PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Arga Mustika Winarsih NIM 72111411119
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Arga Mustika Winarsih NIM 72111411119
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO : Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (Q.S. Al-Insyirah: 6-7). “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” (Andrea Hirata)
PERSEMBAHAN : Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa mengiringi langkahku serta menyebut namaku dalam doanya. Adikku Dedy dan Prasetyo tersayang yang selalu memberikan semangat dan motivasi. Mbak Uthe, Mbak Rida, Dwi, Mbak Novi, Ghani, Kiki, Dhanu, Hendy dan Mbak Ani yang selalu memberikan semangat dan bantuan. Dulur-dulur lanang (Abah Mansur, Roi, Dedy, Bagus) dan sahabat tersayang Kak Hesti, Kak Vira dan Kak Mekar. Keluarga kecil di Beautiful House Kost. Sahabat-sahabat Akuntansi B 2011.
v
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang senantiasa melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Media Online, Sensitivitas Industri dan Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Environmental Disclosure” dengan baik, untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Dalam penulisan skripsi penulis banyak mendapat bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak dalam hal membimbing, mengumpulkan data, pengarahan dan saran-saran. Pada kesempatan ini penulis menyatakan ucapan terimakasih kepada : 1.
Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas Negeri Semarang.
2.
Dr. Wahyono, M.M, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti program S1 di Fakultas Ekonomi
vi
3.
Drs. Fachrurrozie, M.Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan selama masa studi.
4.
Bestari Dwi Handayani, SE, M.Si, selaku Dosen Wali Akuntansi B 2011 yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulis menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.
5.
Badingatus Sholikhah, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing sekaligus Penguji 3 yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasihat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
6.
Dr. Agus Wahyudin, M.Si, selaku Penguji 1 yang telah memberikan masukan dan penilaian terhadap penelitian ini.
7.
Indah Anisykurlillah, SE, M.Si., Akt, CA, selaku Penguji 2 yang telah memberikan masukan dan penilaian terhadap penelitian ini.
8.
Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si., Akt, selaku dosen akuntansi terima kasih atas bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
9.
Semua dosen dan staff tata usaha yang telah membantu kelancaran penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universtas Negeri Semarang.
10. Seluruh kerabat, sahabat, teman dan pihak-pihak yang sudah membantu namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan doanya.
vii
Penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan maupun pembahasan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb Semarang, 5 Februari 2015
Penulis
viii
SARI Winarsih, Arga Mustika. 2015. “Pengaruh Media Online, Sensitivitas Industri dan Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Environmental Disclosure (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi. Jurusan Akuntansi S1. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Badingatus Solikhah, S.E., M.Si. Kata Kunci : Corporate Governance, Environmental Disclosure, Liputan Media Online, Sensitivitas Industri. Permasalahan tentang lingkungan dalam beberapa dekade menjadi perhatian oleh sebagian besar perusahaan di tingkat nasional maupun internasional, sehingga menyebabkan permintaan akan pengungkapan lingkungan semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan struktur corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan high profile industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011, 2012 dan 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria: 1) Merupakan perusahaan non keuangan; 2) Merupakan perusahaan high profile industri yaitu pertambangan, energi, kimia, farmasi, kosmetik dan makanan dan minuman; 3) Menerbitkan laporan tanggung jawab sosial. Jumlah sampel yang diobservasi yaitu 129 data. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda yang dikembangkan menjadi lima model. Pengembangan model tersebut didasarkan pembagian tingkatan kualitas Environmental Disclosure, yaitu: Disclosure Quality Compliance (DQ_COMP), Disclosure Quality Pollution Prevention (DQ_POLLPREV), Disclosure Quality Product Stewardship (DQ_PRODSTEW), Disclosure Quality Sustainable Development (DQ_SUSDEV) dan Disclosure Quality Total (DQ_TOTAL). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas industri berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention) dan pengembangan berkelanjutan (sustainable development). Komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat kepatuhan (compliance), pencengahan polusi (pollution prevention), penanganan produk (product stewardship) dan secara total. Keberagaman gender berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat kepatuhan (compliance). Dewan komisaris yang mempunyai pekerjaan lebih dari satu berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention) dan total. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention), penanganan produk (product stewardship), pengembangan berkelanjutan (sustainable development) dan secara total. Komite audit independen berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat tingkat ix
pencengahan polusi (pollution prevention), penanganan produk (product stewardship), pengembangan berkelanjutan (sustainable development) dan secara total. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention), pengembangan berkelanjutan (sustainable development). Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1) environmental disclosure di tingkat sustainable development merupakan pengungkapan yang paling tinggi, sehingga perusahaan yang sudah mencapai di tingkat sustainable development menunjukkan bahwa perusahaan sudah melakukan pengungkapan secara berkelanjutan; 2) environmental disclosure perusahaan di Indonesia masih minim, sehingga kualitas environmental disclosure masih bervariasi. Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini yaitu: 1) penelitian selanjutnya diharapkan menambah kategori perusahaan dan jenis media online lain. 2) penelitian selanjutnya diharapkan dapat meminimalisir unsur subjektivitas pada pengukuran kualitas environmental disclosure
x
ABSTRAK Winarsih, Arga Mustika. 2015. “The Influence of Online Media, Sensitivity Industrial and Corporate Governance Structure on the Quality of Environmental Disclosure (Study on High Profile Company in Indonesia Stock Exchange)”. Final Project. S1 Accounting Department. Faculty Of Economics. Semarang State University. Advisor: Badingatus Solikhah, S.E., M.Si. Keywords: Corporate Governance, Environmental Disclosure, Online Media, Sensitivity Industry. Environmental issues of concern in recent decades by the majority of companies in the national and international levels, causing the demand for increased environmental disclosure. This study aims to determine the influence of environmental media, the sensitivity industry and the structure of corporate governance on the environmental disclosures quality. The population in this study are all high-profile industry companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2011, 2012 and 2013. The sampling method used in this research is purposive sampling, with the following criteria: 1) Is a non-financial company; 2) It is a high profile company is the mining industry, energy, chemical, pharmaceutical, cosmetic and food and beverage; 3) publish social responsibility reports. The number of samples was observed that 129 data. The analysis technique used is multiple regression developed into five models. The model development is based division of the Environmental Disclosure quality levels, namely: Disclosure Quality Compliance (DQ_COMP), Disclosure Quality Pollution Prevention (DQ_POLLPREV), Disclosure Quality Product Stewardship (DQ_PRODSTEW), Disclosure Quality Sustainable Development (DQ_SUSDEV) and Disclosure Quality Total (DQ_TOTAL). The results showed that the sensitivity industry significant positive effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention and sustainable development. Independent Commissioner significant negative effect on the environmental disclosure quality in the level of compliance, pollution prevention, product stewardship and in total. Gender diversity significant positive effect on the environmental disclosure quality in the level of compliance. Commissioners who have more work than one significant positive effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention and total. Board size significant positive effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention, product stewardship, sustainable development and in total. Independent audit committee significant negative effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention, product stewardship, sustainable development and in total. Institutional ownership significant positive effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention, sustainable development. Conclusions that can be drawn from this study are: 1) environmental disclosure in the expression level of sustainable development of the most high, so that the company has reached at the level of sustainable development shows that the xi
company has been doing continuous disclosure; 2) disclosure of environment companies in Indonesia is still low, so that the quality of environmental disclosures varies. The advice relating to the results of this study are: 1) further research is expected to add to the category of companies and other types of online media. 2) further research is expected to minimize the element of subjectivity in the measurement of the quality of environmental disclosure.
xii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iii PERNYATAAN ................................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v PRAKARTA ........................................................................................................ vi SARI..................................................................................................................... ix ABSTRAK ........................................................................................................... xi DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 13 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 14 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Legitimasi .................................................................................... 16 2.2. Teori Agensi ......................................................................................... 18 xiii
2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) ................................................ 19 2.4. Kinerja Lingkungan .............................................................................. 20 2.5. Kualitas Environmental Disclosure ...................................................... 21 2.6. Environmental Disclosure Index Scorecard..........................................25 2.7. Environmental Media ........................................................................... 27 2.8. Sensitivitas Industri............................................................................... 29 2.9. Corporate Governance ......................................................................... 30 2.9.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance ............................. 30 2.9.2. Asas Corporate Governance ...................................................... 32 2.9.3. Struktur Corporate Governance ................................................. 33 2.10. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 41 2.11. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis .................. 45 2.11.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 45 2.11.2. Pengembangan Hipotesis ......................................................... 46 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Desain Penelitian................................................................... 56 3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 57 3.2.1. Populasi.......................................................................................57 3.2.2. Sampel.........................................................................................57 3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................57 3.3. Variabel Penelitian...... .......................................................................... 58 3.3.1. Variabel Dependen ..................................................................... 58 3.3.2. Variabel Independen ................................................................... 59 xiv
3.3.3. Variabel Kontrol ......................................................................... 62 3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 66 3.5. Metode Analisis Data............................................................................ 66 3.5.1. Analisis Deskriptif ...................................................................... 66 3.5.2. Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 66 3.5.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) ....... 68 3.5.4. Uji Hipotesis ............................................................................... 70 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ................................................................... 72 4.2. Statistik Deskriptif ................................................................................ 75 4.3. Uji Asumsi Klasik................................................................................. 82 4.3.1. Uji Normalitas ............................................................................ 82 4.3.2. Uji Multikolinearitas .................................................................. 82 4.3.3. Uji Heteroskedastisitas ............................................................... 83 4.3.4. Uji Autokorelasi ......................................................................... 84 4.4. Uji Hipotesis ......................................................................................... 85 4.5. Uji Statistik t dan Model ....................................................................... 97 4.6. Uji Koefisien Determinasi (R2)........................................................... 104 4.7. Pembahasan ........................................................................................ 106 4.7.1. Pengaruh Environmental Media Terhadap Kualitas Environmental Disclosure ....................................................... 106 4.7.2. Pengaruh Sensitivitas Industri Terhadap Kualitas Environmental Disclosure ....................................................... 107 xv
4.7.3. Karakteristik Dewan Komisaris ............................................... 108 4.7.4. Pengaruh Komite Audit Independen Terhadap Kualitas Environmental Disclosure ....................................................... 115 4.7.5. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kualitas Environmental Disclosure ....................................................... 116 4.7.6. Variabel Kontrol ....................................................................... 118 BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan ............................................................................................ 121 5.2. Keterbatasan........................................................................................ 123 5.3. Saran ................................................................................................... 123 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................125 LAMPIRAN.....................................................................................................131
xvi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Indikator Lagging dan Leading Ukuran Kinerja Lingkungan ........ 21 Tabel 2.2 A Natural Resource-Based View: Conceptual Framework ............. 23 Tabel 2.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu ..................................................... 44 Tabel 3.1. Definisi Variabel ............................................................................ 63 Tabel 4.1. Populasi dan Sampel ...................................................................... 73 Tabel 4.2. Daftar Sampel Perusahaan.............................................................. 73 Tabel 4.3. Statistik Deskriptif.......................................................................... 75 Tabel 4.4. Frekuensi Sensitivitas Industri (SEN_IND) ................................... 80 Tabel 4.5. Hasil Analisis Frekuensi Variabel Sensitivitas Industri ................. 80 Tabel 4.6. Statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov (KS).................... 82 Tabel 4.7. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 83 Tabel 4.8. Uji Glejser ...................................................................................... 84 Tabel 4.9. Uji Run Test .................................................................................... 85 Tabel 4.10. Uji Hipotesis DQ_COMP............................................................. 86 Tabel 4.11. Uji Hipotesis DQ_POLLPREV .................................................... 88 Tabel 4.12. Uji Hipotesis DQ_PRODSTEW .................................................. 90 Tabel 4.13. Uji Hipotesis DQ_SUSDDEV ..................................................... 92 Tabel 4.14. Uji Hipotesis DQ_TOTAL ........................................................... 95 Tabel 4.15. Uji Statistik t DQ_COMP ............................................................. 97 Tabel 4.16. Uji Statistik t DQ_POLLPREV .................................................... 99 Tabel 4.17. Uji Statistik t DQ_PRODSTEW ................................................ 100 xvii
Tabel 4.18. Uji Statistik t DQ_SUSDEV ...................................................... 101 Tabel 4.19. Uji Statistik t DQ_TOTAL ......................................................... 102 Tabel 4.20. Ringkasan Hasil Uji Regresi ...................................................... 103 Tabel 4.21. Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................................. 104
xviii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Protes Lingkungan Hidup Satu Dekade. ..... 5 Gambar 1.2. Provisi Kasus Lingkungan Hidup Tahun 2013 .............................. 6 Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ........................................................................ 46
xix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan ......................................................... 131 Lampiran 2 Kualitas Environmental Disclosure ............................................ 133 Lampiran 3 Environmental Disclosure Index Scorecard ............................... 137 Lampiran 4 Deskriptif Statistik ...................................................................... 146 Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi Klasik dan Regresi ......................................... 147
xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pedoman pengungkapan lingkungan yang diterbitkan oleh Global Reporting Initiative (GRI), perusahaan dituntut untuk tidak hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dapat membantu dalam memecahkan permasalahan terkait resiko dan ancaman terhadap keberlanjutan (sustainability) dalam lingkup hubungan sosial, lingkungan dan perekonomian (GRI, 2006). Menurut Elkington (1997), saat ini paradikma dan tujuan bisnis tidak hanya mencari keuntungan (profit), tetapi juga bertanggung jawab kepada masyarakat (people) dan bumi (planet). Paradigma bisnis inilah yang dikenal dengan Triple–P Bottom Line (Profit, People, Planet). Konsep Triple–P Bottom Line didasarkan pada konsep sustainability development yaitu konsep pembangunan dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sekarang, tidak boleh mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka (GRI, 2006). Konsep bisnis ini dibuat guna pemenuhan kesejahteraan masyarakat agar perusahaan turut berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Itulah sebabnya mengapa perusahaan perlu mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan. Informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan ini dapat diungkap melalui laporan keberlanjutan (sustainability report). Sustainability report ini dapat disusun dengan pedoman (standar) Global Reporting Initiative yang telah
1
2
dikembangkan sejak tahun 1990 dan disusun tersendiri secara terpisah dari laporan keuangan atau laporan tahunan. Laporan ini menyajikan nilai-nilai organisasi, model pemerintahan dan menunjukkan hubungan antara strategi dan komitmennya untuk ekonomi global yang berkelanjutan. Pelaporan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan dalam rangka mendapatkan legitimasi serta perwujudan komitmennya kepada stakeholders. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan para stakeholder baik dari segi sosial, lingkungan maupun ekonomi khususnya dalam hal lingkungan dan sosial. Permasalahan tentang lingkungan telah menjadi perhatian oleh sebagian besar perusahaan baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Permasalahan tersebut timbul akibat aktivitas industri ekstraktif yang menyebabkan pencemaran lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku sampai proses produksi seperti: kerusakan tanah, rusaknya ekosistem, polusi air, polusi udara dan polusi suara. Atas dasar berbagai permasalahan lingkungan tersebut menyebabkan permintaan akan pengungkapan lingkungan semakin meningkat. Penelitian berbagai perusahaan yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan adanya peningkatan minat masyarakat terhadap pengungkapan sukarela
atas
informasi
lingkungan.
Peningkatan
tersebut
terjadi
setelah
diterbitkannya berbagai peraturan dan pedoman mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peraturan dan pedoman tersebut diantaranya: Securities and Exchange Commision (SEC) yang menerbitkan persyaratan yang berkaitan dengan resiko bisnis dan perubahan iklim (SEC, 2010), GRI yang mengeluarkan pedoman pelaporan pengungkapan
lingkungan
(GRI,
2006),
International
Organization
for
3
Standardization (ISO) yang menetapkan ISO 14001 tentang sistem manajemen lingkungan (ISO, 2004) dan United States Environmental Protection Agency (US EPA) yang mengeluarkan data Toxics Release Inventory (TRI) (EPA, 2013). Mengacu berbagai peraturan tersebut sebagian besar perusahaan berkeinginan untuk mengungkapkan informasi lingkungannya dalam rangka mendapatkan legitimasi dari para stakeholder dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas perusahaan. Sejalan dengan perkembangan, berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan bukan lagi bersifat sukarela bagi perusahaan dalam mempertanggungjawabkan kegiatan perusahaannya. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 menyatakan : (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pasal 66 ayat 2c mewajibkan semua perseroan terbatas untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Laporan Tahunan. Dengan demikian, perusahaan atau perseroan di bidang sumber daya alam harus melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap masyarakat serta lingkungan.
4
Berdasarkan data ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Award) dalam antaranews.com menyatakan bahwa pada tahun 2005 hanya ada 1 perusahaan yang membuat laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan secara terpisah. Selanjutnya di tahun 2013 terdapat 42 perusahaan yang melaporkan seara terpisah. Data tersebut menunjukkan ketika pelaporan sustainability report masih bersifat sukarela hanya ada 1 perusahaan yang melaporkan. Peningkatan pengungkapan di tahun 2013, terjadi setelah terdapat aturan tentang pelaporan sustainability report. Namun peningkatan tersebut mengindikasikan masih minimnya perusahaan yang melakukan pelaporan sustainability report, apabila dibandingkan dengan perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 yaitu kurang lebih terdapat 500 emiten. Berbagai kasus lingkungan menjadi penyebab masih minimnya pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia. Kasus-kasus tersebut diantaranya: kasus PT. Indah Kiat Pulp and Paper (PT. IKPP) Serang Banten yang tidak memiliki sistem pengolahan limbah yang baik dengan membuang limbah ke Sungai Ciujung yang mengakibatkan pencemaran dan berdampak pada menurunnya kualitas sungai (WALHI, 2014). PT. Power Steel Mandiri (PT. PSM) yang berada di Tangerang mengoperasikan empat dari sepuluh tungku pembakaran baja yang belum mendapatkan izin Amdal dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Tangerang yang mencemari udara dengan bahan B3 yaitu Bahan Beracun dan Berbahaya (WALHI, 2014). Selain itu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan terdapat 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan di empat provinsi (Kalimantan Tengah, Riau, Maluku Utara dan Papua Barat) dimana menambang dan mengeksplorasi di kawasan hutan tanpa izin (WALHI, 2014). Akibat berbagai
5
penyimpangan tersebut total kerugian negara mencapai Rp 100 miliar (WALHI, 2014). Media lingkungan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat kasus pelanggaran lingkungan hidup sebanyak 107 kasus, tahun 2012 terdapat 118 kasus dan pada semester pertama di tahun 2013 sebanyak 123 kasus. Kasus-kasus tersebut terkait dengan berbagai krisis lingkungan dan pengambilan tanah-tanah rakyat untuk kepentingan investasi. Grafik di bawah ini mengungkapkan protes lingkungan hidup akibat kurangnya kepedulian terhadap lingkungan, sehingga permasalahan terkait pentingnya pengungkapan lingkungan merupakan masalah yang harus diperhatikan di Indonesia.
Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Protes Lingkungan Hidup Satu Dekade Sumber : Walhi 2014 Berdasarkan grafik di atas, kondisi lingkungan ekonomi mengalami perubahan yang berdampak pada dunia industri. Pada semester pertama di tahun 2013 protes lingkungan hidup terbanyak terjadi di DKI Jakarta yaitu sebanyak 38 protes. Hal ini terjadi karena kondisi lahan di Jakarta banyak didirikan bangunan-
6
bangunan pabrik untuk kepentingan investasi. Akibatnya terjadi berbagai konflik serta krisis lingkungan di daerah tersebut. Di tahun 2013, terdapat sedikitnya 40 kasus yang ditangani WALHI di berbagai daerah yang dibawa ke tingkat nasional. Hal ini terkonfirmasi dalam analisa media di tahun 2013, sebagai berikut:
Gambar 1.2. Provinsi Kasus Lingkungan Hidup Tahun 2013 Sumber : Walhi 2014 Data di atas menjelaskan persentase kasus-kasus lingkungan hidup yang terjadi di berbagai provinsi di Indonesia. Secara nasional terdapat 32,3% kasus lingkungan hidup yang terjadi di tahun 2013. Kasus-kasus tersebut terkait dengan beberapa sektor seperti hutan, perkebunan besar, pertambangan, kelautan dan pesisir, serta kasus-kasus yang terkait dengan pencemaran dan tata ruang. Dari pengalaman advokasi yang WALHI lakukan, khususnya di sepanjang tahun 2013, korporasi menempati angka tertinggi sebagai aktor/pelaku perusakan dan pencemaran lingkungan hidup, dengan prosentase 82,5%. Pada tahun 2013, sedikitnya ada 52 perusahaan yang menjadi pelaku berbagai konflik lingkungan, sumber daya alam dan
7
agraria. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri ekstrakif seperti tambang dan perkebunan sawit skala besar merupakan predator puncak ekologis. Dari berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi, perusahaan harus lebih transparan dalam pelaporan informasi baik dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan khususnya pengungkapan dalam hal lingkungan. Kondisi perusahaan yang besar akan memberikan dampak yang besar pula terhadap lingkungan. Oleh karena itu semakin besar perusahaan akan semakin berkepentingan untuk mengungkap informasi yang lebih luas (Kristi, 2013). Hal ini disebabkan oleh kegiatan perusahaan yang berpengaruh secara langsung dengan alam, sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Pengungkapan informasi lingkungan memberikan beberapa keuntungan kepada berbagai pihak, diantaranya ketertarikan pemegang saham dan stakeholders (Pflieger, et al., 2005 dalam Suhardjanto, 2010). Perusahaan yang memberikan lebih banyak informasi terhadap lingkungan, akan memberikan citra positif di mata masyarakat. Dengan mengungkapkan informasi lingkungan, perusahaan akan berkontribusi positif dan negatif dalam kelangsungan hidup manusia dan lingkungan. Pengungkapan dan pelaporan lingkungan di Amerika Serikat sebagian besar ditujukan kepada board of director dan shareholder (Millstein, 1991 dalam Rupley, et al., 2012). Dalam Two Tier Board System, board of director dibagi menjadi dua badan yang terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan direksi). Negara-negara dengan Two Tier System antara lain: Denmark, Jerman, Belanda dan Jepang (Saptono, 2014). Termasuk Indonesia dalam hal ini menganut Two Tier Board System karena sistem hukum Indonesia yang
8
berasal dari sistem hukum Belanda. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai dua badan yang terpisah yaitu dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan Komisaris merupakan salah satu organ khusus yang terdapat dalam Corporate Governance. Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen (dewan direksi). Corporate Governance mencakup berbagai mekanisme dalam board of directors guna menjalankan kontrol atas
manajemen,
dalam
rangka
melindungi
kepentingan
stakeholder
dan
meningkatkan transparansi (Ingley dan Vander Walt, 2004 dalam Rupley, et al., 2012). Teori agensi juga menyatakan bahwa di dalamnya terdapat dua sisi kepentingan yang berbeda yaitu pihak agen (manajemen) dan pihak prinsipal (pemegang saham). Untuk memberikan bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap dua kepentingan tersebut salah satu cara yang dilakukan perusahaan adalah dengan menggunakan sistem tata kelola perusahaan (corporate governance), dimana didalamnya terdapat Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Berdasarkan penelitian Gillan (2006); Suchman (1995) dalam Rupley, et al. (2012), selain dewan komisaris terdapat stakeholders lainnya seperti institusional investors,
lenders,
regulators,
governmental
agencies,
non-governmental
organizations, business associations, customers dan suppliers semua berpengaruh atas keputusan manajemen. Stakeholder disini dibagi menjadi dua yaitu shareholder dan non-shareholder. Tugas utama shareholder berkaitan dengan keberhasilan keuangan perusahaan, sedangkan non-shareholder berhubungan dengan keuangan
9
perusahaan yaitu kepedulian terhadap lingkungan (environmental stewardship), kemitraan perusahaan (company partnerships), dll). Keberadaan dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya di perusahaan Indonesia belum memadai. Untuk itu diperlukan suatu komite guna membantu dewan komisaris dalam memenuhi tugas dan fungsinya. Komite ini sering disebut komite audit. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-29/PM/2004 Pasal 2 yang mewajibkan emiten atau perusahaan publik membentuk komite audit. Komite ini diwajibkan beranggotakan minimal tiga orang independen dan salah satu diantaranya berasal dari komisaris independen yang merangkap sebagai ketua komite audit. McMullen (1996) dikutip oleh Suhardjanto (2010) menyatakan keberadaan anggota komite audit independen dalam komite audit akan meningkatkan transparansi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Ashforth dan Gibbs (1990) dalam Rupley, et al. (2012) menyatakan bahwa teori legitimasi akan menyampaikan informasi perusahaan kepada berbagai pihak agar sesuai dengan harapan masyarakat (stakeholder). Legitimasi lingkungan (environmnetal legitimacy) sebagai atribut eksternal yang diamati suatu perusahaan, dapat mempengaruhi bagaimana perusahaan memilih untuk mengungkapkan komitmen lingkungannya (Aerts dan Cormier, 2009 dalam Rupley, et al., 2012). Berdasarkan Bansal dan Clelland (2004) dalam Rupley, et al. (2012), mempertimbangkan legitimasi lingkungan perusahaan berdasarkan liputan media tentang isu-isu lingkungan hidup, sebagai potensi mekanisme governance. Media
10
digunakan sebagai proxy untuk menangkap beberapa aspek dalam non-shareholder dan memeriksa hubungannya dengan kualitas environmental disclosure (ED). Hasil penelitian yang dilakukan Gamerschlag et al. (2011) mengenai hubungan antara karakteristik perusahaan dengan pengungkapan sosial dan lingkungan sosial pada perusahaan-perusahaan di Jerman menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan industri berhubungan dengan jumlah pengungkapan. Menurut Utomo (2000), para peneliti akuntansi sosial tertarik untuk menguji pengungkapan sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satu perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe industri, yaitu industri yang high profile dan low profile. Sedangkan fokus perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini hanya perusahaan dalam kategori high profile. Perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high profile merupakan perusahaan yang mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang kuat (Robert, 1992 dalam Utomo, 2000). Penelitian Reverte (2009) dikutip oleh Kristi (2013) melakukan penelitian terhadap 46 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Spanyol pada tahun 2008. Dalam penelitiannya menggunakan 7 variabel yaitu, ukuran perusahaan, sensitivitas industri, profitabilitas perusahaan, struktur kepemilikan perusahaan, media exposure, international listing, leverage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, sensitivitas industri, media exposure, berpengaruh positif terhadap indeks pengungkapan CSR perusahaan. Dengan mengukur pengaruh sensitivitas industri terhadap pengungkapan CSR, dimungkinkan perusahaan yang memiliki
11
dampak yang besar terhadap lingkungan dan masyarakat akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial. Dalam hal ini, berdasarkan teori legitimasi pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk melegitimasi kegiatan operasinya dan menurunkan tekanan dari para stakeholder. Pengujian pengaruh stakeholder, manajemen menggunakan dewan komisaris, komite audit independen dan atribut investor institusional terhadap kualitas environmental disclosure. Sementara beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa corporate governance perusahaan yang memandu tingkat dan metode pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Ajinkya, et al. (2005) dikutip oleh Prasetianti (2014) menemukan bukti yang konsisten dengan governance yang lebih kuat (misalnya board independence dan institutional ownership) menyebabkan pengungkapan sukarela lebih transparan. Penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang mengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), khususnya dalam pengungkapan lingkungan (environmental disclosure). Berthelot et al. (2003), hal. 1 dalam Rupley, et al. (2012), mendefinisikan environmental disclosure perusahaan sebagai set item informasi yang berhubungan dengan masa lalu perusahaan, kegiatan pengelolaan lingkungan saat ini dan masa depan serta kinerja masa lalu, implikasi keuangan saat ini dan mendatang yang timbul dari keputusan manajemen lingkungan suatu perusahaan atau tindakan. Penelitian Rupley, et al. (2012), memberikan bukti dampak pemerintahan multi-stakeholder dalam kualitas environmental disclosure. Variabel dependen yang digunakan adalah kualitas environmental disclosure. Sedangkan variabel independen
12
menggunakan atribut media, board of directors dan institusional investor. Hasil menunjukkan adanya liputan media lingkungan dikaitkan dengan kualitas environmental disclosure, sejalan dengan gagasan bahwa stakeholder memiliki pengetahuan tentang masalah lingkungan. Penelitian ini konsisten dengan perusahaan-perusahaan yang berusaha untuk mengubah persepsi masyarakat melalui peningkatan environmental disclosure, yang menunjukkan bahwa atribut board of director termasuk independence, diversity dan multiple directorship berpengaruh terhadap kualitas environmental disclosures. Hasil ini sesuai dengan pernyataan bahwa pemerintahan yang baik mengarah pada peningkatan transparansi. Penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012), terdapat empat kategori yang digunakan dalam mengukur variabel dependen yaitu Compliance (kepatuhan), yang menunjukkan tingkat kepatuhan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab
lingkungan
perusahaan.
Pollution
Prevention
(pencegahan
polusi),
menunjukkan tingkat pencegahan polusi perusahaan terhadap lingkungan. Product Stewardship (penanganan produk), dimana perusahaan mulai melakukan pengawasan terhadap produk mulai dari menggunakan bahan-bahan produk yang ramah lingkungan sampai adanya proses daur ulang atas produk yang telah diproduksi. Sustainable Development (pengembangan berkelanjutan) merupakan kategori paling baik, pada tahap ini perusahaan telah melakukan ketiga kategori sebelumnya dan sudah melakukan tanggung jawab lingkungan secara berkelanjutan. Oleh karena itu kualitas environmental disclosure menjadi variabel dependen dalam penelitian ini. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012), yang meneliti tentang pengaruh governance, media dan quality of
13
environmental disclosure terhadap perusahaan-perusahaan yang terdapat di Amerika Serikat dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang berada di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012) dalam meneliti environmental disclosure menggunakan environmental disclosure index scorecard yang lebih menunjukkan kualitas environmental disclosure daripada menggunakan pengukuran secara dummy. Berdasarkan beberapa penelitian di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan struktur corporate
governance
terhadap
kualitas
environmental
disclosure
dengan
environmental disclosure index scorecard sebagai alat ukur kualitas environmental disclosure serta ukuran perusahaan (firm size) dan profitabilitas sebagai variabel kontrol. 1.2. Rumusan Masalah Pengungkapan lingkungan sekarang ini bukan menjadi fenomena baru lagi, akan tetapi isu mengenai pengungkapan lingkungan atau yang sering disebut environmental disclosure masih menjadi topik yang sering diperbincangkan. Environmental disclosure merupakan pengungkapan informasi perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, dimana bentuk pertanggungjawaban sosial dan lingkungan perusahaan terhadap masyarakat. Dengan pengungkapan environmental disclosure yang berkualitas, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis. Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah tentang pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan
14
struktur corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1.
Seberapakah luas environmental disclosure yang dilakukan perusahaan?
2.
Apakah keberadaan environmental media berpengaruh terhadap kualitas environmental disclosure?
3.
Apakah sensitivitas industri berpengaruh terhadap kualitas environmental disclosure?
4.
Apakah
karakteristik
dewan
komisaris
berpengaruh
terhadap
kualitas
environmental disclosure? 5.
Apakah komite audit independen berpengaruh terhadap kualitas environmental disclosure?
6.
Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas environmental disclosure?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui sejauh mana kualitas environmental disclosure yang dilakukan perusahaan high profile di Bursa Efek Indonesia.
2.
Untuk
memperoleh
bukti
empiris
apakah
terdapat
pengaruh
antara
environmental media, sensitivitas industri, karakteristik dewan komisaris, komite audit independen dan kepemilikan institusional terhadap kualitas environmental disclosure.
15
1.4. Kegunaan Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagi Akademisi dan Perguruan Tinggi Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi kualitas
environmental
disclosure, serta dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu khususnya di bidang kualitas environmental disclosure. 2.
Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi perusahaan- perusahaan dalam melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan yang nantinya akan bermanfaat dalam memberikan nilai tambah perusahaan. Selanjutnya merupakan wujud tanggung jawab perusahaan dalam memberikan transparansi kepada para stakeholder terkait masalah lingkungan sosial.
3.
Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan para investor sebagai dasar penentuan serta pertimbangan dalam membuat keputusan untuk berinvestasi, kepada perusahaan mana yang mempunyai kinerja perusahaan yang baik serta memiliki prospek yang bisa dipertanggungjawabkan dalam jangka panjang.
4.
Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman serta acuan kinerja pemerintah dalam menentukan kebijakan dan standar dalam mengatur praktik environmental disclosure di Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Legitimasi Beberapa studi tentang pengungkapan sosial lingkungan telah menggunakan teori legitimasi sebagai basis dalam menjelaskan basisnya (Ghozali dan Chariri, 2007). Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi dalam lingkungan eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha meyakinkan bahwa perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma masyarakat (Brown dan Deegan, 1998). Teori legitimasi memfokuskan pada interaksi antara perusahaan dengan masyarakat (Ulman, 1982; dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Dowling dan Pfeffer (1975) p. 131 dikutip oleh Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi. Mereka mengatakan : “Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan”. Legitimasi suatu perusahaan dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat katakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Ashforth dan Gibbs, 1990
16
17
dalam Rupley, et al., 2012) dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya yang akan mengancam keberlangsungan perusahaan. Perusahaan harus memperdulikan keadaan sosial lingkungan disekitarnya, karena dengan kepedulian tersebut perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Perusahaan harus menyelaraskan aktivitas perusahaan dan harapan masyarakat dengan melakukan aktivitas perusahaan sesuai dengan norma-norma masyarakat agar tidak terjadi legitimacy gap. Legitimacy gap dapat terjadi karena karena tiga (3) alasan (Warticl dan Mahon, 1994 dalam Chariri, 2008): 1.
Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan tidak berubah.
2.
Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan telah berubah.
3.
Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan berubah ke arah yang berbeda, atau ke arah yang sama tetapi waktunya berbeda. Keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah untuk
ditentukan, karena yang terpenting adalah bagaimana perusahaan berusaha memonitor nilai-nilai perusahaan dan sosial masyarakat serta mengidentifikasi kemungkinan munculnya gap tersebut. Jadi, untuk mengurangi legitimacy gap, perusahaan harus mengidentifikasi aktivitas yang berada dalam kendalinya dan mengidentifikasi publik yang memiliki power sehingga mampu memberikan legitimacy kepada perusahaan (Neu, et al., 1998 dalam Chariri, 2008). Legitimasi dapat dilihat sebagai diskursif masalah terfokus interaksi antara perusahaan dan pemangku kepentingan utamanya, dimana perusahaan mencoba untuk menggunakan
18
perilaku mengurangi risiko yang mendukung stabilitas jangka panjang dengan memenuhi harapan sosial para stakeholders (Suchman, 1995; Zucker, 1977, dalam Rupley, et al., 2012). Berdasarkan teori legitimasi yang dijelaskan diatas, mengindikasikan bahwa perusahaan harus bertindak seminimal mungkin sesuai dengan aturan-aturan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat. Environmental disclosure yang dilakukan perusahaan seharusnya menjadi prioritas strategi perusahaan agar mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Dengan adanya struktur governance yang baik merupakan kontrol bagi perusahaan supaya manajemen perusahaan dapat menjalankan tugas serta tanggungjawabnya terhadap para stakeholder.
2.2. Teori Agensi Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara agen dan prinsipal. Agen disini merupakan pihak manajemen perusahaan dan prinsipal merupakan investor atau pemegang saham. Teori ini menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Mecking, 1976) Teori ini menyatakan bahwa dengan adanya asimetri informasi, manajer sebagai agen akan memilih kebijakan untuk memaksimalkan kepentingan para prinsipal yaitu para pemilik perusahaan baik itu dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Selain itu manajer juga memiliki kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri. Dengan adanya dua kepentingan ini mengindikasikan
19
manajer bertindak semaunya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan pihak prinsipal. Untuk menghindari hal tersebut beberapa penelitian menyatakan teori keagenan dapat dikurangi dengan meningkatkan pengungkapan. Ball (2006) dalam Almilia (2008) menyatakan bahwa peningkatan transparansi dan pengungkapan akan memberikan kontribusi untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham. Corporate governance merupakan mekanisme pengelolaan yang didasarkan pada teori agensi. Dengan adanya konsep corporate governance pihak manajemen (agen) diharapkan dapat dipercaya dalam mengelola kekayaan pemilik (prinsipal), dan pemilik juga yakin bahwa agen bertindak sewajarnya dan tidak melakukan kecurangan untuk kepentingan agen sendiri sehingga dapat meminimalkan konflik serta biaya keagenan. 2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006). Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah proses pengkomunikasian efekefek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Dengan mengungkapkan informasi mengenai operasi perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan perusahaan diharapkan bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dalam
20
melaksanakan aktivitasnya, perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan semata melainkan perusahaan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Selain itu upaya perusahaan dalam rangka mengembangkan potensi energi yang tidak diimbangi dengan upaya pemeliharaan lingkungan akan berakibat pada keadaan yang merugikan bagi pihak terkait manapun. 2.4. Kinerja Lingkungan Kinerja lingkungan perusahaan merupakan kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik sesuai dengan tujuan para stakeholders. Kinerja lingkungan berfokus pada kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan serta mengurangi dampak lingkungan seperti limbah hasil aktivitas perusahaan. Pengkajian kinerja lingkungan didasarkan pada tiga aspek diantaranya kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan. Kinerja lingkungan dibagi menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Kinerja lingkungan secara kuantitatif adalah kinerja lingkungan yang hasilnya dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan terkait dengan kontrol aspek lingkungan fisiknya. Sedangkan kinerja lingkungan secara kualitatif merupakan kinerja yang hasilnya diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran aset non fisik, misalnya: prosedur, proses inovasi, motivasi dan semangat kerja yang dialami pelaku kegiatan, dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya. Berdasarkan Global Enviromental Management Initiatives (GEMI) tahun 1998, jenis ukuran indikator kinerja lingkungan secara umum terdiri dari dua indikator, yaitu :
21
1.
Indikator lagging yaitu ukuran kinerja end-process, mengukur output hasil proses seperti jumlah polutan dikeluarkan.
2.
Indikator leading yaitu ukuran kinerja in-process guna mengukur faktor apa saja yang dapat membawa perubahan bagi kinerja lingkungan perusahaan.
Tabel 2.1. Indikator Lagging dan Leading Ukuran Kinerja Lingkungan Tipe Indikator tertinggal (lagging) Indikator memimpin (leading) Indikator Ukuran Indikator output/end-of-process Indikator manajemen / in-process Fokus Hasil (output) Tingkat status aktifitas (input) Pendekatan Kuantitatif Kuantitatif dan kualitatf Contoh Jumlah kimia beracun dilepas Persen fasilitas berfungsi audit ke udara lingkungan sendiri Kekuatan Mudah menjumlahkan dan Merefleksikan tidak hanya kinerja dimengerti; umum disukai masa lalu, namun sekarang dan publik dan pihak pemerintah masa depan. Kelemahan Kesenjangan waktu dalam Lebih sulit dihitung dan lingkar umpan balik; akar dievaluasi; sulit membangun penyebab tidak teridentifikasi. dukungan penggunaaan; tidak mengarah pada semua perhatian pemegang saham. Sumber GEMI, 1998 2.5. Kualitas Environmental Disclosure Environmental Disclosure merupakan pengungkapan informasi
yang
berkaitan dengan lingkungan hidup. Kualitas environmental disclosure dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012). Standar yang digunakan berdasarkan Global Reporting Indeks (GRI) masih terlalu umum dan tidak mengidentifikasi langkah-langkah khusus yang mencerminkan dampak lingkungan dari bisnis. Indeks dalam Rupley, et al. (2012) lebih operasional dalam menangkap dampak bisnis terhadap lingkungan dan lebih deskriptif tentang motif strategis yang mempengaruhi environmental disclosure. Indeks pengungkapan
22
mencakup beberapa karakteristik masing-masing indikator untuk meningkatkan kemampuan guna menangkap kualitas. Karakteristik indikator ini didasarkan pada implikasi strategi untuk perilaku lingkungan. Dalam penelitian Rupley, et al. (2012) kualitas environmental disclosure dibagi menjadi empat tingkatan yaitu : 1.
Compliance
2.
Pollution Prevention
3.
Product Stewardship
4.
Sustainable Development Perpindahan dari tingkat compliance sampai tingkat sustainable development
menyiratkan integrasi semakin holistik terhadap pengelolaan lingkungan ke dalam organisasi proses, strategi dan budaya. Roome (1992) dalam Rupley, et al. (2012) dan Hunt dan Auster (1990) telah menyarankan klasifikasi indikator pengungkapan sehingga perusahaan proaktif dalam pengelolaan lingkungan. Roome (1992) dalam Rupley et al. (2012) mengidentifikasi 5 (lima) strategi manajemen lingkungan yaitu : 1.
Non-compliance
2.
Compliance
3.
Compliance plus
4.
Commercial and environmental excellence
5.
Leading edge Non-compliance terjadi ketika beban sebuah perusahaan dibatasi dan tidak
bisa bereaksi atau memilih untuk tidak bereaksi terhadap perubahan standar lingkungan. Compliance adalah posisi reaktif yang didorong oleh undang-undang. Compliance tidak mungkin berada dalam posisi untuk menggunakan sikap
23
lingkungan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif. Compliance plus adalah posisi reaktif dalam pengelolaan lingkungan. Sehubungan dengan compliance, compliance plus menunjukkan kemauan pada bagian dari senior manajemen perusahaan untuk menggunakan sistem manajemen dan kebijakan untuk mendorong perubahan organisasi. Commercial and environmental excellence dan leading edge menunjukkan pengelolaan manajemen lingkungan yang baik dan berusaha untuk menjadi pemimpin lingkungan dalam industri mereka. Dalam penelitian Hart (1995) terdapat kemungkinan bahwa strategi dan keunggulan kompetitif dalam beberapa tahun mendatang akan berakar pada kemampuan yang memfasilitasi lingkungan yang berkelanjutan adalah kegiatan ekonomi berbasis sumber daya alam perusahaan. Hart (1995) memperkenalkan conceptual framework yang terdiri dari tiga strategi yang saling berhubungan, yaitu : pollution prevention, product stewardship dan sustainable development. Berikut penjelasan dari ketiga strategi tersebut : Tabel 2.2.
Sumber : Hart, 1995 Pollution prevention merupakan strategi pencegahan polusi yang berusaha untuk mengurangi emisi dengan menggunakan perbaikan berkelanjutan yang
24
difokuskan pada tujuan lingkungan (Hart, 1995). Menurut Cairncross (1991) dalam Hart (1995) pollution prevention dapat dicapai melalui dua cara utama : 1.
Control : emisi dan limbah disimpan, dirawat dan dibuang menggunakan peralatan pollution-control.
2.
Prevention: emisi dan limbah berkurang, diubah atau dicegah melalui rumah tangga yang lebih baik, substitusi bahan, daur ulang atau inovasi proses. Melalui pollution prevention, perusahaan dapat mewujudkan penghematan
yang signifikan, sehingga keuntungan biaya relatif terhadap pesaing (Hart & Ahuja, 1994 dalam Hart 1995). Pollution prevention dapat menyimpan tidak hanya biaya instalasi dan operasi perusahaan tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Selain itu pollution prevention juga dapat mengurangi waktu siklus dengan menyederhanakan atau menghapus langkah-langkah yang tidak perlu dilakukan dalam operasi produksi. Pada akhirnya pollution prevention menawarkan potensi untuk mengurangi emisi jauh di bawah tingkat yang diperlukan, mengurangi kepatuhan perusahaan dan biaya kewajiban (Rooney, 1993). Dengan demikian, strategi polusi pencegahan harus memfasilitasi biaya yang lebih rendah, yang pada gilirannya, harus menghasilkan arus kas ditingkatkan dan profitabilitas bagi perusahaan (Hart, 1995). Strategi selanjutnya yaitu product stewardship dimana strategi sebelumnya pollution prevention berfokus pada kemampuan dalam produksi dan operasi, sedangkan product stewardship berfokus pada pengawasan produk, pengembangan produk dan memandu dalam pemilihan bahan baku serta mendisiplinkan desain produk dengan tujuan untuk meminimalkan dampak lingkungan.
25
Menurut Hart (1995) melalui strategi product stewardship perusahaan dapat : 1.
Terhindar dari dampak lingkungan yang berbahaya.
2.
Mendesain ulang sistem produk yang ada untuk mengurangi kewajiban.
3.
Mengembangkan produk baru dengan biaya siklus hidup yang lebih rendah. Strategi terakhir adalah sustainable development. Strategi ini merupakan
strategi yang paling baik, dimana perusahaan telah menghubungkan antara lingkungan, bisnis dan kegiatan ekonomi perusahaan (Hart, 1995). Dengan menerapkan
sustainable
development
berarti
perusahaan
telah
mampu
mengimplementasikan perkembangan substansial baru dan komitmen terhadap perkembangan pasar dalam jangka panjang. Perusahaan yang mencapai strategi ini dimungkinkan akan meningkatkan harapan perusahaan untuk kinerja masa depan terhadap pesaing yang nantinya akan memberikan dampak positif dihadapan para stakeholder.
2.6. Environmental Disclosure Index Scorecard Environmental disclosure index scorecard dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan Rupley, et al. (2012). Indikator kategori yang digunakan untuk mengukur kualitas environmental disclosure menggunakan environmental disclosure index scorecard berdasarkan kerangka global reporting initiative (GRI). Indikator kategori tersebut dapat dilihat di lampiran 3. Pelaporan mengenai lingkungan yang dibuat oleh Global Reporting Initiative (GRI) dinamakan the sustainability reporting guidelines. Standar pelaporan ini ditujukan sebagai sebuah standar pelaporan yang dapat diterima umum yang
26
digunakan oleh berbagai organisasi yang berbeda ukuran, sektor dan lokasinya (GRI, 2006). Standar pengungkapan yang harus dimasukkan dalam laporan keberlanjutan terdiri dari tiga tipe yaitu : 1.
Strategi dan Profil : Pengungkapan yang membentuk keseluruhan konteks untuk dapat memahami kinerja organisasi, seperti strategi yang dimiliki, profil dan tata kelola.
2.
Pendekatan Manajemen : Pengungkapan yang mencakup mengenai bagaimana sebuah organisasi menggunakan topik tertentu untuk memberikan konteks dalam memahami kinerja pada sebuah bidang spesifik tertentu.
3.
Indikator Kinerja : Indikator yang memberikan perbandingan informasi terkait kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial dari organisasi.
Pelaporan yang dibuat GRI mengandung kandungan isi umum dan sektor secara spesifik yang telah disetujui oleh berbagai stakeholders di seluruh dunia dan dapat diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja keberlanjutan dari sebuah organisasi. Environmental disclosure index scorecard dalam penelitian Rupley, et al. (2012), terdiri dari berbagai karakteristik dari setiap indikator untuk meningkatkan kemampuan indeks dalam menggambarkan kualitas environmental disclosure. Karakteristik indikator ini didasarkan pada implikasi strategi lingkungan. Strategi lingkungan terdiri dari empat strategi yaitu compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development. Selain keempat strategi tersebut, penelitian ini juga mengukur jumlah total indikator untuk menjelaskan strategi lingkungan secara keseluruhan.
27
Perpindahan dari tingkat kepatuhan ke tingkat pembangunan berkelanjutan menyiratkan integrasi semakin holistik mengenai pengelolaan lingkungan ke dalam proses organisasi, strategi dan budaya. Penelitian Rupley, et al. (2012) menggunakan tingkat strategi ini dan pemahaman tentang kualitas pengungkapan penilaian, dengan skema pengkodean yang dikembangkan dan diuji. Sebagai contoh, pengungkapan konsumsi energi termasuk pengungkapan total konsumsi energi (compliance-level), pengungkapan
per-unit
energi
konsumsi
(pollution
prevention-level)
dan
pengungkapan konsumsi energi terbarukan dari sumber daya (product stewardshiplevel). Sebuah pengungkapan tingkat sustainable development adalah penyediaan 'Green' balanced score card. 2.7. Environmental Media Ettredge et al. (2001) menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan yang terdaftar di negara maju sekarang memiliki situs web internet dimana mereka mempublikasikan informasi keuangan. Semakin banyak pengungkapan yang dilakukan perusahaan memberikan dampak positif dalam mengubah persepsi masyarakat khususnya pengungkapan dibidang lingkungan yang dalam hal ini berkaitan langsung dengan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. Dengan adanya media memungkinkan lebih fleksibel terhadap kemampuan dan ketersediaan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan. Allam dan Lymer (2002) meneliti jenis informasi yang tersedia di Internet dari 50 perusahaan dari lima negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan Hong Kong. Relevansi khusus bagi penelitian ini adalah temuan dari
28
Amerika Serikat dan situs web perusahaan Australia. Dari 50 perusahaan yang disurvei, hanya 23 (46 persen) dari situs web perusahaan AS memiliki informasi lingkungan. Survei KPMG (2002) yang dikutip oleh Joshi dan Simon (2009), yang terlihat pada praktek pelaporan dari 100 perusahaan di 19 negara, menemukan bahwa 72 persen perusahaan Jepang, 49 persen Perusahaan Inggris dan 36 persen dari perusahaan-perusahaan AS mengeluarkan informasi lingkungan, sosial atau laporan keberlanjutan, selain laporan keuangan mereka. Pelaporan sukarela mengenai dampak lingkungan dan inisiatif dalam laporan tahunan perusahaan telah meluas di kalangan organisasi yang menerima kewajiban untuk memperpanjang tanggung jawab lingkungan di luar kepatuhan terhadap peraturan (Brophy dan Starkey, 1996 dalam Joshi dan Simon, 2009). Rupley, et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan adanya liputan media lingkungan dikaitkan dengan kualitas pengungkapan sukarela, kompatibel dengan gagasan bahwa stakeholder memiliki pengetahuan tentang masalah environmental disclosure. Dalam penelitiannya juga meneliti media yang negatif yang dikaitkan dengan kualitas environmental disclosure. Temuan ini konsisten dengan perusahaan-perusahaan yang berusaha untuk mengubah persepsi masyarakat melalui peningkatan environmental disclosure. Teori legitimasi (Ashforth dan Gibbs, 1990 dalam Rupley, et al., 2012) menyatakan bahwa legitimasi sebuah perusahaan dapat diperoleh melalui berbagai tindakan, termasuk mengkomunikasikan informasi perusahaan kepada stakeholder yang relevan. Perusahaan dengan legitimasi lingkungan yang rendah lebih bertindak proaktif untuk mengkomunikasikan informasi melalui media (Bansal dan Clelland,
29
2004 dalam Rupley, et al., 2012). Sehingga untuk mendapatkan kepercayaan serta legitimasi dari masyarakat, perusahaan senantiasa berusaha dalam menjaga reputasinya. Dengan demikian liputan media dapat membentuk kesadaran masyarakat terkait isu-isu tertentu.
2.8. Sensitivitas Industri Sensitivitas industri dapat diartikan sebagai seberapa besar pengaruh aktivitas industri yang bersinggungan langsung dengan lingkungan. Pada umumnya perusahaan dengan tingkat sensitivitas industri yang tinggi terhadap lingkungan akan memperoleh perhatian yang tinggi pula dari masyarakat karena aktivitas operasinya yang memiliki potensi mempengaruhi alam. Penelitian yang dilakukan Anggraini (2006) menggambarkan perusahaan yang memiliki tingkat sensitivitas industri tinggi akan memperoleh perhatian yang lebih dari masyarakat dan kepentingan lain karena aktivitas industri yang berpotensi mempengaruhi kepentingan luas, baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan. Hasil penelitiannya menyatakan sensitivitas industri berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang termasuk kategori sensitive industry merupakan perusahaan tipe high profile. Umumnya perusahaan high profile merupakan perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas (Purwanto, 2011). Menurut Zuhroh dan Sukmawati (2003) perusahaan yang tergolong dalam industri high profile memiliki karakteristik seperti memiliki jumlah
30
tenaga kerja yang besar dan dalam proses produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah dan polusi. Penelitian ini mengukur kualitas environmental disclosure dengan jenis industri high profile yang terbagi atas dua kelompok yaitu non sensitive industri dan sensitive industri. Perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok non sensitive industri pada penelitian ini antara lain: cosmetic and household, farmasi, kimia dan makanan dan minuman. Sedangkan perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok sensitive industri antara lain: energi dan pertambangan (batubara, batu-batuan, logam dan mineral lainnya dan minyak dan gas bumi).
2.9. Corporate Governance 2.9.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam (Surya dan Yustivandana, 2006) bahwa corporate governance merupakan sekumpulan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya (pemegang saham dan pihak lain) yang terlibat dalam suatu perusahaan. Hubungan ini berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan terhadap para stakeholder. Tanggung jawab yang dimiliki dapat diwujudkan melalui good corporate governance dan leading yang seimbang antara asas dan realisasinya. Tanpa adanya corporate governance yang baik perusahaan atau institusi apapun dapat terjebak dalam pola kerja yang cenderung mengahalalkan segala cara dan tidak mampu untuk menjalankan organisasi secara berkesinambungan (Setiawan, 2005).
31
Konsep Good Corporate Governance (GCG) semakin mendapatkan perhatian di kalangan dunia usaha. Sejak era reformasi bergulir, masyarakat semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Menurut Monks dan Minow, (2001) dikutip oleh Dewi (2008), Good Corporate Governance (GCG) merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Implementasi Good Corporate Governance dalam kinerja perusahaan merupakan kunci sukses untuk memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan dapat bersaing dalam bisnis global. Selain itu penerapan Good Corporate Governance berhubungan dengan peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance, akan mendapatkan citra positif dan peningkatan nilai perusahaan. Hasil survei yang dilakukan Mc Kinsey & Co. (2002) dalam Windah (2013) mengatakan bahwa para investor cenderung menghindari perusahaan-perusahaan dengan predikat buruk dalam Corporate Governance. Di era sekarang ini, investor meyakini bahwa dalam menerapkan praktek GCG perusahaan telah berupaya meminimalkan risiko keputusan yang akan menguntungkan diri sendiri. Sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta nilai perusahaan. Hal lain juga diungkapkan oleh FGCI (2011) yang dikutip oleh Ratih (2011), yang menyatakan bahwa ada empat manfaat dalam penerapan GCG yaitu, 1) lebih mudah untuk meningkatkan modal (Easier to raise capital), 2) biaya yang lebih rendah dari modal (Lower cost of capital), 3) memperbaiki kinerja usaha dan peningkatan kinerja ekonomi (Improved business performance and improved economic performance), 4) dampak yang baik pada harga saham (good impact on share price).
32
2.9.2. Asas Corporate Governance Implementasi GCG sudah mulai banyak diterapkan di berbagai perusahaanperusahaan
di
Indonesia.
Penerapan
GCG
di
Indonesia
berawal
sejak
ditandatanganinya Letter Of Intent (LOI) yang bekerjasama dengan IMF, yang di dalamnya terdapat pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaanperusahaan di Indonesia. Selain itu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKG) (2006), berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat Internasional. Menurut KNKG terdapat lima asas dalam GCG yaitu : 1.
Transparansi (Transparency) Perusahaan harus menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, serta menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
2.
Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
3.
Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
33
4.
Independensi (Independency) Perusahaan harus dikelola secara independen, sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5.
Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness). Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Kelima asas tersebut harus dilaksanakan secara efektif, agar dalam penerapan
GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan kepercayaan para stakeholder. Dengan demikian, dengan sistem tata kelola perusahaan yang baik dapat meningkatkan jumlah investasi oleh para investor. 2.9.3. Struktur Corporate Governance 1.
Dewan Komisaris Salah satu prinsip Corporate Governance menurut Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan dewan komisaris. Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Sistem hukum tentang bentuk dewan komisaris yang dianut Indonesia menggunakan two tier board system. Sistem ini sering dipakai di negara Eropa seperti Denmark, Jerman dan Belanda, dimana memiliki dua badan yang terpisah yaitu dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan direksi berkewajiban mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem ini anggota dewan
34
direksi diangkat dan dapat diganti oleh dewan komisaris (Saptono, 2014). Sehingga dewan komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Bab 1 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi. Berikut penjelasan secara spesifik mengenai wewenang, tugas dan tanggung jawab dewan komisaris : a.
Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya dan memberikan nasehat kepada direksi (Pasal 108 dan Pasal 114).
b.
Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).
c.
Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberi nasehat (Pasal 115).
d.
Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas dewan komisaris. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat (5)
menjelaskan bahwa bagi perusahaan Perseroan Terbatas wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) anggota dewan komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota dewan
35
komisaris di Indonesia bervariasi yang disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen (Waryanto, 2010). Dengan proses monitoring yang baik, maka diharapkan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan akan semakin luas dan terjamin keandalannnya. 2.
Komisaris Independen Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana, 2006). Berdasarkan Kep-00001/BEI/01-2014, perusahaan yang listed di bursa harus mempunyai komisaris independen minimal 30% dari jumlah anggota dewan komisaris. Dengan makin besarnya proporsi komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan (Nasution dan Setiawan, 2007). Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya prinsip-prinsip corporate governance. Khususnya mengenai perlindungan terhadap investor. Untuk mendorong implementasi GCG, maka dibuatkan sebuat organ khusus dalam struktur perseroan, diantaranya terdapat komisaris independen. Keberadaan
36
komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Berdasarkan peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004 yang dikutip oleh Surya dan Yustivandana (2006), beberapa kriteria tentang dewan komisaris independen antara lain : a.
Komisaris independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik.
b.
Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau pemegang saham mayoritas dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.
c.
Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.
d.
Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
e.
Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
f.
Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
g.
Komisaris independen diusulkan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugas-tugas utama
meliputi (Surya dan Yustivandana, 2006): a.
Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha;
37
menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset. Tugas ini terkait dengan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability). b.
Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang transparan (transparency) dan adil (fairness).
c.
Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (fairness).
d.
Memonitor pelaksanaan governace dan melakukan perubahan jika diperlukan.
e.
Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan.
3.
Keberagaman Gender Menurut Adams dan Ferreira (2004) dalam Prawinandi (2012) komisaris
wanita lebih rajin dalam menghadiri rapat dewan komisaris dibandingkan dengan komisaris pria, dimana kehadiran dalam rapat ini penting karena rapat dewan komisaris merupakan cara agar dewan komisaris memperoleh informasi penting tentang perusahaan sebagai dasar untuk melakukan tugas mereka. Huse dan Solberg (2006) dalam Rao, et al. (2011) menemukan bahwa perempuan lebih berkomitmen dan terlibat, lebih siap, lebih rajin, mengajukan pertanyaan dan akhirnya menciptakan suasana yang baik di dalam dewan komisaris. Demikian pula Kusumastuti, et al. (2007) menyatakan komisaris wanita juga akan
38
meningkatkan monitoring terhadap kinerja perusahaan karena wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko dan lebih teliti dalam melakukan pengawasan dibandingkan pria. 4.
Multiple-Directorship Multiple-directorship merupakan anggota dewan komisaris yang bekerja di
perusahaan lain yang mendapatkan pengetahuan serta interaksi berbagai dewan komisaris. Carter, et al. (2003) dalam Rupley, et al. (2012) memberikan bukti bahwa keragaman pekerjaan meningkatkan efektivitas dewan dan nilai pemegang saham. Anggota dewan yang bekerja di berbagai perusahaan cenderung memiliki reputasi yang memiliki nilai tambah dari tipe anggota lain (Rupley, et al., 2012). Namun terkadang manfaat atas representasi dari direktur eksternal diukur melalui pengaruh dari interlocking directorship. Dalam environmental disclosure perusahaan dengan anggota dewan yang melayani di beberapa perusahaan akan memiliki kualitas environmental disclosure yang lebih tinggi karena telah melakukan pelaporan lingkungan di perusahaan-perusahaan lain (Rupley, et al., 2012). 5.
Komite Audit Independen Komite audit adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan
dan pengendalian untuk menciptakan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas (Agustia, 2013). Bentuk pertanggungjawaban ini ditujukan kepada dewan komisaris dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan. Selain itu, dalam bekerja komite audit juga dituntut harus bersifat independen sehingga kinerjanya dapat dipercaya. Untuk menjamin independensi
39
komite audit, Bapepam (2004) menetapkan persyaratan yang akan menjadi anggota komite audit, yaitu : a.
Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
b.
Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.
c.
Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
d.
Tidak mempunyai: 1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik. 2. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik. Komite audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri dan tidak
terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan dan memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif
40
(Waryanto, 2010). Dengan dibentuknya komite audit yang bersifat independen memastikan laporan keuangan yang disajikan akan berkualitas sehingga akan menjadi kontrol perusahaan serta dapat meminimalisasi manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen. 6.
Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan proporsi saham yang beredar yang
dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun dan lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Wahidawati, 2001). Konsentrasi kepemilikan institusi merupakan saham yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Dari berbagai institusi atau lembaga tersebut mempunyai tingkat kebutuhan yang berbeda-beda terhadap environmental disclosure. Hal ini menyebabkan jenis pengungkapan yang diberikan oleh perusahaan juga ikut bervariasi sesuai dengan kompleksitas perusahaan. Scott (2000) yang dikutip oleh Dewi (2008) menyatakan tingkat saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic manager, yaitu manajer melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya. Menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dengan adanya kepemilikan institusional yang semakin tinggi, menyebabkan kontrol eksternal terhadap perusahaan semakin kuat, sehingga dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost).
41
Juniarti dan Sentosa (2009) menegaskan bahwa investor institusional memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memonitor tindakan manajemen dibandingkan dengan investor individual dimana investor institusional tidak mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Selain itu, investor institusional, yang umumnya juga berperan sebagai fidusiari, memiliki insentif yang lebih besar untuk memantau tindakan manajemen dan kebijakan perusahaan. Kondisi ini dapat menyebabkan berkurangnya perilaku oportunistik manajemen yang mengarah pada biaya ekuitas yang lebih rendah. Selain itu investor institusional sebagai pemegang saham mayoritas akan mengurangi efektivitas dewan komisaris maupun manajemen perusahaan. Investor yang memiliki saham besar akan mendominasi dan mempengaruhi keputusan manajemen sebagai imbalan atas saham yang ditanamkan di perusahaan (Lau, et al., 2009 dalam Rao, et al., 2011).
2.10. Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian mengenai kualitas environmental disclosure telah banyak mengalami perkembangan. Mulai dari variasi jenis perusahaan yang berbeda-beda. Dalam sub bab ini akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh para peneliti yang berhubungan dengan media, corporate govenance dan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Suhardjanto (2010) menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate governance terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian ini menunjukkan latar belakang etnic komisaris utama dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap environmental disclosure, leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap
42
environmental disclosure. Sedangkan proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi auditor independen, jumlah rapat komite audit, profitabilitas dan cakupan operasional perusahaan tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure. Effendi, et al. (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh dewan komisaris terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian menunjukkan leverage sebagai variabel kontrol berpengaruh negatif signifikan terhadap environmental disclosure. Variabel kontrol lain yaitu size juga berpengaruh signifikan. Sedangkan ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris, latar belakang pendidikan presiden komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure. Ariani (2010) melakukan penelitian tentang corporate governance dan latar belakang
pendidikan
terhadap
environmental
disclosure.
Hasil
penelitian
menunjukkan proporsi komisaris independen dan latar belakang pendidikan komisaris berpengaruh terhadap environmental disclosure. Sedangkan jumlah rapat dewan komisaris, jumlah komite audit dan jumlah rapat komite audit tidak berengaruh terhadap environmental disclosure. Handayani (2010) meneliti tentang environmental performance terhadap environmental disclosure dan economic performance serta environmental disclosure terhadap
economic
performance.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
environmental performance tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure dan tidak berpengaruh pula terhadap economic performance. Serta environmental disclosure juga tidak berpengaruh terhadap economic performance.
43
Deegan, et al. (2002) meneliti liputan media positif dan liputan negatif terhadap environmental disclosure. Hasil dari penelitian ini menyatakan liputan media positif berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Sedangkan liputan media negatif berpengaruh lebih besar dibandingkan dengan liputan media positif terhadap environmental disclosure. Rupley, et al. (2012) melakukan penelitian tentang liputan media dan struktur corporate governance terhadap kualitas voluntary environmental disclosure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel liputan media yang terdiri dari keberadaan liputan media dan liputan media negatif, variabel struktur corporate governance terdiri dari karakteristik dewan komisaris dan investor institusional. variabel karakteristik dewan komisaris terdiri dari dewan komisaris independen, keberagaman gender, multiple-directorship, CEO duality dan keberadaan komite tanggung jawab sosial perusahaan, variabel investor institusional terdiri dari variabel kepemilikan institusi jangka panjang dan kepemilikan institusi jangka pendek, secara keseluruhan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keberadaan liputan media, liputan media negatif, dewan komisaris independen dan multiple-directorship berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure, sedangkan variabel lain tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kualitas environmental disclosure. Secara ringkas penelitian-penelitian terdahulu disajikan dalam tabel berikut :
44
Tabel 2.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Peneliti dan Variabel Metode Hasil Tahun Dependen Analisis 1. Suhardjanto, Environmental Analisis Hasil penelitian ini Djoko (2010 Disclosure Regresi menunjukkan bahwa variabel Berganda latar belakang etnic komisaris utama dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap environmental disclosure serta leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap environmental disclosure. Sedangkan variabel proporsi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi auditor independen, jumlah rapat komite audit, profitabilitas dan cakupan operasional perusahaan tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure. 2. Effendi, Environmental Analisis Hasil penelitian ini Bahtiar., Lia Disclosure Regresi menunjukkan bahwa variabel Uzliawati dan Linier kontrol yaitu leverage Agus Berganda berpengaruh negatif dan Sholikhan signifikan terhadap Yulianto environmental disclosure (2012) dan variabel kontrol size berpengaruh signifikan terhadap environmental disclosure. Sedangkan variabel ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris, latar belakang pendidikan presiden komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure. 3. Ariyani, Eka Environmental Analisi Hasil dari penelitian ini adalah Wahyuni Disclosure Regresi proporsi komisaris independen (2013) Berganda dan latar belakang pendidikan komisaris utama berpengaruh
45
4.
Handayani, Environmental Analisis Ari Retno Disclosure Regresi (2010) dan Economic Performance
5.
Deegan, Environmental Analisi Craig., Disclosure Regresi Michaela Berganda Rankin dan John Tobin (2002)
6.
Rupley, Kualitas Analisis Kathleen Environmental Regresi Hertz., Darrell Disclosure Berganda Brown, R. Scott Marshall (2012)
terhadap environmental disclosure. Sedangkan jumlah rapat dewan komisaris, jumlah komite audit dan jumlah rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure. Hasil dari penelitian ini adalah variabel environmental performance tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure dan tidak berpengaruh pula terhadap economic performance. Serta variabel environmental disclosure tidak berpengaruh terhadap economic performance. Hasil dari penelitian ini adalah Liputan media positif berpengaruh positif terhadap environmental disclosure Liputan media negatif berpengaruh lebih besar dibandingkan dengan liputan media positif terhadap environmental disclosure. Keberadaan liputan media, liputan media negatif, dewan komisaris independen, dan multiple-directorship berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure.
2.11. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis 2.11.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan telaah pustaka dan beberapa penelitian terdahulu yang menguji Stuktur Corporate Governance, Media serta sensitivitas industri yang dapat mempengaruhi Environmental Disclosure, oleh karena itu dapat digambarkan
46
kerangka pemikiran yang dapat memperlihatkan seberapa besar pengaruh antara variabel-variabel mempengaruhi kualitas environmental disclosure sebagai berikut: VARIABEL INDEPENDEN ENVIRONMENTAL MEDIA
H1 (+)
SENSITIVITAS INDUSTRI
H2 (+)
INDEPENDEN
H3a (+) GENDER
H3b (+) DIRECTORSHIP
H3c (+)
BOARD SIZE
H3d (+)
KOMITE AUDIT INDEPENDEN
H4 (+)
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE
H5 (+)
VARIABEL KONTROL LN_SALES ROA
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir 2.11.2. Pengembangan Hipotesis 1.
Pengaruh keberadaan liputan media tentang lingkungan terhadap kualitas environmental disclosure. Teori
legitimasi
didasarkan
pada
pengertian
kontrak
sosial
yang
diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat. Legitimasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Penelitian Ashforth dan Gibbs (1990) dalam Rupley, et al. (2012) juga menyatakan bahwa legitimasi perusahaan
47
dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, diantaranya melakukan komunikasi dengan para stakeholder. Keberadaan liputan media tentang lingkungan merupakan atribut eksternal perusahaan yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap komitmen perusahaan terhadap lingkungannya. Khususnya para non-shareholder, mereka akan menilai baik buruknya reputasi perusahaan melalui media dibandingkan dengan informasi keuangan yang disajikan perusahaan. Melalui media akan meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat. Oleh karena itu liputan media akan membentuk legitimasi stakeholders. Penelitian Brosius dan Kepplinger (1990) dalam Deegan, et al. (2002) menunjukkan bahwa intensitas liputan media tentang isu-isu tertentu mempengaruhi pengungkapan sukareka perusahaan. Penelitian Rupley, et al. (2012) juga menunjukkan adanya hubungan positif liputan media tentang lingkungan terhadap kualitas environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1 : Keberadaan Liputan media tentang lingkungan berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure. 2.
Pengaruh sensitivitas industri terhadap kualitas environmental disclosure. Sensitivitas industri merupakan dampak dan pengaruh yang diciptakan
perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, resiko usaha dan karyawan terhadap lingkungan perusahaan (Adam et al., 1998 dalam Kristi, 2013). Berdasarkan teori legitimasi perusahaan yang memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan dan para stakeholder, akan lebih banyak mengungkapkan
48
informasi lingkungan. Dengan kondisi perusahaan yang besar, dengan jumlah tenaga kerja yang besar dan dalam aktivitas industrinya menghasilkan residu berupa limbah dan polusi serta berpotensi mempengaruhi kepentingan luas, baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan menyebabkan environmental disclosure yang dilakukan perusahaan bertujuan agar mendapatkan legitimasi oleh para stakeholder demi keberlangsungan usahanya. Penelitian yang dilakukan Zaleha (2005) menyatakan sensitivitas industri berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut mempunyai dampak potensi yang lebih tinggi dalam mempengaruhi kondisi serta keberadaan lingkungan tersebut. Penelitian ini mengukur sensitivitas industri dengan variabel dummy, yaitu dengan memberikan nilai 1 untuk kategori perusahaan sensitive industri dan 0 untuk kategori perusahaan non sensitive industri. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H2 :
Sensitivitas
industri
berpengaruh
positif
terhadap
kualitas
environmental disclosure. 3. a.
Karateristik Dewan Komisaris Pengaruh komisaris independen terhadap kualitas environmental disclosure Komisaris Independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi. Maksud dari pihak tidak terafiliasi adalah pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang dalam pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.
49
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba (Utami, 2011). Melalui perannya sebagai fungsi pengawasan dewan komisaris memberikan dampak terhadap kinerja manajemen agar tidak merugikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian, keberadaan dewan komisaris independen harus bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Termasuk dalam melakukan pengawasan atas pelaporan environmental disclosure, karena semakin besar proporsi dewan komisaris independen, maka akan semakin mendukung pula prinsip responsibilitas dalam penerapan corporate govenance bagi perusahaan terhadap pertanggungjawabannya kepada stakeholders. Penelitian Chen dan Jaggi (2000), menyatakan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Penelitian Rupley, et al. (2012) menunjukkan hubungan yang positif antara independensi dewan komisaris dengan kualitas environmental disclosure. Rao, et al. (2011) juga menyatakan hal yang sama yaitu terdapat pengaruh positif signifikan antara proporsi komisaris independen terhadap environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H3a : Komisaris
independen
berpengaruh
positif
terhadap
kualitas
environmental disclosure. b.
Pengaruh
keragaman
gender
terhadap
kualitas
environmental
disclosure. Menurut Adams dan Ferreira (2004) dalam Rao, et al. (2011) komisaris wanita lebih rajin dalam menghadiri rapat dewan komisaris dibandingkan dengan
50
komisaris pria, dimana kehadiran dalam rapat ini penting karena rapat dewan komisaris merupakan cara agar dewan komisaris memperoleh informasi penting tentang perusahaan sebagai dasar untuk melakukan tugas mereka. Dewan komisaris perempuan lebih banyak memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan baik finansial maupun non finansial. Penambahan dewan komisaris perempuan memiliki sinyal yang positif pada stakeholder (Huse dan Solberg, 2006 dalam Rao, et al., 2011). Komisaris wanita juga akan meningkatkan monitoring terhadap kinerja perusahaan karena wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko dan lebih teliti dalam melakukan pengawasan dibandingkan pria (Kusumastuti, et al., 2007). Beberapa penelitian di atas menunjukkan terdapat pengaruh positif dewan komisaris perempuan terhadap environmental disclosure. Dewan komisaris perempuan mempunyai keterlibatan aktif, persiapan yang lebih baik, kemandirian dan kualitas lainnya, yang memungkinkan mereka untuk berkontribusi secara maksimal terhadap pengambilan keputusan terkait dengan environmental disclosure (Rao, et al., 2011). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H3b : Keragaman gender berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure. c.
Pengaruh multiple directorships terhadap kualitas environmental disclosure. Multiple-directorship merupakan anggota dewan komisaris yang bekerja di
perusahaan lain yang mendapatkan pengetahuan serta interaksi berbagai dewan
51
komisaris. Rupley, et al. (2012) menyatakan dewan komisaris yang bekerja di perusahaan lain akan mendapatkan pengetahuan dari interaksi anggota dewan lainnya jika bekerja di perusahaan lain. Hal ini juga didukung oleh penelitian Fama dan Jensen (1983) dalam Rupley, et al. (2012) bahwa dewan komisaris akan menunjukkan keahliannya dengan bekerja di perusahaan lain. Anggota dewan yang bekerja di beberapa perusahaan cenderung memiliki reputasi sebagai anggota yang memiliki nilai tambah daripada anggota lain Rupley, et al. (2012). Berkaitan dengan environmental disclosure, perusahaan dengan anggota dewan komisaris yang bekerja di beberapa perusahaan akan memiliki kualitas environmental disclosure lebih tinggi jika dibandingkan dengan anggota dewan komisaris yang hanya bekerja di satu perusahaan, karena anggota dewan komisaris telah melakukan pelaporan lingkungan di perusahaan-perusahaan lain dimana mereka bekerja. Berdasarkan penelitian Rupley, et al. (2012) menunjukkan adanya pengaruh antara multiple-directorship terhadap kualitas environmental disclosure. Dewan komisaris yang mempunyai pekerjaan di perusahaan lain atau dengan kata lain mempunyai pekerjaan lebih dari satu akan membawa dampak positif bagi perusahaan, karena dewan komisaris akan melakukan pengawasan secara maksimal demi kepentingan stakeholders. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H3c
:
Multiple
directorships
environmental disclosure.
berpengaruh
positif
terhadap
kualitas
52
d.
Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kualitas environmental disclosure. Inti dari corporate governance di Indonesia ada pada dewan komisaris karena
tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi dan mengevaluasi pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh dewan direksi serta memberi nasehat kepada dewan direksi (Muntoro, 2005). Teori agensi juga menyatakan bahwa dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak (Sembiring, 2005). Keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan dapat memberikan pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen guna mengungkapkan informasi yang luas. Sehingga, semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif (Sembiring, 2005). Selain itu, dengan semakin banyak proporsi dewan komisaris dalam suatu perusahaan, maka environmental disclosure juga akan semakin luas dan terjamin keandalannya karena adanya proses monitoring yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian (Rao, et al., 2011) bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan positif terhadap environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
53
H3d : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure. 4.
Pengaruh komite audit independen terhadap kualitas environmental disclosure. Komite audit merupakan pihak yang berfungsi membantu komisaris dalam
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan sebagai sistem pengendalian (Collier, 1993 dikutip oleh Suhardjanto 2010). Dengan adanya komite audit dapat menjamin transparansi, keterbukaan laporan keuangan dan keadilan. Kehadiran komite audit membantu dewan komisaris untuk mengawasi manajemen dalam penyusunan laporan keuangan. Hal ini menjadikan komite audit untuk bersikap independen dan tidak berperilaku oportunistik (earning management) terhadap laporan keuangan. Konflik keagenan muncul ketika manajer berperilaku oportunis terhadap laporan keuangan dengan cenderung memanipulasi laporan keuangan demi kepentingan dirinya sendiri. Perilaku ini akan menyebabkan agency cost sehingga merugikan perusahaan. Dengan adanya komite audit independen manajer dapat bersikap obyektif dalam pelaporan laporan keuangan sehingga tidak terjadi konflik keagenan dan dapat meminimalkan agency cost. Mayangsari dan Murtanto (2002) menyatakan bahwa pengumuman pembentukan komite audit merupakan hal penting dalam Corporate Governance. Dengan dibentuknya komite audit perusahaan dianggap memiliki informasi yang menarik bagi para investor. Keberadaan komite audit dapat mempengaruhi pengungkapan yang dilakukan perusahaan secara signifikan (Ho dan Wong, 2001 dalam Waryanto, 2010). Selain itu perusahaan juga akan memiliki sistem
54
pengawasan yang dapat membantu dewan komisaris dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan. Focker (1992) dalam Zulaikha (2012) menyebutkan bahwa Komite Audit dianggap sebagai alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan. Dengan dibentuknya komite audit dapat membantu dalam menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian akan berjalan dengan baik (Collier, 1993 dalam Waryanto, 2010). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan Simon (2001) dikutip oleh Suhardjanto (2010) bahwa komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H4 : Komite audit independen berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure 5.
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kualitas environmental disclosure. Teory agency memunculkan pendapat tentang adanya perbedaan kepentingan
antar pemilik yaitu pemegang saham dengan manajer. Perbedaan kepentingan ini dapat diminimalkan dengan suatu sistem pengawasan yang dapat menyeimbangkan kepentingan-kepentingan kedua pihak tersebut. Namun dalam proses pengawasan menyebabkan timbulnya biaya yaitu biaya keagenan (agency cost). Agency cost dapat dikurangi dengan kepemilikan institusional dengan cara mengaktifkan pengawasan melalui investor-investor institusional.
55
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Dengan demikian kepemilikan institusional dapat dijadikan upaya mengurangi masalah agensi melalui monitoring. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Monitoring yang dilakukan pihak institusi tentu lebih efektif dibandingkan oleh pihak individu karena institusi memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih besar sehingga mampu melakukan monitoring yang lebih kuat (Utami, 2011). Rupley, et al. (2012) menunjukkan investor institusional berpengaruh negatif terhadap kualitas voluntary environmental disclosure. Sejalan dengan penelitian Rupley, et al. (2012), penelitian (Rao, et al., 2011) juga menyatakan adanya pengaruh negatif dari kepemilikan institusional terhadap environmental disclosure. Semakin besar kepemilikan institusi yang dimiliki, perusahaan akan mengungkapkan informasi lebih banyak. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H5 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas environmental disclosure
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini merupakan penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena empiris yang disertai data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar variabel. Data yang digunakan merupakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari annual report dan laporan keberlanjutan seluruh perusahaan high profile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai dengan 2013 dari situs www.idx.co.id. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari environmental media, sensitivitas industri dan struktur corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure yang dikembangkan menjadi lima (5) model regresi. Lima (5) model ini meliputi 1) Disclosure Quality (DQ) Compliance (Kepatuhan); dimana perusahaan hanya sebatas patuh dalam memenuhi persyaratan aturan tentang environmental disclosure. 2) DQ Pollution Prevention (Pencegahan Polusi);
environmental
disclosure
perusahaan
sudah
sampai
pada
tahap
meminimalkan emisi, limbah, dan sampah. 3) DQ Product Stewardship (Penanganan Produk);
environmental
disclosure
perusahaan
sudah
sampai
pada
tahap
meminimalkan biaya dengan daur ulang produk. 4) DQ Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan); environmental disclosure perusahaan sudah sampai
56
57
pada tahap meminimalkan kerugian lingkungan untuk pertumbuhan perusahaan. 5) DQ Total; menjelaskan seluruh strategi (compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development) secara keseluruhan yang diungkapkan perusahaan.
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1. Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan high profile industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. 3.2.2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini perusahaan non-keuangan yang termasuk dalam perusahaan high profile industry. Hal ini dikarenakan perusahaan high profile industry melakukan pengolahan produk yang berhubungan langsung dengan alam, sehingga berdampak terhadap kerusakan lingkungan yang menyebabkan permintaan environmental disclosure akan semakin banyak. 3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan penelitian ini. Dengan kriteria pengambilan sampel adalah sebagai berikut: 1.
Perusahaan publik non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2011-2013.
58
2.
Perusahaan high profile industry menurut Rupley, et al. (2012) yaitu : Pertambangan, Energi, Kimia, Farmasi, Kosmetik dan Makanan dan Minuman.
3.
Perusahaan publik yang membuat dan menerbitkan laporan tanggung jawab sosial baik dalam annual report maupun laporan berkelanjutan yang beroperasi dari tahun 2011-2013.
3.3. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel yaitu Variabel Dependen, Variabel Independen, dan Variabel Kontrol. 3.3.1. Variabel Dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas environmental disclosure yang dilambangkan dengan ED. ED merupakan informasi yang diungkapkan perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas lingkungan perusahaan. Informasi lingkungan perusahaan tersebut dapat diperoleh dalam annual report maupun laporan keberlanjutan atau laporan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengukuran ED menggunakan indeks berdasarkan Rupley, et al. (2012) yaitu menggunakan environmental disclosure index scorecard yang disajikan dalam lampiran 3. Environmental disclosure index scorecard ini terdiri dari 60 item pengukuran untuk mengukur kualitas environmental disclosure perusahaan. Berdasarkan beberapa literatur penelitian manajemen lingkungan, kualitas environmental disclosure dibagi menjadi 4 tingkatan kelompok strategi yaitu compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development, dimana setiap perubahan dari tingkat compliance ke tingkat sustainable development
59
menggambarkan peningkatan dari pengelolaan lingkungan ke dalam proses organisasi, strategi dan budaya ke arah yang lebih baik. 3.3.2. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari environmental media, sensitivitas industri, karakteristik dewan komisaris, komite audit independen dan kepemilikan institusional. 1.
Environmental Media Bansal dan Clelland (2004) dalam Rupley, et al. (2012) menyatakan bahwa,
untuk mengukur environmental legitimacy menggunakan media sebagai alat ukur berdasarkan
pengembangan
metode.
Environmental
media
ini
merupakan
environmental disclosure yang dipublikasikan secara luas oleh perusahaan secara online. Media yang digunakan untuk mengukur proksi ini adalah surat kabar yang dipublikasi secara online, yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com, walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri. Kata kunci yang digunakan untuk mencari artikel tentang environmental disclosure yaitu “lingkungan”, “polusi”, “limbah”, “green”, “sustainable” dan “CSR”. Model untuk proksi media menggunakan eksistensi atau keberadaan liputan media. Pengukuran eksistensi media menggunakan variabel MEDIA_EXIST, yang diukur dengan menjumlahkan seberapa banyak artikel positif, seberapa banyak artikel negatif dan seberapa banyak artikel netral dengan menggunakan Janis-Fadner coefficient of imbalance (Janis dan Fadner 1995; Bansal dan Clelland, 2004 dalam Rupley, et al., 2012) sebagai berikut :
60
Koefisien Janis- Fadner
Dimana : e adalah menggambarkan jumlah artikel lingkungan yang positif c adalah jumlah artikel lingkungan yang negatif dan t adalah sama dengan e +c *
jika artikel positif lebih banyak dari artikel negatif maka menggunakan rumus pertama.
** jika artikel negatif lebih banyak dari artikel positif maka menggunakan rumus kedua. *** jika artikel bersifat netral, tidak ada pengungkapan atau jumlah antara artikel positif dan negatif sama maka langsung dihitung dengan nominal 0. 2.
Sensitifitas Industri Sensitivitas industri ini berkaitan dengan pengaruh aktivitas perusahaan
terhadap lingkungan. Perusahaan yang memiliki tingkat sensitivitas industri yang tinggi cenderung mendapatkan sorotan oleh masyarakat karena aktivitasnya yang bersinggungan secara langsung dengan alam. Sensitivitas industri (SEN_IND) diukur menggunakan variabel dummy. 1 jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan tambang dan energi. 0 jika perusahaan selain tambang dan energi.
61
3.
Karakteristik Dewan Komisaris Karakteristik dewan komisaris diukur dengan menggunakan 4 variabel
indikator yaitu dewan komisaris independen, keberagaman gender, multipledirectorship dan ukuran dewan komisaris (board size). a.
Dewan komisaris independen merupakan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dengan tidak memiliki hubungan dengan perusahaan serta secara independen melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Dewan komisaris independen dilambangkan dengan “IND”. IND = Jumlah anggota dewan komisaris independen yang dimiliki perusahaan.
b.
Keberagaman gender merupakan dewan komisaris wanita yang berada di perusahaan. Dengan adanya dewan komisaris wanita di perusahaan akan cenderung bertindak lebih hati-hati, teliti dalam melakukan pengawasan daripada komisaris laki-laki. Keberagaman gender dilambangkan dengan “GENDER”. GENDER = Jumlah anggota dewan komisaris perempuan yang dimiliki perusahaan.
c.
Multiple-Directorship merupakan anggota dewan komisaris yang mempunyai pekerjaan lebih dari satu. Variabel multiple-directorship dilambangkan dengan “DIRECTORSHIP” DIRECTORSHIP = Jumlah anggota dewan komisaris yang memiliki pekerjaan lebih dari satu.
62
d.
Ukuran dewan komisaris (board size) merupakan jumlah dewan komisaris yang berada di perusahaan. Variabel Board Size dilambangkan dengan “BS”. BS = Jumlah anggota dewan komisaris yang berada di perusahaan
4.
Komite Audit Independen Komite audit independen merupakan pihak yang melakukan pengawasan serta
pengendalian yang ditujukan kepada dewan komisaris dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan. Variabel komite audit independen dilambangkan dengan “KAI” KAI = Jumlah anggota komite audit independen yang berada di perusahaan. 5.
Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusi merupakan saham yang dimiliki oleh institusi di
perusahaan. Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan presentase kepemilikan institusional mayoritas dibandingkan dengan total saham. Kepemilikan saham perusahaan penelitian ini seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan investment banking. Kepemilikan institusional dilambangkan dengan simbol “KI”.
KI =
3.3.3. Variabel Kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan sehingga pengaruh variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat) tidak dapat
63
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini antara lain : a.
Ukuran Perusahaan (Firm Size) Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aktiva (Feery dan Jones dalam Widianto, 2011). Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diproksikan dengan log natural sales (total penjualan). Ukuran perusahaan dilambangkan dengan Ln_SALES yang merupakan logaritma natural dari total penjualan untuk menilai ukuran perusahaan. b.
Profitabilitas Profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba. Profitabilitas diproksikan dengan ukuran ROA dan dilambangkan dengan ROA. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Laba Bersih Total Aset
Tabel 3.1. Definisi Variabel Variabel
Definisi
Pengukuran
Literatur
Variabel Dependen (Kualitas Environmental Disclosure) Disclosure Quality_Compliance (Kepatuhan) (DQ_COMP) Disclosure Quality_Pollution Prevention (Pencegahan Polusi) (DQ_POLLPREV) Disclosure Quality_Product Stewardship
Dimana perusahaan hanya sebatas patuh dalam memenuhi persyaratan aturan tentang environmental disclosure. Environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap meminimalkan emisi, limbah dan sampah.
Jumlah indikator compliance dalam sustainability report atau annual report Jumlah indikator pollution prevention dalam sustainability report atau annual report
Rupley, et al. (2012)
Environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap meminimalkan biaya dengan daur
Jumlah indikator product stewardship dalam sustainability report atau
Rupley, et al. (2012)
Rupley, et al. (2012)
64
(Penanganan Produk) (DQ_PRODSTEW) Disclosure Quality_Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) (DQ_SUSTDEV) Disclosure Quality_Total (DQ_TOTAL)
ulang produk.
annual report
Environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap meminimalkan kerugian lingkungan untuk pertumbuhan perusahaan.
Jumlah indikator sustainable development dalam sustainability report atau annual report
Rupley, et al. (2012)
Menjelaskan seluruh strategi (compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development) secara keseluruhan yang diungkapkan perusahaan.
Jumlah total indikator environmental disclosure (compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development) dalam sustainability report atau annual report
Rupley, et al. (2012)
Variabel independen Janis-Fadner coefficient
Enviromental Media Koefisien Janis-fadner mengukur jumlah negatif dan positif referensi media dalam media online nasional yang berhubungan dalam isu lingkungan.
Keberadaan liputan Environmental disclosure yang media dipublikasikan secara luas oleh (MEDIA_EXIST) perusahaan secara online
Sensitivitas Industri (SEN_IND)
Janis-Fadner coefficient =
Dimana e adalah jumlah artikel positif tentang lingkungan, c adalah jumlah tentang artikel negatif tentang lingkungan dan t adalah jumlah e +c Sensitivitas Industri Pengaruh aktivitas perusahaan 1 jika perusahaan terhadap lingkungan merupakan industri pertambangan dan
Janis dan Fadner 1995; Bansal dan Clelland, 2004
65
energi 0 perusahaan yang lainnya Karakteristik Dewan Komisaris Independen Komisaris yang berasal dari luar IND = Jumlah anggota (IND) perusahaan dengan tidak dewan komisaris memiliki hubungan dengan independen yang perusahaan serta secara dimiliki perusahaan. independent melakukan pengawasan terhadap perusahaan Keberagaman Gender Dewan komisaris wanita yang GENDER = Jumlah (GENDER) berada di perusahaan anggota dewan komisaris perempuan yang dimiliki perusahaan. DIRECTORSHIP Anggota dewan komisaris yang DIRECTORSHIP = mempunyai pekerjaan lebih dari Jumlah anggota satu dewan komisaris yang memiliki pekerjaan lebih dari satu. Board Size (BS) Jumlah dewan komisaris yang BS = Jumlah anggota berada di perusahaan. dewan komisaris yang berada di perusahaan Komite Audit Independen Komite Audit Pihak yang melakukan KAI = Jumlah Komite Independen (KAI) pengawasan serta pengendalian Audit Independen di yang ditujukan kepada dewan Perusahaan komisaris. Shareholders Kepemilikan Institusional Institusi yang memiliki saham di (KI) dalam perusahaan. Kontrol Ukuran Perusahaan (Firm Besar kecilnya suatu perusahaan Size) yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, ratarata total penjualan dan rata-rata total aktiva. Profitabilitas (ROA) Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.
Ratnasari, 2011
Prasetianti, 2014
Prasetianti, 2014
Prawinandi, 2012
Ratnasari, 2011
Waryanto, 2010
Log Natural dari Total Aset (Ln_Sales)
Widianto, 2011
Widianto, 2011
66
3.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode dokumentasi berupa pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang meliputi annual report maupun laporan berkelanjutan dan laporan tangung jawab sosial yang diperoleh dari website resmi BEI www.idx.co.id dan data pendukung dari Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) serta sumber data dari surat kabar nasional yang dipublikasikan secara online, yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com, walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri.
3.5. Metode Analisis Data 3.5.1. Analisis Deskriptif Statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan gambaran atau informasi data yang dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian. Variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif ini antara lain: ukuran kualitas environmental disclosure yang terdiri dari DQ_COMP, DQ_POLLPREV,
DQ_PRODSTEW,
DQ_SUSDEV
dan
DQ_TOTAL,
MEDIA_EXIS (keberadaan liputan media), SEN_IND (sensitivitas industri), variabel struktur corporate governance yang terdiri dari IND (komisaris independen), GENDER (komisaris perempuan), DIRECTORSHIP (dewan komisaris yang memiliki pekerjaan lebih dari satu), BS (Board Size) yaitu ukuran dewan komisaris,
67
KAI (Komite Audit Independen), KI (Kepemilikan Institusional), serta variabel kontrol yaitu Ln_SALES (logaritma natural dari total sales) dan ROA (Return On Asset) 3.5.2. Uji Asumsi Klasik Uji
asumsi
klasik
bertujuan
untuk
menghilangkan
penyimpangan-
penyimpangan yang mungkin terjadi dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan (Ghozali, 2011). Pengujian dalam uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedasitas. 1.
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki ditribusi normal. Pengujian normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 maka data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal (Ghozali, 2011). 2.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2011). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antar variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas pada model regresi dapat dilihat dari
68
tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Berikut ini adalah dasar acuannya: a.
Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
b.
Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi linear
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi berarti terdapat masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan uji statistik melalui uji run tes. Run tes digunakan sebagai bagian dari statistik non-parametrik dan dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random (Ghozali, 2011). Model regresi dikatakan tidak terjadi autokorelasi jika nilai signifikansi lebih dari 0,05. 4.
Uji Heteroskedastisitas Menurut Ghozali (2011), uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Ghozali (2011) juga menyatakan bahwa model regresi yang baik adalah model regresi yang terjadi homokedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji glejser. Dalam uji glejser, apabila variabel independen signifikan secara statistik
69
mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedasitisitas. Hal tersebut, diamati dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5% (Ghozali, 2011). 3.5.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat. Persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini dapat diringkas sebagai berikut : DQ_QUALITY = α + β1MEDIA_EXIST + β2SEN_IND + β3IND + β4GENDER + β5DIRECTORSHIPS + β6BS + β7KAI + β8KI + β9Ln_SALES + β10ROA + e DQ_QUALITY terdiri dari lima variabel dependen yaitu DQ_TOTAL, DQ_COMP, DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW dan DQ_SUSDEV. Keterangan : DQ_QUALITY (DQ_COMP, DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW, DQ_SUSDEV dan DQ_TOTAL) DQ_COMP
: Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat compliance
DQ_POLLPREV
: Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat pollution prevention
DQ_PRODSTEW : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat product stewardship DQ_SUSDEV
: Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat sustainable development
DQ_TOTAL
: Jumlah kualitas environmental disclosure secara keseluruhan
MEDIA_EXIST
: Keberadaan liputan media
70
SES_IND
: sensitivitas industri
IND
: Jumlah dewan komisaris independen
GENDER
: Jumlah dewan komisaris perempuan
DIRECTORSHIP
: Jumlah dewan komisaris yang memiliki pekerjaan lebih dari satu
BS
: Jumlah anggota dewan komisaris (Board Size)
KI
: Proporsi kepemilikan saham institusi keuangan (kepemilikan institusional)
Ln_SALES
: logaritma natural total penjualan
ROA
: return on asset
α
: konstanta (intercept)
β1 - β12
: koefisien regresi
e
: eror
3.5.4. Uji Hipotesis 1.
Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t) T-test digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2011). Dengan tingkat signifikansi 0,05 (α=5%). kriteria pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Apabila nilai signifikan α < 0,05, maka hipotesis diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen.
71
b.
Apabila nilai signifikansi α > 0,05, atau = 0, maka hipotesis ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011).
2.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai
yang
mendekati
satu
berarti
variabel-variabel
independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Fungsi dari r Square (r2) adalah mencari besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual. Apabila r2 mendekati 1, maka variabel independen berpengaruh kuat terhadap variabel dependen dan apabila r2 (r square) mendekati angka nol, maka variabel independen berpengaruh tidak nyata terhadap variabel dependen. Jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2 negatif, maka dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2 = 1, maka adjusted R2 = 1 sedangkan jika nilai R2 = 0, maka adjusted R2 = (1-k) / (k-n). Jika K > 1, maka adjusted R2 akan bernilai negatif (Ghozali, 2011).
BAB V PENUTUP
5.1.
Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
environmental media dan karakteristik struktur corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure yang dikembangkan menjadi 5 model regresi yaitu 1) Disclosure Quality (DQ) Compliance (Kepatuhan), 2) DQ Pollution Prevention (Pencegahan Polusi), 3) DQ Product Stewardship (Penanganan Produk), 4) DQ Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) dan 5) DQ Total. Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1.
Environmental disclosure di tingkat sustainable development merupakan pengungkapan yang paling tinggi, sehingga perusahaan yang sudah mencapai di tingkat sustainable development menunjukkan bahwa perusahaan sudah melakukan pengungkapan secara berkelanjutan.
2.
Pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa keberadaan liputan media tentang lingkungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada semua tingkat pengungkapan dalam lima model.
3.
Pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa sensitivitas industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada tingkat sustainable development dalam model kedua (DQ_POLLPREV) dan keempat (DQ_SUSDEV).
121
122
4.
Pengujian hipotesis ketiga a (H3a) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada semua tingkat pengungkapan kecuali di tingkat sustainable development dalam model keempat (DQ_SUSDEV).
5.
Pengujian hipotesis ketiga b (H3b) menunjukkan bahwa keberagaman gender berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada tingkat compliance dalam model pertama (DQ_COMP).
6.
Pengujian hipotesis ketiga c (H3c) menunjukkan bahwa multiple directorship berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada tingkat pollution prevention dan tingkat secara total yaitu dalam model kedua (DQ_POLLPREV) dan kelima (DQ_TOTAL).
7.
Pengujian hipotesis ketiga d (H3d) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada semua tingkat pengungkapan kecuali pada tingkat compliance yaitu dalam model pertama (DQ_COMP).
8.
Pengujian hipotesis keempat (H4) menunjukkan bahwa komite audit independen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada semua tingkat pengungkapan kecuali dalam model petama (DQ_COMP).
9.
Pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure pada tingkat pollution prevention dalam model ketiga (DQ_POLLPREV) dan pada tingkat sustainable development dalam model keempat (DQ_SUSDEV).
123
5.2.
Keterbatasan Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan
dalam penelitian ini adalah: 1.
Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian hanya perusahaan pertambangan, energi, kimia, farmasi, kosmetik dan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 sehingga kurang mewakili seluruh perusahaan di Indonesia.
2.
Terdapat unsur subjektivitas dalam menentukan indeks environmental disclosure. Hal ini disebabkan oleh perbedaan maksud peneliti dalam menganalisa dan mengidentifikasi item environmental disclosure yang dipublikasikan baik dalam laporan keberlanjutan maupun dalam annual report.
3.
Terdapat unsur subjektivitas dalam mengukur jenis liputan media. Hal ini disebabkan oleh perbedaan maksud peneliti dalam menganalisa dan mengidentifikasi sifat liputan media positif, negatif dan netral.
4.
Terbatasnya media online yang dijadikan sumber dalam mengukur variabel environmental media yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com, walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri.
5.
Minimnya environmental disclosure perusahaan di Indonesia menyebabkan kualitas environmental disclosure masih bervariasi.
5.3.
Saran Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1.
Penelitian selanjutnya diharapkan menambah kategori perusahaan, sehingga
124
tidak hanya perusahaan high profile industry. 2.
Penelitian selanjutnya diharapkan menambah sumber media online lain yang mempublikasikan environmental disclosure perusahaan.
3.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meminimalisir unsur subjektivitas pada pengukuran kualitas environmental disclosure dengan menggunakan skala pembobotan yang lebih valid daripada menggunakan skala 0 dan 1.
DAFTAR PUSTAKA
Agustia, Dian. 2013. “Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow, dan Leverage terhadap Manajemen Laba”. Dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15 No. 1 Mei 2013 Hal. 27-42 Surabaya: Universitas Airlangga. Allam, A. and Lymer, A. 2002, “Benchmarking Financial Reporting Online: The 2001 Review”, University of Birmingham Working Paper Birmingham: University of Birmingham. Almilia, Luciana Spica. 2008. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela “Internet Financial and Sustainability Reporting”. Dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia.Vol. 12 No. 2 (Desember 2008) Surabaya: STIE Perbanas Surabaya. Anggraini, Fr. RR. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan”. (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar pada Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus. Ariyani, Eka W. 2013. “Pengaruh Corporate Governance dan Latar Belakang Pendidikan terhadap Environmental Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011)”. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. http:/eprints.uns.ac.id/16097/1/351210703201407421.pdf. (2 November 2014) BAPEPAM, 2004. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. No.: Kep29/PM/2004. Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal.http://www.bapepam.go.id/. (5 November 2014) Brown, N., Deegan, C., 1998. “The Public Disclosure of Environmental Performance Information - A Dual Test of Media Agenda Setting Theory and Legitimacy Theory”. Accounting and Business Research Vol. 29 No.1 Hal. 21-41. Chariri, Anis. 2008. “Kritik Sosial Atas Pemakaian Teori dalam Penelitian Pengungkapan Sosial dan Lingkungan”, Dalam Jurnal Maksi Vol. 8 No. 2 Hal. 151-169.
125
126
Chen, C.J.P. dan Jaggi, B. 2000. “Association Between Independent Non-Executive Directors, Family Control and Financial Disclosures in Hong Kong”. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 19 Hal. 285–310. Deegan, Craig, Michaela Rankin dan John Tobin. 2002. “An Examination of The Corporate Social and Environmental Disclosure of BHP from 1983-1997”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol.15. Dewi, Sisca Christianty, 2008. “Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Deviden”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 10 No. 1 April 2008 Hal. 47-58. Effendi, Bahtiar., Lia Uzliawati dan Agus Sholikhan Yulianto. 2012. “Pengaruh Dewan Komisaris terhadap Environmental Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2008-2011”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Elkington, John. 1997. Cannibals With Forks The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business. Capstone Publishing Ltd, Oxford. EPA, 2013. The Toxics Release Inventory in Action: Media, Government, Business, Community and Academic Uses of TRI Data. www2.epa.gov. (23 Oktober 2014) Ettredge, M., Richardson, V.J. and Scolz, S. (2001), “The Presentation of Financial Information at Corporate Web Sites”, International Journal of Accounting Information Systems, Vol. 2 pp. 149-68 Gamerschlag, R., Moller, K., & Verbeeten, F. (2011). “Determinants of Voluntary CSR Disclosure: Empirical Evidence from Germany”. Jurnal of Management Science 5, 233-262. Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Global
Environmental Management Initiatives (GEMI). 1998. Measuring Environmental Performance: The Primer and Survey of Metric In Use, Washington DC.
127
Global Reporting Initiative 2000-2006. 2006. “Pedoman Laporan Keberlanjutan”, http://www.globalreporting.org. (23 Oktober 2014) Handayani, Ari Retno. 2010. “Pengaruh Environmental Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic Performance serta Environmental Disclosure terhadap Economic Performance”. Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Hart, S.L. 1995. “A Natural Resource Based View of The Firm”. Academy of Management Journal, Vol. 37. http://www.antaranews.com/ (4 Oktober 2014) http://www.idx.co.id/ (19 Oktober 2014) http://isra.ncsr-id.org/ (20 Oktober 2014) http://news.kompas.com/ (10 Oktober 2014) http://www.kontan.com/ (28 Oktober 2014) Hunt, G.B.,& Auster,E.R.1990. “Proactive Environmental Management: Avoiding The Toxic Trap”. Sloan Management Review, Vol. 31 No. 2 Hal. 7-18. ISO, 2004. ISO 14001: Environmental Management System-Requirements With Guidance for Use, Switzerland, 2004. Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics. Joshi, Prem Lal dan Simon S. Gao. 2009. “Multinational Corporations’ Corporate Sosial and Environmental Disclosures (CSED) on Web Sites”. Dalam International Journal of Commerce and Management, Vol. 19 No. 1 pp. 2744. Juniarti dan A. A. Sentosa. 2009. “Pengaruh Good Corporate Governance, Voluntary Disclosure terhadap Biaya Utang (Cost of Debt)”. Jurnal Akuntansi Keuangan, Vol. 11 No. 2 November 2009 Hal. 88-100. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance 2014)
Governance. 2006. Pedoman Umum Good Indonesia. http:/hvww.gooftle.com. (27 Oktober
128
Kristi, Agatha Aprinda. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB. http://jimfeb.ub.ac.id. (22 Desember 2014) Kusumastuti, S., Supatmi dan P. Sastra. 2007. “Pengaruh Board Diversity terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 9 No. 2 Hal. 88-98. Luthfia, Khaula. 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, dan Corporate Governance terhadap Publikasi Sustainability Report”. Skripsi.Semarang: Universitas Diponegoro. http:/eprints.undip.ac.id/35636/1/. (13 Agustus 2014) Mayangsari, Sekar dan Murtanto. 2002. “Reaksi Pasar Modal Indonesia terhadap Pembentukan Komite Audit”. Proceeding Simposium Surviving Strategies to Cope With the Future. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Muntoro, R. K. 2005. Membangun Dewan Komisaris yang Efektif. Majalah Usahawan Indonesia No.11 Tahun XXXVI. Nasution, M. dan D. Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi X Makassar: 1-26. Prasetianti, Nurani. 2014. “Pengaruh Media dan Struktur Corporate Governance terhadap Kualitas Environmental Disclosure”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Prawinandi, Wardani 2012. “Peran Struktur Corporate Governance dalam Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS”. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surakarta. PT Bursa Efek Indonesia 2014. Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-00001/BEI/01/2014 Tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat. http://www.idx.co.id/. (10 November 2014) Purwanto, Agus. 2011. “Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas terhadap Corporate Social Responsibility”. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Vol. 8 No. 1 November 2011 Hal. 1-94. Semarang: Universitas Diponegoro. Rao, Kathyayini Kathy, Carol A. Tilt dan Laurance H. Lester. 2011. “Corporate Governance and Environmental Reporting”. An Australian Study. Corporate Governance, Vol. 12.
129
Ratih, Suklimah. 2011. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Peraih The Indonesia Most Trusted Company-CGPI”. Jurnal Kewirausahaan Vol. 5 No. 2 Desember 2011. Ratnasari, Yunita. 2011. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Dalam Sustainability Report”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Rooney, C. 1993. Economics of Pollution Prevention: How Waste Reduction Pays. Pollution Prevention Review. 3 (Summer): 261-276. Rupley, Kathleen Hertz, Darrell Brown dan R. Scott Marshall. 2012. “Governance, Media, and Quality of Environmental Disclosure”. Journal Accounting Public Policy, Vol. 31. Saptono, Agus. 2014. “Board - CEO Relationship (One Tier System - Anglo Saxon) Hubungan Dewan Komisaris-Dewan Direksi (Two Tier System Continental)”. Dalam Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vo. 10, No. 1, April 2014: 63-75. Magister Akuntansi FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta. SEC. 2010. SEC Issues Interpretive Guidance on Disclosurem Related to Bussiness or Legal Developments Regarding Climate Change. United Stated: Securities Exchange Comission. http://www.sec.gov/news/press/2010/2010-15.htm. (22 November 2014) Sembiring, Eddy Rismanda 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta”. SNA VIII Solo, 15-16 September 2005. Setiawan, Maman. 2005. “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan, dan Karakteristik Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan”. Dalam Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Sudarno, 2013. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan Kepemilikan Asing terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report”. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 2 No. 1 Hal. 1-14 (2013). Suhardjanto, Djoko. 2010. “Corporate Goverance, Karakteristik Perusahaan dan Environmental Disclosure”. Prestasi Vol. 6 No. 1-Juni 2010. ISSN 141-1497. Surya, Indra dan Ivan Yustivandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance. Jakarta: Kencana.
130
Undang-undang Republik Indonesia tentang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007. Utami, Anindyati Sarwindah, 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi”. Skripsi. Surabaya: Universitas Jember. Utomo, Muhammad Muslim. 2000. “Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan Antara PerusahaanPerusahaan High Profile dan Low Profile)”. Simposium Nasional Akuntansi III. Jakarta. Wahidawati. 2001. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency”. Simposium Akuntansi Nasional IV. Bandung. Walhi, 2014. Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2014. Politik 2014: Utamakan Keadilan Ekologis. http://chirpstory.com/li/67594. (7 November 2014) Waryanto. 2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Govenance (GCG) terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Widianto, Hari Suryono. 2011. “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report.” Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Windah, Gabriela Cynthia dan Fidelis Arastyo Andono. 2013. “Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Hasil Survei The Indonesian Institute Perception Govenance (IICG) Periode 2008-2011”. Dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 1 (2013). Zaleha, S. 2005. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Public di BEJ Tahun 2003”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri Sukmawati. 2003. “Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Zulaikha, Benny Setyawan. 2012. “Analisis Pengaruh Praktik Good Corporate Governance dan Manajemen Laba terhadap Corporate Environmental Disclosure”. Dalam Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro. Vol. 1 No. 1 Tahun 2012, Hal. 1-13.
131
LAMPIRAN 1 DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Nama Perusahaan PT. Aneka Tambang Tbk. PT. Timah Tbk. PT. Vale Indonesia Tbk.. PT. Benekat Petroleum Tbk. PT. Elnusa Tbk. PT. Energy Mega Persada Tbk. PT. Medco Energy Internasional Tbk. PT. Ratu Prabu Energy Tbk. PT. Citatah Tbk. PT. Mitra Investindo Tbk. PT. Adaro Energy Tbk. PT. ATPK Resources Tbk. PT. Bayan Resources Tbk. PT. Berau Coal Energy Tbk. PT. Bukit Asam Tbk. PT. Bumi Resources Tbk. PT. Darma Henwa Tbk. PT. Delta Dunia Makmur Tbk. PT. Garda Tujuh Buana Tbk. PT. Harum Energy Tbk. PT. Indo Tambangraya Megah Tbk. PT. Petrosena Tbk. PT. Resource Alam Indonesia Tbk. PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. PT. Leyand Internasional Tbk. PT. Budi Acid Jaya Tbk. PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk. PT. Ekadharma Internasional Tbk. PT. Eterindo Wahanatama PT. Indo Acidatama Tbk. PT. Intan Wijaya Internasional Tbk. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk. PT. Madom Indonesia Tbk. PT. Martina Berto Tbk. PT. Unilever Indonesia Tbk. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. PT. Indofarma Tbk. PT. Kalbe Farma Tbk.
Kode ANTM TINS INCO BIPI ELSA ENRG MEDC ARTI CTTH MITI ADRO ATPK BYAN BRAU PTBA BUMI DEWA DOID GTBO HRUM ITMG PTRO KKGI PGAS LAPD BUDI TPIA EKAD ETWA SRSN INCI UNIC TCID MBTO UNVR DVLA INAF KLBF
132
39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50.
PT. Kimia Farma Tbk. PT. Merk Tbk. PT. Pyridam Farma Tbk. PT. Tempo Scan Pasifik Tbk. PT. Akasha Wira Internasional Tbk. PT. Delta Djakarta Tbk. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. PT. Prashida Aneka Niaga Tbk. PT. Tiga Pilar Sejahtera Tbk. PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk.
KAEF MERK PYFA TSPC ADES DLTA ICBP INDF MLBI PSDN AISA ULTJ
133
LAMPIRAN 2 Kualitas Environmental Disclosure
No
Tahun
Kode
1
2013
ANTM
2
2013
TINS
2
33
18
4
57
3 4
2013 2013
INCO BIPI
11 9
9 4
12 7
1 0
33 20
5
2013
ELSA
12
10
10
1
33
6
2013
ENRG
15
5
8
0
28
7
2013
MEDC
12
9
10
0
31
8
2013
ARTI
10
4
3
0
17
Variabel Dependen (Kualitas Environmental Disclosure) DQ_ DQ_ DQ_ DQ_ DQ_ COMP POLLPREV PRODSTEW SUSDEV TOTAL 10 24 20 4 58
9
2013
CTTH
6
3
4
0
13
10
2013
MITI
7
5
6
1
19
11
2013
ADRO
18
13
15
3
49
12
2013
ATPK
9
2
4
0
15
13
2013
BYAN
10
5
7
1
23
14
2013
BRAU
12
8
9
1
30
15
2013
PTBA
20
10
17
3
50
16
2013
BUMI
16
11
17
3
47
17
2013
DEWA
9
7
8
0
24
18
2013
DOID
11
4
8
0
23
19
2013
GTBO
9
3
10
0
22
20
2013
HRUM
10
7
8
1
26
21
2013
ITMG
11
6
11
1
29
22
2013
PTRO
12
6
9
0
27
23
2013
KKGI
13
5
9
1
28
24
2013
PGAS
15
10
14
2
41
25
2013
LAPD
10
3
5
0
18
26
2013
BUDI
11
7
10
0
28
27
2013
TPIA
14
3
11
0
28
28
2013
EKAD
11
3
8
0
22
29
2013
ETWA
11
10
10
1
32
30
2013
SRSN
10
5
11
0
26
31
2013
INCI
13
3
7
0
23
32
2013
UNIC
9
5
10
0
24
33
2013
TCID
16
8
13
0
37
134
34
2013
MBTO
15
7
10
0
32
35
2013
UNVR
11
21
18
4
54
36
2013
DVLA
12
4
6
0
22
37
2013
INAF
15
8
9
0
32
38
2013
KLBF
17
7
11
0
35
39
2013
KAEF
18
5
10
0
33
40
2013
MERK
14
2
6
0
22
41
2013
PYFA
13
4
7
0
24
42
2013
TSPC
13
1
5
0
19
43
2013
ADES
15
5
10
0
30
44
2013
DLTA
10
2
8
0
20
45
2013
ICBP
20
8
11
0
39
46
2013
INDF
19
8
15
2
44
47
2013
MLBI
12
3
7
0
22
48
2013
PSDN
13
1
5
0
19
49
2013
AISA
15
4
8
0
27
50
2013
ULTJ
15
4
7
0
26
51
2012
ANTM
11
22
20
4
57
52
2012
TINS
7
28
18
4
57
53
2012
INCO
12
10
13
0
35
54
2012
BIPI
10
4
7
0
21
55
2012
ELSA
14
9
10
0
33
56
2012
ENRG
15
4
8
0
27
57
2012
MEDC
17
9
9
0
35
58
2012
ARTI
10
4
5
0
19
59
2012
CTTH
6
2
4
0
12
60
2012
MITI
9
5
6
0
20
61
2012
ADRO
17
12
15
3
47
62
2012
ATPK
10
3
6
0
19
63
2012
BYAN
14
11
12
2
39
64
2012
BRAU
13
12
11
3
39
65
2012
PTBA
12
20
17
4
53
66
2012
BUMI
14
15
20
3
52
67
2012
DEWA
13
8
9
1
31
68
2012
DOID
13
5
6
0
24
69
2012
GTBO
13
2
8
0
23
70
2012
HRUM
14
7
8
0
29
71
2012
ITMG
16
8
11
2
37
72
2012
PTRO
15
7
8
0
30
135
73
2012
KKGI
13
5
7
0
25
74
2012
PGAS
13
19
17
3
52
75
2012
LAPD
10
3
5
0
18
76
2012
BUDI
20
9
15
1
45
77
2012
TPIA
13
10
10
0
33
78
2012
EKAD
13
3
8
0
24
79
2012
ETWA
14
8
8
0
30
80
2012
SRSN
13
7
8
0
28
81
2012
INCI
16
2
4
0
22
82
2012
UNIC
14
5
9
0
28
83
2012
TCID
17
8
12
0
37
84
2012
MBTO
15
6
9
0
30
85
2012
UNVR
10
21
20
4
55
86
2012
DVLA
12
4
5
0
21
87
2012
INAF
17
8
10
0
35
88
2012
KLBF
17
10
11
0
38
89
2012
KAEF
18
5
9
0
32
90
2012
MERK
14
2
5
0
21
91
2012
PYFA
14
3
6
0
23
92
2012
TSPC
13
1
5
0
19
93
2012
ADES
15
5
10
0
30
94
2012
DLTA
10
2
6
0
18
95
2012
ICBP
20
8
12
1
41
96
2012
INDF
20
9
14
2
45
97
2012
MLBI
12
2
6
0
20
98
2012
PSDN
13
2
5
0
20
99
2012
AISA
15
4
7
0
26
100
2012
ULTJ
16
4
8
0
28
101
2011
ANTM
11
22
18
4
55
102
2011
TINS
7
24
18
4
53
103
2011
INCO
15
10
11
0
36
104
2011
BIPI
14
4
7
0
25
105
2011
ELSA
16
9
10
0
35
106
2011
ENRG
14
3
8
0
25
107
2011
MEDC
18
9
10
0
25
108
2011
ARTI
9
2
4
0
37
109
2011
CTTH
7
3
4
0
15
110
2011
MITI
10
4
6
0
20
111
2011
ADRO
18
13
15
4
50
136
112
2011
ATPK
9
1
4
0
14
113
2011
BYAN
12
11
12
2
37
114
2011
BRAU
15
12
11
3
41
115
2011
PTBA
14
17
18
4
53
116
2011
BUMI
13
15
19
4
51
117
2011
DEWA
15
7
7
1
30
118
2011
DOID
12
5
6
0
23
119
2011
GTBO
11
4
6
0
21
120
2011
HRUM
15
6
7
0
28
121
2011
ITMG
14
7
7
2
30
122
2011
PTRO
20
10
16
4
50
123
2011
KKGI
11
3
6
0
20
124
2011
PGAS
14
19
17
3
53
125
2011
LAPD
10
3
5
0
18
126
2011
BUDI
20
9
14
1
44
127
2011
TPIA
13
9
9
0
31
128
2011
EKAD
12
1
4
0
17
129
2011
ETWA
13
8
7
0
28
130
2011
SRSN
13
3
5
0
21
131
2011
INCI
16
2
5
0
23
132
2011
UNIC
14
5
9
0
28
133
2011
TCID
17
7
8
0
32
134
2011
MBTO
18
8
8
0
34
135
2011
UNVR
11
21
20
4
56
136
2011
DVLA
11
4
5
0
20
137
2011
INAF
16
8
9
0
33
138
2011
KLBF
19
9
10
0
38
139
2011
KAEF
17
5
9
0
31
140
2011
MERK
13
2
5
0
20
141
2011
PYFA
12
3
6
0
21
142
2011
TSPC
12
1
5
0
18
143
2011
ADES
14
2
9
0
25
144
2011
DLTA
10
2
5
0
17
145
2011
ICBP
20
8
12
1
41
146
2011
INDF
19
9
12
2
42
147
2011
MLBI
11
2
6
0
19
148
2011
PSDN
13
1
5
0
19
149
2011
AISA
13
4
7
0
24
150
2011
ULTJ
16
4
7
0
27
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
137
LAMPIRAN 3
Environmental Disclosure Index Scorecard Kategori Kualitas Pengungkapan (Disclosure) Berdasarkan pada Roome (1992); Henriques dan Sandorsky (1999) dalam Rupley, et al. (2012) 1.
Compliance (Kepatuhan) / End of Pipe ( C ) : kata kunci: memenuhi persyaratan aturan; Sumber utama: pengetahuan tentang regulasi; Competitive adavantage: meminimalkan biaya kepatuhan.
Berdasarkan Hart (1995) 2.
Pollution Prevention (Pencegahan Polusi) (PP) : kata kunci : meminimalisasi emisi, limbah, dan sampah; Sumber utama: peningkatan keberlanjutan; Competitive advantage: biaya lebih rendah. 3. Product Stewardship (Penanganan Produk) (PS) : kata kunci: meminimalisasi biaya dengan daur ulang produk; Sumber utama:integrasi stakeholder; Competitive advantage: mendahului persaing. 4. Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) (SD) : kata kunci: meminimalisasi kerugian lingkungan untuk pertumbuhan perusahaan; Sumber utama: kesamaan visi; Competitive advantage : posisi masa depan.
138
No
Pengukuran
Bahan 1 Bahan yang digunakan ke dalam proses produksi 2 Bahan yang digunakan ke dalam proses produksi dari bahan daur ulang yang disediakan 3 Penjualan bahan diabaikan Energi 4 Konsumsi energi (joules, BTUs, atau yang lain) 5 Konsumsi energi dari sumber yang diperbaharui 6 Konsumsi energi dari sumber yang diperbaharui, khususnya Hydropower Air 7 Penggunaan Air 8 Rehabilitasi air, dimasukkan kembali ke daerah aliran sungai (watershed)
Map to Jumlah GRI Absolut Periode Sekarang A
Pengungkapan berhubungan dengan produksi atau penjualan B
EN1
C
EN2
Historical Single Multiple Year Year
Single Year
Target Multiple Year
Perbandingan dengan target sebelumnya
C
D
E
F
G
PP
C
PP
PP
PP
PP
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
EN2
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
EN3
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN3
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
EN8, EN3, EN4
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
EN8 EN21
C PP
PP PP
C PP
PP PP
PP PP
PP PP
PP PP
139
9
Air digunakan kembali, proses tambahan Emisi atmosfer 10 Emisi gas rumah kaca
untuk EN8
11 Emisi bahan perusak ozon 12 Emisigas lain yang signifikan 13 Penyeimbang karbon Jumlah Limbah 14 Jumlah limbah yang dibuat dan/atau dibuang, limbah tidak dirinci atau seluruh limbah dikumpulkan 15 Total limbah yang dibuang dari satu limbah yang terperinci/spesifik 16 Total limbah yang dibuang dari dua limbah yang terperinci/spesifik 17 Total limbah yang dibuang dari tiga limbah yang terperinci/spesifik 18 Total limbah yang dirawat, di daur ulang, dan/ atau digunakan kembali Limbah Berbahaya/Beracun 19 Total limbah berbahaya/beracun yang dibuat dan/atau dibuang, limbah tidak dirinci atau seluruh limbah dikumpulkan 20 Total limbah berbahaya yang dibuang dari satu limbah yang terperinci atau spesifik
PP
PP
PP
PP
PP
PP
PP
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
C C PS
PP PP PS
C C PS
PP PP PS
PP PP PS
PP PP PS
PP PP PS
EN22, 21
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN24
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN16, 17 EN19 EN20 EN18
140
21
Total limbah berbahaya yang dibuang dari dua limbah yang terperinci atau spesifik 22 Total limbah berbahaya yang dibuang dari tiga limbah yang terperinci atau spesifik 23 Total limbah berbahaya yang dirawat, di daur ulang, dan / atau digunakan kembali Limbah Radioaktif 24 Total limbah radioaktif yang dibuat dan/atau dibuang, limbah tidak dirinci atau seluruh limbah dikumpulkan 25 Total limbah radioaktif dari satu limbah yang terperinci atau spesifik 26 Total limbah radioaktif dari dua limbah yang terperinci atau spesifik 27 Total limbah radioaktif dari tiga limbah yang terperinci atau spesifik Tumpahan Polutan 28 Jumlah polutan, kimia, minyak atau bahan bakar 29 Volume polutan, kimia, minyak atau bahan bakar
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN24
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN22
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN23
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
EN23
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
141
No
Pengukuran
Map to GRI
Biodiversitas 30 Tanah sensitif terkenan dampak kegiatan dan operasi perusahaan 31 Dampak terhadap spesies yang terancam punah akibat kegiatan dan operasi perusahaan No
Pengukuran
Produk 32 Produk atau komponen diambil kembali atau di reklamasi 33 Green product 34 Dampak lingkungan akibat penggunaan green product yang dipakai oleh perusahaan
Map to Identifikasi GRI produk secara rinci
EN26, 27 EN27 EN26
Jumlah Absolut Periode Sekarang
Dampak Terperinci A
Dampak Kuantitatif B
PP PP
PP PP
EN 11, 13 EN 12, 15
A
B
Pengungkapan berhubungan dengan produksi atau penjualan C
PS
PS
PS PS
PS PS
Historical Single Multiple Year Year
Target Single Multiple Year Year
Perbandingan dengan target sebelumnya
D
E
F
G
H
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
142
No
35 36 37 No
Pengukuran
A SD SD PP
Analisis daur ulang (LCA) Desain untuk lingkungan(DfE) Sistem manajemen lingkungan (EMS) Pengukuran
Kepatuhan 38 Kecelakaan (incidents) 39
Diidentifikasi sebagai perangkat perusahaan
Denda (fines)
Beban Lingkungan 40 Total beban lingkungan 41 Tipe beban lingkungan
Map to Jumlah GRI Absolut
A
Pengungkapan berhubungan dengan produksi atau penjualan B
SO8, EN28 SO8, EN28
C
EC1 EC1
Deskripsi pengimplementasian konsep secara terperinci B SD SD PP
Historical Single Multiple Year Year
Contoh
C SD SD PP
Target Single Multiple Year Year
Perbandingan dengan target sebelumnya
C
D
E
F
G
PP
C
PP
PP
PP
PP
C
PP
C
PP
PP
PP
PP
C C
PP PP
C C
PP PP
PP PP
PP PP
PP PP
143
No
Pengukuran
Mengungkapkan (Provided) A
Akuntansi atau Sistem Penilaian 42 Akuntansi lingkungan 43 Green Balanced Score Card No
Pengukuran
Pelatihan Pekerja 44 Pelatihan lingkungan, jam 45 Pelatihan lingkungan, Rupiah 46 Presentase dari pelatihan lingkungan
Deskripsi secara rinci B
SD SD Map to Jumlah GRI Absolut
LA10 LA10 LA10
SD SD
A
Pengungkapan berhubungan dengan produksi atau penjualan B
C C C
PP PP PP
Historical Single Multiple Year Year
Single Year
Target Multiple Year
Perbandingan dengan target sebelumnya
C
D
E
F
G
C C C
PP PP PP
PP PP PP
PP PP PP
PP PP PP
144
No
Pengukuran
Sertifikat (Certification) 47 Sertifikasi proses lingkungan 48 Sertifikasi produk lingkungan
No
Pengukuran
Map to Diterima GRI (Received)
4.12 4.12
A
Jumlah absolut atau presentase B
PS PS
PS PS
MAP to GRI
Identifikasi Stakeholder A
Perikatan stakeholder 49 Perikatan stakeholder – komunitas 50 Perikatan stakeholder- NGOs 51 Perikatan stakeholder- pemerintah 52 Perikatan stakeholder- konsumen 53 Perikatan stakeholder- pekerja 54 Perikatan stakeholder- supplier 55 Perikatan stakeholder- shareholder
4.14,4.16 4.14,4.16 4.14,4.16 4.14,4.16 4.14,4.16 4.14,4.16 4.14,4.16
PS PS PS PS PS PS PS
Historical Single Multiple Year Year C D PS PS
PS PS
Single Year E
Target Multiple Year F
PS PS
PS PS
Deskripsi secara rinci Pembahasan Proses Contoh dengan Perikatan Fokus Proses B C PS PS PS PS PS PS PS
PS PS PS PS PS PS PS
Perbandingan dengan target sebelumnya G PS PS
Contoh dengan Fokus Produk D PS PS PS PS PS PS PS
145
No
Pengukuran
Pernyataan kebijakan lingkungan dengan penjelasan secara rinci A
Kebijakan Lingkungan 56 Kebijakan lingkungan 57 58
Kebijakan lingkungan atau program audit Struktur tanggung jawab lingkungan
Target kuantitatif dan/ atau rencana mengenai pengembangan pernyataan kebijakan lingkungan B
PP
PP
Internal
3rd party
PP
PP
Indentifikasi secara individu
Identifikasi pada struktur perusahaan
PP Tersedianya kerangka standar
PP Deskripsi standar disediakan
Pelaporan 59 Menerbitkan laporan keberlanjutan merupakan PS PS Internal 3rd party standar yang dibentuk 60 Verifikasi pelaporan PS PS Catatan : Indeks ini dikembangkan untuk menentukan pengukuran variabel dependen untuk mengukur kualitas environmental disclosure: compliance ( C ), pollution prevention (PP), product stewardship (PS), dan sustainable development (SD). Perkembangan dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya memerlukan pendekatan yang signifikan terhadap perkembangan lingkungan (Rupley, et al.,2012).
146
LAMPIRAN 4 STATISTIK DESKRIPTIF
Descriptives
DQ_COMP DQ_POLLPREV DQ_PRODSTEW DQ_SUSDEV DQ_TOTAL MEDIA_EXIS IND GENDER DIRECTORSHIP BS KAI KI Ln_SALES ROA Valid N (listwise)
N 129 129 129 129 129 129 129 129 129 129 129 129 129 129 129
Descriptive Statistics Minimum Maximum ,03 ,33 ,02 ,55 ,05 ,33 ,00 ,07 ,20 ,97 -4,29 3,00 ,00 ,75 ,00 ,75 ,00 1,00 2,00 13,00 ,20 1,00 ,00% 95,34% 20,62 31,69 ,00 1,68
Mean ,2194 ,1110 ,1508 ,0101 ,4912 ,6357 ,3836 ,0945 ,6846 5,0078 ,7918 54,0861% 28,4353 ,1150
Std. Deviation ,05359 ,08843 ,06672 ,02014 ,18102 1,19020 ,09572 ,18844 ,28240 1,95455 ,24761 28,16416% 1,98976 ,18676
Frekuensi Sensitivitas Industri (SEN_IND) Valid
,00 1,00 Total
Frequency 64 65 129
Percent 49,6 50,4 100,0
Valid Percent 49,6 50,4 100,0
Cumulative Percent 49,6 100,0
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
No. 1. 2.
Hasil Analisis Frekuensi Variabel Sensitivitas Industri Kode Kriteria Frekuensi 0 Perusahaan selain tambang dan energi 64 1 Perusahaan tambang dan energi 65 Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Persentase 49,6% 50,4%
147
LAMPIRAN 5 HASIL UJI ASUMSI KLASIK DAN REGRESI DQ_COMP a. Uji Normalitas Charts
148
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean ,0000000 Std. Deviation ,03965501 Most Extreme Absolute ,089 Differences Positive ,056 Negative -,089 Kolmogorov-Smirnov Z 1,012 Asymp. Sig. (2-tailed) ,258 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER DIRECTORSHIP BS
Coefficientsa Collinearity Statistics Tolerance VIF
KAI KI Ln_SALES ROA a. Dependent Variable: DQ_COMP
,810 ,671 ,877 ,784 ,852 ,743
1,234 1,490 1,140 1,276 1,174 1,347
,692
1,445
,702 ,738 ,892
1,424 1,354 1,122
149
c. Uji Heteroskedastisitas
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta ,003 ,030 ,001 ,002 ,040 -,004 ,005 -,090
IND ,000 GENDER -,015 DIRECTORSHIP -,005 BS ,001 KAI ,005 KI ,001 Ln_SALES ,001 ROA -,030 a. Dependent Variable: ABS_COMP
,019 ,012 ,008 ,001 ,010 ,000 ,001 ,016
d. Uji Autokorelasi NPar Tests Runs Test Unstandardized Residual a Test Value -,00164 Cases < Test Value 64 Cases >= Test Value 65 Total Cases 129 Number of Runs 64 Z -,265 Asymp. Sig. (2-tailed) ,791 a. Median
,002 -,123 -,058 ,078 ,051 ,002 ,115 -,172
t ,107 ,405 -,827
Sig. ,915 ,686 ,410
,017 -1,230 -,607 ,761 ,479 ,014 1,117 -1,827
,986 ,221 ,545 ,448 ,633 ,989 ,266 ,070
150
e. Uji Regresi Regression Variables Entered/Removedba Model Variables Entered Variables Removed Method 1 ROA, Ln_SALES, . Enter IND, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: DQ_COMP
Model Summaryb Adjusted R Std. Error of DurbinModel R R Square Square the Estimate Watson a 1 ,595 ,354 ,299 ,04130 1,806 a. Predictors: (Constant), ROA, Ln_SALES, IND, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND b. Dependent Variable: DQ_COMP
ANOVAb Model 1 Regression Residual Total
Sum of Squares ,110 ,201 ,312
df 10 118 128
Mean Square ,011 ,002
F 6,464
Sig. ,000a
a. Predictors: (Constant), ROA, Ln_SALES, IND, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND b. Dependent Variable: DQ_COMP
151
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -,023 ,056 ,000 ,003 -,005 -,036 ,009 -,370 -,070 ,034 -,162 ,049 ,023 ,178
DIRECTORSHIP ,014 BS ,002 KAI ,004 KI -,068 Ln_SALES ,009 ROA -,031 a. Dependent Variable: DQ_COMP
,014 ,002 ,019 ,000 ,002 ,030
,082 ,069 ,021 -,038 ,399 -,081
t -,421 -,057 -4,099 -2,051 2,134
Sig. ,674 ,955 ,000 ,042 ,035
1,028 ,808 ,235 -,434 4,637 -1,036
,306 ,421 ,815 ,665 ,000 ,302
152
DQ_POLLPREV a. Uji Normalitas Charts
153
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean ,0000000 Std. Deviation ,03629439 Most Extreme Absolute ,048 Differences Positive ,048 Negative -,037 Kolmogorov-Smirnov Z ,542 Asymp. Sig. (2-tailed) ,931 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER DIRECTORSHIP BS
Coefficients a Collinearity Statistics Tolerance VIF ,847 ,686 ,860 ,844 ,821 ,666
1,180 1,458 1,162 1,185 1,218 1,503
KAI ,640 KI ,713 Ln_SALES ,691 ROA ,925 a. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
1,563 1,403 1,448 1,081
154
c. Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta ,006 ,036 ,002 ,002 ,085 ,002 ,005 ,034
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND
IND -,039 GENDER ,005 DIRECTORSHIP ,004 BS -,025 KAI -,010 KI ,065 Ln_SALES ,001 ROA ,021 a. Dependent Variable: ABS_POLLPREV
,025 ,014 ,008 ,001 ,011 ,000 ,001 ,012
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests Runs Test
Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
Unstandardized Residual ,00035 64 65 129 62 -,618 ,537
-,145 ,036 ,053 -,002 -,094 ,064 ,121 ,164
t ,174 ,886 ,320
Sig. ,862 ,377 ,749
-1,524 ,377 ,544 -,019 -,849 ,616 1,143 1,789
,130 ,707 ,588 ,984 ,397 ,539 ,255 ,076
155
e. Uji Regresi Regression Variables Entered/Removedb Mode Variables l Variables Entered Removed Method 1 ROA, IND, . Enter MEDIA_EXIS, GENDER, Ln_SALES, DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
Model Summaryb Mode l 1
Adjusted R Std. Error of R R Square Square the Estimate a ,731 ,534 ,495 ,03780
DurbinWatson 1,893
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, GENDER, Ln_SALES, DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
ANOVAb Sum of Mean Model Squares df Square F Sig. 1 Regression ,193 10 ,019 13,528 ,000a Residual ,169 118 ,001 Total ,362 128 a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, GENDER, Ln_SALES, DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
156
Coefficientsa
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -,214 ,057 ,001 ,003 ,015 ,023 ,008 ,214 -,134 ,040 -,226
GENDER ,025 DIRECTORSHIP ,035 BS ,006 KAI -,042 KI ,000 Ln_SALES ,012 ROA -,010 a. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
,021 ,013 ,002 ,018 ,000 ,002 ,019
,081 ,189 ,250 -,182 -,204 ,461 -,036
t -3,762 ,216 2,823 -3,338
Sig. ,000 ,829 ,006 ,001
1,178 2,729 3,243 -2,319 -2,740 6,103 -,554
,241 ,007 ,002 ,022 ,007 ,000 ,581
157
DQ_PRODSTEW
a. Uji Normalitas
Charts
158
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean ,0000000 Std. Deviation ,03303327 Most Extreme Absolute ,085 Differences Positive ,085 Negative -,048 Kolmogorov-Smirnov Z ,968 Asymp. Sig. (2-tailed) ,306 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER DIRECTORSHIP BS
Coefficientsa Collinearity Statistics Tolerance VIF ,843 ,672 ,883 ,811 ,865 ,652
1,186 1,487 1,132 1,234 1,156 1,535
KAI ,678 KI ,786 Ln_SALES ,675 ROA ,917 a. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
1,476 1,272 1,483 1,090
159
c. Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta ,021 ,029 ,002 ,002 ,122 ,003 ,004 ,065
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND
IND ,015 GENDER ,005 DIRECTORSHIP ,010 BS ,001 KAI -,005 KI ,041 Ln_SALES ,000 ROA ,009 a. Dependent Variable: ABS_PRODSTEW
,019 ,010 ,006 ,001 ,009 ,000 ,001 ,010
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests Runs Test
Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
Unstandardized Residual -,00542 64 65 129 65 -,088 ,930
,072 ,046 ,142 ,109 -,058 ,053 -,039 ,082
t ,721 1,260 ,597
Sig. ,472 ,210 ,552
,762 ,464 1,490 ,991 -,537 ,529 -,360 ,881
,447 ,643 ,139 ,324 ,592 ,598 ,719 ,380
160
e. Uji Regresi
Regression Variables Entered/Removedb Variables Model Variables Entered Removed Method 1 ROA, IND, . Enter MEDIA_EXIS, Ln_SALES, GENDER, DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
Model 1
Model Summaryb Adjusted R Std. Error of R R Square Square the Estimate a ,788 ,621 ,589 ,03440
DurbinWatson 1,994
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, Ln_SALES, GENDER, DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
ANOVAb Model 1 Regression Residual
Sum of Squares ,229 ,140
df 10 118
Mean Square ,023 ,001
F 19,322
Sig. ,000a
Total ,368 128 a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, Ln_SALES, GENDER, DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
161
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -,237 ,050 ,005 ,003 ,105 ,011 ,007 ,100 -,108 ,034 -,194 ,013 ,018 ,044
DIRECTORSHIP ,016 BS ,008 KAI -,036 KI ,000 Ln_SALES ,014 ROA -,011 a. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
,011 ,002 ,015 ,000 ,002 ,017
,088 ,307 -,161 -,125 ,527 -,040
t -4,764 1,696 1,453 -3,218 ,706
Sig. ,000 ,093 ,149 ,002 ,482
1,438 4,366 -2,342 -1,955 7,629 -,672
,153 ,000 ,021 ,053 ,000 ,503
162
DQ_SUSDEV a. Uji Normalitas
Charts
163
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean ,0000000 Std. Deviation ,01372300 Most Extreme Absolute ,055 Differences Positive ,055 Negative -,037 Kolmogorov-Smirnov Z ,625 Asymp. Sig. (2-tailed) ,830 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER DIRECTORSHIP
Coefficientsa Collinearity Statistics Tolerance VIF
BS KAI KI Ln_SALES ROA a. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
,795 ,647 ,889 ,795 ,874
1,258 1,546 1,124 1,257 1,144
,672 ,709 ,715 ,654 ,922
1,487 1,410 1,398 1,530 1,084
164
c. Uji Heteroskedastisitas
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND
Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error ,002 ,018 ,000 ,001 ,004 ,003
IND -,021 GENDER ,001 DIRECTORSHIP -,001 BS ,091 KAI -,001 KI -,030 Ln_SALES ,001 ROA -,002 a. Dependent Variable: ABS_SUSDEV
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests Runs Test
Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
Unstandardized Residual ,00042 64 65 129 58 -1,325 ,185
,012 ,006 ,004 ,001 ,005 ,000 ,001 ,006
Standardized Coefficients Beta ,030 ,175
t ,115 ,303 1,609
Sig. ,909 ,762 ,110
-,165 ,022 -,024 ,014 -,023 -,068 ,123 -,031
-1,772 ,224 -,254 ,135 -,219 -,654 1,138 -,341
,079 ,823 ,800 ,893 ,827 ,514 ,257 ,733
165
e. Uji Regresi
Regression Variables Entered/Removedb Variables Model Variables Entered Removed Method 1 ROA, IND, . Enter Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP , KAI, KI, BS, SEN_IND a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
Model Summaryb Adjusted R Std. Error of the DurbinModel R R Square Square Estimate Watson 1 ,732a ,536 ,496 ,01429 1,739 a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
ANOVAb Sum of Mean Model Squares df Square F Sig. 1 Regression ,028 10 ,003 13,618 ,000a Residual ,024 118 ,000 Total ,052 128 a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
166
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER
Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -,074 ,021 ,001 ,001 ,083 ,012 ,003 ,292 -,015 ,014 -,073 -,004 ,008 -,035
DIRECTORSHIP ,006 BS ,002 KAI -,016 KI ,000 Ln_SALES ,003 ROA -,001 a. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
,005 ,001 ,006 ,000 ,001 ,007
,082 ,184 -,195 -,311 ,330 -,013
t -3,573 1,175 3,738 -1,096 -,504
Sig. ,001 ,242 ,000 ,275 ,615
1,224 2,401 -2,624 -4,198 4,256 -,193
,223 ,018 ,010 ,000 ,000 ,847
167
DQ_TOTAL a. Uji Normalitas
Charts
168
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean ,0000000 Std. Deviation ,10312751 Most Extreme Absolute ,083 Differences Positive ,083 Negative -,078 Kolmogorov-Smirnov Z ,945 Asymp. Sig. (2-tailed) ,333 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas Coefficientsa Collinearity Statistics Tolerance VIF
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS ,795 SEN_IND ,647 IND ,889 GENDER ,795 DIRECTORSHIP ,874 BS ,672 KAI ,709 KI ,715 Ln_SALES ,654 ROA ,922 a. Dependent Variable: DQ_TOTAL
1,258 1,546 1,124 1,257 1,144 1,487 1,410 1,398 1,530 1,084
169
c. Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) ,138 ,074 MEDIA_EXIS ,003 ,004 ,075 SEN_IND ,020 ,011 ,198 IND -,041 ,050 -,077 GENDER -,023 ,027 -,084 DIRECTORSHIP ,021 ,017 ,114 BS ,000 ,003 -,018 KAI -,039 ,022 -,189 KI ,000 ,000 ,091 Ln_SALES -,001 ,003 -,021 ROA ,002 ,025 ,008 a. Dependent Variable: ABS_TOTAL
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests Runs Test
Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Median
Unstandardized Residual -,01746 64 65 129 74 1,503 ,133
t 1,858 ,748 1,794 -,819 -,841 1,202 -,169 -1,788 ,867 -,195 ,085
Sig. ,066 ,456 ,075 ,415 ,402 ,232 ,866 ,076 ,388 ,846 ,932
170
e. Uji Regresi
Regression Variables Entered/Removedb Variables Model Variables Entered Removed Method 1 ROA, IND, . Enter Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP , KAI, KI, BS, SEN_IND a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: DQ_TOTAL
Model Summaryb Adjusted R Std. Error of DurbinModel R R Square Square the Estimate Watson a 1 ,822 ,675 ,648 ,10741 2,126 a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND b. Dependent Variable: DQ_TOTAL
ANOVAb Sum of Mean Model Squares df Square F Sig. 1 Regression 2,833 10 ,283 24,558 ,000a Residual 1,361 118 ,012 Total 4,195 128 a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND b. Dependent Variable: DQ_TOTAL
171
Coefficientsa
Model 1 (Constant) MEDIA_EXIS SEN_IND IND GENDER DIRECTORSHIP BS KAI KI
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -,668 ,156 ,011 ,009 ,074 ,042 ,024 ,117 -,325 ,105 -,172 ,053 ,056 ,055 ,072 ,022 -,186 -,002
Ln_SALES ,047 ROA ,001 a. Dependent Variable: DQ_TOTAL
t -4,280 1,260 1,798 -3,088 ,933
Sig. ,000 ,210 ,075 ,003 ,353
,036 ,006 ,046 ,000
,112 ,235 -,254 -,291
2,000 3,681 -4,086 -4,694
,048 ,000 ,000 ,000
,006 ,053
,518 ,001
7,987 ,023
,000 ,982