PENGARUH LOAN TO ASSETS RATIO, RATE OF RETURN ON LOAN RATIO, CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN NON PERFORMING FINANCING TERHADAP PENYALURAN PEMBIAYAAN Aqidah Asri Suwarsi Dosen Prodi Muamalah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang ABSTRAKSI Bank sebagai lembaga intermediasi bertugas melakukan aktivitas penyaluran dana. Salah satunya melalui pembiayaan. Untuk melaksanakan fungsi intermediasinya maka bank harus berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan sehingga pembiayaan bermasalah bisa terkendali. Oleh karena itu bank harus melakukan analisis pembiayaan baik analisis terhadap kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan melalui likuiditasnya, profitabilitasnya, permodalan, maupun analisis terhadap calon debiturnya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Loan to Asset Ratio, Rate of Return on Loan Ratio, Capital Adequacy Ratio bepengaruh positif tehadap penyaluran pembiayaan dan Non Performing Financing berpengaruh negatif terhadap penyaluran pembiayaan. Objek penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri periode laporan keuangan 2004-2006. Alat uji yang digunakan adalah uji linier berganda dengan metode ordinary least square. Keyword: LAR, RRLR, CAR, NPF dan Total Pembiayaan A. PENDAHULUAN
Tugas pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukannya. Bank mengandalkan sumber pendapatan utama bank dari bisnis perkreditan. Bagi bank, kredit mempunyai arti yang strategis dalam pengembangan kegiatan bisnis bank mengingat kredit mempunyai manfaat yang besar antara lain: Bank harus dapat memelihara dan mengembangkan kepercayaan timbal balik, pos pinjaman yang diberikan merupakan pos aktiva terbesar dalam neraca bank, perkreditan memberikan kontribusi penghasilan terbesar bagi sebagian besar bank, risiko yang dikandung dalam penyaluran kredit cukup besar, dan bank merupakan lembaga perantara (financial intermediary) antara masyarakat surplus dana dengan pihak lain yang kekurangan dana (Veithzal Rivai, dkk.2007). Persaingan yang semakin kompetitif antar perbankan syariah maupun konvensional menyebabkan semakin rendahnya tingkat pengendalian dan pengawasan internal maupun eksternal terhadap penyaluran pembiayaan pada bank syariah. Hal tersebut cenderung mengakibatkan naiknya jumlah pembiayaan bermasalah yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku perbankan. Selain rendahnya kualitas pengawasan pembiayaan, pembiayaan bermasalah juga dipicu oleh banyaknya nasabah yang tidak sanggup lagi membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sebagaimana yang telah dijanjikan. Hal ini terjadi karena tidak semua nasabah memiliki karakter bisnis yang sama satu dengan yang lain. Dalam kenyataannya ada nasabah yang sukses dalam mengelola bisnis namun ada pula yang gagal. Tingginya pembiayaan bermasalah akan menunutut bank untuk menyediakan alokasi dana lain sebagai cadangan menutup kerugian tersebut dan bank akan mengurangi penyaluran pembiayaan berikutnya. Pembiayaan bermasalah dapat diukur melalui rasio Non Performing Financing.
Untuk mengendalikan laju meningkatnya NPF, bank dalam menyalurkan pembiayaannya bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan menetapkan kebijakan pembiayaannya dengan cara memperhatikan asas-asas sebagai berikut: likuiditas bank, profitabilitas bank, dan permodalan bank(Teguh Pudjo Mulyono:2001). Likuiditas bank adalah kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan memenuhi permohonan kredit atau pembiayaan dengan cepat. Bank dikatakan likuid jika mampu memenuhi permohonan pembiayaan. Dalam menjaga likuiditasnya bank harus memiliki cash asset dan aset lainnya yang dapat dicairkan sewaktu-waktu, juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash asset baru melalui penggunaan earning asset baik lewat investasi maupun penyaluran pembiayaan. Oleh karena itu jika aset yang dimiliki bank semakin banyak maka kemampuan bank dalam memenuhi permohonan kredit semakin baik. Kemampuan aset bank dalam memenuhi penyaluran pembiayaan bisa diukur melalui Loan to Asset Ratio. Profitabilitas adalah kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan dari berbagai sumber daya dan dana yang dimilikinya. Keuntungan tersebut akan digunakan untuk mempertahankan eksistensinya dan mengembangkan dirinya. Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan tersebut melalui pendapatan dari penyaluran pembiayaan. Jika pendapatan pembiayaan semakin banyak maka profit bank akan bertamabah, dan akan mempengaruhi peningkatan penyaluran pembiayaan berikutnya. Untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan melalui penyaluran pembiayaan dapat diketahui dengan Rate of Return on Loan Ratio.
Rasio permodalan sering disebut capital adequacy ratio. Rasio ini bertujuan untuk melihat bagaimana permodalan bank dapat mendukung kegiatan bank ( penyaluran dana) secara efisien dan melihat kemampuan permodalan bank dalam menanggung kerugian-kerugian yang terjadi seperti kerugian akibat tidak lancarnya penyaluran pembiayaan. Oleh karena itu semakin banyak modal yang dimiliki bank, maka bank akan semakin mampu untuk menambah penyaluran pembiayaannya karena cadangan yang dimiliki ketika bank mengalami kerugian.Untuk mengetahui kemampuan permodalan bank dalam menyanggah kerugian dapat diukur melalui Capital Adequacy Ratio. Berdasarkan data peringkat bank umum syariah dan unit usaha syariah dalam kurun waktu 2005-2006 Bank Syariah Mandiri berada pada peringkat pertama dalam penyaluran pembiayaan dan total aset dengan jumlah 7.223 milyar dan 8.903 milyar, sedangkan peringkat kedua adalah Bank Muamalat Indonesia dengan jumlah penyaluran pembiayaan dan total aset 6.501 milyar dan 8070 milyar. Akan tetapi jumlah laba yang dihasilkan Bank Syariah Mandiri 41 milyar lebih kecil dari Bank Muamalat Indonesia yaitu 132 milyar (M. Ghafur W:2007) Sementara itu rasio non peforming financing Bank Syariah Mandiri mencapai 6,08 % lebih besar dari Bank Muamalat Indonesia yaitu 4,43 % dengan capital adequacy ratio Bank Syariah Mandiri 11,95 % lebih kecil dari Bank Muamalat Indonesia yaitu 14,65 %. Sesuai data tersebut mengapa dengan laba dan CAR yang lebih sedikit, penyaluran pembiayaan Bank Syariah Mandiri bisa lebih besar dari Bank Muamalat Indonesia, apakah total asset, NPF yang lebih tinggi yang mempengaruhi lebih banyaknya penyaluran pembiayaan tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini penyusun ingin menjadikan Bank Syariah Mandiri sebagai obyek penelitian dan meneliti faktor- faktor yang mempengaruhi kemampuan
bank dalam menyalurkan pembiayaan melalui Loan to Asset Ratio, Rate of Return on Loan Ratio, Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Financing. B. LANDASAN TEORI Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan definisi Bank Syariah menurut UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Selanjutnya dalam regulasi perbankan syariah UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, dinyatakan definisi pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b.Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; d.Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa; berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pengertian pembiayaan secara luas, berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syari’ah. Untuk mengukur kualitas operasi pembiayaan bank atau faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan, maka dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang bertujuan menilai aspek profitabilitas, likuiditas, permodalan, risiko usaha, efisiensi usaha. Menurut Rivai Loan to Assets Ratio (LAR) merupakan rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. LAR ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembiayaan bank. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat performa perkreditan semakin baik karena semakin besar komponen pinjaman yang diberikan dalam struktur total aktivanya. Dengan demikian semakin tinggi rasio ini maka penyaluran pembiayaan oleh bank syariah akan semakin besar. Menurut Rivai, Rate of Return on Loan Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan pembiayaan dengan total penyaluran pembiayaan. Rasio ini digunakan sebagai indikator kemampuan suatu bank dalam mendatangkan pendapatan dari penyaluran pembiayaannya. Semakin besar nilai rasio ini maka semakin baik performa pembiayaan bank karena tingkat bagi hasil yang didapat semakin besar, sehingga bank dalam menyalurkan pembiayaannya akan semakin besar pula. Hal ini mengindikasikan bahwa Rate of Return on Loan Ratio mempunyai pengaruh yang positif terhadap penyaluran pembiayaan. Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002) menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan alat analisis
yang digunakan untuk mengetahui berapa jumlah modal yang memadai untuk menunjang kegiatan operasionalnya dan cadangan untuk menyerap kerugian yang mungkin terjadi. Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva tertimbang menurut risiko. Ketentuan dari Bank Indonesia menyatakan penyediaan CAR minimal 8%. Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio memiliki hubungan yang positif dengan pembiayaan. Ini sesuai dengan yang dikutip oleh Muhammad dari Johnson and Johnson dalam bukunya, modal bank digunakan sebagai dasar dalam penetapan batas maksimum pemberian kredit. Jadi dalam memberikan kreditnya bank dipengaruhi oleh modal yang dimilikinya. Semakin besar modalnya maka batas maksimum pemberian kreditnya juga akan semakin meningkat. Seperti yang disampaikan Muljono(2001), suatu bank akan melaksanakan ekspansi kreditnya maka otomatis harus dapat memperluas modalnya. Rivai mengatakan bahwa CAR digunakan untuk mengukur kemampuan dana intern dalam menutup kredit macet. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik performa perkreditan bank karena semakin besar dana yang tesedia untuk menutup kredit macet. Non performing financing memiliki hubungan negatif dengan pembiayaan. Semakin tinggi NPF yang dimiliki bank, maka semakin menurun kredit yang dapat disalurkan. NPF yang tinggi menyebabkan bank harus membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar sehingga dana yang dapat disalurkan lewat pemberian kredit semakin berkurang. Sebaliknya semakin rendah NPF yang dimiliki bank, maka semakin meningkat kredit yang disalurkan. NPF yang rendah menyebabkan bank menuntut cadangan penghapusan yang lebih sedikit sehingga dana yang dapat disalurkan lewat
pemberian kredit semakin meningkat.Menurut Rivai NPF memberikan indikasi porsi dari kredit macet dalam keseluruhan kredit serta kemungkinan gagalnya pengembalian kredit karena kredit tersebut bermasalah. Semakin rendah rasio ini maka semakin baik pengelolaan kredit bank karena semakin kecil kemungkinan gagalnya pemberian kredit. Berdasarkan kerangka pemikiran penulis merumuskan hipótesis penelitian yang akan diuii sebagai berikut: H1 : Loan to Assets Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. H2 : Rate of Return on Loan Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. H3 : Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. H4 : Non Performing Financing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. C. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam kategori jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini bersifat eksplanasi (eksplanative research)merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan dan menerangkan tentang suatu gejala atau keadaan yang diteliti Data yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah data sekunder berdasarkan runtut waktu atau times series berupa laporan ikhtisar keuangan bulanan Bank Syariah Mandiri periode 2004-2006 yang diperoleh dari laporan keuangan yang telah dipublikasikan oleh instansi yang berwenang melalui situs www.syariahmandiri.co.id. Penelitian
ini menggunakan empat rasio sebagai variabel Independennya yaitu: 1) Loan to Assets Ratio Loan to Assets Ratio merupakan rasio likuiditas untuk mengetahui kemampuan bank dalam memenuhi permintaan kredit dari para debitur dengan aktiva yang tersedia. Loan to Asset Ratio diformulasikan sebagai berkut: Total Pembiayaan X 100 % Loan to Assets Ratio Total Aset 2) Rate of Return on Loan Ratio Rate of Return on Loan Ratio merupakan rasio profitabilitas untuk mengetahui kemampuan perkreditan bank dalam memberikan keuntungan. Rate of Return on Loan Ratio diformulasikan sebagai berikut: Bagi hasil dan provisi X 100 % Rate of Re turn on Loan Ratio Total Pembiayaan 3) Capital Adequacy Ratio Rasio ini sering disebut dengan rasio kecukupan modal, dan merupakan rasio yang menunjukkan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva tertimbang menurut risiko. Ketentuan dari Bank Indonesia menyatakan bahwa besarnya CAR minimal adalah 8%. Capital Adequacy Ratio diformulasikan sebagai berikut Modal Capital Ad equacy Rat io Aktiva Tertimbang menurut Risiko X 100% 4) Non Performing Financing, adalah suatu keadaan di mana nasabah sudah tidak sanggup lagi membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikannya. Non Performing Financing diformulasikan sebagai berikut:
Non Performing Financing = Jumlah tunggakan pinjaman X Jumlah pinjaman diteriman 100% Sebagai variabel dependennya adalah total pembiayaan (financing, FC).Total pembiayaan yang dimaksud adalah keseluruhan dana yang disalurkan Bank Syariah Mandiri kepada nasabah selama kurun waktu 2004-2006. Dalam penelitian ini,penulis menggunakan alat analisis regresi berganda dengan persamaan kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS). Uji yang akan dilakukan adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Persamaan umum regresi yang menggunakan lebih dari dua variabel independen adalah sebagai berikut: Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e Keterangan: Y = Total pembiayaan (FC) a = Konstanta b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien regresi X1 = LAR X2 = RRLR X3 = CAR X4 = NPF e = Faktor kesalahan D. PENGUJIAN EMPIRIS DAN HASIL 1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik biasa digunakan dalam penelitian bertujuan untuk menunjukkan serangkaian asumsi-asumsi dasar yang dibutuhkan untuk menjaga agar metode Ordinary Least Square (OLS) atau kuadrat terkecil biasa dapat menghasilkan estimator yang paling baik (yang sering disebut Best Linier Unbias Estimator/BLUE) pada model regresi.Dalam penelitian ini, uji asumsi klasik yang digunakan
adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji linieritas.
Expected Cum Prob
a. Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Regresi yang baik adalah regresi yang memiliki data yang berdistribusi normal. Ada beberapa cara untuk mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan analisis statistik. a) Analisis Grafik Uji normalitas dengan analisis grafik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat grafik histogram dan grafik probability plot/P-Plot. Dalam penelitian ini analisis grafik yang digunakan adalah metode probability plot/P-Plot. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan membandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah: 1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas
Normal P-P Plot of Regression Standardized Dependent Variable: Total Pembiayaan 1,0
,8
,5
,3
0,0 0,0
,3
,5
,8
1,0
Observed Cum Prob
Sumber: Data diolah Dari gambar tersebut terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. b) Analisis Statistik Uji normalitas dengan menggunakan analisis statistik dapat dilakukan dengan melakukan uji statistik non-parametrik kolmogorov-smirnov (K-S). Hipotesis yang digunakan adalah: Ho = Data residual berdistribusi normal Ha = Data residual tidak berdistribusi normal Dengan pengambilan keputusannya adalah: 1) Jika nilai sig. < maka Ho ditolak 2) Jika nilai sig. > maka Ho diterima
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dijelaskan pada tabel berikut ini:
Variab Loan Rate of Capital Non Total el to Return Adequac Performin Pembiay Assets on Loan y Ratio g aan Ratio Ratio (CAR) Financing (LAR) (RRLR) (NPF) Nilai 0,125 0,998 0,280 0,183 0,563 Signifi kansi Sumber: Data diolah Hasil uji normalitas pada tabel Kolmogorov-Smirnov di atas menunjukkan bahwa nilai sig. variabel independen Loan to Assets Ratio (LAR) sebesar 0,215, variabel independen Rate of Return on Loan Ratio (RLRL) 0,998, variabel independen Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 0,280, variabel independen Non Performing Financing (NPF) sebesar 0,0183 dan variabel dependen total pembiayaan sebesar 0,563. Dari kelima variabel tersebut menunjukkan bahwa nilai sig. lebih besar dari nilai tingkat kepercayaan (=0,05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak sehingga data residual berdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas pada asumsi klasik digunakan, bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan korelasi antar variabel independen satu dengan variabel independen lainnya. Apabila terjadi korelasi antar sesama variabel idependen dalam suatu rangkaian sampel tertentu, jika variabel satu independen berubah, maka variabel independen yang lain akan cenderung berubah juga dan program komputer dengan metode ordinary least square atau kuadrat terkecil biasa akan mengalami kesulitan untuk mengetahui korelasi antar satu variabel independen dengan variabel independen lainnya terhadap variabel dependen.
Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak memiliki gejala multikolinearitas artinya tidak terdapat korelasi antar variabel independen satu dengan variabel independen lainnya. Gejala multikolinearitas pada suatu model regresi dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai tolerance. Dasar pengambilan keputusannya adalah apabila nilai Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar dari 10 (VIF > 10), maka model regresi memiliki gejala multikolinearitas. Apabila nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 (tolerance < 0,10), maka model regresi memiliki gejala multikolinearitas. Hasil uji Multikolinearitas dapat dijelaskan pada tabel berikut ini: Variabel Tolerance VIF Loan to Assets Ratio (LAR) 0,565 1,771 Rate of Return on Loan Ratio 0,758 1,319 (RRLR) Capital Adequacy Ratio (CAR) 0,615 1,625 Non Performing Financing 0,791 1,264 (NPF) Sumber: Data diolah Hasil uji multikolinearitas pada tabel 4.2. di atas menunjukkan bahwa variabel independen Loan to Assets Ratio (LAR) memiliki nilai tolerance sebesar 0,565 dan nilai VIF sebesar 1,771. Variabel independen Rate on Return on Loan Ratio (RRLR) memiliki nilai tolerance 0,758 dan nilai VIF sebesar 1,319. Variabel independen Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki nilai tolerance 0,615 dan nilai VIF sebesar 1,625. Variabel Non Performing Financing (NPF) memiliki nilai tolerance 0,791 dan nilai VIF sebesar 1,264/ Oleh karena nilai tolerance keempat variabel independen lebih dari 0,10 (tolerance > 0,10) dan nilai VIF keempat variabel independen
kurang dari 10 (VIF<10), maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat gejala multikolinearitas. c. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Uji autokorelasi digunakan bertujuan untuk mengetahui apakah pada model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1. Dalam penelitian ini cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson dan uji Run Test. a) Uji Durbin-Watson Uji Durbin-Watson untuk mengetahui gejala autokorelasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen. Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya gejala autokorelasi adalah: Hipotesis Nol Jika Tidak ada autokorelasi positif 0
Durbin-Watson 1,894
Sumber: Data diolah Hasil uji Durbin-Watson pada tabel 4.4. di atas menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,894, dengan nilai signifikansi 0,05 dan k = 4 dan n = 36 maka diiperoleh:
Nilai dl = 1,236 dan 4-dl = 2,764 Nilai du = 1,724 dan 4-du = 2,276 Hasil perhitungan pada tabel 4.4. tersebut menunjukkan bahwa nilai DW-test berada pada daerah antara du dan 4-du, 1,724 < 1,894 <2,276, maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat gejala autokorelasi baik secara positif maupun secara negatif. b) Uji Run Test Mendeteksi gejala autokorelasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan uji Run Test. Uji ini merupakan bagian dari statistik non-parametrik. Jika antar residual tidak terdapat korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Uji Run Test dapat digunakan untuk mengetahui apakah data residual terjadi secara acak atau tidak (sistematis). Pengambilan keputusan dalam uji Run Test adalah dengan membandingkan nilai sig. dengan tingkat kepercayaan ( = 0,05). Apabila nilai sig. lebih besar dari nilai (sig. > ), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala autokorelasi. Hasil uji Run Test dapat dijelaskan pada tabel berikut ini: Nilai Signifikansi
Nilai Residual 0,064
Sumber: Data diolah Hasil uji Run test pada tabel tersebut menunjukkan nilai sig. sebesar 0,064 yang lebih besar dari sebesar 0,05 (0,064 > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya yang bersifat tetap. Apabila variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya berbeda, maka disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah varian residualnya bersifat homoskedastisitas atau tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini, ada dua cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan grafik scatterplot dan uji Glejser. a) Menggunakan Grafik Scatterplot Grafik scatterplot dapat dijadikan salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusannya adalah: Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Hasil Uji Heteroskedastisitas (Scatterplot) Scatterplot Dependent Variable: Total Pembiayaan 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -2,5
-2,0
-1,5
-1,0
-,5
0,0
,5
1,0
1,5
Regression Standardized Predicted Val ue
Sumber: Data diolah Dengan melihat grafik scatterplot 4.2. tersebut menunjukkan bahwa titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk suatu pola
tertentu. Oleh sebab itu maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. b) Uji Glejser Uji glejser juga dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai sig. variabel independen dengan nilai tingkat kepercayaan ( = 0,05). Apabila nilai sig. lebih besar dari nilai (sig. > ), maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat gejala heteroskedastistitas. Hasil uji Glejser dapat dijelaskan pada tabel berikut ini: Hasil Uji Glejser Variabel
Nilai Signifikansi 0,232 0,475
Loan to Assets Ratio (LAR) Rate of Return on Loan Ratio (RRLR) Capital Adequacy Ratio (CAR) 0,420 Non Performing Financing (NPF) 0,062 Sumber: Data diolah Hasil uji glejser pada table tersebut menunjukkan bahwa variabel independen loan to assets ratio memiliki nilai sig. 0,232, rate of return on loan ratio memiliki nilai sig. sebesar 0,475, capital adequacy ratio memiliki nilai sig. sebesar 0,420 dan non performing financing memiliki nilai sig. sebesar 0,062. Tidak satupun variabel independen memiliki nilai sig. di bawah nilai (0,05). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
e. Uji Linieritas
Pada model regresi asumsi klasik, uji linieritas dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan sudah benar atau tidak. Dengan melakukan uji ini dapat diperoleh informasi apakah model empiris sebaiknya linier, kuadrat atau kubik. Dalam penelitian ini uji linieritas yang digunakan adalah uji lagrange multiplier. Uji ini dikembangkan oleh Engle tahun 1982. Estimasi dengan uji ini bertujuan untuk mendapatkan c2 hitung atau (n x R2). Pengambilan keputusan dalam uji lagrange multiplier adalah dengan membandingkan c2 hitung < c2 tabel, maka dapat disimpulkan bahwa spesifikasi model regresi adalah dalam bentuk linier. Hasil uji lagrange multiplier adalah sebagai berikut: Hasil Uji Lagrange Multiplier Model 1
R Square 0,010
Sumber: Data diolah Hasil uji lagrange multiplier pada tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 0,010 dengan jumlah n observasi 36, maka besarnya c2 hitung adalah 36 x 0,010 = 0,36. Nilai c2 tabel dari df = 35 (n-1) pada tingkat kepercayaan sebesar 0,05 adalah sebesar 49,81. Oleh karena nilai c2 hitung lebih kecil dari c2 tabel, 0,36 < 49,81, maka dapat disimpulkan bahwa spesifikasi model regresi adalah dalam bentuk linier. Jadi secara keseluruhan hasil uji asumsi klasik yang digunakan, dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini memenuhi semua persyaratan uji asumsi klasik.
2. Uji Hipotesis Setelah melakukan serangkaian uji asumsi klasik pada model regresi, maka langkah selanjutnya adalah pengujian
ketepatan model dan uji hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, menggunakan bantuan program SPSS 11,0 antara loan to assets ratio, rate of return on loan ratio, capital adequacy ratio dan non performing financing terhadap total pembiayaan. Dalam penelitian ini, penilaian ketepatan model menggunakan uji F sedangkan uji hipotesis yang dilakukan adalah uji signifikansi parameter individual (uji statistik t). a.Uji Statistik F Uji statistik F pada dasarnya digunakan untuk menunjukkan ketepatan penggunaan model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah membandingkan nilai sig. dengan nilai tingkat kepercayaan 0,05. Apabila nilai sig. lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (sig. < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi bisa digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji statistik F dapat dijelaskan pada tabel berikut ini: Model 1
Nilai Signifikansi Uji F 0,000
Sumber data: diolah Berdasarkan tabel hasil uji F diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05 maka model regresi tersebut sudah tepat digunakan untuk memprediksi pengaruh LAR, RRLR, CAR, dan NPF terhadap total pembiayaan. b.Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan membandingkan nilai signifikansi hasil perhitungan dengan tingkat kepercayaan sebesar 5%. Apabila nilai sig. lebih kecil dari tingkat kepercayaan 0,05 (sig. < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hasil Uji Statistik t Variabel Koefisien Nilai Signifikansi Beta uji t Loan to Assets Ratio 0,291 0,010 (LAR) Rate of Return on Loan 0,128 0,173 Ratio (RRLR) Capital Adequacy Ratio 0,249 0,021 (CAR) Non Performing -0,731 0,000 Financing (NPF) Sumber: Data diolah Hasil uji statistik t pada tabel 4.8. menunjukkan nilai koefisien regresi loan to assets ratio 0,291 dengan nilai signifikansi sebesar 0,010 yang lebih kecil dari tingkat kepercayaan 0,05 (0,010 < 0,05). Dengan demikian hipotesis awal dalam penelitian ini diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa loan to assets ratio berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil uji statistik t pada tabel 4.8. menunjukkan nilai koefisien regresi rate of return on loan ratio 0,128 dengan nilai signifikansi sebesar 0,173 yang lebih besar dari tingkat kepercayaan 0,05 (0,173 > 0,05). Dengan demikian hipotesis awal dalam penelitian ini ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rate of return on loan ratio tidak berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil uji statistik t pada tabel 4.8. menunjukkan nilai koefisien regresi capital adequacy ratio sebesar 0,249 dengan nilai signifikansi sebesar 0,021 yang lebih kecil dari tingkat kepercayaan 0,05 (0,021 < 0,05). Dengan demikian hipotesis awal dalam penelitian ini diterima. Artinya Capital Adequacy
Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil uji statistik t pada tabel 4.8. menunjukkan nilai koefisien regresi non performing financing sebesar -0,731 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat kepercayaan 0,05 (0,000 < 0,05). Dengan demikian hipotesis awal dalam penelitian ini diterima. Artinya Non Performing Financing berpengaruh negatif dan signifikan terhadap total pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Berdasarkan hasil uji statistik t tersebut, pengaruh variabel independen loan to assets ratio, rate of return on loan ratio, capital adequacy ratio dan non performing financing terhadap total pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut: Y= 0,291X1 + 0,128X2 + 0,249 X3 – 0,731X4 + e (0,010) (0,173) (0,021) (0,000) Keterangan: Y : Total Pembiayaan X1 : Loan to Assets Ratio X2 : Rate of Return on Loan Ratio X3 : Capital Adequacy Ratio X4: Non Performing Financing Penjelasan variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dari hasil uji statistik t adalah sebagai berikut: a) Loan to Assets Ratio Hasil perhitungan uji statistik t pada tabel. tersebut, terlihat bahwa loan to assets ratio memiliki nilai probabilitas signifikan sebesar 0,010 yang lebih kecil dari nilai tingkat kepercayaan sebesar 0,05 (0,010 < 0,05) dan nilai koefisien regresi sebesar 0,291. Oleh sebab itu, maka hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Artinya variabel loan to
assets ratio berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Loan to assets ratio memiliki koefisien regresi yang positif yaitu sebesar 0,291, apabila dikaitkan dengan pendapat Rivai, maka hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan pendapat Rivai yang menyatakan bahwa LAR ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembiayaan bank. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat performa perkreditan semakin baik karena semakin besar komponen pinjaman yang diberikan dalam struktur total aktivanya. Besarnya loan to assets ratio yang ada di Bank Syariah Mandiri mempengaruhi positif penyaluran pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri. Artinya semakin tinggi loan to assets ratio yang ada di Bank Syariah Mandiri maka akan meningkatkan penyaluran pembiayaan yang diberikan Bank Syariah Mandiri. Koefisien regresi loan to assets ratio sebesar 0,291 menunjukkan bahwa setiap kenaikan loan to assets ratio sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri sebesar 0,291 satuan. b) Rate of Return on Loan Ratio Hasil perhitungan uji statistik t pada tabel 4.9. tersebut, terlihat bahwa rate of return on loan ratio memiliki nilai probabilitas signifikan sebesar 0,173 yang lebih besar dari nilai tingkat kepercayaan sebesar 0,05 (0,173 > 0,05) dan nilai koefisien regresi sebesar 0,128. Oleh sebab itu, maka hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Artinya variabel rate of return on loan ratio tidak berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hal ini dikarenakan tingginya pembiayaan bermasalah Bank Syariah Mandiri tahun 2004-2006 yang dapat dilihat melalui tingginya rasio NPF hingga 7,18 %, padahal batas maksimum tingginya pembiayaan bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia adalah 5 %.
Semakin tingginya rasio NPF menunjukkan semakin banyaknya jumlah pembiayaan bermasalah, yang berdampak bagi bank dalam memperoleh tingkat bagi hasil dari pembiayaan yang disalurkan semakin kecil. Muhammad dalam buku Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, tingginya risiko pembiayaan atau pembiayaan bermasalah berdampak terhadap tingkat pengembalian bagi hasil dari pembiayaan yang disalurkan. Jika pendapatan bagi hasil semakin kecil maka rate of return on loan ratio akan semakin rendah, sehingga pengaruh rate of return on loan ratio terhadap penyaluran pembiayaan tidak terbaca. c) Capital Adequacy Ratio (CAR) Hasil perhitungan uji statistik pada tabel 4.8. tersebut, terlihat bahwa Capital Adequacy Ratio memiliki nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,021 yang jauh lebih kecil dibandingkan nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05 (0,021 < 0,05) dan memiliki nilai koefisien regresi 0,249. Artinya ada pengaruh signifikan antara variabel capital adequacy ratio terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Capital Adequacy Ratio memiliki koefisien regresi yang positif, apabila dikaitkan dengan pendapat Rivai yang menyatakan bahwa CAR digunakan untuk mengukur kemampuan dana intern dalam menutup kredit macet. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik performa perkreditan bank karena semakin besar dana yang tesedia untuk menutup kredit macet dan pendapat Muhammad modal bank digunakan sebagai dasar dalam penetapan batas maksimum pemberian kredit. Jadi dalam memberikan kreditnya bank dipengaruhi oleh modal yang dimilikinya. Semakin besar modalnya maka batas maksimum pemberian kreditnya juga akan semakin meningkat, maka hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan pendapat Rivai dan Muhammad bahwa besarnya
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang ada di Bank Syariah Mandiri mempengaruhi positif penyaluran pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri. Artinya semakin tinggi capital adequacy ratio yang ada di Bank Syariah Mandiri maka akan meningkatkan pembiayaan yang diberikan Bank Syariah. Hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian Haryati yang menyatakan bahwa rasio permodalan di Bank Rakyat Indonesia Kaunit Sentul Yogyakarta mempengaruhi positif kredit yang di salurkan. Koefisien regresi Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 0,249 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 1 satuan akan menyebabkan penyaluran pembiayaan di Bank Syariah Mandiri naik sebesar 0,249 satuan. d) Non Performing Financing Hasil perhitungan uji statistik pada tabel tersebut, terlihat bahwa Non Performing Financing memiliki nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dibandingkan nilai derajat kepercayaan sebesar 0,05 (0,000 < 0,05) dan memiliki nilai koefisien regresi -0,731. Artinya ada pengaruh diantara variabel Non Performing Financing terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Non Performing Financing memiliki koefisien regresi yang negatif, apabila dikaitkan dengan pendapat Rivai yang menyatakan bahwa NPF memberikan indikasi porsi dari kredit macet dalam keseluruhan kredit serta kemungkinan gagalnya pengembalian kredit karena kredit tersebut bermasalah. Semakin rendah rasio ini maka semakin baik pengelolaan kredit bank karena semakin kecil kemungkinan gagalnya pemberian kredit, maka hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan pendapat tersebut. Besarnya Non Performing Financing yang ada di Bank Syariah Mandiri mempengaruhi negatif penyaluran pembiayaan yang diberikan
oleh Bank Syariah Mandiri. Artinya semakin tinggi Non Performing Financing yang ada di Bank Syariah Mandiri maka pembiayaan yang diberikan Bank Syariah Mandiri menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Hendarwati yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Koefisien regresi Non Performing Financing sebesar -0,731 menunjukkan bahwa setiap kenaikan Non Performing Financing sebesar 1 satuan akan menyebabkan total penyaluran pembiayaan di Bank Syariah Mandiri turun sebesar 0,731 satuan. b. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apakah kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas atau variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Berikut hasil koefisien determinasi: Model 1
Adjusted R Square 0,776
Sumber: Data diolah Dari Tabel yang merupakan output SPSS model summary menunjukkan besarnya adjusted R2 sebesar 0,776, hal ini berarti 77,6% variasi total pembiayaan Bank Syariah Mandiri dapat dijelaskan oleh variabel independen Loan to Assets Ratio (LAR), Rate of Return on Loan Ratio (RRLR), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Financing (NPF) . Sedangkan sisanya (100% - 77,6% = 22,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.
E. PENUTUP 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai pengaruh Loan to Assets Ratio (LAR), Rate of Return on Loan Ratio (RRLR), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF) terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri tahun 2004-2006 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Hasil pengujian secara parsial yang dilihat dari hasil uji t pada masing-masing variabel menunjukkan bahwa Loan to Assets Ratio (LAR) berpengaruh positif terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rivai dan penelitian yang dilakukan M. Ghafur Wibowo. b. Rate of Return on Loan Ratio (RRLR) tidak berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Rivai dan penelitian yang dilakukan Andi Mulyadinata. c. Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rivai dan penelitian yang dilakukan Haryati. d.Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif terhadap penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rivai dan penelitian yang dilakukan Haryati. 2. Saran Penyusun menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak keterbatasan antara lain: data atau sampel dari penelitian ini relatif sedikit yaitu dari bulan Januari 2004 sampai Desember 2006, sehingga hanya terdiri dari 36 data, periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 3 periode yang masih tergolong singkat dan hanya diperoleh dari 1 bank saja yaitu Bank Syariah Mandiri, varibel bebas yang digunakan dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 varibel yaitu Loan
to Assets Ratio (LAR), Rate of Return on Loan Ratio (RRLR), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Financing (NPF). Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan tersebut, penyusun menyarankan bagi peneliti selanjutnya: a. Periode pengamatan pada penelitian selanjutnya lebih diperpanjang dan jumlah data yang diolah lebih banyak sehingga penelitian selanjutnya diharapkan lebih akurat. b. Obyek penelitian tidak hanya satu bank syariah saja, namun lebih dari satu misalnya Bank Muamalat Indonesia, Bank Mega Syariah, dan Unit Usaha Syariah. c. Penelitian yang akan datang diharapkan menambahkan variabel-variabel lain seperti rasio risiko usaha, simpanan, modal sendiri, dana pihak ketiga, share terhadap bank lain dan sebagainya. F. DAFTAR PUSTAKA. Manajemen keuangan dan perbankan Anshori Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Antonio M. Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001. Arifin Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alfabet, 2005. Dendawijaya Lukman, Manajemen Perbankan, edisi kedua, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005. Ghozali Imam, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS , Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005 Hendarwati Ika, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan (Loan) pada Perbankan Syariah, Skripsi Ekonomi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tidak dipublikasikan, 2005.
Kuncoro Mudrajad, Manajemen Perbankan, Yogyakarta: BPFE, 2003. Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004. Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan : Teori dan Aplikasi, Yogyakarta : BPFE, 2002. Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,Yogyakarta: Ekonisia, 2005. Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002. Muhammad, Sistem Dan Prosedur Operasional Bank Syariah ,Yogyakarta: UII Press, 2001. Muljono Teguh Pudjo, Manajemen Perkreditan : Bank-bank komersil, Edisi Empat Yogyakarta : BPFE, 2001. Mulyadinata Andy, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Penyaluran kredit,” Jurnal Manajemen Keuangan, STIE Darmajaya Vol.1:1 Maret, 2003. Sulastri Siti,” Analisis Pengaruh CAR, LDR, dan Total Dana Pihak ke Tiga terhadap Profitabilitas,” Jurnal Share, Vol.2:1, Agustus, 2005. Sinungan Muchdarsyah, Dasar-Dasar dan Tehnik Manajemen Kredit, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1987. Sudarsono Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia, 2005. Suyatmin, Analisis Cash Ratio, Loan to Deposit Ratio dan Loan to Asset Ratio untuk Mengukur Tingkat Likuiditas Perbankan,” Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.5:2, September, 2006. Suyatno,Thomas Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Wibowo M. Ghafur., Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini, Yogyakarta: Biruni Press, 2007. Veithzal Rivai,dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional and Sharia System, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Lain-lain Algifari, Statistika Induktif untuk Ekonomi dan Bisnis, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003. Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Bandung : Alvabeta, 2005. Hadi Syamsul, Metodologi Penelitian Kuantitatif , Yogyakarta: Ekonisia, 2006. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. www.syariahmandiri.co.id.