i
PENGARUH KOMBINASI BENTONIT DAN ATAPULGIT PADA PEMURNIAN MINYAK IKAN HASIL SAMPING PENGALENGAN IKAN Sardinella sp. TERHADAP KUALITAS MINYAK IKAN YANG DIHASILKAN
UKHTI SHOLIHAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kombinasi Bentonit dan Atapulgit pada Pemurnian Minyak Ikan Hasil Samping Pengalengan Ikan Sardinella sp. terhadap Kualitas Minyak Ikan yang Dihasilkan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Ukhti Sholihah NIM C34100018
iv
v
ABSTRAK UKHTI SHOLIHAH. Pengaruh Kombinasi Bentonit dan Atapulgit pada Pemurnian Minyak Ikan Hasil Samping Pengalengan Ikan Sardinella sp. terhadap Kualitas Minyak Ikan yang Dihasilkan. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan HERU SUMARYANTO. Minyak ikan hasil samping pengalengan memiliki kualitas yang rendah dan penggunaannya masih terbatas untuk pakan, sehingga perlu dilakukan pemurnian. Proses pemurnian minyak ikan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam adsorben seperti bentonit dan atapulgit. Tujuan penelitian ini adalah memurnikan minyak ikan hasil samping pengalengan Sardinella sp. dengan kombinasi adsorben bentonit dan atapulgit dengan perlakuan bertahap sehingga didapatkan minyak ikan yang berkualitas pangan. Perlakuan terbaik adalah pemurnian dengan pemberian kombinasi adsorben atapulgit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, lalu ditambahkan adsorben bentonit konsentrasi 3 %. Perlakuan tersebut menghasilkan minyak ikan dengan kualitas bilangan peroksida sebesar 6,00 meq/kg, bilangan anisidin sebesar 1,59 meq/kg, total oksidasi sebesar 13,59 meq/kg, dan tingkat kejernihan minyak pada panjang gelombang 700 nm adalah 92,5 %. Kadar asam lemak bebas terendah terdapat pada perlakuan pemberian campuran bentonit 1,5 % dan atapulgit 1,5 % yaitu 4,43 %. Kata kunci : atapulgit, bentonit, kualitas minyak ikan, minyak ikan, pemurnian
ABSTRACT UKHTI SHOLIHAH. Effect of Combination Bentonite and Attapulgite on the Purification of Fish Oil Canning Sardinella sp. on the Quality of Fish Oil Produced. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and HERU SUMARYANTO. Fish oil from canning byproduct has poor quality and the utilization still limited for feed, as a result it needs to be purified. Fish oil purification process can be done by utilizing variety of adsorbent such as bentonite and attapulgite. The purpose of this study was to purify Sardinella sp. oil from canning byproduct with a combination of bentonite and attapulgite adsorbent treatment to obtain fish oil with food grade quality. The best treatment was the gradual addition of two adsorbents, firstly attapulgite 3 % then followed by addition of bentonite 3 %. The treatment resulted purified fish oil with peroxide value at 6.00 meq/kg, anisidine value of 1.59 meq/kg, total oxidation of 13.59 meq/kg, and oil clarity level at wavelength 700 nm was 92.5 %. The lowest of free fatty acid content was the gradual combination of bentonite 1.5 % and attapulgite 1.5 % was 4.43 %. Keywords: attapulgite, bentonite, fish oil quality, fish oil, purification
vi
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
ix
PENGARUH KOMBINASI BENTONIT DAN ATAPULGIT PADA PEMURNIAN MINYAK IKAN HASIL SAMPING PENGALENGAN IKAN Sardinella sp. TERHADAP KUALITAS MINYAK IKAN YANG DIHASILKAN
UKHTI SHOLIHAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
x
xi
Judul Skripsi
Nama NIM Program Studi
: Pengaruh Kombinasi Bentonit dan Atapulgit pada Pemurnian Minyak Ikan Hasil Samping Pengalengan Ikan Sardinella sp. terhadap Kualitas Minyak Ikan yang Dihasilkan : Ukhti Sholihah : C34100018 : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi Pembimbing I
Ir Heru Sumaryanto, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
xii
xiii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu WaTa’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberikan teladan sepanjang zaman. Karya tulis ilmiah yang disusun dengan judul “Pengaruh Kombinasi Bentonit dan Atapulgit pada Pemurnian Minyak Ikan Hasil Samping Pengalengan Ikan Sardinella sp. terhadap Kualitas Minyak Ikan yang Dihasilkan“ ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terimakasih terutama kepada 1. Dosen pembimbing yaitu Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi dan Ir Heru Sumaryanto, MSi atas segala arahan dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 2. Dosen penguji sidang skripsi yaitu Dr Desniar, SPi, MSi atas segala saran dan arahannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan serta seluruh staf dosen, laboran, staf administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 4. Ayahanda Tukino Wijoyono, Ibunda Supatmini, Kakak-kakak dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. 5. Seluruh pengurus Beasiswa Bidik Misi IPB atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama masa studi di Institut Pertanian Bogor 6. Tim minyak ikan (Ridha, Dian, Enok, Syari, Anita, Isna), seluruh temanteman THP 47, dan Keluarga besar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FPIK) IPB 2012-2013, serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Penulis menyadari dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, 4 November 2014 Ukhti Sholihah
xiv
xv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 Perumusan Masalah .......................................................................................... 2 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2 Manfaat Penelitian............................................................................................ 3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 3 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 3 Bahan ............................................................................................................... 3 Alat .................................................................................................................. 4 Prosedur Penelitian ........................................................................................... 4 Pemurnian Minyak Ikan .............................................................................. 5 Prosedur Analisis ............................................................................................. 6 Penentuan Rendemen Minyak Ikan Hasil Sentrifugasi ................................ 6 Analisis asam lemak (AOAC 2005) ............................................................ 6 Analisis Asam Lemak Bebas (AOCS 1998) ................................................ 7 Analisis Bilangan Peroksida (AOAC 2005)................................................. 7 Analisis Bilangan p-anisidin (IUPAC 1987) ................................................ 8 Penentuan Nilai Total Oksidasi (AOCS 1997)............................................. 8 Uji Kejernihan (AOAC 1995 dengan modifikasi) ........................................ 8 Prosedur Analisis Data ................................................................................ 9 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 9 Karakterisasi Minyak Ikan Sardinella sp. serta Jenis Adsorben ......................... 9 Pengaruh Kecepatan Sentrifugasi terhadap Kualitas Minyak Ikan ................... 13 Rendemen Minyak Ikan Hasil Sentrifugasi ............................................... 13 Asam Lemak Bebas .................................................................................. 14 Bilangan Peroksida ................................................................................... 15 Tingkat Kejernihan ................................................................................... 16 Penentuan Pengaruh Kombinasi Adsorben Secara Bertahap terhadap Kualitas Minyak Ikan ................................................................................................... 17 Asam Lemak Bebas .................................................................................. 17 Bilangan Peroksida ................................................................................... 19 Bilangan Anisidin ..................................................................................... 20 Nilai Total Oksidasi .................................................................................. 21 Tingkat Kejernihan ................................................................................... 22 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 23 Kesimpulan .................................................................................................... 23 Saran .............................................................................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24 LAMPIRAN ...................................................................................................... 27
xvi
DAFTAR TABEL 1 Profil asam lemak minyak ikan hasil samping pengalengan Sardinella sp. ..... 10 2 Karakteristik awal sampel minyak ikan hasil samping ................................... 11 3 Perbandingan parameter yang dihasilkan dengan standar IFOS ...................... 23
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir prosedur pemurnian minyak ikan ................................................ 5 2 Minyak ikan Sardinella sp. ............................................................................ 12 3 Bentonit......................................................................................................... 12 4 Atapulgit ....................................................................................................... 13 5 Rendemen minyak ikan hasil sentrifugasi ...................................................... 14 6 Kandungan asam lemak bebas minyak ikan hasil sentrifugasi ........................ 15 7 Bilangan peroksida minyak ikan hasil sentrifugasi ......................................... 16 8 Persen transmisi cahaya terhadap minyak ikan hasil sentrifugasi ................... 17 9 Kandungan asam lemak bebas minyak ikan setelah dimurnikan ..................... 18 9 Bilangan peroksida minyak ikan setelah dimurnikan ..................................... 19 10 Bilangan p-anisidin minyak ikan setelah dimurnikan ..................................... 20 11 Total oksidasi minyak ikan setelah dimurnikan ............................................. 21 12 Persen transmisi cahaya terhadap minyak ikan setelah dimurnikan ................ 22 13 a. Kenampakan minyak ikan sebelum pemurnian .......................................... 23 b. Kenampakan minyak ikan setelah pemurnian ............................................ 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Dokumentasi kegiatan ................................................................................... 29 Tabel uji statistik asam lemak bebas (%FFA) ................................................ 30 Tabel uji statistik bilangan peroksida ............................................................. 31 Tabel uji statistik rendemen minyak ikan hasil sentrifugasi ............................ 32 Tabel uji statistik bilangan anisidin ................................................................ 32 Tabel uji tingkat kejernihan minyak ikan ....................................................... 33
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan Sardinella sp. termasuk salah satu ikan berlemak tinggi dengan kandungan lemak yang bervariasi. Pemanfaatan ikan ini semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pemanfaatan ikan Sardinella sp. yang sering ditemui adalah ikan kaleng. Peningkatan volume produksi ikan kaleng sarden pada tahun 2000 sampai 2010 tercatat 7,06%. Selama periode 2000 hingga 2010, nilai produksi sarden juga meningkat dengan rata-rata 12,14% (KKP 2010). Seiring dengan meningkatnya industri pengolahan perikanan, meningkat pula hasil samping yang dihasilkan. Pada proses penepungan dan pengalengan ikan, dihasilkan hasil samping berupa minyak. Menurut Setiabudi (1990) dalam Abdillah (2008), setiap satu ton ikan lemuru yang diproses akan menghasilkan minyak sebanyak 50 kilogram. Menurut Estiasih (1996) menyatakan limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan ikan lemuru untuk seluruh Indonesia sebanyak 1.176 ton per tahun. Biasanya minyak ikan diperdagangkan untuk pakan ternak, pelumas penyamak, cat dan industri tinta dengan harga murah bahkan minyak ini kadang-kadang dibuang, padahal pada hasil samping tersebut terdapat kandungan minyak yang cukup besar. Hasil samping berupa minyak yang dihasilkan dengan jumlah banyak ini tentu memiliki banyak peluang untuk dijadikan minyak ikan murni. Minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap banyak (PUFA) atau lebih dikenal dengan nama asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 bermanfaat untuk kesehatan diantaranya mencegah penyumbatan pembuluh darah, hipertensi, kanker, arthritis, jantung koroner, inflamasi, efek hypotrigliceridemic dan diabetes. Asam lemak omega-3 juga sangat penting untuk membantu fungsi kerja otak, terutama untuk proses pertumbuhan dan perkembangan otak. Asam lemak ini merupakan asam lemak yang paling penting pada otak, retina, dan spermatozoa, serta diperlukan bagi ketajaman penglihatan, kemampuan kognitif (Hashimoto et al. 2005). Proses pemurnian minyak ikan dilakukan untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan nilai tambah hasil samping industri pengolahan ikan. Pemurnian minyak ikan dapat dilakukan melalui perlakuan passive filtration dan active filtration. Perlakuan passive filtration menggunakan sentrifugasi dan kertas saring, sedangkan perlakuan active filtration dilakukan dengan menggunakan adsorben.Jenis zat adsorben penting yang digunakan pada proses pemurnian adalah adsorben sintetik misalnya silika atau tanah pemucat (lempung aktif), antara lain : atapulgit, montmorilonit, bentonit, dan zeolit (Estiasih 2009). Adsorben bentonit dapat digunakan dalam proses pemurnian atau pemurnian minyak sebagai tanah pemucat, karena kandungan montmorilonit yang tinggi. Penggunaan utama bentonit adalah sebagai lumpur pembilas pada kegiatan pemboran, pembuatan pelet biji besi, penyumbat kebocoran bendungan dan kolam. Selain itu digunakan juga dalam industri minyak sawit dan farmasi (Syuhada et al. 2009). Bentonit sering digunakan juga dalam penjernihan crude palm oil/CPO (minyak kelapa sawit) serta digunakan untuk memperbaiki kualitas minyak pelumas bekas (Monika dan Umar 2008). Penelitian Saraswati (2013) menunjukkan pengaruh penambahan adsorben bentonit pada pemurnian minyak
2
ikan hasil samping penepungan mengalami penurunan yaitu bilangan peroksida awal sebesar 170 meq/kg menjadi 25±0,00 meq/kg, dengan konsentrasi adsorben bentonit 3 %. Atapulgit memiliki sifat koloidal yang sangat bagus, yakni mudah terdispersi, tahan terhadap suhu tinggi, memiliki daya adsorpsi tinggi dan mampu menghilangkan warna. Kemampuan atapulgit untuk melakukan bleaching terutama diakibatkan oleh luas permukaannya yang besar serta rendahnya kapasitas perpindahan kation (Huang et al. 2007). Penelitian Izaki (2013) menunjukkan bahwa atapulgit merupakan adsorben yang paling efektif dalam menjernihkan minyak ikan dilihat dari nilai persen transmisi yang dihasilkan. Pada penelitian tersebut, adsorben atapulgit dengan konsentrasi 3 % merupakan perlakuan terbaik yang dapat menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak ikan. Sifat dari kedua adsorben ini perlu dikombinasikan untuk menghasilkan minyak ikan yang berkualitas. Penelitian Tambunan (2014) menunjukkan bahwa pemurnian minyak ikan menggunakan kombinasi adsorben bentonit, atapulgit dan zeolit menghasilkan kualitas minyak ikan yang cukup baik. Pemurnian minyak ikan dengan sentrifugasi 10500 rpm selama 30 menit dengan penambahan gabungan atapulgit 3 % dan bentonit 3 % menjadi perlakuan terbaik untuk menghasilkan minyak ikan yang berkualitas. Pada penelitian ini, akan dilihat pengaruh penambahan kombinasi adsorben bentonit dan atapulgit secara bertahap (bentonit→atapulgit), (atapulgit→bentonit) dan (atapulgit+bentonit) dalam proses pemurnian minyak ikan. Perumusan Masalah Produksi minyak ikan yang berasal dari hasil samping masih memiliki kualitas yang rendah sehingga pemanfaatannya masih terbatas untuk pakan. Proses pemurnian minyak ikan secara adsorpsi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai macam zat adsorben seperti bentonit dan atapulgit. Pemberian salah satu adsorben pada proses pemurnian minyak ikan belum terlalu efektif dalam meningkatkan kualitas minyak ikan yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan kombinasi dari beberapa adsorben. Penelitian Izaki (2013) menjelaskan bahwa adsorben atapulgit memberikan pengaruh kejernihan minyak ikan yang cukup baik pada minyak ikan hasil pemurnian, sehingga atapulgit perlu ditambahkan pada pemurnian minyak ikan hasil samping pengalengan. Penelitian Tambunan (2014) mengenai pemurnian minyak ikan menggunakan kombinasi adsorben bentonit, atapulgit dan zeolit menghasilkan kualitas minyak ikan yang cukup baik. Pemberian kombinasi adsorben yang bertahap antara bentonit dan atapulgit belum diteliti lebih lanjut, sehingga perlu dilakukan proses pemurnian dengan kombinasi adsorben bentonit dan atapulgit secara bertahap. Tujuan Penelitian 1. Menentukan kecepatan sentrifugasi terbaik pada tahap awal pemurnian untuk memisahkan komponen pengotor dan soap stock pada minyak hasil proses netralisasi
3
2. Menentukan perlakuan terbaik dari kombinasi kedua adsorben yaitu bentonit dan atapulgit secara bertahap pada pemurnian minyak ikan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses pemurnian minyak ikan hasil samping industri pengalengan Sardinella sp. dengan kombinasi adsorben bentonit dan atapulgit secara bertahap, serta dapat menjadi informasi bagi industri pengolahan ikan Sardinella sp. dalam pemanfaatan hasil samping industri agar dapat menghasilkan produk minyak ikan berkualitas pangan. Ruang Lingkup Penelitian Pemurnian ini dilakukan terhadap minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan Sardinella sp. yang diperoleh dari perusahaan di Pekalongan, Jawa Tengah. Perlakuan yang dilakukan adalah variasi kecepatan sentrifugasi dan penggunaan kombinasi adsorben dengan perlakuan bertahap. Adsorben yang digunakan adalah atapulgit dan bentonit.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2014 di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan – IPB untuk kegiatan karakterisasi minyak ikan, serta analisis kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida minyak ikan; Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan – IPB, Laboratorium Terpadu Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – IPB dan Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan– IPB untuk kegiatan pemurnian minyak ikan serta analisis bilangan p-anisidin dan tingkat kejernihan; Laboratorium Pendidikan dan Diagnostik, Fakultas Kedokteran Hewan – IPB untuk melakukan sentrifugasi; serta Laboratorium Kimia Terpadu, Sekolah Pascasarjana – IPB untuk melakukan analisis profil asam lemak. Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak ikan yang diperoleh dari industri pengalengan Sardinella sp. yang sudah dilakukan proses pemurnian alkali di Pekalongan, Jawa Tengah. Adsorben berupa serbuk atapulgit dan bentonit. Bahan pendukung yang digunakan untuk karakterisasi dan analisis kualitas minyak ikan, antara lain: etanol 96%, indikator fenolftalein (indikator PP),KOH 0,1 N, kloroform, asam asetat glasial, larutan KI jenuh, aquades, pati 1%, Na2S203 0,1 N, isooktan, reagen p-anisidin, n-heksana, dan bahan-bahan yang digunakan untuk analisis profil asam lemak menggunakan gas chromatography
4
yaitu standar Supelco™37 Component FAME Mix, NaOH 0,5 N dalam methanol, boron triflorida ( , NaCl jenuh, n-heksana, dan Na2S04 anhidrat. Alat Alat yang digunakan untuk proses pemurnian minyak ikan yaitu gelas erlenmeyer, alumunium foil, magnetic stirrer, magnetic stirring bar, stop watch, timbangan digital, gelas ukur, buret titrasi, pipet volumetrik, bulb,beaker glass, pipet tetes, sudip, botol-botol plastik, tabung reaksi, alat-alat gelas, corong kaca, corong plastik, perangkat spektrofotometer, perangkat kromatografi gas Shimadzu GC 2010 Plus dengan standar Supelco TM 37 Component FAME Mix, corong pisah, botol vial (metilasi), alat penangas air, alat sentrifugasi high speed refrigerated centrifuge merk HITACHI himac CR 21G. Prosedur Penelitian Penelitian pada tahap awal dilakukan untuk melihat pengaruh kecepatan sentrifugasi yaitu 3000 rpm, 5500 rpm, 8000 rpm, dan 10500 rpm terhadap kualitas minyak ikan. Minyak ikan yang dihasilkan dari perlakuan kecepatan sentrifugasi kemudian dianalisis meliputi asam lemak bebas, bilangan peroksida dan tingkat kejernihan minyak. Sampel yang memiliki kualitas terbaik akan dimurnikan dengan adsorben bentonit dan atapulgit secara bertahap. Pemurnian ini dilakukan dengan menggunakan kombinasi adsorben bentonit dan atapulgit. Perlakuan yang digunakan yaitu pemberian kombinasi kedua adsorben secara bertahap dengan konsentrasi yang berbeda. Perlakuan A adalah pemberian adsorben atapulgit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben bentonit konsentrasi 3 %. Perlakuan B adalah pemberian adsorben bentonit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben atapulgit konsentrasi 3 %. Perlakuan C adalah pemberian adsorben bentonit konsentrasi 1,5 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben atapulgit konsentrasi 1,5 %. Perlakuan D adalah pemberian campuran adsorben atapulgit konsentrasi 3 % dan adsorben bentonit konsentrasi 3 % ke dalam minyak. Perlakuan E adalah pemberian campuran adsorben atapulgit konsentrasi 1,5 % dan adsorben bentonit konsentrasi 1,5 % ke dalam minyak. Konsentrasi adsorben yang digunakan mengacu pada penelitian Saraswati (2013) dan Izaki (2013) yaitu perlakuan terbaik pada pemurnian minyak ikan adalah konsentrasi adsorben sebesar 3%. Penentuan pengaruh faktor reaksi dilakukan dengan menentukan satu faktor reaksi, kemudian dilanjutkan dengan analisis kualitas minyak ikan berdasarkan respon yang telah ditentukan. Faktor yang digunakan adalah kecepatan sentrifugasi serta penambahan adsorben bentonit dan atapulgit secara bertahap. Pemurnian Minyak Ikan Diagram alir prosedur pemurnian minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Minyak ikan
Karakterisasi awal : uji profil asam lemak, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan tingkat kejernihan minyak
Penimbangan 1 Sentrifugasi dengan kecepatan (3000 rpm, 5500 rpm, 8000 rpm, 10500 rpm) selama 30 menit dengan suhu 10°C (Saraswati (2013), Tambunan (2014) dengan modifikasi)
Minyak ikan hasil sentrifugasi
Perlakuan terbaik
Penentuan rendemen Analisis kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan tingkat kejernihan minyak
Pemurnian minyak ikan menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit 1. Perlakuan A adalah pemberian adsorben atapulgit konsentrasi 3% ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben bentonit konsentrasi 3%. (A3→B3) 2. Perlakuan B adalah pemberian adsorben bentonit konsentrasi 3% ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben atapulgit konsentrasi 3%. (B3→A3) 3. Perlakuan C adalah pemberian adsorben bentonit konsentrasi 1,5% ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben atapulgit konsentrasi 1,5%. (B1,5→A1,5) 4. Perlakuan D adalah pemberian campuran adsorben atapulgit konsentrasi 3% dan adsorben bentonit konsentrasi 3% ke dalam minyak. (A3+B3) 5. Perlakuan E adalah pemberian campuran adsorben atapulgit konsentrasi 1,5% dan adsorben bentonit konsentrasi 1,5% ke dalam minyak. (A1,5+B1,5) Sentrifugasi padakecepatan 10000 rpm selama 10 menit dengan suhu 10°C (Saraswati 2013)
Minyak ikan murni
Analisis kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan p-anisidin, tingkat kejernihan, total oksidasi
Gambar 1 Diagram alir prosedur pemurnian minyak ikan
6
Minyak ikan dikarakterisasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pemurnian. Karakterisasi awal ini meliputi profil asam lemak, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan tingkat kejernihan minyak ikan. Minyak ikan ditimbang untuk mendapatkan bobot awal minyak ikan. Kemudian minyak ikan disentrifugasi dengan perlakuan kecepatan yang berbeda, yaitu 3000 rpm, 5500 rpm, 8000 rpm, 10500 rpm. Bagian supernatan yang diperoleh, ditimbang sebagai bobot minyak hasil proses sentrifugasi, penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui rendemen yang didapatkan dari proses sentrifugasi. Minyak ikan tersebut diuji terlebih dahulu kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan tingkat kejernihan minyak. Minyak ikan dimurnikan dengan menggunakan dua jenis adsorben yaitu bentonit dan atapulgit. Perlakuan yang digunakan yaitu pemberian kombinasi kedua adsorben secara bertahap dengan konsentrasi yang berbeda. Perlakuan A adalah pemberian adsorben atapulgit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben bentonit konsentrasi 3 %. Perlakuan B adalah pemberian adsorben bentonit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben atapulgit konsentrasi 3 %. Perlakuan C adalah pemberian adsorben bentonit konsentrasi 1,5 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben atapulgit konsentrasi 1,5 %. Perlakuan D adalah pemberian campuran adsorben atapulgit konsentrasi 3 % dan adsorben bentonit konsentrasi 3 % ke dalam minyak. Perlakuan E adalah pemberian campuran adsorben atapulgit konsentrasi 1,5 % dan adsorben bentonit konsentrasi 1,5 % ke dalam minyak. Pemurnian dilakukan dengan cara mengocok campuran minyak ikan dan adsorben secara kontinyu dengan menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit pada suhu ruang (±25°C), setelah itu campuran minyak ikan dan adsorben tersebut dipisahkan melalui sentifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 10°C. Minyak ikan yang telah disentrifugasi disimpan pada botol-botol yang tidak tembus cahaya pada suhu ±4°C hingga dilakukan analisis kualitas minyak ikan yang meliputi kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan panisidin, nilai total oksidasi, serta tingkat kejernihan minyak ikan. Prosedur Analisis Penentuan Rendemen Minyak Ikan Hasil Sentrifugasi Sampel minyak ikanditimbang terlebih dahulu dan dinyatakan sebagai M1. Minyak ikan yang terbentuk sebagai supernatan setelah sentrifugasi dengan perlakuan berbagai kecepatan diambil lalu ditimbang dan dinyatakan sebagai M2. Perhitungan rendemen minyak ikan hasil sentrifugasi adalah sebagai berikut : Rendemen minyak ikan = M2 x 100 % M1 Analisis asam lemak (AOAC 2005) Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Lemak diekstraksi
7
dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metal ester dari masingmasing asam lemak yang didapat. 1) Pembentukkan metil ester (metilasi) Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N ke dalam metanol dan dipanaskan pada suhu sekitar 80 °C selama 20 menit. Sampel selanjutnya ditambahkan 2 mL BF3 20% kemudian dipanaskan kembali pada suhu 80 °C selama 20 menit dan didinginkan dengan cara didiamkan pada suhu ruang. Tahap selanjutnya, 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan ditambahkan pada sampel, dihomogenkan, lalu lapisan isooktan dipipet ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan 15 menit. Larutan disaring dengan mikrofilter untuk memisahkan fase cairnya sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi gas.Sebanyak 1 μL sampel diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasinyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak). 2) Identifikasi asam lemak Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi 7etal ester pada alat kromatografi gas. Identifikasi ini dilakukan dengan menyetarakan waktu retensi sampel yang sama dengan waktu retensi standar Supelco™37 untuk menunjukkan komponen yang sama dengan standar tersebut. Analisis ini dihitung berdasarkan rumus: asam lemak = Analisis Asam Lemak Bebas (AOCS 1998) Sebanyak 2,5 gram minyak ikan dalam erlenmeyer 250 mL ditambahkan 25 ml etanol 96% netral, minyak dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, kemudian campuran tesebut ditetesi indikator PP (fenolftalein) sebanyak 2 mL. Setelah itu campuran tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0.1 N hingga timbul warna merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Persentase FFA dihitung berdasarkan persamaan berikut: Keterangan: A: Jumlah titrasi KOH N: Normalitas KOH G: Gram contoh M: Bobot molekul asam lemak dominan Analisis Bilangan Peroksida (AOAC 2005) Analisis bilangan peroksida dilakukan dengan menimbang 2,5 gram contoh dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 30 ml larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Sebanyak 0,5 mL larutan KI jenuh ditambahkan ke dalam campuran, kemudian dilakukan penambahan 30 mL aquades dan 0,5 mL
8
indikator pati 1%. Warna campuran sebelum dititrasi adalah biru kehitaman, lalu campuran tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan menjadi kuning. Blanko dengan aquades sebagai pengganti contoh dibuat. Penentuan bilangan peroksida ditentukan dengan persamaan berikut: Keterangan : S = ml liter untuk contoh B = ml liter untuk blanko N = normalitas untuk Na2S2O3 8 = setengah dari berat molekul oksigen G = berat contoh Analisis Bilangan p-anisidin (IUPAC 1987) Penentuan nilai bilangan p-anisidin dilakukan dengan metode IUPAC (1987). Pertama, dibuat larutan uji1 dengan cara melarutkan 1 gr sampel ke dalam 25 ml isooktan. Kemudian dibuat larutan uji 2 dengan cara menambahkan 1 ml larutan p-anisidin (2,5 g/l) kedalam 5 ml larutan uji 1, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Kemudian dibuat larutan referensi dengan cara menambahkan 1 ml larutan p-anisidin (2,5 g/l) ke dalam larutan isooktan, kemudian dikocok dan dihindarkan dari cahaya. Larutan diukur nilai absorbansinya, larutan uji 1 pada 350 nm dengan menggunakan isooktan sebagai larutan kompensasi. Larutan uji 2 pada 350 nm tepat 10 menit setelah larutan disiapkan, dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Angka anisidin dihitung dengan rumus:
Keterangan: A1 = Adsorben larutan uji 1 A2 = Adsorben larutan uji 2 M = massa sampel yang digunakan pada larutan uji 1 Penentuan Nilai Total Oksidasi (AOCS 1997) Nilai total oksidasi didapat dengan menjumlahkan nilai 2PV dengan PAV, dimana PV adalah nilai peroxide value (bilangan peroksida) dan PAV adalah bilangan p-anisidin Total Oksidasi = 2PV + PAV Uji Kejernihan (AOAC 1995 dengan modifikasi) Panjang gelombang pada spektrofotometer untuk mengukur kejernihan minyak yang digunakan yaitu 450 nm, 550 nm, 620 nm, 665 nm, 700 nm. Setelah itu kuvet dibersihkan dan diisi dengan standar blanko yang akan digunakan. Standar diukur hingga jarum skala menunjukkan skala 100 %. Selanjutnya kuvet yang berisi standar diganti dengan kuvet berisi minyak dan diukur kejernihan minyak dalam bentuk % transmisi. Pengukuran dilakukan dengan pengenceran sebanyak 10 kali yaitu dengan cara mencampurkan 1 bagian minyak (1 ml)
9
dengan 9 bagian pelarut (9 ml). Pada penelitian ini digunakan n-hexan sebagai pelarut. Prosedur Analisis Data Analisis data dilakukan secara uji statistik dan uji deskriptif. Uji statistik dilakukan pada parameter kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan p-anisidin dan total oksidasi. Uji deskriptif dilakukan pada tingkat kejernihan minyak. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu sebagai berikut: (Tambunan 2014) Yij = μ + αi + ɛij Keterangan: Yij = Respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j μ = Pengaruh rata-rata umum αi = Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i ɛij = Pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j j = 1,2, dan 3 Hipotesis : Ho : Perbedaan kecepatan sentrifugasi tidak berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan H1 : Perbedaan kecepatan sentrifugasi berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan Ho H1
: Perbedaan kombinasi adsorben dengan perlakuan bertahap tidak berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan : Perbedaan kombinasi adsorben dengan perlakuan bertahap berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Minyak Ikan Sardinella sp. dan Jenis Adsorben Minyak ikan yang dimurnikan adalah minyak ikan hasil samping yang diperoleh dari industri pengalengan Sardinella sp. di Pekalongan, Jawa Tengah. Pada proses pengalengan ikan, dilakukan proses pemasakan ikan dengan uap air (steaming). Pada proses ini, dari daging ikan (ikan yang telah dibersihkan dan kepala juga isi perut telah dibuang), keluar cairan yang masih mengandung minyak. Fase cair hasil samping pengolahan ikan terdiri dari minyak, air, bahan bahan padatan yang larut dan tersuspensi dalam air (Estiasih dan Ahmadi 2012). Pemurnian dengan alkali hampir secara sempurna menghilangkan asam lemak bebas yang diubah menjadi sabun yang tidak larut dalam minyak. Pada perusahaan pengalengan ikan sardin ini, minyak ikan hasil samping telah dilakukan proses pemurnian dengan alkali, sehingga dapat menghilangkan beberapa jenis kotoran dalam minyak.
10
Minyak ikan hasil samping pengalengan ikan ini dikarakterisasi terlebih dahulu sebelum dimurnikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi awal minyak ikan, meliputi: profil asam lemak, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida dan tingkat kejernihan minyak. Profil asam lemak minyak ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Profil asam lemak minyak ikan hasil samping pengalengan Sardinella sp. Asam lemak Asam Laurat, C12:0 Asam Miristat, C14:0 Asam Pentadekanoat, C15:0 Asam Palmitat, C16:0 Asam Heptadekanoat, C17:0 Asam Stearat, C18:0 Asam Arasidat, C20:0 Asam Heneikkosanoat, C21:0 Asam Behenat, C22:0 Asam Trikosanoat, C23:0 Total SFA (Saturated Fatty Acid) Asam Miristoleat, C14:1 Asam Palmitoleat, C16:1 Asam Elaidat, C18:1n9t Asam Oleat, C18:1n9c Asam cis-11-eikosanoat, C20:1 Asam Erucic, C22:1n9 Asam Nervonat, C24:1 Total MUFA(Monounsaturated Fatty Acid) Asam Linolelaidat, C18:2n9t Asam Linoleat, C18:2n6c Asam γ-Linoleat, C18:3n6 Asam Linolenat, C18:3n3 Asam cis-11,14-eikosadienoat C20:2 Asam cis-8,11,14-eikosetrienoat, C20:3n6 Asam cis-11,14,17-eikosetrienoat, C20:3n3 Asam Arakidonat, C20:4n6 Asam cis-5,8,11,14,17eikosapentanoat,C20:5n3 Asam cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksanoat, C22:6n3 Total PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid) Tidak teridentifikasi
Hasil (%b/b) 0,12 5,80 0,90 16,81 1,01 5,42 0,65 0,12 0,25 0,08 31,16 0,02 6,53 0,15 8,61 0,37 0,07 0,21 15,96 0,05 1,10 0,18 0,72 0,23 0,18 0,07 2,06 8,21 11,41 24,21 28,67
11
Tabel di atas menunjukkan kandungan asam lemak pada minyak ikan hasil samping pengalengan. Asam lemak kelompok SFA (Saturated Fatty Acid) yang paling dominan terdapat pada minyak ikan tersebut adalah asam lemak palmitat sebesar 16,81 %. Crexi et al. (2010) dalam Tambunan (2014) menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang dominan pada tubuh ikan. Selanjutnya, Asam Oleat merupakan asam lemak kelompok MUFA (Monounsaturated Fatty Acid) yang paling dominan pada minyak ikan tersebut, yaitu sebesar 8,61 %. Asam Oleat merupakan asam lemak yang penting karena menjadi prekursor asam lemak omega-3 pada hewan (Tambunan 2014). Selanjutnya terdapat Asam cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksanoat, C22:6n3 (DHA) dari jenis asam lemak tak jenuh ganda atau PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid) yang dominan pada minyak ikan tersebut yaitu sebesar 11,41 %. Asam lemak ini merupakan asam lemak omega-3 yang dibutuhkan dalam perkembangan otak, mata, pertumbuhan janin selama kehamilan dan untuk pemeliharaan kesehatan. EPA dan DHA yang termasuk dalam kelompok PUFA memiliki fungsi yang penting. EPA banyak berperan dalam penurunan risiko serangan jantung, sedangkan DHA memberikan peranan penting untuk menjaga keseimbangan eikosanoid. EPA dan DHA merupakan komponen utama dari fosfolipid membran sel dan merupakan high unsaturatedfatty acid (HUFA) yang berguna untuk sistem saraf pusat (Wu et al. 2010 dalam Tambunan 2014). Karakterisasi awal pada minyak ikan Sardinella sp. disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik awal sampel minyak ikan hasil samping Karakteristik yang diamati Tingkat Kejernihan
Kadar Asam Lemak Bebas Bilangan Peroksida *IFOS (2011)
Nilai λ 450 nm : 14,6% λ 550 nm : 65,8% λ 620 nm : 83% λ 665 nm : 84% λ 700 nm : 89% 3,61 %± 0,03 17,5 meq/kg± 0,00
Standar* -
≤1,5 ≤3,75
Tabel 2 menunjukkan karakteristik awal minyak hasil samping pengalengan ikan Sardinella sp.. Tingkat kejernihan minyak ikan yang diukur dengan lima panjang gelombang berbeda memiliki rentang antara 14,6-89 %, kadar asam lemak bebas sebesar 3,61 %, dan bilangan peroksida sebesar 17,5 meq/kg. Beberapa parameter yang diamati pada karakterisasi awal seperti kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh IFOS. Minyak ikan tersebut memiliki warna hitam kecoklatan, kental dan mempunyai bau menyengat. Penampakan dari minyak ikan Sardinella sp. yang diamati dapat dilihat pada Gambar 1.
12
Gambar 2 Minyak ikan Sardinella sp. Pemurnian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua jenis adsorben yaitu bentonit dan atapulgit. Bentonit adalah istilah yang digunakan dalam dunia perdagangan untuk sejenis tanah liat yang mengandung mineral montmorillonit (MMT) lebih dari 85 %. Fragmen sisanya sebagai mineral pengotor umumnya terdiri dari campuran mineral berupa kwarsa, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, ilit dan sebagainya (Nurdani 2009). Adsorben bentonit memiliki warna kuning kecoklatan, bentuknya berupa serbuk, serta memiliki ukuran partikel yang berkisar antara 100-180 mesh (Saraswati 2013). Penampakan fisik dari bentonit yang digunakan sebagai adsorben dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Bentonit Sumber : Saraswati 2013
Penyerapan dari adsorben sangat dipengaruhi oleh luas permukaan sehingga adsorben harus mempunyai pori yang maksimum. Hal ini disebabkan karena pori adsorben akan mempengaruhi kontak antara reaktan dengan adsorben atau akan mempengaruhi kecepatan difusi reaktan ke dalam pori adsorben. Penggunaan bentonit sebagai bahan adsorben adalah dimungkinkan karena memiliki luas permukaan yang besar (Nurdani 2009). Sifat daya serap yang dimiliki bentonit terjadi karena adanya ruang pori-pori antar ikatan mineral lempung, serta ketidak seimbangan antara muatan listrik dalam ion-ionnya. Daya serap tersebut pada umumnya berada pada ujung permukaan kristal, serta diameter ikatan mineral lempung. Bentonit dapat digunakan sebagai bahan penyerap dalam berbagai keperluan, baik dalam keadaan basah maupun kering (Larosa 2007).
13
Selain adsorben bentonit, ditambahkan pula adsorben atapulgit dalam pemurnian minyak ikan. Atapulgit merupakan kristal hidrat magnesium-aluminiumsilikat yang memiliki struktur rantai berlapis khusus dengan kisi-kisi kristal yang mudah berganti-ganti. Hal tersebut membuat kristal atapulgit memiliki atom Na+, Ca+, Fe3+ dan Al3+ dengan jumlah yang tidak jelas. Kristal atapulgit terdiri atas bentuk jarum, serat dan kumpulan serat. Atapulgit memiliki sifat koloidal yang sangat bagus, seperti mudah terdispersi, tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap garam dan basa serta memiliki daya adsorpsi tinggi dan mampu menghilangkan warna. Atapulgit biasa digunakan dalam dekolorisasi, deodorisasi, dehidrasi, dan netralisasi minyak, baik minyak nabati, minyak mineral maupun lilin (Fitriyantini 2009). Adsorben atapulgit memiliki warna putih agak kekuningan, bentuknya berupa serbuk. Kenampakan fisik dari atapulgit yang digunakan sebagai adsorben dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Atapulgit Keunikan struktur atapulgit dengan rongga dalam dan besarnya luas permukaan memungkinkan terjadinya penetrasi ion organik dan anorganik ke dalam struktur atapulgit. Kemampuan atapulgit untuk melakukan bleaching terutama diakibatkan oleh luas permukaan atapulgit yang besar serta rendahnya kapasitas perpindahan kation (Huang et al. 2007). Pengaruh Kecepatan Sentrifugasi terhadap Kualitas Minyak Ikan Minyak ikan hasil samping pengalengan ikan Sardinellla sp. ini terlebih dahulu disentrifugasi sebelum dilakukan pemurnian dengan menggunakan kombinasi adsorben. Sentrifugasi ini bertujuan untuk memisahkan soap stock hasil netralisasi sebelumnya yang masih terkandung dalam minyak ikan. Rendemen Minyak Ikan Hasil Sentrifugasi Minyak ikan hasil samping industri pengalengan ikan Sardinella sp. yang berupa minyak ikan kasar diberi perlakuan sentrifugasi pada berbagai kecepatan yaitu 3000 rpm, 5500 rpm, 8000 rpm, dan 10500 rpm. Rendemen minyak ikan yang dihasilkan setelah sentrifugasi dengan kecepatan yang berbeda menunjukkan persentase rendemen yang berbeda (Gambar 5).
Rendemen (%)
14
120 100 80 60 40 20 0
b
ab
3000 rpm
5500 rpm
a
a
8000 rpm
10500 rpm
Kecepatan Sentrifugasi (rpm)
Gambar 5 Rendemen minyak ikan hasil sentrifugasi Peningkatan nilai rendemen terjadi dari perlakuan 3000 rpm menuju 8000 rpm, setelah itu rendemen minyak ikan mengalami penurunan pada kecepatan 10500 rpm. Hasil ini serupa dengan penelitian Suseno et al. (2011) semakin tinggi kecepatan sentrifugasi, maka nilai rendemen minyak ikan yang dihasilkan pun akan semakin tinggi. Namun pada kecepatan 10500 rpm terjadi sedikit penurunan, hal ini dapat disebabkan kurang nya homogenitas sampel yang akan dipisahkan dan suhu yang digunakan >10°C pada kecepatan 10500 rpm. Hasil analisis menunjukkan perbedaan kecepatan sentrifugasi secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi rendemen minyak ikan yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan sampel minyak ikan dengan kecepatan 3000 rpm berbeda nyata terhadap sampel minyak ikan dengan kecepatan 8000 rpm dan 10500 rpm, namun tidak berbeda nyata dengan sampel minyak ikan dengan kecepatan 5500 rpm. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya pemisahan hanya pada partikel halus pada kecepatan 8000 rpm dan 10500 rpm, sehingga rendemen yang diperoleh berbeda nyata dengan rendemen hasil kecepatan 3000 rpm. Rendemen terendah terdapat pada hasil sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm yaitu 61,17 %. Abdillah (2008) menyatakan bahwa rendemen yang rendah yang dihasilkan dapat disebabkan oleh tingginya fraksi non minyak dalam minyak ikan yang ikut pada fraksi tersabunkan setelah minyak mengalami netralisasi. Sampel minyak ikan dengan empat kecepatan sentrifugasi yang berbeda kemudian dilakukan uji meliputi kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan tingkat kejernihan minyak. Asam Lemak Bebas Jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dapat menunjukkan kualitas minyak, semakin tinggi nilai asam lemak bebas maka semakin turun kualitas minyak tersebut. Adanya asam lemak bebas pada minyak disebabkan karena minyak mengalami hidrolisis. Konstituen yang dapat mempercepat reaki hidrolisis minyak yaitu air. Semakin tinggi keberadaan konstituen penghidrolisis maka semakin tinggi pula tingkat hidrolisis minyak. Sehingga dapat dikatakan jika tingkat hidrolisis minyak tinggi akan menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas pada minyak dan sebaliknya (Astutik 2012). Kandungan asam lemak bebas pada minyak ikan hasil sentrifugasi meliputi setiap kecepatan sentrifugasi menunjukkan kadar asam lemak bebas yang berbeda (Gambar 6).
15
Asam lemak bebas (%)
6 5 4
a
a
a
a
kontrol
3000 rpm
a
3 2 1 0 5500 rpm
8000 rpm
10500 rpm
Kecepatan Sentrifugasi (rpm)
Gambar 6 Kandungan asam lemak bebas minyak ikan hasil sentrifugasi Minyak ikan yang tidak diberikan perlakuan sentrifugasi (kontrol) memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 3,61 %, sedangkan kandungan asam lemak bebas terendah terdapat pada perlakuan kecepatan sentrifugasi 3000 rpm yaitu sebesar 3,41 %. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan sentrifugasi yang digunakan tidak memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap kadar asam lemak bebas yang dihasilkan. Hasil kadar asam lemak bebas yang diperoleh cenderung mengalami kenaikan kecuali pada kecepatan 3000 rpm dan 8000 rpm. Peningkatan kadar asam lemak bebas ini sesuai dengan Saraswati (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan sentrifugasi juga dapat menyebabkan konstituen minor berupa tokoferol atau jenis antioksidan alami lainnya yang terkandung dalam minyak dapat tereduksi, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi penurunan stabilitas oksidatif serta peningkatan kandungan asam lemak bebas. Pada umumnya perlakuan sentrifugasi hanya mampu memisahkan partikel dengan ukuran lebih dari 5 mikron, sedangkan komponen polar yang menjadi pengotor minyak ikan biasanya berukuran kurang dari 1 mikron, sehingga sentrifugasi ini tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar asam lemak bebas (Cooke 2004 dalam Saraswati 2013). Asam lemak bebas dapat mengalami penurunan dengan adanya proses pemurnian menggunakan adsorben. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida merupakan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui mutu suatu minyak, semakin tinggi bilangan peroksida suatu minyak, maka dapat dikatakan mutu minyak tersebut semakin rendah (Astutik 2012). Peroksida merupakan senyawa yang diakibatkan karena adanya oksidasi minyak oleh udara bebas. Bilangan peroksida minyak ikan hasil sentrifugasi meliputi setiap kecepatan sentrifugasi menunjukkan bilangan peroksida yang berbeda (Gambar 7).
Bilangan Peroksida (meq/kg)
16
a
50 40 a
30 20
a
a
kontrol
3000 rpm
a
10 0 5500 rpm
8000 rpm
10500 rpm
Kecepatan Sentrifugasi (rpm)
Gambar 7 Bilangan peroksida minyak ikan hasil sentrifugasi Minyak ikan hasil sentrifugasi cenderung mengalami peningkatan bilangan peroksida kecuali pada perlakuan kecepatan 3000 rpm yang mengalami sedikit penurunan dari minyak ikan yang tidak dilakukan sentrifugasi (kontrol). Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan kecepatan sentrifugasi dapat memisahkan antioksidan alami pada sampel, sehingga mempengaruhi stabilitas pada minyak dan meningkatkan bilangan peroksida minyak. Bilangan peroksida terendah terdapat pada perlakuan 3000 rpm yaitu 17,085 meq/kg. Hasil analisis menunjukkan perbedaan kecepatan sentrifugasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap bilangan peroksida yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan setiap sampel memiliki bilangan peroksida yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan suhu sentrifugasi yang digunakan dipertahankan yaitu 10°C, sehingga menekan terjadinya peningkatan suhu yang dapat menyebabkan tingkat oksidatif minyak meningkat. Komponen peroksida biasanya akan efektif mengalami penurunan setelah adanya perlakuan pemurnian (Saraswati 2013). Sehingga perlu dilakukannya pemurnian dengan menggunakan adsorben untuk menurunkan bilangan peroksida. Tingkat Kejernihan Pengukuran kejernihan minyak dilakukan pada lima panjang gelombang visible (sinar tampak), yaitu 450 nm, 550 nm, 620 nm, 665 nm, serta 700 nm. Tingkat kejernihan minyak ditunjukkan dengan nilai persen transmisi yang terbaca pada spektrofotometer. Persen transmisi cahaya terhadap sampel minyak ikan hasil sentrifugasi dapat dilihat pada Gambar 8.
17
Persen Transmisi (%)
100 80 Kontrol
60
3000 rpm
40
5500 rpm
20
8000 rpm
0
10500 rpm 450 nm
550 nm
620 nm
665 nm
700 nm
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 8 Persen transmisi cahaya terhadap minyak ikan hasil sentrifugasi Peningkatan persen transmisi cahaya spektro terhadap minyak ikan hasil sentrifugasi seiring dengan meningkatnya panjang gelombang yang digunakan, yaitu 450 nm, 550 nm, 620 nm, 665 nm, dan 700 nm. Terjadi peningkatan persen transmisi pada minyak ikan kontrol, minyak ikan dengan kecepatan sentrifugasi 3000 rpm, minyak ikan dengan kecepatan sentrifugasi 5500 rpm dan minyak ikan dengan kecepatan 8000 rpm seiring dengan meningkatnya panjang gelombang yang digunakan. Peningkatan kecepatan sentrifugasi menyebabkan peningkatan nilai persen transmisi cahaya spektro terhadap sampel minyak. Hal tersebut disebabkan karena perlakuan sentrifugasi dapat memisahkan stok sabun sebagai zat yang dapat meningkatkan kekeruhan dari minyak ikan. Penurunan persen transmisi pada sampel minyak ikan dengan kecepatan sentrifugasi 10500 rpm dikarenakan kurang homogenitas sampel minyak ikan. Hasil uji menunjukkan bahwa sampel minyak ikan dengan kecepatan sentrifugasi 8000 rpm memiliki tingkat kejernihan tertinggi pada panjang gelombang 700 nm dibandingkan dengan sampel minyak ikan kontrol yaitu sebesar 89 %. Penentuan Pengaruh Kombinasi Adsorben Secara Bertahap terhadap Kualitas Minyak Ikan Minyak ikan hasil sentrifugasi yang memiliki kualitas terbaik yaitu pada kecepatan 3000 rpm dimurnikan secara bertahap dengan menggunakan adsorben berupa atapulgit dan bentonit. Minyak ikan dibagi untuk lima perlakuan pemurnian dan kemudian dibandingkan dengan minyak ikan 3000 rpm yang tidak diberikan perlakuan pemurnian (kontrol). Minyak ikan hasil pemurnian diuji kembali dengan berbagai parameter kualitas minyak ikan, antara lain : kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan p-anisidin, nilai total oksidasi dan tingkat kejernihan minyak ikan. Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas dihasilkan bila terjadi hidrolisis terhadap trigliserida minyak sehingga asam lemak terlepas dari ikatan dengan gliserol. Peningkatan hidrolisis terhadap minyak akan meningkatkan jumlah asam lemak bebas yang dihasilkan. Peningkatan jumlah asam lemak bebas menurunkan mutu minyak dan
18
Asam Lemak Bebas (%)
meningkatkan potensi terjadinya kerusakan minyak. Kerusakan minyak dapat mempengaruhi aroma sehingga minyak berbau tengik (Ahmadi dan Mushollaeni 2007). Menurut Raharjo (2004) trigliserida pada daging atau ikan (produk hewani) akan terhidolisis menjadi digliserida, monogliserida, dan akan membentuk asam lemak bebas. Kandungan asam lemak bebas pada minyak ikan setelah dilakukan pemurnian meliputi setiap perlakuan kombinasi adsorben menunjukkan kadar asam lemak bebas yang berbeda-beda (Gambar 9). 8 7 6 5 4 3 2 1 0
a b
Kontrol
b
A3→B3
b
b
B3→A3
B1,5→A1,5
b
A3+B3
A1,5+B1,5
Kombinasi Bentonit Atapulgit (%b/b)
Gambar 9 Kandungan asam lemak bebas minyak ikan sesudah dimurnikan Kadar asam lemak bebas yang dihasilkan cenderung meningkat setelah dilakukan pemurnian. Batas maksimum kadar asam lemak bebas pada minyak ikan menurut International Fish Oil Standard/IFOS (2011) adalah ≤1,5%. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan tahap pemberian adsorben dalam proses pemurnian memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap kadar asam lemak bebas yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sampel minyak ikan dengan perlakuan A3+B3 memiliki kadar asam lemak bebas yang paling tinggi dan berbeda nyata terhadap semua sampel minyak ikan pada perlakuan yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan tahapan yang diberikan adalah kombinasi adsorben atapulgit dan bentonit yang telah dicampur terlebih dahulu (A3+B3) dan konsentrasi adsorben yang digunakan juga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan selanjutnya yaitu A1,5+B1,5. Konsentrasi adsorben yang terlalu tinggi memungkinkan penyerapan komponen pengotor terjadi secara maksimal, namun hal tersebut memungkinkan antioksidan alami yang terkandung dalam pigmen terserap sehingga dapat mempengaruhi stabilitas dari minyak ikan. Kadar asam lemak bebas pada sampel dengan perlakuan B1,5→A1,5 memiliki kadar asam lemak bebas terendah yaitu 4,43 %.. Kadar asam lemak bebas yang meningkat ini dapat disebabkan oleh adanya hidrolisis. Hidrolisis terhadap minyak ikan (trigliserida) menyebabkan asam lemak terlepas dari ikatan dengan gliserol sehingga jumlah asam bebas akan meningkat. Hal ini juga dapat terjadi karena adanya pengaruh lama penyimpanan minyak sehingga meningkatkan reaksi hidrolisis pada minyak. Proses pemurnian (bleaching) pada pemurnian ini dilakukan dengan menggunakan adsorben yang akan menyerap zat warna dalam minyak. Pada proses ini sabun yang tertinggal, komponen logam dan peroksida dapat dipisahkan dengan baik, sedangkan kandungan asam lemak bebas akan bertambah secara lambat (Fauziah 2013).
19
Selain itu, suhu yang digunakan dalam pencampuran adsorben dengan minyak menjadi salah satu faktor kenaikan asam lemak bebas pada minyak. Semakin tinggi suhu, asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak menurun. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu, kandungan air berkurang sehingga proses hidrolisis menurun, akibatnya asam lemak bebas juga semakin menurun (Fauziah 2013). Pada proses pemurnian yang dilakukan, suhu yang digunakan merupakan suhu ruang yaitu ±25 °C sehingga asam lemak bebas tidak mengalami penurunan. Bilangan Peroksida Peroksida terbentuk pada reaksi autooksidasi yang merupakan hasil oksidasi primer. Peroksida ini tidak stabil dan selanjutnya dapat diuraikan menjadi produk oksidasi sekunder. Oksidasi lemak merupakan reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen yang dipercepat oleh panas, cahaya, dan logam. Oksidasi lemak menghasilkan produk oksidasi primer seperti hidroperoksida (Ahmadi 2009). Beberapa faktor seperti keberadaan oksigen, enzim peroksidase, panas, radiasi (cahaya), dan ion monovalen dapat mempercepat terjadinya oksidasi pada minyak (Kusnandar 2010). Bilangan peroksida pada minyak ikan setelah dilakukan pemurnian meliputi setiap perlakuan kombinasi adsorben menunjukkan bilangan peroksida yang berbeda-beda (Gambar 10). Bilangan Peroksida (meq/kg)
40 35
a
30 25 20 15
c
ab
B3→A3
B1,5→A1,5
ab
ab
b
10 5 0 Kontrol
A3→B3
A3+B3
A1,5+B1,5
Kombinasi Atapulgit Bentonit (%b/b)
Gambar 10 Bilangan peroksida minyak ikan sesudah dimurnikan Bilangan peroksida yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan dari minyak ikan kontrol. Penurunan ini terjadi karena hidrogen peroksida hasil oksidasi minyak ini bersifat labil yang selanjutnya terdegradasi lebih lanjut membentuk produk oksidasi sekunder. Perubahan ini menyebabkan peroksida yang terdeteksi menurun sehingga bilangan peroksida menurun. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan tahap pemberian adsorben dalam proses pemurnian memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap bilangan peroksida yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa bilangan peroksida terendah terdapat pada perlakuan A3→B3 yaitu 6 meq/kg. Bilangan peroksida pada sampel ini berbeda nyata terhadap bilangan peroksida pada minyak ikan kontrol dan sampel B3→A3, sedangkan tidak berbeda nyata pada bilangan peroksida sampel B1,5→A1,5; A3+B3; A1,5+B1,5. Sampel minyak ikan B3→A3 menunjukkan bilangan peroksida yang berbeda nyata terhadap semua sampel minyak ikan.
20
Konsentrasi adsorben yang terlalu tinggi memungkinkan penyerapan komponen pengotor terjadi secara maksimal, namun hal tersebut memungkinkan antioksidan alami yang terkandung dalam pigmen terserap sehingga dapat mempengaruhi stabilitas oksidasi dari minyak ikan. Bilangan Anisidin Bilangan anisidin adalah bilangan yang memperkirakan adanya senyawasenyawa hasil dekomposisi hidroperoksida yang disebabkan oleh oksidasi lanjut (Faradiba 2013). Minyak yang telah mengalami oksidasi lanjut dapat memiliki bilangan peroksida yang rendah karena sebagian besar hidroperoksida telah teroksidasi menjadi produk atau senyawa-senyawa hasil pemecahan yang lebih kecil sehingga hasil analisisnya lebih akurat untuk menggambarkan tingkat kerusakan minyak ikan (Irianto dan Giyatmi 2009). Bilangan anisidin pada minyak ikan yang telah dimurnikan meliputi setiap perlakuan kombinasi adsorben menunjukkan bilangan p-anisidin yang berbeda-beda (Gambar 11). a
Nilai p-anisidin (meq/kg)
12
a
10 ab
8
ab
6
4
b b
2 0 Kontrol
A3→B3
B3→A3
B1,5→A1,5
A3+B3
A1,5+B1,5
Kombinasi Atapulgit Bentonit (%b/b)
Gambar 11 Bilangan p-anisidin minyak ikan sesudah dimurnikan Bilangan p-anisidin yang dihasilkan cenderung meningkat dibandingkan dengan minyak ikan kontrol kecuali pada perlakuan A3→B3. Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan tahap pemberian adsorben dalam proses pemurnian memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap bilangan p-anisidin yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa bilangan p-anisidin terendah yaitu pada perlakuan pemberian adsorben A3→B3 sebesar 1,59 meq/kg, namun tidak berbeda nyata dengan sampel minyak ikan kontrol. Bilangan p-anisidin ini berbeda nyata terhadap bilangan p-anisidin pada sampel B3→A3 dan sampel A1,5+1,5. Bilangan anisidin yang didapat lebih rendah dibandingkan dengan bilangan peroksida. Menurut Kusnandar (2010), pembentukan peroksida sebagai senyawa antara dalam oksidasi lemak akan meningkat sampai titik tertentu untuk kemudian menurun kembali dan penurunan ini terjadi karena peroksida yang terbentuk akan terdekomposisi menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih kecil, terutama golongan aldehid dan dinyatakan dengan bilangan anisidin. Bilangan anisidin yang didapat memenuhi standar bilangan anisidin yang ditetapkan oleh IFOS (2011) yaitu sbesar <15 meq/kg. Bilangan p-anisidin tidak selalu seiring dengan tingginya bilangan peroksida (Guillen dan Cabo 2002), namun tingginya bilangan peroksida dapat
21
menyebabkan tingginya bilangan p-anisidin jika proses yang diberikan pada minyak ikan memungkinkan terjadinya degradasi lebih lanjut. Moreno et al. (2013) menyatakan bahwa kombinasi antara perlakuan suhu yang cukup tinggi dengan konsentrasi yang cukup tinggi dapat meningkatkan efisiensi penyerapan produk oksidasi sekunder. Nilai Total Oksidasi Total oksidasi (totoks) adalah hasil penjumlahan antara dua kali bilangan peroksida dengan bilangan p-anisidin. Nilai totoks dapat digunakan untuk mengukur progresivitas proses deteriorasi yang terjadi pada minyak dan menyediakan informasi mengenai pembentukan produk oksidasi primer dan sekunder (Hamilton and Rossell 1986 dalam Saraswati 2013). Nilai total oksidasi dari minyak ikan yang telah dimurnikan dengan kombinasi adsorben meliputi setiap perlakuan kombinasi adsorben menunjukkan nilai total oksidasi yang berbeda-beda (Gambar 12). Total Oksidasi (meq/kg)
80
a
70 60
a
50
a
a
A3+B3
A1,5+B1,5
ab
40 30 20
b
10 0 Kontrol
A3→B3
B3→A3
B1,5→A1,5
Kombinasi Atapulgit Bentonit (%b/b)
Gambar 12 Total oksidasi minyak ikan sesudah dimurnikan dengan perlakuan kombinasi adsorben Hasil analisis menunjukkan bahwa perbedaan tahap pemberian adsorben dalam proses pemurnian memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap nilai total oksidasi yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai total oksidasi sampel minyak ikan dengan perlakuan B3→A3 tidak berbeda nyata terhadap semua sampel minyak ikan kecuali pada perlakuan A3→B3. Perlakuan A3→B3 hanya memiliki nilai total oksidasi yang tidak berbeda nyata dengan nilai total oksidasi pada sampel dengan perlakuan B1,5→A1,5. Total oksidasi tersebut dapat menunjukkan tingkat oksidasi primer dan sekunder yang telah terjadi pada minyak. Nilai total oksidasi yang didapat cenderung mengalami penurunan dari total oksidasi minyak ikan kontrol. Nilai total oksidasi terendah terdapat pada perlakuan A3→B3 yaitu sebesar 13,59 meq/kg. Nilai total oksidasi yang diperoleh ini memenuhi standar yang ditetapkan oleh IFOS (2011) yang menetapkan bilangan total oksidasi adalah sebesar <20 meq/kg. Nilai total oksidasi tertinggi terdapat pada minyak ikan yang tidak diberikan perlakuan kombinasi adsorben (kontrol) yaitu 70,29 meq/kg.
22
Persen Transmisi (%)
Tingkat Kejernihan Tingkat kejernihan minyak yang dihasilkan pada setiap perlakuan pemurnian berbeda-beda dan ditunjukkan dengan nilai persen transmisi yang terbaca pada spektrofotometer. Nilai persen transmisi cahaya spektro terhadap minyak ikan yang telah dimurnikan dapat dilihat pada Gambar 13. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kontrol A3→B3 B3→A3 B1,5→A1,5 A3+B3 A1,5+B1,5 450 nm
550 nm
620 nm
665 nm
700 nm
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 13 Persen transmisi cahaya terhadap minyak ikan sesudah dimurnikan Persen transmisi cahaya spektro yang dihasilkan berbeda-beda terhadap minyak ikan yang telah dimurnikan pada panjang gelombang 450 nm, 550 nm, 620 nm, 665 nm, dan 700 nm. Warna kuning pada sampel minyak ikan yang diujikan merupakan bagian dari spektrum yang terlihat yang memiliki panjang gelombang 565-590 nm. Hasil uji menunjukkan bahwa perlakuan A3→B3 memiliki persen transmisi tertinggi pada panjang gelombang 700 nm yaitu 92,5 %. Persen transmisi cahaya terendah pada panjang gelombang 700 nm yaitu pada minyak ikan kontrol sebesar 90,7 %. Hasil uji menunjukkan minyak ikan yang telah diberikan perlakuan pemurnian dapat meningkatkan persen transmisi cahaya yang dihasilkan dan meningkatkan tingkat kejernihan minyak ikan tersebut jika dibandingkan dengan minyak ikan kontrol. Gauglitz dan Gruger (1965) menyatakan bahwa adsorben dapat mengurangi komponen pengotor sehingga meningkatkan nilai transmisi cahaya persen pada sampel minyak. Nilai persen transmisi yang tinggi dan mendekati 100 % mengindikasikan bahwa minyak ikan yang diamati memiliki tingkat kejernihan yang baik. Hasil yang diperoleh dari perlakuan pemurnian terbaik di beberapa parameter yang meliputi bilangan peroksida, bilangan anisidin, total oksidasi dan tingkat kejernihan minyak yaitu A3→B3 dengan cara pemberian adsorben atapulgit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, setelah 10 menit ditambahkan adsorben bentonit konsentrasi 3 %. Hasil yang didapat dari beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 3.
23
Tabel 3 Perbandingan parameter yang dihasilkan dengan standar IFOS Parameter Bilangan peroksida Bilangan anisidin Kadar asam lemak bebas Total Oksidasi Tingkat kejernihan minyak Bilangan asam
Minyak ikan hasil samping yang telah dimurnikan 6 meq/kg 1,59 meq/kg 4,43% 13,59 meq/kg 92,5% -
Standar IFOS (2011) <5 meq/kg <20 meq/kg <1,5% <20 meq/kg <2,25 mg KOH/g
Tabel di atas menunjukkan minyak ikan yang dihasilkan dari perlakuan pemurnian terbaik masih belum memenuhi standar IFOS (2011) kecuali pada parameter total oksidasi dan bilangan anisidin yang diperoleh. Produk oksidasi primer dan sekunder cenderung mempengaruhi warna serta kekeruhan dari minyak ikan, semakin tinggi kandungan produk oksidasi primer dan sekunder pada minyak ikan, maka penampakan dari minyak ikan akan semakin gelap, sehingga tingkat kejernihannya menurun (Estiasih 2009). Kenampakan minyak ikan Sardinella sp. sebelum dan sesudah perlakuan pemurnian dapat dilihat pada Gambar 14.
(a) (b) Gambar 14 Kenampakan minyak ikan sebelum (a) dan sesudah (b) perlakuan pemurnian
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. 2. 3.
Karakteristik minyak ikan awal sebelum dimurnikan yaitu kadar asam lemak bebas sebesar 3,61%, bilangan peroksida sebesar 17,5 meq/kg dan tingkat kejernihan minyak sebesar 89% pada panjang gelombang 700 nm. Perlakuan terbaik sebelum pemurnian minyak ikan untuk mendapatkan kualitas oksidasi primer, sekunder, dan total oksidasi yang rendah adalah perlakuan kecepatan sentrifugasi 3000 rpm. Perlakuan terbaik pada proses pemurnian minyak ikan setelah sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm yaitu pemurnian dengan kombinasi adsorben secara bertahap atapulgit konsentrasi 3 % ke dalam minyak, lalu
24
ditambahkan adsorben bentonit konsentrasi 3 %. Perlakuan tersebut menghasilkan bilangan peroksida sebesar 6,00 meq/kg, bilangan anisidin sebesar 1,59 meq/kg, total oksidasi sebesar 13,59 meq/kg dan persen transmisi tingkat kejernihan minyak dengan panjang gelombang 620 nm, 665 nm, dan700 nm adalah 88,7-92,5 %, sedangkan kadar asam lemak bebas terendah terdapat pada pemberian campuran adsorben bentonit 1,5 % dan atapulgit 1,5 % yaitu 4,43 %. Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pengujian mengenai adanya pengaruh faktor waktu dan suhu pada pemurnian minyak ikan dengan kombinasi beberapa adsorben selain bentonit dan atapulgit terhadap kualitas minyak ikan yang dihasilkan serta pengujian mengenai parameter yang belum diteliti pada penelitian ini yaitu bilangan asam, bilangan iod dan tingkat kekeruhan minyak.
DAFTAR PUSTAKA Abdillah MH. 2008. Pemurnian minyak dari limbah pengolahan ikan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ahmadi Kgs, Mushollaeni W. 2007. Aktivasi kimiawi zeolit alam untuk pemurnian minyak ikan dari hasil samping penepungan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 8(2): 71-79. Ahmadi Kgs. 2009. Kinerja zeolit alam teraktivasi pada penjernihan minyak bekas penggorengan keripik tempe. Jurnal Teknologi Pertanian. 10(20): 136-143. [AOAC] Association of official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington (US): AOAC Int. [AOAC] Association of official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia (US): Published by The Association of Analytical Chemist, inc. [AOCS] American Oil Chemists' Society. 1997. Official method cd 8-53 peroxide value, cd18-90 p-ansidine value, cg 3-91 recommended practices for assessing oil quality and stability In Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists' Society Urbana. USA (US): AOCS Press. [AOCS] American Oil Chemists' Society. 1998. Free Fatty Acids In: Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists Society. Vol 5a. 5th ed. Champaign (US): AOCS Press. Astutik S. 2012. Pengaruh variasi bahan pemucat terhadap karakteristik fisika, kimia, dan komposisi minyak ikan hasil pemurnian limbah pengalengan ikan [skripsi]. Jember (ID): Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember.
25
Estiasih T. 1996. Mikroenkapsulasi konsentrat asam lemak ω-3 dari limbah cair pengalengan ikan lemuru (Sardinella longiceps) [tesis]. Yogyakarta (ID): Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada. Estiasih T. 2009. Minyak Ikan : Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan Kesehatan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Estiasih T, Ahmadi K. 2012. Pembuatan trigliserida kaya asam lemak ω-3 dari minyak hasil samping pengalengan ikan lemuru (Sardinella longiceps). Jurnal Teknologi Pertanian. 5(3): 116-128.
Faradiba T. 2013. Karakterisasi dan kestabilan produk kombinasi minyak ikan dan minyak habbatussauda [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fauziah AW. 2013. Karakterisasi dan penentuan komposisi asam lemak dari pemurnian limbah pengalengan ikan dengan variasi waktu simpan limbah dan suhu pada degumming [skripsi]. Jember (ID): Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember. Fitriyantini Z. 2009. Adsorpsi karotenoid dari metal ester minyak sawit dengan menggunakan adsorben atapulgit dan magnesium silikat sintetik [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gauglitz JR, Gruger JR. 1965. Bleaching and molecular distillation of menhaden oil. Journal of the American Oil Chemist’s Society. 42: 561-563. Guillen MD, Cabo N. 2002. Fourier transform infrared spectra data versus peroxide and anisidine values to determine oxidative stability of edible oils. Food Chemistry. 77: 503–10. Hashimoto M, Tanabe Y, Fujii Y, Kikuta T, dan Shido HO. 2005. Chronic administration of docosahexaenoic acid ameliorates the impairment of spatial cognition learning ability in amyloid β-infused rats. J Nutrition. 135: 549-555. Huang J, Liu Y, Liu Y, dan Wang X. 2007. Effect of Attapulgite Pore Size Distribution on Soybean Oil Bleaching. Journal of American Oil Chemist Society. 84: 687-692. [IFOS] International Fish Oils Standard. 2011. Fish Oil Purity Standards. Avalaible: http://www.omegavia.com/best-fish-oil-supplement-3/ [25 Juni 2014]. Irianto HE, Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Terbuka. [IUPAC] International Union on Pure an Apllied Chemistry. 1987. Standard methods for the analysis of oils arld fats and derivatives, 7th edn, ed. C. Paquot and A. Hautfenne. Oxford (UK): Blackwell Scientific Publishing Ltd. Izaki AF. 2013. Studi kinetika adsopsi asam lemak bebas pada pemurnian minyak ikan lemuru (Sardinella sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
26
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Perikanan dan Kelautan Dalam Angka. Jakarta (ID): Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kusnandar F. 2010. Mengenal Sifat Lemak dan Minyak. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Larosa YN. 2007. Studi pengetsaan bentonit terpilar-Fe2O3 [skripsi]. Medan (ID): Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Monika I, Umar DF. 2008. Pemanfaatan bentonit sebagai penjernih minyak pelumas bekas hasil proses daur ulang dengan batubara. Jurnal Bahan Galian Industri. 12(33): 17-21. Moreno PJG, Guadix A, Robledo LG, Melgosa M, Guadix EM. 2013. Optimization of bleaching conditions for sardine oil. Journal of Food Engineering. 116: 606-612. Nurdani Y. 2009. Sintesis dan karakterisasi cuo-bentonit serta aplikasinya sebagai fotokatalis [skripsi]. Depok (ID): Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Raharjo S. 2004. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Yogyakarta (ID): Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada. Saraswati. 2013. Pemurnian minyak ikan lemuru (Sardinella lemuru) menggunakan sentrifugasi dan adsorben bentonit [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suseno SH, Tajul AY, Wan Nadiah WA. 2011. Improving the quality of lemuru (Sardinella lemuru) oil using magnesol xl filter aid. International Food Journal. 18: 255-264. Syuhada, Wijaya R, Jayatim, Rohman S. 2009. Modifikasi bentonit (clay) menjadi organoclay dengan penambahan surfaktan. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. 2(1): 48-51. Tambunan JE. 2014. Peningkatan kualitas minyak ikan sarden (Sardinella sp.) menggunakan sentrifugasi dan adsorben sintesis [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
27
LAMPIRAN
28
29
Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan
a. Minyak ikan hasil samping
b. Minyak ikan hasil sentrifugasi
c. Proses pencampuran minyak dengan adsorben menggunakan magnetic stirer
d. Minyak ikan setelah dimurnikan dengan kombinasi adsorben
30
Lampiran 2 Tabel uji statistik asam lemak bebas (%FFA) Asam lemak bebas sebelum pemurnian Jumlah Derajat Rataan Tingkat kuadrat bebas kuadrat Nilai F signifikan Interaksi antar 4,4 3,609 4 ,902 ,066 kelompok 62 Interaksi dalam 1,011 5 ,202 kelompok Total 4,620 9 Asam lemak bebas setelah pemurnian Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Rataan kuadrat
Interaksi antar 4,984 4 1,246 kelompok Interaksi dalam ,649 5 ,130 kelompok Total 5,633 9 Duncan Jumlah data Galat untuk α = 0.05 Kode 1 2 1 B1,5→A1,5 2 4,4350 A1,5+B1,5 2 5,0100 A3→B3 2 5,0150 B3→A3 2 5,0750 A3+B3 2 6,5500 Tingkat ,147 1,000 signifikan
Nilai F 9, 607
Tingkat signifikan ,014
31
Lampiran 3 Tabel uji statistik bilangan peroksida Bilangan peroksida sebelum pemurnian Jumlah Derajat Rataan Tingkat kuadrat bebas kuadrat Nilai F signifikan Interaksi antar 1,8 351,805 4 87,951 ,264 kelompok 12 Interaksi dalam 242,708 5 48,542 kelompok Total 594,514 9 Bilangan peroksida setelah pemurnian Jumlah Derajat Rataan Tingkat kuadrat bebas kuadrat Nilai F signifikan Interaksi antar 172,06 7,0 860,317 5 ,017 kelompok 3 17 Interaksi dalam 147,116 6 24,519 kelompok Total 1007,43 11 3 Duncan Jumlah data Galat untuk α = 0.05 Kode 1 2 3 1 A3→B3 2 6,0000 B1,5→A1,5 2 14,2800 14,2800 A3+B3 2 16,2500 16,2500 A1,5+B1,5 2 18,6100 18,6100 B3→A3 2 20,0000 Kontrol 2 34,2857 Tingkat ,052 ,311 1,000 signifikan
32
Lampiran 4 Tabel uji statistik rendemen minyak ikan hasil sentrifugasi Derajat Jumlah kuadrat bebas
Rataan Tingkat kuadrat Nilai F signifikan 39 7,1 3 ,044 4,530 17 55 4 ,438 7
Interaksi antar 1183,590 kelompok Interaksi dalam 221,750 kelompok Total 1405,340 Duncan Jumlah data Galat untuk α = 0.05 Kode 1 2 3000 rpm 2 61,1700 5500 rpm 2 73,9000 10500 rpm 2 8000 rpm 2 Tingkat ,162 signifikan
1 73,9000 90,0700 90,2000 ,098
Lampiran 5 Tabel uji statistik bilangan anisidin Bilangan anisidin sebelum pemurnian Jumlah Derajat Rataan Tingkat kuadrat bebas kuadrat Nilai F signifikan Interaksi antar ,8 253,649 4 63,412 ,542 kelompok 67 Interaksi dalam 365,870 5 73,174 kelompok Total 619,519 9 Bilangan anisidin setelah pemurnian Derajat Jumlah kuadrat bebas Interaksi antar kelompok Interaksi dalam kelompok Total
Rataan kuadrat
Tingkat signifikan
Nilai F
113,924
4
28,481
2,441
5
,488
116,365
9
58,351
,000
33
Duncan Kode A3→B3 A3+B3 B1,5→A1,5 A1,5+B1,5 B3→A3 Tingkat signifikan
Jumlah data Galat untuk α = 0.05 1 2 2 1,5900 2 2 2 2
3
1
6,0800 6,4350 9,8600 11,2850
1,000
,633
,097
Lampiran 6 Tabel uji tingkat kejernihan minyak ikan Tingkat kejernihan minyak ikan sebelum pemurnian Perlakuan
Panjang Gelombang (%T)
Kontrol
450 nm 14,6
550 nm 65,8
620 nm 83
665 nm 84
700 nm 89
3000 rpm
17,9
66,2
82,3
84,4
90,7
5500 rpm
21
70,3
83,8
85,2
93,3
8000 rpm
23,2
71,3
84,9
85
93,9
10500 rpm
19,1
69
82,5
83,8
92,1
Source of Variation SS Baris 62,7544 Kolom 17235,97 Error 25,0736 Total 17323,8
Derajat bebas 4 4 16 24
MS Nilai F 15,6886 10,01123 4308,994 2749,661 1,5671
P-value 0,000296 1,78E-22
Tingkat kejernihan minyak ikan setelah pemurnian Panjang Gelombang (%T)
Perlakuan Kontrol
450 nm 17,9
550 nm 66,2
620 nm 82,3
665 nm 84,4
700 nm 90,7
A3,B3
30,12
78,52
88,72
88,31
92,47
B3,A3
35,16
77,27
86,90
87,90
92,26
B1.5,A1.5
25,00
70,63
83,75
87,30
92,26
F crit 3,006917 3,006917
34
A3&B3
27,80
77,45
88,92
89,13
91,62
A1.5&B1.5
19,41
69,98
82,41
84,14
90,99
Source Variation Baris Kolom Error Total
of
Derajat SS bebas 161,8227 4 14036,97 4 94,0671 16 14292,86 24
MS Nilai F P-value F crit 40,45567 6,881159 0,002021 3,006917 3509,242 596,8917 3,45E-17 3,006917 5,879194
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cibinong, Bogor tanggal 23 Maret 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Tukino wijoyono dan Ibu Supatmini. Penulis telah menempuh pendidikan di TKIT AsSalaam lulus tahun 1998, SDN Puspa Negara 03 Kecamatan Citeureup lulus tahun 2004, MTs Islamic Girls Boarding School Darul Marhamah lulus tahun 2007, MA Islamic Girls Boarding School Darul Marhamah lulus tahun 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama menjalani masa studi, penulis aktif sebagai asisten praktikum Teknologi Pengolahan Produk Tradisional Hasil Perairan (2012-2013). Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan kampus sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK IPB selama periode 2011-2012 dan 2012-2013, serta aktif dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengikuti beberapa Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh DIKTI, PKM-M pada tahun 2011, PKM-P pada tahun 2012 dan PKM-P pada tahun 2013. Penulis pernah menjadi peserta dalam Lomba MTQ Mahasiswa IPB pada tahun 2011. Penulis merupakan penerima beasiswa Bidik Misi sejak tahun 2010.
36