PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATATANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN TEKNIK DASAR BOLAVOLI (Studi Eksperimen Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bola Voli Baja 78 Bantul Yogyakarta)
TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan
Oleh : Tri Saptono A.120908036
PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Olahraga bersifat universal karena olahraga dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, latar belakang pendidikan, status ekonomi maupun gender. Begitu besar peran olahraga terhadap kehidupan manusia, sehingga olahraga dapat dijadikan sebagai sarana atau media untuk berekreasi, mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan bahkan sebagai sarana untuk mencapai prestasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga telah banyak memberikan sumbangannya untuk kebahagiaan umat manusia. Ini berarti olahraga sebagai aktivitas fisik dapat memberikan kepuasan kepada para pelakunya. Bolavoli sebagai aktivitas jasmani merupakan salah satu cabang olahraga yang populer dan berkembang pesat di Indonesia. Banyak orang melakukan olahraga bolavoli dengan berbagai macam tujuan, diantaranya untuk rekreasi dan hiburan, menjaga kebugaran dan kesehatan sampai untuk tujuan olahraga prestasi. Sebagai cabang olahraga prestasi, bolavoli termasuk olahraga kompetitif yang memerlukan gerakan eksplosif, banyak gerakan berlari, meloncat untuk smes, refleks, kecepatan merubah arah dan juga membutuhkan koordinasi mata-tangan yang baik. Untuk tujuan prestasi di Indonesia masih jauh dari harapan, hal ini dikarenakan dalam proses latihan masih banyak pelatih yang cenderung
menggunakan metode tradisional. Masih banyak pelatih dalam melakukan latihan baik fisik maupun teknik belum diterapkan perbedaan perlakuan antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah, kemampuan fisik tinggi dan rendah serta belum diterapkan pendekatan metode ilmiah sehingga hasil dalam latihan belum maksimal. Pelatih bolavoli yang melatih sering mempergunakan pendekatan atau metode tradisional yang paling disenangi pelatih dalam palaksanaan proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli. Proses latihan secara tradisional sering mengabaikan tugas-tugas latihan dan tidak sesuai dengan taraf perkembangan pemain (Cholik, 2002:18). Penerapan metode latihan yang tepat dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli juga akan memberikan peluang bagi pelatih dalam memanfaatkan fasilitas yang tersedia secara maksimal sehingga tidak ada alasan bagi pelatih bolavoli karena terhambatnya proses latihan bolavoli dan faktor kurang memadainya fasilitas bolavoli yang tersedia pada klub bolavoli. Pemilihan dan penerapan metode dalam latihan keterampilan teknik dasar bolavoli untuk atlet pemula putra klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta, agar metode yang diterapkan mampu meningkatkan hasil latihan atlet dalam penguasaan keterampilan teknik dasar bolavoli, maka pada penelitian ini akan dicobakan dua macam metode yang diterapkan dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli yakni latihan plaiometrik dan berbeban. Tuntutan terhadap metode latihan yang efektif dan efisien didorong oleh kenyataan atau gejala-gejala yang timbul dalam pelatihan. Beberapa alasan tentang pentingnya kebutuhan metode latihan yang efisien menurut Rusli
(1988:26) adalah ”1) efisiensi akan menghemat waktu, energi atau biaya, 2) metode efisien akan memungkinkan para atlet atau atlet untuk menguasai tingkat keterampilan yang lebih tinggi”. Latihan berbeban adalah suatu latihan yang menggunakan beban, baik latihan secara isometrik, secara isotonik maupun secara isokinetik. Latihan ini dilakukan dengan menggunakan beban berupa alat maupun berat badan atlet. Latihan berbeban adalah suatu cara menerapkan prosedur tertentu secara sistematis pada berbagai otot tubuh. Pada program latihan berbeban ini dalam pelaksanaannya menggunakan alat-alat berupa barbell atau beban yang telah dikombinasikan menjadi alat khusus untuk latihan berbeban (weight training). Latihan pliometrik merupakan suatu metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesegaran biomotorik atlet, termasuk kekuatan dan kecepatan yang memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power. Pola gerakan dalam latihan pliometrik sebagian besar mengikuti konsep “power chain” (rantai power) dan sebagian besar latihan, khusus melibatkan otot-otot anggota gerak bawah, karena gerakan kelompok otot ini secara nyata merupakan pusat power. Pada prinsipnya latihan pliometrik didasarkan pada prinsip pra peregangan otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon atau penyerapan kejutan dari ketegangan yang dilakukan otot sewaktu bekerja. Sebagai metode latihan fisik, latihan pliometrik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok latihan, yaitu 1) Latihan untuk anggota gerak bawah, 2) Latihan untuk batang tubuh, dan 3) Latihan untuk anggota gerak atas. Beberapa bentuk latihan pliometrik yang
dapat digunakan untuk meningkatkan daya ledak anggota gerak bawah adalah “bounds, hops, jumps, leaps, skips, ricochets, jumping-in place. Standing jumps, multiple hop and jump, box drills, bounding dan dept jump” (Radcliffe & Farentinos: 1985). Agar metode latihan yang akan diterapkan dapat dirancang dengan baik, terlebih dahulu ditelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan teknik dasar bolavoli. Untuk peningkatan prestasi olahraga bolavoli khususnya di klub bolavoli Baja 78 Bantul diperlukan latihan yang intensif. Pembinaannya meliputi faktor fisik, teknik, taktik dan mental. Selama ini pada latihan yang diberikan lebih menekankan pada faktor teknik. Sedangkan kondisi fisik belum dibina secara maksimal, hal ini bisa disebabkan bahwa faktor fisik dianggap telah terwakili pada saat latihan sehingga kondisi fisik secara otomatis meningkat. Anggapan tersebut kurang benar, karena bolavoli memerlukan unsur kondisi fisik tersendiri sehingga membutuhkan pembinaan fisik yang lebih tepat. Unsur kondisi fisik yang diperlukan pada bolavoli antara lain, power, kekuatan, kecepatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi, fleksibilitas. Dalam bolavoli ada beberapa latihan teknik dasar yang harus dikuasai diantaranya: teknik memukul bola, teknik penguasaan kerja lengan. Menurut Sudjarwo (1995:43) bahwa ”teknik dasar adalah penguasaan teknik tingkat awal yang terdiri dari gerakan dasar dari proses gerak bersifat sederhana dan mudah dilakukan”. Latihan teknik ini diberikan setelah pemberian latihan fisik. Sesuai dengan sistem energi yang dibutuhkan dalam bolavoli unsur yang dominan adalah koordinasi mata-tangan.
Keberhasilan dalam keterampilan teknik dasar bolavoli adalah faktor pemain. Perbedaan kemampuan terutama terjadi karena kualitas fisik yang berbeda (Sugiyanto, 1997:353). Senada dengan hal tersebut Rusli (1988:332) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli adalah: (1) kondisi internal; dan (2) kondisi eksternal. Kondisi internal mencakup faktor-faktor yang terdapat pada individu, atau atribut lain yang membedakan pemain satu dengan pemain yang lainnya. Salah satu faktor kondisi internal adalah kemampuan fisik. Kemampuan fisik berhubungan dengan koordinasi mata-tangan yang mempengaruhi penampilan pemain baik dalam latihan gerakan-gerakan keterampilan maupun dalam pertandingan. Dengan demikian dapat dikatakan koordinasi mata-tangan yang baik adalah suatu persyaratan dalam usaha pencapaian prestasi maksimal bagi pemain dalam latihan keterampilan teknik dasar bolavoli. Perbedaan koordinasi mata-tangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu koordinasi mata-tangan tinggi dan koordinasi matatangan rendah. Perbedaan koordinasi mata-tangan yang ada pada diri pemain harus menjadi pertimbangan sebagai suatu faktor yang menentukan dalam keterampilan teknik dasar bolavoli. Perbedaan pemain dalam hal koordinasi matatangan akan menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam menentukan metode latihan yang sesuai dengan karakter dari masing-masing pemain sehingga bisa mencapai hasil latihan yang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Metode Latihan dan Koordinasi Mata-Tangan Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli (Studi Eksperimen
Latihan Plaiometrik dan Berbeban pada Atlet Pemula Putra Klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta)”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Penggunaan metode latihan yang digunakan untuk meningkatkan kondisi fisik atlet belum maksimal. 2. Latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli mempunyai banyak variasi. 3. Latihan yang digunakan pelatih, dan pengajar dalam peningkatan kondisi fisik atlet disesuaikan dengan sistem energi yang diperlukan dalam permainan. 4. Pengaruh metode latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli belum diketahui. 5. Komponen koordinasi mata-tangan dapat mempengaruhi peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan tidak meluas, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, maka permasalahan perlu dibatasi. Pembatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
2. Keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. 3. Interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka perlu dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli? 2. Adakah perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah? 3. Adakah pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli?
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui: 1. Perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. 2. Perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. 3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai kegunaan bagi pelatih, pembina maupun guru olahraga yaitu sebagai berikut: 1. Memberikan tambahan wawasan dalam memilih dan mengembangkan metode latihan disesuaikan tingkat kondisi fisik atlet. 2. Meningkatkan kondisi fisik dengan memilih dan menggabungkan metode latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli. 3. Koordinasi mata-tangan dapat dijadikan acuan untuk memilih metode latihan yang sesuai sehingga dalam menyusun program latihan akan lebih efektif dan efisien.
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori 1. Metode Latihan Kemampuan berprestasi dalam olahraga adalah perpaduan dari sekian banyak kemampuan yang turut menentukan prestasi, yang dibangun dalam proses latihan yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Banyak pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian atau definisi dari latihan. Berkaitan dengan proses dan jangka waktu latihan Nossek (1982:10) menyatakan bahwa “latihan adalah suatu proses atau dinyatakan dengan kata lain, periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi”. Sedangkan Harsono (1988: 101) mengemukakan bahwa “latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban atau pekerjaannya”. Pendapat senada dikemukakan oleh Bompa (1990:2) yang menyatakan bahwa “latihan merupakan aktivitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”. Tidak jauh berbeda seperti dalam berbagai kegiatan manusia, latihan pun harus direncanakan dan diorganisir dengan baik agar dapat mencapai prestasi yang merupakan sasaran dari latihan. Seperti yang dikemukakan oleh Suharno
(1993:7)
yang
mendefinisikan
bahwa
“latihan
adalah
suatu
proses
penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban fisik, teknik dan taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya”. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, secara garis besar terdapat beberapa kesamaan yang dapat dikemukakan mengenai pengertian latihan bahwa latihan merupakan: a. Suatu proses b. Dilakukan secara sistematis c. Berulang-ulang d. Dilaksanakan secara kontinyu dan berkelanjutan e. Ada peningkatan beban latihan f. Dalam jangka waktu yang lama Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses kerja yang diorganisir dan direncanakan secara sistematis, dilakukan secara berulang-ulang dan berkelanjutan serta adanya unsur peningkatan beban secara bertahap. Latihan dilakukan secara sistematis maksudnya adalah latihan dilaksanakan secara terencana, menurut jadual, menurut pola dan sistem tertentu, dari yang mudah ke yang sukar dan dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Latihan mengandung
unsur
pengulangan,
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan tubuh (fisik) dalam melakukan kerja. Disamping itu latihan dapat pula ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dalam gerakan, agar gerakan-
gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah dan otomatis dalam pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi. Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara menyeluruh yang penekanannya adalah terhadap peningkatan kemampuan fisik dalam melakukan kerja. “Pengembangan kondisi fisik dari hasil latihan tergantung pada tipe beban yang diberikan serta tergantung dari kekhususan latihan” (Fox, Bowers & Foss, 1988:358). Oleh karena itu perlu dipahami prinsip-prinsip dasar latihan yang akan dijadikan pedoman. Dengan latihan fisik yang terencana, sistematis dan kontinyu dengan pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap tingkat kesegaran jasmani ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga dapat menunjang penampilan atlet dalam berolahraga. a. Tujuan Latihan Untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya, maka usaha pembinaan atlet harus dilakukan dengan menyusun strategi dan perencanaan yang rasional. Para atlet perlu dibekali pengetahuan yang berhubungan dengan olahraga yang dipilihnya. Untuk itu kerja sama antara pelatih dan atlet sangat diperlukan. Melalui latihan fisik atlet mempersiapkan diri untuk tujuan tertentu. Tujuan latihan fisik yang utama dalam olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotornya ke standar yang paling tinggi, atau dalam arti fisiologisnya, atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan
sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraganya. Keberhasilan dalam penampilan olahraga tidak hanya ditentukan oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan juga ditentukan oleh pencapaian pada domain psikomotor, kognitif dan afektif. Oleh karena keempat domain ini dalam kenyataannya merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan, maka dalam peningkatannya harus dikembangkan secara bersamaan atau simultan. Dengan demikian secara terinci tujuan latihan menurut Haree (1982:8) adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan kepribadian. 2. Kondisioning dengan sasaran utama untuk meningkatkan power, kecepatan dan daya tahan. 3. Meningkatkan teknik dan koordinasi gerak. 4. Meningkatkan taktik, serta 5. Meningkatkan mental. b. Prinsip-Prinsip Latihan Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan yang sistematis, intensif dan teratur, seperti yang dikemukakan Nossek (1982:10) bahwa “latihan yang sistematis adalah dilakukan secara teratur, latihan tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu, tergantung pada standar atlet dan periode latihan”. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan
merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik. Dari pendapat tersebut di atas jelas bahwa prinsip latihan merupakan landasan ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam melakukan dan mencapai tujuan latihan. Prinsip-prinsip tersebut adalah 1) prinsip overload, 2) prinsip penggunaan beban secara progresif, 3) prinsip pengaturan latihan dan 4) prinsip kekhususan program latihan. Latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan jika dilaksanakan dengan berdasarkan pada prisnip-prinsip latihan yang benar. 1) Prinsip Beban Lebih (Overload Principle) Latihan olahraga pada prinsipnya adalah memberikan tekanan (stress) pada tubuh yang akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kapasitas kemampuan kerja dan mengembangkan system serta fungsi organ ketingkat standart nilai yang lebih tinggi. Prinsip beban lebih merupakan dasar dalam latihan. Beban latihan yang diberikan harus di atas ambang rangsang latihan. Jika latihan tidak ditingkatkan meskipun latihan dilakukan dengan rutin, prestasi tidak akan meningkat. Berkaitan dengan beban lebih ini, Harsono (1988:50) mengemukakan bahwa “perkembangan otot hanyalah mungkin apabila otot-otot tersebut dibebani dengan tahanan yang kian bertambah berat”. Jika beban terlalu ringan atau tidak ditambah atau tidak diberi (overload), maka berapa lamapun kita berlatih, betapa sering pun kita berlatih atau sampai bagaimanapun
capeknya kita mengulang-ulang latihan tersebut, peningkatan prestasi tidak mungkin tercapai” (Harsono, 1988:103). Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan seseorang, beban yang diberikan dalam latihan harus lebih berat dari beban sebelumnya. Oleh karena itu prinsip latihan ini harus benar-benar diterapkan dalam pelaksanaan latihan. Jonath & Krempel (1987:29) menjelaskan bahwa “peningkatan prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan”. Pembebanan yang lebih berat dapat merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan kemampuan otot atau tubuh. Satu hal yang harus diingat bahwa beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu berat atau berlebihan. Hal ini justru akan berakibat tidak baik terhadap hasil latihan. Jika beban latihan yang diberikan terlalu berat dan berlebihan, bukan kemampuan fisik yang meningkat justru sebaliknya kemungkinan akan terjadi cedera dan penurunan kemampuan kondisi fisik. Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh
akan
meningkat.
Kemampuan
tubuh
yang
meningkat
dimungkinkan akan mampu mencapai prestasi yang lebih baik.
2) Prinsip Penggunaan Beban Secara Progresif. Peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Dengan pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya, maka otot akan mengalami adaptasi fisiologis dimana akan terjadi proses peningkatan kekuatan otot. Jika proses adaptasi ini telah dicapai, maka kerja otot yang tadinya melebihi beban kemampuannya akan tidak lagi terjadi. Penambahan beban latihan tidak boleh tergesa-gesa dan berlebihan, sehingga peningkatan beban latihan harus tepat dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta dtingkatkan setahap demi setahap. Penambahan beban yang meningkat tersebut dapat diberikan dengan menambah jumlah berat beban yang diberikan atau menambah jumlah pengulangannya. Pelatih harus cermat dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan diberikan, dan jangan sampai beban yang diberikan berlebihan. Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah otot-otot tidak akan terasa sakit. Peningkatan beban lebih paling tidak dilakukan setelah dua atau tiga kali latihan. Seperti yang dikemukakan oleh Suharno (1993:14) bahwa “peningkatan beban latihan jangan setiap kali latihan, sebaiknya dua atau tiga kali latihan baru dinaikkan”. Dengan peningkatan beban yang teratur diharapkan ada kesempatan untuk beradaptasi terhadap beban latihan sebelumnya, sehingga dapat terjadi superkompensasi.
Superkompensasi adalah suatu proses kenaikan kemampuan jasmani atlet setelah mengikuti latihan. Berkaitan dengan pemberian beban latihan Sudjarwo (1995:18) mengemukakan bahwa “pemberian beban latihan harus dapat dan benar-benar merupakan rangsangan (stimuli) untuk menimbulkan superkompensasi atlet”. Penambahan beban yang dilakukan dengan tepat akan dapat menimbulkan adaptasi tubuh terhadap latihan secara tepat pula, sehingga hasil latihan akan lebih optimal. Dengan alasan tersbut di atas, maka program latihan yang disusun harus juga berdasarkan pada prinsip-prinsip progresifitas beban latihan. 3) Prinsip Pengaturan Latihan Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini dimaksudkan agar terjadi adaptasi terhadap jenis keterampilan yang dipelajari. Seperti halnya dalam program latihan berbeban harus disusun agar kelompok otot yang lebih besar dilatih sebelum kelompok otot yang lebih kecil. Seperti yang dikemukakan oleh Sajoto (1995:31) bahwa “latihan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga kelompok otot-otot besar dulu yang dilatih, sebelum otot yang lebih kecil. Hal ini dilaksanakan agar kelompok otot kecil tidak akan mengalami kelelahan lebih dulu”. Alasan perlunya penyusunan dan pengaturan latihan ini adalah otototot yang lebih kecil cenderung lebih cepat lelah dan lebih lemah dariapada kelompok otot yang lebih besar. Oleh karena itu untuk
menentukan urutan latihan, lebih tepat mendahulukan melatih otot-otot yang lebih besar baru kemudian melatih otot-otot yang lebih kecil sebelum mengalami kelelahan. Misalnya kelompok otot kaki dan paha dilatih lebih dahulu dari pada kelompok otot lengan yang lebih kecil. Disamping itu pengaturan latihan berbeban, juga harus memperhatikan pemberian beban terhadap otot dan diupayakan tidak memberikan latihan yang sama secara berurutan bagi otot yang sama. Sehingga otot yang dilatih memiliki kesempatan recovery sebelum diberi latihan lebih lanjut. 4) Prinsip Kekhususan Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan system energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik atau teknik dasar tertentu hanya akan memberikan pengaruh besar terhadap komponen kondisi fisik atau teknik dasar yang dipelajari. Agar aktivitas latihan dapat memberikan pengaruh yang baik, maka latihan yang dilakukan harus bersifat khusus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut menyangkut sistem energi serta pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan unsur kondisi fisik maupun nomor yang dikembangkan. Bentuk latihan yang dilakukan pun harus bersifat khusus pula disesuaikan dengan cabang olahraga, baik itu pola geraknya, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. Jika
latihan yang dilakukan memperhatikan prinsip ini, maka latihan akan lebih efektif, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan akan lebih optimal. c. Latihan Fisik Banyak pendapat tentang latihan fisik. Pendapat para ahli adalah sebagai berikut: latihan fisik adalah kegiatan dalam memberikan beban pada tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan kerja (Brooks & Fahey, 1984:395). Agak berbeda dengan pendapat Suharno (1993:7) menyatakan bahwa latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulangulang. Hal senada disampaikan oleh Bompa (1994:3) bahwa latihan adalah merupakan kegiatan sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada ciri-ciri fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Sedangkan menurut Pate, et al (1984:317) bahwa latihan fisik didefinisikan sebagai peran serta yang sistematis dalam latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan daya tahan latihan. Pendapat ahli yang lain, yaitu menurut Lamb (1984:2) latihan fisik merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan dengan
tujuan untuk meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu. Pendapat Engkos (1993:55), bahwa latihan ialah proses kerja yang harus dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan jumlah beban yang diberikan semakin hari semakin bertambah. Pendapat senada disampaikan oleh Harsono dalam Rusli (1988:90) yaitu latihan atau training sustu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dan kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah. 1) Tujuan Latihan Fisik Tujuan latihan fisik secara umum tergantung dari macam sasaran yang akan dikembangkan yang dapat mencakup sebagai berikut: 1) meningkatkan kualitas fisik, 2) meningkatkan prestasi, 3) pencegahan terhadap kerusakan, 4) rehabilitasi maupun pengobatan akibat kerusakan, 5) rehabilitasi karena penyakit (Soekarman, 1987:10) atau sesuai olahraga yang dilakukan, baik untuk rekreasi, pendidikan, kesegaran jasmani dan prestasi (Sajoto, 1995:1-2). Untuk masalah utama pada tujuan latihan fisik dalam olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotor dalam standart yag paling tinggi atau secara fisiologi atlet dapat mencapai tujuan perbaikan organisme dan fungsinya untuk mencapai prestasi olahraga yang maksimal. Menurut Harre (1982:10-12) menyampaikan tujuan secara rinci adalah untuk: 1) mengembangkan kepribadian, 2) kondisioning, dengan sasaran utama meningkatkan stamina, power dan
kecepatan, 3) meningkatkan teknik dan koordinasi gerak, 4) meningkatkan taktik serta, 5) meningkatkan mental. Sedangkan menurut Bompa (1994:1-5) tujuan-tujuan latihan berupa: 1) mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh, 2) menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan didalam olahraga, 3) menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi, 4) mempertahankan keadaan kesehatan, 5) mencegah cidera, 6) memberi sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis, psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi. Sedangkan menurut Soekarman (1987:12-13) bahwa tujuan latihan seharusnya dibuat bertingkat, yaitu tingkat umum sampai akhirnya ke tingkat khusus untuk mencapai prestasi tertinggi. Tujuan latihan harus mengarah ke suatu cabang olahraga tertentu. Isi dari tujuan latihan harus meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. INFORMASI EVALUASI
TUJUAN
PENGUKURAN HASIL LATIHAN
HIPOTESIS PROSEDUR LATIHAN
Gambar 1. Siklus/Daur Ulang Perencanaan dan Pelaksanaan Program Latihan (Soekarman, 1987:12)
2) Prinsip-Prinsip Latihan Fisik Untuk mencapai hasil latihan fisik yang optimal dan sesuai tujuan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Banyak pendapat para pakar yang mendeskripsikan tentang prinsipprinsip latihan fisik. Menurut Pyke (1991:115-121) mengemukakan mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan sebagai berikut: 1) prinsip beban berlebih, 2) prinsip pemulihan, 3) prinsip kembali asal (reversibility), 4) prinsip kekhususan, dan 5) prinsip individualitas. Pendapat pakar yang lain, yaitu Soekarman (1987:60) latihan berprinsip pada pedoman: 1) kekhususan, 2) tambah beban (over load principle), 3) hari berat dan hari santai, 4) latihan dan kelebihan latihan (over training), 5) latihan dasar dan pencapaian puncak, 6) kembali asal (reversibility). Sedangkan menurut Harsono (1988:307), prinsip-prinsip latihan yang penting mencakup prinsip overload, dan prinsip yang lainnya seperti prinsip individualitas, multilateral, spesialisasi densitas latihan, sistem recovery, reversibility, spesificity dan lain-lain. Pada literatur yang lain Harsono dalam Rusli (1988:88-109) mengungkapkan bahwa prinsip-prinsip latihan mencakup: 1) pemanasan tubuh, 2) metode, 3) berpikir positif, 4) prinsip beban lebih, 5) intensitas latihan, 6) kualitas latihan, 7) variasi latihan, 8) metode bagian dan metode menyeluruh, 9) perbaiki kesalahan, 10) model latihan, 11) penetapan sasaran.
Pada dasarnya latihan-latihan fisik untuk kekuatan, termasuk pada plyometrics, berpedoman pada prinsip-prinsip dasar yang meliputi: prinsip over load (penambahan beban), prinsip progressive, prinsip specificity, prinsip individuality, dan prinsip reversibility. a) Prinsip Overload (Penambahan beban lebih) Prinsip over load adalah pemberian beban terhadap kinerja otot yang dilatih harus melebihi beban yang biasa diterima dalam keadaan normal atau dengan kata lain pembebanan latihan yang semakin berat (Harsono, 1988:94). Dengan prinsip over load, maka tubuh akan beradaptasi terhadap beban yang diberikan, sehingga mampu merangsang penyesuaian fisiologis tubuh (Bompa, 1990:44). b) Prinsip Progressive Prinsip progressive berarti bahwa dalam latihan, peningkatan latihan harus diberikan tahap demi tahap secara cermat. Sharkey (2003:12) menyatakan bahwa bila beban latihan ditingkatkan terlalu cepat, tubuh tidak akan mampu mengadaptasi beban yang diberikan dan bahkan kemungkinan akan terjadi overtraining. Untuk itu diperlukan pengontrolan terhadap beban latihan secara cermat akan menjamin peningkatan secara terus menerus. Menurut Bompa dalam Harsono (1988:96) menyarankan untuk memakai sistem step type approach atau sistem tangga.
c) Prinsip Specificity Prinsip specificity merupakan substansi latihan harus dipilih sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga. Menurut Pyke (1991:119) latihan harus ditujukan khusus terhadap sistem energi atau serabut otot yang digunakan juga dikaitkan peningkatan ketrampilan motorik khusus. Specificity dalam olahraga mencakup: a) specificity kebutuhan energi, b) specificity model latihan, c) specificity pola gerak dan kelompok otot yang terlibat pada masing-masing cabang olahraga. d) Prinsip Individuality Prinsip individuality berarti bahwa setiap atlet memiliki potensi sejak lahir yang berbeda baik berupa karakteristik maupun kondisi atlet. Oleh karena itu mengacu pada prinsip individual maka beban latihan untuk atlet yang satu dengan yang lain tidak sama, atau penentuan dosis latihan secara individual. Hal ini sesuai dengan pendapat Bompa (1994:36-37) mengemukakan bahwa faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, kematangan, latar belakang pendidikan, kemampuan
berlatih,
tingkat
kesegaran
jasmaniah,
ciri-ciri
psikologinya. Semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam mendesain program latihan. e) Prinsip Reversibility Prinsip reversibility berarti bahwa adaptasi yang terjadi sebagai akibat perlakuan suautu latihan selalu bersifat kebalikan, keadaan ini
menunjukkan bila latihan dihentikan maka atlet secara otomatis mengalami penurunan kualitas fungsional tubuhnya. 3) Sistem Energi pada Latihan Fisik Olahraga merupakan implementasi dari serangkaian gerak fisik yang sistematis dan memiliki tujuan. Dengan gerak fisik akan terjadi kontraksi
otot
yang
berulang-ulang.
Terjadinya
kontraksi
otot
memerlukan energi. Energi dalam otot berupa ATP yang berasal dari mitokhondria. Kebutuhan energi pada setiap latihan fisik tergantung dari jenis olahraga yang dilakukan. Antara olahraga aerobik dan anaerobik mempergunakan sistem energi yang berbeda. Struktur ATP terdiri atas satu komponen yang sangat kompleks, yakni adenosin dan tiga bagian lainnya yang tidak begitu komplek yaitu kelompok-kelompok fosfat. ATP dalam sel otot jumlahnya terbatas dan dapat dipakai sebagai sumber energi hanya dalam waktu 1-2 detik. Menurut Rushall & Pyke (1990:15) bahwa ATP-PC disimpan dalam otot dengan kadar yang sangat kecil. Agar supaya kontraksi otot tetap berlangsung, maka ATP ini harus diisi kembali melalui penguraian zatzat lain yang juga tersimpan di dalam otot. ATP bisa diberikan pada selsel otot melalui 3 cara, yaitu dua cara anaerobik dan satu cara aerobik.
ENERGY
ANAEROBIC
PHOSPHATE
AEROBIC
LACTIC
Gambar 2. Hubungan Sistem Energi (Pyke, 1991:15)
Proses anaerobik artinya tanpa menggunakan oksigen, yaitu pada kerja dengan intensitas tinggi dan waktu pendek. Sistem energi anaerobik terdiri dua jalur, yaitu a) sistem ATP-PC atau sistem alaktasid, dan b) sistem glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat sehingga disebut juga sistem laktasid (Pate, et al, 1984:11-14). Sistem ATP-PC disebut juga sistem phospahgen. Pada olahraga yang memerlukan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu pendek seperti “in play” pada pertandingan bolavoli diperlukan persediaan energi yang sangat cepat, dan ini hanya dapat dipenuhi melalui ATP yang sudah tersedia dalam otot. Apabila ATP habis, ATP harus diresintesis menggunakan energi dari pemecahan PC (pospo creatin). Pospo creatin (PC) yang tersedia dalam otot dalam jumlah terbatas, apa bila pecah akan keluar energi, dan energi yang keluar dari PC ini digunakan untuk resintesis ATP (Fox, et al, 1984:11-21).
a) Sistem Anaerobik (1) Sistem ATP-PC Molekul ATP :
Pemecahan ATP :
Adenosine
Adenosine
P
P
P
P
P
+ Energi
Energi dari pemecahan ATP untuk energi mekanik, sintesis zat, transport aktif. Pemecahan PC : PC à Pi + Creatin + Energi Energi untuk : resintesis ATP, yaitu energi + Pi + ADP à ATP (2) Sistem glikolisis anaerobik atau sistem LA. Berasal dari pemecahan glikogen dalam otot tanpa menggunakan oksigen dan setiap satu molekul glikogen hanya menghasilkan 3 ATP, sedangkan apabila pemecahan glikogen menggunakan oksigen menghasilkan 39 ATP. Pemecahan glikogen : (C6H12O6)n Glikogen
Energi untuk : energi + 3 ADP + 3 Pi
2C3H6O3 + Energi Asam laktat
3 ATP
Tabel 1. Tenaga Maksimal dan Kapasitas Maksimal dari Sistem Energi Sistem ATP-PC Glikolisis Anaerobic Aerobic
Tenaga maksimal (unit ATP yang disediakan per menit) 3.6 1.6 1.0
Kapasitas Maksimal (Jumlah unit ATP tersedia) 0.7 1.2 Tak terbatas
b) Sistem energi aerobik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : (1) Glikolisis aerobik: pemecahan glikogen atau glukose dengan menggunakan
oksigen
pada
tahap
permulaan
hanya
menghasilkan 2 ATP (glukose) atau 3 ATP (glikogen). (C6H12O6) nGlikogen
2C3H4O3 + Energi Asam piruvat
Energi + 3 ADP + 3 Pi
3 ATP
(2) Siklus Krebs: Asam piruvat selanjutnya dipecah dengan pertolongan Co enzym A. Asam Piruvat + Co enzym A
Acetyl A + 2CO2 + 4H
Siklus ini dimulai dari setelah terbentuknya asam piruvat selama glikosis aerobik, terus masuk ke mitokondria dan melanjutkan rangkaian reaksi pemecahannya dalam siklus krebs (Siklus Asam Trikarbosilat (TCA)). Pemecahan asam piruvat menjadi karbondioksida dan air di intramitokondrial sangat komplek. Fase-fasenya sebagai berikut : (a) Apabila suplai oksigen memadai, molekul asam piruvat diproduksi pada fase pertama glikolisis, kemudian berdifusi dari sarkoplasma memasuki membran mitokondria, dan setiap molekul asam piruvat kehilangan atom karbon dan dua atom oksigen sebagai CO2. Pada waktu yang bersamaan, setiap molekul asam piruvat dioksidasi dengan adanya NAD+; dan kehilangan dua elektron dan dua ion hidrogen.
(b) Dua molekul karbon yang tersisa setelah setiap molekul asam piruvat kehilangan CO2, elektron dan ion hidrogen dinamakan kelompok asetil. Kelompok asetil ini kemudian bergabung dengan molekul lain yang dinamakan Ko enzim A (Co A) untuk membentuk asetil KoA (reaksi A pada gambar siklus krebs). Setiap molekul asetil KoA kemudian masuk ke reaksi rangkaian siklus berikutnya (siklus krebs). (c) Pada proses kelanjutannya itu, dapat kita lihat bahwa asetil KoA bergabung dengan asam oksaloasetat dan kehilangan molekul Koenzim A, dan hasil dari reaksi ini adalah molekul asam sitrat. Asam sitrat kemudian dikonversi menjadi asam sis asonitat (cis-aconitic) dan selanjutnya dirubah menjadi asam isositrat (isocitric-acid). Pada reaksi B, asam asositrat dioksidasi (dengan bantuan pengangkut elektron, NAD+) menjadi asam oksalosuksinat (oxalosuccinic acid). Pada reaksi C,
asam
oksalosuksinat
kehilangan/melepaskan
molekul karbondioksida (CO2) dan menjadi asam alfaketoglutarat (alpha-ketoglutaric acid). Dengan kehilangan molekul CO2 didalam reaksi C artinya, kita sekarang dapat memandang bahwa hanya satu dari ketiga atom karbon yang berasal dari molekul asam piruvat yang tinggal. Terakhir karbon hilang sebagai CO2 didalam rangkaian D pada waktu asam alf-ketoglutarat mengalami oksidasi dengan NAD+ dan
kehilangan CO2 ketika menghasilkan 1 molekul ATP. Sebenarnya hanya molekul ATP yang diproduksi didalam siklus Krebs untuk setiap molekul asetil-KoA yang melintasi siklus. (d) Setelah reaksi D, kita dapat menganggap bahwa setiap karbon yang berasal dari asam piruvat tidak dapat tinggal terlalu lama, dan karbon tetap hanya untuk mengangkut 4 elektron tambahan dan ion hidrogen didalam reaksi E dan F. didalam reaksi E pengangkut elektron bukan molekul NAD+ yang biasa, tetapi molekul lain yang dinamakan flavin adenin denukleotida (flavin adenine dinucleotide –FAD). Pada reaksi F asam oksaloasetat (oxaloacetic acid) mengalami regenerasi, dan siklus dapat dimulai dengan yang baru lagi.
Gambar 3. Siklus Krebs (Fos & Keteyian, 1998:30)
(3) Sistem transport elektron: kelanjutan pemecahan glikogen adalah terbentuknya H2O yang dihasilkan dari persenyawaan H+ yang terjadi dalam siklus krebs serta O2 yang kita hirup. Rangkaian reaksi sampai terjadinya H2O disebut sistem transport elektron yang terjadi di dalam dinding dalam mitokhondria. 4H + 4e + O2
2H2O
Pada sistem transport elektron (lihat pada gambar transport eletron), elektron dan ion hidrogen ditransfer dari persenyawaan yang satu ke persenyawaan berikutnya. Energi kimia dibebaskan pada tiga langkah (A, D, G) untuk menyediakan energi dalam pembentukan ATP dari ADP dan kelompok fosfat. Hilangnya
elektron
(oksidasi)
pada
waktu
mengalami
berbagai
persenyawaan adalah tanggung jawab untuk mengikat fosfat (fosforilasi) terhadap ADP untuk membentuk ATP. Jadi produksi ATP di dalam mitokondria berhubungan dengan oksidasi molekul yang berurutan didalam sistem tranport elektron yang diketahui sebagai fosforilasi oksidasi (oxidative phosporylation). Proses ini menyediakan jumlah ATP yang terbesar untuk kontraksi otot. Saat molekul pertama yang dioksidasi (reaksi A) adalah nikotamida adenin dinukleutida (NADH). Pada reaksi B, Flavoprotein H2 yang mengalami reduksi pada A, sekarang mengalami oksidasi. Dari sini sampai langkah H, hanya elektron yang ditransfer diantara persenyawaan, sedangkan dua ion hidrogen (H+) yang terikat ke flavoprotein H2 sekarang masuk kedalam larutan dan dapat dipergunakan lagi pada H, pada akhir reaksi oksidasi-reduksi. Oksigen dari darah menerima dua elektron dari persenyawaan 6 (cytochrome oxidase) dan bergabung dengan larutan ion hidrogen (H+) untuk membentuk air (H2O). Skema transport elektron dapat kita lihat bahwa, untuk setiap dua elektron (atau atom hidrogen) dapat lewat dengan jalan dari NADH + H+ menjadi H2O, tiga molekul ATP diproduksi
(pada reaksi A, D, G). (Lamb, 1984:39-63; Junusul, 1989:67115; Riequier, 2000:3-10; Coustou, 2003:49625-49635).
Gambar 4. Sistem Transport Elektron (Lamb, 1984:49)
(4) Pengaruh Latihan Terhadap Fisik Latihan fisik yang dilakukan secara teratur, terprogram dan terukur dengan baik akan menghasilkan perubahan-perubahan fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan atau prestasi fisik. Menurut Fox, et al (1988:24) perubahan fisiologis yang terjadi akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan antara lain :
(a) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan yakni perubahan yang berhubungan dengan biokimia. (b) Perubahan yang terjadi secara sistematik yakni perubahan pada sistem sirkulasi dan respirasi, termasuk sistem pengangkutan oksigen. (c) Perubahan lain yang terjadi pada kompisi tubuh, kadar kolesterol darah dan trigliserida, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan dengan aklimatisasi panas. Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal. Pengaruh latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu program latihan aerobik (endurance) atau anaerobik (sprint). (a) Perubahan-perubahan biokimia Perbaikan penampilan dalam olahraga seperti gerakan yang bersifat cepat (sprinting, kicking) disatu sisi belum dapat dijelaskan oleh adaptasi dalam metabolisme anaerobik akibat latihan.
Disisi
lain,
bentuk-bentuk
latihan
anaerobik
digunakan dalam bolavoli, pencak silat, atletik, dan lain-lain untuk menimbulkan adaptasi pada serabut-serabut otot. Terutama disini karena meningkatkan phosphate kaya energi dan
glikogen
intramuskuler
yang
bergabung
meningkatkan aktivitas dari beberapa enzim.
untuk
(1) Perubahan-perubahan dalam serabut otot Akibat latihan akan terlihat hipertropi otot. Karena latihan dalam tubuh terdapat dua macam otot, yakni otot lambat (slow twich fiber) adan otot cepat (fast twich fiber), maka dengan sendirinya juga terjadi hipertropi pada kedua macam otot tersebut. Hipertropi ini tergantung dari macam latihan yang dilakukan. Bila untuk ketahanan yang akan menjadi hipertropi adalah otot lambat, sedangkan bila untuk kecepatan yang menjadi hipertropi adalah otot cepat. Hipertropi yang disebabkan karena latihan, biasanya disertai perubahan-perubahan sebagai berikut : (a) Peningkatan diameter miofibril. (b) Peningkatan jumlah miofibril (c) Peningkatan protein kontraktil (d) Peningkatan jumlah kapiler (e) Peningkatan kekuatan jaringan ikat, tendon, dan ligamen. (Soekarman, 1987:32). Perubahan-perubahan antar tipe-tipe serabut otot, sedikit terjadi pada seseorang yang melakukan latihan anaerobik seperti lari cepat, menendang, memukul, smash. Peningkatan pada diameter (hipertropi) dari serabut otot lambat (ST) maupun otot cepat (FT) pada
vastus lateralis, terjadi hipertropi yang lebih nyata pada serabut otot cepat (Fox, et al, 1984:228-231). (2) Perubahan-perubahan dalam sistem anaerobik Perubahan-perubahan dalam otot akibat dari latihan meliputi peningkatan kapasitas atau kemampuan dari: a) sistem phospagen (ATP-PC), dan b) sistem glikolisis anaerobik (LA). Dalam kaitannya dengan perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik. Costill, et al (1979:96-99) menyatakan tiga hasil temuan penelitian mereka mengenai “adaptasi dalam otot skelet setelah mengikuti latihan kekuatan” sebagai berikut : (a) Dengan menggunakan 10 kali repitisi dalam 30 detik melawan kerja maksimal 4 kali per minggu adalah cukup
merangsang
peningkatan
aktifitas
phosphorylaze (ATP-ase) otot, phospho fruktokinase (PFK), creatinine phosphokinase (CPK), myokinase (MK), malate dehydrigenase (MDH), dan succinate dehydrogenase (SDH). (b) Aktifitas enzim-enzim otot meningkat. (c) Terdapat perubahan komposisi otot dari serabut vastus lateralis setelah 7 minggu latihan. Dari contoh biopsi
menunjukkan
adanya
perubahan
yang
signifikan dalam prosentase komposisi area serabut otot tipe I dan II a. Menurut Fox, et al (1988:327) perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerobik meliputi perubahanperubahan: (a) Peningkatan cadangan ATP dan PC dalam otot. (b) Peningkatan aktifitas enzim-enzim anaerobik dan aerobik; dan (c) Peningkatan aktifitas enzim glikolitik. (3) Perubahan-perubahan dalam sistem aerobik Peningkatan dalam enzim-enzim aerobik tampak setelah latihan anaerobik atau lari cepat. Tampak pula pada konsumsi oksigen maksimal (VO2maks)nya (Fox, et al, 1984:229). (b) Perubahan-perubahan pada sistem kardiorespirasi Perubahan akibat latihan kecepatan oleh Radioputro (1987:26-27) dinyatakan bahwa akibat kenaikan frekuensi detak jantung dan bertambah kuatnya kontraksi otot jantung, maka jadilah dilatasi jantung dan hipertropi otot jantung. Kecuali hipertropi dan dilatasi jantung akibat latihan terjadi pula perubahan-perubahan seperti : (1) Turunnya frekuensi detak jantung (2) Bertambahnya volume sekuncup
(3) Kenaikan frekuensi yang lebih kecil pada waktu latihan (4) Pemulihan kembali ke frekuensi dan desakan pada waktu istirahat berlangsung lebih cepat. (c) Perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam latihan Disamping
perubahan
biokimia
dan
perubahan
kardiorespirasi, latihan juga menghasilkan perubahanperubahan lain yang terpenting seperti : (1) Perubahan dalam komposisi tubuh (2) Perubahan dalam kadar kolesterol dan trigliserida (3) Perubahan dalam tekanan darah (4) Perubahan dalam aklimatisasi panas (5) Perubahan-perubahan dalam jaringan penghubung (Fox, et al, 1988:347-348). Perubahan fisiologis yang lain, selain dari 3 hal yang telah dikemukan adalah perubahan-perubahan pada struktur syaraf. Kebanyakan penelitian tentang pengaruh fisiologis dari latihan terfokus pada perubahan-perubahan dalam otot skelet. Meskipun demikian, beberapa penelitian yang memusatkan perhatian pada motor end plate dan motor neuron tidak kalah pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, karena ditemukan bahwa susunan-susunan atau struktur ini menunjukkan perubahan sebagai hasil dari latihan (Fox, et al, 1984:231).
Perubahan-perubahan ini termasuk adaptasi seluler dan sub seluler dalam setrukturnya, modifikasi dari transmisi dan perubahan dalam refleks, bahan kimia dan respon biokimia (yang terakhir dalam motor neuron itu sendiri). d. Latihan Plaiometrik Ciri khas dari latihan plaiometrik adalah adanya peregangan pendahuluan (pre-streehing) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat melakukan kerja. Latihan ini dikerjakan dengan cepat, kuat eksplosif dan reaktif. Tipe latihan yang melibatkan unsur-unsur tersebut di atas, merupakan tipe dari kemampuan daya ledak. Oleh karena itu Radcliffe & Farentinos
(1985:1),
mengemukakan
bahwa
“Latihan
plaiometrik
merupakan salah satu metode latihan yang sangat baik untuk meningkatkan
eksplosif
koordinasi”.
Gerakan-gerakan
plaiometrik
dilakukan dengan spektrum yang luas menggunakan koordinasi. Secara umum latihan plaiometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam berbagai kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi (daya ledak) baik siklik maupun asiklik. 1) Tujuan Latihan Plaiometrik Plaiometrik berasal dari bahasa latin ”plyo dan metries” yang berarti ”measurable increases” atau peningkatan yang terukur Chu (1992:1). Istilah ini muncul dalam terminologi bahasa Inggris. Hal ini sebagai akibat tidak tepatnya definisi plaiometrik secara pasti.
Plaiometrik pertama kali dikemukakan oleh salah seorang warga Amerika yang berfikiran jauh ke depan tentang kepelatihan Atletik bernama Fred Wilt pada tahun 1975. Fox, et al (1988:175) mengemukakan bahwa latihan plaiometrik merupakan bentuk program latihan yang mengkombinasikan suatu regangan awal pada unit tendon yang diikuti oleh suatu kontraksi isotonik. Pendapat senada dikemukakan oleh Radcliffe & Farentinos (1985:3-7) yang menyatakan bahwa latihan plaiometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat atau disebut juga reflek regang atau reflek miotetik atau reflek muscle spindle. Sedangkan Chu (1992:1-3) berpendapat
bahwa
latihan
plaiometrik
adalah
latihan
yang
memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin. Dari
beberapa
batasan
latihan
plaiometrik
yang
telah
dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut di atas pada prinsipnya sama, bahwa latihan plaiometrik adalah salah satu bentuk latihan yang didalamnya terdapat kontraksi dan regangan otot secara cepat yang memungkinkan otot mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang singkat.
2) Prinsip-Prinsip Latihan Plaiometrik Dalam kegiatan olahraga, kerja atlet mungkin dikaitkan dengan tiga jenis kontraksi otot, yaitu: konsentrik (memendek), isometrik (tetap) dan eksentrik (memanjang). Tipe gerakan dalam latihan plaiometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan reaktif. Latihan plaiometrik sebagai metode latihan fisik untuk mengembangkan kualitas fisik, selain harus mengikuti prinsip-prinsip dasar latihan secara umum. Juga harus mengikuti prinsip-prinsip khusus yang terdiri dari : a) Memberikan regangan pada otot Tujuan dari pemberian regangan yang cepat pada otot, yaitu untuk mendapatkan tenaga elastis dan menimbulkan reflek regangan. b) Beban lebih yang meningkat (Progresive Overload) Dalam latihan plaiometrik harus menerapkan beban lebih dalam hal beban/tahanan, keterampilan teknik dasar dan jarak. Tahanan atau beban yang overload biasanya pada latihan plaiometrik diperoleh dari bentuk pemindahan dari anggota badan atau tubuh yang cepat, seperti menanggulangi akibat jatuh, meloncat, melambung, memantul dan sebagainya. c) Kekhususan latihan (Spesific Training) Dalam
latihan
plaiometrik
harus
menerapkan
prinsip
kekhususan yaitu: a) Kekhususan terhadap kelompok otot yang
dilatih atau kekhususan neuromuscular, b) Kekhususan terhadap sistem energi utama yang digunakan dan c) Kekhususan terhadap pola gerakan latihan (Bompa, 1994:32). Agar latihan koordinasi dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan,
maka
mempertimbangkan
latihan
harus
aspek-aspek
yang
direncanakan menjadi
dengan
komponen-
komponennya. Aspek-aspek yang menjadi komponen dalam latihan plaiometrik tidak jauh berbeda dengan latihan kondisi fisik yang meliputi: ”(1). Volume, (2). Intensitas yang tinggi, (3). Frekuensi dan (4). Pulih asal”. (Chu, 1992:14). 3) Bentuk Latihan Plaiometrik Latihan plaiometrik yang dilakukan untuk meningkatkan koordinasi mata-tangan harus bersifat khusus yaitu latihan yang ditujukan untuk otot lengan. Salah satu bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan koordinasi mata-tangan dalam latihan pliometrik adalah medicine ball scoop toss dan medicine ball throw. Medicine ball scoop toss merupakan latihan plaiometrik yang dilakukan secara cepat dan eksplosif melibatkan otot lengan, lingkar bahu dan otot-otot punggung bagian bawah. Gerakannya meloncat dengan melempar bola medisin keatas dan menangkap kembali, bola diletakkan diantara kedua tungkai. Medicine ball throw merupakan latihan dengan gerakan melempar bola medisin ke depan sejauh mungkin, dengan posisi berlutut dengan kedua lutut ditekuk selebar
bahu, gerakan ini melibatkan otot-otot bahu, lengan, dada dan togok. Latihan ini menghendaki hampir seluruh koordinasi tubuh, yang melibatkan otot-otot punggung bawah, fleksor pinggul, lingkar bahu, lengan dan Quadricep Radcliffe dan Farentinos. 4) Pengaruh Latihan Plaiometrik Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Pengaruh latihan bersifat khusus dan sesuai dengan karakteristik tipe kerja dari suatu latihan. Tipe latihan plaiometrik adalah cepat, eksplosif dan reaktif, tipe ini merupakan tipe kerja dari koordinasi. Latihan plaiometrik yang dilakukan secara berulang-ulang akan berpengaruh terhadap otot lengan dan bahu. Otot-otot yang terlibat harus bekerja secara berulang-ulang dan terus-menerus. Latihan plaiometrik merupakan latihan yaug cocok unluk meningkatkan kemampuan meloncat, melompat, melempar, mengayun, mendorong, menarik, memukul. Karena kemampuan mengayun, mendorong dan memukul bola dengan cepat merupakan tipe dari latihan yang bersifat cepat dan eksplosif. Latihan ini merupakan perpaduan antara kekuatan dan keterampilan teknik dasar yang merupakan unsur dominan di dalam
koordinasi.
Sehingga
latihan
ini
sangat
baik
untuk
meningkatkan koordinasi mata-tangan. Latihan
yang
dilakukan
secara
berulang-ulang
dan
berkesinambungan akan berpengaruh terhadap sistem fisiologis dan neurologi khususnya pada otot lengan, sehingga akan terjadi adaptasi
terhadap gerakan yang dilakukan. Dengan demikian koordinasi matatangan atlet yang bersangkutan dapat meningkat. Hal ini dikarenakan pola gerakan dan sistem energi yang digunakan sesuai dengan gerakan dan sistem energi pada koordinasi. Latihan ini dilakukan dengan cepat, eksplosif dan bertenaga, sehingga cukup melelahkan. Oleh karena itu peningkatan dosis latihan, sebaiknya diberikan secara bertahap. Latihan
pliometrik
diperkirakan
menstimulasi
berbagai
perubahan dalam sistem neuromuscular, memperbesar kemampuan kelompok-kelompok otot untuk memberikan respon lebih cepat dan lebih kuat terhadap perubahan-perubahan yang ringan dan cepat pada otot, sehingga latihan ini memiliki dan memberi beberapa keuntungan bagi pelakunya, diantaranya adalah: 1) kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif untuk menghasilkan tenaga pada jenis gerakan (kecepatan gerak jauh lebih baik), 2) resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada saat melakukan latihan, 3) kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah, 4) peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan, dan 5) memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga menghemat waktu. Sedangkan kelemahan dari latihan pliometrik diantaranya adalah: 1) beban latihan relatif ringan, sehingga peningkatan kekuatan lebih rendah, 2) unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik, 3)
timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis latihan yang tidak berubah, dan 4) timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku. e. Latihan Berbeban Latihan beban adalah suatu cara untuk menerapkan prosedur pengkondisian secara sistematis pada berbagai otot tubuh. Cara pengkondisian tersebut akan meningkatkan kekuatan, daya tahan, ukuran otot dan penampilan seseorang. Latihan beban juga dikenal dengan istilah weight training merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Selain itu unsur-unsur biomotor kekuatan, keterampilan teknik dasar, daya tahan, koordinasi, fleksibilitas, tidak dapat dipisahkan semuanya saling berhubungan dan melengkapi. Maka dapat disimpulkan bahwa program latihan berbeban dapat meningkatkan unsur-unsur biomotor. 1) Prinsip-Prinsip Latihan Berbeban Dalam olahraga prestasi untuk memperoleh prestasi puncak harus melalui program latihan yang disusun secara sistematis, teratur, kontinyu dan menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan. Nossek (1982:10) mengemukakan bahwa latihan yang sistematis adalah dilakukan secara teratur, latihan tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu, tergantung pada periodisasi latihan dan standar atlet tersebut. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-
prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya digunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik. Dapat dirangkum dari pendapat tersebut di atas bahwa prinsip latihan merupakan landasan ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang erat dalam proses latihan. Diantara prinsip-prinsip latihan tersebut diantaranya adalah: 1) Prinsip beban lebih 2) Prinsip progresif, 3) Prinsip pengaturan latihan, 4) Prinsip kekhususan program latihan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai prestasi puncak. a) Prinsip beban lebih Latihan fisik pada prinsipnya adalah memberikan tekanan pada tubuh yang akan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kapasitas kemampuan kerja dan mengembangkan sistem serta fungsi organ tubuh ketingkat standar nilai yang lebih tinggi. Beban latihan yang diberikan harus di atas ambang batas rangsang latihan. Jika latihan tidak ditingkatkan meskipun latihan dilakukan dengan rutin, prestasi tidak akan meningkat. Lebih lanjut Harsono (1988:50) mengemukakan bahwa “perkembangan otot hanyalah mungkin apabila otot-otot tersebut dibebani dengan tahanan yang kian bertambah berat “. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa
latihan
dengan
bobot
yang
ringan
tidak
akan
mengembangkan kekuatan. Hal ini berarti bahwa seorang atlet tidak akan meningkat prestasinya jika dalam latihan mengabaikan prinsip beban berlebih. Kemampuan seorang atlet dapat meningkat jika mendapat beban latihan yang lebih berat dari beban yang diterima sebelumnya secara teratur
dan kontinyu. Jonath &
Krempel (1987:29) menerangkan bahwa ”peningkatan prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan“. Pembebanan yang lebih dapat merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan kemampuan otot dalam tubuh. Satu hal yang harus diingat bahwa beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu berat atau berlebihan, karena hal ini justru akan berakibat tidak baik terhadap hasil latihan. Jika beban latihan yang diberikan terlalu berat atau berlebihan, bukan kemampuan fisik yang meningkat justru sebaliknya kemungkinan akan terjadi cedera dan penurunan kemampuan kondisi fisik. Pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut,
sehingga
kemampuan
tubuh
akan
meningkat.
Kemampuan tubuh yang meningkat dimungkinkan akan mampu mencapai prestasi yang lebih baik. b) Prinsip Progresif Agar latihan dapat dirasakan kemajuannya maka beban yang diberikan haruslah progresif. Disini yang dimaksud dengan peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban secara teratur dan bertahap, sedikit demi sedikit. Dengan pemberian beban secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya. Hal ini akan memberikan efektifitas kemampuan fisik.
Peningkatan
beban
latihan
harus
tepat
disesuaikan dengan tingkat kemampuan fisiologis dan psikologis atlet serta ditingkatkan setahap demi setahap. Keuntungan penggunaan prinsip peningkatan beban secara progresif adalah otot-otot tidak akan terasa sakit. Peningkatan beban lebih diterapkan paling tidak setelah dua atau tiga kali latihan. Menurut Bompa (1994:44) bahwa prinsip peningkatan beban secara bertahap merupakan dasar dari semua perencanaan latihan olahraga mulai dari siklus mikro sampai siklus olimpiade, dan harus diterapkan bagi semua atlet tanpa memandang tingkat prestasinya.
Keterampilan
seseorang
untuk
memperbaiki
prestasinya, tergantung pada teknik dasar dan cara bagaimana dia meningkatkan beban latihannya. Tetapi harus diingat apabila beban latihan yang diberikan selamanya terus menerus dan linear, maka
akan terjadi kemerosotan dari segi fisik dan psikologis atlet, sehingga prestasinya akan menurun. Suatu pembebanan latihan yang mendadak tajam, akan memepengaruhi toleransi kemampuan adaptasi tubuh, keseimbangan fisiologis dan psikologis atlet. Untuk itu beban latihan yang diberikan harus diikuti oleh fase tanpa beban, dimana pada fase ini organ tubuh akan menyesuaikan diri dan terjadi regenerasi fungsi organ tubuh. Hal ini sangat diperlukan untuk persiapan peningkatan beban latihan yang baru. Keadaan ini harus mempertimbangkan juga kebutuhan setiap atlet, keterampilan teknik dasar penyesuaian serta kalender pertandingan. c) Prinsip Pengaturan Latihan Prinsip ini berkaitan mengenai pengaturan tahapan latihan. Latihan harus dilakukan secara teratur dan kontinyu, hal ini dimaksudkan agar terjadi adaptasi terhadap jenis ketrampilan yang dipelajari. Hal ini diterapkan misalnya pada latihan berbeban, dimana kelompok otot yang besar harus dilatih terlebih dahulu sebelum otot-otot yang kecil. Hal ini diterapkan agar kelompok otot kecil tidak mengalami kelelahan terlebih dahulu. Penerapan aturan ini mempunyai tujuan bahwa otot-otot yang lebih kecil mempunyai kecenderungan lebh cepat lelah bila dibandingkan otot-otot besar. Oleh sebab itu untuk menentukan beban lebih yang tepat yaitu dengan mendahulukan melatih otot-otot besar terlebih dahulu. Kemudian setelah itu melatih otot-otot yang besar.
Contohnya kelompok otot pada kaki dan kelompok otot pada paha dilatih terlebih dahulu, dari pada kelompok otot bagian lengan yang lebih kecil. d) Prinsip kekhususan Pengaruh yang dtimbulkan akibat latihan bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, pola gerakan dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik atau teknik dasar tertentu hanya akan memberikan pengaruh besar terhadap komponen kondisi fisik atau teknik dasar yang dipelajari. Oleh karena itu program latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut
menyangkut
sistem
energi
serta
pola
gerakan
(keterampilan) yang sesuai dengan unsur fisik maupun nomor yang dikembangkan. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam latihan adalah jumlah latihan dan beban latihan yang meliputi intensitas, repetisi, jumlah set dan recovery. 1) Jumlah latihan Jumlah ini merupakan kunci dari efektifitas latihan. Penetapan jumlah latihan ini sering dilupakan oleh beberapa
pelatih. Untuk dapat menyeleksi latihan yang akan diberikan perlu dipertimbangkan beberapa aspek diantaranya: a) Umur dan tingkat penampilan. b) Kebutuhan dari cabang olahraga. c) Fase latihan. 2) Beban latihan Jumlah beban yang digunakan atau diangkat dalam mengembangkan koordinasi, terdiri dari : a) Jumlah repetisi Yang dimaksud dengan repetisi adalah ulangan angkatan yang akan dilakukan pada waktu angkat beban. b) Jumlah set Setiap jumlah ulangan tersebut disebut set, misalnya 2 set dengan 6 repetisi, maksudnya adalah dengan melakukan angkatan sebanyak 6 kali diselingi istirahat kemudian melakukan ulangan sebanyak 6 kali lagi 3) Bentuk Latihan Berbeban Untuk Meningkatkan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Bentuk
latihan
berbeban
yang
digunakan
untuk
meningkatkan keterampilan teknik dasar harus melibatkan kelompok otot lengan dan bentuk latihan yang sesuai untuk meningkatkan
koordinasi
mata-tangan
yang
melibatkan
kelompok otot tersebut diantaranya adalah straight arm pull
over dan forward raise. Latihan straight arm pull over adalah latihan yang dilakukan dengan sikap awal berbaring terlentang di atas bangku kedua lengan lurus ke belakang kepala dengan memegang beban. Gerakannya: beban diangkat sampai tegak lurus bangku dengan kedua lengan tetap lurus. Latihan forward raise adalah latihan yang dilakukan dengan sikap awal berdiri tegak tangan memegang dumbbell, gerakannya yaitu putar tangan arah pronasi kemudian kearah supinasi. 4) Pengaruh
Latihan
Berbeban
Terhadap
Peningkatan
Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli. Latihan berbeban latihan yang memberikan pembebanan terhadap otot lengan, selama latihan otot-otot tubuh khususnya otot lengan terlibat dalam gerakan melawan beban dilakukan secara berulang-ulang. Otot-otot lengan atlet harus bekerja untuk melawan beban secara berulang-ulang dan terusmenerus. Otot-otot yang terlibat dapat beradaptasi terhadap beban, sehingga keterampilan teknik dasar dan kekuatan otot dapat meningkat. Peningkatan kekuatan otot ini dapat terjadi akibat adanya pembesaran otot. Latihan beban secara teratur dan pola makan yang baik menyebabkan otot menjadi kuat, dapat memikul beban yang lebih berat, rasa lelah berkurang, sistem neuromuskuler berfungsi lebih baik, otot dapat bergerak lebih cepat dalam berbagai pola gerakan. Otot yang terlatih
dapat menjadi lebih besar, sehingga keterampilan teknik dasar dan kekuatan otot pun akan meningkat. Latihan berbeban memberikan beberapa keuntungan diantaranya adalah: 1) peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang cukup besar, 2) dengan adanya beban tambahan dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan, 3) kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah, 4) dapat dirancang untuk berbagai keperluan dan 5) prinsip overload benar-benar terlihat. Sedangkan
kelemahan
dari
latihan
berbeban
ini
diantaranya adalah: 1) kecepatan gerak otot lengan dalam keterampilan teknik dasar bolavoli terabaikan karena beban terlalu berat sehingga peningkatan kecepatan lebih rendah, 2) resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar, 3) peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai dengan perhitungan karena berat beban yang tersedia ukurannya terbatas dan 4) timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan. Namun demikian latihan ini pun juga dapat digunakan untuk meningkatkan power.
Tabel 2. Perbedaan Latihan Pliometrik dan Berbeban Untuk Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli METODE LATIHAN LATIHAN BERBEBAN Kelebihan: 1. Peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang cukup besar. 2. Dengan adanya beban tambahan dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan. 3. Kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah. 4. Dapat dirancang untuk berbagai keperluan. 5. Prinsip overload benar-benar terlihat. Kelemahan: 1. Kecepatan gerak otot lengan terabaikan sehingga peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih rendah. 2. Resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar. 3. Peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai perhitungan karena ukuran berat beban yang tersedia terbatas. 4. Timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan.
LATIHAN PLIOMETRIK Kelebihan: 1. Kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga kecepatan gerak jauh lebih baik. 2. Resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada saat melakukan latihan. 3. Kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah. 4. Peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan. 5. Memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga menghemat waktu. Kelemahan: 1. Beban latihan relatif lebih ringan, sehingga peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih rendah dan tidak optimal. 2. Unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik. 3. Timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis latihan yang tidak berubah. 4. Timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku.
2. Koordinasi Mata-Tangan Koordinasi adalah suatu kemampuan biomotorik yang sangat kompleks. Koordinasi erat hubungannya dengan keterampilan teknik dasar, kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas dan sangat penting untuk mempelajari dan menyempurnakan teknik dan taktik. Menurut Barrow dan McGee dalam
Harsono (1988:219) bahwa dalam koordinasi termasuk juga agilitas, balance (keseimbangan), dan kinestetic sence. Koordinasi penting kalau kita berada dalam situasi dan; lingkungan yang asing seperti misalnya dalam perubahan lapangan pertandingan, peralatan dan sebagainya yang dihadapi didalam pertandingan. Demikian pula, koordinasi penting untuk orientasi ruang, seperti pada waktu berada di udara misalnya pada saat salto dalam senam atau loncat indah. Pengertian dari koordinasi menurut beberapa ahli seperti menurut Suharno (1993:61) bahwa “koordinasi adalah kemampuan atlet untuk merangkaikan beberapa gerak menjadi satu gerakan yang utuh dan selaras”. Barrow dan McGee yang dikutip oleh Harsono (1988:220) memberikan batasan mengenai koordinasi yaitu “kemampuan untuk memadukan berbagai macam gerakan kedalam satu atau lebih pola gerak khusus”. Dengan demikian kesimpulan dan pendapat-pendapat tersebut ialah koordinasi merupakan kemampuan dari dua atau lebih organ tubuh yang bergerak dengan suatu pola gerakan tertentu. Broer dan Zernicke dalam Harsono (1988:221) menjelaskan bahwa koordinasi adalah kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa gerakan tanpa ketegangan, dengan urutan yang benar dan melakukan gerakan yang kompleks secara mulus tanpa pengeluaran energi yang berlebihan. Dengan demikian hasilnya adalah gerakan yang efisien, halus, mulus (smooth) dan terkoordinasi dengan baik.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa rumusan koordinasi merupakan salah satu unsur yang penting untuk keterampilan gerak motorik. Tingkat koordinasi atau baik tidaknya koordinasi gerak seseorang tercermin dalam kemampuannya untuk melakukan suatu gerakan secara mulus, tepat dan efisien. Seorang atlet dengan koordinasi yang baik bukan hanya mampu melakukan suatu keterampilan secara sempurna, akan tetapi juga mudah dan cepat dapat melakukan keterampilan yang masih baru baginya. Disamping itu juga dapat mengubah secara cepat dari pola gerak yang satu ke pola gerak yang lain sehingga gerakannya menjadi efisien. Atlet yang koordinasinya tidak baik biasanya melakukan gerakan-gerakannya secara kaku, dengan ketegangan dan dengan energi yang berlebihan sehingga tidak efisien. Dalam koordinasi gerak, keterampilan teknik dasar, kekuatan, daya tahan, kelentukan, kinesthetic sense, keseimbangan dan ritme kesemuanya memberikan sumbangan atau pengaruh yang tidak dapat diabaikan. Bila salah satu unsur tidak ada atau kurang berkembang, maka hal ini akan berpengaruh terhadap kesempumaan koordinasi. Pusat pengatur koordinasi di otak kecil (cerebulum) dengan proses dari pusat syaraf ke syaraf tepi ke indera dan terus ke otot untuk melaksanakan gerak yang selaras dan utuh otot sinergis dan antagonis. Menurut Suharno (1993:62). Koordinasi mempunyai kegunaan sebagai: 1) Mengkoordinasikan beberapa gerakan agar menjadi satu gerakan yang utuh dan serasi. 2) Efisiensi dan efektif dalam penggunaaan tenaga. 3) Untuk menghindari terjadinya cedera. 4) Mempercepat berlatih, menguasai teknik. 5) Dapat untuk memperkaya taktik dalam bertanding.
6) Kesiapan mental atlet lebih mantap untuk menghadapi pertandingan.
Seorang atlet dengan koordinasi yang baik bukan hanya mampu melakukan suatu keterampilan secara sempurna, akan tetapi juga mudah dan cepat dapat melakukan keterampilan yang baru baginya. Atlet juga dapat mengubah dan berpindah secara cepat dari pola gerak yang satu ke pola gerak yang lain sehingga gerakannya menjadi efisien. Koordinasi gerakan itu sendiri dapat berbagai macam seperti koordinasi mata-kaki (foot-eye coordination) seperti misalnya dalam keterampilan menendang bola, atau koordinasi mata-tangan (eye-hand coordination) seperti misalnya keterampilan melempar suatu objek ke sasaran tertentu. Beberapa aktivitas membutuhkan koordinasi menyeluruh (over-all coordination) dari tubuh, misalnya keterampilan senam. Dan koordinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah koordinasi mata-tangan. Jadi yang dimaksudkan dengan kordinasi mata-tangan dalam penelitian ini adalah kordinasi antara mata (penglihatan) dengan gerakan tangan dalam melakukan servis bolavoli. a. Latihan Koordinasi Latihan yang baik untuk memperbaiki koordinasi adalah dengan melakukan berbagai variasi gerak dan keterampilan. Atlet-atlet yang mempunyai spesialisasi suatu cabang olahraga tertentu, sebaiknya dilibatkan dalam keterampilan dalam berbagai cabang olahraganya atau cabang olahraga lain. Atlet harus banyak dilatih dengan keterampilanketerampilan baru dari cabang olahraganya atau cabang olahraga lain. Kalau tidak, koordinasinya tidak akan berkembang dan kemampuan untuk
belajar gerak baru akan menurun. Dalam melatih keterampilanketerampilan, faktor kesulitan dan kompleksitas gerakan harus senantiasa ditingkatkan. Koordinasi paling mudah dikembangkan pada anak usia muda, yaitu pada waktu kemampuan adaptasi nervous sistemnya lebih baik dari pada kepunyaan orang dewasa (Bompa dalam Harsono, 1988:222). Menurut Harre yang dikutip Harsono (1988:223) dalam latihan koordinasi dianjurkan latihan-latihan koordinasi harus mencakup: 1) Latihan-latihan dengan perubahan keterampilan teknik dasar dan irama. 2) Latihan-latihan dalam kondisi lapangan dan peralatan yang berubah-ubah. Memperkecil dan memperluas lapangan. 3) Kombinasi berbagai latihan senam. 4) Kombinasi berbagai permainan. 5) Latihan-latihan untuk mengembangkan reaksi. 6) Lari halang-rintang dalam waktu tertentu. 7) Latihan di depan kaca, latihan keseimbangan, latihan dengan mata tertutup 8) Melakukan gerakan-gerakan yang kompleks pada akhir latihan. 9) Latihan keseimbangan segera setelah melakukan rol beberapa kali atau setelah berputar-putar di tempat.
Dengan
memperhatikan
ciri-ciri
dalam
melakukan
latihan
koordinasi, maka bentuk latihan-latihan koordinasi antara lain: 1) Melatih gerak yang simultan dari yang mudah ke yang sulit, dari tempo lambat ke tempo yang cepat, dari gerak yang sederhana ke gerak yang kompleks. 2) Bentuk latihan yang mengkoordinasikan kerja pusat syaraf, syaraf tepi, indera dan otot secara berulang-ulang.
3) Kombinasi gerak kanan dan kiri dari tangan dan kaki serta berulangulang. 4) Lari berkelok-kelok dengan rintangan-rintangan tiang tonggak membentuk empat persegi panjang. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Latihan Koordinasi Selain memperhatikan ciri-ciri dari latihan koordinasi, masalahmasalah yang perlu diperhatikan dalam latihan ini, seperti pengertian inervasi resiproke yaitu suatu pacuan yang datangnya bersamaan dengan yang satu negatif dan yang lainnya positif. Otot-otot sinergis dan antagonis bekerja sama secara harmonis untuk menghasilkan koordinasi yang baik. Kelincahan, keseimbangan dan kelentukan perlu ditingkatkan sebaikbaiknya untuk mendukung koordinasi berkualitas tinggi. Hampir semua cabang olahraga memerlukan koordinasi, gerakan-gerakan yang kompleks meskipun kadar kesulitan dan kebutuhannya berbeda-beda untuk tiap-tiap cabang olahraga. Melatih kemampuan sebaiknya sejak umur dini dalam proses pengayaan gerak sebagai dasar keterampilan pada atlet yunior dan senior.
3. Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Salah satu tujuan pemberian program pendidikan jasmani kepada atlet adalah agar atlet menjadi terampil dalam melakukan aktifitas fisik olahraga. Atlet yang memiliki keterampilan kemampuan individu dalam menggunakan gerakan otot atau gerakan tubuh akan mensukseskan pelaksanaan beberapa
keterampilan dan teknik olahraga secara tepat untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu sesingkat mungkin. Semakin baik penguasaan gerak keterampilan seseorang, maka pelaksanaannya akan semakin efisien (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1994:249). Rusli (1988:96) menjelaskan keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan satu atau beberapa teknik secara tepat, baik dari segi waktu maupun situasi. Schmidt (1991:5) memberikan batasan keterampilan sebagai kemampuan individu untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu yang minimum. Permainan bolavoli merupakan permainan dengan memukul bola secara serentak atau langsung, artinya bola di voli sebelum jatuh ke tanah atau lantai, dengan memainkan atau memantulkan bola sebanyak-banyaknya tiga kali dan tidak dibenarkan setiap pemain memainkan bola di udara sebanyak dua kali berturut-turut. Permainan ini dimainkan dua regu, masing-masing regu terdiri atas enam pemain. Dimana setiap pemain berusaha untuk memvoli setiap bola yang datang, baik dengan jari-jari tengah maupun dengan satu tangan atau kedua belah tangan, dengan tujuan menyelamatkan bola di lapangan sendiri dan menyerang ke lapangan lawan. Teknik dasar merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam keterampilan bermain bolavoli, dengan teknik yang baik dan benar akan berdampak pada produktifitas dan efektifitas dalam permainan bolavoli. Dalam bahasa sederhananya untuk dapat bermain bolavoli dengan baik dan benar seorang pemain harus dapat menguasai teknik dasar permainan bolavoli
dengan terampil. Beutelstahl (2003:9), menjelaskan teknik-teknik dasar permainan bolavoli meliputi: (1) servis; (2) pass bawah; (3) pass atas; (4) smas; (5) blok; (6) pertahanan. Sementara
Durrwachter
(1990:82)
mengemukakan,
“tahap
awal
permainan bolavoli sudah memadai apabila pemain telah menguasai teknik dasar yang terdiri dari servis dan passing. Pengertian teknik menurut Scrhreiter dalam Suharno (1993:11) adalah: ”suatu proses melahirkan keaktifan jasmani dan pembuktian suatu praktek dengan sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang permainan bolavoli. Adapun teknik-teknik dasar dalam permainan bolavoli, adalah: 1. servis 2. passing 3. smash 4. umpan 5. bendungan/block Di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Teknik Dasar Servis Atas Servis atas adalah teknik dasar servis yang dilakukan dengan perkenaan bola di atas kepala. Teknik servis atas memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Tujuan utama melakukan servis dari atas adalah mempercepat laju bola menukik dari atas ke bawah. Menurut Viera & Fergusson (1996:27), servis atas paling efektif, karena sulit
menangkisnya. Jalannya bola berbeda-beda tergantung bagian mana dari bola yang terkena pukul. Teknik dasar servis atas yang ada dalam permainan bolavoli terdiri dari beberapa macam, menurut Yunus (1992:111) terdiri dari, “(1) Tenis servis, (2) Floating, dan (3) Cekis”. Jenis servis atas pada permainan bolavoli dapat pula diklasifikasikan berdasarkan hasil putaran bola. Putaran bola yang dihasilkan merupakan pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya gerakan telapak tangan pada saat melakukan pukulan servis. Atas dasar putaran bola yang dihasilkan dari pukulan servis atas dapat dibedakan menjadi 5 yaitu, (a) Top spin, (b) Back spin, (c) In side spin, (d) Out side spin, dan (e) Float. Back spin adalah servis dengan arah putaran bola ke belakang. Apabila arah putaran bola hasil servis tersebut ke arah samping dalam disebut inside spin, sedangkan ke arah samping luar disebut outside spin. Top spin merupakan servis dengan arah putaran bola ke depan. Sedangkan float merupakan servis bola mengapung (tanpa putaran). Teknik servis atas ini memiliki kecepatan dan tingkat kesulitan yang lebih tinggi dari pada teknik servis bawah. Untuk dapat melakukan servis atas dengan baik pemain harus menguasai teknik dasar yang ada dengan baik. Menurut Beutelstahl (2003:10) bahwa, “Setiap jenis servis itu dibagi dalam tiga tahap, (1) Tahap pertama: melempar bola ke atas throw-up, (2) tahap kedua: memukul bola hitting the hall, (3) tahap ketiga gerakan akhir follow-throught”. Adapun menurut Yunus (1992:111) tcknik dasar servis
terdiri dari tiga tahap yaitu “(a) sikap permulaan, (b) gerak pelaksanaan dan (c) gerak lanjutan (follow throught)”. Teknik pelaksanaan tiap tahapan servis atas adalah: (1) Sikap permulaan Ambil sikap berdiri dengan kaki kiri berada lebih ke depan dari pada kaki kanan dan kedua lutut sedikit ditekuk. Tangan kiri dan kanan bersama-sama memegang bola. Tangan kiri menyangga bola sedangkan
tangan
atas
memegang
bagian
atas
bola.
Bola
dilambungkan dengan tangan kiri ke atas sampai ketinggian kurang lebih setengah meter di atas kepala. Tangan kanan segera ditarik ke belakang atas kepala, dengan telapak tangan menghadap ke depan. (2) Gerak pelaksanaan Setelah tangan kanan berada di belakang atas kepala dan bola berada sejangkauan tangan maka bola segera dipukul dengan cara memukul seperti pada smash. Saat perkenaan telapak tangan dengan bola, posisi telapak tangan terbuka membentuk lengkung bola dan berada di belakang atas bola. Setelah bola berhasil dipukul maka bola menjadi top spin selama menjalani lintasannya. Sewaktu akan melakukan servis perhatian harus selalu terpusat kepada bola. Lecutan tangan dan lengan sangat diperlukan dalam tenis servis ini dan bila perlu dibantu gerakan togok ke arah depan sehingga bola akan memutar lebih banyak. Pada waktu lengan dilecutkan siku jangan sampai ikut tertarik ke bawah.
(3) Gerak Lanjut (follow throught) Setelah tangan kanan memukul bola maka dilanjutkan dengan melangkah ke depan masuk ke dalam lapangan permainan dan mengambil sikap normal. Setiap pemain harus melakukan tiga tahapan servis tersebut dengan baik. Untuk mendapatkan hasil servis yang baik, pemain harus dapat melakukan gerakan servis atas dengan koordinasi gerak yang baik.
Gambar 5. Gerakan Servis Atas (Yunus, 1992:117)
Gerakan servis harus ritmis, mulai dari persiapan, pukulan dan gerakan lanjutan yang harus dilakukan dengan tidak terpotong-potong dan kaku. Salah satu hal yang sangat penting yang juga harus diperhatikan adalah sikap tangan pada saat mengenai (impact) bola. Pada saat tangan mengenai bola, tangan harus ditegangkan agar pantulan bola dari tangan menjadi kencang (tidak lemah).
2) Strategi Pelaksanaan Servis Kecermatan melakukan servis ikut menentukan terhadap jalannya pertandingan. Saat melakukan servis harus benar-benar siap dan cermat, sehingga konsentrasi pada saat melakukan servis harus diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:66) bahwa pendekatan taktik secara individual dalam servis terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut: a) Pemain berjalan dengan tenang menuju area tempat melancarkan servis. b) Ia berkonsentrasi dahulu sebelum mulai melancarkan servis. c) Ia memperhatikan dahulu pihak lawannya: pemain yang manakah yang akan diberi bola servis itu, bagaimana posisi para lawan.
Agar dapat menjadikan servis sebagai taktik serangan secara individual konsentrasi pemain sebelum melakukan servis adalah sangat penting. Di samping itu kontrol terhadap arah bola juga sangat penting. Mengingat besarnya manfaat servis, teknik servis perlu dilatihkan dengan sungguh-sungguh. Pemain yang melakukan servis perlu mengupayakan agar hasil servis yang dilakukan menjadi sulit diterima lawan. Agar servis yang dihasilkan sulit
diterima
lawan.
Menurut
Suharno
(1993:54)
server
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Arahkan servis ke penerima yang lemah penguasaan teknik passing. b) Servislah ke tempat yang kosong. c) Pergunakanlah teknik servis float, kemudian ganti-ganti teknik servis cekis yang keras. d) Arahkan servis ke pemain yang sedang bergerak. e) Arahkan ke sasaran sudut datang bola yang sukar, agar penerima sulit untuk memberikan bola ke pengumpan.
f) Perhitungkan arah angin, sinar matahari dan timing pukulan setelah ada tanda peluit dari wasit. Berkaitan strategi pelaksanaan servis bolavoli, Beutelstahl (2003:66) mengemukakan bahwa sedapat mungkin seorang server harus melancarkan servisnya kepada pemain pihak lawan yang paling lemah. Kecuali itu ia harus cermat mencari tempat-tempat di pihak lawan yang kurang terjaga dengan baik, antara lain: a) Di daerah net b) Di daerah sisi c) Di belakang. Kecepatan, ketepatan dan keakuratan penempatan bola pada pelaksanaan servis merupakan hal yang pokok untuk memperoleh hasil yang optimal. Apabila pemain mengarahkan servisnya ke tempat yang tidak dijaga atau pemain yang paling lemah, maka itu merupakan hal yang menyulitkan bagi regu lawan. Mengingat pentingnya peranan teknik servis tersebut, maka tiap pemain harus memiliki kemampuan servis yang sulit diterima lawan dan mematikan. Tiap pemain tersebut harus memiliki penguasaan teknik servis dengan baik. Pelatih harus memberikan pembelajaran dan latihan servis pada para pemainnya secara intensif dengan program latihan yang benar. 3) Karakteristik Keterampilan Servis Bolavoli Keterampilan teknik servis bolavoli merupakan kualitas penampilan pemain dalam melakukan tugas gerak dalam servis bolavoli. Gerakan
servis bolavoli dilakukan dari sikap berdiri siap memegang bola, selanjutnya melemparkan bola, memukul bola dan gerak lanjutan. Pengembangkan keterampilan gerak servis bolavoli perlu dipahami karakteristik dan klasiflkasi gerakan servis bolavoli. Menurut Sugiyanto (1997:289) bahwa keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: “(a)
klasiflkasi
berdasarkan
kecermatan
gerakan.
(b)
klasiflkasi
berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan dan (c) klasiflkasi berdasarkan stabilitas lingkungan”. Menurut Rusli (1988:193-199) bahwa keterampilan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori yaitu: (1) keterampilan kasar dan halus (gross and fine), (2) keterampilan diskrit, serial dan kontinus, (3) keterampilan terbuka dan tertutup (open and closed skills)”. Berdasarkan
kecennatan
gerakan,
keterampilan
dapat
diklasifikasikan menjadi yaitu keterampilan kasar dan halus (gross and fine). Keterampilan kasar dan halus merupakan klasifikasi keterampilan berdasarkan jumlah otot yang terlibat dan kadar energi yang digunakan. Makin besar otot-otot yang terlibat dan makin banyak energi yang digunakan, maka keterampilan ini disebut keterampilan kasar, sedangkan keterampilan halus merupakan kebalikannya. Berdasarkan hal tersebut maka gerakan keterampilan servis bolavoli termasuk keterampilan perpaduan antara keterampilan gerak kasar dan gerak halus. Keterampilan dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan. Menurut Sugiyanto (1997:290) bahwa
berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan keterampilan gerak bisa dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: a) Keterampilan gerak diskret (discrete motor skills). b) Keterampilan gerak serial (serial motor skills). c) Keterampilan gerak kontinyu (continuous skills). Keterampilan gerak diskret adalah keterampilan gerak dimana dalam pelaksanaannya bisa dibedakan secara jelas titik awal dan titik akhir dari gerakan. Keterampilan gerak serial merupakan keterampilan gerak diskret yang dilakukan beberapa kali secara berlanjut. Keterampilan gerak kontinyu adalah keterampilan gerak yang tidak bisa dengan mudah ditandai titik awal atau titik akhir dari gerakannya. Gerakan servis bolavoli termasuk keterampilan gerak diskret, karena jelas titik awal dan akhirnya. Titik awal gerakan servis yaitu pada saat pelaku berdiri dengan sikap siap dan memegang bola, sedangkan titik akhirnya adalah pada saat pelaku sudah memukul bola dan melakukan gerak lanjutan. Keterampilan gerak dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sifat objek dan stabilitas lingkungan. Berdasarkan sifat objek dan stabilitas lingkungan (Rusli & Suherman, 2000:57) bahwa keterampilan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: keterampilan tertutup (closed skills), keterampilan tertutup yang digunakan pada lingkungan yang berbeda-beda, dan keterampilan terbuka (open skills)”. Keterampilan tertutup yaitu keterampilan yang dilakukan pada lingkungan yang tetap dan tidak berubah-ubah. Keterampilan terbuka yaitu keterampilan yang
dilakukan pada lingkungan yang berubah-ubah. Keterampilan servis bolavoli merupakan keterampilan tertutup karena dilakukan pada lingkungan yang tidak berubah-ubah. Bola yang dipukul pada saat servis dilemparkan sendiri oleh pemain. 4) Teknik Dasar Servis Tangan Bawah Servis tangan bawah adalah suatu usaha memasukkan bola ke daerah lawan oleh pemain yang berada di daerah servis untuk memukul bola dengan satu tangan di bawah pinggang atau kira-kira setinggi pinggang. Servis ini sering digunakan oleh pemain pemula dan pemain wanita. Karena menurut Robinson (1997:36) bahwa “untuk pemain baru, servis tangan bawah merupakan cara yang paling mudah”. Pada dasarnya pelaksanaan servis bawah sama dengan pelaksanaan servis atas. Perbedaannya adalah hanya pada saat perkenaan bola dengan tangan. Dimana servis bawah perkenaannya di bawah bahu, sedangkan servis atas perkenaannya di atas kepala. Menurut Beutelstahl (2003:9) bahwa ”setiap jenis servis itu dibagi dalam tiga tahap: (1) Tahap pertama: melempar bola ke atas throw-up. (2) Tahap kedua: memukul bola hitting the ball. (3) Tahap ketiga gerakan akhir follow-throught”. Adapun menurut Yunus (1992:111) teknik dasar servis terdiri dari tiga tahap yaitu “(a) sikap permulaan, (b) gerak pelaksanaan dan (c) gerak lanjutan (follow throught)”. Setiap pemain harus melakukan tiga tahapan servis tersebut dengan baik. Untuk mendapatkan hasil servis yang baik, pemain harus dapat
melakukan gerakan servis atas dengan koordinasi gerak yang baik. Beutelstahl (2003:10), menguraikan tahap-tahap pelaksanaan servis bawah sebagai berikut : Tahap pertama : Fase throw-up (melempar bola). Berat badan ditempatkan pada kaki sebelah belakang. Lengan digerakkan ke belakang dan ke atas (lengan pemain). Tahap kedua : Fase hitting the ball. Lengan bermain (lengan yang digunakan untuk memukul bola. Dengan istilah asing disebut striking arm. Lengan kanan untuk pemain kanan dan lengan kiri untuk pemain kidal) diayunkan ke bawah, dari belakang ke depan dan memukul bola yang telah dilemparkan rendah-rendah. Sementara itu berat badan dipindahkan ke kaki sebelah depan. Bola dipukul telapak tangan terbuka, pergelangan tangan sekaku mungkin. Tahap ketiga : Fase follow throught. Lengan bermain terus mengikuti arah bola. Pemain cepat-cepat pindah ke posisi yang baru di lapangan. Viera & Fergusson (1996:30) mengemukakan mengenai pelaksanaan servis bawah adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Pelaksanaan Servis Lengan Bawah (Viera & Fergusson, 1996:30)
a. Persiapan 1. Kaki dalam posisi melangkah dengan santai 2. Berat badan terbagi dengan seimbang 3. Bahu sejajar dengan net 4. Pegang bola setinggi pinggang atau lebih rendah 5. Pegang bola di depan tubuh 6. Gunakan telapak tangan terbuka 7. Mata ke arah bola
b. Eksekusi c. Gerakan Lanjutan 1. Ayunkan lengan ke 1. Ayunkan lengan belakang ke arah bagian atas net. 2. Pindahkan berat badan 2. Pindahkan berat ke kaki belakang badan ke kaki depan 3. Ayunkan lengan ke 3. Bergerak ke depan lapangan pertandingan 4. Pindahkan berat badan ke kaki depan 5. Pukul bola dengan pergelangan tangan terbuka 6. Pukul bola pada posisi setinggi pinggang 7. Jatuhkan tangan anda yang memegang bola 8. Pukul bola pada bagian tengah belakang 9. Konsentrasi pada bola
Gerakan servis harus ritmis, mulai dari persiapan, pukulan dan gerakan lanjutan yang dilakukan harus dilakukan dengan tidak terpotongpotong dan kaku. Durrwachter (1990:45) mengemukakan bahwa, ”pemain harus memiliki koordinasi gerak yang tepat antara mengayun dan melambungkan bola, serta memukul dan gerakan maju ke depan”. Kesalahan dalam mencermati lambungan bola dan ayunan tangan kemudian memukul bola akan berakibat kegagalan dalam melakukan gerakan servis tangan bawah. Agar servis yang dilakukan dapat mencapai hasil secara optimal, gerakan servis harus dilakukan dengan benar. Agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan servis maka hal-hal kesalahan-
kesalahan umum yang sering terjadi dalam melakukan servis
harus
diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:11), kesalahan umum
yang
sering terjadi pada servis adalah : a) Pergerakan yang tidak ritmis. Ini terjadi kalau si pemain ragu-ragu. b) Stance yang salah. Dengan istilah stance dimaksudkan: sikap pemain pada waktu hendak memukul bola, baik sikap tubuh, kaki ataupun lengan. c) Lengan kurang terayun, sehingga daya kekuatannyapun berkurang. d) Lemparan bola kurang baik, sehingga bola kurang terkontrol. e) Kurang memperhatikan bola. Pemain harus melakukan pukulan servis dengan baik, dan sedapat mungkin berusaha agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan. Apabila kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi tersebut dapat dihindari maka servis yang dilakukan tersebut akan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Pemain dan pelatih harus selalu mengadakan evaluasi mengenai teknik yang digunakan, agar kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dapat di atasi. Servis yang baik akan dapat mempengaruhi jalannya pertandingan. Di samping itu servis yang baik dalam arti keras dan akurat, akan dapat mematikan serangan lawan. Hal ini sesuai dengan pendapat Beutelstahl (2003:65) bahwa servis dapat bertujuan untuk: ”(1) Langsung meraih angka kemenangan, dan (2) Menghalang-halangi formasi penyerangan pihak lawan”. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kemampuan servis yang baik dapat memberikan manfaat yang besar bagi suatu regu. Manfaat servis dalam permainan bolavoli, di samping sebagai tanda
dimulainya suatu pertandingan, servis sangat bermanfaat sebagai serangan untuk meraih angka. Pemain bolavoli harus memiliki kemampuan servis yang baik. Sedapat mungkin dalam melakukan servis memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Dalam hal ini Viera & Fergusson (1996:27) mengemukakan bahwa ”dalam suatu pertandingan, sangat penting bagi anda untuk melakukan servis dengan konsisten, yaitu paling tidak 90% dari servis anda dapat melewati net ke daerah lawan”. Keberhasilan servis dapat memberikan keuntungan bagi regu, sebaliknya kegagalan servis sangat merugikan regunya. Apalagi sesuai dengan peraturan sekarang ini, yaitu nilai bolavoli berlangsung secara rally, sehingga kegagalan servis dapat langsung memberikan nilai kepada regu lawan. a) Strategi Pelaksanaan Servis Keberhasilan servis dapat membantu memenangkan pertandingan bolavoli. Kecermatan servis ikut menentukan terhadap jalannya pertandingan. Pada saat melakukan servis harus benar-benar siap dan cermat, sehingga konsentrasi pada saat melakukan servis harus diperhatikan. Menurut Beutelstahl (2003:66) bahwa pendekatan taktik secara individual dalam servis terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut : 1) Pemain berjalan dengan tenang menuju area tempat melancarkan servis. 2) Ia berkonsentrasi dahulu sebelum mulai melancarkan servis. 3) Ia memperhatikan dahulu pihak lawannya: pemain yang manakah yang akan diberi bola servis itu, bagaimana posisi para lawan.
Servis yang baik dapat merupakan tatik serangan pertama pada permainan bolavoli. Untuk dapat menjadikan servis sebagai taktik serangan secara individual konsentrasi pemain sebelum melakukan servis adalah sangat penting. Di samping itu kontrol terhadap arah bola juga sangat penting. Mengingat besarnya manfaat servis, teknik servis perlu dilatihkan dengan sungguh-sungguh. Servis yang baik dapat menjadi senjata untuk melakukan serangan yang menyulitkan bagi lawan. Untuk menjadikan servis sebagai serangan tidaklah mudah, tetapi seorang pemain dituntut benar-benar menguasai teknik servis tersebut dengan baik. Di samping itu dalam melakukan servis pemain tersebut harus cermat dan akurat. Untuk dapat mencapai manfaat servis secara optimal dalam melakukan penempatan bola servis harus akurat. Pemain yang melakukan servis perlu mengupayakan agar hasil servis yang dilakukan menjadi sulit diterima lawan. Agar servis yang dihasilkan sulit diterima lawan, maka menurut Suharno (1993:54) server harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Arahkan servis ke penerima yang lemah penguasaan teknik passing. 2) Servislah ke tempat yang kosong. 3) Pergunakanlah teknik servis float, kemudian ganti-ganti teknik servis cekis yang keras. 4) Arahkan servis ke pemain yang sedang bergerak. 5) Arahkan ke sasaran sudut datang bola yang sukar, agar penerima sulit untuk memberikan bola ke pengumpan. 6) Perhitungkan arah angin, sinar matahari dan timing pukulan setelah ada tanda peluit dari wasit.
Hasil servis lebih optimal jika pemain dapat melakukan servis dengan cepat, cermat, tepat dan akurat. Berkaitan dengan hal tersebut, Beutelstahl (2003:66) mengemukakan bahwa : Sedapat mungkin seorang server harus melancarkan servisnya kepada pemain pihak lawan yang paling lemah. Kecuali itu ia harus cermat mencari tempat-tempat di pihak lawan yang kurang terjaga dengan baik : a. di daerah net b. di daerah sisi c. di belakang Apabila pemain mengarahkan servisnya ke tempat yang tidak dijaga atau pemain yang paling lemah, maka itu merupakan hal yang menyulitkan bagi regu lawan. Mengingat pentingnya peranan teknik servis tersebut, maka tiap pemain harus memiliki kemampuan servis yang sulit diterima lawan dan mematikan. Tiap pemain tersebut harus memiliki penguasaan teknik servis dengan baik. Pengajar harus memberikan pembelajaran dan latihan servis pada para pemainnya secara intensif dengan program yang benar. 5) Teknik Dasar Passing Teknik passing dalam permainan bolavoli ada dua: (a) teknik passing bawah, (b) dan teknik passing atas. a. Teknik passing bawah Teknik passing bawah merupakan keterampilan yang paling sering
digunakan
dalam
permainan
bolavoli
terutama
untuk
penerimaan servis dan penerimaan serangan dari lawan. Cara melakukan teknik adalah sebaiknya bola disentuh persis sedikit lebih
atas dari pergelangan tangan, sikap lengan dan tangan diupayakan selurus mungkin dan kedua siku sebaiknya difiksir untuk mencegah terjadinya pergeseran yang memberikan kemungkinan arah bola yang dikehendaki tidak melenceng. Sikap kaki dibuka selebar bahu, dan salah satu kaki berada di depan. Secara teknik gerakan passing bawah dapat dibagi menjadi 3 tahapan atau fase, yaitu persiapan (sikap permulaan), pelaksanaan (sikap perkenaan) dan gerak lanjutan (sikap akhir). Seperti dikemukakan Yunus (1992:79) bahwa, “gerakan pass bawah normal terdiri dari (1) sikap permulaan, (2) gerak pelaksanaan dan (3) gerak lanjutan”. Secara rinci mengenai pelaksanaan masing-masing tahapan teknik gerakan passing bawah dapat dilihat pada gambar dan penjelasan di bawah ini :
Gambar 7. Sikap Tangan dan Posisi Badan Saat Passing Bawah Yunus (1992:79)
Sikap permulaan, ambil posisi sikap siap normal pada saat tangan akan dikenakan pada bola, segera tangan dan lengan diturunkan serta tangan dan lengan dalam keadaan terjulur ke bawah depan lurus. Siku tidak boleh ditekuk, kedua lengan merupakan papan pemukul yang selalu lurus keadaannya. Sikap perkenaan, pada saat akan mengenakan bola pada bagian sebelah atas (bagian proximal) dari pada pergelangan tangan, ambillah terlebih dahulu posisi yang sedemikian hingga badan menghadap bola. Begitu bola berada pada jarak yang tepat maka segeralah ayunkan lengan yang telah lurus dan diflixir dari arah bawah ke atas depan. Sikap akhir, setelah bola berhasil dipass bawah maka segera diikuti pengambilan sikap siap normal kembali dengan tujuan agar dapat bergerak lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Pada saat melakukan passing bawah, tangan berpegangan satu dengan yang lain. Yunus (1992:79) mengemukakan bahwa, “kedua tangan saling berpegangan yaitu, punggung tangan kanan diletakkan di atas telapak tangan kiri kemudian saling berpegangan”. Pada saat passing usahakan agar perkenaan bola tepat di bagian proximal dari pada pergelangan tangan dan dengan bidang yang selebar mungkin agar bola selama menempuh lintasannya tidak banyak membuat putaran. Pantulan bola setelah mengenai bagian proximal dari pada pergelangan
tangan,
akan
memantul
keatas
depan
lambungannya cukup tinggi dan dengan sudut pantul 900.
dengan
b. Teknik passing atas Teknik passing atas terutama dipergunakan untuk mengumpan bola kepada penyerang. Cara melakukan teknik passing atas adalah jari-jari tangan terbuka lebar dan kedua tangan membentuk mangkuk hampir saling berhadapan. Sebelum menyentuh bola, lutut sedikit ditekuk hingga tangan berada di muka setinggi hidung. Sudut antara siku dan badan kurang lebih 450o. Secara rinci mengenai pelaksanaan masing-masing tahapan teknik gerakan passing atas dapat dilihat pada gambar dan penjelasan di bawah ini:
Gambar 8. Sikap Tangan dan Posisi Badan Pada Saat Passing Atas Yunus (1992:81) Sikap permulaan, pemain mengambil sikap siap normal yaitu pengambilan sikap tubuh sedemikian hingga memudahkan untuk secepatnya bergerak ke arah yang diinginkan. Pemain berdiri dengan
salah satu kaki berada di depan kaki lain. Lutut ditekuk badan agak condong kedepan dengan tangan siap didepan dada. Pada saat akan melakukan passing, maka segeralah menempatkan diri di bawah bola. Dan tangan diangkat ke atas depan kira-kira setinggi dahi. Jari-jari tangan secara keseluruhan membentuk suatu setengah bulatan. Jari-jari diregangkan sedikit dan kedua ibu jari membentuk satu sudut. Sikap perkenaan bola, perkenaan bola pada jari adalah diruas pertama dan kedua terutama dari ibu jari. Pada saat jari disentuhkan pada bola maka jari agak ditegangkan sedikit dan pada saat itu juga diikuti gerakan pergelangan, lengan kearah depan atas agak eksplosif. Sikap akhir, setelah bola berhasil di pass maka lengan harus lurus sebagai suatu gerakan lanjutan diikuti dengan badan dan langkah kaki ke depan agar koordinasi tetap terjaga. Gerakan tangan, pergelangan, lengan dan kaki harus merupakan suatu gerakan yang harmonis, sedang pandangan kearah bola. 6) Keterampilan teknik dasar bolavoli (smash/spike) Keterampilan teknik dasar bolavoli (smash/spike) adalah gerakan memukul bola yang dilakukan dengan kuat dank eras serta jalannya bola cepat, tajam, dan menukik. Keterampilan teknik dasar bolavoli dapat mematikan atau sulit diterima lawan apabila pukulan itu dilakukan dengan cepat dan tepat. Yang harus diperhatikan saat akan melakukan keterampilan teknik dasar bolavoli, yaitu cara mengambil awalan/ancang-
ancang, cara melakukan tolakan, cara melakukan pukulan, cara melakukan pendaratan. Teknik keterampilan teknik dasar bolavoli merupakan teknik yang cukup sulit dibandingkan dengan teknik dasar yang lain seperti servis atau passing.
Gerakan
keterampilan
teknik
dasar
bolavoli
harus
mengkoordinasikan banyak gerakan mulai awalan, lompatan, pukulan dan mendarat di lantai (Durrwachter, 1990:65). 7) Mengumpan (set-up) Mengumpan bola dilakukan dengan passing atas atau melambungkan bola yang diterima ke atas denga kedua belah tangan. Saat mau menerima bola, posisi badan setengah jongkok dengan lutut lentur, badan dijulurkan dengan
meluruskan
tungkai;
dan
lurus
sambil
berjungkat
saat
melambungkan bola. Posisi lengan dan tangan dari jari seperti hendak menrangkum bola saat melambungkan bola ke atas. Bola dilambungkan dengan kedua belah tangan ke atas di depan pemain siap melakukan pukulan keterampilan teknik dasar bolavoli. Untuk dapat mengumpan dengan baik, cepat, tepat, luwes dan lancar perlu melakukan latihan berulang-ulang hingga benar-benar menguasai (Syarifuddin, 2003:12). 8) Membendung (blocking) Membendung (blocking) adalah bentuk gerakan seseorang atau beberapa orang pemain yang berada di dekat net. Tujuannya untuk menutupi datangnya bola dari lapangan lawan. Caranya dengan menjulurkan kedua belah tangan ke atas dengan ketinggian jangkauan
lebih tinggi dati tepian atas net. Untuk dapat melakukan bendungan dengan baik dan benar, harus memperhatikan: sikap permulaan, gerakannya, pembendungan oleh seorang pemain, pembendungan oleh dua atau tiga orang pemain. Perlu diingat latihan membendung diberikan kepada atlet setelah atlet memiliki bekal kemampuan keterampilan teknik dasar bolavoli, karena dengan memiliki kemampuan keterampilan teknik dasar bolavoli maka akan memudahkan dalam memprediksi kapan membendung harus dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, untuk melakukan gerakan-gerakan dalam bolavoli secara baik diperlukan kemampuan fisik prima dan untuk dapat bermain bolavoli dengan baik dan benar seorang pemain harus dapat menguasai teknik dasar permainan. Sebagaimana disebutkan Durrwachter (1990:82) bahwa, “tahap awal permainan bolavoli sudah memadai apabila pemain telah menguasai teknik dasar yang terdiri dari servis dan passing. Dengan demikian bila seorang pemula atau seseorang ingin dapat bermain bolavoli dengan baik harus menguasai teknik dasar bermain bolavoli, dan diantara teknik dasar yang harus dikuasai dalam permainan bolavoli adalah servis dan passing.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai latihan plaiometrik dan berbeban sudah banyak dilakukan, beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki relevansi yang dekat dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai berikut:
1. Tirtawirya, D. (2003:101) meneliti tentang pengaruh metode latihan pliometrik terhadap peningkatan power otot tungkai, yang menyimpulkan bahwa latihan pliometrik metode kombinasi paling baik dalam meningkatkan power tungkai jika dibandingkan dengan metode menempuh jarak dan metode ditempat. Sedangkan metode menempuh jarak lebih baik jika dibandingkan dengan metode ditempat dalam meningkatkan power tungkai. 2. Rahimi, R. (2006) tentang evaluasi latihan plaiometrik, latihan beban dan kombinasi plaiometrik, pada kecepatan sudut dalam bersepeda, yang menyimpulkan bahwa kombinasi latihan beban dan latihan plaiometrik dapat meningkatkan hasil kecepatan sudut dalam bersepeda. Oleh karena itu, pelatihan gabungan dapat membantu meningkatkan prestasi lomba sepeda jarak pendek yang memerlukan kecepatan sudut, percepatan sudut dan power. 3. Sri Santoso Sabarini (2008) tentang perbedaan pengaruh metode latihan dan koordinasi mata tangan terhadap keterampilan bermain baseball, yang menyimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh metode latihan dengan menggunakan latihan beban dan plaiometrik terhadap ketrampilan baseball, ada perbedaan antara koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah terhadap ketrampilan baseball, ada interaksi antara metode latihan dan koordinasi matatangan terhadap ketrampilan baseball.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. Metode latihan merupakan prosedur dan cara pemilihan jenis latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan kompleksitas dan berat badan. Dalam keterampilan teknik dasar bolavoli, maka latihan plaiometrik dan berbeban sebagai metode latihannya. Program latihan plaiometrik merupakan salah satu metode latihan yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosif koordinasi baik siklik maupun asiklik. Sedangkan program latihan berbeban merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Dengan kondisi tersebut tentunya koordinasi mata-tangan akan meningkat. Keuntungan dan kelebihan dari latihan plaiometrik adalah kecepatan gerakan dalam latihan lebih tinggi, sehingga sangat baik dan efektif untuk menghasilkan tenaga pada jenis gerakan (kecepatan gerak jauh lebih baik), resiko terjadinya cedera otot lebih rendah, sehingga lebih aman pada saat melakukan latihan, kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah, peningkatan beban latihan lebih tepat, sesuai dengan ketentuan, dan memungkinkan sejumlah peserta untuk berlatih bersama, sehingga menghemat waktu. Sedangkan kelemahan latihan pliometrik adalah beban latihan relatif ringan, sehingga peningkatan kekuatan lebih rendah, unsur tantangan lebih rendah, sehingga kurang menarik, timbulnya kejenuhan pada saat beban latihan semakin bertambah, karena jenis latihan yang tidak berubah, dan timbulnya kelelahan yang sangat bagi pelaku.
Latihan berbeban merupakan latihan fisik yang efektif dengan bantuan alat berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Sama halnya dengan latihan plaiometrik, latihan berbeban yang memiliki kelebihan atau keuntungan berupa peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang cukup besar, dengan adanya beban tambahan dari luar, lebih memberikan tantangan bagi pelaku sehingga dapat meningkatkan semangat dan motivasi dalam latihan, kontrol kesungguhan dan kebenaran dalam pelaksanaan program latihan lebih mudah, dapat dirancang untuk berbagai keperluan dan prinsip overload benar-benar terlihat. Sedangkan kelemahan dari latihan berbeban adalah kecepatan gerak otot lengan dalam keterampilan teknik dasar bolavoli terabaikan karena beban terlalu berat sehingga peningkatan kecepatan lebih rendah, resiko terjadinya kelelahan dan cedera otot lebih besar, peningkatan beban latihan, kadang-kadang tidak sesuai dengan perhitungan karena berat beban yang tersedia ukurannya terbatas dan timbulnya kejenuhan saat melakukan latihan. Namun demikian latihan ini pun juga dapat digunakan untuk meningkatkan power. Metode
latihan
yang
dilakukan
secara
berulang-ulang
dan
berkesinambungan akan berpengaruh terhadap koordinasi mata-tangan sehingga akan terjadi adaptasi terhadap gerakan yang dilakukan. Dengan demikian keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet pemula dapat meningkat. Hal ini dikarenakan pola gerakan yang digunakan sesuai dengan
gerakan pada koordinasi. Oleh karena itu peningkatan dosis metode latihan, sebaiknya diberikan secara bertahap. Dari uraian di atas dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan yang ada pada masing-masing metode latihan, maka dapat diduga bahwa antara latihan plaiometrik dan berbeban akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli. 2. Perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah Koordinasi mata-tangan yang dimiliki oleh setiap atlet tidak semuanya sama, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Tinggi rendahnya koordinasi mata-tangan yang dimiliki oleh seorang atlet tentunya akan berpengaruh terhadap reaksi otot lengan atlet yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan koordinasi mata-tangan merupakan salah satu unsur yang dominan dalam gerakan-gerakan yang memerlukan tingkat eksplosifitas tinggi. Dari uraian tersebut di atas, dapat diduga bahwa perbedaan koordinasi mata-tangan yang tinggi dan rendah dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. 3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli Latihan menggunakan latihan plaiometrik tidak terlalu membutuhkan kemampuan koordinasi mata-tangan yang tinggi, karena program latihan yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosif koordinasi. Sedangkan penggunaan latihan berbeban akan membutuhkan koordinasi mata-tangan yang lebih
tinggi, dikarenakan program latihan yang efektif dengan bantuan alat berupa besi (dumbell, barbel, stick) untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, ketahanan otot dan pembentukan otot. Bagi atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah penerapan latihan plaiometrik kurang menguntungkan. Dengan koordinasi mata-tangan yang rendah atlet akan sulit beradaptasi dengan membutuhkan koordinasi mata-tangan yang tinggi. Latihan berbeban lebih tepat digunakan bagi atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan yang rendah untuk menguasai keterampilan teknik dasar bolavoli. Dari uraian di atas, maka dapat diduga terdapat interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli.
D. Pengajuan Hipotesis
Dalam penelitian ini peneliti mengajukan beberapa hipotesis, yaitu: 1. Ada perbedaan pengaruh latihan plaiometrik dan berbeban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. 2. Ada perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. 3. Ada pengaruh interaksi antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di klub bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta, sebagai tempat latihan bolavoli atlet. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini diperkirakan dilaksanakan selama dua bulan dimulai tanggal 4 Oktober sampai dengan 29 November 2009, dengan frekuensi pertemuan tiga kali seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu dan Jum’at. Lamanya latihan 120 menit setiap kali pertemuan. Jumlah pertemuan 24 kali. Latihan dimulai pukul 15.00 s/d 17.30 WIB.
B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 2x2. Menurut Sudjana (2002:148) eksperimen faktorial adalah eksperimen yang hampir atau semua taraf sebuah faktor dikombinasikan atau disilangkan dengan semua taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen.
Tabel 3. Kerangka Desain Penelitian Variabel Atribut Metode Latihan Variabel Manipulatif (A) Latihan Plaiometrik (a1)
Koordinasi Mata-Tangan (B) Tinggi Rendah (b1) (b2)
Latihan Beban (a2)
a1b1
a1b2
a2b1
a2b2
Keterangan: a1b1
: Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dilatih menggunakan metode latihan plaiometrik.
a2b1
: Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dilatih menggunakan metode latihan beban.
a1b2
: Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dilatih menggunakan metode latihan plaiometrik.
a2b2
: Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dilatih menggunakan metode latihan beban.
Untuk mendapatan keyakinan bahwa keterampilan teknik dasar bolavoli yang merupakan hasil perlakuan maka dapat digeneralisasikan ke dalam populasi yang ada.
C. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas (independent) dan satu variabel terikat (dependent) dengan rincian yaitu : 1. Variabel bebas (independent) a. Variabel manipulatif yaitu metode latihan yang terdiri dari 2 taraf. 1) Latihan plaiometrik. 2) Latihan beban.
b. Variabel bebas atributif (yang dikendalikan) dalam penelitian ini yaitu: 1) Koordinasi mata-tangan tinggi. 2) Koordinasi mata-tangan rendah. 2. Variabel terikat (dependent) Dalam penelitian ini variabel terikatnya yaitu peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli.
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian Untuk memberikan penafsiran yang sama terhadap variabel-variabel dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi dari variabel-variabel penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Latihan Plaiometrik Plaiometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat. Latihan plaiometrik yang mendukung gerakan servis atas yaitu Medicine Ball Throw, Medicine Ball Chest Pass, Medicine Ball Two Hand Hit, Medicine Ball Sit Up Throw, Double Leg Bound, Medicine Ball Back Throw. Semua latihan dilakukan sesuai program latihan yang direncanakan. 2. Latihan Berbeban Latihan berbeban ini adalah latihan fisik dengan menggunakan beban baik dengan berat beban sendiri maupun dengan beban dari luar yang berupa barbel atau dumbel yang terbuat dari besi atau bahan lain yang keras, yang
ditujukan untuk meningkatkan bermacam-macam kemampuan fisik, antara lain daya tahan otot, kekuatan otot dan daya ledak otot dilakukan secara berulang-ulang dengan intensitas dan repetisi tertentu sesuai program latihan. Jenis latihan berbeban yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan beban luar, dengan bentuk latihan antara lain: Straight Arm Pull Over, Chest Pres, Tricep Extension, Sit Up, Leg Press, Reverse Arm Curl. Semua latihan dilakukan sesuai program latihan yang direncanakan. 3. Koordinasi Mata-Tangan Koordinasi mata-tangan adalah suatu klasifikasi koordinasi mata-tangan yang dihitung di atas rerata hasil pengukuran koordinasi mata-tangan pada sampel penelitian. Strata I
= Koordinasi mata-tangan tinggi
Strata II
= Koordinasi mata-tangan rendah
4. Teknik Dasar Bolavoli Teknik dasar bolavoli adalah prosedur yang telah dikembangkan berdasarkan praktek dan bertujuan mencari penyelesaian suatu problema pergerakan tertentu dengan cara yang paling ekonomis dan berguna. Contohnya servis, pass bawah, pass atas, smas, blok dan pertahanan.
E. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah atlet pemula putra klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta yang berjumlah 50 atlet.
2. Sampel Penelitian Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 atlet, yang diperoleh dengan teknik purposive random sampling. Menurut Sudjana (2002:148) teknik purposive random sampling yaitu dari jumlah populasi yang ada untuk menjadi sampel harus memenuhi ketentuan-ketentuan untuk memenuhi tujuan penelitian. Dari sejumlah 50 atlet tersebut, kemudian dilakukan tes dan pengukuran koordinasi mata-tangan diperoleh dengan tes lempar tangkap bola tenis (Kirkendall, et al, 1987:412), data hasil koordinasi mata-tangan tersebut dipakai untuk mengelompokkan yaitu sampel yang memiliki koordinasi matatangan tinggi dan sampel yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Selanjutnya dirangking, dari hasil rangking tersebut dibagi atas tiga kelompok yaitu tingkat koordinasi mata-tangan tinggi, sedang dan rendah. 10 atlet yang memiliki tingkat koordinasi mata-tangan sedang tidak diikutsertakan, sehingga besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 atlet yang terdiri dari 20 atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan 20 atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Selanjutnya 20 atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah masing–masing dibagi menjadi dua kelompok dengan cara diundi (random), yaitu 10 atlet mendapatkan latihan plaiometrik dan 10 atlet sebagai kelompok yang mendapatkan latihan berbeban.
F. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan variabel, maka instrumen penelitian yang digunakan adalah: (1) Tes lempar tangkap bola tenis dan (2) Tes AAHPER Volley Skill Test Manual. 1) Data koordinasi mata-tangan Koordinasi mata-tangan diukur dengan tes lempar tangkap bola tenis (Kirkendall, et al, 1987:412). Data koordinasi mata-tangan diukur sebanyak 10 kali ulangan yaitu sebelum perlakuan diberikan pada atlet pemula putra klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta selaku sampel. Data koordinasi matatangan dapat dipakai untuk mengelompokkan (1) sampel yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan (2) sampel yang memiliki koordinasi matatangan rendah. Sebelum digunakan, dicari reliabilitas tesnya menggunakan rumus dari Baumgartner & Jackson (1991:134).
R
=
MSs - MSw MSs
MSw
=
SSt + SSI dft+dfI
2) Data keterampilan teknik dasar bolavoli Teknik pengumpulan data keterampilan teknik dasar bolavoli digunakan dengan baterai tes AAHPER Volley Skill Test Manual (Strand & Wilson, 1993:136-139). Tes ini meliputi: 1) tes servis, yaitu kesanggupan testee melakukan servis dengan mengarahkan bola pada daerah sasaran, 2) tes passing, kemampuan testee menerima dan mengembalikan passing (operan) bola, 3) tes setting, kemampuan testee dalam mengoper (mengumpan) bola
melewati rintangan dan mengarahkannya ke daerah sasaran, 4) tes memvolley, kemampuan testee dalam memvolley bola kedinding dengan baik dan benar dalam jangka waktu 1 menit. Karena dalam penelitian ini hanya memberikan treatmen pada 4 (empat) teknik dasar yaitu servis atas, passing bawah dan passing atas dan smash normal, maka yang akan di tes juga adalah keempat teknik dasar tersebut dengan menggunakan baterai tes di atas. Sebelum digunakan, dicari reliabilitas tesnya menggunakan rumus Baumgartner & Jackson (1991:134). 3) Mencari Reliabilitas Tes Sebelum data hasil penelitian dianalisis terlebih dahulu data harus dicari relaibilitanya, untuk mengetahui keajegan dari tes yang bersangkutan. Untuk mencari besarnya koefisien reliabilita, dipergunakan ANAVA (Thomas & Nelson, 2001: 187) dengan rumus:
R=
MS B - MS w MS B
Dengan:
MS B =
SS B df B
MSW =
SS A + SS AB df A + df AB
Keterangan: R = SS = MS = df = A = B = AB =
Koefisien reliabilitas Jumlah kuadrat perlakuan Rata-rata kuadrat perlakuan Derajat kebebasan Perlakuan kolom Perlakuan baris Interaksi antara perlakuan baris dan perlakuan kolom
Uji coba instrumen penelitian untuk tes koordinasi mata-tangan dan tes keterampilan teknik dasar bolavoli adalah dengan mencari koefisien reliabilitasnya. Tes koordinasi mata-tangan yang diukur dengan tes lempar tangkap bola tenis ini oleh Kirkendall, et al (1987:412) mempunyai validitas face validity. Setelah dilakukan uji tes, ternyata diperoleh reliabilitas 0.872, selanjutnya hasil tes ini digunakan untuk mencari dan menentukan sampel yang diperlukan dalam penelitian yaitu sampel yang masuk kategori koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. Sedangkan tes keterampilan teknik dasar bolavoli yang diukur dengan baterai tes AAHPER Volley Skill Test Manual oleh Strand & Wilson (1993:136-139) dinyatakan mempunyai reliabilitas 0.977, objektivitas 0.99 dan validitas 0.989, dan selanjutnya setelah dilakukan uji tes diperoleh reliabilitas tes 0.989. Dalam mengartikan kategori koefisien reliabilita hasil tersebut dengan menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter, yang dikutip Mulyono (1999:22).
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis varian (ANAVA) rancangan faktorial 2x2 pada α = 0,05. Jika nilai F yang diperoleh (Fo) signifikan analisis dilanjutkan dengan uji rentang hewman-keuls (Sudjana, 2004:36). Untuk memenuhi asumsi dalam teknik anava, maka dilakukan uji normalitas (Uji lilliefors) dan uji Homogenitas Varians (dengan
uji Bartlett) (Sudjana, 2002:261-264). Urutan langkah-langkah analisis data penelitian ini adalah: 1. Pengujian Prasyarat Analisis Sebelum dilakukan analisis data dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas (Uji Liliefors) dan uji Homogenitas Varians (dengan uji Bartlett). Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian berasal dari sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi pada tiap-tiap kelompok homogen atau tidak. a. Uji Normalitas Uji normalitas data penelitian ini menggunakan metode Liliefors (Sudjana, 2002:466). Adapun prosedur pengujian normalitas tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pengamatan x1, x2, ……., xn dijadikan bilangan baku z1, z2, ……., zn dengan menggunakan rumus:
zi =
Keterangan :
= Rata-rata = Nilai variabel s = Simpangan baku
2) Untuk setiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F(zi) = P (z ≤ zi).
3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, ……., zn yang lebih kecil atau sama dengan zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S(zi), maka
S(zi) =
4) Hitung selisih F(zi) - S(zi), kemudian ditentukan harga mutlaknya. 5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut. Harga terbesar ini merupakan Lhitung. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan uji Bartlett. Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : 1) Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom-kolom kelompok sampel; dk (n-1); 1/dk; SDi2, dan (dk) log SDi2. 2) Menghitung varians gabungan dari semua sampel, dengan rumus: SD2 =
……. (1)
B = Log SDi2 (n-1) 3) Menghitung χ2, dengan rumus: χ2 = (Ln) B – (n–1) Log SDi ……….. (2) dengan (Ln 10) = 2,3026
Hasilnya (χ2hitung) kemudian dibandingkan dengan χ2tabel, pada taraf signifikansi α = 0,05 dan dk (n-1). 4) Apabila χ2hitung < χ2tabel, maka Ho diterima. Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila χ2hitung > χ2tabel, maka Ho ditolak, artinya varians sampel bersifat tidak homogen. 2. Uji Hipotesis Langkah-langkah melakukan uji hipotesis adalah sebagai berikut: a. Anava Rancangan Dua Jalur 1) Metode AB untuk Perhitungan Anava Dua Jalur Tabel 4. Ringkasan Dua Jalur Sumber Variasi Dk JK RJK F0 Rata-rata 1 Ry R Perlakuan A a–1 Ay A A/B B b–1 By B B/E AB (a-1)(b-1) ABy AB AB/E Kekeliruan ab (n-1) Ey E Keterangan: A = Kelompok A B = Kelompok B AB = Interaksi antara kelompok A dengan kelompok B 2) Kriteria Pengujian Hipotesis Jika F ≥ F(1-α) (v1-v2), maka hipotesis nol ditolak. Jika F < F(1-α) (v1-v2), maka hipotesis nol diterima. Dengan demikian dk
pembilang v1 (k-1) dan dk penyebut v2 = (n1 + … nk – k), α = taraf signifikansi untuk pengujian hipotesis. b. Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Anava Menurut Sudjana (2004:36) langkah-langkah untuk melakukan uji Newman-Keuls adalah sebagai berikut: 1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya, dan yang paling kecil sampai kepada yang terbesar. 2) Dari rangkaian ANAVA, diambil harga RJKe disertai dk-nya. 3) Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk tiap perlakuan dengan rumus:
Sy =
RJK (kekeliruan) juga didapat dari hasil rangkuman ANAVA. 4) Tentukan taraf signifikansi α, lalu gunakan daftar rentang student. Untuk uji Newman-Keuls, di ambil v = dk dari RJK (kekeliruan) dan p = 2,3...,k. Harga-harga yang di dapat dari badan daftar sebanyak (k-1) untuk v dan p supaya di catat. 5) Kalikan harga-harga yang didapat di titik (...) di atas masingmasing dengan Sy, dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan rentang signifikan terkecil (RST).
6) Bandingkan selisih rata-rata terkecil dengan RST untuk mencari pk selisih rata-rata terbesar dan rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk p= (k-1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan selisih rata-rata terbesar kedua rata-rata terkecil dengan RST untuk p = (k-1), selisih rata-rata terbesar kedua dan rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk p = (k-2), dan seterusnya. Dengan jalan begini, semuanya akan ada ½ k (k-1) pasangan yang harus dibandingkan. Jika selisih-selisih yang didapat lebih besar dari pada RST-nya masing-masing maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikansi di antara rata-rata perlakuan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi hasil analisis data hasil tes keterampilan teknik dasar bolavoli yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan disajikan sebagai berikut: Tabel 5. Deskripsi Data Hasil Tes Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan Perlakuan
Tingkat Koordinasi MataTangan Tinggi
Metode latihan plaiometrik Rendah
Tinggi Metode latihan beban Rendah
Statistik
Hasil Tes Awal
Hasil Tes Akhir
Jumlah Rerata SD Jumlah Rerata SD Jumlah Rerata SD Jumlah Rerata SD
3895 389.500 35.106 3549 354.900 31.072 3697 369.700 34.395 3454 345.400 23.419
4515 451.500 37.673 4203 420.300 36.028 4591 459.100 38.318 4092 409.200 25.039
Peningkatan
620 67.850 15.000 654 65.400 14.773 894 89.400 13.836 638 63.800 10.619
Gambaran menyeluruh dari nilai rata-rata keterampilan teknik dasar bolavoli maka dapat dibuat histogram perbandingan nilai-nilai sebagai berikut:
250
Nilai Keterampilan
200
150
100
50
0
WT (A1)
P (A2)
KMT T (B1)
KMT R (B2)
Tes Awal
177.9
176.7
185.5
169.1
Tes Akhir
227.85
217.5
234.8
210.55
Kelompok
Gambar 9. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi Mata-Tangan MT
= Kelompok metode latihan plaiometrik
MD
= Kelompok metode latihan beban
KD T
= Kelompok koordinasi mata-tangan Tinggi
KD R
= Kelompok koordinasi mata-tangan rendah = Hasil tes awal = Hasil tes akhir
Masing-masing
sel
(kelompok
perlakuan)
memiliki
peningkatan
keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda. Nilai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli masing-masing sel (kelompok perlakuan) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Nilai Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Masing-Masing Sel (Kelompok Perlakuan)
1
A1B1 (KP1)
Nilai Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli 59.5
2
A1B2 (KP2)
40.4
3
A2B1 (KP3)
39.1
4
A2B2 (KP4)
42.5
No
Kelompok Perlakuan (Sel)
Nilai rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang dicapai tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut:
Gambar 10. Histogram Nilai Rata-Rata Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Pada Tiap Kelompok Perlakuan.
Keterangan : KP1 = Kelompok metode latihan plaiometrik pada tingkat koordinasi matatangan tinggi KP2 = Kelompok metode latihan plaiometrik pada tingkat koordinasi matatangan rendah KP3 = Kelompok metode latihan beban memiliki koordinasi mata-tangan Tinggi KP4 = Kelompok metode latihan beban pada tingkat koordinasi mata-tangan rendah Metode latihan plaiometrik dan metode latihan beban memberikan pengaruh terhadap pembentukan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda. Jika antara kelompok atlet yang mendapat metode latihan plaiometrik dan dengan metode latihan beban dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok perlakuan metode latihan plaiometrik memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 9.15 lebih tinggi dari pada kelompok metode latihan beban. Jika antara kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 7.85 lebih tinggi dari pada kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah.
B. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas pada tes bertujuan untuk mengetahui tingkat keajegan hasil tes dilakukan. Tes yang dilakukan terdiri dari tes awal dan tes akhir keterampilan teknik dasar bolavoli serta tes koordinasi mata-tangan. Hasil uji reliabilitas data kemudian dikategorikan, dengan menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter yang dikutip Mulyono B.A (1999:22), yaitu :
Tabel 7. Range Kategori Reliabilitas Kategori
Reliabilita
Tinggi Sekali
0,90 – 1,00
Tinggi
0,80 – 0,89
Cukup
0,60 – 0,79
Kurang
0,40 – 0,59
Tidak Signifikan
0,00 – 0,39
Adapun hasil uji reliabilitas data keterampilan teknik dasar bolavoli pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Variabel a. Tes awal keterampilan teknik dasar bolavoli 1) Servis 2) Passing bawah 3) Passing atas 4) Smash b. Tes akhir keterampilan teknik dasar bolavoli 1) Servis 2) Passing bawah 3) Passing atas 4) Smash c. Tes koordinasi mata-tangan
Reliabilita
Kategori
0,81 0,84 0,76 0,77
Tinggi Tinggi Cukup Cukup
0,84 0,75 0,83 0,82 0,81
Tinggi Cukup Tinggi Tinggi Tinggi
C. Pengujian Persyaratan Analisis Varians
1. Uji Normalitas Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kelompok
N
M
SD
Lhitung
Ltabel 5%
Kesimpulan
Perlakuan KP1
10
59.500
6.607
0.1910
0.258
Berdistribusi Normal
KP2
10
40.400
10.938
0.1289
0.258
Berdistribusi Normal
KP3
10
39.100
10.193
0.1621
0.258
Berdistribusi Normal
KP4
10
42.500
8.835
0.1703
0.258
Berdistribusi Normal
Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada
KP1 diperoleh nilai Lo =
0.1910. Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan pada taraf signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP1 termasuk berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP2 diperoleh nilai Lo = 0.1289, yang ternyata lebih kecil dari angka batas penolakan
hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP2 termasuk berdistribusi normal. Dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada
KP3 diperoleh nilai Lo = 0.1621.
Di mana nilai tersebut lebih kecil dari angka batas penolakan menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP3 termasuk berdistribusi normal. Adapun dari hasil uji normalitas yang dilakukan pada KP4 diperoleh nilai Lo = 0.1703, yang ternyata juga lebih kecil dari angka batas penolakan hipotesis nol menggunakan signifikansi 5% yaitu 0.258. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada KP4 juga termasuk berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians antara kelompok 1 dengan kelompok 2. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan uji Bartlet. Hasil uji homogenitas data antara kelompok 1 dan kelompok 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data ∑ Kelompok
Ni
SD2gab
χ2o
χ2tabel 5%
Kesimpulan
4
10
86.308
2.433
7.81
Varians homogen
Dari hasil uji homogenitas diperoleh nilai χ2o = 2.433. Sedangkan dengan K - 1 = 4 – 1 = 3, angka χ2tabel 5% = 7,81, yang ternyata bahwa nilai χ2o = 2.433 lebih kecil dari χ2tabel
5%
= 7.81. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara kelompok
dalam penelitian ini memiliki varians yang homogen.
D. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian dilakukan berdasarkan hasil analisis data dan interketerampilan analisis varians. Uji rentang Newman-Keuls ditempuh sebagai langkah-langkah uji rata-rata setelah Anava. Berkenaan dengan hasil analisis varians dan uji rentang Newman-Keuls, ada beberapa hipotesis yang harus diuji. Urutan pengujian disesuaikan dengan urutan hipotesis yang dirumuskan pada bab II. Hasil analisis data, yang diperlukan untuk pengujian hipotesis sebagai berikut:
Tabel 11. Ringkasan Nilai Rata-Rata Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan dan Tingkat Koordinasi MataTangan Variabel a1
a2
b1
b2
b1
b2
Hasil tes awal
184.80
171.00
186.20
167.20
Hasil tes akhir
244.30
211.40
225.30
209.70
Peningkatan
59.50
40.40
39.10
42.50
Rerata Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli
Keterangan : A1 = Metode latihan plaiometrik. A2 = Metode latihan beban. B1 = Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi B2 = Kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan (A1 dan A2) Sumber Variasi A Kekeliruan
Dk
JK
1 36
837.23 3452.30
RJK 837.23 95.90
Fo 8.730 *
Ft 4.11
Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Koordinasi MataTangan (B1 dan B2) Sumber Variasi B Kekeliruan
Dk
JK
1 36
616.23 3452.30
RJK 616.23 95.90
Fo 6.426 *
Ft 4.11
Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor Sumber Variasi Rata-rata Perlakuan A B AB Kekeliruan Total
Dk
JK
1 1 1 1 36 40
82355.63 837.23 616.23 1265.62 3452.30 88527.00
RJK
Fo
Ft
82355.63 837.23 616.23 1265.62 95.90
8.730 * 6.426 * 13.198 *
4.11
Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians KP A2B1 A1B2 A2B2 A1B1
Rerata 39.10 40.40 42.50 59.50
A2B1 39.10 -
A1B2 40.40 1.300 -
A2B2 42.50 3.400 2.100 -
A1B1 59.50 20.400 19.100 17.000 -
RST * 8.9495 * 10.7766 * 11.8914
Keterangan ; Yang bertanda * signifikan pada p £ 0,05. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut:
1. Pengujian Hipotesis I Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode latihan plaiometrik memiliki peningkatan yang berbeda dengan metode latihan beban. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 8.730 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa metode latihan plaiometrik
memiliki
peningkatan yang berbeda dengan metode latihan beban dapat diterima
kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata metode latihan plaiometrik memiliki peningkatan yang lebih baik dari pada metode latihan beban, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 49.95 dan 40.80.
2. Pengujian Hipotesis II Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda dengan atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Hal ini dibuktikan dari nilai Fhitung = 6.426 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol (H0) ditolak. Yang berarti bahwa atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang berbeda dengan
atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dapat diterima
kebenarannya. Dari analisis lanjutan diperoleh bahwa ternyata atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang lebih baik dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah, dengan rata-rata peningkatan masing-masing yaitu 49.30 dan 41.45.
3. Pengujian Hipotesis III Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat koordinasi mata-tangan sangat bermakna. Karena Fhitung = 13.198 > Ftabel = 4.11. Dengan demikian hipotesa nol ditolak. Terdapat interaksi yang signifikan antara jenis latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat koordinasi mata-tangan.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran yang lebih lanjut mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan. Berdasarkan pengujian hipotesis telah menghasilkan dua kelompok kesimpulan analisis yaitu : (a) Ada perbedaan pengaruh yang bermakna antara faktor-faktor utama penelitian. Faktor utama yang diteliti meliputi: 1) Perbedaan metode latihan teknik dasar bolavoli 2) Perbedaan tingkat koordinasi mata-tangan (b) Ada interaksi yang bermakna antara faktor-faktor utama dalam bentuk interaksi dua faktor. Kelompok kesimpulan analisis dapat dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Perbedaan Pengaruh Latihan Plaiometrik dan Berbeban Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli. Berdasarkan pengujian hipotesis pertama ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok atlet yang mendapatkan metode latihan plaiometrik dan kelompok atlet yang mendapatkan metode latihan beban terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. Pada kelompok atlet yang mendapat metode latihan plaiometrik mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok atlet yang mendapat metode latihan beban. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli
yang dihasilkan oleh metode latihan plaiometrik nilai 9.15 lebih tinggi dari pada dengan metode latihan beban. 2. Perbedaan Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Antara Atlet Yang Memiliki Koordinasi Mata-Tangan Tinggi Dan Rendah. Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan koordinasi mata-tangan rendah terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. Pada kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih baik dibanding kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan rendah. Berdasarkan pengujian hipotesis ke dua ternyata ada perbedaan pengaruh yang nyata antara kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan koordinasi mata-tangan rendah terhadap hasil keterampilan teknik dasar bolavoli. Pada kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi mempunyai peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli lebih tinggi dibanding kelompok atlet dengan koordinasi mata-tangan rendah. Pada kelompok atlet koordinasi mata-tangan tinggi memiliki potensi yang lebih tinggi dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Koordinasi mata-tangan merupakan modalitas untuk melakukan latihan keterampilan. Koordinasi mata-tangan merupakan kemampuan yang mendasari dari gerak yang dilakukan seseorang. Koordinasi mata-tangan merupakan unsur yang sangat penting bagi atlet, sebab koordinasi mata-tangan atlet merupakan
dasar dalam pembentukan keterampilan atlet. Koordinasi mata-tangan yang baik menunjang kesiapan atlet untuk melakukan latihan keterampilan. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap keterampilan gerak teknik dasar bolavoli yang lebih baik, dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah 7.85 yang lebih tinggi dari pada kelompok atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi. 3. Pengaruh Interaksi Antara Metode Latihan dan Koordinasi MataTangan Terhadap Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli. Dari tabel ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor menunjukkan interaksi yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah tabel di bawah ini. Tabel 16. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B Terhadap Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli. Faktor B = Koordinasi mata-tangan Rerata B1 – B2
Taraf B1 B2
A = Metode latihan teknik dasar bolavoli A1 A2 Rerata A1 – A2 59.500 39.100 49.3 20.400 40.400 42.500 41.45 2.100 49.95 40.8 45.375 7.85 19.100 3.400 9.15
Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
70 60 50 40 30 20 10 0 A1
A2
B1
B2
70 60 50 40 30 20 10 0
Gambar 11. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Keterampilan Teknik Dasar Bolavoli Keterangan : : A1 = Metode latihan plaiometrik : A2 = Metode latihan beban. : B1 = Koordinasi mata-tangan tinggi : B2 = Koordinasi mata-tangan rendah Atas dasar gambar di atas, bahwa bentuk garis perubahan besarnya nilai keterampilan teknik dasar bolavoli adalah tidak sejajar dan bersilangan. Garis perubahan peningkatan keterampilan antar kelompok memiliki suatu titik pertemuan atau persilangan. Antara jenis latihan teknik dasar bolavoli dan tingkat koordinasi mata-tangan memiliki titik persilangan. Berarti terdapat interaksi yang
signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa koordinasi mata-tangan berpengaruh terhadap hasil latihan teknik dasar bolavoli. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 16, ternyata atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dengan metode latihan plaiometrik, memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 59.500 yang lebih baik dibandingkan atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan mendapat perlakuan metode latihan berbeban sebesar 39.100. Sedangkan atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah dengan metode latihan berbeban, memiliki peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli sebesar 42.500 yang lebih baik dibandingkan atlet dengan koordinasi mata-tangan tinggi dan mendapat perlakuan metode latihan berbeban sebesar 40.400. Kefektifan penggunaan metode latihan teknik dasar bolavoli dipengaruhi oleh klasifikasi koordinasi mata-tangan yang dimiliki atlet.
F. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, baik dalam menyusun kajian teori, melaksanakan program latihan, maupun dalam pengambilan data di lapangan dan berbagai upaya ini telah dilakukan agar hasil penelitian benar-benar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, tetapi dengan adanya beberapa faktor sebagai variabel intervening yang tidak dapat dikendalikan sehingga hasil penelitian memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
1. Penelitian ini hanya dilakukan di Klub Bolavoli Baja 78 Bantul Yogyakarta dengan sampel relatif terbatas, sehingga penelitian ini belum cukup digeneralisasikan secara nasional. 2. Ada kemungkinan sampel kontrol juga melakukan perlakuan yang sama dengan kelompok yang diberi perlakuan karena kewajiban latihan sehingga mempengaruhi validitas perlakuan kelompok. 3. Selama pelaksanaan penelitian sampel tidak diasramakan, sehingga faktor lain yang akan mempengaruhi hasil penelitian, seperti faktor gizi, istirahat dan pengalaman lainnya diduga akan mempengaruhi hasil penelitian. 4. Kontrol terhadap unsur-unsur lain yang dapat mempengaruhi keterampilan teknik dasar bolavoli, seperti unsur kondisi fisik selain kekuatan otot, faktor kualitas psikis dan juga kemampuan motorik tidak diperhitungkan sehingga variabel-variabel tersebut akan dapat mempengaruhi hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan plaiometrik dan berbeban terhadap keterampilan teknik dasar bolavoli. Pengaruh latihan plaiometrik lebih baik dari pada dengan latihan beban. 2. Ada perbedaan peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli yang signifikan antara atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi dan rendah. Peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli pada atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi lebih baik dari pada yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah. 3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan dan koordinasi mata-tangan terhadap peningkatan keterampilan teknik dasar bolavoli. a. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi lebih cocok jika diberikan latihan plaiometrik. b. Atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan rendah lebih cocok jika diberikan latihan berbeban.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, memberikan implikasi bahwa dalam merancang program latihan, khususnya dalam menentukan metode latihan yang akan digunakan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli, para pelatih perlu memperhatikan pilihan-pilihan metode, teknik dan strategi secara tepat. Metode atau bentuk latihan yang digunakan dalam proses latihan harus dipertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari metode tersebut dalam mencapai hasil latihan yang maksimal. Hal tersebut juga harus disesuaikan dengan karakteristik atlet dan karakteristik latihan yang akan diajarkan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa latihan plaiometrik memperoleh hasil yang lebih baik dan optimal dari pada latihan berbeban dalam latihan. Kebaikan latihan plaiometrik ini dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pengajar dan pelatih dalam upaya meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli. Dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli, karakteristik pemain yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar untuk menetukan metode latihan atau bentuk latihan yang akan digunakan adalah koordinasi mata-tangan. Pemain yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi akan lebih mudah menguasai gerakan keterampilan teknik dasar bolavoli, sehingga kualitas atlet yang memiliki koordinasi mata-tangan tinggi menjadi lebih baik dari pada atlet yang memiliki koordinasi mata tangan rendah. Dalam penjelasan di atas maka perbedaan atlet dalam hal koordinasi matatangan akan membawa implikasi bagi pelatih dalam menentukan metode latihan yang tepat dalam proses latihan keterampilan teknik dasar bolavoli.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka kepada pengajar dan pelatih diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Para pelatih dalam melatih keterampilan teknik dasar bolavoli tanpa mengesampingkan efektifitas keberhasilan dalam pencapain tujuan latihan. 2. Penerapan penggunaan metode latihan untuk meningkatkan keterampilan teknik dasar bolavoli, perlu memperhatikan faktor koordinasi mata-tangan. 3. Para pelatih bolavoli dalam melatih keterampilan teknik dasar bolavoli dapat menggunakan latihan plaiometrik dan berbeban, yang disesuaikan dengan koordinasi mata-tangan atlet, dimana atlet yang memilki koordinasi matatangan tinggi lebih efektif latihan dengan menggunakan latihan plaiometrik. Sedangkan pemain yang memilki koordinasi mata-tangan rendah lebih efektif latihan dengan menggunakan latihan berbeban. 4. Para peneliti lain yang akan mengadakan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini dapat menggunakan penelitian ulang dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan jangka waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Baumgartner, T.A. & Jackson, A.S. 1991. Measurement for Evaluation in Physical Education and Exercise Science. USA: Wm.c. Brown Communication. Inc. Beutelstahl, Dieter. 2003. Belajar Bermain Bolavoli. Bandung: CV. Pioner Jaya. Bompa, O. T. 1990. Theory And Methodology Of Training The Key To Athletic Performance. Dubuque, Iowa: Kendall/Hunt. ___________. 1994. Power Training For Sport: Plyometrics For Maximum Power Development. Ontario: Mosaic Press. Brooks, G.A. & Fahey, T.D. 1984. Exercise Physiology Human Bioenergetics and its Aplication. Canada: Jhon Wiley & Sons Inc. Cholik Mutohir. 2002. Pendidikan dan Pengembangan, Pelaksanaan Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah dan Perguruan Tinggi. IKIP Surabaya. Chostill, D.L.; Coyle, EF.; Frink, W.F.; Lesnes, G.R & Witszman, F.A. 1979. Adaptations in Skeletal Muscle Following Strength Training. Journal Appl. Physiol: Respirat Environ Exercise Physiol 46 (1) : 96-99. Chu, Donald A. 1992. Jumping Into Plyometrics. California: Leisure Press Champaign, Illionis. Custou, Virginie. 2003. ATP Generation in The Trypanosoma Brucei Procyclic Form. Journal of Biological Chemistry. Vol 278 No. 49. December. p.373-387. Durrwachter, G. 1990. Bola Volley, Belajar dan Berlatih Sambil Bermain. Alih Bahasa Oleh Tim Redaksi PT. Gramedia. Jakarta: PT. Gramedia. Engkos Kosasih. 1993. Olahraga: Teknik & Program Latihan. Jakarta: Akapres. Fos, M.L. & Keteyian, S.J. 1998. Physiological Basic For Exercise and Sport. Dubuque: McGraw-Hill Companis. Fox, E.L, Bowers, RW., Foss, ML. 1984. Sports Physiology. Philadelphia: WB. Sounders Company.
_______, Bowers, RW. Foss, ML. 1988. The Psycological Basic of Physical Education and Athletics. Philadelphia: WB. Sounders Company. Haree, Dietrich. 1982. Principles of Sport Training. Berlin: Sportverlag. Harsono. 1988. Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta: Dikti P2LPTK. Jonath. U, Haag E & Krempel, R. 1987. Atletik I. Alih Bahasa Suparmo, Jakarta: PT. Rosda Jaya Putra. Junusul, Hairy. 1989. Fisiologi Olahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjendikti Kirkendall, D. R. Joseph, J. R. Robert, E. J. 1987. Measurement and Evaluation for Physical Educators. Illionis: Human Kinetics Publishers. Inc. Lamb, David R. 1984. Physiology of Exercise Responses and Adaptations. Canada: Mac Milk Publising Company. Mulyono, B.A. 1999. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani Olahraga. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Nossek, Josef. 1982. General Theory of Training. National Institute for Sports, Lagos: Pan African Press. Pate, R. R., McClenaghan, B. & Rotella, R. 1984. Scientific Foundations of Coaching. Philadelphia: Saunders College Publiser. Pyke, F. S. 1991. Toward Better Coaching The Art and Science of Coaching. Canbera, Australia: Government Publishing Service. Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. 1985. Plyometrics. Illionis: Human Kinetics Publiser. Inc. Radioputro, R. 1987. Fisiologi Olahraga. Yogyakarta: Yayasan STO Yogyakarta. Rahimi, R. 2006. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan dan Power Otot Tungkai Terhadap Peningkatan Prestasi Lomba Sepeda Jarak Pendek. Surakarta: Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Riequier, Daniel. 2000. Mitochondrial Uncoupling Proteins: From Mitochondria to the Regulation of Energy Balance. Journal of Physiology. Vol 529 No. 1. p.3-10.
Robinson, B. 1997. Bolavoli Bimbingan, Petunjuk dan Teknik Bermain. Semarang: Dahara Prize. Rushall, B.S & Pyke, R.S. 1990. Training for Sport and Fitness. Cambera: The Mac Millan Company of Australia. PIY. LTD. Rusli Lutan. 1988. Belajar Keterampilan Motorik. Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud. Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Sajoto, M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Ditjendikti. Schmidt, Richard A. 1991. Motor Learning and Performance: from principles to practice. England: Human Kinetics Publisher (UK). Ltd. Sharkey, B. 2003. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soekarman, R. 1987. Dasar Olahraga: Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta: PT. Indayu Press. Sri Santoso Sabarini. 2008. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Dan Koordinasi Mata Tangan Terhadap Keterampilan Bermain Baseball (Studi Eksperimen Weight Training dan Plyometric pada Pemain Putra Pembinaan Baseball JPOK FKIP UNS Surakarta Tahun 2008). Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Strand, B.N & Wilson, R. 1993. Assesing Sport Skill. Champaign: Human Kinetics Publishers. Sudjana, 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. _______, 2004. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjarwo. 1995. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Sugiyanto. 1997. Perkembangan Gerak. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto dan Soedjarwo. 1994. Kepelatihan Bolavoli. Surakarta: UNS Press. Suharno HP. 1982. Tes Kecekapan Bermain Bolavoli Untuk Pelajar Putra SMA. Yogyakarta: FKIK IKIP.
__________. 1993. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Syarifuddin, Aip. 2003. Panduan Olahraga Bolavoli. Jakarta. PT. Grasindo. Thomas, J.P. & Nelson, J.K. 2001. Research Methods in Physical Aktivity. Second Edition. Champaign Illionis. Human Kinetic Publiser. Tirtawirya, D. 2003. Pengaruh Metode Latihan Pliometrik Terhadap Peningkatan Power Otot Tungkai (Studi Eksperimen Pada Atlet Taekwondo MAN Yogyakarta III). Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Viera, Barbara L. & Fergusson, Bonnie Jil, M.S. 1996. Bolavoli Tingkat Pemula. Alih Bahasa. Monti. Jakarta: Raja Grafindo. Yunus, M. 1992. Olahraga Pilihan Bolavoli. Jakarta: Depdikbud.