PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERAN PENYULUH TERHADAP PENINGKATAN DIVERSIFIKASI PANGAN RUMAH TANGGA
RAFNEL AZHARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Karakteristik Individu dan Peran Penyuluh Terhadap Peningkatan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Rafnel Azhari NRP I351110051
RINGKASAN RAFNEL AZHARI. Pengaruh Karakteristik Individu dan Peran Penyuluh Terhadap Peningkatan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga. Di bawah bimbingan: PUDJI MULJONO dan PRABOWO TJITROPRANOTO. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap diversifikasi pangan masyarakat, pemerintah meluncurkan program P2KP (Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan). Program ini juga bertujuan untuk mendorong peningkatan pola konsumsi pangan yang semakin beragam, bergizi, berimbang, serta aman. Kabupaten Bogor adalah salah satu Kabupaten pelaksana program P2KP. Program ini melibatkan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP4K) sebagai pelaksana program. BKP4K melakukan penyuluhan dalam upaya percepatan dan penganekaragaman konsumsi pangan. Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi persepsi masyarakat peserta dan bukan peserta program P2KP terhadap diversifikasi pangan; (2) menganalisis pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap persepsinya tentang diversifikasi pangan; (3) menganalisis pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga; (4) menganalisis pengaruh peran penyuluh terhadap persepsi masyarakat tentang diversifikasi pangan; (5) menganalisis pengaruh peran penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga; (6) merumuskan strategi penyuluhan untuk meningkatkan diversifikasi pangan rumah tangga. Jenis penelitian ini adalah “ex Post Facto”. Penelitian lapang dilakukan di Kecamatan Dramaga, Cibungbulang dan Ciomas Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dari bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif terdiri dari distribusi frekuensi, sedangkan statistik inferensial digunakan untuk mengetahui pengaruh antar variabel menggunakan analisis regresi berganda Stepwise dengan Software SPSS 17.0. Hasil penelitian menunjukkan: (1) persepsi masyarakat peserta program P2KP berada pada kategori tinggi dengan total rataan skor 2.97 dan masyarakat bukan peserta program dengan total rataan skor 2.73 dari skor maksimum 3.0; (2) karakteristik individu masyarakat yang berpengaruh nyata terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan adalah : umur, pendidikan formal dan keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar; (3) karakteristik individu masyarakat yang berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga adalah umur, pendidikan formal dan pendapatan; (4) peran penyuluh yang berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat tentang diversifikasi pangan adalah peran sebagai komunikator dan peran sebagai motivator; (5) peubah peran penyuluh tidak berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga; (6) perlu perubahan strategi penyuluhan diversifikasi pangan baik dari segi sasaran penyuluhan sampai kepada metode yang digunakan, seperti melibatkan kaum bapak dan remaja sebagai subyek penyuluhan dan pemanfaatan media televisi untuk menjelaskan pentingnya diversifikasi pangan. Kata kunci: diversifikasi pangan rumah tangga, peran penyuluh, persepsi
SUMMARY RAFNEL AZHARI. The Influence of Individual Charateristic and The Role of Extension Worker on Increasing Household Food Diversification. Supervised by PUDJI MULJONO and PRABOWO TJITROPRANOTO. The Government of Indonesia has launched accelereted diversification of food consumption program (P2KP). This program aims to encourage people in improving food consumption patterns, nutritious, balanced, and safe nutition. Bogor district is one of the districts managing P2KP program. The program involves Food Security and Extension Agency for Agriculture, Fisheries and Forestry (BKP4K) as program implementers. The objectives of the research are: (1) to identify community perceptions of participants and non-participants of P2KP program towards food diversification; (2) to analyze the effect of individual characteristics on community perceptions toward food diversification; (3) to analyze the effect of individual characteristics to the level of diversification of household; (4) to analyze the effect extension role on community perceptions toward food diversification; (5) to analyze the effect of extension of the role on the level of food diversification of household and; (6) to formulate extension strategies to improve household food diversification. Research using ex Post facto design. Field research was conducted in sub District of Dramaga, Cibungbulang and Ciomas of Bogor District West Java Province from February 2013 to June 2013. The data were analyzed qualitatively and quantitatively. Quantitative analysis used descriptive and inferential statistics. The analysis consisted of frequency distributions, while the inferential statistics used stepwise regression analysis based on SPSS 17.0 software. The results showed: (1) perception of P2KP program participants and non participant at the high category with a mean score of 2.97 and 2.73 respectively of a maximum score of 3.0; (2) the individual characteristics that significantly affect perceptions in terms of diversification are: age, formal education and keterdedahan on TV and newspaper media; (3) the individual characteristics that affect the level of food diversification of household is age, education formal and income; (4) the roles of extension personnel as communicator and motivator affected significantly the community perception of food diversification is the role as role as a communicator and motivator; (5) the role of extension personnel did not affect the level of food diversification of household; (6) need to change food diversification extension strategy both in terms of the target extension to the method used, for example the father and adolescents as subjects of education and the use of television media to explain the importance of diversification. Keywords : diversification of household food, perception, role of extension
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PERAN PENYULUH TERHADAP PENINGKATAN DIVERSIFIKASI PANGAN RUMAH TANGGA
RAFNEL AZHARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis
Judul Tesis : Pengaruh Karakteristik Individu dan Peran Penyuluh Terhadap Peningkatan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Nama : Rafnel Azhari NIM : I351110051
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ketua
Dr H Prabowo Tjitropranoto, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 20 November 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 ini adalah peran penyuluh, dengan judul Pengaruh Karakteristik Individu dan Peran Penyuluh Terhadap Peningkatan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga. Terima kasih dan rasa hormat yang setinggi – tingginya, penulis ucapkan kepada bapak Dr Ir Pudji Muljono MSi dan bapak Dr H Prabowo Tjitropranoto MSc selaku komisi pembimbing atas dukungan, arahan, waktu yang telah diberikan, kesabaran membantu penulis dalam penelitian dan menyelesaikan penulisan tesis. Terima kasih dan rasa hormat juga penulis sampaikan kepada seluruh Dosen program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB, yang telah mendidik dan mengajarkan banyak hal kepada penulis selama menyelesaikan studi di IPB. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kecamatan Dramaga, Cibungbulang dan Ciomas yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kepada penyuluh yang telah memberikan informasi dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya, penulis ucapkan penghargaan dan terima kasih, semoga kita bersama terus dalam satu gerak perjuangan untuk membuat Indonesia berdaya. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada ibunda Rosnini, papa Azhar dan uni Wil, uni Linda, uni Lela Fitriani dan uda Dendi serta mama Hj. Afriati, SPd, atas doa dan kasih sayangnya. Selanjutnya kepada Yulianti Fitri Kurnia, SPt MSi atas motivasi, doa, kasih sayang dan kesabarannya membantu penulis selama pendidikan. Ungkapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk melanjutkan studi di Pasca Sarjana IPB. Kepada Universitas Andalas yang memberikan rekomendasi untuk mendapatkan beasiswa dan kesempatan melanjutkan pendidikan, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya. Kepada teman – teman program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB, penulis mengucapkan terimakasih atas kebersamaan dan dukungan selama menyelesaikan studi ini. Semoga ilmu yang kita peroleh selama belajar di IPB, bermanfaat bagi sebesar – besarnya kebaikan diri kita, keluarga, masyarakat dan negara. Tidak banyak yang kita saling berikan, tapi tidak ada yang lebih indah dan berharga dari sebuah persahabatan yang tulus. Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membaca umumnya dan penulis sendiri khususnya.
Bogor, Desember 2013 Rafnel Azhari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyuluh dan Penyuluhan Peranan Penyuluh Definisi Persepsi Diversifikasi Pangan Karakteristik Personal Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
3 3 4 8 9 10 11 12
3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Pengembangan Instrumen Penelitian Uji Coba Instrumen Teknik Pengumpulan Data Analisis Data
18 18 19 19 20 26 27 28
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 30 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) 33 Gambaran Umum Responden 35 Peranan Penyuluh 38 Persepsi Masyarakat Peserta Program dan Masyarakat Bukan Peserta Program P2KP 40 Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Masyarakat Peserta Program 41 dan Bukan Peserta Program P2KP Faktor – Faktor yang Berpengaruh Terhadap Persepsi Masyarakat Tentang Diversifikasi Pangan 44 Faktor – Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga 48 Strategi Penyuluhan Untuk Meningkatkan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga 51
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
53 53 55
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
60
RIWAYAT HIDUP
68
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Data sampel penelitian untuk populasi masyarakat pelaksana dan bukan pelaksana /sasaran program P2KP Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel karakteristik Individu Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel peran penyuluh Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan Variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel tingkat diversifikasi pangan rumah tangga Sumber data dan teknik pengumpulan data Upaya diversifikasi pangan di Indonesia secara kronologis Distribusi responden pada berbagai karakteristik Individu Sebaran pendapat responden terhadap peranan penyuluh dalam melakukan penyuluhan diversifikasi pangan Persepsi masyarakat peserta dan bukan peserta P2KP Rata – rata skor PPH kelompok peserta dan bukan peserta P2KP Pengaruh karakteristik individu terhadap persepsi masyarakat Pengaruh peranan penyuluh terhadap persepsi masyarakat Pengaruh karakteristik individu terhadap tingkat diversifikasi pangan Pengaruh peranan penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka Operasional Penelitian Peta Kabupaten Bogor
16 17 31
20 22 23 25 25 28 34 35 39 41 42 45 47 48 50
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Pengukuran Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Hasil Annova Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Persepesi Hasil Uji Kenormalan Pengaruh Karakteristik terhadap Persepsi Hasil Uji Heterekedastisitas Pengaruh Karakteristik Persepsi Hasil Uji Multikoleniaritas Pengaruh Karakteristik Persepsi Hasil Uji Autokorelasi Pengaruh Karakteristik Terhadap Persepsi Hasil Annova Pengaruh Peranan Penyuluh Terhadap Persepesi Hasil Uji Heterekedastisitas Pengaruh Peranan Penyuluh Hasil Uji Multikoleniaritas Pengaruh Peranan Penyuluh Hasil Uji Autokorelasi pengaruh peranan penyuluh Hasil Annova Pengaruh Karakteristik – Tingkat diversifikasi Hasil Uji Kenormalan pengaruh karakteristik – T diversifikasi Hasil Uji Heterekedastisitas Pengaruh karakteristik – diversifikasi Hasil Uji Multikoleniaritas pengaruh karakteristik – diversifikasi Hasil Uji Autokorelasi pengaruh karakteristik - diversifikasi Hasil Annova Pengaruh peranan penyuluh – tingkat diversifikasi Dokumentasi Penelitian
60 60 61 61 62 62 62 63 63 63 64 64 64 65 65 65 66
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Global Food Security Index Tahun 2013, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat ke-66 dari 107 negara di dunia dalam hal ketahanan pangan. Hal tersebut menunjukkan buruknya ketahanan pangan Indonesia. Kejadian rawan pangan menjadi masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial dan politik Indonesia. Oleh sebab itu, menjadi sangat penting bagi Indonesia untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, wilayah, rumah tangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan pangan domestik (Ariani 2010). Dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut, Indonesia dihadapkan pada berbagai macam tantangan. Tantangan tersebut diantaranya, jumlah penduduk yang besar, ketergantungan yang tinggi terhadap beras, masih besarnya jumlah penduduk miskin serta perubahan iklim yang mengganggu produktivitas pertanian. Konsep ketahanan pangan (food security) pertama kali muncul pada World food conference Tahun 1974, perluasan makna dan revisi dilakukan FAO tahun 1983 dan kontribusi World bank tahun 1986, dan yang sekarang ini secara luas diadopsi adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam World Food Summit 1996 (FAO 1996): “Food security exists when all people, at all times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food that meets their dietary needs and food preferences for an active and healthy life”. Mengacu pada definisi tersebut Sumaryanto (2009) menyatakan ketahanan pangan mencakup empat dimensi yaitu: (1) ketersediaan/food availability; (2) akses/access to sufficient food; (3) stabilitas/stability of food stock, dan (4) pemanfaatan/utilization of food. Komponen strategis dalam pemantapan ketahanan pangan salah satunya melalui diversifikasi pangan (FAO 2006). Diversifikasi pangan sangat diperlukan dalam mengatasi masalah, tantangan dan kondisi empiris ketahanan pangan di Indonesia. Diversifikasi pangan dapat berkontribusi dalam peningkatan kapasitas produksi pangan, perbaikan pendapatan petani, serta adaptasi dan perubahan iklim Peraturan Pemerintah Tentang Ketahanan Pangan Nomor 68 tahun 2002 Pasal 9 Ayat 2 menyebutkan bahwa salah satu cara diversifikasi pangan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang, sehingga sangat penting untuk melakukan sosialisasi mengenai diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan ini erat kaitannya dengan persepsi. Menurut Sumaryanto (2009) kebiasaan makan individu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya, persepsi individu, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu tahap awal untuk mewujudkan diversifikasi pangan adalah dengan mengubah persepsi. Dalam konteks ini, kontribusi pendidikan formal maupun non formal, teladan dari kelompok elit dan promosi media massa sangat diperlukan. Pemerintah dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap diversifikasi pangan masyarakat, meluncurkan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Program tersebut bertujuan untuk mendorong peningkatan pola konsumsi pangan yang semakin beragam, bergizi, berimbang, serta aman yang dicerminkan oleh skor minimal Pola Pangan Harapan (PPH) rata-rata nasional adalah 88.1 pada Tahun 2011 dan
2 95 pada Tahun 2015 serta menurunnya konsumsi beras di tingkat nasional sebesar 1.5 % per tahun. Kabupaten Bogor adalah salah satu Kabupaten pelaksana program P2KP. Program ini melibatkan Badan Ketahan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP4K) sebagai pelaksana program. BKP4K melakukan penyuluhan dalam upaya percepatan dan penganekaragaman konsumsi pangan. Kegiatan penyuluhan oleh BKP4K untuk Kabupaten Bogor ditujukan pada 15 Kelompok Wanita Tani (KWT). Penyuluh pertanian selaku aparatur pemerintah diharapkan memiliki kemampuan yang mendasar dalam pelaksanaan tugasnya. Kemampuan tersebut tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi pertanian, akan tetapi sampai pada tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan pertanian yaitu mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman konsumsi. Menurut Leagans dalam Puspadi (2003) penyuluh berperan memfasilitasi masyarakat dalam kegiatan belajar, yang tidak saja dalam kegiatan pendidikan dan menjamin adopsi inovasi baru, tetapi juga mengubah pandangan masyarakat dan mendorong inisiatif mereka untuk memperbaiki kehidupannya. Sejalan dengan hal itu maka peranan penyuluh dalam program ketahanan pangan di daerah sangat penting, karena penyuluh sebagai seorang komunikator, fasilitator dan motivator sangat berhubungan erat dengan upaya untuk memperbaiki pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat. Atas dasar pemikiran yang diuraikan di atas penting untuk mengetahui sejauh mana peranan penyuluh berpengaruh terhadap persepsi masyarakat tentang diversifikasi pangan dan terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga baik masyarakat peserta program maupun masyarakat bukan peserta program P2KP. Dengan demikian diharapkan akan diketahui kesiapan psikologis masyarakat dalam menghadapi diversifikasi pangan nasional dan kondisi tingkat diversifikasi pangan rumah tangga serta sejauh mana penyuluh mampu berperan dalam upaya diversifikasi pangan, sehingga kebijakan dan program yang diberikan dalam rangka menciptakan ketahanan pangan nasional melalui upaya diversifikasi pangan efektif dan tepat sasaran, termasuk dalam pendekatan penyuluhan yang dilakukan.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi masyarakat peserta program dan bukan peserta program P2KP terhadap diversifikasi pangan? 2. Bagaimana pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan? 3. Bagaimana pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga? 4. Bagaimana pengaruh peran penyuluh terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan?
3 5. Bagaimana pengaruh peran penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga? 6. Bagaimana bentuk strategi penyuluhan yang tepat untuk meningkatkan diversifikasi pangan rumah tangga?
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan persepsi masyarakat peserta dan bukan peserta program P2KP terhadap diversifikasi pangan. 2. Menganalisis pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. 4. Menganalisis pengaruh peran penyuluh terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan. 5. Menganalisis pengaruh peran penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. 6. Merumuskan strategi penyuluhan untuk meningkatkan diversifikasi pangan rumah tangga.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dirinci dalam pengembangan ilmu pengetahuan (akademik) dan pengembangan praktis sebagai berikut: Manfaat akademik 1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan dalam ketahanan pangan. 2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan metode penelitian ilmu penyuluhan pembangunan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Manfaat praktis 1. Bagi pemerintah/pemerintah daerah, sebagai sumbangan pemikiran dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan upaya pelaksanaan ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyuluh dan Penyuluhan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dimaksud dengan penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka
4 mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, dan penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya, yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Penyuluh Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama (petani) dan atau warga masyarakat sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkatan administrasi pemerintah (Departemen Pertanian 2006). Penyuluhan pada hakikatnya adalah suatu cara proses penyebaran informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan perbaikan kesejahteraan masyarakat atau keluarga yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian. Penyebaran informasi yang dimaksud mencakup informasi tentang ilmu dan teknologi inovasi yang bermanfaat, analisis ekonomi dan upaya rekayasa sosial yang berkaitan dengan pengembangan usaha tani serta peraturan dan kebijakan pendukung. Tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah mempengaruhi para petani dan keluarganya agar berubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan, yaitu perbaikan mutu hidup dari para keluarga tani. Penyuluh pertanian yang efektif adalah yang dapat menimbulkan perubahan informasi atau perolehan informasi baru kepada petani, memperbaiki kemampuan atau memberi kemampuan dan kebiasaan baru petani dalam upaya memperoleh sesuatu yang mereka kehendaki (Slamet 2003). Dalam penelitian ini definisi penyuluhan adalah suatu proses pendidikan non formal yang berorientasi pada perubahan perilaku sesuai dengan yang diinginkan agar terjadi perbaikan mutu hidup masyarakat. Sedangkan defenisi penyuluh adalah; pegawai negeri sipil atau honorer yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan.
Peran Penyuluh Peran penyuluh menurut Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2006, adalah memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;
5 Menurut SK Menpan Nomor: 19/KEP/MK WASPAN/5/1999 jabatan penyuluh pertanian terdiri dari penyuluh pertanian terampil dan penyuluh pertanian ahli. Penyuluh pertanian terampil adalah jabatan fungsional, yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu, sedangkan penyuluh pertanian ahli adalah jabatan fungsional yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metode dan teknik analisis tertentu. Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan pertanian yang lebih mengutamakan pembangunan manusianya, maka peran penyuluh pertanian dalam mensukseskan terjadinya perubahan pola perilaku petani menjadi semakin penting. Padmowihardjo (2004) menyatakan bahwa tujuan penyuluhan pertanian adalah menghasilkan manusia pembelajar, manusia penemu ilmu dan teknologi, manusia pengusaha Agribisnis yang unggul, manusia pemimpin di masyarakatnya, manusia guru bagi petani lain, yang bersifat mandiri dan interdependensi, karena itu penyuluhan adalah proses pembelajaran dan proses pemberdayaan. Menurut Rogers (1995), penyuluh adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Berdasarkan definisi tersebut, Mardikanto (2009) mengatakan bahwa peran penyuluh tidak hanya terbatas menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh sasaran penyuluhan, akan tetapi seorang penyuluh harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan. Lebih lanjut dijelaskan Mardikanto (2009), terdapat tiga macam peran penyuluh yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: (1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran; (2) menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan; dan (3) pemantapan hubungan dengan masyarakat sasaran. Agar lebih profesional maka seorang penyuluh harus berperan sebagai: pembawa informasi, pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, agen penghubung, pembentuk kemampuan, guru keterampilan, work helper, pengelola program, pekerja kelompok, penjaga batas, promoter, pemimpin lokal, konsultan, protektor dan pembentuk lembaga. Peran Penyuluh sebagai Komunikator Menurut Berlo (1960), secara umum komunikasi sering diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima). Dalam prakteknya, proses komunikasi tidak sederhana itu, antara pengirim dan penerima pesan terjadi saling berganti peran (interaktif). Oleh karena itu proses komunikasi didefinisikan sebagai proses penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih, dimana semua pihak saling berganti peran sebagai pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling memahami atas pesan yang disampaikan oleh semua pihak.
6 Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dalam proses difusi inovasi, komunikasi memiliki peranan penting menuju perubahan sosial sesuai yang dikehendaki. Dalam komunikasi inovasi, proses komunikasi antara komunikator penyuluh dan petani tidak hanya berhenti jika komunikator telah menyampaikan inovasi atau jika sasaran telah menerima pesan tentang inovasi yang disampaikan komunikator penyuluh, namun seringkali komunikasi baru berhenti jika sasaran (petani) telah memberikan tanggapan seperti yang dikehendaki penyuluh yaitu berupa menerima atau menolak inovasi tersebut. Arsyad (2008) menyatakan media dalam proses belajar mengajar merupakan alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Secara lebih rinci Luhan (2008) membagi media ke dalam tiga katagori, yaitu: (1) presentation media adalah bentuk komunikasi yang sifatnya face to face seperti : pidato, ceramah, atau bentuk-bentuk komunikasi dengan lebih dari dua orang tetapi masih face to face; (2) representation media adalah media yang pesan-pesannya diwujudkan dalam bentuk simbol yang dicetak, disampaikan melalui jarak jauh dan menggunakan teknologi untuk memproduksi pesan-pesannya, misalnya: surat kabar, majalah, dan media lainnya; dan (3) electronic atau mechanical media adalah media yang penggunaannya hampir sama dengan representation media akan tetapi ada proses encoding dan decoding pesan pada saat penerimaan dan pengiriman pesan, misalnya: telepon, radio, televisi, dan media lainnya. Mengacu pada pendapat Arsyad (2008) maka media tidak hanya terbatas pada media cetak dan elektronik saja. Kegiatan seperti ceramah, pelatihan, dan bentuk lainnya yang sifatnya tatap muka dapat digolongkan sebagai media. Media dapat bersifat tatap muka, media cetak, dan juga media elektronik. Effendy (2005) menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain sebagainya, yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu-raguan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (DeVito 2002). Mulyana (2010) melihat komunikasi sebagai proses mengubah perilaku seseorang. Kegiatan komunikasi tersebut berupa proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu dengan efek tertentu. Hal ini sejalan dengan pemikiran Slamet (2003) yang melihat kegiatan komunikasi pembangunan (development communication) sebagai aktivitas penyuluhan pertanian (agricultural extension education), karena pada dasarnya tiga istilah itu semua mengacu pada disiplin ilmu yang sama. Slamet (2003) menyatakan bahwa tujuan penyuluhan pertanian yang sebenarnya adalah perubahan perilaku kelompok sasaran. Dalam penelitian ini defenisi peran penyuluh sebagai komunikator adalah, peran penyuluh dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat agar terjadi
7 perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap masyarakat mengenai diversifikasi pangan Peran Penyuluh sebagai Konsultan Konsultan adalah ahli yang tugasnya memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat dalam suatu kegiatan (penelitian, dagang, dan sebagainya). Konsultan sebagai seorang tenaga profesional yang menyediakan jasa nasihat ahli dalam bidang keahliannya, misalnya akuntansi, lingkungan, biologi, hukum, dan lainlain. Secara umum, konsultan melakukan pekerjaan seperti pitching, riset, analisis, dan report writing. 1. Pitching, yaitu menjual dan menawarkan jasa. Kegiatan ini bisa berupa menyiapkan dokumen dan meriset klien yang prospektif, menulis proposal, atau melakukan presentasi 2. Research, yaitu menjalankan riset sekunder terhadap klien dan pihak terkait dengan menggunakan sumberdaya internal maupun sumber-sumber luar, melakukan interview mengenai kebutuhan klien dan mendapatkan pemahaman mengenai masalah klien, memfasilitasi diskusi tentang isu yang dihadapi klien, analisis, yaitu membuat permodelan dalam bentuk struktur tertentu tentang konsep pemecahan masalah, melakukan analisis dari data yang telah diperoleh dan model yang telah disusun dan membantu menyusun rekomendasi yang diperlukan. 3. Report writing, yaitu menyiapkan keputusan final, membantu klien dan menunjukkan temuan serta rekomendasi yang telah dibuat. Seorang organisator dapat mendorong orang bekerja karena dorongan dari dalam dirinya. Penyuluh sebaiknya memiliki kecakapan memimpin, artinya dapat mempengaruhi, mengarahkan, membimbing, memotivasi petani. Keberhasilan kegiatan penyuluhan bergantung pada kemampuan penyuluh memimpin dan mengorganisasikan pembelajaran sehingga dapat mewujudkan tujuan penyuluhan sesuai yang dikehendaki (Lindner 1998). Dalam penelitian ini, defenisi peran penyuluh sebagai konsultan adalah, peran penyuluh memberi bimbangan, pertimbangan, atau nasehat kepada masyarakat dalam melakukan diversifikasi pangan. Peran Penyuluh sebagai Motivator Seorang motivator harus bisa membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan yang dimiliki anak didik walau bagaimanapun latar belakang keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya dan bagaimanapun berat tantangannya. Menurut Hamalik (2008), motivasi belajar penting artinya dalam proses belajar, karena berfungsi mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Oleh karena itu, prinsip-prinsip motivasi belajar sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip belajar itu sendiri. Niazda (2011), menyebutkan bahwa seorang motivator memiliki sifat-sifat positif, rasa berterima kasih kepada orang-orang terbaik yang bekerja bersama, menyadari pentingnya harga diri dan kecerdasan emosi. Motivasi disampaikan lewat komunikasi lisan antar motivator dengan orang lain, yang mengharuskan motivator memiliki kecerdasan emosi yang baik karena
8 kecerdasan emosi adalah dasar untuk berkomunikasi baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosi mencakup pengelolaan emosi diri sendiri maupun orang lain. Empati adalah menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Perlu disadari bahwa sesungguhnya motivasi hanya bekerja di luar, api motivasi sebenarnya berada di dalam diri masing-masing. Oleh karena itu dengan berusaha menempatkan diri menjadi orang lain, ide-ide untuk memotivasi orang akan menjadi lebih tajam karena kita melihat dengan kacamata orang tersebut bukan dengan kacamata kita sendiri. Dalam penelitian ini, defenisi peran penyuluh sebagai motivator adalah, peran penyuluh dalam mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan. Peran Penyuluh sebagai Fasilitator Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan nasihat atau pendapat. Fasilitator harus menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan (Indo SDM 2013). Tugas seorang fasilitator adalah menata acara belajar, menyiapkan materi, dan penyajian materi sesuai dengan bidangnya, menata situasi proses belajar, mengintensifkan kerjasama dan komunikasi antar anggota kelompok, mengarahkan acara belajar dan menilai bahan belajar sesuai kebutuhan, mengadakan bimbingan pada diskusi kelompok, memberikan umpan balik/feedback kepada anggota kelompok, selanjutnya apabila dalam diskusi terdapat pembicaraan yang keluar jalur, fasilitator juga bertugas sebagai mediator atau penengah untuk mengembalikan topik pembicaraan ke jalur yang benar, merumuskan kegiatan dan hasil kegiatan peserta, mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses pelatihan dan memiliki kemampuan seorang fasilitator. Dalam penelitian ini, defenisi peran penyuluh sebagai fasilitator adalah, peran penyuluh dalam menata situasi pembelajaran, menghubungkan masyarakat dengan sumber belajar, mengarahkan proses pembelajaran serta mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses penyuluhan diversifikasi pangan.
Persepsi Thoha (1999) mengatakan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Sudrajat (2003) mengatakan bahwa persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respons melakukan atau tidak melakukan sesuatu kegiatan. Persepsi dapat juga merupakan pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga individu tersebut memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan
9 penerimaan atau penolakan (Kayam 1985). Selain itu persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh dan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat 2007). Pengertian persepsi yang dipakai dalam penelitian ini adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.
Diversifikasi Pangan Undang – Undang pangan Nomor 18 tahun 2012 mendefenisikan diversifikasi pangan sebagai upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Diversifikasi pangan ini tercakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan spektrum komoditas pangan, baik dalam hal perluasan pemanfaatan sumber daya, pengusahaan komoditas maupun pengembangan produksi komoditas pangan, oleh karena itu dilihat dari aspek produksi, diversifikasi mencakup pengertian diversifikasi horisontal maupun vertikal. Dari sisi konsumsi, diversifiksi pangan mencakup aspek perilaku yang didasari baik oleh pertimbangan ekonomis seperti pendapatan dan harga komoditas, maupun non ekonomis seperti kebiasaan, selera dan pengetahuan. Pertemuan antara sektor produksi dan konsumsi tidak terlepas dari peranan pemasaran dan distribusi komoditas pangan tersebut. Kasryno et al. (2005) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat. Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan. Soetrisno (1998) mendefinisikan diversifikasi pangan lebih sempit (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Secara lebih tegas, Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan dalam konteks Indonesia diversifikasi/keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras. Menurut Suhardjo dan Martianto (1992) semakin beragam konsumsi pangan maka kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.
10 Dalam penelitian ini definisi diversifikasi pangan yang dipakai yaitu upaya peningkatan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
Karakteristik Personal Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya didunia atau lingkungannya sendiri (Reksowardoyo 1983). Karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui kecendrungan perilaku seseorang atau masyarakat dalam kehidupannya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki masyarakat dapat dipelajari melalui karakteristik yang melekat pada diri masyarakat itu sendiri. Slamet (2003) menjelaskan bahwa umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, sikap dan dogma merupakan faktor individu yang mempengaruhi proses adopsi inovasi. Rakhmat (2007) menyatakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor personal. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang (seperti umur, pendidikan, status sosial – ekonomi dan pengalaman masa lalu) yang memberikan respon pada stimuli itu, berhubungan nyata dengan persepsi orang. Sedangkan faktor-faktor struktural berasal dari stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Berkaitan dengan penelitian ini maka faktor personal atau internal yang yang akan diteliti adalah umur, tingkat pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, keterdedahan terhadap media massa dan kekosmopolitan. a. Umur Yuwono (2006) mengatakan bahwa umur merupakan karakteristik individu yang menggambarkan pengalaman dalam diri individu tersebut, semakin tua seseorang semakin sulit menerima suatu perubahan atau dengan kata lain sudah puas dengan kondisi yang dicapai. Hasil penelitian Yuwono (2006) menunjukkan bahwa umur petani hutan rakyat berpengaruh nyata terhadap tingkat persepsi. Umur yang semakin tua maka tingkat persepsinya semakin rendah, sedangkan persepsi tinggi dijumpai pada petani yang masih muda. b. Pendidikan Salah satu faktor yang dapat merubah pola pikir dan daya nalar sesorang adalah pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin rasional pola pikir dan jasa nalarnya. Pendidikan sebagai suatu proses yang akan berpengaruh pada pembentukan sikap (termasuk persepsi), karena pendidikan meletakkan dasar pengetahuan dan konsep moral dalam diri individu. Pendidikan baik formal maupun nonformal adalah sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.Semakin tinggi pendidikan formal seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya (Puspasari 2010).
11 c. Kekosmopolitan Kekosmopolitan adalah sifat keterbukaan seseorang kepada dunia luas, serta dapat menerima bentuk ide – ide baru yang belum dikenal dalam rangka pembaharuan (Dececco 1968). Sikap kekosmopolitan menurut Rogers dan Shoemaker (1995) akan mempertinggi kemampuan empati dan daya empati ini akan mempertinggi sifat inovatif komunikan dan aspirasi positif. Weaver (1978) bahwa tingkat pengetahuan individu akan mempengaruhi persepsi dan partisipasi individu terhadap jenis informasi aktivitas tertentu. Seseorang akan meningkat pengetahuan dan wawasannya apabila orang tersebut memiliki sifat keterbukaan kepada dunia luas. Susiatik (1998) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat keterbukaan petani terhadap informasi baik dari sistem sosialnya dan diluar sistem sosialnya akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap program. Dalam penelitian ini, defenisi kekosmopolitan yang dipakai adalah sifat keterbukaan seseorang kepada dunia luas, serta dapat menerima bentuk ide – ide baru yang belum dikenal dalam rangka pembaharuan. d. Pendapatan Menurut Roger dan Shoemaker (1995), kira-kira dua pertiga dari penelitian menegaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara orang yang lebih inovatif dengan status sosialnya (termasuk pendapatan). Sugiyanto (1996) meyatakan dalam penelitiannya bahwa persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan positif apabila sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya akan negatif apabila bertentangan dengan kebutuhan orang tersebut. Pada penelitian yang dilakukan Susiatik (1998) menunjukkan bahwa pendapatan petani tidak berhubungan nyata dengan tingkat persepsi.Yuwono (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat ekonomi petani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat persepsi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pendapatan adalah penghasilan responden yang diperoleh dari berbagai sumber baik pekerjaan tetap maupun sampingan dalam satu bulan, dinyatakan dalam rupiah dengan kategorisasi berdasarkan pada UMR (Upah Minimum Regional) Kabupaten setempat.
Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) merupakan amanah dari Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal dan dijabarkan secara lebih rinci dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43 tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dalam pelaksanaannya dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap masyarakat khususnya kelompok wanita dan siswa SD/MI tentang pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (melalui penyuluhan), penurunan konsumsi beras per kapita di rumah tangga, dan perbaikan ekonomi masyarakat (pengembangan agribisnis). Kedua pendekatan ini
12 harus dilaksanakan secara simultan sehingga tujuan dari P2KP dapat terwujud sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan umum dari program P2KP adalah memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman yang diindikasikan oleh Skor PPH pada tahun 2015 sebesar 95. Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga diukur dengan rumus Pola Pangan Harapan (PPH) yang mengacu pada Suyatno (2008) dan Metode Vvaluasi Mandiri P2KP (2012). Metode tersebut meliputi tahapan berikut: pertama, data konsumsi pangan keluarga responden dikumpulkan menggunakan kuisioner dengan menerapkan metode recall 24 jam terhadap 9 kelompok pangan, kemudian dihitung jumlah kalori masing – masing kelompok pangan tersebut dengan daftar komposisi bahan makanan (DKBM), setelah itu dihitung persentase kalori masing – masing kelompok pangan terhadap total kalori perhari, lalu skor pola pangan harapan masing – masing kelompok pangan dihitung dengan mengalikan persen kalori kelompok pangan dengan bobot skoring yang sudah ditetapkan oleh PPH. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah: 1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap aparat pemerintah, penyuluh pertanian dan tokoh/pimpinan kelembagaan masyarakat dalam upaya pengembangan dan pendampingan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan. 2. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap masyarakat khususnya kelompok wanita. 3. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap siswa SD/MI sejak usia dini melalui sosialisasi konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman serta pengembangan kebun sekolah. 4. Meningkatkan pemanfaatan pangan lokal dan produk olahannya melalui pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan. 5. Meningkatkan motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan melalui penguatan kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan budaya makan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman. 6. Meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap tentang penganekaragaman konsumsi pangan kepada berbagai pemangku kepentingan yang meliputi aparat pemerintah, penyuluh pertanian, guru, kelompok wanita, siswa SD/MI, pengusaha pangan lokal dan kelompok masyarakat lainnya.
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian Kerangka Berpikir Penyuluhan mempunyai peranan yang sangat strategis, hal ini disebabkan karena penyuluhan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikannya dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya. Keberadaan penyuluh pertanian tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi pertanian, namun juga bertujuan mengubah perilaku
13 dan pemahaman masyarakat akan terpenuhinya kebutuhan pangan tidak hanya secara kuantitas namun yang lebih penting adalah kualitas, serta keberagaman pangan yang dikonsumsi dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Menurut Kurt Lewin (Mardikanto 2009), terdapat tiga macam peran penyuluh yang terdiri atas: (1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran; (2) menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan; dan (3) pemantapan hubungan dengan masyarakat sasaran. Agar lebih profesional maka seorang penyuluh harus berperan sebagai: pembawa informasi, pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, agen penghubung, pembentuk kemampuan, guru keterampilan, work helper, pengelola program, pekerja kelompok, penjaga batas, promoter, pemimpin lokal, konsultan, protektor dan pembentuk lembaga (Lionberger & Gwin, 1982). Mosher (1997) menguraikan tentang peran penyuluh pertanian, yaitu: sebagai guru, penganalisa, penasehat, sebagai organisator, sebagai pengembang kebutuhan perubahan, penggerak perubahan, dan pemantap hubungan masyarakat petani. Van Den Ban dan Hawkins (1999) menyebutkan peranan penyuluh adalah melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan yang benar. Definisi diversifikasi pangan dalam Undang – Undang pangan Nomor 18 tahun 2012 adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Peraturan pemerintah tentang Ketahanan Pangan Nomor 68 tahun 2002 pasal 9 ayat 2 menyebutkan bahwa salah satu cara diversifikasi pangan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang, akan tetapi kendala dilapangan masih ditemui. Kementerian Pertanian meyebutkan bahwa, belum semua kelompok masyarakat sudah memahami pentingnya diversifikasi pangan dan siap melakukan diversifikasi pangan. Hal tersebut dinilai terjadi karena perilaku masyarakat dalam kebiasaan makan yang susah untuk dirubah. Menurut Sumaryanto (2009), kebiasaan makan tersebut sangat terkait dengan persepsi masyarakat terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Penelitian Fitriani (2011) tentang tingkat adopsi hasil-hasil penelitian diversifikasi pangan berbasis jagung di Propinsi Lampung melalui organisasi kelompok menunjukkan tingkat adopsi hasil Penelitian diversifikasi pangan berbasis jagung yang masih rendah, yaitu sebesar 1.3%. Tidak jauh berbeda dengan hal tersebut, penelitian Hidayah (2011) menunjukkan bahwa masyarakat perkotaan belum siap menerapkan diversifikasi pangan pokok secara total, karena sulit dalam merubah pola makan. Hal ini membuktikan belum siapnya masyarakat dalam melakukan diversifikasi pangan. Penelitian yang dilakukan oleh Martianto (2009) menunjukkan bahwa, persepsi para pejabat daerah mengenai diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal masih bervariasi dan cenderung terfokus pada pangan pokok serta belum menekankan pentingnya optimalisasi potensi pangan lokal. Dalam penelitian ini, yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah, yang ingin diketahui persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan, bukan persepsi pejabat pengambil kebijakan, serta ingin diketahui pengaruh peranan penyuluh terhadap persepsi masyarakat terkait diversifikasi pangan dan pengaruh peranan penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga.
14 Gibney (2005) menjelaskan bahwa studi pemilihan makanan pada manusia melibatkan banyak interaksi kompleks yang mencakup berbagai bidang, mulai dari mekanisme biologis pengendalian selera makan, psikologi perilaku makan, nilai-nilai sosial dan budaya, hingga berbagai upaya kesehatan masyarakat dan komersial untuk mengubah asupan makanan pada populasi tertentu. Pemilihan makanan tampak jelas sebagai hasil akhir suatu proses pengambilan keputusan sebagai tujuan maupun sebagai suatu mekanisme atau proses. Berdasarkan tinjauan psikologi perilaku makan, ada beberapa atribut personal yang mempengaruhi individu dalam memilih bahan pangan, antara lain persepsi terhadap atribut sensorik (misalnya cita rasa dan tekstur), faktor psikologi (misalnya faktor emosi seperti mood dan faktor sikap) dan lingkungan sosial (misalnya norma budaya, pengiklanan, faktor ekonomi, dan ketersediaan produk pangan). Pemahaman proses pemilihan makanan di tingkat individu bersifat kompleks. Pengalaman dalam perjalanan hidup individu akan mempengaruhi faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap proses pemilihan makanan. Faktor tersebut mencakup idealisme, faktor personal, sumber daya, konteks sosial dan konteks makanan. Selanjutnya pengaruh tersebut menginformasikan pengembangan berbagai sistem personal untuk memilih makanan menggunakan negosiasi nilai-nilai dan strategi perilaku. Sejalan dengan penelitan Gibney (2005), tersebut karakteristik individu adalah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya didunia atau lingkungannya sendiri. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui kecendrungan perilaku seseorang atau masyarakat dalam kehidupannya. Kemampuan atau potensi yang dimiliki masyarakat dapat dipelajari melalui karakteristik yang melekat pada diri masyarakat itu sendiri. Slamet (2003) menjelaskan pula bahwa umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan, sikap dan dogma merupakan faktor individu yang mempengaruhi proses adopsi inovasi. Rogers (2003) meyebutkan bahwa proses keputusan inovasi merupakan suatu proses mental sejak seorang mulai pertama kali mengetahui adanya suatu inovasi, membentuk sikap terhadap inovasi tersebut, mengambil keputusan untuk mengadopsi atau menolak, mengimplementasikan ide baru, dan membuat konfirmasi atas keputusan tersebut. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibangun dengan mengintegrasikan teori Rogers (2003) tentang keputusan inovasi, Gibney (2005) tentang pemilihan makanan oleh manusia, dan Slamet (2003) tentang faktor individu yang mempengaruhi proses adopsi inovasi (Peubah X1). Sub peubah X2 diperloleh dari teori Lionberger and Gwin (1982), Mosher (1987), Van Den Ban dan Hawkinss (1999), serta UU RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang peranan penyuluh. Sub peubah Y1 diperoleh dari UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, peraturan pemerintah tentang ketahanan pangan No 68 tahun 2002, serta Sumaryanto (2009) tentang diversifikasi pangan. Sub peubah Y2 diperoleh dari FAO (1996) tentang rumus pola pangan harapan (PPH) guna menentukan tingkat diversifikasi pangan, UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, Perpres Nomor 22 Tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal dan Permentan Nomor 43 tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual
15 penelitian dapat digambarkan dalam sebuah skema (Gambar 1). Kerangka operasional penelitian dapat digambarkan secara skematis (Gambar 2). Hipotesis Mengacu pada tujuan dan kerangka pikir penelitian, hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: (1) Karakteristik individu masyarakat berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan. (2) Peranan penyuluh berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan. (3) Karaktersistik individu masyarakat berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. (4) Peranan penyuluh berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga.
16 Diversifikasi pangan
PP No. 68 tahun
- Diversifikasi pangan adalah salah satu opsi terpenting pada stabilitas ketahanan pangan - Diversifikasi salah salah satu pilar pemantapan ketahanan pangan
2002, menyebutkan cara diversifikasi pangan adalah dengan merubah perilaku masyarakat dalam pola konsumsi pangan
Masyarakat belum siap melakukan diversifikasi pangan: - Konsumsi beras yang masih tingi - Merasa belum makan bila belum makan nasi ( beras) - Kebisaan pola makan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor budaya
Program Percepatan Penganekaragaman Konsusmsi Pangan Peranan penyuluh dalam dalam upaya diversifikasi pangan Faktor internal: Karakteristik masyarakat sasaran Persepsi terhadap diversifikasi pangan
Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga
Peranan Penyuluh
Terwujudnya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan Keterangan Faktor yang tidak diteliti Faktor yang diteliti
Gambar 1 Kerangka berfikir konseptual penelitian
17
Karakteristik Individu (X1) (1) Umur (2) Pendidikan formal (3) Pendapatan (4) Jumlah tanggungan keluarga (5) Keterdedahan terhadap media TV dan surat Kabar (6) Kekosmopolitan
Persepsi Masyarakat Terhadap Diversifikasi Pangan(Y1) (1) Persepsi terhadap diversifikasi pangan (2) Persepsi terhadap kualitas pangan yang harus dikonsumsi (3) Persepsi terhadap tersedianya alternatif pangan lokal yang berkualitas untuk dikonsumsi
Peranan Penyuluh (X2) (1) Komunikator (2) Konsultan (3) Motivator (4) Fasilitator
Gambar 2 Kerangka berfikir operasional penelitian
Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga (Y2)
18
3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini mengambil Kabupaten Bogor sebagai kasus penelitian, karena Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, yaitu mencapai 5.077.210 juta jiwa pada tahun 2012 (BPS 2013) . Angka ini cukup fantastis untuk ukuran sebuah Kabupaten, bahkan melebihi sejumlah provinsi, seperti Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Jambi. Kabupaten Bogor juga memiliki alternatif pangan lokal, seperti Talas Bogor, Ubi Jalar, Singkong dan lain sebagainya. Kabupaten Bogor selain telah mencanangkan agenda revitalisasi pertanian, juga telah bekerjasama dengan Kementrian Riset dan teknologi untuk dijadikan tempat Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) dibidang diversifikasi pangan pokok. Kabupaten Bogor sangat dekat dengan Perguruan tinggi pertanian dan berbagai macam lembaga penelitian yang dapat menjadi penghasil dan penyuplai Inovasi teknologi di bidang pangan. Penelitian dilakukan menggunakan desain “ex Post facto” dengan tujuan mencari data dan fakta mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat dan peranan penyuluh terhadap diversifikasi pangan dan tingkat diversifikasinya. Penelitian ini menguraikan fakta-fakta dan informasi yang diperoleh di lapangan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapat gambaran secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta tersebut, hubungan antara fenomena yang diteliti, menguji hipotesis, membuat makna serta implikasi dari hasil yang diperoleh. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi, kuisioner dan wawancara. Observasi atau pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek untuk keperluan pencarian data terkait tujuan penelitian. Instrumen berupa kuisioner berisi serangkaian pertanyaan yang dijabarkan dari variabel-variabel penelitian. Kuesioner atau daftar pertanyaan yang digunakan mengarah kepada tingkat persepsi masyarakat dan peranan penyuluh terhadap diversifikasi pangan dan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga responden. Wawancara dengan bantuan kuisioner dilakukan terhadap responden dan wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapa responden serta pihak-pihak terkait lainnya dengan tujuan untuk mendukung data yang diperoleh melalui kuisioner. Dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data ini, diharapkan dapat saling melengkapi sehingga data yang dikumpulkan merupakan data lengkap, akurat dan konsisten (Sugiyono 2011). Selain tiga teknik tersebut, juga dilakukan penelusuran dokumentasi untuk memperoleh data-data sekunder.
19 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Dramaga, Cibungbulang dan Ciomas Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Dramaga dan Cibungbulang merupakan salah satu wilayah dilaksanakannya program P2KP di Kabupaten Bogor, sedangkan di Kecamatan Ciomas tidak melaksanakan Program P2KP. Dipilihnya wilayah tersebut sebagai lokasi studi dikarenakan beberapa alasan: 1. Kelompok Wanita Tani (KWT) peserta Program P2KP di Kecamatan Dramaga dan Cibungbulang, menurut penilaian penyuluh, merupakan kelompok terbaik dalam pelaksanaan program P2KP di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibungbulang juga menjadi tempat dilaksanakannya RUSNAS di bidang diversifikasi pangan pokok. 2. Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kecamatan Ciomas merupakan kelompok wanita tani yang berprestasi dan aktif mendapatkan pembinaan. 3. Kecamatan Dramaga dan Cibungbulang merupakan daerah dengan potensi komoditas padi sawah dan Palawija yang besar di Kabupaten Bogor, serta menjadi daerah penghasil pangan lokal seperti Talas Bogor, Ubi jalar dan Singkong. Jangka waktu penelitian lapang yang diperlukan dari uji coba sampai dengan pengumpulan data di lapangan adalah sekitar lima bulan yaitu sejak Februari 2013 sampai dengan Juni 2013. Populasi dan Sampel Populasi penelitian terdiri dari masyarakat peserta program dan masyarakat yang bukan peserta program. Populasi masyarakat peserta program P2KP yaitu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani yang berada di Kecamatan Dramaga sebanyak 1 (satu) kelompok, dan 2 (dua) kelompok wanita tani yang berada di Kecamatan Cibungbulang, sedangkan yang menjadi populasi penelitian untuk masyarakat yang bukan peserta program P2KP, dipilih 3 (tiga) kolompok wanita tani yang berada di Kecamatan Ciomas. Penentuan daerah tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kelompok peserta program P2KP dan kelompok bukan peserta program P2KP yang aktif dan berprestasi. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling atau sensus. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus (Arikunto 2002). Data jumlah responden disajikan pada Tabel 1.
20 Tabel 1 No 1 2 3
Data sampel penelitian untuk populasi masyarakat peserta dan bukan peserta program P2KP Wilayah Kecamatan Dramaga Kecamatan Cibungbulang Kecamatan Ciomas
Kelompok Pelaksana program Pelaksana program Bukan pelaksana program
Total
Populasi 10 40 55
Sampel 10 40 55
105
105
Total sampel dalam penelitian ini adalah 105 dengan rincian 50 Responden masyarakat peserta program dari Kecamatan Dramaga dan Cibungbulang serta 55 responden masyarakat bukan peserta program dari Kecamatan Ciomas.
Pengembangan Instrumen Penelitian Jenis Data Jenis data adalah data primer dan sekunder. Data primer berupa hasil kuisioner dan wawancara. Berdasarkan skala pengukuran, data dalam penelitian ini sebagian besar meliputi skala ordinal, serta sebagian kecil skala nominal dan rasio. Data sekunder berupa dokumen-dokumen tentang gambaran daerah penelitian dan data terkait yang mendukung, misalnya: (1) sosial ekonomi secara umum seperti kependudukan, mata pencaharian dan lain-lain/ monografi desa (2) keadaan umum daerah penelitian. Variabel Penelitian Variabel/peubah penelitian terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel tidak bebas (dependent variable) sebagai berikut: 1. Variabel bebas (X), yaitu variabel yang dapat mempengaruhi variabel dependen (Y) . Variabel independen terdiri dari: a. Karakteristik individu atau faktor internal (X1), yaitu faktor yang melekat dalam diri individu yang terdiri dari: umur, pendidikan formal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, keterdedahan terdadap media Televisi dan Surat Kabar, serta kekosmopolitan b. Peranan penyuluh (X2) yang meliputi: komunikator, konsultan, motivator, dan fasilitator 2. Variabel tidak bebas (Y), terdiri dari: Persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan (Y1) yang terdiri dari pemahaman masyarakat terhadap diversifikasi pangan, pemahaman terhadap kualitas pangan yang harus dikonsumsi, pemahaman terhadap pangan lokal dan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga (Y2).
21 Definisi Operasional Definisi operasional variabel-variabel dalam kerangka pikir penelitian adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik individu adalah ciri yang melekat pada individu yang mencerminkan karakteristik ekonomi, sosial dan budaya. dalam penelitian ini meliputi, umur, pendidikan formal, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, keterdedahan terhadap media TV dan Surat kabar serta kekosmopolitan. 2. Umur adalah usia responden dihitung dari lahir hingga saat penelitian, dinyatakan dalam tahun (kategorisasi berdasarkan produktifitas sesuai pengelompokan dalam demografi Badan Pusat Statistik). 3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh/dicapai responden, dinyatakan dalam strata/tingkat pendidikan. 4. Mata pencaharian adalah status pekerjaan atau jenis pekerjaan utama responden pada saat dilakukan penelitian. 5. Pendapatan adalah penghasilan responden yang diperoleh dari berbagai sumber baik pekerjaan tetap maupun sampingan dalam satu bulan, dinyatakan dalam rupiah dengan kategorisasi berdasarkan pada UMR (Upah Minimum Regional) Kabupaten setempat. 6. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menetap dan menjadi tanggungan kepala keluarga, dinyatakan dalam jiwa/KK. 7. Keterdedahan terhadap media massa merupakan upaya seseorang untuk mencari pesan atau informasi yang dapat membantu mereka menentukan perilaku (khususnya dalam konsumsi pangan) yang diukur melalui intensitas masyarakat dalam membaca media cetak (misalnya buku/majalah/suratkabar/leaflet/ booklet), mendengarkan dan atau menonton media elektronik (Radio, televisi dan media elektronik lainnya) maupun menonton (televisi dan media lainnya). 8. Kekosmopolitan adalah tingkat keterbukaan seseorang kepada dunia luas serta dapat menerima bentuk ide – ide baru yang belum dikenal dalam rangka pembaharuan. 9. Peranan sebagai komunikator adalah peranan penyuluh dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat agar dapat memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan diversifikasi pangan. 10. Peranan sebagai konsultan adalah peranan penyuluh memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat guna menyelesaikan masalah masyarakat. 11. Peranan sebagai motivator adalah peranan penyuluh dalam mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan. 12. Peranan sebagai fasilitator adalah, peranan penyuluh dalam menata situasi pembelajaran, menghubungkan masyarakat dengan sumber belajar, mengarahkan proses pembelajaran serta mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses penyuluhan diversifikasi pangan. 13. Persepsi terhadap diversifikasi pangan adalah pemahaman masyarakat tentang makna dan tujuan diversifikasi pangan. 14. Persepsi terhadap kualitas pangan yang harus dikonsumsi adalah pemahaman masyarakat terhadap mutu dan kemanan pangan untuk dikonsumsi.
22 15. Persepsi terhadap tersedianya alternatif pangan lokal yang berkualitas untuk dikonsumsi adalah pemahaman masyarakat terhadap pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi sumber daya wilayah dan budaya setempat. 16. Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga adalah jumlah padi –padian, umbi – umbian, pangan hewani, kacang – kacangan, sayur dan buah, biji berminyak, lemak dan minyak, gula serta bumbu dan bahan makanan yang dikonsumsi per hari dalam gram oleh responden dan keluarga. Matriks Pengembangan Instrumen Matrik pengembangan berdasarkan variabel yang telah ditentukan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel karakteristik individu No
Sub variabel
Definisi operasional
Pengukuran
Kategori
1
Umur
Usia responden dihitung dari lahir hingga saat penelitian dan dinyatakan dalam tahun.
Jumlah tahun
2
Pendidi kan formal
Jenjang pendidikan Tingkat pendidikan formal yang pernah formal yang dicapai dicapai responden
3
Pendapa tan
Penghasilan responden yang diperoleh dari berbagai sumber, baik pekerjaan tetap maupun sampingan dalam satu bulan dan dinyatakan dalam rupiah
Penghasilan responden Perbulan
1. tidak produktif ( 0-14 th) 2. kurang produktif (≥65 tahun) 3. produktif (50-64 th) 4. sangat produktif (15-49 th) 1. sangat rendah (SD) 2. rendah (SMP) 3. tinggi (SMA) 4. sangat tinggi (PT) 1. sangat rendah ( < Rp 500.000) 2. rendah (> Rp 500.000 – 1 juta) 3. tinggi (>Rp 1 juta – 1,5 juta) 4. sangat tinggi ( > Rp 1,5 juta)
5
Jumlah tanggun gan keluarga
Jumlah anggota keluarga yang menetap dan menjadi tanggungan kepala keluarga
Jumlah tanggungan
1. sangat rendah (0-2 jiwa/kk) 2. rendah (3-4 jiwa/kk) 3. tinggi (5-6 jiwa/kk) 4. sangat tinggi (>6 jiwa/kk)
23 Lanjutan Tabel 2 Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel karakteristik individu No
Sub variabel
Defenisi Operasional
6
Keterdedahan Upaya terhadap media responden massa dalam mencari informasi melalui media yang dapat membantu mereka menentukan informasi yang dibutuhkan
7
Kekosmopolitan Sifat keterbukaan responden dalam menerima ide baru yang diperlukan dari interaksi dengan orang lain diluar desanya.
Pengukuran
Kategori
Frekuwensi 1. sangat rendah ( tidak Pencarian pernah menonton TV informasi melalui dan membaca koran) media massa 2. rendah (menonton TV ≤ 2 jam sehari dan tidak membaca koran) 3. tinggi (menonton TV 3- 4 jam sehari dan membaca 1 jenis koran sehari) 4. sangat tinggi (menonton TV >4 jam sehari dan membaca ≥2 jenis koran sehari) 1. Frekuwensi 1. Sangat rendah ( tidak keluar desa pernah keluar dalam mencari desanya) informasi 2. Rendah ( keluar desa diversifikasi ≤ 2 bulan sekali) pangan 3. Tinggi ( keluar desa 2. Kemauan 3-4 kali sebulan) menerima ide 4. Sangat tinggi ( keluar baru desa ≥ 5 kali sebulan)
Tabel 3 Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel peran penyuluh No Sub Defenisi Pengukuran Kategori Variabel Operasional Komunik Peranan penyuluh Tingkat 1. Sangat rendah (tidak 1 ator
dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat agar dapat memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan diversifikasi pangan
kejelasan penyuluh dalam memberikan informasi
pernah ada sosialisasi atau informasi mengenai diversifikasi pangan) 2. Rendah (jarang ada sosilisasi atau informasi mengenai diversifikasi pangan) 3. Tinggi ( sering ada sosialisasi atau informasi) 4. Sangat tingggi ( sangat sering/setiap pertemuan selalu ada sosialisasi atau informasi)
24 Lanjutan Tabel 3 Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel peran penyuluh No Sub Defenisi Pengukuran Kategori Variabel Operasional Konsultan Peranan penyuluh Tingkat 1. Sangat rendah (tidak 2 memberi bimbingan, pertimbangan, atau nasihat guna menyelesaikan masalah masyarakat
pemberian bimbingan 2.
3.
4.
3
Motivator
Peranan penyuluh dalam mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi pangan
Tingkat dorongan yang diberikan oleh penyuluh
1.
2.
3.
4.
4
Fasilitator
Peranan penyuluh dalam menata situasi pembelajaran, menghubungkan masyarakat dengan sumber belajar, mengarahkan proses pembelajaran serta mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses penyuluhan diversifikasi pangan.
Tingkat fasilitasi yang diberikan oleh penyuluh
1. 2. 3. 4.
pernah ada petunjuk arahan atau bimbingan) Rendah (jarang ada petunjuk, arahan atau bimbingan) Tinggi ( sering ada petunjuk, arahan atau bimbingan) Sangat tinggi ( sangat sering ada petunjuk arahan atau bimbingan) Sangat rendah (tidak mendorong untuk melakukan diversifikasi pangan) Rendah (kurang mendorong untuk melakukan diversifikasi pangan) Tinggi (ada mendorong untuk melakukan diversifikasi pangan) Sangat tinggi ( sangat sering mendorong untuk melakukan diversifikasi pangan) Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
25 Tabel 4
Sub variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan
No
Sub variabel
Definisi operasional
Pengukuran
Kategori
1.
Persepsi terhadap diversifikasi pangan
Pemahaman masyarakat terhadap makna dan tujuan diversifikasi pangan
Tingkat pemahaman responden terhadap makna dan tujuan diversifikasi pangan
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
2.
Persepsi terhadap kualitas kualitas pangan yang harus dikonsumsi
Pemahaman masyarakat terhadap mutu dan keamanan pangan yang akan dikonsumsi
Tingkat pemahaman responden terhadap mutu dan keamanan pangan yang akan dikonsumsi
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
3
Persepsi terhadap tersedianya alternatif pangan lokal yang berkualitas untuk dikonsumsi
Pemahaman masyarakat terhadap pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi sumber daya wilayah dan budaya setempat.
Tingkat pemahaman masyarakat terhadap pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi sumber daya wilayah dan budaya setempat
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
Tabel 5 Variabel, indikator, pengukuran dan skala variabel tingkat diversifikasi pangan rumah tangga No
Sub variabel
Definisi operasional
Pengukuran
Kategori
1
Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga
Jumlah padi –padian, umbi – umbian, pangan hewani, kacang – kacangan, sayur dan buah, biji berminyak, lemak dan minyak, gula serta bumbu dan bahan makanan yang dikonsumsi per hari dalam gram (gr) oleh responden dan kelurga
Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga
1. Rendah (skor PPH <78) 2. Sedang ( skor PPh 78 – 88) 3. Tinggi (skor PPH ≥ 88)
26 Uji Coba Instrumen Instrumen dalam penelitian ini diuji validitasnya melalui validitas internal dan pengujian validitas eksternal (membandingkan antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris di lapangan). Pengujian tersebut dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (a) definisi operasional variabel yang akan diukur; (b) studi literatur (pustaka) sebagai referensi (acuan); (c) konsultasi dengan pembimbing (ahli); (d) uji coba instrumen di lapangan; (e) mempersiapkan format tabulasi jawaban; (f) menghitung korelasi antara setiap item jawaban dengan total skor menggunakan teknik korelasi product moment; dan (g) membandingkan angka korelasi hasil perhitungan dengan angka kritis pada tabel korelasi nilai r pada tingkat kepercayaan tertentu (95%). Rumus teknik korelasi product moment adalah sebagai berikut: r=
N [(∑XY) – (∑X∑Y)
√[N∑X
2
– (∑X)2] [N∑Y2 – (∑Y)2]
Keterangan : α
: Koefisien cronbach alpha
∑Xi
: Jumlah skor item
∑Yi
: Jumlah skor total
N
: Jumlah responden n : Pertanyaan sebagai alat ukur dinyatakan valid apabila nilai r hasil hitung lebih besar daripada nilai r Tabel, sedangkan bila lebih kecil maka perlu ada perbaikan atau pertanyaan pada butir tersebut dihilangkan dari kuisioner. Uji coba instumen dilakukan di kecamatan Ciawi dengan mengambil 20 responden, dengan perbedaan 10 orang responden pada kelompok pelaksana program P2KP dan 10 responden pada kelompok yang bukan menjadi pelaksana program P2KP. Hasil kuisioner kemudiaan di analisis dengan menggunakan korelasi product momen (Arikunto 2002). Berdasarkan hasil analisis nilai korelasi (r - hitung) dalam uji validitas item (butir) pada penelitian ini berkisar antara 0.451 sampai dengan 0.881. Menurut Babbie (1992), bila koefesien korelasi antara suatu indikator dengan skor total seluruh indikator positif dan lebih besar dari 0.3 (r >0.3), maka instrumen tersebut sudah valid (validitas kriteria). Dengan demikian instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid. Sedangkan reliabilitas diuji menggunakan metode cronbach alpha dengan rumus: n α =n - 1
∑Vi
Vt
]
Keterangan: α α : :Koefisien cronbach alpha n n : :Jumlah item : Vi :Varians skor tiap-tiap item ∑Vi:Jumlah : varians skor tiap tiap item Vt : Varians total
27 Alat ukur dinilai cukup reliabel apabila nilai koefisien cronbach alpha (α) lebih besar dari kisaran 0.5 – 1.0. Hasil analisis menunjukkan nilai koefesien cronbach alpha (α) pada penelitian ini berkisar antara 0.562 – 0.973, hasil ini menunjukkan bahwa kuisioner pada penelitian ini sudah Reliabel.
Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh melalui pengamatan di lapangan (observasi), kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data secara langsung terhadap obyek penelitian. Kuisioner digunakan dengan jalan mengajukan pertanyaan tertulis kepada sejumlah masyarakat sebagai responden. Selain itu dilakukan wawancara mendalam kepada beberapa informan untuk mendukung data penelitian. Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pencatatan dan pengumpulan dokumen yang sudah ada tentang gambaran umum daerah penelitian, data desa, dan data terkait yang mendukung penelitian. Pada Tabel 6 disajikan proses pengumpulan data yang meliputi sumber data dan teknik pengumpulan data. Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga diolah dengan rumus Pola Pangan Harapan (PPH) yang mengacu pada Suyatno (2008) dan Deptan (2012). Metode tersebut meliputi tahapan berikut: pertama, data konsumsi pangan keluarga responden dikumpulkan menggunakan kuisioner dengan menerapkan metode recall 24 jam terhadap 9 kelompok pangan, kemudian dihitung jumlah kalori masing – masing kelompok pangan tersebut dengan daftar komposisi bahan makanan (DKBM), setelah itu dihitung persentase kalori masing – masing kelompok pangan terhadap total kalori perhari, lalu skor pola pangan harapan masing – masing kelompok pangan dihitung dengan mengalikan persen kalori kelompok pangan dengan bobot skoring yang sudah ditetapkan oleh PPH (Lampiran 1)
28 Tabel 6 Sumber data dan teknik pengumpulan data No
Data dan informasi yang ingin diperoleh Gambaran umum lokasi penelitian Gambaran umum program P2KP
1 2
Sumber data dan informasi Pemda Kabupaten Bogor Deptan, Pemda Kabupaten Bogor, BKP4K Kabupaten Bogor Penelitian terdahulu, buku – buku diversifikasi pangan, dokumen diversifikasi pangan Responden
3
Upaya diversifikasi pangan di indonesia secara kronologis
4
Gambaran umum responden
5
Peranan penyuluh
Responden
6
Persepsi masyarakat
Responden
7
Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga
Responden
8
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap persepsi masyarakat Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga
Responden
9
Responden
Teknik pengumpulan data Studi dokumentasi Studi dokumentasi
Studi dokumentasi
Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisisan kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner
. Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan statistik deskriptif dan inferensial. Data yang diperoleh dari kuisioner dikelompokkan menurut variabel yang telah ditentukan, dengan menggunakan skoring dan pengkategorian. Analisis yang dilakukan adalah: (1) memberikan skor pada setiap data dan kemudian ditabulasi; (2) menggolongkan, menghitung jawaban dan memprosentasekan berdasarkan kategori jawaban. Kemudian data diolah dengan menggunakan tabulasi distribusi frekuensi dan nilai
29 tengah yang kemudian dianalisis. Untuk mendiskripsikan variabel penelitian digunakan analisis statistik deskriptif. Selanjutnya dilakukan pengujian hubungan kausal antar berbagai variabel terpilih untuk menghitung besarnya pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung. Uji statistik yang digunakan adalah analisis Regresi Berganda. Analisis statistik Regresi Berganda dilakukan dengan menggunakan perangkat statistik Statistical Product and Service Solutions 17 (SPSS 17). Pengukuran peubah menggunakan skala ordinal menurut skala Likert jenjang 4 (1,2,3,4). Untuk keperluan analisis statistik dilakukan proses transformasi mengubah skala ordinal menjadi skala interval atau rasio. Berdasarkan proses transformasi, indikator akan memiliki nilai 0 – 100. Proses transformasi ini berpedoman pada pemberian nilai indeks indikator terkecil untuk jumlah skor terendah dan nilai 100 untuk jumlah skor maksimum. Rumus umum transformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Transformasi indeks indikator : Jumlah skor yang didapat per indikator Indeks Indikator =
x 100 Jumlah skor maksimum per indikator
2. Transformasi indeks peubah : Jumlah skor indeks indikator tiap peubah Indeks Peubah =
x100 Jumlah total indeks indikator maksimum tiap peubah
Secara lebih rinci proses pengolahan data dilakukan sebagai berikut: 1. Gambaran umum lokasi penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif. 2. Persepsi masyarakat peserta program dan bukan peserta program P2KP terhadap diversifikasi pangan diolah dengan rataan skor serta disajikan dalam bentuk tabel lalu diinterpretasikan dan juga dijelaskan secara kualitatif. 3. Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga diolah dengan rumus Pola Pangan Harapan (PPH) dengan cara sebagai berikut: pertama, dilakukan metode recall 24 jam terhadap 9 kelompok pangan yang dikonsumsi oleh keluarga responden, kemudian dihitung jumlah kalori masing – masing kelompok pangan tersebut dengan daftar komposisi bahan makanan (DKBM), setelah itu dihitung persentase kalori masing – masing kelompok pangan terhadap total kalori perhari, lalu skor pola pangan
30
4.
5.
6.
7.
8.
harapan masing – masing kelompok pangan dihitung dengan mengalikan persen kalori kelompok pangan dengan bobot skoring yang sudah ditetapkan oleh PPH. Untuk melihat pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan digunakan regresi berganda, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel lalu diinterpretasikan dan juga dijelaskan secara kualitatif. Untuk melihat pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga digunakan Regresi Berganda, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel lalu diinterpretasikan dan juga dijelaskan secara kualitatif. Untuk melihat pengaruh peranan penyuluh terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan digunakan Regresi Berganda, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel lalu di interpretasikan dan juga dijelaskan secara kualitatif. Untuk melihat pengaruh peranan penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga digunakan Regresi Berganda, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel lalu diinterpretasikan dan juga dijelaskan secara kualitatif. Starategi penyuluhan dalam meningkatkan diversifikasi pangan rumah tangga dirumuskan berdasarkan hasil – hasil penelitian pada tujuan sebelumnya. Hasil penelitian pada tujuan sebelumnya dianalisis secara kualitatif lalu ditarik kesimpulan berupa strategi penyuluhan.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan ibukota Republik Indonesia dan terletak antara 6.19˚- 6.47˚ Lintang Selatan dan 106˚- 107˚ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.301.95 km2 dengan jumlah penduduk 5.077.210 jiwa pada tahun 2012 (BPS 2013), dan jumlah ini merupakan yang terbesar diantara Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat. Secara administratif Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan dan 427 Desa atau Kelurahan. Secara wilayah berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Selatan, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi di sebelah Utara; Kabupaten Lebak di sebelah Barat; Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta di sebelah Timur: Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur di sebelah Selatan; dan Kota Bogor di bagian tengah. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah administratif terluas keenam di provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Bandung dan Ciamis. Peta Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 2.
31
Gambar 3 Peta Administrasi Kabupaten Bogor Luas wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan pola penggunaan lahan pada tahun 2010 dikelompokkan menjadi kebun campuran seluas 85.202,5 hektar (28,48%), kawasan terbangun/pemukiman 47.831,2 hektar (15,99%), semak belukar 44.956,1 hektar (15,03%), hutan vegetasi lebat/perkebunan 57.827,3 hektar (19,33%), sawah irigasi/tadah hujan 23.794 hektar (7,95%), tanah kosong 36.351,9 hektar (12,15%). Secara topografi, dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi dibagian selatan yaitu sekitar 29,28 persen berada pada ketinggian 15 – 100 meter diatas permukaan laut, 42,62 persen pada ketinggian 100-500 meter diatas permukaan laut, 19,53 persen pada ketinggian 500-1.000 meter diatas permukaan laut, 8,43 persen pada ketinggian 1.000-2.000 meter diatas permukaan laut dan 0,22 persen pada ketinggian 2.000-2.500 meter diatas permukaan laut. Bila dikaitkan dengan pembagian wilayah administrasi maka untuk ketinggian sekitar kurang dari 500 meter dari permukaan laut sebanyak 235 desa/kelurahan, sedangkan desa/kelurahan yang berada diantara 500-700 meter dari permukaan laut sebanyak 144 desa/kelurahan dan 49 desa/kelurahan berada pada kisaran 500 meter dari permukaan laut. Morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam jenis batuan relatif lulus air dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain latosol, aluvial, regosol, podsolik dan andosol.
32 Berdasarkan kondisi tersebut, beberapa wilayah di Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori rawan terhadap bencana tanah longsor. Secara klimatologi, wilayah Kabupaten Bogor termasuk dalam iklim tropis sangat basah dibagian selatan dan ilkim tropis basah dibagian utara, dengan ratarata curah hujan tahunan 2.500 – 5.000 mm/tahun. Suhu rata-rata 20º - 30ºC, dengan rata-rata tahunan 25ºC, kelembaban udara 70 % dan kecepatan angin cukup rendah dengan rata-rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata – rata sebesar 146,2 mm/bulan. Sedangkan secara hidrologis, wilayah Kabupaten Bogor terbagi ke dalam 6 buah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub DAS Kali Bekasi, Sub DAS Cipamingkis dan DAS Cibeet, juga terdapat 32 jaringan irigasi pemerintah, 794 jaringan irigasi perdesaan, 93 situ dan 96 mata air. Berdasarkan limpahan sumber daya alam sebagaimana diuraikan diatas, idealnya sektor pertanian merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat Kabupaten Bogor dan karenanya pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan misi dan prioritas pembangunan selama tahun 2008-2013, yaitu revitalisasi pertanian dan pembangunan berbasis perdesaan Kecamatan Ciomas merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor yang berjarak 26 km dari ibukota Kabupaten, 120 km dari ibukota Provinsi dan 50 km dari ibukota negara Republik Indonesia. Berdasarkan data monografi Kecamatan Ciomas (2008) luas wilayah Kecamatan Ciomas adalah 1.650. 537 ha yang mencakup 10 desa dan 1 kelurahan yang terdiri dari tanah persawahan (625.3 ha), pekarangan (544 ha), tegalan atau kebun (428.9 ha) dan ladang penggembalaan (4000 ha). Kecamatan Dramaga juga merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor yang berjarak 30 Km dari ibu kota Kabupaten, 120 Km dari ibukota Propinsi dan 60 Km dari ibukota negara Republik Indonesia. Berdasarkan data monografi Kecamatan Dramaga (2008), Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 Desa yaitu Desa Babakan, Ciherang, Cikarawang, Dramaga, Neglasari, Petir, Purwasari, Sukadamai, Sukawening dan Sinarsari yang terdiri dari tanah persawahan (945 ha), pekarangan (971 ha), ladang atau tanah huma (174 ha) dan kolam (3.336 ha). Jumlah penduduk Kecamatan Dramaga pada Maret 2010 yaitu sebanyak 92.083 orang, yang terdiri dari dari laki laki sebanyak 47.274 orang dan perempuan sebanyak 44.809 orang. Luas wilayah Kecamatan Dramaga yaitu 24.06 km2 dengan kepadatan penduduk 3.517 jiwa/km2. Jumlah keluarga yang terdapat di Kecamatan Dramaga yaitu 22.143 keluarga. Kecamatan ketiga yang menjadi tempat penelitian adalah Kecamatan Cibungbulang. Kecamatan Cibungbulang juga merupakan salah satu Kecamatan yang teradapat di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cibungbulang memiliki 15 Desa dengan total luas wilayah 2.66 km. Jumlah penduduk Kecamatan Cibungbulang pada Maret 2009 sebanyak 85.786 orang.
33 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) merupakan amanah dari Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal dan dijabarkan secara lebih rinci dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43 tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dalam pelaksanaannya dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap masyarakat khususnya kelompok wanita dan siswa SD/MI tentang pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (melalui penyuluhan), penurunan konsumsi beras per kapita di rumah tangga, dan perbaikan ekonomi masyarakat (pengembangan agribisnis). Kedua pendekatan ini harus dilaksanakan secara simultan sehingga tujuan dari P2KP dapat terwujud sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Program P2KP memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum program adalah memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman, dengan skor PPH pada tahun 2015 sebesar 95. Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah: (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap aparat pemerintah, penyuluh pertanian dan tokoh/pimpinan kelembagaan masyarakat dalam upaya pengembangan dan pendampingan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan; (2) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap masyarakat khususnya kelompok wanita dalam pengembangan pekarangan sebagai alternatif penyedia sumber pangan keluarga; (3) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap siswa SD/MI sejak usia dini melalui sosialisasi konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman serta pengembangan kebun sekolah; (4) meningkatkan pemanfaatan pangan lokal dan produk olahannya melalui pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; (5) meningkatkan motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan melalui penguatan kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan budaya makan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman; (6) meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap tentang penganekaragaman konsumsi pangan kepada berbagai pemangku kepentingan yang meliputi aparat pemerintah, penyuluh pertanian, guru, kelompok wanita, siswa SD/MI, pengusaha pangan lokal dan kelompok masyarakat lainnya. Mengacu pada Perpres Nomor 22 Tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, maka dalam pelaksanaan kegiatan P2KP melibatkan instansi dan pemegang kepentingan terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, lembaga pendidikan (Universitas/STPP), PKK, lembaga keagamaan, tokoh masyarakat, penyuluh pertanian dan lainnya. Pelaksanaan P2KP terdiri atas 6 (enam) kegiatan, yaitu (1) pemberdayaan kelompok wanita melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan;(2) pengembangan P2KP bagi siswa SD/MI; (3) pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; (4) kerja sama dengan Perguruan Tinggi; (5) promosi penganekaragaman konsumsi pangan dan; (6) peran dunia usaha/swasta. Indonesia dalam sejarahnya pernah menjadi negara pengeskpor pangan, dengan mampunya Indonesia mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Prestasi yang
34 membanggakan tersebut sekarang sangat sulit untuk dicapai kembali,bahkan saat ini Indonesia telah berubah menjadi negara pengimpor pangan, hal ini terjadi karena stok pangan nasional hanya bertumpu pada beras dan mengabaikan bermacam ragam pangan sumber karbohidrat non beras yang potensial (Gardjito 2013). Menurut Suryana (2009) berbagai upaya telah lama dilaksanakan dalam rangka diversifikasi pangan. Upaya tersebut secara kronologis disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Upaya diversifikasi pangan di Indonesia secara kronologis Tahun 1960
Kebijakan/Program Perbaikan mutu makanan rakyat Nutrition Program: APN)
1974
Pencanangan kebijakan diversifikasi pangan dan program usaha perbaikan mutu makanan rakyat: UPMMR, INPRES No. 14/1974 Inpres No. 20/1979 tentang diversifikasi pangan, penekanan pada pendayagunaan tanaman sagu dikawasan timur Indonesia/KTI. Saat itu pemerintah mempopulerkan slogan “ pangan bukan hanya beras” tujuannya memanfaatkan bahan pangan lokal. 1980 dikeluarkan BANPRES untuk penelitian tentang pendayagunaan tanaman dan industri sagu khususnya di KTI
1979
(Apllied
1989
Dibentuk kantor Mentri negara urusan pangan. Diluncurkan “aku cinta makanan Indonesia”/ ACMI, serta pusat kajian makanan tradisional di 6 Perguruan Tinggi di Indonesia
1993s/d 1998
Program diversifikasi pangan dan gizi (DPG) oleh DEPTAN
1996
Lahir Undang – Undang No. 7 tentang pangan
2000
UU No. 25 Propenas (2000 -2004) . Tahun 2001 Dewan ketahanan pangan didirikan dan langsung dipimpin oleh Presiden 2002 PP No. 68 tentang ketahanan pangan 2009 Perpres No. 22 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal (P2KP). Permentan No. 43 tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal Tahun 2012 disahkan UU tentang pangan No. 18 tahun 2012 Sumber : Gardjito et al. 2013 (data diolah)
Realisasi Terbatas berlangsung di Jabar, Jatim, Sumsel, Sumut, Bali, Nusa tenggara, dan DIY Beras Tekad: telo, kacang dan jagug, tersendat atau tidak jalan Pembangunan Industri makanan berbasis sagu. Dikumandangkan lagi beras TEKAD untuk menggantikan beras Hasil penelitian tepung sagu bisa menggantikan terigu 30 persen. Upaya menyediakan berbagai bahan baku lokal nonberas. terhalang Trend fast food, makanan impor dengan pola waralaba Pengembangan usaha, melakukan penyuluhan diversifikasi pangan dan gizi masyarakat Upaya swasembada Gema PALAGUNG (padi, kedelai dan jagung), beras pangan masih primadona andalan. Peningkatan IP (Indeks Pertanaman) Rencana aksi diversifikasi, festival jagung di Bogor
Memberikan mandat kepada BKP4K untuk melakukan penyuluhan diversifikasi pangan. Kabupaten Bogor menjadi salah satu Pelaksana programnya.
35 Gambaran Umum Responden Karakteristik Individu Responden Penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang dengan tujuan mengubah perilaku sasaran sesuai dengan yang direncanakan dan hal ini merupakan upaya untuk mengembangkan potensi individu sasaran agar lebih berdaya secara mandiri (Asngari 2001). Memahami karakteristik individu merupakan hal penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Penyuluhan sebagai salah satu metode pemberdayaan masyarakat menekankan pentingnya memahami karakteristik indvidu, karena sasaran pemberdayaan adalah manusia yang memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda – beda. Karakteristik individu dalam penelitian ini merupakan karakteristik sosiodemografi yang merupakan ciri yang melekat pada individu berupa karakteristik sosial dan kependudukan yang menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, mata pencaharian, pendidikan, pendapatan, serta hubungannya dengan orang lain. Berikut adalah distribusi responden pada berbagai karakteristik yang diamati (Tabel 8). Tabel 8 Distribusi responden pada berbagai karakteristik individu
No
Sub variabel
Kategori
Kelompok peserta program Persen
Kelompok bukan peserta program Persen
Total
Uji beda Mann whitney
Persen
Signifik an 0.490
1
Umur
1. 2. 3. 4.
Tidak produktif (0-14 th) Kurang produktif (≥ 65 th) Produktif (50-64 th) Sangat produktif (15-49 th)
14 86
23.6 76.3
19.1 80.9
2
Tingkat pendidikan formal
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah (dasar) Rendah (menengah) Tinggi (atas) Sangat tinggi (PT)
46 50 4
54.5 38.1 7.2 -
50.4 42.8 3.8 1.9
0.035*
3
Pendapatan
1.
Sangat rendah ( < Rp 500.000) Rendah (> Rp 500.000-1 jt) Tinggi (>Rp 1 jt-1.5 jt) Sangat tinggi (> 1.5 jt)
0 58 30 12
0 74.6 21.8 3.63
0 66.7 25.7 7.6
0.006**
40 60 0 0
7.3 40 45.5 7.3
22.9 49.5 23.8 3.80
0.115
2. 3. 4. 4
5
6
Jumlah tanggungan keluarga
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah (0-2 jiwa/kk) Rendah (3-4 jiwa/kk) Tinggi (5-6 jiwa/kk) Sangat tinggi ( >6 jiwa kk)
Keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
8 24 68 0
0 21.8 78.2 0
3.8 22.9 73.3 0
0.048*
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
88 12 0 0
100 0 0 0
94.3 5.7 0 0
0.073
Kekosmopo litan
Keterangan: ** berbeda sangat nyata pada α = 0.01 ; *berbeda nyata pada α = 0.05
36 Pemahaman karakteristik sasaran sangat penting dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dengan pemahaman yang baik dan utuh terhadap karakteristik masyarakat sasaran penyuluhan, yang meliputi karakteristik kependudukan, sosial, ekonomi dan pendidikan dapat disusun strategi penyuluhan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran. Hasil uji beda Mann whitney menunjukkan karakteristik individu masyarakat yang berbeda sangat nyata (α = 0.01) adalah variabel pendapatan, sedangkan variabel yang berbeda nyata (α = 0.05) adalah pendidikan dan keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar, sedangkan umur, tanggungan keluarga, serta kekosmopolitan tidak berbeda nyata. Umur Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang mempengaruhi fungsi biologis, psikologis dan sosiologis (Puspasari, 2010). Pendiskripsian umur dalam penelitian ini dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu tidak produktif, kurang produktif, produktif dan sangat produktif. Hasil penelitian (Tabel 8) menunjukkan sebagian besar responden (80.9%) masuk dalam kategori usia sangat produktif. Responden peserta program maupun bukan peserta program P2KP secara umum lebih banyak berada pada usia sangat produktif. Kondisi masyarakat yang lebih banyak berada pada usia sangat produktif ini seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik terutama dalam hal diversifikasi pangan karena usia produktif adalah dimana jumlah pendapatan dapat di tingkatkan, sebab pendapatan yang lebih baik sangat berhubungan positif dengan peningkatan diversifikasi pangan rumah tangga. Usia muda atau usia produktif adalah puncak dari kemampuan motorik dimana pada usia muda, seseorang lebih mampu belajar menguasai keterampilan – keterampilan motorik yang baru dan mempunyai kemampuan mental untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi – situasi yang baru (Puspasari 2010). Peubah umur, antara kelompok peserta program dan bukan peserta program P2KP tidak berbeda nyata. Pendidikan Formal Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak seseorang. Puspasari (2010) menyebutkan bahwa baik pendidikan formal maupun non formal adalah sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Semakin tinggi pendidikan formal seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya. Hasil penelitian (Tabel 8) menunjukkan, sebagian besar responden berpendidikan rendah dan hanya sebagian kecil saja yang sampai pada pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi. Sebanyak 50% responden pada kelompok
37 peserta program P2KP berada pada kategori berpendidikan rendah, sedangkan lebih dari 50% responden pada kelompok bukan peserta program berada pada kategori pendidikan sangat rendah. Hasil uji beda Mann whitney menunjukkan peubah pendidikan formal antara kelompok peserta dan bukan peserta program terdapat perbedaan nyata ( p= 0.035). Mata Pencaharian Utama Pada masyarakat pelaksana program mata pencahariannya sebagian besar adalah petani dan separuhnya lagi bekerja di bidang lain, seperti menjadi pembantu rumah tangga, berdagang atau menjadi buruh. Masyarakat yang bekerja terbanyak di luar sektor pertanian adalah masyarakat yang bukan menjadi peserta program P2KP. Pekerjaan atau mata pencaharian akan berhubungan dengan pendapatan masyarakat, sedangkan pendapatan berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan diversifikasi pangan rumah tangga. Pendapatan Responden dalam penelitian ini mayoritas mempunyai penghasilan pada kategori rendah (Tabel 8). 58% responden pada kelompok peserta program memiliki pendapatan yang berada pada kategori rendah, sedangkan 74% responden berada pada kelompok bukan peserta program juga memiliki pendapatan yang berada pada kategori rendah. Uji beda Mann whitney antara kelompok peserta program dan bukan peserta program P2KP menunjukkan bahwa, peubah pendapatan berbeda sangat nyata (p= 0.006). Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu indikator dalam menentukan aktivitas masyarakat berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Tanggungan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adalah semua orang yang tinggal dalam satu rumah ataupun yang berada diluar dan menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Responden dalam penelitian ini sebesar 49.5% memiliki tanggungan keluarga antara 3 – 4 orang, dan 22.9% memiliki tanggungan keluarga antara 0 – 2 orang serta 23.8% memiliki tanggungan keluarga antara 5 – 6 orang. Hasil uji beda Mann whitney memperlihatkan, bahwa peubah tanggungan keluarga antara kelompok peserta program dan bukan peserta program tidak berbeda nyata. Keterdedahan terhadap Media TV dan Surat Kabar Keterdedahan masyarakat terhadap media TV dan surat kabar secara umum berada dalam kondisi tinggi. Umumnya masyarakat memperoleh informasi dari berbagai sumber baik dari teman kelompok, aparat desa, penyuluh, pihak lain, dan media massa, akan tetapi yang paling tinggi adalah dari penyuluh dan televisi. 68% responden pada kelompok peserta program dalam hal keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar berada pada kategori tinggi, sedangkan 78% responden pada kelompok bukan peserta program juga berada pada kategori tinggi dalam hal
38 keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar. Hasil uji beda Mann whitney antara kelompok peserta program dan bukan peserta program, menunjukkan bahwa keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar antara kedua kelompok berbeda nyata (p= 0.048). Kekosmopolitan Kekosmopolitan adalah sifat keterbukaan seseorang kepada dunia luas serta dapat menerima bentuk ide – ide baru yang belum dikenal dalam rangka pembaharuan. Sikap kekosmopolitan menurut Rogers dan Shoemaker (1995) akan mempertinggi sifat inovatif komunikan dan aspirasi positif. Pada umumnya tingkat kekosmopolitan responden dalam penelitian ini berada pada kategori sangat rendah sebesar 94.3%. Tingkat kekosmopolitan masyarakat yang sangat rendah, ikut menghambat keterbukaan masyarakat dalam mendapatkan ide – ide baru terutama pengetahuan terkait diversifikasi pangan. Pada dasarnya, terbukanya masyarakat terhadap ide dan pengetahuan baru akan sangat membantu pencapaian target – target diversifikasi pangan di masyarakat. Hasil uji beda Mann whitney menunjukkan bahwa kekosmopolitan antara kelompok peserta program dan bukan peserta program tidak berbeda nyata.
Peranan Penyuluh Van Den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa konsep dasar penyuluhan adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang disadari. Komunikasi yang disengaja melalui informasi untuk membantu masyarakat membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang benar serta mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik. Peranan penyuluh dalam program pemantapan ketahanan pangan di daerah sangat penting, karena tugas penyuluh sebagai seorang motivator atau penggerak petani dan keluarganya, sehingga dari peranan penyuluh ini diharapkan adanya perubahan perilaku masyarakat terhadap pembangunan pertanian tidak hanya berorientasi pada produksi untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat akan tetapi terpenuhinya kecukupan pangan bagi satu rumah tangga petani merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya. Ketahanan pangan rumah tangga dicirikan dengan setiap warga mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, gizi, aman, beragam dan terjangkau. Untuk itu pengembangan konsumsi pangan dilakukan dengan berbasis pada keanekaragamaan baik sumber bahan pangan maupun kelembagaan dan budaya lokal. Penelitian ini melihat peranan penyuluh menguubah perilaku masyarakat dalam hal konsumsi pangan. Peranan penyuluh yang dilihat adalah pada empat peranan yaitu peranan sebagai komunikator, peranan sebagai konsultan, peranan sebagai fasilitator, dan peranan sebagai motivator (Tabel 9).
39 Tabel 9
No
Sebaran pendapat responden terhadap peranan penyuluh dalam melakukan penyuluhan diversifikasi pangan
Sub variabel
Kategori
Kelompok peserta program
1
Komunikator
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
Persen 22 78 -
2
Konsultan
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
5.45 85.45 -
3
Fasilitator
1. 2. 3. 4.
Sangat rendah Rendah Tinggi Sangat tinggi
16 84 -
4
Motivator
1. Sangat rendah 2. Rendah 4 3. Tinggi 96 4. Sangat tinggi Keterangan: ** berbeda sangat nyata pada α = 0.01.
Kelompok bukan peserta program Persen 67.27 32.72 -
Total
Uji beda Mann whitney
Persen 45.71 54.28
Signifikan 0.000**
5.45 94.54-
5.71 94.28 -
0.905
3.63 96.36 -
9.52 90.47 -
0.243
41.81 58.18 -
21.90 32.38 45.71 -
0.000**
Tabel 9 menunjukkan bahwa pada kelompok peserta program peranan penyuluh sebagai komunikator, konsultan, fasilitator dan motivator secara umum berada pada kategori tinggi. Untuk kelompok bukan peserta program, hanya peranan sebagai konsultan dan fasilitator yang secara umum berada pada kategori tinggi, sedangkan peranan sebagai komunikator dan motivator secara umum berada pada kategori rendah. Tabel 9 juga menunjukkan, bahwa peranan penyuluh yang berbeda sangat nyata (α = 0.01) adalah variabel komunikator dan motivator, sedangkan variabel konsultan dan fasilitator tidak berbeda nyata. Perbedaan peranan penyuluh antara kelompok peserta program dan bukan peserta program P2KP disebabkan oleh penyuluh pada kelompok peserta program telah mendapat pelatihan terlebih dahulu serta memiliki fokus kerja yang jelas, yakni peningkatan diversifikasi pangan rumah tangga. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan adalah penyuluh yang ditempatkan pada kelompok peserta program P2KP, merupakan penyuluh senior yang memiliki banyak pengalaman melakukan penyuluhan, terutama pengalaman dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat sehingga dapat menjadi komunikator yang baik, serta lebih berpengalaman dalam memotivasi masyarakat. Hal ini menunjukkan aspek pengalaman dalam melakukan penyuluhan adalah penting, sebagai sebuah syarat keberhasilan penyuluhan.
40 Hasil ini juga menunjukkan belum meratanya kemampuan penyuluh dilapangan dalam hal kemampuan komunikasi dan memotivasi. Penyuluh yang memiliki latar belakang pendidikan yang beragam serta pengalaman melakukan penyuluhan yang masih kurang ikut menyebabkan rendahnya kemampuan komunikator dan motivator. Penyuluh mengaku tidak banyak mendapat pelatihan dan pembinaan terkait peningkatan kemampuan mereka pada bidang – bidang tersebut. Hal ini menegaskan bahwa amanat Undang – Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang penyuluhan agar penyuluh mendapatkan pembinaaan dan pengawasan, terbukti belum diimplementasikan dengan baik. Amanah (2005) menyebutkan bahwa, dalam ilmu penyuluhan perilaku manusia dapat dikembangkan dan diarahkan untuk menjadi lebih baik melalui pendekatan pendidikan dan komunikasi. Sehingga penyuluhan sebagai sistem pendidikan non formal semestinya bila diterapkan secara baik dengan strategi yang tepat dapat mengubah perilaku konsumsi pangan masyarakat kearah yang lebih beragam, bergizi dan berimbang. Dengan demikian ketahanan pangan keluarga, wilayah dan nasional dapat tercapai dengan baik.
Persepsi Masyarakat Peserta dan Bukan Peserta Program P2KP Selera dan kebiasaan makan sangat terkait dengan persepsi individu, keluarga dan masyarakat terhadap pangan yang mereka makan (Sumaryanto 2009). Untuk mengubah pola konsumsi masyarakat, dibutuhkan upaya untuk mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap pangan yang akan mereka konsumsi. Indikator persepsi yang diamati dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap diversifikasi pangan, persepsi terhadap kualitas pangan yang harus dikonsumsi dan persepsi terhadap tersedianya alternatif pangan lokal yang berkualitas untuk dikonsumsi. Pengamatan terhadap indikator persepsi tersebut didasari atas defenisi diversifikasi pangan menurut Undang – Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012. Persepsi yang baik terhadap diversifikasi pangan akan menimbulkan penerimaan yang baik pula terhadap program – program diversifikasi pangan. Begitu juga terhadap alternatif pangan lokal dan kualitas pangan yang akan dikonsumsi. Hasil penelitian Martianto (2009) tentang persepi pejabat daerah, menunjukkan bahwa pejabat daerah di Indonesia tidak mempersepsikan pangan lokal sebagai bagian dari upaya pemenuhan diversifikasi pangan. Pandangan ini tentu sangat keliru dan bertentangan dengan aturan yang ada. jika prinsip ini dipegang oleh masyarakat luas, maka akan sangat berbahaya sekali bagi kedaulatan pangan indonesia. Hasil penelitian ini menandaskan pentingya persepsi yang baik dan benar ditengah masyarakat dalam hal diversifikasi pangan, agar arah diversifikasi pangan mendukung upaya ketahanan pangan serta kemandirian pangan.
41 Dibawah ini disajikan persepsi masyarakat peserta program dan bukan peserta program P2KP. Tabel 10 Persepsi masyarakat peserta program dan bukan peserta program P2KP Persepsi
Rataan skor kelompok peserta program 3.22
Rataan skor kelompok bukan peserta program 2.20
Uji beda Mann Whitney 0.000**
Persepsi terhadap diversifikasi pangan Persepsi terhadap kualitas pangan yang harus dikonsumsi 2.60 2.80 0.062 Persepsi terhadap tersedianya alternatif pangan lokal yang berkualitas untuk dikonsumsi 3.10 3.20 0.837 Total rataan skor 2.97 2.73 Keterangan: interval skor 1.00 – 1.74 = sangat rendah; 1.75 – 2.49 = rendah ; 2.50 – 3.24 = tinggi ; 3.25 – 4.00 = sangat tinggi.**) berbeda sangat nyata pada α = 0.01.
Berdasarkan analisis pada Tabel 10, secara umum terlihat bahwa persepsi masyarakat peserta program P2KP berada pada kategori tinggi dengan total rataan skor 2.97. Hasil ini menunjukkan bahwa penilaian dan pemahaman masyarakat peserta program P2KP terhadap diversifikasi pangan sampai kepada alternatif pangan lokal yang tersedia untuk dikonsumsi sudah baik. Persepsi masyarakat bukan peserta program P2KP, secara umum juga berada pada kategori tinggi, dengan rataan skor 2.73, akan tetapi persepsi terhadap diversifikasi pangan berada pada kategori rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat bukan peserta program belum sepenuhnya baik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa intervensi penyuluhan yang dilakukan dalam upaya peningkatan diversifikasi pangan rumah tangga berhasil merubah persepsi masyarakat kearah positif terhadap diversifikasi pangan. Penyuluhan yang diarahkan secara khusus pada upaya peningkatan diversifikasi pangan dapat merubah pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap diversifikasi pangan sehingga mereka bisa memandang positif dan mendukung upaya diversifikasi pangan rumah tangga. Hasil uji beda Mann whitney (Tabel 10) menegaskan perbedaan persepsi antara kelompok peserta program dan bukan peserta program P2KP. Persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan berbeda sangat nyata (α = 0.01), sedangkan persepsi terhadap kualitas pangan dan persepsi terhadap tersedianya pangan lokal sebagai pangan alternatif tidak berbeda nyata.
Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Masyarakat Peserta Program dan Bukan Peserta Program P2KP Tingkat diversifikasi pangan rumah tangga dalam penelitian ini diukur dengan skor PPH (Pola Pangan Harapan). Pola pangan harapan adalah komposisi atau susunan pangan atas kelompok pangan yang didasarkan pada kontribusi energinya baik mutlak maupun relatif yang memenuhi kebutuhan gizi secara kuantitas, kualitas, maupun keragamannya dengan mempertimbangkan aspek
42 sosial, ekonomi, budaya, agama dan cita rasa. Skor PPH yaitu nilai yang menunjukkan kualitas konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman, yang dihitung berdasarkan metode PPH. Rata-rata skor PPH pada kelompok peserta program dan bukan peserta program P2KP dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata skor PPH pada kelompok pelaksana program dan bukan pelaksana program P2KP No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok pangan
Skor PPH ideal
Padi – padian Umbi – umbian Pangan hewani Kacang-kacangan Sayur dan buah Biji berminyak Lemak dan minyak Gula Lain – lain Jumlah
25 2.5 24 10 30 1 5 2.5 0.00 100
Skor PPH Responden peserta program 40.02 0.35 14.54 7.65 6.26 0.19 3.20 0.03 0.00 70.90
Responden bukan peserta program 40.93 0.02 14.20 6.53 3.41 0.23 3.10 0.02 0.00 68.47
Uji T 0.087 0.000** 0.911 0.524 0.033* 0.744 0.885 0.851
Keterangan: ** berbeda sangat nyata pada α = 0.01; * berbeda nyata pada α = 0.05.
Tabel 11 menunjukkan rata – rata skor PPH pada kelompok pelaksana program baru mencapai 70.90 dan kelompok bukan pelaksana program 69.87 dari skor PPH ideal yaitu 100. Skor PPH per kelompok pangan baik pada kelompok pelaksana program P2KP maupun kelompok bukan pelaksana program P2KP masih jauh dari skor ideal. Untuk padi-padian, skor PPH nya sangat tinggi, jauh melebihi skor PPH ideal, yang semestinya adalah 25. Hal ini menunjukkan masih tingginya konsumsi beras pada kelompok pelaksana program maupun bukan pelaksana program P2KP, sedangkan untuk kelompok pangan lain lebih rendah skornya dari skor PPH ideal. Hasil penelitian ini sejalan dengan data BPS yang menyatakan bahwa, penduduk Indonesia merupakan konsumen beras terbesar didunia. Konsumsi beras penduduk Indonesia adalah 154 kg/ kapita/tahun (BPS 2013), angka ini jauh diatas konsumsi beras di China yang hanya sebesar 90 kg/kapita/tahun, India sebesar 74 kg/kapita/tahun, Thailand sebesar 100 kg/kapita/tahun dan Philipina sebesar 100 kg/kapita/, serta Malaysia sebesar 65 kg/kapita/tahun (BPS 2013). Skor PPH pada kelompok pelaksana program P2KP yang sudah mencapai 70.90 hanya sedikit lebih baik dari pada kelompok bukan pelaksana program P2KP. Faktor pelaksanaan program P2KP hanya sedikit dapat meningkatkan skor PPH dibanding kelompok yang tidak mendapatkan intervensi langsung dari Program P2KP. Skor PPH pada kelompok pelaksana program maupun bukan pelaksana program P2KP sama – sama berada pada kriteria segitiga perunggu atau pada kriteria paling rendah. Dibandingkan dengan Skor PPH Indonesia secara nasional, maka skor PPH pada daerah penelitian sedikit lebih rendah. Skor PPH Indonesia secara nasional
43 periode 2009-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 75,7 pada Tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada Tahun 2010, kemudian turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3. Kondisi yang terjadi di daerah penelitian hampir sama dengan kondisi nasional, dimana masih rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah sedangkan konsumsi kelompok padi-padian masih sangat besar. Situasi seperti ini menurut Deptan (2013), terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah. Semakin meningkatnya konsumsi produk impor, terutama produk olahan gandum dan terigu tentu tidak sejalan dengan semangat diversifikasi pangan sesuai dengan aturan yang telah ada. Gejala ini harus dimaknai juga sebagai sebuah “perangkap” pangan global, dimana negara-negara maju yang memiliki industri pangan yang kuat menjalankan strategi besar untuk menguasai pasar pangan dunia. Dalam konteks ini sangat penting penyadaran dan edukasi kepada masyarakat Indonesia sebagai konsumen pangan yang besar di dunia. Sehingga penyuluhan merupakan instrumen yang tepat dan penting serta strategis pada upaya memberikan pengetahuan dan merubah perilaku konsumsi masyarakat. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadinya pergerseran perilaku konsumsi masyarakat Kabupaten Bogor terutama pada konsumsi sayur dan buah. Masyarakat Kabupaten Bogor yang selama ini dikenal sebagai orang yang suka mengkonsumsi sayuran atau yang biasa dikenal dengan “Lalapan”, menunjukkan kecendrungan semakin rendahnya konsumsi sayur ditengah masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya skor PPH untuk kelompok sayur dan buah. Rendahnya konsumsi sayur disebabkan oleh bergesernya perilaku konsumsi masyarakat dari pola tradisional kepada gaya konsumsi moderen yang dipengaruhi oleh makanan – makanan berbasis terigu yang diperkenalkan secara gencar melalui iklan, baik melalui media Televisi maupun media cetak. Upaya pewarisan budaya mengkonsumsi Lalapan ditengah keluarga juga mengalami penurunan, sehingga generasi muda Kabupaten Bogor lebih menyukai makanan cepat saji ataupun terbiasa dengan makanan berbasis terigu. Konsumsi beras terbukti masih sangat sulit untuk ditekan. Intervensi melalui program P2KP hanya mampu meningkatkan konsumsi sayur dan buah, kacang – kacangan dan sedikit umbi – umbian. Persoalan mendasar yang ditemukan dilapangan adalah, tidak adanya dukungan dari anggota keluarga yang lain, terutama suami untuk mengurangi konsumsi beras. Hasil penelitian menujukkan 93.33 persen responden tidak mendapat dukungan dari suami untuk melakukan diversifikasi pangan rumah tangga, terutama dalam hal mengurangi konsumsi beras. Wanita atau istri, memang ditugaskan untuk memasak di rumah tangga, akan tetapi makanan atau masakan yang akan mereka konsumsi, juga sangat dipengaruhi oleh keinginan anggota keluarga yang lain, sedangkan penyuluhan diversifikasi pangan rumah tangga melalui program P2KP ini hanya ditujukan kepada wanita atau istri dalam sebuah rumah tangga. Seorang responden mengungkapkan pendapatnya, kenapa sulitnya melakukan diversifikasi pangan di rumah tangganya terutama pada upaya mengurangi konsumsi beras.
44 Yang memasak dirumah memang saya, tetapi saya tidak memasak sesuatu yang suami dan anak – anak tidak suka. Tidak mungkin itu saya lakukan, suami dan anak–anak bisa tidak makan. Penyuluh memang telah memberikan pemahaman kepada saya mengenai diversifikasi pangan dan gizi, serta semua keuntungannya, tetapi suami dan anak –anak saya kan tidak paham itu. Saya berikan pengertian pun mereka tidak bisa menerima.
Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan pendapat Arumsari dan Rini (2008), yang menyatakan bahwa posisi wanita dalam rumah tangga sangat berperan dalam upaya terjadinya diversifikasi pangan dan ketahanan pangan. Wanita atau istri memang berperan dalam memasak dan mencari atau membeli bahan makanan yang akan dikonsumsi, akan tetapi preferensi makanan yang akan dikonsumsi atau dimasak dalam sebuah rumah tangga, ditentukan dan dipengaruhi oleh keinginan anggota keluarga yang lain. Hal ini menunjukkan pentingnya penyuluhan diversifikasi pangan untuk juga dilakukan kepada anggota keluarga yang lain. Untuk mengetahui perbedaan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga antara kelompok peserta program dan bukan peserta program P2KP dilakukan uji T. Uji T menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga antara kelompok pelaksana program dan bukan pelaksana program P2KP. Hasil ini dibuktikan dengan p-value 0.674 > 5% (Lampiran 17). Uji T untuk masing – masing kelompok pangan menujukkan perbedaan nyata pada kelompok pangan umbi – umbian serta kelompok pangan sayur dan buah (Tabel 11). Perbedaan ini terjadi karena penyuluhan yang dilakukan pada kelompok peserta program P2KP berhasil meningkatkatkan konsumsi pada kedua kelompok pangan tersebut, akan tetapi peningkatan konsumsinya masih kecil dan belum mencapai skor ideal PPH. Tidak berbedanya secara signifikan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga antara masyarakat peserta program dengan bukan peserta program P2KP disebabkan oleh beberapa faktor: (1) strategi penyuluhan diversifikasi pangan yang dilakukan pada kelompok pelaksana program belum efektif dan kurang tepat sasaran; (2) mayoritas responden baik pada kelompok pelaksana program maupun bukan pelaksana program P2KP berada pada kategori pendapatan rendah.
Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi Masyarakat Tentang Diversifikasi Pangan Pengaruh Karakteristik Individu Masyarakat Karakteristik individu masyarakat yang berpengaruh nyata terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan adalah : umur, pendidikan formal dan keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar, sedangkan karakteristik individu lainnya seperti, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga dan kekosmopolitan tidak berpengaruh nyata. Persamaan Regresinya adalah : Y1 = 6.558 – 0.033X1.1 + 0.638X1.2 + 1.026X1.6.
45 Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa semakin tua umur responden maka semakin menurun persepsinya terhadap diversifikasi pangan, dan jika pendidikan meningkat satu tahun maka persepsinya terhadap diversifikasi pangan akan meningkat sebesar 0.638, serta jika keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar semakin baik maka persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan akan meningkat. Pengaruh karakteristik Individu masyarakat terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan ditampilkan dalam Tabel 12. Tabel 12 Pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan Sub peubah
Koefesien regresi
Constant Umur Pendidikan formal Pendapatan Jumlah tanggungan keluarga Keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar Kekosmopolitan Keterangan: ** nyata pada α = 0.01.
T
Signifikan
6.558 -0.033 0.638 0.116 0.048
7.277 -2.409 3.446 1.176 0.529
0.000 0.018** 0.001** 0.242 0.598
1.026
2.290
0.024**
0.106
1.230
0.222
Secara keseluruhan pengaruh peubah – peubah karakteristik individu masyarakat adalah sebesar 0.297, artinya peubah – peubah tersebut menjadi determinan bagi persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan sebesar 29,7 persen, sedangkan sisanya, dijelaskan oleh faktor lain diluar model yang dihasilkan. Hasil uji F, telah menunjukkan p-value 0.0001 < α = 5%, artinya model telah layak digunakan (Lampiran 1). Penelitian ini menunjukkan faktor umur berpengaruh negatif terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan. Hasil regresi menunjukkan, semakin tinggi umur seseorang, semakin menurun persepsinya terhadap diversifikasi pangan. Kondisi ini memperlihatkan pentingya penyuluhan untuk dilakukan secara baik dan konsisten serta berkelanjutan pada kondisi usia masyarakat didominasi oleh kelompok produktif, karena pada kelompok usia ini, terdapat peluang dan potensi perubahan pola konsumsi masyarakat ke arah yang lebih beragam, bergizi dan berimbang. Umur yang semakin tua menyebabkan penerimaan masyarakat terhadap inovasi dan ide baru semakin menurun. Masyarakat yang sudah berada diusia tua, cendrung menolak ide baru, termasuk diversifikasi pangan. Indonesia pada saat sekarang lebih banyak didominasi oleh usia produktif (usia muda), hal ini dibuktikan oleh data demografi penduduk yang menunjukkan 60 persen penduduk indonesia berada pada kelompok usia dibawah 39 tahun (BPS 2013). Kondisi demografi yang lebih banyak didominasi oleh usia muda, harus dapat dimanfaatkan secara baik untuk merubah pola konsumsi pangan masyarakat dengan cara menjadikan kelompok ini sebagai sasaran utama penyuluhan diversifikasi pangan.
46 Faktor pendidikan formal yang berpengaruh positif terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan, sejalan dengan penelitian Hidayah (2011), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi berpengaruh positif terhadap pengetahuan tentang diversifikasi pangan. Tingkat pendidikan baik pada kelompok peserta program maupun bukan peserta program pada penelitian ini, termasuk pada kategori sangat rendah sampai rendah, kondisi ini tentu mempersulit percepatan diversifikasi pangan, karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan. Pendidikan formal tentu tidak dapat dirubah lagi, akan tetapi pemerintah bisa terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat melalui pelaksanaan penyuluhan yang merupakan bagian dari pendidikan non formal. Untuk itu, penyuluhan sebagai pendidikan non formal perlu diintensifkan serta konsisten dalam pelaksanaannya. Faktor keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar berpengaruh positif terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gibney (2005) yang menyatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh media berpengaruh positif dalam menentukan permintaan jenis produk pangan tertentu dan pemilihan makanan, setidaknya untuk jangka pendek. Selain mengintensifkan penyuluhan, upaya sosialisasi melalui kampanye dan iklan serta Sinetron tentang diversifikasi pangan di televisi perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah, mengingat cukup tingginya keterdedahan masyarakat terhadap televisi. Iklan melalui televisi dapat diarahkan pada sosialisasi mengenai pola makanan yang bergizi dan berimbang, sebagaimana dulu sosialisasi yang massif terhadap makanan 4 sehat dan 5 sempurna yang mampu menjangkau seluruh masyarakat indonesia dan diingat oleh masyarakat dalam jangka waktu yang lama. Penyuluhan diversifikasi pangan melalui media Televisi juga perlu dikemas dengan skema hiburan yang mendidik, karena selama ini sifat acara Televisi yang lebih banyak menyajikan acara hiburan dan terbukti disukai oleh masyarakat. Program – program penyuluhan diversifikasi pangan bisa dikemas dalam bentuk acara Sinetron ataupun hiburan lainnya yang bernuansa edukasi diversifikasi pangan. Uraian di atas mengindikasikan bahwa hipotesis satu yang menyatakan “karakteristik individu masyarakat berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan” diterima pada indikator umur, pendidikan formal dan keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar. Peranan Penyuluh Peranan penyuluh yang berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan adalah peranan sebagai komunikator dan peranan sebagai motivator, sedangkan peranan penyuluh sebagai konsultan dan fasilitator tidak berpengaruh nyata. Persamaan Regresinya adalah : Y1 = 3.19 + 0.956X2.1 + 0.696X2.3. Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa semakin baik peranan penyuluh sebagai komunikator, akan menyebabkan persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan akan semakin meningkat dan semakin baik peran penyuluh sebagai motivator maka persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan juga semakin meningkat.
47 Pengaruh peranan penyuluh terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan, ditampilkan dalam Tabel 13. Tabel 13 Pengaruh peranan penyuluh terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan Sub peubah
Koefesien regresi
Constant 3.187 Komunikator 0.956 Konsultan 0.130 Motivator 0.696 Fasilitator 0.062 Keterangan: ** sangat nyata pada α = 0.01.
t 6.173 4.320 1.643 3.934 0.790
Sig. 0.000 0.000** 0.104 0.000** 0.432
Secara keseluruhan pengaruh peubah – peubah peranan penyuluh adalah sebesar 0.400, artinya peubah – peubah tersebut menjadi determinan bagi persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan sebesar 40 persen, sedangkan sisanya, dijelaskan oleh faktor lain diluar model yang dihasilkan. Hasil uji F, telah menunjukkan p-value 0.0001 < α = 5%, artinya model telah layak digunakan (Lampiran 6). Peranan penyuluh sebagai komunikator berpengaruh positif dan nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan disebabkan oleh kemampuan komunikasi yang baik dalam menjelaskan materi penyuluhan dapat membuat responden menjadi tertarik untuk mendengarkan dan memahami materi penyuluhan yang disampaikan. Peranan penyuluh sebagai motivator berpengaruh positif dan nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan disebabkan oleh dorongan serta semangat yang diberikan dan ditunjukkan penyuluh kepada responden dapat membuat responden terbuka pikirannya untuk memahami diversifikasi pangan dan memiliki semangat yang tinggi untuk terus menghadiri pertemuan dengan penyuluh. Hasil penelitian menunjukkan peran penyuluh sebagai konsultan dan fasilitator tidak berpengaruh nyata terhadap diversifikasi pangan, karena masih lemahnya kemampuan penyuluh dilapangan pada kedua bidang peran ini. penyuluh pun mengaku jarang dalam menyediakan waktu khusus untuk memberikan kesempatan kepada responden berkonsultasi secara lebih mendalam mengenai diversifikasi pangan. Pelatihan yang diberikan kepada penyuluh masih belum bisa memperkuat kemampuan pada aspek peran sebagai konsultan dan fasilitator, hal ini karena selain pelatihan jarang dilakukan, juga karena tidak adanya pelatihan khusus yang memadai untuk ditujukan pada penguatan kapasitas kemampuan melakukan penyuluhan diversifikasi pangan. Faktor lain adalah karena pengalaman melakukan penyuluhan yang masih kurang. Uraian di atas mengindikasikan bahwa hipotesis dua yang menyatakan “peranan penyuluh berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan” diterima pada indikator komunikator dan motivator.
48 Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Pengaruh Karakteristik Individu Masyarakat Karakteristik individu masyarakat yang berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga adalah umur, pendidikan formal dan pendapatan, sedangkan peubah jumlah tanggungan keluarga, keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar, serta kekosmopolitan tidak berpengaruh nyata. Persamaan regresinya adalah : Y2 = 71.79 – 0.278X1.1 + 4.875X1.2 + 1.60X1.4. Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa semakin tua umur responden maka semakin menurun tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya, dan jika pendidikan meningkat maka tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya juga akan meningkat, serta jika pendapatannya semakin baik maka tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya juga akan meningkat. Pengaruh karakteristik Individu masyarakat terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga ditampilkan dalam Tabel 14. Tabel 14
Pengaruh karakteristik individu masyarakat terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga
Sub peubah Constant Umur Pendidikan formal Pendapatan Jumlah tanggungan keluarga Keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar Kekosmopolitan
Koefesien regresi 71.794 -0.278 4.875 1.600 -0.075
T 13.238 -2.796 3.277 7.790 -0.869
Sig. 0.000 0.006** 0.001** 0.000** 0.387
-0.022 0.024
-0.264 0.293
0.792 0.770
Keterangan: ** sangat nyata pada α = 0.01. Secara keseluruhan pengaruh peubah – peubah karakteristik individu masyarakat adalah sebesar 0.385, artinya peubah – peubah tersebut menjadi determinan bagi tingkat diversifikasi pangan rumah tangga sebesar 38.5 persen, sedangkan sisanya, dijelaskan oleh faktor lain diluar model yang dihasilkan. Hasil uji F, telah menunjukkan p-value 0.0001 < α = 5%, artinya model telah layak digunakan (Lampiran 10). Hasil penelitian (Tabel 14) menunjukkan bahwa faktor umur berpengaruh negatif terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. Hasil regresi memperlihatkan, semakin tinggi umur seseorang semakin menurun tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya. Hal ini sejalan dengan pengaruh umur terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan yang juga negatif. Umur yang semakin tua menyebabkan penerimaan masyarakat terhadap inovasi dan ide baru semakin menurun. Kemampuan untuk memahami materi penyuluhan juga rendah. Pengalaman masa lalu yang mereka lalui cukup lama dalam mengkonsumsi makanan tertentu, sangat sulit untuk dirubah kepada pola konsumsi baru. Masyarakat yang berusia tua, cendrung mempertahankan pola
49 konsumsi lama yang sudah turun temurun mereka pakai dirumah tangga, terutama dalam hal konsumsi pangan pokok. Dalam penelitian ini, 80 persen responden berada pada umur kurang dari 49 tahun. Kondisi ini menunjukkan mayoritas responden berada pada kelompok umur produktif dan muda. Potensi ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk merubah tingkat diversifikasi pangan rumah tangga masyarakat dengan lebih memaksimalkan penyuluhan kepada kelompok usia produktif ini. Faktor pendidikan formal yang berpengaruh positif terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Hidayah (2011), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi berpengaruh positif terhadap pengetahuan tentang diversifikasi pangan. Pendidikan formal responden yang lebih baik, membuat mereka lebih terbuka dan siap dengan ide dan pengetahuan baru. Responden yang memiliki pendidikan lebih baik juga terbukti lebih sering hadir pada pertemuan penyuluhan, hal ini disebabkan karena mereka merasakan manfaat pertemuan tersebut dan tertarik untuk lebih memahami materi penyuluhan. Beberapa responden yang berpendidikan sarjana, juga terbukti memiliki bekal pengetahuan awal yang cukup terhadap diversifikasi pangan dan mereka jauh lebih terbuka terhadap ide baru yang disampaikan oleh penyuluh. Hal ini sebenarnya menegaskan, bahwa pendidikan formal sangat sejalan dan mendukung pendidikan non formal (penyuluhan). Faktor pendapatan yang berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga menunjukkan bahwa, masyarakat mampu melakukan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan pola pangan harapan, jika masyarakat didukung oleh kemampuan daya beli yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Cahyani (2008) yang menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam upaya penganekaragaman konsumsi pangan adalah faktor pendapatan. Hasil ini disebabkan oleh, tingkat diversifikasi pangan rumah tangga diukur melalui pola pangan harapan (PPH) yang mensyaratkan penganekaragaman pada sembilan jenis bahan pangan, sehingga hal ini menuntut daya beli masyarakat yang cukup baik agar dapat melakukan penganekaragaman konsumsi untuk ke sembilan jenis bahan pangan tersebut, akan tetapi jika hanya ingin mengganti konsumsi beras atau pangan pokok kepada pangan penghasil karbohidrat yang lain misalnya umbi – umbian maka tidak mensyaratkan tingkat pendapatan yang tinggi, karena harga umbi – umbian relatif terjangkau oleh masyarakat bahkan masyarakat bisa membudidayakannya sendiri. Persoalan lain terkait pendapatan adalah, meskipun pendapatan tinggi, akan tetapi masyarakat lebih banyak membelanjakannya kepada pangan dengan bahan utama terigu, seperti yang diungkap oleh Fabiosa (2006) yang menyatakan sekitar 0,4 sampai dengan 0,84 persen dibelanjakan untuk membeli pangan dengan bahan utama terigu. Artinya, tren permintaan akan pangan apabila didasarkan atas keputusan konsumen sehubungan dengan perubahan pendapatan, menunjukkan bahwa tepung terigu, yang hampir seluruhnya diimpor, bisa lebih superior daripada pangan yang dihasilkan di dalam negeri. Hal tersebut terjadi menurut Fabiosa (2006) karena kemenangan terigu terletak pada promosi yang menunjukkan bahwa terigu merupakan makanan modern, sedangkan makanan lokal lainnya hanyalah makanan tradisional. Jadi dalam mempengaruhi tingkat diversifikasi pangan faktor pendapatan yang baik pada masyarakat juga harus
50 ditunjang dengan promosi pangan lokal yang dilakukan secara berkelanjutan dan kreatif agar dapat mengarahkan masyarakat untuk beralih pada pangan lokal dalam melakukan diversifikasi pangan. Uraian di atas mengindikasikan bahwa hipotesis tiga yang menyatakan “karakteristik individu masyarakat berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga” diterima pada indikator umur, pendidikan formal dan pendapatan. Peranan Penyuluh Peubah pada peranan penyuluh tidak satupun yang memiliki pengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. Hasil uji pengaruh peranan penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga , ditampilkan dalam Tabel 15. Tabel 15 Pengaruh peranan penyuluh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga Sub peubah Constant Komunikator Konsultan Motivator Fasilitator
Koefesien regresi 75.653 2.403 -1.844 1.173 6.279
t
Sig.
6.229 1.099 -1.120 0.687 1.572
0.000 0.275 0.307 0.494 0.119
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya karakteristik internal yang berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga, sedangkan peranan penyuluh tidak berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. Peranan penyuluh tidak berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga disebabkan oleh pelaksanaan penyuluhan yang tidak maksimal dilakukan. Pada beberapa kelompok pelaksana program, penyuluh jarang menghadiri pertemuan kelompok yang seharusnya dilakukan minimal dua kali dalam satu bulan. Pelatihan mengenai diversifikasi pangan juga tidak dilakukan secara maksimal kepada penyuluh, sehingga kompetensi penyuluh dalam hal diversifikasi pangan tidak terlalu baik. Akan tetapi meskipun belum maksimal dilakukan, sebenarnya responden sudah merasakan manfaat dari penyuluhan diversifikasi pangan. Responden mengakui bahwa penyuluhan yang dilakukan sangat bermanfaat dalam merubah pengetahuan mereka terhadap diversifikasi pangan dan gizi. Responden menjadi lebih memahami pentingnya mengkonsumsi sayur dan pangan bergizi lainnya, mereka juga terlatih untuk memanfaatkan lahan pekarangan baik secara sendiri – sendiri maupun berkelompok, yang dulunya lahan pekarangan mereka cendrung tidak ditanami. Responden yang menjadi peserta program P2KP lebih mengerti dan memahami dari pada responden yang bukan peserta program P2KP, bahwa konsumsi beras yang terlalu tinggi tidak baik secara kesehatan dan juga tidak mendukung dalam upaya ketahanan pangan nasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun penyuluhan diversifikasi pangan belum maksimal dilakukan, tetapi mampu merubah persepsi responden kearah yang positif terhadap diversifikasi pangan dan mereka memiliki
51 pengetahuan dan keterampilan baru yang lebih baik dalam hal gizi dan penganekaragam pangan. Faktor paling mendasar yang menyebabkan masih rendahnya tingkat diversifikasi pangan rumah tangga responden disebabkan oleh tidak adanya dukungan dari anggota keluarga yang lain, terutama suami untuk melakukan diversifikasi pangan. Hasil penelitian menujukkan 93.33 persen responden tidak mendapat dukungan dari suami untuk melakukan diversifikasi pangan rumah tangga. Wanita atau istri memang ditugaskan untuk memasak di dalam rumah tangga, akan tetapi makanan atau masakan yang akan mereka konsumsi, juga sangat dipengaruhi oleh keinginan anggota keluarga yang lain, sedangkan penyuluhan diversifikasi pangan melalui program P2KP, hanya ditujukan kepada wanita atau istri dalam sebuah rumah tangga, hal ini menyebabkan peranan penyuluh pada konteks program ini tidak terlalu efektif dalam meningkatkan diversifikasi pangan rumah tangga. Uraian di atas mengindikasikan bahwa hipotesis empat yang menyatakan “peranan penyuluh berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga” ditolak. . Strategi Penyuluhan untuk Meningkatkan Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Beberapa hasil kajian menunjukkan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat gizinya selain Air Susu Ibu (Deptan 2013). Strategi diversifikasi konsumsi pangan, dapat dilakukan pada jalur sisi permintaan. Penyuluhan memiliki peran penting pada strategi ini. Secara umum strateginya adalah perubahan perilaku dalam mengkonsumsi dan pengetahuan akan gizi. Hal ini dapat dilakukan melalui: peningkatan KAP ( Knowledge, Attitude, Practice) melalui sebuah gerakan konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang serta aman dan pemberdayaan kelembagaan lokal serta usaha – usaha peningkatan pendapatan masyarakat melalui pengembangan bisnis pangan, mencintai pangan lokal dari pada pangan Impor dan pemanfaatan sumberdaya lokal termasuk perilaku pemanfaatan pekarangan. Tingkat diversifikasi pangan dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kompleks, maka diperlukan penanganan secara sinergis antara satu faktor dengan faktor yang lainnya. Penyuluhan yang dilakukan selama ini dalam program P2KP hanya berpengaruh sampai pada aspek persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan, akan tetapi belum berhasil menggerakkan masyarakat dalam meningkatkan tingkat diversifikasi pangannya. Hal tersebut, dikarenakan penyuluh tidak sepenuhnya memahami aspek – aspek penting dari diversifikasi
52 pangan tersebut, terutama pada aspek gizi sampai pada cara pengukuran tingkat diversifikasi pangan rumah tangga, sehingga tidak bisa melakukan evaluasi secara mandiri terhadap rumah tangga atau kelompok yang di dampinginya. Penyuluh yang berasal dari latar belakang keilmuan yang berbeda, tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam hal pengetahuan terhadap pangan, gizi dan diversifikasi pangan itu sendiri. Dari hasil wawancara dengan penyuluh, didapatkan bahwa penyuluh hanya dibekali pengetahuan mengenai program P2KP selama 1 hari pelatihan dan tidak semua penyuluh yang mengikuti pelatihan tersebut. Faktor komunikasi, pendidikan formal dan motivator merupakan faktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan, sedangkan faktor pendapatan merupakan faktor yang juga berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. Untuk mencapai tingkat diversifikasi pangan yang ideal, tentu pemerintah tidak hanya mengandalkan sisi penyuluhan semata, tetapi juga perlu upaya peningkatan pendapatan masyarakat, akan tetapi sisi penyuluhan sebagai upaya perubahan perilaku tidak dapat diabaikan, karena terbukti dengan penyuluhan yang belum maksimal saja dapat mempengaruhi secara positif persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan itu sendiri. Melihat hasil penelitian maka dapat dirumuskan untuk mencapai tingkat diversifikasi pangan yang ideal guna menjaga ketahanan pangan, maka penyuluhan merupakan salah satu instrumen yang penting untuk diperkuat dan dimaksimalkan agar ketahanan pangan melalui upaya diversifikasi pangan ini dapat dicapai, untuk itu strategi penyuluhan diversifikasi pangan perlu dirubah kepada hal sebagai berikut: 1. Penyuluhan melalui program P2KP ini harus dipersiapkan secara baik dan Profesional. Semua penyuluh yang terlibat dalam program P2KP harus mendapat pelatihan yang maksimal dan memadai terkait diversifikasi pangan dan pengetahuan akan gizi. Penyuluh juga dituntut untuk terus memperbaharui pengetahuannya akan hal diversifikasi pangan dan gizi. Proses penyuluhan yang dilakukan harus mengikuti tahapan atau model penyuluhan dimulai dari proses pengumpulan data sampai kepada tahap rekonsiderasi. 2. Promosi diversifikasi pangan dilakukan melalui media cetak dan elektronik, serta media sosial secara kontinyu. Dunia yang sudah berubah dengan laju pemanfaatan teknologi informasi yang tinggi dapat dimanfaat dalam konteks penyuluhan diversifikasi pangan. Hasil penelitian juga menunjukkan keterdedahan masyarakat terhadap media elektronik terutama televisi cukup tinggi. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk menyasar segmen masyarakat yang lebih luas. Pemanfaatan media sosial seperti Facebook dan Twiitter juga dapat dilakukan dalam kampaye diversifikasi pangan dan gizi. Segmen masyarakat yang lebih terdidik dan kelas menengah keatas bisa disasar melalui media sosial ini. Hal ini diharapkan akan berimbas pada dukungan yang lebih luas dalam pelaksanaan diversifikasi pangan sebagai salah satu pilar mewujudkan ketahan pangan. 3. Penggunaan media komunitas yang diterbitkan secara berkala. Penyuluh dapat menginisiasi pembentukan media komunitas di wilayah kerjanya masing – masing. Media komunitas difokuskan pada peningkatan pengetahuan
53 masyarakat dalam hal diversifikasi pangan, kampanye pangan lokal dan peningkatan pengetahuan gizi dan kesehatan makanan yang dikonsumsi. 4. Penyuluhan diversifikasi pangan harus ditujukan juga kepada suami, tidak hanya kepada ibu atau wanita dalam rumah tangga saja, karena terbukti dalam penelitian ini dukungan suami sangat diperlukan untuk pelaksanaan diversifikasi pangan. 5. Kemampuan utama yang perlu dikembangkan dan diperkuat seorang penyuluh diversifikasi pangan adalah kemampuan untuk menggerakkan masyarakat melalui peran sebagai komunikator dan motivator, membangun jejaring, dan menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input intelektual 6. Penyuluhan diversifikasi pangan harus lebih difokuskan pada penyuluhan diversifikasi pangan pokok, mengingat sangat tingginya konsumsi beras. Akar permasalahan pada tingginya konsumsi beras adalah terkait dengan faktor budaya, sehingga strategi penyuluhan yang dilakukan juga mesti memakai pendekatan budaya, seperti melalui pengajian dengan menggunakan pemuka agama serta melalui pendekatan kesenian dan budaya tradisional dan modern. Penyuluhan diversifikasi pangan agar berhasil dengan baik harus mendasarkan pada falsafah penyuluhan sebagaimana yang dikemukakan oleh Asngari (2001), yaitu (a) falsafah pentingnya individu; (b) falsafah membantu diri sendiri; (c) falsafah mendidik; (d) falsafah demokrasi; (e) falsafah bekerjasama: dan (f) falsafah kontinyuitas. Amanah (2005) juga menyebutkan bahwa penyuluhan secara benar akan menerapkan prinsip – prinsip dihargainya entitas individu peserta penyuluhan secara utuh, egaliter, berkelanjutan, memberdayakan bukan memperdayakan, tidak sekedar penerangan atau propaganda, dan menerapkan prinsip membantu orang lain agar orang tersebut dapat menolong diri sendiri, keluarga dan masyarakat ( help people to help themselves).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penilaian dan pemahaman masyarakat peserta program P2KP terhadap diversifikasi pangan sampai kepada alternatif pangan lokal yang tersedia untuk dikonsumsi sudah baik, sedangkan untuk persepsi bukan peserta program P2KP secara umum juga berada pada kategori tinggi dengan rataan skor 2.73 dari skor maksimum 3.0, tetapi persepsi terhadap diversifikasi pangan berada pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat bukan peserta program belum sepenuhnya baik. 2. Karakteristik individu masyarakat yang berpengaruh nyata terhadap persepsinya dalam hal diversifikasi pangan adalah : umur, pendidikan formal dan keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar, sedangkan karakteristik individu lainnya seperti, pendapatan, jumlah tanggungan
54
3.
4.
5. 6.
keluarga dan kekosmopolitan tidak berpengaruh nyata. Persamaan Regresinya adalah : Y1 = 6.558 – 0.033X1.1 + 0.638X1.2 + 1.026X1.6. persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa semakin tua umur responden maka semakin menurun persepsinya terhadap diversifikasi pangan, dan jika pendidikan meningkat satu tahun maka persepsinya terhadap diversifikasi pangan akan meningkat sebesar 0.638, serta jika keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar semakin baik maka persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan akan meningkat. Karakteristik individu masyarakat yang berpengaruh nyata terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga adalah umur, pendidikan formal dan pendapatan, sedangkan peubah jumlah tanggungan keluarga, keterdedahan terhadap media TV dan surat kabar, serta kekosmopilitan tidak berpengaruh nyata. Persamaan Regresinya adalah : Y2 = 71.79 – 0.278X1.1 + 4.875X1.2 + 1.60X1.4. Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa semakin tua umur responden maka semakin menu run tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya, dan jika pendidikan meningkat satu tahun maka tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya juga akan meningkat, serta jika pendapatannya semakin baik maka tingkat diversifikasi pangan rumah tangganya juga akan meningkat. Peranan penyuluh yang berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat dalam hal diversifikasi pangan adalah peranan sebagai komunikator dan peranan sebagai motivator, sedangkan peranan penyuluh sebagai konsultan dan fasilitator tidak berpengaruh nyata. Persamaan regresinya adalah : Y1 = 3.19 + 0.956X2.1 + 0.696X2.3. Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa semakin baik peran penyuluh sebagai komunikator, akan menyebabkan persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan akan semakin meningkat, dan semakin baik peran penyuluh sebagai motivator maka persepsi masyarakat terhadap diversifikasi pangan juga akan semakin meningkat. Peubah peranan penyuluh tidak berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi pangan rumah tangga. Strategi penyuluhan diversifikasi pangan perlu dirubah kepada hal sebagai berikut: (1) penyuluhan melalui program P2KP ini harus dipersiapkan secara baik. Penyuluh dari awal harus kembali mendapatkan pelatihan secara maksimal, dan semua penyuluh diwajibkan untuk mengikuti pelatihan ini; (2) penyuluhan diversifikasi pangan harus ditujukan juga kepada suami, tidak hanya kepada ibu atau wanita dalam rumah tangga saja, karena terbukti dalam penelitian ini, dukungan suami, sangat diperlukan untuk pelaksanaan diversifikasi pangan; (3) kemampuan utama yang perlu dikembangkan dan diperkuat seorang penyuluh diversifikasi pangan adalah kemampuan untuk menggerakkan masyarakat melalui peran sebagai komunikator dan motivator, membangun jejaring dan menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input intelektual; (4) promosi diversifikasi pangan dilakukan melalui penggunaan media cetak dan elektronik serta media sosial; (5) penggunaan media komunitas yang diterbitkan secara berkala; (6) penyuluhan diversifikasi pangan harus lebih difokuskan pada penyuluhan diversifikasi pangan pokok, mengingat sangat tingginya konsumsi beras.
55 Saran 1. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai keragaan penyuluh dalam upaya meningkatkan diversifikasi pangan rumah tangga. 2. Strategi penyuluhan diversifikasi pangan perlu dirubah kepada hal sebagai berikut: (1) penyuluhan melalui program P2KP harus dipersiapkan secara baik ; (2) penyuluhan diversifikasi pangan harus ditujukan juga kepada suami, tidak hanya kepada ibu atau wanita dalam rumah tangga saja, karena terbukti dalam penelitian ini, dukungan suami, sangat diperlukan untuk pelaksanaan diversifikasi pangan; (3) kemampuan utama yang perlu dikembangkan dan diperkuat seorang penyuluh diversifikasi pangan adalah kemampuan untuk menggerakkan masyarakat melalui peran sebagai komunikator dan motivator, membangun jejaring, dan menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input intelektual; (4) promosi diversifikasi pangan dilakukan melalui media cetak dan elektronik serta media sosial secara kontinyu; (5) penggunaan media komunitas yang diterbitkan secara berkala; (6) penyuluhan diversifikasi pangan harus lebih difokuskan pada penyuluhan diversifikasi pangan pokok, mengingat sangat tingginya konsumsi beras.
DAFTAR PUSTAKA Amanah, Siti. 2005. Pengembangan Masyarakat Pesisir Berdasarkan Kearifan Lokal Di Pesisir Kabupaten Buleleng Di Provinsi Bali [disertasi]. Bogor. IPB. Ariani, Mewa. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan. Jurnal Gizi Indon 2010, 33(1):20-28. Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arumsari dan Rini 2008. Peran Wanita Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Pada Tingkat Rumah Tangga di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13 No 1 Hal: 71 – 82. Arsyad, L. 2008. Ekonomi Manajerial. Edisi keempat. Yogyakarta: BPFE. Asngari Pang S. 1984. Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat Karesidenan dan Kepala Penyuluh Pertanian terhadap Peranan dan Fungsi Lembaga Penyuluh Pertanian di Negara bagian Texas Amerika Serikat. Media Peternakan Vol 9 No. 2 Fakultas Peternakan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Asngari, Pang S. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/ penyuluh dalam usaha memberdayakan (Empowerment) Sumber daya Manusia Pengelola
56 Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi Peternakan. Bogor. Fakultas Peternakan IPB. Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dahama, O.P. Bhatnagar, O.P. 1985. Education and Communication for Development. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. Babbie, Earl and Theodore C. Wagenaar. 1992. Practicing Social research. (6th ed). California; Wadsworth Thompson Learning. Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Statistik Kesejahteraan Rakyat 2013. Survai Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Balai Pustaka. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Berlo, David K. 1960. The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. Holt, Rinehart and Winston, New York. Cahyani. 2008. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Keanekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Agribisnis [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro. [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Penyuluhan Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Metode Evaluasi Mandiri P2KP. Badan Ketahanan pangan . Jakarta: Departemen Pertanian. DeVito, J.A. 2002. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Indonesia Professional Books. [EIU] Ecenomist Intelligence Unit. 2013. Global Food Security Index 2013. [US]. Effendy, O.U. 2005. Komunikasi dan Modernisasi. Jakarta: Mandar Maju. [FAO]. Food And Agriculture Organization Of The United Nations. 1996. The State Of Food And Agriculture. [Roma]. Fabiosa. 2006. Westernization of the Asian Diet: The Case of Rising Wheat Consumption in Indonesia. Working Paper 06-WP. www.card.iastate.edu/publcations/DBS/PDFFiles/06wp422.pdf. Gardjito, Mudijati. 2013. Pangan Nusantara. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
57 Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., Arab, L. (2005). Gii Kesehatan Masyarakat. (Terj. Andry Hartono). Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC. Guthiga PM. 2008. Understanding Local Communities Perceptions of Existing Forest Management Regimes of a Kenyan Rainforest. International Journal of Social Forestry (IJSF) 1(2):145-166. Hamalik. 2008. Proses belajar mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hidayah, Nurul. 2011. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Menghadapi Diversifikasi Pangan Pokok. Jurnal Humanitas, Vol. VIII No.1 Januari 2011. Ife, J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and. Practice. Australia: Longman. Indo SDM. 2013. “Fasilitator: Peranan, Fungsi dan Teknik Komunikasi.” http://indosdm/Fasilitator.com.htm. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Kasryno, F., E. Pasandaran, dan A.M. Fagi. 2005. Dinamika produksi dan pengembangan sistem komoditas jagung Indonesia. Ekonomi jagung Indonesia, cet. II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Kayam, U. 1985. Persepsi masyarakat teentang kebudayaan. Jakarta: PT Gramedia Keppi, Sukesi. 2011. Diversifikasi Pangan Sebagai Salah Satu Strategi Peningkatan Gizi Berkualitas di Kota Probolinggo. Jurnal Sepa Volume 7 (2); 72-133. Kerlinger FN. 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lindner, J. R. 1998. “Understanding Employee Motivation.” Journal of Extension. 36 (3). Ed. New York: The Free Press. Lionberger, H.F., Gwin, P.H. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. Danville, Illinois: The Interstate Printers & Publishers, Inc. Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Mulyana, D. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
58 Ozmete E, Hira T. 2011. Conceptual Analysis of Behavioral Theories/Models: Application to Financial Behavior. European Journal of Social Sciences, Volume 18(3):386-404. Padmowihardjo, S. 2004. Menata Kembali Penyuluhan Pertanian di Era Pembangunan Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian. Pakpahan A, S.H Suhartini 1995. Permintan Rumah Tangga Kota di Indonesia terhadap Keanekaragaman Pangan. Jurnal Agro Ekonomi 2(5):11-1. Puspadi, Ketut 2003. Kualitas SDM Penyuluh Pertanian dan Pertanian Masa Depan di Indonesia: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Penyunting Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. IPB Press. Bogor. Puspasari, Sonya. 2010. Persepsi Dan Partisipasi Peladang Berpindah Dalam Kegiatan Pengembangan Tanaman Kehidupan Model HTI Terpadu Di Kalimantan Barat [tesis]. Bogor. IPB. Rakhmat, J. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. [Republik Indonesia] Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 2002 tentang ketahan pangan. [Republik Indonesia] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. 2006. [Republik Indonesia ] Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 22 tahun 2009 Tentang kebijakan percepatan dan penganekaragaman konsumsi pangan. Rogers EM. 1995. Diffusion of Innovation. Edisi Ke-4. New York, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: The Free Press. Setyowati E. 2010. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Surodadi Kecamatan Sayung Kabupaten Demak [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M, Sofian E. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3S. Indonesia. Siswiyanti Y, Ginting S. B. 2006. Hubungan Karakteristik Warga Masyarakat yang Berdiam di Desa Tepi Hutan Dengan Partisipasi Mereka dalam Pelestarian Hutan di Kawasan Pemangkuan Hutan Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Jurnal Penyuluhan 2(4):51-57. Slamet M. 2003. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah. Di dalam: Ida Y dan Adjat S, editor. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press. Soetrisno, L. 1998. Beberapa catatan dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Indonesia. Laporan Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Departemen Pertanian RI-UNICEF.
59 Spencer LM, Signe MS. 1993. Competence at Work: Model for Superior Performance. New York: John Wiley dan Sons Inc. Sudrajat A. 2003. Pengembangan Pertanian Organik di Kota Bogor dalam Rangka Menunjang Agribisnis Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan (Makalah). Seminar Sehari Pertanian. Biocert Bekerjasama dengan Dinas Pertanian Kota Bogor. Bogor. Sugiyanto. 1996. Persepsi Masyarakat tentang Penyuluhan dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R dan D. Alfabeta. Bandung.
Sumardjo. 2010. Penyuluhan Menuju Pengembangan Kapital Manusia dan Kapital Sosial dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat. Orasi Ilmiah Guru Besar dalam Rangka Dies Natalis IPB ke 47. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sumaryanto. 2009. Diversifikasi sebagai salah satu pilar ketahanan pangan. Jurnal pusat analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian 27 (2): 93-108. Suhardjo. 1998. Dampak El-Nino dan krisis moneter pada ketersediaan, akses dan distribusi pangan. Jakarta : PT Sabena Utama. Susiatik T. 1998 “ Persespi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu (PMDHT) di Desa Mojorebo Kecamatan Wirosari Kabupaten dati II Grobogan Jawa Tengah. “ [ tesis] Program pascasarjana IPB. Bogor. Suyatno. 2008. Pengukuran Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Dengan Metode Pola Pangan Harapan (PPH). Undip. Syahyuti et al. 1999. Kajian Kelembagaan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Nasional. Di dalam Erizal et al., editor. Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Thoha M. 1999. Perilaku organisasi. Bandung: Rosdakarya. Van den Ban AW, H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. [YPST] Yayasan Pengembangan Sinar Tani. 2001. Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Yumi. 2002. Efektifitas Penyuluhan Partisipatif sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan: Kasus di Desa Sumber Agung dan Desa Sungai Langka, Gunung Betung, Propinsi Lampung [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
60 Yuwono S. 2006. “Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan.” [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Lampiran 1 Pengukuran Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga
Kelompokan jenis pangan ke dalam 9 kelompok pangan Hitung jumlah Kalori masing - masing kelompok pangan dengan DKBM Hitung persentase kalori masing – masing kelompok pangan terhadap total kalori per hari Skor pola pangan harapan dihitung dengan mengalikan persen kalori kelompok pangan dengan bobot skoring
Untuk menghitung nilai kalori bahan makanan diperlukan beberapa instrumen: 1. Nilai kalori makanan : 1 gram karbohidrat dapat menghasilkan 4 kalori 1 gram Lemak menghasilkan 9 kalori 1 gram protein menghasilkan 4 kalori 2. Daftar kompoisi bahan makanan (DKBM) DKBM berupa tabel yang memuat berbagai jenis:makanan beserta kandungan zat gizinya. Kandungan zat gizi yang terbaca dalam DKBM merupakan kandungan setiap 100 Gram bahan makanan. 3. Ukuran Rumah Tangga (URT) URT berupa daftar takaran bahan makanan Lampiran 2 Hasil Annova Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan
Model
Sum of Squares Regression
Residual
Total
Df
Mean Square
48.371
3
114.619
101
162.990
104
F
16.1 24 1.13 5
Sig.
14.2
.
08
c
000
61 Lampiran 3 Hasil Uji Kenormalan Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan
Unstandardized Residual
105
N Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
.0000000
Std. Deviation
1.04981224
Absolute
.060
Positive
Unstandardized Residual.049
Negative
-.060
Kolmogorov-Smirnov Z
.617
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.842
Hasil uji kolmogorov-smirnov menunjukan bahwa residual telah menyebar normal dengan p-value 0.842 > alpha 5%. Lampiran 4
Hasil Uji Heterokedastisitas Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan
Model
Sum of Squares Regression
Df
4.09 4
Residual
36.4 08
Total
Mean Square
F
7
.585
97
.375
40.5
10
02
4
p-value 0.157 > alpha 5% artinya ragam residual telah homogen
Sig 1. 558
0.157
a
62 Lampiran 5 Hasil Uji Multikoleniaritas Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan Model
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
(Constant) X11
.565
1.769
X12
.497
2.011
X14
.666
1.501
X15
.789
1.267
X16
.887
1.127
X17
.913
1.096
Nilai VIF < 10, artinya tidak terjadi multikolinearitas Lampiran 6 Hasil Uji Autokerelasi Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan
Model
R
R Square
Adjusted
R
Square .545
c
.297
Std. Error of
Durbin-
the Estimate
Watson
1.0652
.276
1.170
9
Nilai Durbin Watson 1.170 telah mendekati 2, artinya tidak terjadi autokorelasi
Lampiran 7 Hasil Annova Pengaruh Peranan Penyuluh Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan
Model
Sum of Squares Regression
Residual Total
df
Mean Square
65.273
2
97.718
102
162.990
104
F
32.6 36 .958
Sig.
34.0
.
67
b
000
63 Lampiran 8 Hasil Uji Heterokedastisitas Pengaruh Peranan Penyuluh Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan Model
Sum of Squares Regression
.842
Residual
30.044
Total
30.886
df
Mean Square 4
F
.210
10
Sig .7 00
0.594
a
.300
0 10 4
p-value 0.594 > alpha 5% artinya ragam residual telah homogen
Lampiran 9 Hasil Uji Multikoleniaritas Pengaruh Peranan Penyuluh Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan Model
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
(Constant) X21
.695
1.438
X22
.585
1.708
X23
.600
1.665
X24
.728
1.374
Nilai VIF < 10, artinya tidak terjadi multikolinearitas
Lampiran 10 Hasil Uji Autokerelasi Pengaruh Peranan Penyuluh Terhadap Persepsinya Dalam hal Diversifikasi Pangan Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate .303
1.04529
.389
.97878
Durbin-Watson
2.006
Nilai Durbin Watson 2.006 telah mendekati 2, artinya tidak terjadi autokorelasi
64 Lampiran 11 Hasil Annova Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Pangan Rumah Tangga
Model
Sum of Squares Regression
df
3553.812
3
Residual
5686.141
101
Total
9239.953
104
Mean Square
F
Sig.
1184.604
21.042
. 000
c
56.298
Lampiran 12 Hasil Uji Kenormalan Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga
Unstandardized Residual N 105 Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
.0000000
Std. Deviation
7.39421640
Absolute
.094
Positive
.094
Negative
-.056
Kolmogorov-Smirnov Z
.968
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.306
Hasil uji kolmogorov-smirnov menunjukan bahwa residual telah menyebar normal dengan p-value 0.306 > alpha 5%.
Lampiran 13
Hasil Uji Heterokedastisitas Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig
Regression
212.266
6
35.378
1.566
.165
Residual
2213.423
98
22.586
Total
2425.689
104
p-value 0.165 > alpha 5% artinya ragam residual telah homogen
a
65 Lampiran 14 Hasil Uji Multikoleniaritas Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga Model
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
(Constant) X11
.565
1.769
X12
.497
2.011
X14
.666
1.501
X15
.789
1.267
X16
.887
1.127
X17
.913
1.096
Nilai VIF < 10, artinya tidak terjadi multikolinearitas Lampiran 15 Hasil Uji Autokerelasi Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga
Model
R
R Square
Adjusted
R
Square .620
c
.385
.366
Std. Error of
Durbin-
the Estimate
Watson
7.50323
2.302
Nilai Durbin Watson 2.302 telah mendekati 2, artinya tidak terjadi autokorelas Lampiran 16 Hasil Annova Pengaruh Peranan Penyuluh Terhadap Tingkat Diversifikasi Pangan Rumah Tangga
Model
Sum of Squares Regression
570.641
Df
4
Residual
8669.312
100
Total
9239.953
104
Mean Square
F
142.660
1.646
Sig.
. 169
86.693
dari hasil uji F, p-value 0.169 > alpha 5%, artinya model tidak layak digunakan
a
66 Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian
67
68
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kabupaten 50 Kota Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 05 juni 1987. Merupakan anak ke – 5 dari 5 bersaudara yang dilahirkan dari orang tua bernama Azhar dan Rosnini. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA 1 Lareh sago halaban Kabupaten 50 kota Sumatera barat. Pada tahun 2006, melalui jalur SPMB penulis diterima kuliah di jurusan Sosial ekonomi pertanian Fakultas pertanian Universitas Andalas. Selama kuliah di Universitas Andalas Penulis Aktif di organisasi kemahasiswaan, diantaranya pernah menjadi Gubenur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian Unand dan juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) daerah Sumatera Barat. Semenjak kuliah sarjana aktif menulis diberbagai media lokal dan nasional. Puluhan artikel penulis sudah diterbitkan oleh berbagai macam media, seperti Padang ekspres, Singgalang dan Haluan. Setelah memperoleh gelar sarjana, penulis bersama beberapa orang sahabat mendirikan lembaga survey dan konsultan politik daerah yang diberi nama Liberte Institute. Semenjak tahun 2010 aktif melakukan penelitian preferensi dan perilaku pemilih dihampir seluruh wilayah Sumatera barat. Selain itu penulis juga pernah bekerja sebagai asisten Pembantu Rektor IV Unand serta pernah ditugaskan membantu menyusun Statuta Universitas Andalas. Pada tahun 2011 penulis memperoleh beasiswa unggulan dari Dirjen DIKTI untuk melanjutkan studi di Pasca Sarjana IPB. Selama kuliah di Pasca Sarjana IPB, penulis bekerja sebagai peneliti di Cicero Research and Consulting, sebuah lembaga survey dan konsultan politik nasional.