PENGARUH RASIO DAUN:BUAH TERHADAP UKURAN DAN KUALITAS BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) ‘KRISTAL’
REZA LILIANDRA A24134011
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Raiso Daun:Buah terhadap Ukuran dan Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kristal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguran tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Reza Liliandra NIM A24134011
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio daun:buah terhadap ukuran kualitas buah jambu biji (Psidium guajava L.) ‘kristal’. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB pada bulan Februari sampai Juni 2015 dengan menggunakan tanaman muda berumur ± 1 tahun dan telah berproduksi. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu rasio daun buah yang terdiri dari empat perlakuan yaitu 5 daun, 10 daun, 20 daun dan 30 daun. Hasil percobaan menunjukkan perlakuan rasio daun:buah berpengaruh nyata terhadap diameter buah, panjang buah dan bobot buah. Rasio daun 30 memiliki ukuran diameter buah dan bobot buah yang lebih tinggi dibandingkan dengan 20 daun, 10 daun dan 5 daun. Secara keseluruhan kandungan PTT, TAT dan kelunakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil pada uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap variabel organoleptik. Kata Kunci : Daun buah, Kualitas, Psidium Guajava L, Rasio ABSTRACT This study aimed to effect of leaf fruit ratio on the size and quality of guava (Psidium guajava L.) ‘crystals’. The experiment was conducted at Cikabayan Experimental Field, IPB Dramaga, Bogor District, and Agronomy and Horticulture Postharvest Laboratory of IPB, from February to June 2015 by using the 1-yearold bearing trees. The method of this research using Completely Randomized Design with single factor that was the leaf fruit ratio has four trial for 5 , 10, 20 an 30 leaves. The experiment result show the variety of leaf numbers have significant effect to the diameter, length and weight of guava. The leaf ratio of the guava which grow with 30 leaves significant bigger fruit weight, height and diameter than leaf of 20,10 and 5 leaves. Overall, the content of soluble solids, acidity and softnes showed no significant differences among treatments. Organoleptic test result show the leaf there was no effect of leaf fruit ratio treatment to real all organoleptic variably. Keywords: Leaf fruit, Psidium Guajava L, Quality, Ratio.
PENGARUH RASIO DAUN:BUAH TERHADAP UKURAN DAN KUALITAS BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) ‘KRISTAL’
REZA LILIANDRA A24134011
Skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul
: Pengaruh Rasio Daun : Buah terhadap Ukuran dan Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) ‘Kristal’. Nama : Reza Liliandra NIM : A24134011 Departemen : Agronomi dan Hortikultura Fakultas : Pertanian
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Sugiyanta, MSi Ketua Departemen
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “ Pengaruh Rasio Daun Buah terhadap Ukuran dan Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) ‘Kristal” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini membahas mengenai upaya untuk memperoleh hasil buah yang baik pada tanaman jambu kristal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Slamet Sutanto, MSc yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada Dr Ir Retno Endah Palupi MSc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan nasihatnya. Terima kasih kepada Dr Ir Rahmat Suhartanto, MSi dan Dr Ir Maya Melati, M.S, MSc selaku dosen penguji atas segala saran dan arahannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Rohili SPd dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48 dan 49 atas segala doa, bantuan, dan dukungannya. Semoga penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk pelaksanaan penelitian dan bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Desember 2015 Reza Liliandra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Jambu biji (Psidium guajava L.) Syarat Tumbuh Jambu Biji Komposisi Kimia Buah Jambu Biji Perkembangan Buah Nisbah Jumlah Daun:buah Kualitas Buah METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Prosedur Percobaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Buah Jambu Biji ‘Kristal’ Kualitas Buah Jambu biji ‘Kristal’ Uji Organoleptik SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xi xi xi 1 1 2 2 3 3 3 4 4 5 6 6 6 7 7 8 10 10 11 15 16 18 18 18 19 22 23
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Kandungan nutrisi buah jambu biji (Fitrianti 2006) 4 Rekapitulasi sidik ragam rasio daun buah terhadap pertumbuhan jambu biji kristal pada 12 MSP serta kualitas buah 11 Pengaruh rasio daun buah terhadap diameter horizontal buah 0, 6, 12 MSP dan pertambahan. 12 Pengaruh rasio daun buah terhadap pertambahan diameter vertikal buah 0, 6,12 MSP dan pertambahan. 13 Pengaruh rasio daun:buah terhadap warna buah 0, 6 dan 12 MSP 15 Pengaruh rasio daun:buah terhadap kualitas buah jambu biji kristal. 16 Nilai standar deviasi pengaruh perlakuan rasio daun:buah terhadap hasil uji organoleptik. 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Kriteria skorring pada bentuk buah 9 Kondisi lingkungan kebun percobaan Cikabayan 10 Perkembangan diameter horizontal buah jambu kristal dengan perlakuan rasio daun:buah 13 Perkembangan diameter vertikal buah jambu kristal dengan perlakuan rasio daun:buah 14 Bentuk buah (a) oblate. (b) spheroid 15 Pengaruh rasio daun buah terhadap uji rasa, tekstur, aroma dan warna 17
DAFTAR LAMPIRAN 1
Data curah hujan, suhu dan kelembaban selama penelitian
22
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Buah jambu biji merupakan salah satu buah yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia karena memiliki rasa buah yang sangat manis. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, kandungan vitamin C tinggi dan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan yang membuat buah ini banyak digemari oleh masyarakat. Produktivitas jambu biji di Indonesia meningkat dari 181 644 ton pada tahun 2013 menjadi 187 418 ton pada tahun 2014 (BPS 2013-2014). Hal ini menunjukkan bahwa buah jambu biji semakin banyak disukai oleh masyarakat, akan tetapi masih rendahnya kualitas jambu biji yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Perlu adanya peningkatan kualitas terhadap jambu biji, salah satunya dengan cara pengaturan rasio daun buah secara tepat. Kultivar jambu biji di Indonesia memiliki ragam dalam ukuran dan rasa. Jenis buah jambu biji dapat dibedakan oleh bentuk, warna, rasa dan kandungan nutrisinya. Jambu biji kristal merupakan salah satu jenis jambu biji yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia karena sangat digemari oleh masyarakat. Jenis jambu biji ini merupakan jenis jambu yang hampir tidak memiliki biji dan memiliki tekstur daging buah yang renyah. Jambu kristal merupakan mutasi dari residu Muangthai Pak yang masuk ke Indonesia pada tahun 1991 (Rahmat 2011). Perbanyakan tanaman jambu biji dapat dilakukan secara generatif melalui biji dan secara vegetatif melalui cangkok, grafting dan okulasi. Jambu biji kristal diperbanyak secara vegetatif dengan sambung (grafting) atau cangkok. Tanaman jambu biji yang diperbanyak secara vegetatif memiliki waktu awal panen lebih cepat dibanding perbanyakan secara generatif, selain itu buah yang dihasilkan akan lebih sama dengan hasil buah indukannya, sehingga tepat untuk digunakan sebagai tanaman agrobisnis. Kualitas buah-buahan segar dapat dilihat dari penampakan, tekstur, rasa, aroma, nilai nutrisi serta keamanan (Santoso dan Purwoko 1995). Kualitas buah jambu biji sangat dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah yang akan berpengaruh terhadap rasa, penampakan, aroma dan nutrisi buah. Jambu biji dengan kualitas yang baik akan didapatkan apabila buah dipetik dalam keadaan matang dan sudah memiliki rasa manis. Buah jambu biji yang dipetik pada saat belum matang akan memiliki rasa yang masih getir (sepat), daging buah masih keras, sari buahnya sedikit dan apabila diperam sampai matang rasanya akan hambar. Buah jambu biji yang dipetik terlalu matang juga kurang baik, karena akan menyebabkan aroma yang kurang baik, sari buah berkurang, daging buah mudah susut dan tidak tahan disimpan lama. Buah jambu biji matang 90 sampai 150 hari setelah pembungaan (Morton 1987). Pantastico (1986) menyebutkan bahwa selama pematangan buah mengalami perubahan nyata dalam warna, tekstur dan bau, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam susunannya. Perubahan warna kulit disebabkan karena perombakan atau degradasi klorofil, sehingga karotenoid yang sudah ada tidak nyata menjadi nyata dan kulit buah berubah menjadi berwarna kuning (Apandi 1984). Menurut Siahaan (1999) perubahan pada karbohidrat, asam organik, protein, asam amino dan komponen lain dapat mempengaruhi cita rasa pada buah jambu biji. Menurut Snyder dan Carlson (1993) daun dan semua jaringan tanaman yang berfotosintesis adalah source, bahan kering hasil dari fotosintesis yang kemudian
2
ditranslokasikan melalui floem ke bagian tanaman yang membutuhkan (sink). Daun mampu menopang kebutuhan buah dalam menyediakan asimilat untuk pertumbuhan dan perkembangan buah sampai daun tersebut rontok. Buah merupakan salah satu organ sink untuk asimilat selama periode pertumbuhan dan perkembangan buah, sehingga jumlah buah merupakan komponen ukuran atau besaran sink. Egli (1999) menyebutkan bahwa hasil suatu tanaman dapat dibatasi oleh aktivitas sumber (source) seperti fotosintesis pada daun atau oleh keberadaan lubuk (sink) yang menggunakan fotosintat hasil source. Proses fotosintesis yang terjadi pada daun, menghasilkan asimilat yang digunakan untuk pertumbuhan buah dan juga berkontribusi terhadap kualitas buah. Baik itu jumlah maupun luas daun, merupakan sumber (source) asimilat saling berinteraksi dengan buah yang merupakan organ pengguna asimilat (sink). Ukuran buah optimum dan kualitas yang terbaik membutuhkan nisbah daun:buah tertentu. Ryugo (1988) menyatakan bahwa source-sink dapat dimanipulasi dengan pengaturan tingkat nisbah jumlah daun:buah. Pengaturan nisbah jumlah daun:buah merupakan salah satu dasar untuk memproduksi kualitas dan ukuran buah yang diharapkan. Hasil dari penelitian Kalsum (2015) menunjukkan bahwa setiap buah jeruk pamelo kultivar Nambangan membutuhkan minimal 50 daun untuk mendukung perkembangan buah serta menghasilkan kualitas yang terbaik. Penelitian rasio:buah pada buah jambu biji kristal sebelumnya sudah dilakukan oleh Susanto et al (2013) dengan melaporkan bahwa, menyisakan 8 pasang daun menghasilkan buah dengan ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan buah yang berasal dari 4 pasang daun. Pangkas pucuk (toping) yang dilakukan pada tanaman melon untuk menghasilkan buah yang baik, dilakukan dengan memangkas batang utama dan hanya menyisakan minimum 25 helai daun per satu buah (Andriyani 2006). Sobir dan Napitulu (2010) juga menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimum pada setiap kg buah durian, umumnya perlu dukungan 100 helai daun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio daun buah terhadap ukuran dan kualitas jambu biji kristal asal cangkok. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh rasio daun:buah dan hubungan jumlah daun terhadap ukuran dan kualitas buah yang dihasilkan. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu rasio daun:buah tertentu mempengaruhi ukuran dan kualitas buah yang dihasilkan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Jambu biji (Psidium guajava L.) Jambu biji (Psidium guajava L.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jambu biji pertama ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan eksepedisi ke beberapa negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika Selatan dan Uni Soviet antara tahun 1887 sampai 1942 (Parimin 2005). Pengembangan budidaya jambu biji berkembang pesat di ASEAN terutama di Thailand, Taiwan dan Indonesia. Jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Di Indonesia pengembangan budidaya jambu biji masih terbatas dalam bentuk penanaman di pekarangan dan tidak bersifat komersial. Bermacam-macam varietas unggul jambu biji yang ditanam di Indonesia berasal dari Negara Thailand dan Taiwan seperti jenis jambu biji kristal (Cahyono 2010). Jambu biji merupakan tanaman perdu bercabang banyak. Tingginya dapat mencapai 3-10 m. Umur tanaman jambu biji sekitar 30-40 tahun. Batang jambu biji memiliki memiliki ciri khusus, berkayu keras, liat, tidak mudah patah, kuat dan padat. Kulit kayu tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Pada fase tertentu, tanaman mengalami pergantian atau peremajaan kulit. Batang dan cabangnya mempunyai kulit berwarna cokelat atau keabu-abuan. Buah jambu biji yang masih muda berwarna hijau tua, semakin matang warna akan menjadi hijau muda sampai kekuning-kuningan. Buah yang masak dagingnya lunak dan mudah rusak serta membusuk. Buah jambu termasuk dalam kelompok buah yang berpola respirasi klimaterik. Tanaman jambu biji dapat dipetik 2-3 kali seminggu selama 8-10 minggu musim panen. Pada setiap satu hektar, jambu biji yang dapat dihasilkan sebanyak 25 – 40 ton/tahun (Soetopo 1992). Jambu biji yang telah tersebar dibeberapa negara terdapat lebih dari 97 varietas. Indonesia memiliki banyak koleksi jenis tanaman jambu biji atau dikenal dengan koleksi plasma nutfah jambu biji. Jambu biji yang banyak dikenal masyrakat yaitu jambu biji kecil, jambu biji sukun, jambu biji Bangkok, jambu biji variegate, jambu biji Brasil, jambu kristal, jambu biji merah getas dan jambu biji susu (Parimin 2005). Jambu kristal Taiwan merupakan mutasi residu dari Muangthai Pak. Masuk ke Indonesia sejak tahun 1991. Jambu jenis ini merupakan jenis jambu yang hampir tidak berbiji . Syarat Tumbuh Jambu Biji Faktor lingkungan seperti iklim dan tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman untuk menghasilkan buah. Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada suhu 30-35ᵒ C, namun suhu optimum yang cocok untuk tanaman jambu biji yaitu 30ᵒC (Cahyono 2010). Tanaman jambu biji dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1 500 meter di atas permukaan laut (Ashari 2006) dan dengan curah hujan yang optimum untuk tanaman jambu biji yaitu 1 000-2 000 mm tahun-1 (Nakasone dan Paull 1998). Tanaman jambu biji dapat tumbuh optimum pada kelembaban udara sekitar 30% sampai 50% (Balitbu 2014) dan lama penyinaran optimum yang dibutuhkan adalah 15 jam per hari (Nakasone & Paull 1999).
4
Struktur tanah sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Jambu biji dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi akan lebih baik jika ditanam pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan pH tanah berkisar 5 sampai 7. Tanah yang sangat berbutir memiliki aerasi yang baik dan daya serap air yang tinggi karena kenaikan ukuran ruang pori-pori tanah (Paul dan Duarte 2012). Komposisi Kimia Buah Jambu Biji Jambu biji merupakan salah satu buah segar yang banyak digemari oleh mayarakat Indonesia. Rasanya yang manis dan memiliki kandungan vitamin C yang tinggi sehingga jambu biji sangat disukai. Vitamin C merupakan salah satu senyawa antioksidan (Davey et al. 2000). Jambu biji juga memiliki kandungan nutrisi lainnya seperti vitamin A, kalsium, fosfor, tannin, eugenol (minyak asiri), minyak lemak, damar, zat samak, triterpinoid, dan asam afel dan lain lain. Kandungan nutrisi buah secara lengkap jambu biji ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan nutrisi buah jambu biji (Fitrianti 2006) Zat Gizi
Nilai Gizi
Kalori (energi) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (g) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (mg) Vitamin B1 (g) Vitamin C (mg) Bagian yang dapat dimakan (%) Air (%)
49.00 0.90 0.30 12.20 14.00 28.00 1.10 25. 00 0.02 87.00 82.00 86.00
Menurut Muhlisah (2007) tidak hanya buahnya, daun jambu biji juga dapat digunakan sebagai obat-obatan seperti diare, sariawan, kencing manis, ambien luka berdarah karena daun jambu biji mengandung tannin, eugenol (minyak asiri), minyak lemak, damar, zat samak, triterpinoid, dan asam afel. Perkembangan Buah Perkembangan buah melibatkan proses pertumbuhan yang sangat kompleks. Ovum yang telah dibuahi berkembang menjadi embrio, inti endosperma menjadi endosperma. Perkembangan selanjutnya adalah akibat dari pembelahan dan pembesaran sel, seperti di dalam meristem. Air, karbohidrat, protein, zat-zat hara, zat tumbuh sebagainya harus diangkut ke dalam buah dari bagian-bagian tanaman lain. Selama perkembangan buah pertumbuhan vegetatif tanaman sangat terhambat dan cadangan makanan di bagian tanaman seperti batang dan akar juga dalam keadaan minim (Darmawan dan Baharsjah 2010).
5
Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa buah selama perkembangannya terdapat beberapa fase serta terjadi perubahan struktur dan internal buah. Fase-fase tersebut meliputi: a. Fase 1: pembelahan sel Pada fase 1 terjadi pembelahan sel dan akumulasi asam dan air pada daging buah. Jumlah kandungan asam mencapai puncak pada pertengahan fase 2. b. Fase 2: pembesaran sel Fase 2 ini ditandai dengan pembesaran ukuran yang cepat, akumulasi asam-asam organik dan biosintesis karotenoid pada daging buah. c. Fase 3: pematangan buah Pada saat proses pematangan buah terjadi beberapa perubahan pada bagian eksternal dan internal buah, yakni: Pada lapisan flavedo kulit buah terjadi degradasi klorofil. Kandungan karotenoid daging buah yang tinggi. Tingginya padatan terlarut pada daging buah, dimana sukrosa menjadi padatan terlarut yang utama (rasio dari sukrosa, glukosa dan fruktosa adalah 2:1:1). Kandungan asam di dalam daging buah mengalami penurunan Nisbah Jumlah Daun:buah Menurut Ryugo (1988) terdapat dua cara budidaya dimana beban tanaman dapat disesuaikan atau dikurangi, yaitu (1) pemangkasan aktif, dengan menghilangkan tunas yang tumbuh selama bulan-bulan musim dingin pada musim sebelumnya, dan (2) penjarangan bunga atau buah yang belum matang di awal musim. Cahyono (2010) menyebutkan bahwa dengan pemangkasan akan memperoleh keseimbangan C/N ratio dalam tanaman yang sangat berpengaruh terhadap fase pertumbuhan vegetatif dan fase pertumbuhan generatif (reproduktif) dalam tanaman. Pada pembentukan bunga dan buah diperlukan C/N ratio yang tinggi, sehingga akan terjadi penumpukan karbohidrat yang akan merangsang pembungaan dan pembuahan. Penjarangan buah bertujuan untuk mendapatkan buah yang berkualitas lebih baik, berukuran besar, berbentuk normal berwarna menarik, banyak mengandung nutrisi dan sari buah. Penjarangan buah adalah upaya mengurangi jumlah buah dengan cara menyeleksinya. Manipulasi source-sink dapat dilakukan dengan penjarangan buah. Penjarangan buah dapat menurunkan tingkat kompetisi antar buah dan meningkatkan jumlah fotosintat yang tersedia untuk organ reproduktif (Goldschmidt 1999). Ryugo (1988) menyampaikan bahwa ukuran buah yang lebih besar dapat diperoleh dengan melakukan penjarangan bunga mekar, karena persaingan dalam mengembangkan buah-buahan dan memanjangkan tunas dan akar berkurang lebih awal, namun penjarangan bunga mekar ini berisiko karena apabila terjadi cuaca buruk selama periode setelah pembungaan dan selanjutnya dapat menyebabkan menurunnya fruit set. Famiani et al. (2000) menyatakan bahwa source-sink dapat dimanipulasi dengan pengaturan tingkat nisbah jumlah daun:buah yang berbeda pada cabang-cabangnya. Fatonah (2009) menyampaikan, manipulasi besaran sink juga dapat diberikan melalui pemberian giberelin, karena dapat meningkatkan fotosintat pada source dan dapat mempercepat translokasi fotosintat menuju ke sink. Nisbah jumlah daun:buah telah dilakukan pada beberapa tanaman buah. Lechaudel et al. (2005) menyatakan bahwa nisbah jumlah daun:buah pada mangga berpengaruh nyata pada proses yang mendasari perkembangan buah, seperti mobilisasi
6
cadangan makanan, laju respirasi dan kebutuhan asimilat buah. Yuan et al. (2005) juga melaporkan bahwa jeruk “Valencia” menunjukkan hubungan linier positif antara bobot panen buah dengan nisbah jumlah daun:buah. Menurut Rattanapong (2006), jumlah daun 70 per cabang dibandingkan dengan jumlah daun yang lebih banyak menghasilkan kualitas buah terbaik, ukuran dan bagian buah dapat dimakan lebih besar, kemanisan atau PTT tertinggi serta memiliki rasa yang paling disukai.
Kualitas Buah Kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri – ciri, sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut, baik untuk bahan makanan (buah dan sayuran) maupun sebagai kesenangan (tanaman hias). Kualitas suatu komoditas hortikultura dapat dinilai dan dibedakan menjadi kualitas eksternal dan kualitas internal. Kualitas internal buah yang diamati dapat berupa, kandungan total asam tertitrasi (TAT), gula, pH, rasio PTT/ATT, kandungan asam askorbat buah dan senyawa metabolit sekundernya. Kualitas eksternal tidak kalah penting dengan kualitas internal buah yaitu dengan memperhatikan tampilan luar buah seperti ukuran yang seragam, warna yang menarik dan tidak terdapat kerusakan fisik. Jika terdapat kerusakan pada kulit buah, akan mengurangi penilaian konsumen terhadap buah tersebut (Broto 2009). Kualitas buah-buahan dipengaruhi oleh beragam faktor, baik faktor yang dikendalikan maupun tidak dapat dikendalikan. Faktor lingkungan pada buah masih tergantung dari lingkungan alam sehingga sulit untuk dikendalikan. Faktor benih, varietas, budidaya dan waktu panen umumnya masih dapat dikendalikan oleh manusia. Kualitas buah-buahan juga dapat digolongkan ke dalam faktor prapanen dan faktor pascapanen. Faktor prapanen terdiri dari mutu benih atau bibit, lingkungan tempat tumbuh tanaman dan budidaya tanaman. Faktor pascapanen meliputi tingkat ketuaan buah, pemanenan dan penanganan hasil. Buah-buahan yang belum matang bila dipanen akan menghasilkan mutu yang jelek dan proses pematangan yang tidak sempurna. Buah tersebut mungkin dapat menjadi lunak, tetapi rasa dan aromanya tidak akan menjadi baik (Siahaan 1999). Ryugo (1988) menambahkan bahwa rasio PTT:ATT merupakan kriteria penting untuk pemanenan anggur dan jeruk. Rasio PTT:ATT meningkat selama pematangan dan ini dapat dijadikan sebagai indikator kesukaan konsumen. Peningkatan nilai PTT yang terjadi dalam buah selama proses menuju masak (ripening) karena buah terus mengalami reaksi metabolisme selama proses penyimpanan yaitu hidrolisis pati yang akan mengubah cadangan makanan atau energi menjadi gula. Semakin lama gula disimpan, gula dalam buah akan meningkat. Selanjutnya, menurut Pantastico (1986), peningkatan nilai PTT akan diikuti dengan penurunan terhadap kandungan asam organik.
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Bawah, dan di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan mulai Februari 2015 sampai Juni 2015.
7
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu tanaman jambu kristal umur 14 bulan, aquades, NaOH, phenoftalin, kain kasa, dan plastik. Alat yang membantu penelitian ini adalah penggaris, alat pertanian, handrefractometer, Pnetrometer, meteran, jangka sorong, spidol permanen untuk menandai tanaman dan gunting pangkas. Percobaan terdiri dari satu faktor yaitu perlakuan rasio daun:buah dengan empat taraf perlakuan: 1) 5:1 percabang (P1), 2) 10:1 percabang (P2), 3) 20:1 percabang (P3), 4) 30:1 percabang (P4). Masing-masing perlakuan dilakukan lima kali ulangan dan satu kali ulangan terdapat 1 tanaman dengan total jumlah tanaman sebanyak 20 tanaman jambu biji kristal. Pengambilan data dilakukan pada empat buah dari masing-masing tanaman sehingga buah yang diamati 80 buah. Rancangan yang digunakan untuk masing-masing percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model sebagai berikut (Gomez and Gomez, 1995): Yijk = μ + 𝝉i + εijk Dengan : i = 1, 2, 3, ... , i j = 1, 2, 3, ... , j Yijk = Nilai pengamatan ukuran dan kualitas buah pada perlakuan rasio daun:buah ke-i, ulangan ke-j 𝜇 = Nilai tengah umum 𝜏 i = Pengaruh rasio daun:buah terhadap ukuran dan kualitas buah εijk = Pengaruh galat rasio daun:buah Prosedur Percobaan Persiapan tanaman Kegiatan percobaan dimulai dengan memilih tanaman yang seragam dan melakukan perontokan bunga dan buah yang ada agar nantinya memiliki fase pembungaan dan pembuahan yang seragam, lalu memilih empat cabang dari setiap pohon. Bahan tanaman jambu biji kristal yang digunakan berumur sekitar 14 bulan pada awal percobaan. Pemangkasan daun dan penjarangan buah Pemangkasan daun dilakukan pada cabang yang digunakan. Daun yang dipangkas, daun yang berada di pucuk (daun muda) atau daun yang sudah rusak. Masing – masing cabang dipangkas daun sesuai dengan perlakuan (5, 10, 20 dan 30 daun). Pemotongan daun dilakukan menggunakan gunting pangkas. Pemangkasan daun pada cabang contoh dilakukan setiap minggu apabila terdapat muncul tunas daun baru. Penjarangan buah dilakukan pada cabang contoh yang memiliki buah lebih dari satu. Buah yang dipilih merupakan buah yang tidak terkena hama, penyakit dan berbentuk normal. Penjarangan bunga dan buah pada cabang contoh dilakukan setiap minggu, agar tidak mengganggu perkembangan pada buah contoh. Tagging buah dilakukan setelah pemangkasan, pada bakal buah yang berumur 1-2 minggu setelah bakal buah terbentuk.
8
Pembungkusan buah Pembungkusan buah dilakukan pada buah yang sudah berumur lebih dari 2 minggu setelah bakal buah terbentuk atau berdiameter 18-21 mm. Pembungkusan buah menggunakan plastik anti panas. Pembungkusan dilakukan bertujuan agar buah tidak mudah rontok dan terkena hama penyakit. Menurut Noorbaiti et al (2012) pembrosongan atau pembungkusan buah jambu biji harus dilakukan agar terhindar dari kerontokan buah. Pemeliharaan Tanaman selanjutnya dilakukan pemeliharaan lanjutan seperti pemupukan, pengendalian gulma, penjarangan buah, pengendalian hama penyakit, dan pemangkasan. Pemeliharaan dilakukan agar tanaman tetap sehat sehingga tidak mempengaruhi proses perkembangan buah. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang dengan dosis ± 20 kg tanaman-1 dan pupuk NPK dengan dosis 250 g tanaman-1,pupuk ditaburkan dengan melingkari tanaman. Pemupukan dilakukan rutin dalam waktu 3 bulan sekali. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian gulma secara manual dengan melakukan penyiangan gulma di sekitar area tanaman dengan menggunakan cangkul. Pengendalian gulma secara kimia dengan cara mengaplikasikan atau menyemprotkan herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat 486 g l-1 sebanyak 100 ml yang diencerkan ke dalam 15 liter air. Penjarangan buah dilakukan pada buah yang terserang hama dan penyakit, penjarangan buah dilakukan setiap minggu selama masa percobaan. Penjarangan bertujuan agar penyakit tidak menyebar pada buah lain. Pengendalian gulma dilakukan ketika pertumbuhan gulma sudah terlalu banyak, tujuan dari pengendalian gulma antara lain untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan dan untuk mengurangi kompetisi hara. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara manual dilakukan dengan cara membuang bagian tanaman yang terserang. Pengendalian hama secara kimia dilakukan dengan penyemprotan insektisida kontak, berbahan aktif profenofos 500 g l-1 dengan konsentrasi 4 ml l-1, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida berbahan aktif propinep 70% dengan konsentrasi 3 g l-1. Pemangkasan dilakukan pada cabang tanaman yang sudah tumbuh terlalu panjang. Panen Panen buah dilakukan pada jambu kristal yang berumur 12-13 minggu setelah perlakuan (MSP) atau setelah buah berwarna kuning >50% (hijau kekuningan atau keputihan). Panen buah dilakukan pada pagi atau sore hari karena untuk menjaga kehilangan air lebih banyak pada buah. Buah yang telah dipanen kemudian dibawa ke laboratorium pasca panen untuk dilakukan uji kualitas buah. Pengamatan Variabel pengamatan yang dilakukan pada penelitian terdapat dua parameter, pengamatan generatif dan kualitas buah. Parameter pengamatan generatif meliputi diameter horizontal, diameter vertikal buah, bentuk buah dan warna buah yang diamati perminggu. Diameter horizontal dan vertikal buah (mm) : Pengamatan diameter buah dimulai pada saat bakal buah terbentuk dengan menggunakan alat bantu jangka
9
sorong. Pengamatan dilakukan pada masing-masing buah yang telah di tagging. Pengamatan dilakukan setiap minggu. Warna Buah: Pengamatan warna buah dilakukan secara visual dengan memberi nilai 1-3. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai buah tersebut siap untuk dipanen. Berikut keterangan scoring pada warna buah: 1: Hijau 100 % 2: Hijau 75 % dan kuning atau putih 25% 3. Hijau 50 % dan kuning atau putih 50% (Hijau kekuningan ) Bentuk buah: Pengamatan bentuk buah dilakukan secara visual dengan memberi nilai 1-3, dengan kriteria, 1:high spheroid, 2:spheroid, 3:oblate (Gambar 1). Pengamatan dilakukan secara visual dan dilakukan setiap minggu sampai buah tersebut siap untuk dipanen.
1. High spheroid
2. Spheroid
3. Oblate
Gambar 1 Kriteria skorring pada bentuk buah Parameter pengamatan uji kualitas buah terdapat enam parameter meliputi, bobot buah akhir, diameter buah, kelunakan buah, padatan terlarut total (PTT) dan total asam tertitrasi (TAT). Bobot buah (g) : Pengukuran bobot buah dilakukan pada saat buah selesai dipanen. Pengukuran dilakukan menggunakan timbangan analitik sebagai alat ukur. Buah diletakan pada timbangan hingga angka pada timbangan tetap dan tidak berubah. Kelunakan buah (mm g-1 s-1): Pengukuran kelunakan buah jambu menggunakan alat pnetrometer. Buah yang diamati diletakan pada pnetrometer, kemudian diukur pada tiga titik yang berbeda yaitu atas, bawah dan tengah dan diambil nilai rata-rata dari ketiga titik tersebut. Padatan Terlarut Total (ᵒbrix) : Parameter pengukuran Padatan Terlarut Total (PTT) dilakukan menggunakan alat bantu handrefractometer untuk mengetahui komposisi kadar gula yang terkandung. Pengukuran menggunakan sari buah yang diambil dari tiga bagian buah atas, bawah dan tengah, yang kemudian diteteskan pada handrefractometer. Komposisi kadar gula yang terkandung diambil dari nilai rataan pada tiga bagian tersebut. Total Asam Tertitrasi (%): Pengamatan Total Asam Tertitrasi dengan diukur dengan metode titrasi NaOH 0.1 M dengan indikator phenoftalin. Bobot contoh buah yang digunakan yaitu 10 g, kemudian dihaluskan menggunakan mortar. Sari buah disaring dan ditera dengan menggunakan akuades hingga volumenya 100 ml. Filtrat buah sebanyak 25 ml ditambahkan indikator phenoftalin sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 M sampai larutan berubah warna menjadi menjadi merah muda.
10
TAT(%) =
ml NaOH x N NaOH x fp x 0.064 x 100 Bobot contoh (g)
Uji Organoleptik: Pengamatan uji organoleptik dilakukan dengan empat penilaian yaitu rasa buah, tekstur daging buah, aroma buah dan warna daging buah, masing masing di skoring dengan nilai 1-4. Kriteria skor yang digunakan adalah (1) tidak suka, (2) netral (biasa saja), (3) suka dan (4) sangat suka. Uji organoleptik dilakukan oleh 15 orang panelis mahasiswa, masing-masing panelis mendapatkan empat sampel potongan buah untuk dicoba dan diberi penilaian. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan uji F untuk mengetahui adanya pengaruh nyata antara perlakuan yang diuji. Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis data adalah Microsoft Excel 2010 untuk rekapitulasi data dan STAR IRRI untuk uji F. Data hasil uji organoleptik, warna buah dan bentuk buah hanya dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan dilakukan di kebun Cikabayan Bawah Institut pertanian Bogor, Dramaga Bogor. Data iklim di lokasi percobaan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG 2015) wilayah Dramaga, Bogor menunjukkan bahwa rata-rata suhu bulanan pada saat penelitian berkisar antara 25.0 oC – 26.2 oC. Curah hujan bulanan selama masa penelitian berkisar antara 90 mm – 374 mm. Kelembaban udara dilokasi penelitian rata-rata berkisar 79 % - 88 % (Lampiran 1). Menurut Rahmat (2011) jambu biji dapat tumbuh baik pada ketinggian 500 - 1 200 m di atas permukaan laut. Soetopo (1997) menyampaikan bahwa suhu yang optimal untuk hasil terbaik pada tanaman jambu biji antara 23o sampai 28o C, dengan curah hujan 1 000 sampai 2 000 mm tahun-1 (Paull dan Duarte 2012) dan kelembaban udara 30% - 50% (Balitbu 2014), serta intensitas matahari yang cukup agar mendapatkan hasil yang optimal. Hal ini menunjukan bahwa kondisi lingkungan di lokasi percobaan masih kurang optimum untuk dilakukan budidaya tanaman jambu biji karena memiliki kelembaban udara yang tinggi, kondisi umum tempat pertanaman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Kondisi lingkungan kebun percobaan Cikabayan
11
Selama percobaan, tanaman dan buah mengalami serangan hama dan penyakit yang tergolong rendah. Hama yang menyerang pada buah dan tanaman antara lain ulat bulu, lalat buah, kutu putih, belalang dan kutu kebul. Trabala spp. adalah ulat bulu yang terdapat tanaman jambu biji dan tanaman berkayu lain . Ferrisia virgate adalah kutu putih yang banyak menyerang pada tanaman jambu biji pada bagian daun dan buah. Kutu putih dapat menimbulkan embun jelaga yang menyebabkan permukaan daun menjadi hitam dan permukaan daun tersebut terhalang dari sinar matahari langsung yang menyebabkan proses fotosintesis terganggu. Penyakit yang menyerang pada buah dan tanaman antara lain antraknosa, busuk buah dan kanker buah. Penyebab penyakit antraknosa yaitu cendawan Gloeosporium sp. dan Colletotrichum sp. Menurut Amusa et al. (2005) gejala yang ditimbulkan pada penyakit antraknosa antara lain timbulnya bercakbercak nekrotik yang kemudian akan menyatu, buah akan matang secara terpaksa dan kemudian mengering secara cepat Hasil rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan tanaman jambu kristal menunjukkan perlakuan rasio daun:buah pada percobaan memiliki pengaruh yang nyata terhadap diameter horizontal buah dan sangat nyata terhadap diameter vertikal dan bobot buah, sedangkan pada peubah lainnya seperti pada bentuk buah, warna buah, kelunakan buah, PTT dan TAT menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (Tabel 2). Pengamatan warna buah, bentuk buah dan hasil uji organoleptik tidak dilakukan pengolahan data akan tetapi hasil yang didapatkan tidak berbeda. Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam rasio daun buah terhadap pertumbuhan jambu biji kristal pada 12 MSP serta kualitas buah Peubah Pertumbuhan buah Diameter horizontal buah Diameter vertikal buah Warna buah Bentuk buah
Analisis sidik ragam
KK(%)
* ** -
4.14 3.21 -
Kualitas buah Bobot buah ** 7.21 Diameter buah * 4.14 Kelunakan buah tn 13.82 PTT tn 10.09 TAT tn 24.3 Keterangan : MSP: minggu setelah perlakuan; KK: koefisien keragaman; **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: tidak berpengaruh nyata Pertumbuhan Buah Jambu Biji ‘Kristal’ Pertumbuhan generatif buah jambu kristal meliputi empat peubah yang diamati yaitu, diameter horizontal, diameter vertikal, bentuk buah dan warna buah. Rasio daun buah berpengaruh nyata terhadap diameter horizontal dan sangat nyata diameter vertikal buah. Ukuran diameter buah perlakuan 30 daun pada 12 MSP
12
memiliki ukuran paling besar yaitu 86.45 mm sedangkan pada perlakuan 5 daun memiliki ukuran paling kecil yaitu 79.66 mm (Tabel 3). Perkembangan diameter horizontal buah masing-masing perlakuan dari 0 sampai 7 MSP memiliki perkembangan yang sama, akan tetapi pada 8 sampai 12 MSP perlakuan rasio 5 daun memiliki perkembangan diameter horizontal yang paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa rasio daun buah berpengaruh nyata terhadap diameter horizontal buah, karena semakin tinggi jumlah daun maka hasil fotosintesis yang dihasilkan semakin banyak sehingga asimilat yang diserap oleh buah menjadi lebih banyak (sink) dan mendukung untuk perkembangan diameter horizontal buah. Goldschmidt (1999) juga menyatakan bahwa dengan jumlah asimilat yang lebih banyak diserap oleh buah, sehingga menunjang untuk proses pembesaran buah. Ketersediaan karbohidrat merupakan faktor pembatas dalam perkembangan buah. Kemampuan organ source dalam ketersediaan karbohidrat dalam jumlah yang tinggi menyebabkan meningkatnya ukuran buah. Hal ini terkait pada penelitian Susanto et al (2013) bahwa rasio jumlah daun buah 15 menghasilkan buah yang relatif kecil, rasio 30 menghasilkan buah dengan ukuran sedang, sedangkan ukuran buah yang dihasilkan dari tanaman dengan rasio buah daun 60 menghasilkan ukuran buah terbesar. Menurut hasil penelitian Kalsum (2015) melaporkan bahwa ukuran dan bobot buah meningkat seiring dengan meningkatnya nisbah jumlah daun:buah, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi positif antara total luas daun dan akumulasi karbohidrat daun terhadap bobot dan volume buah. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Usenik et al. (2010) pada buah kesemek dan ceri yang memiliki ukuran buah paling besar berpengaruh karena adanya perlakuan rasio daun:buah. Tabel 3 Pengaruh rasio daun buah terhadap diameter horizontal buah 0, 6, 12 MSP dan pertambahan. Diameter horizontal buah (mm) Jumlah daun 0 MSP 6 MSP 12 MSP Pertambahan 5 Daun 18.29 a 36.7 79.66 b 61.37 a 10 Daun 18.06 a 37.15 83.24ab 65.18 a 20 Daun 18.15 a 37.05 83.43 ab 65.14 a 30 Daun 18.23 a 37.14 86.45 a 68.22 a Uji F tn tn * tn KK (%) 7.7 7.14 4.14 4.57 Keterangan : MSP: minggu setelah perlakuan; KK: koefisien keragaman; **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: tidak berpengaruh nyata
Diameter horizontal(mm)
13
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
5 daun 10 Daun 20 Daun 30 Daun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
MSP (Minggu Setelah Perlakuan)
Gambar 3 Perkembangan diameter horizontal buah jambu kristal dengan perlakuan rasio daun:buah Rasio daun buah berpengaruh sangat nyata terhadap diameter vertikal buah jambu kristal. Diameter vertikal buah perlakuan rasio 30 daun pada 12 MSP lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pertambahan diameter vertikal terbesar terdapat pada rasio 30 daun dan nilai pertambahan terkecil terdapat pada rasio 5 daun (Tabel 3). Perkembangan diameter vertikal buah masing-masing perlakuan dari 0 sampai 8 MSP memiliki perkembangan yang sama, akan tetapi pada 8 sampai 12 MSP perlakuan rasio 5 daun memiliki perkembangan diameter horizontal yang paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa diameter vertikal buah dipengaruhi terhadap rasio jumlah daun buah, semakin tinggi rasio jumlah daun maka semakin besar asimilat yang diserap oleh buah tersebut. Besar diameter vertikal buah dan diameter horizontal buah terbesar terdapat pada rasio 30 daun hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara keduanya. Menurut Mardiana (2003), terdapat korelasi positif antara karakter panjang buah dan diameter buah dengan bobot buah. Bobot buah tidak hanya dipengaruhi oleh panjang buah dan diameter buah, akan tetapi dipengaruhi juga oleh tipe buah (hermaprodit dan betina). Tabel 4 Pengaruh rasio daun buah terhadap pertambahan diameter vertikal buah 0, 6,12 MSP dan pertambahan.
Diameter vertikal buah (mm) 0 MSP 6 MSP 12 MSP pertambahan 5 Daun 12.3 a 32.9 69.1 c 56.8 c 10 Daun 12.5 a 30.4 73.0 b 60.5 bc 20 Daun 13.5 a 31.4 76.4 a 62.9 ab 30 Daun 13 a 29.2 78.5 a 65.5 a Uji F tn tn ** ** KK (%) 7.5 8.3 3.21 4.76 Keterangan : MSP: minggu setelah perlakuan; KK: koefisien keragaman; **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: tidak berpengaruh nyata Jumlah daun
14
90
Diameter vertikal (mm)
80 70 60 50
5 daun
40
10 Daun
30
20 Daun
20
30 Daun
10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
12
MSP (Minggu Setelah Perlakuan)
Gambar 4 Perkembangan diameter vertikal buah jambu kristal dengan perlakuan rasio daun:buah Rasio daun buah tidak berpengaruh nyata terhadap bentuk buah. Rata-rata bentuk buah pada 0 MSP yaitu memiliki nilai 3 berbentuk oblate (Gambar 5a), 6 12 MSP memiliki rata-rata nilai 3 digolongkan dalam bentuk speroid (Tabel 4). Percobaan menunjukkan bahwa bentuk buah pada jambu biji kristal berubah selama perkembangan buah sampai buah tersebut dipanen. Pada hasil pengamatan selama percobaan juga menunjukkan bahwa bentuk buah jambu biji kristal tidak membentuk bulat sempurna dan lebih banyak berbentuk speroid (Gambar 5b) pada saat dipanen. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk buah tidak dipengaruhi oleh rasio jumlah daun, bentuk buah bisa dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman. Rismunandar (1989) menyatakan bahwa ada korelasi antara bentuk daun dengan bentuk buah, pada jambu biji yang berdaun kecil-kecil, ukuran buahnya kecil (jambu kerikil), Jika daun berbentuk bulat, buah yang dihasilkan berbentuk bulat dan jika daun berbentuk memanjang dan ujung daun agak lancip, maka buah berbentuk seperti buah pir, hal ini bergantung pada sifat bawaan, umur pohon, kesuburan tanah, dan ketersediaan air. Perlakuan rasio daun buah juga tidak berpengaruh nyata terhadap warna buah. Rata-rata warna buah setiap perlakuan 0 sampai 6 MSP memiliki warna yang sama yaitu hijau 100% tetapi pada 12 MSP saat buah dipanen warna buah sudah berubah menjadi 50 % hijau 50% kuning atau kuning kehijauan (Tabel 4). Perubahan warna buah jambu biji bisa terjadi mulai dari 7 MSP sampai 12 MSP. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat proses perkembangan dan pemasakan buah terjadi kehilangan warna hijau buah. Santoso (2013) menyampaikan bahwa hilangnya warna hijau buah terjadi karena klorofil yang mengalami degradasi struktur. Menurut Sismiyati (2003) kriteria panen melon dilakukan saat buah melon menunjukkan tanda-tanda kematangan (aroma harum, warna kulit berubah, tangkai buah retak dan net mulai tampak jelas pada melon tipe netting). Buah jambu biji kristal juga menunjukkan tanda-tanda kematangan buah yaitu perubahan warna kulit buah menjadi hijau kekuningan atau hijau keputihan.
15
Tabel 5 Pengaruh rasio daun:buah terhadap warna buah 0, 6 dan 12 MSP Jumlah daun 5 daun 10 daun 20 daun 30 daun Rataan
Bentuk 0 MSP 6 MSP 12 MSP 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 1 3 2 2
0 MSP 1 1 1 1 1
Warna 6 MSP 12 MSP 1 3 1 3 2 3 1 3 1 3
Keterangan : Bentuk 1: High spheroid. 2: Spheroid. 3: Oblate Warna : 1: Hijau 100% 2: Hijau 75% 3. Hijau 50% kuning 50%
(a)
(b)
Gambar 5 Bentuk buah jambu biji kristal (a) oblate. (b) spheroid Kualitas Buah Jambu biji ‘Kristal’ Rasio daun buah berpengaruh sangat nyata terhadap bobot dan berpengaruh nyata terhadap diameter buah, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap PTT, TAT dan kelunakan buah (Tabel 6). Bobot buah pada perlakuan jumlah 30 dan 20 daun tidak berbeda nyata, akan tetapi berbeda nyata pada rasio 10 daun dan sangat berbeda nyata pada rasio 5 daun lebih berat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bobot buah terendah terdapat pada perlakuan rasio 5 daun. Diameter buah pada rasio 30 daun, memiliki diameter tertinggi, sedangkan diameter rasio 5 daun memiliki diameter terendah. Hal ini diduga karena banyaknya jumlah daun yang menyebabkan ketersediaan asimilat yang lebih banyak sehingga memiliki potensi yang lebih tinggi untuk menunjang pembesaran buah. Terdapat korelasi antara bobot buah dan diameter buah, semakin besar diameter buah maka semakin besar bobot buahnya. Fardilawati (2008) melaporkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat nyata pada karakter bobot buah dengan panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, dan persentase edible portion. Kelunakan buah tidak dipengaruhi oleh rasio dan:buah, karena dari hasil analisis sidik ragam semua perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga bahwa kelunakan buah dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Kelunakan buah juga dipengaruhi oleh enzim pektin dan hemiselulosa, hal ini juga dinyatakan oleh yang menyampaikan bahwa pelunakan buah terjadi karena perubahan senyawa-senyawa
16
pembentukan dinding sel berupa pemecahan polimer karbohidrat, khususnya pektin dan hemiselulosa yang melemahkan dinding sel dan kohesif terhadap sel-sel yang terikat secara bersamaan (Latifah 2000). Perlakuan rasio daun:buah tidak berpengaruh terhadap PTT dan TAT. Hal ini menunjukkan bahwa rasio daun buah tidak berpengaruh terhadap kandungan gula dan asam pada buah jambu biji. Kandungan gula dan asam pada buah jambu biji berkaitan terhadap tingkat kemasakan pada buah tersebut. Hal ini terkait pada penelitian Susanto et al (2013) bahwa rasio daun buah pada jambu biji kristal tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kandungan gula dan asam pada jambu biji kristal. Kalsum (2015) juga menyatakan bahwa kemanisan buah yang diindikasikan dengan PTT tidak dipengaruhi oleh nisbah jumlah daun:buah. Menurut Nekasone dan Paul (1998) jambu biji mengandung asam total tertitrasi 0.4 %, sedangkan padatan total terlarut 10.5 %. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kandungan nutrisi dalam buah bisa disebabkan oleh kondisi iklim, teknik budidaya, genetik tanaman, tingkat kemasakan buah dan umur petik buah. Dyhan (2014) menyampaikan nilai PTT buah semakin bertambah seiring waktu penyimpanan atau pemasakan buah, sedangkan tingkat kekerasan buah dan kandungan asam bebas pada buah jambu kristal akan menurun selama proses pemasakan buah. Widodo (2009) juga melaporkan bahwa kandungan padatan terlarut buah jambu biji meningkat dengan semakin bertambah masaknya buah karena terjadi perombakan pati menjadi gula. Tabel 6 Pengaruh rasio daun:buah terhadap kualitas buah jambu biji kristal. Kualitas Jumlah daun Bobot Diameter Kelunakan PTT TAT -1 -1) (g) (mm) (mm g s (Brix) (%) 5 Daun 229.50 c 79.66 b 18.4 8.79 0.50 10 Daun 261.60 b 83.24 ab 18.62 8.96 0.44 20 Daun 275.20 ab 83.43 ab 16.44 8.81 0.51 30 Daun 288.40 a 86.45 a 17.56 8.47 0.52 Uji F ** * tn tn tn KK (%) 7.21 4.14 13.82 10.09 24.3 Keterangan : MSP: minggu setelah perlakuan; KK: koefisien keragaman; **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: tidak berpengaruh nyata Uji Organoleptik Hasil dari uji organoleptik pada empat perlakuan rasio daun buah tidak dilakukan pengolahan data. Pada Gambar 6 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, tekstur, aroma dan warna buah. Hasil dari penilaian pada rasa, tekstur, aroma dan warna memiliki nilai standar deviasi yang hampir mendekati nol (Tabel 7), hal ini menunjukkan bahwa buah pada keempat sampel tidak jauh berbeda atau homogen. Tingkat kesukaan tertinggi pada rasa buah terdapat pada rasio 20 daun dengan skor 3.27 dan skor terendah pada rasio 5 daun yaitu 2.27. Faktor – faktor yang mempengaruhi rasa diduga oleh kandungan gula, asam yang terdapat pada buah dan tingkat kesukaan panelIs terhadap bahan yang di uji. Menurut Winarno (2002) kandungan gula dan asam sampai dengan tingkat tertentu dapat memberi tekstur dan rasa produk yang disukai oleh konsumen. Hal ini diduga
17
bahwa buah pada rasio 20 dan memiliki perbandingan kandungan gula dan asam yang tepat, sehingga rasa buah lebih disukai panelis dibanding buah lainnya. Tingkat kesukaan tertinggi pada aroma terdapat pada rasio 20 daun yaitu 3.67 dan terendah pada perlakuan rasio 5 daun yaitu 2.53. Aroma pada buah jambu biji kristal disebabkan karena adanya senyawa volatil. Senyawa-senyawa volatil ini akan mencapai jumlah maksimal ketika buah matang secara sempurna dan menghasilkan aroma yang kuat. Hal ini diduga bahwa buah contoh pada rasio 20 yang digunakan telah memiliki tingkat kematangan secara sempurna dibanding buah lainnya. Tingkat kesukaan tertinggi pada tekstur terdapat pada rasio 20 daun yaitu 3.13 dan terendah pada perlakuan rasio 5 daun yaitu 2.94. Tingkat kesukaan tertinggi pada warna buah terdapat pada rasio 20 daun. Hal ini diduga bahwa ada korelasi antara tekstur dan warna buah, karena jika dihubungkan dengan hasil uji kualitas buah pada rasio 20 daun memiliki tingkat kelunakan yang terendah sehingga tekstur daging buah lebih renyah dan memiliki warna daging buah yang lebih cerah dibanding buah lainnya, namun secara keseluruhan rasio dan buah tidak memberikan efek nyata terhadap variabel uji organoleptik karena rasio:daun buah hanya memberikan pengaruh nyata terhadap ukuran buah tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap PTT, TAT dan kelunakan buah. Tabel 7 Nilai standar deviasi pengaruh perlakuan rasio daun:buah terhadap hasil uji organoleptik. parameter
rasa
tekstur
aroma
warna
stdev
0.44
0.08
0.53
0.24
4.00
3.67
3.50 3.00 2.50
3.27 3.13 2.73
3.13 3.07 3.00 2.94
2.27
3.27 2.67 2.53
3.48 3.33 3.18 3.07 3.07 2.97 2.73 2.7 5 daun
2.00
10 daun
1.50
20 daun 30 daun
1.00 0.50 0.00 rasa
tekstur
aroma
warna
rata-rata
Gambar 6 Pengaruh rasio daun buah terhadap uji rasa, tekstur, aroma dan warna
18
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rasio daun buah berpengaruh nyata terhadap diameter horizontal buah dan sangat nyata diameter vertikal buah dan bobot buah. Perlakuan rasio daun buah 30 daun memiliki ukuran diameter dan bobot buah yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 10 dan 5 daun, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20 daun. Secara keseluruhan rasio daun:buah tidak berpengaruh terhadap bentuk buah, warna buah, padatan terlarut total, total asam tertitrasi dan kelunakan buah. Rasio daun:buah tidak memberikan efek nyata terhadap variabel organoleptik. Rasio 20 daun 1 buah merupakan perlakuan yang dapat direkomendasikan pada budidaya tanaman jambu biji kristal, karena jika dilihat dan dihubungkan dari hasil uji organoleptik, bobot buah dan kualitas buah, memiliki hasil buah terbaik. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada jumlah daun yang digunakan dengan posisi cabang yang ditentukan (sekunder atau tersier) dan jumlah buah percabang yang ditentukan, untuk mengetahui penggunan jumlah daun yang lebih tepat dan agar memperoleh buah yang optimal. Perlu dilakukan juga penelitian dengan waktu panen yang berbeda-beda untuk mengetahui kualitas dan ukuran buah yang dihasilkan.
19
DAFTAR PUSTAKA. Afandi, I. 2004. Evaluasi Karakteristik Hortikultura Enam Melon (Cucumis melo L.) Hibrida (Ser II) Hasil Persilangan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB [Skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Andriyani. 2006. Uji Stabilitas 7 Hibrida Harapan Melon (Cucumis melo L.) Hasil Rakitan Pusat Kajian Buah – Buahan Tropika (PKBT) IPB pada 2 Musim [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Amusa NA, Ashaye OA, Amadi J, Oladapo O. 2006. Guava fruit anthracnose and the effects on its nutritional and market values in Ibadan, Nigeria. Journal of Applied Science 6(3):539-543. Ashari S. 2006. Hortikultura: Aspek Budidaya. Edisi revisi. Jakarta (ID): UI-Press. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data Iklim Stasiun Dramaga. Bogor (ID): BMKG [Balitbu] Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. 2014. Budidaya jambu biji. [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 10]. Tersedia pada: http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/budidaya-jambu-biji/ [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi buah jambu biji seluruh provinsi. [Internet]. [diunduh 2015 September 4]. Tersedia pada: http://bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=3&id_subyek=55¬ab=0 Broto w. 2009. Teknologi penanganan pascapanen buah untuk pasar. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Cahyono B. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan. Yogyakarta (ID): Andi Publisher. Darmawan J dan Baharsjah JS. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID): SITC. Dhyan C, Sumarlan SH, Susilo B. 2014. Pengaruh pelapisan lilin lebah dan suhu penyimpanan terhadap kualitas buah jambu biji (Psidium guajava L.). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2(1): 79-90. Egli DB. 1999. Variation in leaf starch and sink limitations during seed filling in soybean. Crop science vol 39: 1361-1368 Fardilawati N. 2008. Pengaruh perbedaan umur pohon induk terhadap karakter morfologi, kualitas, dan produksi buah pepaya (Carica papaya L.) [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Fatonah S, Kasim M, Syarif A. 2009. Peningkatan kapasitas sink pada tanaman melon ( Cucumis melo L.) dengan pemberian giberelin [jurnal]. SAGU vol 8: 38-43 Fitrianti J. 2006. Kajian teknik penyimpanan dan pengemasan jambu biji (psidium guajava l.) dalam kemasan transportasi [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Goldschmidt EE. 1999. Carbohydrate supply as a critical factor for citrus fruit development and productivity. HortScience 34 (6): 1020–1024. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi ke-2. Endang Sjamsuddin, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Kalsum U. 2015. Perbaikan Kualitas Jeruk Pamelo (Citrus maxima (Burm.) Merr.) melalui Pengaturan Nisbah Jumlah Daun:Buah dan Pemberongsongan Buah [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20
Latifah TS. 2000. Pengaruh umur panen dan periode simpan terhadap kualitas buah jeruk besar (Citrus grandis L.) [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Lechaudel M, Genard M, Lescourret F, Urban L, Jannoyer M. 2005. Modeling effects of weather and source–sink relationships on mango fruit growth.[Jurnal] Tree Physiology 25: 583–597 Mardiana N. 2003. Pengkajian umur petik dan kualitas buah delapan genotipe pepaya [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Noorbaiti I, Trisnowati S, Mitrowiharjo S. 2012. Pengaruh warna plastik dan umur pembrosongan terhadap mutu buah jambu biji (Psidium guajava L.) [Jurnal]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. Wallingford: CAB International. 445 p Pantastico E B. 1989. Fisiologi Pasca Panen . Terjemahan. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Press Parimin. 2005. Jambu Biji Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Depok (ID): Penebar Swadaya. Paull RE, Duarte O. 2012. Tropical Fruits Volume 2. London (UK): CAB International. Poerwanto R dan Susila AD. 2014. Teknologi hortikulturta. Bogor (ID): IPB Press Rahmat P. 2011. 21 Jenis Tabulampot Populer. Jakarta (ID): PT.Agro Media Pustaka. Rattanapong P. 2006. Effects of prunning and leaf-to-fruit ratio on growth, flowering and fruit quality of pummelo (Citrus maxima Burm. Merrill) cv. Hom Hat Yai [Thesis]. Songkhla (TH): Prince of Songkhla University. (Abstrak). [Internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada http://kb.psu.ac.th/psukb /bitstream/2553/2150/10/289676_ab.pdf Rismunandar. 1989. Tanaman Jambu Biji. Bandung (ID): Sinar Baru. Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. California (US): John Willey&Sons Inc. Santoso B.B dan Purwoko B.S. 1995. Fisiologi dan teknologi pasca panen tanaman hortikultura [Jurnal]. Jakarta (ID): Indonesia Australia Eastern Universites Project. hal:185 Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sismiyati, D. 2003. Efektivitas Pemberian Air dengan Sistem Irigasi Tetes pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Snyder F W dan Carlson G E. 1993. Selecting for partitioning of photosynthetic products in corps [Jurnal]. Advances in agronomy vol 37: 47-69 Sobir dan Napitupulu. 2010. Bertanam Durian Unggul. Jakarta (ID): Penerbit Swadaya Soetopo L. 1997. Psidium guajava L. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE, editor. Prosea Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: buah-buahan yang dapat dimakan. Danimihardja S, Sutarno H, Utami NW, Hoesen DSH, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Plant Resources of South East Asia 2: Edible Fruits and Nuts.
21
Sujiprihati S. 1985. Studi keragaman berbagai sifat agronomis dan pola pembungaan/pembuahan jambu Bangkok. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Susanto S, Melati M, Junaedi A. 2013. Optimasi source dan sink untuk meningkatkan produksi dan kualitas jambu kristal [Prosiding]. Seminar Hasil-Hasil PPM IPB Vol. I : 75–86. Usenik V, Orazem P, Stampar F. 2010. Low leaf to fruit ratio delays fruit maturity of ‘’Lapins‟ sweet cherry on Gisela 5. Sci. Hort 126: 33–36. Widodo SE, Zulferiyenn, Maretha I. 2012. Pengaruh penambahan indole acetic acid (IAA) pada pelapisan kitosan terhadap mutu dan masa simpan buah jambu biji (Psidium guajava L.) crystal. Jurnal Agrotropika. 17(1): 14-18. Winarno F G . 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Yuan R, Alferez F, Kostenyuk I, Singh S, Syvertsen JP, Burns JK. 2005. Partial defoliation can decrease average leaf size but has little effect on orange tree growth, fruit yield and juice quality. HortScience 40 (7): 2011-2015.
22
LAMPIRAN Lampiran 1. Data curah hujan, temperature dan kelembaban selama penelitian Bulan
Curah hujan(mm)
Jumlah hari hujan (HH)
Temperatur( ᵒC)
Kelembaban(%)
26 Februari 346 25.2 87 28 Maret 374 25 88 28 April 206 25.6 85 30 Mei 202 25.8 86 28 Juni 90 26.2 79 Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor
23
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Reza Liliandra dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 1991 dari pasangan Rohili, SPd dan Dara Suryani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak Renny Juwita Sari, SKom dan adik Rendi Liliandra. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 239 Kota Jakarta tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Adi Luhur Kota Jakarta tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikkan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Masuk Mahasiswa IPB Program Diploma (USMI) pada program Keahlian Teknologi Industri Benih. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Sarjana pada program Alih Jenis Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Tes Masuk IPB (UTMI) pada program studi Agronomi dan Hortikultura (AGH). Kegiatan penulis di luar akademik yaitu menjadi Ketua Panitia Siang Keakraban Teknologi Industri Benih pada tahun 2011, sebagai Penanggung Jawab Program Keahlian (PJPK) pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) Diploma IPB pada tahun 2011.