Seminar Nasional Peternakan don Vetertner 1,997
PENGARUH LEVEL TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENT-RANS TERHADAP TAMPILAN PRODUKSI BIOLOGIK DOMBA EK GEMUK INDUK DicKY PAMUNGKAs,
L.
AFFANDHY:dan U. UMIYASIH
lnstalasi Penelitian dan Pengkajian Telatologi Perianian, Grati - Pasuruan
RINGKASAN Kecukupan gizi berupa energi clan protein mutlak diperlukan untuk hidup pokok dan produksi teniak domba, lerutama bagi induk domba bunting dan laktasi . Suatu percobaan pakan yang berpedoman pada' satuan energi, yakni total digestible energi (TDN) telah dilakukan untuk mengkaji tampilan produksi biologik induk dan anak domba ekor gemuk (DEG) selama dua tahun. Sebanyak 30 ekor DEG betina berumur 10 bulan (berat badan awal 21 kg) terbagi ke dalam tiga perlakuan pemberian pakan, yaitu A= rumput Gajah (TDN 55%), B= rumput Gajah + daun gamal (TDN 65%) dan C= rumput Gajah + dedak gandum (TDN 75%) . Parameter yang diamati adalah: konsumsi dan kecernaan semu bahan. pakan, pertambahan berat badan dan keragaan produksi induk (jumlah anak sekelahiran, selang beranak, mortalitas dan berat sapih anak) . Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap poly searah dan single covariate . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan semu bahan pakan, jumlah anak sekelahiran dan mortalitas anak antar masing-masing perlakuan tidak menunjukkan perbedaan ; sedangkan rataan konsumsi bahan kering, protein kasar dan TDN menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Pertambahan berat badan induk relatif kecil, namun meningkat seiring dengan peningkatan level TDN (P<0,05) . Terkait dengan keragaan produksi induk, Produktivitas induk yang dihasilkan pada perlakuan B adalah tertinggi (21,72) bila dibanding perlakuan A clan C, yakni 7,89 dan 15,73 (P<,0,01) . Dengan demikian penambahan rumput Gajah dengan daun gamal senilai TDN 65% telah mampu menghasilkan performan induk paling baik. Kata kunci : TDN, domba induk PENDAHULUAN Keragaan produksi biologik ternak domba di daerah sentra bibit pedesaan sangat beragam, hal ini dapat disebabkan oleh beragamnya sistem pemeliharaan ; sebagian besar masih bertumpu pada pola tradisional dengan karakteristik bahwa usaha ternak domba masih merupakan usaha sambilan karena tingkat pendapatan kurang dari 30% dari total pendapatan usahatani, jumlah ternak yang dipetihara relatif kecil (dua sampai lima ekor) dan pola usahanya dapat digolongkan ke dalam pola pembibitan atau pembesaran; disamping itu umumnya tingkat pengetahuan petani peternak tentang aspek pakan cukup rendah (ANONIMOUS, 1993; PRASETYO et al., 1988) . Beragamnya produksi biologik domba tercermin pada besarnya variasi pada angka-angka yang termasuk komponen laju reproduksi induk dan produktivitas induk, diantaranya adalah : jumlah anak sekelahiran, mortalitas anak prasapih, selang beranak dan rataan berat sapih anak. Guna menunjang kebutuhan hidup pokok dan produksi ; utamanya bagi induk domba saat bunting dan laktasi mutlak diperlukan zat-zat gizi yang optimal, diantaranya adalah kandungan 621
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1997
energi dan protein yang terkandung "am ransum ternak. Kandungan protein yang tepat menvebabkan percepatan laju produksi biologik dan akan lebih tinggi dengan semakin meningkatnya kandungan energi ransum. Energi ransum dapat diformulasikan dalam satuan TDN . Kebutuhan TDN untuk domba di .daerah tropik berkisar antara 50% sampai 80% atau sekitar 250 gram sampai 600 gram intake TDN, tergantung pada berat badan dan atau status fisiologis domba (RANJHAN, 1981) . Antisipasi terhadap keragaman produksi biologik domba yang mengarah pada peningkatan produksi khususnya di pedesaan dapat dilakukan melalui pendekatan strategi dalam aspek pakan, utamanya dalam pembuatan formulasi ransum secara sederhana namun cukup bergizi yang mengacu pada satuan TDN . MATERI DAN METODE Percobaan dilaksanakan di kandang percobaan IPPTP Grati. Sebanyak 30 ekor DEG betina berumur 10 bulan (berat badan awal 21 kg) ditempatkan ke dalam kandang individu clan terbagi ke dalam. tiga perlakuan pemberian pakan, yaitu A= rumput Gajah (TDN 55%), B= rumput Gajah + daun gamal (TDN 65%) dengan imbangan 50% : 50%, daun gamal segar diberikan 12% dari berat badan induk; clan C= rumput Gajah + dedak gandum (TDN 75%), dedak gandum (wheat pollard) dibefkan dalam bentuk kering (sebanyak 1,5% berat badan) . Pemberian rtunput Gajah dalam bentuk cacahan (15-20 cm) clan masing-masing perlakuan mendapat tambahan mineral-mix sebanyak satu persen dari berat pakan . Adaptasi ternak terhadap ransum yang diberikan dilakukan selama 14 hari. Parameter yang diamati adalah : konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan TDN dan kecernaan semu BK, pertambal'ian berat badan dan keragaan produksi induk (jumlah anak sekelahiran, selang beranak, mortalitas anak pra-sapih dan berat sapiii anak). Rancangan percobaan yang digunakaan adalah Rancangan Acak Lengkap pola searah clan single covariate . HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan pertambahan berat badan Rataan konsumsi, konversi clan kecernaan semu bahan pakan pada masing-masing perlakuan tercantum dalam Tabel 1 . Tabel 1. Rataan konsumsi dan kecernaan semu bahan pakan pada masing-masing perlakuan Parameter Konsumsi (glltari) - bahan kering - protein kasar - TDN Konversi ransum Kecemaan semu bahan kering(%) a,b (P<0,01)
622
A
Perlakuan B
C
615,88a 60,42a 338,73a 32,14b
649,20a ' 95,33b 370,78a 29,59b
798,50b 102,90b 523,75b 18,02a
58,27
60,27
66,55
SorunarNasional Petemakandan iieieriner 1997
Data-dalam label I menyatakan bahwa 3eerjadi :pemngketan konsumsi;BK, PK,dan TDN-dari perlakuan A ke C, hal ini berarti perlakuan memberikan respon sangat nyata (P<0,01) terhadap peningkatan konsumsi clan kondisi ini ditunjang oleh kecemaan semu BK yang diindikasikan adanya peningkatan. Konsumsi TDN tertinggi dicapai pada perlakuan C, yakni 523,75 gam/hari atau bila dikonversikan ke berat badan metabolik adalah sebesar 53,39 g/kg BB°.'5. Jumlah ransum dalam perlakuan A hanya mampu dikonsumsi 338,73 g/hari atau sebesar 34,53 g/kg BB°,'`. Keadaan yang demikian secara teoritis dapat dijelaskan bahwa pada perlakuan C mempunyai nilai lebih dalam kecepatan laju'aliran digesta dalam saluran pengamaan clan mekanisme distensi yang terjadi . dalam rumen berasosiasi dengan laju aliran digesta . Pakan yang mempunvai kecernaan yang tinggi akan berakibat pada laju aliran digesta yang semakin tinggi, sehingga isi rumen cepat kosong clan temak akan berusaha meningkatkan konsumsi pakannya . Kondisi yang demikian ini jugs dipengaruhi oleh tingkat .palatabilitas ransum clan kesehatan ternak . Pertambahan berat badan (PBB) induk selama periode pengamatan diamati sampai menjelang partus pada setiap induk dalam masing-masing perlakuan . Berdasarkan basil analisis sidik ragam dengan pola single covariate ; dengan berat badan awal sebagai satu covariate, didapatkan basil bahwa PBB tertinggi dicapai pada perlakuan C, yakni sebesar 44,32 g/hari (label 2). Tabel 2. Rataan PBB DEG induk pada masing-masing perlakuan Perlakuan A B C
PBB (g/hari) 19,16 t 28,49a 21,94 t 10,52a 44,32 t 18,81b
a,b (P<0,05)
Data mengenai rataan PBB DEG-induk sebagaimana tercantum dalam Tabel 2, menunjukkan kisaran angka 19,6 sampai 44,32 g/hari. Hasil ini lebih .tinggi bila dibanding laporan MUSOFIE et al. (1990), bahwa DEG induk yang mendapat konsentrat dalam pakannya mempunyai PBB sebesar 28,57 g/hari sedangkan bila hanya mendapat hijauan saja, mengalami penurunan berat badan sebesar 6,92 g/hari . Adanya peningkatan TDN dalam pakan DEG induk dalam penelitian ini secara nyata mampu meningkatkan pertambahan berat badan clan seining dengan peningkatan konsumsi ternak. Keragaari produksi induk Pendapatin usaha ternak domba dapat ditingkatkan melalui penambahan ''skala usaha, meningkatkan . nilai jual per satuan produksi clan meninglcatkan produksi biologik. Tolok ukur usaha ternak domba dengan pola pembibitan atau pembesaran sebagaimana lazimnya di pedesaan, perlu dikaji melahii faktor-faktor yang mempenganihi produksi biologik induk. Data basil penelitian mengenai keragaan produksi induk pada masing-masing perlakuan tercantum dalam Tabel 3. Jumlah anak sekelahiran (litter size) pada perlakuan B menunjukkan angka tertinggi, yaitu 1,70 atau dapat dinyatakan cenderung menghasilkan anak kembar-2 . Hasil ini menggambarkan bahwa kandungan TDN 65% dalam ransum berpengaruh positif (P<0,05) terhadap peningkatan jumlah .anak sekelahiran . Hasil ini sesuai dengan laporan peneliti terdahulu (SETIADI clan SEjA'n, 623
SeminarNasional Peternakan dan Vetenner 1997
1992), bahwa dengan meningkatnya kualitas pakan, produktivitas nyata meningkat beriringan dengan meningkatnya jumlah anak yang dilahirkan . Jumlah anak sekelahiran dari seekor ternak lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan sifat prolifikasi (laju ovulasi dan jumlah anak sekelahiran) pads domba, yang secara dominan dipengaruhi oleh keberadaan gen FecJF, akan tetapi sejauhmana menguntungkan atau tidak, tergantung pada tingkat pakan dan pengelolaan induk (BRADFORD et al., 1991 ; SUBANDRIYO et al., 1994) . Tabel 3. Keragaan produksi induk pada masing-masing perlakuan Parameter Jumlah anak Sekelahiran (ekor) Berat sapih (kg) Selang beranak (bulan) Mortalitas anak pra-sapih
0,808 10,67 10,266 0,20
Perlakuan B .
C
1,706 10,70 8,08 8 0,20
1,10. 11,08 7,440,20
a,b (P<0,05)
Selang beranak merupakan jarak/waktu antara dua kelahiran yang terdiri dari lama bunting ditambah periode antara kelahiran clan kebuntingan yang lamanya bergantung pada lama periode an-oestrus post partum, disamping kegagalan kebuntingan clan faktor tatalaksana pemeliharaan . Hasil penelitian menunjukkan bahwa selang beranak DEG induk pada perlakuan B dan C lebih pendek dibanding perlakuan A (label 3). Keadaan ini mengindikasikan bahwa peningkatan kandungan TDN dalam ransum DEG induk berpengaruh positif (P<0,05) terhadap pemendekan selang beranak, yang berarti terdapat efisiensi waktu sebesar 21,25% sampai 27,84% atau sekitar 2,18 sampai 2,82 bulan . Namun dalam aplikasinya di lapangan ; faktor lain yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan efisiensi selang beranak adalah tersedianya pejantan dan pengetahuan tanda birahi oleh peternak ; mengingat tidak semua petemak mempunyai domba pejantan dan memiliki kemampuan yang baik dalam deteksi birahi. Tabel 4. Laju reproduksi induk, produktivitas induk, nilai gross margin dan B/C ratio pada masingmasing perlakuan Parameter Laju reproduksi induk Produktivitas induk (kg) Gross margin) (Rp/ekor/th) B/C ratio a,b,c (P<0,05) ') Swnber : GUNAWAN dan PAMUNUKAs (1996)
A 0;74°
P6rlakuan B 2,03b
7,898 -9,96 0,43
21,72` 2,36 1,06
C 1,426 15,73 6 1,70 1,03
Rataan berat sapih anak (umur tiga bulan) serta mortalitas anak pra-sapih pada masing-masing perlakuan tidak menunjukkan perbedaan. Berat sapih cenderung menurun dengan meningkatnya tipe kelahiran (ALRAWI et al ., 1982; INouNu, 1991) . Terkait dengan kemampuan reproduksi induk, rataan berat sapih yang dicapai sangat mendukung total berat sapih anak per induk per tahun . 624
seminarNational Fet~kan4mr .Yeteriner 1997
Namun .demikian permasalahan yang cukup menonjol pada induk yang berprolifikasi ggi adalah tingginya laju mortalitas akibat rendahnya berat lahir dan keterbatasan produksi susu induk. Laju mortalitas anak dalam penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan, yakni 0,20. Hasil ini lebih baik bila dibanding kondisi di lapangan, laju mortalitas anak mencapai 1,50 sampai 8,33 (ANONIMOUS, 1993). Hal ini mengindikasikan bahwa dengan tatalaksana pemeliharaan yang baik dapat menekan laju mortalitas anak pra-sapih. Data dalam Tabel 4 menyatakan laju reproduksi dan indeks prodavititas induk. Laju reproduksi induk diartikan sebagai rataan jumlah anak hidup waktu sapih pertahun dan merupakan ukuran reproduktivitas induk. Sedangkan ukuran produktivitas induk didapatkan dari hasil kali laju reproduksi induk dengan rataan berat sapih . Komponen penyusun laju reproduksi induk adalah rataan jumlah anak sekelahiran (L), laju mortalitas (M) dan selang beranak (SB). Secara matematis, laju reproduksi induk (LRI) dapat ditulis (GATENBY, 1986) sebagai berikut LRI=Lx(I-M)/SB LRI menyatakan reproduktivitas induk per tahun, maka satuan selang beranak dihitung dalam satuan tahun . Berdasarkan nilai rataan komponen penyusun LRI (Tabel 3), nampak bahwa LRI DEG pada perlakuan B adalah yang tertinggi (2,03) (Tabel 4), menurun di perlakuan C (1.42) dan di perlakuan A (0,74) . Tingginya LRI pada perlakuan . C dipengaruhi oleh angka jumlah anak sekelahiran. Oleh karena itu untuk mencapai LRI yang lebih tinggi, peternak dianjurkan untuk dapat meningkatkan jumlah anak sekelahiran melalui peningkatan kualitas pakan dan seleksi bibit serta tatalaksana pemeliharaan yang lebih baik. Dalam usaha ternak yang bersifat pembesaran (produksi anak) seperti layaknya di pedesaan, maka produktivitas induk (PI) berperan terhadap tingkat pendapatan yang akan dicapai (AMIR dan KNIPSCHEER, 1989) . Hasil perhitungan (Tabel 4) menunjukkan bahwa perkiraan produksi induk tertinggi adalah pads perlakuan B (21,72 kg) diikuti perlakuan C (15,73 kg) dan perlakuan A (7,89 kg). Keadaan yang demikian ditunjang oleh parameter ekonorni (nilai gross margin dan BIC ratio) bahwa perlakuan B menunjukkan,basil tertinggi dibanding perlakuan A dan C. Dengan demikian nampak bahwa pemberian sanstun dengan level TDN 65% yang berasal dari suplementasi daun gamal mampu memberikan keuntungan dan B/C ratio paling tinggi, sehingga lebih menguntungkan apabila diterapkan oleh peternak. SuBANDRIYO et al . (1994) menyatakan bahwa untuk meningkatkan PI petennak harus dapat menekan laju mortalitas par-sapih (<_ 5%), meningkatkan jumlah anak sekelahiran (<_ 1,6) memperpendek selang beranak (7-8) bulan dan meningkatkan berat sapih (zl l kg) . KESIMPULAN Peningkatan level TDN dalain ransum berpengaruh positif (P<0,01) terhadap konsumsi dan pertambahan berat badan DEG induk. Respon terbaik didapatkan pada pemberian ransum dengan level TDN 75%, akan tetapi pemberian ransum dengan level TDN 65% menunjukan pengaruh terbaik terhadap laju reproduksi dan peningkatan produktivitas induk (P<0,05) dan kondisi ini ditunjang oleh meningkatnya nilai gross margin dan B/C ratio. DAFTAR PUSTAKA F.S. NARANJO, S.I . SAm dan M.S. FARAG. 1982. Genetic and phenotypic estimates for growth traits in Awassi sheeps. Indian J. Anim . Sci . 52:897 .
ALRAwi, A.A .,
625
SeminarNasional Peternakan dan Feteriner 1997
Amm, P. dan H.C . KmPSCHEER . 1989 . Conducting on farm animal research : Procedure and Economic analysis . Winrock International Institute for Agric. Dev . Centre. Singapore; National Print. Ltd. ANommous . 1993': Penelitian Pengembangan Pemuliaan Domba Prolifik di Pedesaan . Laporan 1992/1993. P4N-Puslitbangnak. Bogor.' BRADFoRD, G.E ., 1. lNOUNtJ, L. MGuu, B. TIEsNAmuRTI dan D. L. THOmAs . 1991 . The prolifrcacy gene of javanese sheep. Dalam: J.M. Elsen, L. Bodin and J. Thimonier (Ed) . Major genes for Reproduction in Sheep . Second International Workshop, Tolouse, France, pp , 67-73. GATENBY, R.M: 1986. Sheep Production in the Tropics and Sub-Tropics : Tropical Agric. Series . . Longman, London and New York :
GuNAwAN dan D. PAMUNGKAS. 1996 . Keuntungan ekonomis suplementasi daun gamal dan dedak gandum dalam ransum DEG induk: Proc . Sem. Nas. I. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak . Fak. Peternakan . IPB . Bogor.
INOUNu, I. -1991 . Production Performance of Prolific Javanese Shepp. Master Thesis. Program Pascasarjana . IPB. Bogor. WARDHANI dan D.B . WDONO. 1990 . Pengaruh perbaikan pakan pada induk DEG bunting dan laktasi terhadap pertumbuhan anak hingga disapili . III. Penel. Ternak Grati. Sub Balitnak Grati . Vol.1. No . 1 .
MusoFIE, A., N.K .
PRASETYo, T. U. KUSNADidan SUBuiARTA. 1988 . Analisis keragaman produksi dan reporduksi domba di DAS Jratunseluna . Risalah Lokakarya Hasil Penel. Lahan Kering dan Konservasi di DAS Salatiga . P3HTA. Badan Litbangtan : RANJHAN, S. K. 1981 . Animal 'Nutrition in Tropics. Second Edition. Vikas Publish . House PVT Ltd. New Delhi, India. SETIADI, B. dan W.K . SEJATI .` 1991 Peningkatan produktivitas domba melalui seleksi genetik dan prolifikasi. Warta Penelitian dan Pengembanagn Pertanian. Deptan . Vol. XIV NoA SuBANDRIYo, B. SETIADI, T.D . S09DJANA dan P. SITORUS. 1994 . Produktivitas usaha ternak domba di pedesaan . ;J . Penel. Pet . Indonesia. Puslitbangnak. No . 1 .