PENGARUH KOMPETENSI SOSIAL GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR AGAMA BUDDHA SMP KELAS 1 di SEKOLAH EHIPASSIKO SCHOOL BUMI SERPONG DAMAI (BSD)
ARTIKEL OLEH ANAH SUSILAWATI NIM: 0250110010375
Disusun sebagai Tugas Akhir Di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten Jurusan Dharmacarya 2014
ABSTRAK
Anah Susilawati, 2014 Pengaruh Kompetensi Sosial Guru Terhadap Prestasi Belajar Agama Buddha SMP Kelas 1 Disekolah Ehipasiko School Bumi Serpong Damai. Skripsi jurusan Dhamacarya. Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten pembimbing I Drs. Anwar Aman, M.Si.,M.Pd.B dan pembimbing II Edi Ramawijaya Putra, M.Pd. Kata kunci : Kompetensi Sosial dan Prestasi Belajar Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh kompetensi sosial guru terhadap prestasi belajar agama Buddha. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode ex post facto. Populasi penelitian ini adalah siswa sekolah ehipassiko school sebanyak 71 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket kompetensi sosial yang disebar dalam kurun waktu 2 minggu, angket ini mengetahui prestasi belajar yang dimiliki oleh siswa ehipassiko school. untuk mengukur prestasi siswa. Kuesioner untuk mengukur persepsi mahasiswa tentang searching engine Google dan efektivitasnya, yang menggunakan skala Likert. Analisis data dengan menggunakan uji regresi sederhana dengan taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan pengaruh kompetensi sosial terhadap prestasi belajar pendidikan agama Buddha SMP di sekolah ehipassiko BSD. Akan tetapi pelajaran pendidikan agama Buddha merupakan pembelajaran sejarah agama Buddha dan pendidikan agama Buddha sangat penting untuk sekolah ehipassiko BSD. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pengaruh kompetensi sosial guru terhadap prestasi belajar agama buddha SMP kelas 1 di sekolah Ehipassiko bumi serpong damai BSD.
1. Pendahuluan Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya berhasil dalam meningkatkan prestasi belajar. Terbukti di Indonesia masih mengalami krisis pendidikan dengan hasil yang konsisten berada di peringkat bawah menurut beberapa riset internasional. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan Indonesia masih lemah dalam menciptakan individu yang berprestasi dalam belajar dikarenakan merosotnya moral manusia atau pengetahuannya. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini pendidikan di Indonesia belum terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, guru di tuntut untuk memiliki kemampuan dalam mengajar. Prestasi belajar agama Buddha menurun diakibatkan kurangnya pengetahuan guru dalam mengembangkan kompetensi sosial sehingga prestasi belajar agama Buddha menurun. Hal ini membuktikan banyaknya guru yang belum menerapkan kompetensi sosial yang kurang variatif dan membosankan terjadi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Solo. Kenyataannya sekarang kurangnya pengetahuan seorang guru pendidik dalam pengembangan prestasi belajar siswa dan tingkat pemahaman guru masih kurang. Hal inilah yang menjadi penghambat kelancaran proses pembelajaran dan menyebabkan peserta didik tidak mendapatkan hasil yang sesuai diinginkan oleh peserta didik. Rendahnya pendidikan diakibatkan kemerosotan moral manusia, sehingga guru tidak memahami kompetensi sosial. Inilah faktanya bahwa kompetensi sosial yang dimiliki guru dapat mempengaruhi prestasi yang didapatnya, maka dari itu guru harus mengetahui kompetensi sosial, agar guru dapat mempergunakankan kompetensi sosial yang
tepat dan efisien, serta peserta didik mampu untuk menyesuaikan dan memahami dalam proses belajar yang diberikan oleh guru dengan diterapkan kompetensi sosial guru maka prestasi belajar peserta didik meningkat, sehingga proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan pembelajar. Tenaga pengajar berperan penting dalam membimbing peserta didik. tanggung jawab yang harus dimiliki oleh guru dalam mengembangkan kompetensi sosial adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Serta teman sejawat dan tidak membedabedakan suku, ras, dan bahasa. Pendidik juga harus mampu menguasai kelas pada saat penyampaikan materi yang diajarkan pendidik. Tugas utama seorang guru yaitu mendidik, membimbing, mengajar, mengarahkan dan melatih perserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran sebagai guru agama Buddha. Pendidik harus memberi contoh yang baik kepada perserta didik dan mengembangkan etika atau norma-norma yang telah ditentukan dalam ajaran agama Buddha. Guru juga seharusnya mengetahui kemampuan peserta didiknya yang belum mengerti tentang materi yang diajarkan. Seorang guru mampu bersosialisasi dengan orang tua siswa dan kreatif dalam mengajar agar siswa tidak bosan dan jenuh ketika guru menyampaikan materi. Kompetensi sosial menjadi dukungan terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran dan setiap guru di tuntut untuk memiliki kompetensi sosial agar peserta didik mendapatkan hasil yang di inginkan. Tetapi kenyataannya sekarang
masih banyak guru yang belum menerapkan kompetensi sosial yang mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa. Berdasarkan fakta mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat (kompas 16 desember 2013, hal 14). Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan dituntut untuk maju dan berkembang. Namun, yang sering dijumpai adalah rendahnya mutu pendidikan disebagian besar sekolah. Nampaknya pendidikan yang ada masih sangat jauh dari yang diharapkan. Pembelajaran di dalam kelas yang menarik dan menyenangkan bagi peserta didik masih sulit ditemukan di sekolah-sekolah (Kompas, 18 Februari 2009). Guru yang patut dicontoh adalah guru yang telah terampil dalam pendidikan dan mempunyai pengetahuan yang luas dalam mengajar yang menjadi guru yang kreatif. walaupun tinggal di daerah terpencil, guru harus memiliki kompetensi untuk mengasah dan meningkatkan kulitas perserta didiknya agar mampu bersaing dengan anak-anak dari perkotaan. Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, teman sejawat/seprofesi, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat serta tidak membeda-bedakan suku, ras, dan bahasa. Kompetensi
sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Seorang guru tidak bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Di dalam permendiknas tersebut dirinci kompetensi inti guru dan kompetensi guru dalam mata pelajaran. Guru tidak bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan
sekitar
dalam
melaksanakan
pembelajaran.
Tidak
bersikap
diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi dan berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat mampu berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif. Adapun alasan pokok peneliti mengangkat permasalahan tersebut dari uraian permasalahan di atas. Pada kesempatan kali ini peneliti akan mencoba menguraikan salah satu pokok permasalahan yaitu pengaruh kompetensi sosial guru terhadap prestasi belajar agama Buddha. Kompetemsi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, teman sejawat/seprofesi, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat serta tidak membeda-bedakan suku, ras, dan bahasa. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Siswa memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik sebagaimana yang telah
diajarkan oleh gurunya, bisa dikatakan bahwa pendidikan yang dilakukan berhasil. Artinya bahwa seorang guru berhasil dalam memberikan pelayanan pendidikan terhadap anak didiknya. Kompetensi sosial guru di atas peneliti akan mencoba menguraikan pokok permasalahan yaitu: Kompetensi sosial adalah salah satu faktor yang tidak bisa dipinggirkan dalam mencapai suatu tujuan pendidikan.
11. PEMBAHASAN A. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam webster’s New Internasional Dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu“Achievement test a standardised test for measuring the skill or knowledge by person in one more lines of work a study” (Webster’s New Internasional Dictionary, 1951: 20) mempunyai arti kurang lebih prestasi adalah standart test untuk mengukur kecakapan atau pengetahuan bagi seseorang didalam satu atau lebih dari garis-garis pekerjaan atau belajar. Dalam kamus populer prestasi ialah hasil sesuatu yang telah dicapai. Adapun pengertian prestasi belajar menurut para ahli sebagai berikut: Menurut Drs.H.Abu Ahmadi menjelaskan pengertian prestasi belajar sebagai berikut: Secara teori bila sesuatu kegiatan dapat memuaskan suatu kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya. Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik nilai, pengakuan, penghargaan dan dapat secara
ekstrinsik (kegairahan
untuk menyelidiki,
mengartikan
situasi).
Disamping itu siswa memerlukan dan harus menerima umpan balik secara langsung derajat sukses pelaksanaan tugas nilai raport atau nilai test (Psikologi Belajar Drs.H Abu Ahmadi, dan Drs. Widodo Supriyono 151). Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian prestasi belajar ialah hasil usaha bekerja atau belajar yang menunjukan ukuran kecakapan yang dicapai dalam bentuk nilai. Sedangkan prestasi belajar hasil usaha belajar yang berupa nilai-nilai sebagai
ukuran kecakapan dari usaha belajar yang telah dicapai seseorang, prestasi belajar ditunjukan dengan jumlah nilai raport atau test nilai sumatif. Belajar adalah serangkaian kalimat yang terdiri dari dua kata, yaitu prestasi dan belajar, dimana kedua kata tersebut saling berkaitan dan diantara keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Oleh sebab itu, sebelum mengulas lebih dalam tentang prestasi belajar, terlebih dahulu kita telusuri kata tersebut satu persatu untuk mengetahui apa pengertian prestasi belajar itu. Menurut Djamarah prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi itu tidak mungkin diacapai atau dihasilkan oleh seseorang selama ia tidak melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh atau dengan perjuangan yang gigih. Dalam kenyataannya untuk mendapatkan prestasi tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi harus penuh perjuangan dan berbagai rintangan dan hambatan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan, kegigihan dan optimisme prestasi itu dapat tercapai. Para ahli memberikan interpretasi yang berbeda tentang prestasi belajar, sesuai dari sudut pandang mana mereka menyorotinya. Namun secara umum mereka sepakat bahwa prestasi belajar adalah “hasil” dari suatu kegiatan. Poerwadarminta berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakuakan, dikerjakan dan sebagainnya), sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Qohar berpendapat bahwa prestasi adalah apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan yang menyenangkan hati yang memperolehnya dengan keuletan dalam belajar, sementara Nasrun harahap mengemukakan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum tahun 1994, hal 22. Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang memperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individu maupun kelompok dalam bidang tertentu. Sementara belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan, dimana penyaluran dan pelatihan itu terjadi
melalui interaksi antara individu dan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun limgkungan social. Menurut Sardiman A.M belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa-raga, psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Sardiman 1994:22-23). Menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang merubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan tentang informasi menjadi kapabilitas baru. (Dimyanti, Mudjiono. 1999:10). Belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil dari belajar itu dapat berupa kapabilitas baru. Artinya, setelah seseorang belajar maka ia akan mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai sebagai akibat dari proses belajar tersebut. Menurut Hilgard dan Bower belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamanya yang berulang-ulang dalam situasi tertentu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu kewaktu sesudah ia mengalami situasi tadi.” Witherington juga mengemukakan belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian. Dari definisi di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa: Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah pada perubahan tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalaui latihan atau pengalaman dan perubahan itu relatif menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis. Hakekat belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu tersebut. Agar siswa mampu berprestasi, maka mereka harus memiliki kemampuan belajar. Adapun indikator kemampuan belajar bisa diperoleh melalui hasil tes belajar siswa. Bila hasil tes belajar siswa tinggi, maka ini merupakan suatu indikasi bahwa kemampuan belajar siswa tersebut tinggi. Setelah menelusuri definisi dari prestasi dan belajar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan dalan diri individu, yaitu perubahan tingkah laku. Dengan demikian, prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Ngalim, Purwanto 1988: 85-87). B. Prestasi Belajar Agama Buddha Sebagai guru agama Buddha harus menerapkan kompetensi sosial demi untuk mencapai prestasi belajar baik dalam mata pelajaran pendidikan agama Buddha. Pembabaran ajaran oleh Sang Buddha lebih banyak mengacu pada persoalan kehidupan sehari-hari. Dengan demikin, siswa-siswa dapat langsung mempraktikkan ajaran Buddha tersebut dalam kehidupan sehari-hari. C.
Pengertian Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan perserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Guru profesional juga memiliki kompetensi sosial yang dapat diandalkan. Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 3 butir dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan perserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut
diurikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurangkurangnya memiliki kompetensi untuk:
a. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat b. Menggunakan teknologi komunikasi dan dan informasi secara fungsional c. Bergaul secara efektif dengan perserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali perserta didik d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar Guru adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupan tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya, oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat. Sehubungan dengan itu, dalam bab ini dibahas secara khusus tentang kompetensi sisial, dengan harapan bahwa guru akan mampu memfungsikan dirinya sebagai makhluk sosial di masyarakat dan lingkungannya, sehingga mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan perserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan wali perserta didik, serta masyarakat sekitar. Kompetensi kepribadian yang harus dimiliki guru meliputi kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa yang menjadi teladan bagi siswa. Dengan adanya kompetensi kepribadian guru tentunya proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih efektif, karena sumber belajar tidak hanya terpaku pada materi-materi pembelajaran saja. Perlu diketahui perilaku seorang guru juga menjadi sumber teladan bagi perserta didik. Oleh karena itu, seorang guru dalam berperilaku harus sesuai dengan permendiknas No. 16/2007 kemampuan dalam standar kompetensi ini mencakup empat kompetensi yakni (1) bersikap inklusif dan bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,
dan status sosial ekonomi; (2) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dam masyarakat; (3) beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah republik indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya; (4) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain yang telah ditetapkan. Menurut Adam (dalam Martani & Adiyanti, 1991) kompetensi sosial mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi. Membangun kompetensi sosial pada kelompok bermain dapat dimulai dengan membangun interaksi di antara anak-anak, interaksi yang dibangun dimulai dengan bermain hal-hal yang sederhana, misalnya bermain peran, mentaati tata tertib dalam kelompoknya, sehingga kompetensi sosialnya akan terbangun. Kompetensi sosial merupakan salah satu jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh anak-anak dan pemilikan kompetensi ini merupakan suatu hal yang penting. Menurut Leahly (1985) kompentensi merupakan suatu bentuk atau dimensi evaluasi diri (self evaluation), dengan kompetensi yang dimilikinya. Ross-Krasnor (Denham dkk, 2003) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi, hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Bagi anak pra-sekolah, perilaku yang menunjukkan kompetensi sosial berkisar pada tugas-tugas utama perkembangan yaitu menjalin ikatan positif dan self regulations selama berinteraksi dengan teman sebaya. Dalam pandangan teoritis kompetensi sosial, terdapat dua fokus pengukuran yaitu pada diri atau orang lain, dalam hal ini adalah mengukur kesuksesan anak dalam memenuhi tujuan pribadi atau hubungan interpersonal anak. Beberapa pakar di bidang psikologi dan pendidikan berasumsi bahwa
kompetensi sosial merupakan dasar bagi kualitas hubungan antar teman sebaya yang akan terbentuk (Adam, 1983: 24). Keberhasilan untuk masuk dan menjadi bagian dari kelompok teman sebaya atau kompetensi dengan teman bukanlah hal yang mudah. Hal ini tidak diukur dengan menghitung banyaknya jumlah hubungan yang dilakukan seorang anak dengan anak-anak lainnya, apabila hubungan seorang anak sebagian besar dalam bentuk agresi atau asimetris terusmenerus (bersama anak yang selalu menjadi pengikut), hal ini tidak menunjukkan kompetensi sosial walaupun dia sering berinteraksi. Sebaliknya, terkadang bermain sendiri tidak berarti kurang berkompetensi sosial. Bermain sendiri berbeda dengan “sendirian” hanya berada di dekat kelompok tetapi tidak bergabung (Coplat dkk, dalam Sroufe dkk, 1996: 56). Kompetensi sosial adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon teman-temannya dengan perasaan positif, tertarik untuk berteman dengan teman-temannya serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap memberi dan menerima dalam berinteraksi dengan temannya (Vaughn dan Waters dalam Sroufe dkk, 1996: 58), dikarenakan anak-anak prasekolah lebih memilih teman bermain yang berperilaku proporsional (Hart dkk. dalam Papalia dkk, 2002: 42). Singkatnya,
individu
yang
berkompeten
mampu
menggunakan
keterampilan dan pengetahuan untuk melakukan relasi positif dengan orang lain (Asher dkk dalam Pertiwi, 1999: 23). Ford (Latifah, 2000: 22) memberi definisi lain namun tidak jauh berbeda mengenai kompetensi sosial yaitu tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu, dengan menggunakan caracara yang tepat dan memberikan efek yang positif bagi perkembangan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang
tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai.
D. Kompetensi Sosial Guru Pendidikan Agama Buddha Pengertian guru disebutkan dalam undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Bab XI Pasal 39 ayat 2, yang menyebutkan bahwa guru ialah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam psikologi pendidikan guru adalah tenaga pendidik yang tugas utamanya adalah mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta, rasa dan karsa siswa sebagai implementasi konsep ideal dalam mendidik. Weragoda Sarada Mahathera menyatakan bahwa guru adalah salah satu yang berperan sebagai orang tua kedua siswa (Ediyanto, 2007: 38). Dalam Anguttara Nikaya IV, 196 disebutkan bahwa: Seorang guru adalah orang yang mampu mengembangkan potensi siswa dan guru sangat berperan penting dalam mengembangkan prestasi siswa. Ia bimbang didepan orang banyak, materinya jelas, tidak ragu-ragu berbicara di depan kelas, dan tidak bingung atau marah menghadapi siswa. Jadi guru agama Buddha adalah orang yang pekerjaannya mengajari orang lain yang memiliki kemampuan pribadi dan patut dicontoh sehingga mampu membuat orang lain belajar hingga terjadi perubahan pada diri orang yang belajar baik disekolah atau bukan disekolah tentang suatu ilmu pengetahuan atau tentang keterampilan dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Buddha sebagai wujud pengamalan pancasila dilingkungan umat Buddha.
Standar nasional pendidikan antara lain dengan mengamanatkan kepada seluruh pendidik untuk memenuhi standar pendidik dan tenaga kependidikan. Adapun syarat atau ketentuan untuk menjadi guru di Indonesia adalah, harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. Kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan anak usia dini. Sebagai seorang pendidik profesional maka guru dituntut untuk menguasai substansi kajian yang mendalam, dapat melaksanakan pembelajaran yang mendidik, kepribadian, dan memiliki komitmen dan perhatian terhadap perkembangan peserta didik. E. Hasil penelitian yang relevan Penelitin yang dilakukan oleh Eko Supraptono (2008); menyimpulkan bahwa kompetensi sosial mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat, teman sebaya, dan guru. Penelitin yang dilakukan oleh Dahman Darjat (2009); menyimpulkan bahwa Peningkatan kompetensi sosial guru untuk mengembangkan prestasi belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Hendri Joprison (2009) menyatakan “Seorang guru harus memiliki kecakapan dalam proses interaksi belajar mengajar. Dari dasar itu diperlukan kompetensi sosial guru dalam mempersiapkan tahapan-
tahapan kegiatan belajar mengajar. Kompetensi sosial guru dalam hal ini tidak hanya berperan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa agar lebih aktif dan gairah dalam belajar. Guru merupakan sentral dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, interaksi antara guru dan anak didik merupakan kegiatan yang dominan. Kegiatan itu melibatkan komponen-komponen yang antara satu dengan yang lainnya saling menyesuaikan dan menunjang dalam pencapaian tujuan belajar bagi anak didik. F.
Hipotesis Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
penelitian yang kebenarannya masih lemah, sehingga harus di uji secara empiris. Ada dua hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini: (1) Hipotesis nol disingkat dengan Ho. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Rumusan hipotesis nol: H0 : “ada pengaruh kompetensi sosial guru terhadap prestasi belajar siswa SMP Ehipassiko BSD mata pelajaran pendidikan agama Buddha”. (2) Hipotesis alternative, disingkat dengan Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok. Rumusan hipotesis kerja: Ha : “Ada pengaruh kompetensi sosial terhadap prestasi belajar mata pelajaran pendidikan agama Buddha di sekolah Ehipassiko BSD.
111. PENUTUP Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan metode Ex Post Facto yaitu penelitian yang menggunakan pengukuran sesudah kejadian. Penelitian ex post facto bertujuan untuk melacak kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu. Metode ini digunakan karena penelitian ini berusaha untuk menemukan ada tidaknya “Pengaruh Kompetensi Sosial Guru Terhadap Prestasi Belajar Agama Buddha SMP Kelas 1 Ehipassiko School BSD” A. Simpulan Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kompetensi sosial guru terhadap Prestasi Belajar agama Buddha SMP Kelas 1 di Sekolah Ehipassiko School Bumi Serpong Damai (BSD) Semakin tinggi kompetensi sosial guru, maka akan semakin tinggi prestasi siswa. B. Implikasi Hasil penelitian ini secara umum menyimpulkan bahwa hubungan kompetensi sosial guru dengan prestasi belajar siswa terdapat hubungan fungsional linear positif searah. Hal ini membawa implikasi bahwa untuk memprediksikan prestasi siswa harus diperhitungkan kompetensi sosial guru. Guru sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap usaha pendidikan dengan pengajaran. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pembelajaran, khususnya mengenai masalah kurikulum dan peningkatan sumber daya yang dimiliki oleh siswa yang dihasilkan oleh
pembelajaran yang sering bermuara pada faktor kemampuan guru. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru dituntut untuk senantiasa berperan aktif dan eksis dalam dunia pendidikan. Sehubungan dengan prestasi belajar siswa, keahlian dan kepribadian guru merupakan salah satu faktor yang sangat berperan sekaligus menjadi loncatan bagi siswa untuk meraih keberhasilan khususnya prestasi baik dari segi analisis maupun kemampuan mendayagunakan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Adapun konsekuensi tersebut adalah sebagai berikut: a.
Untuk Guru Dari hasil penelitian yang diketahui bahwa tidak ada pengaruh kompetensi
sosial terhadap prestasi belajar, maka guru harus memikirkan bagaimana cara menentukan metode yang sesuai dalam proses pembelajaran pendidikan agama Buddha. b.
Untuk Siswa Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka siswa dituntut untuk belajar
dengan berbagai metode supaya mereka bisa mengikuti proses belajar dengan baik sehinnga prestasi yang memuaskan dapat dicapai. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis memberikan saran, diantaranya yaitu: Kompetensi sosial guru sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar untuk menciptakan hal tersebut guru-guru perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam belajar mengajar, baik atas inisiatif sendiri maupun prakarsa pihak-pihak lain yang terkait.
Bahwa prestasi belajar siswa diperoleh dari adanya usaha yang dilakukan dalam aktivitas belajar, dimana usaha yang dilakukan tersebut bukan hanya semata-mata dari pribadi siswa tersebut, tetapi harus melibatkan pihak-pihak lain, dimana pihak yang terlibat dalam hal ini yaitu guru dan orang tua sebab dengan keterlibatan orang tersebut akan memberikan nilai tambah pada usaha seseorang untuk mencapai prestasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA Dimyati, Mudjiono.1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djalali.Puji Muljono.2007.”Pengukuran dalam Bidang Pendidikan”. Jakarta: PT Grasindo. Elizabeth, Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Herdiansyah, Haris. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Salemba Humanika. Hasan, M.Ikbal. 2002. Metodologi Penelitian. Bogor : Ghalia indonesia. Jakarta Pos. 19 Desember, 2013. Guru Dituntut Kreatif Dalam Pembelajaran, hlm.12. Mulyasa .2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. .2012. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Masidjo.2010.”Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah”. Yogyakarta: Kanisius. Ngalim, Purwanto. 1988. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. Payong, Marselis.R.2011.Sertifikasi Profesi Guru. Ruteng, Plores, Medio: PT Indeks Jakarta. Purwanto, Ngalim.1988. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung:Alfabeta. Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Sadiman, Arief, S. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Semarang Pos. 16 Desember, 2013. Berprestasi di Penelitian, hlm.14. Sardiman. 1994. Interaksi dan Motivasi mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tim Penyusun.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tim penterjemah. 2008. Paritta Suci. Jakarta: Yayasan Sangha Theravada Indonesia. Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah.2001.”Penelitian Kuantitatif”. Bandung: Alfabeta.cv. Usman Uzer.2010.Menjadi Guru Profesional.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. W.Gulo.2002.”Metode Penelitian”. Jakarta: PT Grasindo.