkan Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran (cooperatif learning). Jakarta: Prenada Media Group Tarigan, Hery Guntur. 1981. Berbicara Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : FKSS IKIP
76