i
MIKROENKAPSULASI MINYAK IKAN DARI HASIL SAMPING INDUSTRI PENEPUNGAN IKAN LEMURU (Sardiniella lemuru) DENGAN METODE PENGERINGAN BEKU (Freeze Drying)
Ghema Yogaswara
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
RINGKASAN GHEMA YOGASWARA. C34103052. Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Dari Hasil Samping Industri Penepungan Ikan Lemuru (Sardiniella lemuru) Dengan Metode Pengeringan Beku (Freeze Drying). Dibawah bimbingan BUSTAMI IBRAHIM dan PIPIH SUPTIJAH. Ikan lemuru (Sardinella Lemuru) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di Indonesia. Salah satu pemanfaatan ikan tersebut dapat diolah menjadi tepung ikan. Proses penepungan ikan mempunyai hasil samping berupa minyak ikan. Mikroenkapsulasi minyak ikan merupakan suatu upaya untuk pemanfaatan minyak ikan agar mudah untuk didistribusikan dan dimanfaatkan. Teknik Mikroenkapsulasi dapat mengatasi kelemahan minyak ikan yang bersifat mudah bereaksi dengan oksigen dan memiliki aroma yang tidak disukai dengan menghasilkan produk berbentuk padatan berukuran mikro (powder). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pemurnian minyak ikan lemuru dengan metode pemurnian alkali dan proses mikroenkapsulasi minyak ikan dengan metode pengeringan beku. Metode penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan yaitu pemurnian minyak ikan dari minyak hasil samping penepungan ikan Lemuru dengan metode pemurnian alkali yang dibandingkan dengan minyak pemurnian CV. Biji Sesawi dan minyak ikan tanpa pemurnian. Penelitian dilanjutkan dengan mencari formulasi yang tepat untuk membuat mikrokapsul minyak ikan lemuru dengan melihat kestabilan emulsi bahan mikrokapsul. Penelitian utama berupa karakteristik mikrokapsul yang diperoleh dari formulasi mikrokapsul dengan minyak ikan pemurnian alkali. Hasil yang diperoleh antara minyak ikan yang dimurnikan dengan metode pemurnian alkali dibandingkan minyak pemurnian CV. Biji Sesawi dan minyak ikan tanpa pemurnian menunjukan perlakuan pemurnian mempengaruhi kadar lemak pada minyak ikan. Warna dan aroma minyak pemurnian CV. Biji Sesawi lebih disukai dibandingkan minyak ikan pemurnian alkali dan minyak ikan tanpa pemurnian. Formulasi yang diperoleh untuk pembuatan mikrokapsul adalah kombinasi antara minyak ikan, lesitin (bahan pengemulsi) dan penyalut (perbandingan gum arab : gelatin) masing-masing 25 % (v/v), 5 % (v/v), dan 70 % (3:1) (b/v) disertai dengan penambahan CMC (Sodium Carboxy Methil Cellulose) 10 % (b/v). Formulasi yang diperoleh mempunyai kestabialan emulsi atau pemisahan antara minyak dan bahan penyalut lebih dari 20 jam sebelum minyak dikering bekukan. Mikrokapsul yang diperoleh mempunyai ukuran sebesar 237,54 µm, rendemen mikrokapsul sebesar 25,31 % (b/v), Bahan penyalut 79.47 % (b/v), Kadar air 2,91 %, dan efisiensi sebesar 61,34 %. Mikrokapsul memiliki total asam lemak sebesar 72.301 mg/100gram dengan total asam lemak tak jenuhnya sebesar 55,27 mg/100gram dengan kandungan asam lenoleat yang tinggi. Harga pokok penjualan mikrokapsul minyak ikan sebesar Rp. 2.112,- per gram.
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Dari Hasil Samping Industri Penepungan Ikan Lemuru (Sardiniella lemuru) dengan Metode Pengeringan Beku (Freeze Drying) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 23 Juli 2008
Ghema Yogaswara C34103052
iv
MIKROENKAPSULASI MINYAK IKAN DARI HASIL SAMPING INDUSTRI PENEPUNGAN IKAN LEMURU (Sardiniella lemuru) DENGAN METODE PENGERINGAN BEKU (Freeze Drying)
Ghema Yogaswara
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
v
Judul Skripsi
:
Mikroenkapsulasi Minyak Ikan dari Minyak Hasil Samping Industri Penepungan Ikan Lemuru (Sardinilla lemuru) dengan Metode Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Nama Mahasiswa NRP
: :
Ghema Yogaswara C34103052
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Pipih Suptijah, MBA. NIP 132 206 247
Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. NIP 131 578 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus : 23 Juli 2008
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1985 dari ayah Gunardi Yudha dan ibu Meita Rosana..
Penulis
merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tingkat taman kanak kanak-kanak di TK Kartika II (1989-1991) Pondok Gede, kemudian melanjutkan pendidikan pada SD Angkasa III (1991-1997) (1991 Jakata Timur Timur. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN N 49 Jakarta Timur (1997-2000), 2000), dan melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMUN N 9 Jakarta Timur (2000-2003). Pada tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI dan diterima di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiwaan diantaranya Forum Keluarga Muslim uslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan. Selain itu, penulis juga menjadi asisten mata kuliah Sosiologi Umum pada tahun ajaran 2005 5/2006 semester ganjil dan genap dan mata kuliah Proses Thermal mal Hasil Perikanan dan Refrigrasi Hasil Perikanan pada tahun ajaran 2007/2008. Prestasi yang didapatkan penulis selama kuliah diantaranya adalah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XVII di Padang dan berhasil menyumbangkan medali perak untuk untu kategori PKM Ilmiah dan Poster terbaik tingkat nasional. Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Dari Minyak Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella ( lemuru) ru) dengan Metode Pengeringan Beku (Freeze Freeze Drying) Drying sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ” Mikroenkapsulasi Minyak Ikan Dari Minyak Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dengan Metode Pengeringan Beku (Freeze Drying) ”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini: 1. Bapak Dr.Ir. Bustami Ibrahim, MSc. dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, penjelasan, pengertian, serta segala kesabaran yang telah diberikan kepada penulis 2. Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa dan Ibu Ir. Winarti Zahirudin, MS selaku dosen penguji atas masukan dan perbaikan yang diberikan kepada penulis. 3. Papa dan Mama tercinta atas segala cinta dan kasih sayangnya, kesabaran, ketegaran, serta do’a dan jerih payahnya, semoga selalu berada dalam lindungan Allah SWT dan sehat wal’afiat. 4. Ogi adikku; Keluarga besar gang menteng dan sekitar Bogor; Keluarga besar Mbah Tejo terimakasih atas bantuan do’a, kasih sayang dan semangatnya. 5. Pak Sarwiyono dari CV. Biji Sesawi atas minyak ikan dan bantuan penelitian minyak ikan ini. 6. Bapak Dr. Ir. Joko Santoso, Msi selaku pembimbing akademik selama perkuliahan. 7. Ibu Ir. Ana C. Erungan, Msi selaku moderator saat seminar atas masukan dan semangat yang diberikan pada penulis. 8. Staf laboran Laboratorium Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium Keamanan Pangan 2 PAU. Serta teman-teman seperjuangan penelitian Laler, Deden, Iqbal, Udin, Azis,
viii
Dian, Hoe dan teman-teman lain yang belumku tuliskan Semoga Allah SWT membalas kebaikanmu. 9. Seluruh teman-temanku THP 40 atas persahabatan dan kekuatan yang kalian berikan selama ini. 10. Member of Puri Chiwandi atas pengalaman hidup yang sangat berkesan. 11. Adik kelasku THP 41 dan 42 atas kebersamaannya selama ini. 12. People those who inherited me with the will of fire, people that I can’t mention their name above, but for sure, because of them I could keep stand and fight untill now. For those, I salute. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis tetap berjuang dan belajar lagi dan lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, 23 Juli 2008
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
vi
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................
1 1 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2.1 Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) .................................................. ....... 2.2 Minyak Ikan .................................................................................. ........ 2.2.1 Asam lemak omega-3 ................................................................. 2.2.2 Pemurnian minyak...................................................................... 2.2.3 Stabilitas minyak ........................................................................ 2.3 Mikroenkapsulasi ............................................................................... 2.3.1 Bahan penyalut .......................................................................... 2.3.2 Pengeringan beku (freeze drying) ............................................... 2.3.3 Pengaruh freeze drying terhadap bahan minyak ...........................
3 3 4 7 10 12 14 15 17 20
3. METODOLOGI ........................................................................................ 3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 3.2 Bahan dan Alat ..................................................................................... 3.3 Prosedur Kerja...................................................................................... 3.3.1 Pemurnian minyak ikan .............................................................. 3.3.2 Formulasi mikronkapsul .............................................................. 3.3.3 Mikroenkapsulasi ........................................................................ 3.4 Prosedur Analisis ................................................................................. 3.4.1 Analisis fisiko – kimia ................................................................ 3.4.1.1 Analisis bilangan iod dengan metode Wijs (AOAC, 1984) .............................................. 3.4.1.2 Analisis bilangan peroksida (AOAC, 1984) ..................... 3.4.1.3 Analisis angka TBA (Thiobarbituric Acid Value) (AOCS, 1990)......................... 3.4.1.4 Analisis kadar lemak (Metode Soxhlet, AOAC, 1984) ....... 3.4.1.5 Analisis kadar air (Metode oven) ......................................... 3.4.1.6 Ekstraksi mikrokapsul .......................................................... 3.4.1.7 Profil asam lemak dengan gas chromatography (AOCS, 1990) ......................................... 3.4.1.8 Rendemen dan ukuran mikrokapsul ................................... 3.4.1.9 Perbandingan bahan penyalut (%) .....................................
22 22 22 22 22 25 26 27 28 28 28 28 29 29 30 30 31 31
ii
3.4.1.10 Efisiensi mikrokapsul ...................................................... 3.4.2 Uji organoleptik ........................................................................... 3.4.3 Penentuan harga pokok penjualan ............................................... 3.5 Rancangan Percobaan ..........................................................................
31 32 36 36
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 4.1 Pemurnian Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)............................ 4.1.1 Uji bilangan iod ........................................................................... 4.1.2 Uji bilangan peroksida ............................................................... 4.1.3 Uji angka TBA (Thiobarbituric acid) .......................................... 4.1.4 Uji kadar lemak........................................................................... 4.1.5 Uji profil asam lemak .................................................................. 4.1.6 Uji organoleptik .......................................................................... 4.1.6.1 Warna ............................................................................. 4.1.6.2 Aroma ........................................................................... 4.2 Formulasi dan Stabilitas Penyalut ........................................................ 4.3 Mikrokapsul ......................................................................................... 4.3.1 Uji bilangan iod ........................................................................... 4.3.2 Uji bilangan peroksida ................................................................. 4.3.3 Uji angka TBA (Tiobarbituric Acid) ............................................ 4.3.4 Uji kadar lemak ........................................................................... 4.3.5 Uji kadar air ................................................................................ 4.3.6 Uji profil asam lemak .................................................................. 4.3.7 Uji organoleptik .......................................................................... 4.3.7.1 Aroma ............................................................................ 4.3.7.2 Warna.............................................................................. 4.3.7.3 Penampakan.................................................................... 4.4 Harga Pokok Penjualan ........................................................................
38 38 39 40 42 43 44 46 46 47 49 53 56 57 59 61 63 64 65 65 65 66 67
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 68 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. . 68 5.2 Saran ....................................................................................................... . 69 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70 LAMPIRAN .................................................................................................. 75
iii
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Komposisi kimia ikan lemuru (Sardinella lemuru) .....................................
3
2. Karakteristik minyak Ikan Lemuru .............................................................
6
3. Depot dan persentase kandungan minyak ikan pada beberapa jenis ikan.....
7
4. Kadar asam lemak omega-3 dari beberapa jenis ikan (100 gr daging) .........
9
5. Perbedaan metode dan mutu antara pengeringan beku dan pengeringan konvensional ................................................................... 20 6. Profil asam lemak (mg/100gr) minyak ikan selama penyimpanan............... 44 7. Formulasi bahan penyalut mikrokapsul ...................................................... 51 8. Karakteristik dari mikrokaspul yang dihasilkan .......................................... 53
iv
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) ............................................................
4
2.
Rumus asam lemak ..................................................................................
5
3.
Rumus molekul asam linolenat, EPA dan DHA ........................................
8
4.
Reaksi penyabunan .................................................................................. 11
5.
Reaksi autooksidasi .................................................................................. 13
6.
Pindah panas bahan pada pengeringan beku ............................................. 19
7.
Diagram fase air ....................................................................................... 19
8.
Diagram alir pemurnian minyak ikan dengan metode alkali...................... 25
9.
Diagram alir minyak ikan CV. Biji Sesawi ............................................... 26
10. Diagram alir formulasi mikroenkapsulasi ................................................. 28 11. Bagan mikroenkapsulasi metode pengeringan beku (freeze drying) .......... 29 12. Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru); A. Minyak pemurnian alkali; B. Minyak pemurnian industri; C. Minyak penepungan ikan .................................................................... 39 13. Histogram bilangan iod pada minyak ikan (mg/100gr) ............................. 39 14. Histogram peroksida pada minyak ikan (Me/1000gr). .............................. 41 15. Histogram angka TBA pada minyak ikan (µmol/gr). ................................ 42 16. Histogram kadar lemak minyak ikan (% v/v). ........................................... 43 17. Histogram nilai hedonik warna minyak ikan. ............................................ 46 18. Histogram nilai hedonik aroma minyak ikan. .......................................... 48 19. Diagram penambahan CMC terhadap stabilitas emulsi ............................. 52 20. Penampakan mikrokapsul dan selama penyimpanannya. ......................... 55 21. Histogram perbandingan bilangan iod (mg/100gr). ................................... 56 22. Grafik rataan bilangan iod mikrokapsul selama 15 hari (mg/100gr). ......... 57 23. Histogram Perbandingan bilangan peroksida mikrokapsul (Me/1000gr). .. 58 24. Grafik rataan bilangan peroksida mikrokapsul selama 15 hari (Me/1000gr). 59 25. Histogram perbandingan angka TBA mikrokapsul (µmol/gram)............... 60 26. Grafik rataan bilangan TBA mikrokapsul selama 15 hari (µmol/gram). .... 61 27. Histogram perbandingan kadar lemak minyak (% v/v). ............................ 62
v
28. Grafik rataan kadar lemak mikrokapsul selama 15 hari (%). ..................... 62 29. Grafik rataan kadar air mikrokapsul selama 15 hari (%). .......................... 63 30. Diagram profil asam lemak mikrokapsul (mg/ 100gram). ......................... 64 31. Histogram nilai hedonik aroma minyak ikan dan mikrokapsul. ................. 65 32. Histogram nilai hedonik warna minyak ikan dan mikrokapsul. ................. 66 33. Histogram nilai hedonik penampakan minyak ikan dan mikrokapsul. ....... 66 34. Perusahaan areal perindustian perikanan muncar ..................................... 115 35. Kegiatan masyarakat ................................................................................ 115
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
Schore sheet organoleptik minyak ikan. ................................................... 75
2.
Schore Sheet hedonik minyak ikan dan mikrokapsul minyak ikan ......................................................................... 76
3.
Data dan hasil olah deskriptif rata-rata bilangan iod (mg/100 gr). ............ 77
4.
Data dan hasil olah deskriptif rata-rata bilangan Peroksida. ..................... 77
5.
Data dan hasil olah deskriptif rata-rata bilangan TBA (µmol/gram). ........ 77
6.
Data kadar lemak minyak bahan baku. ..................................................... 78
7.
Data penyimpanan 12 hari (hari ke- 0, 3, 6, 9 dan 12) mikrokapsul. ......... 78
8.
Rendemen, persen bahan penyalut, ukuran mikrokapsul dan efisiensi mikrokapsul. ........................................ 78
9.
Data organoleptik deskriptif warna dan aroma minyak ikan...................... 79
10. Data organoleptik hedonik warna dan aroma minyak Ikan ........................ 80 11. Data organoleptik hedonik warna, aroma dan penampakan minyak ikan dan mikrokapsul ....................................... 81 12. Analisis ragam bilangan iod minyak ikan ................................................ 82 13. Analisis ragam bilangan peroksida minyak ikan. ..................................... 82 14. Analsis ragam TBA (Thiobarbithuric Acid) minyak ikan......................... 83 15. Analisis ragam kadar lemak minyak ikan. ............................................... 83 16. Hasil uji organoleptik hedonik warna minyak ikan. ................................. 84 17. Hasil uji organoleptik hedonik aroma minyak ikan .................................. 86 18. Hasil uji organoleptik hedonik warna mikrokapsul ................................. 88 19. Hasil uji organoleptik penampakan mikrokapsul ..................................... 89 20. Hasil uji organoleptik aroma mikrokapsul ............................................... 90 21. Data uji stabilitas formulasi bahan ........................................................... 91 22. Standar profil asam lemak. ..................................................................... 92 23. Profil asam lemak minyak ikan pemurnian alkali..................................... 94 24. Profil asam lemak minyak ikan hasil samping tanpa pemurnian............... 95 25. Profil asam lemak minyak ikan CV. Biji Sesawi...................................... 96 26. Profil asam lemak mikrokapsul. .............................................................. 97
vii
27. Hasil uji formulasi. .................................................................................. 98 28. Hasil uji bilangan iod terhadap waktu penyimpanan. ............................... 100 29. Hasil uji bilangan peroksida terhadap waktu penyimpanan. ..................... 101 30. Hasil uji bilangan TBA terhadap waktu penyimpanan ............................. 102 31. Hasil uji kadar lemak terhadap waktu penyimpanan. ............................... 103 32. Hasil uji kadar air terhadap waktu penyimpanan...................................... 104 33. Perbandingan kadar lemak minyak dan mikrokapsul. .............................. 105 34. Perbandingan bilangan iod minyak dan mikrokapsul. ............................. 106 35. Perbandingan bilangan peroksida minyak dan mikrokapsul. .................... 107 36. Perbandingan bilangan TBA minyak dan mikrokapsul. ........................... 108 37. Analisa biaya produksi ............................................................................ 109 38. Dokumentasi. .......................................................................................... 111
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ikan lemuru (Sardinella Lemuru) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di Indonesia, di daerah Muncar Banyuwangi ikan ini menjadi mata pencaharian utama. Populasi terbanyak ikan lemuru terbesar terdapat di perairan Selat Bali, dan sekitar 80% ikan lemuru merupakan hasil tangkapan nelayan di Kecamatan Muncar yang beroprasi di Teluk Bali. Ikan Lemuru termasuk ikan berlemak tinggi dengan kandungan lemak yang bervariasi. Kandungan lemak yang berbeda ini tergantung pada ukuran ikan, kedewasaan, musim, makanan dan sebagainya (Moeljanto 1988). Menurut Stansby (1982), minyak ikan banyak mengandung jenis asam lemak omega-3 yakni EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid). Hasil penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa kandungan EPA dan DHA pada minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15 % dan 11 %. Minyak ikan lemuru ini merupakan hasil samping dari industri pengalengan dan penepungan ikan lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar Jawa Timur. Pada proses pengolahan tepung ikan atau pengalengan ikan mempunyai hasil samping berupa minyak ikan. Biasanya minyak ikan ini diperdagangkan untuk pakan ternak, pelumas penyamak kulit, industri cat dan tinta dengan harga murah bahkan minyak ini terkadang dibuang. Menurut hasil penelitian Dewi (1996) kadar total asam lemak omega-3 pada kosentrat asam lemak omega-3 minyak limbah pengalengan ikan lemuru adalah sebesar 29,68 %. Dengan masih tingginya kandungan asam lemak omega-3 minyak limbah tersebut maka dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk yang mempunyai nilai tambah. Minyak ikan banyak mengandung jenis asam lemak omega-3 yakni EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid). Efektivitas dan efisiensi pembawaan minyak ikan terkadang membuat minyak menjadi lebih mudah teroksidasi. Teknik Mikroenkapsulasi dapat mengatasi kelemahan minyak ikan yang bersifat sangat sensitif terhadap oksigen dan memiliki aroma yang tidak enak dengan menghasilkan produk berbentuk padatan berukuran mikro sehingga dapat dengan mudah dicampur dengan
2
makanan lain, selain itu mikroenkapsulasi ini juga mempermudah penyimpanan dan distribusi. Menurut Risch (1995) terdapat beberapa teknik mikroenkapsulasi yang dapat digunakan yaitu pengeringan semprot (spray-drying), pendinginan semprot (spray-chilling), ekstruksi dan koaservasi. Diantara teknik-teknik tersebut, divariasikan sebuah metode pengeringan beku. Pengeringan beku sebuah teknik pengeringan dengan udara vakum dan dengan udara dingin atau pembekuan yang dapat menjaga agar minyak tak mudah teroksidasi sehingga mutu minyak dapat dipertahankan. Mikroenkapsulasi dengan pengering beku meliputi dua tahapan yaitu emulsifikasi minyak dengan polimer dan penghilangan pelarut dengan udara dingin vakum yang dikeluarkan dari bahan. Emulsifikasi merupakan proses pembentukan emulsi yang mana butiran minyak terdispersi dengan butiran yang sangat kecil dalam larutan bahan pelapis. Menurut Risch (1995), emulsi merupakan suatu sistim yang tidak stabil dimana fase-fasenya mempunyai kecenderungan memisah. Menurut hasil penelitian Permadi (2002) Mikrokapsul akan semakin dapat lebih tahan lama dalam penyimpanan apabila emulsi minyak dan penyalutnya stabil atau tidak mudah memisah. Menurut hasil penelitian Wahyuni (1998) menunjukan bahwa perbandingan bahan penyalut lebih banyak dibandingkan minyak
akan
menghasilkan
mikrokapsul
berpengaruh
terhadap
lama
penyimpanan mikrokapsul minyak ikan. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan emulsi minyak menggunakan lesitin sebagai pengemulsi; gum arab dan gelatin sebagai bahan pelapis; dan sodium carboxymethylcellulose (CMC) sebagai penstabil mikrokapsul.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari metode pemurnian minyak ikan lemuru dan mempelajari proses mikroenkapsulasi minyak ikan dengan metode pengeringan beku. Sedangkan tujuan khususnya untuk mengetahui pengaruh stabilitas emulsi minyak ikan terhadap karakteristik mikrokapsul.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Ikan lemuru banyak terdapat di perairan Selat Bali dan sekitarnya serta perairan Indo Pasifik pada umumnya, termasuk dalam sub genus Sardiniella. Klasifikasi ikan lemuru adalah sebagai berikut : Fillum
: Chordata
Sub Fillum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Malacopterygii
Famili
: Cluipeidae
Sub Genus
: Sardinella
Spesies
: Sardinella lemuru
(Dwipongo, 1982) Ciri-ciri ikan lemuru di perairan Selat Bali dan sekitarnya adalah : bentuk badan bulat memanjang, perut agak tipis dan sisik-sisik duri yang menonjol tajam. Sirip punggung berjari-jari 16 - 18, sirip dubur 15 - 16, sirip dada 15 - 16, sirip perut 9, sirip garis rusuk 44 - 47 dan sirip ekor bercabang. Panjang kepala 25 - 29% daripada panjang baku, tinggi badan 27 - 31%. Warna bagian-bagian atas biru kehijauan sedangkan bagian bawah putih keperakan dan bagian moncong agak kehitam-hitaman, serta pada pangkal sirip punggung bagian depan terdapat noda samar-samar. Komposisi ikan lemuru Selat Bali yang di tangkap di daerah Muncar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia ikan lemuru (Sardinella lemuru) Komposisi
%
Kadar air
64,55 - 69,86
Kadar protein
20,36 - 23,01
Kadar lemak
4,48 - 11,86
Kadar abu
2,07 - 3,03
Kadar garam
0,11 - 0,17
Sumber : Hanafiah dan Murdinah, 1982
4
Kondisi perairan di Selat Bali berkaitan dengan keberadaan ikan lemuru. Selat Bali memiliki perubahan yang sama dengan Samudra Hindia, dimana pada saat musim angin Timur terjadi proses up welling atau naiknya zat-zat hara yang kaya untuk pertumbuhan plankton akibat desakan arus pantai (Burhanudin dan Praseno, 1982). Ikan Lemuru terdapat di perairan pantai dan pelagis, distribusi ikan ini adalah di Laut Hindia bagian timur dan Pasifik bagian barat, Malay Peninsula, Indonesia bagian barat, Australia bagian barat, Philippina, China, Taiwan dan Jepang bagian selatan. (Bleeker 1853). Gambar Ikan Lemuru dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Sumber : www. Worldfish.co.id 2.2 Minyak Ikan Minyak ikan merupakan hasil ekstraksi lipid yang dikandung dalam ikan dan bersifat tidak larut dalam air. Minyak atau lemak merupakan campuran dari ester
asam
lemak
dan
gliserol
yang
kemudian
membentuk
gliserida
(Muchtadi, 1991). Minyak berbentuk cair pada suhu kamar dan lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar (Winarno, 1992). Komposisi minyak ikan berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewan darat. Minyak ikan pada umumnya mempunyai komposisi asam lemak dengan rantai karbon yang panjang dan ikatan rangkap yang banyak. Perbedaan lainnya adalah terletak pada posisi ikatan rangkap asam lemaknya, dimana asam lemak pada minyak ikan mengandung asam lemak berkonfigurasi omega-3, sedangkan
5
pada tumbuhan dan hewan darat sedikit mengandung asam lemak omega-3 (Lands diacu dalam Savitri, 1997). Asam lemak ikan pada prinsipnya terdiri dari tiga tipe yaitu asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap dan asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap dua atau lebih. Rumus umum asam lemak tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
CH3-(CH2)x-(CH=CHCH2)z-(CH2)y-COOH Dimana : z x dan y
= 0-6 = bilangan positif
Gambar 2. Rumus umum Asam lemak (Savitri, 1997).
Sebagian besar asam lemak yang terdapat pada hewan laut adalah asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuhnya hanya 20 - 30 % dari total asam lemak. Pada umumnya kandungan asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap pada minyak ikan terdiri dari asam palmitat (C16H22O2) dan asam stearat (C18H36O2) (Stansby et al, 1990). Komponen lemak lain yang terkandung di dalam minyak ikan adalah lilin ester, plasmalogen netral dan fosfolipid serta sejumlah kecil komponen non lemak atau disebut juga fraksi tak tersabunkan, antara lain vitamin sterol, hidrokarbon dan pigmen dimana komponen-komponen ini banyak dijumpai pada minyak hati ikan-ikan bertulang rawan (Ackman, 1982). Sifat-sifat kimiawi dari minyak ikan secara umum adalah mudah teroksidasi oleh udara, mudah terhidrolisa (bersifat asam), dapat tersabunkan dan berpolimerisasi. Sedangkan sifat-sifat fisika minyak ikan adalah mempunyai berat jenis yang lebih kecil daripada berat jenis air, membiaskan cahaya dengan sudut yang spesifik, mempunyai derajat kekentalan tertentu dan berwarna kuning emas (Swern, 1982). Kandungan dan sifat minyak pada ikan sangat bervariasi, dimana tergantung kepada spesies, jenis kelamin, ukuran, tingkat kematangan (umur), musim, siklus bertelur dan letak geografisnya. Kandungan total asam lemak DHA dalam minyak ikan Herring komersial di perairan Canada antara 8,6 – 17,4%
6
(hasil tangkapan di Lautan Pasifik) dan antara 18,4 – 33,3% (hasil tangkapan di Lautan Atlantik). Kandungan minyak ikan di daerah subtropis biasanya akan meningkat sebesar 3 - 5 % pada saat musim dingin. Karakteristik minyak ikan Sardine dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Minyak Ikan Sardine. Parameter
Swern (1982)
Bilangan Iod
118 - 190
Bilangan Penyabunan
188 - 199
Indeks Bias (300C)
14.785 - 14.862 0.1 - 3.0
Asam Lemak Jenuh (%) 0
Kandungan Lemak pada 25 C
15 - 40
Titik Keruh
13 - 21
Berat Jenis
0.9140 - 0.9210
Sumber : Swern (1982) dan Dani (1968).
Kwalitas minyak ikan yang dihasilkan pada proses pemurnian tergantung pada
cara
penyimpanan dan penanganan minyak sebelum dimurnikan
(Young, 1982). Kualitas minyak tergantung pula pada proses pengolahannya, minyak ikan yang berasal dari pengalengan dan penepungan mempunyai asam lemak bebas (FFA) berkisar antara 4 - 20 % serta berbau busuk (off odor) (Murtini et al.,1992). Komposisi minyak pada ikan air laut lebih banyak dibandingkan dengan air tawar, hal ini terlihat dari kandungan asam lemak ikan air laut yang lebih kompleks dan memiliki asam lemak tak jenuh berantai panjang yang banyak. Asam lemak tak jenuh berantai panjang pada minyak ikan air laut terdiri dari kandungan C18, C20 dan C22 dengan kandungan C20 dan C22 yang tinggi dan kandungan C16 dan C18 yang rendah. Sedangkan komposisi asam lemak ikan air tawar mengandung C16 dan C18 yang tinggi dan C20 dan C22 yang rendah (Ackman, 1982). Deposit minyak pada ikan yang utama adalah di hati, sedangkan pada beberapa jenis ikan terdapat pada bagian tubuh termasuk pyloric caeca,
7
mesenteria, daging, kulit dan telur (Stansby, 1990). Perbandingan kandungan minyak ikan beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Depot dan persentase kandungan minyak ikan pada beberapa jenis ikan. Jenis ikan
Depot
Halibut Pasifik
Hati
Kandungan minyak ikan (%) 11 – 27
Tubuh Cod
Hati
3,6 45 – 67
Tubuh Bluefin Tuna
Hati
1,4 9 – 35
Tubuh
5,0
Albacore
Tubuh
4,3 – 7,5
Tongkol
Tubuh
4,9
Kembung
Hati
5 – 20
Squalus shark
Hati
60 – 75
Sardine (lemuru)
Tubuh
4 – 20
Blue whale
Tubuh
37,0
Eel (sidat)
Tubuh
20,0
Sumber : Mallins (1967) dan Ackman (1990).
2.2.1 Asam lemak omega - 3 Asam lemak esensial omega-3 merupakan zat gizi yang harus terpenuhi kebutuhannya. Zat gizi berperan vital dalam proses tumbuh kembang sel-sel neuron otak untuk bekal kecerdasan bayi yang dilahirkan. Asam lemak omega-3 juga berperan sebagai asam lemak otak. Asam lemak omega-3 ini turunan dari prekursor (pendahulu)-nya, yakni asam lemak esensial linoleat dan linolenat. Asam lemak esensial tidak bisa dibentuk dalam tubuh dan mengambil dari sari makanan. Kemudian prekursor itu masuk dalam proses elongate dan desaturate yang menghasilkan tiga bentuk asam lemak omega-3: LNA (asam alfa-linolenat), EPA (eikosapentaenoat), serta DHA (dokosaheksaenoat).
8
Asam lemak omega-3 adalah asam lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap pertama pada atom karbon nomor tiga dari ujung gugus metilnya. Sedangkan asam lemak omega-6 memiliki posisi ikatan rangkap pada atom karbon nomor enam dari ujung metil. Asam-asam lemak alami yang termasuk kelompok asam lemak omega-3 adalah asam linolenat (C18:3), Eicosapentaenoic acid (C20:5) atau EPA dan Docosahexaenoic acid (C22:6) atau DHA. (Ackman,1982). Rumus molekul asam lemak tak jenuh EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 3. CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-COOH 9,12,15-linolenic acid (C18:3n-3) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2- CH=CH-CH2- CH=CH-CH2CH=CH-(CH2)3-COOH cis-5,8,11,14,17-eicosapentaenoic acid (C20:5) CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2- CH=CH-CH2- CH=CH-CH2- CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)3-COOH cis-4,7,10,13,16,19-docosahexanoic acid (C22:6)
Gambar 3. Rumus molekul asam linolenat, EPA dan DHA (Ackman, 1982).
Adanya ikatan rangkap menyebabkan asam lemak omega-3 mudah mengalami oksidasi. Proses oksidasi berlangsung jika terjadi kontak antara oksigen dengan lemak. Oksidasi dipercepat oleh adanya logam (Fe, Cu) dan sistem oksidasi seperti adanya katalis organik yang labil terhadap panas (Gustone dan Noris, 1983). Oksidasi dapat dihindari dengan menghindari kontak dengan oksigen dan keadaan yang mendukung oksidasi (adanya pro-oksidan, terkena cahaya dan suhu tinggi).
Penambahan antioksidan juga dapat dilakukan sebagai usaha untuk
memperlambat oksidasi. Antioksidan ialah senyawa yang ditambahkan dalam jumlah yang sedikit ke dalam minyak untuk menghambat oksidasi sehingga tidak sampai menimbulkan flavor dan bau yang terdeteksi. Tertiary Butyl hydroquinone (TBHQ) merupakan salah satu antioksidan yang efektif digunakan untuk minyak tumbuhan dan dapat mengatasi masalah warna dan kelarutan yang ditemui pada antioksidan lain (Gustone dan Noris, 1983). Kadar EPA dan DHA dari beberapa jenis ikan laut yang pernah diamati oleh Barlow dan Stansby (1982) disajikan dalam Tabel 4. Ikan sardine mengandung total EPA dan DHA sebanyak 2,34 g/ 100 gr daging.
9
Tabel 4. Kadar asam lemak omega-3 dari beberapa jenis ikan (100gr daging). Jenis Ikan
Kadar Lemak
Asam Arakhidonat (gr)
EPA (gr)
DHA (gr)
Tuna
6,80
0,14
0,63
1,70
Hering
6,20
0,03
0,33
0,58
Mackerel
9,80
0,12
0,85
1,10
Salmon
13,20
0,06
1,00
0,72
Cod
0,73
0,02
0,08
0,15
Sardine
10,20
0,22
1,70
0,64
Sumber : Stansby (1982) Stansby di dalam Moeljanto (1982) menyatakan bahwa minyak ikan terdiri dari asam-asam lemak, sterol, gliserol lain, fosfolipid, vitamin-vitamin, pigmen dan senyawa-senyawa lainnya. Seto et al (1984) mengemukakan bahwa produsen utama asam lemak omega-3 sebenarnya bukan ikan, melainkan mikroorganisme laut yang merupakan phytoplankton. Mikroorganisme tersebut disamping mensintesa asam lemak omega-3 juga dapat mensintesa asam lemak omega-6. DHA merupakan nutrien esensial pada masa awal perkembangan manusia. Ackman (1982) menyatakan bahwa DHA mempunyai peranan sangat penting yaitu sebagai bagian dari fosfolipid semua jaringan pada otak dan sistem syaraf pada manusia. EPA dan DHA bersama-sama dengan asam arakidonat (AA, asam lemak omega-6) bertanggung jawab terhadap pembentukan eicosanoids dalam tubuh yang mempunyai peranan pada berbagai reaksi sistem kekebalan (Andersen,1995). Eicosanoid merupakan suatu bahan menyerupai hormon yang mengatur aktivitas dalam jaringan terhadap tekanan darah, permeabilitas kapiler, reaksi inflamasi, fungsi keping darah, dan berfungsi dalam pengaturan metabolisme trigliserida dan kolesterol (Drevon, 1992). Menurut Pigot dan Tucker (1987), keuntungan mengkonsumsi minyak ikan yang mengandung asam lemak omega-3 adalah dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum darah maupun hati manusia, dimana kolesterol tersebut
10
dibuat oleh tubuh dari asam-asam lemak jenuh yang berasal dari diet. Apabila konsumsi lemak jenuh berlebih maka hati akan terus memproduksi kolesterol yang akan ditimbun dalam tubuh dan diedarkan dalam darah. Kolesterol plasma merupakan salah satu penyebab penyakit jantung koroner. Subtitusi asam lemak tidak jenuh, khususnya omega-3 akan mengurangi kolesterol dalam darah. Kemampuan asam lemak omega-3 menjaga keseimbangan perubahan prostaglandin dan leukotrienes yang merupakan mediator inflamasi dan reaksi kekebalan yang kuat memungkinkan asam lemak ini dapat mencegah inflamasi dan mengurangi sakit kepala migraine yang kronis (Bajpai,1993).
2.2.2. Pemurnian minyak ikan Proses pengalengan dan penepungan ikan lemuru menghasilkan hasil samping
berupa minyak. Menurut hasil penelitian Savitri (1997) rendemen
minyak yang diperoleh dari proses pengalengan ikan lemuru adalah sebesar 5% (b/b). Pengalengan 1 ton ikan lemuru akan diperoleh kurang lebih hasil samping berupa minyak ikan lemuru sebanyak 50 kg. Minyak ikan yang diperoleh dari hasil pengalengan tersebut berwarna kuning dan berbau khas minyak ikan. Tahap-tahap pemurnian minyak ikan meliputi deguming, alkali refining, pencucian, bleaching dan deodorisasi (Young, 1978 diacu dalam Stansby, 1990). Tujuan Utama dari pemurnian minyak ikan adalah untuk menghilangkan kotoran, lendir, rasa dan bau yang tidak disukai, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan dalam industri pangan atau pakan (Ketaren, 1986). Menurut Ketaren (1986) Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut: a) Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, deguming dan pencucian dengan asam. b) Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi. c) Dekolorisasi dengan proses pemucatan. d) Deodorisasi. e) Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (Chilling).
11
Penambahan flavor dan zat warna terkadang digunakan sehingga didapatkan minyak dengan rasa serta bau yang enak dan menarik (Ketaren, 1986). Kualitas minyak ikan yang dihasilkan pada proses pemurnian tergantung pada cara penyimpanan dan penanganan minyak sebelum dimurnikan (Young, 1982). Sebelum dimurnikan minyak terlebih dahulu mendapat perlakuan pendahuluan yang bertujuan untuk memudahkan proses pemurnian, serta mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian terutama pada proses netralisasi. Salah satu perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak yang akan dimurnikan adalah proses pemisahan gum (deguming). Bahan kimia yang biasa digunakan pada tahap deguming yaitu larutan garam dan asam lemah seperti asam fosfat (Ketaren, 1986). Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, sisa protein, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak dalam minyak (Ketaren, 1986). Proses pemisahan gum dilakukan sebelum proses netralisasi, karena: a) Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak. b) Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen trigliserida.
Setelah proses deguming dilakukan proses netralisasi. Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Reaksi penyabunan pada proses netralisasi dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:
RCOOH + NaOH
RCOONa + H2O
Gambar 4. Reaksi Penyabunan (Ketaren,1986)
12
Sabun yang terbentuk pada reaksi di atas dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas dapat dipisahkan dari minyak ikan dengan beberapa metode yaitu pemurnian dengan alkali (alkali refining), destilasi uap vakum, esterifikasi asam lemak bebas dan pemisahan dengan pelarut (Brody, 1965). Minyak dapat difraksinasikan menjadi bagian-bagian tertentu dengan metode distilasi, ekstraksi, kristalisasi, dan kromatografi (Haagsma, 1982). Minyak yang telah dinetralisasi masih tampak keruh, untuk itu dilakukan pemucatan atau bleaching. Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan/memucatkan warna yang tidak disukai dan menghilangkan getah (gum) yang ada dalam minyak (Ketaren, 1986). Pemucatan dilakukan dengan cara mencampur minyak dengan sejumlah kecil absorben seperti tanah (fuller earth), lempung aktif (actived clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia (Ketaren, 1986). Setelah dilakukan pemucatan dilakukan deodorisasi untuk menghilangkan flavor atau bau yang tidak diinginkan. Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak sedap dalam minyak (Ketaren, 1986). Antioksidan bekerja untuk menghambat atau mencegah kerusakan lemak akibat oksidasi (otooksidasi), untuk itu antioksidan ditambahkan pada minyak. Pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzene tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan amino (Ketaren, 1986).
2.2.3 Stabilitas minyak Stabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu dari minyak. Stabilitas minyak sangat dipengaruhi oleh jenis minyak yang akan dimurnikan, perlakuan yang diterapkan dalam pemurnian, suhu penyimpanan, adanya penambahan antioksidan dan tipe pengemas (Irianto, 1992). Kerusakan minyak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Molekul-molekul yang mengandung radikal asam
13
lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
disebabkan
pembentukan
senyawa-senyawa
hasil
pemecahan
hidroperoksida seperti aldehid atau keton (Winarno, 1992). Kerusakan oksidasi minyak ikan diawali oleh otooksidasi asam lemak tidak jenuh dengan terbentuknya radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat, hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim lipooksidase. Radikal-radikal bebas ini kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa peroksida aktif yang akhirnya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak ikan (Ketaren, 1986). Reaksi otooksidasi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Nawar, 1985). Tahap reaksi dapat dilihat pada Gambar 5.
katalis
Inisiasi RH
R* + H
R* + O2
RO2*
RO2* + RH
ROOH + R*
Propagasi
R + R*
R-R
R* + RO2*
RO2R
RO2* + RO2*
RO2R + O2
Terminasi
Keterangan : R*
: radikal bebas
RH
: asam lemak tidak jenuh
RO2*
: radikal peroksida
ROOH : hidroperoksida RO2R : keton Gambar 5. Reaksi autooksidasi (Nawar, 1985)
14
2.3 Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi adalah suatu teknik untuk memerangkap droplet cair, partikel atau gelembung gas bahan inti (core) dalam film bahan penyalut yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat fisika dan kimia seperti yang dikehendaki (Shargel et al 1988 diacu dalam Wahyuni, 1998). Menurut Bakan (1986), mikrokapsul berukuran antara puluhan sampai 5000 µm. Ukuran mikrokapsul ini bervariasi dan tergantung pada metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Sedangkan Thies (1996) menyatakan bahwa mikrokapsul mempunyai diameter 3 - 800 µm. Berbagai bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai inti mikrokapsul antara lain asam, basa, asam amino, zat warna, enzim, mikroorganisme, flavor minyak/lemak, vitamin dan mineral. Menurut hasil penelitian Mustika (1998) proses mikroenkapsulasi minyak ikan Lemuru yang dilakukan pada limbah pengalengan ikan dapat berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan oleh minyak ikan. Aroma mikrokapsul cendurung tidak menyengat hingga tidak berbau. Proses mikroenkapsulasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu metode kimia, metode fisikokimia dan mekanik. Metode kimia meliputi polimerisasi antar permukaan, polimerisasi in situ, dan insolubilisasi. Metode fisikokimia meliputi pemisahan fase dari larutan air, pemisahan fase dari pelarut organik, kompleks emulsi dan powder bed. Sedangkan yang termasuk dalam metode mekanik adalah penyalutan suspensi udara atau metode wurster, penyemprot kering, penyalutan hampa udara dan aerosol elektrostatik. (Bartkowiak, 2001) Pada umumnya mikroenkapsulasi dengan metode pemisahan fase terjadi melalui tiga tahap dalam suatu pengadukan yang sinambung (Bakan, 1986), yaitu: a. Tahap pembentukan fase kimia yang tidak saling bercampur yaitu fase cairan pembawa, fase bahan inti dan fase bahan penyalut. b. Penempelan penyalut pada permukaan inti yang terjadi jika polimer diadsorbsikan pada antar permukaan yang terbentuk antara materi inti dan pembawa/air. c. Tahap pengerasan dinding mikrokapsul.
15
2.3.1 Bahan penyalut Bahan penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyeliputi bahan agar terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Menurut Kim dan Moor (1996), bahan penyalut harus mampu melindungi dan menahan bahanbahan volatil dari kerusakan kimia selama pengolahan, penyimpanan dan penanganan, serta harus bisa melepaskan materi yang disalutkan sewaktu dikonsumsi. Sedangkan Bakan (1986) menyatakan bahwa bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan yang tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia dan tidak bereaksi dengan bahan inti, memberikan sifat penyalutan yang diinginkan (kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat optik dan stabilitas). Bahan penyalut dibentuk hidrokoloid agar dapat larut dengan air dan tidak bereaksi dengan inti penyalut. Menurut hasil penelitian sebelumnya, Permadi (2002), setelah mencoba memformulasikan beberapa penyalut ternyata kemampuan mengikat dari bahan penyalut berpengaruh terhadap kandungan asam lemak pada minyak ikan. Menurut hasil penelitian Wahyuni (1998) bahan penyalut dan minyak ikan yang stabil emulsinya berpengaruh terhadap penyimpanan mikrokapsul. Minyak ikan tidak akan keluar dari campuran bahan penyalut apabila bahan pengikatnya telah tersalutkan walau tanpa proses pengeringan. Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut. Secara bertahap istilah hidrokoloid yang merupakan kependekan dari koloid hidrofilik ini menggantikan istilah gum karena dinilai istilah gum tersebut terlalu luas artinya. Gum adalah molekul dengan bobot molekul tinggi bersifat hidrofilik maupun hidrofobik, biasanya bersifat koloid dan dalam bahan pengembang yang sesuai dapat membentuk gel, larutan ataupun suspensi kental pada konsentrasi yang sangat rendah. Berdasarkan definisi di atas, maka hidrokarbon berbobot molekul tinggi dan produk-produk sampingan dari minyak bumi yang umumnya larut dalam minyak termasuk dalam golongan gum karena memenuhi criteria di atas. Gum bukan merupakan koloid yang sebenarnya, tetapi lebih cocok disebut polimer yang berukuran koloid (10-1000 A0) yang
16
memperlihatkan sifat-sifat koloid di dalam larutannya, seperti adanya pengaruh gravitasi bumi dan tidak bisa diamati dengan mikroskop. (Fennema, 1985) Ada beberapa jenis hidrokoloid yang digunakan dalam industri pangan baik yang alami maupun sintetik. Jika ditinjau dari asalnya, hidrokoloid tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yaitu hidrokoloid alami, hidrokoloid alami termodifikasi, dan hidrokoloid sintetik. Pemilihan jenid hidrokoloid disamping dipertimbangkan berdasarkan penerapannya juga sangat tergantung pada sifat-sifat hidrokoloid, sifat produk pangan yang dihasilkan, dan factor pertimbangan biaya. (Fennema, 1985). Gum arab yang tidak larut dalam minyak dan juga tidak larut pada pelarut organik memiliki sifat yang unik, larut dalam air pada konsentrasi 40 - 50 % (Gliksman,1969). Lesitin merupakan suatu protein yang dapat membentuk emulsi yang terbuat dari jaringan protein hewan (Kinsela, 1979). Sifat fungsional lesitin dapat membentuk film atau lapisan tipis dan gel yang cukup baik selain fungsinya sebagai penstabil atau emulsifier. Fungsi lain lesitin lainnya adalah sebagai antioksidan (Winarno, 1988). Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen kulit, tulang alau ligamen (jaringan ikat) hewan. Gelatin banyak digunakan oleh Industri farmasi, kosmetik, fotografi dan industri pangan sebagai bahan pengental, penstabil emulsi dan fungsi lainnya. Contoh produk yang dihasilkan dari gelatin adalah jeli, kapsul, soft candy, cake, pudding, susu yoghurt, film fotografi dan pelapis kertas. Menurut (Glicksman, 1969), gelatin dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke bentuk gel dan dapat larut dalam senyawa polar namun tidak larut dalam senyawa air. Hal ini dimanfaatkan untuk mengikat gum arab sebagai pencampur minyak agar gum arab dan minyak yang sudah teremulsi dapat menjadi homogen dengan pembungkusnya (gum arab dan gelatin). CMC (carboxymethyl cellulose) dapat berfungsi sebagai penguat dari dinding mikrokapsul.
Bahan kimia seperti formaldehida, benzoat, flourida,
senyawa sulfit dan borak dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan berlemak dengan tujuan untuk mempertahankan atau menghambat pertumbuhan mikroba.
17
Pemakaian antiseptik tersebut dalam bahan pangan perlu mendapat perhatian khusus karena dapat meracuni atau mempengaruhi metabolisme tubuh bahkan dapat menimbulkan kanker dari akulmulasinya (Bartkowiak, 2001) Cara yang sering digunakan untuk mengurangi kerusakan (kebusukan) oleh mikroba seperti food bourne disease, dilakukan dengan cara mengurangi kontaminasi oleh mikroba yang tidak dihendaki selama proses pembuatan dan penanganan bahan pangan (Fardiaz, 1992).
2.3.2 Pengeringan Beku (Freeze Drying). Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metoda pengeringan yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Pengeringan beku merupakan proses pengeluaran air dalam keadaan beku dari suatu produk melalui cara sublimasi, yang dilakukan pada suhu dan tekanan rendah (Fajri 2002). Proses pembekuan pada pengeringan beku akan menentukan hasil akhir produk yang dikeringkan. Pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersususn pada ruang antar sel dengan ukuran pori-pori yang besar dan ukuran pori yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan suhu yang digunakan pada proses pembekuan (Heldman dan Singh, 1981). Fennema (1964) menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi laju pembekuan bahan pangan, yaitu; (1) beda suhu antara produk dengan medium pendingin, (2) cara pindah panas ke dalam produk dan di dalam produk, (3) ukuran, bentuk dan tipe kemasan, (4) ukuran , bentuk dan sifat termofisik bahan yang dibekukan. Liapis dan Bruttini (1995) mengatakan bahwa proses pengeringan beku melibatkan tiga tahap berikut : a. Tahap pembekuan; pada tahap ini bahan pangan atau larutan didinginkan hingga suhu di mana seluruh bahan menjadi beku. b. Tahap pengeringan utama; di sini air dan pelarut dalam keadaan beku dikeluarkan secara sublimasi. Dalam hal ini tekanan ruang harus kurang atau mendekati tekanan uap kesetimbangan air di bahan baku. Karena bahan pangan atau larutan bukan air murni tapi merupakan campuran
18
bersama komponen-komponen lain, maka pembekuan harus dibawah 0°C dan biasanya di bawah -10°C atau lebih rendah, untuk tekanan kira-kira 2 mmHg atau lebih kecil. Tahap utama ini berakhir bila semua air beku telah tersublim. c. Tahap pengeringan sekunder; tahap ini mencakup pengeluaran uap air hasil sublimasi atau air terikat yang ada di lapisan kering.
Tahap
pengeringan sekunder dimulai segera setelah tahap pengeringan utama berakhir.
Dalam pengeringan beku terdapat dua macam pindah panas yang dominan, yaitu pindah panas secara radiasi dan pindah panas secara konduksi, sedangkan pindah panas secara konveksi sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Pindah panas secara radiasi berlangsung dari pelat pemanas ke permukaan bahan yang dikeringkan, sedangkan pindah panas secara konduksi berlangsung dari permukaan lapisan kering ke permukaan sublimasi. Menurut Harper et al (1962), secara prinsip pada pengeringan beku, kalor yang masuk dapat dinaikan sampai bahan beku mulai akan mencair, tetapi karena lapisan kering merupakan penghantar panas yang buruk (isolator), maka panas tidak dapat merambat secara maksimal. Pada proses pindah panas konduksi ini terjadi dua kondisi, yaitu kondisi aliran mantap (steady state) dan kondisi aliran tidak mantap (unsteady state). Jika panas yang masuk ke dalam bahan sama dengan panas yang keluar melalui uap air, maka suhu pada beberapa titik pada bahan pangan tidak tergantung pada waktu dan kondisi, yang disebut “steady state”. Sebaliknya jika panas yang masuk tidak sama dengan panas yang keluar dan kandungan panas bahan berubah terhadap waktu, maka hal tersebut menunjukan keadaan tidak mantap atau keadaan “unsteady state” (Frank, 1986). Pada proses pengeringan beku akan terdapat tiga lapisan pada bahan, yaitu lapisan beku yang terdapat pada bagian dalam bahan, lapisan kering yang terdapat pada bagian permukaan bahan dan lapisan transisi yang merupakan permukaan sublimasi. Selama proses pengeringan beku, permukaan sublimasi akan bergerak ke bagian dalam dan lapisan kering yang berada pada bagian luar akan semakin tebal (Frank, 1986).
19
Gambar 6. Pindah panas bahan pada pengeringan beku (Frank, 1986).
Proses ini dapat terjadi bila tekanan uap dan suhu permukaan es dimana sublimasi berlangsung berada di bawah titik tripel, yaitu di bawah tekanan 4.58 torr (610.5 Pa) dan suhu 0 oC Gambar 7.
T e k a n a n
Cair Padat
Gas
4.58 Tor Titik Teripel Sublimasi Suhu
0 oC
Gambar 7. Diagram fase air (Fellows, 2000 dalam Fajri 2002).
Pengeringan beku telah dikenal dan diakui sebagai metode pengeringan yang dapat memberikan mutu hasil pengeringan paling baik dibandingkan dengan metode pengeringan lainnya (Liapis dan Bruttini, 1995). Proses pengeringan beku terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pembekuan, tahap pengeringan primer dan tahap pengeringan sekunder (Liapis dan Bruttini, 1995). Keunggulan produk hasil pengeringan beku antara lain adalah mempunyai struktur yang tidak mengkerut sehingga memungkinkan rehidrasi yang cepat,
20
retensi flavor tinggi karena pengeringan berlangsung pada suhu rendah, daya hidup, dan rekonstitusi sel-sel hidup pada produk kering beku tetap tinggi. Keunggulan produk hasil pengeringan beku dibandingkan dengan pengeringan konvensional dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan metode dan mutu produk antara pengeringan beku dan Pengeringan konvensional (Fajri, 2002). Parameter
Pengeringan Konvensional
Pengeringan Beku
o
Suhu Proses
100 – 200 C
Cukup rendah untuk mencegah pencairan
Tekanan
Atmosfer
Vakum (di bawah titik tripel air yaitu 610 Pa)
Penguapan Air
Dari permukaan bahan
Sublimasi
Kering, Padat dan Mengkerut
Kering dan berongga
Berubah
Tetap
Lebih gelap
Tetap
Cita Rasa
Berubah
Tetap
Rehidrasi
Lambat dan tidak sempurna
Cepat dan lebih sempurna
Baik
Sangat baik
Rendah
Tinggi
Produk Bau Warna
Stabilitas Penyimpanan Biaya
Namun pengeringan beku memerlukan biaya yang tinggi karena rendahnya laju pengeringan dan berlangsung pada kondisi hampa udara. Karena itu pengeringan beku banyak digunakan untuk mengeringkan bahan makanan yang bersifat sulit kering, seperti kopi, bawang, sop, makanan laut tertentu, buahbuahan dan obat-obatan (Liapis dan Butini, 1995).
2.3.3 Pengaruh pengeringan beku (freeze drying) terhadap bahan minyak. Konsentrasi
bahan
yang
dikeringkan
dengan
pengeringan
beku
mempunyai pengaruh yang besar terhadap karakteristik pengeringan. Suhu bahan minyak (suhu permukaan) sangat berperan dalam proses pengeringan beku, jika
21
suhu permukaan bahan semakin tinggi maka laju dari permukaan bahan ke permukaan sublimasi akan semakin besar.
Menurut Wenur (1997), suhu
permukaan dan tekanan memberi pengaruh terhadap lama pengeringan beku dalam minyak.
Semakin tinggi suhu permukaan bahan dan semakin rendah
tekanan (tekanan ruang vakum), maka pengeringan akan semakin singkat. Minyak dapat dikering bekukan menjadi sebuah endapan setelah minyak menjadi sebuah emulsi. Emulsi minyak ini kemudian mengkristal dan menjadi sebuah endapan padatan. Perubahan nyata dalam proses pembekuan adalah kehilangan struktur yang mempengaruhi struktur kristal es yang besar. Seperti retrogradasi, pembentukan kristal es yang besar disebabkan karena proses pembekuan yang lambat. Freeze drying mengakibatkan kernel terbuka lebih lebar dan ini dapat direhidrasi dalam beberapa menit tanpa pendidihan (Kobs, 2000).
Pembekuan pada suhu 0°C
(32°F) selama 1-3 jam dapat menghasilkan struktur kristal es yang besar dan memecahkan struktur koloid minyak.
22
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada 18 April 2007 hingga 12 Februari 2008. Penelitian diawali dengan formulasi bahan pengemulsi minyak dan penentuan bahan pelapis dilakukan di Laboatorium Pusat Antar Universitas, Biokimia dan Mikrobiologi, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan minyak hasil samping dan mempelajari proses pemurnian minyak ikan di CV. Biji Sesawi Muncar, Banyuwangi,
Jawa Timur dilakukan pada tanggal 28 Nopember hingga
4 Desember 2007. Penelitian dilanjutkan di Laboratorium Limbah dan Hasil Samping dan Laboratorium Biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan untuk memurnikan minyak hasil samping metode alkali dan pembuatan emulsi mikrokapsul. Pengujian dan pengeringan beku dilakukan di Laboratorium terpadu Fakultas Kedokteran Hewan dan Biokimia dan Mikrobiologi Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk mikroenkapsulasi adalah gelatin, gum arab, lesitin, Sodium carboxymethyl cellulose (CMC), NaCl, Bentonit, Tocoferrol dan NaOH. Sedangkan untuk pengujian bahan yang diperlukan adalah AgNO3, HCl, heksan, chloroform, asam asetat, KI, Na2S2O3, eter etanol, KOH, dan pereaksi Wijs. Bahan baku minyak ikan hasil samping dan sampel contoh hasil pemurnian industri minyak ikan diperoleh dari CV. Biji Sesawi Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul yaitu freeze dryer, tabung reaksi, baskom, hom, evaporator, hot plate, termometer. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pengujian gas chromatography (GC), tabung reaksi, beaker glass,
homogenizer,
soxhlet,
jangka sorong, cawan, pengaduk dan oven.
3.3 Prosedur Kerja Penelitian terbagi atas tiga tahapan yaitu tahap pendahuluan pemurnian minyak ikan, formulasi mikrokapsul dan proses pembuatan mikrokapsul.
23
3.3.1 Pemurnian Minyak Ikan Pada tahap pendahuluan dilakukan pembuatan minyak ikan dari minyak hasil samping pengalengan dan penepungan ikan lemuru dengan metode pemurnian alkali, kemudian
dibandingkan dengan
minyak dari hasil proses
pemurnian minyak CV. Biji Sesawi dan minyak tanpa proses pemurnian analisis kimia dan organoleptik hedonik warna dan aromanya. Metode pemurnian alkali diawali dengan penyaringan menggunakan kertas Whatman 40, penyaringan dilakukan hingga gumpalan lemak atau kotoran pada minyak terpisah. Proses selanjutnya adalah proses degumming dengan memanaskan minyak dan menambahkan larutan garam NaCl 8 % (b/v) pada suhu minyak 70oC kemudian dilakukan pengadukan selama 15 menit. Proses selanjutnya adalah netralisasi, setelah dilakukan degumming minyak diturunkan suhunya terlebih dahulu hingga suhu 60 oC, kemudian ditambahkan NaOH 1N dan dilakukan pengadukan selama 15 menit. Untuk memisahkan antara lapisan minyak dan sabun dilakukan proses sentrifuse, Sentrifuse dilakukan dengan menggunakan evaporator dengan suhu 20 oC dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Bahan akan terbagi dua lapisan, minyak lapisan atas dan sabun (endapan putih) bagian bawah, minyak diambil dan dilakukan proses bleaching. Proses bleaching dilakukan dengan pemanasan minyak hingga 60oC kemudian ditambahkan bentonit 10 % (b/v), dan minyak diaduk dan tetap dipanaskan selama 20 menit hingga bentonit tercampur. Untuk memisahkan antara bentonit dan minyak dilakukan sentrifuse pada suhu 20oC selama 15 menit pada kecepatan 10000 rpm. Bahan akan terbagi tiga lapisan : endapan bawah adalah bentonit, lapisan beku di tengah adalah air dan bagian atas minyak murni dan bening kecoklatan.
Bagan proses pemurnian minyak dengan menggunakan metode
alkali dapat dilihat pada Gambar 8. Pemurnian minyak pada CV. Biji Sesawi dilakukan dengan menampung minyak hasil samping penepungan ikan lemuru pada sebuah tungku yang kemudian dipanaskan. Pada suhu kurang lebih 60oC ditambahkan larutan garam dan pemberian caustic soda. Tungku tetap dipanaskan hingga suhu mencapai 120oC, kemudian minyak diturunkan suhunya dengan dibiarkan selama dua sampai tiga jam, minyak kemudian dilakukan penyaringan dengan masuk ke
24
dalam tempat penyaringan, air keluar melalui pipa menuju tempat pembuangan. Minyak kemudian dimasukkan dalam tungku dan dilakukan proses bleaching. Pada saat proses bleaching minyak ditambahkan dengan fuller earth dengan tungku dipanaskan. Setelah dilakukan proses bleaching selama satu sampai dua jam, minyak dialirkan ke dalam tabung pompa deodorizer. Minyak terpisah dengan air melalui pipa yang berbeda, minyak ditampung dan dipisahkan dengan kotoran yang berada di atas permukaan minyak. Bagan pemurnian minyak CV. Biji Sesawi dapat dilihat pada Gambar 9. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara minyak ikan dengan pemurnian alkali, pemurnian CV. Biji Sesawi dibandingkan kadar lemak, kandungan iod, peroksida dan melanoldehidnya dengan uji kadar lemak, bilangan iod, bilangan peroksida dan angka TBAnya. Untuk melihat kandungan asam lemaknya dilakukan uji asam lemak menggunakan gas chromatography (GC). Untuk membandingkan aroma dan warna minyak ikan dilakukan dengan melakukan uji organoleptik hedonik warna dan aroma.
25
Minyak Ikan Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Penyaringan dengan kertas Whatman 40
Proses degumming, dengan penambahan NaCl 8% (b/v) pada suhu minyak 70 oC sebanyak 40 % (v/v) volume minyak, diaduk selama 15 menit
Netralisasi, penambahan NaOH 1 N dimasukkan pada suhu 60 oC dan diaduk selama 15 menit
Sentrifuse; sabun dan minyak dipisahkan dengan cara sentrifuse pada suhu 20 oC selama 15 menit kecepatan 10000 rpm
Bleaching, penambahan bentonit pada suhu 60 C konsentrasi 10 % dari berat diaduk selama 20 menit o
minyak kemudian
Sentrifuse, bentonit dan minyak dipisahkan dengan cara sentrifuse pada suhu 20 oC selama 15 menit kecepatan 10000 rpm
Minyak Ikan Murni
Analisis uji
Gambar 8. Diagram alir pemurnian minyak ikan metode alkali (Ketaren, 1986).
26
Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru)
Penampungan tetesan minyak pada tungku
Deguming (Pemberian Garam) pada suhu 60oC
Pemberian larutan Caustik Soda (NaOH) pada suhu 80oC panaskan hingga 120oC
Penyaringan, Pembuangan air dan kotoran
Bleaching dengan menambahkan Bleaching earth pada suhu 80oC
Deodorisasi dalam tabung pompa deodorizer pada suhu 150-200oC tekanan 1-10 atm selama 4-6 jam
Penyaringan, Pembuangan air dan kotoran
Minyak Ikan Murni
Analisis uji
Gambar 9. Diagram alir pemurnian minyak ikan CV. Biji Sesawi.
27
3.3.2 Formulasi Mikroenkapsulasi Formulasi dilakukan dengan metode trial and error yaitu dengan mencampurkan minyak ikan murni sebanyak 15 ml dengan pengemulsi lesitin sebesar 0,1% (v/v) dan 5% (v/v), kemudian dipisahkan ke dalam enam tabung reaksi (2,5 ml/tabung reaksi). Gum arab dan gelatin dikombinasikan pada setiap tabung reaksi (50:50, 75:25, 25:75 % b/v) dengan perbandingan antara minyak dan penyalut 30 % (v/v) dan 50 % (v/v). Sampel kemudian dihomogenasi selama 15 menit dengan kecepatan 10.000 rpm dengan suhu 20 oC.
Untuk melihat
kestabilan emulsi dilakukan uji stabilitas emulsi antara minyak dan bahan penyalut. Emulsi minyak dan bahan penyalut dikombinasikan denagan bahan penguat dinding mikrokapsul CMC (Sodium carboxymethyl cellulose) sebanyak 10, 20, 30, 40 dan 50 % b/v. Kemudian sampel dihomogenisasi selama 15 menit dengan kecepatan 10.000 rpm dengan suhu 20oC.
Kemudian dilakukan uji
stabilitas emulsi kembali pada endapan konsentrat campuran emulsi minyak dengan bahan penyalut dan CMC. Stabilitas emulsi dilihat dengan melihat perbandingan berapa besar pemisahan antara minyak dengan bahan pelapisnya (endapan) dalam waktu yang ditentukan. Adapun perhitungan yang untuk melihat stabilitasnya adalah sebagai berikut :
Pengeringan beku dilakukan pada endapan konsentrat tersebut pada suhu o
50 C selama kurang lebih 48 jam. Kemudian mikrokapsul minyak ikan disimpan pada botol tidak tembus cahaya dengan memberi kapas sebagai penutup sehingga rapat pada botol berikan pula kertas silika gel dalam botol. Bagan formulasi mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 10.
28
Minyak Ikan Murni 15 ml
Penambahan CMC (10, 20, 30, 40, 50 % b/v) Penambahan lesitin (0, 1 %, 5% v/v)
Uji stabilitas Kombinasi minyak dan penyalut (25 % dan 50 % v/v), dengan bahan penyalut (50:50, 75:25, 25:75 % b/v) Formulasi mikroenkapsulasi Uji stabilitas
Gambar 10. Diagram alir formulasi mikroenkapsulasi.
3.3.3 Mikroenkapsulasi Setelah mendapat formulasi terbaik dilakukan pembuatan mikrokapsul dengan menggunakan minyak ikan Lemuru hasil pemurnian alkali. Formulasi yang dilakukan adalah penambahan lesitin 5 % (v/v) sebagai emulsifier dan ditambahkan 70 % (b/v) dengan perbandingan gum arab : gelatin (1:3) untuk emulsi minyak dan bahan penyalut, bahan kemudian diaduk. Kemudian ditambahkan CMC (Sodium carboxymethyl cellulose) 10 % (b/v) sebagai bahan pembuat konsentrat, bahan terus diaduk hingga pekat. Kemudian dilakukan pengeringan beku pada suhu -50 oC selama 72 jam pada konsentrat mikrokapsul.
29
Minyak Ikan Murni
Penambahan pengemulsi Lesitin 20 % (v/v)
Penambahan bahan penyalut gum arab dan gelatin 70 % (75 : 25% b/v)
Penambahan bahan pengkokoh dinding mikrokapsul Sodium carboxymethyl cellulose (CMC) 10 % (b/v) dari bobot bahan yang telah diberi bahan penyalut
Pengeringan beku (freeze drying) pada suhu -50oC selama kurang lebih 72 jam
Mikrokapsul Minyak Ikan
Analisis uji
Gambar 11. Bagan mikroenkapsulasi metode pengeringan beku (freeze drying).
3.4
Prosedur Analisis Analisis yang dilakukan terhadap minyak ikan adalah : 1. Analisis kadar Lemak (metode Soxhlet, AOAC, 1984). 2. Bilangan iod metode wijs (AOAC, 1984). 3. Analisis asam lemak dengan GC (AOCS, 1990). 4. Bilangan peroksida (AOAC, 1984). 5. Angka TBA (AOCS,1990). 6. Uji organoleptik uji hedonik warna dan aroma (Irianto,1992).
Analisis karakteristik mikrokapsul adalah sebagai berikut : 1.
Rendemen mikrokapsul.
2.
Ukuran mikrokapsul.
3.
Bahan penyalut mikrokapsul.
30
4.
Efisiensi mikrokapsul.
5.
Analisis asam lemak dengan GC (AOCS, 1990).
6.
Uji
organoleptik
hedonik
penampakan,
warna
dan
aroma
(Irianto,1992).
Analisis yang digunakan pada mikrokapsul selama 0, 3, 6, 9 dan 12 hari : 1. Analisis Bilangan Iod dengan metode Wijs (AOAC, 1984). 2. Analisis bilangan peroksida (AOAC, 1984). 3. Analisis angka TBA (AOCS,1990). 4. Analisis kadar Lemak (metode Soxhlet, AOAC, 1984). 5. Analisis kadar Air (metode oven, Apriantono et.al,1988).
3.4.1 Analisis fisiko-kimia 3.4.1.1 Analisis bilangan iod dengan metode Wijs (AOAC, 1984). Bilangan iod dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 0.1 gr dalam erlenmeyer bertutup, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan 25 ml pereaksi Wijs serta didiamkan selama 30 menit di ruang gelap sambil dikocok-kocok. Selanjutnya ditambahkan 10 ml KI 15 % dan Erlenmeyer dibilas dengan 100 ml aquades. Titrasi dilakukan dengan Natriumthiosulfat 0,1 N sampai warna berubah menjadi kuning muda tambahkan indikator pati 1 % kemudian titrasi lagi warna biru tepat hilang. Perhitungan bilangan iod sebagai berikut :
Bilangan iod =
Analisis terhadap blanko dilakukan dengan cara yang sama. Sampel diganti dengan akuades sebagai blanko.
3.4.1.2 Analisis bilangan peroksida (AOAC, 1984). Analisis bilangan peroksida dilakukan dengan menimbang lima gram contoh dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 30 ml pelarut (60 % asam asetat dan 40 % kloroform) dan dikocok sampai sempel larut. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml KI jenuh kemudian didiamkan selama 2 menit
31
di ruang gelap sambil sekali-kali dikocok. Tambahkan 30 ml aquades, kemudian titrasi dengan Natriumthiosulfat 0,01 N. Perhitungan sebagai berikut :
Bilangan Peroksida =
Analisis terhadap blanko dilakukan dengan cara yang sama. Sampel diganti dengan akuades sebagai blanko.
3.4.1.3 Analisis angka TBA (Thiobarbituric Acid Value) (AOCS,1990). Analisis angka TBA dilakukan dengan menimbang labu ukur 25 ml dan contoh sebanyak 100 mg. Kemudian sampel ditambahkan 1-butanol sampai tanda tera. Larutan contoh diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi TBA (200 mg TBA dalam 100 ml 1-butanol). Setelah tercampur, larutan dipanaskan hingga suhu 95 oC. Kemudian didinginkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 530 nm. Standar yang
digunakan
adalah
1,1,3,3-tetrametoxy
propane
sebagai
prekursor
malonaldehid. Konsentrasi malonaldehid contoh dihitung berdasarkan persamaan (Wanasundra,1995):
3.4.1.4 Analisis kadar lemak (metode Soxhlet, AOAC, 1984). Kadar lemak diuji dengan metode Soxhlet. Langkah pertama, labu lemak untuk ekstraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu lemak dan refluks dilakukan 4-16 jam. Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu lemak dan refluks dilakukan 4-16 jam. Pelarut dalam labu lemak kemudian didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 100 oC selama 30 menit dan
32
kemudian didinginkan dalam suhu ruang. Labu soxhlet ditimbang dan kemudian dihitung kadar lemak bahan contoh. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% Kadar Lemak =
3.4.1.5 Analisis kadar air (metode oven, Apriantono et.al,1988). Analisis kadar air menggunakan metode oven. Pengujian diawali dengan mengeringkan cawan kosong dalam oven dan kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan yang sudah didinginkan kemudian ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan dan kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 200oC selama 6 jam, Kemudian cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang. Cawan dan sampel dimasukkan kembali dalam oven dan dikeringkan lagi sampai memperoleh berat relative tetap. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :
3.4.1.6 Ekstraksi Mikrokapsul (Folch et al., 1957). Ekstrasi dilakukan untuk mendapatkan minyak dalam mikrokapsul. Contoh (mikrokapsul) sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam gelas piala dan ditambahkan 50 ml larutan KCl 0.88 %.
Contoh diblender atau diaduk dan
ditambahkan 100 ml kloroform + 50 ml methanol (2:1 (v/v) ke dalam campuran tersebut dan diaduk selama 1 jam dengan kecepatan tinggi (stirrer 800 rpm). Campuran disimpan semalam, kemudian dipisahkan dengan labu pemisah. Lapisan bawah diambil dan diuapkan dengan nitrogen.
33
3.4.1.7 Profil asam lemak dengan Gas Chromatography (AOCS, 1990). Profil asam lemak dilakukan pada sampel minyak, sampel 25 ml ditambah dengan 1 ml larutan standar internal C16:0 sebanyak 1 mg/ml. Heksana dalam campuran diuapkan dengan N2 kemudian ditambahknan 1,5 ml NaOH-metanol dan diisi dengan N2, ditutup rapat, divorteks dan dipanaskan dalam penangas air suhu 100oC selama 5 menit. Setelah didinginkan, ditambah 2 ml BF3-metanol (14%b/v), diisi N2, ditutup rapat dan dipanaskan
selama 30 menit. Setelah
didinginkan pada suhu ruang, ditambah 1 ml heksan dan divorteks. Kemudian ditambah 5 ml larutan NaCl jenuh dan divorteks. Lapisan heksan yang terpisah diberi Na2SO4 dan siap diinjeksikan ke dalam alat GC. Sebanyak 1 µl sampel disuntikan pada GC dengan injector 250oC, suhu detektor 260oC, suhu kolom awal 140oC yang dipertahankan selama 6 menit, penambahan suhu
kolom 3oC/menit sehingga mencapai suhu 230oC dan
dipertahankan selama 25 menit. Gas helium digunakan sebagai gas pembawa tekanan 0,5 kg/cm2. Untuk identifikasi asam lemak dalam sampel digunakan asam lemak standar sebagai pembanding. Jenis asam lemak ditentukan dengan membandingkan RRT (Relative Tetention Time) asam lemak pada sampel dengan RRT asam lemak pada standar eksternal.
X
3.4.1.8 Rendemen dan Ukuran Mikrokapsul (Wahyuni,1998). Rendemen mikrokapsul (%) menyatakan perbandingan berat mikrokapsul yang dihasilkan (gr) dibandingkan bahan yang digunakan dalam proses antara lain minyak ikan, lesitin, gum arab dan gelatin (gr). Berat mikrokapsul minyak ikan dilihat dengan menimbang mikrokapsul minyak ikan tersebut dengan timbangan analitik.
34
Ukuran
mikrokapsul ditentukan
dengan
menggunakan
mikroskop
polarisasi cahaya (Polarized light microscope). Sejumlah kecil contoh ditaburkan di atas kaca preparat dan dilihat di bawah mikroskop. Perbesaran yang digunakan adalah
1000 kali. Ukuran partikel mikrokapsul dinyatakan sebagai berikut :
Ukuran mikrokapsul = diameter x 0,015 mm
3.4.1.9 Perbandingan bahan penyalut (%) (Wahyuni, 1998). Jumlah bahan penyalut (%) menyatakan perbandingan jumlah bahan penyalut yang terdapat dalam mikrokapsul yang dihasilkan dengan jumlah bahan penyalut yang digunakan dalam proses. Jumlah bahan penyalut dapat diketahui dari selisih berat mikrokapsul yang dihasilkan dengan berat minyak yang dikandungnya.
% bahan penyalut =
3.4.1.10 Efisiensi mikrokapsul (Wahyuni,1998). Efisiensi mikrokapsul (%) merupakan perbandingan minyak yang terdapat di dalam mikrokapsul dengan berat minyak yang digunakan dalam pembuatan mikrokapsul atau diperoleh dengan rumus :
3.4.2 Uji Organoleptik Uji organoleptik pemurnian minyak ikan dilakukan terhadap warna dan aroma hedonik (Schoresheet Lampiran 1). Sedangkan Uji organoleptik hedonik minyak ikan dan mikrokapsul dilakukan terhadap warna, penampakan dan aroma (Schoresheet Lampir 2). Uji organoleptik merupakan uji yang dilakukan oleh panelis dengan menggunakan panca idra. Panelis yang melakukan uji ini merupakan panelis semi
35
terlatih sebanyak 30 orang.
Uji organoleptik ini menggunakan 9 skala
(1 = sangat tidak suka; 9 = sangat suka). Pengujian menggunakan uji non parametrik kruskal wallis kemudian dilanjutkan uji lanjut multiple comparison. Uji statistik kruskal wallis dengan metode umum dari uji statistik menurut Walpole (1992) adalah:
12 Ri 2 H = ∑ ni − 3(n + 1) n ( n + 1) Faktor koreksi,
1−
∑T ( n − 1) n( n + 1)
ΣT = [(t-1) t (t+1)]
Keterangan : H = skor X hitung yang akan dibandingkan dengan X tabel (chi invinitif) Ri = jumlah skor rangking dari setiap perlakuan n = banyaknya data t
= banyaknya pengamatan seri dalam perlakuan ke-i Selanjutnya untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata, dilakukan
uji lanjut terhadap faktor dan taraf yang berbeda nyata. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Multiple Comparisson (Wallpole, 1992) dengan formula sebagai berikut :
Ri − Rj >< Z α
(n + 1)k / 6 2p
Keterangan: Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i. Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j. K
= banyaknya ulangan.
N
= jumlah total data.
36
3.4.3 Penentuan Harga Pokok Penjualan. Penentuan harga pokok penjualan dilakukan dengan menggunakan skala produksi kecil (laboratorium). Harga pokok ditentukan dari perbandingan biaya yang didapat dari harga di pasaran pada bulan februari 2008 dan biaya pengerjaan skala laboratorium. Perhitungan harga berdasarkan penentuan harga variabel pokok dan asumsi produksi skala kecil (Basu, 1984).
3.5 Rancangan Percobaan. Pengolahan data dikerjakan menggunakan Microsoft excel 2007 dan SPSS 11,0. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan faktorial RAL 2x2 untuk formulasi bahan. Model untuk rancangan ini adalah :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Yijk = Nilai pengamatan atau respon yang memperoleh taraf ke-i dari faktor a dan taraf ke-j pada faktor ke b.
αi
= Faktor A pada taraf ke- i.
βj
= Faktor B pada tarak ke- j.
(αβ)ij = Interaksi antara dua faktor percobaan.
εijk
= Eror atau galat percobaan.
Modal matematika untuk RAL-sederhana digunakan dalam uji lainnya adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τj + εij Keterangan : Yij
= Respon dari pengaruh pemurnian minyak ke – i dengan kelompok pemurnian ke-j.
µ
= Nilai rata – rata dari semua pengamatan.
τi
= Pengaruh perlakuan lama penyimpanan.
εij
= Galat percobaan.
37
Kemudian dilakukan uji lanjut yang digunakan untuk mengetahui yang menyebabkan berbeda nyata adalah uji Tukey HSD (Honestly Significant Difference) dengan formula (Gasperz, 1991), sebagai berikut :
W = qα (P,Fc) Sy Keterangan : qα = Diperoleh dari tabel titik presentase bagian atas bagi wilayah yang menjadi P
t studentkan.
= Banyaknya perlakuan.
Fc = Derajat bebas galat. Sy = (S2/r)1/2
38
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemurnian Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru). Minyak ikan dari hasil samping pengolahan ikan memiliki kandungan gum yang tinggi. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pemurnian dilakukan penyaringan terlebih dahulu sehingga kualitasnya dapat ditingkatkan. Proses selanjutnya adalah degumming, pada proses ini minyak ditambah dengan larutan NaCl 8 % (b/v) disertai dengan pemanasasn 80oC. NaCl akan menyerap air dan pemanasan menyebabkan kekentalan minyak menurun, sehingga gum akan mudah terpisah dari minyak. Pada pembuatan minyak ikan murni dengan metode alkali, minyak harus dihidrolisis/disabunkan terlebih dahulu untuk mengikat asam-asam lemak dengan membentuk trigliserida. Proses pemurnian minyak ikan ini akan terjadi perubahan-perubahan kandungan iod, peroksida, malanoldehid dan asam lemak dari minyak tersebut. Minyak
bahan baku hasil samping penepungan ikan berwarna coklat
gelap. Intensitas warna dari minyak ikan dapat dikurangi dengan dilakukannya pemucatan (bleaching). Pemucatan dilakukan dengan menambah bentonit ke dalam minyak. Bentonit akan menyerap zat warna minyak, gum, resin dan hasil degradasi minyak seperti peroksida. Minyak ikan yang telah dimurnikan akan tampak lebih cerah warnanya. Untuk melihat perbedaan warna yang dihasilkan dari proses pemucatan minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa minyak pemurnian alkali dan minyak pemurnian dari CV. Biji Sesawi lebih bening dibanding minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian. Bentoit atau fuller earth berfungsi sebagai adsorben yang melalui proses fisika dan kimia dapat memudarkan atau memucatkan warna suatu substrat. Proses fisika melibatkan proses oksidasi, reduksi atau adsorbs yang membuat bagian-bagian yang berwarna menjadi lebih larut atau diserap sehingga mudah dihilangkan selama pemucatan (bleaching).
Proses kimia yang terjadi yaitu
kemampuan mengubah bagian berwarna molekul minyak untuk menyerap cahaya, yaitu dengan mengubah derajat ketidakjenuhan.
39
A
B
C
Gambar 12. Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru); A. Minyak pemurnian Alkali;
B. Minyak pemurnian proses industri CV. Biji Sesawi;
C. Minyak hasil samping penepungan Ikan Lemuru CV. Biji Sesawi.
4.1.1 Uji bilangan iod. Jumlah asam lemak omega-3 di dalam minyak ikan dapat ditunjukkan dengan bilangan iod. Analisis bilangan iod dapat menentukan derajat ketidak jenuhan asam lemak dalam contoh minyak. Bilangan iod menyatakan banyaknya iod yang dapat diserap oleh 100 gram minyak. Histogram perbandingan bilangan iod antara minyak pemurnian alkali, minyak pemurnian CV. Biji Sesawi dan minyak tanpa pemurnian dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Histogram bilangan iod pada minyak ikan (mgr/100gr).
40
Minyak hasil samping pemurnian alkali memiliki nilai rata-rata bilangan iod sebesar 190,35 mg/100gr, minyak pemurnian industri CV. Biji sesawi memiliki rata-rata bilangan iod sebesar 184,005 mg/100gr sedangkan minyak ikan tanpa pemurnian memiliki nilai bilangan iod sebesar 222,075 mg/100gr. Rata-rata bilangan iod di atas menunjukkan bahwa kandungan bilangan iod dalam minyak hasil samping penepungan tanpa pemurnian paling tinggi dibandingkan kedua minyak pemurnian yaitu sebesar 222,075 mg/100 gr. Hal ini disebabkan karena masih tingginya jumlah asam lemak tak jenuh dalam minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian. Rantai ganda pada asam lemak tak jenuh akan mudah terputus dan bereaksi dengan iod, maka dari itu angka bilangan iod menunjukan tingkat adanya asam lemak tak jenuh pada minyak ikan. Bilangan iod pada minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian dibandingkan dengan kedua minyak pemurnian mengalami penurunan nilai bilangan iod. Hal ini menunjukan bahwa asam lemak tak jenuh pada minyak telah berkurang ketika proses pemurnian minyak ikan, terjadinya pemutusan rantai rangkap dapat mengikat iod. Semakin tinggi angka bilangan iod semakin besar pula jumlah iod yang dapat terikat dan makin banyak ikatan rangkap pada struktur minyak yang menunjukan bahwa rantai asam lemak yang terdapat juga semakin panjang. Menurut analisis ragam (lampiran 12) pemurnian minyak tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan bilangan iod minyak ikan. Artinya bahwa pemurnian minyak tidak mempengaruhi nilai bilangan iod. Rendahnya bilangan iod pada minyak
4.1.2 Uji bilangan peroksida. Uji bilangan peroksida ditujukan untuk melihat berapa besar kandungan hidroperoksida pada minyak.
Semakin besar kandungan hidroperoksida pada
minyak maka semakin menunjukkan semakin banyak kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut. Hidroperoksida adalah produk dari oksidasi pada minyak ikan yang terjadi ketika reaksi otooksidasi terminasi. Perbandingan bilangan peroksida dapat dilihat dalam histogram Gambar 14.
41
Gambar 14. Histogram bilangan peroksida pada minyak ikan (meq/1000gr).
Menurut hasil rata-rata bilangan peroksida minyak pemurnian alkali mempunyai rataan sebesar 5,74 meq/1000 gr, minyak pemurnian CV. Biji Sesawi memiliki rataan sebesar 13 meq/1000gr dan minyak penepungan minyak ikan tanpa pemurnian sebesar 11,74 meq/1000gr. Minyak pemurnian CV. Biji Sesawi memiliki rataan bilangan peroksida tertinggi, pada ulangan pertama diperoleh nilai bilangan peroksida sebesar 14,74 meq/1000gr sedangkan pada ulangan kedua sebesar 11,26 meq/1000gr. Menurut hasil analisis ragam pada Lampiran 13, perlakuan pemurnian minyak tidak berpengaruh nyata pada nilai bilangan peroksida minyak ikan. Hal ini menunjukan bahwa adanya hidroperoksida pada minyak tidak dipengaruhi oleh pemurnian minyak ikan.
Hidroperoksida yang dihasilkan pada proses
oksidasi minyak dapat menyebabkan terpecahnya senyawa-senyawa asam lemak dengan rantai C menjadi lebih pendek, seperti asam-asam lemak jenuh, aldehid dan keton. Minyak ikan pemurnian alkali memiliki bilangan peroksida terendah dibandingkan ketiga perlakuan. Minyak ikan pemurnian alkali dihidrolisis dengan basa (NaOH 1 N) untuk memurnikan minyak, tingkat hidroperoksida sebagai indikasi kerusakan paling kecil disbanding kedua perlakuan. Menurut Winarno (1988) minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi mudah mengalami oksidasi. Kerusakan minyak ikan yang diawali oleh terputusnya asam lemak tidak jenuh
membentuk radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh
42
cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat, hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim lipooksidase. Radikal-radikal bebas ini kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa hidroperoksida aktif yang akhirnya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak ikan seperti timbulnya bau tidak disukai dan warna coklat keruh.
4.1.3 Uji angka TBA (Thiobarbituric Acid). Uji bilangan TBA (asam tiobarbiturat) ditujukan untuk melihat ketengikan pada minyak. Uji TBA merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak ti
dak jenuh.
Asam 2-tiobarbiturat dapat bereaksi
dengan melanoldehida, yang merupakan produk oksidasi lanjut minyak, sehingga menghasilkan warna merah. Bilangan TBA menunjukan bahwa selama proses pemurnian minyak ikan tak dapat dihindari terjadinya oksidasi secara mutlak, meskipun ditambahkan lesitin sebagai pengemulsi dan antioksidan. Perbandingan angka TBA dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Histogram angka TBA pada minyak ikan (µmol/gr).
Angka TBA
pada minyak pemurnian alkali mempunyai rata-rata
sebesar 6,795 µmol/gram, pada minyak pemurnian CV. Biji Sesawi rataan angka TBA sebesar 6,975 µmol/gram, sedangkan pada minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian sebesar 7,387 µmol/gram.
Menurut hasil
rataan minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian memiliki nilai angka TBA tertinggi dengan ulangan pertama sebesar 7,39 µmol/gram dan
43
ulangan kedua sebesar 7,38 µmol/gram. Melanoldehid merupakan indikasi dari aroma yang menyengat, sehingga aroma ini cenderung tidak disukai. Hasil dari analisis ragam (lampiran 14) menunjukan bahwa pemurnian minyak tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan angka TBA dari minyak ikan. Hal ini menunjukan bahwa nilai angka TBA tidak dipengaruhi oleh perlakuan pemurnian minyak ikan. Hal ini menunjukan bahwa ketengikan atau kerusakan pada minyak ikan akan tetap terjadi walaupun minyak tersebut telah diproses lebih lanjut dengan pemurnian.
4.1.4 Uji kadar lemak. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Kadar lemak pada minyak ikan menunjukan besarnya minyak yang ada pada minyak ikan tersebut. Perbandingan kadar lemak dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Histogram kadar lemak minyak ikan (%).
Hasil uji kadar lemak menunjukan minyak pemurnian alkali memiliki rataan kadar lemak sebesar 18,86 %, kandungan kadar lemak minyak hasil pemurnian CV. Biji Sesawi sebesar 18,86 %, kandungan minyak hasil samping penepungan ikan jauh memiliki rataan sebesar 36,48 %. Menurut hasil yang diperoleh kandungan kadar lemak minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian lebih tinggi dibandingkan kadar lemak minyak yang sudah
44
dimurnikan, kadar minyak minyak hasil samping penepungan ikan memiliki kadar lemak sebesar 23,54% pada ulangan pertama dan 49,42% pada ulangan kedua. Hal ini dikarenakan adanya derivat-derivat lain pada minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian yang belum terpisahkan. Menurut hasil analisis ragam (Lampiran 15) pemurnian minyak berpengaruh nyata pada kandungan kadar lemak minyak ikan lemuru (Sardinella lemuru). Menurut hasil uji lanjut Tukey minyak ikan hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian menyebabkan berbeda nyata pada setiap perlakuan. Hal ini memperkuat bahwa kadar lemak pada minyak yang sudah dimurnikan menurun dari minyak hasil samping penepungan tanpa pemurnian. Pada saat pemurnian, lendir yang masih bercampur pada minyak ikan terpisahkan sehingga kadar lemak pada minyak yang sudah dimurnikan menurun.
4.1.5 Uji profil asam lemak. Profil asam lemak digunakan untuk menentukan jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada minyak baik asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh. Kandungan asam lemak minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Profil asam lemak (mg/100gr) minyak ikan. Asam lemak
Minyak tanpa
Minyak pemurnian
Minyak pemurnian
pemurnian
CV. Biji Sesawi
alkali
Kaprilat
0,025
0,037
0,071
Kaprat
0,729
0,042
0,038
Laurat
0,019
2,335
0,083
Miristat
5,69
0,559
2,235
Palmitat
15,89
4,110
12,23
Stearat
6,21
18,88
2,329
19,774
8,14
15,93
Linoleat
22,89
8,038
8.08
Linolenat
20,72
8,454
17,39
EPA
22,83
19,711
1,345
DHA
4,67
6,427
4,822
Total
119.442
90,46
81,59286
ALTJ
90.884
64,53
64,60641
Oleat
45
Hasil identifikasi jenis dan jumlah asam lemak yang terkandung pada minyak ikan lemuru dengan berbagai tingkat kemurnian minyak. Asam-asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh itu antara lain asam lemak kaprilat (C8:0), Kaprat (C10:0), Laurat (C11:0), Miristat (C14:0), Palmitat (C16:0), Stearat (C18:0),
Oleat
(C18:1),
linoleat
(C18:2),
Linolenat
(C18:3),
EPA
(Eicosapentaenoic Acid) (C20:5) dan DHA (Docosapentaenoic Acid) (C22:6). Hasil total asam lemak tidak jenuh, nilai tertinggi diperoleh dari minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian sebesar 67,993 mg/100gr dan terendah pada minyak hasil pemurnian alkali sebesar 39.486 mg/100gr. Hal ini didukung oleh hasil dari uji bilangan iod dan uji kadar lemak, minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian memiliki bilangan iod tertinggi yang artinya daya ikat iod oleh asam lemak tak jenuh lebih tinggi pada minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian, yang dapat diduga dalam 100 gr minyak tersebut memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi. Kadar lemak juga memperkuat hasil dari profil asam lemak ini, karena kadar lemak dari minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian lebih tinggi karena adanya derivat lain yang mempengaruhi kandungan lemak pada minyak ikan. Minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian memiliki asam linoleat lebih besar, minyak pemurnian alkali memiliki kandungan asam linolenat lebih besar, sedangkan minyak pemurnian CV. Biji Sesawi mengandung EPA yang lebih besar. Pada proses hidrolisis asam lemak saat netralisasi terjadi pengikatan asamasam lemak oleh hidrogen terutama pada asam lemak rantai ganda, hal ini melindungi kadar asam lemak tak jenuh sehingga dapat diperoleh asam lemak tak jenuh yang diinginkan seperti EPA (Eicosapentaenoic acids). Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak esensial yang artinya asam lemak tersebut tak dapat dihasilkan oleh tubuh. Epa berperan dalam fosfolipid dalam jaringan otak dan sistem syaraf manusia. Pada minyak ikan pemurnian alkali, pemurnian CV. Biji Sesawi terdapat juga asam lemak jenuh dapat yang diperoleh dari putusnya rantai asam lemak tak jenuh.
46
Metode pemurnian alkali memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 1986). Asam lemak yang terikat inilah yang dapat dilihat seberapa besarnya oleh profil asam lemak.
4.1.6 Uji organoleptik. Uji organoleptik adalah suatu penilaian yang didasarkan pada pengamatan panca indra manusia. Pengujian organoleptik penting untuk melihat daya terima konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Pengujian organoleptik hedonik bertujuan untuk melihat minyak ikan Lemuru dapat diterima berdasarkan nilai organoleptik hedonik warna dan aromanya.
4.1.6.1 Warna. Warna yang terdapat pada minyak karena adanya pigmen dalam minyak. Pigmen tersebut dapat merupakan pigmen asli yang dikandungnya atau merupakan hasil perubahan warna yang terjadi sebelum, selama atau setelah pemrosesan minyak ikan (Broody, 1965). Perbandingan skala hedonik warna minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Histogram nilai organoleptik hedonik warna minyak ikan.
47
Warna minyak hasil samping tanpa pemurnian memiliki nilai rataan sebesar 3 yang artinya warna minyak berwarna coklat keruh dan sangat tidak disukai. Warna pada minyak pemurnian alkali memiliki nilai rataan 3 sama sepeti rataan pada minyak hasil samping tanpa pemurnian.
Warna minyak proses
pemurnian CV. Biji Sesawi bernilai rataan 4 artinya minyak ikan
berwarna
kuning kecoklatan dan lebih disukai disbanding minyak pemurnian alkali dan minyak ikan tanpa pemurnian. Warna kotoran dari minyak terikat oleh adsorban atau bentonit sehingga warna dapat berubah. Menurut hasil uji kruskal walis hedonik warna ketiga minyak ikan (lampiran 16), menunjukkan hasil yang dapat diterima. Dari hasil uji lanjut multiple comparisson
menunjukkan antara perlakuan satu dan lainnya
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hasil uji ini dapat menunjukkan bahwa pemurnian minyak dapat mempengaruhi kesukaan terhadap warna dari minyak ikan. Warna minyak ikan yang keruh ternyata lebih tidak disukai oleh panelis. Kekeruhan warna dapat dikurangi oleh proses bleaching atau pemucatan pada tahap pemurnian minyak. Minyak ikan dari proses pemurnian CV. Biji Sesawi lebih disukai warnanya dibandingkan minyak hasil pemurnian alkali dan minyak mentah. Hal ini menunjukkan bahwa pemucatan dengan bleaching earth pada industri tersebut mempunyai daya serap warna lebih tinggi dibandingkan bentonit yang digunakan pada pemurnian alkali. Bleaching earth dapat digunakan sebagai adsorban untuk menarik warna keruh pada minyak ikan.
4.1.6.2 Aroma Aroma pada minyak ikan terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak (Ketaren, 1986). Bau tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida seperti aldehid dan keton (Winarno, 1992). Perbandingan skala hedonik warna minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 17.
48
Gambar 18. Histogram nilai organoleptik hedonik aroma minyak ikan.
Nilai rataan organoleptik minyak ikan pemurnian alkali sebesar 3, aroma dari minyak ini tidak disukai dan beraroma menyengat. Nilai rataan minyak ikan hasil samping tanpa pemurnian memiliki nilai yang sama dengan minyak pemurnian alkali.
Minyak pemurnian CV. Biji Sesawi memiliki nilai rataan
aorganoleptik aroma sebesar 4. Hasil uji kruskal walis aroma minyak (lampiran 17) menunjukan hasil yang dapat diterima. Dari hasil uji lanjut Multiple comparisson menunjukkan minyak pemurnian CV. Biji Sesawi memiliki nilai yang berbeda nyata terhadap minyak ikan hasil pemurnian alkali dan minyak ikan tanpa pemurnian. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan aroma antara minyak pemurnian CV. Biji Sesawi terhadap minyak hasil samping penepungan ikan
dan minyak ikan
pemurnian alkali. Minyak ikan lemuru memiliki aroma yang menyengat kurang disukai, untuk menghilangkan aroma tengik diperlukan proses deodorisasi yang pada proses pemurnian CV. Biji Sesawi dilakukan sehingga terlihat perbedaan yang nyata antara minyak ikan hasil samping penepungan ikan
dan minyak ikan
pemurnian alkali setelah diproses. Proses deodorisasi dilakukan pada minyak pemurnian CV. Biji Sesawi ternyata mempengaruhi terhadap kesukaan panelis terhadap aroma dari minyak ikan.
49
4.2
Formulasi dan stabilitas emulsi. Minyak ikan dalam mikrokapsul terlebih dahulu harus dicampurkan ke
dalam formulasi bahan penyalut. Tahapan ini membentuk suatu emulsi antara minyak dan air, dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air merupakan pelarut dari bahan penyalut sebagai fase kontinyunya. Adanya perbedaan berat jenis antara minyak dan air, menyebabkan sebagian minyak tidak bercampur dengan air dan memisah di permukaan campuran. Minyak mempunyai sifat yang tidak bercampur dengan yang air bersifat polar, agar tersalutkan volume minyak harus mendapat formulasi yang tepat dengan bahan. Kombinasi dari minyak dan bahan adalah 25 % dan 50 % minyak. Gum arab dan gelatin sebagai suatu hidrokoloid akan berinteraksi dengan emulsi. Sebelumnya minyak ikan dibentuk emulsi dengan lesitin sebagai emulsifier. Kemudian bahan yang telah tersalut diperkuat oleh CMC (carboxymethyl cellulose) yang menyelimuti bahan inti selama proses dehidrasi oleh pengeringan beku berlangsung. Lesitin yang lebih bersifat lipopilik, ditarik oleh droplet minyak yang juga bersifat lipopilik sehingga melapisinya dengan baik. Droplet-droplet minyak yang terlapisi pengemulsi lesitin dengan baik akan terhindar dari saling bertumbukkan sehingga droplet minyak tidak mudah menyatu. Kombinasi lesitin yang diberikan pada minyak murni 0 %, 1 % dan 5 % . Gelatin dapat berubah secara reversible dari bentuk sol kebentuk gel dan dapat larut dalam senyawa polar namun tidak larut dalam senyawa non polar. Hal ini dimanfaatkan untuk mengikat gum arab sebagai penyalut minyak agar gumarab dan minyak yang sudah teremulsi dapat menjadi salut dengan pembungkusnya (gum arab dan gelatin). Kombinasi yang digunakan untuk gum arab dan gelatin adalah sebesar 75 : 25 %, 50 : 50% dan 25 : 75%. Gum arab yang tidak larut dalam minyak dan juga juga tidak larut pada pelarut organik memiliki sifat yang unik, larut pada konsentrasi 40 - 50 % (Gliksman,1969). Gum arab yang sudah dicampurkan dengan minyak ikan, akan memisah apabila tidak terbentuk emulsi untuk itu diemulsifikasikan dengan gelatin. Hasil analisis ragam (lampiran 21) menunjukkan bahwa perlakuan kadar minyak tidak mempengaruhi stabilitas minyak. Sedangkan untuk bahan penyalut
50
(gum arab dan gelatin) memberikan pengaruh yang berbeda nyata dan pemberian lesitin ternyata juga tidak menimbulkan pengaruh yang berbeda nyata. Kombinasi antara satu faktor dan faktor lainnya dan kombinasi dari ketiga faktor tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap stabilitas emulsi. Hasil uji lanjut menunjukan bahwa perlakuan yang paling menunjukkan hasil yang berbeda nyata adalah kombinasi antara 75 % gum arab dan 25 % gelatin pada bahan penyalut. Hal ini kemungkinan disebabkan peran gum arab dan lesitin yang dominan dalam menstabilkan. Senyawa yang berperan melapisi droplet minyak terutama lesitin disamping juga gum arab dan gelatin. Menurut Marshall (1996) pengemulsi akan lebih kuat ditarik oleh droplet minyak dibandingkan dengan protein. Ujung lipopilik dari lesitin berikatan dengan droplet minyak sedangkan ujung hidropiliknya berikatan dengan fase kontinyu air, gum arab, maupun gelatin. Gum arab diduga berperan cukup besar dalam pembentukan film yang mengstabilkan emulsi dan melindungi droplet minyak selama proses pengeringan sehingga menghasilkan efisiensi yang tinggi. Hasil pengujian stabilitas emulsi
berbagai komposisi minyak ikan
lemuru, bahan pengemulsi lesitin dan bahan pelapis memperlihatkan bahwa emulsi dengan kombinasi minyak ikan, lesitin, dan nisbah gum arab:gelatin masing-masing sebesar 25 %, 5 %, dan 75:25 % mempunyai stabilitas emulsi tertinggi (18 jam) (lampiran 21). Hal ini kemungkinan disebabkan peran gum arab dan lesitin yang dominan dalam menstabilkan. Disamping itu juga disebabkan jumlah minyak yang terdapat dalam emulsi sebesar 25 % cenderung memberikan stabilitas yang lebih tinggi. Kestabilan emulsi terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 7.
51
Tabel 7. Formulasi bahan penyalut mikrokapsul. Emulsi
Jam Pengamatan 0
1
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
A1B1C1
100
100
100
99
99
98
98
98
97
97
97
96
A1B2C1
100
100
100
99
99
99
98
98
98
97
97
97
A1B3C1
100
100
100
99
99
99
99
99
99
99
99
98
A1B1C2
100
100
100
100
100
100
100
100
99
99
99
99
A1B2C2
100
100
100
100
100
100
100
99
99
99
98
98
A1B3C2
100
100
100
100
100
100
100
100
100
95
95
95
A1B1C3
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
99
A1B2C3
100
100
100
100
100
100
100
99
99
99
99
99
A1B3C3
100
100
100
100
100
100
100
99
99
99
99
99
A2B1C1
100
100
99
99
98
98
97
97
97
96
96
95
A2B2C1
100
100
99
99
99
98
98
97
97
97
96
96
A2B3C1
100
100
100
99
99
99
99
99
98
98
98
98
A2B1C2
100
100
100
100
99
98
96
95
94
92
92
92
A2B2C2
100
100
100
100
97
95
94
92
92
91
91
91
A2B3C2
100
100
100
96
93
92
92
91
91
91
91
91
A2B1C3
100
100
100
100
99
99
99
99
99
99
99
99
A2B2C3
100
100
98
98
98
98
98
98
98
98
97
97
A2B3C3
100
98
98
98
97
97
97
97
96
96
96
96
Keterangan : Konsentrasi minyak (A) = A1. 25%, dan A2 50% Gum arab : gelatin (B) = B1 75% : 25%, B2 50% : 50%, dan B3 25% : 75% Konsentrasi lesitin (C) = C1 0 %, C2 1 %, dan C3 5 %.
52
Gambar 19. Diagram penambahan CMC terhadap stabilitas emulsi.
CMC (carboxymethyl cellulose ) ditambahkan sebagai penguat dinding kapsul sebesar 10% dari kombinasi emulsi sebelumnya karena memiliki kestabilan lebih stabil dibanding ketiga perlakuan (Gambar 19). Penambahan CMC yang lebih besar dari 10 % menyebabkan menurunnya stabilitas emulsi. Tingginyanya stabilitas emulsi diduga karena CMC meningkatkan viskositas sistim emulsi. Peningkatan viskositas diduga karena gugus karboksil yang terdapat pada molekul CMC bersifat dapat mengikat air sehingga meningkatkan viskositas pada fase cair. Viskositas yang tinggi menurunkan pergerakan droplet minyak dan membantu mencegah penggabungan droplet minyak. Menurut analisis ragam (lampiran 21) perlakuan penambahan CMC menghasilkan hasil yang tidak berbeda nyata. Penambahan CMC tidak mempengaruhi kestabililan minyak. Sebenarnya saat penambahan CMC pada penyalut minyak telah tampak terkapsulkan namun maksimal pada jam ke 20 perlakuan penambahan cmc ada sedikit lapisan minyak yang terpisah. Peran lain dari CMC adalah pengganti formalin pada metode koaservasi komplek (Wahyuni,1998), yang pada intinya sebagai penguat dari dinding mikrokapsul.
Bahan kimia seperti formaldehida, benzoat, flourida, senyawa
sulfit dan borak dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan berlemak dengan tujuan untuk mempertahankan atau menghambat pertumbuhan mikkroba. Pemakaian antiseptic tersebut dalam bahan pangan tersebut perlu mendapat perhatian khusus meracuni atau mempengaruhi metabolisme tubuh bahkan dapat menimbulkan kanker dari akulmulasinya. Hasil mikrokapsul ditampung pada
53
wadah gelap dan ditutup rapat dengan tujuan mengurangi kontaminasi udara dan oksidasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kestabilan emulsi sebelum pengeringan akan berpengaruh terhadap mikrokapsul minyak ikan lemuru yang dihasilkan. Hal ini diduga karena pada emulsi yang stabil, droplet minyak ikan yang terbentuk pada proses emulsifikasi dilapisi dengan baik di dalam sistim emulsi sebelum maupun selama proses pengeringan berlangsung sehingga dapat menjamin keberadaan droplet minyak di dalam mikrokapsul yang dihasilkan dengan demikian efisiensi dapat menjadi lebih besar.
4.3 Mikrokapsul. Suatu teknik untuk memerangkap droplet cair, partikel atau gelembung gas bahan inti (core) dalam film bahan penyalut yang membuat partikel-partikel inti mempunyai
sifat
fisika
dan
kimia
seperti
yang
dikehendaki
disebut
mikroenkapsulasi. Produk yang dihasilkan berupa tepung (powder) berukuran antara puluhan sampai 5000 µm. Ukuran mikrokapsul ini bervariasi dan tergantung pada metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Keunggulan mikrokapsul hasil pengeringan beku antara lain adalah mempunyai struktur yang tidak mengkerut sehingga memungkinkan rehidrasi yang cepat, retensi flavor tinggi karena pengeringan berlangsung pada suhu rendah, daya hidup, dan rekonstitusi sel-sel hidup pada produk kering beku tetap tinggi. Karakteristik dari mikrokaspul yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik dari mikrokaspul yang dihasilkan. Karakteristik
Nilai
Rendemen Mikrokapsul (% (b/b))
25,31
Ukuran Mikrokapsul (µm)
237,54
Bahan Penyalut (%)
79,47
Efisieansi mikrokapsul (%)
61,34
Kadar Air (%)
2,91
54
Perbandingan bahan penyalut yang didapat setelah mikrokapsul diekstrak dan bahan yang penyalut yang dihasilkan dalam proses sebesar 79,47 %. Pembentukan ikatan yang kuat dari bahan penyalut pada system emulsi akan berpengaruh pada persen bahan penyalut ini. Bahan penyalut yang tepat akan menghasilkan mikrokapsul yang terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Gum arab sebagai hidrokoloid akan berinteraksi dengan emulsifier, yaitu lesitin, dan membentuk film yang stabil. Proses mikroenkapsulasi minyak ikan membutuhkan bahan penyalut yang mampu mempertahankan dan menyelaputi material inti selama proses berlangsung, karena apabila syarat ini tidak terpenuhi bahan penyalut yang mampu menyelaputi droplet minyak dengan sempurna selama homogenisasi dari system emulsi, akan menghalangi penggabungan kembali minyak setelah homogenisasi. Ukuran mikrokapsul yang diperoleh sebesar 237,54 µm. Mikrokapsul terbentuk dari beberapa droplet kecil minyak yang terdispersi dalam sebuah matrik polimer. Bentuk mikrokapsul dibawah mikroskop polasrisasi tidak beraturan dan beberapa diantaranya saling menyatu, sehingga membentuk gabungan partikel yang berukuran besar. Permukaan mikrokapsul ada yang halus, keriput dan berlekuk. Perbedaan bentuk ini dapat mempengaruhi laju pengeringan yang rendah akan menyebabkan terbentuknya pertikel-partikel yang bergerombol. Konsentrasi bahan yang dikeringkan dengan pengeringan beku mempunyai pengaruh yang besar terhadap karakteristik pengeringan. Suhu bahan (suhu permukaan) sangat berperan dalam proses pengeringan beku, jika suhu permukaan bahan semakin tinggi maka laju dari permukaan bahan ke permukaan sublimasi akan semakin besar. Gambar dari mikrokapsul yang dihasilkan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20.
55
Gambar 20. Penampakan mikrokapsul dan selama penyimpanannya.
Pengelompokan partikel-partikel mikrokapsul juga dapat disebabkan oleh adanya minyak yang keluar dari mikrokapsul, yang selanjutnya mengikat partikelpartikel tersebut satu sama lain. Adanya partikel-partikel yang berkelompok seringkali tidak diinginkan dalam produksi mikrokapsul. Efisiensi proses yang dilakukan ditekankan karena suatu proses apabila efisiensinya kecil maka akan cenderung merugikan. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi tersebut. Efisiensi yang didapat dari mikrokapsul sebesar 61,34 %. Efisiensi mikrokapsul menyatakan perbandingan jumlah minyak yang berada di dalam mikrokapsul dengan minyak yang digunakan dalam proses. Minyak yang berada dalam mikrokapsul dapat diketahui dari jumlah minyak yang dapat terekstrak kembali. Oleh karena itu semakin banyak minyak yang terkapsulkan maka hal ini sangat diharapkan, karena berarti tidak banyak minyak yang terbuang sia-sia. Sedangkan rendemen yang dihasilkan mikrokapsul adalah sebesar 25.31 %. Rendemen adalah bobot mikrokapsul berbanding dengan bobot total bahan sebelum diproses, artinya terjadi penyusutan bobot sebesar 74,69 %. Penyusutan bobot
inilah
yang
menyebabkan
mikroekapsulasi
bermanfaat
untuk
mempermudah dari distribusi minyak ikan yang dapat menekan dari biaya transportasi. Minyak ikan yang ada dalam mikrokapsul dapat diperoleh kembali dengan cara ekstraksi. Sifat dari bahan gum arab yang tidak berikatan dengan minyak sehingga tidak larut dalam minyak. Bahan penyalut mudah berikatan oleh
56
senyawa non polar, sehingga mudah larut seperti dalam air. Namun untuk mengekstrak minyak secara total dapat diekstrak dengan senyawa alcohol seperti methanol. Dalam pengektraksian untuk diuji, digunakan pelarut methanol dan kloroform. Dalam proses pengolahan dapat terjadi perubahan baik secara fisika maupun kimia. Perubahan secara fisika dapat dilihat dengan adanya perubahan bentuk tanpa mengubah susunan senyawa dari materi tersebut. Sedangkan perubahan kimiawi dapat terjadi karena adanya perubahan susunan senyawa di dalam nya hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna, timbul aroma atau perubahan aroma dan bisa juga disertai perubahan bentuk. Perubahan ini berlangsung pada suatu materi dalam pengolahan mikrokapsul.
4.3.1 Uji bilangan iod mikrokapsul. Bilangan iod yang dihasilkan dari mikrokapsul memiliki rataan sebesar 180,25 mg/100gr, rataan minyak pemurnian alkali sebesar 190,35 mg/100gr sedangkan minyak hasil samping penepungan tanpa pemurnian adalah sebesar 222,075 mg / 100gr (Gambar 21).
Gambar 21. Histogram perbandingan bilangan iod (gr/100gr).
Menurut hasil analisis ragam (Lampiran 34) ternyata perlakuan mikroenkapsulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bilangan iod. Ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh dapat menangkap atau
57
mengikat iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Bilangan iod mikrokapsul lebih kecil dibanding minyak ikan, artinya minyak ikan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi disbanding mikrokapsul. Pada saat proses pembuatan mikrokapsul, rantai asam lemak tak jenuh yang mempunyai ikatan rangkap berkurang, karena saat proses pengeringan beku walau suhu berada pada suhu pembekuan tetap terjadi proses dehidrasi, sehingga bilangan iod mikrokapsul dengan minyak ikan pemurnian alkali tidak jauh berbeda.
Jadi proses pemurnian minyaklah yang menentukan pengaruh
kandungan bilangan iod pada mikrokapsul. Hal ini diperkuat juga pada saat pemurnian minyak ikan, perlakuan pemurnian tidak dapat mempengaruhi kandungan bilangan iod pada minyak ikan. Kandungan iod yang diikat oleh asam lemak pada minyak ikan mengalami perubahan saat proses pemurnian, namun asam lemak tak jenuh yang mengikat iod akan tetap terurai karena oksidasi. Hal ini dapat dibuktikan pada grafik rataan bilangan iod selama penyimpanan pada Gambar 22.
Gambar 22. Grafik rataan bilangan iod mikrokapsul selama 15 hari (gr/100gr).
Adanya penyimpanan menyebabkan terjadinya penurunan bilangan iod pada mikrokapsul. Bilangan iod menurun disebabkan adanya pemisahan ikatan asam lemak tak jenuh sehingga penyerapan terhadap iod pun menurun.
58
4.3.2 Uji bilangan peroksida mikrokapsul. Rataan bilangan peroksida terdapat pada mikrokapsul sebesar 14,93 meq/1000 gr, minyak pemurnian alkali sebesar 4,74 meq/1000 gr dan minyak ikan tanpa pemurnian sebesar 11,74 meq/1000 gr. Bilangan peroksida mikrokapsul lebih tinggi dibandingkan kedua minyak hal ini dapat dilihat pada pebandingan mikrokapsul dan minyak ikan pada Gambar 23.
Gambar 23. Histogram perbandingan bilangan peroksida mikrokapsul dibanding dengan minyak ikan (meq/1000gr).
Menurut analisis ragam (lampiran 35) pengaruh mikroenkapsulasi pada bilangan peroksida menunjukan hasil yang berbeda nyata. Menurut uji lanjut Tuckey hal yang memberikan perbedaan nyata tersebut adalah mikrokapsul yang memberikan pengaruh terhadap kenaikan bilangan peroksida. Proses mikroenkapsulasi yang dilalui dengan proses pengeringan ternyata menyebabkan naiknya bilangan peroksida. Hal ini diduga karena terjadinya oksidasi karena bereaksi dengan oksigen saat pengeringan beku yang menyebabkan denaturasi dari asam lemak takjenuh pada minyak ikan. Penyimpanan diruang terbuka pada mikrokapsul dapat menambah dari nilai bilangan peroksida ini. Hal ini yang menyebabkan terjadinya perubahan
59
warna ketika penyimpanan mikrokapsul. Grafik penyimpanan mikrokapsul selama pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Grafik rataan bilangan peroksida mikrokapsul selama 15 hari (meq/1000gr).
Data yang diperoleh menunjukan bilangan peroksida pada mikrokapsul semakin meningkat selama 15 hari. Hal ini disebabkan mikrokapsul mengalami kemunduran mutu yang ditandai oleh munculnya hidroperoksida. Bilangan peroksida tertinggi terdapat pada hari ke-15 yaitu sebesar 22,745 meq/1000gr. Hasil analisis ragam (Lampiran 29) menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan mikrokapsul ternyata berpengaruh nyata terhadap bilangan peroksida dari mikrokapsul. Dari uji lanjut Tukey menunjukan bahwa pada hari terakhirlah yang paling menyebabkan hasil berbeda nyata hal ini diperkuat uji Duncan dan Tuckey HSD. Bilangan peroksida yang ada pada mikrokapsul sebagai indikasi bahwa adanya hidroperoksida pada mirokapsul. Hiperoksida ini bereaksi apabila kapsul berada pada suhu ruang tanpa perlakuan apapun akan menimbulkan kerusakan asam lemak.
60
4.3.3 Uji angka TBA (Thiobarbituric Acid) mikrokapsul. Angka TBA mikrokapsul berada di bawah angka minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian dan minyak pemurnian alkali. Rataan angka TBA dari mikrokapsul sebesar 3,76 µmol/gram, pada minyak ikan pemurnian alkali sebesar 6,795 µmol/gram dan minyak ikan hasil samping tanpa pemurnian sebesar 7,38 µmol/gram. Perbandingan angka TBA mikrokapsul degan minyak ikan dapat dilihat pada gambar 25.
Gambar 25. Histogram perbandingan angka TBA mikrokapsul (µmol/gram).
Menurut analisis ragam (Lampiran 36) mikroenkapsulasi ternyata menyebabkan hasil yang berbeda nyata terhadap angka TBA dari mikrokapslul. Menurut uji lanjut Tukey minyak ikan hasil samping tanpa pemurnian justru yang menyebabkan pengaruh nyata disbanding kedua perlakuan. Minyak ikan hasil samping penepungan ikan Lemuru memiliki angka TBA terbesar dan merupakan produk yang memiliki tingkat ketengikan terbesar. Hal ini dikarena saat proses pembuatan tepung ikan dilakukan pada suhu yang tinggi sehingga terjadi kerusakan pada minyak yang terkandung dalam pembuatan tepung ikan. Proses pengeringan beku pada mikrokasul dapat mengurangi angka TBA pada minyak ikan dan selama penyimpanan angka TBA cenderung lebih stabil, grafik penyimpanan mikrkapsul dapat dilihat pada Gambar 26.
61
Gambar 26. Grafik rataan bilangan TBA mikrokapsul selama 15 hari.
Angka TBA (Thiobarbituric Acid) semakin tinggi saat penyimpanan dan puncaknya pada hari ke l5 (Gambar 26). Melanoldehid sebagai indikasi ketengikan pada minyak saat hari ke 15 penyimpanan suhu ruang terlihat dari angka TBA. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 30) menunjukan penyimpanan tidak mempengaruhi dari angka TBA. Hal ini menunjukan penyimpanan tidak berpengaruh terhadap angka TBA mikrokapsul. Selama penyimpanan pemecahan asam lemak dalam mikrokapsul
tidak terlalu tinggi menghasilkan senyawa
melanoldehid atau keton yang merupakan senyawa yang toksik.
4.3.4 Uji kadar lemak mikrokapsul. Kadar lemak rata-rata minyak hasil samping penepungan ikan tanpa pemurnian sebesar 36,12 % (v/v), minyak pemurnian alkali sebesar 18,45 % (v/v) sedangkan mikrokapsul sebesar 17,76% (v/v). Kehilanga kadar minyak justru terlihat lebih banyak saat pemurnian minyak hasil samping penepungan ikan menjadi minyak ikan pemurnian alkali. Perbandingan kadar lemak mikrokapsul dan minyak ikan dapat dilihat pada histogram Gambar 27.
62
Gambar 27. Histogram perbandingan kadar lemak minyak (% v/v).
Menurut hasil dari pengujian kadar lemak dapat dilihat terjadinya perubahan kadar lemak dari minyak hasil samping penepungan ikan mikrokapsul.
hingga
Pengolahan minyak hasil samping penepungan ikan Lemuru
menjadi mikrokapsul diperoleh dengan proses pemurnian minyak dengan proses hidrolisis, penambahan bahan-bahan dinding mikrokapsul dan dehidrasi saat pembekuan yang dapat merubah kadar lemak pada minyak hasil samping minyak ikan Lemur. Kehilangan kadar lemak dapat diperkecil saat perubahan minyak pemurnian alkali menjadi mikrokapsul karena proses pengeringan dilakukan dengan cara pengeringan beku. Pengaruh penyimpanan terhadap mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Grafik rataan kadar lemak mikrokapsul selama 15 hari (%).
63
Kadar lemak pada mikrokapsul selama penyimpanan 15 hari terjadi penurunan.
Menurut
analisis
ragam
(lampiran
31)
ternyata
perlakuan
penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak. Kadar lemak pada mikrokapsul cenderung stabil hal ini membuktikan bahwa formulasi yang dihasilkan efisien untuk menjaga dari keberadaan minyak dalam mikrokapsul. Stabilitas emulsi yang salut dapat menahan dari berkurangnya kadar lemak mikrokapsul.
4.3.5 Uji kadar air mikrokapsul. Kadar air yang diperoleh sebesar 2,91 % (b/v) hal ini menunjukan bahwa pengeringan beku dapat menurunkan kadar air cukup besar sehingga produk ini menjadi lebih awet. Menurut Winarno (1992), dalam memperpanjang daya tahan suatu bahan pangan, sebagian air dalam bahan pangan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis tersebut. (Winarno,1992). Pengamatan penyimpanan mikrokapsul di dalam suhu ruang dapat dilihat dalam Gambar 29.
Gambar 29. Diagram rataan kadar air mikrokapsul selama 15 hari (%).
Menurut analisis ragam (lampiran 32) ternyata penyimpanan berpengaruh nyata pada kadar air dari mikrokapsul. Menurut hasil uji lanjut Tukey penyimpanan hari ke-3 menunujukan hasil yang paling berbeda nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukan bahwa kelembapan udara saat penyimpanan mikrokapsul dapat mempengaruhi kadar air dalam mikrokapsul. Kadar air yang dihasilkan oleh mikrokapsul mengalami kenaikan pada hari ke tiga untuk kemudian naik kembali pada hari ke 15 atau fluktuatif.
64
Penambahan kadar air dapat disebabkan oleh pengaruh kestabilan emul emulsi pada mikrokapsul. Bahan penyalut seperti gum arab dapat mengikat air dari udara. Hal lain yang dapat menyebabkan mengapa terjadinya naiknya kadar air. Minyak dan air merupakan fase yang terpisah sehingga air tidak terikat pada minyak yang menyebabk menyebabkan an menurunnya kadar pada mikrokapsul selama penyimpanan di tempat terbuka.
4.3.6 Uji profil asam lemak mikrokapsul. Profil asam lemak pada mikrokapsul dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengekstrak mikrokapsul. Minyak yang didapat sebesar 60 % (b/v), total asam lemak yang didapat adalah sebesar 72,301 mg/100gram dengan total asam lemak tak jenuhnya sebesar 55,274 mg/100gram. Grafik profil asam lemak mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 30.
21.32
25 20
14.93 12.27
15
13.96
10 5
2.236 0.071 0.038 0.083
2.329
3.72 1.344
0
Gambar 30. Diagram profil asam lemak mikrokapsul (mg / 100gram).
Asam lemak terbanyak pada mikrokapsul yaitu asam lemak tidak jenuh asam linoleat (C18:2). Kandungan ikatan rangkap pada asam lemak omega omega-3 menyebabkannya mudah mengalami kerusakan oleh oksidasi. Mikrokapsul masih mempunyai EPA dan DHA, bahkan jumlah DHA lebih tinggi dibandingkan dengan EPA. Hal ini menunjukan bahwa di dalam mikrokapsul mengandung asam lemak DHA, walau kadar asam lemak tak jenuhnya masih lebih tinggi asam lemak pada minyak ikan hasil samping penepungan ikan Lemuru.
65
4.3.7 Uji organoleptik mikrokapsul. 4.3.7.1 Aroma. Aroma pada mikrokapsul dipengaruhi oleh bahan pengisi dan juga bahan penyalutnya. Bahan penyalut mikrokapsul tidak beraroma, sedangkan bahan pengusi berbau kuat hal ini menyebabkan mikrokapsul masih berbau khas minyak ikan. Perbandingan hedonik aroma mikrokapsul dan minyak ikan dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 31. Histogram nilai hedonik aroma minyak ikan dan mikrokapsul.
Aroma minyak ikan memiliki rataan sebesar 1 sedangkan mikrokapsul memiliki rataan sebesar 2 artinya mikrokapsul aromanya lebih disukai disbanding minyak ikan. Menurut hasil uji kruskal walis (lampiran 20), mikroenkapsulasi berpengaruh nyata terhadap parameter aroma. Menurut hasil uji lanjut mikrokapsul hampir berbeda nyata pada setiap ulangan pada perlakuan. Perubahan bentuk minyak menjadi mikrokapsul menyebabkan volatile-oil terperangkap pada bahan penyalut mikrokapsul. Hal ini menyebabkan aroma tengik dari minyak dapat dikurangi. Tujuan mikroenkapsulasi selain untuk mempermudah distribusi minyak adalah menghilangkan aroma tak sedap dari minyak ikan. Penelitian menunjukan bahwa aroma dari minyak ikan dapat dinetralisir oleh pembuatan mikrokapsul.
66
4.3.7.2 Warna. Warna pada mikrokapsul adalah kuning, sedangkan warna pada minyak ikan yaitu kuning kecoklat. Histogram perbanfdingan nilai hedonic warna dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32. Histogram nilai hedonik warna minyak ikan dan mikrokapsul.
Dari rataan hedonik warna mempunyai nilai 1 dan mikrokapsul mempunyai nilai 2 yang artinya mikrokapsul lebih disukai dalam warna. Hasil uji kruskal walis (lampiran 18) menunjukan bahwa mikroenkapsulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan pada warna.
4.3.7.3 Penampakan. Larutan
minyak
murni
dibanding
dengan
tepung
(solid-powder)
mikrokapsul minyak ikan penampakannya memiliki penilaian tersendiri bagi panelis. Wujud minyak ataupun mikrokapsul merupakan wujud yang berbeda antara bentuk cair dan padat. Kesukaan antara penampakan dapat dilihat pada Gambar 33.
67
Gambar 33. Histogram nilai hedonik penampakan minyak ikan dan mikrokapsul.
Hasil uji organoleptik hedonik penampakan (lampiran 19) secara kruskal walis menunjukan mikroenkapsulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kesukaan
panelis terhadap penampakan mikrokapsul. Jadi panelis tidak berpengaruh atas bentuk dari mikrokapsul.
4.4 Harga pokok penjualan. Penduduk Banyuwangi menadah minyak hasil samping penepungan ikan untuk kemudian dimurnikan dan dijual. Minyak murni yang dijual kepada penadah atau tengkulak adalah sebesar Rp. 5000/liter. Jika masyarakat mengambil limbah minyak penepungan ikan sebanyak 10 liter untuk kemudian dimurnikan (setelah penyusutan) dapat menjual minyak ikan murni sebesar Rp. 40.000,-. Hal ini dapat menambah pemasukan bagi masyarakat Banyuwangi Kecamatan Muncar. Harga pokok penjualan mikrokapsul ditentukan dari biaya total. Harga ditentukan dari biaya total (Biaya variabel + oprasional), biaya produksi diperhitungkan berdasarkan harga pada pasaran pada bulan Februari 2008. Harga pokok penjualan mikrokapsul minyak ikan sebesar Rp. 2.112,- per gram, perhitungan harga skala kecil atau laboratorium (Lampiran 37).
68
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Minyak ikan Lemuru yang dimurnikan dengan pemurnian alkali dibandingkan dengan minyak ikan pemurnian CV. Biji Sesawi dan minyak hasil samping penepungan ikan menunjukan bahwa dalam minyak pemurnian alkali masih terdapat asam lemak tidak jenuh esensial, walau nilainya lebih tinggi minyak pemurnian CV. Biji Sesawi dan minyak ikan hasil samping penepungan ikan Lemuru. Kandungan asam lemak tertinggi adalah minyak hasil samping penepungan ikan dengan total asam lemak tak jenuh sebesar 90,88 mg/100gr. Kandungan asam lemak tak jenuh minyak hasil pemurnian alkali memiliki Asam linolenat terbesar sedangkan pada minyak pemurnian industri CV. Biji Sesawi dan minyak hasil samping penepungan ikan Lemuru asam lemak tak jenuh tertingginya adalah EPA (Eicosapenthanoic Acid), hal ini menunjukkan bahwa pemurnian dapat mempertahankan kandungan asam lemak tidak jenuh walau minyak pemurnian CV. Biji Sesawi masih lebih baik dalam mempertahankan kandungan asam lemak tak jenuh. Minyak hasil samping penepungan ikan Lemuru berwarna coklat keruh, minyak ikan pemurnian alkali berwarna coklat sedangkan minyak hasil proses industry CV. Biji sesawi berwarna kuning kecoklatan dengan warna hasil proses industri CV. Biji Sesawi lebih disukai. Minyak ikan proses industri CV. Biji Sesawi lebih disukai aroamanya,
proses deodorisasi pada minyak ikan proses
pemurnian CV. Biji Sesawi dapat mengurangi bau menyengat pada minyak ikan. Formulasi yang memiliki kestabilan emulsi terbaik dalam pembuatan mikrokapsul pada penelitian ini adalah kombinasi antara minyak ikan, lesitin dan penambahan perbandingan gum arab : gelatin masing-masing sebesar 25%, 5% dan 70% (3:1) disertai dengan penambahan CMC 10%. Mikrokapsul yang diperoleh mempunyai ukuran sebesar 237,54 µm, rendemen bahan penyalut sebesar 79,47% (b/v) dan efisiensi sebesar 61,34%. Asam lemak tak jenuh yang paling banyak ditemukan pada mikrokapsul adalah asam linoleat dengan total asam lemak sebesar72,301 mg/100gram dan total asam
69
lemak tak jenuhnya sebesar
55,274 mg/100gram. Harga pokok penjualan
mikrokapsul minyak ikan lemuru sebesar Rp. 2.112,- per gram. Proses mikroenkapsulasi minyak pemurnian alkali dapat mempengaruhi nilai bilangan peroksida dan angka TBA. Nilai bilangan peroksida pada mikrokapsul cenderung naik dan menyebabkan adanya hidroperoksida dalam mikrokapsul, namun angka TBA dalam mikrokapsul cenderung turun sehingga aldehid atau keton yang bersifat toksik dalam minyak ikan dapat dikurangi. Ketengikan dan bau menyengat tidak disukai masih terdapat pada mikrokapsul minyak ikan dari proses pemurnian alkali. Menurut hasil analisis ragam perlakuan penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan iod, bilangan peroksida dan angka TBA mikrokapsul minyak ikan. Namun selama penyimpanan terjadi perubahan kadar lema dan kadar air mikrokapsul.
5.2 Saran Penelitian dapat dilanjutkan dengan kemunduran mutu minyak ikan dan mikrokapsul minyak ikan lemuru. Dapat dicari formulasi lain misal dari alginat, karaginan dan kithosan sehingga mikrokapsul lebih solit emulsinya. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaannya terhadap manusia.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ackman, RG. 1982. Fatty acid compotsition of fish oil. Dalam MS Barlow dan ME Stansby. Nutritional Evaluation of Long Chain Fatty Acid in Fish Oil. London: Academic Press. Afelli, R. 1998. Studi Mikroenkapsulasi dan Stabilitas Minyak Kaya Asam Lemak Omega-3 dari Limbah Pengalengan Ikan Tuna (Tuna Precook Oil). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Andersen, S. 1995. Microencapsulation Omega-3 Fatty Acids from Marine Sources. Lipid Technology 1995;06;67-78. Ariati, F. 1998. Pengaruh penambahan bahan penyalut dan jumlah fraksi minyak terhadap mikroenkapsulasi konsentrat asam lemak omega-3 dengan metode spray-drying. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Bajpai P, Bajpai PK. 1993. Eicosapentaenoic acid (EPA) production from microorganism : a review. Biotechnology 30 : 161 -183. Bakan JA dan JL Anderson. 1978. Micoencapsulation. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy 1978; 2nd edition; 384. Bartkowiak A. 2001. caragenan-oligochitosan microcapsules: optimization of the formation process. Journal of Biointerfaces 2001; 21; 285-298. Bleker, 1853. Classification of Sardinella sp. http://www.worldfish.co.id. /show_spesies.sp2000. [2 Nov 2007]. Bimbo, AP. 1989. The emergencing marine oil industri. Journal American Oil Chemistry. Society. 64:5. Burhanuddin dan Praseno. 1982. Lingkungan perairan Selat Bali. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi 18 – 21 Januari 1982. P. 27. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departewmen Pertanian, Jakarta. Dewi, EN. 1996. Isolasi asam lemak omega-3 dari minyak hasil limbah penepungan dan pengalengan Ikan Lemuru. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Drevon, C. 1992. Marine Oils and Their Effect. Nutrition Review 50 (4); 38 – 45.
71
Dwiponggo, A. 1982 Beberapa aspek biologi ikan lemuru. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi 18 – 21 Januari 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian. Endah N. 1999. Mempelajari efektifitas khitin sebagai absorben pada proses pemucatan minyak Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Fajri, I. 2002. Mempelajari proses Pembuatan Tepung dari Whey Tahu dengan Pengering Semprot dan Pengering Beku serta Analisis Sifat Fungsional Tepung yang Dihasilkan. [Program Pasca Sarjana]. Institut Pertanian Bogor. Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan . Gramedia Pustaka Utama. Frank Kreith and Mark S. Bohn. 1986. Principles of Food Science Part II. Physical Princoples of Food Preservetion. New York : Harper and Row Publisher. Glicksman M. 1969. Gum Technology in The Food Industry. New York: Academy Press. Gunstone, FD dan FA Norris. 1983. Lipids in Foods Chemistry, Biochemistry and Technelogy. Oxford Pergamon Press 170 p. Harper, J. C., C. O. Chichester and T. E. Roberts. 1962. Freeze Drying of Food. Dielectric Heating Applied to Dehydrated Food Production. Jurnal of Agricultural Engineering, February, 78-90. Hanifah TAR, Murdinah. 1982. Evaluasi mutu pada penanganan Lemuru di Muncar. DalamProsiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi, 1821Januari 1982. P 187. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Haagsma, N. 1982. Preparation of an Omega-3 Fatty Acid Concentrate from Cod Liver Oil. JAOCS 59; 3. Heldman, D. R. And R. P. Singh. 1981. Food Process Engineering 2 ed. Avi Publishing Company, Inc. Westport, Conecticut, USA. Irianto, HE. 1992. Fish Oil: Refining, Stability and Its Use in Canned Fish For The Indonesian Market. [Disertasi] New Zealand: Massey University. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Bogor :Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Kim, YD dan Moor. 1996. Microencapsulation Properties of Gum Arabic and Several Protein: Spray Dried Orange Oil Emultion Particles. J. Agric. Food Chem. 44;1308-1313.
72
Kinslella, JE. 1979. Fundamental Properties of Soy Protein. J. American Oils Chemistry Society 56 ; 242. Kobs,
L. 2000. Frozen Pasta and Rice http://www.foodproductdesign.com/ achieve/ 2000/ 1100 [7 Nov 2007]
Dishes. de.html.
Kuntz, I.D. 1971. Hydration of macromolecules III. Hydration of polypeptides. J. Am. Oil Chem. Soc. 93;514. Liapis, A. I., and R. Bruttini. 1995. Freeze Drying, p. 309-343. In arun S. Mujumdar (ed). Handbook of Industrial Drying. Marcel Dekker. Inc. New York. Lin, C., S. Lin; dan L.S. Hwang. 1995. Microencapsulation od Squid Oil with Hydrophilic Macromolecules for Oxidative and Thermal Stabilization. Journal of Food Science, Vol. 60 No. 1. Mallins, DC. 1967. Classes of lipid in fish. Dalam ME Stansby. Industrial Fishery Technology. Reinhold Publishing Corporation. Moeljanto GM. .1982. Pemanfaatan lemak dalam hubungannya dengan pemanfaatan lemuru secara optimal. Prosiding Seminar Perikanan lemuru, Banyuwangi 18 – 21 Januari 1982. P 125. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta: Departemen Pertanian. Moeljanto. 1988. Hubungan Kandungan Lemak Ikan Lemuru Dengan Beberapa Di dalam J.M. Krochta, E. A. Baldwin and M.O.Nisperos-Carriedo. Edible Coatings and Film to Improve Food Quality. Tecnomic Sifat Biologinya. www.digilib.ac.id. [17 Februari 2006]. Murtini JT; Jamal Basmal dan Nurul Hak. 1992. Teknologi Pengolahan Bagi Pengembangan Industri Produk Perikanan Bukan Bahan Makanan. Dalam Prosiding Pusat penelitian dan Pengembanagan Perikanan No. 23. Departemen Pertanian. Jakarta. Nawar, WW. 1985. Lipids. Dalam Food Chemistry. OR Fennema. Marcel Dekker. New York. Nisperos-Carriedo, M.O. 1994. Edible Coatings and Films Based on Polysaccharides. Publising Co, Inc. Pennsylvania. Nurul, Isnani. 2002. Penambahan Mikroenkapsul Minyak Ikan Sebagai Sumber Omega-3 dalam Pembuatan Margarin. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
73
Pigott, JJ dan BW Tucker. 1987. Science Open New Horisonsfor Marine Lipids in Human Nutrition Food Review int. 3 : 1-2. Permadi, Aef; Djojo Suwarjo; Harun Al Rasyid; I Nyoman Suyasa; Nazori Djazulli; YA Budhi Jatmiko. 2002. Satbilitas Emulsi dan Efisiensi Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru). [Makalah Kelompok S3]. Program Pasca Srjana. IPB. Risch SJ dan GA Reinecius. 1995. Encapsulation and Controlled Release of Food ingridients. ACS Symposium Series, vol. 590. American Chemical Society. Washington. Shargel, L. 1988. Bioinformatika dan Farmakokinetika Terapan. Diterjemahkan S. Sjamsiah dan Fasich. Airlangga University Press. Surabaya. Swastha, Bashu. 1988. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta: Liberty. Savitri, Dewi. 1997. Pengaruh Antioksidan dan Lama Penyimpanan Terhadap Kestabilan Minyak Ikan Lemuru. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Setiabudi, E. 1990. Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Jenis Filter Pada Jumlah Omega-3 Dalam Minyak Limbah Hasil Pengalengan dan Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps). [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Seto A, H.L. Wang dan C.W.Hessentie.1984. Culture Condition Affect EPA Content of Chlorella minutissima. Journal American Oils Chemistry Society 61;5. Sheu, T.Y dan M. Rosenberg, 1995. Microencapsulation by Spray Drying Ethyl Caprylate in Whey Protein and Carbohydrate Wall System. Journal of Food Science 60; 1. Stansby, M.E. 1982. Properties of Fish Oil and Their Application to Handling of Fish and to Nutrinional and Industrial Use. Di dalam R E. Martin, G.J. Flick, C.E. Hebord and D.R Ward (Ed). Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. AVI Publishing Company, Connecticut. Swern, D. 1982. Cooking oils, Salad oils and salad dressing. Dalam D Swern (ed). Bailey Industrial oil and Fat Products. P315-314. John Willey and Sons. New York. Thies, C. 1996. A Survey of Microencapsulation Process and Aplication. New York: Plenum Press. Wahyuni Sri. 1998. Mikroenkapsulasi Minyak Ikan lemuru dari minyak hasil sampil pengalengan dan penepungan ikan (Sardiniella lemuru) dengan
74
Metode Koaservasi kompleks. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Walpole. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta: PT. Gramedia. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Wenur, F. 1997. Model Silindris Untuk Pengkajian Proses Pengeringan Beku Udang. [Desertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
75
Lampiran
76
Lampiran 1. Schore sheet Organoleptik Minyak Ikan. Nama : NRP : Kode
Warna Deskriptif
Aroma Hedonik
Deskriptif
Hedonik
K1 K2 M1 M2 P1 P2
Keterangan : Skala Deskriptif
Skala Hedonik
Warna
Warna
Putih Jernih Putih Kekuningan Agak Kekuningan Kuning Sangat Kuning Kuning kecoklatan Coklat Coklat keruh Coklat Kehitaman
9 8 7 6 5 4 3 2 1
Aroma Netral Agak Amis Amis Sangat Amis Agak Tengik Tengik Sangat Tengik Agak Busuk Busuk
Sangat Suka Sekali Sangat Suka Suka Agak Suka Biasa Kurang Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sekali
9 8 7 6 5 4 3 2 1
Aroma 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Sangat Suka Sekali Sangat Suka Suka Agak Suka Biasa Kurang Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sekali
9 8 7 6 5 4 3 2 1
77
Lampiran 2. Schore Sheet Hedonik Minyak Ikan dan Mikroenkapsulasi Minyak ikan. Nama : NRP : Kode M1 M2 K1 K2
Warna
Penampakan
Keterangan : Sangat Suka Sekali Sangat Suka Suka Agak Suka Biasa Kurang Suka Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sekali
9 8 7 6 5 4 3 2 1
Aroma
78
Lampiran 3. Data dan hasil olah deskriptif rata-rata bilangan iod (mg/100 gr). Perlakuan
Berat (gr)
tb
ts
N Na2S2O3
Ar Iod
Murni (M1)
0,1
23
9
0,1
2,69
Murni (M2)
0,1
7
0,1
2,69
203,04
Proses (P1)
0,1
8
0,1
2,69
190,35
Proses (P2)
0,1
9
0,1
2,69
177,66
Kasar (K1)
0,1
23
6
0,1
2,69
215,73
Kasar (K2)
0,1
23
7
0,1
2,69
228,42
23 23 23
Nilai 177,66
Rataan 190,35
184,005
222,075
Lampiran 4. Data dan hasil olah deskriptif rata-rata bilangan Peroksida. Perlakuan
Berat (gr)
Murni (M1)
5
Murni (M2)
5
Proses (P1)
5
Proses (P2)
5
Kasar (K1)
5
Kasar (K2)
5
tb
ts
13,37
10
13,37
12
13,37
6
13,37
14
13,37
7
13,37
8
N Na2S2O3
Konversi
nilai
0,01
1000
0,01
1000
4,74
0,01
1000
14,74
0,01
1000
11,26
0,01
1000
12,74
0,01
1000
10,74
6,74
Lampiran 5. Data dan hasil olah deskriptif rata-rata bilangan TBA (µmol/gram). Perlakuan
Murni (M1) Murni (M2) Proses (P1) Proses (P2) Kasar (K1) Kasar (K2)
Absorbansi
Bilangan
sampel
TBA
956
7,17
856
6,42
986
7,395
874
6,555
986
7,395
984
7,38
Rata-rata
6,795
6,975
7,3875
Rataan 5,74
6,74
11,74
79
Lampiran 6. Data kadar lemak minyak bahan baku. Perlakuan M1 M2 P1 P2 K1 K2
Kadar lemak (%) 19,41 18,31 20,31 22,42 23,54 49,42
Rata-rata (%) 18,86 21,365 36,48
Lampiran 7. Data penyimpanan 12 hari (hari ke- 0, 3, 6, 9 dan 12) mikrokapsul. Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Perlakuan iod Peroksida TBA Lemak (%) Air
0 180,96 179,61 15,63 14,23 3,85 4.34 17,86 17,34 3,21 2,61
3 180,57 177,54 16,96 15,63 4,76 6,16 17,47 17,41 3,41 4,63
6 178,57 177,31 17,49 17,46 5,14 6,47 17,47 16,61 3,67 2,54
9 179,32 177,31 17,51 17,40 6,94 7,86 16,71 17,74 2,64 2,21
12 179,79 176,21 22,45 21,64 6,65 6,54 16,41 16,61 1,54 1,45
15 177,45 176,20 24,93 20,56 6,72 8,63 16,71 16,31 3,41 4,61
Lampiran 8. Rendemen, persen bahan penyalut, ukuran mikrokapsul dan efisiensi mikrokapsul. Ulangan
1 2 Rataan
Rendemen mikrokapsul 25.31 % 23. 34 % 25.31%
Ukuran Mikrokapsul
Bahan Penyalut (%)
105 µm 370 µm 237.54 µm
81.49 77.44 79.47
Efisiensi Mikrokapsul (%) 53.89 68.78 61.335
80
Lampiran 9. Data Organoleptik Deskriptif Warna dan Aroma Minyak ikan.
Warna
Aroma
No. K1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2 3 2 1 3 1 1 1 6 4 4 2 2 1 2 2 3 3 1 3 3 1 1 1 3 4 2 3 1 3
K2
M1
M2
6 1 3 1 3 1 1 1 1 4 2 1 2 1 1 1 4 3 1 3 3 1 6 1 3 4 2 2 1 3
3 2 4 4 6 3 4 2 4 6 4 9 4 4 2 4 4 4 6 4 4 4 3 4 5 4 4 6 3 4
4 4 4 4 4 4 3 3 4 6 4 7 3 3 4 3 4 4 6 4 4 4 4 3 4 4 4 6 3 4
Keterangan : K1 = Minyak kasar 1. K2 = Minyak Kasar 2. M1 = Minyak Murni 1. M2 = Minyak Murni 2. P1 = Minyak Proses 1. P2 = Minyak Proses 2.
P1 P2 3 3 4 4 2 2 4 2 3 7 3 1 3 2 3 2 4 4 2 4 2 2 4 2 3 3 2 2 2 4
2 2 4 2 4 3 3 3 2 7 2 5 3 3 2 3 4 3 3 3 1 3 2 3 4 4 2 3 2 1
No. K1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2 4 2 4 6 7 3 2 6 3 6 6 8 6 3 3 4 5 6 7 7 6 5 5 6 7 5 7 4 8
K2
M1
M2
2 4 3 3 5 6 3 3 3 3 7 1 6 7 3 4 6 7 4 7 7 6 2 5 6 7 6 6 5 6
2 4 7 4 5 5 6 3 8 4 8 2 8 8 3 5 8 6 3 6 5 8 9 4 4 7 8 7 7 5
2 4 4 3 7 7 8 4 7 5 8 6 7 9 4 4 3 6 3 4 4 7 5 7 4 7 8 7 7 8
P1 P2 2 4 5 4 4 6 4 3 7 4 7 7 7 3 3 6 3 6 3 6 6 6 7 6 6 8 8 6 4 5
2 4 7 3 7 4 8 7 2 5 7 2 6 3 3 6 3 7 5 6 4 3 4 4 5 7 8 7 5 6
81
Lampiran 10. Data Organoleptik Deskriptif Warna dan Aroma Minyak ikan.
Warna
Aroma
No. K1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2 3 2 1 3 1 1 1 6 4 4 2 2 1 2 2 3 3 1 3 3 1 1 1 3 4 2 3 1 3
K2
M1
M2
6 1 3 1 3 1 1 1 1 4 2 1 2 1 1 1 4 3 1 3 3 1 6 1 3 4 2 2 1 3
3 2 4 4 6 3 4 2 4 6 4 9 4 4 2 4 4 4 6 4 4 4 3 4 5 4 4 6 3 4
4 4 4 4 4 4 3 3 4 6 4 7 3 3 4 3 4 4 6 4 4 4 4 3 4 4 4 6 3 4
Keterangan : K1 = Minyak kasar 1. K2 = Minyak Kasar 2. M1 = Minyak Murni 1. M2 = Minyak Murni 2. P1 = Minyak Proses 1. P2 = Minyak Proses 2
P1 P2 3 3 4 4 2 2 4 2 3 7 3 1 3 2 3 2 4 4 2 4 2 2 4 2 3 3 2 2 2 4
2 2 4 2 4 3 3 3 2 7 2 5 3 3 2 3 4 3 3 3 1 3 2 3 4 4 2 3 2 1
No. K1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2 4 2 4 6 7 3 2 6 3 6 6 8 6 3 3 4 5 6 7 7 6 5 5 6 7 5 7 4 8
K2
M1
M2
2 4 3 3 5 6 3 3 3 3 7 1 6 7 3 4 6 7 4 7 7 6 2 5 6 7 6 6 5 6
2 4 7 4 5 5 6 3 8 4 8 2 8 8 3 5 8 6 3 6 5 8 9 4 4 7 8 7 7 5
2 4 4 3 7 7 8 4 7 5 8 6 7 9 4 4 3 6 3 4 4 7 5 7 4 7 8 7 7 8
P1 P2 2 4 5 4 4 6 4 3 7 4 7 7 7 3 3 6 3 6 3 6 6 6 7 6 6 8 8 6 4 5
2 4 7 3 7 4 8 7 2 5 7 2 6 3 3 6 3 7 5 6 4 3 4 4 5 7 8 7 5 6
82
Lampiran 11. Data Organoleptik Hedonik Warna, Aroma dan penampkan Minyak ikan dan Mikrokapsul Warna No. M1 M2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
6 4 7 6 5 8 7 4 4 6 6 3 7 3 5 7 3 5 5 2 2 8 4 4 5 5 4 5 5 7
7 4 8 7 4 7 7 3 3 6 6 5 7 4 6 8 7 4 7 3 3 8 5 7 7 5 4 7 5 7
Aroma
Penampakan
P1
P2
No.
M1
M2
P1
P2
No.
M1
M2
P1
P2
5 4 6 7 7 5 7 7 7 8 7 6 6 6 7 6 3 6 1 3 3 7 3 7 7 7 4 7 5 6
6 4 7 8 7 9 7 7 7 8 7 1 6 5 7 6 7 6 4 2 2 9 6 8 8 3 4 8 3 7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
3 3 8 5 3 4 1 2 2 6 3 3 3 4 6 3 1 5 3 4 4 3 3 5 4 2 4 1 4 8
4 4 5 5 3 5 3 3 3 7 3 1 4 3 5 4 3 4 2 3 3 3 4 3 6 1 4 1 5 7
5 5 4 6 7 9 5 6 6 7 5 8 5 6 5 5 1 5 2 2 2 7 3 4 6 7 4 5 2 6
5 4 7 5 7 9 5 5 5 8 5 5 5 6 7 4 2 5 1 2 2 7 3 4 5 3 4 5 3 7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
5 6 7 6 7 7 7 4 4 7 7 2 6 4 7 7 7 6 5 4 4 8 5 5 6 6 5 6 5 8
5 7 7 5 6 6 7 4 4 7 7 4 6 5 6 8 7 5 4 5 5 9 5 5 7 6 5 5 4 8
5 5 5 5 7 8 3 6 6 8 6 7 4 5 4 5 4 5 7 6 6 8 4 5 7 5 2 6 5 4
5 5 6 5 6 9 4 5 5 8 6 2 6 6 6 5 4 6 5 6 6 9 5 6 6 5 6 6 3 7
Keterangan : M1 : Minyak 1. M2 : Minyak 2. P1 : Mikrokapsul 1. P2 : Mikrokapsul 2.
83
Lampiran 12. Analisis ragam bilangan iod minyak ikan. ANOVA VAR00001 Sum of Squares 1664,040 483,108 2147,148
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square 832,020 161,036
F 5,167
Sig. ,107
VAR00001 a
Tukey B
VAR00002 2,00 1,00 3,00
N 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 184,0050 190,3500 222,0750
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 13. Analisis ragam bilangan peroksida minyak ikan. ANOVA VAR00001 Sum of Squares 60,197 10,055 70,252
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square 30,098 3,352
VAR00001 a
Tukey B
VAR00002 1,00 3,00 2,00
N 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 5,7400 11,7400 13,0000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F 8,980
Sig. ,054
84
Lampiran 14. Analsis ragam TBA (Thiobarbithuric Acid) minyak ikan. ANOVA VAR00001 Sum of Squares ,230 ,353 ,583
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square ,115 ,118
F ,976
Sig. ,472
F 47,291
Sig. ,005
VAR00001 a
Tukey B
VAR00002 2,00 1,00 3,00
N 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 6,9700 7,3850 7,3850
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 15. Analisis ragam kadar lemak minyak ikan. ANOVA VAR00001 Sum of Squares 365,858 11,604 377,462
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square 182,929 3,868
VAR00001 a
Tukey B
VAR00002 2,00 1,00 3,00
N 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 184,0050 190,3500 222,0750
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
85
Lampiran 16. Hasil Uji Organoleptik hedonik warna minyak ikan. Ranks warna
minyak 1 2 3 4 5 6 Total
N 30 30 30 30 30 30 180
Mean Rank 75,70 76,50 123,47 112,40 75,65 79,28
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
warna 26,541 5 ,000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: minyak
ANOVA warna
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 72,111 420,533 492,644
df 5 174 179
Mean Square 14,422 2,417
F 5,967
Sig. ,000
86
Multiple Comparisons Dependent Variable: warna LSD
(I) minyak 1
2
3
4
5
6
(J) minyak 2 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 2 4 5 6 1 2 3 5 6 1 2 3 4 6 1 2 3 4 5
Mean Difference (I-J) ,07 -1,50* -1,10* ,07 -,07 -,07 -1,57* -1,17* ,00 -,13 1,50* 1,57* ,40 1,57* 1,43* 1,10* 1,17* -,40 1,17* 1,03* -,07 ,00 -1,57* -1,17* -,13 ,07 ,13 -1,43* -1,03* ,13
Std. Error ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401 ,401
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Sig. ,868 ,000 ,007 ,868 ,868 ,868 ,000 ,004 1,000 ,740 ,000 ,000 ,320 ,000 ,000 ,007 ,004 ,320 ,004 ,011 ,868 1,000 ,000 ,004 ,740 ,868 ,740 ,000 ,011 ,740
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,73 ,86 -2,29 -,71 -1,89 -,31 -,73 ,86 -,86 ,73 -,86 ,73 -2,36 -,77 -1,96 -,37 -,79 ,79 -,93 ,66 ,71 2,29 ,77 2,36 -,39 1,19 ,77 2,36 ,64 2,23 ,31 1,89 ,37 1,96 -1,19 ,39 ,37 1,96 ,24 1,83 -,86 ,73 -,79 ,79 -2,36 -,77 -1,96 -,37 -,93 ,66 -,73 ,86 -,66 ,93 -2,23 -,64 -1,83 -,24 -,66 ,93
87
Lampiran 17. Hasil uji organoleptik hedonik aroma minyak ikan. Ranks aroma
minyak 1 2 3 4 5 6 Total
N 30 30 30 30 30 30 180
Mean Rank 68,75 67,63 120,05 120,88 84,30 81,38
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
aroma 33,876 5 ,000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: minyak
ANOVA aroma
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 83,111 376,800 459,911
df 5 174 179
Mean Square 16,622 2,166
F 7,676
Sig. ,000
88
Multiple Comparisons Dependent Variable: aroma LSD
(I) minyak 1
2
3
4
5
6
(J) minyak 2 3 4 5 6 1 3 4 5 6 1 2 4 5 6 1 2 3 5 6 1 2 3 4 6 1 2 3 4 5
Mean Difference (I-J) ,10 -1,53* -1,57* -,43 -,30 -,10 -1,63* -1,67* -,53 -,40 1,53* 1,63* -,03 1,10* 1,23* 1,57* 1,67* ,03 1,13* 1,27* ,43 ,53 -1,10* -1,13* ,13 ,30 ,40 -1,23* -1,27* -,13
Std. Error ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380 ,380
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Sig. ,793 ,000 ,000 ,256 ,431 ,793 ,000 ,000 ,162 ,294 ,000 ,000 ,930 ,004 ,001 ,000 ,000 ,930 ,003 ,001 ,256 ,162 ,004 ,003 ,726 ,431 ,294 ,001 ,001 ,726
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,65 ,85 -2,28 -,78 -2,32 -,82 -1,18 ,32 -1,05 ,45 -,85 ,65 -2,38 -,88 -2,42 -,92 -1,28 ,22 -1,15 ,35 ,78 2,28 ,88 2,38 -,78 ,72 ,35 1,85 ,48 1,98 ,82 2,32 ,92 2,42 -,72 ,78 ,38 1,88 ,52 2,02 -,32 1,18 -,22 1,28 -1,85 -,35 -1,88 -,38 -,62 ,88 -,45 1,05 -,35 1,15 -1,98 -,48 -2,02 -,52 -,88 ,62
89
Lampiran 18. Hasil uji organoleptik hedonik warna mikrokapsul. Ranks warna
MK 1 2 3 4 Total
N 30 30 30 30 120
Mean Rank 49,20 62,15 61,57 69,08
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
warna 5,300 3 ,151
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: MK
ANOVA warna
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 13,000 377,800 390,800
df 3 116 119
Mean Square 4,333 3,257
F 1,331
Sig. ,268
Multiple Comparisons Dependent Variable: warna LSD
(I) MK 1
2
3
4
(J) MK 2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
Mean Difference (I-J) -,63 -,60 -,90 ,63 ,03 -,27 ,60 -,03 -,30 ,90 ,27 ,30
Std. Error ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466 ,466
Sig. ,177 ,200 ,056 ,177 ,943 ,568 ,200 ,943 ,521 ,056 ,568 ,521
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1,56 ,29 -1,52 ,32 -1,82 ,02 -,29 1,56 -,89 ,96 -1,19 ,66 -,32 1,52 -,96 ,89 -1,22 ,62 -,02 1,82 -,66 1,19 -,62 1,22
90
Lampiran 19. Hasil uji organoleptik penampakan mikrokapsul. Ranks MK 1 2 3 4 Total
tampak
N
Mean Rank 64,70 62,47 55,03 59,80
30 30 30 30 120
a,b
Test Statistics
tampak 1,355 3 ,716
Chi-Square df Asymp. Sig.
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: MK
ANOVA tampak
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 2,492 232,500 234,992
df 3 116 119
Mean Square ,831 2,004
F ,414
Multiple Comparisons Dependent Variable: tampak LSD
(I) MK 1
2
3
4
(J) MK 2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
Mean Difference (I-J) -,03 ,33 ,13 ,03 ,37 ,17 -,33 -,37 -,20 -,13 -,17 ,20
Std. Error ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366 ,366
Sig. ,927 ,364 ,716 ,927 ,318 ,649 ,364 ,318 ,585 ,716 ,649 ,585
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,76 ,69 -,39 1,06 -,59 ,86 -,69 ,76 -,36 1,09 -,56 ,89 -1,06 ,39 -1,09 ,36 -,92 ,52 -,86 ,59 -,89 ,56 -,52 ,92
Sig. ,743
91
Lampiran 20. Hasil uji organoleptik aroma mikrokapsul. Ranks aroma
MK 1 2 3 4 Total
N 30 30 30 30 120
Mean Rank 47,63 49,28 74,53 70,55
Test Statisticsa,b Chi-Square df Asymp. Sig.
aroma 15,055 3 ,002
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: MK ANOVA aroma
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 46,067 365,133 411,200
df 3 116 119
Mean Square 15,356 3,148
F 4,878
Sig. ,003
Multiple Comparisons Dependent Variable: aroma LSD
(I) MK 1
2
3
4
(J) MK 2 3 4 1 3 4 1 2 4 1 2 3
Mean Difference (I-J) -,03 -1,33* -1,17* ,03 -1,30* -1,13* 1,33* 1,30* ,17 1,17* 1,13* -,17
Std. Error ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458 ,458
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Sig. ,942 ,004 ,012 ,942 ,005 ,015 ,004 ,005 ,717 ,012 ,015 ,717
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,94 ,87 -2,24 -,43 -2,07 -,26 -,87 ,94 -2,21 -,39 -2,04 -,23 ,43 2,24 ,39 2,21 -,74 1,07 ,26 2,07 ,23 2,04 -1,07 ,74
92
Lampiran 21. Data Uji Stabilitas formulasi bahan Jam Pengamatan
Emulsi
0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
18 97 97 99 99 98 95 100 99 99 96 96 98 92 91 91 99 97
20 96 97 98 99 98 95 99 99 99 95 96 98 92 91 91 99 97
A2B3C3 100 98 98 98 97 97 97 97 96 96 96 Keterangan: Konsentrasi minyak (A) = A1. 25 %, dan A2 50 % Nisbah gum arab : gelatin (B) = B1 75 % : 25 %, B2 50 % : 50 %, dan B3 25 % : 75 % Konsentrasi lesitin (C ) = C1 0 %, C2 1 %, dan C3 5 %
96
A1B1C1 A1B2C1 A1B3C1 A1B1C2 A1B2C2 A1B3C2 A1B1C3 A1B2C3 A1B3C3 A2B1C1 A2B2C1 A2B3C1 A2B1C2 A2B2C2 A2B3C2 A2B1C3 A2B2C3
1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
2 100 100 100 100 100 100 100 100 100 99 99 100 100 100 100 100 98
4 99 99 99 100 100 100 100 100 100 99 99 99 100 100 96 100 98
6 99 99 99 100 100 100 100 100 100 98 99 99 99 97 93 99 98
8 98 99 99 100 100 100 100 100 100 98 98 99 98 95 92 99 98
10 98 98 99 100 100 100 100 100 100 97 98 99 96 94 92 99 98
12 98 98 99 100 99 100 100 99 99 97 97 99 95 92 91 99 98
14 97 98 99 99 99 100 100 99 99 97 97 98 94 92 91 99 98
16 97 97 99 99 99 95 100 99 99 96 97 98 92 91 91 99 98
Penambahan CMC 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
10%
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
98
97
20%
100
100
100
100
100
100
100
100
99
98
97
96
95
30%
100
100
100
100
100
100
99
98
97
97
96
95
95
93
Lampiran 22. Standar profil asam lemak.
• Asam Lemak Jenuh : -Asam lemak kaprilat
No. 1. 3.
RT
Area 0.67 1.41
konsentrasi 4946161 531006 6091735
Total Peak Rej
90.206 9.794 100.000
100000
-Asam lemak kaprat
No. 1. 4.
RT
Area 0.7 1.60 Total
Peak Rej
konsentrasi 4995828 725239 5721067
100000
87.323 12.677 100.000
94
- Asam lemak Laurat
No. 1. 2. 3.
RT
Area 0.52 0.59 2.30
204974 4433730 1406005 6044709
Total Peak Rej
konsentrasi 3.857 83.440 12.702 100.000
100000
- Asam lemak miristat
No. 1. 3.
RT
Area 0.6 4.21 Total
Peak Rej
konsentrasi 4555715 1039087 5594802
100000
81.964 18.036 100.000
95
- Asam lemak palmitat
No. 1. 2.
RT
Area 0.6 4.21
konsentrasi 4045583 1025715
87.117 12.883 100.000
5071298
Total Peak Rej
100000
- Asam lemak stearat
No. 1. 2.
RT
Area 0.59 9.78 Total
Peak Rej
konsentrasi 4266140 1746989 6013129
100000
82.163 17.837 100.000
96
• Asam lemak tak jenuh : - Asam lemak Oleat
No. 1. 3.
RT 0.57 12.27 Total Peak Rej
Area 3792980 2298755
konsentrasi 75.699 24.301 100.000
6091735
100000
- Asam linoleat
No. 1 5 6 24 25 Total Peak Rej
RT 0.67 1.72 2.44 81.93 80.63
Area 6382406 526700 68331 10767330 6323024 24067791 100000
konsentrasi 25.613 25.852 2.133 2.788 43.614 100.00
97
- Asam lemak linolenat
No. 1. 3. 4. 5. 6.
RT 0.70 7.89 14.43 17.16 22.91 Total Peak Rej
Area 5016500 4095 2481872 1755 9011 6091735
konsentrasi 66.769 0.055 33.033 0.023 0.120 100.000
100000
- Asam lemak EPA
No. 1 14
RT 0.71 15.72 Total Peak Rej
Area 4622828 3029333 7652161 100000
Konsentrasi 60.412 39.588 100.000
98
- Asam lemak DHA
No. 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
RT 0.72 2.47 2.95 3.68 4.81 5.80 7.64 9.34 11.67 18.36 18.99 Total
Peak Rej
Area 6910249 1496 1829 1156 23346 16299 1627 1938 3714 1663604 1323 8626481 1000
Konsentrasi 80.105 0.017 0.021 0.013 0.271 0.189 0.019 0.022 0.043 19.284 0.015 100.000
99
Lampiran 23. Profil asam lemak minyak ikan pemurnian alkali.
No. RT 1 0.68 2 0.74 3 2.00 4 2.38 5 3.71 6 4.29 7 5.17 8 5.68 9 6.73 10 7.36 11 8.78 12 9.38 13 11.06 14 12.08 15 14.38 16 15.44 17 18.81 18 22.95 19 26.63 Total Peak Rej
Area 4503803 5684 1172 8016 6402 34386 2509 9299 3990 293606 17377 18676 4172 314346 3960 11705 16984 66068 19243 5341398 500
Konsentrasi 84.319 0.106 0.022 0.150 0.120 0.644 0.047 0.174 0.075 5.497 0.325 0.350 0.078 5.885 8.074 0.219 0.318 1.237 0.360 100.00
100
Lampiran 24. Profil asam lemak minyak hasil samping penepungan ikan Lemuru tanpa pemurnian.
No. RT 1 0.62 2 1.90 3 2.05 5 2.73 6 3.33 7 3.68 8 4.50 9 4.92 10 5.92 11 6.52 12 7.24 13 7.62 14 8.24 15 9.71 16 10.72 17 11.70 18 13.43 19 15.87 20 16.20 21 17.64 22 19.93 Total Peak Rej
Area 5201797 1710 4777 3400 6197 226113 34519 122151 43610 2024618 43337 135439 323752 69395 1939815 284269 154136 80340 40015 213188 81384
Konsentrasi 44,14 0,015 0,414 0,029 0,053 1,9 0,293 1,036 0,37 10,166 0,36 1,149 2,7 0,589 15,603 2,482 1,307 9,6 0,346 2,898 4,55 11033962
500
100.00
101
Lampiran 25. Profil asam lemak minyak ikan pemurnian CV. Biji Sesawi.
No. RT 1 0.68 2 1.36 3 1.64 4 3.28 5 2.74 6 4.29 7 3.73 8 4.16 9 5.06 10 5.54 11 6.65 12 7.39 13 8.59 14 9.31 15 12.34 16 12.94 17 10.84 18 18.24 19 23.15 Total Peak Rej
Area 52555327 4465 4351 434962 626 23130 25933 678580 92290 1333312 71889 2282704 219983 231647 3315957 116949 102285 34484 1165220 14194094 500
Konsentrasi 37.025 0.031 0.031 3.064 0.004 0.163 0.183 0.701 0.650 0.939 0.506 16.002 1.550 1.632 23.362 0.624 0.721 0.243 8.209 100.00
102
Lampiran 26. Profil asam lemak mikrokapsul.
No. RT 1 0.56 2 0.74 3 2.00 4 2.38 5 3.71 6 4.29 7 5.17 8 5.68 9 6.73 10 7.36 11 8.78 12 9.38 13 11.06 14 12.08 15 14.38 16 15.44 17 18.81 18 22.95 19 26.63 Total Peak Rej
Area 4503803 5684 1172 8016 6402 34386 2509 9299 3990 293606 17377 18676 4172 314346 3960 11705 16984 66068 19243 5341398 500
Konsentrasi 84.319 0.106 0.022 0.150 0.120 0.644 0.074 0.147 0.075 5.497 0.325 0.350 0.078 5.885 9.074 0.22 0.38 1.237 0.36 100.00
103
Lampiran 27. Hasil uji formulasi. Between-Subjects Factors A B
C
1 2 1 2 3 1 2 3
Value Label 1 2 1 2 3 1 2 3
N 99 99 66 66 66 66 66 66
Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model Intercept A B C A*B A*C B*C A*B*C Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares Dependent Variable stabil 573.818a waktu .000b stabil 1903944.727 waktu 19800.000 stabil 226.990 waktu .000 stabil 14.576 waktu .000 stabil 120.939 waktu .000 stabil 9.404 waktu .000 stabil 134.859 waktu .000 stabil 58.576 waktu .000 stabil 8.475 waktu .000 stabil 557.455 waktu 7920.000 stabil 1905076.000 waktu 27720.000 stabil 1131.273 waktu 7920.000
a. R Squared = .507 (Adjusted R Squared = .461) b. R Squared = .000 (Adjusted R Squared = -.094)
df 17 17 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 180 180 198 198 197 197
Mean Square 33.754 .000 1903944.727 19800.000 226.990 .000 7.288 .000 60.470 .000 4.702 .000 67.429 .000 14.644 .000 2.119 .000 3.097 44.000
F 10.899 .000 614776.7 450.000 73.294 .000 2.353 .000 19.525 .000 1.518 .000 21.773 .000 4.728 .000 .684 .000
Sig. .000 1.000 .000 .000 .000 1.000 .098 1.000 .000 1.000 .222 1.000 .000 1.000 .001 1.000 .604 1.000
104 waktu
B Tukey HSD a,b,c1 2 3 Sig. Duncan a,b,c 1 2 3 Sig.
stabil
Subset 1 10.00 10.00 10.00 1.000 10.00 10.00 10.00 1.000
N 66 66 66 66 66 66
B Tukey HSD a,b,c3 2 1 Sig. Duncan a,b,c 3 2 1 Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 44.000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 66.000.
N 66 66 66 66 66 66
Subset 1 97.77 97.98 98.42 .087 97.77 97.98 .490
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.097. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 66.000.
b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
c. Alpha = .05.
c. Alpha = .05.
Penambahan CMC
ANOVA cmc
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 12,513 97,077 109,590
df 2 36 38
Mean Square 6,256 2,697
F 2,320
cmc
Tukey Ba
Duncan a
kons 3 2 1 3 2 1 Sig.
N 13 13 13 13 13 13
Subset for alpha = .05 1 2 98,23 98,85 99,62 98,23 98,85 98,85 99,62 ,346 ,240
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 13,000.
Sig. ,113
2
97.98 98.42 .153
105
Lampiran 28. Hasil uji bilangan iod terhadap waktu penyimpanan. ANOVA iod
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 13,683 15,505 29,188
df 5 6 11
Mean Square 2,737 2,584
F 1,059
iod
Tukey HSD
Tukey B a
Duncan
a
a
waktu 15 6 12 9 3 0 Sig. 15 6 12 9 3 0 15 6 12 9 3 0 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 176,8250 177,9400 178,0000 178,3150 179,0550 180,2850 ,372 176,8250 177,9400 178,0000 178,3150 179,0550 180,2850 176,8250 177,9400 178,0000 178,3150 179,0550 180,2850 ,089
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,464
106
Lampiran 29. Hasil uji bilangan peroksida terhadap waktu penyimpanan. ANOVA BP
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 110,637 16,577 127,215
df 5 6 11
Mean Square 22,127 2,763
F 8,009
Sig. ,012
BP
Tukey HSD a
Tukey B a
Duncan
a
waktu 0 9 3 6 12 15 Sig. 0 9 3 6 12 15 0 9 3 6 12 15 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 3 14,9300 15,9550 15,9550 16,2950 16,2950 16,2950 17,4750 17,4750 17,4750 22,0450 22,0450 22,7450 ,661 ,070 ,056 14,9300 15,9550 15,9550 16,2950 16,2950 17,4750 17,4750 17,4750 22,0450 22,0450 22,7450 14,9300 15,9550 16,2950 17,4750 22,0450 22,7450 ,194 ,688
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
107
Lampiran 30. Hasil uji bilangan TBA terhadap waktu penyimpanan. ANOVA TBA Sum of Squares 20,344 17,516 37,860
Between Groups Within Groups Total
df 5 6 11
Mean Square 4,069 2,919
F 1,394
TBA
Tukey HSD
Tukey B a
Duncan
a
a
waktu 0 9 3 6 12 15 Sig. 0 9 3 6 12 15 0 9 3 6 12 15 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 3,7625 4,4000 5,4600 5,8050 6,5950 7,6750 ,322 3,7625 4,4000 5,4600 5,8050 6,5950 7,6750 3,7625 4,4000 5,4600 5,8050 6,5950 7,6750 ,075
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,345
108
Lampiran 31. Hasil uji kadar lemak terhadap waktu penyimpanan. ANOVA lemak Sum of Squares 5,784 3,239 9,023
Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square 1,157 ,540
5 6 11
F 2,143
lemak
Tukey HSD
Tukey B
a
Duncan
a
a
waktu 15 6 9 3 0 12 Sig. 15 6 9 3 0 12 15 6 9 3 0 12 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 17,0100 17,0400 17,2250 17,9400 18,1000 18,9400 ,223 17,0100 17,0400 17,2250 17,9400 18,1000 18,9400 17,0100 17,0400 17,0400 17,2250 17,2250 17,9400 17,9400 18,1000 18,1000 18,9400 ,207 ,051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,190
109
Lampiran 32. Hasil uji kadar air terhadap waktu penyimpanan. ANOVA AIR
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 9,350 2,379 11,729
df 5 6 11
Mean Square 1,870 ,397
F 4,716
AIR
Tukey HSDa
Tukey Ba
Duncana
waktu 12 9 0 6 15 3 Sig. 12 9 0 6 15 3 12 9 0 6 15 3 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 1,4950 2,4250 2,4250 2,9100 2,9100 3,1050 3,1050 4,0100 4,0200 ,241 ,247 1,4950 2,4250 2,4250 2,9100 2,9100 3,1050 3,1050 4,0100 4,0200 1,4950 2,4250 2,4250 2,9100 2,9100 3,1050 3,1050 4,0100 4,0200 ,052 ,055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,043
110
Lampiran 33. Perbandingan kadar lemak minyak dan mikrokapsul.
Ulangan 1. 2. Rataan
Minyak mentah 49,42 23,54 21.37
Minyak murni 19,41 18,31 18,86
Mikrokapsul 17,86 17,34 17,6
ANOVA LEMAK Sum of Squares 14,692 2,966 17,658
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square 7,346 ,989
F 7,430
LEMAK
Tukey B a
Duncan
a
KMM 3 2 1 3 2 1 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 17,6000 18,8600 21,3650 17,6000 18,8600 18,8600 21,3650 ,295 ,086
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,069
111
Lampiran 34. Perbandingan bilangan iod minyak dan mikrokapsul. Ulangan Minyak mentah Minyak murni Mikrokapsul 1. 215,73 177,66 180.96 2. 228,42 203,04 179.61 Rataan 222,075 190,35 180,285
ANOVA iod Sum of Squares 1902,789 403,501 2306,291
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square 951,395 134,500
F 7,074
iod
Tukey B
a
Duncan
a
KMM 3 2 1 3 2 1 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 180,2850 190,3500 222,0750 180,2850 190,3500 190,3500 222,0750 ,449 ,072
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,073
112
Lampiran 35. Perbandingan bilangan peroksida minyak dan mikrokapsul.
Ulangan Minyak mentah Minyak murni Mikrokapsul 1. 23,54 6,74 15,63 2. 49,42 2,74 14,23 Rataan 36,48 4,74 14,93
ANOVA BP Sum of Squares 108,675 10,980 119,655
Between Groups Within Groups Total
df 2 3 5
Mean Square 54,337 3,660
F 14,846
BP
Tukey B
a
Duncan
a
KMM 2 1 3 2 1 3 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 4,7400 11,7400 11,7400 14,9300 4,7400 11,7400 14,9300 1,000 ,194
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,028
113
Lampiran 36. Perbandingan bilangan TBA minyak dan mikrokapsul.
Ulangan 1. 2. Rataan
Minyak mentah Minyak murni Mikrokapsul 7,39 7,17 3,85 7,38 6,42 4,31 7,3875 6,795 3,76 ANOVA
TBA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 15,125 1,199 16,325
df 2 3 5
Mean Square 7,563 ,400
F 18,916
TBA
Tukey Ba
Duncan a
KMM 3 2 1 3 2 1 Sig.
N 2 2 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 3,7625 6,7950 7,3875 3,7625 6,7950 7,3875 1,000 ,418
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,020
114
Lampiran 37. Analisa biaya produksi (Bashu,1984). 1. Harga minyak ikan murni di pasaran. Asumsi harga minyak yang telah dimurnikan = 5.000,-/liter (harga tengkulak banyuwangi, desember 2007). Minyak Penepungan ikan sebelum dimurnikan: 10 liter
minyak ikan murni 8 liter
Konversi 20 % hilang
Harga minyak ikan murni dari 10 liter minyak penepungan ikan : Rp.10.000,-/liter x 8 liter = Rp. 40.000,-
2.
Harga jual mikrokapsul minyak ikan: 1. Minyak ikan murni 1 liter : Rp. 10.000,- jadi Rp. 10 / ml minyak ikan 2. Dimikroenkapsulasikan dengan perbandingan pengemulsi lesitin 5 % (v/v): penyalut 70 % (b/v) : minyak 25 % (v/v) menghasilkan total bahan 1 Kg mikrokapsul. 3. -
Variabel produksi : Minyak ikan (250 ml)
=
Rp.
2.500,-
-
Lesitin (50 ml)
=
Rp.
4.000,-
-
Gum arab ( 450 gr)
=
Rp.
7.000,-
-
Gelatin (150 gr)
=
Rp.
7.500,-
-
CMC (100 gr)
=
Rp.
9.000,-
Rp. 30.000,4. Biaya oprasi : Freeze drying (72 jam) (Rp. 50.000/hari)
=
Rp. 150.000,-
Operator (Rp. 50.000/hari)
=
Rp. 150.000,Rp. 300.000,-
115
5.
Biaya produksi per gram Rendemen mikrokapsul produksi hasil 250 gram (25 % dari 1 Kg). Total biaya = variable produksi + biaya produksi = Rp. 330.000,Total biaya pergram : Rp. 330.000,-/250 = Rp.1.320,-
6. Harga jual : Marjinal + Biaya Total = Harga Jual (Bashu, 1994) (60% x Rp.1.320,- ) + Rp. 1.320 ,- = Rp. 2.112,- per gram
116
Lampiran 38. Dokumentasi. Gambar 34. Perusahaan areal perindustian perikanan muncar.
Gambar 35. Kegiatan masyarakat
117