PENGARUH KOMITMEN PEMIMPIN TERHADAP KEBERHASILAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA Rani Rahman1 ABSTRACT The objective of the research was to know how the influence of the leader commitment to success of achievement of performance-base budgeting. The research method used in this study was case study of the Local Governments in East Priangan. The data collecting was carried out by field research and library research. The research instruments used in this study were: observation, interview, and questionnaire. The tool of the analysis used in this research was correlation coefficient and determination coefficient. From result of this research obtained Ho refused and Ha accepted, thereby can be concluded that the leader commitment have an effect to performance-base budgeting Keywords : The Leader Commitment and Performance-base Budgeting
LATAR BELAKANG Tatcherism adalah konsep yang dipelopori oleh Inggris yang kemudian diekspor ke Amerika Serikat menjadi ‘Reinventing Government’. Konsep ini merupakan bentuk reformasi manajemen sektor publik yang menghendaki pemerintah
yang
efektif,
efisien
dan
akuntabel
sehingga
dapat
merealisasikan prinsip-prinsip pemerintahan dan pengelolaan yang baik. Dalam konsep ini, pemerintah tidak berperan aktif dan relatif minim dalam menyediakan pelayanan publik (sebagai enabler).
Hal ini merupakan
konsekuensi semakin tingginya peran serta masyarakat dan sektor swasta. Dalam konsep ini, sehubungan dengan pengelolaan keuangan daerah merupakan pengelolaan anggaran (APBD), APBD yang berisikan anggaran pendapatan yang antara lain adalah pendapatan asli daerah , dan dana perimbangan. Anggaran belanja mencakup antara lain belanja administrasi dan umum, belanja operasional dan pemeliharaan, dan belanja modal. APBD 1
Staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi, email:
[email protected]
agar dikelola dengan baik memerlukan alat yaitu akuntansi. Akuntansi digunakan pada tahap keberhasilan anggaran agar anggaran tersebut dapat dikendalikan. Tahap keberhasilan anggaran merupakan siklus yang penting dalam pengelolaan anggaran, hal ini dikarenakan agar keberhasilan APBD tidak mengalami penyimpangan dari tujuan semula. Dari pengelolaan anggaran yang baiklah dapat tercipta akuntabilitas publik yang tinggi. Permasalahan tersebut merupakan kesulitan yang dialami oleh seluruh Pemerintahan Daerah di Indonesia dalam pengelolaan APBD dengan pendekatan kinerja yang saat ini masih terus disempurnakan agar dapat memenuhi peraturan perundangan yang berlaku agar bisa tercapai transparansi dan akuntabilitas publik dan terwujudnya Good Governance. Anggaran kinerja menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang diinginkan. Melalui proses anggaran kinerja, pemerintah kota/kabupaten menetapkan keluaran dan hasil dari masing-masing program dan pelayanan. Kemudian pemerintah daerah dapat membuat target untuk pencapaiannya. Usulan anggaran dipresentasikan oleh Walikota/Bupati kepada DPRD berdasarkan
target
yang
telah
diproyeksikan.
Data
perbandingan
memungkinkan DPRD untuk mengerti hasil yang akan dicapai melalui tingkatan pengeluaran yang berbeda. Dengan demikian pengeluaran dapat diprioritaskan dan unit kerja dapat bertanggung jawab terhadap hasil (outcome). Dalam menyusun Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) perlu diperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, aktivitas utama dalam penyusunan ABK, peranan legislatif, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBD, dan penggunaan ASB. 1. Prinsip-Prinsip Penganggaran 1) Transparansi dan akuntabilitas anggaran 2) Disiplin anggaran 3) Keadilan anggaran 4) Efisiensi dan efektifitas anggaran
5) Disusun dengan pendekatan kinerja Konsep Performance Based Budgeting (PBB) merupakan paradigma baru dalam sistem penganggaran kinerja sektor publik, yaitu anggaran kinerja yang berbasis autput kinerja dan meningkatkan pertanggungjawaban keuangan (akuntabilitas). Implementasi dari konsep performance based budgeting dapat berbeda-beda tergantung dari tipe pengukuran yang digunakan. Jika PBB adalah output oriented maka fokusnya adalah pengembangan
pelayanan
jasa. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Hari Budiman (2003) mengenai
Pengaruh
Keberhasilan
Otonomi
Daerah
Dan
Efektivitas
Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Hasilnya adalah terdapat hubungan antara keberhasilan Otonomi Daerah dan efektivitas penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, dan terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial maupun simultan antara keberhasilan Otonomi Daerah dan efektivitas penerapan Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah terhadap
pengelolaan APBD. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan mengenai komitmen pemimpin terhadap keberhasilan anggaran berbasis kinerja sedangkan manfaat yang diharapkan dapat dicapai adalah sebagai sumbangan pemikiran dan acuan dalam menentukan kebijaksanaan operasional yang berhubungan dengan penyelenggaraan tentang keberhasilan penganggaran berbasis kinerja. . TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Komitmen Pemimpin Setelah pembentukkan
lebih
dari
komitmen
30
tahun
pemimpin,
melakukan Dessler
penelitian
berkesimpulan,
terhadap bahwa
komitmen yang tinggi hanya dapat dicapai melalui suatu pendekatan yang
komprehensif, yang melibatkan berbagai pendekatan dan sistem manajemen “multifacet” yang terintegrasi serta didukung oleh kebijakan-kebijakan serta program aksi yang kongkret (Dessler, 1999:65). Dari aspek bentuk suatu komitmen, Morgan dan Hunt (1994) dalam Wetzels menyatakan, bahwa komitmen pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan pikiran seseorang dalam berhubungan dengan pihak lain, komitmen sperti ini disebut sebagai “affective commitment”. Bentuk kedua dari komitmen adalah “calculative comittment” yaitu komitmen yang muncul dari evaluasi kognitif seseorang, sebagai hasil dari perhitungan untung-rugi, kalah-menang, lebih-kurang, manfaat atau pengorbanan. Suatu komitmen kalkulatif (calculative commitment) akan tetap bertahan, manakala biayabiaya internal relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan biaya-biaya eksternalnya
(Wetzels,1998:409).
Sementara
itu,
Jacobsen
dengan
mendasarkan kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Porter (1974), Steers (1997) dan Meyer (1991) membagi komitmen ke dalam dua bagian yang sedikit berbeda dengan Wetzels, yaitu “affective commitment” atau “attitudinal commitment” dan “behavioural commitment” atau “continuance commitment” (Jacobsen,2000:188). Sedangkan dari aspek proses/tahapan pembentukannya, komitmen dapat dibedakan menjadi tiga, masing-masing yaitu: (1) compliance commitment, yaitu individu yang mengadaptasi perilaku dan sikap yang tertentu untuk memperoleh imabalan tertentu pula, kemudian (2) identification commitment, dimana sikap dan perilaku disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh pihak ketiga, dan (3) internalisation, dimana para individu mengadaptasi perilaku tertentu karena isinya selaras dengan sistem-nilai para individu yang bersangkutan (Durkin,1999:127). Pendapat yang sama disampaikan oleh Steers yang juga membagi komitmen ke dalam tiga tingkatan proses, masing-masing: (1) compliance; (2) identification; (3) internalization (Steers,1996:374). Sedangkan menurut Hocutt, komitmen terbentuk melalui empat tahapan yang ada, masing-masing yaitu : (1)
awareness
;
(2)
exploration;
(3)
expantion;
dan
(4)
comitment
(Hocutt,1998:196). Dari berbagai penelitian para ahli terdahulu diketahui adanya hubungan langsung yang cukup erat antara keunggulan bersaing suatu pemerintah dengan tingginya komitmen pemimpin dari pemerintah yang bersangkutan (Thornhill,1996:14). Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Caruana (1998.110) berhasil membuktikan bahwa rendahnya komitmen pemimpin akan berakibat buruk bagi organisasi, a1. dengan semakin memburuknya kinerja akibat dari semakin rendahnya kualitas pelayanan serta tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Kebenaran hasil penelitian ini dikuatkan oleh hasil penelitian Dessler (1999:58) yang menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki komitmen tinggi memiliki nilai absensi yang rendah dan memiliki masa bekerja yang lebih lama dan cenderung untuk bekerja lebih keras serta menunjukkan prestasi yang lebih baik. Tingginya komitmen para pemimpin tersebut di atas terlepas dari rasa “percaya” pemimpin akan baiknya perlakuan manajemen terhadap mereka, yaitu
adanya pendekatan manajemen terhadap sumber daya manusia
sebagai aset berharga dan tidak semata-mata sebagai komoditas yang dapat dieksploitasi sekehendak manajemen (Dessler,1999:63). Dan hal yang tidak dapat dibantah oleh seluruh kalangan ahli berkaitan dengan komitmen ini adalah bahwa bagaimanapun komitmen kepada kair, pekerjaan dan organisasi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari para pemimpin itu sendiri (Bashaw dan Grant,1994 dalam Boyle,1997:356). Penelitian yang dilakukan oleh Ostroff (1998:228) menunjukkan bahwa komitmen pemimpin yang tinggi tehadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya bermanfaat setidaknya bagi tiga pihak yaitu : (1) pekerjaan itu sendiri, yang melaksanakan pekerjaannya dengan senang hati;
(2) pelanggan yang lebih puas dengan pelayanan yang diberikan dengan senang hati dan ketulusan; serta (3) pemerintah itu sendiri yang akan menikmati peningkatan perolehan pendapatan dan reputasi yang positif. Berkaitan dengan komitmen dari seseorang pemimpin, penelitian yang dilakukan oleh Baron (1990:173) menyimpulkan bahwa komitmen sangat ditentukan oleh tiga hal, sebagai berikut : (1) Semakin tinggi tingkat tanggung jawab dan otonomi yang diberikan kepada seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, semakin menarik suatu pekerjaan bagi seseorang dan akan semakin tinggi komitmennya; (2) semakin terbukanya kesempatan bekerja di tempat lain, atau semakin terbukanya
alternatif
pekerjaan
lain,
akan
berakibat
pada
semakin
rendahnyakomitmen pemimpin; dan (3) sifat-sifat seseorang, seperti tingkat rasa puas pada pekerjaan yang ada saat ini, berpengaruh pada tingkat komitmennya; (4) situasi organisasi, seperti kedekatan atau kebaikan pimpinan mampu membuat komitmen pemimpin menjadi tinggi, demikian halnya dengan organisasi terhadap tingkat kesejahteraan, dan lain sebagainya.
Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja. Dalam Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja (Revisi) disebutkan bahwa penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan”. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004, serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara telah menetapkan penggunaan pendekatan penganggaran berbasis prestasi kerja atau kinerja dalam proses peyusunan anggaran. Penganggaran berbasis kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai. Beberapa penulis menggunakan istilah yang berbeda untuk penganggaran berbasis kinerja ini. Definisi PBK yang diungkapkan oleh Negara Bagian Maine, Amerika Serikat dalam Smith (1999) yang dialih bahasakan oleh Mardiasmo adalah bahwa anggaran kinerja menghubungkan pengeluaran dengan hasil. PBK mengalokasikan sumber daya didasarkan pada pencapaian outcome yang dapat diukur secara spesifik. Outcome didefinisikan melalui proses perencanaan strategis yang mempertimbangkan isu kritis yang dihadapi lembaga, kapabilitas lembaga, dan masukan dari stakeholder. Mardiasmo (2002:84) mendefinisikan anggaran berbasis kinerja yaitu anggaran dengan pendekatan kinerja mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Dampak penerapan metoda pengganggaran berbasis kinerja adalah: 1) Muncul kebutuhan penyimpanan data, baik itu berupa data kualitatif maupun kuantitatif, baik berupa finansial maupun non finansial, karena data akan diolah menjadi informasi, untuk menentukan indikator (ukuran), serta untuk mengevaluasi dan mengambil keputusan pengalokasian dana yang lebih objektif. 2) Muncul kebutuhan mengukur output dan input, serta kelayakan jenis indikator. 3) Biaya yang dikeluarkan lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan oleh si pengguna anggaran, bukan menekankan pada jumlah anggaran yang terpakai. 4) Dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengidentifikasi indikator dan mampu menganalisis biaya dan data.
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
Prinsip-Prinsip Penganggaran Berbasis Kinerja 1) Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran 2) Disiplin anggaran 3) Keadilan anggaran 4) Efisiensi dan efektifitas anggaran 5) Disusun dengan pendekatan kinerja
Aktivitas Utama dalam Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Aktivitas utama dalam penyusunan ABK adalah mendapatkan data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Proses mendapatkan data kuantitatif bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengertian tentang berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Perolehan dan penyajian data kuantitatif juga akan menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis. Sedangkan proses pengambilan
keputusannya
melibatkan
setiap
level
dari manajemen
pemerintahan. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan tersebut akan sangat tergantung pada data tentang target kinerja yang diharapkan dapat dicapai.
Peranan Legislatif dalam Penyusunan Anggaran Alokasi anggaran setiap program di masing-masing unit kerja pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Prioritas dan pilihan pengalokasian anggaran pada tiap unit kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi diantara bagian dalam lembaga eksekutif dan legislatif. Dalam usaha mencapai kesepakatan, seringkali keterkaitan antara kinerja dan alokasi anggaran menjadi fleksibel dan longgar namun dengan
adanya ASB, alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Berdasarkan kesepakatan tersebut pada akhirnya akan ditetapkanlah Perda APBD.
Siklus Perencanaan Anggaran Daerah Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsurunsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha. 2) DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. 3) Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD. 4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD. 5) RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
6) Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya. 7) Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. 8) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Tahapan penganggaran di atas dapat diringkas seperti pada gambar berikut: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
Kebijakan Umum APBD
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
Rancangan Perda APBD
Perda APBD
Gambar : Proses Penyusunan Rancangan APBD
METODE PENELITIAN Yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah komitmen pemimpin yang diukur dengan Sistem Manajemen Berkualitas (TQM) dan Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja. Subjek dari penelitian ini adalah dengan unit analisis para pelaksana dari perangkat daerah yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tiga lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Wilayah Priangan Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan survey. Rancangan
pengujian hipotesis ini dimulai dengan penetapan
hipotesis, pemilihan test statistik serta penetapan tingkat signifikan. Pada penetapan tidaknya
hipotesis, yang akan diuji dimaksudkan untuk melihat ada hubungan
yang
berkaitan
antar
variabel-variabel
penelitian
hipotesis yang akan digunakan adalah : Ho : rs < 0 artinya Komitmen pemimpin tidak berpengaruh
terhadap
Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja. Ha : rs > 0 artinya
Komitmen
pemimpin
berpengaruh
terhadap
Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja.
HASIL PENELITIAN
Komitmen Pemimpin Variabel komitmen pemimpin adalah variabel independen dimana kuesioner sesuai indikator penelitian, dikembangkan pertanyaan sebanyak 11 item pertanyaan. Hasil pengujian validitas, sebagaimana dapat dilihat pada lampiran, menunjukkan bahwa nilai r untuk setiap item pertanyaan adalah sebagai berikut :
Tabel : Hasil Pengujian Validitas Skor jawaban variable Komitmen Pemimpin No r Hitung r Pembanding Kesimpulan 1 0,352 0,30 VALID 2 0,460 0,30 VALID 3 0,536 0,30 VALID 4 0,422 0,30 VALID 5 0,309 0,30 VALID 6 0,395 0,30 VALID 7 0,538 0,30 VALID 8 0,535 0,30 VALID 9 0,533 0,30 VALID 10 0,583 0,30 VALID 11 0,574 0,30 VALID r Tertinggi
0,583
r Terendah
0,309
Sumber : Lampiran, hasil pengolahan computer SPSS ver 11.0 Dari hasil tersebut, semua item pertanyaan valid semua dan dilanjutkan dalam pengolahan selanjutnya. Sedangkan hasil pengujian reliabilitas kuesioner variable Komitmen Pemimpin menunjukkan bahwa sebagai berikut :
Variabel r Alpha r Pembanding Kesimpulan X 0, 7420 0,70 Reliable Sumber : Lampiran, hasil pengolahan computer SPSS ver 11.0
Dari hasil tersebut, semua item pertanyaan untuk variabel Komitmen Pemimpin ternyata valid dan reliable.
Variabel Keberhasilan Anggaran Berbasis Kinerja Variabel Keberhasilan Anggaran berbasis Kinerja adalah variabel antara, dimana dalam kuesioner sesuai indikator penelitian, dikembangkan pertanyaan sebanyak 23 item pertanyaan. Hasil pengujian validitas, sebagaimana dapat dilihat pada lampiran, menunjukkan bahwa nilai r untuk setiap item pertanyaan adalah sebagai berikut :
Tabel : Hasil Pengujian Validitas Skor Jawaban Variabel Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja r Hitung
r Pembanding
Kesimpulan
1
0,341
0,30
VALID
2
0,630
0,30
VALID
3
0,330
0,30
VALID
4
0,396
0,30
VALID
5
0,370
0,30
VALID
6
0,689
0,30
VALID
7
0,641
0,30
VALID
8
0,428
0,30
VALID
9
0,519
0,30
VALID
10
0,429
0,30
VALID
11
0,501
0,30
VALID
12
0,405
0,30
VALID
13
0,752
0,30
VALID
14
0,579
0,30
VALID
15
0,667
0,30
VALID
16
0,420
0,30
VALID
17
0,336
0,30
VALID
18
0,425
0,30
VALID
19
0,540
0,30
VALID
20
0,565
0,30
VALID
21
0,685
0,30
VALID
22
0,660
0,30
VALID
23
0,558
0,30
VALID
r Tertinggi
0,752
r Terendah
0,330
Sumber : Lampiran, hasil pengolahan computer SPSS ver 11.0 Sedangkan hasil pengujian reliabilitas kuesioner variabel Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja menunjukkan bahwa sebagai berikut : Variabel Y
r alpha 0,8898
r Pembanding 0,70
Kesimpulan Reliable
Sumber : Lampiran, hasil Pengolahan computer SPSS ver 11.0 Item pertanyaan untuk variable Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja ternyata valid dan reliable.
Pengujian Hipotesis Berdasarkan hipotesis yang penulis paparkan menunjukkan bahwa komitmen
pemimpin
berpengaruh
signifikan
terhadap
keberhasilan
penganggaran berbasis kinerja, karena itu hipotesis penelitian ditetapkan sebagai berikut : Ho : rs 0 Komitmen Pemimpin tidak berpengaruh terhadap Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja. Ha : rs ≥ 0 Komitmen Pemimpin berpengaruh
terhadap
Keberhasilan
Penganggaran Berbasis Kinerja. Pengujian satu arah yang dilakukan menggunakan Kriteria Ho ditolak jika z hitung > z tabel atau Ha diterima. Hasil uji menggunakan SPSS ditujukan bahwa nilai yang diperoleh zhitung sebesar 1,591 dengan tingkat signifikansi 0,05. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil ini adalah Ho ditolak karena nilai signifikansi yang diperoleh (0,05) lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang dipersyaratkan yaitu 0,05, dengan demikian hipotesis bahwa Komitmen Pemimpin berpengaruh terhadap Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja dapat diterima.
Besarnya Pengaruh Komitmen Pemimpin Terhadap Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, pemerintah daerah sudah mempunyai dokumen perencanaan strategis atau perencanaan kinerja yang akan diterapkan dimana sebagai seorang pemimpin di suatu unit organisasi sebagai pelaksananya oleh karena itu maka terdapat hubungan
yang erat antara perencanaan kinerja dan anggaran kinerja, karena anggaran kinerja disusun untuk memberikan atau mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan perencanaan kinerja. Sehingga komitmen pemimpin yang baik akan selalu bekerja dengan penuh tanggungjawab dan selalu melalukan controlling terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh anggota (organisasi) bawahannya karena komitmen pemimpin akan terlaksana dengan baik jika hubungan (komunikasi) antara pemimpin dengan bawahannya tetap terjaga dan terus bekerjasama. Keberhasilan anggaran berbasis kinerja adalah cerminan dari kinerja pemimpin dalam menjalankan komitmennya. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian di atas, maka untuk mengetahui
pengaruh
Komitmen
Pemimpin
terhadap
Keberhasilan
Penganggaran Berbasis Kinerja, penulis menggunakan Program SPSS ver 11.0 dan dari hasil pengolahan SPSS diperoleh nilai r2 (r square) adalah sebesar 0,049 atau 4,9 % artinya bahwa hanya sebesar 4,9 % Komitmen Pemimpin berpengaruh terhadap Keberhasilan Penganggaran Berbasis Kinerja dan sisanya 95,1 % dipengaruhi faktor lain. Di mana faktor lain ini disebabkan oleh faktor budaya dan faktor politik yang ada dalam lingkungan organisasi pemerintahan. Setelah menganalisa hasil perhitungan tersebut ternyata komitmen pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap keberhasilan penganggaran berbasis kinerja berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini dipertegas lagi oleh penelitian yang dilakukan oleh Draft (1989) dan A.R. Kadir (2001) yang menunjukkan bahwa komitmen dapat dipengaruhi dan dibentuk oleh budaya yang ada di organisasi (Turner, 1997: 111). Pendapat ini sesuai dengan hasil penelitian Murley, yang menyatakan bahwa komitmen dan motivasi sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang ada di dalam suatu pemerintah (Murley,1997:445). Kedua pendapat di atas dikuatkan pula oleh Scott(1987) yang menyatakan bahwa budaya pemerintah yang kuat akan mampu membentuk suatu sistem yang
dipercaya dan mampu manaikkan komitmen para pemimpin yang terlibat di dalamnya (Wilson,1997:163).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh komitmen pemimpin terhadap
keberhasilan
penganggaran
berbasis kinerja
dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut : Komitmen pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap keberhasilan penganggaran berbasis kinerja. Dimana komitmen pemimpin yang mempengaruhi keberhasilan penganggaran berbasis kinerja dipengaruhi pula oleh nilai-nilai budaya yang ada di dalam suatu pemerintah sehingga budaya tersebut akan mampu membentuk suatu sistem yang dipercaya dan mampu menaikkan komitmen pemimpin yang terlibat terhadap keberhasilan penganggaran berbasis kinerja.
Saran Keterbatasan pada penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dalam penelitian berikutnya adalah sebagai berikut : 1. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan sampel dari beberapa Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kota. Dengan pengambilan sampel yang berasal dari beberapa Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kota tersebut diharapkan dapat membandingkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh seorang Kepala Daerah maupun Kota serta dari hasil analisis akan memiliki pengaruh yang signifikan. 2. Untuk Pemerintah Daerah dan Kota diharap untuk terus berperan aktif dalam melakukan pendidikan dan pelatihan kepada sumber daya manusianya agar lebih memahami perubahan-perubahan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
3. Menambah jumlah variabel independen yang diteliti sehingga akan ditemukan
variabel
lainnya
yang
mempengaruhi
keberhasilan
penganggaran berbasis kinerja yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA Arawati, Agus., 2004, TQM as a Focus for Improving Overall Service Performance and Customer Satisfaction : an Empirical Study on a Public Service Sector in Malaysia, Total Quality Management & Business Excellence Abingdon : Jul/Aug 2004, Vol. 15, Iss. 5,6, p. 615-628. Abdul Halim. 2002 . Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah . Edisi Pertama. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Abdul Halim. 2002. Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah : Akuntansi Dan Pengendalian Keuangan Daerah . Edisi Pertama. Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta.. Bricknell, G., 1996, Total Quality Revisited, Management Series, Vol. 40 No. 1, pp.18- 20 Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan RI. 2002. Seminar “Setahun Implementasi Kebijaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta. Goetsch, David L., and Davis B. Stanley, 2000, Quality Management : Introduction to Total Quality Management for Production, Processing, and Services, Third Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Glynn,J.J. 1993. Public Sector Financial Control and Accounting. 2nd Ed. Oxford: Blackwell. Hendry Yujana, Akuntansi Pemerintahan (Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI,1992) LAN, Modul: Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Edisi Kedua),Jakarta.(2004). Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama.Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Masri Singarimbun dan Sofian Efendi. 1985 . Metode Penelitian Survai. LP3ES Jakarta Menteri Otonomi Daerah dan PAU-Studi Ekonomi UGM. 2000. Teknik penganggaran Keuangan. Yogyakarta Mohammad Nazir. 1999 . Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. Peraturan Mendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Tim Evaluasi Dan Percepatan Pelaksanaan Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah. 2001. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah. Vincent Gasperz.1991 . Teknik Penarikan Contoh untuk Penelitian Survei. Tarsito. Bandung. Wajong, J. 1962. Administrasi Keuangan Daerah. Cetakan Keempat. Penerbit ICHTIAR. Jakarta.