PENGARUH METODE PEMBELAJARAN AKTIF DAN PASIF TERHADAP PENGETAHUAN KEAMANAN PANGAN SISWA SEKOLAH TINGKAT MENENGAH UMUM
RAHMAWATI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Metode Pembelajaran Aktif dan Pasif Terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017 Rahmawati NIM F24120088
ABSTRAK RAHMAWATI. Pengaruh Metode Pembelajaran Aktif dan Pasif terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum. Dibimbing oleh WINIATI P. RAHAYU dan YANTI RATNASARI. Program edukasi keamanan pangan perlu diberikan pada komunitas sekolah tingkat menengah terutama pada siswa yang sedang memasuki masa remaja. Metode pembelajaran yang tepat diperlukan dalam penyampaian materi keamanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode intervensi keamanan pangan dengan pembelajaran aktif terhadap pengetahuan keamanan pangan siswa SMP dan SMA daerah Depok, Jakarta, dan Serang. Hasil uji beda independent t-test antara metode intervensi pembelajaran aktif dan pasif menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada kedua intervensi yang digunakan pada intervensi. Analisis pengaruh intervensi pembelajaran aktif dan pasif dengan paired sample t-test memberikan peningkatan skor rata-rata pengetahuan pangan signifikan (p≤0.05) antara sebelum dan sesudah intervensi sebesar 2.18% untuk kelompok aktif dan 2.54% untuk pembelajaran pasif. Apabila hasil analisis tersebut dilihat berdasarkan sebaran skor rata-rata pengetahuan, metode pembelajaran aktif hanya memberikan hasil peningkatan yang signifikan pada tingkat SMA jurusan IPA. Selain itu, analisis korelasi menunjukkan semakin tinggi tingkat sekolah tidak menjamin bahwa pengetahuan mengenai keamanan pangan siswa lebih tinggi. Kata kunci: keamanan pangan, metode pembelajaran, pengetahuan, remaja
ABSTRACT RAHMAWATI. Effect of Active and Passive Learning Method towards Food Safety Knowledge of General High School Students. Supervised by WINIATI P. RAHAYU and YANTI RATNASARI. Food safety education program needs to be given to the high school community, especially for junior and senior high school students who are entering adolescence. Appropriate learning methods required in the delivery of food safety information. The aim of this study was determining the effect of the way food safety intervention with active learning to the food safety knowledge of general high school students in Depok, Jakarta, and Serang. Analysis of different test with independent t-test on both active and passive learning methods of intervention showed there was no different between both methods used in intervention. The result of the effect of food safety intervention with active & passive learning methods as a whole by paired sample t-test showed an increase in the average score of food knowledge (p≤0.05) between before and after the intervention of 2.18% and 2.54%. Based on the distribution of the average score of knowledge, active learning method just increased the average score of knowledge significantly only for senior high school students in science program. Correlation analysis showed the higher school level did not ensure higher food safety knowledge as well. Keywords: adolescents, food safety, knowledge, learning method
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN AKTIF DAN PASIF TERHADAP PENGETAHUAN KEAMANAN PANGAN SISWA SEKOLAH TINGKAT MENENGAH UMUM
RAHMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah keamanan pangan anak sekolah. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka magang di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Penyelesaian tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan doa dari semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ayahanda Sukinto, Ibunda Muyasaroh, kakak Kanti Musyariah, dan kakak Aditya Wicaksono atas dukungan, semangat, kasih sayang dan doa yang selalu diberikan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu sebagai dosen pembimbing utama atas ilmu, waktu, bimbingan, kesabaran, dan motivasi yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi dan tugas akhir. 3. Yanti Ratnasari SP, MP sebagai pembimbing lapang selama kegiatan magang yang selalu memberikan saran dan bimbingan kepada penulis. 4. Dr. Ir. Sukarno, MSc sebagai dosen penguji pada sidang akhir sarjana atas kesediannya menjadi dosen penguji, serta memberikan evaluasi dan saran kepada penulis. 5. Drs. Halim Nababan, MM sebagai Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP), Badan POM RI yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan magang di Badan POM RI. 6. Drh. AA Nyoman Merta Negara dan seluruh keluarga besar Subdit Promosi Keamanan Pangan BPOM RI atas bimbingannya selama pelaksanaan magang. 7. Arum, Wilma, Rosalia, Zahra, Faisal, Dhela, dan Ella sebagai teman seperjuangan dalam kegiatan magang. 8. Asdani, Novi, dan Fauzan atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan. 9. Hayatul dan Qonitatin atas bantuan serta dukungan selama turun lapang. 10. Teman-teman ITP 49, Keluarga Ayumas Solo, Keluarga BEM Fateta Kabinet Pelangi dan Filantropi yang selalu memberikan semangat selama penyusunan skripsi. 11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi dan penulisan tugas akhir penulis. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak dan perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang akan datang. Bogor, Februari 2017 Rahmawati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
METODOLOGI
4
Waktu dan Tempat
4
Metode
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden
9 9
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
10
Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah
11
Pengaruh Intervensi terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum
14
Pengaruh Metode Pembelajaran Intervensi pada Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum
15
Korelasi Tingkat Sekolah terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa
17
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
RIWAYAT PENULIS
22
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis intervensi keamanan pangan Topik intervensi keamanan pangan Interpretasi koefisien kekuatan hubungan Data karakteristik responden berdasarkan PKPS 2016 Hasil uji validitas kuesioner Persentase jawaban benar hasil pretest siswa berdasarkan PKPS 2016 Persentase jawaban benar hasil posttest siswa berdasarkan PKPS 2016 Pengetahuan keamanan pangan siswa berdasarkan PKPS 2016
7 8 9 10 10 12 14 16
DAFTAR GAMBAR 1 2
Diagram pembelajaran Diagram alir penelitian
2 5
PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) menjadi sumber asupan gizi bagi anak sekolah untuk melengkapi kebutuhan energi mereka selama proses belajar di sekolah. Makanan jajanan menyumbang 31.10% energi dan 27.40% protein dari konsumsi pangan harian anak sekolah (BPOM 2009). Namun, dibalik perannya sebagai sumber energi, PJAS juga memiliki potensi bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik sehingga berdampak negatif bagi kesehatan konsumennya apabila pada praktik pengolahan maupun penyajiannya tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Praktik keamanan pangan yang kurang ini berdampak pada kejadian keracunan pangan. Oleh karena itu, PJAS memerlukan pengawasan dan perhatian khusus sehingga dapat terwujudnya pangan jajanan yang aman, bermutu, dan bergizi untuk anak sekolah. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui BPOM untuk meningkatkan kesadaran akan PJAS yang aman, bermutu dan bergizi adalah dengan memprakarsai “Aksi Nasional Gerakan menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi (AN-PJAS)” pada tahun 2011. Target sasaran program AN-PJAS dimulai dari komunitas Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) sehingga sampai saat ini sudah banyak program penerapan budaya keamanan pangan untuk seluruh SD/MI di seluruh Indonesia. Hasil survei BPOM RI mengenai keracunan pangan juga menunjukkan bahwa lokasi atau tempat Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan paling tinggi yaitu Sekolah Dasar (SD) sebesar 19.15%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 6.38%, dan tidak terjadi di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/SMA) (BPOM 2014). Walaupun komunitas sekolah tingkat menengah cenderung rendah, namun komunitas sekolah tingkat menengah juga perlu mendapatkan perhatian sebagai target sasaran dari program pengembangan keamanan pangan. Siswa sekolah tingkat menengah merupakan remaja yang sedang berada pada tahap menuju masa dewasa sehingga mulai dapat membuat keputusan sendiri dalam penentuan dan pemilihan pangan yang mereka konsumsi. Salah satu bentuk program keamanan pangan yang dapat diterapkan di sekolah adalah pemberian materi keamanan pangan yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan praktik keamanan pangan siswa. Menurut Kotler (2001), persepsi seseorang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, semakin tinggi pengetahuan maka semakin baik persepsinya terhadap sesuatu. Makanan yang dipilih remaja merupakan refleksi dari berbagai faktor, meliputi kebiasaan makan keluarga, kelompok teman sebaya (peer group), dan pengaruh iklan media. Teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar pada masa remaja. Jaccard et al. (2005) menyebutkan bahwa munculnya hubungan sebaya yang kuat merupakan salah satu kunci perubahan perkembangan awal remaja. Selain itu, teman sebaya dapat memiliki dampak positif ataupun negatif pada perilaku kesehatan remaja sehingga keinginan diterima oleh teman sebaya menyebabkan pemilihan makanan dan sikap keamanan pangan mengikuti pilihan
2
teman sebaya. Hal tersebut menjadikan hubungan teman sebaya masih memiliki peran yang kuat terhadap keputusan remaja. Berdasarkan alasan tersebut, pemberian materi keamanan pangan perlu dilaksanakan melalui metode penyampaian yang dapat dipahami siswa sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan keamanan pangan di lingkungan sekolah tingkat menengah. Intervensi metode penyampaian yang dapat dipilih yaitu metode pembelajaran aktif dan pasif. Pembelajaran aktif maupun pasif merupakan salah satu metode pembelajaran yang banyak diadaptasi untuk kegiatan belajar mengajar di Indonesia. Secara umum, pembelajaran pasif dapat diartikan sebagai proses pembelajaran dengan pemberian informasi baik secara verbal maupun visual kepada siswa, sedangkan pembelajaran aktif berarti proses pembelajaran yang sama-sama menerima informasi namun terdapat tahap pembelajaran yang menuntut siswa aktif terlibat dengan materi yang akan dipelajari (Francis dan Gould 2012). Menurut Michael et al. (2009), pembelajaran aktif merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa model pembelajaran siswa sebagai tanggung jawab atas pembelajaran yang mereka lakukan. Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal sesuai dengan karakteristik pribadi yang dimiliki siswa. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang hanya membantu memfokuskan topik materi pembelajaran dalam pembelajaran aktif. Berbeda halnya dengan pembelajaran pasif, materi pembelajaran berpusat pada guru sehingga hanya ada sedikit kesempatan untuk kegiatan diskusi siswa. Penggambaran kedua metode pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 1 yang merupakan diagram pembelajaran.
Kecenderungan mengingat yang dapat menentukan efektivitas pembelajaran :
10 % dari apa yang dibaca
Membaca Mendengarkan kata
30 % dari apa yang dilihat
Melihat gambar
PASIF
20 % dari apa yang didengar
Penerimaan verbal
Menonton film 30 % dari apa yang dilihat dan didengar
Melihat pameran Melihat penampilan
Penerimaan visual
Melihat sesuatu ditempat 70 % dari apa yang dikatakan
Berbicara/menyampaikan pendapat
Menerima & berpartisipasi
Melakukan presentasi Merangsang pengalaman nyata Melakukan hal yang nyata
Gambar 1 Diagram pembelajaran (Dale 1969)
Melakukan
AKTIF
90 % dari apa yang dikatakan dan dilakukan
Berpartisipasi dalam diskusi
3
Gambar 1 menunjukkan diagram pembelajaran yang diadaptasi dari konsep “Cone of learning” oleh Dale (1969). Gambar 1 menunjukkan bahwa siswa cenderung menjadi pendengar pada pembelajaran pasif sedangkan siswa cenderung mengingat materi pelajaran pada pembelajaran aktif. Berdasarkan teori tersebut, pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang siswanya ikut terlibat dan berpikir mengenai informasi yang dicari sendiri atau yang diperoleh dari temannya. Contoh kegiatan yang sering dilakukan pada pembelajaran aktif adalah diskusi kelompok yang melibatkan kegiatan mendengar dan mengemukakan pendapat atau informasi yang dimiliki, serta memberikan presentasi mengenai hasil diskusi yang telah dilakukan. Sementara kegiatan pembelajaran pasif cenderung dengan cara mendengar penjelasan dari guru, melihat materi di papan tulis atau slide PowerPoint, dan menulis catatan dari materi yang disampaikan. Kegiatan diskusi kelompok yang ada pada pembelajaran aktif merupakan bagian dari edukasi kelompok sebaya. Siswa sekolah tingkat menengah sedang memasuki masa remaja yang cenderung bersosialisasi dan berinteraksi dengan kelompok sebaya. Steinberg dan Monahan (2007) menyatakan bahwa remaja sangat rentan terhadap pengaruh sosial seperti di sekolah maupun dengan kelompok sepermainannya. Pengaruh sosial ini dianggap penting sehubungan dengan perubahan perilaku kesehatan remaja. Pendidikan kesehatan untuk remaja yang disampaikan oleh teman sebaya memberikan dampak positif karena teman sebaya lebih memahami keadaan dan lingkungan sesamanya. Pembelajaran ini yang disebut dengan edukasi teman sebaya (Kim et al. 2012). Edukasi teman sebaya terjadi melalui komunikasi diantara sesama anggota sebaya sehingga pada akhirnya memungkinkan untuk menjadi panutan atau sebagai agen perubahan dalam sebuah komunitas (UNICEF 2012). Pemilihan metode intervensi keamanan pangan tersebut didasarkan pada hubungan teman sebaya yang memiliki kesamaan mekanisme pada metode pembelajaran aktif yang melibatkan kegiatan diskusi kelompok antar siswa, sedangkan metode pembelajaran pasif merupakan metode pembelajaran yang umum digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan demikian, pengaruh metode pembelajaran aktif dan pasif dalam penyampaian materi keamanan pangan siswa dapat dilihat dari segi pengetahuan keamanan pangan responden sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi sehingga metode penyampaian yang dapat meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa dapat dijadikan metode edukasi. Perumusan Masalah Usia siswa sekolah di tingkat menengah adalah usia remaja yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Remaja pada umumnya cenderung memiliki karakteristik psikologis seperti mengeluh pada guru atau orang tua yang terlalu ikut campur dalam kehidupannya (Batubara 2010). Berdasarkan karakteristik psikologis tersebut, sebagian besar remaja mulai ingin membuat keputusan sendiri dalam kehidupan mereka, termasuk dalam menentukan sendiri pangan yang akan dikonsumsinya. Teman sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang sangat besar pada masa remaja. Keinginan untuk diterima oleh teman sebaya menyebabkan pangan yang mereka pilih mengikuti pilihan dari peer group. Faktor lainnya adalah pengetahuan tentang jenis pangan yang dikonsumsi, keamanan, mutu dan gizi pangan. Remaja dengan usia yang berada pada tingkat
4
sekolah menengah membutuhkan gizi yang optimal. Apabila remaja tidak diarahkan pada pemilihan pangan yang aman, maka akan menciptakan generasi penerus yang kurang berkualitas. Oleh karena itu, pemberian materi keamanan pangan perlu dilaksanakan melalui metode penyampaian yang dapat dipahami siswa. Hal ini merupakan upaya dalam pelaksanaan program keamanan pangan untuk meningkatkan pengetahuan keamanan pangan remaja di lingkungan sekolah tingkat menengah. Salah satu bentuk metode penyampaiannya yaitu metode pembelajaran aktif yang melibatkan interaksi teman sebaya antar siswa dan pembelajaran pasif yang merupakan metode pembelajaran konvensional yang sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh intervensi keamanan pangan terhadap pengetahuan siswa sekolah tingkat menengah umum. 2. Mengetahui efektivitas pembelajaran aktif dalam penyampaian materi keamanan pangan. 3. Mengetahui korelasi antara karakteristik responden yaitu tingkat sekolah siswa terhadap pengetahuan keamanan pangan siswa. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat menjadi acuan dalam membuat program edukasi keamanan pangan sekolah tingkat menengah umum khususnya untuk menentukan metode penyampaian materi keamanan pangan yang tepat untuk siswa sekolah menengah umum.
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan magang yang dimulai pada bulan Maret hingga September 2016 di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (Direktorat SPKP), Badan POM RI. Penelitian ini juga merupakan bagian dari kegiatan Survei Pilot Project Pembinaan Program Keamanan Pangan Sekolah (PKPS) yang dilakukan oleh Badan POM RI pada tahun 2016. Metode Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experimental study dengan pretest and posttest design mengacu pada penelitian Safitri et al. (2014). Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel tertentu terhadap variabel lain melalui uji coba dalam kondisi khusus yang sengaja diciptakan. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
5
Studi pustaka
Penyusunan dan pengujian kuesioner
Pemilihan sampel sekolah berdasarkan kriteria inklusi
Pelaksanaan pretest
Pemberian intervensi
Pelaksanaan posttest
Pengolahan data
Data pengetahuan keamanan pangan serta korelasinya dengan karakteristik responden
Gambar 2 Diagram alir penelitian Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui karakteristik metode pembelajaran aktif dan pasif serta keterkaitannya dengan kegiatan edukasi keamanan pangan yang melibatkan peran hubungan teman sebaya pada remaja. Penyusunan dan Pengujian Kuesioner Penyusunan kuesioner pertanyaan pretest dan posttest mengacu pada Panduan Aktivitas Keamanan Pangan Berbasis Masyarakat (Community-Based) di Komunitas Sekolah Tingkat Menengah dari BPOM (2015c). Kuesioner tentang pengetahuan dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan sebelum dan sesudah
6
dilakukannya intervensi. Sebelum kuesioner disebarluaskan kepada responden, kuesioner terlebih dahulu dilakukan pengujian. Kuesioner yang telah disusun selanjutnya diujicobakan kepada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden dalam penelitian yaitu siswa sekolah menengah umum. Uji coba kuesioner dilakukan di SMAN 1 Dramaga dengan responden siswa kelas dua sebanyak 40 siswa. Data kuesioner yang diperoleh selanjutnya diolah dengan melakukan scoring jawaban benar responden dari pertanyaan kuesioner. Kemudian data hasil scoring dianalisis dengan teknik pengujian kuesioner yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas kuesioner (Muliyani 2012) Uji validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas menunjukkan akurasi dari suatu alat ukur yang sebenarnya menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang diukur dalam penelitian kuesioner. Scoring hasil jawaban benar responden dari pengujian kuesioner dilakukan untuk mendapatkan data yang selanjutnya dianalisis uji validitas dengan perangkat lunak SPSS 22.0 for windows. Nilai signifikansi dari setiap pertanyaan kuesioner hasil pengujian dibandingkan dengan nilai total pertanyaan, jika nilainya < α maka pertanyaan tersebut dapat dinyatakan valid. Apabila terdapat pertanyaan yang tidak valid, maka pertanyaan tersebut dapat dihapus atau dilakukan perbaikan. Uji reliabilitas kuesioner (Muliyani 2012) Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur sehingga alat pengukur dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang. Data scoring jawaban benar responden dari pengujian kuesioner dianalisis dengan teknik pengukuran reliabilitas yaitu teknik korelasi alpha cronbach pada perangkat lunak Statistical Program for Social Science (SPSS) 22.0 for windows. Kuesioner dikatakan reliabel apabila memiliki nilai alpha cronbach yang lebih besar atau sama dengan 0.70. Pemilihan Sampel Sekolah Berdasarkan Kriteria Inklusi Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik penarikan nonprobability sampling desain yaitu dengan metode purposive sampling. Menurut Sugiyono (2010), nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Pengertian dari purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Responden pada penelitian ini terdiri dari siswa sekolah tingkat menengah umum, baik SMP (2 sekolah) maupun SMA (2 sekolah) yang berasal dari 3 daerah Depok, Jakarta, dan Serang. Sekolah-sekolah tersebut dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah kriteria subjek penelitian yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo 2010). Kriteria inklusi yang ditetapkan antara lain sekolah tingkat menengah umum negeri yang memiliki fasilitas multimedia seperti proyektor dan jaringan internet. Responden siswa setiap sekolah terdiri dari 60 responden siswa yang mengikuti intervensi keamanan pangan dengan pembagian yaitu 30 siswa pada pembelajaran aktif dan 30 siswa pada pembelajaran pasif. Responden siswa yang
7
dipilih yaitu siswa kelas dua SMP/SMA. Pertimbangan ini dipilih karena siswa kelas dua sudah dapat beradaptasi pada lingkungan & budaya sekolah serta belum sibuk pada persiapan ujian nasional seperti kelas tiga. Perubahan jumlah responden yang terjadi pada sebagian sekolah tidak dapat dihindari pada penelitian sehingga jumlah responden pada akhir penelitian yaitu 684 siswa. Perubahan ini disebabkan oleh kondisi dari beberapa sekolah yang memiliki jumlah siswa yang kurang atau melebihi target jumlah responden yaitu 30 siswa pada setiap kelas. Selain itu, perubahan jumlah responden juga disebabkan oleh ketidakhadiran siswa pada pelaksanaan pretest atau posttest sehingga terdapat beberapa baseline data siswa yang tidak dapat digunakan untuk analisis. Pelaksanaan Pretest dan Posttest Responden diberikan pretest terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi untuk mengetahui informasi mengenai pengetahuan keamanan pangan yang mereka miliki selama ini. Setelah intervensi diberikan, posttest dilakukan untuk mengetahui pengetahuan keamanan pangan siswa setelah siswa menerima intervensi. Pelaksanaan posttest dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sama dengan pretest yang terdiri dari 20 pertanyaan pilihan berganda mengenai kunci dan isu keamanan pangan. Hasil posttest tersebut digunakan untuk mengetahui keadaan akhir dari kedua kelompok sehingga dapat memperlihatkan perbedaan kondisi sebelum dan sesudah perlakuan intervensi. Data mengenai pengetahuan keamanan pangan siswa diperoleh berdasarkan hasil pretest dan posttest yang dilakukan. Pemberian Intervensi Pemberian intervensi keamanan pangan dilakukan pada setiap sekolah. Responden siswa pada setiap sekolah dibagi menjadi dua kelompok intervensi yaitu kelompok pembelajaran aktif dan kelompok pembelajaran pasif. Jenis intervensi keamanan pangan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis intervensi keamanan pangan -
Metode pembelajaran aktif Siswa mencari informasi yang berkaitan dengan topik melalui internet atau media cetak Siswa berdiskusi kelompok sesuai topik Setiap kelompok memberikan presentasi hasil diskusi Kelompok lain memberikan feedback (berupa komentar, saran, pertanyaan) kepada kelompok yang memberikan presentasi
Metode pembelajaran pasif - Fasilitator mempresentasikan dan menjelaskan materi keamanan pangan - Siswa mendengarkan penjelasan fasilitator - Terdapat sesi tanya jawab singkat
Kelompok aktif merupakan kelompok responden yang diberikan intervensi mengenai keamanan pangan sekolah menggunakan metode pembelajaran aktif yang melibatkan kegiatan diskusi dan presentasi kelompok. Kelompok pasif merupakan kelompok responden yang diberikan intervensi mengenai keamanan pangan sekolah menggunakan metode pembelajaran pasif yang diberikan materi oleh fasilitator sementara responden mendengarkan dan memperhatikan. Perbedaan dasar dari kedua metode pembelajaran tersebut yaitu terdapatnya keterlibatan
8
komunikasi teman sebaya pada kegiatan diskusi kelompok yang berada pada kelas aktif sehingga akhirnya tercipta edukasi teman sebaya. Intervensi dilakukan oleh Fasilitator Keamanan Pangan Sekolah (FKPS) Badan POM yang telah dipilih melalui beberapa seleksi oleh Badan POM. Intervensi dilakukan selama 6 minggu selama 90 menit setiap pertemuan dengan selang waktu untuk masing-masing topik selama 1 minggu. Peserta intervensi terdiri dari ± 30 siswa kelas 2 tingkat SMP dan SMA. Topik materi intervensi yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Topik intervensi keamanan pangan Minggu ke I II III IV V VI
Topik
Durasi pertemuan (menit)
Pengenalan keamanan pangan Bahaya pada pangan Penyimpanan dan penyajian pangan yang baik Menjaga kebersihan Membaca label pangan Isu keamanan pangan
90 90 90 90 90 90
Setiap kelompok intervensi mendapatkan pembagian materi yang sama. Materi yang digunakan dalam intervensi yaitu keamanan pangan yang difokuskan untuk siswa sekolah menengah umum bersumber pada panduan dari WHO maupun BPOM yang disajikan dalam bentuk slide PowerPoint, brosur, leaflet, video, dan subwebsite Klub Pompi BPOM yang menjadi referensi dalam pencarian informasi keamanan pangan dalam pelaksanaan kegiatan intervensi keamanan pangan. Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, scoring, entry dan analisis dengan menggunakan SPSS 22.0 for windows. Data pengetahuan keamanan pangan siswa dapat diperoleh dari hasil skor jawaban siswa pada data pretest dan posttest. Skor yang digunakan untuk pengetahuan keamanan pangan adalah 0 (jawaban tidak tepat) dan 1 (jawaban tepat). Selanjutnya masing-masing pertanyaan tentang pengetahuan keamanan pangan dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan perhitungan persentase sederhana dari masing-masing pilihan jawaban berdasarkan tiga daerah sekolah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui topik pertanyaan yang memiliki skor rendah, yang artinya sebagian besar responden menjawab salah/tidak sesuai. Hasil tersebut kemudian dijadikan acuan untuk pelaksanaan kegiatan intervensi keamanan pangan selanjutnya, sehingga topik dengan persentase jawaban benar yang terendah akan lebih ditekankan kepada responden. Selain itu, jawaban responden siswa yang telah diberikan skor dilakukan perhitungan untuk mengetahui skor pengetahuan keamanan pangan siswa sebelum dan setelah intervensi. Jumlah pertanyaan yaitu 20 pertanyaan dengan rentang skor antara 0 sampai 20. Skor pengetahuan dihitung dalam persentase dengan rumus sebagai berikut (Fathonah 2003) : Skor =
skor yang diperoleh skor maksimum
x 100
9
Analisis uji beda dilakukan dengan independent t-test dari aplikasi SPSS 22.0 pada data perubahan skor rata-rata pengetahuan untuk melihat perbedaan pengetahuan antara dua kelompok setelah intervensi dilakukan. Analisis uji beda kenaikan skor rata-rata pada tiga daerah sekolah dengan uji One-Way ANOVA juga dilakukan untuk melihat perbedaan pengetahuan keamanan pangan siswa pada tiga daerah tersebut. Selanjutnya, analisis hasil pengukuran perbedaan pengetahuan keamanan pangan siswa sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok dilakukan dengan menggunakan paired sample t-test dari aplikasi SPSS 22.0. Analisis ini menggunakan hasil data scoring hasil prestest dan posttest siswa. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata dua sampel yang saling berhubungan atau berpasangan. Analisis korelasi juga dilakukan pada penelitian ini dengan melibatkan variabel tingkat sekolah dan pengetahuan keamanan pangan siswa. Analisis korelasi yang tepat untuk variabel tersebut yaitu analisis korelasi Spearman. Korelasi Spearman merupakan analisis korelasi statistika yang tepat untuk jenis data kategorik. Luaran proses analisis berupa koefisien korelasi serta taraf signifikansi. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan kekuatan hubungan variabel yang diuji. Secara umum, semakin tinggi koefisien korelasi maka semakin kuat hubungan tersebut. Tabel interpretasi koefisien kekuatan hubungan antar variabel menurut De Vaus (2002) dapat dilihat pada Tabel 3.
Koefisien 0.00 0.01-0.09 0.10-0.29 0.30-0.49 0.50-0.69 0.70-0.89 > 0.90 a
Tabel 3 Interpretasi koefisien kekuatan hubungana Kekuatan hubungan Tidak ada hubungan Hubungan kurang berarti Hubungan lemah Hubungan moderat Hubungan kuat Hubungan sangat kuat Hubungan mendekati sempurna
Sumber: De Vaus (2016)
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden lebih difokuskan pada edukasi keamanan pangan teman sebaya antar remaja pada penelitian ini yaitu tingkat sekolah. Berdasarkan Wilcock et al. (2004), karakteristik demografi konsumen dalam lingkup keamanan pangan seperti gender, usia, tingkat pendidikan, dan status ekonomi mempengaruhi sikap konsumen terhadap keamanan pangan. Sikap konsumen terhadap keamanan pangan tersebut erat kaitannya dengan pengetahuan keamanan pangannya. Gambaran distribusi karakteristik responden berdasarkan data Program Keamanan Pangan Sekolah (PKPS) dapat dilihat pada Tabel 4.
10
Tabel 4 Data karakteristik responden berdasarkan PKPS 2016a Kelas aktif
Kelas pasif
nb
%b
n
%
N
%
60 52
18.40 15.95
63 59
17.60 16.48
123 111
17.98 16.23
54 63
16.56 19.33
57 61
15.92 17.04
111 124
16.23 18.13
61 36
18.71 11.04
61 57
17.04 15.92
122 93
17.84 13.60
Tingkat sekolah SMP SMA
175 151
53.68 46.32
181 193
50.56 53.91
356 328
52.05 47.95
Total
326
100.00
358
100.00
684
100.00
Karakteristik responden Daerah Depok SMP SMA Daerah Jakarta SMP SMA Daerah Serang SMP SMA
a
Total
Sumber: BPOM (2016).; nb: jumlah responden; %: persentase responden.
Faktor tingkat sekolah dalam penelitian ini tidak dapat diabaikan. Hal tersebut didasarkan pada penelitian Almansour et al. (2016) mengenai pengetahuan kebersihan pangan yang menunjukkan hasil bahwa siswa sekolah tingkat menengah atas memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah tingkat dasar dan siswa sekolah tingkat menengah pertama. Roseman dan Kurzynske (2006) juga menyatakan bahwa tingkat sekolah mempengaruhi pengetahuan keamanan pangan seseorang. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengujian kuesioner dilakukan untuk menentukan validitas dan reliabilitas dari suatu kuesioner yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Hasil uji validitas kuesioner dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji validitas kuesioner Nomor pertanyaan
Signifikansi
Informasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0.523 0.883 0.140 0.212 0.011 0.017 0.014 0.002 0.021
Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Valid Valid Valid Valid Valid
11
Tabel 5 Hasil uji validitas kuesioner (lanjutan) Nomor pertanyaan
Signifikansi
Informasi
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0.209 0.000 0.523 0.398 0.623 0.984 0.005 0.044 0.100 0.030 0.100
Tidak valid Valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Tidak valid Valid Valid Tidak valid Valid Tidak valid
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa hanya 9 dari 20 pertanyaan yang valid. Pertanyaan nomor 5, 6, 7, 8, 9, 11, 16, 17, dan 19 dikatakan valid karena memiliki nilai signifikansi yang kurang dari 0.05. Selain itu, hasil uji reliabilitas juga menunjukkan bahwa kuesioner memiliki nilai koefisien Cronbach’s alpha atau nilai reliabilitas yang rendah yaitu 0.630 atau kurang dari 0.070. Rendahnya nilai validitas dan reliabilitas yang diperoleh disebabkan oleh beberapa pemilihan kata yang tidak sesuai dengan istilah yang digunakan responden dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perbaikan penyusunan kuesioner dilakukan dengan menyesuaikan pilihan kata serta memperbaiki struktur kalimat. Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour) sebagai hasil yang diperoleh setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo 2007). Aspek pengetahuan perlu diperhatikan dalam suatu program edukasi. Keberlanjutan dan pengawasannya dalam program edukasi juga diperlukan untuk mengubah pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi sikap dan mengubah sikap menjadi perilaku (Sanlier dan Konaklioglu 2012). Tabel 6 menyajikan persentase jawaban benar berdasarkan hasil pretest dari tiga daerah sekolah berdasarkan topik keamanan pangan yang diberikan pada saat intervensi. Hasil pretest menunjukkan bahwa rata-rata persentase siswa menjawab benar yang paling tinggi dari semua topik yaitu pada topik isu keamanan pangan sebesar 86.29%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa siswa telah mengetahui dan paham mengenai informasi dan isu keamanan pangan saat ini. Topik mengenai isu keamanan pangan sangat erat kaitannya dengan kasus keracunan pangan pada lembaga pendidikan yang menempati urutan kedua tertinggi yaitu sebesar 27.87% pada kasus keracunan pangan tahun 2015 (BPOM 2015b). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kelompok usia muda memiliki risiko yang tinggi untuk penyakit bawaan pangan (Mullan et al. 2015). Selain itu, topik isu keamanan pangan juga membahas masalah penyalahgunaan bahan berbahaya yang sebagian besar disalahgunakan pada jajanan anak sekolah.
12
Tabel 6 Persentase jawaban benar hasil pretest siswa berdasarkan PKPS 2016a Persentase jawaban benar (%)b Depok
Jakarta
Serang
Rata-rata pretest (%)b
Isu keamanan pangan
88.78
85.43
84.65
86.29
Menjaga kebersihan
86.89
89.36
75.81
84.02
Pengenalan keamanan pangan
84.19
78.87
78.29
80.45
Membaca label pangan
79.77
77.02
74.26
77.02
Bahaya pada pangan
75.32
72.23
72.44
73.33
57.98
53.19
58.29
56.49
78.82
76.02
73.96
76.27
Topik
Penyimpanan dan penyajian pangan yang baik Rata-rata a
b
Sumber: BPOM (2016).; %: persentase jawaban benar.
Selanjutnya topik menjaga kebersihan memiliki persentase jawaban benar sebesar 84.02%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah memiliki dasar pengetahuan kebersihan yang baik. Pengetahuan kebersihan ini meliputi tata cara cuci tangan yang baik dan benar, cara menjaga kebersihan peralatan makan serta lingkungan kantin sekolah. Cara cuci tangan yang benar dan aman yaitu dengan menggunakan sabun, dibilas dengan air bersih dan dikeringkan dengan lap tangan yang bersih. Selain itu, peralatan makan dan dapur seperti talenan, pisau, dan piring yang digunakan untuk pangan berisiko seperti daging dan ikan sebaiknya dicuci menggunakan sabun dan air sebelum digunakan lagi. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi silang dan keracunan pangan (Turnbull-Fortune dan Badrie 2014). Selain itu, siswa menjawab benar sebesar 80.45% pada topik pengenalan keamanan pangan. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian siswa telah mengetahui informasi mengenai topik tersebut, khususnya mengenai keamanan pangan secara umum. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Upaya yang dilakukan yaitu dengan menerapkan lima kunci keamanan pangan dari WHO yaitu menjaga kebersihan, memisahkan pangan matang dan mentah, memasak dengan benar, menjaga pangan pada suhu aman, dan menggunakan air dan bahan baku yang aman (WHO 2006). Persentase jawaban benar pada topik membaca label pangan dan bahaya pada pangan yaitu sebesar 77.02 dan 73.33%. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa telah mengetahui informasi topik tersebut namun perlu diberikan penjelasan yang lebih mendalam agar dapat meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Keterangan yang harus ada pada label pangan yaitu nama produk, daftar
13
bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia, serta tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. Chung et al. (2010) menyatakan bahwa perlu diadakannya program edukasi yang fokus pada peningkatan kesadaran dan penggunaan label pangan pada remaja karena terdapat hubungan positif yang signifikan antara kesadaran dan pemahaman label pangan pada kebiasaan makan seseorang. Seseorang yang terbiasa membaca label pangan memiliki indeks massa tubuh, perilaku pola makan, dan pemahaman informasi nilai gizi yang lebih baik. Aspek bahaya pangan juga tidak lepas dari lingkup keamanan pangan. Berdasarkan pengertian keamanan pangan pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999, BPOM (2012) menguraikan pangan aman sebagai pangan yang bebas dari bahaya biologis, kimia, dan fisik. Bahaya biologis merupakan bahaya yang paling diperhatikan dalam pengolahan pangan karena menyebabkan sebagian besar kasus keracunan pangan. Bahaya biologis sangat berkaitan dengan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme, khususnya bakteri patogen yang menyebabkan penyakit. Selanjutnya bahaya kimia merupakan bahaya pangan yang disebabkan oleh bahan kimia berbahaya baik yang sengaja atau tidak sengaja ditambahkan pada pangan. Bahaya kimia dapat disebabkan oleh cemaran kimia pada pangan seperti pestisida, bahan tambahan pangan berlebih, dan penyalahgunaan bahan yang dilarang seperti boraks, formalin, rhodamin B, serta methanyl yellow. Bahaya fisik disebabkan oleh benda asing yang secara tidak sengaja mengontaminasi pangan atau terjadi secara alami yang dapat membahayakan konsumen karena bentuk, kekerasan, ketajaman maupun ukurannya. Bahaya fisik tersebut seperti rambut, serpihan kayu, kerikil, staples, dan duri ikan. Topik mengenai penyimpanan dan penyajian pangan memiliki persentase jawaban benar yang paling rendah diantara topik lain yaitu sebesar 56.49%. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai topik tersebut khususnya pada informasi mengenai cara menyimpan pangan yang benar dalam kulkas, cara menyajikan pangan yang benar, serta pengertian istilah “daerah berbahaya” dalam keamanan pangan. Oleh karena itu siswa perlu diberikan materi yang lebih mendalam mengenai topik tersebut. Penelitian Naina et al. (2016) juga menunjukkan bahwa masih banyak siswa SMA yang tidak mengetahui cara menyimpan pangan pada suhu yang aman. Pengetahuan topik ini dapat diterapkan siswa dalam menyimpan dan menyajikan pangan dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam menyiapkan bekal makanan untuk dibawa ke sekolah ataupun dalam memilih jajanan yang akan dibeli di kantin sekolah. Menurut WHO (2006) dan BPOM (2015a), penyimpanan dan penyajian pangan yang mudah rusak dan berisiko tinggi seperti daging, ikan, seafood, dilakukan pada suhu di bawah 5 oC atau suhu lebih dari 60 oC. Pangan matang sebaiknya tidak dibiarkan pada suhu ruang lebih dari 2 jam. Hal ini dilakukan untuk menghindari suhu daerah berbahaya (danger zone) yaitu suhu 5-60 oC (Sani dan Siow 2014). Daerah berbahaya merupakan rentang suhu untuk bakteri dan virus dapat tumbuh, berkembang dan mencemari produk pangan berisiko tinggi dengan karakteristik tertentu sehingga dapat menyebabkan penyakit (USDA 2011). Penyimpanan pangan juga dapat dilakukan pada suhu ruang. Penyimpanan suhu ruang digunakan untuk pangan yang tidak membutuhkan pendingin atau freezer seperti pangan kaleng, minyak, tepung, gula, beras, dan sereal. Penyimpanan suhu ruang biasanya berada pada rentang suhu 10-21 oC. Suhu penyimpanan ini hanya
14
berlaku apabila kemasan pangan belum dibuka namun apabila telah terbuka maka perlu disimpan di lemari pendingin (BPOM 2006) (CDE 2000). Pengaruh Intervensi terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum Hasil posttest pengetahuan keamanan pangan siswa diperoleh setelah intervensi selesai dilakukan. Tabel 7 menyajikan persentase jawaban benar berdasarkan hasil posttest dari tiga daerah sekolah berdasarkan topik keamanan pangan yang diberikan pada saat intervensi. Tabel 7 Persentase jawaban benar hasil posttest siswa berdasarkan PKPS 2016a Persentase jawaban benar (%)b Topik Isu keamanan pangan Menjaga kebersihan Pengenalan keamanan pangan Membaca label pangan Bahaya pada pangan Penyimpanan dan penyajian pangan yang baik Rata-rata
Depok Posttest Δc
Jakarta Posttest Δc
Rata-rata (%)b
Serang Posttest Δc
Posttest
Δc
87.07
-1.71
83.83
-1.60
85.93
1.28
85.61
-0.68
88.03
1.14
88.94
-0.42
76.43
0.62
84.47
0.45
85.47
1.28
83.26
4.39
84.65
6.36
84.46
4.01
80.91
1.14
76.60
-0.42
73.49
-0.77
77.00
-0.02
80.98
5.66
75.64
3.41
74.88
2.44
77.17
3.84
68.66
10.68
60.85
7.66
60.47
2.18
63.33
6.84
81.86
3.03
78.19
2.17
78.67
2.41
76.48
2.16
Sumber: BPOM (2016).; b%: persentase jawaban benar; cΔ: perubahan persentase jawaban benar sebelum dan sesudah intervensi
a
Setelah diberikan intervensi dan dilakukan posttest, hasil rata-rata persentase siswa menjawab benar berdasarkan hasil posttest dari tiga daerah menunjukkan peningkatan persentase jawaban benar berada pada seluruh topik kecuali pada topik isu keamanan pangan dan membaca label pangan dengan penurunan sebesar -0.68 dan -0.02%. Penurunan tersebut dapat terjadi karena materi keamanan pangan pada topik tersebut diduga masih belum diajarkan secara jelas kepada siswa sehingga masih terdapat siswa yang belum paham sepenuhnya mengenai materi pada topik tersebut. Apabila data persentase jawaban benar dilihat berdasarkan tiga daerah sekolah, kenaikan rata-rata persentase pada daerah Depok, Jakarta, dan Serang yaitu 3.03, 2.17, dan 2.16%. Hasil peningkatan persentase jawaban benar tersebut didukung dengan hasil analisis uji beda peningkatan skor pengetahuan keamanan pangan siswa pada tiga daerah dengan uji One-Way ANOVA yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan nilai p-value ≥0.05. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan perbaikan konten materi keamanan pangan dan cara penyampaian yang lebih baik oleh para fasilitator.
15
Pengaruh Metode Pembelajaran Intervensi pada Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum Intervensi keamanan pangan dalam penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa sekolah tingkat menengah umum. Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan siswa yaitu metode pembelajaran yang digunakan. Responden dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok perlakuan yaitu kelompok aktif dengan menggunakan pembelajaran aktif dan kelompok pasif dengan pembelajaran pasif. Hasil analisis uji beda metode pembelajaran aktif dan pasif dengan metode independent sample t-test menunjukkan kenaikkan skor pengetahuan siswa pada pembelajaran aktif sebesar 2.18% dan pada pembelajaran pasif sebesar 2.54%. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak memberikan perbedaan peningkatan skor rata-rata pengetahuan siswa yang signifikan antara metode pembelajaran aktif dan pasif dengan nilai signifikansi sebesar 0.735 (P≥0.05). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran aktif belum efektif dalam meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa jika dibandingkan dengan metode pembelajaran pasif. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Wang et al. (2015) yang menunjukkan bahwa metode edukasi yang melibatkan aktivitas teman sebaya seperti diskusi dan presentasi kelompok lebih efektif dalam mengembangkan pengetahuan remaja dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan aktivitas tersebut. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan oleh intervensi metode pembelajaran aktif yang belum terlaksana secara efisien. Terdapat sebagian besar siswa yang belum mencari bahan diskusi yang seharusnya mereka cari terlebih dahulu sebelum intervensi dimulai sehingga fasilitator harus memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai topik yang akan didiskusikan. Selain itu, terdapat beberapa siswa yang belum terbiasa dengan kegiatan diskusi kelompok. Sebagian kecil siswa ada yang tidak dapat berkerjasama dalam kegiatan kelompok tersebut sehingga siswa tersebut cenderung tidak membagi suatu informasi yang didapatkan kepada anggota kelompoknya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pembelajaran aktif yang seharusnya melibatkan peran serta keaktifan siswa dan pada akhirnya siswa pada kelompok aktif cenderung pasif dalam mengikuti aktivitas pembelajaran sehingga tidak terdapat perbedaan karakteristik pembelajaran dengan metode pembelajaran pasif. Berdasarkan hal tersebut, pembagian kelompok perlu diserahkan pada siswa sehingga siswa lebih nyaman bekerja sama, lebih terbuka dalam mengemukakan pendapat, dan saling bertukar informasi dengan teman kelompoknya. Hasil analisis data pengetahuan keamanan pangan siswa sebelum dan sesudah intervensi disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis paired sample t-test berdasarkan sebaran rata-rata skor pengetahuan pada Tabel 8 menunjukkan kelompok dengan intervensi metode pembelajaran aktif memberikan hasil peningkatan skor yang tidak signifikan pada tingkat SMP dan SMA jurusan IPS (P≥0.05). Pembelajaran aktif hanya memberikan peningkatan yang signifikan pada tingkat SMA jurusan IPA (P≤0.05). Sementara untuk kelompok dengan intervensi metode pembelajaran pasif memberikan hasil peningkatan skor yang signifikan (P≤0.05) pada tingkat SMP dan SMA jurusan IPA. Metode pembelajaran aktif maupun pasif tidak memberikan hasil beda signifikan (P≥0.05) pada kenaikan rata-rata skor pengetahuan tingkat SMA jurusan IPS.
16
Tabel 8 Pengetahuan keamanan pangan siswa berdasarkan PKPS 2016a Rata-rata skor (%) Sebelum
Sesudah
Perubahan (%)
Kelompok aktif
76.78 ± 11.99
78.96 ± 11.67
2.18
0.005c
Kelompok pasif
76.56 ± 11.85
79.11 ± 11.84
2.54
0.001c
77.37 ± 11.67 75.59 ± 12.54 76.74 ± 12.17
78.57 ± 12.03 79.06 ± 11.03 79.85 ± 11.63
1.20 3.47 3.11
0.240 0.026c 0.093
75.77 ± 10.84 82.16 ± 10.77 74.45 ± 13.09
78.40 ± 11.00 85.30 ± 11.80 76.50 ± 12.03
2.62 3.13 2.04
0.007c 0.035c 0.213
Kelompok
Kelompok aktif Tingkat SMP Tingkat SMA-IPA Tingkat SMA-IPS Kelompok pasif Tingkat SMP Tingkat SMA-IPA Tingkat SMA-IPS a
P-value b
Sumber: BPOM (2016); buji t berpasangan (paired sample t-test); chasil berbeda signifikan (P≤0.05)
Perbedaan jurusan pada tingkat SMA dapat mempengaruhi hasil tersebut. Siswa SMA jurusan IPA menunjukkan hasil peningkatan yang signifikan karena telah memiliki dasar pengetahuan keamanan pangan yang lebih dalam lewat mata pelajaran pengetahuan alam khususnya biologi dan kimia, dibandingkan dengan siswa SMA jurusan IPS. Hasil yang sama juga diperoleh apabila dibandingkan dengan siswa SMP. Hasil yang tidak signifikan pada kenaikan skor pengetahuan siswa SMP disebabkan oleh siswa SMP yang masih dalam tahap belajar dibandingkan dengan siswa SMA jurusan IPA yang telah mempelajari materi IPA secara lebih mendalam. Berdasarkan hal tersebut, siswa SMA jurusan IPA lebih mudah mencari dan memahami informasi keamanan pangan yang diperoleh pada metode pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif dan pasif belum dapat menghasilkan peningkatan skor pengetahuan keamanan pangan siswa SMA jurusan IPS sehingga perlu dilakukan kombinasi metode pembelajaran agar lebih meningkatkan skor pengetahuan siswa. Apabila hasil analisis pada Tabel 8 dilihat secara keseluruhan, hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa peningkatan skor rata-rata pengetahuan terjadi pada metode pembelajaran aktif dan pasif setelah intervensi dengan peningkatan sebesar 2.18% untuk kelompok aktif dan 2.54% untuk kelompok pasif. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji statistik dengan metode paired sample t-test secara keseluruhan yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pengetahuan sebelum intervensi dengan skor rata-rata pengetahuan setelah intervensi pada metode pembelajaran aktif maupun pasif (P≤0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran aktif maupun pasif tetap mampu meningkatkan rata-rata skor pengetahuan keamanan pangan siswa sekolah tingkat menengah umum. Hasil ini didukung dengan penelitian Wang et al. (2015) yang menunjukkan hasil peningkatan tingkat pengetahuan pada remaja setelah diberikan intervensi edukasi dengan melibatkan kegiatan edukasi teman sebaya. Intervensi edukasi untuk remaja yang melibatkan kegiatan interaksi teman sebaya dan peran aktif
17
remaja seperti mencari informasi suatu topik, mendiskusikan topik tersebut, dan mempresentasikannya dapat meningkatkan pengetahuan remaja. Remaja juga mulai memahami pentingnya keinginan untuk diterima di kelompok teman sebayanya sehingga tidak heran apabila mereka lebih sering mendengarkan dan mempercayai informasi yang didapat dari kelompok sebayanya (LaFontana et al. 2010). Oleh karena itu, metode pembelajaran pada edukasi keamanan pangan untuk siswa sekolah menengah cenderung melibatkan interaksi teman sebaya (peer teaching) (Byrd-Bredbenner et al. 2010). Selain itu, metode pembelajaran pasif masih memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Fink (2003) yang menyatakan bahwa pembelajaran pasif penting dalam proses pembelajaran sehingga perannya tidak boleh diremehkan. Sebagian besar bentuk edukasi kesehatan dan edukasi gizi masih sering dilakukan secara konvensional yaitu dengan menggunakan metode ceramah karena menjadi dasar dari semua metode pembelajaran lainnya dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan gizi anak sekolah. Berdasarkan hal tersebut, metode pembelajaran pasif keamanan pangan yang memiliki kesamaan dengan metode ceramah pada edukasi gizi masih digunakan sampai saat ini karena memberikan cara yang mudah dan tepat dalam memberikan pengetahuan dan mengenalkan suatu prinsip dasar dalam kelas besar. Pembelajaran pasif lebih sering digunakan pada aktivitas belajar mengajar di sekolah karena alasan jumlah siswa dalam setiap kelas relatif banyak dan adanya keterbatasan waktu dalam pelaksanaan suatu pembelajaran. Korelasi Tingkat Sekolah terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Pengetahuan keamanan pangan selain dipengaruhi oleh perbedaan metode intervensi yang dilakukan juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik demografi responden. Menurut Roseman dan Kurzynske (2006), faktor-faktor seperti usia, gender dan tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan perilaku keamanan pangan. Pengetahuan keamanan pangan berkaitan dengan faktor pendidikan dan sosial demografi seiring dengan meningkatnya tingkat pengetahuan keamanan pangan dan umur seseorang (Norazmir et al. 2012). Berdasarkan hal tersebut, karakteristik responden seperti tingkat pendidikan perlu untuk dievaluasi. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0.05 (p=0.094) dengan nilai korelasi 0.064 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi antara tingkat sekolah dengan pengetahuan keamanan pangan siswa. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat sekolah tidak menjamin pengetahuan mengenai keamanan pangan siswa yang lebih tinggi. Materi keamanan pangan yang diberikan saat intervensi juga dapat dimengerti oleh seluruh siswa dengan baik terlepas dari faktor perbedaan tingkat sekolah sehingga materi yang digunakan pada program keamanan pangan dapat diterapkan di SMP maupun SMA. Hasil tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Roseman dan Kurzynske (2006) serta Norazmir et al. (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan atau sekolah mempengaruhi pengetahuan keamanan pangan. Ketidaksesuaian hasil dengan literatur tersebut disebabkan sebagian siswa pernah memperoleh informasi keamanan pangan di luar lingkungan sekolah seperti keluarga atau media informasi cetak maupun digital. Sekolah perlu memberikan perhatian lebih pada edukasi
18
keamanan pangan untuk siswa dalam rangka membentuk agen perubahan untuk membantu pelaksanaan program keamanan pangan sekolah dengan baik. Edukasi yang melibatkan teman sebaya pada remaja dapat meningkatkan pengetahuan setiap individu dan mendorong untuk melakukan perubahan perilaku positif (Abdi dan Simbar 2013). Agen perubahan yang terdiri dari siswa remaja tersebut diharapkan menjadi panutan untuk teman-teman sebayanya agar memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku keamanan pangan yang baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian pada siswa sekolah tingkat menengah umum di daerah Depok, Jakarta, dan Serang menunjukkan bahwa intervensi metode pembelajaran aktif dan pasif yang dianalisis dengan uji beda independent sample t-test memberikan hasil analisis tidak berbeda nyata terhadap peningkatan skor rata-rata pengetahuan siswa. Berdasarkan hasil tersebut, pembelajaran aktif dan pasif memberikan hasil peningkatan skor pengetahuan siswa yang sama sehingga metode pembelajaran aktif belum efektif dalam meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa. Hasil analisis pengaruh intervensi keamanan pangan metode pembelajaran aktif dan pasif dengan paired sample t-test berdasarkan sebaran skor rata-rata pengetahuan, pembelajaran aktif hanya memberikan hasil beda signifikan (p≤0.05) pada tingkat SMA jurusan IPA. Pembelajaran pasif menunjukkan hasil beda signifikan di tingkat SMP dan SMA jurusan IPA. Pembelajaran aktif dan pasif belum dapat menghasilkan peningkatan signifikan skor pengetahuan keamanan pangan pada siswa SMA jurusan IPS. Apabila hasil analisis tersebut dilihat secara keseluruhan, hasil analisis menunjukkan peningkatan skor rata-rata pengetahuan pangan antara sebelum dan sesudah intervensi pada pembelajaran aktif maupun pasif. Selain itu, analisis korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat sekolah dengan pengetahuan keamanan pangan siswa. Berdasarkan hasil tersebut, berarti semakin tinggi tingkat sekolah tidak menjamin bahwa pengetahuan mengenai keamanan pangan siswa lebih tinggi. Saran Penelitian ini merupakan tahap awal penerapan program keamanan pangan sekolah pada sekolah tingkat menengah yaitu dilakukan pada skala pilot project. Berdasarkan hal tersebut perlu diadakan evaluasi dan penelitian lanjutan mengenai perbaikan pemilihan sampel sekolah dan metode pembelajaran lain yang diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan keamanan pangan siswa secara signifikan baik pada siswa SMP maupun siswa SMA. Metode pembelajaran lain yang akan dipilih untuk penelitian lanjutan sebaiknya metode yang cenderung diminati remaja sehingga mereka dapat tertarik, paham, dan ingat dengan materi keamanan pangan yang disampaikan. Metode tersebut seperti permainan, role-play, praktik analisis laboratorium sederhana atau gabungan dari beberapa metode tersebut.
19
DAFTAR PUSTAKA Abdi F, Simbar F. 2013. The peer education approach in adolescents- narrative review article. Iranian Journal of Public Health 42(11): 1200-1206. Almansour M, Sami W, Al-Rashedy OS, Alsaab RS, Alfayez AS, Almarri NR. 2016. Knowledge, attitude, and practice (KAP) of food hygiene among schools students in Majmaah city, Saudi Arabia. Journal of Pakistan Medical Association 66(4): 442-446. Batubara JRL. 2010. Perkembangan remaja. Sari Pediatri 12(1): 21-29. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Penyuluhan Keamanan Pangan untuk Konsumen Swalayan. Jakarta (ID): BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Food Watch: Sistem Keamanan Pangan Terpadu Pangan Jajanan Anak Sekolah. Jakarta (ID): BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Lima Kunci Keamanan Pangan untuk Anak Sekolah. Jakarta (ID): BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Laporan Tahunan 2014 Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta (ID): BPOM RI [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015a. Leaflet lima kunci untuk keamanan pangan [Internet]. [diunduh 2016 Nov 13]. Tersedia pada: http://klubpompi.pom.go.id/id/perpustakaan/leaflet/item/86-leaflet-5kunci-untuk-keamanan-pangan. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015b. Laporan Tahunan 2015 Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta (ID): BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015c. Panduan Aktifitas Keamanan Pangan Berbasis Masyarakat (Community-Based) di Komunitas Sekolah Tingkat Menengah. Jakarta (ID): SPKP-BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2016. Program Keamanan Pangan Sekolah. Jakarta (ID): BPOM RI. Byrd-Bredbenner C, Abbot JM, Quick V. 2010. Food safety knowledge and beliefs of middle school children: implications for food safety educators. Journal of Food Science Education 9(1): 19-30. [CDE] California Department of Education. 2000. Proper storage temperature for USDA commodities [Internet]. [diunduh 2017 Januari 20]. Tersedia pada: http://www.cde.ca.gov/ls/nu/fd/mb00404.asp. Chung EJ, Jeon JS, Ahn HS. 2010. Reading and understanding of food & nutrition labels and dietary behaviours of female middle and high school students. Journal of The Korean Dietetic Accociation 16(3): 239-254. Dale E. 1969. Audio-Visual Methods in Teaching 3rd Edition. Albany, New York (US): International Thomson Publishing. De Vaus DA. 2002. Survey in Social Research 5th Edition. Crows Nest (AU): Allen & Unwin. Fathonah S. 2003. Dampak intervensi pelatihan keamanan pangan terhadap pengetahuan, sikap dan praktik keamanan pangan produsen dan keamanan produk mie basah di Semarang [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
20
Fink LD. 2003. Creating Significant Learning Experiences. San Francisco (US): Jossey-Bass. Francis M, Gold J. 2012. Achieving Your Award in Education and Training: Practical Guide to Successful Teaching in the Further Education and Skills Sector. London (UK): Sage. Jaccard J, Blanton H, Dodge T. 2005. Peer influences on risk behavior: an analysis of the eff ects of a close friend. Developmental Psychology 41(1): 135– 147. Kim EJ, Pai AJ, Kang NE, Kim WK, Kim YS, Moon HK, Ha AW. 2012. The effects of food safety education on adolescents' hand hygiene behavior: an analysis of stages of change. Nutrition Research and Practice 6(2): 169174. Kotler. P. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta (ID): Salemba 4. LaFontana KM. Cillessen AHN. Developmental changes in the priority of perceived status in childhood and adolescene. Social Development 19(1): 130-147. Michael N, Cater III JJ, Varela O. 2009. Active versus passive teaching styles: an empirical study of student learning outcomes. Human Resource Development Quarterly 20(4): 397-418. Muliyani Y. 2012. Hubungan antara promosi keamanan pangan dengan sikap memilih pangan jajanan anak sekolah yang aman [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Mullan BA, Wong C, Todd J, Davis E, Kothe EJ. 2015. Food safety knowledge in adolescents and young adults. British Food Journal 117(1): 50-61. Naina HSBA, Kuswardinah I, Dewi S. 2016. Knowledge, attitude, and practice on food safety among senior high school students in Jatinangor from august−november 2013. Althea Mediacal Journal 3(2): 206-211. Norazmir MN, Hasyimah MA Noor, Shafrah AS, Sabariah BS, Ajau D, Norazlanshah H. 2012. Knowledge and practices on food safety among secondary school students in Johor Bahru, Johor, Malaysia. Pakistan Journal of Nutrition 11(2): 110-115. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Roseman M, Kurzynske J. 2006. Food safety perceptions and behaviours of Kentucky consumers. Journal of Food Protection 69:1412-1421. Safitri CH, Wilujeng CS, Handayani D. 2014. Perbedaan metode team game tournament dan ceramah terhadap peningkatan pengetahuan pemilihan jajanan sehat. Indonesian Journal of Human Nutrition 1(2): 89-102.
21
Sani NA, Siow ON. 2014. Knowledge, attitudes and practices of food handlers on food safety in food service operations at the Universiti Kebangsaan Malaysia. Food Control 37: 210-217. Sanlier N, Konaklioglu E. 2012. Food safety knowledge, attitude, and food handling practices of students. British Food Journal. 114(4): 469-480. Simons-Morton BG, Farhat T. 2010. Recents findings on peer group influences on adolescent smoking. The Journal of Primay Prevention 31(4): 191-208. Steinberg L, Monahan KC. 2007. Age differences in resistance in peer influence. Developmental Phychology 43(6): 1531-1543. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung (ID): Alfabeta. Turnbull-Fortune S, Badrie N. 2014. Practice, behavior, knowledge and awareness of food safety among secondary & tertiary level students in Trinidad, West Indies. Food and N6utrition Sciences 5(15): 1463-1481. [UNICEF] United Nations Children's Fund. 2012. Peer education [Internet]. [diunduh 2016 Sept 27]. Tersedia pada: http://www.unicef.org/lifeskills/index_12078.html. [USDA] United States Department of Agriculture Food Safety and Inspection Service. 2011. Food safety information : “Danger Zone” (40oF - 140oF) [Internet]. [diunduh 2016 Nov 13]. Tersedia pada: http://www.fsis.usda.gov/shared/PDF/Danger_Zone.pdf. [WHO] World Health Organization. 2006. Five Keys of Safer Food Manual. Geneva (SW): Department of food safety, zoonoses and foodborne disease World Health Organization. Wang D, Stewart D, Chang C, Shi Y. 2015. Effect of a school-based nutrition education program on adolescents nutrition-related knowledge, attitudes and behaviour in rural areas of China. Environmental Health and Preventive Medicine 20(4): 271-278. Wilcock A, Maria P, Joseph K, May A. 2004. Consumer attitudes, knowledge, and behaviour: a review of food safety issuses. Trends in Food Safety & Technology 15: 56-66.
22
RIWAYAT PENULIS
Penulis bernama lengkap Rahmawati, dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada 13 November 1994. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan bapak Sukinto dan ibu Muyasaroh. Penulis mengenyam pendidikan di MI Muhammadiyah Karanganyar (2001-2007), SMP Negeri 1 Karanganyar (2007-2010), SMA Negeri 1 Surakarta (2010-2012). Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi antara lain sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Pertanian selama dua periode kepengurusan pada tahun 2014 dan 2015, anggota Klub Jurnalistik Fateta pada tahun 2014-2015, layouter Majalah Pangan Emulsi IPB pada tahun 2014, dan anggota pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Solo pada tahun 2012-2014. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan antara lain sebagai anggota panitia Red Agritech Festival pada tahun 2013, anggota panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) pada tahun 2013, bendahara kegiatan Masa Perkenalan Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2014, anggota panitia Masa Perkenalan Departemen ITP, anggota panitia The 3rd AUCFA Conference and Workshop and The 1st AUCFA Student Seminar and Competition pada tahun 2014. Selama kuliah penulis berkesempatan mendapatkan Beasiswa Yayasan Goodwill International tahun 2015-2016. Sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan magang penelitian di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, BPOM RI dengan judul skripsi “Pengaruh Metode Pembelajaran Aktif dan Pasif Terhadap Pengetahuan Keamanan Pangan Siswa Sekolah Tingkat Menengah Umum” dibimbing oleh Prof. Dr. Winiati P. Rahayu dan Yanti Ratnasari, SP. MP.