PENGARUH INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN TERHADAP KINERJA EKSPOR AGREGAT DAN SEKTORAL INDONESIA
ZENAL ASIKIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Infrastruktur dan Kelembagaan Terhadap Kinerja Ekspor Agregat dan Sektoral Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Zenal Asikin NIM H453130041
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN ZENAL ASIKIN. Pengaruh Infrastruktur dan Kelembagaan Terhadap Kinerja Ekspor Agregat dan Sektoral Indonesia. Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO dan LUKYTAWATI ANGGRAENI. Kinerja ekspor suatu negara dipengaruhi banyak aspek. Beberapa aspek utama adalah aspek infrastruktur dan kelembagaan. Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya kualitas infrastruktur dan kelembagaan. Akibatnya biaya perdagangan yang tercermin dari persentase biaya logistik terhadap GDP masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi akan berdampak terhadap menurunnya daya saing produk Indonesia di pasar global sehingga kinerja ekspor Indonesia akan menurun. Oleh karena itu penting untuk dianalisis pengaruh infrastuktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya yang dapat mempengaruhi peningkatan atau penurunan arus ekspor Indonesia, sehingga apabila kinerja variabel-variabel tersebut ditingkatkan akan mampu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pengaruh variabel infrastruktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor agregat, bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur Indonesia, dan (2) merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Penelitian menggunakan data sekunder dengan deret waktu tahun 2005-2013 dan kerat lintang negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia. Penelitian menggunakan model gravitasi dengan metode estimasi fixed effect. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel infrastruktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya berpengaruh terhadap arus ekspor Indonesia, meskipun pengaruhnya pada keempat model yang dianalisis yaitu ekspor agregat, ekspor bahan hasil pertanian, ekspor pangan dan ekspor manufaktur berbeda. Pertama, variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor agregat yaitu infrastruktur transportasi negara tujuan, teknologi informasi komunikasi negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia dan negara tujuan, dan GDP per kapita negara tujuan, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan, GDP per kapita Indonesia dan jarak ekonomi. Kedua, variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor bahan hasil pertanian yaitu infrastruktur transportasi negara tujuan, teknologi informasi komunikasi negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas negara tujuan, dan GDP per kapita negara tujuan, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan, GDP per kapita Indonesia dan tarif. Ketiga, variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor pangan yaitu infrastruktur transportasi Indonesia dan negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas negara tujuan, GDP per kapita negara tujuan dan kesamaan bahasa, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan dan tarif. Keempat, variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor manufaktur yaitu infrastruktur transportasi Indonesia, teknologi informasi
komunikasi Indonesia dan negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia dan negara tujuan dan GDP per kapita negara tujuan, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan, GDP per kapita Indonesia dan jarak ekonomi. Berdasarkan sejumlah temuan yang ada, agar kinerja ekspor Indonesia meningkat maka saran kebijakan dari penelitian ini adalah perlunya perbaikan kinerja infrastruktur dan kelembagaan, terutama terkait dengan: pertama, peningkatan kapasitas dan perbaikan kualitas infrastruktur transportasi khususnya kualitas jalan dan pelabuhan. Hal ini agar distribusi barang menjadi lebih efisien, baik waktu maupun biaya. Kedua, optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi komunikasi dalam perdagangan khususnya pemanfaatan e-marketing agar biaya perdagangan menjadi lebih efisien. Ketiga, peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan, khususnya kualitas control of corruption, rule of law, regulatory quality dan government effectiveness yang terkait dengan perdagangan agar daya saing Indonesia semakin meningkat. Keempat, percepatan waktu ekspor dan penyederhanaan dokumen perizinan ekspor, agar tingkat efisiensi perdagangan lintas batas menjadi lebih efisien dan sederhana. Selain perbaikan kinerja infrastruktur dan kelembagaan, Indonesia perlu menelaah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh negara-negara tujuan ekspor, khususnya tarif bahan hasil pertanian dan pangan serta menelaah perlu tidaknya peningkatan dukungan domestik untuk sektor bahan hasil pertanian dan pangan agar produk pertanian Indonesia mampu bersaing di pasar internasional Kata kunci: ekspor, model gravitasi, infrastruktur, kelembagaan
SUMMARY ZENAL ASIKIN. The Influence of Infrastructure and Institutionalization on the Performance of Indonesian Aggregate Export and Other Sectors. Supervised by ARIEF DARYANTO and LUKYTAWATI ANGGRAENI. Export performance of a country is influenced by many aspects. Some major of which is infrastructure and institutionalization. The major problem that is faced by Indonesia is the low quality of infrastructure and institutionalization. As a result, the trading cost expressed in the percentage of logistic cost to GDP is relatively high compared to other countries. If this is not dealt with immediately, it will cause a decline in the competitiveness of Indonesian products in the global markets, which will, in turn, decrease the Indonesian export performance. Therefore, it is important to analyze the influence of infrastructure and institutionalization as well as other related variables that can affect the increase and decrease of Indonesian export flows so that if these variable performances can be increased they will also improve Indonesian export performance. This research was aimed: (1) to analyze the influence of infrastructure and institutionalization as well as other related variables on the performance of aggregate export, agricultural materials, foods, and manufactures of Indonesia, and (2) to formulate a policy recommendation in order to improve Indonesian export performance. The research used secondary data with time series between 2005 and 2013 and cross-section of the Indonesian export main target countries. The research used a gravity model with fixed-effect estimation methods. The results of the research showed that infrastructure and institutionalization as well as other related variables influenced the Indonesian export flows, although the effects of the four models analyzed, namely exports of aggregate, agricultural material, foods and manufactures varied. The results were, first of all, the variables that had positive impacts on the aggregate performance were transportation infrastructure of the target countries, communication information technology of the target countries, Indonesian governance, efficiency rate of trading trans-boundary between Indonesia and other countries, and the GDP per capita of the target countries, whereas the variables that had negative effects were the target countries’ governance, Indonesian GDP per capita, and economic gaps. Secondly, the variables that had positive impacts on the agricultural material export performance were the target countries’ transportation infrastructure, GDP per capita of the target countries, whereas the variables that had negative impacts were the target countries’ governance, Indonesian GDP per capita and tariff. Thirdly, the variables that had positive impacts on food export performance were transportation infrastructure of Indonesia and the target countries, Indonesian governance, efficiency rate of the target countries, GDP per capita of the target countries and common language, whereas the variables that had negative impacts were the target countries’ governance and tariff. Fourthly, the variables that had positive impacts on manufacture export performance were Indonesian transportation infrastructure, communication information technology of Indonesian and the target countries, Indonesian governance, efficiency rate of trading trans-boundary between Indonesia and the target countries, and GDP per
capita of the target countries, whereas the variables that had negative impacts were the target countries’ governance, Indonesian GDP per capita and economic gaps. Based on the findings mentioned above, the research policy recommendation is that in order to increase Indonesian export, it is important to improve the infrastructure and institutionalization performance that is related to, first of all, the capacity and quality of transportation infrastructure, especially roads and ports, so that goods distribution will be more efficient, in terms of time and cost. Secondly, optimization of communication information technology on trade, especially the use of e-marketing so that the cost for trading will be more efficient. Thirdly, increased quality of Indonesian governance, especially control of corruption, rule of law, regulatory quality and government effectiveness that is related to trade so that Indonesian competitiveness will be improved. Fourthly acceleration of export duration and simplification of export permit document so that the trans-boundary will become more efficient and simple. Apart from improvement of infrastructure and institutionalization performance, Indonesia needs to review its import tariff policy that applies to export target countries, especially tariff for agricultural materials and foods, and also review whether it is necessary to improve domestic support for agricultural material and food sectors so that Indonesian agricultural products can compete well in the international markets. Key words: export, gravity model, infrastructure, institutionalization
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGARUH INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN TERHADAP KINERJA EKSPOR AGREGAT DAN SEKTORAL INDONESIA
ZENAL ASIKIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Alla Asmara, SPt, MSi
PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia ilmu, kekuatan dan kemauan untuk menjalankan proses penelitian dalam rangka penyelesaian Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Tanpa izin dan karunia-Nya, tidak mungkin rasanya penelitian ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Arief Daryanto, MEc selaku ketua komisi pembimbing, yang senantiasa memberikan arahan, motivasi dan inspirasi serta ilmu yang sungguh luar biasa berharga kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP., MSi selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, masukan, semangat, dan dorongan motivasi untuk dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah. 2. Pimpinan Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Sekolah Bisnis IPB (SB-IPB) yang sekaligus guru-guru penulis, Bapak Dr Ir Arief Daryanto, MEc, Bapak Dr Idqan Fahmi, MEc dan Bapak Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS yang telah memberikan izin dan rekomendasi untuk melanjutkan kuliah di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. 3. Bapak Dr Alla Asmara SPt, MSi sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini. 4. Para Senior (Drs. Yudha Heryawan Asnawi MM, Suhendi SP., MM, Fitriyyah Shalihati SE., MM, Ir. Triyudi Widayanti, MM) dan rekan-rekan di Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Sekolah Bisnis IPB (SB-IPB), khususnya di Program Kerjasama dan Penjaminan Mutu (Gunawan SP, Elsa Firyanza SP, Siti Devi Fadilah SE, Sulistiyo A.Md, Andina Oktariani SE., MSi, Aswin Fajri SP, Harummi Aini, SE dan Adhitya Rahmana S.Pt) atas bantuan, dukungan dan pengertian yang diberikan selama masa perkuliahan sampai dengan penyusunan tesis ini. 5. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) angkatan 2013 yang telah membantu dan bekerjasama selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian. 6. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak mungkin disebutkan satu per satu. Mudah-mudahan seluruh bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapat ridho dari Allah SWT. Secara khusus kepada kedua orangtua, Bapak RA. Suryana Dirdja dan Ibu E. Komariah atas doa dan dukungannya selama ini, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kedua orang tua penulis. Terlepas dari masukan berbagai pihak, segala kekurangan tetap menjadi tanggung jawab penulis. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, Januari 2016 Zenal Asikin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teori Model Gravitasi Biaya Perdagangan Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian 3 METODOLOGI Jenis dan Sumber Data Konsep Pengukuran Variabel Spesifikasi Model Gravitasi Metode Estimasi 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Ekspor Agregat, Bahan Hasil Pertanian, Pangan dan Manufaktur Indonesia ke Negara-negara Tujuan Perkembangan Variabel Infrastruktur dan Kelembagaan serta Variabel Terkait Lainnya Perkembangan Variabel Infrastruktur Perkembangan Variabel Kelembagaan Perkembangan Variabel Terkait Lainnya Pengaruh Variabel Infrastruktur dan Kelembagaan serta Variabel Terkait Lainnya terhadap Kinerja Ekspor Indonesia Infrastruktur Transportasi Teknologi Informasi Komunikasi Tata Kelola Pemerintahan Tingkat Efisiensi Perdagangan Lintas Batas GDP per Kapita Jarak Ekonomi Tarif Dummy Kesamaan Bahasa Negara-negara yang Berpotensi Mempengaruhi Arus Ekspor Indonesia 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran Kebijakan Saran Penelitian Lanjutan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 2 3 3 3 4 4 5 6 11 12 12 13 15 15 16 16 19 19 24 28 31 32 35 35 36 36 37 38 38 38 40 40 40 41 42 45 54
DAFTAR TABEL 1 Kontribusi nilai ekspor dan impor Indonesia terhadap GDP 1 2 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel infrastruktur terhadap kinerja ekspor 7 3 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh tata kelola pemerintahan terhadap kinerja ekspor 8 4 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh tingkat efisiensi perdagangan lintas batas terhadap kinerja ekspor 9 5 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor 9 6 Variabel yang digunakan dan sumber data 13 7 Statistik deskriptif arus ekspor Indonesia, 2005-2013 (juta US$) 17 8 Perbandingan kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dan Singapura 21 9 Statistik deskriptif variabel infrastruktur transportasi, 2005-2013 21 10 Statistik deskriptif variabel teknologi informasi komunikasi, 2005-2013 23 11 Statistik deskriptif variabel kelembagaan, 2005-2013 27 12 Statistik deskriptif variabel terkait lainnya, 2005-2013 31 13 Rekapitulasi pengaruh parsial variabel terhadap ekspor Indonesia 32 14 Hasil telaah literatur pengaruh parsial kualitas infrastruktur terhadap arus ekspor 33 15 Rekapitulasi perbedaan konstanta masing-masing negara tujuan ekspor 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Telaah terhadap pendekatan model gravitasi 5 Pengaruh infrastruktur dan kelembagaan terhadap perdagangan internasional 6 Kerangka pemikiran konseptual 7 Kerangka pemikiran operasional 11 Rata-rata nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor Indonesia 18 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks infrastruktur transportasi 20 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks teknologi informasi komunikasi 23 8 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks dimensi proses pemilihan, pemantauan dan pergantian pemerintahan 24 9 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks dimensi kapasitas pemerintah dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan yang efisien 25 10 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks dimensi penghormatan (respect) dari warga negara terhadap lembaga yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial 26 11 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas 27 12 Rata-rata GDP per kapita dan rata-rata peningkatan GDP per kapita 28 13 Rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara mitra 28
14 Rata-rata tarif dan rata-rata peningkatan tarif
30
DAFTAR LAMPIRAN 1 Klasifikasi sektor agricultural materials (bahan hasil pertanian), food (pangan) dan manufactures (manufaktur) berdasarkan SITC 2 Hasil estimasi 3 Hasil uji normalitas 4 Efek cross-section fixed effect model
45 46 50 52
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara, baik di sektor finansial maupun perdagangan. Keterbukaan di sektor perdagangan yang dikenal dengan liberalisasi perdagangan ditandai dengan semakin hilangnya hambatan tarif dan non tarif. Liberalisasi perdagangan membuat arus barang dan jasa antara negara semakin cepat sehingga perekonomian dunia semakin berkembang. Perdagangan internasional berperan penting dalam perekonomian setiap negara. Teori ekonomi telah membuktikan perdagangan internasional akan memperbaiki efisiensi perekonomian, mewujudkan distribusi pendapatan, mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Namun demikian, meskipun mainstream (arus utama) teori ekonomi memprediksi pengaruh positif liberalisasi perdagangan terhadap peningkatan output dan kesejahteraan, tetapi studi Haryadi (2008) menunjukkan perbedaan efek liberalisasi antara negara maju dengan negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami penurunan sebagian besar ekspor, meningkatnya impor dan menurunnya produksi dalam negeri sebagai akibat dari penghapusan semua hambatan perdagangan (Haryadi 2008). Selama periode tahun 2005-2013, pertumbuhan ekspor dan impor dunia rata-rata mencapai 8% dan 7% per tahun. Total perdagangan dunia tahun 2013 mencapai 18.30 milyar US$, yang berasal dari sektor manufaktur sebesar 11.84 milyar US$ (64.72%), minyak dan pertambangan 3.99 milyar US$ (21.84%) dan produk pertanian 1.74 milyar US$ (9.53%) (WTO 2014). Indonesia sebagai negara kecil yang menganut perekonomian terbuka tidak terlepas dari hubungan perdagangan dengan negara lain, baik ekspor maupun impor. Tren ekspor dan impor barang dan jasa terhadap Gross Domestic Product (GDP) Indonesia mulai tahun 1960 hingga tahun 2005 menunjukkan tren meningkat. Sebaliknya mulai tahun 2006 hingga tahun 2013 menunjukkan tren menurun (Tabel 1). Penurunan pangsa perdagangan terhadap GDP diduga karena ketatnya persaingan dengan negara-negara lain yang memiliki struktur ekspor yang mirip dengan Indonesia (Novianti 2013). Tabel 1 Kontribusi nilai ekspor dan impor Indonesia terhadap GDP Ekspor Impor Tahun (% GDP) (% GDP) 1960-70 10.71 12.46 2006-10 1971-80 24.44 19.55 2011 1981-90 25.41 22.53 2012 1991-00 31.07 27.75 2013 2001-05 34.91 28.04 Sumber: WITS World Bank (2015) diolah Tahun
Ekspor (% GDP) 27.80 26.36 24.29 23.74
Impor (% GDP) 24.81 24.95 25.86 25.74
Kinerja ekspor suatu negara tidak hanya dipengaruhi oleh aspek tarif dan non-tarif tetapi oleh banyak aspek (Portugal-Perez & Wilson 2012). Semakin hilangnya hambatan tarif sebagai konsekuensi dari liberalisasi perdagangan
2 membuat fasilitasi perdagangan berupa infrastruktur dan kelembagaan semakin berperan penting dalam perdagangan. Pembangunan infrastruktur telah menjamin terjadinya konektivitas dan aksesibilitas bagi negara-negara berkembang (Arvis et al. 2014). Portugal-Perez dan Wilson (2012) menemukan fasilitasi perdagangan berupa infrastruktur baik hard infrastructure (infrastruktur) maupun soft infrastructure (kelembagaan) meningkatkan kinerja ekspor melalui saluran biaya. Perumusan Masalah Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi liberalisasi perdagangan adalah terbatasnya kondisi infrastruktur dan kelembagaan. Data WEF (2015) menunjukkan kondisi infrastruktur dan kelembagaan Indonesia masih relatif tertinggal. Akibatnya biaya perdagangan yang tercermin dari persentase biaya logistik terhadap GDP masih relatif tinggi dibandingkan negaranegara lain. Rata-rata persentase biaya logistik Indonesia sebesar 26% (biaya transportasi 12%, biaya inventori 9.5% dan biaya administrasi 4.5%), meskipun trennya menunjukkan penurunan, sementara biaya logistik di negara-negara lain jauh lebih rendah (China 21%, Malaysia 12-13%, Uni Eropa dan Jepang 11%, Amerika Serikat 9% dan Singapura 7%) (Simatupang 2013). Apabila hal tersebut tidak segera diatasi akan berdampak terhadap menurunnya daya saing produk Indonesia di pasar global sehingga kinerja ekspor Indonesia akan menurun. Oleh karena itu penting untuk dianalisis pengaruh infrastuktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya yang dapat mempengaruhi peningkatan atau penurunan arus ekspor Indonesia. Apabila kinerja variabel-variabel tersebut ditingkatkan akan mampu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Penelitian mengenai pengaruh variabel infrastruktur dan kelembagaan terhadap kinerja ekspor dengan kasus Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan Novianti (2013) fokus pada infrastruktur transportasi dan kelembagaan. Novianti (2013) membagi infrastruktur transportasi berdasarkan moda transportasi laut dan udara, sedangkan kelembagaan terdiri atas indeks kebebasan korupsi, indeks kualitas peraturan pemerintah serta indeks kualitas keamanan terhadap kejahatan terogranisir. Ruang lingkup penelitian fokus pada arus perdagangan agregat dengan mitra dagang sebanyak 72 negara. Penelitian yang dilakukan Nurjanti (2011) fokus pada infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi. Ruang lingkup penelitian fokus pada arus perdagangan agregat dengan mitra dagang negara-negara di kawasan ASEAN dan Asia Timur. Hasil penelitian Novianti (2013) dan Nurjanti (2011) menunjukkan bahwa variabel infrastruktur dan kelembagaan berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor Indonesia. Namun demikian, berdasarkan telaah terhadap variabel dan ruang lingkup yang dikaji kedua peneliti tersebut, peneliti menganggap masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, baik dari aspek variabel maupun ruang lingkup. Penelitian ini mencoba melengkapi penelitian sebelumnya dengan mengkaji arus ekspor tidak hanya agregat tetapi juga sektoral. Sektor yang dianalisis yaitu sektor agricultural materials (bahan hasil pertanian), food (pangan) dan manufactures (manufaktur) yang pengelompokannya berdasarkan Standard International Trade Classification (SITC). Perbedaan karakteristik masing-
3 masing arus ekspor diduga akan membuat pengaruh dari variabel infrastruktur dan kelembagaan terhadap masing-masing arus ekspor menjadi berbeda. Variabel yang digunakan dalam penelitian dibangun berdasarkan telaah terhadap teori gravity model (model gravitasi) dan penelitian terdahulu. Ruang lingkup negara tujuan ekspor mencakup negara tujuan utama ekspor Indonesia. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Menganalisis pengaruh variabel infrastruktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor agregat, bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur Indonesia 2. Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian dilakukan untuk menganalisis pengaruh variabel infrastruktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor Indonesia. 2. Variabel infrastruktur diproksi dengan variabel infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi. 3. Variabel kelembagaan diproksi dengan variabel tata kelola pemerintahan dan tingkat efisiensi perdagangan lintas batas. 4. Variabel terkait lainnya terdiri atas GDP per kapita, jarak ekonomi, tarif dan dummy kesamaan bahasa. 5. Arus ekspor dianalisis berdasarkan arus ekspor agregat dan sektoral. Arus ekspor sektoral yang dianalisis yaitu bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur yang pengelompokkannya berdasarkan SITC (Lampiran 1).
2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menyajikan kerangka teori dan kerangka pemikiran penelitian yang menjadi landasan filosofis dan operasional dalam menjawab tujuan penelitian. Kerangka teori berisi hasil telaah terhadap konsep model gravitasi serta konsep biaya perdagangan. Telaah terhadap model gravitasi menjadi landasan filosofis dalam menganalisis magnitude (besarnya) perdagangan antarnegara, yang tidak dapat dijelaskan oleh teori-teori perdagangan internasional lainnya. Telaah terhadap biaya perdagangan menjadi landasan konseptual bagaimana transmisi pengaruh biaya perdagangan terhadap arus perdagangan. Kerangka pemikiran berisi sintesis tentang fenomena dan permasalahan yang menjadi objek penelitian, penjelasan tentang variabel-variabel yang diturunkan dari kerangka
4 teori dan penelitian terdahulu serta bagaimana hubungannya dalam menjawab tujuan penelitian. Kerangka Teori Model Gravitasi Model gravitasi pertama kali dikembangkan oleh Tinbergen tahun 1962 untuk menunjukkan perdagangan mengikuti prinsip-prinsip fisik dari gravitasi (Hemkamon 2007). Model gravitasi menjelaskan bagaimana besarnya perdagangan masing-masing negara (Hemkamon 2007) yang tidak dapat dijawab oleh teori perdagangan klasik (Usman 2012). Teori perdagangan klasik lebih menekankan kepada asal-usul perdagangan, pola perdagangan dan dampak perdagangan terhadap kesejahteraan (Zhang 2013). Teori perdagangan klasik hanya menjawab mengapa suatu negara melakukan perdagangan. Penerapan model gravitasi dalam perdagangan menjadi tonggak baru dari perkembangan teori perdagangan internasional (Zhang 2013). Menurut model gravitasi, ukuran atau besarnya arus perdagangan antara kedua negara ditentukan oleh kondisi penawaran di negara asal, kondisi permintaan di negara tujuan serta hambatan perdagangan). Model gravitasi diturunkan dari persamaan sebagai berikut (Head 2003): T = K Keterangan: Tij : Arus perdagangan bilateral dari negara i ke negara tujuan j K : Konstanta gravitasi Y : Ukuran ekonomi (GDP) negara i dan j Dij : Jarak geografis antara negara i dan j Model gravitasi sangat populer karena kesuksesannya dalam menjelaskan variasi empiris pada data yang ada. Menurut Starck (2012) persamaan gravitasi merupakan analisis yang lebih komprehensif dan holistik dari arus perdagangan internasional. Telaah yang dilakukan Starck (2012) menyimpulkan bahwa sejumlah peneliti memberikan penjelasan kaitan antara dasar teori ekonomi untuk model gravitasi dari berbagai teori perdagangan internasional (Gambar 1).
5 Anderson (1979) Asumsi: 1. Maksimisasi utilitas dari tujuan perdagangan 2. Diferensiasi produk 3. Preferensi homotetik
Diferensiasi produk
Preferensi homotetik
Interpretasi Gravitasi: 1. Jarak ekonomi antara i dan j
Model Helpman-Krugman Bergstrand (1989) Asumsi: 1. Persaingan monopolistik 2. Diferensiasi produk 3. Increasing return to scale
Interpretasi Gravitasi: 1. Arus perdagangan antara i dan j dijelaskan oleh tingkat harga, jarak, nilai tukar 2. High complexity in derivation
1. 2. 3. 4.
Model Hechsher-Ohlin Deardorff (1998) Asumsi: Perbedaan faktor endowment Persaingan sempurna Produk homogen Preferensi homotetik
Interpretasi Gravitasi: 1. Jarak antara i dan j dijelaskan oleh tingkat harga
Model Ricardian Eaton dan Kortum (2002) Asumsi: 1. Perbedaan teknologi produksi 2. Constant return to scale 3. Preferensi homotetik
Preferensi homotetik
Interpretasi Gravitasi: 1. Jarak geografi antara i dan j dideflasi oleh tingkat harga Sumber: Starck (2012) Gambar 1 Telaah terhadap pendekatan model gravitasi Biaya Perdagangan Biaya perdagangan diartikan sebagai semua biaya yang dikeluarkan agar barang sampai ke pengguna akhir. Biaya perdagangan menjadi determinan utama dari volume perdagangan (De 2007). Biaya perdagangan total terdiri atas biaya perdagangan internasional dan biaya distribusi (wholesale and retail) (Anderson & Wincoop 2004). Biaya perdagangan internasional terdiri atas biaya perbatasan yang terkait dengan hambatan perdagangan (kebijakan), bahasa, nilai tukar, biaya informasi dan keamanan, serta biaya transportasi (freight dan time/transit costs).
6 Menurut Gonzales et al. (2008) biaya logistik terdiri atas biaya transaksi (transportasi, perizinan perdagangan, bea cukai), biaya finansial (persediaan, penyimpanan, keamanan), dan biaya non-finansial (asuransi). Menurut Simatupang (2013) biaya logistik terdiri atas biaya transportasi, biaya inventori dan biaya administrasi. Merujuk pada Anderson dan Wincoop (2004), Gonzales et al. (2008) dan Simatupang (2013) dapat disimpulkan bahwa biaya perdagangan memiliki definisi yang mirip dengan biaya logistik. Biaya logistik merupakan komponen terpenting yang mempengaruhi biaya perdagangan dibandingkan hambatan tarif (Gonzales et al. 2008). Pengaruh infrastruktur dan kelembagaan terhadap volume perdagangan internasional diilustrasikan pada Gambar 2. Tingginya biaya perdagangan sebagai akibat dari buruknya kondisi infrastruktur dan kelembagaan menyebabkan biaya produksi secara keseluruhan meningkat sehingga penawaran ekspor (SA) menurun menjadi (S’A). Penawaran barang X di pasar dunia akan berkurang dari ES menjadi ES’ dengan tingkat harga relatif ekuilibrium berada di atas Pw yaitu Pw’. Demikian halnya di negara pengimpor (negara B) karena harga produk-produk yang diimpor naik, maka jumlah yang diimpor juga akan menurun dari ED menjadi ED’ sehingga jumlah barang X yang diimpor juga akan menurun dari titik QE ke QE’.
Sumber: Diadaptasi dari Tweeten (1992) Gambar 2 Pengaruh infrastruktur dan kelembagaan terhadap perdagangan internasional Kerangka Pemikiran Hambatan tarif yang semakin menurun sebagai konsekuensi dari liberalisasi perdagangan membuat fasilitasi perdagangan berupa infrastruktur dan kelembagaan semakin berperan penting dalam meningkatkan kinerja ekspor melalui saluran biaya. Data WEF (2015) menunjukkan kinerja variabel infrastruktur dan kelembagaan Indonesia masih relatif tertinggal. Akibatnya biaya perdagangan yang tercermin dari biaya logistik Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Apabila hal tersebut tidak segera diatasi akan berdampak terhadap menurunnya daya saing produk Indonesia di pasar
7 global sehingga kinerja ekspor Indonesia akan menurun. Kerangka pemikiran konseptual disajikan pada Gambar 3. Liberalisasi Perdagangan Infrastruktur
Biaya perdagangan (langsung dan tidak langsung)
Kelembagaan
Ekspor Gambar 3 Kerangka pemikiran konseptual Variabel infrastruktur dalam penelitian ini diproksi dengan infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi. Peneliti yang menggunakan infrastruktur transportasi antara lain Gonzales et al. (2008), Hanousek dan Kocenda (2013), Iwanow dan Kirkpatrick (2009), Novianti (2013), Portugal-Perez dan Wilson (2012), Sepherd dan Wilson (2008) serta Zahidi (2012). Peneliti yang menggunakan teknologi informasi komunikasi antara lain Hanousek dan Kocenda (2013) serta Portugal-Perez dan Wilson (2012). Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel infrastruktur terhadap kinerja ekspor disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel infrastruktur terhadap kinerja ekspor Infrastruktur Transportasi Negara Importir Negara Eksportir (Tujuan Ekspor) (1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4) Gonzales et al. (2008) a. Bahan mentah b. Upstream Inventories Hanousek & Kocenda (2013) Iwanow & Kirkpatrick (2009) Novianti (2013) Portugal-Perez & Wilson (2012) Sepherd & Wilson (2008) a. Agregat b. Pangan c. Industries Supplies d. Bahan bakar e. Barang modal f. Peralatan transportasi g. Barang konsumsi Zahidi (2012) a. Pertanian barang mentah b. Manufaktur
[+] + +
+ +
a
+,-
ICT
+
-
[+]
b
[-]
+
+c, -d [-] [-] [-] + [+] [-] [-]
+ [+] + [+] + + +
[-] [+]
Keterangan: ICT = teknologi informasi komunikasi (1) = infrastruktur transportasi keseluruhan; (2) = infrastruktur pelabuhan; (3) = infrastruktur bandara; (4) = infrastruktur jalan
8 + = berpengaruh positif, signifikan pada taraf nyata ≤ 10 % - = berpengaruh negatif, signifikan pada taraf nyata ≤ 10 % [+] = berpengaruh positif, tidak signifikan pada taraf nyata ≤ 10 % [-] = berpengaruh negarif, tidak signifikan pada taraf nyata ≤ 10 % a= no GDP-interaction & no multilateral resistance term (MRT), MRT correction, trade facilitation (TF) interaction b= GDP-interaction c= no GDP-interaction & no-MRT d=MRT correction, GDP-interaction, TF-interaction
Variabel kelembagaan diproksi dengan governance (tata kelola pemerintahan) dan trading across borders (tingkat efisiensi perdagangan lintas batas). Menurut Brunetti et al. (1997) tata kelola pemerintahan yang baik dan efektif (good governance) berkontribusi positif terhadap perekonomian, terciptanya iklim yang kondusif untuk meningkatkan produksi, mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. Peneliti yang menggunakan tata kelola pemerintahan antara lain Fanta (2011), Gonzales et al. (2008) dan Savaryn (2013). Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh tata kelola pemerintahan terhadap kinerja ekspor disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh tata kelola pemerintahan terhadap kinerja ekspor
Tata kelola pemerintahan a. Voice and accountability (VA) b. Political stability and absence of violence/terrorism (PV) c. Government effectiveness(GE) d. Regulatory quality (RQ) e. Rule of law (RL) f. Control of corruption (CC)
Fanta (2011) (1) (2) + [+] + [-]
Gonzales et al. (2008) (1) +
Savaryn (2013)
(1)a (1)b
(1)c
(1)d
-
-
-
-
+
[+]
[-]
-
-
-
+
[+]
[+]
-
[+]
[-]
+ + +
[+] [+] [+]
[+] + [-]
+ + [-]
[-] + [+]
+ [+] [-]
Keterangan: (1) tata kelola pemerintahan negara pengekspor; (2) tata kelola pemerintahan negara tujuan ekspor a = semi interactive estiamates (OLS); b = semi interactive estimates (PPML) c = fully interactive estimates (OLS); d = fully interactive estimates (PPML)
Tingkat efisiensi perdagangan lintas batas adalah satu indikator kompleksitas dan biaya dalam proses regulasi perdagangan. Semakin rendah tingkat kompleksitas dan biaya dalam proses regulasi perdagangan akan mempercepat mobilitas arus barang hasil produksi sampai ke pasar (perdagangan). Peneliti yang menggunakan tingkat efisiensi perdagangan lintas batas antara lain Hanousek dan Kocenda (2013), Iwanow dan Kirkpatrick (2009) serta PortugalPerez dan Wilson (2012). Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh tingkat efisiensi perdagangan lintas batas terhadap kinerja ekspor disajikan pada Tabel 4.
9 Tabel 4 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh tingkat efisiensi perdagangan lintas batas terhadap kinerja ekspor
Tingkat efisiensi perdagangan lintas batas
Hanousek & Iwanow & Kocenda (2013) Kirkpatrick (2009) + +a
Portugal-Perez & Wilson (2012) +b [-]c
Keterangan : a = Hanya diproksi oleh document to export b = no GDP-interaction & no multilateral resistance term (MRT), MRT correction, GDP-interaction c = trade facilitation (TF) interaction
Menurut model gravitasi, besarnya arus ekspor ditentukan oleh kondisi penawaran di negara asal dan kondisi permintaan di negara tujuan serta hambatan perdagangan. Kondisi penawaran pada model gravitasi diproksi dengan GDP negara eksportir, kondisi permintaan diproksi dengan GDP negara importir dan faktor penghambat diproksi dengan jarak. Kondisi penawaran diproksi dengan GDP per kapita Indonesia, sedangkan kondisi permintaan diproksi dengan GDP per kapita negara importir. Peneliti yang menggunakan GDP per kapita antara lain Fitzsimons et al. (1999), Gonzales et al. (2008), Novianti (2013), serta PortugalPerez dan Wilson (2012). Hambatan perdagangan diproksi dengan variabel jarak yaitu jarak ekonomi. Peneliti yang menggunakan variabel jarak ekonomi antara lain Alejandro et al. (2010), Anderson dan Wincoop (2004), Ayuwangi (2013), Pradipta dan Firdaus (2014) dan Zahidi (2012). Hambatan perdagangan juga diproksi dengan tarif yang diduga masih berpengaruh signifikan, meskipun liberalisasi perdagangan membuat tarif semakin menurun bahkan hilang. Peneliti yang menggunakan tarif antara lain Iwanow dan Kirkpatrick (2009), PortugalPerez dan Wilson (2012) serta Sepherd dan Wilson (2008). Penelitian ini memasukkan variabel dummy berupa kesamaan bahasa (common language). Hal ini karena faktor kemudahan berkomunikasi memiliki peranan penting dalam perdagangan. Peneliti yang menggunakan variabel dummy kesamaan bahasa antara lain Bensassi et al. (2015), Fitzsimons et al. (1999), Francois dan Manchin (2013), Hanousek dan Kocenda (2013), Iwanow dan Kirpatrick (2009), Portugal-Perez dan Wilson (2012), serta Sepherd dan Wilson (2008). Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor GDP per kapita (1) (2) Alejandro et al. (2010) Anderson dan Wincoop (2004) Ayuwangi (2013) Pradipta dan Firdaus (2014) Bensassi et al. (2015) Fitzsimons et al. (1999) Francois & Manchin (2013)
+
Jarak ekonomi -
Tarif
Kesamaan Bahasa
+ + +a, [+]b
10 Tabel 5 (Lanjutan) Ringkasan hasil telaah literatur pengaruh variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor GDP per kapita (1) (2) Gonzales et al. (2008) a. Bahan mentah b. Upstream Inventories Hanousek dan Kocenda (2013) Iwanow dan Kirkpatrick (2009) Novianti (2013)
Portugal-Perez & Wilson (2012) Sepherd dan Wilson (2008) a. Agregat b. Pangan c. Industries supplies d. Bahan bakar e. Barang modal f. Peralatan transportasi g. Barang konsumsi Zahidi (2012) a. Pertanian barang mentah b. Manufaktur
Jarak ekonomi
Tarif
-
+
Kesamaan Bahasa
[+]
+ +
-
-
+
-
+c, [-]d
[-] [-] [-] [-] [-] [-]
++ [+] [+] [+] [+] ++ [+]
[-] -
Keterangan: a = poisson, nonrobust; b = poisson, robust dan poisson robust with probit correction; c = no GDP-interaction, no-MRT; d =MRT correction; GDP-interaction, TF-interaction
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi arus ekspor Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga kelompok variabel yaitu: (i) kelompok variabel infrastruktur yang diproksi dengan infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi, (ii) kelompok variabel kelembagaan yang diproksi dengan governance (tata kelola pemerintahan) dan trading across borders (tingkat efisiensi perdagangan lintas batas), dan (iii) kelompok variabel terkait lainnya yang diproksi dengan GDP per kapita, jarak ekonomi, tarif, dan dummy kesamaan bahasa. Kelompok variabel (i) dan (ii) merupakan variabelvariabel yang menjadi fokus penelitian, sedangkan kelompok variabel (iii) merupakan variabel-variabel inti model gravitasi. Model ini disebut model gravitasi yang diperluas yang tercermin dari ditambahkannya kelompok variabel (i) dan (ii) serta variabel tarif dan dummy kesamaan bahasa. Bagaimana pengaruh infrastuktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya terhadap ekspor agregat, bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur dan apa yang menjadi determinannya perlu dikaji, sehingga apabila kinerja variabel-variabel tersebut, khususnya variabel infrastruktur dan kelembagaan yang menjadi fokus penelitian ditingkatkan akan mampu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia. Metode estimasi yang digunakan adalah regresi data panel dengan model gravitasi yang diperluas. Kerangka pemikiran operasional disajikan pada Gambar 4.
11 Liberalisasi Perdagangan • Hambatan tarif dan non tarif semakin hilang • Peranan infrastruktur dan kelembagaan semakin penting Permasalahan • Kondisi infrastruktur dan kelembagaan Indonesia relatif tertinggal Infrastruktur • Infrastruktur transportasi • Teknologi informasi komunikasi
Kelembagaan • Tata kelola pemerintahan • Tingkat efisiensi perdagangan lintas batas
• • • •
Variabel terkait lainnya GDP per kapita Jarak ekonomi Tarif Kesamaan bahasa
Bagaimana pengaruhnya terhadap ekspor Indonesia (agregat, bahan hasil pertanian, pangan, manufaktur)?
Biaya perdagangan (langsung & tidak langsung)
Metode Estimasi: Data panel dengan model gravitasi yang diperluas Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia
Agregat
Bahan hasil pertanian
Pangan
Manufaktur
Implikasi dan rekomendasi kebijakan Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan, serta telaah terhadap kerangka teori dan kerangka pemikiran penelitian, maka hipotetis dari penelitian ini adalah: 1. Infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi Indonesia dan negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap arus ekspor Indonesia.
12 2. Tata kelola pemerintahan Indonesia berpengaruh positif terhadap arus ekspor Indonesia, sedangkan tata kelola pemerintahan negara tujuan ekspor berpengaruh negatif terhadap arus ekspor Indonesia. 3. Tingkat efisiensi perdagangan lintas batas berpengaruh positif terhadap arus ekspor Indonesia 4. GDP per kapita Indonesia berpengaruh negatif terhadap arus ekspor Indonesia, sedangkan GDP per kapita negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap arus ekspor Indonesia 5. Jarak ekonomi dan tarif berpengaruh negatif terhadap arus ekspor Indonesia. 6. Kesamaan bahasa berpengaruh positif terhadap arus ekspor Indonesia.
3 METODOLOGI Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data panel dengan time series (deret waktu) 2005-2013 dan cross-section (kerat lintang) negara-negara tujuan ekspor Indonesia. Negara tujuan ekspor untuk agregat dan manufaktur terdiri atas 21 negara yaitu Australia, China, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Belanda, Filipina, Rusia, Singapura, Afrika Selatan, Spanyol, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Inggris, Amerika Serikat dan Vietnam. Negara tujuan ekspor untuk bahan hasil pertanian terdiri atas 19 negara yaitu negara tujuan ekspor agregat dan manufaktur dikurangi Hongkong dan Uni Emirat Arab. Negara tujuan ekspor untuk pangan terdiri 16 negara yaitu negara tujuan ekspor agregat dan manufaktur dikurangi Australia, Hongkong, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Pemilihan banyaknya jumlah negara tujuan ekspor berdasarkan pangsa ekspor, sehingga menyebabkan terdapat perbedaan jumlah negara tujuan ekspor pada masing-masing arus ekspor. Variabel dependen model ekspor agregat, bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur menggunakan nilai ekspor riil. Variabel independen terdiri atas: 1) Variabel infrastruktur yang terdiri atas kualitas infrastruktur transportasi Indonesia (TRANSPORTi) dan negara tujuan (TRANSPORTj), serta variabel teknologi informasi komunikasi Indonesia (ICTi) dan negara tujuan (ICTj). 2) Variabel kelembagaan terdiri atas kualitas tata kelola pemerintahan Indonesia (GOVERNANCEi) dan negara tujuan (GOVERNANCEj), tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia (TABi) dan negara tujuan (TABj). 3) Variabel terkait lainnya yang terdiri atas GDP riil per kapita Indonesia (GDPcapi) dan negara tujuan (GDPcapj), jarak ekonomi (DISTEKij), tarif (TARIFFij) dan dummy kesamaan bahasa (COMLANGij). Data yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber yaitu World Integrated Trade Statistics (WITS) World Bank, World Economic Forum (WEF), Worldwide Governace Indicators (WGI) World Bank, Doing Business (DB) World Bank, World Development Indicators (WDI) World Bank dan Centre d’Etudes Prospectives et d’Informationss Internatioanles (CEPII). Variabelvariabel yang digunakan dan sumber data disajikan pada Tabel 6.
13 Tabel 6 Variabel yang digunakan dan sumber data Variabel Satuan Sumber Nilai ekspor (X) Ribu US$ WITS World Bank Infrastruktur transportasi (TRANSPORT) Indeks (1-7) WEF Teknologi informasi komunikasi (ICT) Indeks (1-7) WEF Tata kelola pemerintahan Indeks (-2.5-2.5) WGI (GOVERNANCE) Tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indeks (0-100) DB World Bank (TAB) GDP per kapita (GDPcap) Ribu US$ WDI World Bank Jarak ekonomi (DISTEK) Km CEPII Tarif (TARIFF) % WITS World Bank Kesamaan bahasa (COMLANG) Dummy (0 & 1) CEPII Konsep Pengukuran Variabel Beberapa variabel yang digunakan merupakan hasil kalkulasi dari beberapa data yaitu: 1. Variabel infrastruktur transportasi (TRANSPORT) dibangun dari tiga dimensi yaitu kualitas infrastruktur pelabuhan (quality of port infrastructure), kualitas infrastruktur transportasi udara (bandara) (quality of airport infrastructure) dan kualitas infrastruktur transportasi jalan (quality of roads). Data berasal dari World Economic Forum’s Executive Opinion Survey (WEF). Survey mengukur persepsi pelaku bisnis terhadap kualitas infrastruktur pelabuhan, infrastrutkur transportasi udara dan infrstruktur jalan di suatu negara yang melibatkan lebih dari 13,000 orang pelaku bisnis dan lebih dari 160 lembaga mitra di 125-144 negara. Sampel yang diambil mengikuti dual stratification sesuai dengan ukuran perusahaan dan sektor usaha perusahaan yang setiap kelasnya memiliki bobot berbeda-beda. Bentuk pertanyaan untuk masing-masing dimensi adalah sebagai berikut: (i) Bagaimana Anda menilai kualitas pelabuhan di negara Anda? Bagi negaranegara landlocked, responden diberi pertanyaan mengenai seberapa mudah fasilitas pelabuhan dicapai? (ii) Bagaimana Anda menilai kualitas infrastruktur trasnsportasi udara (bandara) di negara Anda? (iii) Bagaimana Anda menilai kualitas infrastruktur jalan di negara Anda? Rentang nilai dari satu (kondisi infrastruktur extremely underdeveloped) dan tujuh (kondisi infrastruktur extensive dan efficient diantara yang terbaik di dunia). 2. Variabel teknologi informasi komunikasi (ICT) dibangun dari empat dimensi yaitu (i) ketersediaan teknologi baru (availability of latest technologies), (ii) absorpsi (adopsi) teknologi di level perusahaan (firm-level technology absorption), (iii) jumlah pengguna internet (internet users) (%), dan (iv) jumlah langganan internet tetap kabel (broadband internet subscriptions) per 100 orang. Data dimensi (i) dan (ii) berasal dari Data berasal dari World Economic Forum’s Executive Opinion Survey (WEF) sebagaimana pada poin 1. Bentuk pertanyaan untuk dimensi (i) dan (ii) adalah sebagai berikut:
14 (i) Sampai sejauhmana ketersediaan teknologi baru di negara Anda? (ii) Sampai sejauhmana tingkat absorpsi teknologi baru oleh perusahaan di negara Anda? Rentang nilai dari satu (tidak tersedia sama sekali) dan tujuh (tersedia banyak). Data dimensi (iii) berupa persentase pengguna internet individu yang mengacu kepada orang-orang yang menggunakan internet dari berbagai lokasi dengan berbagai tujuan dengan menggunakan komputer (komputer desktop, laptop, tablet dan komputer sejenis lainnya), mobile phone, games machine, digital TV dan lain-lain. Akses dapat dari jaringan tetap atau mobile. Dimensi (iv) berupa jumlah langganan internet tetap kabel yaitu langganan untuk akses internet berkecepatan tinggi untuk publik pada kecepatan ≥ 256 kb/s. Data dikumpulkan oleh WEF dari International Telecommunication Union (ITU). 3. Variabel tata kelola pemerintahan (GOVERNANCE) dibangun dari tiga kelompok dimensi yaitu: a) Proses pemilihan, pemantauan dan pergantian pemerintahan, terdiri dari dua dimensi, yaitu: (i) voice and accountability (VA) yaitu persepsi terhadap kemudahan dalam partisipasi memilih pemerintahan, kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berkumpul serta kebebasan media, dan (ii) political stability and absence of violence/terrorism (PV) yaitu persepsi terhadap kemungkinan pemerintahan akan stabil atau digulingkan secara inkonstitusional atau kekerasan, baik yang bermotif politik atau terorisme. b) Kapasitas pemerintah dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan yang efisien, terdiri dari dua dimensi, yaitu: (i) government effectiveness (GE) yaitu persepsi terhadap kualitas pelayanan publik dan sipil, tingkat independensi dari tekanan politik, kualitas perumusan dan pelaksanaan kebijakan serta kredibilitas dan komitmen pemerintah, dan (ii) regulatory quality (RQ) yaitu persepsi terhadap kemampuan pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang sehat dan peraturan yang mengizinkan dan mendukung sektor swasta. c) Penghormatan (respect) dari warga negara terhadap lembaga yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial, terdiri dari dua dimensi, yaitu: (i) rule of law (RL) yaitu persepsi kepatuhan terhadap aturan, kualitas penegakan hukum, hak kepemilikan, persepsi terhadap penegak hukum, serta kemungkinan terjadinya kejahatan dan kekerasan, dan (ii) control of corruption (CC) yaitu persepsi sejauhmana kekuasaan publik dilaksanakan untuk kepentingan pribadi (korupsi, kolusi dan nepotisme). Data berasal dari survey Worldwide Governace Indicators (WGI) World Bank terhadap perusahaan dan rumahtangga serta penilaian subjektif dari penyedia informasi bisnis, organisasi non pemerintah, organisasi multilateral serta badan-badan publik lainnya. Rentang nilai dari -2.5 (rendah) sampai 2.5 (tinggi). 4. Variabel tingkat efisiensi perdagangan lintas batas (trading across border) (TAB) merupakan salah satu indikator kompleksitas dan biaya dalam proses regulasi perdagangan (complexity and cost of regulatory processes). Variabel dibangun dari tiga dimensi, yaitu: (i) dokumen ekspor dan impor (jumlah), (ii) waktu ekspor dan impor (hari) dan (iii) biaya ekspor dan impor melalui pelabuhan (US$ per kontainer). Data berasal dari Survey berkala Doing
15 Business Team World Bank terhadap lebih dari 10,700 ahli (local expert), baik pengacara, konsultan bisnis, akuntan, freight forwarder, pejabat pemerintah serta profesional lainnya. Rentang nilai dari nol (sangat buruk) sampai 100 (sangat baik). 5. Variabel Jarak ekonomi (DISTEK) digunakan karena jarak geografis antarnegara tidak berubah (konstan), sehingga tidak dapat digunakan untuk mengestimasi pengaruh faktor jarak terhadap arus perdagangan. Jarak ekonomi diperoleh dari persamaan berikut (Li et al. 2008): GDP DISTEK = jarak geogra is ∗ Total GDP Spesifikasi Model Gravitasi Beberapa variabel ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural (ln) agar memenuhi asumsi klasik, menghindari model dari bias serta mengatasi masalah normalitas. Spesifikasi model sebagai berikut: lnXtij
= β0 + β1TRANSPORTti + β2TRANSPORTtj + β3ICTti + β4ICTtj + β5GOVERNANCEti + β6GOVERNANCEtj + β7TABti + β8TABtj + β9lnGDPcapti + β10lnGDPcaptj + β11lnDISTEKtij + β12TARIFFtij + β13COMLANGij + etij
Tanda parameter yang diharapkan: β1-β5, β7, β8, β10, β13 > 0, β6, β9, β11, β12 < 0 Keterangan: i : Indonesia j : Negara-negara tujuan ekspor Indonesia lnXtij : Nilai ekspor riil Indonesia (agregat, bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur) ke negara j tahun ke-t (ribu US$) TRANSPORTt : Indeks kualitas infrastruktur transportasi tahun ke-t ICTt : Indeks teknologi informasi komunikasi tahun ke-t GOVERNANCEt : Indeks kualitas tata kelola pemerintahan tahun ke-t TABt Indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas tahun ke-t lnGDPcapt : GDP riil per kapita tahun ke-t (ribu US$) lnDISTEKij : Jarak ekonomi Indonesia dengan negara j (km) TARIFFtij : Tarif impor negara-negara j tahun ke-t (%) COMLANGij : Variabel dummy kesamaan bahasa antara Indonesia dengan negara j (1= Malaysia dan Singapura, 0 = negara tujuan lainnya) e : Random error β0 : Konstanta (intercept) βn : Parameter yang diduga (n = 1,2 …. 13) t : Deret waktu (time series) Metode Estimasi Penelitian ini menggunakan regresi data panel. Model data panel ditulis sebagai berikut (Baltagi 2005):
16 Yit = β1t + β2t + u1t Keuntungan menggunakan analisis data panel antara lain: 1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. 2. Memberi informasi yang lebih banyak, lebih beragam, lebih efisien dan meminimalkan masalah kolinieritas antarvariabel. 3. Data panel menghasilkan pengukuran yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan data deret waktu atau data kerat lintang. Metode estimasi menggunakan regresi data panel dengan model gravitasi. Model umum data panel yang digunakan adalah: (i) Pendekatan Fixed Effect Model (FEM) Yit = ∑αiDi + βXit + εit Keterangan: Yit = variabel dependen; Xit = variabel independen; α = intersep model yang berubah-ubah antar unit kerat lintang; β = slope; D = variabel dummy; i = individu negara ke-i; t = periode waktu ke-t; dan ε = error. (ii) Pendekatan Random Effect Model (REM) Yit = α0 + βXit + εit dan εit = Uit + Vit + Wit Keterangan: Uit = error component cross-section; Vit = error component timeseries; dan Wit = error component combinations. Pemilihan model yang sesuai antara pendekatan FEM dengan REM menggunakan uji Hausman. FEM akan dipilih jika nilai statistik Hausman (H) yang diperoleh lebih besar dari nilai tabel Chi-square atau nilai P-value lebih kecil dari 0.05 (untuk tingkat kepercayaan 95%). Jika sebaliknya, maka REM yang akan dipilih (Baltagi 2005). Model diupayakan memenuhi tiga kriteria yang disyaratkan oleh Koutsoyianis (1977), agar diperoleh hasil yang representatif. Kriteria-kriteria tersebut yaitu: 1. Kriteria teori ekonomi (theoretically meaningfull) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (sign and magnitude) dari parameter persamaan sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. 2. Kriteria statistika yang dilihat dari goodness of fit dan secara statitika memuaskan (statistically satisfactory). 3. Kriteria ekonometrika yang menetapkan estimasi parameter harus memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti unbiasedness, efficiency, consistency dan sufficiency. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Ekspor Agregat, Bahan Hasil Pertanian, Pangan dan Manufaktur Indonesia ke Negara-negara Tujuan Sektor manufaktur menjadi kontributor terbesar ekspor Indonesia dibandingkan sektor-sektor lainnya (Tabel 7). Ekspor agregat Indonesia dominan ke Jepang, Amerika Serikat, China, Singapura, Korea Selatan, India dan Malaysia. Namun demikian, ekspor agregat Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang mulai menunjukkan pertumbuhan negatif. Sebaliknya ekspor agregat Indonesia ke China,
17 Singapura, Korea Selatan, India dan Malaysia menunjukkan pertumbuhan positif (Gambar 5a). Temuan menarik dapat dilihat dari ekspor agregat Indonesia ke negara-negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam yang menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini mengindikasikan bahwa integrasi ekonomi ASEAN telah mampu mempercepat arus perdagangan antarnegara anggota. Selain itu, pertumbuh pertumbuhan an ekspor yang cukup tinggi ke China dan India mengindikasikan kedua negara tersebut merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia.
Tabel 7 Statistik deskriptif arus ekspor Indonesia, 2005-2013 (juta US$) No Variabel Mean Min Max 1 Agregat 2591.65 105.46 14540.74 2 565.92 59.46 2514.49 Bahan hasil pertanian 3 pangan 460.14 46.43 2140.10 4 Manufaktur 951.24 70.86 5047.35 Sumber: WITS World Bank (2015) diolah Ekspor bahan hasil pertanian Indonesia dominan ke China, India, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Belanda dan Singapura (Gambar 5b), sementara ekspor pangan Indonesia dominan ke India, China, Malaysia, Uni Emirat Arab, Belanda, Singapura dan Jepang (Gambar 5c). Pertumbuhan ekspor bahan hasil pertanian dan pangan ketujuh negara tersebut menunjukkan menunjukkan pertumbuhan positif kecuali ekspor pangan ke Jepang. Bahkan ekspor ke China dan India pertumbuhannya mencapai dua digit. Pertumbuhan ekspor yang positif juga ditunjukkan ke semua negara tujuan. Hal ini mengindikasikan sektor bahan hasil pertanian dan pangan menjadi salah satu sektor andalan ekspor Indonesia. Ekspor manufaktur Indonesia dominan ke Amerika Serikat, Singapura, Jepang, China, Malaysia, Thailand dan Jerman (Gambar 5d). Namun demikian, pertumbuhan ekspor manufaktur ke Amerika Serikat, Singapura, Jepang dan Jerman menunjukkan tren yang negatif. Di lain pihak pertumbuhan ekspor manufaktur yang positif ke China, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Australia, Filipina, Vietnam, India, Turki, Afrika Selatan dan Rusia mengindikasikan bahwa sektor ini masih memiliki daya saing yang cukup baik. Agregat
Gambar 5a Rata-rata nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor agregat Indonesia tahun 2005-2013
18 Bahan Hasil Pertanian
Gambar 5b Rata-rata nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor bahan hasil pertanian Indonesia tahun 2005-2013 Pangan
Gambar 5c Rata-rata nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor pangan Indonesia Manufaktur
Gambar 5d Rata-rata nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor manufaktur Indonesia Sumber: WITS World Bank (2015) diolah
Gambar 5 Rata-rata nilai ekspor dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor Indonesia
19 Berdasarkan uraian di atas maka diperoleh gambaran sebagai berikut: pertama, sektor manufaktur menjadi kontributor terbesar ekspor Indonesia dibandingkan sektor-sektor lainnya. Kedua, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang sebagai negara industri maju mulai menunjukkan pertumbuhan negatif, kecuali pertumbuhan ekspor bahan hasil pertanian. Pertumbuhan ekspor bahan hasil pertanian yang positif mengindikasikan kedua negara tersebut memiliki ketergantungan supply bahan baku dari Indonesia. Ketiga, ekspor Indonesia ke China, India dan negara-negara ASEAN yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam menunjukkan pertumbuhan positif, kecuali ekspor manufaktur ke Singapura. Hal ini mengindikasikan China, India dan ASEAN merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia. Perkembangan Variabel Infrastruktur dan Kelembagaan serta Variabel Terkait Lainnya Perkembangan Variabel Infrastruktur Rata-rata indeks infrastruktur transportasi Indonesia masih tertinggal dibandingkan rata-rata indeks infrastruktur transportasi negara-negara tujuan ekspor. Namun demikian, indeks infrastuktur transportasi Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi (Gambar 6). Hal ini mengindikasikan infrastruktur transportasi Indonesia semakin baik dari tahun ke tahun. Rata-rata indeks infrastuktur bandara Indonesia berada di peringkat bawah bersama dengan China, Rusia, Vietnam dan Filipina (Gambar 6a). Namun demikian dibandingkan dengan negara-negara mitra, rata-rata peningkatan indeks infrastruktur bandara Indonesia menjadi yang paling tinggi. Negara-negara dengan rata-rata indeks infrastruktur bandara yang paling tinggi yaitu Singapura, Hongkong dan Uni Emirat Arab.
Gambar 6a Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks infrastruktur bandara tahun 2005-2013
20
Gambar 6b Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks kualitas infrastruktur jalan tahun 2005-2013
Gambar 6c Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks infrastruktur pelabuhan tahun 2005-2013 Sumber: WEF (2015) diolah Gambar 6 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks kualitas infrastruktur transportasi tahun 2005-2013 Rata-rata infrastruktur jalan Indonesia juga hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan Filipina, Vietnam dan Rusia (Gambar 6c). Namun demikian rata-rata indeksnya menunjukkan peningkatan. Negara-negara dengan rata-rata indeks infrastruktur jalan tertinggi adalah Singapura, Hongkong, Jerman dan Uni Emirat Arab. Rata-rata indeks infrastruktur pelabuhan Indonesia hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan Vietnam dan India (Gambar 6b). Namun demikian rata-rata indeksnya menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan infrastruktur pelabuhan Indonesia menunjukkan perbaikan. Negara-negara dengan rata-rata indeks pelabuhan tertinggi adalah Singapura, Belanda, Hongkong, Uni Emirat Arab dan Jerman. Membaiknya indeks infrastruktur pelabuhan Indonesia dapat dilihat dari kinerja pelayanan kapal luar negeri pada Pelabuhan Tanjung Priok periode 20112013. Kinerja pelayanan di pelabuhan atau terminal peti kemas dikatakan
21 berkualitas apabila waiting time, non operating time dan idle time serendah mungkin (Salim 2013 dalam Arnita 2014). Berdasarkan indikator-indikator tersebut serta indikator lainnya, kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok semakin membaik, meskipun jika dibandingkan dengan kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Singapura masih jauh tertinggal (Tabel 8). Tabel 8 Perbandingan kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dan Singapura Tanjung Priok Singapura 2011 2012 2013 2013 Turn round time 42 42 41 26 Waiting time 2 1 1 0.5 Approach time 1 1 1 1 Postpone time 1 1 1 1 Berthing time 39 39 38 23 Not operating time 4 3 3 1 Berth working time 35 35 35 22 Effective time 32 32 31 21 Idle time 3 3 2 0.5 Sumber: Pelabuhan Tanjung Priok dan Singapura 2014 dalam Arnita 2014 Uraian
Bila ditelaah lebih mendalam, indeks infrastruktur jalan dan pelabuhan menjadi yang paling rendah dibandingkan dengan indeks infrasruktur bandara (Tabel 9). Dengan demikian kedua dimensi ini harus menjadi prioritas untuk diperbaiki. Tabel 9 Statistik deskriptif variabel infrastruktur transportasi, 2005-2013 Variabel Mean Min Max No IDN Mitra IDN Mitra IDN Mitra 1 Pelabuhan 3.39 5.02 2.66 2.71 3.98 6.83 2 Bandara 4.39 5.52 4.06 3.55 4.69 6.92 3 Jalan 3.10 4.97 2.09 2.19 3.93 6.66 Sumber: WEF (2015); IDN = Indonesia; Mitra = Negara-negara tujuan ekspor Pesatnya penggunaan teknologi informasi komunikasi mengharuskan peningkatan ketersediaan teknologi baru di suatu negara. Selain itu, absorpsi teknologi juga merupakan salah satu faktor penting kemajuan suatu negara. Semakin tinggi absorpsi teknologi oleh suatu negara, semakin cepat inovasi dan semakin efisien produksi yang dilakukan, sehingga memungkinkan suatu negara dapat memproduksi barang yang berdaya saing tinggi. Faktor lain yang juga mempengaruhi perdagangan internasional adalah faktor informasi dan komunikasi, yang tercermin dari pengguna internet dan langganan internet tetap kabel. Penggunaan intenet memungkinkan sektor swasta melakukan promosi dan menawarkan produk ke seluruh dunia tanpa batas ruang dan waktu (Nurjanti 2011). Pemanfaatan penggunaan internet dapat mengurangi biaya transaksi dan biaya informasi pasar. Gambar 7 menunjukkan rata-rata teknologi informasi komunikasi Indonesia masih relatif tertinggal pada semua dimensi. Meskipun demikian, untuk dimensi ketersediaan teknologi baru (Gambar 7a) dan absorpsi teknologi di level perusahaan (Gambar 7b) menunjukkan rata-rata peningkatan yang cukup tinggi.
22 Kedua dimensi ini indeks rata-ratanya tidak jauh berbeda dengan rata-rata negara mitra. Negara-negara dengan rata-rata indeks ketersediaan teknologi baru yang tinggi yaitu Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, Belanda dan Singapura.
Gambar 7a Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks ketersediaan teknologi baru tahun 2005-2013
Gambar 7b Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks absorpsi teknologi di level perusahaan tahun 2005-2013
Gambar 7c Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan pengguna internet tahun 2005-2013
23
Gambar 7d Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan langganan internet tetap kabel tahun 2005-2013 Sumber: WEF (2015) diolah Gambar 7 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks teknologi informasi komunikasi tahun 2005-2013 Dimensi ketersediaan teknologi baru dan dimensi absorpsi teknologi di level perusahaan menunjukkan keterkaitan yang erat. Hal ini terlihat ketika tingkat ketersediaan teknologi baru yang tinggi, akan cenderung memiliki indeks absorpsi teknologi yang tinggi pula, dan begitu pula sebaliknya. Indeks ketersediaan teknologi baru dan indeks absorpsi teknologi di level perusahaan Indonesia berada di atas Italia, China, Vietnam, dan Rusia. Dimensi pengguna dan pelanggan internet menjadi dimensi yang paling jauh tertinggal dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya (Tabel 10). Persentase pengguna internet di Indonesia hanya berada di di atas India. Bahkan untuk dimensi langganan internet tetap kabel, Indonesia menjadi yang paling rendah. Hal ini sangat jauh berbeda den dengan gan pengguna internet di negara-negara maju terutama Belanda, Korea Selatan, Inggris, Amerika Serikat dan Jepang (Gambar 7c). Begitu juga dengan langganan internet tetap kabel di negara-negara maju terutama Belanda, Korea Selatan, Hongkong, Inggris dan Jerman yang juga tinggi (Gambar 7d). Namun demikian dibandingkan dengan negara-negara lain, rata-rata langganan internet tetap kabel di Indonesia menunjukkan peningkatan paling tinggi. Oleh karena itu optimalisasi pemanfaatan internet khususnya pemanfaatan internet yang terkait dengan proses perdagangan perlu ditingkatkan.
Tabel 10 Statistik deskriptif variabel teknologi informasi komunikasi, 2005-2013 No Mean Min Max Variabel IDN Mitra IDN Mitra IDN Mitra 1 Ketersediaan teknologi baru 4.78 5.47 3.93 2.78 5.16 6.58 2 Absorpsi teknologi di level 4.85 5.39 4.34 3.63 5.08 6.36 perusahaan 3 Pengguna internet (%) 10.68 50.83 4.69 3.24 18.00 93.96 4 Langganan internet tetap 0.60 15.47 0.02 2.57 1.30 42.61 kabel per 100 orang Sumber : WEF (2015) diolah
24 Perkembangan Variabel Kelembagaan Rata-rata indeks tata kelola pemerintahan Indonesia masih tertinggal dibandingkan rata-rata indeks tata kelola pemerintahan negara mitra. Namun demikian telaah terhadap kelompok dimensi proses pemilihan, pemantauan dan pergantian pemerintahan menunjukkan untuk dimensi voice and accountability Indonesia sudah cukup baik (Gambar 8a). Hal ini mengindikasikan kemudahan dalam partisipasi memilih pemerintahan, kebebasan berpendapat dan berekspresi serta berserikat dan berkumpul di Indonesia sudah cukup baik. Meskipun bila dibandingkan dengan Belanda, Australia, dan Inggris yang notabene memiliki sistem pemerintahan monarki, Indonesia masih jauh tertinggal.
Gambar 8a Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks voice & accountability tahun 2005-2013
Gambar 8b Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan political stability tahun 2005-2013 Sumber: WGI (2015) diolah Gambar 8 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks dimensi proses pemilihan, pemantauan dan pergantian pemerintahan tahun 20052013 Dimensi political stability justru indeksnya relatif masih sangat rendah (Gambar 8b). Hal ini mengindikasikan bahwa stabilitas pemerintahan di Indonesia
25
belum cukup baik. Kemungkinan pemerintahan akan digulingkan secara inkonstitusional, khususnya secara politik dipersepsikan kemungkinan besar bisa terjadi. Rata-rata indeks political stability Indonesia hanya lebih baik dibandingkan dengan India, Thailand dan Filipina. Negara-negara dengan indeks political stability yang tinggi adalah Singapura, Hongkong, Belanda, Jepang dan Australia. apasitas pemerintah dalam memformulasikan dan Kelompok dimensi kkapasitas mengimplementasikan kebijakan yang efisien disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9a Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks government effectiveness tahun 2005-2013
Gambar 9b Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks regulatory quality tahun 2005-2013 Sumber: WGI (2015) diolah Gambar 9 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks dimensi kapasitas pemerintah dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan yang efisien tahun 2005-2013 Indeks untuk dimensi government effectiveness (Gambar 9a) maupun regulatory quality (Gambar 9b) masih relatif rendah. Indeks government effectiveness Indonesia hanya lebih baik dibandingkan dengan Rusia, sementara indeks regulatory quality hanya lebih baik dibandingkan dengan Rusia dan
26 Vietnam. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan publik, kualitas perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan peraturan serta kredibilitas dan komitmen pemerintah masih menjadi masalah serius bagi Indonesia. Negaranegara dengan indeks government effectiveness dan regulatory quality yang tinggi adalah Singapura, Belanda, Hongkong, Australia dan Inggris. Kelompok dimensi penghormatan (respect) dari warga negara terhadap lembaga yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10a Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks rule of law tahun 2005-2013
Gambar 10b Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks rule of law dan control of corruption tahun 2005-2013 Sumber: WGI (2015) diolah Gambar 10 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks dimensi penghormatan (respect) dari warga negara terhadap lembaga yang mengatur interaksi ekonomi dan sosial tahun 2005-2013 Indeks rule of law (Gambar 10a) dan indeks control of corruption (Gambar 10b) Indonesia hanya lebih baik dibandingkan dengan Rusia. Hal ini mengindikasikan kepatuhan terhadap aturan, kualitas penegakan hukum serta praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme masih menjadi masalah serius di Indonesia.
27 Dimensi yang indeksnya terendah pada tata kelola pemerintahan adalah political stability, control of corruption, rule of law dan regulatory quality (Tabel 11). Oleh karena itu dimensi-dimensi tersebut perlu menjadi prioritas untuk diperbaiki. Tabel 11 Statistik deskriptif variabel kelembagaan, 2005-2013 No Variabel Mean Min Max IDN Mitra IDN Mitra IDN Mitra I Tata kelola pemerintahan 1 Voice & accountability -0.06 0.29 -0.16 -1.68 0.04 1.68 2 Political stability -0.96 0.12 -1.48 -1.77 -0.50 1.34 3 Government effectiveness -0.28 0.89 -0.44 -0.46 -0.20 2.43 4 Regulatory quality -0.34 0.79 -0.54 -0.68 -0.20 2.00 5 Rule of law -0.65 0.68 -0.82 -0.95 -0.55 1.84 6 Control of corruption -0.70 0.66 -0.86 -1.09 -0.56 2.25 Tingkat efisiensi 74.65 79.57 70.54 31.70 78.01 96.84 II perdagangan lintas batas Sumber : WGI (2015), Doing Business World Bank (2015) diolah Rata-rata indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia juga relatif masih tertinggal dibandingkan dengan rata-rata indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas negara-negara mitra. Indonesia hanya lebih baik dibandingkan dengan China, Vietnam, Turki, India, Afrika Selatan dan Rusia. Meskipun demikian, jika dilihat dari rata-rata pengingkatan indeksnya, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia menunjukkan perbaikan (Gambar 11). Bila ditelaah lebih mendalam, rata-rata waktu ekspor Indonesia masih sekitar 18 hari, meskipun trennya menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan percepatan waktu ekspor. Tingkat Efisiensi Perdagangan Lintas Batas
tingkat efisiensi perdagangan lintas efisiensi perdagangan lintas Sumber: Doing Business World Banktingkat (2015) diolah
Gambar 11 Rata-rata indeks dan rata-rata peningkatan indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas tahun 2005-2013
28 Perkembangan Variabel Terkait Lainnya Rata-rata GDP per kapita Indonesia baru sebesar 1.55 juta US$ (Tabel 10). Namun demikian rata-rata pertumbuhannya relatif tinggi (4.5%), hanya berada di bawah China (9.54%), India (5.86%), dan Vietnam (4.94%). Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan (Gambar 12).
Sumber: WDI World Bank (2015) diolah Gambar 12 Rata-rata GDP per kapita dan rata-rata peningkatan GDP per Kapita tahun 2005-2013 Jarak merupakan indikator dari biaya transportasi yang menjadi salah satu faktor penghambat perdagangan internasional. Semakin jauh jarak suatu negara dengan negara lain, maka semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan. Variabel jarak yang digunakan pada penelitian ini adalah jarak ekonomi karena jarak geografis antarnegara tidak berubah atau konstan, sehingga tida tidakk dapat digunakan untuk mengestimasi pengaruh faktor jarak terhadap arus perdagangan. Gambar 13 menunjukkan bahwa nnegara egara dengan jarak ekonomi terjauh dari Indonesia adalah Amerika Serikat, Uni Eropa (Italia, Jerman, Belanda, Spanyol dan Inggris), Afrika Selatan dan Rusia, sementara yang paling dekat adalah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Sumber: CEPII (2015) diolah Gambar 13 Rata-rata jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara mitra tahun 2005-2013
29
Gambar 14a menunjukkan secara agregat, India, Afrika Selatan, Rusia, Thailand, dan Turki mengenakan tarif yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara mitra dagang utama lainnya. Adapun negara-negara dengan tarif yang relatif kecil (di bawah tiga persen), yaitu Korea Selatan, Uni Eropa, Filipina, Australia dan Jepang, bbahkan ahkan Hongkong dan Singapura merupakan dua negara dengan tarif nol persen. Secara agregat, negara yang menurunkan tarif cukup signifikan adalah Filipina, Vietnam, Australia, Jepang dan China. Sebaliknya, Rusia, India, Thailand dan Malaysia merupakan negara-negara yang justru menaikkan tarif. Bila dilihat secara sektoral, negara-negara yang menerapkan tarif yang cukup tinggi untuk bahan hasil pertanian (Gambar 14b) adalah India (85%), Thailand (12.98%), Turki (10.63%), Korea Selatan (6.73%) dan China (6.35%). Adapun tarif di negara-negara mitra lainnya, hanya berkisar antara 0.27% (Singapura) hingga 5.51% (Afrika Selatan) dengan rata-rata tarif sekitar 2.33%. Negara-negara yang menurunkan tarif cukup signifikan pada sektor bahan hasil pertanian adalah Vietnam, Australia, Jepang, Rusia, Korea Selatan, China dan Filipina. Gambar 14c menunjukkan negara-negara yang menerapkan tarif cukup tinggi pada sektor pangan adalah India (74.94%), Korea Selatan (20.80%), Thailand (13.54%), Afrika Selatan (8.02%) dan China (5.83%), sementara Singapura, satu-satunya negara dengan tarif nol persen. Adapun negara-negara lainnya menerapkan tarif yang berkisar antara 2%-4%. Negara-negara yang melakukan penurunan tarif secara signifikan yaitu Vietnam, Korea Selatan, Jepang, China, dan Filipina. Sebaliknya Malaysia, Thailand dan Uni Emirat Arab merupakan negara-negara yang justru menaikkan tarif. Malaysia misalnya, pada tahun 2010 tarifnya hanya sekitar 0.2% menjadi 3.21 3.21% % pada tahun 2013. Agregat
Gambar 14a Rata-rata tarif dan rata-rata peningkatan tarif agregat tahun 20052013
30 Bahan Hasil Pertanian
Gambar 14b Rata-rata tarif dan rata-rata peningkatan tarif bahan hasil pertanian tahun 2005-2013 Pangan
Gambar 14c Rata-rata tarif dan rata-rata peningkatan tarif pangan tahun 20052013 Manufaktur
Gambar 14d Rata-rata tarif dan rata-rata peningkatan tarif manufaktur tahun 20052013 Sumber: WITS World Bank (2015) diolah Gambar 14 Rata-rata tarif dan rata-rata peningkatan tarif tahun 2005-2013 Gambar 14d menunjukkan bahwa tarif sektor pangan dan bahan hasil pertanian masih relatif tinggi dibandingkan sektor lainnya. Komoditas yang
31 tarifnya masih tinggi pada sektor tersebut adalah minuman dan tembakau (20.32%), sementara komoditas lainnya sudah dibawah 10%. Statistik deskriptif variabel terkait lainnya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Statistik deskriptif variabel terkait lainnya, 2005-2013 No Variabel Mean Min Max IDN Mitra IDN Mitra IDN Mitra 1 GDPCap (juta US$) 1.52 21.26 1.27 0.69 1.81 45.71 No Variabel Mean Min Max 2 Distek (Km) 801.74 77.61 2242.16 3 Tarif (%) a Agregat 4.59 0.00 46.32 b Bahan hasil pertanian 6.91 0.00 89.99 9.27 0.00 95.83 c Pangan d Manufaktur 4.79 0.00 16.55 4 Kesamaan bahasa 0.09 0.00 1.00 Sumber: WDI World Bank (2015), CEPII (2015), WITS World Bank (2015) diolah Pengaruh Variabel Infrastruktur dan Kelembagaan serta Variabel Terkait Lainnya terhadap Kinerja Ekspor Indonesia Metode estimasi yang digunakan adalah FEM karena REM tidak valid pada saat diuji dengan uji Hausman. Masalah heteroskedastisitas antar unit crosssection dan autokrelasi dikoreksi dengan menggunakan metode estimasi FEM Generalized Least Squares (GLS) dengan cross-section weights dan coefficient covariance white cross-section weights serta white periode. Tujuannya untuk mengoreksi masalah heteroskedastisitas antar unit cross-section dan autokrelasi. Hasil estimasi diringkas dari lampiran 2 dan 3 disajikan pada Tabel 13. Secara keseluruhan hasil estimasi menunjukkan goodness of fit yang baik dengan P-value untuk F-stat lebih kecil dari 0.0001. R-squared (R2) lebih dari 98% yang berarti lebih dari 98% keragaman variabel ekspor agregat, bahan hasil pertanian, pangan dan manufaktur dapat dijelaskan oleh keragaman variabel independen yang digunakan, sementara sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Durbin-Watson stat pada setiap model mengindikasikan terjadinya autokorelasi positif. Masalah autokrelasi ini sudah dicoba diatasi dengan menambahkan lag dari variabel dependen, akan tetapi hasilnya membuat model secara keseluruhan menjadi lebih buruk. Menurut Pyndick dan Rubinfeld (1991), gejala autokorelasi tidak mempengaruhi validitas model. Artinya model masih bersifat tidak bias dan konsisten, hanya saja mengurangi efisiensi pendugaan parameter. Normality test (prob) lebih besar dari 0.1 yang berarti model memiliki error terms yang menyebar normal. Dengan demikian, hasil estimasi model dapat dinyatakan cukup refresentatif dalam menggambarkan pengaruh variabel infrastruktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya terhadap kinerja ekspor Indonesia.
32 Tabel 13 Rekapitulasi pengaruh parsial variabel terhadap ekspor Indonesia Variabel C TRANSPORT_I TRANSPORT_J ICT_I ICT_J GOVERNANCE_I GOVERNANCE_J TAB_I TAB_J LNGDPCAPI LNGDPCAPJ LNDISTEKIJ TARIFFIJ COMLANG R-squared Adj R-squared Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat Sum squared resid - Weigthed - Unweigthed Normality Test (Prob)
Agregat 19.5351 -0.0009 0.1596*** 0.0839*** 0.0163 0.0185*** -0.0918** 0.0433* 0.0076* -2.5955*** 1.1384*** -0.1232* -0.0072 0.0709 0.9849 0.9817 0.0000 1.1511
4.3954 4.8265 0.5842
Bahan hasil pertanian 36.8678 -0.0131 0.2274 *** 0.0972 *** 0.0382 0.0602 *** -0.1697 *** 0.0180 0.0134 *** -1.7941 *** 0.4673 *** -0.1185 -0.0043* 0.2393 0.9893 0.9869 0.0000 1.5169 4.4678 5.0281 0.2893
Pangan
Manufaktur
15.6591 0.0683** 0.3091*** -0.0043 0.0581 0.0602 *** -0.2579 *** 0.0119 0.0128*** -1.4386 0.5885*** 0.0309 -0.0043* 0.2336** 0.9864 0.9831 0.0000 1.446
24.5854 0.0448*** 0.0441 0.0514*** 0.0697*** 0.0253*** -0.1082*** 0.0548** 0.0124*** -2.6608*** 0.4997*** -0.2442** -0.0055 -0.0661 0.9932 0.9917 0.0000 1.4869
4.054 4.3155 0.6951
2.2531 2.3815 0.2782
Keterangan : *** nyata pada taraf 1%, ** nyata pada taraf 5%, * nyata pada taraf 10%
Secara umum hasil estimasi menunjukkan arah (tanda) yang sesuai dengan teori ekonomi, kecuali jarak ekonomi dan teknologi informasi komunikasi pada model ekspor pangan dan infrastruktur transportasi Indonesia pada model ekspor agregat dan ekspor bahan hasil pertanian, serta kesamaan bahasa pada model ekspor manufaktur, itupun menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan. Dengan demikian, ketidaksesuaian arah pada variabel-variabel tersebut dapat diabaikan. Bila dilihat lebih rinci penelitian ini menemukan pengaruh parsial variabel pada masing-masing model berbeda. Model ekspor agregat memiliki sembilan variabel yang signifikan, model ekspor bahan hasil pertanian dan ekspor pangan memiliki delapan variabel yang signifikan dan model ekspor manufaktur memiliki sepuluh variabel yang signifikan. Analisis lebih mendalam terhadap hasil estimasi akan diuraikan mulai dari kelompok variabel infrastruktur dan kelembagaan, kemudian baru diuraikan kelompok variabel terkait lainnya. Infrastruktur Transportasi Infrastruktur transportasi Indonesia berpengaruh signifikan positif terhadap ekspor pangan dan manufaktur, sedangkan pada ekspor agregat dan bahan hasil pertanian menunjukkan tanda negatif tetapi tidak signifikan. Perbedaan pengaruh parsial ini diduga karena perbedaan karakteristik dari masing-masing sektor. Perbedaan pengaruh parsial infrastruktur transportasi
33 terhadap arus ekspor juga ditemukan oleh Gonzales et al. (2008), Novianti (2013) serta Sepherd dan Wilson (2008). Gonzales et al. (2008) menemukan bahwa kualitas infrastruktur berpengaruh signifikan negatif terhadap arus ekspor bahan mentah pada taraf nyata lima persen sedangkan pada arus ekspor upstream inventories berpengaruh positif tetapi tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen. Novianti (2013) menemukan kualitas infrastruktur jalan Indonesia berpengaruh signifikan negatif tehadap arus ekspor agregat Indonesia pada taraf nyata lima persen, sebaliknya kualitas infrastruktur pelabuhan dan bandara berpengaruh signifikan negatif terhadap arus ekspor agregat Indonesia pada taraf nyata satu persen dan lima persen. Sepherd dan Wilson (2008) menemukan pengaruh kualitas infrastruktur pelabuhan terhadap arus ekspor pada masing-masing sektor juga berbeda. Kualitas infrastruktur pelabuhan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap arus ekspor agregat, pangan, industries supplies, peralatan transportasi dan barang konsumsi dan berpengaruh signifikan positif pada arus ekspor bahan bakar pada taraf nyata 10 persen serta berpengaruh positif tidak signifikan pada arus ekspor bahan bakar. Sepherd dan Wilson (2008) juga menemukan bahwa kualitas infrastruktur bandara berpengaruh positif signifikan terhadap arus ekspor agregat dan barang modal pada taraf nyata lima persen, berpengaruh positif signifikan pada arus industries supplies dan barang konsumsi pada taraf nyata satu persen, serta berpengaruh positif signifikan terhadap arus ekspor peralatan transportasi pada taraf 10 persen. Zahidi (2012) menemukan bahwa kualitas infrastruktur pelabuhan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap arus ekspor pertanian bahan baku dan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap arus ekspor manufaktur pada taraf nyata 10 persen. Pengaruh parsial kualitas infrastruktur terhadap arus ekspor hasil penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil telaah literature pengaruh parsial kualitas infrastruktur terhadap arus ekspor Peneliti dan Arus Ekspor Gonzales et al. (2008) a. Bahan mentah b. Upstream inventories Novianti (2013) a. Agregat Sepherd dan Wilson (2008) a. Agregat b. Pangan c. Industries supplies d. Bahan bakar e. Barang modal f. Peralatan transportasi g. Barang konsumsi Zahidi (2012) a. Pertanian barang mentah b. Manufaktur
Kualitas Infrastruktur Keseluruhan Jalan Pelabuhan
Bandara
-[+] ---
+++
+
[-] [-] [-] + [+] [-] [-]
++ [+] +++ [+] ++ + +++
[-] [+]
Keterangan : +++, ++, + : Positif, nyata pada taraf 1%, 5% dan 10%; - - -, --, - : Negatif, nyata pada taraf 1%, 5% dan 10%; [+], [-] : Positif dan negatif tidak signifikan
34 Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan setiap peningkatan indeks infrastruktur transportasi Indonesia sebesar 1 poin akan meningkatkan ekspor pangan sebesar 0.06% dan ekspor manufaktur sebesar 0.04%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan penelitian Hanousek dan Kocenda (2013), Iwanow Kirkpatrick (2009), Novianti (2013) serta Portugal-Perez dan Wilson (2012). Dengan demikian infrastruktur transportasi (pelabuhan dan jalan) sangat mendukung seluruh kegiatan ekonomi. Infrastuktur transportasi sangat menentukan kelancaran distribusi barang dan jasa, sehingga biaya transportasi menjadi lebih efisien. Peningkatan infrastruktur transportasi seperti peningkatan infrastruktur pelabuhan akan berpengaruh terhadap efisiensi kegiatan di pelabuhan. Kondisi ini memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar sehingga akan meningkatkan volume ekspor. Infrastruktur transportasi negara tujuan ekspor juga berpengaruh signifikan positif terhadap ekspor agregat, bahan hasil pertanian dan pangan. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan indeks infrastruktur transportasi negara tujuan ekspor sebesar 1 poin akan meningkatkan ekspor agregat sebesar 0.15%, bahan hasil pertanian 0.23%, dan ekspor pangan sebesar 0.31%, ceteris paribus. Hasil penelitian ini sejalan dengan Novianti (2013) bahwa peningkatan indeks infrastruktur transportasi keseluruhan negara tujuan ekspor menurunkan biaya ekspor dan meningkatkan volume ekspor. Ketiadaan pelabuhan hubungan internasional (international hub port) membuat ketergantungan Indonesia terhadap infrastruktur transportasi negara tetangga, yaitu pelabuhan Singapura dan Malaysia, diduga menjadi salah satu penyebabnya. Peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur, termasuk perbaikan dan modernisasi fasilitas pelabuhan diyakini mampu menghilangkan ketergantungan Indonesia pada pelabuhan Singapura dan Malaysia. Studi Arnita (2014) menyimpulkan kinerja pelayanan kapal Pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pelabuhan internasional terbesar dan tersibuk di Indonesia, sekaligus simpul utama konektivitas ekonomi nasional dengan internasional masih jauh dibandingkan dengan kinerja pelayanan kapal di Pelabuhan Singapura. Peningkatan infrastuktur transportasi, khususnya peningkatan infrastruktur pelabuhan mutlak terus dilakukan, karena sekitar 95% arus perdagangan melalui laut. Peningkatan kinerja pelayanan kapal di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan dan Makassar yang merupakan pelabuhan besar di Indonesia perlu dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur, termasuk peningkatan dan modernisasi fasilitas pelabuhan. Komponen-komponen yang menentukan kualitas pelabuhan diantaranya kondisi kedalaman pelabuhan, penjangkaran dan penambatan kapal, fasilitas bongkar muat, pengurusan hewan, gudang, lapangan penumpukan peti kemas dan lain-lain (Novianti 2013). Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan seperti alur pelayaran yang dangkal, dermaga yang relatif pendek, fasilitas gudang yang terbatas, ancaman stagnasi akibat penumpukan peti kemas (Arnita 2014). Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan tersebut harus segera diselesaikan. Selain itu, percepatan pembangunan pelabuhan hubungan internasional baik di kawasan Barat dan kawasan Timur Indonesia serta integrasi manajemen kepelabuhan (Novianti 2013) juga harus segera dilakukan. Peningkatan kualitas dan kuantitas
35 infrastruktur pelabuhan tersebut akan membuat produktivitas pelayanan kapal di pelabuhan seperti turn round time, waiting time, approach time, postpone time, berthing time, not operating time, berth working time, effective time dan idle time semakin membaik. Implikasinya penanganan volume perdagangan akan menjadi lebih besar, sehingga arus ekspor akan meningkat. Teknologi Informasi Komunikasi Teknologi informasi komunikasi Indonesia berpengaruh signifikan positif terhadap ekspor agregat, bahan hasil pertanian dan manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan indeks teknologi informasi komunikasi Indonesia sebesar 1 poin akan meningkatkan ekspor agregat sebesar 0.08%, bahan hasil pertanian 0.09% dan manufaktur sebesar 0.05%, ceteris paribus. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hanousek dan Kocenda (2013), Portugal-Perez dan Wilson (2012) serta Sepherd dan Wilson (2008). Peningkatan penyediaan layanan internet (Sepherd dan Wilson 2008) dan peningkatan capital stock teknologi informasi komunikasi (Bensassi et al. 2015) meningkatkan arus perdagangan. Chung et al. (2010) menunjukkan penggunaan teknologi informasi komunikasi digital dengan proksi penggunaan internet dan telepon seluler memiliki pengaruh positif terhadap perdagangan buah dan sayuran. Penelitian ASEAN SME Working Group (2014) menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi komunikasi dalam perdagangan (bisnis) dapat mengurangi biaya “non-payment related” hingga 86% dibandingkan jika menggunakan transaksi pembayaran tradisional (traditional check payment). Pengurangan biaya tersebut berasal dari efisiensi proses transaksi. Teknologi informasi komunikasi berperan dalam proses penciptaan produk dan jasa, forwarding, penggudangan dan manajemen jaringan, sehingga biaya menjadi lebih efisien. Bila ditelaah lebih mendalam data WEF (2015) menunjukkan pengguna dan pelanggan internet di Indonesia masih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam proses perdagangan termasuk ekspor, pemanfaatan internet, misalnya untuk promosi, branding dan penjualan belum dilakukan secara optimal. Oleh karena itu, agar kinerja ekspor Indonesia semakin membaik, maka diperlukan optimalisasi pemanfaatan internet untuk kegiatan ekspor, khususnys emarketing. Adapun teknologi informasi komunikasi negara-negara tujuan ekspor hanya berpengaruh signifikan pada model ekspor manufaktur. Tata Kelola Pemerintahan Tata kelola pemerintahan Indonesia berpengaruh positif pada semua model. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan indeks tata kelola pemerintahan Indonesia sebesar 1 poin akan meningkatkan ekspor agregat sebesar 0.018%, bahan hasil pertanian sebesar 0.06%, pangan 0.06% dan manufaktur 0.02%, ceteris paribus. Hasil penelitian juga sesuai dengan temuan Fanta (2011) dan Gonzales et al. (2008). Sebaliknya tata kelola pemerintahan negara tujuan ekspor berpengaruh negatif. Setiap peningkatan indeks tata kelola pemerintahan negara tujuan ekspor sebesar 1 poin akan menurunkan ekspor agregat sebesar 0.09%, bahan hasil pertanian sebesar 0.17%, pangan 0.25% dan manufaktur 0.11%, ceteris paribus. Temuan ini sejalan dengan Brunetti et al. (1997) bahwa tata
36 kelola pemerintahan yang baik menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan produksi, mengurangi impor dan meningkatkan ekspor. Hasil penelitian juga sesuai dengan temuan Fanta (2011) dan Savaryn (2013). Fanta menemukan bahwa voice & accountability (salah satu dimensi pembentuk tata kelola pemerintahan) negara tujuan ekspor berpengaruh negatif meskipun tidak signifikan. Savaryn (2013) menemukan bahwa dimensi-dimensi pembentuk tata kelola pemerintahan memberikan pengaruh yang berbeda pada arus ekspor (lihat Tabel 3). Oleh karena itu, tata kelola pemerintahan negara tujuan ekspor yang berpengaruh negatif pada penelitian ini dapat dipahami mengingat beberapa studi sebelumnya (Brunetti et al. 1997; Fanta 2011, Savaryn 2013) juga menunjukkan hal yang sama. Berdasarkan uraian di atas, agar kinerja ekspor Indonesia semakin membaik, maka diperlukan peningkatan tata kelola pemerintahan, khususnya dimensi yang indeknya masih rendah (lihat Tabel 11) yaitu stabilitas politik (political stability), pengendalian korupsi (control of corruption), peningkatan kepatuhan terhadap hukum (rule of law), serta peningkatan efisiensi dan sinkronisasi peraturan (regulatory quality) yang mendukung kinerja perdagangan, sehingga daya saing Indonesia semakin meningkat. Tingkat Efisiensi Perdagangan Lintas Batas Tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia berpengaruh positif terhadap ekspor Indonesia pada model ekspor agregat dan manufaktur. Artinya semakin rendah tingkat kompleksitas dan biaya dalam proses regulasi perdagangan, seperti lamanya waktu untuk mengekspor dan pengurusan dokumen perizinan ekspor akan meningkatkan arus ekspor. Menurut Arvis et al. (2014) banyak negara berpenghasilan rendah memiliki waktu untuk ekspor yang lama sehingga menyebabkan menurunnya tingkat daya saing ekspor dan kemampuan negara tersebut dalam perdagangan internasional. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia sebesar 1 poin akan meningkatkan ekspor agregat sebesar 0.04% dan manufaktur sebesar 0.05%, ceteris paribus. Temuan ini sesuai dengan penelitian Hanousek dan Kocenda (2013), Iwanow dan Kirkpatrick (2009), serta Portugal-Perez dan Wilson (2012). Hal yang sama juga untuk tingkat efisiensi perdagangan lintas batas negara tujuan ekspor. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan indeks tingkat efisiensi perdagangan lintas batas sebesar 1 poin akan meningkatkan ekspor agregat sebesar 0.007%, serta bahan hasil pertanian, pangan, dan manufaktur masing-masing sebesar 0.01%, ceteris paribus. Oleh karena itu, diperlukan percepatan waktu ekspor dan penyederhaaan dokumen perizinan ekspor agar tingkat efisiensi perdagangan lintas batas menjadi lebih sederhana, sehingga mendorong peningkatan arus ekspor Indonesia. GDP per Kapita GDP per kapita Indonesia berpengaruh signifikan negatif pada semua model kecuali model ekspor pangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Novianti (2013) bahwa semakin tinggi GDP per kapita Indonesia akan
37 menurunkan arus ekspor Indonesia (lihat Tabel 5). Menurut Novianti (2013) selama ini barang-barang yang diekspor Indonesia merupakan barang-barang yang bernilai tambah rendah yang umumnya kebutuhan utama dengan tujuan utama untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Gonzales et al. (2008) menemukan bahwa GDP per kapita negara pengekspor berpengaruh negatif terhadap ekspor bahan mentah dan upstream inventories (lihat Tabel 5). Oberman et al. (2012) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki pertumbuhan kelas konsumen 1 yang lebih kuat dibandingkan dengan negara manapun selain China dan India. Dengan demikian, diperlukan peningkatan produktivitas dan kapasitas produksi, agar peningkatan permintaan dalam negeri sebagai akibat dari peningkatan GDP per kapita Indonesia yang mencerminkan peningkatan daya beli, khususnya daya beli masyarakat kelas menengah Indonesia, tidak berakibat pada berkurangnya kemampuan ekspor Indonesia. Setiap kenaikan GDP per kapita sebesar 1% akan menurunkan ekspor agregat sebesar 2.59%, bahan hasil pertanian 1.79%, dan manufaktur 2.66%, ceteris paribus. Dominannya kontribusi komponen konsumsi dalam pembentukan GDP Indonesia diduga sebagai penyebab utamanya. Oleh karena itu, optimalisasi dan peningkatan produktivitas serta peningkatan kapasitas produksi perlu dilakukan agar potensi permintaan domestik dan internasional yang besar dapat terpenuhi. Sebaliknya GDP per kapita importir berpengaruh signifikan positif. Artinya semakin tinggi GDP per kapita importir, maka permintaan terhadap produk Indonesia akan semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan setiap kenaikan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan ekspor agregat sebesar 1.13%, bahan hasil pertanian 0.46%, pangan 0.58% dan manufaktur 0.49%, ceteris paribus. Kondisi ini terlihat dari tingginya rata-rata pertumbuhan ekspor Indonesia ke negara-negara yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi yaitu China dan India. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fitzsimons et al. (1999) bahwa peningkatan GDP per kapita importir akan meningkatkan konsumsi negara tersebut sehingga impor meningkat. Hal ini sejalan juga dengan penelitian Novianti (2013) serta Portugal-Perez dan Wilson (2012). Jarak Ekonomi Jarak ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap ekspor Indonesia pada model ekspor agregat dan manufaktur. Jarak ekonomi pada perdagangan ekspor dan impor menggambarkan biaya transportasi. Semakin jauh jarak ekonomi, maka biaya transportasi akan semakin meningkat. Implikasinya harga barang yang diperdagangkan akan meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya rata-rata ekspor Indonesia ke negara-negara yang memiliki jarak ekonomi lebih dekat yaitu Singapura, Malaysia dan Thailand. Sebaliknya rata-rata ekspor Indonesia ke negara-negara yang memiliki jarak ekonomi lebih jauh relatif lebih kecil, misalnya ke Rusia. Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan jarak ekonomi sebesar 1% akan menurunkan ekspor agregat sebesar 0.12% dan manufaktur sebesar 0.24%, ceteris paribus. Hal ini sejalan dengan penelitian Alejandro et al. (2010), 1
Individu dengan penghasilan neto > 3600 US$ per tahun pada paritas daya beli menurut nilai tukar tahun 2005.
38 Anderson dan Wincoop (2004), Ayuwangi dan Widyastutik (2013), Pradipta dan Firdaus (2014) serta Zahidi (2012) bahwa peningkatan jarak ekonomi akan menurunkan arus perdagangan. Tarif Tarif berpengaruh signifikan negatif pada model ekspor bahan hasil pertanian dan pangan. Penelitian ini sejalan dengan Iwanow dan Kirkpatrick (2009), Portugal-Perez dan Wilson 2012) serta Sepherd dan Wilson (2008) bahwa peningkatan tarif akan menurunkan arus perdagangan. Temuan ini menjadi sinyalemen bahwa tarif masih menjadi salah satu hambatan dalam perdagangan khususnya pada sektor bahan hasil pertanian dan pangan. Data menunjukkan ratarata tarif pada sektor agricuktural materials dan pangan sektor ini masih relatif tinggi, sementara pada agregat dan manufaktur relatif rendah (lihat Tabel 12). Temuan ini sejalan dengan fakta terjadinya distorsi pasar yang cukup besar, khususnya di negara-negara maju sebagai akibat dukungan domestik yang diberikan sehingga daya saing produk pertanian negara-negara berkembang menurun (Brooks 2014). Oleh karena itu Indonesia perlu menelaah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh negara-negara tujuan ekspor, khususnya tarif sektor bahan hasil pertanian dan pangan yang masih tinggi serta menelaah perlu tidaknya peningkatan dukungan domestik untuk sektor bahan hasil pertanian dan pangan agar produk pertanian Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Dummy Kesamaan Bahasa Variabel dummy kesamaan bahasa berpengaruh positif signifikan pada model ekspor pangan. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan nyata antara arus ekspor pangan Indonesia ke negara-negara yang memiliki kesamaan bahasa dengan Indonesia yaitu Malaysia dan Singapura dibandingkan dengan negara-negara tujuan lainnya. Faktor kemudahan berkomunikasi memiliki peranan penting dalam perdagangan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Bensassi et al. (2015), Fitzsimons et al. (1999), Francois dan Manchin (2013), Iwanow dan Kirpatrick (2009) serta Portugal-Perez dan Wilson (2012) bahwa dummy kesamaan berpengaruh positif signifikan pada arus ekspor. Adapun variabel dummy kesamaan bahasa berpengaruh positif tidak signifikan pada model ekspor agregat dan bahan hasil pertanian juga sejalan dengan penelitian Francois dan Manchin (2013), Hanousek dan Kocenda (2013) serta Sepherd dan Wilson (2008), sementara pada model ekspor manufaktur berpengaruh negatif tidak signifikan sejalan dengan penelitian Portugal-Perez dan Wilson (2012) (lihat Tabel 5). Oleh karena itu, pengaruh variabel dummy kesamaan bahasa pada masing-masing model yang berbeda dapat dipahami mengingat beberapa studi sebelumnya juga menunjukkan hal yang sama. Negara-negara yang Berpotensi Mempengaruhi Arus Ekspor Indonesia Studi ini selain menemukan pengaruh parsial variabel pada masing-masing model yang berbeda, juga menemukan negara-negara tujuan ekspor yang
39 berpotensi mempengaruhi arus ekspor Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis dari penggunaan FEM sehingga ditemukan perbedaan konstanta pada masing-masing negara tujuan ekspor. Hasil pemeringkatan cross-section effect diringkas pada Tabel 15 dan disajikan lengkap pada Lampiran 4. Tabel 15 menunjukkan jika tanpa pengaruh dari variabel-variabel independen, maka ekspor Indonesia hanya dipengaruhi oleh total efek individu yang merupakan penjumlahan dari efek individu dengan konstanta pada model. Negara-negara yang tercantum pada Tabel 15 merupakan negara-negara yang paling mempengaruhi arus ekspor Indonesia. Indonesia akan mengalami penurunan ekspor yang besar jika tidak melakukan ekspor ke negara-negara tersebut. Tabel 15 Rekapitulasi perbedaan konstanta masing-masing negara tujuan ekspor 1. Agregat 2. Bahan hasil pertanian Konstanta Konstanta Negara Negara (1)* (2)** (1)* (2)** India 4.0028 23.5379 India 1.9051 38.7730 China 2.9985 22.5336 Belanda 0.9680 37.8358 Vietnam 2.3382 21.8733 China 0.8634 37.7312 Filipina 2.2826 21.8178 Malaysia 0.8095 37.6773 Thailand 1.5246 21.0597 Vietnam 0.6829 37.5507 Malaysia 1.0006 20.5357 Singapura 0.5779 37.4458 Jepang 0.7136 20.2487 Amerika Serikat 0.1584 37.0262 3. Pangan 4. Manufaktur Konstanta Konstanta Negara Negara (1)* (2)** (1)* (2)** India 3.4618 19.1209 Amerika Serikat 1.3893 25.9747 China 1.6922 17.3513 China 1.3003 25.8857 Vietnam 1.0559 16.7150 India 0.9285 25.5139 Malaysia 0.6710 16.3301 Vietnam 0.8744 25.4598 Filipina 0.4777 16.1368 Thailand 0.8233 25.4087 Belanda 0.2386 15.8977 Jepang 0.8169 25.4023 Uni Emirat Arab -0.1785 15.4806 Filipina 0.6999 25.2853 Keterangan *) Efek individu, **) Total efek individu Temuan ini menarik mengingat negara-negara tersebut merupakan negaranegara yang tergabung dalam integrasi ekonomi ASEAN+3, kecuali Uni Emirat Arab, Amerika Serikat dan Belanda. Temuan ini sekaligus menjadi sinyalemen yang perlu diperhatikan secara serius, mengingat studi-studi menunjukkan Indonesia berada dalam posisi yang sulit untuk mendapatkan manfaat yang maksimal (Achsani 2014). Oleh karena itu maka diperlukan peningkatan kualitas infrastruktur dan kelembagaan. Hal ini agar liberalisasi perdagangan tidak hanya memberikan manfaat yang besar kepada negara maju, sebagaimana disinyalir oleh Haryadi (2008) tetapi Indonesia juga mendapatkan manfaat yang maksimal dari proses liberalisasi perdagangan ini. Sejalan dengan itu, Nasrudin (2014) mengungkapkan Indonesia belum dapat memperoleh manfaat dari integrasi ekonomi regional akibat dari kurang memadainya infrastruktur dan sistem logistik serta kebijakan pemerintah yang belum mampu mendorong daya saing.
40 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Variabel-variabel infrastruktur dan kelembagaan serta variabel terkait lainnya berpengaruh terhadap arus ekspor Indonesia, meskipun pengaruhnya pada masing-masing model berbeda, yaitu: 1. Ekspor agregat. Variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor agregat yaitu infrastruktur transportasi negara tujuan, teknologi informasi komunikasi negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia dan negara tujuan, dan GDP per kapita negara tujuan, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan, GDP per kapita Indonesia dan jarak ekonomi. 2. Ekspor bahan hasil pertanian. Variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor bahan hasil pertanian yaitu infrastruktur transportasi negara tujuan, teknologi informasi komunikasi negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas negara tujuan, dan GDP per kapita negara tujuan, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan, GDP per kapita Indonesia dan tarif. 3. Ekspor pangan. Variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor pangan yaitu infrastruktur transportasi Indonesia dan negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas negara tujuan, GDP per kapita negara tujuan dan kesamaan bahasa, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan dan tarif. 4. Ekspor manufaktur. Variabel-variabel yang berpengaruh positif terhadap kinerja ekspor manufaktur yaitu infrastruktur transportasi Indonesia, teknologi informasi komunikasi Indonesia dan negara tujuan, tata kelola pemerintahan Indonesia, tingkat efisiensi perdagangan lintas batas Indonesia dan negara tujuan serta GDP per kapita negara tujuan, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh negatif adalah tata kelola pemerintahan negara tujuan, GDP per kapita Indonesia dan jarak ekonomi. Saran Kebijakan Berdasarkan sejumlah temuan yang ada, agar kinerja ekspor Indonesia meningkat maka saran kebijakan dari penelitian ini adalah perlunya perbaikan kinerja infrastruktur dan kelembagaan, terutama terkait dengan: 1. Peningkatan kapasitas dan perbaikan kualitas infrastruktur transportasi khususnya kualitas jalan dan pelabuhan. Hal ini agar distribusi barang menjadi lebih efisien, baik waktu maupun biaya. 2. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi komunikasi dalam perdagangan khususnya pemanfaatan e-marketing agar biaya perdagangan menjadi lebih efisien.
41 3. Peningkatan kualitas tata kelola pemerintahan, khususnya kualitas control of corruption, rule of law, regulatory quality dan government effectiveness yang terkait dengan perdagangan agar daya saing Indonesia semakin meningkat. 4. Percepatan waktu ekspor dan penyederhaaan dokumen perizinan ekspor, agar tingkat efisiensi perdagangan lintas batas menjadi lebih efisien dan sederhana. Selain perbaikan kinerja infrastruktur dan kelembagaan, Indonesia perlu menelaah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh negara-negara tujuan ekspor, khususnya tarif bahan hasil pertanian dan pangan serta menelaah perlu tidaknya peningkatan dukungan domestik untuk sektor bahan hasil pertanian dan pangan agar produk pertanian Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Saran Penelitian Lanjutan Penelitian ini walaupun sudah membagi arus ekspor secara sektoral akan tetapi masih banyak sektor-sektor lain yang belum dianalisis. Oleh karena itu, pembagian sektor menurut klasifikasi lainnya akan memperkaya penelitianpenelitian tentang tema ini. Kualitas infrastruktur dan kelembagaan yang berpengaruh terhadap arus ekspor menunjukkan pentingnya variabel ini untuk didalami. Disagregasi variabel-variabel infrastruktur dan kelembagaan dapat menjadi fokus penelitian lanjutan. Selain itu, penelitian mengenai pengaruh kualitas infrastrutkur dan kelembagaan terhadap efisiensi ekonomi juga dapat menjadi fokus penelitian ke depan.
42 DAFTAR PUSTAKA Achsani NA. 2014. Tantangan baru ekonomi politik Indonesia menghadapi problema lokal dan tantangan global. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB, 24 September 2014. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Alejandro L, Amjadi A, Yeats A. 2010. Are estimation techniques neutral to estimate gravity equation? an application to the impact of EMU on third countries exports. Washington D.C: U.S. International Trade Commission. Anderson JE, Wincoop EV. 2004. Trade costs. Journal of Economic Literature, (42): 691-751. Arnita D. 2014. Strategi Pelabuhan Tanjung Priok sebagai international hub port: studi banding dengan Pelabuhan Singapura [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arvis JF, Saslavsky D, Ojala L, Shepherd B, Busch C, Raj A. 2014. Connecting to compete 2014: trade logistics in the global economy. Washington DC: The World Bank ASEAN SME Working Group. 2014. Beyond AEC 2015: policy recommendations for ASEAN SME competitiveness. ASEAN SME Working Group. Ayuwangi A, Widyastutik. 2013. Pengaruh variabel ekonomi dan non ekonomi terhadap impor Indonesia dari ASEAN+6 melalui moda transportasi laut. Buletin Ilmiah Litbang Pertanian. 7 (2): 231-247. Baltagi BH. 2005. Econometic analysis of panel data, third edition. West Susesex: John Wiley & Sons. Bensassi S, Marques-Ramos L, Martines-Zarzoso I, Suarez-Burguet C. 2015. Relationship between logistics infrastructure and trade: evidence from Spanish regional exports. Transportation Research Part A. 72: 47-61. Brooks J. 2014. Policy coherence and food cecurity: the effects of OECD countries’agricultural policies. Food Policy. 44: 88-94. Brunetti A, Kinsuko G, Weder B. 1997. Institutional obstacle to doing business: region by region result from a worldwide survey of the private sector. Working Paper No. 1759. [CEPII] Centre d’Etudes Prospectives et d’Informationss Internatioanles. 2015. Data gravity [data file]. www. cepii.fr/CEPII/en [17 Maret 2015]. Chung KC, Fleming E, Fleming P. 2010. The impact of information and communication technology on international trade in fruit and vegetables in APEC. Asian-Pacific Economic Literature. 27 (2): 117-130. De P. 2007. Impact of trade costs on trade: Empirical evidence from Asian countries, pp. 281-307, Chapter IX in ESCAP, Trade facilitation beyond the multilateral trade negotiations: regional practices, customs valuation and other emerging issues – a study by the Asia-Pacific Research and Training Network on Trade. New York: United Nations. Doing Business World Bank. 2015. Doing business data [data file]. www.doingbusiness.org. [11 Februari 2015]. Fanta EG. 2011. Institutional quality, export performance and income. [PhD dissertation]. Bochum: Rurh University Bochum.
43 Fitzsimons E, Hogan V, Neary JP. 1999. Explaining the volume of North-South trade in Ireland: a gravity model approach. Economic and Social Review. 30(4): 381-401. Francois J, Manchin M. 2013. Institutions, infrastructure, and trade. World Development. 46 (1): 165-175. Gonzales JA, Guasch JL, Serebrisky T. 2008. Improving logistics cost for transportation and trade facilitation. The World Bank Latin America and Caribiean Region Sustainable Development Department: Policy Research Working Paper 4558. Hanousek J, Kocenda E. 2013. Factors of trade in Europe. IOS Working Papers No. 333. Haryadi. 2008. Dampak liberalisasi perdagangan pertanian terhadap perekonomian negara maju dan berkembang [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Head. 2003. Gravity for beginners. Mimeo: University of Columbia. Hemkamon K. 2007. Determinan of trade and investment in Southeast Asia: an application of the gravity trade model. [PhD thesis]. Birmingham: The University of Birmingham. Iwanow T, Kirkpatrick C. 2009. Trade facilitation and manufactures exports: is Africa different?. World Development. 37 (6): 1039-1050. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of econometrics: an introductory exposition of econometric methods. Second Edition. The Macmillan Press, London. Li K, Song L, Zhau X. 2008. Component trade and China’s global economics integration. United Kingdom: United Nations University. Oberman R, Dobbs R, Budiman A, Thompson F, Rosse. 2012. Perekonomian nusantara: menggali potensi terpendam Indonesia. McKensey Global Institute. Nasrudin. 2014. Dampak kebijakan fiskal terhadap kinerja perekonomian dan sektor pertanian Indonesia pada era integrasi ekonomi regional ChinaASEAN [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novianti T. 2013. Kualitas infrastruktur transportasi dan kelembagaan serta pengaruhnya terhadap perdagangan internasional Indonesia [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurjanti M. 2011. Analisis dampak infrastruktur transportasi dan teknologi informasi komunikasi terhadap nilai tukar perdagangan di ASEAN dan Asia Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pindyck RS, Rubinfeld DL. 1991. Econometric models and economic forecasts, third edition. New York. McGarw-Hill Inc. Pradipta A, Firdaus M. 2014. Posisi daya saing dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia. Jurnal Manajemen & Agribisnis. 11 (2) No. 2: 129-143. Portugal-Perez A, Wilson JS. 2012. Export performance and trade facilitation reform: hard and soft infrastructure. World Development. 40 (7): 12951307. Savaryn M. Governance and Canada’s exports: does firm size play a role?: an investigation into the effect of governance on the exporting pattern of Canadias SMEs versus large firms [master’s thesis]. Ontario: University of Ottawa.
44 Sepherd B, Wilson JS. 2008. Trade facilitation in ASEAN member countries: measuring progress and assesing priorities. The World Bank Development Research Group: Policy Research Paper 4615. Simatupang TM. 2013. Logistics and supply chain in Indonesia: emerging practices. Bandung: Bandung Institute of Technology. Starck SC. 2012. The theoretical foundation of gravity modeling: what are the developments that have brought gravity modeling into mainstream economics? [master’s thesis]. Copenhagen: Copenhagen Business School. Tweetan L. 1992. Agricultural trade: principles and policies. Boulder and San Fransisco: Westview Press. Usman JS. 2012. Analisis keterbukaan perdagangan Indonesia di Asia: studi kasus standard internasional trade classification 5,6,7 dan 8 [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [WGI] Worldwide Governance Indicators. 2015. The worldwide governance indicators: agregate indicators of governance [data file]. www.govindicators.org [17 Maret 2015]. [WDI] World Development Indicators World Bank. 2015. Economy and growth data [data file] www.data.worldbank.org [17 Februari 2015]. WITS World Bank. 2015. Data perdagangan [data file]. www.wits.worldbank.org. [17 Februari 2015]. [WEF] World Economic Forum. 2015. Global competitiveness index data [data file]. www.weforum.org. [17 Februari 2015]. [WTO] World Trade Organization. 2014. Internasional trade statistics 2014. Genewa: World Trade Organization. Zahidi A. 2012. Dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan di kawasan ASEAN+3. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zhang Y. 2013. Determinants of finish high technology exports: an application of gravity model [master’s thesis]. Helsinki: University of Helsinki.
45
LAMPIRAN Lampiran 1 Klasifikasi sektor agricultural materials (bahan hasil pertanian), food (pangan) dan manufactures (manufaktur) berdasarkan SITC Product Group Agricultural materials (Bahan hasil pertanian) (SITC 0+1+227-28+4) Food (Pangan) (SITC 0+1+22+4) Manufactures (Manufaktur) (SITC 5+7+8+60 s.d 67+69)
Code Product Description 0 Food and live animals 1 Beverages and tobacco 2 Crude materials,inedible,except fuels 27 Crude fertilizers and crude materials (excl.coal) 28 Metalliferous ores and metal scrap 4 Animal and vegetable oils, fats and waxes 0 Food and live animals 1 Beverages and tobacco 22 Oil seeds and oleaginous fruit 4 Animal and vegetable oils, fats and waxes 5 Chemicals and related products,n.e.s. 7 Machinery and transport equipment 8 Miscellaneous manufactured articles 60 UN special code 61 Leather,leather manuf.,n.e.s.and dressed furskins 62 Rubber manufactures,n.e.s. 63 Cork and wood manufactures (excl. furniture) 64 Paper, paperboard, artic.of paper, paper-pulp/board 65 Textile yarn, fabrics, made-upart., related products 66 Non-metallic mineral manufactures,n.e.s. 67 Iron and steel 69 Manufactures of metal,n.e.s. Sumber: WITS World Bank (2015)
46 Lampiran 2 Hasil estimasi Lampiran 2a Hasil estimasi model ekspor agregat Dependent Variable: LNX_AGREGAT Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 21 Total panel (balanced) observations: 189 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDPCAPI LNGDPCAPJ LNDISTEKIJ TARIFFIJ TRANSPORT_I TRANSPORT_J ICT_I ICT_J GOVERNANCE_I GOVERNANCE_J TABI TABJ COMLANG
19.53512 -2.595513 1.138450 -0.123201 -0.007222 -0.000956 0.159653 0.083999 0.016349 0.018483 -0.091887 0.043260 0.007626 0.067706
2.729993 0.319561 0.145274 0.045290 0.005210 0.016509 0.055022 0.014753 0.027356 0.007422 0.045624 0.024501 0.004267 0.074303
7.155743 -8.122129 7.836544 -2.720233 -1.386134 -0.057936 2.901628 5.693508 0.597645 2.490263 -2.013995 1.765666 1.787119 0.911216
0.0000 0.0000 0.0000 0.0073 0.1677 0.9539 0.0043 0.0000 0.5509 0.0138 0.0457 0.0794 0.0759 0.3636
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.984947 0.981742 0.168397 307.3347 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
18.16108 9.352844 4.395436 1.151143
Unweighted Statistics
R-squared Sum squared resid
0.977740 4.826576
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.21624 0.939254
47 Lampiran 2b Hasil estimasi model ekspor bahan hasil pertanian Dependent Variable: LNX_AGRICULTURE Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 19 Total panel (balanced) observations: 171 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDPI LNGDPJ LNDISTEKIJ TARIFFIJ TRANSPORT_I TRANSPORT_J ICT_I ICT_J GOVERNANCE_I GOVERNANCE_J TABI TABJ COMLANG
36.86781 -1.794055 0.467277 -0.118466 -0.004327 -0.013131 0.227351 0.097155 0.038236 0.060158 -0.169701 0.017962 0.013404 0.239285
9.372961 0.572237 0.111174 0.094832 0.002442 0.029257 0.046799 0.026959 0.036877 0.015330 0.076476 0.042027 0.004457 0.279825
3.933422 -3.135163 4.203097 -1.249219 -1.772261 -0.448813 4.857980 3.603832 1.036862 3.924187 -2.219014 0.427396 3.007466 0.855123
0.0001 0.0021 0.0000 0.2137 0.0785 0.6543 0.0000 0.0004 0.3016 0.0001 0.0281 0.6698 0.0031 0.3940
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.989255 0.986859 0.179283 412.8250 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
16.63550 8.734809 4.467786 1.516937
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.971645 5.028072
Mean dependent var Durbin-Watson stat
12.72806 1.070178
48 Lampiran 2c Hasil estimasi model ekspor pangan Dependent Variable: LNX_FOOD Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 16 Total panel (balanced) observations: 144 Linear estimation after one-step weighting matrix White diagonal standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDPCAPI LNGDPCAPJ LNDISTEKIJ TARIFFIJ TRANSPORT_I TRANSPORT_J ICT_I ICT_J GOVERNANCE_I GOVERNANCE_J TABI TABJ COMLANG
15.65910 -1.438585 0.588533 0.030908 -0.004332 0.068259 0.309105 -0.004337 0.058060 0.060151 -0.257867 0.011881 0.012839 0.233574
5.361136 0.976290 0.134472 0.059487 0.002312 0.035902 0.060288 0.035724 0.043200 0.021200 0.077381 0.054762 0.004059 0.101461
2.920855 -1.473522 4.376619 0.519570 -1.873683 1.901255 5.127121 -0.121406 1.343983 2.837246 -3.332412 0.216950 3.163370 2.302110
0.0042 0.1433 0.0000 0.6044 0.0635 0.0598 0.0000 0.9036 0.1816 0.0054 0.0012 0.8286 0.0020 0.0231
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.986446 0.983145 0.187752 298.9055 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
15.42660 6.508279 4.053855 1.446133
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.969491 4.315520
Mean dependent var Durbin-Watson stat
12.56482 1.088102
49 Lampiran 2d Hasil estimasi model ekspor manufaktur Dependent Variable: LNX_MANUF Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 2005 2013 Periods included: 9 Cross-sections included: 21 Total panel (balanced) observations: 189 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross-section weights (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected)
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNGDPCAPI LNGDPCAPJ LNDISTEKIJ TARIFFIJ TRANSPORT_I TRANSPORT_J ICT_I ICT_J GOVERNANCE_I GOVERNANCE_J TABI TABJ COMLANG
24.58539 -2.660803 0.499675 -0.244184 -0.005482 0.044753 0.044134 0.051426 0.069689 0.025315 -0.108194 0.054763 0.012405 -0.066097
2.227716 0.506625 0.099756 0.125636 0.003528 0.005387 0.028549 0.015408 0.021513 0.009438 0.041753 0.023677 0.002201 0.061982
11.03614 -5.252019 5.008965 -1.943577 -1.553870 8.308274 1.545939 3.337631 3.239388 2.682334 -2.591263 2.312889 5.635191 -1.066387
0.0000 0.0000 0.0000 0.0538 0.1223 0.0000 0.1242 0.0011 0.0015 0.0081 0.0105 0.0220 0.0000 0.2879
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.993174 0.991720 0.120567 683.3835 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
18.25866 10.62926 2.253137 1.486856
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.984799 2.381544
Mean dependent var Durbin-Watson stat
13.34391 1.261572
50 Lampiran 3 Hasil uji normalitas Lampiran 3a Hasil uji normalitas model ekspor agregat 16
Series: Standardized Residuals Sample 2005 2013 Observations 189
14 12 10 8 6 4 2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-2.21e-17 -0.005670 0.421332 -0.470908 0.152905 0.183348 3.044845
Jarque-Bera Probability
1.074755 0.584279
0 -0.375
-0.250
-0.125
0.000
0.125
0.250
0.375
Lampiran 3b Hasil uji normalitas model ekspor bahan hasil pertanian 16
Series: Standardized Residuals Sample 2005 2013 Observations 171
14 12 10 8 6 4 2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.76e-18 -0.001214 0.371768 -0.387423 0.162114 -0.076833 2.430350
Jarque-Bera Probability
2.480312 0.289339
0 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
Lampiran 3c Hasil uji normalitas model ekspor pangan 16
Series: Standardized Residuals Sample 2005 2013 Observations 144
14 12 10 8 6 4 2 0 -0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
2.47e-17 0.014701 0.420565 -0.443493 0.168371 -0.058550 2.672123
Jarque-Bera Probability
0.727295 0.695136
51 Lampiran 3d Hasil uji normalitas model ekspor manufaktur 20
Series: Standardized Residuals Sample 2005 2013 Observations 189
16
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
12
8
1.49e-17 0.005025 0.254788 -0.259705 0.109475 -0.038379 2.435152
4
Jarque-Bera Probability 0 -0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
2.558947 0.278184
52 Lampiran 4 Efek cross-section fixed effect model Lampiran 4a Efek cross-section fixed effect model pada model ekspor agregat CROSSID
Effect
India China Vietnam Filipina Thailand Malaysia Jepang Korea Selatan Amerika Serikat Singapura Afrika Selatan
4.0028 2.9985 2.3382 2.2826 1.5246 1.0006 0.7136 0.3256 -0.0312 -0.3796 -0.4677
Total Effect
CROSSID
Effect
23.5379 22.5336 21.8733 21.8178 21.0597 20.5357 20.2487 19.8607 19.5039 19.1555 19.0675
Turki Rusia Australia Belanda Italia Spanyol Jerman Hongkong Inggris Uni Emirat Arab
-0.6174 -0.8360 -0.9240 -1.4160 -1.4434 -1.4677 -1.6006 -1.7625 -1.9896 -2.2507
Total Effect 18.9177 18.6991 18.6112 18.1191 18.0918 18.0674 17.9346 17.7726 17.5455 17.2844
Lampiran 4b Efek cross-section fixed effect model pada model ekspor bahan hasil pertanian CROSSID India Belanda China Malaysia Vietnam Singapura Amerika Serikat Jepang Filipina Korea Selatan
Effect 1.9051 0.9680 0.8634 0.8095 0.6829 0.5779 0.1584 0.0885 0.0549 -0.2231
Total Effect
CROSSID
38.7730 Turki 37.8358 Italia Afrika 37.7312 Selatan 37.6773 Rusia 37.5507 Australia 37.4458 Jerman 37.0262 Thailand 36.9563 Spanyol 36.9228 Inggris 36.6447
Effect -0.3083 -0.3092
Total Effect 36.5595 36.5586
-0.3684 -0.5081 -0.6514 -0.7201 -0.7206 -0.7722 -1.5271
36.4994 36.3597 36.2164 36.1477 36.1472 36.0956 35.3407
53 Lampiran 4c Efek cross-section fixed effect model pada model ekspor pangan CROSSID
Effect
India China Vietnam Malaysia Filipina Belanda Uni Emirat Arab Rusia
3.4618 1.6922 1.0559 0.6710 0.4777 0.2386 -0.1785 -0.3547
Total Effect 19.1209 17.3513 16.7150 16.3301 16.1368 15.8977 15.4806 15.3044
CROSSID
Effect
Jepang Singapura Thailand Italia Afrika Selatan Jerman Spanyol Korea Selatan
-0.3627 -0.4137 -0.6781 -0.7575 -0.8880 -1.0012 -1.3744 -1.5884
Total Effect 15.2964 15.2454 14.9810 14.9016 14.7711 14.6579 14.2847 14.0707
Lampiran 4d Efek cross-section fixed effect model pada model ekspor manufaktur CROSSID
Effect
Amerika Serikat China India Vietnam Thailand Jepang Filipina
1.3893 1.3003 0.9285 0.8744 0.8233 0.8169 0.6999
Singapura Malaysia Jerman Australia
Total Effect 25.9747 25.8857 25.5139 25.4598 25.4087 25.4023 25.2853
CROSSID
Korea Selatan Belanda Turki Inggris Afrika Selatan Italia Uni Emirat Arab 0.4526 25.0379 Hongkong 0.4133 24.9987 Rusia -0.2245 24.3609 Spanyol -0.2529 24.3325
Effect -0.3185 -0.4322 -0.4723 -0.4939 -0.5695 -0.7870 -0.7958
Total Effect 24.2669 24.1532 24.1131 24.0915 24.0159 23.7984 23.7896
-0.9621 -1.1625 -1.2273
23.6233 23.4229 23.3581
54 RIWAYAT HIDUP Penulis, Zenal Asikin, adalah anak keenam dari tujuh bersaudara yang dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 14 Agustus 1987 dari ayahanda RA. Suryana Dirja dan ibunda E. Komariah. Pendidikan formal penulis dimulai dari MI Al-Hikmah (1994-2000), SLTP Negeri 3 Naringgul Cianjur (2000-2003), dan SMA Negeri 1 Cibeber Cianjur (2003-2006). Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi masuk IPB (USMI). Setelah setahun belajar di Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis memilih Mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang diampu Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (ESL-FEM). Untuk melengkapi kompetensi Mayor, penulis memilih Minor Ekonomi dan Studi Pembangunan yang diampu Departemen Ilmu Ekonomi FEM. Selama kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari Perhimpunan Orang Tua Mahasiswa (POM) dan Program Pengembangan Prestasi Akademik (PPA). Sejak tahun 2010 hingga saat ini penulis bekerja di Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (SB-IPB). Mulai tahun 2013, penulis melanjutkan studi S2 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB).