PENGARUH UKURAN DIAMETER CABANG YANG DICANGKOK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) KRISTAL
IVA NURSYIVA
AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ukuran Diameter Cabang yang Dicangkok terhadap Pertumbuhan Bibit Jambu Biji (Psidium guajava L.)Kristal adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015 Iva Nursyiva NIM A24100116
ABSTRAK IVA NURSYIVA. Pengaruh Ukuran Diameter Cabang yang Dicangkok terhadap Pertumbuhan Bibit Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kristal. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO dan AHMAD JUNAEDI. Percobaan dilakukan untuk mempelajari pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap pertumbuhan bibit jambu biji (Psidium guajava L.) kristal. Percobaan berlokasi di kebun petani, Desa Cangkrang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Pascapanen Fakultas Pertanian IPB pada November 2013 - Juni 2014. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu ukuran diameter cabang, yang terdiri atastiga perlakuan yakni ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm (D1); 12 ─ <18 mm (D2); dan 18 ─ < 24 mm (D3). Hasil percobaan menunjukkan bahwa ukuran diameter cabang yang dicangkok berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit, diameter cabang awal, panjang cabang awal, dan bobot biomassa batang bibit jambu kristal. Percobaan menunjukkan bahwa ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm menghasilkan bibit siap salur lebih cepat dibandingkan ukuran diameter cabang 18 ─ < 24 mm. Kata kunci: bibit, cangkok, diameter cabang
ABSTRACT IVA NURSYIVA. The Effect of Air Layering Branches Diameter to Growth of ‘Kristal’ Guava Seedling (Psidium guajava L.). Supervised by SLAMET SUSANTO and AHMAD JUNAEDI. This experiment was conducted to study the effect of air layering branches diameter to growth of ‘Kristal’ guava seedling growth (Psidium guajava L.). The experiment waslocated in farmer’s field, Cangkrang, Dramaga, Bogor, and Bogor Agricultural University’s Postharvest Laboratory in November 2013 - June 2014. This experiment was conducted using Completely Randomized Design with single factor of branches diameter size that consist ofthree treatment branch sized 6 ─ <12 mm (D1), 12 ─ <18 mm (D2), and 18 ─ <24mm (D3). The result indicated that the size of air layering branches diameter gave a significant difference toward seedling height, early branch diameter, early branch length, and biomass stem weight of ‘Kristal’ guava seedling. The experiments showed that branches with 6 ─ <12 mm and 12 ─ <18 mm in diameter produced ready seedlings faster than the 18 ─ <24 mm one. Keywords:branch diameter, grafting, seedling
PENGARUH UKURAN DIAMETER CABANG YANG DICANGKOK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBITJAMBU BIJI (Psidium guajava L.) KRISTAL
IVA NURSYIVA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Pengaruh Ukuran Diameter Cabang yang Dicangkok terhadap Pertumbuhan Bibit Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kristal Nama : Iva Nursyiva NIM : A24100116
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc Pembimbing I
Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kekuatan, kemudahan, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Ukuran Diameter Cabang yang Dicangkok terhadap Pertumbuhan Bibit Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kristal” dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc dan Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, serta nasihatnya. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Sobir, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, nasihat, serta kesabarannya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ani Kurniawati SP, MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan, dan nasihatnya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Muayad, SE, Ibu Iroh Maesaroh, kakak Nisa Utami, ST, adik Nadia Rahayu, serta keluarga besar Agronomi dan Horikultura angkatan 47 atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015 Iva Nursyiva
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis TINJAUAN PUSTAKA Botani Jambu Biji Syarat Tumbuh Jambu Biji Pembiakan Vegetatif Pembiakan Vegetatif Cangkok METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Rancangan Percobaan Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan Bibit Jambu Kristal Bobot Biomassa Bibit Jambu Kristal Kandungan Klorofil SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 2 2 3 3 4 5 5 5 5 6 7 8 8 10 14 15 16 16 17 17 20 21
DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkokterhadap pertumbuhan bibit jambu kristal pada 24 MSP 2 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap tinggi bibit, jumlah daun, dan luas daun pada 24 MSP 3 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap jumlah cabang primer awal, pertambahan, dan total pada 24 MSP 4 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap diameter cabang primer awal, diameter cabang pertambahan, rata-rata diameter cabang primer 5 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap panjang cabang primer awal, panjang cabang primer pertambahan, dan rata-rata panjang cabang primer 6 Pengaruh diameter cabang yang dicangkok terhadap kandungan klorofil bibit jambu kristal
9 10 13 13 14
16
DAFTAR GAMBAR 1 Hama dan penyakit yang menyerang bibit jambu kristal 2 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap tinggi bibit jambu kristal 3 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap luas daun bibit jambu kristal 4 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap bobot biomassa bibit jambu kristal
9 11 12 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data iklim wilayah Dramaga, Bogor
20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jambu biji adalah salah satu tanaman semak atau perdu yang berasal dari daerah Amerika tropis, menurut pendapat De Candolle tanaman jambu biji berasal dari Meksiko dan Peru. Tanaman jambu biji kemudian menyebar ke Thailand dan negara Asia lainnya. Jambu biji merupakan salah satu komoditas yang penting di dalam perdagangan internasional karena budi daya tanaman jambu biji yang mudah, nilai gizi pada buah jambu bijiyang tinggi, dan banyaknya produk olahanyang dapat dibuat dari bahan jambu biji (Verheij dan Coronel 1992). Produksi buah jambu biji di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 181 644 ton, Jawa Barat sebagai provinsi yang paling banyak memproduksi buah jambu biji yaitu 47 764 ton (BPS 2013). Perbanyakan tanaman jambu biji dapat dilakukan secara generatif melalui biji. Perbanyakan tanaman melalui biji hanya dapat mempertahankan sifat-sifat dari induknya sekitar 70% (Verheij dan Coronel 1992). Perbanyakan tanaman melalui biji merupakan metode perbanyakan yang mudah dan murah dan menghasilkan tanaman baru yang bebas dari penyakit. Namun, terdapat kelemahan dari perbanyakan melalui biji diantaranya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pertumbuhan tanaman baru, kelemahan lain adalah tanaman yang berasal dari biji mengalami pemecahan sifat dari induknya karena terjadi segresi kromosom sehingga sifat tanaman baru tidak identik dengan induknya (Janick 2001). Perbanyakan jambu biji juga dapat dilakukan melalui perbanyakan vegetatif, yaitu dengan metode okulasi (budding), sambung (grafting), maupun cangkok (layering). Tanaman jambu biji yang ditanam guna pengembangan agrobisnis untuk konsumsi buah segar dianjurkan melakukan perbanyakan vegetatif cangkok atau okulasi (Bourke 1976). Okulasi (budding) merupakan gabungan dari perbanyakan secara generatif dan vegetatif karena bibit yang berasal dari biji ditempel dengan mata tunas dari tanaman yang mutu buah dan produksinya baik. Perbanyakan tanaman dengan metode okulasi (budding) dapat berhasil apabila tanaman yang dijadikan batang bawah (rootstock) cukup tebal. Tanaman melalui perbanyakan okulasi dapat dipindah tanam setelah 4-5 bulan okulasi (Verheij dan Coronel 1992). Sambung (grafting) adalah metode perbanyakan tanaman dengan menyambungkan dua tanaman yaitu batang atas (scion) dan batang bawah (rootstock). Keunggulan perbanyakan vegetatif metode sambung diantaranya dapat mempertahankan sifat klon yang tidak dapat dilakukan dengan cara perbanyakan tanaman lainnya, memperoleh sifat-sifat unggul dari batang bawah dan batang atas, mempercepat produksi tanaman, dan dapat memperbaiki bagian tanaman yang rusak. Perbanyakan vegetatif dengan metode okulasi maupun sambung memerlukan waktu yang cukup lama karena memerlukan waktu untuk menghasilkan tanaman untuk dijadikan batang bawah yang dihasilkan dari biji (Hartmann dan Kester 1978). Cangkok (layering) merupakan cara pembiakan vegetatif dimana akar dibentuk pada batang ketika batang masih menempel atau bersatu dengan pohon
2 induk. Batang yang berakar disebut layer. Keunggulan perbanyakan vegetaif cangkok yaitu sifat tanaman baru identik dengan induknya, waktu untuk melakukan perbanyakan vegetatif cangkok cukup singkat yaitu 1-3 bulan, serta unsur hara, air, dan mineral pada layer masih terjamin dari supply tanaman induk (Hartmann dan Kester 1978). Jambu biji kristal termasuk jenis tanaman yang relatif mudah dicangkok. Pencangkokan jambu kristal selama ini dilakukan pada berbagai ukuran diameter cabang. Belum adanya penelitian terkait pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap pertumbuhan jambu kristal menjadi dasar dilakukannya penelitian ini.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan mempelajari pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap pertumbuhan bibit jambu biji (Psidium guajava L.) kristal.
Hipotesis Ukuran diameter cabang yang dicangkok mempengaruhi pertumbuhan bibit jambu biji (Psidium guajava L.) kristal. Ukuran diameter cabang cangkok 6 ─ <12 mm memiliki pertumbuhan bibit lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bibit pada ukuran diameter cabang cangkok 12 ─ <18 mm dan 18 ─ <24 mm.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Jambu Biji Jambu biji merupakan tanaman semak atau perdu, tingginya dapat mencapai 9 meter. Tanaman jambu biji termasuk tipe C3. Lama penyinaran optimum yang dibutuhkan adalah 15 jam per hari (Nakasone dan Paull 1998). Sistem perakaran jambu biji dapat mencapai kedalaman dua sampai tiga meter. Akar merupakan tempat penyerapan unsur hara dari tanah ke bagian tanaman. Terdapat hubungan positif antara kandungan mineral tanah dengan kandungan mineral pada daun jambu biji, yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil. Nitrogen dan mangan adalah unsur pokok auksin dan berperan penting dalam pembungaan (Lal dan Sen 2003). Kulit pada batang atau cabang halus berwarnamerah kecokelatan dan mudah mengelupas. Daun jambu biji mengeluarkan aroma jika diremas, berwarna hijau, mempunyai daun tunggal dan bertangkai pendek. Kedudukan daunnya dapat bersilangan, letak daunnya berhadapan dan bertulang daun menyirip. Bentuk daunnya bulat atau bulat telur dengan pinggiran rata melingkar dan ujung meruncing (Verheij dan Coronel 1992). Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak wangi, tumbuh di ketiak daun atau pada pucuk ranting, tunggal atau dalam kelompok kecil (Morton dan Miami 1987). Bunga
3 akan mekar penuh pada pagi hari. Waktu yang diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29 hari (Sujiprihati 1985). Buah jambu biji memiliki rasa manis, beraroma, berbentuk bulat, memiliki kulit berwarna hijau kuning, daging buah dapat berwarna putih, kuning, atau merah jambu. Biji buah dapat ditemukan di dalam daging buah, memiliki bentuk bulat, bewarna kekuningan, dan keras. Jambu biji memiliki kandungan zat gizi yang tinggi, setiap 100 g buah jambu biji mengandung 83.3 g air, 1 g protein, 0.4 g lemak, 6.8 g karbohidrat, 3.8 g serat, 337 mg vitamin C. Jumlah energi yang disajikan setiap 100 g buah jambu biji adalah 150-210 kJ (Verheij dan Coronel 1992). Jambu biji mengandung antioksidan primer yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jeruk, nanas, pisang, buah naga, belimbing, sarikaya, dan jambu air (Yan et al. 2006). Sari buah jambu biji dapat meningkatkan hemoglobin, trombosit, dan eritrosit pada tubuh manusia. Peningkatan hemoglobin dapat terjadi karena sari buah jambu biji mengandung asam amino glisin dan vitamin B6 (Azizahwati 2000).
Syarat Tumbuh Jambu Biji Tanaman jambu biji sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang mencekam, misalnya kekeringan, lahan berbatu, dan pH rendah. Tanaman jambu biji dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut. Tanaman jambu biji dapat tumbuh pada temperatur antara 1545oC, namun hasil terbaik diperoleh pada suhu antara 23-28oC (Ashari 2006). Curah hujan mempengaruhi fase vegetatif tanaman jambu biji. Curah hujan yang optimum bagi tanaman jambu biji yaitu 1 000-2 000 mm/tahun, jika curah hujan berlebih maka fase vegetatif tanaman jambu biji akan lebih panjang (Nakasone dan Paull 1998). Struktur tanah yang baik sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Tanah yang sangat berbutir memiliki aerasi yang baik dan daya serap air yang tinggi karena kenaikan ukuran ruang pori-pori tanah (Harjadi 1996). Jambu biji ditanam pada tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi memiliki pH 5-7, jika ditanam pada tanah dengan pH<5 atau pH>7 maka tanaman akan kekurangan Zn dan Fe (Nakasone dan Paull 1998).
Pembiakan Vegetatif Pembiakan tanaman dapat dilakukan secara seksual (generatif) maupun aseksual (vegetatif). Pembiakan tanaman secara generatif yaitu pembiakan tanaman dengan menggunakan biji hasil fertilisasi gamet jantan dan gamet betina. Pembiakan vegetatif adalah pembiakan tanaman dengan menggunakan bagianbagian vegetatif tanaman seperti akar, batang, daun, dan organ vegetatif lainnya (Hartmann dan Kester 1978). Tanaman memiliki potensi untuk bereproduksi secara aseksual atau melakukan pembiakan secara vegetatif. Pembiakan vegetatif adalah suatu metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian vegetatif tanaman (akar, batang, daun, dan organ lainnya) tanpa melibatkan proses pembuahan
4 sehingga sifat tanaman induk dapat dipertahankan dan diturunkan kepada tanaman baru (Hartmann dan Kester 1978). Pembiakan secara vegetatif menghasilkan tanaman yang unggul, seragam dan dapat hasil yang lebih cepat dari hasil pemuliaan tanaman (Mahfudz2006). Pembiakan secara vegetatif memiliki keuntungan yaitu seluruh sifat–sifat unggul suatu tanaman induk diwariskan kepada keturunannya (Edmondet al. 1975). Pembiakan secara vegetatif meliputi stek, cangkok, sambung, okulasi, dan kultur jaringan. Stek merupakan pembiakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon induknya jika ditanam pada kondisi yang sesuai maka akan beregenarasi menjadi tanaman yang sempurna.Stek merupakan salah satu cara pembiakan vegetative yang paling murah dan mudah (Omon et al. 1989). Hampir seluruh organ tanaman dapat digunakan bahan stek, namun beberapa hal perlu dipertimbangkan yaitu bahan stek merupakan organ tanaman yang muda, subur, dan dalam kondisi pertumbuhan aktif (Leopold dan Kriedermann 1975). Keunggulan dari perbanyakan vegetatif dengan metode stek antara lain mendapatkan hasil yang homogen, dapat diproduksi dalam jumlah dan waktu yang diinginkan, dapat digunakan untuk menganalisa tempat tumbuh (file side quality) dan dapat memperbanyak genotipe yang baik dari suatu jenis pohon (Yasman dan Smits 1988). Sambung (grafting) merupakan upaya menggabungkan dua jenis tanaman atau lebih sehingga tanaman yang disambung akan menjadi satu tanaman baru. Manfaat perbanyakan tanaman dengan cara grafting ini adalah untuk mengekalkan sifat klon yang tidak dapat dilakukan dengan cara perbanyakan tanaman lainnya, memperoleh sifat unggul dari batang bawah dan batang atas, memperbaiki jenis tanaman yang telah tumbuh, mempercepat produksi tanaman, memperbaiki bagian yang rusak, mempelajari penyakit yang berasal dari virus dan mengubah kebiasaan pertumbuhan (Hartmann dan Kester 1978). Okulasi (budding) berasal dari bahasa Latin „ocultus‟ yang artinya mata. Okulasi merupakanmetode perbanyakan vegetatif dengan menyambungkan dua tanaman hidup dengan batang atasnya terdiri satu mata tunas, sehingga kedua tanaman tersebut tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru (Hartmann dan Kester 1978). Okulasi memiliki beberapa keunggulan diantaranya meningkatkan penyerapan air dan unsur hara, meningkatkan vigor tanaman, dan mengurangi masa non produktif tanaman (Toruan-Mathius dan Hutabarat 1999). Kultur jaringan adalah metode perbanyakan vegetatif, menggunakan jaringan tanaman yang biasa disebut eksplan. Eksplanditanam pada media buatan yang steril dan tertutup di dalam wadah. Keunggulan pembiakan vegetatif dengan metode kultur jariangan adalah kebutuhanunsur hara dan nutrisi didapatkan langsung melalui media dan lingkungan tumbuh dapat dikendalikan (Adams et al. 1993).
Pembiakan Vegetatif Cangkok Cangkok (layering) merupakan metode pembiakan aseksual dimana akar dibentuk pada batang atau cabang ketika bagian tersebut masih menempel dengan tanaman induk. Faktor waktu perbanyakan vegetatif cangkok mempengaruhi jumlah akar yang terbentuk karena pada saat keadaan fisiologis aktif akumulasi
5 karbohidrat cukup tinggi. Pembentukkan akar pada cangkok dipengaruhi oleh pergerakan dan akumulasi karbohidrat dan auksin. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan akar cangkok diantaranya kelembaban, suhu, cahaya, dan media yang digunakan untuk cangkok (Hartmann dan Kester 1978). Keunggulan perbanyakan vegetaif cangkok yaitu sifat tanaman baru identik dengan induknya, waktu untuk melakukan perbanyakan vegetatif cangkok cukup singkat yaitu 1-3 bulan, serta unsur hara, air, dan mineral pada layer masih terjamin dari supply tanaman induk. Namun, perbanyakan vegetatif cangkok memiliki beberapa kelemahan diantaranya dapat merusak bentuk pohon induk dan tanaman baru sulit bertahan hidup pada kondisi kadar air tanah yang rendah (Hartmann dan Kester 1978). Pembiakan vegetatif cangkok memilik enam macam cara yaitu tip layering, simple layering, trench layering, serpentine layering, air layering, dan mound layering. Air layering adalah salah satu cara perbanyakan vegetatif cangkok dimana bagian tanaman yang akan dicangkok kulit serta kambiumnya dikerat dan dihilangkan kemudian layer ditutup dengan media yang lembab (Hartmann dan Kester 1978).
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di kebun petani yang berlokasi di Desa Cangkrang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogordan Laboratorium Pascapanen Fakultas Pertanian IPB. Percobaan dilaksanakan mulai bulan November 2013 sampai Juni 2014.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit cangkokan dari cabang dengan diameter sesuai perlakuan, polybag, media tanam (top soil:sekam:pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1), pupuk NPK 16:16:16, fungisida dithane M-45, dan insektisida decis. Alat yang digunakan adalah peralatan tanam, jangka sorong digital, spektrophotometer, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu ukuran diameter cabang, yang terdiri atas 3 perlakuan yakni ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm; ukuran diameter cabang 12 ─ <18 mm; dan ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan, setiap satuan unit percobaan menggunakan 7 bibit jambu kristal sehingga
6 diperlukan 63bibit jambu kristal. Model linear analisis ragamnya adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + ɛ ij Yij : Respon pengamatan pada ukuran diameter cabang ke-i, ulangan ke-j µ : Nilai tengah umum τi : Pengaruh ukuran diameter cabang ke-i ɛ ij : Pengaruh galat percobaan pada ukuran diameter cabang ke-i, ulangan ke-j Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada selang kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf = 5%.
Pelaksanaan Penelitian Pemotongan cangkokan Cangkok dilakukan pada beberapa pohon induk. Usia pohon induk ketika dilakukan cangkok adalah 2.5 tahun. Panen bahan cangkok dilaksanakan pada tiga bulan setelah cangkok dengan memotong bahan cangkok. Pemotongan cangkokan dilakukan menggunakan gunting pangkas untuk cabang yang kecil, dan gergaji untuk cabang yang besar. Pemotongan dilakukan tepat di bawah pembungkus cangkokan. Setelah cangkokan dipotong, daun digunting separuhnya. Tujuan pengguntingan daun untuk memperkecil penguapan (transpirasi) daun ketika ditanam karena daya serap akar terhadap air dan unsur hara belum dapat mengimbangi penguapan uap air oleh daun. Penyemaian cangkokan Cangkokan yang telah dipotong, direndam terlebih dahulu ke dalam air. Cangkokan ditanam ke dalam media yang dimasukkan ke dalam polybag berukuran 0.06cm x 20cm x 20cm. Media terdiri dari campuran top soil, pupuk kandang, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Media tanam dengan campuran top soil dan pupuk kandang berpengaruh baik bagi pertumbuhan bibit, pupuk kandang yang telah terdekomposisi sempurna menyebabkan unsur hara lebih cepat tersedia bagi tanaman. Sekam digunakan sebagai campuran media karena memiliki sifat yang ringan dan banyak pori sehingga sirkulasi udara tinggi. Cangkokan yang telah ditanam, diletakkan di area yang ditutupi oleh paranet dengan intensitas naungan 40%. Pemeliharaan Pemeliharaan bibit terdiri dari penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan setiap hari jika hari tidak hujan. Penyiaraman dilakukan pada pagi dan sore hari.Penyiangan adalah kegiatan membersihkan lingkungan sekitar bibit dari berbagai tumbuhan yang mengganggu pertumbuhan bibit. Penyiangan dilakukan secara mekanik ketika terdapat gulma yang mengganggu area tumbuh bibit. Pemupukan Pemupukan yang dilakukan adalah pemupukan untuk fase vegetatif, yaitu pemupukan untuk mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan batang, cabang,
7 ranting, daun, dan perakaran. Pemupukan dilakukan setiap empat minggu satu kali. Pupuk yang diberikan adalah pupuk NPK 16:16:16 dengan dosis 3 gram tanaman-1. Pemangkasan Pemangkasan ditujukan pada cabang-cabang yang rusak maupun terserang hama atau penyakit, dan daun-daun yang terserang hama atau penyakit. Pemindahan bibit ke polybag yang lebih besar Pemindahan bibit dilakukan pada 12 minggu setelah pindah tanam. Pemindahan bibit dilakukan dari polybag berukuran 0.06cm x 20cm x 20cm ke dalam polybag berukuran 0.08cm x 30cm x 30cm. Tujuan pemindahan bibit ke polybag yang lebih besar adalah untuk memperluas area perakaran bibit serta meningkatkan daya adaptasi dan daya tumbuh bibit ketika ditanam di lapang nanti. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida yang bersifat kontak. Pemberian insektisida dilakukan untuk mengendalikan hama dari golongan serangga. Insektisida yang diberikan adalah insektisida decis dengan bahan aktif deltrametrin 25 gram liter-1 dengan konsentrasi 2 ml liter-1. Pengendalian penyakit pada bibit dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 gram liter-1 menggunakan handsprayer.
Pengamatan Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap parameter agronomi dan parameter fisiologi. Parameter agronomi yang diamati yaitu tinggi bibit, jumlah daun, jumlah cabang, diameter cabang, panjang cabang, luas daun, dan bobot biomassa. Pengamatan pada setiap parameter dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Tinggi bibit (cm), dilakukan dengan cara mengukur bibit dari atas permukaan media tumbuh sampai titik tertinggi tanaman. Pengamatan dilakukan setiap minggu. 2. Jumlah daun (helai), daun yang dihitung adalah keseluruhan daun yang menempel pada cabang. Daun yang dihitung adalah daun yang terbuka sempurna. Pengamatan terhadap jumlah daun dilakukan setiap minggu. 3. Luas daun (cm2), luas daun diamati setiap satu bulan satu kali. Daun yang diukur adalah daun yang telah berkembang dengan warna yang masih hijau. Luas daun ditentukan dengan metode gravimetri, yaitu menggambarkan semua daun pada kertas koran kemudian digunting dan ditimbang. Luas koran yang digunakan untuk perhitungan luas daun adalah 20cm x 20cm.
8 4.
Jumlah cabang primer (buah), cabang yang dihitung adalah cabang yang produktif. Pengamatam jumlah cabang primer dilakukan setiap minggu. Pengamatan terhadap jumlah cabang primer terdiri atas jumlah cabang primer awal, jumlah cabang primer pertambahan, dan jumlah cabang primer total. 5. Diameter cabang primer (mm), dilakukan dengan mengukur diameter pada cabang yang berada 1 cm dari pangkal cabang. Pengamatan dilakukan setiap minggu. Pengamatan terhadap diameter cabang primer terdiri atas diameter cabang primer awal, diameter cabang primer pertambahan, dan rata-rata diameter cabang primer. 6. Panjang cabang primer (cm), dilakukan setiap minggu pengamatan dengan cara mengukur cabang dari pangkal cabang hingga ujung cabang.Pengamatan terhadap panjang cabang primer terdiri atas panjang cabang primer awal, panjang cabang primer pertambahan, dan rata-rata panjang cabang primer. 7. Bobot biomassa (g), dilakukan pada akhir percobaan dengan metode destruktif. Bobot biomassa terdiri bobot kering akar, batang, cabang, daun, dan total bobot biomassa. Bobot biomassa diperoleh dengan memasukkan bagian tanaman ke dalam oven dengan suhu 80oC selama 48 jam. Parameter fisiologi yaitu pengamatan kandungan klorofil daun, dilakukan dengan mengambil daun pada tanaman. Kandungan klorofil dianalisis pada akhir percobaan dengan metode Sims and Gamond 2002. Analisis klorofil ini menggunakan alat sprektophotometer dan bahan larutan acetris, yaitu campuran aceton 85% ditambah dengan tris 1%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Data iklim di lokasi percobaan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika wilayah Dramaga, Bogor, menunjukan bahwa rata-rata suhu bulanan berkisar antara 25.3─26.3oC. Curah hujan bulanan selama masa percobaan berkisar antara 327.2─639.8 mm dengan jumlah hari hujan 23─28 hari. Rata-rata kelembaban di lokasi percobaan berkisar antara 84.8─89.4%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di lokasi percobaan cocok untuk dilakukan budi daya tanaman jambu biji. Verheij dan Coronel (1992) menjelaskan bahwa tanaman jambu biji dapat tumbuh pada temperatur antara 15─45oC, namun hasil terbaik diperoleh pada suhu antara 23─28oC dengan curah hujan 1000─2000 mm tahun-1. Ukuran diameter cabang yang dicangkok menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter agronomi pada tinggi bibit, diameter cabang primer awal, panjang cabang primer awal, dan bobot biomassa batang bibit jambu kristal. Ukuran diameter cabang yang dicangkok juga tidak berpengaruh nyata terhadap parameter fisiologis, yaitu kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total (Tabel 1).
9 Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap pertumbuhan bibit jambu kristal pada 24 MSP Analisis sidik Peubah KK (%) ragam A.Karakter agronomi Tinggi bibit * 7.5 Jumlah daun tn 6.6 Luas daun tn 6.0 Jumlah cabang primer tn 12.6 Diameter cabang primer awal * 5.8 Diameter cabang primer pertambahan tn 5.9 Rata-rata diameter cabang primer tn 10.3 Panjang cabang primer awal * 8.6 Panjang cabang primer pertambahan tn 20.0 Rata-rata panjang cabang primer tn 15.0 Bobot biomassa a. Akar tn 25.1 b. Batang * 17.0 c. Cabang tn 17.5 d. Daun tn 15.6 e. Total tn 13.2 B.Karakter fisiologi Klorofil a tn 4.5 Klorofil b tn 5.2 Klorofil total tn 4.6 Keterangan: *: Berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn: Tidak berpengaruh nyata; MSP: Minggu Setelah Pindah Tanam
Hama bibit jambu kristal selama pembibitan diantaranya belalang, kutu putih, dan kutu kebul. Pengendalian terhadap hama dilakukan dengan penyemprotan larutan insektisida decis dengan konsentrasi 2 ml liter-1, dengan kandungan bahan aktif deltrametrin 25 gram liter-1. Sartiami et al. (1999) menjelaskan bahwa spesies kutu putih yang ditemukan pada tanaman jambu biji di Bogor antara lain Cataneococcus hispidus, Ferrisia virgata, Nipaecoccus nipae, dan Planococcus minor. Kutu putih menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan pada daun.
a
b
a: hama kutu putih b: penyakit bercak daun
Gambar 1 Hama dan penyakit yang menyerang bibit jambu Kristal
10 Penyakit pada bibit jambu kristal saat percobaan adalah bercak daun. Semangun (1994) menjelaskan bahwa bercak daun dapat disebabkan Cercospora spp., Pestalotiopsis sp., dan Colletotrichum sp. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit bercak daun yaitu pada daun terdapat bercak-bercak bulat atau kurang teratur bentuknya, berwarna merah kecoklatan. Bercak akan mengering bagian tengahnya berubah menjadi berwarna putih. Gejala yang ditimbulkan oleh cendawan Cercospora psidii mula-mula terdapat bercak-bercak bulat atau kurang teratur bentuknya, berwarna merah kecoklatan. Bercak akan mengering bagian tengahnya berubah menjadi berwarna putih. Bercak-bercak dapat bersatu membentuk bercak tidak teratur berwarna putih yang dikelilingi oleh tepi kecoklatan. Cendawan Colletotrichum menyebabkan daun-daun muda mengeriting dengan daerah-daerah mati (nekrotik) pada tepi atau ujungnya akhirnya daun-daun gugur sehingga hanya ranting kering yang tertinggal.
Pertumbuhan Bibit Jambu Kristal Ukuran diameter cabang yang dicangkok berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit jambu kristal, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan luas daun bibit jambu kristal (Tabel 2). Tinggi bibit jambu kristal pada perlakuan ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm yaitu 84.6 cm, nyata lebih rendah dibandingkan dengan tinggi bibit jambu kristal ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm yang berturut-turut memiliki tinggi bibit 100.6 cm dan 104.4 cm. Tabel 2 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap tinggi bibit, jumlah daun, dan luas daun bibit jambu kristal pada 24 MSP Tinggi Jumlah Luas Diameter cabang cangkok bibit daun daun (cm) (helai) (cm2) 6 ─ <12 mm (D1) 100.6a 46.7 1752.4 12 ─ <18 mm (D2) 104.4a 50.3 1828.6 18 ─ <24 mm (D3) 84.6b 45.8 1666.7 Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Bibit jambu kristal pada perlakuan ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm mencapai tinggi bibit lebih dari 60 cm pada 19 MSP, sedangkan bibit jambu kristal ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm mencapai tinggi bibit lebih dari 60 cm pada 21 MSP. Bibit jambu kristal perlakuan ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mmdan 12 ─ <18 mm lebih cepat menghasilkan bibit siap salur dibandingkan bibit jambu kristal ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm (Gambar 2). Hal ini diduga karena bibit pada perlakuan ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm memiliki jumlah akar pada saat cangkok yang lebih banyak dibandingkan bibit pada perlakuan ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm sehingga penyerapan air dan unsur haranya lebih banyak, maka pertumbuhan tinggi bibit pada perlakuan ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm lebih cepat dibandingkan pertumbuhan tinggi bibit perlakuan ukuran diameter
11 cabang 18 ─ <24 mm. Bibit pada perlakuan ukuran diameter cabang cangkok 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm diduga memiliki sel-sel yang lebih muda, dalam melakukan proses fotosintesis dan transport hasil fotosintesis lebih optimal sehingga pertumbuhannya lebih cepat. Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter agronomis yang dapat menunjukkan laju pertumbuhan tanaman. Tinggi bibit jambu kristal mengalami peningkatan setiap minggu pengamatan. Peningkatan tinggi bibit diduga karena tunas-tunas baru yang muncul dan mengarah ke atas. Gardner et al. (1991) menjelaskan bahwa pertumbuhan ujung cenderung menghasilkan pertambahan tinggi sementara pertumbuhan lateral menghasilkan pertambahan lebar. Bibit siap salur adalah bibit yang sudah siap untuk dijual atau ditanam di lapang. Syarat bibit siap salur pada bibit jambu kristal yaitu tinggi bibit lebih dari 60 cm, bibit dalam keadaan sehat dan segar, serta bibit tidak terserang hama dan penyakit. Tinggi bibit sangat dipengaruhi oleh jumlah akar yang terbentuk pada saat cangkok, karena jumlah akar akan mempengaruhi banyak atau sedikitnya air dan unsur hara yang diserap oleh bibit. Janick (2001) menjelaskan bahwa pada bagian tanaman yang telah dewasa zat tumbuh atau hormon yang terkandung sangat rendah sehingga pembelahan sel dan pembentukkan akar lambat. Akumulasi karbohidrat dan auksin pada area pengakaran merupakan faktor penting dalam keberhasilan inisiasi pengakaran. 120.0 Tinggi Bibit (cm)
100.0
Syarat bibit siap salur Tinggi bibit > 60 cm
80.0 60.0
D1
40.0
D2
20.0
D3
0.0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24
Minggu Setelah Pindah Tanam (MSP)
Gambar 2 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap tinggi bibit jambu kristal Ukuran diameter cabang yang dicangkok tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit jambu kristal. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata jumlah daun pada 24 MSP adalah 47.6 helai/tanaman. Jumlah daun merupakan bagian tanaman yang penting untuk diamati pada pertumbuhan vegetatif karena sebagian besar kegiatan fotosintesis terjadi di daun. Nurdin et al. (2010) menjelaskan bahwa semakin dewasa tanaman maka semakin banyak jumlah ruas sehingga jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak. Jumlah daun pada suatu tanaman sangat mempengaruhi penerimaan cahaya dan penyerapan cahaya, sehingga jumlah daun mempengaruhi kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis. Taiz dan Zeiger (2002) menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah daun maka
12 kemampuan tanaman dalam membentuk fotosintat akan semakin besar sehingga pembentukkan organ-organ vegetatif akan lebih baik. Ukuran diameter cabang yang dicangkok tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit jambu kristal. Rata-rata luas daun pada awal pengamatan luas daun yaitu pada 1 BSP (Bulan setelah pindah tanam) adalah 409.52 cm2. Rata-rata luas daun pada 6 BSP adalah 1749.1 cm2. Luas daun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur bibit jambu kristal (Gambar 3). Luas daun pada bibit jambu kristal diduga dipengaruhi jumlah daun pada bibit. Bibit jambu kristal memiliki rata-rata jumlah daun yang sama sehingga luas daun pada bibit jambu biji kristal menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Luas daun merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman yang penting karena laju fotosintesis per satuan tanaman ditentukan oleh luas daun, semakin luas permukaan daun maka semakin meningkat penyerapan cahaya oleh daun sehingga hasil fotosintesis juga akan meningkat. Menurut Gardner et al. (1991) permukaan luar daun yang luas dan datar memungkinkan terjadinya penangkapan cahaya yang maksimal per satuan volume dan meminimalkan jarak yang harus ditempuh oleh CO2 dari permukaan daun ke klorolas. Djukri dan Purwoko (2003) menambahkan bahwa peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis. 2000.0 1800.0 Luas Daun (cm2)
1600.0 1400.0 1200.0 1000.0
D1
800.0
D2
600.0
D3
400.0 200.0 0.0 1
2
3
4
5
6
Bulan Setelah Pindah Tanam (BSP)
Gambar 3 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap luas daun bibit jambu kristal Ukuran diameter cabang yang dicangkok tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer awal, jumlah cabang primer pertambahan, dan jumlah cabang primer total (Tabel 3). Rata-rata jumlah cabang primer awal bibit jambu kristal adalah 1.3 cabang/tanaman. Selama masa percobaan terdapat pertambahan jumlah cabang primer dengan rata-rata 1.0 cabang/tanaman. Rata-rata jumlah cabang primer total bibit jambu kristal pada 24 MSP adalah 2.3 cabang/tanaman. Cabang primer yang diamati adalah cabang primer yang produktif, yaitu cabang yang masih hijau dan segar. Mahmud (2006) menjelaskan bahwa semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan maka buah dan biji yang dihasilkan nantinya akan semakin banyak.
13 Tabel 3 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap jumlah cabang primer awal, pertambahan, dan total Jumlah cabang primer Diameter cabang cangkok Awal Pertambahan Total D1 (6 ─ <12 mm) 1.3 1.1 2.4 D2 (12 ─ <18 mm) 1.3 1.0 2.3 D3 (18 ─ <24 mm) 1.3 1.0 2.3 Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Ukuran diameter cabang yang dicangkok berpengaruh nyata terhadap diameter cabang primer awal bibit jambu kristal pada 24 MSP, namun ukuran tidak berpengaruh nyata terhadap diameter cabang primer pada cabang primer pertambahan dan rata-rata diameter cabang primer bibit jambu kristal (Tabel 4). Bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm memiliki diameter cabang primer awal pada 24 MSP nyata lebih besar dibandingkan diameter cabang primer awal bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm. Rata-rata diameter cabang pada cabang primer pertambahan yaitu 3.7 mm. Rata-rata diameter cabang primer bibit jambu kristal pada 24 MSP memiliki rata-rata 6.1 mm. Diameter cabang bibit jambu kristal merupakan salah satu peubah yang digunakan untuk mengamati pertumbuhan bibit jambu kristal. Darmanti et al. (2008) menjelaskan bahwa pertumbuhan diameter cabang pada tanaman disebabkan karena adanya aktivitas kambium pembuluh. Kambium menghasilkan sel-sel baru yang memperluas lebar atau diameter cabang. Kambium membentuk xilem sekunder ke bagian dalam dan floem sekunder ke bagian luar. Tabel 4 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap diameter cabang primer awal, diameter cabang pertambahan, rata-rata diameter cabang primer Diameter Cabang Primer Cabang 0 MSP 24 MSP ………..diameter cabang primer (mm)……….. Cabang primer awal D1 (6 ─ <12 mm) 5.69b 7.0b D2 (12 ─ <18 mm) 6.57a 7.7ab D3 (18 ─ <24 mm) 7.14a 8.5a Cabang primer pertambahan D1 (6 ─ <12 mm) 3.5 D2 (12 ─ <18 mm) 3.8 D3 (18 ─ <24 mm) 3.8 Rata-rata diameter cabang primer D1 (6 ─ <12 mm) 5.8 D2 (12 ─ <18 mm) 6.2 D3 (18 ─ <24 mm) 6.5 Keterangan: Angka pada kolomyang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
14 Ukuran diameter cabang bibit yang dicangkok berpengaruh nyata pada panjang cabang primer awal bibit jambu kristal, namun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang cabang primer pada cabang primer pertambahan dan rata-rata panjang cabang primer bibit jambu kristal (Tabel 5). Panjang cabang primer awal bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm nyata lebih rendah dibandingkan dengan panjang cabang primer awal bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mmdan 12 ─ <18 mm. Rata-rata panjang cabang pada cabang primer pertambahan bibit jambu kristal adalah 18.7 cm. Rata-rata panjang cabang primer bibit jambu kristal pada 24 MSP memiliki rata-rata 60.1 cm. Lakitan (1996) menjelaskan bahwa pertumbuhan panjang cabang dipengaruhi oleh auksin yang dihasilkan oleh ujung apikal tunas lateral dan sitokinin yang ditransport dari akar. Sitokinin akan merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis proteinsehingga jumlah sel menjadi banyak dan dengan adanya auksin sel dapat membesar dan memanjang. Campbell et al. (2000) menambahkan bahwa auksin dapat menyebabkan pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi plastisitas dinding sel. Auksin akan memacu protein yang ada di membram sel untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini akan mengaktifkan enzim sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa. tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuahn dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Tabel 5. Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap panjang cabang primer awal, panjang cabang primer pertambahan, dan rata-rata panjang cabang primer Panjang Cabang Primer Cabang 0 MSP 24 MSP ……….panjang cabang primer (cm)……….. Cabang primer awal D1 (6 ─ <12 mm) 12.56 93.3a D2 (12 ─ <18 mm) 10.54 93.1a D3 (18 ─ <24 mm) 10.77 75.7b Cabang primer pertambahan D1 (6 ─ <12 mm) 15.2 D2 (12 ─ <18 mm) 21.8 D3 (18 ─ <24 mm) 19.2 Rata-rata diameter cabang primer D1 (6 ─ <12 mm) 63.9 D2 (12 ─ <18 mm) 64.9 D3 (18 ─ <24 mm) 51.5 Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Bobot Biomassa Bibit Jambu Kristal Hasil percobaan menunjukkan bahwa ukuran diameter cabang bibit yang dicangkok berpengaruh nyata terhadap bobot biomassa batang bibit jambu kristal, namun tidak berpengaruh terhadap bobot biomassa akar, cabang, daun, dan total
15 bobot biomassa. Bobot biomassa batang bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm adalah 31.5 g, nyata lebih besar dibandingkan bobot biomassa batang bibit jambu kristalpada ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm. Hal ini diduga karena diameter batang bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm lebih besar dibandingkan dengan diameter batang bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 6 ─ <12 mm dan 12 ─ <18 mm. Batang bibit jambu kristal pada perlakuan diameter cabang 18 ─ <24 mm memiliki volume tanaman yang lebih besar sehingga bibit jambu kristal pada ukuran diameter cabang 18 ─ <24 mm memiliki bobot biomassa batang paling besar. Hal ini sesuai dengan Maharani (2006) yang menjelaskan bahwa pada periode vegetatif hasil fotosintesis digunakan untuk penambahan volume tanaman, penambahan volume tanaman tersebut dapat berupa diameter batang. Salisburry dan Ross (1995) menjelaskan bahwa semakin efisien proses fisiologis tanaman maka berat kering tanaman akan semakin besar, tanaman mampu menyerap unsur harayang tersedia untuk digunakan dalam proses pertumbuhan. Gardner et al. (1991) menambahkan bahwa bobot biomassa atau berat kering suatu tanaman bergantung pada kegiatan fotosintesis tanaman tersebut. Fotosintesis mengakibatkan peningkatan berat kering tanaman karena proses pengambilan CO2 untuk produksi heksosa menjadi bahan-bahan struktural dan cadangan makanan, serta metabolit yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Bobot Biomassa (gram)
80 70 60 50
D1
a
40
D2
b
30
D3
c
20 10 0 Akar
Batang
Cabang
Daun
Total
Gambar 4 Pengaruh ukuran diameter cabang yang dicangkok terhadap bobot biomassa bibit jambu kristal Kandungan Klorofil Hasil percobaan menunjukkan bahwa ukuran diameter cabang bibit yang dicangkok tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total daun bibit jambu kristal pada 24 MSP (Tabel 5). Rata-rata kandungan klorofil a pada bibit jambu kristal adalah 2.0 mg g-1 daun segar. Ratarata kandungan klorofil b adalah 0.8 mg g-1 daun segar. Kandungan klorofil total pada daun bibit jambu kristal menunjukkan rata-rata 2.8 mg g-1 daun segar..
16 Tabel 6 Pengaruh diameter cabang yang dicangkok terhadap kandungan klorofil bibit jambu kristal Diameter Cabang Cangkok
D1 (6 ─ <12 mm) D2 (12 ─ <18 mm) D3 (18 ─ <24 mm)
Klorofil a
Klorofil b
...................mg g-1 daun segar................ 2.1 0.8 2.0 0.8 1.9 0.8
Klorofil Total 2.9 2.9 2.7
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total pada daun bibit jambu kristal menunjukkan perbedaan yang tidak nyata diduga karena kandungan klorofil pada daun bibit jambu kristal dipengaruhi oleh jumlah daun dan luas daun bibit jambu kristal. Bibit jambu Kristal memiliki rata-rata jumlah daun dan luas daun yang sama. Jumlah daun dan luas daun mempengaruhi penangkapan cahaya, jika cahaya yang ditangkap oleh daun sama maka diduga kandungan klorofil yang terdapat pada daun memiliki jumlah yang sama. Sumenda et al. (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil antara lain gen, cahaya, dan unsur N, Mg, Fe sebagai pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil. Janick (2001) menjelaskan bahwa klorofil merupakan zat hijau alami pada tanaman yang umumnya terdapat di daun. Salisbury dan Ross (1995) menambahkan bahwa pigmen klorofil terdiri dari klorofil a dan klorofil b. Klorofil berwarna hijau karena tidak efektif dalam menyerap panjang gelombang hijau, melainkan memantulkan gelombang hijau tersebut. Spektrum serap klorofil a dan klorofil b menyerap dengan kuat panjang gelombang ungu, biru, jingga, dan merah. Penyerapan panjang gelombang tersebut hamper semua dilakukan oleh pigmen kloroplas.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ukuran diameter cabang yang dicangkok berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit, diameter cabang awal, panjang cabang awal, dan bobot biomassa batang. Ukuran diameter cabang cangkok 6 ─ <18 mm lebih cepat menghasilkan bibit siap salur yaitu pada 19 MSP. Ukuran diameter cabang cangkok 18 ─ <24 mm masih dapat dicangkok namun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai bibit siap salur lebih lambat dua minggu daripada ukuran diameter cabang cangkok 6 ─ <18 mm.
17 Saran Cangkok sebaiknya dilakukan pada cabang yang memiliki ukuran diameter 6 ─ <18 mm karena pada ukuran diameter cabang tersebut bibit hasil cangkokan lebih cepat menghasilkan bibit siap salur. Penelitian lanjutan sangat diperlukan untuk melihat pengaruh diameter cabang yang dicangkok terhadap pertumbuhan tanaman jambu kristal sampai tanaman mengakhiri fase vegetatif dan memulai fase generatif hingga tanaman dapat memproduksi buah.
DAFTAR PUSTAKA Adams CR, Bamford KM, Early MP. 1993. Principle of Horticulture. Second Edition. London: Butterworth Heinemann. Ashari S. 2006. Hortikultura: Aspek Budidaya. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Azizahwati. 2000. Manfaat sari buah jambu biji (Psidium guajava L.) dalam meningkatkan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, dan trombosit darah. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional XVII Tumbuhan Obat Indonesia; 2830 Maret 2000; Semarang; Indonesia. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hlm 36-39. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Buah Jambu Biji Seluruh Provinsi. [Internet]. [diunduh 2015 Januari 2]. Tersedia pada: http://bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=3&id_subyek=55¬ab=0. Bourke DOD. 1976. The Propagation of Tropical Fruit Trees. New York (NY): CAB Internatiomal. Hlm 530-553. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2000. Biologi. Edisi 5: Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Darmanti S, Setiari N, Romawati TD. 2008. Perlakuan defoliasi untuk meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan cabang jarak pagar (Jatropha curcas). Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang(ID): Universitas Diponegoro. Djukri, Purwoko BS. 2003. Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot). Jurnal Ilmu Pertanian. 10(2): 17-25. Edmond JB, Senn TL, Andrews FS, Halfacre RG. 1975. Fundamentals of Agriculture. New York: McGraw-Hill Book Co. Inc. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan.Jakarta(ID): Universitas Indonesia Press. Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Hartmann HT, Kester DE. 1978. Plant PropagationPrinciple and Practice. Thirdedition. New Delhi:Prentice Hall. Inc. Englewood. Janick J. 2001. Horticultural Science. San Fransisco: W.H. Freeman and Co. 586 hal.
18 Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Lal G, Sen NL. 2003. Effect of nitrogen, zinc, and manganese fertilization on soil composition and yield of guava (Psidium guajava L.) cv allaabad safeda. J Hamdard Medicus. 46(3):82-85. Leopold AC, Kriedemann PE. 1975. Plant Growth and Development. New York: Tata Mc. Graw Hill Book Co. Ltd. Maharani G. 2006. Pertumbuhan vegetatif tanaman jarak (Jatropha curcas linn.) pada berbagai taraf dosis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mahfudz. 2006. Pengaruh zat pengatur tumbuh dan media tanam terhadap pertumbuhan stek pucuk merbau. Jurnal Pusat Litbang Hutan Tanaman Universitas Wangsa Manggala. 3(1):1-6. Mahmud Z. 2006. Pemangkasan tanaman jarak pagar (Jatropa curcas). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jurnal Info Teknologi Jarak Pagar. (1):10-16. Morton JF, Miami FL. 1987. Fruits of Warm Climates. Creative Resources Systems, Inc. Hlm 356-363. Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. New York (NY): CAB International. Nurdin A, Djamaran A, Danil, Ferita I, Fauza H. 2010. Umur bibit pindah lapang dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman gambir (uncaria gambir (hunter) roxb.). Jerami. 3(1): 7–13. Omon RM, Mas‟ud AP, Harbagung. 1989. Pengaruh media padat dan rotoon F terhadap pertumbuhan akar stek batang Shorea ef. Palyndra.Buletin Kehutanan.5(3): 105-202. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid-3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah. Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology. Ed ke-4. Sartiami D, Sosromarsono S, Buchori D, Suryobroto B. 1999. Keragaman spesies kutu putih pada tanaman buah-buahan di daerah Bogor. Di dalam: ProsidingSeminar Nasional Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yangRamah Lingkungan dan Ekonomis;16 Februari 1999; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan Entomologi Indonesia. Hlm 429-435. Semangun H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sujiprihati S. 1985. Studi keragaman berbagai sifat agronomis dan pola pembungaan dan pembuahan jambu Bangkok [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumenda L, Rampe HL, Mantiri FR. 2011. Analisis kandungan klorofil daun mangga (Mangifera indica L.) pada tingkat perkembangan daun yang berbeda. Jurnal Bioslogos. 1(1):20-24. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. California. The Benjamin Cumming Publishing Co. Inc., Redwoowd City, CA. Toruan-Mathius, Hutabarat NT. 1999. Okulasi dan penyambungan serta permasalahannya untuk penyediaan bahan tanaman bermutu. Biotek. Perkebunan. (1):20-26. Verheij EWM, Coronel RE. 1992. Plant Resources of South-East Asia No.2: Edible Fruits and Nuts. Bogor (ID): Prosea Foundation. Hlm 266-270.
19 Yan LY, Teng LT, Jhi TJ. 2006. Antioxidant properties of guava fruit: comparison with some local fruits. Sunway Academic Journal. (3):9–20. Yasman I, SmitsWTM. 1988. Metode Pembuatan Stek Dipterocarpaceae. Samarinda (ID): Balai Penelitian Kehutanan Samarinda.
20
LAMPIRAN Lampiran 1 Data iklim wilayah Dramaga, Bogor Temperatur Kelembaban Bulan o ( C) (%) Desember 2013 25.5 84.8 Januari 2014 25.6 87.9 Februari 2014 25.3 89.4 Maret 2014 25.8 85.4 April 2014 26.3 86.6 Mei 2014 26.1 85.7
Curah Hujan (mm) 407.7 403.7 327.2 431.5 639.8 373.6
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika wilayah Darmaga, Bogor
Hari Hujan 25 HH 26 HH 28 HH 24 HH 25 HH 23 HH
21
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Iva Nursyiva dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 28 November 1991 dari pasangan Muayad, SE dan Iroh Maesaroh. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak Nisa Utami, STdan adik Nadia Rahayu. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPNegeri 1 Kota Serang tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMANegeri 1 Kota Serang tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikkan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Masuk Mahasiswa IPB (USMI) pada program studi Agronomi dan Hortikultura (AGH). Kegiatan penulis di luar akademik yaitu menjadi bendahara MK. Kuliah Lapang (AGH 301) pada tahun 2012, anggota Expo dan Bursa dalam Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) pada tahun 2013, sekretaris Expo dan Bursa dalam acara Festival Buah dan Bunga Nusantara (FBBN) pada tahun 2014 serta serangkaian kepanitiaan kegiatan di Fakultas Pertanian IPB. Penulis juga menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-Dasar Agronomi pada program studi Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2013.