PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK DI INDONESIA
OLEH MOCH. ARY PRIAGA H14102022
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
MOCH ARY PRIAGA. Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia (dibimbing oleh ANNY. RATNAWATI).
Fungsi utama bank pada dasarnya adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (idle fund/surplus unit) kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit). Jika fungsi intermediasi keuangan ini dapat berjalan dengan baik, maka kredit bank menjadi sangat esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perilaku kredit bank ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh aksi kebijakan moneter Bank Sentral maupun oleh pergerakan agregat ekonomi, akan tetapi secara kuat merespon ketidakpastian ekonomi. Dalam kerangka model perilaku bank dalam merespon ketidakpastian ekonomi, bank harus memilih alokasi yang tepat dari kedua kelas aset: surat berharga dan kredit. Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, metode analisis yang pertama adalah model Generilizied Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) yang digunakan untuk mengestimasi besaran ketidakpastian ekonomi yang dalam penelitian ini didekati dengan ragam bersyarat (conditional variance) Industrial Production atau ragam bersyarat nilai tukar. Metode estimasi kedua adalah teknik regresi yang diestimasi dengan maximum likelihood yang digunakan untuk menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap penyebaran LTA ratio bank. Untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production, penelitian ini menggunakan data indeks industrial production bulanan dan model yang digunakan adalah model GARCH(1,1) dimana mean equation adalah ARMA(1,1). Sementara itu, untuk mengestimasi ragam bersyarat nilai tukar, penelitian ini menggunakan data nilai tukar (Rp/$) bulanan dan menggunakan model GARCH (2,2) dimana mean equation adalah AR(1). Hasil analisis perubahan loans to asset (LTA) ratio memperlihatkan bahwa bank-bank dengan aset kecil membuat penyesuaian yang lebih besar dalam LTA ratio dibandingkan bank-bank dengan aset besar. Untuk persentase perubahan negatif, bank-bank dengan aset besar memperlihatkan penurunan yang lebih kecil dalam LTA ratio (3.03% versus -5.25% dengan t-statistic sebesar 1.77 didasarkan pada 173 observasi). Untuk persentase perubahan positip maupun persentase perubahan absolut nilai rata-rata untuk bank-bank dengan aset besar dan bank-bank dengan aset kecil tidak secara signifikan berbeda. Dari keseluruhan model yang digunakan, hasil regresi memperlihatkan bahwa ketidakpastian ekonomi terutama yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar sangat kuat mendukung hipotesis dimana ketidakpastian ekonomi sangat signifikan berpengaruh negatif terhadap perilaku kredit bank dengan nilai elastisitas berkisar antara -0.04 sampai -0.07. Ini berarti, penurunan dalam
ketidakpastian ekonomi akan dihubungkan dengan peningkatan dalam heterogenitas perilaku kredit bank yang diwujudkan dengan memperlebar penyebaran LTA ratio. Sebaliknya, ketika lingkungan ekonomi memperlihatkan ketidakpastian yang tinggi, bank secara kolektif menjadi lebih konservatif yang membawa kepada semakin sempitnya penyebaran LTA ratio, dan secara nyata mendistorsi alokasi yang efisien dari dana yang dipinjamkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka saran yang dapat diberikan adalah bahwa kebijakan guna mendorong bank-bank beraset kecil melakukan penggabungan usaha perlu dilakukan untuk menghindari pemotongan kredit yang besar yang sering diperlihatkan oleh bank-bank beraset kecil akibat perubahan kondisi ekonomi. Selain itu, kestabilan nilai tukar harus diprioritaskan untuk dijaga untuk mendorong perbankan meningkatkan penyaluran kreditnya.
PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK DI INDONESIA
Oleh MOCH. ARY PRIAGA H14102022
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa
:
Moch. Ary Priaga
Nomor Registrasi Pokok
:
H14102022
Departemen
:
Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Pengaruh
Ketidakpastian
Ekonomi
(Ragam
Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS. NIP. 131 669 947
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
Moch. Ary Priaga H14102022
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Moch. Ary Priaga, lahir pada tanggal 5 Mei 1984 di Rangkasbitung, Provinsi Banten. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan N. Chusaeni dan Risnaesih. Pada tahun 1990-1996 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN. Muara Ciujung Timur 2 Kemudian melanjutkan sekolah ke SLTPN 3 Rangkasbitung. Tahun 2002, penulis menyelesaikan sekolahnya di SMUN I Rangkasbitung dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
menjadi
mahasiswa
penulis
aktif
dibeberapa
organisasi
kemahasiswaan diantaranya di Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) sebagai Ketua Departemen Ekonomi dan Kewirausahaan dan menjadi pengurus di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu-ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Selain itu, Penulis juga menjadi Asisten Mata Kuliah Ekonomi Dasar I, Ekonomi Dasar II dan Ekonomi Umum. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia”.
“Kupersembahkan karunia ini untuk kedua orangtuaku” ─ Moch. Ary Priaga ─
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah yang atas izinnya Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi (Ragam Bersyarat Industrial Production Serta Ragam Bersyarat Nilai Tukar) Terhadap Perilaku Kredit Bank di Indonesia” ini akhirnya bisa terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit bank di Indonesia. Dengan segenap kerendahan hati, izinkan penulis untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada: 1. Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Firdaus, M.Si selaku penguji utama skripsi ini. 3. Bapak Jaenal Effendi, M.A selaku Komisi Pendidikan. 4. Kedua orang tua yang menjadi kekuatan terbesar bagi penulis. 5. Kakak (Panji dan Andri) serta Adik (Roby) tercinta, atas dukungannya. 6. Bang Adrian Lubis, M.Si yang banyak membantu dalam pengelolaan data. 7. Rekan-rekan di CSIS khususnya Pak Raymond, Pasha, Carlos, Dira, Ba’ Xandra atas semua bantuannya. 8. Teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Manajemen khususnya Ilmu Ekonomi 39 atas kebersamaan yang telah terjalin selama ini. 9. Keluarga besar pondok Girma, yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan. Di atas segala hal, untuk kuasa Illahi Rabbi, penulis mengucap syukur atas segala karunia selama perjalanan hidup.
ii
Penulis menyadari, bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan serta keterbatasan dalam skripsi ini. Untuk itu, saran dan kritik yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bisa memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat menambah khazanah pengetahuan kita.
Bogor, Agustus 2006
Moch. Ary Priaga H14102022
ii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.............................................................................................. iii DAFTAR TABEL...................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah......................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................. 9 1.4. Kegunaan Penelitian........................................................................ 10 1.5. Ruang Lingkup................................................................................ 10 II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori ................................................................................. 11 2.1.1. Definisi Bank......................................................................... 11 2.1.2. Neraca dan Operasi Dasar Bank ............................................ 12 2.1.3. Definisi Nilai Tukar (Exchange Rate) ................................... 13 2.2. Kerangka Teori................................................................................ 14 2.2.1. Penentuan Tingkat Suku Bunga dalam Model IS-LM .......... 14 2.2.2. Perilaku Kredit: Sebab-Sebab Melambatnya Pertumbuhan Kredit ..................................................................................... 18 2.2.3. Ketidakpastian Ekonomi........................................................ 21 2.2.4. ARCH dan GARCH .............................................................. 23 2.2.5. Moving Average (MA)........................................................... 27 2.2.6. Maximum Likelihood ............................................................. 29 2.2.7. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit ....................... 30 2.3. Studi Empiris................................................................................... 33 2.4. Kerangka Pemikiran Operasional.................................................... 35 2.5. Definisi Variabel ............................................................................. 37 2.6. Hipotesis Penelitian......................................................................... 39
iv
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 40 3.2. Metode Analisis............................................................................. 41 3.2.1. Mengestimasi Besaran Ketidakpastian Ekonomi ................ 41 3.2.2. Analisis Perubahan Loans to Asset Ratio ............................ 46 3.2.3. Pengaruh ketidakpastian Ekonomi Terhadap Perilaku Kredit Bank ......................................................................... 47 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Kredit Bank Umum .............................................. 50 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum ................................................. 51 4.3. Perkembangan Loans To Asset Ratio Bank Umum....................... 53 4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production................................ 54 4.5. Perkembangan Nilai Tukar (Rp/$) ................................................ 55 4.6. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit Bank...................... 56 V. PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK 5.1. Hasil Estimasi Besaran Ketidakpastian Ekonomi .......................... 58 5.2. Perubahan Loans to Asset Ratio ..................................................... 66 5.3. Hubungan Ketidakpastian Ekonomi dengan Perilaku Kredit Bank..................................................................................... 68 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan.................................................................................... 75 6.2. Saran.............................................................................................. 76 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 77 LAMPIRAN............................................................................................... 80
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1. Kinerja Bank Umum Oktober-Desember 2005 ............................. 7 2.1. Neraca Bank Umum ...................................................................... 12 3.1. Data, Simbol dan Sumber Data ..................................................... 40 4.1. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Aset ..................................... 53 5.1. Deskripsi Statistik Data Industrial Production.............................. 58 5.2. Deskripsi Statistik Data Nilai Tukar.............................................. 59 5.3. Pengujian Autokorelasi Industrial Production .............................. 60 5.4. Pengujian Autokorelasi Nilai Tukar .............................................. 60 5.5. Model GARCH(1,1) untuk Ragam Bersyarat Industrial Production..................................................................... 62 5.6. Model GARCH(2,2) untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar............ 63 5.7. Hasil Uji Ljung-Box untuk Model GARCH(1,1)........................... 64 5.8. Hasil Uji Ljung-Box untuk Model GARCH(2,2)........................... 64 5.9. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Industrial Production..... 65 5.10. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar .................... 65 5.11. Loans to asset ratio : Deskripsi Statistik....................................... 69 5.12. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi ....... 70 5.13. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi
71
5.14. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi dengan Memasukan Variabel Inflasi.............................. 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1. Perpotongan Keynesian ..............................................................
16
2.2. Kurva IS .....................................................................................
16
2.3. Keseimbangan pasar uang ..........................................................
17
2.4. Kurva LM ...................................................................................
17
2.5. Keseimbangan dalam Model IS-LM...........................................
18
2.6. Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................
37
4.1. Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis ............................................
51
4.2. Perkembangan Aset Bank Umum...............................................
52
4.3. Perkembangan Loans to Asset Ratio Bank Umum .....................
54
4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production .............................
55
4.5. Perkembangan Nilai Tukar .........................................................
56
4.6. Ragam Bersyarat Nilai Tukar dan Penyebaran LTA Ratio ........
57
4.7. Ragam Bersyarat Industrial Production dan Penyebaran LTA Ratio ...................................................................................
57
5.1. Persentase Perubahan Rata-Rata Loans to Asset Ratio...............
66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Data Total Aset periode 2002:1-2005:11 .....................................
81
2. Data Total Kredit periode 2002:1-2005:11 ..................................
83
3. Deskipsi Statistik Industrial Production Indeks...........................
85
4. Deskipsi Statistik Nilai Tukar (Rp/$) ...........................................
85
5. Deskipsi Statistik LTA_Sigma ....................................................
86
6. Deskipsi Statistik Loans to Asset Bank Umum ............................
86
7. GARCH(1,1) untuk Ragam Bersyarat Industrial Production ......
87
8. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Industrial Production ...
87
9. Correlogram Q-Statistic untuk GARCH(1,1) ...............................
88
10. Correlogram Squared Residual untuk GARCH(1,1) ....................
89
11. Model GARCH(2,2) untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar...........
90
12. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar ....................
90
13. Correlogram Q-Statistic untuk GARCH(2,2) ...............................
91
14. Correlogram Squared Residual untuk GARCH(2,2) ....................
92
15. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Positip...........................
93
16. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Negatif..........................
94
17. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Absolut .........................
95
18. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi.......
96
19. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi
97
20. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi dengan Memasukan Variabel Inflasi ............................................
98
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Seiring dengan aktivitas ekonomi yang semakin berkembang, peranan
bank sangat penting dalam mempengaruhi kinerja perekonomian, khususnya di Indonesia dimana perbankan menguasai sebagian besar pangsa dari sistem keuangan yang ada. Fungsi utama bank pada dasarnya adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat yang kelebihan dana (idle fund/surplus unit) kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit). Jika fungsi intermediasi keuangan ini dapat berjalan dengan baik, maka kredit bank menjadi sangat esensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit, bagi perusahaan merupakan salah satu faktor produksi karena fungsinya sebagai kapital, pembiayaan bank umumnya menjadi sumber utama bagi perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Oleh karena itu, tidak heran bahwa penurunan kredit bank biasanya akan dihubungkan dengan semakin terbatasnya pengeluaran sektor swasta. Sebagai elemen penting dalam sistem keuangan, bank menjadi bagian tidak terpisahkan dari sistem ekonomi secara keseluruhan. Gejolak yang terjadi dalam lingkungan ekonomi akan langsung mempengaruhi kondisi dalam sistem keuangan, khususnya perbankan. Bukti yang paling kuat, pada periode krisis 1997, industri perbankan di Indonesia mengalami guncangan yang cukup berat akibat ketidakstabilan dalam fundamental ekonomi. Sebaliknya, karena bank
2
menjadi sumber utama pembiayaan bagi dunia usaha, maka perilaku bank dalam menyalurkan kredit akan sangat menentukan aktivitas di sektor riil. Para pendukung “jalur kredit” percaya bahwa kredit memainkan peran yang penting dalam mentransmisikan shock ekonomi kedalam perekonomian riil. Para ekonom percaya bahwa, minimal dalam jangka pendek, kebijakan moneter Bank Sentral dapat secara signifikan memberikan pengaruh terhadap perilaku kredit bank, Schwartz (1995) menjelaskan bahwa ketika kebijakan moneter mendorong terjadinya fluktuasi dalam tingkat inflasi (harga), akan menyebabkan munculnya masalah informasi yang dihubungkan dengan kemampuan untuk mengevaluasi proyek investasi. “Both (borrowers and lenders) evaluate the prospects of projects by extrapolating the prevailing price level or inflation rate. Borrowers default on loans not because they have misled uninformed lenders but because, subsequent to the initiation of the project, authorities have altered monetary policy in a contractionary direction. The original price level and inflation rate assumptions are no longer valid. The change in monetary policy makes rate-of-return calculations on the yield of projects, based on the initial price assumptions of both lenders and borrowers, unrealizable”. (Schwartz, 1995)
Dalam kaitan antara kebijakan moneter dengan perilaku kredit, Penelitianpenelitian sebelumnya menegaskan bahwa pada periode dimana Bank Sentral menganut kebijakan moneter ketat (tight money policy) telah terjadi pengurangan kredit oleh bank-bank komersial. Disamping itu, kebijakan moneter ketat yang diadopsi oleh bank sentral akan mendorong perusahaan mensubstitusikan kredit non bank untuk kredit bank. Sebagai contoh, Kashyap, et al. (1993) menemukan bahwa penerbitan commercial paper meningkat sepanjang periode tersebut. Ada berbagai alasan mengapa kredit bank berubah dari waktu ke waktu. Ketika bank harus memperoleh informasi mengenai keadaan debitur sebelum
3
memperluas kreditnya, baik itu kepada debitur yang baru maupun debitur yang telah ada, Ketidakpastian mengenai kondisi ekonomi (dan kemungkinan terjadinya gagal bayar) akan mempunyai pengaruh yang jelas terhadap strategi kredit bank disamping pergerakan agregat ekonomi dan aksi kebijakan moneter bank sentral, dan mendistorsi alokasi yang efisien dari dana yang tersedia. Ketika ketidakpastian ekonomi meningkat, penyebaran loans to asset (LTA) ratio bank kemungkinan akan menjadi lebih sempit karena ketidakpastian menurunkan kemampuan bank untuk meramalkan dan memprediksi tingkat pengembalian (rate of return) dari kredit. Sebaliknya ketika ketidakpastian ekonomi menurun, tingkat pengembalian dari kredit akan lebih mudah diprediksi yang akan membawa kepada distribusi kredit yang lebih heterogen antar bank, karena para pengelola bank memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai peluang dari kredit yang berbeda. Jadi, menurunnya ketidakpastian ekonomi akan mendorong bank untuk menyeimbangkan kembali portofolio asetnya, yang menyebabkan penyebaran LTA ratio bank menjadi lebih melebar, dan alokasi dana yang dipinjamkan menjadi lebih efisien dibandingkan ketika situasi ketidakpastian tinggi. Argumen
diatas
mengimplikasikan
bahwa
sepanjang
periode
ketidakpastian ekonomi yang tinggi, bank-bank cenderung berperilaku lebih homogen dan sebaliknya, ketika ketidakpastian ekonomi relatif lebih rendah, perilaku kredit antara bank yang satu dengan bank yang lainnya menjadi lebih bervariasi. Argumen diatas diperkuat dengan data yang ada, pada periode krisis 1997 dimana ketidakpastian ekonomi sangat tinggi, posisi kredit tumbuh negatif akibat dari berkurangnya kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit serta
4
melemahnya permintaan akibat rendahnya prospek investasi (investment opportunities). Perbaikan pertumbuhan kredit perbankan berangsur-angsur mulai terlihat pada tahun 2000 seiring dengan membaiknya situasi perekonomian. Dalam tahun tersebut, kredit perbankan telah menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada kenyataannya, dalam merespon ketidakpastian ekonomi, reaksi bank akan berbeda antara satu dengan yang lain, beberapa bank mungkin ditemukan merespon lebih besar ketidakpastian ekonomi dibandingkan yang lain. Seperti misalnya bank-bank kecil yang memiliki jumlah aset dan permodalan yang relatif terbatas, kemungkinan akan mengurangi kreditnya dengan derajat yang lebih besar ketika risiko penyaluran kredit meningkat. Dalam kerangka model perilaku bank dalam merespon ketidakpastian ekonomi, bank harus memilih alokasi yang tepat dari kedua kelas aset: surat berharga dan kredit. Surat berharga (bahkan yang bebas risiko sekalipun) tetap memiliki risiko pasar atau risiko harga, tetapi risiko tersebut dapat diperkirakan melalui pergerakannya dalam suku bunga. Surat berharga yang diterbitkan oleh debitur potensial menunjukkan risiko yang rendah, sehingga nilai pasar dari komponen ini terhadap posisi portofolio aset bank dapat diperkirakan dan diatur responnya terhadap shock di pasar keuangan maupun guncangan ekonomi. Sebaliknya, kredit kepada sektor swasta akan mengundang baik risiko pasar maupun risiko gagal bayar (default risk)-risiko ini dihubungkan, dalam banyak kasus, dengan kondisi ekonomi dan sektor keuangan-. Tingkat pengembalian yang diharapkan oleh bank terhadap pinjaman portofolio akan lebih besar daripada investasi dalam bentuk kredit.
5
1.2.
Perumusan Masalah Sektor perbankan merupakan sektor yang rentan terhadap risiko
ketidakpastian, baik yang menyangkut risiko perubahan fundamental ekonomi, risiko kesalahan operasional, risiko kesalahan dalam pengambilan keputusan strategis maupun risiko-risiko lain yang muncul karena faktor eksternal. Oleh karena itu, sektor perbankan selalu berupaya untuk mencapai skala ekonomi dalam rangka mengoffset biaya-biaya dari mengumpulkan dan memproses seluruh informasi yang didesain untuk mengurangi ketidakpastian, dengan demikian memudahkan suatu alokasi yang lebih efisien dari sumberdaya keuangan yang tersedia. Bagaimanapun, untuk mengukur perbedaan antara risiko dan ketidakpastian dalam ekonomi adalah menjadi bagian yang sangat sulit. Knight dalam Mensah (2004) membedakan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko diasumsikan muncul jika para pelaku ekonomi dapat memperkirakan probabilitas numerik untuk suatu kejadian acak sedangkan jika para pelaku ekonomi tidak mampu memperkirakan probabilitas dari suatu kejadian acak, maka hal tersebut dianggap sebagai ketidakpastian. Melambatnya pertumbuhan kredit belakangan ini, tidak terlepas dari tingginya risiko serta ketidakpastian ekonomi ditambah dengan persoalan dalam negeri yang masih terus diwarnai berbagai gejolak (demonstrasi buruh, ancaman penyakit, bencana alam dan sebagainya), situasi ini menyebabkan kepercayaan para pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi menjadi semakin menurun. Akibatnya, penyerapan kredit oleh kalangan dunia usaha juga menjadi relatif terbatas. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan
6
kebijakan moneter ketat, menyebabkan tingkat suku bunga kredit dirasakan masih terlalu tinggi, hal ini tentu saja makin memberatkan para pengusaha di sektor riil. Menurut hasil survei Bank Indonesia, kredit perbankan pada triwulan I 2006 mengalami penurunan dari 24,5 persen menjadi hanya 4,4 persen. Demikian juga dengan permintaan kredit baru yang turun dari 17,1 persen menjadi minus 5,1 persen pada bank-bank kecil, dan dari 23,2 persen menjadi minus 9,7 persen pada bank-bank besar. Belum berjalan dengan baiknya fungsi intermediasi perbankan juga ditunjukan oleh nilai rasio kredit terhadap dana yang diterima (loans to deposit ratio/LDR) yang masih sangat rendah. Pada akhir Desember 2005, total dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum adalah sebesar Rp.1.166.065 miliar menurun dibandingkan perolehan pada bulan sebelumnya yang mencapai Rp.1.269.049 miliar. Sementara itu, total kredit yang berhasil disalurkan adalah sebesar Rp.641.523 miliar sehingga rasio kredit terhadap dana yang diterima pada Desember 2005 hanya 55,02 persen. Melambatnya pertumbuhan kredit juga sangat erat kaitannya dengan menurunnya permodalan bank. Pada akhir Desember 2005 modal bank umum turun sebesar 8% dari Rp. 157.873 miliar menjadi Rp. 144.470 miliar. Dalam kondisi seperti itu, adalah sangat wajar jika bank-bank kemudian bertahan untuk tidak menyalurkan kredit, karena kenaikan kredit yang disalurkan akan menambah aset berisiko sehingga mengharuskan bank menambah modal. Kinerja Bank Umum pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:
7
Tabel 1.1. Kinerja Bank Umum Oktober-Desember 2005 (Miliar Rp.) Indikator
Oktober
November
Desember
19.44
19.69
19.30
Modal
159.175
157.873
144.470
ATMR
818.743
801.686
748.541
2.01
2.15
2.55
26.438
28.670
30.601
1.295.034
1.332.204
1.339.752
155.391
156.655
143.881
54.76
54.07
55.02
685.437
686.200
641.523
Dana yang diterima
1.251.643
1.269.049
1.166.065
Aktiva rata-rata
1.314.415
1.332.305
1.201.039
170.573
172.259
160.762
CAR (%)
ROA (%) Laba Total aktiva produktif Biaya operasional LDR (%) Kredit
Pendapatan operasional Sumber: Bank Indonesia
Fenomena melambatnya pertumbuhan kredit, makin menguatkan opini bahwa perbankan cenderung bersikap menghindari risiko (risk averse) pada saat situasi ekonomi menunjukan ketidakpastian. Masih tingginya tingkat inflasi, nilai tukar yang rentan terhadap tekanan depresiasi serta produksi sektor industri yang belum stabil merupakan sumber-sumber ketidakpastian ekonomi. Friedman dalam Kontonikas (2002) menyatakan bahwa ada korelasi positip antara tingkat inflasi dengan ketidakpastian inflasi. Artinya, tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan ketidakpastian inflasi juga tinggi. Begitupun dengan nilai tukar dan produksi sektor industri yang seringkali memperlihatkan pergerakan yang
8
fluktuatif. Akibatnya, bank-bank menjadi kesulitan untuk mengevaluasi proyekproyek yang menguntungkan maupun memperkirakan terjadinya kemungkinan gagal bayar (default) yang pada gilirannnya akan mendorong perbankan untuk mengalokasikan dananya pada instrumen yang memiliki risiko yang rendah dan memberikan return yang lebih pasti misalnya dalam bentuk obligasi atau suratsurat berharga. Tekanan depresiasi terhadap nilai mata uang Rupiah mulai terjadi sejak bulan Januari 2004. Sejak bulan itu, Rupiah mengalami pergerakan yang berbeda dengan mata uang regional lainnya. Bahkan Rupiah tidak hanya terdepresiasi dengan mata uang Dollar, tetapi juga dengan mata uang Euro dan Yen. Ini mengindikasikan pengaruh internal lebih menentukan dibandingkan pengaruh eksternal didalam memposisikan mata uang Rupiah. Dengan demikian, kondisi ekonomi dalam negeri sendiri yang lebih membuat kondisi mata uang Rupiah tersebut melemah. Posisi mata uang Rupiah yang cenderung semakin menurun terhadap mata uang asing, direspon oleh bank Indonesia dengan menaikan tingkat suku bunga untuk penyesuaian dengan tingkat suku bunga internasional. Walaupun upaya tersebut benar, ada keterlambatan lebih kurang 9 bulan didalam upaya penyesuaian terhadap suku bunga internasional tersebut. Selain nilai tukar, instabilitas juga ditunjukan dengan trend pertumbuhan ekonomi yang menurun. Secara perlahan-lahan pertumbuhan ekonomi sejak kuartal ketiga tahun 2004 terus mengalami kemerosotan. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi masih didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga. Situasi ketidakpastian semakin diperparah karena lemahnya sinkronisasi kebijakan antara
9
Bank Indonesia dengan Departemen Keuangan, akibatnya kondisi ekonomi semakin sulit diprediksi oleh para pelaku pasar. Ketidakpastian ekonomi telah menjadi masalah serius bagi perekonomian Indonesia dan dapat menghambat upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Disamping itu, ketidakpastian ekonomi juga akan memiliki implikasi terhadap ekspektasi para pelaku ekonomi dan akan sangat menentukan kualitas kredit bank serta kondisi sistem keuangan secara keseluruhan. Jika ketidakpastian ekonomi tidak diantisipasi secara penuh atau tidak dilakukan lindung nilai (hedging) maka akan cenderung menyebabkan tingkat pengembalian riil (riil return) dari investasi menyimpang dari yang diperkirakan. Akibatnya, penyedia jasa keuangan khususnya perbankan akan kesulitan untuk memprediksi dan meramalkan prospek bisnis dimasa yang akan datang.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Mengestimasi besaran ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production serta ragam bersyarat nilai tukar. 2. Membandingkan perubahan dalam loans to asset (LTA) ratio pada bank-bank beraset besar dan bank-bank beraset kecil. 3. Menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap penyebaran LTA ratio yang merefleksikan perilaku kredit bank.
10
1.4.
Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, sekaligus merupakan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia. 2. Bagi pemerintah dan Bank Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat. 3. Bagi dunia perbankan, jika hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku kredit bank sangat responsif terhadap ketidakpastian ekonomi, maka penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan pentingnya peningkatan
kinerja
dan
manajemen
risiko
dalam
merespon
ketidakpastian. 4. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup Dalam menganalisis perilaku kredit bank, penelitian ini hanya mengambil
sampel dari dua belas bank komersial di Indonesia yaitu Bank Permata, Bank Buana, Bank Danamon, Bank NISP, Bank Lippo, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Niaga, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Ekspor Indonesia (BEI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), serta Bank Tabungan Negara (BTN). Data LTA ratio yang merefleksikan perilaku kredit bank, hanya mencakup data untuk total kredit selama periode 2002:01 s/d 2005:11.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Tinjauan Teori
2.1.1. Definisi Bank Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut G.M. Verryn Stuart, bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral (Dendawijaya, 2000). Berdasarkan definisi yang terdapat dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda
berharga,
membiayai
perusahaan-perusahaan,
dan
lain-lain
(Dendawijaya, 2000). Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik benang merah mengenai definisi bank yaitu suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak
12
yang berkelebihan dana (idle fund/surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.
2.1.2. Neraca dan Operasi Dasar Bank Untuk memahami bagaimana bank beroperasi, hal penting yang perlu diperhatikan adalah komponen pada neraca bank yang mencatat aset dan kewajiban bank. Sisi kanan pada neraca bank mencatat sumber perolehan dana sementara pada sisi kiri mencatat penggunaan dari dana tersebut. Tabel 2.1 dibawah ini memperlihatkan komponen neraca bank umum di Indonesia. Tabel 2.1. Neraca Bank Umum AKTIVA
PASIVA
1. Kas
1. Giro
2. Giro di Bank Indonesia
2. Simpanan berjangka
3. Tagihan pada bank lain:
3. Tabungan
a. Giro
4. Kewajiban kepada BI
b. Call money
5. Kewajiban kepada Bank lain
c. Deposito Berjangka
6. Surat Berharga yang diterbitkan
d. Kredit yang diberikan
7. Pinjaman yang diterima
4. Surat Berharga dan tagihan Lainnya
a. Bank Indonesia b. Subordinasi dan lainnya
5. Kredit yang diberikan
8. Kewajiban lainnya Modal
6. Penyertaan
9. Rupa-rupa pasiva
7. Penyisihan Penghapusan
10. Laba/rugi tahun berjalan
Aktiva Produktif 8. Aktiva tetap dan inventaris 9. Rupa-rupa Aktiva Sumber: Bank Indonesia
11. Modal 12. Cadangan
13
Secara
sederhana,
mengumpulkan
dana
bank
dari
memperoleh
masyarakat
yang
keuntungan kelebihan
dengan dana
cara
kemudian
menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana. Keuntungan tersebut diperoleh melalui selisih tingkat suku bunga yang ditetapkan (net interest margin). Proses ini sering dinamakan transformasi aset. Sebagai contoh, tabungan dari seseorang digunakan oleh bank untuk memberikan pinjaman kepada seseorang
yang
lain.
Proses
tersebut
memperlihatkan
bahwa
bank
mentransformasikan kewajiban (deposit) kedalam aset (pinjaman) (Mishkin, 1996).
2.1.3. Definisi Nilai Tukar (Exchange rate) Paul R. Krugman dan Maurice Obstfeld dalam bukunya International Economics (2001) mendefinisikan nilai tukar sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. nilai tukar memainkan peranan sentral dalam perdagangan internasional, karena nilai tukar memungkinkan kita untuk membandingkan harga-harga segenap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara. Perubahan-perubahan nilai tukar disebut sebagai depresiasi dan apresiasi. Depresiasi menunjukan melemahnya harga mata uang domestik terhadap mata uang asing sedangkan apresiasi adalah sebaliknya. Nilai tukar merupakan harga relatif mata uang domestik terhadap mata uang asing. Dalam bentuk nominal (bilateral) nilai tukar adalah harga satu unit mata uang asing (F$) dalam bentuk mata uang domestik (D$) atau secara sederhana dirumuskan
dengan e = Pd/Pf ; dimana Pd adalah tingkat harga
14
domestik dan Pf adalah tingkat harga asing. Dalam bentuk multilateral atau nominal effective exchange rate (NEE) kurs dibobot dengan pangsa perdagangan negara-negara partner dagang utama sehingga NEE merupakan “rataan terbobot” (Hossain dan Chowdhury, 1998) Dari beberapa definisi diatas, maka secara umum nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yakni nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal menyatakan harga relatif dari satu mata uang terhadap mata uang lainnya misalnya Rupiah per Dolar, Yen per Pound, dan sebagainya. Sementara nilai tukar riil merupakan nilai tukar nominal yang disesuaikan dengan rasio tingkat harga di kedua negara sehingga nilai tukar riil merupakan ukuran daya saing.
2.2.
Kerangka Teori
2.2.1. Penentuan Tingkat Suku Bunga dalam Model IS-LM Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul dipasar barang dan jasa. Kurva IS diturunkan dengan mengasumsikan tingkat harga adalah tetap. Untuk mengembangkan model ini, diawali dengan derivasi dari perpotongan keynesian yang menggambarkan perbedaan antara pengeluaran aktual (actual expenditure) dengan pengeluaran yang direncanakan (planned expenditure). Pengeluaran aktual adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga, perusahaan, pemerintah yang sama dengan Produk Domestik Bruto (GDP). Pengeluaran yang direncanakan adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah, serta masyarakat luar negeri atas barang dan jasa. Pengeluaran aktual tidak harus sama
15
dengan pengeluaran yang direncanakan, hanya dalam kondisi keseimbangan pengeluaran aktual akan sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Pengeluaran aktual bisa berbeda dari pengeluaran yang direncanakan karena perusahaan bisa terlibat dalam investasi persediaan yang tidak direncanakan karena penjualan mereka tidak memenuhi harapan. Ketika mereka menjual lebih sedikit dari produk yang mereka rencanakan, stok persediaan mereka otomatis akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, Pengeluaran aktual bisa diatas atau dibawah pengeluaran yang direncanakan (Mankiw, 2000). Kondisi keseimbangan di pasar barang dan jasa dapat diuraikan dalam persamaan sebagai berikut: Y = Y
ad
(2.1)
dimana :
Y
= Pengeluaran aktual.
Y ad = Pengeluaran yang direncanakan.
Pengeluaran yang direncanakan (asumsi: perekonomian terbuka) terdiri dari pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi, Pengeluaran perusahaan untuk investasi pengeluaran pemerintah serta ekspor bersih (net ekspor). Oleh karena itu, persamaan (2.1) dapat ditulis ulang menjadi: Y = C ( Y ) + I ( r ) + G + NX ( Y , Y *, e )
dimana :
C = Konsumsi sebagai fungsi dari pendapatan ( y ) .
I
= Investasi sebagai fungsi dari suku bunga (r ) .
G = Pengeluaran Pemerintah.
(2.2)
16
NX = Ekspor bersih sebagai fungsi dari pendapatan domestik ( y ) , pendapatan
asing ( y*) dan nilai tukar (e). Gambar 2.1 berikut ini, menggambarkan bagaimana hubungan antara pengeluaran aktual dengan pengeluaran yang direncanakan yang diturunkan dari perpotongan Keynesian, sedangkan gambar 2.2 merupakan kurva IS yang memperlihatkan hubungan antara tingkat suku bunga dan output nasional yang menjamin keseimbangan di pasar barang.
Y = Y ad
Pengeluaran yang direncanakan,
Y ad
Y2 = C + I 2 + G + NX ad
Y1 = C + I1 + G + NX ad
Gambar 2.1. Perpotongan Keynesian
Y1 Tingkat Bunga,
Y2
Pendapatan,Output, Y
r
r1
Gambar 2.2. Kurva IS
r2
IS Y1
Y2
Pendapatan,Output, Y
Kurva LM adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul dipasar uang. Keseimbangan dipasar
17
uang terjadi ketika jumlah penawaran uang sama dengan jumlah permintaan uang riil. Penawaran uang merupakan variabel eksogen karena ditentukan oleh kebijakan Bank Sentral, sementara permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan ( y ) dan tingkat suku bunga (r ) . Keseimbangan di pasar uang dapat kita uraikan
dalam persamaan dan gambar berikut ini: Penawaran Uang = Permintaan Uang M = L (r ,Y ) P
(2.3)
dimana: M P
= Real Money Supply. Tingkat Bunga, r
Ms
LM
r2
r1
r1
L(r , Y2 )
r2
L(r , Y1 ) M P
Gambar 2.3. Keseimbangan Pasar Uang
Y1
Pendapatan,
Y2 Output, Y
Gambar 2.4. Kurva LM
Gambar 2.3 diatas menunjukan bagaimana keseimbangan di pasar uang ditentukan. Kurva LM yang menggambarkan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul dipasar uang ditunjukan dalam gambar 2.4. Sekarang kita memiliki seluruh bagian dari model IS dan LM. Dua persamaan model tersebut adalah:
18
Y = C ( Y ) + I ( r ) + G + NX ( Y , Y *, e )
(2.4)
menggambarkan kondisi kesimbangan dipasar barang dan jasa (kurva IS). dan, M = L(r , Y ) P
(2.5)
menggambarkan kondisi kesimbangan dipasar uang (kurva LM). Keseimbangan perekonomian berada pada titik dimana kurva IS berpotongan dengan kurva LM. Titik ini memberikan tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang memenuhi kondisi untuk keseimbangan baik dalam pasar barang maupun pasar uang. Dengan kata lain, pada perpotongan ini, pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan dan permintaan terhadap keseimbangan uang riil sama dengan penawarannya (Mankiw, 2000).
LM
Tingkat Bunga, r
Tingkat Bunga keseimbangan
IS Tingkat Pendapatan keseimbangan
Pendapatan Output, Y
Gambar 2.5. Keseimbangan dalam Model IS-LM
2.2.2. Perilaku Kredit: Sebab-Sebab Melambatnya Pertumbuhan Kredit Terganggunya pertumbuhan kredit perbankan dapat terjadi karena lemahnya permintaan kredit, lemahnya penawaran, atau gabungan dari keduanya.
19
Gangguan pada sisi permintaan dapat berupa menurunnya kualitas nasabah kredit, tingginya suku bunga yang melebihi kemampuan membayar nasabah, dan masih tingginya risiko berusaha sehingga nasabah belum berani memulai usahanya. Sementara, gangguan pada sisi penawaran dapat berupa keterbatasan permodalan bank, ketersediaan loanable fund, permasalahan NPLs bank, dan keengganan bank untuk menyalurkan kredit yang terkait dengan tingginya risiko dunia usaha maupun akibat kebijakan atau regulasi pemerintah dan otoritas moneter. Permasalahan Di Sisi Penawaran Sejumlah permasalahan internal perbankan (seperti kecukupan modal, memburuknya kualitas aset, dan ketersediaan loanable fund) dapat menyebabkan turunnya kemampuan bank dalam memberikan kredit. Di samping itu, terdapat beberapa persoalan eksternal yang menimbulkan keengganan bank untuk menyediakan pembiayaan bagi dunia usaha. •
Kebijakan Moneter Ketat Penurunan dalam penyaluran kredit perbankan disebabkan karena
kebijakan moneter ketat atau regulasi yang mendorong bank membatasi kredit mereka. Akibatnya, permintaan perusahaan untuk kredit menurun karena prospek ekonomi menjadi lebih buruk (Bernanke, 1993). Sebagai contoh, ketika reserve jatuh, bank tidak akan memelihara kreditnya dan cenderung mengalihkan dana mereka pada obligasi pemerintah (government securities). Pada periode kebijakan moneter ketat, kredit bank menurun dan penerbitat commercial paper meningkat secara cepat karena perusahaan membutuhkan sumber pembiayaan alternatif (Kashyap et al., 1993).
20
•
Kecukupan Modal Kecukupan modal biasanya diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR)
yang merupakan rasio antara modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Modal yang cukup merupakan prasyarat bagi bank dalam menyalurkan kredit. Jika bank memiliki jumlah modal yang cukup maka kemampuan bank untuk menyalurkan kredit menjadi semakin besar. Artinya, ada hubungan yang positif antara tingkat kecukupan modal dengan penawaran kredit bank. •
Tingginya Risiko Kredit Masih tingginya risiko dunia usaha telah menimbulkan keengganan bank
memberikan kredit, yaitu: bank cenderung untuk meminta collateral yang likuid; bank cenderung untuk hanya berhubungan dengan debitur lama yang telah dikenal; dan terjadi perubahan organisasi kredit pada bank yang cenderung lebih sentralistik dalam pemutusan kredit. Salah satu indikator yang mencerminkan masih tingginya risiko adalah dengan melihat lebarnya spread antara suku bunga kredit dengan suku bunga dana. •
Kredit Bermasalah (NPLs) Tingginya NPLs berpengaruh terhadap memburuknya kondisi permodalan.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang harus dibentuk. Tingginya kerugian akibat NPLs, menyebabkan perbankan menjadi risk-averse sehingga pertumbuhan kredit menurun. Permasalahan Di Sisi Permintaan Penurunan kredit biasanya terjadi pada masa resesi sebagai refleksi dari turunnya permintaan untuk konstruksi baru, barang-barang modal, dan lainnya.
21
•
Tingginya Suku Bunga Kredit Suku bunga yang begitu tinggi telah menyebabkan penurunan nilai aset
dan cash flow perusahaan. Sehingga, secara umum meskipun terdapat peluang untuk investasi maka nasabah yang dalam kondisi keuangannya perusahaannya sangat lemah (perusahaan yang leverage-nya lebih tinggi atau cash flow-nya lebih rendah) cenderung melakukan pembenahan keuangannya terlebih dahulu daripada melakukan ekspansi usaha. Hal ini menyebabkan rendahnya permintaan kredit yang terjadi (Borensztein et al., 2000). •
Menurunnya Kualitas Nasabah Salah satu faktor yang mendorong melambatnya pertumbuhan kredit
adalah melemahnya kondisi neraca (balance sheet) perusahaan yang menjadi nasabah kredit. Meningkatnya kewajiban pembayaran hutang perusahaan menyebabkan perbankan enggan menyalurkan kredit.
2.2.3. Ketidakpastian Ekonomi Knight dalam Mensah (2004) membedakan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko diasumsikan muncul jika para pelaku ekonomi dapat memperkirakan probabilitas numerik untuk suatu kejadian acak sedangkan jika para pelaku ekonomi tidak mampu memperkirakan probabilitas dari suatu kejadian acak, maka hal tersebut dianggap sebagai ketidakpastian. Tidak seperti variabel ekonomi lainnya, ketidakpastian ekonomi merupakan sebuah variabel yang hanya dapat didekati karena tidak dapat diukur secara langsung (Kontonikas, 2001). Model ekonometrik yang mampu mendekati pengukuran ketidakpastian
22
ekonomi adalah model Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH) dan model Generilizied Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH). Pada dasarnya model ini mendekati ketidakpastian ekonomi melalui pengukuran ragam bersyarat dari suatu variabel ekonomi. Pada model ARCH/GARCH ragam residual sekarang dipengaruhi oleh informasi yang ada sebelumnya atau ragam residual
bersifat
heteroskedastisitas.
Sehingga,
disamping
memodelkan
ketidakpastian bagi suatu variabel ekonomi, model ARCH/GARCH juga diharapkan mampu menangani sifat heteroskedastisitas pada ragam residual model suatu variabel ekonomi. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya ketidakpastian ekonomi. Namun, dari sekian banyak faktor tersebut, ketidakpastian ekonomi lebih sering disebabkan oleh ketiga faktor berikut: ketidakpastian di pasar fundamental, perubahan dalam ekspektasi para pelaku ekonomi serta serangan spekulatif (Neal, 1996). Ketidakpastian dipasar fundamental seperti jumlah uang beredar, pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, indeks harga saham dan sebagainya, akan mempengaruhi ketidakpastian ekonomi karena ketidakpastian ekonomi adalah fungsi dari faktor-faktor fundamental tersebut. Perubahan dalam ekspektasi mengenai fundamental maupun kebijakan ekonomi dimasa depan juga mempengaruhi ketidakpastian ekonomi. Ketika pelaku ekonomi memperoleh informasi baru, mereka akan mengubah perkiraan mengenai kondisi ekonomi seiring dengan perubahan ekspektasinya. Akhirnya, ketidakpastian ekonomi dapat juga disebabkan oleh serangan para spekulan yang berusaha mengambil keuntungan pada kondisi-kondisi tertentu.
23
2.2.4. ARCH dan GARCH Model Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) secara spesifik didesain untuk memodelkan dan meramalkan (forecast) ragam bersyarat (conditional variances). Ragam sebagai variabel dependen (dependent variable) dimodelkan sebagai fungsi dari nilai masa lalu variabel dependen dan variabel independen atau variabel eksogen (exogenous variables). Model ARCH pertama kali diperkenalkan oleh Engle dan GARCH (Generalized ARCH) dipopulerkan oleh Bollerslev. Model ini secara luas digunakan dalam berbagai cabang ekonometrika, khususnya dalam analisis runtun waktu (time series) pada data-data keuangan (Gujarati, 2003). Dalam membangun model ARCH, kita memiliki dua persamaan yang berbeda-yang pertama persamaan untuk rataan bersyarat (conditional mean) dan yang kedua adalah persamaan untuk ragam bersyarat (conditional variance). Model GARCH (1,1) Spesifikasi standar dari model GARCH (1,1) adalah: Yt = X tγ + ε t
(2.6)
Persamaan rataan yang diberikan pada (2.6) ditulis sebagai fungsi dari variabel eksogen dan bentuk error. Sementara itu, untuk persamaan ragam bersyarat dalam model GARCH (1,1) diberikan dalam persamaan (2.7) berikut ini:
σ
2 t
= ω + αε
2 t −1
+ βσ
2 t −1
(2.7)
σ t2 adalah perkiraan ragam pada periode tertentu yang didasarkan pada informasi dimasa lalu. Kita sebut persamaan tersebut sebagai persamaan ragam bersyarat
24
(conditional variance). persamaan conditional variance yang diberikan dalam (2.7) merupakan fungsi dari ketiga bentuk berikut: •
Rata-rata yang konstan: ω
• Informasi mengenai volatilitas dari periode sebelumnya yang diukur dengan lag residual kuadrat dari persamaan rataan: ε t2−1 (bentuk ARCH). • Periode terakhir dari ragam yang diramalkan : σ t2−1 (bentuk GARCH). Nilai (1,1) dalam model GARCH (1,1) menunjukan terdapatnya satu bentuk GARCH dan satu bentuk ARCH. Model ARCH yang biasa merupakan kasus khusus dari persamaan GARCH dimana dalam model ARCH tersebut tidak terdapat lag variance yang diramalkan dalam persamaan ragam bersyaratnya. Model ARCH diestimasi dengan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood) dengan mengasumsikan bahwa error didistribusikan secara normal. Sebagai contoh, untuk model GARCH (1,1), kontribusi untuk log
likelihood dari observasi ke-t adalah: 1 1 1 lt = − log(2π ) − log σ t2 − ( y t − xt' γ ) 2 / σ t2 2 2 2
(2.8)
dimana
σ t2 = ω + α ( y t −1 − xt −1 γ ) 2 + βσ t2−1 '
(2.9)
Persamaan ini sering diinterpretasikan dalam konteks keuangan, dimana para pelaku memprediksi variasi pada periode sekarang dalam bentuk rata-rata jangka panjang (konstan), variasi yang diramalkan pada periode terakhir (bentuk
25
GARCH), dan informasi mengenai volatilitas yang diamati pada periode sebelumnya (bentuk ARCH). Model ARCH-M Selain dapat memasukan variabel eksogen dalam persamaan conditional
variance, kita juga dapat memasukan conditional variance (σ t2 ) atau conditional standar deviation (σ t ) kedalam mean equation, sehingga kita mendapatkan model ARCH-M (ARCH-in-mean) sebagai berikut: Yt = X tγ + σ
2 t
+ ε
(2.10)
t
Dalam hal ini, persamaan ragam ikut mempengaruhi variabel dependen. Pengestimasian model ARCH-GARCH menggunakan prosedur iterasi yaitu menggunakan parameter pada persamaan ragam,
α dan β , untuk
mengestimasi parameter pada persamaan mean, X . Lalu X ini digunakan untuk mengestimasi α dan β . Begitu seterusnya sampai mencapai konvergensi. Restriksi parameter yang harus dipenuhi: 1. Syarat supaya ragam positif
: σ2 > 0 ; α > 0 ; β > 0
2. Syarat kestasioneran
: α + β <1
Treshold ARCH (TARCH) TARCH pertama kali diperkenalkan oleh Zakoian, Glosten, Jaganathan, dan Runkle. Spesifikasi untuk conditional variance adalah:
σ t2 = σ 2 + γ 1 u t -i 2 + ....... + γ i u t - q 2 + ϑ1 u t -1 d t -1 + ρ1σ t2−1 + .... + ρ pσ t2− p Dimana d adalah variabel dummy. d t -1 =1 jika u t −1 < 0, dt −1 = 0 jika u t −1 > 0.
(2.11)
26
Dalam model ini, berita baik pada periode t-1 ( u t -1 < 0) dan berita buruk pada periode t-1 ( u t -1 > 0) memiliki efek berbeda terhadap conditional variance pada periode t. Berita baik memiliki efek terhadap γ sedangkan berita buruk memiliki efek terhadap γ + ρ . Efek asimetri terjadi jika ϑ ≠ 0 . Syarat yang harus dipenuhi untuk menjamin kestasioneran dan konvergensi dalam proses iterasi adalah γ 1 + ρ1 < 1 . Exponential GARCH (EGARCH) Ciri dari kebanyakan data-data time series yang tidak mampu didekati oleh model ARCH dan GARCH adalah asymmetry effect , atau yang lebih dikenal dengan ”leverage effect”. Dalam konteks analisis time series data-data keuangan,
asymmetry effect mengacu kepada karakteristik time series harga aset yang tidak diharapkan menurun akan cenderung meningkatkan volatilitas daripada yang tidak diharapkan meningkat dengan besaran yang sama (atau, ”berita buruk” cenderung meningkatkan volatilitas daripada ”berita baik”). Ide mengenai asymmetry effect ini diperkenalkan oleh Black (1976), French, et al (1987), Nelson (1991) dan Schwert (1990). Model ARCH dan GARCH tidak mampu menangkap pengaruh asimetri ini sejak lag dari error dikuadratkan dalam persamaan ragam bersyarat, akibatnya error positif memiliki dampak yang sama terhadap ragam bersyarat dengan error negatif. Model yang secara spesifik didesain untuk menangkap asymmetry effect adalah exponential GARCH (EGARCH), model yang dikembangkan oleh Nelson (1991). Dalam model EGARCH Logaritma natural dari persamaan ragam
27
bersyarat dibiarkan bervariasi sepanjang waktu sebagai fungsi dari lag error term. Model EGARCH (p,q) untuk ragam bersyarat dapat kita tulis:
In (ht ) = ω + [1 − β ( L)] [1 + α ( L)] f (ut −1 / ht1−/12 ) −1
(2.12)
dimana
(
f (ut −1 / ht1−/12 ) = θ ut -1 + γ ut −1 / ht1−/12 −Ε ut −1 / ht1−/12
dan
α ( L) dan β ( L)
adalah
p − order
) lag
(2.13)
polynomials,
berturut-turut;
α ( L ) = α 1 L + α 2 L2 + ....... + α q Lq , β ( L ) = β1 L + β 2 L2 + ....... + β p Lp . . Dengan menulis ulang persamaan (2.13) agar lebih mudah untuk melihat kaitan dengan model GARCH konvensional, kita dapat menulis model EGARCH (1,1) sebagai berikut:
In(ht ) = δ + (1 + α1L) f (ut −1 / ht1−/12 ) + β1 In ht −1
(2.14)
yang terlihat serupa dengan model GARCH (1,1). Bagaimanapun, dengan menggunakan logaritma natural dari ragam bersyarat sebagai variabel dependen, dalam model EGARCH ragam bersyarat akan selalu positif bahkan jika nilai parameternya negatif, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk merestriksi parameter untuk menjamin ke non-negatifan (Harris dan Sollis, 2003).
2.2.5. Moving Average (MA) Misalkan Y dimodelkan sebagai berikut:
Yt = μ + β 0 μt + β1 μt −1
(2.15)
dimana μ adalah konstan dan μt merupakan error stokastik yang mengikuti proses white-noise. Disini, Y pada waktu t adalah sama dengan konstan ditambah
28
rata-rata bergerak (moving average) error saat ini dan masa lalu. Jadi, dalam kasus ini, kita katakan bahwa Y mengikuti moving average ordo satu atau proses MA(1). Tetapi jika Y dimodelkan sebagai berikut:
Yt = μ + β 0 μt + β1 μt −1 + β 2 μt − 2
(2.16)
maka Y dikatakan mengikuti proses moving average ordo dua atau MA(2). Oleh karena itu, secara umum proses moving average mengikuti persamaan berikut:
Yt = μ + β 0 μt + β1 μt −1 + β 2 μt − 2 + ........ + β q μt − q
(2.17)
dimana ordo moving average adalah sebanyak q . Proses moving average secara sederhana merupakan kombinasi linear dari bentuk error yang white-noise. Masalah
serial
korelasi
(autokorelasi)
dapat
diselesaikan
secara
memuaskan jika diasumsikan error mengikuti skema autoregresif derajat pertama, yaitu:
μt = ρμt −1 + ε t
(2.18)
dimana ρ <1dan ε t mengikuti asumsi OLS dengan nilai yang diharapkan sama dengan nol, ragam konstan dan tidak ada autokorelasi. Untuk melihat hal ini, perhatikan model dua-variabel berikut:
Yt = β0 + β1 X t + μt
(2.19)
jika (2.19) berlaku pada saat t , juga akan berlaku pada saat t − 1 . Jadi,
Yt −1 = β0 + β1 X t −1 + μt −1
(2.20)
dengan mengalikan (2.20) dengan ρ pada kedua sisinya, maka diperoleh
ρYt −1 = ρβ0 + ρβ1 X t −1 + ρμt −1 dengan mengurangkan (2.21) dari (2.19) memberikan
(2.21)
29
(Yt − ρYt −1 ) = β0 (1 − ρ ) + β1 X t − ρβ1 X t −1 + (μt − ρμt −1 ) = β0 (1 − ρ ) + β1 ( X t − ρX t −1 ) + ε t
(2.22)
dimana ε t diperoleh dari (2.18). Karena ε t memenuhi semua asumsi OLS, maka (2.22) dapat diduga dengan OLS dan memperoleh dugaan yang memiliki sifat optimum.
Regresi
(2.22)
dikenal
sebagai
persamaan
perbedaan
yang
digeneralisasikan. Persamaan tadi menyangkut peregresian Y atas X , tidak dalam bentuk asli tetapi dalam bentuk perbedaan, yang diperoleh dengan menggunakan suatu proporsi ( = ρ ) dari nilai suatu variabel dalam periode waktu sebelumnya dari nilainya dalam periode saat ini (Gujarati, 2003).
2.2.6. Maximum Likelihood
Suatu metode yang bersifat umum dari penaksiran titik (point estimate) dengan beberapa sifat teoritis yang lebih kuat dibandingkan dengan metode OLS adalah maximum likelihood (ML). Ide umum yang melatarbelakangi ML adalah sebagai berikut. Misalkan f ( x,θ ) merupakan fungsi kepadatan dari variabel random X , dan misalkan θ merupakan parameter fungsi kepadatan. Kalau kita mengamati suatu sampel random X 1 , X 2 ,....., X N , maka
penaksir ML dari θ
adalah nilai θ yang mempunyai probabilitas terbesar untuk menghasilkan sampel yang diamati. Dengan pendekatan lain, taksiran ML dari θ adalah nilai yang memaksimumkan fungsi kepadatan f ( x,θ ) . Metode maximum likelihood sangat jarang digunakan karena alasan-alasan berikut: pertama, metode ini agak rumit. Kedua, dengan mengasumsikan
30
kenormalan ui , penaksir ML dan OLS dari koefisien regresi β adalah identik dan ini berlaku baik untuk regresi sederhana maupun berganda. Dalam sampel kecil, penaksir ML dari σ 2 adalah bias sedangkan penaksir OLS dari σ 2 adalah tak bias. Tetapi dengan meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas, penaksir ML dan OLS dari σ 2 cenderung untuk sama. Akhirnya, metode OLS dengan asumsi tambahan kenormalan ui memberikan kepada kita semua alat yang diperlukan untuk penaksiran maupun pengujian hipotesis dari model regresi linier (Gujarati, 2003).
2.2.7. Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit
Bank untuk memaksimumkan keuntungan, pada masing-masing periode mengalokasikan sebesar x persen dari total aset untuk kredit dan (100 − x) persen untuk surat-surat berharga. Surat berharga memberikan tingkat pengembalian yang bebas risiko (r f ,t ) dan kredit yang memiliki risiko, memberikan tingkat imbal hasil yang didasarkan kepada risk premium yang dapat dituliskan dalam ∧
bentuk
r i ,t = r f ,t + premiumi ,t .
Expected
risk
premium
diasumsikan
E ( premiumi ,t ) = ρ dan ragamnya adalah Var ( premiumi ,t ) = σ ε2,t Jadi, tingkat ∧
pengembalian (rate of return) untuk kredit adalah r i ,t =r f ,t + ρ + ε i ,t dimana
ε i,t didistribusikan secara normal dengan ε i ,t ≈ N (0, σ ε2,t ) . variasi dalam σ ε2,t sesungguhnya dapat diamati sehingga risiko yang dihadapi oleh bank mungkin dapat diukur, namun bank tidak mengetahui apakah alokasinya sudah tepat atau
31
tidak pada titik tersebut. Dalam pasar keuangan yang friksi dan mengandung ketidakpastian, bank memutuskan untuk mengalokasikan asetnya dalam bentuk kredit atau surat berharga secara apriori karena tidak dapat mengamati risk premium ε i,t secara langsung, namun bank dapat mengamati informasi yang diberikan ε i,t dalam bentuk Si ,t = ε i ,t + vt dimana vt diasumsikan terdistribusi normal dan independen terhadap ε i,t . Bagaimanapun, bank akan mempertimbangkan seluruh informasi yang tersedia sebelum membuat keputusan mengenai alokasi asetnya. Dengan informasi yang diberikan oleh Si ,t , bank dapat membuat suatu perkiraan yang optimal
mengenai
tingkat
pengembalian
dari
kredit
sebagai
σ ε2,t . Diasumsikan bahwa bank tidak dapat Et (ε i ,t S i ,t ) = λt S i ,t dimana λt = 2 σ ε ,t + σ v2,t mengamati σ v2,t , tetapi bank dapat membentuk suatu ramalan yang optimal menyangkut kuantitasnya. Oleh karena itu, pada masing-masing titik waktu, expected return total yang conditional terhadap informasi Si ,t diberikan dalam bentuk: ∧
E (Y i ,t S i ,t ) = xi ,t (r f ,t + ρ + λt S i ,t ) + (1 − xi ,t )r f ,t
(2.23)
∧
dimana Y i ,t menunjukan total return, dan ragam bersyarat (conditional variance) return akan menjadi: ∧
Var (Y i ,t S i ,t ) = λt σ v2,t xi2,t
(2.24)
32
Seperti telah dicatat diawal bahwa karena pasar keuangan adalah friksi, maka fungsi tujuan bank menggunakan suatu kerangka expected utility sederhana, ∧
E (U i ,t S i ,t ) , sehingga peningkatan dalam expected return dan penurunan dalam ragam return bersyarat terhadap informasi Si ,t diberikan dalam bentuk: ∧
∧
E (U i ,t S i ,t ) = E (Y i ,t S i ,t ) −
α 2
∧
Var (Y i ,t S i ,t )
(2.25)
dimana α adalah koefisien risk averse. Dari persamaan (2.23) dan (2.24) LTA ratio bank yang optimal adalah x i ,t =
ρ + λ t S i ,t αλt σ v2,t
(2.26)
persamaan (2.26) mengindikasikan bahwa LTA ratio yang optimal untuk masingmasing bank bergantung pada informasi yang diamati oleh bank tersebut, dan juga oleh σ e2,t dan σ v2,t . Berarti, walaupun perubahan dalam ketidakpastian ekonomi (yang didekati oleh ragam σ v2 ) akan memiliki pengaruh terhadap rasio tersebut, bank tidak dapat mengetahui pengaruh secara keseluruhan jika informasi Si ,t tidak diketahui. Meskipun demikian, dengan menggunakan persamaan (2.26) bank dapat menghitung ragam cross section LTA ratio:
σ ε2,t Var ( xi ,t ) = 2 4 α σ v ,t
(2.27)
Persamaan (2.27) memberikan hubungan yang jelas antara ketidakpastian ekonomi σ v2 dengan variasi cross-section LTA ratio bank. Kenaikan dalam
33
ketidakpastian ekonomi, didekati oleh kenaikan σ v2,t akan membawa penurunan dalam variasi cross-section LTA ratio bank:
∂Var ( x i ,t ) ∂σ v2,t
2.3.
=−
2σ ε2,t
α 2σ v6,t
<0
(2.28)
Studi Empiris
Baum, et al. (2002) melakukan penyelidikan untuk mengkaji secara empiris hubungan antara ketidakpastian makroekonomi dengan perilaku kredit bank di Amerika Serikat dengan didasarkan kepada hipotesis bahwa reaksi bank dalam menghadapi ketidakpastian adalah sangat beragam, dimana beberapa bank bereaksi lebih kuat dibandingkan yang lainnya. Dengan melakukan estimasi menggunakan persamaan reduce form dan menggunakan data tahunan serta data kuartalan yang menggambarkan perilaku bank secara individu, Baum, et al. (2002) menyimpulkan bahwa bank yang lebih besar, lebih profitable, serta lebih tinggi peringkatnya, membuat penyesuaian yang lebih kecil dalam loans to asset (LTA) ratio dibandingkan dengan bank yang lebih kecil, kurang profitable, dan memiliki peringkat yang rendah. Dalam kondisi adanya ketidakpastian makroekonomi yang besar, bank secara kolektif menjadi lebih konservatif, hal ini diwujudkan dengan melakukan kebijakan untuk mempersempit distribusi crosssection dalam LTA ratio bank. Sebaliknya, ketika lingkungan makroekonomi lebih tenang, bank akan lebih bebas untuk melakukan ekspansi, yang diwujudkan dengan tingkat penyebaran yang lebih luas dalam LTA ratio.
34
Penelitian mengenai dampak ketidakpastian nilai tukar terhadap tingkat investasi pernah dilakukan oleh Darby, et al (1999). Dengan mengadopsi model Dixit-Pyndick dan menggunakan teknik estimasi OLS, Hasil temuannya menyimpulkan, sangat tidak mungkin, dari teori, untuk mengatakan bahwa menekan volatilitas nilai tukar akan secara otomatis meningkatkan investasi. Situasi tersebut akan terjadi dan situasi tersebut juga bisa tidak terjadi. Hasil temuan empiris lainnya juga menyatakan bahwa volatilitas nilai tukar dapat memberikan dampak negatif terhadap investasi tetapi hasil estimasi ini lebih kecil dibandingkan pengaruh pendapatan yang diharapkan (expected earnings effect). Sementara itu, Nilsen (2002) menganalisis perdagangan kredit dan jalur kredit bank dan menunjukan bahwa faktanya, selama periode kebijakan kontraksi moneter terjadi pengurangan dalam kredit bank dan perusahaan memotong pengeluarannya secara independen terhadap perubahan dalam biaya modal. Nilsen (2002) juga menegaskan bahwa kebijakan kontaksi moneter menyebabkan perusahaan kecil tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh sumber pembiayaan alternatif dan berusaha untuk meningkatkan penggunaan kredit bank. Studi mengenai kredit bank, guncangan kredit, dan mekanisme transmisi kebijakan moneter di Kanada dilakukan oleh Mensah, et al (2003). Dengan menggunakan
model
dinamis
keseimbangan
umum,
hasil
penelitiannya
menemukan bahwa respon untuk guncangan kebijakan moneter sedikit lebih besar ketika model menyertakan friksi kredit. Guncangan kredit juga diamati memiliki pengaruh yang signifikan terhadap output, inflasi dan suku bunga jangka pendek. Mensah, et al (2003) menegaskan bahwa jalur kredit merupakan sisi yang penting
35
dari dinamika ekonomi. Ketidaksempurnaan di pasar kredit adalah sebagian bertanggung jawab untuk mentransmisikan shock kebijakan moneter.
2.4.
Kerangka Pemikiran Operasional
Beralihnya sistem nilai tukar rupiah dari sistem mengambang terkendali (managed floating exchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sejak 14 Agustus 1997, memberikan dampak terhadap pergerakan nilai tukar. Perkembangan nilai tukar sekarang lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar. Dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia, nilai tukar rupiah menjadi sangat rentan terhadap arus lalu lintas modal internasional yang bergerak sedemikian dinamis. Akibatnya, rupiah sering memperlihatkan pergerakan yang fluktuatif karena otoritas moneter dalam sistem nilai tukar mengambang bebas tidak memiliki kewajiban untuk stabilisasi nilai tukar. Melemahnya rupiah terhadap mata uang asing telah menyebabkan dua persoalan
besar
bagi
bank.
Pertama,
melemahnya
nilai
tukar
rupiah
mengakibatkan banyak perusahaan skala besar yang menjadi debitur bank mengalami kebangkrutan dan tidak dapat lagi mengembalikan kredit yang mereka terima (peningkatan Non Performing Loans/kredit macet). Tingginya kredit macet yang berarti memburuknya Kualitas Aktiva Produktif (KAP) perbankan selanjutnya
menyebabkan
menurunnya
kemampuan
perbankan
untuk
menghasilkan laba atau dengan kata lain terjadi permasalahan rentabilitas. Kedua, permasalahan yang timbul dari merosotnya nilai tukar rupiah terkait dengan kewajiban bank. Banyak bank di Indonesia yang memanfaatkan dana luar negeri
36
(offshore) yang dianggap lebih murah dibandingkan sumber dana dalam negeri (onshore). Besarnya pinjaman luar negeri dalam bentuk valuta asing ini menjadi tidak tertanggungkan oleh perbankan pada saat nilai tukar rupiah merosot tajam. Akibatnya, perbankan mengalami permasalahan permodalan yang serius (Bank Indonesia, 2004). Seiring dengan pergerakan rupiah yang cenderung volatile, produksi sektor industri (industrial production) yang sangat bergantung kepada bahan baku impor secara otomatis menjadi terpengaruh. Tekanan depresiasi nilai tukar rupiah seringkali menjadi penyebab ketidakstabilan industrial production. Selain tingginya tingkat inflasi, fluktuasi nilai tukar dan ketidakstabilan industrial production disinyalir menjadi sumber-sumber ketidakpastian ekonomi. Kerangka Pemikiran Operasional yang menggambarkan hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan perilaku kredit bank di Indonesia disajikan dalam Gambar 2.6. Sebagai proxy untuk mengukur ketidakpastian ekonomi, penelitian ini menggunakan ragam bersyarat industrial production atau ragam bersyarat nilai tukar dimana pada masing-masing kasus dikerjakan dengan menggunakan model Generilized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Setelah ragam bersyarat yang diturunkan dari model GARCH untuk masing-masing proxy tersebut diperoleh, dengan menggunakan teknik regresi yang diestimasi dengan maximum likelihood kemudian dianalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit bank yang dicerminkan dengan penyebaran LTA ratio bank. Penelitian ini juga memasukan lag ketidakpastian ekonomi dalam model penelitian karena diduga ketidakpastian ekonomi direspon oleh bank dengan
37
terlambat. Disamping itu, sebagai kontrol untuk perubahan kebijakan moneter penelitian ini memasukan variabel tingkat inflasi dalam model penelitian.
Ketidakpastian Ekonomi
Ragam Bersyarat Industrial Production
Ragam Bersyarat Nilai Tukar
Keterangan: : Variabel Eksogen : Variabel Endogen
Penyebaran LTA Ratio Bank
Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Operasional
2.5.
Definisi Variabel
Berikut adalah definisi dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian: 1. Nilai Tukar Nilai tukar merupakan harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar (Rp/$).
38
2. Industrial Production Total produksi yang dihasilkan oleh industri pengolahan besar dan sedang. Industrial production diukur dalam sebuah indeks tunggal. Indeks industrial production merupakan hasil pengolahan dari Survei Industri Besar dan Sedang Bulanan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. 3. Total Aset Susunan semua aktiva yang ada dalam neraca bank. Penelitian ini menggunakan total aset dari dua belas bank komersial yaitu Bank Permata, Bank Buana, Bank Danamon, Bank NISP, Bank Lippo, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Niaga, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Ekspor Indonesia (BEI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Tabungan Negara (BTN). 4. Total Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo. Kredit yang digunakan dalam penelitian ini adalah kredit dari dua belas bank komersial yaitu Bank Permata, Bank Buana, Bank Danamon, Bank NISP, Bank Lippo, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Niaga, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Ekspor Indonesia (BEI), Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Tabungan Negara (BTN).
39
5. Inflasi Inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang secara umum. Inflasi dihitung berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1988/89 di 27 ibukota provinsi dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok barang dan jasa. Mulai bulan April 1998, inflasi dihitung berdasarkan SBH tahun 1996 di 44 kota dan dikelompokkan menjadi 7 kelompok barang dan jasa. Mulai bulan Oktober 1999, IHK gabungan dihitung di 43 kota (dikurangi kota Dili). Mulai bulan Januari 2004, inflasi dihitung berdasarkan SBH tahun 2002 di 45 kota dan dikelompokkan menjadi 7 kelompok barang dan jasa. Inflasi tahunan (y-o-y) dihitung secara point-to-point yakni dengan membandingkan indeks bulan yang bersangkutan dengan indeks bulan yang sama tahun sebelumnya.
2.6.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori yang mendasari penelitian serta dari hasil penelitian sebelumnya, maka penulis memiliki hipotesis sebagai berikut: 1. Perubahan dalam LTA ratio pada bank-bank beraset kecil lebih besar dibandingkan perubahan dalam LTA ratio pada bank-bank beraset besar. 2. Ketidakpastian ekonomi berhubungan negatif dengan penyebaran LTA ratio bank.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
berbentuk time series. Data yang digunakan antara lain data total kredit, total aset, indeks industrial production, nilai tukar (RP/$) serta tingkat inflasi tahunan (y-oy). Semua data yang digunakan diperoleh dari CEIC Asia Database kecuali data tingkat inflasi yang diperoleh dari Bank Indonesia. Data indeks industrial production dan nilai tukar yang digunakan sebagai proxy untuk menangkap ketidakpastian ekonomi menggunakan data bulanan dari periode Januari 1996 sampai dengan November 2005 dalam bentuk logaritma natural sedangkan data total kredit dan total aset menggunakan data bulanan periode bulan Januari tahun 2002 sampai dengan bulan November tahun 2005. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Econometric Views (E.Views) 4.1 dan Microfit 4.0. Tabel 3.1. Data, Simbol dan Sumber Data.
Nama Variabel
Satuan
Simbol
Sumber
Indeks industrial production
-
IP
CEIC
Rp/$
XRATE
CEIC
-
LTA
CEIC
Total aset
Rp. Miliar
TA
CEIC
Total kredit
Rp. Miliar
L
CEIC
%
INFL
BI
Nilai tukar Loans to asset
Inflasi
Keterangan:. Data indeks industrial production dan data nilai tukar merupakan data bulanan mencakup periode 1996:01 sampai 2005:11 sedangkan data kredit dan total aset mencakup periode 2002:01 s/d 2005:11
41
3.2.
Metode Analisis Ada dua metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini, metode
analisis yang pertama adalah model Generilizied Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) yang digunakan untuk mengestimasi besaran ketidakpastian ekonomi yang dalam penelitian ini didekati oleh ragam bersyarat (conditional variance) industrial production serta ragam bersyarat nilai tukar. Metode estimasi kedua adalah teknik regresi yang diestimasi dengan maximum likelihood yang digunakan untuk menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap penyebaran LTA ratio bank. Metode estimasi maximum likelihood digunakan untuk alasan konsistensi karena model GARCH juga diestimasi dengan maximum likelihood. Selain itu, dalam jumlah sampel yang besar penaksir maximum likelihood maupun kuadrat terkecil biasa (OLS) memberikan hasil yang identik.
3.2.1. Mengestimasi Besaran Ketidakpastian Ekonomi Pendekatan ini akan sangat bergantung pada identifikasi mengenai proxy yang
tepat
untuk
mengukur
ketidakpastian
ekonomi.
Penelitian
ini
mengasumsikan bahwa ketidakpastian ekonomi didekati oleh ragam bersyarat industrial production (CV_IP) serta ragam bersyarat nilai tukar (CV_XRATE) dimana
pada
masing-masing
kasus
menggunakan
model
Generilizied
Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) yang merupakan perluasan dari model stastistik Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH). Model ARCH-GARCH sangat baik untuk memodelkan volatilitas
42
residual yang sering terjadi pada data-data keuangan. Dengan menggunakan metode ini, kasus heteroskedastisitas dan korelasi serial dapat ditreatment sekaligus. Selain model GARCH, model lain yang merupakan perluasan dari model statistik ARCH diantaranya adalah Treshold ARCH (TARCH), Exponential GARCH (EGARCH), Integrated GARCH (IGARCH), serta Absolute GARCH (AGARCH). Penggunaan industrial production dibandingkan Gross Domestic Product (GDP) yang mencerminkan tingkat kesejahteraan ekonomi didasarkan pada pertimbangan bahwa industrial production memiliki jumlah sampel yang lebih besar (bulanan) dibandingkan GDP (triwulanan) sehingga penggunaan model GARCH untuk GDP akan memberikan hasil yang kurang begitu baik. Penggunaan variabel industrial production dan nilai tukar untuk mengukur ketidakpastian ekonomi didasarkan pada pertimbangan bahwa kedua variabel tersebut mewakili dua sektor dalam perekonomian yaitu sektor riil yang diwakili oleh industrial production serta sektor moneter yang diwakili oleh nilai tukar. Langkah-langkah
yang
dilakukan
untuk
mengestimasi
besaran
ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production serta ragam bersyarat nilai tukar dengan menggunakan model GARCH adalah sebagai berikut : Spesifikasi Model GARCH Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi ada tidaknya heteroskedastisitas pada data industrial production dan nilai tukar. Langkah ini dilakukan dengan mengamati nilai koefisien keruncingan data (kurtosis). Jika data
43
memiliki nilai kurtosis yang lebih besar dari 3, maka data tersebut memiliki sifat heteroskedastisitas. Selain itu, heteroskedastisitas dapat juga diketahui dengan menggunakan uji non-autokorelasi melalui tahapan sebagai berikut : 1. Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil untuk menduga model ARMA (p,q) dari data industrial production dan nilai tukar sehingga diperoleh ^
kuadrat residual ( ε t2 ) : IPt = α 0 + α1IPt −1 + ....... + α n IPt − n + ε t XRATE
t
= β 0 + β 1 XRATE
t −1
+ ....... + β n XRATE
(3.1) t−n
+εt
(3.2)
2. Menghitung nilai autokorelasi dari kuadrat residual sebagai berikut: T
ρi =
^
^
T
^ 2 t
^
∑ (ε t2 − σ 2 )(ε t2−i − σ 2 )
t = i +1
∑ (ε t =1
(3.3)
^
− σ 2 )2
3. Dalam sebuah sampel besar, standar deviasi ρ i dapat didekati dengan T −0.5 . Nilai ρ i secara signifikan berbeda dari nol menunjukan GARCH error. Nilai Q-statistik Ljung-Box dapat digunakan untuk menguji
signifikansi koefisien. Pendugaan Parameter Model GARCH
Pendugaan parameter dimaksudkan untuk mencari koefisien model yang paling sesuai dengan data. Penentuan dugaan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood) secara iteratif dengan algoritma marquardt. Jika residual baku model
menyebar normal maka penduganya adalah penduga kemungkinan maksimum
44
yang efisien. Namum jika residual baku model tidak menyebar normal maka untuk mendapat penduganya digunakan metode Quasi-maximum likelihood. Pemilihan Model GARCH Terbaik
Kriteria model yang terbaik adalah memiliki ukuran kebaikan model yang besar dan koefisien yang nyata. Berikut terdapat dua bentuk pendekatan yang dapat digunakan sebagai ukuran kebaikan model, yaitu : 1. Akaike Info Criterion (AIC) AIC = −2ℓ/n + 2k/n
(3.4)
2. Schwarz Criterion (SC) SC = −2ℓ/n + [k log (n)]/ n dimana ℓ= −
(3.5)
R [1 + log(2π ) + log(ε 'ε / R)] dengan : 2
k
: Banyaknya penduga parameter.
n
: Banyaknya observasi.
ℓ
: Nilai fungsi log likelihood.
ε 'ε
: Jumlah kuadrat residual.
R
: Banyaknya residual.
Model yang terbaik adalah jika nilai AIC dan SC minimum dan koefisien model signifikan. Pemeriksaan Model GARCH
Pemeriksaan kecukupan model dilakukan untuk menguji asumsi, sehingga model yang diperoleh cukup memadai. Jika model tidak memadai, maka kembali ke tahap spesifikasi untuk mendapatkan model yang lebih baik. Langkah awal yang dilakukan adalah memeriksa kenormalan residual baku model dengan uji
45
Jarque Bera (JB). Uji ini berfungsi untuk menguji kenormalan sebaran data. Uji Jarque Bera mengukur perbedaan antara Skewness (kemenjuluran) dan Kurtosis
(keruncingan) data dari sebaran normal, serta memasukan ukuran keragaman. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : H0 : Sisaan baku menyebar normal. H1 : Sisaan baku tidak menyebar normal. Statistik uji Jarque Bera dihitung dengan persamaan berikut: JB =
N−K 2 1 (k − 3) 2 ) (S + 4 6
(3.6)
dengan : S
: Kemenjuluran.
K
: Keruncingan.
k
: Banyaknya koefisien Penduga.
N
: Banyaknya observasi.
dibawah kondisi hipotesis nol, JB memiliki derajat bebas 2. Tolak H0 jika JB >
χ 22 (α ) atau jika P( χ 22 > JB ) kurang dari 0.05 yang berarti bahwa data residual tidak menyebar normal. Model GARCH menunjukan kinerja yang baik jika dapat menghilangkan autokorelasi dari data. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien Autocorrelation Function (ACF) residual baku, U i2 / σ i2 , dengan uji statistik Ljung-
Box. Uji Ljung-Box pada dasarnya adalah pengujian kebebasan U i2 / σ i2 . Untuk
data time series dengan n pengamatan, statistik uji Ljung-Box diformulasikan sebagai :
46
^
k
Q*= n ( n + 2 ) ∑
i =1
r1 2 ( ε t ) n − k
(3.7)
^
dimana η (ε t ) adalah autokorelasi contoh pada lag 1 dan k adalah maksimum lag yang diinginkan. Jika nilai Q* lebih besar dari nilai χ (2α ) dengan derajat bebas k-pq atau nilai P( χ (2k − p − q ) > Q*) lebih kecil dari taraf nyata 0.05, maka model tidak memadai. Untuk memeriksa apakah dalam model GARCH masih terdapat efek ARCH atau tidak, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji ARCH LM. Jika model tidak memperlihatkan adanya efek ARCH (heteroscedasticity), maka persamaan ragam bersyarat model GARCH telah dispesifikasikan dengan benar. Uji ARCH LM didasarkan pada hipotesis berikut: H0 : Tidak terdapat efek ARCH. H1 : Terdapat efek ARCH. Tolak H0 jika nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5 persen.
3.2.2. Analisis Perubahan Loans to Asset Ratio
Pada bagian ini, akan disajikan analisis untuk perubahan loans to asset (LTA) ratio tanpa merujuk kepada ketidakpastian ekonomi. Analisis dikerjakan dengan menggunakan data bulanan yang dimulai pada 2002:01 s/d 2005:11 dengan mengambil sampel dari dua belas bank komersial. Seperti yang telah dikemukakan bahwa bank merespon ketidakpastian ekonomi dengan sangat beragam dimana beberapa bank bereaksi lebih kuat dibanding yang lainnya.
47
Analisis ini akan menjelaskan respon tersebut, dan menguji apakah mereka berbeda secara sistematis antar bank. Dalam analisis ini, kelompok sampel dibagi berdasarkan indikator “ukuran aset” yang mengukur apakah total aset bank pada waktu ke-t lebih besar dari tingkat rata-rata total aset pada periode tersebut. Jika total aset bank tertentu pada waktu ke-t lebih besar dari tingkat rata-rata total aset pada periode tersebut, maka bank yang dimaksud termasuk kategori bank dengan aset besar dan sebaliknya, jika total aset bank tertentu pada waktu ke-t lebih kecil dari tingkat rata-rata total aset pada periode tersebut, maka bank yang dimaksud termasuk kategori bank dengan aset kecil. Uji-t untuk kedua sampel kemudian digunakan untuk menilai perbedaan rata-rata sampel untuk tiga kategori: persentase perubahan positif (berarti, kenaikan dalam LTA ratio), persentase perubahan negatif (penurunan LTA ratio) serta persentase perubahan absolut.
3.2.3. Pengaruh Ketidakpastian Ekonomi Terhadap Perilaku Kredit Bank
Perilaku kredit (dalam penelitian ini dicerminkan dengan penyebaran LTA ratio bank), akan sangat bergantung kepada ekspektasi mengenai kondisi ekonomi dimasa yang akan datang. Mengevaluasi kemungkinan lingkungan ekonomi di masa depan menjadi sangat esensial. Jika secara keseluruhan kondisi ekonomi adalah sangat tidak pasti, bank mungkin akan kesulitan mengevaluasi proyekproyek yang menguntungkan maupun memperkirakan kemungkinan terjadinya pinjaman yang gagal bayar (default). Untuk menganalisis hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan perilaku kredit bank, penelitian menggunakan
48
data total kredit dari dua belas bank komersial. Model yang digunakan mengacu kepada model yang dikembangkan oleh Baum, et al. (2002). Untuk menguji hipotesis, penelitian ini menggunakan persamaan reduce form sebagai berikut: ∧
Disp ( L i t TAi t ) = β 0 + β 1 h t + ε t
(3.8)
dimana Disp( Li t TAi t ) menunjukan penyebaran LTA ratio bank pada waktu ke-t. ∧
ht merupakan ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production atau ragam bersyarat nilai tukar pada waktu ke-t.
Pada kenyataannya, ketika bank sudah berkomitmen untuk tidak menarik kembali pemberian kreditnya, perubahan LTA ratio pada data yang diamati hanya mungkin merefleksikan keinginan bank mengubah penawaran kreditnya dengan keterlambatan (lag). Oleh karena itu, persamaan dengan menggunakan lag ketidakpastian ekonomi juga akan digunakan. Penelitian ini juga memasukan variabel ekonomi lain sebagai kontrol untuk perubahan kebijakan moneter yaitu tingkat inflasi untuk melihat apakah ketidakpastian ekonomi pada periode sebelumnya masih berpengaruh signifikan terhadap perilaku kredit jika Bank Sentral mengubah kebijakan moneternya. Sehingga, persamaan (3.8) dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi persamaan berikut ini: ∧
Disp ( L i t TAi t ) = β 0 + β 1 h t −1 + ε t
(3.9)
∧
Disp ( L i t TAi t ) = β 0 + β 1 h t −1 + β 3 INFL t + ε t
(3.10)
∧
h t −1 merupakan lag ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production atau ragam bersyarat nilai tukar pada periode t-1.
49
∧
INFL merupakan tingkat inflasi (%) periode 2002:1 s/d 2005:11. Walaupun ht
adalah generated regressor, koefisien yang diestimasi untuk ketiga model persamaan diatas adalah konsisten (Pagan dalam Baum, et al., 2002). Keunggulan dari model persamaan (3.8), persamaan (3.9) dan persamaan (3.10) adalah dapat menghubungkan perilaku kredit bank secara langsung dengan masing-masing proxy yang mengukur ketidakpastian ekonomi. Jika model persamaan diatas
didukung dengan data yang valid, maka β 1 diharapkan akan bernilai negatif. Oleh karena itu, hipotesis untuk ketiga model persamaan diatas dapat disusun sebagai berikut: H0 : β1 = 0 H1 : β1 < 0 Tolak H0 jika nilai probabilitas dari koefisien yang diestimasi lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1.
Perkembangan Kredit Bank Umum Walaupun kondisi makroekonomi Indonesia masih belum stabil pasca
krisis 1997, penyaluran kredit perbankan selama tahun 2005 masih terlihat cukup tinggi meskipun pertumbuhannya terus memperlihatkan kecenderungan yang menurun (lihat gambar 4.1). Hingga akhir Desember 2005, total kredit perbankan tumbuh sebesar 24,34% (year on year) lebih rendah dari pertumbuhan pada akhir Desember tahun 2004 yang mencapai 27,01%. Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa merupakan kelompok bank yang paling besar menyalurkan kredit dengan memberikan kontribusi sebesar 40%, diikuti oleh Bank Persero yang kontribusinya mencapai 36,8% dari seluruh total kredit yang disalurkan oleh perbankan. Sama seperti beberapa tahun sebelumnya, Pertumbuhan kredit pada tahun 2005 didukung terutama oleh meningkatnya pertumbuhan kredit konsumtif yang
mencapai
36,81%
(y-o-y)
Sedangkan
kredit
modal
kerja
laju
pertumbuhannya mencapai 22,40% (y-o-y), sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2004. Namun, yang kurang menggembirakan adalah laju pertumbuhan kredit investasi yang pada tahun 2005 terus mengalami kemerosotan (hanya mencapai sekitar 13,20% (y-o-y). Lambatnya pertumbuhan kredit investasi ini disebabkan masih belum pulihnya iklim investasi di Indonesia serta masih sangat rentannya fundamental ekonomi terhadap shock yang sering muncul sehingga meningkatkan risiko pada penyaluran kredit investasi.
%
51
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi Total kredit
2001 2002 2003 2004
Okt05
Nov- Des05 05
Periode
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.1. Pertumbuhan Kredit Menurut Jenis (y-o-y, %).
4.2.
Perkembangan Aset Bank Umum Perkembangan aset Bank Umum selama periode 2001:Q1-2005:Q4 seperti
yang ditunjukan dalam gambar 4.2, memperlihatkan kenaikan yang perlahanlahan (gradual). Triwulan pertama tahun 2001 jumlah total aset yang dimiliki oleh Bank Umum adalah sebesar Rp. 1.085.158 miliar sedangkan pada triwulan keempat tahun 2005 total aset Bank Umum telah mencapai sebesar Rp. 1.469.827 miliar. Pertumbuhan aset terbesar terjadi pada triwulan keempat tahun 2001 yakni tumbuh sebesar 6,27% sementara pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2005 triwulan pertama yang hanya tumbuh sebesar 0,67%. Total aset bank umum mengalami pertumbuhan yang negatif pada triwulan ketiga tahun 2001 yakni sebesar -7,79%, pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 2002 yakni masing-masing sebesar -3,15% dan -1,59% serta pada triwulan pertama tahun 2003 dan tahun 2004 yakni -2,04% dan -5,24%. Selama periode 2001:Q12005:Q4 total aset bank umum rata-rata hanya tumbuh sebesar 1,68%.
52
1,600,000 1,400,000 Rp. Miliar
1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000
20 01 Q 1 20 01 Q 3 20 02 Q 1 20 02 Q 3 20 03 Q 1 20 03 Q 3 20 04 Q 1 20 04 Q 3 20 05 Q 1 20 05 Q 3
-
Triwulan
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.2. Perkembangan Aset Bank Umum 2001:Q1-2005:Q4 Per-Desember 2005, Bank Mandiri Tbk menjadi bank dengan peringkat aset tertinggi dengan nilai aset mencapai Rp. 255.315 miliar. Dengan jumlah aset tersebut, Bank Mandiri Tbk telah memberikan kontribusi sebesar 17,37% terhadap total aset bank umum menurun dibandingkan pangsanya pada tahun 2004 yang mencapai 18,98%. Peringkat kedua ditempati oleh Bank Central Asia (BCA) Tbk dengan total aset mencapai Rp. 150.741 miliar dan menguasai pangsa aset bank umum sebesar 10,26% menurun dibandingkan pangsanya tahun 2004 yang mencapai 11,78%. Selain Bank Mandiri, Bank milik pemerintah lain yang juga memiliki total aset yang cukup besar adalah Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Bank BNI memiliki total aset sebesar Rp. 150.600 miliar dengan pangsa terhadap total aset bank umum adalah 10.25% sedangkan Bank BRI memiliki total aset sebesar Rp. 123.056 dengan pangsa sebesar 8.37%. Tabel 4.1 berikut akan menyajikan peringkat Bank Umum berdasarkan aset perDesember 2005:
53
Tabel 4.1. Peringkat Bank Umum Berdasarkan Aset. Nama Bank
Total Aset
Pangsa terhadap Total
(Rp. Miliar)
Aset Bank Umum (%)
Bank Mandiri Tbk
255.315
17,37
Bank Central Asia Tbk
150.741
10,26
Bank Negara Indonesia Tbk
150.600
10,25
Bank Rakyat Indonesia
123.056
8,37
Bank Danamon Tbk
66.820
4,55
Bank Internasional Indonesia
47.311
3,22
Bank Niaga
41.363
2,81
Pan Indonesia Bank
35.917
2,44
Bank Permata Tbk
34.412
2,34
Citibank NA
33.008
2,25
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, BI.
4.3.
Perkembangan Loans To Asset Ratio Bank Umum Secara umum, loans to asset ratio Bank Umum selama periode 2001:Q1-
2005:Q4 memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Walaupun demikian, bukan berarti fungsi intermediasi perbankan sudah berjalan dengan baik karena pada kenyataannya sumbangan kredit terhadap total aset masih dibawah 50%. Loans to asset ratio terbesar terjadi pada triwulan ketiga tahun 2005 dimana kredit memberikan kontribusi sebesar hampir 48% terhadap total aset. Dilihat dari komposisinya, kredit modal kerja memberikan kontribusi terbesar dibanding kredit lainnya. loans to asset ratio untuk kredit modal kerja rata-rata mencapai 20,63%. Sementara itu, Loans to asset ratio untuk kredit konsumsi rata-rata
54
sebesar 9,87% sedangkan loans to asset ratio untuk kredit investasi sangat rendah hanya sebesar 8,45%. Masih rendahnya loans to asset ratio Bank Umum merupakan sinyal bahwa perbankan nasional lebih menyukai menyimpan dananya dalam bentuk surat berharga dibandingkan menyalurkan kredit ke sektor riil..
60 50
%
40 30 20 10
20 02 Q 20 1 02 Q 20 2 02 Q 20 3 02 Q 20 4 03 Q 20 1 03 Q 20 2 03 Q 20 3 03 Q 20 4 04 Q 20 1 04 Q 20 2 04 Q 20 3 04 Q 20 4 05 Q 20 1 05 Q 20 2 05 Q 20 3 05 Q 4
0
Triw ulan
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4.3. Perkembangan Loans to Asset Ratio Bank Umum 2001:Q1-2005:Q4
4.4.
Perkembangan Indeks Industrial Production Indeks industrial production memperlihatkan pergerakan yang fluktuatif
selama periode 1996:Q1-2005:Q4. selama periode krisis 1997-1999 indeks industrial production menunjukan penurunan yang cukup signifikan dan stagnan pada level yang rendah. indeks industrial production terendah terjadi pada bulan Januari 1999 dengan nilai indeks sebesar 61,47. Krisis memaksa banyak perusahaan untuk gulung tikar karena tidak mampu lagi membiayai operasi perusahaan akibatnya indeks industrial production selama periode tersebut menunjukan pertumbuhan yang negatif, melemahnya nilai tukar disinyalir
55
menjadi penyebab utama banyaknya perusahaan yang harus gulung tikar karena sebagian besar perusahaan-perusahaan di Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor. Melemahnya rupiah kembali terjadi pada September-November 2005 dimana pada waktu itu rupiah menembus level psikologis Rp. 10.000/$ akibatnya pertumbuhan indeks industrial production pada akhir tahun 2005 menjadi -12,6%.
140 120
Indeks
100 80 60 40 20
19 96 Q 19 1 96 Q 19 4 97 Q 19 3 98 Q 19 2 99 Q 19 1 99 Q 20 4 00 Q 20 3 01 Q 20 2 02 Q 20 1 02 Q 20 4 03 Q 20 3 04 Q 20 2 05 Q 20 1 05 Q 4
0
periode
Sumber: CEIC
Gambar 4.4. Perkembangan Indeks Industrial Production 1996:Q1-2005:Q4
4.5.
Perkembangan Nilai Tukar (Rp/$) Selama periode 1996-2006, rupiah masih mengalami tekanan depresiasi
disertai dengan volatilitas yang meningkat. Melemahnya nilai tukar (Rp/$) tertinggi terjadi pada bulan Juli 1998 yang mencapai Rp. 13.000/$. Beralihnya sistem nilai tukar rupiah dari sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating exchange rate) ke sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sejak 14 agustus 1997, sangat mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, Bank Sentral tidak memiliki
56
kewajiban untuk melakukan intervensi ke pasar akibatnya nilai tukar menjadi lebih fluktuatif karena nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar. Secara umum, Pelemahan rupiah diakibatkan adanya permasalahan makro-fundamental dan mikro-struktural di pasar valuta asing (valas). Meningkatnya permintaan valas guna membiayai impor dan pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo, mendorong terjadinya ketidakseimbangan supply dan demand valas yang pada akhirnya akan memberikan tekanan pada nilai tukar. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah juga diakibatkan penyelesaian masalah-masalah struktural seperti restrukturisasi, divestasi serta privatisasi yang belum jelas ditambah dengan kondisi sosial politik yang juga masih diwarnai dengan ketidakpastian.
16000 Nilai Tukar (Rp/$)
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 Jan-06
Jan-05
Jan-04
Jan-03
Jan-02
Jan-01
Jan-00
Jan-99
Jan-98
Jan-97
Jan-96
0
periode
Sumber: CEIC
Gambar 4.5. Perkembangan Nilai Tukar 1996:01-2006:01
4.6.
Ketidakpastian Ekonomi dan Perilaku Kredit Bank Gambar 4.6 memperlihatkan hubungan antara ketidakpastian ekonomi
yang ditangkap dengan ragam bersyarat nilai tukar dengan penyebaran LTA ratio
57
bank yang merefleksikan perilaku kredit. Gambar tersebut menunjukan bahwa ketidakpastian ekonomi memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku kredit bank. Sementara itu, gambar 4.7 memperlihatkan hubungan antara ketidakpastian ekonomi yang ditangkap dengan ragam bersyarat industrial production dengan penyebaran LTA ratio bank. Dari kedua gambar tersebut, kemudian akan diuji secara statistik pengaruh negatif ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit.
0.25
0.004 0.0035
0.2 0.003 0.15
0.0025 0.002
0.1
0.05
0.0015 0.001 0.0005 0
Ja n0 2 A pr -0 2 Ju l-0 2 O ct -0 2 Ja n0 3 A pr -0 3 Ju l-0 O 3 ct -0 3 Ja n0 4 A pr -0 4 Ju l-0 O 4 ct -0 4 Ja n0 5 A pr -0 5 Ju l-0 O 5 ct -0 5
0
= Ragam bersyarat nilai tukar = Penyebaran LTA ratio bank
Gambar 4.6. Ragam Bersyarat Nilai Tukar dan Penyebaran LTA Ratio 0.25
0.009 0.008
0.2
0.007 0.006
0.15 0.1
0.005 0.004 0.003
0.05
0.002 0.001 0
Ja n0 A 2 pr -0 2 Ju l-0 O 2 ct -0 2 Ja n0 A 3 pr -0 3 Ju l-0 O 3 ct -0 3 Ja n0 A 4 pr -0 4 Ju l-0 O 4 ct -0 4 Ja n0 A 5 pr -0 5 Ju l-0 O 5 ct -0 5
0
= Ragam bersyarat industrial production = Penyebaran LTA ratio bank
Gambar 4.7. Ragam Bersyarat Industrial Production dan Penyebaran LTA Ratio
V. PENGARUH KETIDAKPASTIAN EKONOMI TERHADAP PERILAKU KREDIT BANK
5.1.
Hasil Estimasi Besaran Ketidakpastian Ekonomi Pada bagian ini akan disajikan hasil estimasi untuk mengukur besaran
ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat (conditional variance) industrial production (CV_IP) serta ragam bersyarat nilai tukar (CV_XRATE) dimana pada masing-masing kasus dikerjakan dengan menggunakan model Generilized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) yang merupakan
family
dari
model
statistik
AutoRegressive
Conditional
Heteroscedasticity (ARCH). Identifikasi Model GARCH Data industrial production dan nilai tukar terdiri dari 119 pengamatan dengan beberapa ringkasan statistik ditunjukan pada tabel 5.1 dan 5.2 berikut ini: Tabel 5.1. Deskripsi Statistik Data Industrial Production. Penduga
Nilai
Rata-rata
4.621009
Nilai tengah
4.628887
Maksimum
4.909709
Minimum
4.118549
Kemenjuluran
-0.763158
Keruncingan
3.511754
59
Tabel 5.2. Deskripsi Statistik Data Nilai Tukar. Penduga
Nilai
Rata-rata
8.858702
Nilai tengah
9.074521
Maksimum
9.609116
Minimum
7.745436
Kemenjuluran
-1.374266
Keruncingan
3.289424
Dari tabel diatas, nilai koefisien keruncingan (kurtosis) untuk data industrial production dan nilai tukar adalah masing-masing sebesar 3.511754 dan 3.289424. Nilai koefisien keruncingan yang lebih besar dari 3 menunjukan gejala awal adanya heteroskedastisitas. Untuk memperkuat analisis, dilakukan uji formal untuk mengidentifikasi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan menggunakan uji non-autokorelasi. Langkah awal untuk menggunakan uji non-autokorelasi ini dilakukan identifikasi modal rataan (mean equation) terlebih dahulu. Pada langkah ini didapatkan model rataan yang tepat untuk industrial production yaitu model ARMA(1,1) dan untuk nilai tukar yaitu model AR(1). Model ARMA(1,1) dan AR(1) tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
IPt = λ 0 + λ 1 IPt −1 + ε t −1 + ε t
(5.1)
xratet = α 0 + α1 xrate t -1 + ε t
(5.2)
Dari model diatas residual terbakukan model diperiksa, hasilnya disajikan pada tabel 5.3 dan 5.4 berikut ini:
60
Tabel 5.3. Pengujian Autokorelasi Industrial Production. Lag
ACF
Q-Statistik
Nilai-P
3
-0.081
0.8408
0.359
6
-0.126
5.9269
0.205
9
-0.076
9.6564
0.209
12
0.612
67.979
0.000
15
-0.106
69.871
0.000
18
-0.115
75.075
0.000
21
-0.057
78.094
0.000
24
0.121
130.87
0.000
27
-0.073
132.22
0.000
30
-0.088
136.56
0.000
Tabel 5.4. Pengujian Autokorelasi Nilai Tukar. Lag
ACF
Q-Statistik
Nilai-P
3
-0.006
1.2837
0.526
6
0.005
8.5490
0.128
9
0.153
11.593
0.170
12
0.009
11.650
0.390
15
-0.025
11.898
0.614
18
-0.028
12.174
0.790
21
0.032
12.422
0.901
24
-0.016
12.622
0.960
27
-0.017
12.761
0.986
30
-0.012
12.836
0.996
61
Pada tabel 5.3 dan 5.4 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat autokorelasi pada residual persamaan rataan dimana nilai-P menunjukan nilai yang lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, hal ini mengindikasikan bahwa data industrial production dan nilai tukar mengandung heteroskedastisitas. Pendugaan Parameter dan Pemilihan Model GARCH Terbaik Proses pendugaan parameter dilakukan dengan memperkecil atau menambah ordo ARCH dan ordo GARCH secara iteratif dengan Algoritma Marquardt sedangkan pemilihan model GARCH terbaik dilakukan dengan memilih model GARCH yang memiliki parameter yang signifikan dan memiliki nilai AIC terkecil. Berdasarkan kriteria tersebut, model GARCH yang terpilih untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production adalah model GARCH(1,1) yang dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
ht2 = α 0 + α1 ε t2-1 + α 2 ht2−1 + ut
(5.3)
dimana ut adalah proses white noise dengan E (ut ) = 0 dan var (ut ) = σ u2 . Ragam bersyarat (5.3) digambarkan sebagai fungsi dari ketiga bentuk: konstan
α 0 ; ε t2−1 yang menunjukan informasi mengenai volatilitas periode sebelumnya yang diukur dengan lag kuadrat residual dari persamaan rataan (bentuk ARCH) dan ht2−1 ramalan ragam error periode terakhir (bentuk GARCH). Hasil pendugaan parameter untuk ragam bersyarat industrial production diberikan pada tabel 5.5 berikut ini:
62
Tabel 5.5. Model GARCH(1,1) untuk Ragam Bersyarat Industrial Production.
α0 0.000390 (2.590586)***
α1 -0.078365 (-3.965092)***
α2 1.028228 (135.4389)***
*** Signifikan pada taraf nyata 1% (..) menunjukan z-Statistic.
Semua parameter yang diestimasi menunjukan hasil yang signifikan pada taraf nyata konvensional 5 persen. Selain melakukan estimasi dengan menggunakan model GARCH, untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production juga dilakukan estimasi dengan menggunakan tipe model ARCH lainnya seperti ARCH, TARCH dan EGARCH. Hasil terbaik ditemukan pada model GARCH(1,1). Model GARCH yang terpilih untuk mengestimasi ragam bersyarat nilai tukar adalah model GARCH (2,2) yang dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: ht2 = β 0 + β1 ε t2−1 + β 2ε t2− 2 + β 3ht2−1 + β 4 ht2− 2 + ut
(5.4)
dimana ut adalah proses white noise dengan E (ut ) = 0 dan var (ut ) = σ u2 .
Persamaan ragam bersyarat (5.4) digambarkan sebagai fungsi dari ketiga bentuk: a) konstan β 0 , b) informasi mengenai volatilitas periode t-i yang diukur dengan lag kuadrat residual dari persamaan rataan: ε t2− i (bentuk ARCH). c) ramalan ragam error, σ t2− i (bentuk GARCH). Hasil pendugaan parameter untuk model GARCH(2,2) disajikan pada tabel 5.6 berikut ini:
63
Tabel 5.6. Model GARCH(2,2) untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar.
β0
β1
β2
β3
β4
0.000529 (3.47761)***
0.725427 (11.0786)***
0.642156 (11.7288)***
-0.48032 (-20.348)***
0.171515 (6.25923)***
*** Signifikan pada taraf nyata 1% (..) menunjukan z-Statistic.
Tabel 5.6 diatas memperlihatkan bahwa semua parameter yang diestimasi baik bentuk ARCH ( β1 dan β 2 ) maupun bentuk GARCH ( β 3 dan β 4 ) signifikan pada taraf nyata 5 persen. Pemeriksaan Model GARCH
Model sementara yang terpilih untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production adalah model GARCH(1,1) sedangkan model sementara untuk mengestimasi ragam bersyarat nilai tukar adalah model GARCH(2,2). Selanjutnya, akan dilakukan pemeriksaan untuk kedua model GARCH tersebut untuk mengetahui kecukupan model. Analisis dilakukan dengan memeriksa residual terbakukan model GARCH(1,1) dan model GARCH(2,2) dengan memperhatikan nilai statistik Ljung-Box dan nilai ACF, diharapkan bahwa residual terbakukan tersebut saling bebas dan sudah tidak terdapat lagi heteroskedastisitas. Jika model sudah tidak mengandung heteroskedastisitas, maka dapat dikatakan bahwa persamaan ragam untuk kedua model GARCH tersebut sudah dispesifikasikan dengan benar. Hasil uji statistik Ljung-Box yang digunakan ditunjukan pada tabel 5.7 dan tabel 5.8 berikut ini:
64
Tabel 5.7. Hasil Uji Ljung-Box untuk Model GARCH(1,1). Lag
ACF
Q-Statistik
Nilai-P
2
0.002
0.1107
3
-0.006
0.1144
0.735
4
-0.079
0.8820
0.643
5
-0.125
2.8276
0.419
6
-0.146
5.5296
0.237
7
-0.104
6.9040
0.228
8
-0.053
7.2706
0.297
9
-0.088
8.2851
0.308
10
-0.004
8.2871
0.406
Tabel 5.8. Hasil Uji Ljung-Box untuk Model GARCH(2,2). Lag
ACF
Q-Statistik
Nilai-P
2
-0.083
1.3979
0.237
3
-0.024
1.4715
0.479
4
0.058
1.8829
0.597
5
0.186
6.2260
0.183
6
-0.022
6.2879
0.279
7
-0.102
7.6023
0.269
8
0.085
8.5406
0.287
9
0.134
10.859
0.210
10
0.099
12.140
0.206
Berdasarkan nilai statistik Ljung-Box dan nilai ACF diketahui bahwa residual terbakukan untuk kedua model GARCH diatas sudah tidak terdapat
65
autokorelasi dan juga residual tersebut sudah bersifat acak (random). Dengan demikian, model GARCH(1,1) dan model GARCH(2,2) yang digunakan untuk mengestimasi ragam bersyarat industrial production dan ragam bersyarat nilai tukar dapat dikatakan baik. Untuk memeriksa apakah dalam model masih terdapat efek ARCH atau tidak, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji ARCH. Jika model masih memperlihatkan adanya efek ARCH maka spesifikasi untuk persamaan ragam bersyarat masih belum tepat sehingga diperlukan treatment lebih lanjut. Hasil Pengujian ARCH LM untuk kedua model GARCH disajikan pada tabel 5.9 dan 5.10 berikut ini: Tabel 5.9. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Industrial Production. ARCH Test: F-statistic
0.105377
Probability
0.746059
Obs*R-squared
0.107112
Probability
0.743457
Tabel 5.10. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar. ARCH Test: F-statistic
0.527747
Probability
0.469032
Obs*R-squared
0.534472
Probability
0.464733
Hasil pengujian ARCH LM diatas menunjukan bahwa nilai probabilitas Obs*Rsquared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yakni 5 persen yang berarti kita menerima hipotesis nol bahwa tidak terdapat efek ARCH dalam model. Ini
66
berarti, persamaan ragam bersyarat untuk kedua model GARCH tersebut telah dispesifikan dengan benar.
5.2.
Perubahan Loans to Asset Ratio
Seperti yang telah dikemukakan bahwa perilaku bank dalam merespon ketidakpastian ekonomi adalah sangat beragam, dimana beberapa bank bereaksi lebih kuat dibandingkan yang lainnya. Ketidakpastian ekonomi yang tinggi menyebabkan bank secara kolektif menjadi lebih konservatif yang diwujudkan dengan mengurangi penyebaran loans to asset (LTA) ratio, dengan derajat pengurangan kemungkinan dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing bank. Dalam analisis ini akan dijelaskan respon tersebut, dan menguji apakah mereka berbeda secara sistematis antar bank. Persentase perubahan dalam LTA ratio diilustrasikan dalam gambar 5.1 berikut:
7 6 5 4 3 2 1 0 -1 2002
2003
2004
2005
% perubahan rata-rata LTA
Sumber: CEIC, diolah.
Gambar 5.1. Persentase Perubahan Rata-Rata Loans to Asset Ratio.
67
gambar 5.1 diatas mengilustrasikan perilaku siklikal LTA ratio dari dua belas bank selama periode pengamatan. Analisis ini dimulai dengan membagi kelompok sampel berdasarkan indikator “ukuran aset” yang mengukur apakah total aset bank pada waktu ke-t lebih besar dari tingkat rata-rata total aset pada periode tersebut. Berdasarkan hasil pengelompokan dengan indikator “ukuran aset”, maka bank yang termasuk kategori bank-bank dengan aset besar diantaranya adalah Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Internasional Indonesia (BII) serta Bank Danamon sedangkan bank-bank dengan aset kecil diantaranya adalah Bank Permata, Bank Buana, Bank Ekspor Indonesia, Bank NISP, Bank Lippo, serta Bank Niaga. Uji-t kemudian digunakan untuk menilai perbedaan rata-rata sampel untuk tiga kategori: persentase perubahan positif (berarti, kenaikan dalam LTA ratio), persentase perubahan negatif (penurunan LTA ratio) serta persentase perubahan absolut. Hasil dari uji-t adalah konsisten dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa perubahan dalam LTA ratio pada bank-bank dengan aset besar memperlihatkan perubahan yang lebih kecil dibandingkan perubahan dalam LTA ratio pada bank-bank dengan aset kecil. Untuk persentase perubahan negatif, bank-bank dengan aset besar memperlihatkan penurunan yang lebih kecil dalam LTA ratio (-3.03% versus -5.25% dengan t-statistic sebesar 1.77 didasarkan pada 173 observasi). Dengan demikian, hasil uji-t tersebut menunjukan bahwa bankbank dengan aset kecil melakukan penyesuaian yang lebih besar dalam LTA ratio dibandingkan bank-bank dengan aset besar. Hal ini tentu sangat beralasan, bank-
68
bank dengan aset kecil dengan permodalan yang relatif terbatas akan mengurangi penyaluran kreditnya lebih besar dibandingkan bank-bank dengan aset besar ketika risiko penyaluran kredit meningkat. Ketidakpastian ekonomi dapat menurunkan kemampuan bank untuk mengevaluasi proyek-proyek yang menguntungkan maupun memperkirakan kemungkinan terjadinya pinjaman yang gagal bayar sehingga bank-bank beraset kecil akan lebih hati-hati dan selektif dalam menyalurkan kredit karena sedikit saja terjadi pinjaman yang gagal bayar akan “menggerus” perolehan laba pada bank beraset kecil. Sebaliknya, bank-bank dengan jumlah aset yang relatif besar akan merespon ketidakpastian ekonomi dengan derajat yang lebih kecil, hal ini disebabkan walaupun terjadi pinjaman yang gagal bayar maka tidak akan terlalu berpengaruh besar terhadap perolehan laba pada bank beraset besar sehingga penurunan penyaluran kredit pada bank beraset besar tidak sekonservatif pada bank beraset kecil. Oleh karena itu, perubahan dalam LTA ratio lebih besar terjadi pada bank-bank dengan aset kecil dibandingkan pada bank-bank dengan aset besar. Untuk persentase perubahan positip maupun persentase perubahan absolut nilai rata-rata untuk bank-bank dengan aset besar dan bank-bank dengan aset kecil tidak secara signifikan berbeda.
5.3.
Hubungan Ketidakpastian Ekonomi dengan Perilaku Kredit Bank
Sebelum menganalisis pengaruh ketidakpastian ekonomi terhadap perilaku kredit bank, terlebih dahulu disajikan deskripsi statistik LTA ratio dari dua belas bank yang diamati berikut ini:
69
Tabel 5.11. Loans to asset ratio : Deskripsi Statistik Mean
Sigma
Min
Median
Max
0.392
0.173
0.011
0.371
0.896
0.359
0.168
0.011
0.333
0.896
0.498
0.145
0.199
0.508
0.781
full sample Total kredit Pra-Januari 2005 Total kredit Januari 2005+ Total kredit
Ket: Min dan Max merupakan nilai minimum dan maksimum, sigma menunjukan standar deviasi.
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan periode pengamatan, kredit bank rata-rata memberikan kontribusi sebesar 39% terhadap total aset. Dengan membagi sampel sebelum 2005:01 dan 2005:01+, dimana pada bulan Januari 2005 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), terlihat adanya kenaikan yang cukup signifikan dalam penyaluran kredit, sebelum 2005:01 kredit memberikan kontribusi sebesar 36% terhadap total aset sementara setelah 2005:01+ kontribusi kredit terhadap total aset meningkat menjadi sebesar hampir 50%. Secara formal, untuk menguji hipotesis penelitian, akan diestimasi persamaan (3.8), persamaan (3.9) serta persamaan (3.10) yang menjelaskan hubungan antara penyebaran LTA ratio bank dengan ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production (CV_IP) atau ragam bersyarat nilai tukar (CV_XRATE). Sebelum mengimplementasikan masing-
70
masing persamaan, ukuran penyebaran terlebih dahulu harus dispesifikasikan. Ukuran penyebaran akan dilaporkan dari nilai standar deviasi ( LTA _ Sigma) . Bagaimanapun, penelitian ini tidak memfokuskan kepada ukuran pemusatan tetapi pada ukuran penyebaran LTA ratio bank disekitar rata-rata dan nilai tengah, yang direfleksikan dengan nilai standar deviasi. Model persamaan (3.8) memprediksi bahwa pengurangan dalam ketidakpastian ekonomi akan berhubungan dengan heterogenitas perilaku kredit bank. Berarti, penyebaran LTA ratio bank diharapkan akan meningkat jika ketidakpastian ekonomi menurun. Hipotesis ini secara statistik diuji dalam tabel 5.12 yang memperlihatkan hasil regresi untuk masing–masing proxy yaitu ragam bersyarat industrial production serta ragam bersyarat nilai tukar. Tabel 5.12. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi.
Konstanta
CV_IP
(1)
(2)
LTA_Sigma
LTA_Sigma
0.16739 (0.00673)***
0.16461 (0.0047074)***
-2.7456 (1.5664)*
-7.6762 (3.5660)**
CV_XRATE
Observasi S.E. of regression
* Signifikan pada taraf nyata 10% ** Signifikan pada taraf nyata 5% *** Signifikan pada taraf nyata 1%
47
47
0.016761
0.016485
(..) menunjukan standar error.
71
Hasil regresi menunjukan sangat kuat mendukung hipotesis dimana ketidakpastian ekonomi berpengaruh negatif terhadap penyebaran LTA ratio bank. Nilai elastisitas untuk ragam bersyarat industrial production adalah -0.07 sedangkan nilai elastisitas untuk ragam bersyarat nilai tukar adalah -0.05 yang dihitung pada titik rata-rata data. Nilai elastisitas tersebut menunjukan bahwa kenaikan satu persen dalam ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production serta ragam bersyarat nilai tukar akan mengurangi penyebaran LTA ratio bank sebesar 0.07% dan 0.05%. Hasil regresi untuk model persamaan (3.9) yang menjelaskan hubungan antara lag ketidakpastian ekonomi dengan perilaku kredit bank disajikan pada tabel 5.13 berikut ini: Tabel 5.13. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi.
Konstanta
CV_IP(-1)
(1)
(2)
LTA_Sigma
LTA_Sigma
0.15495 (0.0080721)***
0. 57735 (1.9416) -8.1646 (3.7964)**
CV_XRATE(-1)
Observasi S.E. of regression
* Signifikan pada taraf nyata 10% ** Signifikan pada taraf nyata 5% *** Signifikan pada taraf nyata 1% (..) menunjukan standar error.
0.16568 (0. 0048968)***
46
46
0.017342
0.016560
72
Dari tabel 5.13 diatas, ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh lag ragam bersyarat nilai tukar memiliki pengaruh negatif terhadap penyebaran LTA ratio bank dengan nilai elastisitas sebesar -0.05. Nilai elastisitas tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan satu persen dalam ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar periode sebelumnya, akan mempersempit penyebaran LTA ratio bank sebesar 0.05%. Sementara itu, ketidakpastian ekonomi yang didekati dengan lag ragam bersyarat industrial production menunjukan hasil yang tidak signifikan dalam mempengaruhi penyebaran LTA ratio bank. Ini berarti, keputusan bank dalam menyalurkan kredit lebih dipengaruhi oleh kondisi sektor industri pada saat ini dan di masa depan dibandingkan kondisi sektor industri periode sebelumnya. Dengan kata lain, keputusan bank dalam menyalurkan kredit lebih bersifat forward looking dengan mempertimbangkan kondisi sektor industri dimasa depan. Sementara itu, model persamaan dengan memasukan variabel tingkat inflasi sebagai kontrol untuk perubahan kebijakan moneter (Tabel 5.14) menunjukan bahwa ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar sangat kuat mendukung hipotesis dimana ketidakpastian ekonomi memberikan pengaruh negatif terhadap penyebaran LTA ratio bank dengan nilai elastisitas sebesar -0.04. Artinya peningkatan satu persen dalam ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar akan mempersempit penyebaran LTA ratio bank sebesar 0.04%. Nilai standar error yang relatif kecil untuk ketiga model persamaan menunjukan bahwa hasil regresi sudah cukup memadai.
73
Tabel 5.14. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi dengan Memasukan Variabel Inflasi. (1)
(2)
LTA_Sigma
LTA_Sigma
Konstanta
0.16513 (0.0091660)***
CV_IP(-1)
2.0961 (2.0532)
0.17369 (0. .0077003)***
-7.0481 (3.7963)*
CV_XRATE(-1)
-0.0010663 (.8235E-3)
-0.0018384 (.9399E-3)**
INFL
Observasi S.E. of regression
46
46
0.016824
0.016449
* Signifikan pada taraf nyata 10% ** Signifikan pada taraf nyata 5% *** Signifikan pada taraf nyata 1% (..) menunjukan standar error.
Dari keseluruhan model yang digunakan, hasil regresi memperlihatkan bahwa ketidakpastian ekonomi terutama yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar sangat kuat mendukung hipotesis dimana ketidakpastian ekonomi sangat signifikan berpengaruh negatif terhadap perilaku kredit bank dengan nilai elastisitas berkisar antara -0.04 sampai -0.07. Ini berarti, penurunan dalam ketidakpastian
ekonomi
akan
dihubungkan
dengan
peningkatan
dalam
heterogenitas perilaku kredit bank yang diwujudkan dengan memperlebar penyebaran LTA ratio. Sebaliknya, ketika lingkungan ekonomi memperlihatkan ketidakpastian yang tinggi, bank secara kolektif menjadi lebih konservatif yang membawa kepada semakin sempitnya penyebaran LTA ratio dan menyebabkan alokasi aset bank menjadi tidak efisien. Temuan ini mempertegas apa yang telah
74
diperlihatkan pada gambar 4.6 yang menggambarkan hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan penyebaran LTA ratio. Pada gambar tersebut, ketidakpastian ekonomi memperlihatkan hubungan yang negatif dengan penyebaran LTA ratio. Jika ketidakpastian ekonomi meningkat, bank secara bersama-sama memutuskan untuk menahan kreditnya karena ketidakpastian ekonomi
menyulitkan
bank
untuk
mengevaluasi
proyek-proyek
yang
menguntungkan sehingga nilai LTA ratio antara satu bank dengan bank yang lain menjadi lebih homogen. Sebaliknya, jika ketidakpastian ekonomi menurun akan mendorong bank-bank untuk lebih berani dalam menyalurkan kredit. Bank-bank besar dengan kapasitas kredit yang besar akan menyalurkan kredit dalam jumlah yang besar sedangkan bank-bank kecil dengan kapasitas kredit yang relatif rendah akan menyalurkan kredit dalam jumlah yang kecil sehingga nilai LTA ratio diantara bank-bank akan menjadi lebih bervariasi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis perubahan loans to asset (LTA) ratio memperlihatkan bahwa bank-bank dengan aset kecil membuat penyesuaian yang lebih besar dalam LTA ratio dibandingkan bank-bank dengan aset besar. Untuk persentase
perubahan
negatif,
bank-bank
dengan
aset
besar
memperlihatkan penurunan yang lebih kecil dalam LTA ratio. Untuk persentase perubahan positip maupun persentase perubahan absolut, nilai rata-rata untuk bank-bank dengan aset besar dan bank-bank dengan aset kecil tidak secara signifikan berbeda. 2. Dari keseluruhan model yang digunakan, hasil regresi memperlihatkan bahwa ketidakpastian ekonomi berpengaruh negatif terhadap perilaku kredit
bank.
Peningkatan
dalam
ketidakpastian
ekonomi
akan
mempersempit penyebaran LTA ratio bank. 3. Ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat nilai tukar lebih kuat pengaruhnya terhadap perilaku kredit bank dibandingkan dengan ketidakpastian ekonomi yang didekati oleh ragam bersyarat industrial production.
76
6.2.
SARAN Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang telah
diperoleh adalah : 1. Kebijakan
guna
mendorong
bank-bank
beraset
kecil
melakukan
penggabungan usaha perlu dilakukan untuk menghindari pemotongan kredit yang besar yang sering diperlihatkan oleh bank-bank beraset kecil akibat perubahan kondisi ekonomi. 2. Kestabilan nilai tukar harus diprioritaskan untuk dijaga untuk mendorong perbankan meningkatkan penyaluran kreditnya. 3. Untuk penelitian selanjutnya, jumlah bank yang diamati diharapkan lebih banyak sehingga dapat lebih mewakili kondisi perbankan yang sebenarnya. Data penyebaran LTA ratio yang merefleksikan perilaku kredit bank, selain menggunakan data untuk total kredit dapat pula ditambahkan dengan data kategori kredit lain misalnya kredit konsumsi, kredit investasi serta kredit modal kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Juda et al. 2001. “Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis: Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan”. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter: 1-124. Bank Indonesia. 2004. Sebuah Pengantar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK): Jakarta. Baum, C.F, C. Mustafa, dan O. Neslihan. 2002. “The Impact macroeconomic uncertainty on Bank Lending Behaviour”. 1: 3-20. . 2004. “The Second Moments Matter: The Response of Bank Lending Behavior to Macroeconomic Uncertainty”. Working Paper 04: 13. Berger, Allen N. dan Gregory F. Udell. 1994. “Did Risk Based Capital Allocate Bank Credit and Cause a ”Credit Crunch” In The United State?”. Journal of Money, Credit, and Banking, 26: 585-628. Bernanke, Ben.S., 1993. “Credit in the Macroeconomy”. Federal Reserve Bank of New York Quarterly Review, spring. Bernanke, Ben S. dan Mark Gertler. 1995. “Inside the Black Box: the credit Channel of Monetary Policy Transmission”. Journal of Economic Persfective, 9: 27-48. Borensztein, Eduardo dan Jong-Wha Lee. 2000. “Financial Crisis and Credit Crunch in Korea: Evidence from Firm-Level Data. IMF Working Paper/00/25:1-29. Calomiris, Charles W. Charles P. Himmelberg, dan Paul Wachtel. 1995. “Commercial Paper, Corporate Finance, and the Bussiness Cycle: a Microeconomic Persfective”. Carnegie Rochester Conference Series on Public Policy, 42: 203-250. Chen, A.H dan Boness, A.J. 1975. “Effect Of Uncertain Inflation On The Investment And Financing Decisions Of A Firm”. The Journal of finance, 30:2. Darby Julia, et al. 1999. “The Impact of Exchange Rate Uncertainty on The Level of Investment”. The Economic Journal, 109:C55-C67.
78
Dendawijaya, L. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. John Wiley &Sons, Inc: USA. Gujarati, N Damodar. 2003. Basic Econometrics. The McGraw-Hill Companies, Inc, New York. Gujarati, D.1978. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Harris, Richard dan Robert Sollis. 2003. Applied Time Series Modelling and Forecasting. West Sussex PO19 8SQ, England. Kashyap, Anil K, Jeremy C. Stein, dan David W. Wilcox. 1993. “Monetary Policy and Credit Condition: Evidence from the Composition of External Finance”. American Economic Review, 83:78-98. Kishan, R.P dan Opiela, T.P. 2000. “Bank Size, Bank Capital, and the Bank Lending Channel”. Journal of Money, credit, and Banking, 32: 121-141. Kontonikas, A. 2002. "Inflation and Inflation Uncertainty in the United Kingdom: Evidence from GARCH modelling," Public Policy Discussion Papers 0228, Economics and Finance Section, Brunel Business School, Brunel Universtiy. Krugman, Paul R & Obsfeld, Maurice. 2001. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan. Haris Munandar dan Faisal H. Basri (penerjemah). PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan dan Yati Sumiharti (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Mensah, dan Joseph A. 2004. “Money Demand and Economic Uncertainty”. Bank of Canada Working Paper , 2004-25. Mishkin, Frederich S. 1996. The Economics of Money, Banking and Financial Market, sixth edition, Columbia University. Neal, Catherine B. 1996. Does Central Bank Intervention Stabilize Foreign Exchange rate?. Economic Review. 1: 81. Nilsen, Jeffrey H. 2002. “Trade Credit and the Bank Lending Channel”. Journal of Money, credit, and Banking, 34:226-253.
79
Peter,
S.R. 1999. Commercial Bank Companies,Inc, United State.
Management.
The
McGraw-Hill
Sukirno, S. 1993. Pengantar Teori Makroekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics An introduction. Adidison Wesley Longman Limited, England.
81
Lampiran 1. Data Total Aset periode 2002:1-2005:11. (Rp. Miliar) Periode
Permata
Buana
Danamon
NISP
Lippo
BII
Jan-02
13340.8
12539.2
51897.4
7027.8
24022.8
32931.5
Feb-02
13432.4
12409.2
49469
7029.34
24007
32508.3
Mar-02
13330.7
12147.6
48268.5
7041.51
23429
31807.2
Apr-02
13640.8
12137.1
47748.7
6932.87
23572.7
29030.1
May-02
13210.1
12159.9
47282
7052.37
23147.1
27990.8
Jun-02
13071
11894.7
47599.8
7001.73
23636.2
28549.5
Jul-02
13039.3
12325.8
50631.5
7512.33
24467.6
32721.1
Aug-02
13264.1
12383.2
55493.1
7730.72
24185.3
32923.4
Sep-02
18249.4
12905.6
54297.7
8533.53
24336.4
33634.4
Oct-02
23393.9
12917.9
51586
9060.82
24634.4
35406.2
Nov-02
28245.9
12912.2
48173.3
9623.46
24549.6
35983.7
Dec-02
29259.3
13389.1
47431.2
10819.25
24465.6
36174.7 36388.8
Jan-03
29840.4
13244
46665.1
10871.45
23552
Feb-03
30982.1
13738
46340.1
11178.72
22973.3
36316.1
Mar-03
28126.3
13569.1
47244.1
11912.13
21794.1
37908.3
Apr-03
28153.4
13388.2
47474.1
11790.84
23572.7
37024.5
May-03
27912.4
13629.5
47691.5
11736.39
23029.6
35134.8
Jun-03
28751.1
13981.3
49508.2
12362.63
23417
34369.2
Jul-03
28363.3
13701
45067
13943.3
24407.6
35679
Aug-03
28169.8
14110.9
45280.4
14840.27
24822.9
35140.3
Sep-03
27397.8
14191.4
45069.9
15253.36
25821.7
34622.6
Oct-03
27825
14185.7
48207.1
15389.97
26100.5
36014.5
Nov-03
28011.5
14290.4
52874.4
15100.68
26734.8
35522.5
Dec-03
28997.4
14335.1
52634.7
15419.35
26424.3
34619.5
Jan-04
28242.6
14839.1
52330.7
14844.11
27372.7
34669.9
Feb-04
29034.1
14938.8
52195.7
14312.1
26280.4
32956.5
Mar-04
296130.2
14666.8
54875.5
13852.08
26090.5
33708.7
Apr-04
274180.1
14779.5
51600.9
14262.09
26597.5
34105.7
May-04
29634.8
15070.4
50414
15196.8
27391.4
35214.2
Jun-04
30317.7
15144.1
51936.3
15606.01
27272.4
34777.7
Jul-04
30798.7
15748.8
51970.6
15353.26
27346.2
34715.9
Aug-04
30641.6
15929.4
52760.2
15857.2
27389.3
35057.6
Sep-04
31398.1
15880.7
53324.2
16534.81
27353.9
35783.1
Oct-04
30867.4
15871.3
55336.5
16717.18
27220.3
34941
Nov-04
30248.4
16448.5
55367.7
16748.15
27914.3
35192.3
Dec-04
31597.9
16463.1
58294.4
17792.22
27826.4
35787.5
Jan-05
32024.8
16218.7
58503.4
17464.01
28539.1
36595.7
Feb-05
29982.5
15995.3
58865.8
17733.74
27861.7
36551.2
Mar-05
29571.493
15201.1
59270.987
18667.115
27657.8
36475.546
Apr-05
29520.043
14970.404
59610.998
18594.104
27251.806
39173.448
May-05
30278.735
15214.927
62382.06
19174.131
27870.079
40480.062
Jun-05
31171.369
15356.28
63921.937
19106.105
26820.598
41348.117
Jul-05
31860.939
15501.147
63854.632
19366.501
27027.5
41601.687
Aug-05
32993.381
15678.947
64281.613
19314.685
28096.01
43585.703
Sep-05
33503.089
15857.781
64880.393
19487.661
27532.633
47344.718
Oct-05
34571.812
16472.246
64940.779
19575.648
28103.416
47648.28
Nov-05
33770.453
16282.279
67111.311
20752.622
29018.434
47210.922
82
Periode
Niaga
BNI
BEI
Mandiri
BCA
BTN
Jan-02
23879.6
130863
11222.82
264149
103245
27031.3
Feb-02
24408.4
128785
11130.21
263803
101952
28053.4
Mar-02
23607.3
126504
11136.85
260183
100026
27176.5
Apr-02
23113.8
120528
10534.96
262104
101211
26958.7
May-02
22713.3
126452
7869.5
260024
101793
26654.4
Jun-02
23615.8
124944
7803.2
251438
104229
26287.1
Jul-02
24646.8
122345
7993.36
247891
107072
26008
Aug-02
25202.6
120784
8287.03
249177
107725
26088.9
Sep-02
22730.4
122460
8389.3
250277
111799
26451.9
Oct-02
22378.4
124956
8927.95
254085
112757
26414.9
Nov-02
22838.4
124605
6185.26
253231
113130
26851.2
Dec-02
22565.8
126059
6330.25
252923
116943
27372.6
Jan-03
22230.4
120754
6339.06
255161
116423
27292.7
Feb-03
21843.8
119797
6353.81
258688
116609
27011
Mar-03
20916.5
118703
6389.96
257531
116226
26811.4
Apr-03
21153.6
122177
6388.85
260411
116258
26222.7
May-03
20498.8
124091
4201.73
256494
115952
25758.4
Jun-03
21462.4
124078
4223.6
258930
116722
25867.6
Jul-03
22551.8
128258
4365.21
251480
118571
26018.3
Aug-03
21436.1
131301
4370.7
246445
119693
26147.7
Sep-03
21646.3
133079
4387.81
249152
122161
26246.8
Oct-03
21503.5
131703
4412.37
268392
124780
26819.2
Nov-03
21836.5
129139
4434.47
243027
128313
26968.3
Dec-03
23618.8
131577
4948.05
293123
132969
26866.4
Jan-04
23748
128301
4594.46
239233
134345
26647.1
Feb-04
22552.4
127099
4583.01
240430
134805
25950.2
Mar-04
23138
125851
4561.46
235713
135708
25623.1
Apr-04
23614.3
124788
4576.92
232478
136471
25429.2
May-04
24849.6
126063
4659.79
236646
138786
26296.9
Jun-04
25063.4
128226
4662
228903
141164
26188.5
Jul-04
26280.9
126320
4634.05
225805
140255
27033.2
Aug-04
26768.7
125838
5425.49
226730
142340
26677.7
Sep-04
27239.4
130473
5737.15
228727
143161
26647.4
Oct-04
27481.5
130216
5857.47
229196
144664
26685.5
Nov-04
28081.2
130421
6074.97
231475
147002
26439.7
Dec-04
30824.1
136106.43
7432.51
240437
148660.392
26760 26128.4
Jan-05
30114.9
132085.93
6631.52
238744
147394.89
Feb-05
30476.6
131085.26
6430.58
237376
148561.386
26091.7
Mar-05
30736.592
134121.7
7294.38
240530.2
147407.252
26337.632 26064.22
Apr-05
32278.919
134292.88
6566.583
247546.8
148117.839
May-05
32968.92
135696.39
6510.798
241668.04
147159.146
26311.73
Jun-05
34118.639
138459.41
7047.22
247803.8
147978.243
26843.583
Jul-05
35857.34
140494.88
6156.69
245810.15
148701.708
27722.975
Aug-05
36830.383
144881.74
6226.487
243846.31
148984.252
27872.712
Sep-05
39095.093
147114.38
7590.291
241876.16
147852.164
27936.066
Oct-05
39116.298
146976.14
6339.403
244099.38
147810.613
27672.045
Nov-05
40778.539
143414.44
6351.008
244751.11
148904.583
28079.032
Sumber: CEIC Asia Database
83
Lampiran 2. Data Total Kredit periode 2002:1-2005:11. (Rp. Miliar)
Periode Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05
Permata 2196.43 2237.54 2243.41 2338.01 2399.47 2561.19 2660.87 2733.55 2753.68 2974.58 9650.45 9068.41 8808.68 8774.68 8431.97 8378.09 8575.25 8416.18 8610.08 8632.88 9117.46 9269.96 9361.31 9607.31 9816.85 10116.5 10539.85 10585.15 11440.37 11937.25 12156.31 12696.71 13215.03 13491.51 13861.93 14785.71 14930.76 15354.89 16080.106 16593.266 17513.473 18748.634 19187.704 20250.659 21473.978 22090.951 22181.691
Buana 2754.54 2873.46 2945.25 3077.84 3169.9 3288.19 3374.71 3558.53 3717.69 3836.09 3987.83 3955.87 3975.02 4121.35 4215.12 4291.63 4326.45 4461.24 4617.53 4849.48 5056.55 5178.84 5262.67 5338.11 5427.01 5493.4 5745.09 5894.41 6091.91 6242.73 6378.36 6665.56 7122.51 7497.22 7696.2 7858.787 7940.012 8147.944 8461.78 8758.618 9040.06 9424.424 9797.801 10019.509 10219.362 10373.24 10259.347
Danamon 10515.9 10581.5 11960.9 12232 11990.7 13286.9 14162.9 15159.5 16308.3 16572.7 17658 18477.8 18498.8 22079 24203.8 25702.6 25842.1 23763.5 23322 23173 22943.4 22927.3 23275.3 22559.5 22780 22289.7 20856.9 21164.4 21742.1 22639.2 22997.6 24776.2 25878.6 26970.4 27891.4 29339.2 29153.7 29392.2 30329.622 31199.137 32563.779 33428.458 33812.186 35020.705 35723.818 36297.711 35818.676
NISP 4097.57 4092.7 4226.87 4320.24 4305.56 4417.45 4519.85 4711.26 4861.22 5286.81 5837.13 6299.07 5999.69 6041.95 6292.31 6657.42 6880.91 7166.95 7546.05 7702.42 7983.37 8620.59 8980.4 9523.15 9133.98 8981.76 8836.56 8966.39 9091.87 9099.85 9117.96 9245.48 9451.51 9370.78 9571.36 10056.37 10188.46 10286 10757.134 10984.273 11281.758 11722.192 12181.827 12653.97 12611.689 12582.641 12352.375
Lippo 3850.18 3827.3 3830.11 3929.53 3877.06 3884.39 4121.18 4145.17 4522.21 4485.66 4627 5008.33 4765.35 4887.54 4945.76 3929.53 4733.98 4790.3 4891.6 4868.94 4713.9 4962.65 5062.16 4746.69 4514.98 4670.23 4801.28 4845.11 4954.99 4971.91 5329.12 5411.84 5428.31 5526.66 5439.5 5615.49 5699.52 5852.117 6044.048 6239.68 6493.239 6771.516 6878.397 6988.321 7351.97 7521.114 7754.729
BII 8585.73 8480 8230.32 7944.91 7426.65 7397.5 7502.58 7237.03 7548.95 7655.07 7418.37 5565.86 5391.12 5495.99 6782.9 6986.69 7384.87 7964.04 8103.77 8394.39 8656.67 9149.92 9659.65 10019.61 10206.9 10486.26 10963.79 11320.26 11814.38 12042.73 11817.33 11930.09 12208.16 12651.08 12696.75 12889.14 12983.27 13494.88 14376.398 15367.381 16727.521 17608.502 18046.754 19350.163 19613.863 19906.343 19977.621
84
Periode Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 Jul-02 Aug-02 Sep-02 Oct-02 Nov-02 Dec-02 Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05
Niaga 8604 8731.62 8689.75 8915.41 9013.43 8984.74 9285.18 9826.78 10393.67 10572.82 10869.73 11625.57 11287.87 11396.83 11488.27 11493.96 11687.49 11786.83 12234.16 12683.68 13049.22 13405.18 13786.32 14355.11 13552.06 13663.52 14041.53 14584.89 15487.87 16388.77 16739.23 17528.08 18553.45 19502.52 20222.53 21447.74 21046.16 21719.22 22540.357 23435.762 24667.865 25585.036 26069.022 27078.812 27906.814 28315.507 28523.593
BNI 32670.8 33183.7 32763.3 32351.6 31905.7 32460.5 33299 34211.8 35321.6 36426.1 37189.5 37514.8 37507.4 37607.4 38499 38787.7 38772.5 40109.2 40893.4 41275.3 42513 43656.2 45224.5 46504.5 45691.6 45825.9 47621.4 47604.4 49747.4 52210.4 51728.4 52915.7 53556.5 54728.9 55480.2 58804.482 57800.305 58787.935 58669.756 59097.896 60771.759 61210.5 60831.759 61783.69 62208.33 62372.666 61937.474
Sumber: CEIC Asia Database
BEI 124.606 124.639 124.663 124.642 124.681 124.659 124.637 124.615 124.593 5253.316 4892.104 5675.265 5402.333 4733.915 4272.857 3984.104 2922.466 2911.149 2648.192 3108.954 3191.143 3217.299 3445.711 4067.875 3461.122 2917.305 2621.01 2569.944 2329.103 2110.105 2364.889 3276.476 3909.688 3647.139 4519.444 6136.376 5059.18 5023.552 5621.321 5009.062 4232.042 3807.44 3629.655 2775.335 3541.533 4299.767 4163.375
Mandiri 46944.3 47650 47182.2 46955.4 47062.8 49667.5 51152.8 54041.3 55701.2 55962.6 56340.3 63905.3 62798.3 64999.4 67230.3 67668.1 66499 66562.5 67259.8 69086.3 70219.6 71754.1 73360.3 73361.1 72183 72810.8 73964.3 74233.9 76807.5 77970.5 78490.5 81758.6 81338.7 83022.5 84677 88544.6 87127.8 89981.8 92765.939 93989.979 95177.918 97152.135 97704.406 100842.19 100081.49 99011.035 100090.29
BCA 14769.6 14828.7 15192.6 15412 15538.1 16082.6 17213 17840.2 18375.6 18862.9 20165.1 21496 21062.7 21427.5 22155.3 22468.7 22532.1 22390.8 22581.2 23992.7 24527.8 26033.2 26630.2 29328.7 27379.4 28573.3 29823.9 30394.3 32389.9 33482.9 33591.4 34798.2 35933.3 37019.4 37665.1 40384 40127.5 40895.6 41588.633 42039.058 43215.016 43709.132 45657.783 47953.429 50962.22 52891.217 52657.218
BTN 8398.05 8441 8513.32 8623.99 8695.76 8822.63 8925.5 9120.63 9277.09 9424.95 9764.11 10299.35 10313.74 10401.54 10522.89 10653.95 10775.11 10865.27 10946.96 11032.27 11131.54 11221.34 11447.98 11163.9 11143.4 11218.5 11223.71 11326.61 11429.21 11550.64 11687.28 11888.06 12072.85 12288.83 11072.9 12612.18 12688.14 12809.33 13014.21 13229.915 13437.585 13693.656 13940.918 14208.045 14525.067 14970.538 15031.513
85
Lampiran 3. Deskipsi Statistik Industrial Production Indeks.
16 Series: INIP Sample 1996:01 2005:11 Observations 119
14 12
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
10 8 6 4 2
Jarque-Bera Probability
0
4.621009 4.628887 4.909709 4.118549 0.150405 -0.763158 3.511754 12.84968 0.001621
4.125 4.250 4.375 4.500 4.625 4.750 4.875
Lampiran 4. Deskipsi Statistik Nilai Tukar (Rp/$). 24 Series: INXRATE Sample 1996:01 2005:11 Observations 119
20
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
16 12 8 4
Jarque-Bera Probability
0 7.75 8.00 8.25 8.50 8.75 9.00 9.25 9.50
8.858702 9.074521 9.609116 7.745436 0.522112 -1.374266 3.289424 37.87273 0.000000
86
Lampiran 5. Deskipsi Statistik LTA_Sigma. 9 Series: LTA_SIGMA Sample 2002:01 2005:11 Observations 47
8 7 6 5 4 3 2 1 0 0.14
0.16
0.18
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
0.157139 0.153159 0.209028 0.128351 0.018053 0.672826 3.121080
Jarque-Bera Probability
3.574817 0.167393
0.20
Lampiran 6. Deskipsi Statistik Loans to Asset Bank Umum. 50 Series: FULL Sample 1 564 Observations 564
40
30
20
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
0.392337 0.370793 0.896531 0.011103 0.172994 0.309306 2.460555
Jarque-Bera Probability
15.83154 0.000365
10
0 0.00
0.25
0.50
0.75
87
Lampiran 7. Model GARCH(1,1) untuk Ragam Bersyarat Industrial Production. Dependent Variable: INIP Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 04/29/00 Time: 15:53 Sample(adjusted): 1996:02 2005:11 Included observations: 118 after adjusting endpoints Convergence achieved after 21 iterations MA backcast: 1996:01, Variance backcast: ON C AR(1) MA(1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
4.742921 0.896057 -0.444009
0.063066 0.037514 0.059913
75.20585 23.88624 -7.410897
0.0000 0.0000 0.0000
2.590586 -3.965092 135.4389
0.0096 0.0001 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) GARCH(1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.000390 -0.078365 1.028228 0.612826 0.595542 0.095544 1.022403 128.3459 1.790786
0.000150 0.019764 0.007592
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
4.622438 0.150233 -2.073659 -1.932776 35.45514 0.000000
Lampiran 8. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Industrial Production. ARCH Test: F-statistic
0.105377
Probability
0.746059
Obs*R-squared
0.107112
Probability
0.743457
88
Lampiran 9. Correlogram Q-Statistic untuk GARCH(1,1). Sample: 1996:02 2005:11 Included observations: 118 Autocorrelation *|. .|. .|. *|. .|. *|. *|. *|. .|. .|. .|* .|**** *|. .|* .|. *|. .|. *|. *|. .|. .|. *|. .|*** .|** .|. .|* *|. .|. .|. *|. *|. .|. *|. .|. .|*** .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
Partial Correlation *|. | .|. | .|. | *|. | .|. | *|. | .|. | *|. | .|. | .|. | .|* | .|***** | .|. | .|* | *|. | *|. | *|. | *|. | *|. | .|* | .|. | **|. | .|** | .|. | .|* | .|. | .|. | .|* | .|. | .|. | .|* | .|. | .|. | .|. | .|* | .|* |
AC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
-0.060 0.052 0.059 -0.095 -0.023 -0.063 -0.063 -0.121 0.024 0.000 0.185 0.554 -0.116 0.161 -0.016 -0.103 -0.017 -0.119 -0.138 -0.048 -0.051 -0.139 0.396 0.200 -0.012 0.130 -0.077 -0.022 -0.044 -0.122 -0.092 -0.055 -0.112 -0.034 0.429 0.048
PAC -0.060 0.048 0.065 -0.091 -0.041 -0.061 -0.056 -0.130 0.016 0.010 0.191 0.593 -0.006 0.089 -0.068 -0.105 -0.067 -0.088 -0.101 0.086 -0.040 -0.276 0.199 -0.043 0.086 -0.049 -0.030 0.071 0.017 -0.016 0.099 0.030 0.001 0.015 0.071 0.148
Q-Stat 0.4395 0.7681 1.1909 2.3099 2.3745 2.8716 3.3703 5.2651 5.3396 5.3396 9.8795 50.880 52.685 56.233 56.268 57.753 57.796 59.802 62.536 62.871 63.256 66.105 89.433 95.457 95.480 98.077 98.998 99.074 99.382 101.78 103.15 103.65 105.73 105.92 137.38 137.78
Prob
0.275 0.315 0.498 0.580 0.643 0.510 0.619 0.721 0.360 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
89
Lampiran 10. Correlogram Squared Residual untuk GARCH(1,1). Sample: 1996:02 2005:11 Included observations: 118 Autocorrelation .|. .|. .|. *|. *|. *|. *|. .|. *|. .|. .|** .|**** .|. .|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. .|. .|. .|**** .|* .|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. .|. .|. .|**** .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
Partial Correlation .|. .|. .|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. .|. .|** .|**** .|. *|. *|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. **|. .|*** *|. .|. *|. .|* .|. .|. .|. *|. .|. .|. *|. .|** .|*
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
AC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.030 0.002 -0.006 -0.079 -0.125 -0.146 -0.104 -0.053 -0.088 -0.004 0.299 0.518 -0.020 -0.019 -0.083 -0.086 -0.157 -0.146 -0.072 -0.095 -0.055 -0.053 0.552 0.117 -0.024 -0.062 -0.069 -0.119 -0.146 -0.119 -0.083 -0.109 -0.032 0.010 0.568 0.017
PAC 0.030 0.001 -0.006 -0.078 -0.121 -0.143 -0.105 -0.066 -0.120 -0.055 0.254 0.538 0.025 -0.099 -0.174 -0.037 -0.032 -0.042 -0.019 -0.033 0.043 -0.229 0.329 -0.167 -0.017 -0.160 0.081 -0.039 0.015 -0.052 -0.110 0.032 -0.042 -0.163 0.201 0.126
Q-Stat 0.1104 0.1107 0.1144 0.8820 2.8276 5.5296 6.9040 7.2706 8.2851 8.2871 20.128 55.919 55.972 56.019 56.973 58.000 61.465 64.487 65.229 66.529 66.964 67.376 112.87 114.93 115.02 115.60 116.34 118.55 121.96 124.23 125.35 127.30 127.46 127.48 182.49 182.54
Prob
0.735 0.643 0.419 0.237 0.228 0.297 0.308 0.406 0.017 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
90
Lampiran 11. Model GARCH(2,2) untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar. Dependent Variable: INXRATE Method: ML - ARCH (Marquardt) Date: 04/29/00 Time: 18:54 Sample(adjusted): 1996:02 2005:11 Included observations: 118 after adjusting endpoints Failure to improve Likelihood after 52 iterations Variance backcast: ON C AR(1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
8.709563 0.991196
0.150034 0.005092
58.05061 194.6402
0.0000 0.0000
3.477610 11.07867 11.72889 -20.34897 6.259237
0.0005 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Variance Equation C ARCH(1) ARCH(2) GARCH(1) GARCH(2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.000529 0.725427 0.642156 -0.480321 0.171515 0.955125 0.952699 0.111799 1.387403 174.6717 1.748966
0.000152 0.065480 0.054750 0.023604 0.027402
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
8.868137 0.514050 -2.841893 -2.677531 393.7555 0.000000
Lampiran 12. Uji ARCH LM untuk Ragam Bersyarat Nilai Tukar. ARCH Test: F-statistic
0.527747
Probability
0.469032
Obs*R-squared
0.534472
Probability
0.464733
91
Lampiran 13. Correlogram Q-Statistic untuk GARCH(2,2). Sample: 1996:02 2005:11 Included observations: 118 Autocorrelation
Partial Correlation
.|** .|. *|. .|. .|. .|* .|. .|* *|. .|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. *|. .|. .|. .|. *|. *|. *|. .|* .|. .|. .|. .|* .|. .|. .|. .|** .|. .|. *|.
.|** .|. *|. .|* .|. .|* .|. .|* *|. .|. .|. *|. .|. *|. *|. *|. *|. *|. .|. .|. .|. .|. *|. .|. .|* *|. .|. .|* .|. *|. .|. .|. .|* *|. .|. *|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
AC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.225 0.059 -0.128 0.048 0.038 0.143 0.008 0.139 -0.115 -0.051 -0.075 -0.088 -0.067 -0.079 -0.112 -0.120 -0.156 -0.142 -0.043 -0.054 -0.041 -0.091 -0.149 -0.099 0.102 -0.014 0.027 0.063 0.114 -0.029 -0.017 0.049 0.259 0.048 0.044 -0.082
PAC 0.225 0.009 -0.151 0.117 0.017 0.108 -0.033 0.147 -0.165 -0.023 -0.009 -0.154 -0.002 -0.102 -0.058 -0.111 -0.075 -0.095 -0.002 -0.019 -0.057 -0.034 -0.139 -0.043 0.129 -0.142 -0.004 0.108 0.028 -0.136 0.000 0.051 0.106 -0.080 -0.037 -0.100
Q-Stat 6.1424 6.5736 8.5903 8.8762 9.0618 11.659 11.668 14.139 15.844 16.190 16.932 17.975 18.585 19.442 21.155 23.154 26.568 29.435 29.699 30.125 30.368 31.588 34.890 36.354 37.928 37.959 38.070 38.688 40.772 40.907 40.955 41.349 52.535 52.929 53.262 54.410
Prob 0.010 0.014 0.031 0.060 0.040 0.070 0.049 0.045 0.063 0.076 0.082 0.099 0.110 0.098 0.081 0.047 0.031 0.040 0.050 0.064 0.064 0.040 0.038 0.035 0.047 0.060 0.068 0.056 0.070 0.088 0.101 0.013 0.015 0.019 0.019
92
Lampiran 14. Correlogram Squared Residual untuk GARCH(2,2). Sample: 1996:02 2005:11 Included observations: 118 Autocorrelation
Partial Correlation
.|* *|. .|. .|. .|* .|. *|. .|* .|* .|* .|. .|. *|. .|* .|. *|. .|* .|. .|. *|. .|. .|* .|. *|. .|* .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|. .|** .|. *|. *|.
.|* *|. .|. .|. .|* .|. *|. .|* .|* .|* .|. .|. *|. .|. .|. *|. .|* .|. *|. *|. .|. .|* *|. .|. .|* *|. *|. .|. .|. *|. .|. .|. .|** .|. .|. *|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
AC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.067 -0.083 -0.024 0.058 0.186 -0.022 -0.102 0.085 0.134 0.099 0.008 -0.002 -0.082 0.075 -0.013 -0.072 0.090 0.002 -0.051 -0.088 -0.009 0.150 -0.045 -0.058 0.089 0.003 -0.026 -0.017 -0.051 -0.052 -0.030 -0.032 0.219 0.015 -0.078 -0.062
PAC 0.067 -0.088 -0.013 0.054 0.178 -0.040 -0.070 0.100 0.096 0.068 0.034 0.035 -0.132 0.047 -0.044 -0.063 0.100 -0.011 -0.095 -0.102 0.038 0.117 -0.059 0.025 0.135 -0.079 -0.065 0.059 -0.027 -0.096 -0.036 -0.023 0.223 -0.032 -0.028 -0.071
Q-Stat 0.5512 1.3979 1.4715 1.8829 6.2260 6.2879 7.6023 8.5406 10.859 12.140 12.149 12.149 13.052 13.823 13.846 14.573 15.701 15.701 16.078 17.193 17.204 20.534 20.834 21.345 22.557 22.559 22.664 22.711 23.129 23.571 23.715 23.886 31.888 31.928 32.960 33.631
Prob 0.237 0.479 0.597 0.183 0.279 0.269 0.287 0.210 0.206 0.275 0.353 0.365 0.386 0.461 0.483 0.474 0.545 0.587 0.577 0.640 0.488 0.531 0.560 0.546 0.603 0.652 0.700 0.727 0.750 0.785 0.815 0.472 0.520 0.518 0.534
93
Lampiran 15. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Positip.
Test for Equality of Means Between Series Date: 06/14/00 Time: 17:10 Sample: 1 204 Included observations: 204 Method
df
Value
Probability
377 (1, 377)
1.408233 1.983121
0.1599 0.1599
df
Sum of Sq.
Mean Sq.
Between Within
1 377
81939.02 15576970
81939.02 41318.22
Total
378
15658909
41425.69
Std. Dev. 299.1807 3.432590 203.5330
Std. Err. of Mean 22.61593 0.240329 10.45479
t-test Anova F-statistic Analysis of Variance Source of Variation
Category Statistics Variable KECIL BESAR All
Count 175 204 379
Mean 32.82203 3.328218 16.94673
94
Lampiran 16. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Negatif.
Test for Equality of Means Between Series Date: 06/14/00 Time: 17:13 Sample: 1 101 Included observations: 101 Method
df
Value
Probability
171 (1, 171)
1.774063 3.147300
0.0778 0.0778
df
Sum of Sq.
Mean Sq.
Between Within
1 171
208.1236 11307.83
208.1236 66.12767
Total
172
11515.96
66.95323
Std. Dev. 4.145776 10.04367 8.182495
Std. Err. of Mean 0.488584 0.999382 0.622104
t-test Anova F-statistic Analysis of Variance Source of Variation
Category Statistics Variable BESAR KECIL All
Count 72 101 173
Mean -3.032888 -5.258025 -4.331957
95
Lampiran 17. Hasil Uji-t Untuk Persentase Perubahan Absolut.
Test for Equality of Means Between Series Date: 06/14/00 Time: 17:15 Sample: 1 276 Included observations: 276 Method
df
Value
Probability
550 (1, 550)
1.357450 1.842669
0.1752 0.1752
df
Sum of Sq.
Mean Sq.
Between Within
1 550
52388.56 15636938
52388.56 28430.80
Total
551
15689327
28474.28
Std. Dev. 238.4291 3.626585 168.7432
Std. Err. of Mean 14.35175 0.218295 7.182189
t-test Anova F-statistic Analysis of Variance Source of Variation
Category Statistics Variable KECIL BESAR All
Count 276 276 552
Mean 22.73520 3.251175 12.99319
96
Lampiran 18. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Ketidakpastian Ekonomi.
Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations ******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA 47 observations used for estimation from 2002M1 to 2005M11 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] C .16739 .0067396 24.8360[.000] CVIP -2.7456 1.5664 -1.7528[.086] ******************************************************************************* R-Squared .17546 R-Bar-Squared .13798 S.E. of Regression .016761 F-stat. F( 2, 44) 4.6816[.014] Mean of Dependent Variable .15714 S.D. of Dependent Variable .018053 Residual Sum of Squares .012361 Equation Log-likelihood 127.0409 Akaike Info. Criterion 124.0409 Schwarz Bayesian Criterion 121.2656 DW-statistic .88627
Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 4 iterations ******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA 47 observations used for estimation from 2002M1 to 2005M11 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] C .16461 .0047074 34.9691[.000] CVXRATE -7.6762 3.5660 -2.1526[.037] ******************************************************************************* R-Squared .20234 R-Bar-Squared .16608 S.E. of Regression .016485 F-stat. F( 2, 44) 5.5805[.007] Mean of Dependent Variable .15714 S.D. of Dependent Variable .018053 Residual Sum of Squares .011958 Equation Log-likelihood 127.8389 Akaike Info. Criterion 124.8389 Schwarz Bayesian Criterion 122.0636 DW-statistic 1.0310
97
Lampiran 19. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi.
Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations ******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA 46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] C .15495 .0080721 19.1956[.000] CVIP(-1) .57735 1.9416 .29736[.768] ******************************************************************************* R-Squared .12077 R-Bar-Squared .079877 S.E. of Regression .017342 F-stat. F( 2, 43) 2.9532[.063] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .012931 Equation Log-likelihood 122.7577 Akaike Info. Criterion 119.7577 Schwarz Bayesian Criterion 117.0148 DW-statistic .85455
Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations ******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA 46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] C .16568 .0048968 33.8342[.000] CVXRATE(-1) -8.1646 3.7964 -2.1506[.037] ******************************************************************************* R-Squared .19821 R-Bar-Squared .16092 S.E. of Regression .016560 F-stat. F( 2, 43) 5.3152[.009] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .011792 Equation Log-likelihood 124.9245 Akaike Info. Criterion 121.9245 Schwarz Bayesian Criterion 119.1815 DW-statistic .90410
98
Lampiran 20. Hasil Regresi LTA_Sigma dengan Lag Ketidakpastian Ekonomi dengan Memasukan Variabel Inflasi.
Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations ******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA 46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] CVIP(-1) 2.0961 2.0532 1.0209[.313] INFL -.0018384 .9399E-3 -1.9559[.057] C .16513 .0091660 18.0151[.000] ******************************************************************************* R-Squared .19175 R-Bar-Squared .13402 S.E. of Regression .016824 F-stat. F( 3, 42) 3.3213[.029] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .011887 Equation Log-likelihood 124.6152 Akaike Info. Criterion 120.6152 Schwarz Bayesian Criterion 116.9579 DW-statistic .92033
Exact Maximum Likelihood Estimation Method Error TERM : Restricted MA(2) converged after 5 iterations ******************************************************************************* Dependent variable is LTASIGMA 46 observations used for estimation from 2002M2 to 2005M11 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio[Prob] CVXRATE(-1) -7.0481 3.7963 -1.8565[.070] INFL -.0010663 .8235E-3 -1.2947[.202] C .17369 .0077003 22.5560[.000] ******************************************************************************* R-Squared .22733 R-Bar-Squared .17214 S.E. of Regression .016449 F-stat. F( 3, 42) 4.1190[.012] Mean of Dependent Variable .15750 S.D. of Dependent Variable .018079 Residual Sum of Squares .011364 Equation Log-likelihood 125.7453 Akaike Info. Criterion 121.7453 Schwarz Bayesian Criterion 118.0881 DW-statistic .93119