PENGUATAN KELEMBAGAAN, KAPASITAS SUMBER DAYA DAN KEBIJAKAN SEKTORAL
SAM BU TAN M ENKO KESR A SELAKU KETUA KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Assalamu’alaikum wr.wb Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatnya, para menteri anggota Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis telah menunaikan tugas untuk mengantisipasi dan melakukan percepatan serta penguatan kapasitas sumber daya pengendalian zoonosis. Para Gubernur, Bupati dan Walikota telah menjadi pemimpin dalam pengendalian zoonosis guna melindungi masyarakatnya, melalui komisi pengendalian zoonosis provinsi, kabupaten dan kota upaya lintas sektor yang terus digerakkan sehingga secara nasional angka insidensi zoonosis cenderung terus menurun. Pengendalian zoonosis dengan pendekatan “one health” dilakukan secara terkoordinasi melalui komisi pengendalian zoonosis yang sampai dengan 2013 komisi pengendalian zoonosis telah terbentuk di 22 Provinsi, 22 Kabupaten dan 4 Kota. Sebagaimana diketahui, rabies, flu burung, antraks, leptospirosis, pes dan brusellosis adalah zoonosis yang telah menjadi endemis di Indonesia dan telah menjadi prioritas pengendalian secara nasional dari 175 jenis zoonosis yang telah dikenal dunia, namun demikian tidak menutup pengendalian zoonosis secara lintas sektor lainnya sesuai dengan karakter tantangan di daerah. Perpres 30 tahun 2011 mengamanatkan strategi pengendalian zoonosis dilaksanakan pada sumber penularan, hal ini sangat penting karena apabila pengendalian hanya dilaksanakan pada masyarakat tertular maka tidak akan pernah terjadi pemutusan rantai penularan dan bahkan permasalahan zoonosis akan terus membesar sampai dengan menimbulkan wabah yang berpotensi tidak hanya menyebabkan banyaknya korban jiwa namun juga menimbulkan kerugian ekonomi terutama di sentra ternak dan kawasan destinasi pariwisata. Untuk itulah diperlukan sebuah kesiapsiagaan dalam menghadapi permasalahan zoonosis disamping upaya-upaya mitigasi risiko penularan zoonosis di masyarakat. Masyarakat adalah sumber daya potensial untuk dilibatkan dalam pengendalian zoonosis baik melalui organisasi masyarakat dalam suatu komunitas tertentu atau masyarakat sebagai bagian
dari individu yang juga memiliki tanggung jawab dalam menjaga kebersihan, keamanan dan ketentraman warga masyarakat lainnya. Pengendalian zoonosis tanpa peran aktif masyarakat akan sulit mencapai keberhasilan, terutama karena tingginya kerentanan masyarakat yang memiliki kedekatan interaksi dengan hewan sebagai penular zoonosis dan keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki pemerintah dan pemerintah daerah. Salah satu dari banyak peran masyarakat dalam pengendalian zoonosis adalah pelaporan, hal ini akan sangat mendukung upaya surveilans zoonosis yang diselenggarakan pemerintah kabupaten/kota. Peran masyarakat dalam pelaporan juga akan mempercepat respon pengendalian zoonosis agar masalah tidak menjadi besar di kemudian hari. Kegiatan pengendalian zoonosis sendiri dari tahun ke tahun akan semakin baik karena sudah memiliki dokumen Rencana Strategis Nasional Pengendalian Zoonosis Terpadu 2012-2017 dan penguatan kebijakan serta program dari kementerian kesehatan dan pertanian serta penguatan kebijakan pengendalian zoonosis di kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif dan program kementerian dalam negeri yang secara sinergis membina sekaligus memfasilitasi koordinasi pengendalian zoonosis di daerah. Apresiasi juga disampaikan kepada beberapa Universitas yang telah membentuk Zoonosis Center diantaranya Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada dan juga Universitas Airlangga Melalui buku yang disusun Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis dengan tema : “PENGUATAN KELEMBAGAAN, KAPASITAS SUMBER DAYA DAN KEBIJAKAN SEKTORAL” kita dapat melihat jauh kedepan untuk terus menerus memperkuat kapasitas aparatur pemerintah di pusat dan daerah secara efektif dan sesuai karakter tantangan serta meningkatkan pengetahuan dan peran masyarakat. Harapan kami, semoga apa yang disajikan dalam buku ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan kedepan dalam pengambilan kebijakan kedepan guna melindungi mayarakat dan mempercepat pencapaian kesejahteraan rakyat. Wassalamu’alaikum wr. wb, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
DR. H.R Agung Laksono
KATA PEN GA NTA R SEKRETARIS KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
Assalamu’alaikum wr. wb, Salam sejahtera bagi kita semua, Puji syukur kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas terbitnya buku Komisi Pengendalian Zoonosis dengan tema “PENGUATAN KELEMBAGAAN, KAPASITAS SUMBER DAYA DAN KEBIJAKAN SEKTORAL” ini. Buku ini merupakan narasi dari substansi koordinasi yang dilaksanakan melalui wadah koordinasi lintas sektor KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS. berdasarkan fakta sampai dengan 9 desember 2013 terdapat 134 korban jiwa akibat flu burung, rabies, antraks dan leptospirosis yang menurun dibandingkan korban jiwa tahun 2012 yang mencapai 173 orang. Penurunan dampak kerugian jiwa merupakan hasil upaya lintas sektor yang dilakukan secara terkoordinasi sebagaimana amanat Peraturan Presiden nomor 30 tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim pelaksana, panel ahli dan sekretariat komisi nasional pengendalian zoonosis yang telah berkontribusi dan menyusun buku ini. Terima kasih juga disampaikan kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota beserta jajarannya yang tergabung di komisi pengendalian zoonosis provinsi, kabupaten dan kota yang terus menerus berupaya melindungi masyarakat dari ancaman zoonosis. kami atas nama komisi nasional pengendalian zoonosis memohon maaf apabila sepanjang melaksanakan tugas ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga buku ini memberikan manfaat, berkah, pencerahan dan rahmat bagi pembaca dan semoga kerja kita bersama menjadi amal ibadah dan memperoleh ridho dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan lagi Maha Pemurah. Sekian dan terima kasih Wassalamu’alaikum Wr.Wb,
Emil Agustiono Deputi Kemenko Kesra Bidang Kesehatan, Kependudukan dan KB selaku Sekretaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
Tim Penyusun dan Kontributor PELINDUNG :
KONTRIBUTOR :
DR. H.R Agung Laksono (Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis).
PENANGGUNG JAWAB : Dr. Emil Agustiono, M.Kes (Deputi Kemenko Kesra Bidang Kesehatan, Kependudukan dan KB selaku Sekretaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis).
Rudi Gemiarso Kabid Maler Polhukam Setkab
Dedi Murdiana Subdit Harvet Satwa Polri
Heru Priyantono Kepala Bidang Materi Kesra Setkab
Samuel Finley
SUBSTANSI : §§ Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis; §§ Tim Pelaksana Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis unsur pemerintah, organisasi non pemerintah dan organisasi profesi; §§ Mitra Internasional (World Health Organization, Food and Agricultural Organization dan Tim Emerging Pandemic Threat-USAID).
PENYUSUN : Dr. Chabib Afwan (Asisten Deputi Urusan Penguatan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kemenko Kesra).
Nurbaeti Yuliana, SKM, M.Kes (Kepala Bidang Penyakit Menular Kemenko Kesra);
Drh. Rama P.S Fauzi, M.Si (Kepala Sub Bidang Penyakit Zoonosis Kemenko Kesra);
Drs. Soetijono, M.Si (Tenaga Ahli Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis);
Drh. Ferdi Fathurrohman, MM (Asisten Tenaga Ahli Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis);
Drh. Andhi Trapsilo (Asisten Tenaga Ahli Sekretaris Komnas Pengendalian Zoonosis).
Subdit Bankes Kemhan
M. Washiludin AR Kasubdiskes Puskes TNI
Heri Retno I. Kepala Seksi Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Kemenparekraf
Yongky Suryanto Kasubbag Penyiapan Materi Persidangan Kemenko Kesra
Wulansari Editor Transkrip, Risalah dan Notulensi Kemenko Kesra
Nani Rohani Kasubid Penyakit Menular Lainnya
Yoga Wiratama Staf Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Kemendagri
Dewi Ariyani Palang Merah Indonesia
Desy Satya C Staff Kementerian Kehutanan
Yuni Yupiana Kasie Pemberantasan Penyakit Hewan Kementerian Pertanian
Regina T. Sidjabat Kasi Bimbingan & Evaluasi Subdit Zoonosis, Kemenkes
Meilina Sembiring Kepala Seksi Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Kemendagri
Vitus N Staf Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Bencana Kemendagri
Rosmaniar Staf Fungsional Subdit SE-KCB Kementerian Kesehatan
Wahyu Puji Astuti Kepala Bidang Agama & Kesehatan Sekretariat Kabinet
R. Nurcahyo Pusat Karantina Hewan Kementerian Pertanian
Iwan Sofwan Staf Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
Tahsinul Manaf Kasubdit Informasi Kesejahteraan Rakyat Kemenkominfo
Ahmad Alifudin Kasi Profesi Ditkes Kuathan Kementerian Pertahanan
I Made Suarja Kasubdis Banginsani Pusat Kesehatan TNI
M. Abdul Adjid Kepala Bidang PE Kementerian Pertanian
Novita Tricahyani Asisten Tenaga Ahli Komnas Pengendalian Zoonosis
Sarino Trimansyah Asisten Tenaga Ahli Komnas Pengendalian Zoonosis
Sukri Asisten Tenaga Ahli Komnas Pengendalian Zoonosis
Bayu Fajarianto Asisten Tenaga Ahli Komnas Pengendalian Zoonosis
DAFTAR ISI SAMBUTAN MENKO KESRA KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN DAN KONTRIBUTOR DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN 1
PERKEMBANGAN ZOONOSIS PRIORITAS A. Rabies B. Flu Burung C. Antraks D. Leptospirosis E. Pes (Plaque) F. Brusellosis
2
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
1 1 5 8 9 11 11
13
A. Zoonosis Sebagai Bioterorisme 13 B. Workshop Bio-Preparedness In Asia Pacific 15 C. Ancaman Zoonosis Bagi Dunia Usaha dan Pelaku Pariwisata 16 D. Antisipasi Masuknya H7N9 Sebagai New Emerging Zoonosis 18 E. Antisipasi Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) 20 F. Peringatan dini dan respon cepat (Early warning and response) 21 G. Komunikasi dan Informasi Zoonosis 23
3. KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL A. B. C. D.
Penguatan Kapasitas Sumber Daya Tenaga Kesehatan Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan Penguatan Pengendalian Zoonosis Pada Satwa Liar Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah dan Fasilitasi Pembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota E. Penguatan Peran Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Polri dalam Pengendalian Zoonosis F. Penguatan Kapasitas Sektor Pariwisata Dalam Pengendalian Zoonosis
26 26 27 29 30 33 35
4
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS A. B. C. D.
Rapat Koordinasi Regional Barat Rapat Koordinasi Regional Timur Percepatan Pengendalian Zoonosis Secara Lintas Sektor Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Zoonosis
37 37 38 41 46
KESIMPULAN 52 PENUTUP 53
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL • • • • • • • • • • • • • • •
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 4 Gambar 3 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Tabel 1
Diagram perkembangan rabies tahun 2005 – 2013 Diagram Distribusi Kematian Akibat Rabies (Lyssa) Per Provinsi Peta Hasil Surveilans Rabies Pada Hewan Peta Penyebaran Rabies Pada Hewan Berdasarkan Kedekatan Karakter Virus peta penyebaran Flu Burung pada unggas 2011-2012 Diagram Distribusi Flu Burung Pada Manusia Per Provinsi Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia Diagram perkembangan antraks pada manusia Peta persebaran antraks pada hewan Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Secara Nasional Diagram Perkembangan Leptospirosis pada manusia perprovinsi Peta Status Brusellosis Pada Hewan Diagram Perkembangan Zoonosis Pada Masyarakat Antara Tahun 2009 Sampai Dengan Desember 2013 Diagram anggaran Pengendalian Zoonosis 2012-2014 Kapasitas Sumber Daya Kesehatan Hewan
3 3 4 4 7 7 7 8 9 10 10 11 12 49 28
RINGKASAN EKSEKUTIF
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP Zoonosis merupakan kumpulan dari banyak jenis penyakit yang bersifat menular dari hewan kepada manusia atau sebaliknya. Zoonosis yang mendapat prioritas diantaranya: Rabies, Flu Burung, Antraks, Leptospirosis, Pes dan Brucellosis. Zoonosis mempunyai ancaman bagi ketahanan dan kemanan negara oleh sebab itu zoonosis harus menjadi perhatian, serta antisipasi dan respon dari lintas sektor. Zoonosis bisa sebagai bioterorisme yang menjadi ancaman bagi ketahanan dan keamanan negara juga menyebabkan kerugian ekonomi. Pemerintah indonesia mengirimkan delegasinya ke Pusat Studi Keamanan Asia Pasifik dalam rangka penguatan kapasitas sumber daya manusia dalam penanganan Bio-Preparedness ke Pusat Studi Keamanan Asia Pasifik-Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk membahas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ancaman biologi secara dinamis dan pembelajaran penanganan wabah SARS serta dampak yang terjadi. Gambaran terhadap ancaman biologi secara umum dipengaruhi oleh : wabah/pandemi, globalisasi, perubahan iklim, ketahanan pangan, demografi, teknologi, ketahanan air dan bioteroris. Topik bahasan lainnya adalah membahas kompleksitas dalam koordinasi dalam penanganan ancaman biologi yang meliputi pengumpulan dan pertukaran informasi dalam deteksi penyakit dan surveilans, identifikasi dan pengamanan patogen, pengujian laboratorium dan epidemiologi. Dalam hal koordinasi maka Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis di jadikan model koordinasi lintas
sektor. Dalam pertemuan disusun rekomendasi diantaranya: 1) Memperkuat koordinasi lintas sektor di tingkat nasional, 2) Membentuk forum koordinasi regional asia pasifik, 3) Menyusun peta kapasitas sumberdaya respon wabah/ pandemi, 4) Meningkatkan kewaspadaan publik tentang ancaman biologi yang dapat menimbulkan wabah/pandemi berdampak luas, 5) Melakukan simulasi dalam ruangan dan lapangan secara berkala, dan 6) Menyusun rencana keberlangsungan usaha bagi sektor yang menangani pelayanan energi, komunikasi dan transportasi Kesehatan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing pariwisata nasional. Ancaman zoonosis bagi dunia usaha dan pelaku pariwisata di Indonesia menjadi penting dikarenakan Sektor pariwisata menempati urutan ke 5 (lima) penyumbang devisa negara sejak 2010 sampai dengan 2012 dengan nilai 9,12 juta USD setelah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak kelapa sawit dan karet olahan. Pada tahun 2012 sektor pariwisata berkontribusi terhadap 3,9% PDB nasional. Dampak zoonosis bagi sektor pariwisata terlah terjadi beberapa kali, seperti saat terjadi KLB Flu Burug H5N1 yang dimulai pada tahun 2005 sampai dengan saat ini. Dampak zoonosis yang paling nyata terhadap sektor pariwisata saat terjadiya wabah rabies di provinsi Bali yang dimulai pada akhir tahun 2009 dan mencapai puncak wabah H7N9 Sebagai Emerging Zoonosis pertama kali diidentifikasi menular dari unggas ke manusia pada 19 februari 2013 di China. Awal kemunculan H7N9 di China, komisi nasional pengendalian zoonosis telah berkoordinasi secara intensif untuk melakukan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
Ringkasan Eksekutif
langkah-langkah antisipasi secara lintas sektor. Hasil koordinasi tim pelaksana dan panel ahli komisi nasional pengendalian zoonosis disampaikan kepada menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat selaku ketua komisi nasional pengendalian zoonosis yang kemudian melalui surat B.58/ MENKO/ KESRA/ IV/ 2013 tentang peningkatan kewaspadaan dan tanggap Flu Burung H7N9 kepada menteri luar negeri, menteri dalam negeri, menteri kesehatan, menteri pertanian, menteri perdagangan, menteri komunikasi dan informasi dan menteri perhubungan untuk melaksanakan langkah-langkah antisipasi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) dapat menular antar manusia akan tetapi mekanisme penularan belum diketahui dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia yang berkelanjutan. Pada pertemuan IHR Emergency Committee concerning MERS CoV WHO pada 17 Juli 2013 yang dihadiri Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sebagai national focal point sekaligus wakil sekretaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis menghasilkan kesimpulan bahwa “MERS CoV merupakan situasi serius dan perlu perhatian besar namun belum terjadi kejadian darurat kesehatan masyarakat (PHEIC/Public health emergency of international concern)”. Mengantisipasi penyebaran MERS-CoV masuk ke Indonesia, telah dilakukan berbagai upaya dengan strategi pengendalian yaitu: (1) Penguatan Koordinasi lintas program dan lintas Sektor; (2) Advokasi dan Sosialisasi; (3) Surveilans di pintu masuk ke Indonesia; (4) Surveilans di Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rumah Sakit; (5)Penguatan jejaring laboratorium; (6)Komunikasi Risiko /KIE; (7) Penguatan kapasitas; (8)Tata laksana kasus dan (9)Pengendalian Infeksi. Peringatan dini dan respon cepat (Early warning and response). Dalam upaya pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan guna mendukung penyelenggaraan sistem kesehatan nasional yang telah ditetapkan maka perlu pengembangan sistem informasi kesehatan dan secara khusus diperlukan peningkatan surveilans epidemiologi sebagai salah satu kegiatan pokok pada upaya program pencegahan dan pengendalian penyakit. Untuk
mendukung peningkatan surveilans epidemiologi penyakit dan upaya kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa diperlukan suatu Sistem Kewaspadaan Dini KLB dan Respon dimana Alert yang tertangkap akan direspon sehingga diharapkan KLB tidak terjadi. Komunikasi dan Informasi Zoonosis merupakan upaya komunikasi dan sosialisasi tentang zoonosis telah dilakukan melalui: Komunikasi Media, Sosialisasi di Lingkungan Kementerian dan Lembaga, Website Terpadu Pengendalian Zoonosis
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL Koordinasi penguatan kapasitas sektoral pengendalian zoonosis meliputi penguatan kapasitas sumber daya tenaga kesehatan dan penguatan kapasitas sumber daya tenaga kesehatan. Penguatan kapasitas sumber daya tenaga kesehatan diantaranya pelatihan tatalaksana flu burung, pelatihan tata laksana rabies, pelatihan tata laksana leptospirosis. Sedangkan Penguatan kapasitas sumber daya tenaga kesehatan hewan masih terkendala dari segi jumlah tenaga kesehatan hewan hal ini terjadi karena: Formasi dokter hewan dan paramedis belum dialokasikan secara menyeluruh, belum optimalnya penempatan dokter hewan sesuai dengan tupoksinya, belum optimalnya pelaksanaan otoritas veteriner. Penguatan pengendalian zoonosis pada satwa liar diantaranya oleh Kementerian kehutanan sebagai instansi yang berwenang dalam pengelolaan satwa liar di indonesia dan sebagai kementerian anggota komisi nasional pengendalian zoonosis telah melakukan penguatan agar risiko penularan zoonosis dari satwa liar dapat di tekan diantaranya dengan kegiatan: Perencanaan program dilaksanakan melalui sosialisasi program pencegahan, pengendalian dan penanggulangan Zoonosis, Penguatan Koordinasi Lintas Sektor, Percepatan Pengendalian Zoonosis dilaksankaan melalui kolaborasi dan pembentukan jejaring pemangku kepentingan/stakeholder, Perlindungan Masyarakat
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
Ringkasan Eksekutif
dilaksanakan melalui pembentukan satuan tugas pengendalian zoonosis bersumber satwa liar, Penguatan Kapasitas Sumberdaya terutama dalam peningkatan kapasitas dokter hewan di lingkungan kementerian kehutanan, Penguatan Penelitian dan Pengembangan Zoonosis. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah dan Fasilitasi Pembentukan Komisi Provinsi, Kabupaten dan Kota melalui Kementerian Dalam Negeri yang di tangani Ditjen Pemerintahan Umum sesuai dengan kewenangannya khususnya dalam bidang pencegahan dan penanggulangan bencana telah menetapkan kebijakan dan dukungan program/kegiatan penanggulangan bencana termasuk bencana nonalam (zoonosis) diantaranya: Fasilitasi dan koordinasi penanggulangan zoonosis antar pemangku kepentingan pusat dan daerah, penanggulangan wabah penyakit menular serta pendampingan kegiatan dekonsentrasi. Peran aktif Kementerian Dalam Negeri dalam fasilitasi dan koordinasi pengendalian zoonosis di provinsi, kabupaten dan kota telah mempercepat pembentukan wadah koordinasi lintas sektor komisi pengendalian zoonosis pada tahun 2013 komisi pengendalian zoonosis telah terbentuk di 22 provinsi, 22 kabupaten dan 4 kota. Penguatan Peran Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Polri dalam Pengendalian Zoonosis. Kementerian pertahanan sebagai pembuat kebijakan dalam aspek pertahanan telah menyusun peraturan menteri pertahanan tentang pelibatan kesehatan Kemhan dan TNI dalam Pengendalian Zoonosis, Penguatan peran TNI dalam pengendalian zoonosis di Indonesia adalah dengan menjabarkan strategi nasional Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis yaitu keterlibatan TNI dalam strategi dan kegiatan diantaranya: Penerbitan Surat Telegram Panglima TNI kepada Kepala Staf Angkatan tentang pelibatan peran TNI dalam pengendalian zoonosis, Penerbitan Surat Telegram Kepala Pusat Kesehatan TNI kepada Direktur/Kepala Dinas Kesehatan Angkatan, serta Komandan/Kepala Satuan Kesehatan Unit Organisai Mabes TNI tentang
sosialisasi pengendaliaan zoonosis, dan penyiapan fasilitas kesehatan TNI dalam penanganan kasus zoonosis di lingkungan TNI, Melaksanakan sosialisasi pencegahan zoonosis di lingkungan TNI dengan ceramah kesehatan rutin, Penyusunan perangkat lunak berupa Buku petunjuk teknis pengendalian zoonosi di lingkungan TNI, Penyusunan perangkat lunak berupa Buku petunjuk pelaksanaan pelibatan TNI dalam pengendalian wabah zoonosis, Pemetaan, penyaiapan, serta simulasi kesiapan rumah sakit TNI untuk menangani kasuskasus zoonosis, Melaksanakan mobilisasi dan demobilisasi kekuatan TNI untuk respon wabah zoonosis. Dalam bidang penguatan peran polri pada pengendalian zoonosis di implementasikan dalam kegiatan: Penerbitan surat telegram Kapolri kepada para Kapolda tentang pelibatan peran polri dalam pengendalian zoonosis, Peneribatan surat telegram Kapolri kepada Kapusdokkes polri dan Dirpolsatwa baharkam polri tentang penyiapan personil dan fasilitas kesehatan polri dalam penanganan kasus zoonosis, Melaksanakan sosialisasi pencegahan zoonosis di lingkungan polri, Penyusunan piranti lunak tentang peran polri dalam penganggulangan terhadap zoonosis berupa aturan Kapolri sebagai revisi perkap No. 6 Tahun 2007, Pemetaan, penyiapan dan simulasi kesiapan Polri dalam membantu komnas dan komisi daerah pengendalian zoonosis, Melaksanakan mobilisasi dan demobilisasi kekuatan polri untuk respon wabah zoonosis serta peningkatan kapasitas pelayanan dan pengamanan polri dalam penguatan perlindungan wilayah yang masih bebas terhadap penularan zoonosis baru.
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis telah melaksanakan rapat-rapat koordinasi diantaranya: Rapat Koordinasi Regional Barat, Rapat Koordinasi Regional Timur, Percepatan Pengendalian Zoonosis Secara Lintas Sektor serta Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Zoonosis
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
PENDAHULUAN
Era globalisasi telah dicanangk an yang
Berdasarkan data perkembangan zoonosis saat
ditandai dengan semakin berkembangnya
ini lebih dari 90% provinsi telah menjadi daerah
perdagangan bebas antar negara yang hampir
endemis zoonosis. Terdapat kecenderungan
tak mengenal batas dan berlaku diberbagai
permasalahan zoonosis semakin meluas
bidang termasuk sektor peternakan beserta
sehingga diperlukan upaya pengendalian
produk olahannya, sehingga perlu dicermati
secara lintas sektor yang terkoordinasi pusat-
kemungkinan tertularnya beberapa penyakit
daerah. Para peneliti dunia telah menemukan
zoonosis, foodborne disease, maupun penyakit
1.415 jenis patogen menular dimana 61,3%
eksotik dari hewan ke hewan, hewan ke
(868) jenis patogen bersifat menular dari
manusia atau sebaliknya. Seperti kita ketahui
hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).
bersama bahwa dewasa ini masih sering terjadi
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ),
wabah penyakit zoonosis, kejadian keracunan
telah menetapkan penanganan zoonosis
pada manusia akibat mengkonsumsi pangan
prioritas yaitu rabies, flu burung, antraks, pes,
asal hewani.
leptospirosis dan brucellosis.
Cara hidup/kebiasaan masyarakat dalam
Berdasarkan beberapa fakta dan data di atas,
mengkonsumsi pangan asal hewan
kejadian tersebut dalam keadaan tertentu
sebagian besar tempat di Indonesia sangat
dapat menghambat pembangunan nasional.
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
Penanggulangan Bencana non-alam termasuk
b e b e ra p a m i k ro o rg a n i s m e at a u ve k to r
pengendalian zoonosis merupakan salah
p e m b a w a p e ny a k i t . K e a d a a n i n i a k a n
satu bagian dari pembangunan nasional
menyulitkan usaha untuk memutus mata
yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan
rantai penyebaran penyakit termasuk zoonosis.
Bencana non alam yang meliputi fase sebelum
Apabila disimak dengan seksama, maka t
bencana (pencegahan/preventif, deteksi/
zoonosis yang sangat ganas sekalipun hampir
pengamatan/surveilans), fase tanggap darurat
tanpa biaya dapat dihindari jika ditanamkan
(respon) dan fase paska bencana (pemulihan).
kepada masyarakat sejak usia dini untuk berperilaku hidup bersih menjaga sanitasi, higienis, sehat, teliti, hati-hati dan waspada.
PERKEMBANGAN ZOONOSIS PRIORITAS
Zoonosis merupak an kumpulan dari banyak jenis penyak it yang bersifat
1
A. RABIES
menular dari hewan kepada manusia
Rabies telah menjadi endemis di sebagian
atau sebalik nya. Dar i 175 penyak it
besar wilayah indonesia kecuali provinsi
yang bersifat zoonosis terdapat 6 jenis
Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI
zoonosis yang mendapatkan prioritas
Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
dalam penanganannya berdasarkan sifat
Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua
atau karakter dari patogen penyebab
dan Papua Barat. Perkembangan rabies
zoonosis (fatalitas dan mutasi), dampak
sebagai zoonosis yang ditularkan melalui
multi aspek yang dapat terjadi (kesehatan,
gigitan hewan penular (anjing, kucing
kerugian jiwa, ekonomi dan keamanan)
dan kera) pada tahun 2013 mengalami
dan penyebarannya di Indonesia. Enam
penurunan insidensi secara nasional,
jenis zoonosis yang perlu mendapatkan
namun masih tinggi di beberapa provinsi
prioritas pengendalian nasional adalah :
seperti provinsi Sulawesi Utara dan Riau.
Rabies, Flu Burung, Antraks, Leptospirosis,
Dalam rangka percepatan pengendalian
Pes dan Brusellosis.
rabies di Indonesia, kementerian pertanian sedang menyusun roadmap pembebasan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
1
rabies dengan target tahun 2020 indonesia
Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan
bebas rabies, selanjutnya roadmap akan
Sulawesi Tengah.
disink ronk an melalui forum Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis dengan program pengendalian rabies pada kementerian kesehatan dan sektor lainnya.
Masyarakat yang tergigit anjing sebagai hewan penular rabies selama 2013 berjumlah 64.784 gigitan dan telah diberikan vaksinasi anti rabies kepada
Berdasarkan sur veilans laboratorium
51.326 orang atau 79,2% dari jumlah
kesehatan hewan yang dilakukan sejak
seluruh kejadian;
2011 sampai dengan 2013 terhadap virus rabies telah dihasilkan pembagian kriteria ancaman rabies bagi masyarakat, sebagai berikut :
Korban jiwa (lyssa) sebanyak 114 orang yang tersebar di provinsi Sulawesi Utara (29 korban jiwa), Riau (12 korban jiwa), Gorontalo (8 korban jiwa), Sulawesi
1. Tidak ditemukan rabies (0) : Nangroe
Tenggara (12 korban jiwa), Maluku (10
Aceh Darussalam, Bangka Belitung,
korban jiwa), Sumatera Barat (8 korban
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
jiwa), NT T (6 korban jiwa), Sulawesi
Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa
Tengah (6 korban jiwa), Sumatera Utara
Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, Papua
(5 korban jiwa), Maluku Utara (5 korban
dan Papua Barat.
jiwa), Kalimantan Timur (2 korban jiwa),
2. Rendah (1 - 23) positif rabies pada
Bengkulu (2 korban jiwa), Nanggroe Aceh
hewan : Sumatera Selatan, Lampung,
Darussalam (1 korban jiwa), Bali (1 korban
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
jiwa);
Sulawesi Barat Dan Sulawesi Tenggara;
Dalam 2 tahun terakhir Sulawesi Utara
3. Sedang (24 - 113) positif rabies pada
merupakan provinsi dengan korban jiwa
hewan : Riau, Bengkulu, Sulawesi
rabies tertinggi karena cakupan vaksinasi
Selatan, dan Nusa Tenggara Timur;
HPRbelum mencapai 70%;
4. Tinggi (114 – 238) positif rabies pada hewan : Jambi, Kalimantan Tengah, Bali, Maluku Utara;
Jumlah lyssa tahun 2013 menurun 16,79% dibandingkan tahun 2012.
5. Sangat tinggi (239 – 492) positif rabies pada hewan : Sumatera Utara,
2
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
PERKEMBANGAN ZOONISIS PRIORITAS Gambar 1 Diagram perkembangan rabies tahun 2005 – 2013 (Sumber : Kementerian Kesehatan)
Gambar 2 Diagram Distribusi Kematian Akibat Rabies (Lyssa) Per Provinsi (Sumber : Kementerian Kesehatan)
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
3
Gambar 3 Peta Penyebaran Rabies Pada Hewan Berdasarkan Kedekatan Karakter Virus
Gambar 4 Peta Hasil Surveilans Rabies Pada Hewan(Sumber : Kementerian Pertanian)
4
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
Virus Influenza A merupakan patogen penyebab zoonosis yang dikenal dunia sebagai viru yang sering bermutasi dan berpotensi menjadi penyebab wabah yang meluas ke berbagai negara atau disebut pandemi dengan tingkat fatalitas tinggi. Flu burung/Avian Influenza H5N1 (FB) clade 2.1.3 telah menjadi endemis pada unggas di seluruh provinsi kecuali maluku utara sejak 2004. Pada tahun 2012 muncul flu
1. FLU BURUNG CLADE 2.1.3 Perkembangan flu burung clade 2.1.3 telah dapat dikendalikan dengan kecenderungan insidensi per tahun terus menurun. Pada tahun 2012 terjadi 546 kejadian positif FB pada unggas, sampai dengan oktober 2013 telah terjadi 477 kejadian positif FB. Kejadian tertinggi FB terjadi pada bulan januari yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Lampung, Riau, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo.
burung clade baru 2.3.2 yang mematikan
Sejak tahun 2005 sampai dengan desember
pada itik yang sebelumnya diketahui kebal
2013 FB secara kumulatif FB telah menular
terhadap clade 2.1.3. munculnya clade
dari unggas kepada 195 orang yang
baru menjadikan tantangan pengendalian
menyebabkan 163 korban jiwa dengan
flu burung menjadi lebih besar. Flu burung
rataan tingkat kematian sebesar 83,5%.
clade 2.1.3 dan clade baru 2.3.2 diketahui
Selama tahun 2013 FB telah menyebabkan
bersifat zoonosis, namun sejak pertama
3 orang korban jiwa di Kota dan Kabupaten
kali flu burung clade baru merebak pada
Bekasi Provinsi Jawa Barat. Faktor risiko
itik milik masyarakat di tahun 2012 sampai
dominan penularan adalah kontak
dengan Desember 2013 belum ada manusia
dengan unggas peliharaan terinfeksi dan
yang terinfeksi. Pola munculnya kejadian
lingkungan yang tercemar virus FB. Pada
FB pada unggas masih sama seperti tahun
kejadian FB pertama tahun 2013 diketahui
sebelumnya yaitu mulai meningkat pada
bahwa korban tertular di pasar tradisional
awal musim penghujan (Desember) dan
yang kurang memperhatikan sanitasi dan
menurun di musim kemarau (Juni).
higiene dalam penjualan unggas hidup
Berdasarkan survei pada pasar tradisional di sekitar wilayah Jabodetabek yang menjual unggas hidup antara bulan februari sampai dengan mei 2013 ditemukan peningkatan
PERKEMBANGAN ZOONISIS PRIORITAS
B. FLU BURUNG
untuk dipotong langsung di pasar yang seharusnya dilakukan pemotongan di rumah potong unggas agar terjamin kesehatan dan kehalalannya.
jumlah positif FB dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
5
2. FLU BURUNG CLADE 2.3.2 Hasil pendataan terhadap merebaknya FB clade 2.3.2 sejak september 2012 sampai dengan juni 2013 telah menyebabkan 333.635 ekor itik milik peternak mati yang menyebar di 107 kabupaten/kota pada 16 Provinsi dengan proporsi jumlah kematian itik tertinggi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, sampai dengan saat ini jumlah kematian kecenderungan terus menurun dengan kemunculan secara sporadis. Sebagai upaya pemerintah dalam pengendalian FB clade 2.3.2 melalui kementerian pertanian telah berhasil mengembangkan vaksin FB clade 2.3.2 strain lokal yang diproduksi secara nasional disamping vaksin FB clade
Setelah munculnya FB clade baru 2.3.2 maka tindakan karantina terhadap media p e m b awa F B / A I d i p e r k e t at d e n g a n memberlakuk an uji PCR bagi setiap jenis media pembawa AI yang ak an dilalulintaskan. Meski telah dilakukan pengetatan tindakan karantina, kendala yang dihadapi pada saat pencegahan penyebaran clade 2.3.2 adalah tidak ditetapkannya kasus tersebut sebagai wabah, sehingga karantina tidak dapat memberlakukan pelarangan lalu lintas media pembawa AI, hal ini menyebabkan penyebaran FB clade baru 2.3.2 terus meluas yang semula hanya terkonsentrasi di Jawa Tengah dan DIY saat ini telah menyebar di 18 provinsi.
2.1.3 yang juga diketahui protektif untuk pengebalan itik dari FB clade 2.3.1. Pengendalian flu burung dilakukan melalui surveilans dan respon terpadu melalui par tisipator y diseases sur veilans and response (PDSR) untuk kesehatan hewan dan district surveilans officer (DSO) untuk kesehatan masyarakatnya, vaksinasi FB pada unggas, biosecurity di peternakan, rumah potong unggas dan pasar unggas.
6
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
PERKEMBANGAN ZOONISIS PRIORITAS Gambar 5 peta penyebaran Flu Burung pada unggas 2011-2012
Gambar 6 Diagram Distribusi Flu Burung Pada Manusia Per Provinsi
Gambar 7 Diagram Perkembangan Flu Burung Pada Manusia
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
7
C. ANTRAKS
melalui dinas yang menjalankani fungsi
Antraks merupakan zoonosis yang sangat
dekonsentrasi Kementerian Pertanian
strategis dari sudut pandang keamanan
dengan menggunakan vaksin lokal yang
dan pertahanan karena sifat sporanya yang
diproduksi Pusat Veterinaria Farma.
mampu beradaptasi dengan lingkungan
Pengendalian antraks jug harus dilakukan
sampai dengan puluhan tahun ser ta
melalui peningkatan fasilitas rumah potong
berpotensi dikembangkan menjadi
hewan dan penegakkan aturan mengenai
pemusnah massal atau tindakan bioteroris.
pemotongan ternak di rumah potong
Antraks menjadi endemis di Jawa Barat,
hewan agar dapat dilakukan pemeriksaan
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa
kesehatan sebelum pemotongan dan
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
penjaminan kehalalan daging dan produk
Dalam 3 tahun terakhir kejadian antraks
ternak lainnya untuk konsumsi mayarakat.
pada hewan mengalami peningkatan khususnya di Sulawesi Utara dan jawa tengah dengan rata-rata 27-35 kejadian, NTT dengan rata-rata 3-6 kejadian dan NTB dengan rata-rata 1-2 kejadian. Pencegahan antraks dilakukan melalui vaksinasi hewan penular antraks (sapi, kerbau, kambing, burung onta) di daerah endemis antraks
kesehatan hewan yang didukung melalui
Sampai dengan Desember 2013 anthraks pada manusia relatif menurun, kejadian pada manusia terjadi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan dengan 11 orang terinfeksi antraks yang menyebabkan 1 orang ibu hamil meninggal dunia akibat mengkonsumsi daging sapi terinfeksi
Gambar 8 Diagram perkembangan antraks pada manusia
8
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
PERKEMBANGAN ZOONISIS PRIORITAS Gambar 9 Peta persebaran antraks pada hewan
antraks. Kematian akibat antraks terjadi akibat masuknya spora antraks ke dalam
D. LEPTOSPIROSIS
saluran intestinal atau pernafasan yang
Leptospirosis atau sering dikenal dengan
sering terjadi k arena ketidaktahuan
sebutan penyakit yang ditularkan melalui
masyarakat akan bahaya menyembelih
urines tikus adalah zoonosis yang sering
sapi/kerbau atau kambing sakit untuk
terjadi saat banjir dan erusi gunung
dikonsumsi bersama-sama atau dijual.
berapi. Sejak tahun 2012 surveilans atau
Dalam penanganan kejadian antraks di
pengamatan terhadap penyakit ini terus
masyarakat, dinas kesehatan bersama
ditingkatkan. Gejala leptospirosis mirip
dengan dinas yang menaungi fungsi
dengan gejala demam berdarah dengue
kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten
dan terkadang terjadi kesalahan diagnosa
akan mengirimkan tim respon terpadu
apabila kurang cermat dalam pemeriksaan
penanganan kejadian antraks setelah
gejala klinis yang ditunjang pemeriksaan
adanya laporan oleh masyarakat.
laboratorium atau alat diagnostik cepat. Untuk memperkuat surveilans dan diagnostik leptospirosis Kementerian
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
9
Kesehatan melalui Balai Besar Penelitian
gunung merapi yang memicu turunnya
dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
tikus hutan ke lahan pertanian di Sleman
Penyakit–Salatiga mengirimkan Tim ke
sebagai hama, sedangk an tingginya
daerah berisiko tinggi terutama daerah
insidensi leptospirosis di Semarang lebih
banjir dan erupsi gunung berapi.
ke arah faktor kebersihan lingkungan
Sejak Januari sampai dengan November 2013 sebanyak 420 orang positif leptospirosis, yang menyebabkan 34 orang meninggal dunia, insidensi tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta. Tingginya insidensi di provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur dipengaruhi oleh terjadinya banjir sedangkan tingginya insidensi leptospirosis di DI Yogyakarta adalah erupsi
khususnya di daerah pemukiman padat penduduk. Untuk menekan angka kematian akibat leptospirosis kementerian kesehatan telah menerbitkan surat edaran antisipasi penyakit saat banjir kepada dinas kesehatan di kabupaten/kota untuk melakukan tata laksana leptospirosis dan menyediakan logistik berupa antibiotik dan alat diagnostik cepat setelah terjadi banjir dan erupsi gunung merapi.
Gambar 10 Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Secara Nasional
Gambar 11 Diagram Perkembangan Leptospirosis pada manusia perprovinsi
10
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
F. BRUSELLOSIS
Pes adalah zoonosis yang sempat menjadi
Brusellosis atau zoonosis yang
penyebab wabah antar negara atau
menyebabk an keguguran pada sapi
pandemi di pertengahan abad 17. Pes
sehingga sangat mengganggu program
ditularkan dari hewan kepada manusia
swasembada pangan (daging sapi)
melalui pinjal tikus yang mengandung
khususnya bagi peternak rakyat. Strategi
bakteri yersinia pestis. Sampai dengan saat
pengendalian brusellosis adalah vaksinasi
ini masih terdapat 3 kabupaten endemis
dan pemotongan ternak positif (test and
pes yaitu kabupaten boyolali, sleman
slaughter) dengan pembagian strategi
dan pasuruan, namun sejak 2007 sampai
sebagai berikut :
dengan 2013 tidak ada lagi masyarakat tertular pes, sehingga diperlukan surveilans pada pinjal hewan penular pes (tikus) dan asesmen untuk menyatakan ke tiga kabupaten tersebut udah benar-benar bebas dari pes.
PERKEMBANGAN ZOONISIS PRIORITAS
E. PES (PLAQUE)
¯¯Daerah dengan prevalensi brusellosis lebih dari 2% diberlakukan pengendalian melalui vaksinasi seperti di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku dan seluruh Pulau Sulawesi;
Gambar 12 Peta Status Brusellosis Pada Hewan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
11
¯¯Daerah dengan prevalensi kurang
Brusellosis menular dari sapi kepada
dari 2% atau tidak ada kejadian lebih
manusia melalui kontak dengan cairan
dari 5 tahun dilakukan pengendalian
kelamin dan fetus yang terinfeksi (risiko
dengan uji diagnostik dan pemotongan
bagi petugas kesehatan hewan dan
(test and slaughter) seperti di Provinsi
paramedis) dan melalui konsumsi susu
Sumatera Utara, Pulau Jawa dan pulau
ternak yang terinfeksi. Sampai dengan
Sumbawa;
saat ini belum ada laporan masyarakat yang tertular brusellosis namun kedepan diperlukan penguatan kolaborasi penelitian antara kesehatan dan kesehatan hewan untuk antisipasi brusellosis sebagai zoonosis bagi masyarakat.
Gambar 13 Diagram Perkembangan Zoonosis Pada Masyarakat Antara Tahun 2009 Sampai Dengan Desember 2013
12
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
A. ZOONOSIS SEBAGAI BIOTERORISME Pada 11 februari 2013 Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis menyelenggarakan focus group discussion (FGD) tentang zoonosis sebagai bioterorisme yang dihadiri para pakar dan akademisi lintas disiplin ilmu yang tergabung dalam Panel Ahli Komisi Nasional Pengendlian Zoonosis, para pejabat di lingkungan kementerian pertahanan, kementerian kesehatan, kementerian pertanian, TNI, Polri dan Badan Intelijen Negara. FGD diselenggarakan sebagai respon terhadap isu nasional yang berkembang tentang munculnya Flu Burung clade baru 2.3.2 sebagai bioterror yang bertujuan
2
untuk menyebabkan kerugian ekonomi perdagangan itik di Indonesia. Berdasarkan definisi dari kamus yang menggabungkan kata biologi dan teror maka Bioteroris diartikan sebuah ancaman atau tindakan menggunakan patogen (agen penyakit/material biologi) yang menyebabkan sakit atau kematian pada manusia, hewan dan tumbuhan yang bertujuan untuk menyebabkan kepanikan dan rasa takut pada masyarakat. Dari 175 jenis patogen yang bersifat zoonosis 135 diantaranya merupakan zoonosis yang baru dikenali (emerging zoonosis) sehingga terdapat kerentanan yang cukup besar karena keterbatasan pengetahuan masyarakat dan aparatur pemerintah
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
13
dalam melakukan pencegahan maupun
baik material alami tanpa dilakukan
i d e nt i f i k a s i s e r t a p e n g o b at a n at a u
rekayasa atau dilakukan rekayasa
vaksinasi apabila terjadi wabah.
sehingga memiliki kemampuan untuk
Pengembangan dan penggunaan senjata biologi merupakan hal yang dilarang oleh dunia internasional karena dampak yang
dan mampu menyebabkan kematian dalam jumlah besar (senjata biologi).
sangat merugikan dan tergolong sebagai
Untuk menyatakan suatu kejadian penyakit
senjata pemusnah massal, hal ini karena
sebagai sebuah tindakan bioteror tidaklah
100 Kg spora antraks dapat membunuh
mudah, diperlukan kerjasama lintas sektor
setidaknya 3 juta orang serta mencemari
dalam penangananya, dimulai dengan
lingkungan dan menyebabkan kematian
surveilans terpadu yang dilakukan jauh
ternak dengan jumlah yang besar sehingga
sebelum terjadinya kejadian yang diduga
mempengaruhi ketahanan pangan. Sektor
b i o te ro r, i d e n t i f i k a s i l a b o ra to r i u m ,
pertahanan menggolongkan ancaman
p e n e n t u a n m o t i f, re s p o n k e j a d i a n ,
biologi merupakan satu dari kelompok
dekontaminasi dan pemulihan.
ancaman nuklir, biologi dan kimia (Nubika) dimana indonesia memiliki permasalahan diantaranya meningk atnya ancaman Nubika, kurang efektifnya pelarangan penggunaan material Nubika disamping sulitnya membedakan tujuan penggunaan bahan biologi yang memiliki manfaat ganda yaitu : 1. S e b a g a i m a t e r i a l y a n g d a p a t dimanfaatkan dalam industri pangan, pengolahan limbah, pengembangan vaksin, penyubur lahan per tanian sampai dengan penanganan bencana alam; 2. S e b a g a i m a t e r i a l y a n g d a p a t dimanfaatkan untuk tindakan bioteror,
14
menular antar manusia secara efektif
Dalam menghadapi ancaman zoonosis sebagai bioterorisme maka Badan Intelijen Negara BIN fokus pada unnatural disease outbreak ser ta pengedalian dampak strategisnya, melalui: 1. Memperluas jaringan, k hususnya di kalangan peneliti (scientific engagement); 2. Penyusunan indik asi wabah yang disengaja, saat ini pendekatan yang digunakan adalah analisis intelijen deskriptif dan catch-all (bila tidak bisa dijelaskan secara alami, merupakan indikasi bioteror); 3. Meningkatkan kemampuan intelijen di daerah (Binda).
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
biologi secara umum dipengaruhi oleh :
Dalam rangka penguatan kapasitas sumber
Emerging Infectious Dieases (EID’s) yang
daya manusia, pemerintah republik
lebih dari 60% bersifat zoonosis berpotensi
indonesia mengirimkan 3 orang delegasi
menjadi penyebab wabah di banyak
(1 orang dari Kementerian Koordinator
negara (pandemi) dapat menjadi ancaman
Bidang Kesejahteraan Rakyat dan 2 orang
serius bagi asia pasifik yang saat ini telah
dari Badan Nasional Penanggulangan
diidentifik asi oleh para pak ar dunia
Bencana) sebagai peserta Workshop
merupakan area berpotensi tinggi muncul
Bio-Preparedness di Asia Pasifik yang
EID’s. Apabila kapasitas dalam merespon
diselenggarakan oleh Pusat Studi
ancaman biologi tersebut lemah dan
Keamanan Asia Pasifik D epar temen
pemerintah tidak memiliki informasi cukup
Pertahanan Amerika Serikat di Honolulu-
untuk melakukan komunikasi dengan
Hawaii pada 23-27 September 2013.
masyarakat maka akan menimbulkan
Negara-negara yang mengirimkan delesasi
dampak yang luas.
diantaranya Indonesia, Laos, Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, Kamboja, Republik Rakyat Tiongkok (Hongkong) dan Jepang. Peserta juga berasal dari sektor pertahanan dan kesehatan amerika serikat seperti : United States Pacific Command (USPACOM), Defense Threat Reduction Agency (DTRA), Federal Bureau Investigation (FBI) dan United States Communicable Diseases Control (US-CDC).
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
B. WORKSHOP BIOPREPAREDNESS IN ASIA PACIFIC
wabah/pandemi, globalisasi, perubahan iklim, ketahanan pangan, demografi, teknologi, ketahanan air dan bioterroris.
Selain membahas mengenai faktor yang mempengaruhi terjadinya wabah/ pandemi, workshop juga membahas kompleksitas dalam koordinasi dalam penanganan ancaman biologi yang meliputi pengumpulan dan pertukaran informasi dalam deteksi penyakit dan surveilans, identifikasi dan pengamanan patogen, pengujian laboratorium dan epidemiologi. Kompleksitas dalam
Workshop membahas tentang faktor-faktor
koordinasi terjadi karena banyak lembaga
yang berpengaruh terhadap munculnya
pemerintah yang perlu dilibatkan termasuk
ancaman biologi secara dinamis dan
melibatkan organisasi masyarakat dan
pembelajaran penanganan wabah SARS
swasta. Informasi yang ada di berbagai
serta dampak yang pernah terjadi di
lembaga tersebut perlu dikoordinasikan
dunia. Gambaran terhadap ancaman
dalam suatu forum yang akan menghasilkan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
15
sebuah informasi komprehensif bagi
Rekomendasi workshop untuk
pengambil keputusan. Dalam workshop
penanggulangan wabah/pandemi di asia
juga disampaikan informasi oleh delegasi
pasifik adalah :
Indonesia tentang forum koordinasi ancaman biologi secara lintas sektor dilakukan dalam wadah koordinasi komisi nasional pengendalian zoonosis yang juga menjadi model koordinasi lintas sektor dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Dalam menghadapi wabah/pandemi pemerintah membutuhkan bantuan dari masyarakat atau relawan yang terlatih dan terorganisir. Pelibatan masyarakat dalam penanggulangan wabah/pandemi dilakukan melalui penguatan peran pada masing-masing tahapan penanggulangan wabah/ pandemi, yaitu : 1. P r e v e n t i f m e l a l u i a k r e d i t a s i laboratorium swasta khususnya aspek keamanan (laboratory biosafety level) dan kapasitas pengujian; 2. Deteksi melalui sistim pelaporan dan surveilans serta memperkuat kapasitas
tingkat nasional; 2. Membentuk forum koordinasi regional asia pasifik; 3. Menyusun peta kapasitas sumberdaya respon wabah/pandemi; 4. Meningkatkan kewaspadaan publik tentang ancaman biologi yang dapat menimbulkan wabah/pandemi berdampak luas; 5. Melakukan simulasi dalam ruangan dan lapangan secara berkala; 6. Menyusun rencana keberlangsungan usaha bagi sektor yang menangani pelayanan energi, komunikasi dan transportasi
C. ANCAMAN ZOONOSIS BAGI DUNIA USAHA DAN PELAKU PARIWISATA
diagnostik para dokter di klinik swasta
Indonesia merupakan negara kepulauan
atau praktik mandiri;
tropis yang memiliki kekayaan
3. Respon/Tanggap Cepat melalui
keanekaragaman hayati terbesar di asia.
pelibatan dalam penanggulangan dan
Kekayaan alam indonesia mampu menarik
manajeman kejadian ancaman biologi;
perhatian wisatawan mancanegara untuk
4. Pe m u l i h a n m e l a l u i s e c e p a t n y a
ber k unjung sehingga menggerak an
melakukan pengaktifan kembali kegiatan barang dan jasa.
16
1. Memperkuat koordinasi lintas sektor di
ekonomi secara nasional. Sektor pariwisata menempati urutan ke 5 (lima) penyumbang
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
Dampak zoonosis bagi sektor pariwisata
2012 dengan nilai 9,12 juta USD setelah
telah terjadi beberapa kali, seperti saat
minyak dan gas bumi, batu bara, minyak
terjadi KLB Flu Burug H5N1 yang dimulai
kelapa sawit dan karet olahan. Pada tahun
pada tahun 2005 sampai dengan saat
2012 sektor pariwisata berkontribusi
ini. Dampak zoonosis yang paling nyata
terhadap 3,9% PDB nasional atau setara
terhadap sektor pariwisata saat terjadiya
dengan 321,7 triliyun rupiah yang
wabah rabies di provinsi Bali yang dimulai
menghasilkan pajak sebesar 11,57 triliyun
pada akhir tahun 2009 dan mencapai
rupiah. Sektor pariwisata menyediakan
puncak wabah pada tahun 2010 yang
lapangan kerja bagi 9,28 juta orang dengan
menyebabkan 1.260 orang tergigit hewan
gaji/upah sebesar 104,5 triliyun rupiah
penular rabies (HPR) yang menyebabkan
pertahun.
2 orang meninggal setiap minggunya
Sektor pariwisata sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi nasional dan global serta 14 (empat belas) indikator daya saing pariwisata indonesia yang salah satunya adalah kesehatan. Kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif telah menyusun masterplan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di 16 (enam belas) daerah destinasi pariwisata pada 12 (dua belas) provinsi diantaranya sumatera utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat. Ke-12 provinsi KSPN tersebut merupakan daerah endemis zoonosis sehingga apabila tidak dilakukan pengendalian zoonosis pada hewan penular dengan benar maka apabila terjadi wabah akan berdampak serius, terutama terhadap sektor pariwisata.
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
devisa negara sejak 2010 sampai dengan
sehingga secara kumulatif pada tahun 2010 di bali terdapat 82 orang meninggal dunia akibat rabies. Berdasarkan data pusat data dan informasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf ) dan Badan Pusat Statistika (BPS) munculnya wabah zoonosis di daerah destinasi pariwisata secara nyata memperlambat laju pertumbuhan wisatawan (dari potensi per tumbuhan 13% pada tahun 2008 menjadi 6,7% di tahun 2012) dan devisa negara (dari potensi pertumbuhan devisa 34,7% di tahun 2008 menjadi 6,6% di tahun 2012) antara tahun 2009 sampai dengan 2012. Hal ini tentu menjadi salah satu faktor yang memperlambat pencapaian kesejahteraan rakyat, dimana berdasarkan pola konsumsi para wisatawan yang membelanjakan 9-10% uangnya untuk souvenir yang menggerakkan ekonomi rakyat.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
17
D. ANTISIPASI MASUKNYA H7N9 SEBAGAI NEW EMERGING ZOONOSIS Flu Burung H7N9 pertama kali diidentifikasi menular dari unggas ke manusia pada 19 februari 2013 di China. Merupakan reassortment 3 virus : H9N2, kelompok H7 dan kelompok N9, menghasilkan novel virus yang bersifat zoonosis (emerging zoonosis) dengan karakter low patogenic pada unggas namun mematikan pada manusia. Gejala klinis pada manusia yang terinfeksi H7N9 mengalami pnemonia berat dengan demam, batuk dan sesak nafas. Kejadian per tama virus H7N9 pada manusia diidentifikasi di 4 (empat) provinsi yaitu : Anhui, Jiangsu, Shanghai dan Zhejiang, pada september 2013 H7N9 sudah menyebar di 11 (sebelas) provinsi yaitu : Hunan, Taipei, Beijing, Anhui, Jiangxi, Shandong, Zhejiang, Shanghai, Fujian, Henan dan Jiangsu dan pada Desember 2013 H7N9 menginfeksi warga Hongkong yang berkunjung ke pasar tradisional di Shenzen. Berdasarkan data WHO sampai dengan 5 Desember 2013 H7N9 sudah menular dari hewan ke 141 orang yang menyebabkan 47 korban jiwa. Dampak H 7 N 9 d i C h i n a te l a h m e nye b a b k a n ketakutan dan kerugian industri perunggasan sebesar 1,6 milyar USD
18
disamping terbitnya travel health notice dari beberapa negara yang berpotensi pada kerugian sektor transportasi dan pariwisata China. Pada awan kemunculan H7N9 di China, komisi nasional pengendalian zoonosis telah berkoordinasi secara intensif untuk melakukan langkah-langkah antisipasi secara lintas sektor. Hasil koordinasi tim pelaksana dan panel ahli komisi nasional pengendalian zoonosis disampaik an kepada menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat selaku ketua komisi nasional pengendalian zoonosis yang kemudian melalui surat B.58/ MENKO/ KESRA/ IV/ 2013 tentang peningkatan kewaspadaan dan tanggap Flu Burung H7N9 kepada menteri luar negeri, menteri dalam negeri, menteri kesehatan, menteri pertanian, menteri perdagangan, menteri komunikasi dan informasi dan menteri perhubungan untuk melaksanakan langkah-langkah antisipasi, yaitu : 1. Peningkatan kewaspadaan terhadap kemungk inan masuk nya virus Flu Burung H7N9 ke Indonesia melalui unggas dan produk-produknya, pelarangan impor produk unggas dalam bentuk unggas hidup dan merestriksi produk impor lainnya dalam bentuk daging dan bulu unggas (untuk bahan shuttle-cock);
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
7. Memperkuat hubungan internasional
yang dilaksanakan oleh Balai Besar
melalui penyelenggaraan International
Penelitian Veteriner Kementerian
Expert Panel Meeting di Jakarta dengan
Pertanian dan Surveilans Influenza Like
mengundang para perwakilan Duta
Illness (ILI) dan Severe Acute Respiatory
Besar, Mitra Kerja Internasional dan
Infection (SARI) pada manusia di setiap
Bank Pembangunan (World Bank dan
Kantor Kesehatan Pelabuhan (Bandara
Asian Development Bank).
dan Pelabuhan Laut), Puskesmas dan Rumah Sakit;
Kementerian Pertanian terus melakukan surveilans terhadap H7N9 di indonesia
3. P e n i n g k a t a n b i o s e c u r i t y p a d a
menggunakan teknologi biologi molekul
peternakan unggas pekarangan
(polymeraze chain reaction), sampai dengan
dan pasar unggas tradisional serta
30 november 2013 H7N9 tidak ditemukan
penguatan pola hidup bersih dan sehat;
pada unggas di Indonesia. Berdasarkan
4. Penguatan public awareness melalui
laporan Kementerian Kesehatan sampai
media sosial kepada masyarakat agar
dengan desember 2013 belum ada
tidak panik menghadapi ancaman
masyarakat di Indonesia yang tertular
virus flu burung H7N9, mengingat
H7N9. Sampai dengan akhir 2013 belum
Pemerintah telah memiliki sistem
ditemukan vaksin H7N9. Hasil penelitian
deteksi dan peringatan dini terhadap
para pakar H7N9 sensitif terhadap obat
virus H5N1 yang mempunyai
anti viral (neuraminidasi inhibitor) seperti
patogenitas yang lebih tinggi;
oseltamivir dan zanamivir. H7N9 menular
5. Memperketat perdagangan unggas
dari unggas ke manusia dan belum terbukti
dan produknya yang berasal langsung
virus baru (novel virus) ini mampu menular
dari China maupun perdagangan
dari manusia ke manusia. Kementerian
unggas tidak langsung dari Malaysia
p e r t a n i a n m e l a l u i B a d a n K a ra nt i n a
dan Singapura;
Pertanian telah melarang pemasukan
6. Mengintensifik asik an komunik asi publik melalui program penayangan pencegahan flu burung dan zoonosis lainnya;
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
2. Peningkatan surveilans pada unggas
seluruh media pembawa FB/AI H7N9 dari China dan Taiwan berupa unggas dan produk-produknya yang sampai dengan akhir 2013 kebijakan tersebut masih berlaku.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
19
E. ANTISIPASI MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME CORONAVIRUS (MERSCOV) Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV ) adalah suatu strain baru dar i virus corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya. Virus corona merupakan keluarga besar dari virus yang dapat menimbulkan kesakitan maupun kematian pada manusia dan hewan. Virus corona dapat menimbulk an kesak itan pada manusia dengan gejala ringan sampai
ini adalah 43,5%. pada pertemuan IHR Emergency Committee concerning MERS CoV WHO pada 17 Juli 2013 yang dihadiri Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sebagai national focal point sekaligus wakil sekretaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis menghasilkan kesimpulan bahwa “MERS CoV merupakan situasi serius dan perlu perhatian besar namun belum terjadi kejadian darurat kesehatan masyarakat (PHEIC/Public health emergency of international concern)”.
yang berat atau Acute Respiratory Distress
Semua kasus Mers-CoV diketahui pernah
Syndrome (ARDS) dengan kegagalan multi-
berkunjung secara langsung maupun tidak
organ yaitu gagal ginjal, Disseminated
langsung dengan negara-negara di timur
Intravascular Coagulopathy (DIC) dan
tengah. Sampai dengan saat ini, MERS-Cov
perikarditis. Beberapa kasus juga memiliki
belum ditemukan vaksinnya dan belum
gejala gangguan gastrointestinal seperti
ada pengobatan yang spesifik. Pencegahan
diare. Virus MERS-CoV merupakan virus
dilakukan melalui :
corona jenis baru atau novel coronavirus
1. menghindari kontak erat dengan
yang pertama kali diidentifikasi pada
orang yang sakit saluran pernapasan,
April 2013. Virus ini dapat menular antar
menjaga kebersihan tangan dengan
manusia akan tetapi mekanisme penularan
sering mencuci tangan dengan sabun
belum diketahui dan tidak terdapat
dan menerapkan etika batuk ketika
transmisi penularan antar manusia yang
sakit (menutup dengan kain);
berkelanjutan. Sampai dengan 2 Desember 2013 MERS-CoV telah menyebar di 12 negara di Timur Tengah dan Eropa. Jumlah positif MERS-CoV di dunia sudah mencapai 163 orang dan menyebabkan 71 korban
20
jiwa atau dapat dikatakan fatalitas penyakit
2. Bila bepergian ke negara timur tengah dan mengalami gejala infeksi saluran pernapasan akut segera melapor ke petugas kesehatan; 3. Petugas kesehatan merupakan orang
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
perlu penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi disarana pelayanan kesehatan Untuk mengantisipasi penyebaran MERS-CoV masuk ke Indonesia, telah
2. Penguatan Surveilans epidemiologi termasuk surveilans pneumonia; 3. Pemberitahuan ke dinas kesehatan propinsi tentang kesiapsiagaan menghadapi MERS-CoV; 4. Pemberitahuan ke rumah sakit tentang
dilakukan berbagai upaya dengan strategi
kesiapsiagaan dan
pengendalian yaitu : (1) Penguatan
MERS-CoV (point 3 dan 4 disampaikan
Koordinasi lintas program dan lintas Sektor;
berkala sesuai perkembangan iptek
(2)Advokasi dan Sosialisasi; (3)Surveilans
melaporkan bila ada kasus);
tatalaksana
di pintu masuk ke Indonesia; (4)Surveilans
5. Meningkatkan kesiapan laboratorium
di Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rumah
termasuk penyediaan reagen dan alat
Sakit; (5)Penguatan jejaring laboratorium;
diagnostik;
(6)Komunikasi Risiko /KIE; (7)Penguatan kapasitas;(8)Tata laksana kasus dan (9) Pengendalian Infeksi. Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis telah melakukan rapat koordinasi lintas s e k to r ya n g m e l i b at k a n K e m e n k e s, K e m e n d a g r i , K e m e n h u b, K e m e n a g, Kemlu dan BNP2TKI dengan tujuan m e n g i n t e g r a s i k a n u p ay a a n t i s i p a s i masuknya MERS-CoV ke Indonesia dan
6. Diseminasi informasi ke masyarakat terutama calon jemaah haji dan umrah serta petugas haji Indonesia; 7. Meningkatkan hubungan Internasional.
F. PERINGATAN DINI DAN RESPON CEPAT (EARLY WARNING AND RESPONSE)
perlindungan jamaah haji serta tenaga
Saat ini tuntutan akan informasi yang cepat
kerja indonesia di Timur Tengah. Upaya
dan akurat sangat besar sebagai kebutuhan
lintas sektor yang dilakukan adalah :
dalam pembangunan di segala bidang
1. Peningkatan kegiatan pemantauan d i p o i n t o f e n t r y, p i n t u m a s u k negara (penyebaran health alert card, Pemasangan leaflet dan banner di pintu masuk indonesia);
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
yang berisiko tertular sehingga
termasuk kesehatan yang utamanya untuk melakukan respon cepat dalam penanganan epidemi penyakit menular guna mengurangi dampak yang akan terjadi. Surveilans Epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan perkembangan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
21
penyakit secara terus menerus untuk
hanya berasal dari pustu dan puskesmas.
memberikan dukungan data dan informasi
Pengiriman laporan dari puskesmas dan
epidemiologi agar pengelolaan program
pustu menggunakan SMS. Sedangkan di
kesehatan dapat berdaya guna secara
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota data
optimal. Informasi epidemiologi yang
dientri dan dianalisis menggunak an
berkualitas, cepat dan akurat merupakan
perangkat lunak SKDR. Frekuensi pelaporan
evidence atau bukti untuk digunakan dalam
sistem ini adalah mingguan. Sejak tahun
proses pengambilan kebijakan yang tepat
2009, SKDR mulai dijalankan di Lampung
dalam respon kejadian wabah.
dan Bali. Sampai dengan tahun 2013 sudah
Dalam upaya pengembangan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan guna menduk ung penyelenggaraan sistem kesehatan nasional yang telah ditetapkan maka perlu pengembangan sistem informasi kesehatan dan secara khusus diperlukan peningkatan surveilans epidemiologi sebagai salah satu kegiatan pokok pada upaya program pencegahan dan pengendalian penyakit. Untuk mendukung
berjalan di 24 propinsi yaitu Lampung, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat , Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Banten, Yogyakarta, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Aceh, Maluku dan Maluku Utara . Awal tahun 2014 sistem SKDR akan mulai direplikasikan di 7 Propinsi
peningkatan surveilans epidemiologi
Manfaat dari SKDR/EWARS selain dapat
penyakit dan upaya kewaspadaan dini
mendeteksi adanya alert/sinyal adanya
terhadap kejadian luar biasa diperlukan
ancaman KLB juga dapat mengetahui
suatu Sistem Kewaspadaan Dini KLB dan
besaran masalah penyakit potensial KLB
Respon dimana Alert yang tertangkap
antar kecamatan, kabupaten maupun
akan direspon sehingga diharapkan KLB
propinsi, dapat mengetahui tren mingguan,
tidak terjadi .
membantu program dalam mengevaluasi
Sistim Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) atau Early Warning and Response
keberhasilan pelaksanaan programnya, membantu program dalam perencanaan.
System (EWARS) merupakan salah satu sistem surveilans yang digunakan dalam rangka mendeteksi adanya ancaman KLB. Sementara ini sumber pelapor yang terlibat
22
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
clade baru 2.3.2, FB H7N9 di Cina dan MERS-CoV di timur tengah.
perlu peran aktif masyarak at dalam
2. SOSIALISASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DAN LEMBAGA
pelaporan dan pencegahannya sehingga
Kementerian pariwista dan ekonomi
kapasitas pengetahuan masyarakat perlu
kreatif memandang zoonosis sebagai
ditingkatkan melalui komunikasi dan
salah satu program lintas sektor strategis
sosialisasi melalui media cetak, pertemuan,
yang mendukung pertumbuhan sektor
elektronik, website dan sosial media.
pariwisata sekaligus melindungi terhadap
Upaya komunikasi dan sosialisasi tentang
dampak luas termasuk industri pariwisata
zoonosis telah dilakukan melalui :
nasional. Kementerian pariwisata telah
Keberhasilan pengendalian zoonosis
1. KOMUNIKASI MEDIA
melaksanakan sosialisasi pengendalian zoonosis di lingkungan pariwisata
Kementerian komunikasi dan informatika
dengan melibatkan para pelaku industri
telah melakukan fasilitasi komunikasi
pariwisata di wilayah tujuan destinasi
pengendalian zoonosis melalui dialog
pariwisata seperti : Nusa Tenggara Barat,
interaktif di televisi dan radio yang
Nusa Tenggara Timur, Daerah Istimewa
melibatkan para pakar dan para pemangku
Yogyakarta dan Jawa Barat. Para pelaku
kepentingan dalam pengendalian
pariwisata yang mengikuti sosialisasi
zoonosis. Komunik asi melalui radio
pengendalian zoonosis di 4 provinsi
dilakukan melalui diskusi interaktif dengan
berjumlah 260 orang.
menghadirkan narasumber berkompeten dari kementerian/lembaga dan para pakar untuk berdialog dengan pendengar radio RRI di seluruh wilayah indonesia. Komunikasi melalui media televisi baik saluran televisi republik indonesia maupun saluran televisi swasta dilakukan sebagai respon terhadap munculnya wacana strategis tentang zoonosis baik yang terjadi di indonesia maupun internasional seperti dialog interaktir tentang munculnya FB
ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
G. KOMUNIKASI DAN INFORMASI ZOONOSIS
Kementerian dalam negeri memberikan dana dekonsentrasi untuk melakukan fasilitasi sekaligus sosialisasi bagi aparatur pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota melalui pertemuan koordinasi lintas sektor di 16 provinsi yaitu : DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Lampung, NT T, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Papua, NTB, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
23
pertemuan diikuti oleh 1.010 orang aparatur
pengurusan kepangkatan dan pensiun
pemerintah daerah dari 256 kabupaten
untuk pegawai golongan IV.c ke atas,
dan kota. Instansi yang dilibatkan dalam
penyelenggaraan sidang kabinet dan
pertemuan berasal dari unsur satuan kerja
pertemuan yang dihadiri oleh presiden
perangkat daerah yang menangani fungsi
dan wapres.
kesehatan, kesehatan hewan, kehutanan, pertanian, bappeda, lingkungan hidup, BPBD, perhubungan serta TNI dan Polri.
24
Dalam hal pengendalian zoonosis maka Sekretaris Kabinet adalah anggota komisi nasional pengendalian zoonosis, untuk itu
Untuk membantu presiden menjalankan
diperlukan penguatan kapasitas sumber
kekuasaannya dalam kepemerintahan dan
daya manusia di lingkungan sekretariat
perundangan maka dibentuklah organisasi
kabinet guna memberikan dukungan
setingkat kementerian yaitu Sekretariat
dalam implementasi peraturan presiden
Kabinet (Setkab) yang berbeda dengan
No. 30 tahun 2011 melalui Pertemuan
kementerian atau lembaga pemerintah
sosialisasi pengendalian zoonosis di
non kementerian lain, yang dirancang
lingkungan sekretariat kabinet dengan
untuk melaksanakan suatu fungsi teknis
melibatkan kementerian koordinator
pemerintahan, sedangkan Setkab
bidang kesejahteraan rakyat dan
dirancang khusus hanya untuk memberikan
pemerintah daerah provinsi jawa tengah
dukungan kebijakan dan administrasi
sebagai narasumber. Pertemuan sosialisasi
kepada Presiden. Dukungan Setkab kepada
pengendalian zoonosis diikuti oleh semua
Presiden dalam penerapan manajemen
seluruh pejabat dan staf di kedeputian
kebijakan pemerintah kepada jajaran
bidang kesejahteraan rakyat sekretariat
eksekutif dilakukan melalui penyampaian
k abinet. Pemilihan Provinsi Jawa
hasil analisis perumusan rencana kebijakan
Tengah sebagai lokasi penyelenggaraan
maupun pemantauan, evaluasi, dan
k arena jawa tengah adalah provinsi
analisis atas pelaksanaan kebijakan dan
yang memiliki tantangan besar dalam
program pemerintah yang berkualitas.
pengendalian zoonosis berdasark an
Pemberian saran kebijakan difokuskan
status endemisitasnya dan insidensi pada
pada beberapa bidang yaitu bidang politik,
masyarakat sehingga dinilai cocok sebagai
hukum dan keamanan, perekonomian,
pembelajaran dalam rangka peningkatan
dan kesejahteraan rakyat. Sedangkan
pengetahuan kapasitas SDM di lingkungan
dukungan administrasi dilakukan melalui
sekretariat kabinet tentang Zoonosis.
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
Dalam rangka meningkatkan akses informasi publik terhadap pengendalian zoonosis mak a komisi nasional pengendalian zoonosis meluncurkan website terpadu yang memberikan informasi tentang zoonosis di indonesia dan dunia. Website komisi nasional pengendalian zoonosis memuat informasi tentang perkembangan zoonosis, organisasi komisi pengendalian zoonosis, hasil-hasil penelitian terkini, peraturan perundangan zoonosis dan informasi peringatan dini zoonosis yang telah disajik an dalam bentuk grafik dan peta lokasi, selain itu website juga
terkoneksi kepada seluruh kementerian ANCAMAN, ANTISIPASI DAN TANGGAP CEPAT ZOONOSIS
3. WEBSITE TERPADU PENGENDALIAN ZOONOSIS
dan lembaga anggota komisi pengendalian zoonosis dan lembaga lainnya yang terkait. Untuk memudahkan pemantauan perkembangan zoonosis di dunia maka website juga teroneksi melalui sistem RSS dengan organisasi internasional seperti WHO, OIE dan FAO. Pengguna website dapat mengkases website yang melalui komputer maupun tablet atau smartphone karena website telah mengaplikasikan sistem yang mensinkronisasi tampilan sesuai gadget pengakses. Website komisi nasional pengendalian zoonosis dapat di akses melalui www.komnaszoonosis. go.id
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
25
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL
A. PENGUATAN KAPASITAS SUMBER DAYA TENAGA KESEHATAN
kesehatan hewan sebagai pengendali
Dalam rangka meningkatkan kapasitas
penguatan kapasitas sumber daya manusia
petugas kesehatan dalam mendeteksi
adalah sebagai berikut :
secara dini,menatalaksana kasus dan
1. Pelatihan tata laksana flu burung
melakukan rujukan sesuai standar, pada tahun 2013 telah dilakukan pelatihan tatalaksana pengendalian Flu Burung, Rabies dan Leptospirosis kepada petugas dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota di fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan maupun swasta. Pelaksanaan pelatihan dilaksanakan dengan pendekatan one health sehingga peserta dilatih bekerjasama dengan petugas
26
3
zoonosis pada sumber penularan terutama dalam penyelidikan epidemiologi. Hasil pelaksanaan pelatihan dalam rangka
dilaksanakan di 2 provinsi endemis yaitu provinsi banten dan provinsi lampung. Peserta pelatihan diharapkan mampu melakukan tatalaksana kasus FB sesuai prosedur. Pelatihan dilaksanakan kepada petugas dinas kesehatan dan tenaga kesehatan yang dilaksanakan sebanyak 7 angkatan dengan jumlah peserta sebanyak 245 petugas kesehatan;
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
dilaksanakan di 4 provinsi endemis yaitu provinsi Sulawesi Utara, Maluku, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Setelah mengikuti pelatihan, diharapkan
B. PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN SUMBER DAYA KESEHATAN HEWAN
peser ta mampu untuk mengenali
Tenaga kesehatan hewan merupakan
gejala rabies dan mendiagnosis serta
masalah utama yang terjadi saat ini dan
menatalaksana kasus GHPR secara
perlu segera diselesaikan secara tepat
dini dan sesuai standar, mampu
dan tuntas agar pengendalian zoonosis
melakukan penyelidikan epidemiogis
pada sumbernya sebagaimana strategi
secara terpadu (petugas kesehatan di
pengendalian zoonosis yang diatur dalam
Puskesmas/RS/Klinik Swasta dengan
peraturan presiden nomor 30 tahun 2011
petugas Dinas Peternakan/Puskeswan).
tentang pengendalian zoonosis. Saat ini
Pelatihan dilaksanakan 8 angkatan
jumlah tenaga kesehatan hewan secara
dengan jumlah petugas kesehatan
nasional sangat jauh dari jumlah ideal yang
yang dilatih tata laksana penanganan
diperlukan. Hal ini terjadi karena :
rabies sebanyak 280 orang; 3. Pelatihan tata laksana leptospirosis dalam rangka meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dalam mendeteksi secara dini kasus leptospirosis, melakukan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan rapid Diagnosis Test dan menatalaksana sesuai standar, telah dilakukan penyegaran kembali (refreshing) tentang leptospirosis dan tata laksananya kepada Dinas Kesehatan Provinsi/K ab/Kota dan petugas kesehatan di fasilitas p e l a y a n a n k e s e h a t a n . Pe l a t i h a n dilakukan 4 angkatan dengan jumlah peserta pelatihan sebanyak 140 orang.
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL
2. P e l a t i h a n t a t a l a k s a n a r a b i e s
1. formasi dokter hewan dan paramedis belum dialokasikan secara menyeluruh di pemerintah daerah k hususnya kabupaten dan kota dalam penerimaan pegawai negeri; 2. belum optimalnya penempatan dokter hewan sesuai dengan tupoksinya dalam: 1) perlindungan masyarakat dari ancaman zoonosis, 2) keamanan pangan asal hewan untuk konsumsi masyarakat dan 3) ketahanan bahan pangan asal hewan melalui teknologi reproduksi veteriner untuk mencapai ketersediaan pangan atau daging secara mandiri (swasembada);
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
27
3. belum optimalnya pelaksanaan otoritas
hewan dan 3 (tiga) paramedis veteriner di
veteriner (pejabat yang memilik i
pusat kesehatan hewan yang ada disetiap
fungsi pengambilan keputusan teknis
kecamatan. Perbandingan kondisi sistim
veteriner) di tingk at k abupaten/
kesehatan hewan yang terdiri dari sumber
kota, profinsi sampai dengan pusat
daya kesehatan hewan, unit kelembagaan
karena belum lengkapnya peraturan
pelayanan kesehatan hewan dan
perundangan dan kebijakan yang
prasarana dan sarana penunjang dalam
mengatur pelaksanaannya.
rangka pengendalian zoonosis melalui
Dalam pengendalian zoonosis dan pelaksanaan fungsi perlindungan masyarakat dari bahaya zoonosis maka diperlukan setidaknya 1 orang dokter
kegiatan surveilans, pengamanan hewan, pencegahan dan pengobatan penyakit hewan dan pembinaan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Kapasitas Sumber Daya Kesehatan Hewan
NO
SUMBER DAYA
1
SDM di Puskeswan *)
-
-
2
Kelembagaan
-
Puskeswan
-
KEBUTUHAN (JUMLAH)
KONDISI SAAT INI JUMLAH
%
KEKURANGAN (JUMLAH)
Dokter Hewan
1.800
org
661
org
37%
1.139 org
Paramedik Veteriner
3.300
org
1719
org
52%
1.581 org
2.500
unit
962
unit
38%
1.538 unit
Balai Veteriner (BBVet/BVet) **)
9
unit
8
unit
89%
1 unit
-
Pusvetma
1
unit
1
unit
100%
-
-
BBPMSOH
1
unit
1
unit
100%
-
3
Sarana & Prasarana
-
Peralatan Puskeswan
1.635
set
962
set
59%
673 set
-
Peralatan laboratorium
pm
Pm
pm
-
Kendaraan roda 4
100
unit
10
unit
10%
90 unit
-
Kendaraan roda 2
960
unit
452
unit
47%
508 unit
Keterangan : *) Sumber daya manusia khususnya tenaga kesehatan hewan di Puskeswan diluar tenaga administrasi. **) Wilayah kerja Balai Veteriner meliputi beberapa provinsi. Saat ini Balai Besar Veteriner/BBVet Maros meliputi wilayah kerja Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Untuk itu perlu ditambah 1 unit lagi di Papua untuk melayani Papua dan Papua Barat.
28
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
Dilaksankan pada bulan november 2013; 2. Penguatan Koordinasi Lintas Sektor d i l a k s a n a k a n m e l a l u i K o o rd i n a s i lintas sektor dengan sasaran sejumlah
Para pakar dunia telah memprediksi bahwa
r u m u s a n k e b i j a k a n Pe n c e g a h a n
ancaman zoonosis baru bagi masyarakat
Zoonosis di Lingkungan Konservasi,
di masa mendatang melibatkan satwa
dilakukan oleh Lembaga Konservasi
liar dalam penularannya. Berdasarkan
bersamaan dengan kegiatan
hasil identifikasi 175 jenis zoonosis di
penyuluhan dan pemberian bantuan
dunia ternyata 70% diantaranya berasal
kepada masyarakat sekitar Lembaga
dari satwa liar. Kementerian ehutanan
Konservasi, Koordinasi dengan UPT,
sebagai instansi yang berwenang dalam
PRS/ PPS, terkait zoonosis satwa liar;
pengelolaan satwa liar di indonesia
3. Percepatan Pengendalian Zoonosis
melakukan penguatan agar risiko
dilaksankaan melalui kolaborasi dan
penularan zoonosis dari satwa liar dapat di
pembentuk an jejaring pemangku
tekan. Penguatan pengendalian zoonosis
kepentingan/stakeholder seperti :
pada satwa liar dilakukan berdasarkan 8
penelitian ulang virus ebola pada
(delapan) strategi pengendalian zoonosis
orangutan, bekerjasama dengan IPB
yang 6 (enam) diantaranya terkait dengan
dan Eijkman. Kerjasama dengan mitra
fungsi Kementerian Kehutanan. Ke 6
seperti Vesswick, YABI, WCS-IP, serta
(enam) strategi pengendalian yang terkait
pusat penyelamatan/ rehabilitasi satwa
dengan tugas dan fungsi kementerian
terkait pengendalian zoonosis;
kehutanan telah dijabark an melalui kegiatan diantaranya :
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL
C. PENGUATAN PENGENDALIAN ZOONOSIS PADA SATWA LIAR
4. Perlindungan Masyarakat dilaksanakan melalui pembentukan satuan tugas
1. Perencanaan program dilaksanakan
pengendalian zoonosis bersumber
melalui sosialisasi program pencegahan,
s a t w a l i a r, J u m l a h s a t u a n t u g a s
pengendalian dan penanggulangan
pengendalian zoonosis bersumber
Zoonosis di lingkungan lembaga
satwa liar di Ditjen PHKA Kemenhut,
konservasi dan masyarakat sekitar
Pembentukan Forum Kesehatan Satwa
kawasan konservasi, Sosialisasi kepada
Liar Indonesia;
seluruh UPT Ditjen PHKA Kemenhut.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
29
5. Penguatan Kapasitas Sumberdaya terutama dalam peningkatan kapasitas dokter hewan di lingkungan kementerian kehutanan melalui : 1) sertifikasi dan peningkatan jumlah dokter hewan satwa liar, 2) Pembentukkan dokter hewan siaga penanganan konflik satwa (kesehatan d a n k e s e j a h te r a a n h e w a n ) y a n g dilakukan di beberapa lokasi di UPT khususnya di Sumatera dan Kalimantan, 3) Pengembangan klinik satwa liar dan sistem pelaporan zoonosis bersumber satwa liar, 4) Jumlah klinik satwa liar yang terkoneksi dengan kelembagaan kemenhut, dan 5) pembangunan dua Rumah Sakit Gajah di Taman Nasional Way kambas dan Taman Nasional Tesso Nilo; 6. P e n g u a t a n
D. PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DAERAH DAN FASILITASI PEMBENTUKAN KOMISI PROVINSI, KABUPATEN DAN KOTA Berdasarkan kajian dalam perspektif kepemimpinan kesehatan masyarakat ada dua pendekatan atau analisis yang masih terjadi yaitu ”pendekatan treatment” dan ”pendekatan aktor”. Dalam pendekatan treatment adalah bahwa petugas kesehatan berlomba untuk mengatasi masalah saat keadaan telah terjadi. Sedangkan pendekatan aktor adalah seorang leader harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi sejumlah determinan
Penelitian
dan
yang mempengaruhi status kesehatan
Pengembangan Zoonosis dilakukan
masyarakat. Oleh karena itu, a leader comes
melalui : 1) pengembangan sistem
to be a problem solver”. Seorang leader
informasi zoonosis satwa liar, dan 2)
harus mampu menjadi seorang pemecah
pembentukan jejaring laboratorium
masalah, a leader has ability to anticipate the
dan sistem informasi zoonosis terpadu
problem, seorang leader harus mempunyai
antara kesehatan dan kesehatan
kemampuan untuk mengantisipasi dan
hewan baik di dalam dan di luar
mendeteksi kemungk inan terjadinya
negeri, termasuk pada satwa liar dan
masalah kesehatan.
ikan. Saat ini telah terbentuk jejaring laboratorium dalam monitoring zoonosis di Indonesia secara informal pada Lab PSSP-IPB dan Eijkman.
U n d a n g - U n d a n g N o m o r 3 2 Ta h u n 2004 tentang Pemerintahan Daerah mensyaratkan pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan titik berat
30
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
usaha untuk mengorganisir, menetapkan
kata desentralisasi berasal dari bahasa latin,
kebijaksanaan, mengambil keputusan dan
yaitu De yang berarti lepas, dan Centrum
memiliki kemampuan mengatasi berbagai
yang berarti pusat. Dengan demikian
masalah yang muncul dalam kelompoknya.
desentralisasi berarti lepas dari pusat. Sedangkan istilah otonomi atau autonomie berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata auto yang berarti sendiri dan nomos berarti Undang-undang. Jadi otonomi berarti mengatur dengan Undang-undang sendiri. Dengan demikian, pengertian otonomi adalah pemberian hak dan kekuasaan untuk membuat perundang-undangan dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintahan.
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL
pada daerah kabupaten. Secara etimologis
Melalui gubernur dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, memiliki tugas dan wewenang: a) pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b) koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; dan c) koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan k abupaten/ kota, oleh karena itu perlu dilakukan
Otonomi dalam pengertian orisinil adalah
optimalisasi terk ait pelaksaan tugas
the legal self-sufficiency of social body and
dan wewenang dimaksud. Penguatan
its actual independence. Jadi sesungguhnya
fungsi gubernur sebagai kepala daerah
ada dua ciri hakekat dari otonomi yakni legal
sek aligus sebagai wak il Pemerintah
self-sufficency dan actual independency.
di wilayah provinsi juga dimaksudkan
Atau dengan kata lain otonomi daerah
memperkuat hubungan antar tingkatan
adalah kewenangan daerah otonom untuk
pemerintahan. Dalam pelaksanaan peran
mengatur dan mengurus kepentingan
gubernur sebagai wak il Pemerintah,
masyarakat setempat menurut prakarsa
maka hubungan antara gubernur dengan
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
bupati/walikota bersifat ber tingk at,
setempat sesuai dengan perundang-
dimana gubernur dapat melakukan peran
undangan. Berdasarkan uraian tentang
pembinaan dan pengawasan terhadap
kepemimpinan yang telah dikemukakan
penyelenggaraan pemerintahan daerah
di atas, maka secara sederhana dapat
termasuk penyelenggaraan pengendalian
d i s i m p u l k a n b a hw a k e p e m i m p i n a n
zoonosis. Sebaliknya bupati/walikota dapat
adalah suatu proses penerapan dan
melaporkan permasalahan yang terjadi
penggunaan kemampuan, kekuasaan
dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan wewenang seorang pemimpin dalam
di daerah, termasuk dalam hubungan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
31
antar kabupaten/kota. Di samping itu
2. Pada tahun 2013 dukungan Program/
penguatan peran gubernur sebagai kepala
kegiatan dekonsentrasi pengingkatan
daerah akan dapat memperkuat orientasi
kapasitas aparatur pemerintah daerah
pengembangan wilayah dan memperkecil
d a l a m p e rce p at a n p e n g e n d a l i a n
dampak kebijakan desentralisasi terhadap
zoonosis dan fasilitasi pembentukan
fragmentasi spasial, sosial, kesehatan
kelembagaan komisi daerah provinsi
masyarakat dan ekonomi di daerah.
dan kabupaten/kota pengendalian
Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Pemerintahan Umum sesuai dengan kewenangannya khususnya dalam bidang pencegahan dan penanggulangan bencana agar dalam memberikan pembinaan umum kepada pemerintah
zoonosis di 16 provinsi. (amanat Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis, sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsi Mendagri dalam Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ)).
daerah dapat berjalan optimal dalam hal
Peran aktif Kementerian Dalam
pengaturan kewenangan, perencanaan,
Negeri dalam fasilitasi dan koordinasi
kelembagaan, personil, pemanfaatan
pengendalian zoonosis di provinsi,
keuangan daerah, maka pemerintah telah
kabupaten dan kota telah mempercepat
menetapkan kebijakan dan dukungan
pembentukan wadah koordinasi lintas
p ro gra m / k e gi at a n p e n a n g g u l a n g a n
sektor komisi pengendalian zoonosis
bencana termasuk bencana nonalam
yang pada tahun 2012 baru terbentuk
(zoonosis), meliputi:
di 17 provinsi pada tahun 2013 komisi
1. Program/kegiatan Pemerintah Pusat a. F a s i l i t a s i d a n k o o r d i n a s i
pengendalian zoonosis telah terbentuk di 22 provinsi, 22 kabupaten dan 4 kota.
penanggulangan zoonosis antar pemangku kepentingan pusat dan daerah; b. F a s i l i t a s i d a n k o o r d i n a s i penanggulangan wabah penyakit menular; c. P e n d a m p i n g a n
kegiatan
dekonsentrasi.
32
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
2. Penguatan koordinasi lintas sektor dalam rangka membangun sistem pengendalian zoonosis, sinkronisasi, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan kebijakan strategi, dan program; 3. Penguatan kapasitas sumber daya manusia, logistik, pendanaan
Kementerian pertahanan sebagai pembuat
pelaksanaan, prosedur teknis
kebijakan dalam aspek pertahanan telah
pengendalian, kelembagaan dan
menyusun peraturan menteri pertahanan
anggaran pengendalian zoonosis.
tentang pelibatan kesehatan Kemhan
Berdasarkan keterlibatan TNI dalam ke tiga
dan TNI dalam Pengendalian Zoonosis di
strategi nasional tersebut, maka dalam
Indonesia sebagai payung hukum untuk
rangka penguatan peran TNI dilaksanakan
ditindak lanjuti oleh Mabes TNI sebagai
kegiatan :
pengguna kekuatan dalam hal ini puskes TNI dalam pelibatan pengendalian zoonosis di Indonesia. Penguatan peran TNI dalam pengendalian
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL
E. PENGUATAN PERAN KEMENTERIAN PERTAHANAN, TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN POLRI DALAM PENGENDALIAN ZOONOSIS
1. Penerbitan Surat Telegram Panglima TNI kepada Kepala Staf Angkatan tentang pelibatan peran TNI dalam pengendalian zoonosis;
Zoonosis berdasarkan Peraturan Presiden
2. Penerbitan Surat Telegram Kepala Pusat
30 tahun 2011 tentang Pengendalian
Kesehatan TNI kepada Direktur/Kepala
Zoonosis. Penguatan peran TNI dalam
Dinas Kesehatan Angk atan, ser ta
pengendalian zoonosis di Indonesia adalah
Komandan/Kepala Satuan Kesehatan
dengan menjabarkan strategi nasional
Unit Organisasi Mabes TNI tentang
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis
sosialisasi pengendaliaan zoonosis,
yaitu keterlibatan TNI dalam strategi
dan penyiapan fasilitas kesehatan TNI
sebagai berikut :
dalam penanganan kasus zoonosis di
1. Mengutamakan prinsip pencegaha
lingkungan TNI;
penularan kepada manusia dengan
3. Melaksanakan sosialisasi pencegahan
meningkatkan upaya pengendalian
zoonosis di lingkungan TNI dengan
zoonosis pada sumber penularan;
ceramah kesehatan rutin tiap 2 (dua) bulan sekali;
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
33
4. Penyusunan perangkat lunak berupa Buku petunjuk teknis pengendalian zoonosi di lingkungan TNI; 5. Penyusunan perangkat lunak berupa buku petunjuk pelaksanaan pelibatan TNI dalam pengendalian wabah zoonosis; 6. Pemetaan, penyaiapan, serta simulasi k e s i a p a n r u m a h s a k i t T N I u nt u k menangani kasus-kasus zoonosis;
dan pembatasan penularan, penanggulangan kejadian. 4. Penguatan perlindungan wilayah yang masih bebas terhadap penularan zoonosis baru. 5. Peningk atan upaya perlindungan masyarakat dari acaman penularan zoonosis. 6. Penguatan k apasitas sumberdaya manusia, logistik.
7. M e l a k s a n a k a n m o b i l i s a s i d a n
7. Pemberdayaan masyarakat dengen
demobilisasi kekuatan TNI untuk respon
melibatkan dunia usaha, perguruan
wabah zoonosis.
tinggi, LSM dan organisasi profesi dan
Dalam bidang penguatan peran polri pada
pihak lain.
pengendalian zoonosis adalah berdasarkan
Berdasarkan keterlibatan polri dalam
Perpres No. 30 Tahun 2011 dan Peraturan
ketujuh strategi nasional tersebut, maka
Kapolri No. 6 Tahun 2007 serta strategi
kegiatan polri dalam rangka penguatan
nasional komnas pengendalian zoonosis
peran polri dilaksanakan dengan:
maka keterlibatan Polri strateginya adalah sebagai berikut: 1. Mengutamakan prinsif pencegahan penularan kepada manusia dengan meningkatkan upaya pengendalian zoonosis pada sumber penularan
1. Penerbitan surat telegram Kaplori kepada para kapolda tentang pelibatan peran polr i dalam pengendalian zoonosis; 2. Peneribatan surat telegram Kapolri kepada Kapusdokkes Polri, Dirpolsatwa
2. Penguatan koorinasi lintas sektor
Baharkam Polri tentang penyiapan
dalam rangka membangun sistem
personil dan fasilitas kesehatan polri
pengendalian zoonosis, sinkronisasi,
dalam penanganan kasus zoonosis di
pembinaan, pengawasan, pemantauan.
lingkungan Polri;
3. Perencanaan terpada dan percepatan
3. Melaksanakan sosialisasi pencegahan
pengendalian zoonosis melaui
zoonosis di lingkungan Polri sebanyak
s u r v e i l a n s, p e n g i n d e n t i f i k a s i a n ,
2 kali dalam tahun 2013;
pencegahan, tatalaksana kasus
34
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
peran Polri dalam penganggulangan terhadap zoonosis berupa aturan Kapolri sebagai revisi perkap No. 6 Tahun 2007;
F. PENGUATAN KAPASITAS SEKTOR PARIWISATA DALAM PENGENDALIAN ZOONOSIS
5. Pemetaan, penyiapan dan simulasi
Wabah zoonosis yang berjangkit pada suatu
kesiapan Polri dalam membantu komnas
destinasi pariwisata akan berdampak luas
dan komisi daerah pengendalian
ketika tersebar melalui media informasi.
zoonosis;
Jika tidak ditangani dengan serius akan
6. M e l a k s a n a k a n m o b i l i s a s i d a n
menimbulkan dampak terhadap sektor
demobilisasi kekuatan Polri untuk
pariwisata antara lain:
respon wabah zoonosis;
1. penurunan jumlah wisatawan yang
7. Pelaksanaan koordinasi lintas sektoral antara Polri dan intansi terkait dalam pengendalian zoonosis; 8. Pelaksanaan koordinasi perencanaan pengendalian zoonosis; 9. Peningkatan kapasitas pelayanan dan pengamanan Polri dalam penguatan perlindungan wilayah yang masih bebas terhadap penularan zoonosis baru.
KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS SEKTORAL
4. Penyusunan piranti lunak tentang
berkunjung ke destinasi pariwisata tersebut; 2. berkurangnya pendapatan masyarakat di sekitar destinasi pariwisata; 3. pengaruh terhadap tingkat investasi yang menurun; 4. t i n g k a t p e n g a n g g u r a n y a n g bertambah; 5. tingkat penerimaan devisa negara akan berkurang. Sesuai Peraturan presiden nomor 30 tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai anggota Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis, mempunyai peran strategis dalam pengendalian zoonosis, antara lain: 1. P e n c e g a h a n p e n u l a r a n k e p a d a wisatawan dan pelaku usaha pariwisata melalui diseminasi informasi;
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
35
2. Peningk atan upaya perlindungan
Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata
wisatawan dan pelaku usaha pariwisata
No: SK.01/ UM.001/ DPDP/ KPEK/ 2013
dari ancaman wabah melalui pemberian
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencegahan
alat pelindung diri (masker, desinfeksi);
Pe n u l a r a n Zo o n o s i s d i L i n g k u n g a n
3. Pemberdayaan masyarakat di daerah
Pariwisata yang bertujuan untuk :
tujuan wisata dengan melibatkan dunia
1. Meningkatkan pemberdayaan dan
usaha, perguruan tinggi, lembaga
tanggung jawab para pemangku
swadaya masyarakat, dan organisasi
kepentingan di lingkungan pariwisata
profesi, serta pihak-pihak lain.
untuk pencegahan wabah zoonosis di
Untuk memperkuat peran dalam pengendalian zoonosis maka disusun pedoman pengendalian zoonosis di
lingkungan pariwisata;
2. Memperkuat sinergi perlindungan pariwisata dari wabah zoonosis.
lingkungan pariwisata melalui Keputusan
36
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
4
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
A. RAPAT KOORDINASI REGIONAL BARAT Dalam rangka menyusun rekomendasi kebijakan tingkat nasional melalui rapat koordinasi lintas sektor komisi nasional pengendalian zoonosis menyelenggarakan rapat koordinasi regional yang melibatkan aisten daerah bidang kesejahteraan rakyat dan kepala badan perencanaan pembangunan dari 14 provinsi yang terdiri dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung,
Barat dan Kalimantan Tengah pada 29-30 Mei 2013 di Padang Sumatera Barat. Rapat koordinasi regional barat dipimpin oleh Deputi III M enko Kesra selaku sekretaris komisi nasional pengendalian z o o n o s i s, d e n g a n n a r a s u m b e r d a r i Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan Komisi Provinsi Pengendalian Zoonosis Sumatera Barat. Rapat koordinasi regional barat merekomendasikan hal-hal sebagai berikut :
Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI
1. Dalam rangk a pencegahan ser ta
Jakarta, Banten, Jawa Barat, Bengkulu,
membatasi penularan rabies antar
Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan
provinsi yaitu mengurangi pengiriman
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
37
hewan pembawa rabies (HPR/Anjing
4. D a l a m r a n g k a p e l a k s a n a a n
untuk memburu babi hutan dan untuk
pengendalian zoonosis perlu
laga anjing di Sumatera Barat) perlu
ditetapkan Rencana Aksi pengendalian
ditetapkan MoU atau kesepakatan
zoonosis di provinsi - provinsi regional
antar Gubernur Sumatera Barat dengan
barat antara lain “peta jalan” (road
Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat,
m a p ) Pe l a k s a n a a n Pe n g e n d a l i a n
Gubernur Lampung dan Sumatera
Zoonosis, “public awareness” melalui
Utara;
suatu Gerakan Nasional Pengendalian
2. D a l a m r a n g k a p e n g e m b a n g a n
Zoonosis, pengendalian zoonosis pada
p e n e l i t i a n Zo o n o s i s d i r e g i o n a l
hewan dan lingkungan yang menjadi
barat perlu dibentuk Zoonosis
s u m b e r p e n u l a r a n ny a , te r m a s u k
Center di Universitas Andalas yang
penegakan hukum terhadap pelaku
pelaksanaannya dilakukan oleh
(pemilik, pedagang, penyalur);
Gubernur Sumatera Barat dan
5. D a l a m r a n g k a p e n i n g k a t a n
melibatkan peran perguruan tinggi/
kelembagaan pengendalian zoonosis
lembaga penelitian dalam melakukan
di provinsi - provinsi regional barat
kajian-kajian ilmiah terkait zoonosis;
perlu segera Provinsi Bengkulu dan
3. D a l a m r a n g k a p e n i n g k a t a n
Provinsi DKI Jakarta membentuk Komisi
pengendalian Zoonosis perlu
Provinsi Pengendalian Zoonosis sesuai
ditetapkan Rencana Strategi Daerah
dengan Peraturan Presiden Nomor 30
(Renstrada) pengendalian zoonosis
tahun 2011.
di Provinsi - Provinsi Regional Barat antara lain peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (petugas kesehatan dan kesehatan hewan) serta menerapkan sistem peringatan dini yang terintegrasi dan terstruktur dari pusat ke daerah dan sebaliknya dan mengembangkan jejaring informasi pengendalian zoonosis lintas sektor berbasis teknologi informasi;
38
B. RAPAT KOORDINASI REGIONAL TIMUR Dalam rangka menyusun rekomendasi kebijakan tingkat nasional melalui rapat koordinasi lintas sektor komisi nasional pengendalian zoonosis menyelenggarakan rapat koordinasi regional yang melibatkan aisten daerah bidang kesejahteraan rakyat dan kepala badan perencanaan
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
a. Komnas Pengendalian Zoonosis
dari Provinsi Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTT,
akan meminta kepada MenPAN & RB
NTB, Maluku, Malut, Sulsel, Sulteng, Sulut,
untuk membuat penetapan dalam
Papua , Papua Barat pada 29-30 Mei 2013
mengaloksikan DRH di Provinsi dan
di Kupang Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten / Kota;
Rapat koordinasi regional timur dipimpin oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan selaku wakil sekretaris komisi nasional pengendalian zoonosis, dengan narasumber dari kementerian dalam negeri, kementerian kesehatan, kementerian pertanian dan komisi provinsi pengendalian zoonosis sumatera barat. Rapat koordinasi regional barat m e re k o m e n d a s i k a n h a l - h a l s e b a g a i berikut: 1. Pe r l u p e r c e p a t a n p e m b e n t u k a n Komisi Pengendalian Zoonosis di Provinsi, Kabupaten/Kota bagi yang belum membentuk yang mengacu pada Perpres 30 Tahun 2011 dengan melibatk an ber bagai stakeholder terkait. Komisi-komisi yang sudah ada di daerah seperti Tikor Rabies, Komda Flu Burung perlu dan dapat dipadukan menjadi Komisi Provinsi/Kabupaten/ Kota Pengendalian Zoonosis;
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
pembangunan dari 14 provinsi yang terdiri
b. Perlunya meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dalam mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko penyebaran zoonosis berdasarkan peta risiko zoonosis serta menerapkan sistem peringatan dini yang terintegrasi dan terstruktur dari pusat ke daerah dan sebaliknya; c. Pe r l u d i b e r i k e m u d a h a n b a g i lulusan SLTA yang berprestasi untuk diterima di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Hewan dan diper timbangkan mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Daerah. 3. Dalam hal pengawasan lalu lintas h e w a n d a n t e r n a k s e r t a p ro d u k ternak sebagai salah satu titik kritis penyebaran zoonosis a. Perlu adanya peraturan lalulintas hewan secara nasional; b. Sebelum peraturan berlaku nasional
2. Te r k a i t k u a l i t a s d a n k u a n t i t a s
ada maka perlu mengoptimalkan
sumberdaya manusia di lini terdepan
forum mitra praja utama dalam
penanganan zoonosis (petugas
mengharmonisasikan peraturan
kesehatan dan kesehatan hewan):
lalulintas hewan dan produk hewan;
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
39
c. Perlu ditetapkan sistem terpadu untuk lalu lintas hewan;
7. Perlu dibentuk Zoonosis Centre di
d. Perlu diperkuat check point untuk
perguruan tinggi/lembaga penelitian
lalu lintas darat di daerah (Provinsi,
untuk melaksanakan riset terpadu
dan Kabupaten/Kota);
dengan melibatkan beberapa institusi.
4. Terk ait pendanaan pengendalian
Perlunya menyusun “peta jalan” (road
zoonosis perlu disediakan dana melalui
map) Pe l a k s a n a a n Pe n g e n d a l i a n
anggaran APBD yang cukup untuk
Zoonosis di Indonesia secara terpadu
program pengendalian di daerah serta
oleh Komnas Pengendalian Zoonosis
adanya dana yang siap digunakan
serta melibatkan dan meningkatkan
p a d a k o n d i s i k e d a r u ra t a n ( d a n a
peran perguruan tinggi/lembaga
contingency);
penelitian dalam melakukan kajian-
5. Terhadap pengurangan risiko penularan zoonosis di hulu (pada hewan) a. Perlu penguatan Puskeswan sebagai ujung tombak penanganan zoonosis pada hewan, termasuk penguatan Jabatan Fungsional; b. Perlu peningkatan KIE mulai usia dini (usia Sekolah Dasar); c. P e r l u b e r k o l a b o r a s i d e n g a n Pakar Sosial dan Ekonomi untuk menghitung kerugian ekonomi dan sosial budaya; 6. Perlunya mengembangkan jejaring informasi pengendalian zoonosis lintas sektor berbasis teknologi informasi. Perlunya Pusat Informasi melalui website Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis yang memuat data, informasi, epidemiologi, bakteriologi dan virologi serta kegiatan lain yang berkaitan
40
dengan Pengendalian Zoonosis;
kajian ilmiah terkait zoonosis; 8. Perlunya menyusun rencana aksi dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan upaya pengendalian zoonosis yang telah dilakukan oleh kementerian/lembaga anggota Komnas Pengendalian Zoonosis dan Komisi Provinsi/Kabupaten/Kota serta Lembaga Swadaya Masyarakat pada rapat koordinasi zoonosis berikutnya; 9. P e n a n g a n a n z o o n o s i s m e l a l u i pendekatan One Health merupakan keniscayaan. Untuk itu perlu kesadaraan bersama bahwa penanganan zoonosis sudah harus bekerjasama lintas sektor, sehingga perlu terus menerus disosialisasikan melalui public hearing terutama kepada media; 10. Perlu meningkatkan “public awareness” dalam pengendalian zoonosis melalui
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
gigitan hewan penular tertular rabies yang
Zoonosis
menyebabkan kematian.
a. D e n g a n p e n d e k a t a n b u d a y a (antropologi dan sosiologi); ZOONOSIS (Socio-cultural, Technical, O r g a n i z a t i o n a l , d a n Po l i t i ca l ) dengan pendekatan HANKAMRATA berbasis masyarakat dalam rangka melaksanakan Bela Negara.
yang dilaksanakan pada tanggal 5 dan 24 oktober 2013 menyepakati bahwa : 1. D i p e r l u k a n u p a y a a k s e l e r a s i pengendalian rabies secara terpadu di provinsi NTT khususnya pulau flores dan lembata, provinsi sulawesi utara, provinsi sumatera utara dan provinsi
C. PERCEPATAN PENGENDALIAN ZOONOSIS SECARA LINTAS SEKTOR
bali; 2. Dibentuk tim dari kemenko kesra, kementerian dalam negri, kementerian kesehatan dan kementerian pertanian
Rabies merupakan zoonosis yang prioritas
Berdasarkan rapat koordinasi tim pelaksana komisi nasional pengendalian zoonosis
b. D e n g a n s l o g a n n a s i o n a l S TO P
memerlukan
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
suatu Gerakan Nasional Pengendalian
dalam
pengendaaliannya baik di tingkat k abupaten, kota provinsi hingga ke pemerintah pusat. Saat ini rabies telah menjadi endemis di 24 provinsi yang
untuk menyusun proposal secara lebih rinci melalui assesment populasi hewan penular rabies, ketersediaan logistik, inventarisasi perundangan, advokasi, pelatihan, sur veilans terpadu dan komunikasi publik;
hampir seluruhnya merupakan wilayah
3. Diusulkan kepada menteri dalam negeri
destinasi pariwisata sehingga berpotensi
untuk pembuatan surat kesepakatan
menimbulkan kerugian ekonomi yang
bersama 4 (empat) gubernur dalam
cukup besar disamping korban jiwa yang
pengendalian rabies antar provinsi,
tidak sedikit. Berdasarkan karakter virus
yaitu : gubernur jawa barat, gubernur
rabies yang relatif lebih stabil daripada
lampung, gubernur sumatera selatan
flu burung dari sudut pandang mutasi
dan gubernur sumatera barat;
genetiknya, maka rabies menjadi salah
4. Untuk mendukung dalam penguatan
satu zoonosis yang dapat di bebaskan
k a p a s i t a s s u m b e r d ay a m a n u s i a
guna melindungi masyarakat dari ancaman
diminta kementerian pendidikan dan
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
41
kebudayaan memasukan pengendalian
pengawasan lalu lintas dan regulasi.
rabies menjadi salah satu kurikulum di
Pelaksanaan program pengendalian
sekolah;
dan pemberantasan rabies menuju
Kementerian pertanian sebagai sektor utama dalam penyusunan kebijak an kesehatan hewan k hususnya dalam pengendalian rabies, flu burung dan brusellosis pada hewan sebagai sumber penularan telah menyusun roadmap / peta jalan pembebasan rabies, flu burung dan brusellosis yang kemudian akan disinkronisasi secara lintas sektor melalui komisi nasional pengendalian zoonosis, sebagai berikut :
1. ROADMAP PEMBEBASAN RABIES Roadmap nasional bebas Rabies menetapk an target bebas Tahun 2020 sesuai dengan target yang ditetapkan oleh ASEAN. Roadmap ini disusun dengan tujuan untuk memudahkan Aparatur Pusat, Daerah dan semua instansi/pihak terk ait dalam menjabarkan dan melaksanakan strategi pengendalian dan pemberantasan Rabies di Indonesia. Strategi utama yang digunakan
42
Indonesia bebas Rabies 2020 dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan situasi dan kondisi rabies di daerah serta bagaimana sumberdaya yang ada di daerah tersebut. Dalam tahap awal pelaksanaan pembebasan rabies perlu diketahui bagaimana kondisi terkini rabies di daerah tersebut dengan kegiatan pencarian penyakit melalui program Tata Laksana Kasus Gigitan Terpadu (TaKGiT). Pelaksanaan TaKGiT ini memerlukan adanya kapasitas deteksi kasus melalui kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dan kesehatan hewan. Selain deteksi kasus, diperlukan juga adanya peningkatan kapasitas untuk dapat melakukan vaksinasi darurat sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit.Dalam tahap persiapan diperlukan adanya penguatan kapasitas sumberdaya manusia di Tingkat Pusat dan Daerah yang mencakup kapasitas melakukan deteksi dini, vaksinasi, respon cepat dan pelaporan.
adalah Vaksinasi dan didukung oleh
Pembebasan Rabies secara bertahap
penerapan strategi lainnya termasuk
diperlukan adanya penilaian risiko
komunikasi, informasi dan edukasi
Rabies di setiap daerah sebagai dasar
(KIE) bagi masyarakat, kontrol populasi,
dalam penetapan prioritas lok asi
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
manusia dan pendanaan, maka setiap
yang dilaksanakan secara bersama-sama
daerah akan berada dalam tahapan
antara pemerintah pusat dan daerah.
yang berbeda. Bagi daerah yang
Pembiayaan program pemberantasan
siap dari segi SDM dan pendanaan
rabies di Indonesia akan di tanggung
mak a dapat melaksanak an tahap
bersama (cost shared) oleh Pemerintah
pemberantasan.
Pusat dan Daerah dengan pembiayaan utama akan ada pada Pemerintah Pusat. Adapun pembagian tanggung jawab
2. ROADMAP PEMBEBASAN BRUCELLOSIS
pembiayaan adalah sebagai berikut:
Roadmap pemberantasan brucellosis
§§ P e m e r i n t a h
akan
nasional disusun dengan sasaran
menanggung pembiayaan untuk
mencapai status negara bebas
Vaksin dan operasional vaksinasi,
brucellosis pada tahun 2025.
dan semua biaya pelatihan seperti
Penetapan sasaran ini didasarkan
pelatihan TaKGiT, manajemen rantai
atas terpenuhinya seluruh indikator
dingin, penangk ap anjing dan
pencapaian yang terverifikasi dengan
vaksinasi, serta pengujian.
memperhatikan asumsi dan prakondisi
Pusat
§§ P e m e r i n t a h D a e r a h a k a n
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
pengendalian menuju pembebasan
yang menjadi landasan penilaian
menanggung pembiayaan untuk
kemajuan perkembangan program.
peralatan dan bahan pendukung
Pendekatan pertama yang digunakan
program vaksinasi (kecuali vaksin)
dalam menerapkan kebiakan
dengan spesifik asi yang telah
pemberantasan brucellosis di
disepak ati dengan Pemerintah
Indonesia adalah pendekatan tahapan.
Pusat, operasional pendukung
Pendekatan tersebut mengacu kepada
program vaksinasi (kecuali
4 tahapan yang diperkenalkan FAO yaitu
operasional vaksinasi) seper ti
Tahap 0 (situasi tidak diketahui), Tahap
operasional respon cepat dan
1 (Situasi diketahui dengan program
survey paska vaksinasi, bahan dan
pengendalian, Tahap 2 (Mendekati)
pelaksanaan KIE, serta pengiriman
dan Tahap 3 (Deklarasi status bebas
sampel.
brucellosis). Roadmap ini dirancang
Berdasarkan kesiapan setiap daerah
untuk membuat pemberantasan
dalam penyediaan sumberdaya
brucellosis menjadi suatu proses
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
43
progresif. Masing-masing tahapan
mudah dilakukan dan kemungkinan
memilik i kegiatan-kegiatan kunci
memilik i banyak kelemahan dan
dengan tujuan tertentu disesuaikan
kurang akurat. Penetapan ini sangat
dengan situasi yang berlaku. Pengaruh
tergantung kepada hasil surveilans
i nte r n a l m a u p u n e k s te r n a l ya n g
epidemiologi yang dilakukan sesuai
mempengaruhi pencapaian hasil
prosedur oleh masing-masing daerah/
yang diharapkan si setiap tahapan
kabupaten. Untuk mendukung
perlu diidentifikasi untuk dijadikan
program pemberantasan brucellosis,
bahan evaluasi bagi pihak berwenang,
Pemerintah Pusat dan Pmerintah
terutama dalam melakukan perbaikan
Daerah perlu membentuk kelompok
b a i k p ro gra m s u r ve i l a n m a u p u n
tenaga ahli dari lembaga penelitian
pengendalian.
dan universitas, terutama dalam upaya
Pendekatan kedua yang digunakan adalah pendekatan zona. Pendekatan ini didasarkan atas klasifikasi daerah/ zona berdasarkan tingkat prevalensi brucellosis yang ditetapkan pada tahap awal brucellosis. Klasifikasi daerah dengan pendekatan zona: a. Daerah bebas penyakit ( semua
melaksanakan peningkatan kapasitas dalamentuk pelatihan, lok ak ar ya dan/atau forum nasional. Selain itu juga perlu melibatkan pihak swasta seperti LSM, koperasi dan pihak swasta lainnya seperti lembega penelitian, asosiasi peternak, asosiasi pedagang tenak sesuai dengan [erannya maisngmasing.
daerah yang telah dideklarasi secara resmi ) b. Daerah tersangka (prevalensi tidak diketahui c. Daerah tertular ringan (prevalensi <2%) d. Daerah tertular berat (prevalensi > 2%) Pe n e t a p a n zo n a s e c a ra n a s i o n a l sebagaimana disampaikan di atas tidak
44
3. ROADMAP PEMBEBASAN FB/AI Roadmap nasional bebas AI menetapkan target bebas Tahun 2020 sesuai dengan Roadmap ASEAN yang disepakati semua Menteri Pertanian se ASEAN dalam AMAF 2011 di Kamboja. Roadmap ini disusun dengan tujuan untuk memudahkan Aparatur Pusat, Daerah dan semua instansi/pihak terkait dalam menjabarkan dan
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
Dengan mempertimbangkan situasi
dan pemberantasan AI di Indonesia.
p e ny a k i t , k o n d i s i g e o g r a f i s d a n
S t rate gi ya n g d i g u n a k a n a d a l a h
faktor-faktor resiko lain yang relevan,
Biosekuriti, Vaksinasi, Depopulasi,
dilakukan pengelompokan wilayah
Surveilans, Pengawasan lalu lintas,
berdasarkan tingkat resiko dsebagai
Restrukturisasi Perunggasan, Public
berikut:
awareness dan Peraturan. Pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan tahapan yaitu dengan kegiatan sebagai berikut a. Menentukan Kriteria Penetapan Wilayah Risiko b. Menetapkan Pembagian Wilayah Risiko c. Melakuk an tahapan penurunan status wilayah resiko Adapun Kriteria penentuan wilayah didasark an pada hal-hal sebagai berikut yaitu: a. Situasi penyakit b. Populasi Unggas Backyard c. Kepadatan Unggas Backyard d. Populasi Unggas Komersial (statistik) e. Kepadatan Unggas Komersial f. Jumlah breeding farm g. Volume dan Frequensi Pemasukan Unggas h. Jumlah Kasus Pada Manusia i. Sosial Budaya
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
melaksanakan strategi pengendalian
a. Wilayah Risiko Tinggi (13 Prov): Jatim, Jateng, Jabar, Banten, DIY, DKI Jakarta, Lampung, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali; b. Wilayah Risiko Sedang (16 Prov) : Aceh , Jambi, Bengkulu, Kepri, Sumsel, KalBar, KalSel, Kalteng, Kaltim, Gorontalo, Sulut, Sulbar, Sultra, Sulteng, NTB, Babel; c. Wilayah Risiko Rendah (5): Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT. Adapun Target Waktu Pencapaian Status Bebas AI per Geografis/Pulau §§ 2014
: Maluku, Papua, Papua
Barat,Maluku Utara, NTT §§ 2014 - 2015 : Pulau Kalimantan, NTB, Bali §§ 2015 – 2017 : Pulau Sulawesi §§ 2015 – 2018 : Pulau Sumatra §§ 2019
: Pulau Jawa
§§ 2020
: Indonesia
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
45
D. RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
6. Direktur Anggaran 1, Kemenkeu 7. Direktur Pemberdayaan Masyarakat, Kemenparekraf
Rakornas dilaksanakan pada tanggal 6-8 November 2013 di Hotel Crowne Plaza Jakarta dengan tema “penguatan kapasitas
Pa d a t a h u n 2 0 1 5 a k a n d i m u l a i e ra
pengendalian zoonosis untuk melindungi
perdagangan bebas dimana indonesia
masyarakat, dunia usaha dan pelaku
yang memiliki potensi sumber daya alam
pariwisata” dihadiri oleh para pejabat eselon
dan sumber daya manusia cukup besar
1 dan 2 dari kementerian/lembaga anggota
menjadi salah satu pemain penting di
Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis,
dalamnya. Dalam rangka menghadapi era
para Sekretaris Daerah, Asisten Daerah
perdagangan bebas sekaligus melindungi
Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kepala
produk-produk nasional, masyarak at
BAPPEDA dari 20 provinsi, perhimpunan
dan sumber alam (kenakaragaman
pengusaha hotel dan restoran, organisasi
h ayat i ) m a k a d i p e r l u k a n s i n e rgi t a s
profesi, mitra internasional ( WHO, OIE
antara sistim perdagangan, kesehatan
dan FAO), organisasi donor (USAID dan
hewan dan kesehatan masyarakat dalam
Australia Aid) dan para jurnalis.
menjalankan kesepakatan internasional dalam perdagangan internasional
Narasumber dalam Rakornas :
tentang penerapan keamanan pangan
1. Wakil Menteri Perdagangan
dan kesehatan atau sanitary and
2. D i r e k t u r J e n d e r a l Pe n g e n d a l i a n
phytosanitary agreement (SPS). Dalam
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan,
persaingan produk jasa maka kepercayaan
Kemenkes
masyarakat internasional dan citra positif
3. D e p u t i S u m b e r D a y a A l a m d a n 4. D i r e k t u r
Pencegahan
negara harus terus dibangun, kaitannya dengan zoonosis sebagai penyakit yang
Lingkungan Hidup, BAPPENAS dan
Penanggulangan Bencana, Kemendagri 5. Direktur Kesehatan Hewan, Kementan
46
PERSPEKTIF PENGENDALIAN ZOONOSIS DI ERA PERDAGANGAN BEBAS
berpotensi menyebabk an keresahan bahkan kepanikan masyarakat dalam pengendaliannya harus dilakukan melalui sistim yang terpadu.
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
24 Agustus 2011 tentang Tindak Lanjut
sangat berpengaruh terhadap perdagangan
Dalam Pengendalian Zoonosis. Pada
global baik dalam perdagangan produk
tahun 2013 kemendagri mengalokasikan
maupun jasa, seperti dihentikannya ekspor
dana dekonsentrasi pada 16 provinsi
unggas indonesia ke malaysia dan jepang
untuk koordinasi percepatan dan fasilitasi
setelah merebaknya Flu Burung H5N1
p e m b e nt u k a n k o m i s i p e n g e n d a l i a n
dan melambatnya laju per tumbuhan
zoonosis di provinsi, kabupaten dan
wisatawan lokal dan mancanegara
kota. Dari persepktif kebencanaan maka
saat rabies meningkat. Indonesia juga
wabah zoonosis menurut UU 24 tahun
melakukan penghentian sementara impor
2007 tentang penanggulangan bencana
produk hewan dari Cina saat merebaknya
merupakan bagian dari bencana non
Flu Burung H7N9 yang bersifat zoonosis.
alam dalam gugus kepemerinahan umum
Dalam hal pencapaian indikator kinerja
merupakan urusan wajib bagi pemerintah
utama pemerintah dalam penurunan
daerah.
angka kemiskinan maka wabah zoonosis yang menyebabk an kematian ternak milik rakyat akan sangat mengganggu pencapaian target mengingat peternak skala kecil tidak memiliki modal besar dan berpotensi kehilangan modal ternaknya apabila wabah zoonosis seperti Flu Burung kembali terjadi sehingga akan menambah jumlah masyarakat miskin.
PENGUATAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGENDALIAN ZOONOSIS Dalam rangka menindaklanjuti Perpres 30/2011 tentang pengendalian zoonosis, menteri dalam negeri telah menerbitkan edaran nomor: 188.31/3265/SJ tanggal
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
Perkembangan zoonosis di Indonesia
Dalam hal terjadi wabah zoonosis sebagai b e n c a n a n o n a l a m d i d a e ra h m a k a penanggungjawab dan pembiayaan pelaksanaan penanggulangan wabah zoonosis berdasarkan penyebaran daerah wabah adalah komisi pengendalian zoonosis provinsi, kabupaten dan kota. Apabila wabah zoonosis sebagai bencana non alam yang bersifat ekstrim dalam skala nasional maka penanggungjawab dan pembiayaan pelaksanaan penanggulangan wabah zoonosis adalah komisi nasional pengendalian zoonosis. Permasalahan yang terjadi dalam pengendalian zoonosis di daerah adalah : 1. Belum difokuskan upaya pengedalian pada penyebab penularan di sektor
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
47
hulu dan pengurangan faktor risiko penularan; 2. Keterbatasan sumber daya pemerintah dan pemda untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran zoonosis;
ARAH KEBIJAKAN DAN ANGGARAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI SEKTOR UTAMA Kebijakan pengendalian zoonosis berpedoman pada RPJMN 2010-2014
3. Belum optimalnya pelaksanaan chain
dan sangat berkaitan dengan prioritas
o f co m m a n d a n t a r a p e m e r i n t a h
pembangunan kesehatan dan prioritas
dan pemda khususnya dalm
pembangunan ketahanan pangan.
penanggulangan zoonosis langsung
Untuk memfokusk an arah kebijak an
pada sumbernya;
dalam pengendalian zoonosis mak a
4. Keterbatasan kapasitas kelembagaan
diatur melalui perpres 30/2011 tentang
serta belum optimalnya implementasi
pengendalian zoonosis yang mengatur
regulasi tentang pengendalian
tentang 8 strategi pengendalian zoonosis.
zoonosis;
Tujuan dar i penyusunan renstranas
5. Penanggulangan zoonosis masih
pengendalian zoonosis terpadu 2012-2017
dianggap sebagai urusan pemerintah
yang merupakan penjabaran 8 strategi
saja dan upaya yang dilakukan masih
pengendalian zoonosis adalah :
ter fokus pada langkah-langkah
1. Mencegah meluasnya zoonosis ke
kedaruratan.
daerah yang sebelumnya bebas;
Sebagai implementasi perpres 30/2011
2. Mengurangi daerah endemis zoonosis;
tentang pengendalian zoonosis saat ini
3. Melindungi masyarakat dari penularan
telah terbentuk komisi pengendalian
zoonosis untuk menurunkan angka
zoonosis di 22 provinsi, 22 kabupaten dan
kematian pada manusia;
4 kota. Kementerian dalam negeri juga telah mensosialisasikan zoonosis kepada aparatur pemerintah daerah yang diikuti oleh 202 kabupaten dan 54 kota di 16 provinsi dengan jumlah peserta mencapai 1.010 orang.
4. Penanganan hewan penular zoonosis untuk menurunkan insidensi pada manusia; 5. Menekan dampak yang ditimbulkan akibat zoonosis. S asaran dar i strategi pengendalian zoonosis sebagai hasil ahkir yang ingin dicapai adalah:
48
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
Dalam Milyar Rupiah Sumber : Kementerian Keuangan 2013
Gambar 14 Diagram anggaran Pengendalian Zoonosis 2012-2014
1. Mempertahankan dan memperluas daerah bebas zoonosis;
Renstranas pengendalian zoonosis terpadu 2012-2017 terutama di Kementerian
2. Menurunkan kasus penularan dan
Kesehatan dan Kementerian Pertanian
kematian akibat zoonosis pada hewan
sebagai sektor utama dan kemenko kesra
dan manusia di masyarakat;
sebagai koordinator pelaksanaan Perpres
3. Mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat zoonosis. Renstranas pengendalian zoonosis terpadu 2012-2017 merupakan suatu bentuk implementasi sistim penganggaran
30/2011 (sekretariat Komnas Pengendalian Zoonosis), berdasarkan data kementerian keuangan telah dialokasikan anggaran sebagaimana gambar 14 (dalam milyar rupiah).
terpadu berdasarkan UU nomor 17 tahun
REKOMENDASI
2003 yang mengatur tentang pendekatan
Berdasarkan informasi dalam pertemuan,
penganggaran yang dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses p e re n c a n a a n d a n p e n g a n g g a ra n d i lingkungan K/L untuk menghasilk an dokumen RKA-KL sesuai dengan dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Dalam mengimplementasikan RPJMN dan
maka peserta Rakornas yang dibagi menjadi 3 tema diskusi kelompok yang membahas tentang : 1) Percepatan pengendalian zoonosis dan perencanaan terpadu; 2) Penguatan koordinasi dan kapasitas sumber daya pemda; dan 3) Perlindungan wilayah dan pemberdayaan masyarakat,
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
49
bersepakat merekomendasikan hal-hal
2. Penguatan koordinasi dan kapasitas
sebagai berikut :
sumber daya pemda :
1. Percepatan pengendalian zoonosis dan
a. M e n i n g k a t k a n k o o rd i n a s i d a n
perencanaan terpadu : a. Membuat rencana aksi percepatan p e n g e n d a l i a n zo o n o s i s s e c a ra
memperkuat peran Komisi Pengendalian Zoonosis Provinsi, Kabupaten dan Kota;
terpadu yang meliputi seluruh
b. Mengalokasikan formasi dokter
kementerian/lembaga anggota
hewan yang dibutuhkan dan
Komnas Pengendalian Zoonosis;
disesuaikan dengan kondisi masing-
b. Menyusun peta jalan (roadmap)
masing daerah;
indonesia bebas zoonosis 2020
c. Memperkuat kolaborasi penelitian
yang meliputi rabies, flu burung dan
dan kajian zoonosis antara
brusellosis;
pemerintah dan lembaga penelitian/
c. M e l a k s a n a k a n a d v o k a s i d a n
perguruan tinggi serta dunia usaha
sosialisasi kepada bagian
d. M emper k uat duk ungan sarana
perencanaan dan anggaran terkait
dan prasarana serta teknologi dari
pengendalian zoonosis;
pemerintah kepada pemerintah
d. Menyusun Rencana Strategis Daerah Pengendalian Zoonosis Terpadu
daerah dalam pengendalian zoonosis;
sesuai karakter tantangan di
e. Memperkuat dukungan anggaran
wilayahnya dengan tetap mengacu
dari APBN kepada daerah dalam
pada Renstranas Pengendalian
p e n g e n d a l i a n zo o n o s i s s e c a ra
Zoonosis Terpadu 2012-2017;
proporsional melalui dekonsentrasi
e. Menyediakan dana tanggap darurat untuk wabah zoonosis sebagai
dan tugas pembantuan. 3. P e r l i n d u n g a n w i l a y a h d a n
bencana non alam melalui Badan
pemberdayaan masyarakat.
Penanggulangan Bencana Daerah
a. M e n y u s u n p e r d a t e n t a n g
(BPBD); f. Meningkatkan sistim kewaspadaan dini dan respon cepat.
pengendalian zoonosis di masyarakat; b. Memperketat pengawasan check point lalu lintas hewan antar wilayah;
50
P E NGUATA N K E L E MB AGA A N , KA PA SI TA S SU M B E R DAYA DA N K E BIJAKAN SEKTORAL
manusia dan kerjasama petugas lapangan pengawasan hewan penular zoonosis antar intansi; d. M e n g a l o k a s i k a n
dana
pemberdayaan masyarakat melalui program CSR; e. Melibatkan perguruan tinggi melalui zoonosis center (pusat studi zoonosis) dan meningkatkan perannya dalam penguatan kurikulum dan penelitian tentang zoonosis serta pengabdian kepada masyarakat.
TINDAK LANJUT RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN ZOONOSIS
c. Memperkuat kapasitas sumber daya
1. Kementerian per tanian menyusun roadmap pembebasan rabies, flu burung dan brusellosis; 2. Kementerian pertanian dan kementerian kesehatan mengalokasikan sumberdaya percapatan pengendalian rabies pada tahun 2014 di provinsi sulawesi utara dan nusa tenggara timur; 3. Kementerian dalam negeri mendorong pemerintah daerah melalui koordinasi, fasilitasi dan advokasi di provinsi sulawesi utara dan nusa tenggara timur; 4. S e k r e t a r i a t k o m i s i n a s i o n a l pengendalian zoonosis memfasilitasi koordinasi lintas sektor dalam rangka percepatan pengendalian rabies; 5. Program lintas sektor tahun 2014 difokuskan kepada komunikasi dan simulasi wabah/pandemi.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
51
KESIMPULAN ¯¯Zoonosis pada hewan dan manusia
¯¯Roadmap pembebasan rabies, flu
sudah dapat dikendalikan namun
burung dan brusellosis merupakan
karena zoonosis masih endemis di
dokumen strategis sebagai acuan
sebagian besar wilayah Indonesia pada
pelaksanaan pengendalian zoonosis
hewan penular maka masih berpotensi
disamping Renstranas pengendalian
kembali menimbulkan wabah;
zoonosis terpadu 2012-2017;
¯¯Zoonosis sangat strategis untuk
¯¯K a p a s i t a s k e l e m b a g a a n y a n g
ditangani secara lintas sektor
menangani zoonosis pada sumber
mengingat potensi dampak yang
penularan (dinas yang menaungi
meliputi banyak aspek termasuk
fungsi kesehatan hewan) masih lemah;
ekonomi nasional yang secara tidak
¯¯Pengendalian zoonosis belum menjadi
langsung mempengaruhi program
program prioritas di daerah akibat
pemerintah dalam penanggulangan
m a s i h k u r a n g ny a i n fo r m a s i d a n
kemiskinan;
sosialisasi.
¯¯S e b a g i a n b e s a r k e m e n t e r i a n dan lembaga anggota Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis telah memperkuat kebijakan sektoral dan menyusun program s e r t a m e n g a l o k a s i k a n a n g g a ra n pengendalian zoonosis sesuai tugas dan fungsinya;
PENUTUP Pengendalian zoonosis secara terpadu
Ditengah tantangan yang dihadapi
yang dilaksanakan oleh pemerintah dan
maka implementasi sistim kesehatan
pemerintah daerah secara terkoordinasi
hewan secara komprehensif dari tingkat
melalui wadah koordinasi komisi
kabupaten dan kota sampai dengan
pengendalian zoonosis telah berhasil
provinsi dan pusat perlu segera diperkuat
menurunkan insidensi zoonosis.
termasuk tugas, fungi dan kewenangannya
pembangunan sistim pengendalian
terutama dalam melindungi masyarakat
zoonosis terpadu berdasarkan konsep
dari ancaman zoonosis.
one health pada tahun 2014 dilaksanakan melalui penguatan kapasitas sumber daya dan kebijak an sektoral. Dalam pengendalian penyakit menular seperti zoonosis tidak mungkin hanya ditangani oleh sektoral namun harus ditangani secara lintas sektor, untuk itulah dibutuhkan koordinasi yang telah diatur oleh presiden melalui wadah komisi pengendalian zoonosis. Pe l a k s a n a a n s t rate gi p e n g e n d a l i a n zoonosis pada hewan sebagai sumber penularan menghadapi tantangan seperti perdagangan global, peningkatan pola konsumsi pangan yang terus meningkat dan perubahan fungsi lahan yang tidak memperhatikan aspek kesehatan.
Komunikasi kepada masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam pengendalian zoonosis. Pengendalian tanpa keterlibatan masyarakat akan menjadi sia-sia dan m a h a l k a re n a f a k to r s o s i a l b u d aya dan ekonomi yang menjadi faktor penentu keberhasilan. Pemerintah perlu melaksanakan kesiapsiagaan menghadapi wabah/pandemi secara berkala melalui memetakan kapasitas, evaluasi dan uji coba prosedur respon wabah. Surveilans terpadu menjadi alat dalam pengendalian zoonosis yang cukup efektif untuk deteksi dini dan respon cepat sehingga wabah dapat ditanggulangi dengan cepat guna mengurangi dampak yang akan terjadi.
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS
KOMISI NASIONAL PENGENDALIAN ZOONOSIS