PENGARUH DURASI SHOT DAN TEMPO NARASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT PESAN VIDEO JAMBU KRISTAL
AHMAD AULIA ARSYAD
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Ahmad Aulia Arsyad NIM I352120121
RINGKASAN AHMAD AULIA ARSYAD. Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium guajava L.). Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan KRISHNARINI MATINDAS. Media audio visual merupakan salah satu jenis media komunikasi yang selalu berkembang dan menarik bagi semua kalangan. Berbagai macam bentuk audio visual, baik bersifat edukatif maupun hiburan, telah dinikmati secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang selama hampir dua puluh empat jam setiap harinya. Penelitian mengenai desain media audio visual sebenarnya cukup banyak. Hasil-hasil penelitian lain mengenai media audio visual lebih banyak menunjukkan bagaimana media audio visual, baik berupa film, video dan sejenisnya, mampu mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan seseorang. Namun penelitian mengenai durasi shot dan tempo narasi masih sangat jarang ditemukan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk menguji apakah terdapat perbedaan kemampuan mengingat pesan video jambu kristal berdasarkan durasi shot dan tempo narasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan. Durasi Shot yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berapa detik durasi setiap gambar (shot) dalam video setelah melalui proses pemotongan (cut dalam editing), agar penonton tertarik untuk menikmati tayangan tersebut serta memahami isi ceritanya. Penelitian eksperimen ini dilakukan pada 60 anggota Posdaya Cisadane, Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, yang dipilih secara random dan dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. Data pos tes dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dua arah (Two-way ANOVA), sedangkan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dengan hasil pos tes, digunakan uji korelasi Pearson product moment dan rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi shot memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan, sedangkan tempo narasi belum terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan. Sementara itu, kombinasi antara durasi shot dan tempo narasi yang paling berpengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan adalah durasi shot cepat dengan tempo narasi lambat, dilihat melalui rataan hasil skor pos tes empat kelompok perlakuan. Uji korelasi Pearson dan rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara karakteristik responden dengan hasil skor pos tes, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan hasil skor pos tes adalah berdasarkan perlakuan penelitian. Kata kunci: durasi shot, kemampuan mengingat pesan, tempo narasi.
SUMMARY AHMAD AULIA ARSYAD. The Influences of the Shot Duration and Narration Tempo toward Memory Retrieval Ability of Messages on Video of Crystal Guava (Psidium guajava L.). Supervised by PUDJI MULJONO and KRISHNARINI MATINDAS. Audio-visual is one type of communication medium that is always evolve and interesting for many people. Various forms of audio-visual, both educative and entertainment, has been enjoyed directly or indirectly, by any person for almost twenty-four hours a day. Research on the design of audio-visual media is actually quite a lot. The results of other research based on audio-visual media shows how it capable of affecting or improving a person’s knowledge. However, research on shot duration and narration tempo is still very rare. This has attracted the interest of researcher to test whether there are differences in the level of memory retrieval ability of messages on video of crystal guava based on the shot duration and narration tempo. This research was conducted to analyze the influences of shot duration and narration tempo, also identify which combination that has the most influences toward memory retrieval ability of messages on video. Shot duration in this research is referred to the length (on seconds) of each shots on video after editing, so that the audience interested to watch and understand the information given on video. This experimental research was conducted on 60 posdaya members which were randomly selected and divided into four treatment groups. Data was analyzed using Two-way analysis of variance, and characteristics of respondent were examined with Pearson and rank Spearman correlation test. The result show that shot duration has a significant influence on the memory retrieval ability of messages on video, while there is no significant difference has been shown by narration tempo. Meanwhile, the combination of shot duration and narration tempo which has most influence toward memory retrieval ability of messages on video is fast shot duration with a slow narrative tempo, according to the average posttest score of four treatment groups. Pearson and rank Spearman correlation test shows that characteristics of respondent has no significant correlation with post test score, which means the post test score was based on experiment treatment.
Key words: memory retrieval ability, narration tempo, shot duration.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH DURASI SHOT DAN TEMPO NARASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT PESAN VIDEO JAMBU KRISTAL
AHMAD AULIA ARSYAD
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS
Judul Tesis Nama NIM
: Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium guajava L) : Ahmad Aulia Arsyad : I352120121
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudji Muljono, MSi
Dr Krishnarini Matindas, MS
Ketua
Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Djuara P Lubis, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 4 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium guajava L.) di Posdaya Cisadane Kabupaten Bogor. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis perbedaan pengaruh durasi shot dan tempo narasi pada video inovasi jambu kristal terhadap kemampuan mengingat pesan, serta untuk memenuhi syarat pengambilan data lapangan dan tesis pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono dan Ibu Dr Krishnarini Matindas selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Djuara P Lubis yang telah memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Yatri Indah Kusumastuti, Ibu Arnis beserta seluruh kru Green TV IPB, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Prof Dr Didik Suharjito, Ibu Endang Sri Wachjuni, istriku Cantika Zaddana serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Ahmad Aulia Arsyad
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2 3
4
Media Komunikasi Massa Media Audio Visual Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual Visual Durasi Shot Audio Tempo Narasi Kemampuan mengingat pesan Jambu Kristal
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
1 3 4 4 4 4 8 11 13 15 16 19 21 24 26
Kerangka Pemikiran
26
Hipotesis
27
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data Tahapan Penelitian Instrumen Validitas dan Reliabilitas Uji Coba dan Evaluasi Media Pengolahan dan Analisis Data Definisi Istilah
5
1
HASIL DAN PEMBAHASAN
28 28 30 30 31 32 32 32 33 33
Gambaran Umum Desa Watesjaya 33 Gambaran Umum Posdaya Cisadane 35 Karakteristik Responden 38 Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan mengingat pesan Video Jambu Kristal 39 Perbedaan Pengaruh Durasi Shot terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 41 Perbedaan Pengaruh Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 42
Kombinasi Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 44 Pengaruh Interaksi Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 45 Hubungan antara Karakteristik dengan Kemampuan Mengingat Pesan Responden 48 6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
55 55 56
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN
59
RIWAYAT HIDUP
78
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Desain faktorial 2x2 antara durasi shot dengan tempo narasi Komposisi penduduk Desa Watesjaya Kegiatan Posdaya Cisadane Karakteristik responden berdasarkan golongan usia dan tingkat pendidikan Rataan skor pos tes responden menurut kelompok perlakuan Hasil analisis sidik ragam dua arah skor kemampuan mengingat pesan responden Hasil uji wilayah berganda Duncan Hasil uji korelasi Pearson antara umur dengan skor pos tes tiap kelompok perlakuan Hasil uji korelasi Spearman antara pendidikan dengan skor posttest tiap kelompok perlakuan Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual cepat narasi cepat Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual cepat narasi lambat Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual lambat narasi cepat Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual lambat narasi lambat
29 35 37 38 40 40 46 48 48 49 50 52 53
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran pengaruh durasi shot dan tempo narasi pada video inovasi jambu kristal terhadap kemampuan mengingat pesan Struktur organisasi pengurus Posdaya Cisadane Kegiatan pembuatan keripik singkong di Posdaya Cisadane Pelaksanaan eksperimen video jambu kristal di Posdaya Cisadane Kombinasi durasi shot dan tempo narasi terhadap rata-rata skor pos tes
27 36 37 39 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Storyboard “Mengenal Jambu Kristal” 57 Panduan pertanyaan uji coba dan evaluasi media 62 Kuesioner posttest 63 Hasil uji coba instrumen penelitian 66 Hasil uji coba validitas dan reliabilitas Kuder-Richardson (KR20) menggunakan Microsoft Excel 2007 67 Data hasil penelitian berdasarkan kelompok perlakuan 69 Hasil uji korelasi Pearson, Spearman, dan Two way ANOVA 71
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Seiring berkembangnya ide tentang membangun keberdayaan melalui informasi, komunikasi, dan pengetahuan masyarakat, semakin banyak inovasi yang melibatkan penggunaan media komunikasi, baik cetak (seperti buletin atau Koran desa) maupun elektronik (seperti radio komunitas atau internet masuk desa). Semakin terbangunnya pemahaman media di tingkat warga, membuat warga cepat menyadari dan memanfaatkan media komunikasi untuk menyelesaikan persoalannya, memenuhi kebutuhannya, dan memaksimalkan potensinya. Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dan majunya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mengakibatkan adanya peningkatan dalam kebutuhan pengetahuan dan informasi yang berguna untuk menyokong pembangunan pertanian. Diseminasi informasi pertanian dapat memanfaatkan teknologi komunikasi sebagai saluran, sehingga mendukung terciptanya proses komunikasi yang efektif. Menurut Ofuoku dan Agumagu (2010); Adeokun et al (2006); Agumagu (1988), efektifitas penyaluran informasi maupun teknologi tergantung pada efisiensi aplikasi dan efektifitas kombinasi dari berbagai sumber dan materi media audio visual. Hal ini berarti media audio visual dapat menjadi salah satu pendukung yang signifikan dalam penyampaian pesan-pesan inovasi pertanian, khususnya dalam rangka penyuluhan teknologi pertanian. Penelitian lain mengenai penggunaan media audio visual sebagai metode penyuluhan, juga telah dilakukan oleh Rahmawati et al (2007). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara umum media audio visual dapat digunakan sebagai salah satu metode penyuluhan, dalam kaitannya dengan peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah. Media massa, antar-personal dan hibrida merupakan alat yang membantu untuk mengkombinasikan saluran-saluran komunikasi yang berbeda untuk “transportasi” dan pertukaran sinyal-sinyal tekstual, visual, audio, berhubungan dengan sentuhan dan/atau penciuman. Internet sebagai media hibrida memiliki aplikasi luas, banyak terkait dengan intervensi komunikatif dalam berbagai bidang kemasyarakatan, termasuk pertanian dan manajemen sumber daya. Internet dapat dibagi ke dalam lima modalitas dasar (jaringan di seluruh dunia, surat elektronik, newsgroup, ruang untuk chatting, dan mentransfer file) yang secara fleksibel dapat digunakan dan dikombinasikan dalam aplikasi konsepsi internet untuk tujuan intervensi komunikasi. Banyak organisasi dan individu kini memiliki website, yang pada pokoknya merupakan brosur (buku) multi-saluran yang maju (tekstual, auditif, visual) yang dapat “dibuka” di alamat elektronik khusus, misalkan sebuah komputer yang terhubung dengan jaringan komputer di seluruh dunia. Berdasarkan fungsi dan kapabilitasnya, media internet dapat digunakan sebagai saluran komunikasi untuk inovasi di pedesaan yang mencakup wilayah luas, cepat, dan dengan biaya relatif lebih kecil.
2
Media audio visual merupakan salah satu jenis media komunikasi yang selalu berkembang dan menarik bagi semua kalangan. Berbagai macam bentuk audio visual, baik bersifat edukatif maupun hiburan, telah dinikmati secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang selama hampir dua puluh empat jam setiap harinya. Demikian besarnya peran media audio visual seperti televisi, mempengaruhi cara pikir dan gaya hidup seseorang. Bahkan seringkali tayangantayangan tersebut mengajarkan bagaimana cara kita untuk bertingkah laku dan menyikapi berbagai hal dalam kehidupan. Hal tersebut terjadi dalam setiap sisi kehidupan kita, baik di pedesaan maupun perkotaan. Pertanian dan pedesaan merupakan hal yang berkaitan erat dan sangat vital bagi kehidupan. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan inovasi-inovasi yang harus selalu berkembang demi tercapainya kebutuhan hidup manusia. Institut Pertanian Bogor memiliki sumberdaya informasi di bidang pertanian yang melimpah, namun sebagian besar hasil-hasil riset dan penelitian tersebut belum tersosialisasikan pada khalayak IPB pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Saat ini belum banyak materi/konten tentang pertanian dan green lifestyle yang disiarkan melalui media televisi dan internet, namun minat dan perhatian masyarakat mengenai pertanian dan gaya hidup green sebenarnya cukup tinggi. Green TV IPB hadir sebagai lembaga penyiaran yang mengolah berbagai hasil penelitian dan inovasi, menjadi sebuah tayangan yang lebih mudah dipahami dan diaplikasikan oleh masyarakat. Tayangan tersebut disiarkan melalui media televisi (VHF channel 5 frekuensi 76-82 MHz) dan media hibrida/internet (http://greentv.ipb.ac.id). IPB memilih untuk mendirikan Green TV IPB sebagai media diseminasi hasil riset dan inovasi kepada seluruh civitas akademika dan masyarakat desa lingkar kampus IPB. Televisi sebagai media audio visual telah cukup populer di kalangan masyarakat, karena televisi menyediakan layanan yang memungkinkan kita untuk memahami informasi dengan menggunakan indera penglihatan (visual) dan pendengaran (audio). Program-program televisi sangat potensial untuk didesain secara menarik, namun tetap kaya akan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Jambu kristal (Psidium guajava L.) adalah sebuah inovasi hasil kerjasama antara Taiwan ICDF dengan University Farm IPB. Jambu ini memiliki tekstur yang renyah saat dimakan, dan memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran. Namun sayangnya masih sedikit petani yang membudidayakan jambu kristal, padahal potensi budidaya jambu ini dapat dikatakan cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mempromosikan hasil inovasi adalah melalui media audio visual. Hal ini dikarenakan media audio visual memiliki daya tarik yang sangat tinggi di kalangan masyarakat saat ini. Melalui desain audio visual yang efektif, dalam hal ini kaya informasi dan tentu saja menarik untuk disaksikan, diharapkan dapat menginspirasi petani (khususnya petani jambu) maupun masyarakat luas untuk mencoba membudidayakan inovasi jambu kristal tersebut. Penelitian mengenai desain media audio visual sebenarnya cukup banyak. Sebagai contoh, penelitian Alif (2008) yang menunjukkan bahwa media video dapat membantu meningkatkan pengetahuan siswa tentang chikungunya.Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan bahasa narasi
3
maupun bentuk pesan visual berupa gambar diam atau gambar bergerak, tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam penyampaian pesan. Penelitian lain yang serupa adalah Septiana (2008) yang menunjukkan bahwa karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, umur, dan pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan pengetahuan. Selain itu, Septiana menyatakan bahwa penggunaan model (talent) maupun suara narator laki-laki atau perempuan dalam video tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam peningkatan pengetahuan. Hasil-hasil penelitian lain mengenai media audio visual seperti Damastuti (2007); Safari (2004); Siahaan (2005); Oktira et al (2013), lebih banyak menunjukkan bagaimana media audio visual, baik berupa film, video dan sejenisnya, mampu mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan seseorang. Namun penelitian mengenai durasi shot dan tempo narasi masih sangat jarang ditemukan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk menguji apakah terdapat perbedaan tingkat penerimaan informasi inovasi jambu kristal berdasarkan durasi shot dan tempo narasi dalam media video.
Rumusan Masalah Green TV IPB merupakan organisasi media yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan komunitasnya, yaitu civitas akademika IPB serta masyarakat luas. Kemampuan seseorang dalam mencerna informasi yang didapat baik melalui visual (penglihatan) ataupun audio (pendengaran) berbeda-beda. Seseorang perlu menempatkan atensi dan konsentrasinya untuk dapat memahami suatu tayangan. Namun seberapa cepat tiap gambar berganti, atau dalam hal ini durasi tiap shot dalam satu tayangan, dan tempo narasi mampu mempengaruhi kemampuan mengingat pesan seseorang? Melihat hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Seperti apa deskripsi karakteristik responden di lokasi penelitian? 2. Seperti apa pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal? 3. Apakah terdapat perbedaan pengaruh durasi shot terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal? 4. Apakah terdapat perbedaan pengaruh tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal? 5. Apa kombinasi yang paling berpengaruh antara durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal? 6. Apa pengaruh interaksi durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal? 7. Apakah ada hubungan antara karakteristik dengan kemampuan mengingat pesan responden?
4
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan karakteristik responden di lokasi penelitian. 2. Menganalisis pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal. 3. Menganalisis perbedaan pengaruh durasi shot terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal. 4. Menganalisis perbedaan pengaruh tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal. 5. Menganalisis kombinasi yang paling berpengaruh antara durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal. 6. Menganalisis pengaruh interaksi durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal. 7. Menganalisis hubungan antara karakteristik dengan kemampuan mengingat pesan responden.
Kegunaan Penelitian 1. Bagi Institusi, yaitu IPB dan Green TV, dapat menjadi salah satu acuan dalam membuat desain tayangan audio visual sebagai saluran komunikasi inovasi pertanian. 2. Bagi masyarakat dapat menjadi gambaran mengenai kebutuhan informasi yang berkaitan dengan inovasi jambu kristal.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Media Komunikasi Massa Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan oleh Bittner (1980:10) dalam Rakhmat (2011), yaitu “Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Selanjutnya Rakhmat (2011) juga mengutip definisi komunikasi massa dari Gerbner (1967), yaitu “Mass communication is the technologically and institutionally based on production and distribution of the most broadly shared continous flow of messages in industrial societies” (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). Sehubungan dengan itu, Wiryanto (2000) juga menyebutkan bahwa “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai
5
digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”. Berdasarkan definisi tersebut, terlihat bahwa memang komunikasi massa dimulai pada saat berkembangnya era industrialisasi, dimana terjadi ledakan perkembangan teknologi secara besar-besaran. Salah satu perkembangan teknologi yang sangat pesat hingga saat ini adalah teknologi komunikasi massa. Berbagai definisi mengenai komunikasi massa juga diutarakan oleh Rakhmat (2011), yang pada akhirnya menghasilkan suatu rangkuman yaitu “Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan pada waktu yang bersamaan”. Massa dalam hal ini merujuk pada khalayak yang tersebar di berbagai tempat, tidak terbatas jumlahnya dan anonim. Elizabeth Noelle-Neuman (1973) dalam Rakhmat (2011) menyebutkan empat tanda pokok dari komunikasi massa, yaitu : 1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis (teknologi media). Komunikasi massa mengharuskan adanya media massa dalam prosesnya, hal ini dikarenakan teknologi yang membuat komunikasi massa dapat terjadi. Dapat dibayangkan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi massa tanpa bantuan media massa (teknologi), bahkan bila ia berteriak sekencang-kencangnya. 2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi. Dalam istilah komunikasi, reaksi khalayak yang dijadikan masukan untuk proses komunikasi berikutnya disebut umpan balik (feedback). Namun dalam sistem komunikasi massa, komunikator sukar menyesuaikan pesannya dengan reaksi komunikan (khalayak luas dalam hal ini). Komunikasi bersifat irreversible, yang artinya ketika sudah terjadi tidak dapat diputar balik (diulang). Begitu juga halnya dengan komunikasi massa. Sebuah informasi yang telah disebarkan, tidak dapat diputar ulang seperti membuat air menjadi es, kemudian membuat es menjadi air kembali. Dalam komunikasi massa, publik atau khalayak hanya menjadi penerima informasi. Pada saat komunikasi massa dilakukan, khalayak tidak dapat langsung memberikan feedback untuk mempengaruhi pemberi informasi, dalam hal ini untuk aliran komunikasi sepenuhnya diatur oleh komunikator. Namun demikian, dalam komunikasi massa masih terdapat kemungkinan adanya siaran ulang, yaitu memutar ulang tayangan yang sama dalam televisi atau radio. 3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim. Komunikasi dengan media massa memungkinkan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada publik yang tidak terbatas jumlahnya, siapapun dan berapapun orangnya selama mereka memiliki alat penerima (media) siaran tersebut. 4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Seperti dikemukakan sebelumnya, komunikasi massa tidak hanya ditujukan bagi sekelompok orang di kawasan tertentu, namun lebih kepada khalayak luas di manapun mereka berada. Oleh karena itu, lewat media massa seseorang atau sekelompok orang
6
dapat melakukan persuasi kepada banyak orang di berbagai tempat dengan efisien. Unsur-unsur Komunikasi Massa Komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), dan penerima (receiver) serta efek (effect). Wiryanto (2000) menggunakan pendapat Laswell untuk memahami komunikasi massa, di mana untuk mengerti unsur-unsurnya kita harus menjawab pertanyaan yang diformulasikan sebagai berikut: who says what in which channel to whom and with what effect? (siapa berkata apa dalam media yang mana kepada siapa dengan efek apa?). Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga, organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi (institutionalized person) (Wiryanto, 2000). Kita juga mengenal istilah “siapa yang menguasai informasi, dapat menguasai dunia”. Pernyataan tersebut adalah sebuah bentuk pengakuan atas kekuatan pengaruh media massa bagi masyarakat. Pada era orde baru kita dapat melihat pengekangan pers untuk menyiarkan berita-berita yang bersifat anti-pemerintah, seperti yang terjadi pada zaman kekuasaan Nazi atas Jerman.Pemerintah berupaya untuk mengatur aliran informasi kepada masyarakat, dengan maksud untuk membatasi dan mengantisipasi gerakan-gerakan antipemerintah. Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audiens yang sangat banyak jumlahnya. Wright (1977) dalam Wiryanto (2000) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut : 1.
Publicly Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada perorangan tertentu yang eksklusif, melainkan bersifat terbuka untuk umum atau publik. Semua anggota mengetahui, orang lain juga menerima pesan yang sama dan disampaikan secara publicy.
2.
Rapid Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audiens yang luas dalam waktu yang singkat dan simultan. Pesan-pesan dibuat secara massal dan tidak seperti fine art yang dapat dinikmati berabad-abad.
3.
Transient Pesan-pesan komunikasi massa umumnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi “sekali pakai” dan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat permanen. Namun, ada pengecualian, seperti buku-buku perpustakaan, film, transkripsi-transkripsi radio, dan rekaman audio visual yang merupakan kebutuhan dokumentatif. Pada umumnya pesan-pesan komunikasi massa adalah pesan-pesan yang expendable. Maka isi media cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat sensasional.
Media yang mempunyai kemampuan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa secara cepat, luas, dan simultan adalah surat kabar, majalah,
7
radio, film, televisi, dan internet. Anwas (2005); Leeuwis (2009) membahas mengenai media massa konvensional yang saat ini sedang berkembang. Media massa konvensional dapat berupa koran, jurnal pertanian, leaflet, radio dan televisi. Karakteristik dasarnya adalah bahwa seorang pengirim dapat mencapai banyak orang dengan media tersebut, sambil tetap berada di kejauhan, dan tanpa kemungkinan keterlibatan dalam interaksi langsung dengan audiens. Media massa, khususnya radio, televisi, dan koran, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan cara pandang masyarakat mengenai berbagai hal. Itu sebabnya tidak mengherankan bahwa hal pertama yang dilakukan rezim otoriter baru adalah meyakinkan bahwa mereka mengontrol media massa. Idenya adalah bahwa bila kita mengontrol media massa, kita dapat secara selektif mempengaruhi cara masyarakat luas berpikir dan melihat realitas, dan dapat mencegah orang lain untuk menunjukkan gambaran yang berbeda mengenai realitas tersebut. Menurut Wright (1977) dalam Wiryanto (2000), penerima atau mass audience memiliki karakteristik-karekteristik sebagai berikut : a.
Large Besarnya mass audience adalah relatif dan menyebar dalam berbagai lokasi.Khalayak televisi misalnya, merupakan perorangan-perorangan yang tersebar dalam ratusan atau ribuan (bahkan jutaan) keluarga, di tempattempat umum yang memasang televisi penerima. Secara bersama-sama mereka adalah audiens televisi.
b.
Heterogen Komunikasi massa ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat, yang berasal dari berbagai status sosial, jenis kelamin, pendidikan, dan tempat tinggal. Heterogen adalah semua lapisan masyarakat dengan berbagai keragamannya.
c.
Anonim Anonim diartikan anggota-anggota dari mass audience, pada umumnya tidak mengenal secara pribadi dengan komunikator.
Gonzalez dalam Jahi (1988) menyebutkan tiga dimensi komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Selanjutnya Gonzalez menyatakan bahwa, meskipun dimensi-dimensi efek ini berhubungan satu sama lain, ketiganya juga independen satu sama lain. Mereka terjadi dalam berbagai sekuen, dan perubahan dalam satu dimensi tidak perlu diikuti oleh perubahan dalam dimensi lainnya. Efek komunikasi massa dapat juga ditinjau dari dimensi lain, yaitu : (1) Langsung atau kondisional, (2) spesifik-isi atau umum-menyebar, (3) perubahan atau stabilisasi, (4) kumulatif atau nonkumulatif, (5) jangka pendek atau jangka panjang, (6) mikro atau makro, dan (7) efek proporsional atau antisosial (Gonzalez dalam Jahi, 1988). Efek diketahui melalui tanggapan khalayak (response audience) yang digunakan sebagai umpan balik (feedback). Dalam komunikasi massa, jumlah umpan balik relatif kecil dibandingkan dengan jumlah khalayak secara
8
keseluruhan yang merupakan sasaran komunikasi massa, dan sering tidak mewakili seluruh khalayak (Wiryanto, 2000). Menurut McLuhan dalam Rakhmat (2011), media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik. Informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan, atau mendefinisikan citra. Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat.
Media Audio Visual Media Audio Visual dapat kita artikan secara sederhana yaitu media komunikasi berbentuk gabungan antara Audio (suara) dan Visual (gambar). Pada dasarnya orang-orang akan menganggap bahwa media audio visual berarti televisi. Hal ini dikarenakan televisi merupakan salah satu media komunikasi massa dengan bentuk audio visual yang paling populer. Namun sebenarnya bentuk-bentuk media audio visual terdiri dari slide bersuara, video, film, penyuluhan menggunakan bantuan gambar, dan lain-lain. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) dalam Septiana (2008), penyampaian pesan yang menggunakan ilustrasi dari alat bantu audio visual akan (dapat membantu penonton) lebih mengingat banyak pesan. Televisi dalam kaitannya dengan pembangunan, dapat dipakai untuk memberitahu rakyat tentang berbagai hal yang menyangkut pembangunan nasional, membantu rakyat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan mendidik rakyat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan sosial maupun ekonomi (Jahi, 1988). Senada dengan pernyataan tersebut, Quaal dan Brown (1983) menyebutkan beberapa fungsi dari komunikasi yang dapat dimuat dalam tayangan televisi yaitu : (1) Information; (2) Socialization (with discussion); (3) Motivation; (4) Education; (5) Cultural Promotion; dan (6) Entertainment. Karakteristik Media Audio Visual Teknologi Audio visual merupakan cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi yaitu dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Karakteristik atau ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut: 1. Mereka biasanya bersifat linier; 2. Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis; 3. Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya; 4. Mereka merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak;
9
Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif; 6. Umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah. Mengutip pendapat Ardianto et al (2004) dalam Nurfalah (2007), jika ditinjau dari stimulasi alat indera maka karakteristik media audio visual (khususnya televisi) adalah sebagai berikut: 1. Audio Visual Media audio visual memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat. Kedua unsur tersebut haruslah ada kesesuaian yang harmonis, tidak ada satu unsur yang lebih penting daripada yang lain. Leeuwis (2009); Gozalli (1986); Goldberg (1985); Nielsen (1981), mengatakan bahwa media audio visual memiliki kelebihan berupa daya tarik yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan media visual (seperti foto, koran, slide, dan sebagainya), media audio (seperti radio dan rekaman suara), maupun komunikasi interpersonal. Namun demikian media ini tetap memiliki kekurangan, di antaranya adalah dalam satu kali tayang, berarti penonton hanya akan melihat maupun mendengar informasi satu kali atau selintas, sehingga jika informasi tersebut tidak dapat dimaknai dengan cepat maka penonton akan kehilangan informasi tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi pemahaman isi tayangan secara keseluruhan. Meskipun pada media video atau slide bersuara, penonton dapat mengulang informasi tersebut dengan memutarnya kembali di lain waktu jika memungkinkan.
5.
2.
Berpikir dalam Gambar (think in picture) Dalam membuat sebuah tayangan audio visual, kita mengenal adanya tiga tahapan yaitu: Penulisan Naskah Seorang penulis naskah harus dapat membayangkan gambaran keseluruhan tayangannya dalam bentuk tulisan (naskah). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses visualisasi dan editing, karena naskah amat berperan penting sebagai panduan dalam pembuatan tayangan audio visual. Visualisasi Secara sederhana, visualisasi berarti menerjemahkan kata-kata (dalam naskah) yang mengandung gagasan, menjadi gambar secara individual. Penulis naskah dan juru kamera harus bekerjasama untuk menunjukkan obyek-obyek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikan sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna. Editing Selanjutnya adalah tahap editing, atau kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Pada tahap ini, seorang editor harus dapat menggabungkan gambar per gambar, menjadi sequences, hingga menjadi satu tayangan yang utuh beserta narasi dan musik pengiring atau latar (backsound).
10
Format Media Audio Visual Seperti disebutkan sebelumnya bahwa media audio visual bukan hanya berupa siaran televisi, terdapat beberapa bentuk media audio visual diantaranya: 1. Media Audio Visual Gerak Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena meliputi penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar yang bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi, video tape, dan film bergerak. a. Film Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap. Film yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Dapat menarik minat; b. Benar dan autentik; c. Up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan; d. Sesuai dengan tingkatan kematangan audien; e. Perbendaharaan bahasa yang dipergunakan secara benar; f. Kesatuan dan sequence-nya cukup teratur; g. Teknis yang dipergunakan cukup memenuhi persyaratan dan cukup memuaskan. b. Video Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan dapat bersifat fakta (kejadian/ peristiwa penting, berita), maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif, edukatif maupun intruksional. Sebagian besar tugas film dapat digantikan oleh video, namun tidak berarti bahwa video akan menggantikan kedudukan film. Masing-masing memiliki keterbatasan dan kelebihan sendiri. c. Televisi (TV) Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Dewasa ini televisi yang dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Televisi pendidikan adalah penggunaan program video yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu tanpa
11
melihat siapa yang menyiarkannya. Televisi pendidikan tidak hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik. Oleh karena itu, ia memiliki ciri-ciri tersendiri, antara lain yaitu: (1) Dituntun oleh instruktur, seorang instruktur atau guru menuntun siswa sekedar menghibur tetapi yang lebih penting adalah mendidik melalui pengalaman-pengalaman visual. (2) Sistematis, siaran berkaitan dengan mata pelajaran dan silabus dengan tujuan dan pengalaman belajar yang terencana. (3) Teratur dan berurutan, siaran disajikan dengan selang waktu yang berurutan secara berurutan dimana satu siaran dibangun atau mendasari siaran lainnya, (4) Terpadu, siaran berkaitan dengan pengalaman belajar lainnya, seperti latihan, membaca, diskusi, laboratorium, percobaan, menulis, dan pemecahan masalah. Televisi sebenarnya sama dengan film, yakni dapat didengar dan dilihat. Media ini berperan sebagai gambar hidup dan juga sebagai radio yang dapat dilihat dan didengar secara bersamaan. Media komunikasi massa khususnya televisi berperan besar dalam hal interaksi budaya antar bangsa, karena dengan sistem penyiaran yang ada sekarang ini, wilayah jangkauan siarannya, tidak ada masalah lagi. Meskipun demikian, bagaimanapun juga televisi hanya berperan sebagi alat bukan merupakan tujuan kebijaksanaan komunikasi, karena itu televisi mempunyai fungsi: a. Sebagai alat komunikasi massa Daerah jangkauan televisi, di belahan bumi manapun sudah tidak menjadi masalah bagi media massa. Hal ini karena ada revolusi dibidang satelit komunikasi massa yang terjadi pada akhir-akhir ini. Sebagai akibat adanya sistem komunikasi yang canggih itu, media massa televisi mampu membuka isolasi masyarakat tradisional yang sifatnya tertutup menjadi masyarakat yang terbuka. b. Sebagai alat komunikasi pemerintah Sebagai alat komunikasi pemerintah, televisi dalam pesan komunikasinya terhadap kondisi sosial budaya suatu bangsa, meliputi tiga sasaran pokok, yaitu: 1) Memperkokoh pola-pola sosial budaya 2) Melakukan adaptasi terhadap kebudayaan 3) Kemampuan untuk mengubah norma-norma soaial budaya bangsa.
Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual Media audio visual mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Ada dua jenis media audio visual disini yaitu audio visual gerak dan audio visual diam.
12
Kelebihan media audio visual gerak a.
Film 1) Film dapat menggambarkan suatu proses, misalnya proses pembuatan suatu keterampilan tangan dan sebagainya. 2) Dapat menimbulkan kesan ruang dan waktu. 3) Penggambarannya bersifat 3 dimensional. 4) Suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada gambar dalam bentuk ekspresi murni. 5) Dapat menyampaikan suara seorang ahli sekaligus melihat penampilannya. 6) Kalau film dan video tersebut berwarna akan dapat menambah realita objek yang diperagakan. 7) Dapat menggambarkan teori sains dan animasi.
b.
Video 1) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan lainnya. 2) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapt memperoleh informasi dari ahli-ahli/ spesialis. 3) Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga dalam waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian dan penyajiannya. 4) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang. 5) Keras lemah suara dapat diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar. 6) Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut, artinya kontrol sepenuhnya ditangan guru. 7) Ruangan tidak perlu digelapkan waktu menyajikannya.
c.
Televisi: 1) Bersifat langsung dan nyata, serta dapat menyajikan peristiwa yang sebenarnya. 2) Memperluas tinjauan kelas, melintasi berbagai daerah atau berbagai negara. 3) Dapat menciptakan kembali peristiwa masa lampau. 4) Dapat mempertunjukkan banyak hal dan banyak segi yang beraneka ragam. 5) Banyak mempergunakan sumber-sumber masyarakat.
Kekurangan Media Audio Visual Gerak a.
Film 1) Film bersuara tidak dapat diselingi dengan keterangan-keterangan yang diucapkan sewaktu film diputar, penghentian pemutaran akan mengganggu konsentrasi audien. 2) Audien tidak akan dapat mengikuti dengan baik kalau film diputar terlalu cepat.
13
3) Apa yang telah lewat sulit untuk diulang kecuali memutar kembali secara keseluruhan. b.
Video 1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktekkan. 2) Sifat komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain. 3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna.
c.
Televisi 1) Televisi hanya mampu menyajikan komunikasi satu arah. 2) Televisi pada saat disiarkan akan berjalan terus dan tidak ada kesempatan untuk memahami pesan-pesan nya sesuai dengan kemampuan individual penonton.
Visual Caption Caption (keterangan gambar) merupakan keterangan yang biasanya terdiri atas satu atau beberapa baris kalimat yang menjelaskan tentang isi dan maksud gambar yang bersangkutan (Pujiyanto 2013). Caption dalam video diperlukan agar penonton tidak salah tafsir terhadap pesan yang disampaikan. Penampilan caption ini biasanya diletakkan di sepertiga bagian layar dengan posisi rapat, dengan maksud agar penonton lebih cepat berpikir untuk berkesimpulan jika membandingkan gambar dengan caption. Hartley (1978) dalam Alif (2008) menyebutkan bahwa ilustrasi sederhana lebih mudah dipahami dan dilihat, demikian juga dengan “caption” yang menjelaskan gambar tersebut. Caption berfungsi untuk memperjelas konsep atau obyek yang diterangkan, karena dia menunjukkan bagian yang penting saja dan membuang bagian lain. Warna Warna adalah salah satu dari yang menghasilkan daya tarik visual, dan kenyataannya warna lebih mempunyai daya tarik pada emosi daripada akal (Pujiyanto 2013). Daya tarik warna ditimbulkan oleh suatu mutu cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek ke mata. Warna merupakan unsur desain yang pertama kali menarik perhatian seseorang karena indera kita lebih cepat dan mudah melihatnya. Hidayatullah (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada memori calon konsumen, yang dipengaruhi oleh warna pada iklan media cetak. Warna merupakan faktor dominan dalam tampilan sebuah media komunikasi. Orang akan tertarik pada media komunikasi pertama kali dengan warna yang dapat mencerminkan suasana hati bagi orang yang melihatnya. Warna dalam
14
media komunikasi bisa ditampilkan pada background, ilustrasi, atau pada tipografi yang kontras. Simbol warna memiliki beberapa pengaruh di antaranya adalah : 1. Membangkitkan respon emosional 2. Interpretasi warna bersifat subjektif 3. Memori, pengalaman, dan lingkungan mempengaruhi asosiasi yang kita buat 4. Preferensi warna dipengaruhi oleh perilaku emosional, gaya hidup, gender, usia, dan sense of style and fashion. Psikologi Warna Eko Nugroho (2008) dalam Pujiyanto (2013) menyatakan bahwa warna diyakini mempunyai dampak psikologis terhadap manusia. Dampak tersebut dapat dipandang dari berbagai macam aspek, seperti aspek pancaindera, aspek budaya, dan lain-lain. Setiap warna memberi kesan tersendiri karena dipengaruhi oleh alam sekitar kita dan pengalaman terhadap suatu kejadian yang pernah dialami sebelumnya. Oleh karena itu, dapat terjadi perbedaan makna seseorang dengan orang lain dari satu warna yang sama. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh latar belakang diri, latar belakang budaya, kebangsaan, dan sebagainya. Visualisasi Realistik (Gambar Bergerak) Visualisasi realistik atau hidup (motion picture) merupakan gambaran dari apa yang terjadi sebenarnya. Karakteristik media visualisasi realistik menurut Wittich dan Schuller (1979) dalam Alif (2008) adalah: 1. Dapat menampilkan gerakan aslinya. 2. Dapat memperlihatkan suatu proses lengkap dan memungkinkan untuk mempelajari secara mendetail dari suatu proses yang tidak dilihat dengan mata. 3. Efek visualnya sangat mempengaruhi aspek kognitif, afektif dan konatif.
1. 2.
Kelemahan visualisasi realistik adalah sebagai berikut: Tidak bisa mengamati suatu gambar secara mendetail, sebab objek bergerak dan terus berubah. Memerlukan keahlian khusus dalam merekam maupun memutar ulang.
Visualisasi Grafis (Gambar Diam) Visualisasi grafis adalah semua bentuk visual dua dimensi yang khusus disiapkan untuk keperluan media visual (Zettl 1969 dalam Alif 2008). Artinya adalah semua jenis atau simbol-simbol visual yang telah diproyeksikan dalam bidang datar. Bentuk visual grafis dalam video dapat berupa foto, gambar ilustrasi, sketsa, bagan, diagram, kata tercetak, atau ilustrasi visual lainnya.
15
Durasi Shot Media audio visual video memiliki durasi atau waktu yang diperlukan untuk menyaksikan keseluruhan tayangan. Sebuah video yang menarik tentunya memiliki beragam gambar (visual) yang membuat penonton dapat memahami isi cerita yang ingin disampaikan oleh pembuat video. Setiap sequence atau bagianbagian dalam cerita, terdiri dari beberapa shots yang dirangkai sedemikian rupa, untuk membantu menerangkan kejadian atau tahapan-tahapan yang ingin disampaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, durasi dari setiap shot yang terpilih akan menentukan total durasi keseluruhan tayangan. Oleh karena itu, pembuat video harus menentukan berapa detik durasi setiap shot yang dipilih untuk mengefektifkan penggunaan durasi dalam tayangan, tentunya dengan tetap mempertimbangkan bahwa penonton dapat menikmati dan memahami isi cerita dari tayangan tersebut. Durasi shot dapat diartikan sebagai waktu perekaman, mulai dari gambar terekam (dengan menekan tombol rec pada kamera) hingga berhenti (stop). Menurut Bawantara (2008), kemampuan mata untuk mengidentifikasi sesuatu membutuhkan waktu sedikitnya lima sampai delapan detik. Oleh karena itu biasanya dalam sebuah perekaman video, durasi tiap shot-nya adalah sekitar sepuluh detik, untuk kemudian dapat dipotong pada saat editing sesuai dengan kebutuhan. Panjang tiap-tiap shot sangat penting untuk mengatur aliran dan ritme video secara keseluruhan. Durasi Shot yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berapa detik durasi setiap gambar (shot) setelah melalui proses pemotongan (cut dalam editing), agar penonton tertarik untuk menikmati tayangan tersebut serta memahami isi ceritanya. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran bahwa terlalu pendek durasi shot maka penonton tidak dapat mengerti isi pesannya, sedangkan terlalu panjang durasi shot maka penonton akan bosan. Penentuan durasi shot dapat dilakukan sejak awal proses pengambilan gambar melalui kamera, namun dalam pembuatan video proses yang paling menentukan durasi tiap shot adalah proses editing. Secara sederhana, editing dapat berarti menggabungkan atau menyambungkan tiap shot dengan shot lainnya yang memiliki keterhubungan untuk menceritakan isi dari keseluruhan tayangan. Sambungan shot-shot dalam film-film naratif memiliki empat dimensi/hubungan antara lain: 1. Dimensi grafis (garis, bentuk, cahaya, warna, gerak) 2. Dimensi ritmis/irama (ukuran gambar, gerak, suara, durasi shot, metode penyambungan) 3. Dimensi spasial (ruang) 4. Dimensi waktu (waktu penceritaan) Durasi shot yang menjadi variabel dalam penelitian ini termasuk ke dalam dimensi ritmis/irama. Penentuan irama dalam video terbagi menjadi dua, yaitu irama internal yang terjadi di setiap shot (ukuran besar gambar/frame, gerak subyek, gerak kamera) dan irama eksternal yang terjadi ketika ada sambungan antar shot yang dipilih. Terdapat empat jenis irama eksternal yang dapat dibuat dengan mengatur panjang-pendeknya shot, yaitu: 1. Irama konstan Membuat shot-shot yang disambung berdurasi sama.
16
2. Irama dipercepat (akselerasi) Membuat shot-shot yang disambung berdurasi makin lama makin pendek. 3. Irama diperlambat Membuat shot-shot yang disambung berdurasi makin lama makin panjang. 4. Irama tak beraturan Membuat shot-shot yang disambung berdurasi tak beraturan/berubah-ubah. Bagian mata yang memiliki pengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan visual adalah kolikulus superior. Struktur ini terletak di bawah serebrum dan membantu mengarahkan atensi visual. Jika suatu objek mendadak muncul dalam ekstremitas bidang penglihatan, maka kolikulus superiorlah yang mengarahkan pergerakan mata sehingga objek baru tersebut dapat diamati secara optimal (Ling dan Catling 2012). Durasi shot yang panjang akan memberikan waktu lebih lama bagi penonton untuk menyimak dan memahami gambar yang ditayangkan, sedangkan durasi shot yang pendek akan terus memberikan objek yang baru untuk diamati, sehingga jika berdasarkan pada pernyataan Ling dan Catling tersebut, durasi shot yang pendek akan mempengaruhi atensi yang lebih besar dan kemudian meningkatkan konsentrasi dalam menyimak suatu tayangan. Menurut Ling dan Catling (2012), atensi merupakan proses yang mengendalikan informasi yang memasuki kesadaran. Proses ini memiliki kapasitas terbatas dan dapat dikendalikan secara sadar. Secara sederhana sering dikatakan bahwa atensi adalah perhatian seseorang terhadap suatu hal dengan mengabaikan hal lainnya. Atensi dapat dikatakan juga sebagai proses penyaringan atau seleksi perhatian seseorang dalam menanggapi berbagai stimuli (dapat berupa audio maupun visual) yang masuk secara bersamaan.
Audio Audio adalah sebuah bentuk kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, kemudian diterima oleh telinga manusia (atau organ pendengaran pada hewan) untuk kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai suatu bunyi-bunyi yang dinamik dalam rentang desibel tertentu. Secara sederhana, audio dapat dikatakan sebagai suara atau bunyi. Ketika kita menerima stimuli berupa audio melalui telinga, stimuli tersebut kemudian disampaikan ke otak kita untuk diterjemahkan menjadi sesuatu yang bermakna. Proses ini disebut mendengarkan. Menurut Ling dan Catling (2012), mendengar adalah pengalaman perseptual yang berkaitan dengan suara, dan digunakan untuk memberikan sinyal dan untuk berkomunikasi. Pendengaran manusia sangat sensitif, mampu mendeteksi suara antara 20 dan 20.000 Hz dan memiliki rentang dinamik hingga 150 dB. Ling dan Catling (2012) mengatakan bahwa sistem pendengaran harus melakukan tiga fungsi sebelum kita dapat mendengar: mengirimkan informasi akustik ke reseptorreseptor, mentransduksi suara menjadi sinyal-sinyal listrik, dan memproses sinyal-sinyal tersebut untuk menunjukkan kualitas-kualitas suara seperti lokasi, keras, dan tingginya.
17
Narasi (voice over) Narasi (voice over) merupakan suara latar yang direkam untuk menceritakan bagian-bagian dari tayangan, atau memberikan penjelasan (informasi) pada bagian tayangan yang tidak dapat (sulit) dijelaskan melalui gambar (visual). Oleh karena itu, penggunaan narasi sebaiknya tidak berupa pengulangan informasi yang sudah jelas diterangkan oleh gambar. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keterpaduan visual dan audio yang harmonis, serta efisiensi dalam penyampaian informasi. Narasi akan membantu menyampaikan cerita dengan baik dan utuh kepada penonton, sementara musik akan memberi nuansa yang menguatkan gambargambar yang ditayangkan (Bawantara 2008). Sebuah video harus memiliki kekuatan khusus sehingga meskipun cerita disampaikan hanya melalui gambargambar, penonton tetap tertarik untuk mengetahui informasi dari video tersebut. Namun, jika pertanyaan-pertanyaan masih muncul di dalam pikiran penonton (atau bahkan pembuat video tersebut) tentang rangkaian gambar yang ditayangkan, sebaiknya video tersebut dilengkapi dengan narasi. Tahap penulisan naskah audio merupakan tahap yang penting untuk dperhatikan. Meskipun dalam pelaksanaannya tahap ini dapat dilakukan pada awal pembuatan tayangan, sebuah naskah audio (narasi) dapat disesuaikan dengan rangkaian gambar yang ada pada saat editing. Scriptwriting Audio Menggunakan media audio, berarti mengandalkan telinga sebagai indera pendengaran khalayak.Seorang narator maupun penyiar radio memerlukan panduan berupa naskah dalam menyampaikan informasi kepada khalayak, agar informasi yang bersifat sekali dengar tersebut dapat diserap semaksimal mungkin oleh pendengarnya. Menulis naskah audio perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. b.
c.
d.
Kesatuan (unity) dan berpadu (cohesive) Menulis untuk didengar Karena khalayak menempatkan perhatian pada indera pendengarannya, maka sebaiknya dalam penulisan naskah audio perlu diperhatikan bagaimana naskah tersebut apabila didengarkan, apakah nyaman di telinga atau kurang enak didengar. Menulis untuk diucapkan Menggunakan prinsip “Write The Way You Talk”, yaitu bagaimana kita menulis sesuai dengan bagaimana kita mengucapkannya, dengan kata lain menggunakan bahasa bertutur. Tuliskan bagaimana cara membaca setiap kata, khususnya istilah asing atau singkatan seperti SMA ditulis “ES EM A”, “%” ditulis “persen” dan lain-lain. Kita bernafas sambil berbicara, oleh karena itu sebaiknya susun kalimat yang dapat diucapkan dalam satu tarikan nafas, atau beri jeda pada kata tertentu dalam satu kalimat. Menghindari singkatan-singkatan Penyebutan singkatan harus terlebih dahulu disebutkan kepanjangannya, baru diikuti oleh singkatannya. Untuk penyebutan nama dan gelar, selanjutnya dapat menggunakan gelarnya yang paling populer saja.
18
e.
Kalimat ringkas Sederhanakan setiap kalimat agar lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh pendengar. f. Kalimat aktif Gunakan kalimat yang menerangkan apa yang sedang terjadi, dengan menggunakan kalimat aktif. Sederhananya, gunakan awalan “me-“ bukan “di-“ pada setiap kata kerja. g. Menggunakan perbandingan untuk ukuran Suatu penulisan dengan menggunakan penganalogian atau kesejajaran makna dalam rangkaian kalimat.Misalkan, “meteor sebesar bola voli”. h. Menggunakan bahasa yang dimengerti khalayak Sebaiknya menggunakan bahasa informal atau bahasa tutur yang bersifat singkat, lokal, padat, sederhana, lugas, dan menarik i. Pengabaian tanda baca dan ejaan Naskah yang dibaca oleh penyiar harus berbentuk siap baca. Oleh karena itu, tanda baca yang digunakan hanyalah “/” untuk koma atau jeda singkat, “//” untuk titik atau jeda agak panjang, dan “///” untuk akhir siaran. Gunakan huruf kapital dalam setiap penulisan agar lebih jelas terbaca. j. Tidak menggunakan kata-kata yang bermakna ganda atau ambigu Karena bersifat sekali dengar, sebaiknya gunakan kata-kata yang benar-benar menjelaskan, tidak bermakna ganda, untuk menghindari kesalahan penafsiran. Misalnya, “punya bapak (listrik) kami putus”. k. Menghindari penggunaan istilah-istilah sulit didengar atau sulit dipahami Penggunaan bahasa asing, ilmiah, atau kata-kata karangan sendiri yang tidak populer, harus dihindari. Hal ini dikarenakan kata-kata tersebut dapat mengakibatkan kebingungan bagi pendengar.Jangan membuat pendengar menghabiskan waktu untuk berpikir lebih lama dalam menyerap informasi, mengingat durasi dan penyampaian informasi melalui media audio bersifat sekali dengar. l. Menggunakan huruf yang jelas dan ukuran huruf yang cukup terbaca Menulis naskah audio haruslah jelas terbaca, supaya narator ataupun penyiar yang membacanya tidak mengalami kesulitan atau kesalahan baca. m. Menulis untuk komunikasi antar individu (interpersonal) Melalui media audio, sebaiknya gaya komunikasi yang digunakan lebih kepada komunikasi perorangan, yaitu antara penyiar dan pendengar (dalam siaran radio). n. Pengulangan untuk memberikan penekanan-penekanan tertentu Lakukan pengulangan pada informasi-informasi yang penting, seperti nomor telepon, alamat, dan lain-lain. o. Narrative treatment Menceritakan sesuatu berdasarkan kronologisnya atau urutan waktu, tidak melompat-lompat. Hal ini dapat dilakukan dengan menyampaikan Head Line atau Lead In di awal sebagai penarik perhatian, kemudian disusul penjelasan sesuai urutan waktu. p. Menyederhanakan data angka nominal Hindari penyebutan deretan angka yang rumit, sederhanakan dengan menggunakan pembulatan angka supaya lebih enak didengar. Sederhanakan
19
dengan menggunakan kata “sekitar, berkisar, antara, kurang lebih” dan lainlain. q. Jarak subjek dalam kalimat berita harus dekat dengan predikatnya, dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin penggunaan anak kalimat. r. Hindari pengulangan kata dan bunyi yang sama dalam satu kalimat Pengulangan kata ataupun bunyi yang sama akan mengganggu pendengaran. Misalkan, “seorang pekerja lepas melepaskan amarah”. s. Tidak ada kutipan dalam bahasa lisan Gunakan kalimat tidak langsung untuk menyampaikan kutipan. t. Kurangi informasi yang tidak penting, jangan terlalu banyak info dalam satu cerita. Menumpuk informasi dalam satu cerita akan membuat cerita tersebut tidak fokus dan sulit dipahami, karena semakin banyak info, semakin banyak yang direduksi oleh pendengar (lupa). u. Hemat kata tanpa kehilangan makna Hindari penyampaian kata-kata yang bermakna sama, seperti “kalau seandainya”, “agar supaya” dan lain-lain. v. Menulis deskriptif Menggambarkan sebuah kejadian, agar pendengar bisa seolah-olah melihat apa yang terjadi. w. Satu berita satu cerita, satu kalimat satu ide Fokus pada satu topik bahasan, masukkan informasi lain dalam cerita lain, masukkan informasi lain yang mendukung atau berkaitan untuk menerangkan satu cerita kedalam beberapa kalimat selanjutnya.
Tempo Narasi Wilis (1967) dalam Alif (2008) menyebutkan bahwa narasi adalah sebagai “the person in which it is presented”, narasi dibawakan oleh seseorang baik sebagai orang pertama, orang kedua atau orang ketiga. Pada narasi tipe pertama, narator berperan tunggal dalam menyampaikan pesan-pesan, sedangkan dalam bentuk kedua, narator utama adalah orang kedua, orang pertama hanya bertindak sebagai pembuka dan penutup program. Pada narasi ketiga, orang ketigalah yang bertindak sebagai narator utama. Cara seperti ini agak jarang digunakan. Hasil Penelitian Iskandar (2005) mengungkapkan bahwa penjelasan pesan visual bersuara melalui medium video paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan pemirsa daripada penjelasan visual tanpa suara. Selanjutnya Septiana (2008) menyebutkan bahwa perbedaan gender pada suara narator (laki-laki atau perempuan) tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pengetahuan responden. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa narasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan dari media video baik menggunakan narator lakilaki maupun perempuan. Berbicara sebagai narator pada media audio visual, dapat dikatakan sedikit mirip dengan berbicara sebagai penyiar radio. Bedanya adalah dalam media audio visual, konten visual menjadi prioritas utama, sehingga masuknya unsur audio
20
(dalam hal ini narasi) haruslah berfungsi untuk membantu memberikan penjelasan yang tidak dapat disampaikan oleh gambar. Secara sederhana, kita mengenal sebuah teknik penyampaian cerita yang terdiri dari 5W 1H, yaitu what (apa), when (kapan), who (siapa), where (dimana), why (mengapa), dan how (bagaimana). Sebuah narasi akan sangat berperan untuk memberikan penjelasan mengenai why (mengapa) dan how (bagaimana). Seperti layaknya sebuah siaran radio, seorang narator (dan pembuat naskah tentunya) perlu mengingat bahwa sebuah rangkaian bicara harus terkonsep (gagasannya jelas), teratur (berfikir dan bertutur secara kronologis), terarah (mengarah pada suatu tujuan), dan tuntas (tidak menimbulkan tanda tanya para audience). Mengutip Rahmawati dalam bukunya “Berkarier di Dunia Broadcast Televisi dan Radio”, sebagai seorang penyiar (narator dalam media video) tentu saja modal utama yang diperlukan adalah kemampuan berbicara yang baik. Penyiar harus lancar berbicara dengan kualitas vokal yang baik. Kualitas vokal yang baik tidak berarti seseorang harus memiliki suara yang sangat merdu, hal terpenting adalah karakter vokal yang sesuai dengan format dan segmentasi media tersebut (baik radio maupun televisi), serta kemampuan komunikasi yang baik agar seluruh informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh audience. Teknik vokal yang diperlukan agar bisa lancar berbicara antara lain kontrol suara (voice control) yang meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar atau kualitas suara. Selanjutnya Rahmawati mengatakan bahwa selain lancar berbicara, seorang penyiar yang baik harus mampu untuk menimbulkan kesan bagi audience-nya. Kesan yang berbeda dapat ditimbulkan melalui penyampaian yang berbeda pula, seperti: 1. Jujur, karena disampaikan dengan tenang. 2. Tulus, karena disampaikan dengan niat. 3. Menyenangkan, karena disampaikan dengan gembira. 4. Mempesona, karena tiap napas menyatu dengan kata-kata. 5. Yakin, karena disampaikan dengan lancar. Kecepatan berbicara seseorang diyakini mempengaruhi proses penyampaian informasi pada pendengarnya. Jika seseorang berbicara terlalu cepat, maka kemungkinan besar pendengarnya akan bingung hal apa yang ingin disampaikan oleh pembicara. Namun sebaliknya, jika seseorang berbicara terlalu lambat maka pendengarnya akan merasa bosan akan apa yang dibicarakan, meskipun hal tersebut sebenarnya penting. Hal ini sesuai dengan pendapat DeVito (1997), bahwa mendengarkan adalah proses aktif dan tidak terjadi begitu saja. Mendengarkan menuntut tenaga dan komitmen. Seseorang yang tidak merasa perlu atau tidak ingin mendengarkan, cenderung akan mengabaikan informasi yang disajikan. Narasi pada media audio visual seperti televisi, bersifat selintas atau sekali dengar. Oleh karena itu, kecepatan berbicara narator, yang kemudian akan disebut sebagai tempo narasi, perlu dijaga agar efektif baik dari segi informasi yang tersampaikan maupun waktu untuk menyampaikannya. Septiana (2008) menyebutkan bahwa pembentukan suara dan cara berbicara sangat penting pada unsur audio video karena sangat mempengaruhi pemirsanya. Untuk itu narator sebaiknya berasal dari orang-orang yang mampu bicara secara terang dan jelas serta dapat menginterpretasikan narasi.
21
Kemampuan Mengingat Pesan Media audio visual diakui memiliki efektifitas yang paling tinggi dalam penyampaian informasi kepada khalayak. Menurut Lunandi (1993), sebuah program pendidikan memerlukan gabungan beberapa metoda untuk mencapai efektifitas tertinggi. Lebih lanjut Lunandi menyebutkan bahwa, manusia belajar: 1% melalui indera perasa, 1½% melalui indera peraba, 3½% melalui indera pencium, 11% melalui indera pendengar, 83% melalui indera penglihat. Media komunikasi, apapun bentuknya, dibuat untuk membantu proses penyampaian informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa media adalah alat (tool) komunikasi. Penggunaan media komunikasi tentunya bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dari komunikasi itu sendiri. Sekalipun media massa telah berhasil membuat proses komunikasi dari satu ke banyak orang, tetap saja tidak mengurangi kualitas informasi yang tersampaikan. Salah satu kekurangan dari penggunaan media massa adalah komunikasi yang dilakukan cenderung bersifat satu arah (one-way communication). Pemilik media biasanya akan mencari cara agar dapat mencapai pengguna media, untuk memperoleh umpan balik (feedback) dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektifitas media tersebut. Seiring berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, pengguna media (seringkali disebut audience, pemirsa, pembaca, pendengar, dan sebagainya), memiliki kesempatan untuk memilih media apa yang ingin digunakan, serta apa yang akan dicari dari media tersebut. Oleh karena itu pemilik atau produsen media berlomba-lomba untuk menyediakan informasi yang paling diminati atau dibutuhkan oleh audience. Meskipun kenyataannya tidak semua masyarakat Indonesia akan hanya menonton satu stasiun televisi, atau mendengarkan satu channel radio, atau bahkan membaca satu jenis surat kabar, paling tidak media tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan komunitasnya atau mungkin mencakup sebagian besar masyarakat. Penggunaan media sudah cukup banyak dilakukan untuk membantu bidang pendidikan, pengajaran, dan penyuluhan. Berbeda dengan industri media yang berkembang saat ini, dimana program-programnya lebih banyak bersifat hiburan, atau dibalut dengan informasi sehingga kemudian disebut infotainment, Green TV IPB mencoba untuk memproduksi program-program audio visual yang lebih kaya informasi. Program yang disajikan mengutamakan informasi yang terkait dengan inovasi-inovasi pertanian dan pedesaan, tanpa mengesampingkan kenyataan bahwa informasi-informasi tersebut juga patut diketahui oleh masyarakat luas. Manusia adalah makhluk sosial. Setiap manusia mengalami proses berpikir masing-masing dalam dirinya, bahkan saat sedang berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini juga terjadi saat seseorang memilih untuk menggunakan media. Sebanyak apa mereka mendapatkan informasi, bagaimana mereka terinspirasi, serta sejauh apa mereka memutuskan untuk menggunakan media tersebut ditentukan juga oleh proses berpikir masing-masing individu. Sebagaimana dikatakan oleh Baron dan Byrne (2004) bahwa kognisi sosial adalah tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisis, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.
22
Sternberg (2006) menjelaskan proses penggunaan sumber informasi dengan didahului oleh adanya atensi. Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Setelah adanya atensi terhadap suatu sumber informasi, barulah dilakukan suatu rangkaian proses mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari panca indera yang diterima dari rangsang lingkungan, atau yang disebut juga dengan persepsi. Sternberg (2006) juga menyebutkan bahwa dalam kognisi, rangsang visual memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Selanjutnya, informasi yang telah dipersepsikan kemudian diolah secara selektif oleh individu untuk kemudian disimpan sebagai ingatan dalam memori. Ingatan adalah saat manusia mempertahankan dan menggambarkan pengalaman masa lalunya dan menggunakan hal tersebut sebagai sumber informasi saat ini. Menurut Levie dan Levie (1975); Puff (1982); Ling dan Catling (2012), memori manusia terdiri dari tiga proses dasar yaitu: encoding (pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (mengingat kembali), kemudian menurut Baron dan Byrne (2004) aspek dasar kognisi sosial terdiri dari tiga proses dasar yaitu: attention (atensi atau perhatian), encoding (pengkodean), dan retrieval (mengingat kembali). Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya memori dan kognisi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, keduanya berhubungan satu sama lain. Atkinson dan Shiffrin (1986) dalam Ling dan Catling (2012) mengemukakan bahwa memori terdiri dari tiga penyimpanan: daftar sensori, penyimpanan jangka pendek (short term memory), dan penyimpanan jangka panjang (long term memory). Daftar sensori memiliki kapasitas besar, namun informasi dalam penyimpanan ini hilang dengan cepat dan dengan mudah digantikan informasi baru yang serupa. Daftar ini merepresentasikan informasi secara ikonik yang memungkinkan data visual yang disajikan secara singkat disimpan dalam memori untuk diproses nantinya (Sperling, 1960 dalam Ling dan Catling, 2012). Video-video yang berisikan tentang inovasi pada dasarnya memuat pesanpesan persuasi seperti layaknya sebuah iklan komersial. Oleh karena itu, pembuatan video-video inovasi juga perlu untuk memperhatikan unsur-unsur dalam pembuatan sebuah iklan yang baik. Penelitian mengenai efek dari video (khususnya iklan) terbagi menjadi dua bagian yaitu efek persepsi dan efek sikap (Giles 2003). Condry (1989) dalam Giles (2003), berpendapat bahwa perhatian (atensi) adalah isu kunci untuk iklan televisi, karena iklan yang baik adalah saat penonton terpaku ke layar, sehingga mereka tidak akan melewatkan pesan dari pembuat iklan. Menurut penelitian efek persepsi, stimulus-stimulus visual seperti sudut kamera yang rendah untuk membuat orang yang berbicara tampak berwibawa, mempengaruhi perhatian dan memori dalam proses kognitif. Sementara itu, penelitian mengenai efek sikap mengukur efektifitas sebuah iklan melalui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk, yang berkaitan dengan panjang-pendek waktu dari iklan, tentang kesan konsumen terhadap merek dan produk. McGuire (1985) dalam Giles (2003), mengemukakan sebuah model yang menghubungkan antara atensi dengan efektifitas iklan dalam proses pengolahan informasi kognitif. Proses tersebut menjelaskan bahwa ternyata manusia dapat mengingat lebih dari apa yang dipercayainya secara sadar setelah melihat suatu tayangan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efektifitas pesan, pembuat pesan harus
23
mengemas pesan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih meningkatkan perhatian khalayaknya. Richardson et al (1997); Astuti (2004), menyimpulkan beberapa hasil penelitian bahwa perbedaan gender (laki-laki dan perempuan) mempengaruhi proses kognisi seseorang, jika dilihat dari kecerdasan verbal, spasial (ruang), dan matematika. Walaupun perbedaan tersebut terkadang kecil sekali atau bahkan tidak ada. Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh perbedaan gender terhadap proses kognisi seseorang dapat dikatakan memiliki hasil yang berbeda-beda, tergantung dari kontrol dan treatment peneliti tersebut. Richardson kemudian mengatakan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan gender terhadap proses kognisi (dalam hal ini tingkat kecerdasan seseorang), karena dibutuhkan kontrol dan treatment yang lebih baik untuk dapat memiliki sebuah hasil penelitian yang konsisten. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana durasi shot (visual) dan tempo narasi (audio) memiliki pengaruh terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan (pengetahuan, pemahaman melalui proses berpikir) yang berada di ranah kognitif. Bloom (1956) mengatakan bahwa ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Lebih lanjut Bloom membagi ranah kognisi menjadi 6 tingkatan dalam 2 bagian, yaitu: Pengetahuan (bagian 1), lalu pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (bagian 2). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan mengingat pesan responden yang berada pada bagian 1 dalam ranah kognisi. Merujuk pada Bloom (1956); Anderson dan Krathwohl (2001), pengetahuan (knowledge) berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, dan sebagainya. Tingkat kemampuan mengingat pesan yang diukur berdasarkan hasil skor pos tes menunjukkan seberapa banyak informasi yang mampu diingat dan disampaikan kembali oleh responden. Menurut Rogers (2003); Rogers dan Shoemaker (1971), proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu: knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision (keputusan), implementation (penerapan), dan confirmation (penegasan). Pembuatan video yang berisi inovasi diharapkan mampu mempengaruhi proses tersebut hingga tahap persuasi. Selanjutnya Rogers juga mengatakan bahwa saluran komunikasi yang tepat harus dipilih berdasarkan tujuan dari sumber komunikasi serta isi pesan yang akan disampaikan pada audience. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu untuk menentukan bagaimana durasi shot dan tempo narasi yang baik dalam video sebagai saluran komunikasi yang efektif. Terdapat lima karakteristik produk inovasi yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengukur persepsi antara lain: 1. Keuntungan relatif (relative advantages), adalah tingkatan ketika suatu ide dianggap lebih baik dari ide-ide yang ada sebelumnya, dan secara ekonomis menguntungkan. 2. Kesesuaian (compatibility), adalah sejauh mana masa lalu suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerimanya. 3. Kerumitan (complexity), adalah tingkatan ketika suatu inovasi dianggap relatif sulit dimengerti dan digunakan.
24
Kemungkinan untuk dicoba (trialibility), adalah tingkatan ketika suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Mudah diamati (observability), adalah tingkatan ketika hasil-hasil suatu inovasi dapat dengan mudah dilihat sebagai keuntungan. Green TV IPB membuat sebuah tayangan berisi informasi inovasi, tentunya dengan harapan agar masyarakat aware dan terinspirasi untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai informasi tersebut, atau bahkan memiliki keinginan untuk mengadopsi inovasi yang disampaikan. Menghadapi persaingan media saat ini, serta kecenderungan masyarakat untuk memilih media, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan sebuah desain tayangan audio visual untuk inovasi pertanian dan pedesaan yang menarik, namun tetap kaya informasi. 4.
Jambu Kristal Jambu Kristal (Psidium guajava L.) berasal dari dataran distrik Kao-shiung di Taiwan, yang merupakan hasil residu muangthai pak. Jambu ini diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1991 oleh lembaga penelitian dan pengembangan pertanian bernama Misi Teknik Taiwan yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor. Sejak itu pula jambu kristal menjadi primadona baru di kawasan desa lingkar kampus IPB. Sepintas jambu kristal mirip dengan jambu biji. Jambu kristal memang merupakan varietas jambu biji yang telah mengalami persilangan jenis dan penyesuaian iklim di Indonesia. Jambu kristal memiliki daging berwarna putih, berbiji sedikit, dan memiliki rasa yang renyah saat dimakan.Nama jambu kristal diberikan karena daging buah berwarna putih mengkilap seperti kristal. Tidak seperti tanaman jambu yang umumnya berbatang keras, kokoh, dan tinggi menjulang, tanaman jambu kristal relatif lebih pendek setinggi orang dewasa, dengan batang yang lunak, dan buah yang matang sempurna pada batang-batang bercabang muda. Jambu kristal memiliki lapisan lilin yang membuat tingkat kebusukannya relatif lebih lambat pasca panen. Selain itu, jambu kristal juga memiliki kelebihan dan keunikan, antara lain: Tanaman berbuah sepanjang tahun secara berkelanjutan. Satu tanaman jambu kristal dapat menghasilkan tujuh puluh sampai delapan puluh kilogram selama enam bulan. Bobot rata-rata buah adalah lima ratus hingga sembilan ratus gram. Bentuk buah jambu kristal simetris sempurna. Kulitnya yang tebal menyebabkan jambu kristal sulit ditembus hama. Kadar kemanisan mencapai sebelas sampai dua belas bricks, dengan kadar air cukup tinggi dibandingkan jambu yang lain. Untuk membudidayakan jambu kristal, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah pembibitan. Proses pembibitan pada jambu kristal dapat melalui dua metode. Pertama adalah metode pencangkokan, dan yang kedua adalah okulasi. Namun yang lebih banyak digunakan adalah metode okulasi. Melalui metode okulasi, kita dapat memilih bibit dengan cara mudah dan dengan kuantitas yang banyak. Metode okulasi menggunakan sistem semai batang, jadi batang bawahnya adalah jambu lokal, kemudian batang atasnya jambu kristal. Jika
25
kita semai dari jambu biji, maka akan memperoleh akar yang lebih kuat. Setelah jambu biji disemai kira-kira enam bulan, baru dapat kita sambung dengan jambu kristal. Setelah disambung kurang lebih selama tiga bulan, tanaman jambu kristal dapat dipindahkan ke lahan. Untuk syarat penanaman, pertama pilih lahan yang mempunyai cahaya matahari full dan tidak ternaungi. Kedua, terdapat sumber air atau saluran irigasi, tujuannya adalah untuk mengairi pada musim kemarau. Ketiga adalah ketersediaan bahan organik dalam tanah.Jika tanah kurang menyediakan bahan organik, maka harus kita tambahkan dari luar melalui pemupukan. Pemupukan harus dilakukan secara teratur. Pada masa pertumbuhan awal atau masa generatif, perbanyak unsur (N) atau Nitrogen. Setelah pemupukan, perlu dilakukan pemangkasan yang bertujuan untuk membentuk tanaman tersebut. Setelah tanaman mulai berbuah, kita perlu melakukan pembungkusan. Pembungkusan buah bertujuan untuk menghindari serangan hama, atau insect yang masuk ke dalam buah, serta untuk mengurangi intensitas matahari. Jika intensitas matahari terlalu tinggi, maka buah akan gosong. Selanjutnya adalah aplikasi pestisida. Aplikasi pestisida penting untuk mencegah serangan hama dan penyakit ke tanaman, serta meningkatkan kualitas dan kualitas buah tersebut. Aplikasi pestisida terbagi dua macam, yaitu sistem prefentif dan kuratif. Sistem prefentif bermaksud untuk pencegahan, yang dilakukan dua kali seminggu sebelum tanaman diserang hama. Sedangkan sistem kuratif dilakukan apabila serangan hama atau penyakit sudah diambang batas ekonomi.Tahap terakhir adalah weeding, atau penyiangan. Penyiangan bertujuan untuk mencegah gulma tumbuh di sekitar areal tanaman, serta untuk mempermudah pemberian tambahan pupuk susulan. Jambu kristal dipilih berdasarkan kualitas masing-masing.Terdapat tiga tingkatan kualitas, yaitu: Grade A memiliki ukuran yang besar, tidak terdapat cacat, buah bulat sempurna dan berwarna mengkilat. Grade B memiliki ukuran yang sedang, terdapat sedikit cacat, sedikit lonjong dan berwarna agak kusam. Grade C memiliki ukuran kecil, sedikit cacat, tidak bulat simetris, dan berwarna kusam. Agar tampak segar dan menarik, jambu kristal harus di-packing dengan menggunakan busa buah dan plastik, sebelum didistribusikan ke pasar-pasar swalayan. Harga satu bibit jambu kristal berkisar antara Rp 20.000 – Rp 50.000, tergantung pada ukuran dan umur bibit. Untuk harga buah jambu kristal, saat ini jambu kristal dihargai sebesar Rp 15.000 – Rp 35.000 /kg.Sedangkan untuk Grade A mencapai harga Rp 40.000/kg. Jambu kristal memang masih langka, sehingga masih banyak peluang usaha dari bisnis buah yang satu ini.
26
3
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran
Jambu Kristal merupakan jenis jambu yang berasal dari Taiwan dan sedang populer di Indonesia. Informasi mengenai seperti apa Jambu Kristal dan bagaimana cara budidayanya tentu akan menarik perhatian baik dari kalangan petani jambu maupun masyarakat umum. Tayangan audio visual dapat menjadi salah satu pilihan yang efektif untuk mendiseminasikan inovasi pertanian. Video yang dijadikan perlakuan dalam penelitian ini terdiri 168 shot termasuk bumper in dan bumper out, yang kemudian dibedakan menjadi 4 kombinasi perlakuan antara durasi shot dengan tempo narasinya. Durasi shot berperan dalam menentukan durasi keseluruhan tayangan, dengan tetap bertujuan untuk dapat menyampaikan isi materi secara lengkap. Menurut Bawantara (2008), kemampuan mata untuk mengidentifikasi sesuatu membutuhkan waktu sedikitnya lima sampai delapan detik. Durasi shot yang panjang akan memberikan waktu lebih lama bagi penonton untuk menyimak dan memahami gambar yang ditayangkan, sedangkan durasi shot yang pendek akan terus memberikan objek yang baru untuk diamati, sehingga jika berdasarkan pada pernyataan Ling dan Catling (2012), durasi shot yang pendek akan mempengaruhi atensi yang lebih besar dan kemudian meningkatkan konsentrasi dalam menyimak suatu tayangan. Sebagian orang akan mengakui bahwa durasi shot yang pendek (<3 detik) membuat tayangan terlihat semakin menarik secara visual. Sementara itu narasi berperan untuk membantu penceritaan yang tidak dapat dijelaskan oleh gambar. Menurut Rahmawati (tanpa tahun), teknik vokal yang diperlukan agar bisa lancar berbicara antara lain kontrol suara (voice control) yang meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar atau kualitas suara. Kecepatan berbicara narator, atau dalam penelitian ini disebut dengan tempo narasi, berperan untuk membantu memberikan kejelasan dari gambar secara audio, namun tetap menyesuaikan dengan durasi tiap sequence (satu rangkaian gambar yang menceritakan sebuah kejadian atau peristiwa). Hal ini membuat peneliti ingin menguji pengaruh antara durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat informasi. Menurut Rogers (2003), proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu: knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision (keputusan), implementation (penerapan), dan confirmation (penegasan). Pembuatan video yang berisi inovasi diharapkan mampu mempengaruhi proses tersebut hingga tahap persuasi. Selanjutnya Rogers juga mengatakan bahwa saluran komunikasi yang tepat harus dipilih berdasarkan tujuan dari sumber komunikasi serta isi pesan yang akan disampaikan pada audience. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu untuk menentukan bagaimana durasi shot dan tempo narasi yang baik dalam video sebagai saluran komunikasi yang efektif.
27
A Visual cepat (3 detik) Narasi cepat (>150 wpm)
B Visual cepat (3 detik) Narasi lambat (<110 wpm) Kemampuan mengingat pesan
C Visual lambat (5 detik) Narasi cepat (>150 wpm)
D Keterangan Visual lambat: (5 detik) Narasi lambat (<110 wpm)
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal
Hipotesis Penelitian ini akan menguji empat kombinasi dari durasi shot dan tempo narasi. Oleh karena itu, terdapat tiga hipotesis sebagai berikut : 1. Skor kemampuan mengingat informasi kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual cepat berbeda nyata dari kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual lambat. 2. Skor kemampuan mengingat informasi kelompok yang menyaksikan video dengan tempo narasi cepat berbeda nyata dari kelompok yang menyaksikan video dengan tempo narasi lambat. 3. Skor kemampuan mengingat informasi kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual cepat dan tempo narasi cepat lebih tinggi daripada kelompok lain.
28
4
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan faktorial 2x2 yang mempunyai dua peubah bebas, menggunakan metode Posttest-Only Control Group Design (Campbell dan Stanley 1963; Creswell 1994) yang dimodifikasi tanpa control group, dan bantuan kuesioner. Menurut Campbell dan Stanley (1963), metode Posttest-Only Control Group Design dapat dipilih ketika ada kekhawatiran bahwa sikap dan kerentanan seseorang terhadap persuasi dapat dipengaruhi oleh pretest. Lebih lanjut Campbell dan Stanley (1963) menyebutkan bahwa pada beberapa studi pengajaran mengenai materi-materi yang baru, sebuah pretest tidak dapat atau tidak perlu dilakukan dikarenakan: (1) treatment X dan pos tes O dapat diselenggarakan langsung kepada kelompok sebagai sebuah paket yang natural; (2) sebuah pretest yang dilakukan mungkin akan membingungkan subjek atau membuat canggung. Pada penelitian ini, salah satu alasan mengapa tidak dilakukan pretest adalah untuk menghindari kemungkinan responden menjadi terpengaruh untuk berkonsentrasi mengingat informasi apabila diadakan pertanyaan melalui pretest. Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil skor pos tes. Desain faktorial digunakan karena penelitian ini ingin menganalisis perbedaan pengaruh dari masing-masing peubah, yaitu Visual Cepat (VC) dengan Visual Lambat (VL) dan Narasi Cepat (NC) dengan Narasi Lambat (NL), serta bagaimana interaksi diantara kedua peubah tersebut. Campbell dan Stanley (1963) menyebutkan bahwa desain faktorial dapat diperluas melalui penambahan grup lain dengan treatment X yang berbeda. Hal ini didukung oleh pendapat Van Dalen (1973), bahwa sebuah control group dapat berupa kelompok lain sebagai pembanding dan mendapatkan perlakuan berbeda pada penelitian eksperimen. Dua peubah bebas dalam penelitian ini yaitu durasi shot dan tempo narasi. Setiap peubah bebas terdiri dari dua taraf. Durasi shot terdiri dari visual cepat (3 detik) dan visual lambat (5 detik), sedangkan tempo narasi terdiri dari tempo narasi cepat dan tempo narasi lambat. Dari kedua peubah bebas yang masing-masing terdiri dari dua taraf tadi, akan diperoleh empat macam kombinasi perlakuan yaitu : 1. Visual Cepat dan Narasi Cepat (VC NC) 2. Visual Cepat dan Narasi Lambat (VC NL) 3. Visual Lambat dan Narasi Cepat (VL NC) 4. Visual Lambat dan Narasi Lambat (VL NL)
29
Tabel 1 Desain faktorial 2x2 antara durasi shot dengan tempo narasi Tempo Narasi Durasi Shot Narasi Cepat Narasi Lambat Visual Cepat VC NC = 15 orang VC NL = 15 orang Visual Lambat VL NC = 15 orang VL NL = 15 orang Penentuan jumlah sampel tiap kelompok perlakuan dihitung menggunakan rumus Federer: (n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (4-1) ≥ 15 3(n-1) ≥ 15 n≥6 Keterangan: n = jumlah sampel t = jumlah kelompok Populasi penelitian ini adalah 71 orang dari 170 orang anggota posdaya, yang termasuk kedalam kriteria sebagai berikut: (1) berusia 20-50 tahun; (2) kepala keluarga; (3) termasuk dalam kategori pendapatan kelas menengah-kebawah (Lloyd warner 1994 dalam Morissan 2005); (4) pendidikan maksimal SMA; (5) mata pencaharian utama atau sampingan sebagai petani, buruh tani dan memiliki lahan untuk ditanami; (6) belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai jambu kristal; (7) dapat memahami Bahasa Indonesia; (8) memiliki kemampuan baca tulis. 60 responden diambil sebagai sampel secara acak sederhana dari 71 orang yang termasuk kedalam populasi penelitian. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: N n = 1 + (Ne2) n
=
71 1 +( 71 x 0.052)
= 60.3
Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = batas toleransi kesalahan 60 responden yang terpilih dibagi menjadi 4 kelompok secara acak (random), masing-masing terdiri dari 15 orang. Kelompok A menerima perlakuan video dengan visual cepat dan narasi cepat, sedangkan kelompok B dengan visual cepat dan narasi lambat. Selanjutnya kelompok C menerima perlakuan dengan visual lambat dan tempo narasi cepat, sedangkan kelompok D dengan visual lambat dan tempo narasi lambat. Peubah tidak bebas dalam penelitian ini adalah kemampuan mengingat pesan anggota posdaya tentang jambu kristal, yang diukur melalui post-test.
30
Tempat Penelitian dipilih secara sengaja (purposive), yaitu di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat karena merupakan khalayak utama dari siaran Green TV IPB. Posdaya Cisadane, Desa Wates Jaya terpilih sebagai lokasi penelitian karena anggota posdaya tersebut belum mendapatkan penyuluhan mengenai budidaya jambu kristal, selain itu lokasi dan lahan pertanian di daerah tersebut berpotensi untuk pengembangan budidaya jambu kristal. Pengambilan data dilakukan selama bulan Oktober-November 2014 dan eksperimen dilakukan pada hari Minggu, 2 November 2014.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh durasi shot dan tempo narasi pada video terhadap kemampuan mengingat pesan. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif didukung dengan data-data kualitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini didapatkan dengan observasi dan wawancara mendalam kepada responden, dengan bantuan pedoman wawancara dan kuesioner. Data kuantitatif didapatkan melalui pos tes. Sedangkan pengambilan data kualitatif sebagai pendukung menggunakan riset non-rating (Morissan, 2005) berupa pretesting television spot design (Bertrand, 1978). Riset ini meneliti alasan-alasan subjektif perilaku audien terhadap program. Apa yang disukai dan apa yang tidak disukai orang terhadap suatu program; apa yang membuat mereka tertarik dan apa yang membuat mereka bosan; apa yang mereka kenal dan apa yang tidak mereka kenal; dan apa yang mereka ingat dan lupakan. Dalam riset ini, peneliti berupaya untuk mendapatkan pandangan atas reaksi orang terhadap suatu program.
Tahapan Penelitian Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan sebagai berikut: Tahap Pertama, yaitu tahap persiapan materi penelitian. Tahapan ini mencakup dua kegiatan utama: 1. Observasi awal Kegiatan ini merupakan penjajagan terhadap lokasi posdaya mana yang belum mendapatkan penyuluhan mengenai inovasi jambu kristal, terutama lokasi yang memiliki potensi untuk budidaya jambu kristal. 2. Pembuatan video materi penelitian Meliputi aktivitas pembuatan naskah, pengambilan gambar dan narasi, serta editing. Tahap Kedua adalah uji coba video dan instrumen, pengumpulan data uji coba dilakukan pada kelompok lain diluar sampel penelitian. Tahap Ketiga adalah pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam satu hari secara serentak bagi keempat kelompok perlakuan. Eksperimen dilakukan pada siang hari sekitar jam 12 saat masyarakat sedang beristirahat dan sudah
31
pulang dari sawah. Responden tidak diberitahu bahwa sedang dilakukan penelitian, mereka hanya diberitahu bahwa akan diajak untuk menonton sebuah video tentang budidaya jambu. Tahapan pemberian perlakuan meliputi: 1. Lima menit pertama digunakan untuk pengenalan, bertujuan untuk menghindari suasana canggung pada saat penelitian. 2. Penayangan materi melalui media video berdurasi 7 dan 12 menit. 3. Pos tes selama 15 menit.
Instrumen Untuk memperoleh data tentang peubah-peubah dalam rencana penelitian ini digunakan instrumen kuesioner berisi pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Tiga macam kuesioner yang digunakan meliputi : 1. Kuesioner I yang digunakan untuk mengumpulkan data karakteristik responden. Pertanyaan berbentuk terbuka sehingga responden dapat mengisi langsung jawaban pada tempat yang disediakan. Data karakteristik responden yang dilibatkan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran sebagai berikut: (1) Umur, diukur dalam skala rasio yang penentuannya ditetapkan pada saat penelitian dilakukan dengan pembulatan ke arah tanggal lahir terdekat dalam satuan tahun. (2) Pendidikan formal, merupakan tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh responden, diukur dalam skala ordinal pada kategori Tidak Sekolah = “1”, SD = “2”, SMP = “3”, dan SMA = “4”. Data karakteristik responden dikumpulkan pada waktu bersamaan dengan penelitian, yaitu setelah video tentang inovasi jambu kristal ditayangkan pada responden. Data karakteristik responden diperlukan untuk mendukung deskripsi data tingkat kemampuan mengingat pesan responden akibat perlakuan yang diberikan. 2. Kuesioner II yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan mengingat pesan pada empat kelompok setelah selesai masa perlakuan video (post-test), berbentuk pertanyaan pilihan ganda yang berkaitan dengan materi yang diberikan. Apabila jawaban benar memperoleh skor satu (1) dan apabila jawaban salah memperoleh skor nol (0). 3. Kuesioner III yang digunakan untuk menganalisis pendapat beberapa responden secara kualitatif mengenai tayangan yang disajikan, melalui wawancara mendalam. Indikator yang diukur adalah tanggapan responden pada cara penyajian, durasi shot, tempo narasi, kejelasan informasi, lama penyajian dan isi pesan. Data ini diperlukan untuk mengetahui perubahan atau perbaikan media sesuai dengan penilaian atau tanggapan responden pada beberapa aspek teknis tayangan. Responden dipilih secara acak pada masingmasing kelompok perlakuan.
32
Validitas dan Reliabilitas Validitas instrumen untuk mengukur tingkat kemampuan mengingat pesan responden diusahakan dengan cara menyesuaikan isi kuesioner dengan materi yang disajikan. Reliabilitas instrumen diketahui dengan melakukan uji coba kuesioner pengukur kemampuan mengingat pesan responden. Kegiatan ini dilakukan pada anggota posdaya “Menteng Berkarya” sejumlah 32 orang. Data hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis dengan prosedur pendugaan validitas dan reliabilitas “Kuder-Richardson (KR20)” menggunakan Microsoft Excel 2007 dengan nilai = 0, 586.
Uji Coba dan Evaluasi Media Media video yang akan digunakan sebelumnya dilakukan uji coba dan evaluasi media terlebih dahulu. Kegiatan ini dilaksanakan agar dapat mengetahui apakah video yang telah didesain dapat memiliki efektivitas untuk kelayakan media. Uji coba dan evaluasi media dilakukan dalam dua tahap berdasarkan Bertrand (1978) yaitu: 1. Metode Face Validity dan In House Metode ini dilaksanakan pada komisi pembimbing sebagai ahli di bidang komunikasi. Metode ini dilakukan melalui uji coba produk berupa draft yang berisi rancangan video. 2. Metode Open House Metode ini dilakukan dengan menggunakan produk final berupa program video yang sudah jadi, kemudian diuji cobakan pada kelompok posdaya yang bukan merupakan responden dalam penelitian, namun diyakini memiliki karakteristik yang mirip. Pengambilan data uji coba dilakukan menggunakan selembar panduan pertanyaan dengan metode diskusi dan wawancara. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan responden uji coba media, didapatkan kesimpulan bahwa media video yang akan digunakan sudah baik, menarik, dan jelas dalam menyampaikan informasi, sehingga tidak memerlukan adanya perubahan dari segi konten maupun teknik editing lainnya.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif kemudian diolah untuk menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil rekapitulasi kuesioner responden diolah melalui uji Two-way ANOVA (analisis sidik ragam dua arah) menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara variabel visual (durasi shot) dengan audio (tempo narasi), sedangkan untuk data karakteristik responden umur dan tingkat pendidikan diolah melalui uji korelasi Pearson product moment dan rank Spearman. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi dan distribusi. Gabungan dari data
33
kuantitatif dan kualitatif diolah serta dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, bagan, dan gambar. Kemudian penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diolah dipaparkan melalui penjelasan ilmiah.
Definisi Istilah Secara operasional peubah-peubah penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Durasi shot adalah durasi tiap shot dalam satu tayangan, dinyatakan dalam hitungan detik. Durasi shot pada saat penelitian akan disebut sebagai visual cepat untuk memudahkan penyebutannya. Durasi shot dikatakan sebagai visual cepat apabila durasi tiap shot-nya kurang dari 3 detik, sedangkan jika durasi tiap shot-nya lebih dari 3 detik (dalam penelitian ini digunakan durasi shot 5 detik) maka dikatakan sebagai visual lambat. Untuk mengukur pengaruh durasi shot pada skor pos tes, maka selanjutnya dilakukan pengkategorian “visual cepat” = “1” dan “visual lambat” = “2”. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada saat analisis sidik ragam dua arah menggunakan SPSS versi 16.0. 2. Tempo narasi adalah kecepatan berbicara narator dalam penyampaian pesan verbal pada video. Kecepatan berbicara ditentukan oleh words per minute (disingkat wpm); dimana cepat ≥ 150 wpm, dan lambat ≤ 110 wpm. Untuk mengukur pengaruh tempo narasi pada skor pos tes, maka selanjutnya dilakukan pengkategorian “narasi cepat” = “1” dan “narasi lambat” = “2”. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada saat analisis sidik ragam dua arah menggunakan SPSS versi 16.0. 3. Kemampuan mengingat pesan adalah banyaknya informasi dari tayangan yang mampu diingat kembali oleh responden, dilihat dari hasil post-test setelah menyaksikan media video. Post-test terdiri dari 20 pertanyaan bersumber dari tayangan yang disaksikan oleh responden.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Watesjaya Desa Watesjaya adalah salah satu desa di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Akses masuk kedalam desa ini dapat melalui kawasan Danau Lido di pinggir Jalan Raya Sukabumi Bogor. Desa yang terdiri dari 4 dusun, 8 RW dan 29 RT ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi. Seiring bertumbuhnya perindustrian dengan berdirinya pabrik-pabrik garmen, air mineral, makanan olahan serta perluasan pembangunan ekonomi lainnya di Kecamatan Cigombong, mengundang para pendatang tinggal dan menetap di Desa Watesjaya. Walaupun demikian, interaksi antara penduduk asli dan pendatang tetap terjalin dengan baik dan harmonis.
34
Saat ini tidak kurang dari 45% Kepala Keluarga masuk dalam kategori warga miskin, dengan kondisi cukup beragam baik dilihat dari segi tingkat pendidikan, pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan masih rendah serta sarana jalan dan prasarana lingkungan lainnya yang kurang memadai sangat berpengaruh terhadap pembangunan perekonomian di desa Watesjaya. Program Pemerintah mengenai penanggulangan kemiskinan yang masuk ke Desa Watesjaya sebenarnya sudah cukup banyak dan beragam, mulai dari program asuransi kesehatan bagi warga miskin (Askeskin), Program Raksa Desa, penyaluran beras bagi warga miskin (Raskin), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sebagai daerah agraris, Desa Watesjaya mempunyai beberapa potensi alam terutama hasil pertanian dan perkebunan yang menjadi mata pencaharian dan sumber penghidupan masyarakat. Secara garis besar, penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dibedakan atas pemukiman penduduk, tegalan, lahan pertanian, lahan perkebunan, hutan, tanah kosong, dan semak belukar. Batas-batas wilayah Desa Watesjaya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Barat Sebelah Selatan
: Desa Srogol : Desa Pasir Buncir : Desa Cigombong : Kabupaten Sukabumi
Jarak ke Pusat Kecamatan Jarak ke Pusat kabupaten Bogor Jarak ke Ibukota Propinsi Jarak ke Ibukota Negara
: 0,5 km : 32 km : 116 km : 82 km
Secara geografis Desa Watesjaya berada pada ketinggian 216 meter dpl (ketinggian tanah di atas permukaan laut) dengan curah hujan 3000 – 4000 mm/tahun dan kondisi Topografi (keadaan daerah) yang sedang serta memiliki suhu rata-rata adalah 320C. Kondisi letak geografis Desa Watesjaya yang berada di kaki Gunung Pangrango menjadi potensi bagi penyediaan sumber air bersih, akan tetapi di bagian wilayah tertentu cenderung kesulitan mendapatkan air bersih karena kedalaman sumber air tanah cukup dalam dan hanya bisa dijangkau oleh sumur pompa atau sumur artesis, sehingga sumber mata air alami menjadi kebutuhan utama dan perlu dilindungi keberadaannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari monografi Desa Watesjaya tahun 2009, penduduk Desa Watesjaya pada tahun 2009 berjumlah 7.292 jiwa dengan luas wilayah desa 1.014 hektar. Desa ini termasuk kedalam kelompok desa kurang padat, yaitu dengan kepadatan penduduk 7 jiwa/hektar. Tingkat kelahiran penduduk Desa Watesjaya adalah 15 orang pertahun dengan tingkat kematian penduduk 10 orang pertahun. Komposisi penduduk Desa Watesjaya selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2.
35
No. 1 2 3 4 5
Tabel 2 Komposisi penduduk Desa Watesjaya Kategori penduduk Laki-Laki Perempuan Usia Dewasa Kepala Keluarga Keluarga Miskin
Jumlah 3.741 Jiwa 3.490 Jiwa 5.364 Jiwa 1.790 KK 806 KK
Sumber: Monografi Desa Watesjaya 2009
Gambaran Umum Posdaya Cisadane Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga) adalah sebuah gerakan untuk membangkitkan kembali budaya gotong royong di masyarakat dalam membanugn kehidupan berkeluarga, dilakukan secara swadaya dengan harapan masyarakat dapat mandiri (P2SDM LPPM IPB dalam Muljono et al 2011). Posdaya adalah suatu forum silaturahmi advokasi, komunikasi, informasi, edukasi, sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu. Posdaya merupakan wahana pemberdayaan 8 fungsi keluarga secara terpadu, utamanya fungsi agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa, fungsi budaya, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi dan kesehatan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi atau wirausaha, dan fungsi lingkungan (Yayasan Damandiri dalam Muljono et al 2011). Posdaya merupakan gagasan baru guna menyambut anjuran pemerintah untuk membangun sumber daya manusia melalui partisipasi keluarga secara aktif. Proses pemberdayaan ini diprioritaskan pada peningkatan kemampuan keluarga untuk bekerja keras mengentaskan kebodohan, kemalasan dan kemiskinan dari arti yang luas. Posdaya Cisadane terletak di Kampung Lengkong Desa Watesjaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Posdaya ini melingkupi satu (1) RW yang terdiri dari empat (4) RT. Awal berdirinya posdaya dimulai pada tahun 2009 ketika mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan P2SDM LPPM IPB datang dan mengenalkan konsep posdaya pada masyarakat Kampung Lengkong. Setelah warga setuju, dibentuk juga kepengurusan Posdaya dan terpilihlah Ibu Nevia Lailatul Hikmah, A.Ma. sebagai ketua Posdaya yang diberi nama Posdaya Cisadane. Sampai saat ini Posdaya Cisadane merupakan posdaya binaan P2SDM LPPM IPB dan Yayasan Damandiri. Lokasi diadakannya penelitian ini adalah Kampung Lengkong, RT 02 RW 05, dengan jumlah penduduk yang mencapai 200 kepala keluarga. Sebanyak 170 KK termasuk kedalam kategori miskin dengan jumlah 611 jiwa, yang terdiri dari 286 orang laki-laki dan 325 orang perempuan. Transportasi yang dapat masuk hingga kedalam lokasi hanyalah roda dua (atau berjalan kaki), hal ini dikarenakan kondisi wilayahnya yang berbukit, berbatu-batu, curam, jalan sempit dan licin serta tanpa penerangan jalan masih belum memungkinkan mobil atau roda empat dapat masuk. Fasilitas kesehatan terdekat yakni puskesmas Cigombong terletak 45 menit perjalanan dengan motor. Kepengurusan posdaya yang diketuai oleh ibu Nevi ini beranggotakan sebagian besar ibu-ibu. Sesuai dengan bidang pemberdayaan masyarakatnya,
36
kepengurusan posdaya Cisadane dibagi kedalam empat bidang yaitu bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang lingkungan, dan bidang ekonomi. Masingmasing bidang tersebut beranggotakan 5-6 orang dengan 1 orang koordinator, seorang sekretaris dan seorang bendahara. Jumlah total pengurus Posdaya Cisadane adalah 26 orang. Struktur organisasi pengurus Posdaya Cisadane ditunjukkan pada Gambar 2.
PEMBINA LPPM P2SDM IPB
PENANGGUNG JAWAB Budi Rahayu
PENASEHAT Syair
KETUA Nevia Lailatul Hikmah
BENDAHARA Dedah
SEKRETARIS Iis Solihat
BIDANG
EKONOMI Iyang
PENDIDIKAN Lisdawati
LINGKUNGAN M. Robi
KESEHATAN Acih
ANGGOT A
Gambar 2 Struktur organisasi pengurus Posdaya Cisadane
Kegiatan posdaya yang sudah terlaksana sejak tahun 2009 di antaranya adalah PPM (Penyuluhan Pengadaan MCK), Pembuatan TPS, Reboisasi, Peningkatan Nilai Tambah Kumis Kucing, dan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
37
1. Kesehatan 2. Pendidikan
: :
3. Ekonomi
:
4. Lingkungan
:
Tabel 3 Kegiatan Posdaya Cisadane Kegiatan Posdaya Cisadane Posyandu Balita, Pos Keluarga Berencana Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Majlis Taklim dan Perpustakaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Produk kripik pisang, talas, singkong; wajit kelapa; rengginang – renggining Kebun Kumis Kucing, Kapol, Pisang Kapendis, Kopi, Jambu Apel dan Jambu Kristal. Kebun Bergizi, Tanaman obat keluarga Kerja Bakti di lingkungan RT 01-02
Gambar 3 Kegiatan pembuatan keripik singkong di Posdaya Cisadane
38
Karakteristik Responden Responden adalah masyarakat Kampung Lengkong Desa Watesjaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Hasil Penelitian terhadap 60 responden menunjukkan bahwa rentang usia terbanyak berada pada kategori 30-39 tahun dan sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SD. Pelaksanaan eksperimen melibatkan empat kelompok perlakuan yang dilakukan pada saat yang bersamaan. Peneliti dan tim dari Green TV IPB masuk ke dalam kelas-kelas yang sudah disiapkan dan memulai tahapan eksperimen dengan diawali oleh perkenalan dan penjelasan kegiatan secara ringkas. Responden tidak mengetahui bahwa sedang diteliti, karena kegiatan yang diikuti mirip seperti penyuluhan namun dengan menggunakan media video. Isi kuesioner penelitian dibuat sederhana, mengikuti isi dari video yang telah disaksikan. Tabel 4 menunjukkan bahwa umur responden tersebar merata dengan nilai minimal 20 dan maksimal 50 tahun. Responden terbanyak termasuk kedalam golongan umur 30-39 tahun dengan persentase 36.67%. Hal ini sesuai dengan target utama khalayak Green TV IPB. Berdasarkan wawancara dengan ketua posdaya, diketahui bahwa pengurus maupun anggota posdaya yang tergolong aktif berada dalam rentang usia 20-50 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh responden yang mengikuti prosedur penelitian eksperimen ini merupakan anggota aktif Posdaya Cisadane. Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut karakteristiknya Karakteristik Responden Golongan Usia (BPS)
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan Utama
Kategori 20-29 tahun 30-39 tahun > 40 tahun Jumlah Tidak Sekolah SD SMP SMA Jumlah Petani Pedagang Karyawan Buruh Pabrik Jumlah
Frekuensi Laki-laki Perempuan 16 1 12 10 16 5 44 16 6 3 19 11 9 2 10 0 44 16 33 12 3 0 5 0 3 4 44 16
Persentase (%) Laki-laki Perempuan 26.7 1.7 20 16.7 26.7 8.3 73.4 26.6 10 5 31.7 18.3 15 3.3 16.7 0 73.4 26.6 55 20 5 0 8.4 0 5 6.6 73.4 26.6
Tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan lulusan SD dengan persentase 50%. Hal ini sesuai dengan data desa Watesjaya dimana sebagian besar warga adalah tamatan SD, dan jumlah terbanyak berada di RW 05. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi untuk responden perempuan adalah lulusan SMP, sedangkan untuk responden laki-laki adalah lulusan SMA. Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam, Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat adalah kondisi ekonomi masyarakat dan tingginya biaya pendidikan, kurangnya pengetahuan masyarakat
39
tentang pentingnya pendidikan, terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang program pemerintah di bidang pendidikan, serta kurangnya sarana pendidikan lanjutan yang terdekat. Sementara itu, berdasarkan pekerjaan utama didominasi oleh petani sebesar 75%. Untuk 25% yang lain memiliki pekerjaan utama yang berbeda-beda seperti pedagang, karyawan, dan buruh pabrik, namun memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani atau buruh tani dan memiliki lahan (paling tidak pekarangan) untuk ditanami.
Gambar 4 Pelaksanaan eksperimen video jambu kristal di Posdaya Cisadane
Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal Afa et al (2014) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran Quantum Teaching dengan dukungan media audio visual adalah pembelajaran dengan memadukan nuansa yang meriah yang dapat mempertajam pemahaman, daya ingat, serta membuat belajar sebagai proses yang menyenangkan. Kristanto (2011) mengatakan bahwa media video pembelajaran terbukti lebih efektif dibandingkan dengan media power point dalam menyampaikan materi mata kuliah pengembangan media video/tv. Hal tersebut juga berlaku pada penelitian ini, seluruh responden yang diwawancara mengatakan bahwa komunikasi dengan menggunakan media audio visual terasa lebih menarik dan menyenangkan dibandingkan dengan ceramah atau diskusi. Selain itu, setelah melihat tayangan mengenai budidaya jambu kristal, mereka mengakui lebih mudah untuk mengingat pesan-pesan yang diberikan dalam video tersebut. Berbagai hasil penelitian telah menyebutkan bahwa video sebagai media audio visual terbukti efektif untuk meningkatkan pengetahuan, membentuk persepsi, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi manakah dari unsur kecepatan audio dan kecepatan visual yang paling berperan dalam kemampuan mengingat pesan (ingatan responden yang diukur melalui skor
40
pos tes setiap kelompok perlakuan). Hasil rataan skor pos tes masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rataan skor post-test responden menurut kelompok perlakuan Durasi shot Faktor Perlakuan Visual Cepat Visual Lambat Tempo Narasi Cepat 8.8 7.87 Narasi Narasi Lambat 10.13 7.73 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang menerima perlakuan video dengan durasi shot cepat dan tempo narasi lambat memiliki skor rataan tertinggi dibandingkan kelompok lain. Selain itu dapat dilihat pula bahwa kelompok yang menerima perlakuan video dengan durasi shot lambat dan tempo narasi lambat memiliki skor rataan terendah dibandingkan kelompok lain. Melalui perbandingan skor rataan tersebut, dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok memiliki rataan skor pos tes yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh dari perlakuan terhadap skor pos tes. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan pengaruh antara variabel visual (durasi shot) dan narasi pada skor pos tes, selanjutnya digunakan uji analisis sidik ragam dua arah (Two way ANOVA). Uji analisis sidik ragam dua arah digunakan karena tiap kelompok diberi perlakuan berupa kombinasi visual dan narasi yang berbeda. Masing-masing variabel yaitu visual dan narasi terdiri dari dua taraf, sehingga setiap kelompok mendapatkan kombinasi perlakuan yang berbeda. Selanjutnya hasil analisis sidik ragam dua arah antara visual dan narasi terhadap skor pos tes dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis sidik ragam dua arah skor kemampuan mengingat pesan responden X2
Sumber Keragaman
db
F
Signifikansi.
Durasi shot
1
41.667
6.651
.013*
Tempo Narasi
1
5.400
.862
.357
Durasi shot * Tempo narasi
1
8.067
1.288
.261
Galat
56
6.264
Total
60
Ket : * = berbeda nyata pada α = 0.05
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa variabel durasi shot memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skor kemampuan mengingat pesan pada taraf signifikansi 0.05 sedangkan variabel tempo narasi belum terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skor kemampuan mengingat pesan. Iskandar (2005); Hubeis (2007); Rahmawati (2007); Alif (2008); Septiana (2008); Afa (2014) telah membuktikan bahwa media audio visual dapat sangat membantu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penontonnya. Namun bagaimana kecepatan visual (durasi shot) dan kecepatan audio (tempo narasi) dapat mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman (dalam hal ini banyaknya informasi yang diingat responden)? Apakah lebih cepat secara visual
41
berarti lebih menarik? Atau mungkin lebih cepat secara audio berarti lebih efektif dalam menyampaikan pesan? Ataukah justru sebaliknya? Untuk mengetahui hal tersebut maka akan dibahas satu persatu mulai dari pengaruh durasi shot terhadap kemampuan mengingat pesan.
Perbedaan Pengaruh Durasi Shot terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal Brown et al. (1977) dalam Hubeis (2007) menyatakan bahwa penggunaan gambar dapat menstimulasi minat, memperjelas informasi, mempercepat pemahaman, meningkatkan daya ingat, dan memberi pengaruh yang sangat tinggi dalam memahami suatu obyek tayangan. Hal ini senada dengan pernyataan responden penelitian bahwa tayangan yang disajikan lebih menarik daripada penyuluhan biasa, lebih jelas karena dapat melihat obyek secara detail dengan disertai penjelasan narasinya, serta memudahkan untuk mengingat kembali informasi yang disajikan. Selain itu, tayangan tersebut memancing minat responden untuk langsung mengaplikasikan budidaya jambu kristal yang telah dicontohkan dalam video. Durasi shot diduga memiliki pengaruh nyata terhadap kemampuan mengingat pesan anggota posdaya mengenai budidaya jambu kristal. Penelitian ini menguji dua tipe durasi shot atau dapat disebut juga kecepatan visual, yaitu durasi shot tiga (3) detik (menggunakan istilah VC atau Visual Cepat), dan durasi shot lima (5) detik (menggunakan istilah VL atau visual Lambat). Hipotesis 1= Skor tingkat kemampuan mengingat pesan kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual cepat berbeda nyata dari kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual lambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada kelompok yang mendapat perlakuan visual (durasi shot) cepat dengan visual (durasi shot) lambat. Melihat perbedaan rataan skor pos tes pada tabel 5, dapat kita simpulkan bahwa variabel durasi shot yang berpengaruh dalam meningkatkan hasil skor pos tes adalah durasi shot cepat. Durasi shot cepat terbukti dapat meningkatkan skor kemampuan mengingat pesan responden mengenai inovasi jambu kristal. Perbedaan skor tingkat kemampuan mengingat pesan ini terlihat sebesar 0.013 (<0.05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat dikatakan bahwa hipotesis tersebut diterima. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Wittich dan Schuller (1979) dalam Alif (2008), bahwa efek visual dalam media audio visual sangat berpengaruh terhadap aspek kognitif, afektif, maupun konatif penontonnya. Aspek kognitif merupakan aspek yang paling mudah dilihat pengaruhnya, salah satu contoh dalam penelitian ini adalah berdasarkan skor hasil pos tes. Melalui kuesioner pos tes, dapat kita lihat seberapa banyak materi atau item-item informasi yang mampu ditangkap dan diingat oleh responden. Kuesioner pos tes dalam penelitian ini terdiri dari 20 butir pertanyaan pilihan berganda (multiple choices), yang setiap butirnya merupakan sebuah pertanyaan atau pernyataan bersumber dari tayangan yang disajikan. Berdasarkan hasil skor pos tes tersebut,
42
kita dapat mengetahui informasi mana saja yang paling banyak diperhatikan dan diingat oleh responden, serta informasi mana yang terlewat. Durasi shot cepat diduga dapat meningkatkan perhatian penonton terhadap tayangan yang disajikan, dengan begitu harapannya dapat menaikkan tingkat kemampuan mengingat pesan responden. Meskipun demikian, durasi shot lambat memberikan tambahan waktu bagi penonton untuk berpikir dan mencerna informasi yang disajikan melalui tayangan. Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa ternyata durasi shot cepat (tiga detik) memiliki perbedaan pengaruh yang nyata dengan durasi shot lambat (lima detik) terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan. Durasi shot yang panjang akan memberikan waktu lebih lama bagi penonton untuk menyimak dan memahami gambar yang ditayangkan, sedangkan durasi shot yang pendek akan terus memberikan objek yang baru untuk diamati, sehingga jika berdasarkan pada pernyataan Ling & Catling (2012), durasi shot yang pendek akan mempengaruhi atensi yang lebih besar dan kemudian meningkatkan konsentrasi dalam menyimak suatu tayangan. Kecepatan durasi shot terbukti berpengaruh terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan. Durasi shot tiga detik mampu membuat responden menyimak dan mengingat informasi dari tayangan budidaya jambu kristal, dan menghasilkan rataan skor yang lebih tinggi dibandingkan tayangan dengan durasi shot lima detik. Sekilas perbedaan durasi yang hanya dua detik tersebut mungkin terlihat sepele, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi shot yang lebih lama tidak menjamin bahwa informasi yang disimak responden menjadi lebih banyak. Durasi shot lima detik memang memberikan waktu sedikit lebih lama bagi penonton untuk berpikir dalam menyimak setiap cuplikan gambar yang disajikan, namun dalam sebuah tayangan pendidikan ataupun sejenisnya, memberikan waktu untuk berpikir dan mencerna informasi saat menonton tayangan bukanlah hal yang dijadikan prioritas utama. Hal ini dikarenakan sebuah tayangan yang baik adalah tayangan yang dapat dinikmati dan dimengerti oleh penontonnya tanpa memerlukan banyak upaya untuk berpikir. Sederhananya, tayangan tersebut haruslah memberikan informasi yang cukup jelas melalui setiap pergantian gambarnya, sehingga tidak diperlukan durasi yang lama untuk setiap shot atau potongan gambar tersebut.
Perbedaan Pengaruh Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal Tempo narasi diduga memiliki pengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan anggota posdaya mengenai inovasi jambu kristal. Tempo narasi dalam penelitian ini dibedakan menjadi narasi cepat (>150 wpm) dan narasi lambat (<110 wpm), untuk itu dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 2= Skor tingkat kemampuan mengingat pesan kelompok yang menyaksikan video dengan tempo narasi cepat berbeda nyata dari kelompok yang menyaksikan video dengan tempo narasi lambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kelompok yang mendapat perlakuan narasi cepat maupun narasi lambat. Hal ini terlihat pada tabel 6 dimana taraf signikansi antara tempo narasi dengan skor pos tes sebesar 0.357 (>0.05), sehingga belum dapat dikatakan bahwa tempo
43
narasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap kemampuan mengingat pesan responden. Tempo narasi tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan (selama narasi tersebut dapat terdengar dengan baik) terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan responden, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis tersebut ditolak. Narasi sebagai unsur audio merupakan pendukung yang signifikan dalam penyampaian cerita melalui media video. Hal ini juga dikatakan oleh Iskandar (2005) dan Hubeis (2007) bahwa unsur narasi dalam media video sangat menentukan perubahan peningkatan pengetahuan petani. Selanjutnya Alif (2008) mengemukakan bahwa narasi berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan responden, namun penggunaan bahasa daerah dalam narasi tidak memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan penggunaaan bahasa Indonesia. Septiana (2008) juga mengatakan bahwa suara narator merupakan elemen penting dalam merancang pesan video, karena dapat menjadi sangat vital dalam mempertinggi sensitivitas dan implikasi emosi dari media tersebut. Namun penggunaan jenis suara narator (laki-laki atau perempuan) tidak memiliki perbedaan yang nyata secara uji statistik terhadap peningkatan pengetahuan. Menurut Bawantara (2008), narasi akan membantu menyampaikan cerita dengan baik dan utuh kepada penonton, sementara musik akan memberi nuansa yang menguatkan gambar-gambar yang ditayangkan. Perbedaan perlakuan narasi dalam penelitian ini adalah tempo atau kecepatan berbicara narator yang dibedakan atas narasi cepat (>150 wpm) dan narasi lambat (<110 wpm). Melalui hasil penelitian dapat kita simpulkan bahwa tempo narasi belum terbukti memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan, keduanya baik tempo narasi cepat maupun tempo narasi lambat dapat menyampaikan cerita dengan baik dan utuh kepada penonton. Kecepatan berbicara narator ternyata tidak terbukti memiliki pengaruh yang nyata terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan, selama tempo narasinya masih memungkinkan penonton untuk dapat mendengar jelas setiap kata yang diucapkan. Meskipun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang menerima perlakuan tayangan dengan tempo narasi lambat memiliki rataan skor tertinggi pada pemberian perlakuan durasi shot cepat di saat yang bersamaan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan semakin cepat penyampaian informasi (melalui visual maupun audio) memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi untuk dapat menyimaknya. Saat visual memberikan informasi secara cepat, narasi lambat dapat membantu mengantisipasi adanya “ketertinggalan informasi” yang disajikan, meskipun sebenarnya baik visual maupun narasi akan selesai pada waktu yang sama. Merujuk pada Giles (2003), kemampuan stimulus audio untuk mempengaruhi persepsi khalayak memiliki ambang batas tertentu yang berbeda untuk setiap orang. Perbedaan tempo narasi sebagai perlakuan dalam penelitian ini belum terbukti memiliki perbedaan yang signifikan terhadap skor pos tes, kemungkinan besar dikarenakan perbedaan tempo narasi tersebut masih berada dalam ambang batas penerimaan stimulus audio responden setiap kelompok perlakuan.
44
Kombinasi Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal Setelah membahas mengenai perbedaan pengaruh variabel durasi shot dan tempo narasi pada video jambu kristal, selanjutnya akan dibahas mengenai kombinasi mana di antara kedua variabel tersebut yang memiliki pengaruh paling tinggi dalam meningkatkan hasil skor pos tes. Untuk itu terlebih dahulu kita akan membuktikan hipotesis 3 sebagai berikut: Hipotesis 3= Skor tingkat kemampuan mengingat pesan kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual cepat dan tempo narasi cepat lebih tinggi daripada kelompok lain. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan skor dari kelompok dengan perlakuan visual cepat lebih tinggi daripada rataan skor dari kelompok dengan perlakuan visual lambat. Namun untuk rataan skor kelompok dengan perlakuan narasi lambat lebih tinggi daripada rataan skor kelompok dengan perlakuan narasi cepat pada perlakuan visual cepat, dan lebih rendah pada perlakuan visual lambat. Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa kelompok dengan perlakuan visual cepat dan narasi lambat memiliki rataan skor post-test yang paling tinggi dibandingkan kelompok lain, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis 3 ditolak. Kombinasi antara durasi shot lambat dengan tempo narasi lambat ternyata tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan, justru kelompok yang menerima kombinasi tersebut memiliki rataan skor pos tes paling rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Sebaliknya, kombinasi antara durasi shot cepat dengan tempo narasi cepat juga tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa kombinasi yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan adalah durasi shot cepat dengan tempo narasi lambat. 10.5 10
10.13
9.5 Narasi Cepat
9 8.8
Narasi Lambat
8.5 8
7.87 7.73
7.5 Visual Cepat
Visual Lambat
Gambar 5 Kombinasi durasi shot dan tempo narasi terhadap rata-rata skor pos tes
45
Gambar 5 menunjukkan bahwa rataan skor kemampuan mengingat pesan yang diberikan perlakuan visual cepat lebih tinggi saat dikombinasikan dengan tempo narasi lambat hingga titik perpotongan rata-rata. Selanjutnya rataan skor kemampuan mengingat pesan yang diberikan perlakuan visual lambat lebih tinggi saat dikombinasikan dengan tempo narasi cepat hingga titik minimum. Adanya perpotongan garis menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara kecepatan visual (dalam penelitian ini durasi shot) dengan tempo narasi. Meskipun demikian, berdasarkan uji analisis sidik ragam dua arah belum dapat membuktikan adanya pengaruh yang signifikan untuk interaksi antara durasi shot dan tempo narasi pada video terhadap skor pos tes. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi 0.261 (>0.05), namun adanya perpotongan garis pada Gambar 5 memang menggambarkan adanya interaksi antar kedua variabel tersebut, meskipun tidak signifikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata semakin cepat penyampaian informasi secara visual dan narasi dalam media video tidak selalu lebih baik dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan visual cepat mampu memberikan daya tarik dan memancing konsentrasi yang lebih tinggi bagi penontonnya, namun jika disajikan dengan tempo narasi yang cepat pula akan mengakibatkan skor kemampuan mengingat pesan yang menurun hingga titik perpotongan garis (Gambar 5). Unsur narasi dalam media video merupakan unsur yang sangat penting dalam mendukung penyampaian informasi dan memberikan kejelasan terhadap gambar (visual) yang disajikan. Oleh karena itu, unsur narasi memang sebaiknya mengikuti bagaimana visualisasi informasi yang ingin disampaikan.
Pengaruh Interaksi Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa tempo narasi haruslah mengimbangi kecepatan durasi shot saat pemberian informasi berlangsung, dengan kata lain pemberian narasi sebaiknya menyesuaikan dengan ketersediaan dan durasi tiap shot dalam menyampaikan tiap kalimat. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan durasi, serta menciptakan variasi durasi shot dan tempo narasi di dalam video tersebut sehingga menjadi lebih menarik dan efektif dalam penyampaian informasinya. Hasil analisis sidik ragam dua arah pada Tabel 6 menunjukkan bahwa secara statistik interaksi durasi shot dan tempo narasi tidak berbeda nyata pada α=0.05. namun melalui Gambar 5 dapat kita lihat bahwa terdapat kemungkinan interaksi antara durasi shot dan tempo narasi terhadap skor pos tes responden yang ditunjukkan dengan adanya perpotongan garis. Untuk mengetahui apakah perbedaan rataan skor pos tes tersebut berbeda nyata atau tidak, maka digunakanlah uji wilayah berganda Duncan (Tabel 7).
46
Tabel 7 Hasil Uji Wilayah Berganda Duncan Perlakuan VLNL VLNC VCNC VCNL Signifikansi
N 15 15 15 15
Subset for alpha = 0.05 7.73 7.87 8.80 10.13 0.277
Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara keempat kelompok perlakuan. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi 0.277 (>0.05) yang menandakan bahwa skor rata-rata keempat kelompok perlakuan tidak berbeda nyata. Sementara itu Tabel 5 menunjukkan bahwa skor rata-rata kelompok yang mendapat perlakuan kombinasi durasi shot cepat dan tempo narasi lambat lebih tinggi dari kelompok lain, meskipun skor ini tidak dapat dikatakan berpengaruh secara uji statistik. Namun demikian hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi durasi shot cepat dengan tempo narasi lambat merupakan kombinasi yang efektif dibanding kombinasi lainnya dilihat dari rataan skor pos tes. Berdasarkan wawancara mendalam dengan beberapa responden, diketahui bahwa mereka merasa menikmati tayangan yang disajikan, karena informasi dan pengemasan dalam media video terasa menarik minat mereka untuk memperhatikan. Seluruh responden yang diwawancara menyatakan bahwa mereka tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut informasi mengenai budidaya jambu kristal, khususnya karena mereka ingin mencoba untuk melakukan penanaman jambu kristal tersebut. Untuk itu, selain ingin mengetahui pengaruh perlakuan video terhadap kemampuan mengingat pesan responden mengenai jambu kristal, peneliti melakukan observasi terhadap keinginan dan pemahaman responden untuk melakukan budidaya jambu kristal. Berdasarkan observasi tersebut, diketahui bahwa seluruh responden yang mengikuti penelitian menanam jambu kristal, dengan tingkat keberhasilan mencapai 40%. Tingkat keberhasilan diketahui dari banyaknya jumlah tanaman jambu kristal yang tumbuh dengan baik setelah tiga bulan penanaman. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di lokasi penelitian sangat antusias terhadap informasi yang diberikan dan berminat untuk langsung mencoba melakukan budidaya seperti yang ditunjukkan dalam video pada saat penelitian. Menurut beberapa orang responden yang ditemui tiga bulan setelah diadakannya penelitian, jambu kristal yang ditanamnya tidak dapat tumbuh dengan baik dikarenakan kurangnya perawatan seperti penyiraman dan pemberian pupuk. Sebagian responden mengakui bahwa durasi tayangan yang disajikan (baik yang menerima tayangan 7 menit maupun 12 menit) sudah cukup, namun kurang detailnya gambar-gambar dan narasi mengenai tahapan budidaya menjadi suatu masukan bagi pembuat tayangan tersebut, dalam hal ini peneliti dan tim produksi Green TV IPB. Selain itu, sebagian besar responden mengatakan bahwa informasi tentang jambu kristal seperti “darimana asal jambu kristal?” dan “bagaimana bentuk jambu kristal yang baik?” serta tahapan penanamannya merupakan informasi yang paling dapat diingat, sedangkan informasi mengenai harga bibit dan harga buah jambu kristal berdasarkan grade-nya adalah informasi yang paling sulit diingat. Hal ini dapat berarti bahwa informasi yang bersifat angka atau
47
nominal merupakan informasi yang lebih sulit untuk diingat responden, mereka hanya mengingat bahwa “jambu kristal harganya mahal”, tetapi tidak mengingat berapa jumlah pastinya seperti yang disebutkan dalam video. Tayangan inovasi jambu kristal yang dijadikan perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 168 shots, terdiri dari 26 long shot, 65 medium shot, dan 77 close up sebagai variasi tipe shot-nya. Responden merasa lebih menyukai gambar-gambar detail (close up) yang menunjukkan tahapan budidaya, serta narasi yang menjelaskan secara rinci apa dan bagaimana tahapan tersebut dilakukan. Misalkan “berapa sentimeter batang jambu kristal harus dipotong untuk kemudian disambungkan dengan batang jambu lokal”. Hal ini menunjukkan bahwa tayangan yang diberikan telah berhasil menginspirasi responden untuk mencoba melakukan budidaya jambu kristal, namun keterbatasan informasi dalam video masih perlu diperbaiki. Meskipun demikian, tayangan berisi informasi budidaya jambu kristal dapat dikatakan efektif sebagai media komunikasi audio visual. Peran penyuluh pendamping adalah menyediakan dan menyampaikan informasi tambahan secara lebih rinci terkait tahapan penanaman dan bagaimana perawatan serta penanggulangan jika ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian saat informasi tersebut dipraktekkan di lapangan. Media audio visual memang terbukti dapat membantu responden dalam mengingat informasi, khususnya yang terkait dengan inovasi-inovasi di bidang pertanian. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa media audio visual menghapus peran dari penyuluh pertanian itu sendiri. Seperti namanya, sebuah media audio visual, dalam hal ini video merupakan media yang dapat digunakan penyuluh untuk membantu menyampaikan informasi berupa materi-materi penyuluhan sehingga lebih menarik perhatian dan menghibur. Peran penyuluh pertanian tetap tidak dapat tergantikan, karena sebagai sebuah bentuk komunikasi interpersonal, penyuluh pertanian diharapkan dapat menjawab pertanyaanpertanyaan masyarakat seputar materi yang disampaikan secara langsung dan membimbing secara praktek di lapangan. Sebuah video dapat disampaikan pada saat penyuluhan sebagai informasi awal mengenai materi penyuluhan, maupun di tengah-tengah proses penyuluhan untuk menjelaskan kasus-kasus yang akan terjadi di lapangan tanpa harus ke lapangan saat itu juga. Namun demikian, perlu diperhatikan juga bahwa sebuah media audio visual memiliki keterbatasan yang terkait dengan banyaknya informasi yang dapat disampaikan, baik secara visual maupun audionya, serta durasi penyampaiannya. Keterbatasan inilah yang membuat peran penyuluh sebagai pendamping dan fasilitator pembangunan tidak tergantikan. Senada dengan pernyataan tersebut, Depari dan MacAndrews (1985) juga menyebutkan bahwa dalam tugasnya menjangkau serta mempengaruhi audience yang besar jumlahnya, penggabungan media massa dengan komunikasi antar pribadi merupakan sarana yang paling efektif untuk: 1. Menjangkau masyarakat dalam usaha memperkenalkan ide baru. 2. Membujuk masyarakat agar memanfaatkan inovasi tersebut.
48
Hubungan antara Karakteristik dengan Kemampuan Mengingat Pesan Responden Penelitian eksperimen dilakukan dengan meminimalisir kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor lain diluar variabel penelitian yang mempengaruhi hasil penelitian tersebut. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara umur dengan skor pos tes, maka selanjutnya dilakukan uji korelasi Pearson product moment yang ditunjukkan oleh Tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8 Hasil uji korelasi Pearson antara umur dengan skor pos tes tiap kelompok perlakuan Karakteristik responden Umur
Kelompok A 0.112
Skor pos tes Kelompok B Kelompok C 0.06 0.314
Kelompok D 0.958
Berdasarkan Tabel 8 dapat kita lihat bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara umur dengan skor pos tes semua kelompok. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi > 0.05 yang berarti tidak adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan skor pos tes. Melalui hasil uji korelasi pearson tersebut dapat diketahui bahwa hasil skor pos tes tidak dipengaruhi oleh umur responden melainkan hanya dipengaruhi oleh perlakuan penelitian. Selanjutnya untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara pendidikan dengan skor pos tes, maka dilakukan uji korelasi rank Spearman yang ditunjukkan oleh Tabel 9 sebagai berikut: Tabel 9 Hasil uji korelasi rank Spearman antara pendidikan dengan skor pos tes tiap kelompok perlakuan Karakteristik responden Pendidikan
Kelompok A 0.197
Skor pos tes Kelompok B Kelompok C 0.054 0.162
Kelompok D 0.982
Hasil uji rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan skor pos tes pada semua kelompok. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi > 0.05 yang berarti tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan skor pos tes. Uji korelasi rank Spearman dilakukan karena data Tingkat Pendidikan responden dikategorikan menjadi “1 = Tidak Sekolah”; “2 = Tamat SD”; “3 = Tamat SMP”; dan “4 = Tamat SMA”, sehingga datanya menjadi ordinal. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan tamat SD, seperti telah disampaikan pula oleh data monografi Desa Watesjaya. Meskipun terdapat beberapa responden yang memiliki tingkat pendidikan lanjut hingga SMP atau SMA, hal ini tidak menunjukkan adanya pengaruh pada data penelitian secara uji statistik. Melalui uji korelasi spearman tersebut dapat diketahui bahwa hasil skor pos tes tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden melainkan hanya dipengaruhi oleh perlakuan penelitian.
49
Tabel 10 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan Visual Cepat Narasi Cepat Nomor Jawaban Persentase (%) soal 1 2 4 5 6 7 9 10 11 13 15 16 17 18 19 20
Benar
Salah
Benar
Salah
14 14 13 5 4 8 7 4 13 6 10 10 10 3 6 5
1 1 2 10 11 7 8 11 2 9 5 5 5 12 9 10
93 93 87 33 27 53 47 27 87 40 67 67 67 20 40 33
7 7 13 67 73 47 53 73 13 60 33 33 33 80 60 67
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nomor soal yang paling banyak dijawab benar adalah soal nomor 1 dan 2 dengan jumlah jawaban benar sebanyak 14 orang dari 15 responden (93 %). Selanjutnya soal nomor 4 dan 11 menempati peringkat kedua dengan jumlah jawaban benar sebanyak 13 orang dari 15 responden (87 %). Sementara itu nomor soal yang paling banyak dijawab salah adalah soal nomor 18 dengan jumlah jawaban salah sebanyak 12 orang dari 15 responden (80 %). Soal nomor 1 menanyakan asal dari jambu kristal, soal nomor 2 menanyakan varietas jambu kristal, kemudian soal nomor 4 menanyakan tinggi tanaman jambu kristal dengan perbandingan tinggi seseorang. Ketiga soal ini merupakan hal pertama yang disampaikan dalam video dan mendeskripsikan jambu kristal secara umum. Informasi mengenai asal jambu kristal bahkan disajikan menggunakan animasi yang menarik, sehingga hal ini dapat memicu responden untuk lebih mudah mengingatnya. Selanjutnya soal nomor 11 menanyakan waktu yang dibutuhkan tanaman jambu kristal untuk siap dipindahkan ke lahan. Pertanyaan ini sudah masuk kedalam tahapan budidaya jambu kristal. Informasi mengenai tahapan budidaya jambu kristal merupakan informasi yang menjadi fokus utama dalam video dan hal yang paling dinantikan oleh responden. Perlakuan durasi shot cepat telah terbukti lebih menarik perhatian responden dalam menyimak isi video. Durasi shot tiap bagian yang menjelaskan tahapan budidaya adalah 3 detik, sehingga gambar akan berganti tiap 3 detik sekali. Tempo narasi cepat (>150 wpm) diusahakan untuk mengikuti alur pergantian gambar tersebut, sehingga informasi yang disajikan dapat pas secara visual maupun audionya, dengan tetap memperhatikan kejelasan penyampaian informasi tersebut.
50
Sementara itu soal nomor 18 yang berisikan pertanyaan kisaran harga satu bibit jambu kristal merupakan nomor soal dengan jumlah jawaban salah terbanyak. Informasi mengenai kisaran harga bibit jambu kristal lebih difokuskan melalui narasi, sedangkan secara visual hanya diberi shot bibit jambu kristal tanpa diberi caption bertuliskan harga bibit tersebut seperti “Rp 25.000” atau semacamnya. Tantangan membuat sebuah video audio visual adalah bagaimana kita dapat menerjemahkan setiap informasi kedalam visual dan narasinya. Untuk penelitian ini, caption atau tulisan yang menjelaskan informasi harga memang sengaja tidak dipasang pada semua shot dalam video. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran bahwa kemampuan mengingat pesan responden melalui media visual dipengaruhi juga oleh keberadaan caption tersebut. Selain itu, peneliti mengantisipasi adanya perubahan harga secara tiba-tiba di pasaran. Oleh karena itu informasi mengenai harga bibit maupun harga buah jambu kristal hanya diberikan kisarannya saja, dan menerjemahkan informasi “kisaran harga” kedalam visual berupa sebuah gambar memang diakui sulit untuk dilakukan. Secara audio, narator menyebutkan kisaran harga bibit maupun buah jambu kristal tersebut yaitu “dua puluh ribu hingga lima puluh ribu rupiah” untuk harga bibit dan “ lima belas ribu hingga tiga puluh lima ribu rupiah” untuk harga buah jambu kristal per kilonya. Sedangkan untuk grade A, buah jambu kristal mencapai harga “empat puluh ribu rupiah per kilogram”. Sifat narasi yang selintas atau sekali dengar memang menjadi faktor yang mempengaruhi kejelasan penyampaian informasi, khususnya yang berkaitan dengan angka-angka. Sehingga informasi yang berisikan angka-angka sebisa mungkin disederhanakan agar dapat disimak dengan sekali dengar dan lebih mudah diingat. Tabel 11 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan Visual Cepat Narasi Lambat Nomor Jawaban Persentase (%) soal 1 2 4 5 6 7 9 10 11 13 15 16 17 18 19 20
Benar
Salah
Benar
Salah
12 14 10 8 7 8 7 6 15 11 11 13 7 7 9 7
3 1 5 7 8 7 8 9 0 4 4 2 8 8 6 8
80 93 67 53 47 53 47 40 100 73 73 87 47 47 60 47
20 7 33 47 53 47 53 60 0 27 27 13 53 53 40 53
51
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa nomor soal yang paling banyak dijawab benar adalah soal nomor 11 dengan jumlah jawaban benar sebanyak 15 orang dari 15 resonden (100 %), dengan kata lain seluruh responden yang termasuk dalam kelompok perlakuan ini mampu menjawab soal tersebut dengan benar. Selanjutnya soal nomor 2 menempati peringkat kedua dengan jumlah jawaban benar sebanyak 14 orang dari 15 responden (93 %). Sementara itu nomor soal yang paling banyak dijawab salah adalah soal nomor 10 dengan jumlah jawaban salah sebanyak 9 orang dari 15 responden (60 %). Seperti halnya pada kelompok yang menerima perlakuan visual cepat narasi cepat, soal nomor 11 menjadi salah satu nomor soal yang paling banyak dijawab dengan benar. Informasi mengenai tahapan budidaya dan deskripsi jambu kristal menjadi hal yang paling mudah diingat oleh responden. Selain disajikan dengan gambar yang menarik, informasi ini adalah hal yang paling ingin diketahui oleh responden. Meskipun informasi mengenai waktu yang dibutuhkan agar tanaman jambu kristal siap dipindahkan ke lahan setelah penyambungan berupa angka (dinyatakan dalam bulan), tampaknya responden dapat mengingat informasi tersebut dengan baik. Hal ini dikarenakan informasi mengenai waktu tersebut terbilang sederhana (seperti 9 bulan), tidak mengandung bilangan besar seperti informasi harga (misalnya Rp 25.000). Soal nomor 10 mengenai alasan sistem semai batang untuk budidaya jambu kristal menjadi nomor soal yang paling banyak dijawab salah dalam kelompok ini. Sesuai dengan informasi yang disajikan dalam video, sistem semai batang digunakan untuk memperoleh akar yang lebih kuat. Beberapa responden sepertinya keliru memilih jawaban menjadi “untuk beradaptasi dengan tanah Indonesia” karena asal jambu kristal dari Taiwan, atau “untuk meningkatkan kualitas jambu”. Informasi alasan penggunaan sistem semai batang mungkin menjadi salah satu informasi yang terlewatkan, karena kebanyakan responden sedang menikmati gambar yang ditayangkan dan tidak menyimak narasinya. Secara visual memang tidak diberikan gambaran perbandingan akar tanaman jambu kristal dengan sistem semai batang dan yang tidak menggunakan sistem semai batang. Hal ini kemudian menyebabkan responden yang tidak memahami informasi tersebut menebak-nebak jawabannya. Alasan jambu kristal menggunakan sistem semai batang disajikan melalui narasi, dengan visualnya berupa seseorang sedang menyambung batang atas jambu kristal dengan batang bawah jambu biji lokal. Terbatasnya informasi yang disajikan juga disampaikan oleh beberapa responden pada saat wawancara. Responden mengakui bahwa kekurangan informasi-informasi yang disajikan secara visual menimbulkan pertanyaan “bagaimana?” dan “seperti apa?” di dalam pikiran mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut bukan dikarenakan ketiadaan informasi dalam video, melainkan kurang detailnya penjelasan khususnya mengenai tahapan budidaya jambu kristal, baik secara visual maupun narasinya. Informasi mengenai “bagaimana” dan “seperti apa” lebih baik disajikan dalam bentuk gambar close up yaitu gambar dekat atau detail. Gambar close up cenderung disukai karena jarang sekali melihat objek secara langsung sedekat kamera dapat menyajikannya.
52
Tabel 12 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan Visual Lambat Narasi Cepat Nomor Jawaban Persentase (%) soal 1 2 4 5 6 7 9 10 11 13 15 16 17 18 19 20
Benar
Salah
Benar
Salah
14 12 13 2 4 6 2 4 14 9 7 13 6 3 5 4
1 3 2 13 11 9 13 11 1 6 8 2 9 12 10 11
93 80 87 13 27 40 13 27 93 60 47 87 40 20 33 27
7 20 13 87 73 60 87 73 7 40 53 13 60 80 67 73
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa nomor soal yang paling banyak dijawab benar adalah soal nomor 1 dan 11 dengan jumlah jawaban benar sebanyak 14 orang dari 15 resonden (93 %). Selanjutnya soal nomor 4 dan 16 menempati peringkat kedua dengan jumlah jawaban benar sebanyak 13 orang dari 15 responden (87 %). Sementara itu nomor soal yang paling banyak dijawab salah adalah soal nomor 5 dan 9 dengan jumlah jawaban salah sebanyak 13 orang dari 15 responden (87 %). Seperti halnya pada perlakuan visual cepat, soal nomor 1 hingga 4 dan soal nomor 11 menjadi nomor soal dengan jumlah jawaban benar terbanyak. Melihat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa durasi shot tidak menentukan benar atau salahnya jawaban responden untuk kelima nomor soal ini. Sedangkan soal nomor 16 termasuk kedalam salah satu nomor soal dengan jumlah jawaban benar terbanyak pada kelompok ini dikarenakan visualisasi dari informasi mengenai kriteria jambu kristal menggunakan visual berupa “gambar diam”. Durasi shot lambat memiliki kelebihan dalam memberikan informasi pada “gambar diam” yaitu responden menjadi “menjelajahi” dan mengambil sebanyak mungkin informasi yang bisa didapat dari gambar tersebut. “gambar diam” yang dimaksud pada soal nomor 16 berupa sebuah foto kategori jambu kristal berdasarkan gradenya. Dalam foto tersebut tampak gambar masing-masing kategori buah jambu kristal, beserta poin-poin penjelasannya. Hal inilah yang memungkinkan nomor soal 16 termasuk salah satu nomor soal dengan jumlah jawaban benar terbanyak pada kelompok visual lambat. Sementara itu pada soal nomor 5 yang menanyakan tentang lapisan lilin pada kulit jambu kristal, menjadi salah satu nomor soal dengan jumlah jawaban salah terbanyak pada kelompok ini. Hal tersebut dikarenakan visualisasi informasi
53
“lapisan lilin pada kulit jambu kristal membuat tingkat kebusukannya relatif lebih lambat” adalah close up buah jambu kristal. Pembuat video (dalam hal ini peneliti sendiri) tidak memberikan gambaran perbandingan kulit jambu kristal yang memiliki lapisan lilin dengan jambu biji lokal yang tidak memiliki lapisan lilin. Sederhananya, lapisan lilin yang dimaksud memang tidak benar-benar terlihat dari gambar yang ditampilkan. Untuk mengatasi hal ini, peneliti membuat informasi mengenai lapisan lilin tersebut lebih jelas disampaikan oleh narasi. Namun demikian sebagian besar responden mungkin lebih tertarik pada gambar yang disajikan daripada menyimak informasi yang disajikan melalui narasinya. Soal nomor 9 menanyakan tentang dua metode pembibitan jambu kristal yang disebutkan pada video. Bagian ini juga memiliki persoalan yaitu tidak adanya visualisasi metode pembibitan melalui “pencangkokan”, karena yang dibahas hanyalah metode “okulasi”. Informasi bahwa terdapat dua metode pembibitan jambu kristal yaitu “pencangkokan” dan “okulasi” disampaikan oleh narasi, sementara visualnya adalah gambar seseorang yang sedang menyambung batang atas jambu kristal dengan batang bawah jambu biji lokal, atau dengan kata lain melakukan metode “okulasi” yang disebutkan. Hal ini kemudian membuat responden yang tidak menyimak narasi pada bagian tersebut menjadi menebaknebak dan berakibat menjawab keliru seperti “okulasi dan pemangkasan”. Sifat narasi yang sekali dengar menjadi kelemahan di bagian ini, didampingi dengan gambar tahapan budidaya yang menjadi fokus utama responden pada saat menyimak video, menyebabkan kebanyakan responden lebih memperhatikan informasi yang disajikan secara visual. Tabel 13 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan Visual Lambat Narasi Lambat Nomor Jawaban Persentase (%) soal 1 2 4 5 6 7 9 10 11 13 15 16 17 18 19 20
Benar
Salah
Benar
Salah
11 13 9 3 5 10 6 7 13 5 4 12 7 2 5 4
4 2 6 12 10 5 9 6 2 10 11 3 8 13 10 11
73 87 60 20 33 67 40 47 87 33 27 80 47 13 33 27
27 13 40 80 67 33 60 53 13 67 73 20 53 87 67 73
54
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa nomor soal yang paling banyak dijawab benar adalah soal nomor 2 dan 11 dengan jumlah jawaban benar sebanyak 13 orang dari 15 resonden (87 %). Selanjutnya soal nomor 16 menempati peringkat kedua dengan jumlah jawaban benar sebanyak 12 orang dari 15 responden (80 %). Sementara itu nomor soal yang paling banyak dijawab salah adalah soal nomor 18 dengan jumlah jawaban salah sebanyak 13 orang dari 15 responden (87 %). Soal nomor 2 dan 11 kembali menempati peringkat atas dengan jumlah jawaban benar terbanyak. Hal ini membuktikan bahwa informasi yang menjadi fokus utama dalam video berhasil menjadi fokus utama responden yang menyimaknya, terlihat dari kecenderungan banyaknya jumlah jawaban benar di setiap kelompok perlakuan. Seperti halnya pada kelompok visual lambat narasi cepat, soal nomor 16 menjadi salah satu nomor soal dengan jumlah jawaban benar terbanyak pada kelompok ini. Pada kelompok yang menerima perlakuan visual cepat, jumlah jawaban benar pada soal nomor 16 juga cukup tinggi namun tidak menjadi peringkat pertama. Lain halnya pada kelompok yang menerima perlakuan visual lambat, soal nomor 16 muncul sebagai salah satu nomor soal dengan jumlah jawaban terbanyak. Hal ini menguatkan pernyataan sebelumnya bahwa durasi shot lambat memiliki kelebihan dalam penyampaian informasi berupa “gambar diam”. Sementara itu, soal nomor 18 kembali menjadi nomor soal dengan jumlah jawaban salah terbanyak pada kelompok ini. Melihat hal ini, peneliti menduga bahwa informasi mengenai “kisaran harga” memang sepantasnya divisualkan dalam bentuk caption atau tulisan pada sepertiga bagian bawah layar atau tempat lain yang memungkinkan tanpa menghalangi fokus utama gambar yang disajikan. Caption memang dapat digunakan sesuai keperluan untuk memberi penjelasan informasi yang sulit untuk divisualkan. Informasi-informasi tersebut biasanya berkaitan dengan angka-angka, istilah asing, nama latin, dan hal-hal yang bersifat ilmiah lainnya dalam sebuah video pembelajaran. Secara umum dapat kita lihat bahwa informasi mengenai deskripsi jambu kristal serta tahapan budidayanya telah berhasil disampaikan dengan baik pada seluruh kelompok perlakuan. Kemampuan mengingat pesan responden telah terbukti dipengaruhi oleh panjang-pendeknya durasi shot, baik secara uji statistik maupun dengan melihat rata-rata skor pos tes dan kecenderungan jawaban responden. Tempo narasi mungkin juga berpengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan, namun penelitian ini belum dapat membuktikannya secara uji statistik. Oleh karena itu diperlukan adanya penelitian lanjutan yang dapat mengkondisikan perlakuan dan eksperimen dengan lebih teliti.
55
6
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Media audio visual memiliki kemampuan yang sangat baik ditinjau dari efektifitas penyampaian informasinya. Leeuwis (2009) mengatakan bahwa media audio visual memiliki kelebihan berupa daya tarik yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan media visual (seperti foto, koran, slide, dan sebagainya), media audio (seperti radio dan rekaman suara), maupun komunikasi interpersonal. Melalui penelitian ini, dapat kita ketahui bahwa ternyata unsur durasi shot memiliki pengaruh yang nyata terhadap kemampuan mengingat pesan inovasi jambu kristal. Durasi shot cepat terbukti mempengaruhi kemampuan mengingat pesan yang lebih tinggi dilihat melalui hasil skor pos tes empat kelompok perlakuan. Sedangkan tempo narasi tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan responden. Kombinasi antara durasi shot dengan tempo narasi yang paling berpengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan adalah durasi shot cepat dengan tempo narasi lambat, dilihat melalui rataan hasil skor pos tes empat kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Responden merupakan anggota aktif Posdaya Cisadane dengan rentang umur 20-50 tahun dan tingkat pendidikan terbanyak tamat SD, dan belum pernah mendapat penyuluhan mengenai jambu kristal. 2. Melalui perbandingan rataan skor pos tes, dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok memiliki rataan skor pos tes yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh dari perlakuan yaitu durasi shot dan tempo narasi terhadap skor pos tes. 3. Durasi shot cepat terbukti dapat meningkatkan skor kemampuan mengingat pesan responden mengenai jambu kristal. Perbedaan skor tingkat kemampuan mengingat pesan ini terlihat sebesar 0.013 (<0.05). 4. Tempo narasi belum terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan responden (selama narasi tersebut dapat terdengar dengan baik). 5. Kombinasi durasi shot dan tempo narasi pada video yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan adalah durasi shot cepat dengan tempo narasi lambat. 6. Durasi tayangan yang disajikan (baik yang menerima tayangan 7 menit maupun 12 menit) sudah cukup, namun kurang detailnya gambar-gambar dan narasi mengenai tahapan budidaya menjadi suatu masukan bagi pembuat tayangan tersebut. 7. Karakteristik umur dan tingkat pendidikan responden tidak terbukti mempengaruhi kemampuan mengingat pesan video jambu kristal.
56
Saran 1.
2.
Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan empat kombinasi perlakuan media audio visual. Berdasarkan pengalaman di lapangan, peneliti ingin menyarankan agar penelitian-penelitian selanjutnya yang serupa dapat menganalisis bagaimana pengaruh kondisi lingkungan pada saat penelitian terhadap kemampuan mengingat pesan responden, bagaimana pengaruh kondisi emosional responden terhadap hasil skornya, serta bagaimana niat dan tindak lanjut responden dari hasil menonton tayangan yang disajikan. Pos tes pada penelitian ini dilakukan setelah tayangan selesai, sehingga bagaimana tindak lanjut responden terhadap informasi inovasi jambu kristal tidak dibahas secara detail. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaji bagaimana responden yang memiliki karakteristik relatif serupa dengan responden penelitian ini dapat membudidayakan jambu kristal setelah melihat tayangan audio visual tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adeokun OA, Oladoja MA, Adisa BO. 2006. Farmer Assessment of Audio-Visual Aid in Innovation Delivery by Lagos State Agricultural Development Authority. J Agril Extention. 9:74-79. Afa YF, Negara IGAO, Putra IKA. 2014. Pengaruh Strategi Pembelajaran Quantum Teaching dengan Dukungan Media Audio-Visual terhadap Hasil Belajar IPA Siswa. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. 2(1):1-10. Agumagu, AC. 1988. Agricultural Reporting in Nigerian Newspaper. Nigerian Agril J. 23(2):71-75. Alif, M. 2008. Pengaruh Jenis Bahasa Narasi dan Bentuk Pesan Visual Video Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang Chikungunya di Kalangan Siswa SMAN 1 Ciampea [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Anderson LW, Krathwohl DR. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Addison Wesley Longman, Inc: New York. Anwas, OM. 2005. Masyarakat Peduli Siaran Televisi. Jurnal Teknodik. 16:97110. Astuti, SI. 2004. Representasi Perempuan Indonesia dalam Komunikasi Visual: Wacana yang Belum Berubah. MediaTor. 5:311-319. Baron RA, Byrne D. 2004. Psikologi Sosial. Penerbit Erlangga: Jakarta. Bawantara, A. 2008. Panduan Membuat Video Keluarga. Kawan Pustaka: Jakarta. Bertrand, J. 1978. Communication Pretesting. The Community and Family Study Center: The University of Chicago.
57
Bloom, BS. 1956. Taxonomy of Educational Objectives, Handbook 1: Cognitive Domain (2nd edition). Longmans, Green and Co Ltd: London. Campbell DT, Stanley JC. 1963. Experimental and Quasi-Experimental Designs for Research. Rand McNally College Publishing Company: Chicago. Creswell, JW. 1994. Research design: Qualitative and quantitative approaches. Sage Publication: California. Damastuti, R. 2007. Pengaruh Terpaan Televisi terhadap Pola Komunikasi Komunitas Samin. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin. 18:325-341. Depari E, MacAndrews C. 1985. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. DeVito, JA. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Professional Books: Jakarta. Giles, D. 2003. Media Psychology. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Goldberg, DA. 1985. Instructional Video in a Psychiatric Training Center. Instructional Media. 9:109-119. Gozalli, T. 1986. Visual Primacy, Realty and the Implying Image in Motion Pictures and TV. Instructional Media. 12:157-165. Hidayatullah, FA. 2012. Pengaruh Warna pada Iklan Media Cetak terhadap Memori Calon Konsumen. EMPATHY. 1(1):79-90. Hubeis, A.V. 2007. Pengaruh Desain Pesan Video Instruksional terhadap Peningkatan Pengetahuan Petani tentang Pupuk Agrodyke. Jurnal Agro Ekonomi. 25(1):1-10. Iskandar. 2005. Pengaruh Desain Pesan Pupuk Agrodyke Melalui Video Terhadap Peningkatan Pengetahuan Petani [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Penerbit PT Gramedia: Jakarta. Kristanto, A. 2011. Pengembangan Model Media Video Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Media Video/TV Program Studi Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Teknologi Pendidikan. 11(1):12-22. Leeuwis, C. 2009. Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan. Kanisius: Yogyakarta. Levie WH, Levie D. 1975. Pictorial Memory Processes. AVCR. 23(1):81-97. Ling J, Catling J. 2012. Psikologi Kognitif. Penerbit Erlangga: Jakarta. Lunandi, AG. 1993. Pendidikan Orang Dewasa. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Morissan. 2005. Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Penerbit Ramdina Prakarsa: Tangerang. Muljono P, Bachtiar Y, Mintarti, Dewi P. 2011. 101 Cara Mengenal Posdaya. PT Penerbit IPB Press: Bogor. Nielsen, LA. 1981. A Comparison of the Relative Effectiveness of a Videotape and a Slide set for Ilustrating Natural Resource Techniques. Instructional Media. 9:83-89.
58
Nurfalah, F. 2007. Pengaruh Tayangan Sinetron Religius Terhadap Perilaku Beragama Ibu Rumah Tangga Muslimah [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Ofuoku AU, Agumagu AC. 2010. Farmers perception of audio visual aids on technology dissemination by the agricultural development programme in Delta State, Nigeria. Libyan Agriculture Research Center Journal International. 1(1):28-32. IDOSI Publication. Oktira YS, Ardipal, Toruan JL. 2013. Penggunaan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Kemandirian Siswa Belajar Seni Budaya. E-Jurnal Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang. 2(1):63-72. Puff, CR. 1982. Handbook of Research Methods inHuman Memory Cognition (ed.). Academic Press: New York. Pujiyanto. 2013. Iklan Layanan Masyarakat. Penerbit ANDI: Yogyakarta. Rahmawati I, Dodoy R. [tanpa tahun]. Berkarier di Dunia Broadcast Televisi dan Radio. Laskar Aksara: Bekasi. Rahmawati I, Sudargo T, Paramastri I. 2007. Pengaruh penyuluhan dengan media audio visual terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten Kotawairingin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 4(2):69-77. Rakhmat, J. 2011. Psikologi Komunikasi. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Richardson JTE, Caplan PJ, Crawford M, Hyde JS. 1997. Gender Differences in Human Cognition. Oxford University Press: New York. Rogers EM, Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations: A Cross Cultural Approach. The Free Press: New York. Rogers, EM. 2003. Diffusion of Innovations. The Free Press: New York. Safari. 2004. Dampak SIaran Televisi terhadap Perilaku Siswa. Jurnal Teknodik. 14:32-49. Septiana, N. 2008. Pengaruh Model dan Suara Narator Video Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang Air Bersih Berbasis Gender [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Siahaan, S. 2005. Pemanfaatan Teknologi dalam Penyelenggaraan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh. Jurnal Teknodik. 16:29-45. Sternberg, RJ. 2006. Cognitive Psychology. Belmont, CA: Thomson Wadsworth. Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Metode Penelitian. Center of Academic Publishing Service: Yogyakarta. Van Dalen, DB. 1973. Understanding Educational Research. McGraw-Hill Book Company. Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. PT Grasindo: Jakarta.
59
Lampiran 1
Sequence
STORYBOARD “MENGENAL JAMBU KRISTAL” Visual Audio
Bumper In
-Musik Bumper-
Opening Host
Apakah sahabat biosains pecinta buah jambu? Tentunya sahabat biosains tahu, banyak sekali jenisjenis jambu yang ada di Indonesia. Salah satunya ada jambu yang unik dan berbeda dari yang lainnya. Orang-orang biasa menyebutnya dengan sebutan jambu kristal. Ingin tahu lebih banyak? Yuk ikuti perjalanan saya… JAMBU KRISTAL// JAMBU INI BERASAL DARI DATARAN DISTRIK KAO-SHIUNG DI TAIWAN/ YANG MERUPAKAN HASIL RESIDU MUANGTHAI PAK// JAMBU INI DIPERKENALKAN DI INDONESIA PADA TAHUN SERIBU SEMBILAN RATUS SEMBILAN PULUH SATU/ OLEH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN/ BERNAMA MISI TEKNIK TAIWAN YANG BEKERJASAMA DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR// SEJAK ITU PULA JAMBU KRISTAL MENJADI PRIMADONA BARU DI KAWASAN DESA LINGKAR KAMPUS IPB// SEPINTAS JAMBU KRISTAL MIRIP DENGAN JAMBU BIJI// YA/ JAMBU KRISTAL MEMANG MERUPAKAN VARIETAS JAMBU BIJI/ YANG TELAH MENGALAMI PERSILANGAN JENIS DAN PENYESUAIAN IKLIM DI INDONESIA// JAMBU KRISTAL MEMILIKI DAGING BERWARNA PUTIH/ BERBIJI SEDIKIT/ DAN MEMILIKI RASA YANG RENYAH SAAT DIMAKAN// NAMA JAMBU KRISTAL DIBERIKAN KARENA DAGING BUAH BERWARNA PUTIH MENGKILAP SEPERTI KRISTAL//
60
TIDAK SEPERTI TANAMAN JAMBU YANG UMUMNYA BERBATANG KERAS/ KOKOH/ DAN TINGGI MENJULANG/ TANAMAN JAMBU KRISTAL RELATIF LEBIH PENDEK SETINGGI ORANG DEWASA/ DENGAN BATANG YANG LUNAK/ DAN BUAH YANG MATANG SEMPURNA PADA BATANGBATANG BERCABANG MUDA// JAMBU KRISTAL MEMILIKI LAPISAN LILIN YANG MEMBUAT TINGKAT KEBUSUKANNYA RELATIF LEBIH LAMBAT PASCA PANEN// SELAIN ITU/ JAMBU KRISTAL JUGA MEMILIKI KELEBIHAN DAN KEUNIKAN/ ANTARA LAIN// TANAMAN BERBUAH SEPANJANG TAHUN SECARA BERKELANJUTAN// SATU TANAMAN JAMBU KRISTAL DAPAT MENGHASILKAN TUJUH PULUH SAMPAI DELAPAN PULUH KILOGRAM SELAMA ENAM BULAN// BOBOT RATA-RATA BUAH ADALAH LIMA RATUS HINGGA SEMBILAN RATUS GRAM// BENTUK BUAH JAMBU KRISTAL SIMETRIS SEMPURNA// KULITNYA YANG TEBAL MENYEBABKAN JAMBU KRISTAL SULIT DITEMBUS HAMA// UNTUK MEMBUDIDAYAKAN JAMBU KRISTAL/ MAKA LANGKAH PERTAMA YANG HARUS KITA LAKUKAN ADALAH PEMBIBITAN// PROSES PEMBIBITAN PADA JAMBU KRISTAL DAPAT MELALUI DUA METODE// PERTAMA METODE PENCANGKOKAN/ DAN YANG KEDUA ADALAH OKULASI// NAMUN YANG LEBIH BANYAK DIGUNAKAN ADALAH METODE OKULASI//
METODE OKULASI MENGGUNAKAN SISTEM SEMAI BATANG// JADI BATANG BAWAHNYA ADALAH JAMBU LOKAL/ KEMUDIAN BATANG ATASNYA JAMBU KRISTAL//
61
JIKA KITA SEMAI DARI JAMBU BIJI/ MAKA AKAN MEMPEROLEH AKAR YANG LEBIH KUAT// SETELAH JAMBU BIJI DISEMAI KIRA-KIRA ENAM BULAN/ BARU DAPAT KITA SAMBUNG DENGAN JAMBU KRISTAL//
SETELAH DISAMBUNG KURANG LEBIH SELAMA TIGA BULAN/ TANAMAN JAMBU KRISTAL DAPAT DIPINDAHKAN KE LAHAN//
UNTUK SYARAT PENANAMAN/ PERTAMA/ PILIH LAHAN YANG MEMPUNYAI CAHAYA MATAHARI FULL DAN TIDAK TERNAUNGI//
KEDUA/ TERDAPAT SUMBER AIR ATAU SALURAN IRIGASI/ TUJUANNYA ADALAH UNTUK MENGAIRI PADA MUSIM KEMARAU// KETIGA ADALAH KETERSEDIAAN BAHAN ORGANIK DALAM TANAH//
SETELAH TANAMAN MULAI BERBUAH/ KITA PERLU MELAKUKAN PEMBUNGKUSAN// PEMBUNGKUSAN BUAH BERTUJUAN UNTUK MENGHINDARI SERANGAN HAMA/ ATAU INSECT YANG MASUK KE DALAM BUAH/ SERTA UNTUK MENGURANGI INTENSITAS MATAHARI//
62
SELANJUTNYA ADALAH APLIKASI PESTISIDA// APLIKASI PESTISIDA PENTING UNTUK MENCEGAH SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT KE TANAMAN/ / APLIKASI PESTISIDA TERBAGI DUA MACAM/ YAITU SISTEM PREFENTIF DAN KURATIF// SISTEM PREFENTIF BERMAKSUD UNTUK PENCEGAHAN/ YANG DILAKUKAN DUA KALI SEMINGGU SEBELUM TANAMAN DISERANG HAMA// SEDANGKAN SISTEM KURATIF DILAKUKAN APABILA SERANGAN HAMA ATAU PENYAKIT SUDAH DIAMBANG BATAS EKONOMI// TAHAP TERAKHIR ADALAH WIDING/ ATAU PENYIANGAN// PENYIANGAN TUJUANNYA ADALAH UNTUK MENCEGAH GULMA TUMBUH DI SEKITAR AREAL TANAMAN/ SERTA UNTUK MEMPERMUDAH PEMBERIAN TAMBAHAN PUPUK SUSULAN// BUAH JAMBU KRISTAL MEMANG BELUM BANYAK ADA DI PASARAN// HAL INI DISEBABKAN MASIH SEDIKITNYA TANAMAN JAMBU KRISTAL YANG DIBUDIDAYAKAN OLEH MASYARAKAT// SALAH SATU PUSAT PEMASARAN JAMBU KRISTAL ADA DI DESA CIKARAWANG KABUPATEN BOGOR// DI TEMPAT INI/ JAMBU KRISTAL YANG BERASAL DARI PETANI SEKITAR DIDISTRIBUSIKAN KE PASAR-PASAR SWALAYAN/ YANG ADA DI DAERAH JABODETABEK// JAMBU KRISTAL DIPILIH BERDASARKAN KUALITAS MASING-MASING// TERDAPAT TIGA TINGKATAN KUALITAS/ YAITU GRADE A/ GRADE B/ DAN GRADE C// GRADE A MEMILIKI UKURAN YANG BESAR/ TIDAK TERDAPAT CACAT/ BUAH BULAT SEMPURNA DAN BERWARNA MENGKILAT// GRADE B MEMILIKI UKURAN YANG SEDANG/ TERDAPAT SEDIKIT CACAT/ SEDIKIT LONJONG DAN BERWARNA AGAK KUSAM//
63
GRADE C MEMILIKI UKURAN KECIL/ SEDIKIT CACAT/ TIDAK BULAT SIMETRIS/ DAN BERWARNA KUSAM// AGAR TAMPAK SEGAR DAN MENARIK/ JAMBU KRISTAL HARUS DIPEKING DENGAN MENGGUNAKAN BUSA BUAH DAN PLASTIK/ SEBELUM DIDISTRIBUSIKAN KE PASARPASAR SWALAYAN// BAGI SAHABAT BIOSAINS YANG INGIN MENCOBA BERBISNIS JAMBU KRISTAL/ SAHABAT BIOSAINS DAPAT MENCOBA DENGAN MENGGUNAKAN PEKARANGAN RUMAH SEBAGAI LAHAN// HARGA SATU BIBIT JAMBU KRISTAL BERKISAR ANTARA DUA PULUH RIBU HINGGA LIMA PULUH RIBU RUPIAH/ TERGANTUNG PADA UKURAN DAN UMUR BIBIT// UNTUK HARGA BUAH JAMBU KRISTAL/ SAAT INI JAMBU KRISTAL DIHARGAI SEBESAR LIMA BELAS RIBU HINGGA TIGA PULUH LIMA RIBU RUPIAH PERKILONYA// SEDANGKAN UNTUK GRADE A JAMBU KRISTAL MENCAPAI HARGA EMPAT PULUH RIBU RUPIAH PERKILOGRAM// JAMBU KRISTAL MEMANG MASIH LANGKA/ SEHINGGA MASIH BANYAK PELUANG USAHA DARI BISNIS BUAH YANG SATU INI//
Closing Host
Bumper out
Berbisnis pertanian seperti jambu kristal ini sepertinya sangat menguntungkan jika dijalani dengan serius. Harganya yang cukup tinggi tentunya memberikan keuntungan tersendiri. Bagaimana, tertarik? -Musik Bumper-
64
Lampiran 2 PANDUAN PERTANYAAN UJI COBA DAN EVALUASI MEDIA
1. Bagaimana perasaan anda setelah menonton tayangan tersebut?
2. Bagaimana pendapat anda mengenai isi konten/materi yang disampaikan, apakah menarik? Apakah menginspirasi?
3. Apakah anda terpikir untuk mencoba melakukan atau mencari tahu lebih lanjut mengenai informasi yang disampaikan?
4. Berdasarkan durasinya, apakah sudah cukup untuk memberikan informasi? Terlalu lama atau terlalu singkat? Berapa lama waktu yang anda bersedia luangkan untuk menikmati tayangan seperti ini?
5. Apakah anda merasa bahwa talent/host yang muncul dalam tayangan, merupakan perwakilan diri anda?
6. Apakah penyampaian proses dalam tayangan sudah dapat memuaskan anda?
7. Bagaimana kecepatan pergantian gambar dalam tayangan tersebut, apakah terlalu cepat, terlalu lambat, atau sudah sesuai?
8. Menurut anda, apakah narator sudah dapat menyampaikan informasi secara benar?
9. Bagaimana dengan penggunaan musik latarnya, apakah sudah sesuai?
65
Lampiran 3 No. Responden
Tanggal : KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi Terhadap Tingkat Penyerapan Informasi
. IDENTITAS RESPONDEN Nama Alamat : Kampung Alamat : Desa Alamat : Kecamatan Alamat : Kabupaten
: : : : :
LATAR BELAKANG RESPONDEN 1. Umur : ____tahun 2. Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PT Formal 3. Etnis : 1. Sunda 2.Jawa 3. Lainnya__________(sebutkan) 4. Pekerjaan Utama : 1. Petani 2. Pedagang 3. PNS 4. Buruh pabrik 5. Pekerjaan : 1. Petani 2. Pedagang 3. PNS 4. Buruh pabrik Sampingan Pilihlah satu jawaban yang anda anggap paling benar. 1. Darimanakah asal jambu kristal? a. Taiwan c. Taipei b. Thailand d. Taepinsan 2. Jambu kristal termasuk kedalam varietas: a. Jambu Air c. Jambu Monyet b. Jambu Biji d. Jambu Bol 3. Sebutkan alasan mengapa dinamakan jambu kristal: a. Daging buah keras seperti kristal b. Kulit buah keras seperti kristal c. Daging buah putih mengkilap seperti kristal d. Kulit buah putih mengkilap seperti kristal 4. Tinggi tanaman jambu kristal adalah: a. Tinggi menjulang c. Setinggi orang dewasa b. Seperti jambu lainnya d. Pendek setinggi anak-anak 5. Jambu kristal memiliki lapisan lilin yang membuat: a. Kulit jambu kristal keras b. Tingkat kebusukannya relatif lebih lambat c. Harga Jambu Kristal mahal d. Daging Jambu kristal renyah
66
6. Selama enam bulan, satu tanaman jambu kristal dapat menghasilkan: a. 90-100 kg c. 70-80 kg b. 40-50 kg d. 50-60 kg 7. Bagaimana bentuk buah jambu kristal yang baik? a. Simetris sempurna c. Lonjong b. Seperti buah alpukat d. Bulat dengan tonjolan-tonjolan 8. Jambu kristal lebih tahan terhadap hama, mengapa demikian? a. Karena dapat berbuah sepanjang tahun b. Karena bukan berasal dari Indonesia c. Karena sering diberikan pestisida d. Karena memiliki kulit yang tebal 9. Proses pembibitan pada jambu kristal dapat melalui dua metode, yaitu: a. Pencangkokan dan pemangkasan c. Okulasi dan pemangkasan b. Pencangkokan dan okulasi d. Okulasi dan penyemaian 10. Budidaya tanaman jambu kristal menggunakan sistem semai batang, mengapa demikian? a. Untuk beradaptasi dengan tanah di Indonesia b. Untuk memperoleh akar yang lebih kuat c. Untuk mencegah hama d. Untuk meningkatkan kualitas jambu 11. Setelah disambung, berapa lama waktu yang dibutuhkan agar tanaman jambu kristal dapat dipindahkan ke lahan? a. 9 bulan c. 3 bulan b. 6 bulan d. 12 bulan 12. Apa saja syarat-syarat penanaman jambu kristal yang disebutkan dalam video? a. Lahan yang ternaungi, terdapat saluran irigasi, tersedia bahan organik dalam tanah b. Lahan yang ternaungi, tidak memerlukan sumber air, pemupukan c. Lahan yang tidak ternaungi, terdapat saluran irigasi, tersedia bahan organik dalam tanah d. Lahan yang tidak ternaungi, tidak memerlukan saluran irigasi, pemupukan 13. Sebutkan tahapan penanaman jambu kristal yang tidak disebutkan dalam video: a. Pembibitan c. Pemupukan b. Pengiriman d. Penyiangan
67
14. Apa tujuan dari penyiangan? a. Untuk mencegah gulma tumbuh di sekitar tanaman b. Untuk membentuk tanaman c. Untuk mencegah buah menjadi gosong d. Untuk menambah intensitas matahari 15. Terdapat tiga tingkatan kualitas jambu kristal, yaitu: a. Grade murah, Grade standar, dan Grade mahal b. Grade rendah, Grade sedang, dan Grade Super c. Grade A, Grade B, dan Grade C d. Grade 1, Grade 2, dan Grade 3 16. Bagaimana kriteria jambu kristal yang memiliki kualitas terbaik? a. Ukuran besar, tidak terdapat cacat, buah bulat sempurna dan berwarna mengkilat b. Ukuran besar, tidak terdapat cacat, buah sedikit lonjong dan berwarna gelap c. Ukuran sedang, tidak terdapat cacat, buah bulat sempurna dan berwarna gelap d. Ukuran sedang, tidak terdapat cacat, buah sedikit lonjong dan berwarna mengkilat 17. Jambu kristal harus dipacking dengan menggunakan busa buah dan plastik, mengapa demikian? a. Agar tidak diserang hama c. Agar tampak segar dan menarik d. Agar harganya lebih mahal b. Agar buah tidak cepat busuk 18. Berapa kisaran harga satu bibit jambu kristal? a. Rp 20.000 – Rp 30.000 c. Rp 30.000 – Rp 50.000 b. Rp 20.000 – Rp 50.000 d. Rp 30.000 – Rp 40.000 19. Apa yang membedakan harga satu bibit jambu kristal? a. Tinggi batang dan jumlah daun c. Ukuran tanaman dan umur bibit b. Tinggi batang dan warna daun d. Asal tanaman dan umur bibit 20. Berapa harga rata-rata buah jambu kristal untuk grade A? a. Rp 20.000/kg c. Rp 50.000/kg b. Rp 30.000/kg d. Rp 40.000/kg
68
Lampiran 4 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian No. Urut
Nama
L/P
RINCIAN JAWABAN
JUMLAH BENAR
SALAH
SKOR
1
WINDY
P
ABCDCDBDBCABACA
10
5
10
2
UUM
P
ABCDCABDACACBCC
12
3
12
3
MERI
P
ABBDCAADBCAABBA
9
6
9
4
YENIH
P
ABCBCABBBCACDCB
12
3
12
5
DEVI
P
ABCDCABABCACBCD
14
1
14
6
FADILAH
P
ABCDCABBBCACBCC
14
1
14
7
EKA
P
ABCBDABDCCAABAC
8
7
8
8
SRI
P
ABDDCDBBBCABBCC
11
4
11
9
IRNA
P
AACDAABDCCACBCB
10
5
10
10
SITI
P
ABCBBCBABBDAADA
5
10
5
11
TITIN
P
ABCDCDBBBDABBCD
12
3
12
12
RINA
P
ABCBCDCBDCACBCB
10
5
10
13
NURAENI
P
ABCDDDABACACCCB
9
6
9
14
SUSI
P
ABCBBAACABACAAC
6
9
6
15
DINI
P
ABCBDABDBCABBAA
9
6
9
16
SANTI
P
BBBACADBBCACCCC
9
6
9
17
NANI
P
BBABDDACDCACBCA
6
9
6
18
ICUN
P
ABCDCDBDDAABCCC
8
7
8
19
SALBIAH
P
ABCDDAABBCACBCD
13
2
13
20
ANITA
P
ABCBCABCACAACCB
9
6
9
21
TINI
P
ABCBDABDBCABBDD
10
5
10
22
ROBIAH
P
ABBBCABDBCACACD
11
4
11
23
WITA
P
ABBDCABDDCDAACB
8
7
8
24
NURYATI
P
ABBBCAABBCACDCC
10
5
10
25
SUTINI
P
ABCDCAABDCACBCD
13
2
13
26
INA
P
ABCDBADBBCACBCD
13
2
13
27
NURMAINIS
P
ABCBCABCBCACACD
12
3
12
28
MAESAROH
P
ABCBCABDBCAABCD
12
3
12
29
JUJU
P
ABCBBADBBCACACD
11
4
11
30
ROSITA
P
AACBCAAABCDBABB
6
9
6
31
OKI
P
ABCBCABBBCACBCD
14
1
14
32
NIA
P
ABCDDAAABAABDDD
8
7
8
69
Lampiran 5 Hasil Uji Coba Validitas dan Reliabilitas Kuder-Richardson (KR20) menggunakan Microsoft Excel 2007 SOAL Mean : p: q: Sqrt(p/q): r_pBis : Ordinat y: r_Bis : p*q :
1
2
4
5
6
7
9
10
13
15
16
17
18
19
20
10.3 0.9375 0.0625 3.87 0.27
10.3 0.94 0.06 3.87 0.22
10.4 0.78 0.22 1.89 0.21
10.9 0.47 0.53 0.94 0.31
10.8 0.63 0.38 1.29 0.35
10.5 0.75 0.25 1.73 0.29
10.6 0.59 0.41 1.21 0.22
11.6 0.41 0.59 0.83 0.50
10.7 0.66 0.34 1.38 0.33
10.6 0.84 0.16 2.32 0.40
10.5 0.91 0.09 3.11 0.49
11.1 0.56 0.44 1.13 0.42
11.2 0.53 0.47 1.06 0.45
11 0.75 0.25 1.73 0.58
11.9 0.38 0.63 0.77 0.56
0.2497 0.26 0.06
0.25 0.21 0.06
0.27 0.32 0.17
0.32 0.48 0.25
0.29 0.58 0.23
0.27 0.46 0.19
0.3 0.37 0.24
0.33 0.75 0.24
0.29 0.54 0.23
0.26 0.56 0.13
0.25 0.56 0.08
0.3 0.70 0.25
0.31 0.73 0.25
0.27 0.92 0.19
0.33 0.82 0.23
Reliabilitas KR-20: 0.586 Tafsiran SOAL
Daya Beda
1 2 3
Dapat Membedakan Dapat Membedakan Tidak dapat membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tingkat Kesukaran
Efektifitas Option
Status Soal
Mudah Mudah Mudah
Baik Baik Baik
Dapat diterima Dapat diterima Ditolak*
Mudah Sedang
Dapat diterima Soal sebaiknya Direvisi
Dapat Membedakan Dapat Membedakan Tidak dapat membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan Tidak dapat membedakan Dapat Membedakan
Sedang Mudah Sedang
Baik Ada Option lain yang bekerja lebih baik Baik Baik Baik
Sedang Sedang Sedang
Baik Baik Baik
Dapat diterima Dapat diterima Ditolak*
Sedang
Soal sebaiknya Direvisi*
Dapat Membedakan Tidak dapat membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan Dapat Membedakan
Sedang Sedang
Ada Option lain yang bekerja lebih baik Baik Baik
Mudah Mudah Sedang Sedang Mudah Sedang
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Dapat diterima Dapat diterima Dapat diterima Dapat diterima Dapat diterima Dapat diterima
Keterangan : *= butir soal tidak digunakan dalam pengolahan hasil penelitian
Dapat diterima Dapat diterima Ditolak*
Dapat diterima Ditolak*
70
No. Item 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Statistics Item Prop. Correct 0.938
0.938
0.969
0.781
0.469
0.625
0.750
0.594
0.594
0.406
Statistics Option
Biser
Point Biser
Opt.
0.264
0.277
A
0.938
B C
0.214
0.000
0.320
0.483
0.582
0.459
0.036
0.366
0.748
0.224
0.000
0.212
0.310
0.356
0.295
0.022
0.224
0.504
Prop. Endorsing
Key
No. Item
#
11
Statistics Item
Statistics Option
Prop. Correct
Biser
Point Biser
Opt.
0.500
-0.061
-0.038
A
0.000
0.063
B
0.500
0.000
C
0.500
D
0.000
D
0.000
E
0.000
A
0.063
B
0.938
12
0.344
0.284
0.204
#
Prop. Endorsing
E
0.000
A
0.594
B
0.031
C
0.000
C
0.344
D
0.000
D
0.031
E
0.000
E
0.000
A
0.000
A
0.125
B
0.000
B
0.656
C
1.000
C
0.063
D
0.000
D
0.156
E
0.000
E
0.000
A
0.031
A
0.656
B
0.156
B
0.063
13
0.656
0.541
0.333
#
14
0.656
0.193
0.119
C
0.781
C
0.031
D
0.031
#
D
0.250
E
0.000
E
0.000
A
0.031
A
0/063
B
0.500
B
0.063
C
0.000
C
0.844
D
0.469
D
0.031
E
0.000
E
0.000
A
0.031
A
0.906
B
0.125
B
0.000
C
0.625
C
0.000
D
0.219
D
0.094
E
0.000
A
0.750
B
15
0.844
0.559
0.409
#
16
0.906
0.564
0.499
#
E
0.000
A
0.188
0.000
B
0.250
C
0.031
C
0.563
D
0.219
D
0.000
E
0.000
E
0.000
A
0.406
A
0.250
B
0.000
B
0.531
C
0.000
C
0.125
D
0.594
D
0.094
E
0.000
A
0.281
B
0.594
#
17
18
0.563
0.531
0.699
0.735
0.431
0.458
#
19
0.750
0.917
0.590
#
E
0.000
A
0.094
B
0.063
C
0.031
C
0.750
D
0.094
D
0.094
E
0.000
A
0.156
B
0.219
E
0.000
A
0.125
B
0.406
C
0.125
C
0.250
D
0.344
D
0.375
E
0.000
E
0.000
20 #
0.375
0.817
0.567
Key
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
71
Lampiran 6 Data Hasil Penelitian berdasarkan Kelompok Perlakuan Kelompok A Umur 45 20 20 20 24 25 32 30 28 30 40 25 38 39 40
Pendidikan 2 3 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 3 4
visual 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
narasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
skor 8 7 12 11 12 7 11 10 9 5 4 11 11 6 8
Kelompok B Umur 24 42 35 40 20 34 32 22 25 36 21 40 27 23 24
Pendidikan 3 2 2 2 3 4 4 2 3 2 4 1 3 3 4
visual 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
narasi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
skor 9 8 7 8 10 8 13 10 8 11 14 9 13 11 13
72
Kelompok C Umur 50 37 40 38 27 30 33 40 42 20 50 44 45 50 50
Pendidikan 1 1 2 1 3 3 2 2 2 2 2 3 2 1 2
visual 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
narasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
skor 4 10 8 8 10 11 10 11 5 5 8 7 6 5 10
visual 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
narasi 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
skor 13 8 12 6 7 7 10 9 10 8 7 6 5 3 5
Kelompok D Umur 43 35 33 35 40 31 50 36 38 36 35 35 40 40 50
Pendidikan 1 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 1 1 2
73
Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Pearson, Spearman, dan Analisis Sidik Ragam Dua Arah Uji Korelasi Pearson Kelompok A Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
umur
.154
15
.200*
.921
15
.198
skor
.202
15
.103
.921
15
.202
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Correlations umur umur
Pearson Correlation
skor 1
-.427
Sig. (2-tailed)
.112
N skor
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
15
15
-.427
1
.112
N
15
15
Kelompok B Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
umur
.195
15
.129
.900
15
.094
skor
.164
15
.200*
.908
15
.125
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
74
Correlations umur umur
Pearson Correlation
skor 1
-.487
Sig. (2-tailed)
.066
N skor
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
15
15
-.487
1
.066
N
15
15
Kelompok C Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
umur
.135
15
.200*
.923
15
.215
skor
.211
15
.070
.901
15
.098
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Correlations umur umur
Pearson Correlation
skor 1
Sig. (2-tailed) N skor
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.279 .314
15
15
-.279
1
.314 15
15
75
Kelompok D Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
umur
.203
15
.096
.869
15
.032
skor
.140
15
.200*
.972
15
.881
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Correlations umur Umur
Pearson Correlation
skor 1
Sig. (2-tailed)
.958
N Skor
-.015
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
15
15
-.015
1
.958
N
15
15
Uji Korelasi Spearman Kelompok A Correlations Pendidikan Spearman's rho
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.353
.
.197
15
15
Correlation Coefficient
.353
1.000
Sig. (2-tailed)
.197
.
15
15
Sig. (2-tailed) N Posttest
Posttest
N
76
Kelompok B Correlations Pendidikan Spearman's rho
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.506
.
.054
15
15
Correlation Coefficient
.506
1.000
Sig. (2-tailed)
.054
.
15
15
Sig. (2-tailed) N Posttest
Posttest
N
Kelompok C Correlations Pendidikan Spearman's rho
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.380
.
.162
15
15
Correlation Coefficient
.380
1.000
Sig. (2-tailed)
.162
.
15
15
Sig. (2-tailed) N Posttest
Posttest
N
Kelompok D Correlations Pendidikan Spearman's rho
Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
.007
.
.982
15
15
Correlation Coefficient
.007
1.000
Sig. (2-tailed)
.982
.
15
15
Sig. (2-tailed) N Posttest
Posttest
N
77
Uji Two way ANOVA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
55.133a
3
18.378
2.934
.041
4472.067
1
4472.067
713.899
.000
visual
41.667
1
41.667
6.651
.013
narasi
5.400
1
5.400
.862
.357
visual * narasi
8.067
1
8.067
1.288
.261
Error
350.800
56
6.264
Total
4878.000
60
405.933
59
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .136 (Adjusted R Squared = .090)
78
RIWAYAT HIDUP
Ahmad Aulia Arsyad (penulis) dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Maret 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan Didik Suharjito dan Endang Sri Wahyuni. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) angkatan 44 dan diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat, Fakultas Ekologi Manusia dan lulus pada bulan Desember tahun 2011. Penulis melanjutkan studi di program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2012. Semenjak Agustus 2011, penulis bergabung dengan Green TV IPB dan telah terlibat dalam berbagai produksi tayangan audio visual. Selama mengikuti program Magister Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Media Siaran dari tahun 2012 hingga 2015. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Penyerapan Informasi Video Inovasi Jambu Kristal telah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Komunikasi Pembangunan pada Februari 2015.