PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN KONSEP DIRI TERHADAP KUALITAS HIDUP REMAJA KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI PANTI REHABILITASI
SITI SRI RAHAYU
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dukungan Sosial Dan Konsep Diri terhadap Kualitas Hidup Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Rehabilitasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Siti Sri Rahayu NIM I24120005
ABSTRAK SITI SRI RAHAYU. Pengaruh dukungan sosial dan konsep diri terhadap kualitas hidup remaja korban penyalahgunaan narkoba di panti rehabilitasi. Dibimbing oleh TIN HERAWATI. Kualitas hidup merupakan pandangan remaja atas kehidupan yang biasanya berhubungan dengan standar atau nilai hidup remaja itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan dan pengaruh dukungan sosial, konsep diri dan kualitas hidup. penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor. Contoh dari penelitian ini adalah remaja korban penyalahgunaan narkoba yang berada di panti rehabilitasi dan memiliki kondisi kesehatan yang baik dan dapat diajak berkomunikasi sebanyak 35 orang. Pemilihan contoh menggunakan teknik purposive. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan panduan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial, konsep diri dan kualitas hidup berada pada kategori sedang. Variabel dukungan sosial memiliki hubungan yang positif dengan konsep diri dan kualitas hidup. Konsep diri memiliki hubungan dan pengaruh yang positif terhadap kualitas hidup. Kata kunci: dukungan sosial, konsep diri, korban penyalahgunaan narkoba, kualitas hidup.
ABSTRACT SITI SRI RAHAYU. The influence social support and self-concept toward quality of life in adolescent drug addicts rehabilitation house. Supervised by TIN HERAWATI Quality of life is a the view on life that adolescent usually associated with living standards or the value it self. This study aimed to analyze correlation and influence between social support, self-concept, toward quality of life. This research was conducted Pamardi Putra Social Institution (PSPP) "Galih Pakuan" Bogor. The participants of this study are adolescent drug addict who are in rehabilitation house have good health and be able to communicate with there were 35 respondent. Pasrticipant were selected by purposive sampling technique. Data were collected through interviews with questionnaire. The results showed that the variables of social support, self-concept and the quality of life in middle category. Social support variable had a positive correlation with self concept and quality of life. Self concept had a positive correlation and had influence toward quality of life. Keywords: drug eddicts, self-concept, social support, quality of life.
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN KONSEP DIRI TERHADAP KUALITAS HIDUP REMAJA KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI PANTI REHABILITASI
SITI SRI RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh subhanahu wa ta’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Pengaruh Dukungan Sosial Dan Konsep Diri Terhadap Kualitas Hidup Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Rehabilitasi. Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Dr Tin Herawati, SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas dukungan, doa dan arahan yang diberikan kepada penulis. 2. Prof Dr Ir Ujang Sumarwan MSc sebagai ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3. Dr Ir Diah Krisnatuti MSi selaku dosen pemandu seminar hasil sekaligus dosen penguji atas kritikan dan saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Alfiasari, SP MSi selaku dosen penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Allan (ayah), Ibu Saanah (ibu), Ani Febriani, Siti Julaemah, dan Siti Lusiana (adik) serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. 6. Rekan-rekan satu bimbingan Tisa Siti Sajiah, Muthia oktaviani, Iqun Nurhandayani, Desi Rahmani Putri, dan Nadia Hasanah yang selalu memberikan semangat. 7. Sahabat tercinta Mohamad Sopian Hady S.Pd, Tri Diana Rochimawati, Surianie, Ulfi U‟rfillah, Nur Komariah, Debi Wiranti, Siti Khoelilah, Risky Mugi Prihalim S.St atas semangat, doa dan dukungannya. 8. Pihak Panti PSPP Galih Pakuan Bogor atas dukungannya. 9. Seluruh staf dan pengajar Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen serta teman-teman Ilmu Keluarga dan Konsumen angkatan 49 lainnya yang selalu memberikan dukungan dalam penyusunan karya ilmiah ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. .
Bogor, Juli 2016 Siti Sri Rahayu
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE
5
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
5
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh
6
Jenis, Cara Pengumpulan Data dan Cara Pengukuran Variabel
6
Pengolahan dan Analisis Data
8
Definisi Operasional
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Hasil
10
Pembahasan
19
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL
1 Variabel, skala, dan pengolahan data 2 Minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga dan responden 3 Sebaran responden berdasarkan usia 4 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan 5 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan ayah dan ibu 6 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu 7 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga 8 Sebaran responden berdasarkan katagori dukungan sosial 9 Sebaran responden berdasarkan kategori konsep diri 10 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hidup 11 Sebaran koefesien korelasi karakteristik responden, keluarga, dukungan sosial, konsep diri dengan kualitas hidup 12 Pengaruh karakteristik responden, keluarga, dukungan sosial, konsep diri terhadap kualitas hidup
7 11 12 12 12 13 13 14 15 17 18 18
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir pengaruh dukungan sosial, konsep diri terhadap kualitas hidup remaja korban penyalahgunaan narkoba
5
DAFTAR LAMPIRAN 1 Sebaran jawaban responden berdasarkan dukungan sosial 2 Sebaran jawaban responden berdasarkan konsep diri 3 Sebaran jawaban responden berdasarkan kualitas hidup 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba pada remaja di panti rehabilitasi
27 28 29 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan narkoba di Indonesia saat ini terbilang cukup pesat. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya diminati oleh anak muda saja, melainkan tidak sedikit pula orang dewasa yang terjerat kasus narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Istilah narkoba juga dikenal dengan NAPZA yang merupakan kependekan dari narkotika, psikotropika dan zat adiptif lainya. Menurut UU No. 22 Tahun 1997 narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika merupakan zat atau obat baik alamiah maupun sintesis, berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental perilaku. Penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja semakin meningkat (BNN 2012). Menurut Martono dan Joewana (2008) faktor yang menyebabkan penyalahgunaan narkoba pada remaja, diantaranya budaya mencari kenikmatan sesaat, kepribadian remaja yang berkaitan dengan dorongan untuk bebas, tekanan kelompok teman sebaya, keterasingan remaja atau tidak adanya hubungan antara remaja dengan nilai orang tua, stres, serta rasa tidak aman dan penilaian diri rendah. Harlina dan Joewana (2008) menyatakan bahwa pemakaian narkoba dapat merugikan diri sendiri dan keluarga. Beberapa kerugian bagi diri sendiri, yaitu terganggunya fungsi otak, intoksidasi (keracunanan), overdosis, gejala putus zat, berulang kali kambuh, gangguan perilaku atau mental-sosial, gangguan kesehatan, kendornya nilai-nilai serta masalah ekonomi dan hukum, sedangkan kerugian bagi keluarga yaitu terganggunya suasana nyaman dan tentram, orang tua merasa malu, merasa bersalah dan berusaha menutupi kesalahan anak, serta dapat meningkatkan stres pada orang tua. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memutuskan penggunaan narkoba yaitu dengan rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar mantan pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (Harlina dan Joewana 2008). Menurut Isnaini et al. (2011), proses penyembuhan pecandu narkoba dapat berasal dari diri sendiri dan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Motivasi dari diri sendiri memberikan peluang 40 persen kesembuhan dan sisanya, dibutuhkan dukungan obat, keluarga, dan lingkungan. Hal ini perlu dipahami bahwa dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan tetapi yang penting adalah persepsi dari penerima terhadap makna dari dukungan tersebut. Dukungan sosial dapat dianggap sebagai sesuatu keadaan bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain. Adanya dukungan dari pihak lain, maka individu akan merasa lebih diperhatikan, dihargai, dan dicintainya (Saronson 1991). Seorang pecandu biasanya dipandang negatif oleh masyarakat, teman serta keluarganya sendiri. Oleh karena itu, dukungan sosial dari lingkungan sekitar sangatlah diperlukan dan dapat mengurangi efek negatif serta meningkatkan harga
2 diri individu dalam mengatasi masalah. Dukungan sosial yang didapatkan dari lingkungan dapat meningkatkan kepuasan, dan akhirnya meningkatkan kualitas hidup. Menurut Mirzayi dan Gharamaleki (2015), tingginya dukungan sosial dari orang lain dapat membuat seseorang yang sedang menjalani rehabilitasi memiliki dorongan positif terhadap dirinya sendiri. Dorongan positif terhadap pecandu narkoba tersebut, secara tidak langsung berpengaruh pada konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran seseorang atau persepsi seseorang tentang dirinya sendiri yang diperoleh melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain dan lingkunganya (Siwi et al. 2006). Menurut Gunarso (2008), faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah lingkungan. Hal ini terkait dengan reaksi orang lain terhadap dirinya atau tingkah lakunya, pujian-pujian atas segala prestasi ataupun hukuman atas segala kesalahan–kesalahannya yang akan membentuk suatu konsep tentang dirinya sendiri. Menurut Azahra (2013), korban penyalahgunaan narkoba memiliki konsep diri yang negatif karena pandangan yang didapatkan dari lingkungan. Individu dengan konsep diri negatif seringkali mengalami kecemasan yang terus-menerus ketika menghadapi suatu masalah yang tidak dapat diterimanya dengan baik. Keadaan tersebut akan mengikis harga dirinya dan menimbulkan kekecewaan emosional sehingga meningkatkan terjadinya depresi dan menurunkan kualitas hidup. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2011) mendefinisikan kualitas hidup adalah persepsi individu dari status hidup yang berasal dari perspektif budaya, sistem nilai, tujuan, pengharapan, standar dan prioritas, dan didasarkan pada persepsi tentang berbagai aspek kehidupan. Menurut Kadarmanta (2010), stigma yang didapatkan dari masyarakat terhadap korban penyalahgunaan narkoba yaitu bahwa pecandu narkoba adalah orang yang lemah, tidak bisa dipercaya, tidak menyenangkan, dan menakutkan. Pandangan yang didapatkan oleh pecandu narkoba tersebut dapat menurunkan kualitas hidup korban penyalahgunaan narkoba. Hasil penelitian Aztri dan Noor (2013), menyatakan bahwa dukungan sosial dari orang-orang terdekat pecandu dapat membantu, membimbing, ataupun mengantarkan pecandu untuk menjalani rehabilitasi. Berdasarkan pemaparan diatas, menarik bagi saya untuk melakukan penelitian tentang pengaruh dukungan sosial dan konsep diri terhadap kualitas hidup remaja korban penyalahgunaan narkoba di panti rehabilitasi.
Perumusan Masalah Data yang didapatkan dari BNN (Badan Narkotika Nasional) dengan bersumber pada Direktorat Tindak Pidana Narkoba Tahun 2012, menyebutkan bahwa jumlah tersangka kasus narkoba di Indonesia berdasarkan usia dari tahun 2007 sampai dengan 2012 yaitu sebanyak 561 orang (usia kurang dari 16 tahun), sebanyak 9 635 orang (usia 16 tahun sampai dengan 19 tahun), sebanyak 30 494 orang ( usia 20 tahun sampai dengan 24 tahun), sebanyak 49 776 orang (usia 25 tahun sampai dengan 29 tahun) serta sebanyak 98 828 orang (usia lebih dari 30 tahun). Usia remaja adalah usia yang memiliki tugas perkembangan untuk belajar dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab serta remaja merupakan periode dalam membentuk identitas dirinya untuk masa depan. Hadirnya generasi
3 muda yang sehat dan berkualitas unggul dapat menopang keberlanjutan hidup masyarakat, bangsa dan negara. Disisi lain, menurut Colodam dalam Kadarmanta (2010), penyalahgunaan narkoba dapat menjauhkan dari nilai kejujuran, keteladanan, sportivitas, disiplin, kemandirian, toleransi, rasa malu, tanggung jawab serta menjaga kehormatan dan martabat diri sebagai warga negara. Oleh karena itu, penggunaan narkoba merupakan salah satu krisis identitas yang harus segera diselesaikan, salah satunya yaitu menghilangkan ketergantungan obat dengan rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan upaya pencegahan, pengobatan, perawatan serta dukungan untuk sembuh bagi pengguna narkoba. Pandangan negatif dari lingkungan sosial baik keluarga, teman atau masyarakat sekitar dapat mempengaruhi keadaan mental pengguna narkoba, sehingga dapat menyebabkan penilaian diri negatif. Penilain diri atau konsep diri berasal dari dalam diri seseorang. Dukungan orangtua sangat penting dalam membangun penilaian diri. Dukungan sosial yang tinggi dapat meningkatkan kualitas hidup korban penyalahgunaan narkoba (Afni et al. 2013). Berdasarkan latarbelakang masalah yang ada, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik anak, keluarga, dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup remaja pada korban penyalahgunaan narkoba 2. Bagaimana hubungan karakteristik anak, keluarga, dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup remaja pada korban penyalahgunaan narkoba 3. Bagaimana pengaruh karakteristik anak, keluarga, dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup remaja pada korban penyalahgunaan narkoba Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menganalisis pengaruh dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup pada korban penyalahgunaan narkoba di panti rehabilitasi PSPP Galih Pakuan Tujuan Khusus: 1. Mengidentifikasi karakteristik anak, keluarga, dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup, pada korban penyalahgunaan narkoba 2. Menganalisis hubungan karakteristik anak, keluarga, dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup pada korban penyalahgunaan narkoba 3. Menganalisis pengaruh karakteristik anak, keluarga, dukungan sosial, konsep diri, kualitas hidup pada korban penyalahgunaan narkoba Manfaat Penelitian Penelitian mengenai hubungan dukungan sosial dan konsep diri dengan kualitas hidup pada korban penyalahgunaan narkoba di Panti Rehabiitasi ini memiliki kegunaan, antara lain: 1) Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai media pengembangan ilmu yaitu informasi mengenai dukungan sosial, konsep diri, serta kualitas hidup korban penyalahgunaan narkoba. 2) Bagi keluarga, dapat memberikan informasi kepada keluarga mengenai dukungan sosial yang seharusnya dilakukan kepada korban
4 penyalahgunaan narkoba agar kualitas hidup korban penyalahgunaan narkoba menjadi lebih baik. 3) Bagi institusi terkait, diharapkan mampu menjadi masukan dalam penyusunan program atau kebijakan untuk meningkatkan dukungan sosial dan konsep diri korban penyalahgunaan narkoba agar lebih tinggi, sehingga tercapainya kualitas hidup yang baik pula bagi korban penyalahgunaan narkoba.
KERANGKA PEMIKIRAN Individu yang memiliki usia lebih muda cenderung membutuhkan dukungan sosial yang lebih besar jika dibandingkan dengan individu yang memiliki usia lebih matang. Sesuai dengan tingkat usia, individu yang memiliki usia lebih matang akan lebih mandiri dan cenderung mulai berkurang dalam pencarian dukungan sosialnya, sedangkan kualitas hidup lebih tinggi pada subjek yang berusia 19 tahun karena remaja berusia 19 tahun berada di puncak kesehatan, kekuatan, energi dan daya tahan serta fondasi fungsi fisik untuk rentang kehidupan selanjutnya telah dibentuk (Afni at al. 2013). Menurut Kusuma (2013), pendidikan yang ditempuh seseorang akan menambah pengetahuan, dan mempengaruhi sikap serta perilaku sehingga hal ini akan berdampak pada konsep diri. Konsep diri berkaitan dengan pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri baik positif dan negatif. Seseorang yang memiliki konsep diri negatif berarti tidak dapat mengenali dirinya dengan baik, sehingga tidak menyadari akan kelemahan dan keunggulannya, dan akhirnya tidak dapat mengembangkan potensi dirinya. Adanya perasaan tidak mampu dalam diri serta pandangangan negatif terhadap kehidupan dapat menyebabkan makna hidup tidak dapat tercapai. Seseorang yang tidak menemukan makna hidup adalah orang yang mempersepsikan kehidupan secara negatif. Individu dengan konsep diri negatif seringkali mengalami kecemasan terus-menerus ketika menghadapi suatu masalah yang tidak dapat diterimanya dengan baik. Keadaan tersebut akan mengikis harga dirinya dan menimbulkan kekecewaan emosional yang sangat parah sehingga meningkatkan terjadinya depresi (Napitupulu dalam Mazaya dan Supradewi 2011). Dukungan sosial merupakan salah satu faktor paling penting dalam memprediksi kesehatan fisik dan kesejahteraan setiap individu dari masa kanakkanak sampai dewasa dan secara signifikan memprediksi kemampuan individu untuk mengatasi kesulitan (Mirzayi dan Gharamaleki 2015). Adapun bentukbentuk dukungan sosial yang dapat dilakukan yaitu meliputi dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif. Individu yang memperoleh dukungan akan lebih merasa senang karena diperhatikan, mendapat saran dan kesan yang menyenangkan pada dirinya. Selain itu, dengan adanya dukungan tersebut dapat menyumbang aksi sugesti positif terhadap permasalahan penyalahgunaan narkoba. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di panti rehabilitasi. Artinya, dengan adanya dukungan sosial yang tinggi pada pecandu yang sedang menjalani rehabilitasi maka kualitas hidup pecandu narkoba tersebut
5 semakin tinggi (Isnaini at al. 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulfitri 2011 menyebutkan bahwa dukungan sosial terutama dukungan keluarga sangat diperlukan. Dukungan keluarga berpengaruh pada psikologis yang cenderung membuat seseorang mengalami gangguan pada konsep diri. Menurut Noviarini at al. (2013), tidak banyak dari korban penyalahgunaan narkoba memiliki dorongan untuk sembuh yang datang dari dalam diri sendiri, melainkan dukungan dari luar sangat mempengaruhi proses penyembuhan dari ketergantungan obat. Oleh sebab itu, dukungan yang diberikan kepada korban penyalahgunaan narkoba sangat penting dan dapat meningkatkan kualitas hidup korban penyalahgunaan narkoba. Kualitas hidup merupakan hasil dari dukungan sosial yang diinginkan dan dirasakan. Dukungan sosial yang diinginkan dan dirasakan dapat meningkatkan kesehatan fisik individu, kesejahteraan psikologis dan kualitas hidup itu sendiri (Mirzayi dan Gharamaleki 2015).
Karakteristik keluarga - Lama pendidikan orangtua - Pekerjaan orang tua - Besar keluarga
Dukungan Sosial - Emosional - Instrumental - Informasi - Self esteem
Karakteristik responden - Usia responden - Lama pendidikan responden - Lama menjalani rehabilitasi
Konsep Diri - Fisik - Moral - Pribadi - Keluarga - Sosial
Kualitas Hidup - Diri sendiri - Hubungan sosial - Kualitas hidup secara umum - Lingkungan - Kesehatan fisik
Gambar 1 Kerangka pikir pengaruhMETODE dukungan sosial, konsep diri terhadap kualitas hidup remaja korban penyalahgunaan narkoba Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian payung yang berjudul “Kecerdasan Emosi, Strategi Koping, Resiliensi, Dukungan Sosial, Konsep Diri serta Kualitas Hidup Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Rehabilitasi”. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemilihan lokasi Panti dilakukan secara purposive. Panti tersebut dipilih karena memiliki anak asuh yang merupakan korban penyalahgunaan narkoba dengan jumlah yang memadai. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Galih Pakuan Parung, Bogor-Jawa Barat.
6 Waktu penelitian mulai dari pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang dilakukan mulai bulan Maret 2016 sampai dengan Mei 2016.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini merupakan remaja yang berada di panti rehabilitasi. Contoh dalam penelitian ini adalah remaja (12-20 tahun) korban penyalahgunaan narkoba dengan kondisi kesehatan yang baik dan dapat diajak berkomunikasi. Jumlah remaja dalam penelitian ini adalah 35 orang. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive.
Jenis, Cara Pengumpulan Data dan Cara Pengukuran Variabel Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu data mengenai jumlah klien remaja dan data mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Data primer meliputi karakteristik remaja, karakteristik keluarga remaja, dukungan sosial, konsep diri dan kualitas hidup. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan alat bantu kuesioner dan indepth interview. Data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner meliputi: 1) Karakteristik keluarga responden (lama pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, besar keluarga) 2) Karakteristik responden (usia, lama pendidikan, lama menjalani rehabilitasi) 3) Dukungan sosial menggunakan kuesioner yang dimodifikasi dan mengacu pada Rachmawati (2014) berdasarkan teori Cutrona (1996) yang terdiri dari empat dimensi, yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan self esteem dengan nilai Cronbach‘s alpha sebanyak 0.681. Kuesioner terdiri dari 22 item pernyataan. 4) Konsep diri menggunakan kuesioner pengembangan dari teori Fitts dan Weren (1996). Terdiri dari lima dimensi, yaitu konsep diri fisik, konsep diri moral, konsep diri pribadi, konsep diri keluarga, dan konsep diri sosial dengan nilai Cronbach’s alpha sebanyak 0.828. Kuesioner terdiri dari 24 item pernyataan. 5) Kualitas hidup menggunakan modifikasi kuesioner dari Youth Quality Of Life Instrument-Research Version (YQOL-R) oleh Patric at al. (2002) dan WHOQOL-BREF (1997) terdiri dari lima dimensi, diantaranya kualitas hidup diri sendiri, kualitas hidup hubungan sosial, kualitas hidup lingkungan, kualitas hidup secara umum, dan kualitas hidup kesehatan fisik dengan nilai Cronbach‘s alpha sebanyak 0.876. Kuesioner terdiri dari 30 pernyataan.
7
Tabel 1 Variabel, skala, dan pengolahan data (lanjutan) Variabel Karakteristik keluarga Pendidikan orang tua
Skala
Pekerjaan Orang tua
Nominal
Besar keluarga
Ordinal
Karakteristik responden Urutan kelahiran
Nominal
Usia
Rasio
Pendidikan
Rasio
Variabel Dukungan sosial
Skala Ordinal
Kualitas hidup
Ordinal
Konsep diri
Ordinal
Rasio
Pengolahan Data
[0] Tidak sekolah/tidak tamat SD (<6 tahun) [1] Tamat SD (6-<9 tahun) [2] Tamat SMP (9-11 tahun) [3] SMA (12 tahun) [4]Perguruan tinggi (>12 tahun) [0] tidak bekerja [1] Petani [2] buruh tani [3] buruh non tani [4] PNS/ABRI/Polisi [5] Jasa [6]Pedagang [7]Wiraswasta [1] ≤4 orang (kecil) [2] 5-7 orang (sedang) [3] ≥8 orang (besar)
[1] 1 [2] 2 [3] 3 [4] >3 [1] 12-15 tahun (remaja awal) [2] 15-18 tahun (remaja tengah) [3] 18-20 tahun (remaja akhir) [1] Tidak sekolah/tidak tamat SD (<6 tahun) [2] Tamat SD (6-<9 tahun) [3] Tamat SMP (9-11 tahun) [4] SMA (12 tahun) [5] Perguruan tinggi (>12 tahun) Pengolahan Data [1] Rendah: <60 [2] Sedang: 60-80 [3] Tinggi: >80 [1] Rendah: <60 [2] Sedang: 60-80 [3] Tinggi: >80 [1] Rendah: <60 [2] Sedang: 60-80 [3] Tinggi: >80
8 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui wawancara kemudian diproses dengan editing, coding, entry, dan analisis. Tahapan editing yaitu pengecekan terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Coding yaitu pemberian kode tertentu terhadap jawaban responden untuk mempermudah analisis. Data yang telah dicoding kemudian discoring, kemudian data dicleaning dan dientry. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan program Microsoft excel for windows dan SPSS 16.0 for windows. Adapun analisis statistik dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1. Analisis deskriptif (rata-rata, nilai minimum dan maksimum, dan persentase) untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga, karakteristik individu, dukungan sosial, konsep diri dan kualitas hidup. 2. Uji hubungan menggunakan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup serta konsep diri dengan kualitas hidup. 3. Uji pengaruh dilakukan dengan uji regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel karakteristik keluarga, karakteristik individu, dukungan sosial, konsep diri terhadap variabel kualitas hidup.
Definisi Operasional Karakteristik keluarga adalah ciri yang dimiliki oleh keluarga respoden meliputi lama pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan besar keluarga. Lama pendidikan orang tua adalah pendidikan formal ayah dan ibu responden yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu dan ditandai dengan keterangan ijazah atau tanda tamat. Pekerjaan orang tua adalah jenis pekerjaan yang dimiliki baik ayah maupun ibu yang dapat menghasilkan pendapatan dalam keluarga. Besar keluarga adalah banyaknya anggota dalam sebuah keluarga. Karakteristik anak adalah ciri dan keadaan yang dimiliki responden meliputi usia, lama pendidikan, serta lama menjalani rehabilitasi. Usia responden adalah jumlah tahun lengkap yang dihitung sejak responden dilahirkan sampai dengan ulang tahun responden pada setiap tahunnya. Lama pendidikan responden adalah pendidikan formal responden yang telah dicapai dalam kurun waktu tertentu dan ditandai dengan keterangan ijazah atau tanda tamat. Lama menjalani rehabilitasi adalah jumlah minggu yang dihitung dari pertama mengikuti program rehabilitasi. Rehabilitasi adalah program terpadu yang dibuat untuk membantu remaja korban penyalahgunaan narkoba dalam menghilangkan ketergantungannya pada obat terlarang. Pecandu narkoba adalah remaja yang menyalahgunakan narkoba dan sedang mengalami ketergantungan baik fisik maupun psikis. Dukungan sosial merupakan dorongan yang diberikan oleh keluarga, teman dan pihak panti yang dapat memberikan motivasi pada diri remaja dalam
9 menjalani hidup. Dukungan yang diberikan yaitu dukungan emosi, instrumental, informatif dan self esteem. Dukungan emosi meliputi ekspresi empati seperti mendengarkan, memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan instrumental merupakan bantuan yang diberikan secara langsung oleh keluarga, teman dan pihak panti bersifat fasilitas atau materi seperti meminjamkan uang, dan memberikan makanan. Dukungan informatif meliputi bantuan yang diberikan oleh keluarga, teman dan pihak panti berupa nasihat, saran, petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi remaja. Dukungan self esteem merupakan bantuan penghargaan yang diberikan oleh keluarga, teman serta pihak panti terhadap kualitas yang dimiliki remaja, percaya akan kemampuan dan memberikan tanggapan terhadap gagasan, perasaan, dan apa yang dilakukan remaja. Konsep diri adalah pandangan remaja mengenai dirinya sendiri baik negatif maupun positif yang merupakan hasil evaluasi dari interaksi dengan lingkungannya. Pandangan remaja tersebut meliputi fisik, moral, pribadi, keluarga dan sosial. Konsep diri fisik merupakan persepsi remaja terhadap keadaan dirinya secara fisik. Konsep diri moral merupakan persepsi remaja terhadap perilakunya sendiri. Konsep diri pribadi merupakan perasaan remaja tentang keadaan pribadinya dan sejauh mana remaja merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. Konsep diri keluarga merupakan persepsi remaja terhadap kedudukannya serta bagaimana peran yang sudah dijalankan sebagai anggota keluarga. Konsep diri sosial adalah penilaian remaja terhadap interaksi dengan orang lain. Kualitas hidup adalah pandangan remaja atas kehidupan yang biasanya berhubungan dengan standar atau nilai hidup remaja itu sendiri. Kualitas hidup diri sendiri terkait dengan remaja mengenal dan menilai dirinya sendiri. Kualitas hidup hubungan sosial merupakan hubungan remaja dengan orangorang disekitarnya dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kualitas hidup lingkungan terkait dengan tempat dimana remaja tinggal seperti keamanan dan pelayanan kesehatan yang diberikan pihak panti. Kualitas hidup secara umum terkait dengan penilaian remaja mengenai kualitas hidupnya secara umum. Kualitas hidup kesehatan fisik artinya remaja bebas dari rasa sakit pada seluruh badan serta bagian-bagian lainnya, seperti kecukupan tidur, istirahat, rasa nyeri, dan energi.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor berdiri sejak tahun 1982 dan mulai beroperasi berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial pada tahun 1993. PSPP Galih Pakuan terletak di Putat Nutug Ciseeng Bogor-Jawa Barat. Panti Sosial Pamardi Putra „Galih Pakuan” Bogor merupakan Panti Rehabilitasi untuk korban penyalahgunaan NAPZA, dengan tujuan yaitu “untuk memulihkan kondisi fisik, mental, psikis, sosial, sikap dan perilaku penyalahgunaan NAPZA, agar mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam keluarga maupun masyarakat”. Saat ini jumlah klien yang sedang menjalani program yaitu sebanyak 77 orang, dengan daya tampung sebanyak 180 orang. PSPP “Galih Pakuan” menggunakan metode Therapeutic Community (TC), yaitu metode yang berbasis kekeluargaan dan berpandangan bahwa setiap anggota adalah keluarga dan setiap keluarga harus saling membantu satu dengan yang lainnya karena keluarga memiliki tujuan yang sama. Faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan narkoba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor teman sebaya, faktor keluarga dan faktor individu itu sendiri. Teman sebaya menduduki peran utama pada kehidupan remaja, bahkan menggantikan peran keluarga atau orang tua dalam aktivitas waktu luang (Kadarmanta 2010). Berdasarkan hasil temuan di lapangan, faktor penyebab responden menyalahgunakan narkoba yaitu karena ajakan dari teman sebayanya. Menurut Martono dan Joewana (2008), ajakan dari teman sebaya berpengaruh kuat terhadap penyalahgunaan narkoba. Ajakan dari teman mendorong responden untuk mencoba obat-obatan. Faktor coba-coba inilah yang membuat remaja menyalahgunaan narkoba dan menimbulkan ketergantungan pada obat. Menurut Kadarmanta (2010) faktor COBA dimaksudkan sebagai: Curiosity (rasa ingin tahu), mendorong seseorang untuk mencoba sesuatu. Opportunity (kesempatan), adanya peluang maka ada rasa ingin mencoba-coba. Biological (kondisi biologis), tidak seimbangnya mentalitas dan kondisi biologis. Availability (ketersediaan), ketersediaan narkoba membuat rasa ingin mencoba. Faktor keluarga merupakan faktor yang juga mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan narkoba. Salah satunya yaitu perhatian orang tua. Perhatian orang tua sangatlah penting bagi seorang anak. Apabila anak tidak mendapatkan perhatian orang tuanya maka anak akan mencari pengakuan dan perhatian kepada orang lain. Kurangnya perhatian orang tua disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena orang tua baik ibu ataupun ayah yang terlalu sibuk bekerja sehingga anak merasa bahwa orang tua tidak memperhatikannya. Selain itu, faktor keluarga yang lainnya adalah perceraian orang tua. Perceraian orang tua mengharuskan anak tinggal di salah satu orang tua baik itu ibu ataupun ayah atau
11 bahkan tinggal bersama nenek dan kakek. Sehingga yang terjadi anak kurang mendapatkan peran ayah dan ibu dalam kehidupannya. Menurut Mounts dalam Santrock (2007) orang tua yang memainkan peran aktif dalam memantau dan membimbing perkembangan anak remaja cenderung memiliki anak dengan penggunaan obat yang lebih rendah dibandingkan dengan orang tua yang kurang berperan aktif. keluarga yang tidak mampu juga menjadi salah satu penyebab seseorang menyalahgunakan narkoba. ketika seorang anak menginginkan sesuatu hal yang tidak bisa diwujudkan oleh orang tua karena kondisi orang tua yang tidak mampu, maka anak tersebut kesal dan mencari kesenangan untuk menghilangkannya. Salah satunya yaitu dengan menggunakan obat-obatan yang akan membuat hati menjadi senang dalam sementara waktu. Sifat mudah terpengaruh, tidak percaya diri, pencarian sensasi serta kurangnya nilai-nilai agama berasal dari dalam diri seseorang. Sifat-sifat tersebut akan mendorong seseorang untuk menyalahgunakan narkoba tentunya dengan adanya kesempatan serta ketersediaan. Selain itu, tingginya pengetahuan serta rasa penasaran terhadap narkoba dan minuman keras yang tanpa diimbangi dengan informasi dan iman yang cukup akan membuat remaja berada pada kelompok beresiko (Kadarmanta 2010). Karakteristik Responden dan Karakteristik Keluarga Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa usia responden berkisar antara 12 tahun sampai dengan 21 tahun dengan rata-rata usia responden 17.1 tahun. Lama pendidikan yang ditempuh responden paling rendah adalah 6 tahun dan tertinggi 12 tahun dengan rata-rata 8.1 tahun. Urutan kelahiran responden berkisar antara 1 sampai dengan 6, dengan persentase tertinggi berada pada urutan kelahiran kedua. Lama menjalani rehabilitasi untuk responden berkisar antara 1 sampai dengan 80 minggu dengan rata-rata 22 minggu. Hasil penelitian karakteristik keluarga pada Tabel 2, menunjukkan bahwa pendidikan ayah responden paling rendah 6 tahun dan paling tinggi 16 tahun dengan rata-rata 9.3 tahun. Pendidikan ibu responden berkisar antara 6 tahun sampai dengan 18 tahun, dengan rata-rata 9.3 tahun. Besar keluarga responden berkisar antara 3 orang sampai dengan 9 orang dengan rata-rata 5 orang. Tabel 2 Minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga dan responden Karakteristik Keluarga dan Responden Usia responden (tahun) Pendidikan responden (tahun) Urutan kelahiran responden Lama menjalani rehabilitasi (minggu) Pendidikan ayah (tahun) Pendidikan ibu (tahun) Besar keluarga
Minimun
Maksimum 14 6 1 1 6 6 3
20 12 6 80 16 18 9
Rata-rata ± SD 17.1 ± 1.9 8.1 ± 2.3 2 ± 1.5 22 ± 17.5 9.3 ± 3.9 9.3 ± 3.7 5±5.1
Tabel 3 persentase terbesar usia responden berada pada remaja tengah yaitu sebanyak 51.4 persen. Menurut Monks dan Haditono (1999), remaja dengan
12 tahap usia 15-18 tahun (remaja tengah) sangat membutuhkan teman-teman, mencintai dirinya sendiri dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempuyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya serta berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya. Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan usia Kategori Usia Remaja awal (12-15 tahun) Remaja tengah (15-18 tahun) Remaja akhir (18-21 tahun) Total
n
% 3 18 14 35
8.6 51.4 40.0 100
Berdasarkan hasil penelitian, lama pendidikan responden yang memiliki persentase terbesar berada pada tingkat tamat SD (6-<9 tahun) sebanyak 48.6 persen. Pendidikan yang ditempuh seseorang akan menambah pengetahuan, dan mempengaruhi sikap serta perilaku sehingga akan berdampak pada konsep diri seseorang (Kusuma 2013). Selain itu, menurut Puswandari dan Lestari (2005) rendahnya pendidikan menjadi faktor pendukung seseorang menggunakan narkoba. Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan Lama Pendidikan Tidak sekolah (<6 tahun) Tamat SD (6-<9 tahun) SMP (9-11 tahun) SMA (12 tahun) Perguruan tinggi (>12 tahun) Total
n
% 0 17 12 6 0 35
0.0 48.6 34.3 17.1 0.0 100
Dilihat dari Tabel 5, persentase terbanyak untuk lama pendidikan ayah dan ibu responden berada pada tingkat tamat SD (6-<9 tahun) dengan masing-masing nilai 42.9 persen dan 48.6 persen. Walaupun persentase terbesar berada pada tingkat SD, terdapat juga lama pendidikan pada tingkat perguruan tinggi yaitu sebanyak 20 persen untuk ayah dan 14.3 persen untuk ibu. Menurut Widiastuti dan Elshap (2015) pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pola asuh yang diterapkan kepada anak. Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan ayah dan ibu Ayah
Lama Pendidikan
%
n Tidak sekolah (<6 tahun) Tamat SD (6-<9 tahun) SMP (9-11 tahun) SMA (12) Perguruan tinggi (>12) Total
0 17 6 5 7 35
n 0.0 48.6 17.1 14.3 20.0 100
Ibu % 0 0.0 15 42.9 8 22.9 7 20.0 5 14.2 35 100
13 Hasil penelitian pada Tabel 6, jenis pekerjaan ayah responden paling banyak sebagai wiraswata sebanyak 22.9 persen, kemudian sebanyak 20 persen pekerjaan ayah sebagai buruh non tani dan pedagang, pekerjaan lainnya untuk ayah yaitu PNS, petani, buruh tani serta jasa. Sebanyak 65.7 persen ibu adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja),namun masih terdapat ibu responden yang bekerja sebagai pedagang, petani, buruh non tani, wiraswasta serta jasa. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu Ayah
Jenis Pekerjaan
%
n 0 4 2 7 5 2 7 8 35
Tidak bekerja Petani Buruh tani Buruh non tani PNS/ABRI/Polisi Jasa Pedagang Wiraswasta Total
n 0.0 11.4 5.7 20 14.3 5.7 20 22.9 100
Ibu % 23 65.7 2 5.7 0 0.0 2 5.7 0 0.0 1 2.9 5 14.3 2 5.7 35 100
Besar keluarga berdasarkan penelitian pada Tabel 2 berkisar antara 3 sampai dengan 9 orang dengan rata-rata 5 orang. Tebel 7 menunjukkan Lebih dari setengah (54.3%) besar keluarga tergolong kategori sedang. Namun untuk kategori keluarga kecil sebanyak 37.1 persen, dan kategori keluarga besar yaitu 8.6 persen (BKKBN 2005). Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 0rang) Besar (≥8 orang) Total
n 13 19 3 35
% 37.1 54.3 8.6 100
Dukungan Sosial Dukungan emosi mencakup ungkapan cinta, empati, dan perhatian yang diberikan orang lain untuk membuat seseorang merasa nyaman, dihargai dan dicintai (Cutrona 1996). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 8, hampir tiga perempat (71.4%) dukungan emosi berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan responden merasa dianggap menjadi bagian penting dalam keluarga dan responden merasa tidak memiliki teman untuk berbagi suka maupun duka (Lampiran 1). Menurut Pratiwi dan Laksmiwati (2012), pemberian dukungan emosional ini mampu mengurangi perasaan ketidakmampuan individu untuk melakukan kegiatannya. Dukungan instrumental merupakan bentuk dukungan yang diberikan melalui bantuan sumber daya fisik seperti uang, tempat tinggal, atau berupa bantuan lainnya. (Cutrona 1996). Apabila dilihat pada Tabel 8, lebih dari setengah
14 (57.1%) dukungan instrumental berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan ketika sedang sakit ada orang yang menemani untuk berobat, namun tidak selau ada orang yang menolong disaat sedang kesulitan keuangan (Lampiran 1). Pratiwi dan Laksmiwati (2012) menyatakan bahwa pemberian dukungan instrumental ini jika diberikan akan membantu remaja dalam melaksanakan kegiatannya sehingga mampu mengurangi perasaan ketidakmampuan individu. Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan katagori dukungan sosial Kategori Dimensi Dukungan Sosial Dukungan emosi Dukungan instrumental Dukungan informasi Dukungan self Esteem Dukungan sosial total
Rendah (<60) n % 5 14.3 9 25.7 1 2.9 8 22.9 4 1.4
Sedang (60-80) n % 25 71.4 20 57.1 33 94.2 23 65.7 29 82.9
Tinggi (>80) n % 5 14.3 6 17.2 1 2.9 4 11.4 2 5.7
MinMaks 38-85 50-100 53-86 38-88 53-83
Ratarata±Standar deviasi 66.8±10.4 67.7±11.2 71.5±8.2 65.1±12 67.6±7.7
Dukungan informasi mencakup saran, petunjuk atau berupa nasehat yang diberikan untuk membantu seseorang memenuhi kebutuhannya atau menyelasikan permasalahan yang dihadapinya (Cutrona 1996). Sebagian besar (94.2%) dukungan informasi berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan responden merasa selalu ada yang dapat dipercaya untuk memberikan nasehat seputar permasalahan, teman senantiasa memberitahu apabila melakukan hal yang salah, teman senantiasa memberikan saran yang baik untuk masalah, dan selalu ada yang mengingatkan jadwal kegiatan panti, namun responden merasa keluarga jarang menghubungi dan memberikan informasi terkait keadaan keluarga (Lampiran 1). Menurut Pratiwi dan Laksmiwati (2012), dukungan informasi penting diberikan karena akan membantu remaja untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah dengan praktis. Dukungan self esteem merupakan bantuan melalui penghargaan yang diberikan terhadap kualitas yang dimiliki seseorang, percaya dengan kemampuan seseorang, dan juga memberikan persetujuan terhadap gagasan, perasaan, dan apa yang dilakukan oleh orang tersebut (Cutrona 1996). Berdasarkan Tabel 8, sebanyak dua pertiga (65.7%) dukungan self esteem termasuk kedalam kategori sedang. Apabila dilihat dari Lampiran 1, hal ini dikarenakan responden merasa apa yang dikerjakan dianggap penting, selalu ada orang yang memberikan penghargaan atas hal baik yang dilakukan, namun responden merasa bahwa orang-orang disekitar tidak selalu memperhatikannya. Menurut Pratiwi dan Laksmiwati (2012), pemberian dukungan self esteem diharapkan akan membantu remaja untuk menambah kemampuan dan penghargaan dirinya sehingga mampu mengurangi stresnya. Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar (82.9%) dukungan sosial total termasuk kedalam kategori sedang. Menurut Hubner Rook dalam Smet (1994), dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Individu sendiri merupakan bagian dari keluarga, teman sekolah, atau merupakan
15 bagian dari kelompok lainnya. Oleh karena itu, dukungan sosial merupakan mediator yang penting dalam menyelesaikan masalah seseorang.
Konsep Diri Konsep diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik (Fitts dan Warren 1996). Hasil penelitian Tabel 9, menunjukkan bahwa lebih dari setengah (57.1%) konsep diri fisik termasuk kedalam kategori rendah. Hal ini ditunjukkan oleh tidak senangnya responden dengan berat badan sendiri dan ingin mengubah penampilan (Lampiran 2). Menurut Abdul (2007), salah satu dampak yang ditimbulkan dari pemakaian narkoba sacara fisik adalah penurunan berat badan secara drastis. Konsep diri moral merupakan pesepsi atau kepuasan seseorang terhadap perilakunya sendiri (Fitts dan Warren 1996). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 9, hampir tiga perempat (74.3%) konsep diri moral berada pada kategori sedang. Apabila dilihat dari Lampiran 2, hal ini dikarenakan responden tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, menggunakan barang dengan ijin pemilik barang, merasa mudah mengumbar amarah dan melanggar beberapa peraturan yang ada. Konsep diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat (Fitts dan Warren 1996). Konsep diri pribadi jika dilihat dari Tabel 9 lebih dari dua pertiga (68.6%) termasuk kedalam kategori sedang. Berdasarkan Lampiran 2, konsep diri pribadi tergolong sedang karena responden mencintai dirinya sendiri, merasa bangga pada dirinya sendiri, namun masih merasa tidak berguna bagi orang lain. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan kategori konsep diri
Dimensi Konsep Diri
Konsep diri fisik Konsep diri moral Konsep diri pribadi Konsep diri keluarga Konsep diri sosial Konsep diri total
Rendah (<60) % n 20 57.1 2 5.7 5 14.3 7 20.0 14 40.0 6 17.1
Kategori Sedang (60-80) n %
Tinggi (>80) n %
14 26 24 13 16 25
1 7 6 15 5 4
40.0 74.3 68.6 37.1 45.7 71.4
2.9 20 17.1 42.9 14.3 11.5
MinMaks
Ratarata±Stan dar deviasi
22-88 40-100 0-100 40-100 33-100 45-97
55.6±15.5 70.9±13.4 68.9±18.1 75.8±15.5 64.6±15.1 69.5±10.5
Konsep diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Konsep diri keluarga menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa kuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga (Fitts dan Warren 1996). Konsep diri keluarga
16 berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 9, hampir setengah (42.9%) berada pada kategori tinggi. Tingginya kategori pada konsep diri keluarga ditunjukkan oleh responden merasa mencintai keluarga, menghormati orang tua, merasa sangat senang apabila sedang bersama keluarga serta merasa bahwa keluarga memberikan inspirasi. (Lampiran 2). Konsep diri sosial merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya (Fitts dan Warren 1996). Hasil penelitian ada Tabel 9, dapat dilihat bahwa kurang dari setengah (45.7%) konsep diri sosial berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan responden membangun hubungan yang baik dengan orang-orang disekitar, merasa sulit untuk memulai pecakapan dengan orang lain, serta sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru (Lampiran 2). Hasil penelitian apabila dilihat dari Tabel 9, hampir tiga perempat (71.4%) konsep diri total berada pada kategori sedang. Menurut Azahra (2013), konsep diri seseorang diyakini dapat mempengaruhi terjadinya depresi sebagaimana bahwa konsep diri memiliki peranan negatif yang sangat signifikan terhadap depresi, berati semakin tinggi konsep diri maka akan semakin rendah terjadinya depresi dan sebaliknya, semakin rendah konsep diri maka akan semakin tinggi terjadinya depresi. Kualitas Hidup Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2011) mendefinisikan kualitas hidup adalah persepsi individu dari status hidup yang berasal dari perspektif budaya, sistem nilai, tujuan, pengharapan, standar dan prioritas, dan didasarkan pada persepsi tentang berbagai aspek kehidupan. Menurut Patric dalam Patric at al. (2002), kualitas hidup diri sendiri terkait dengan bagaimana individu mengenal dan menilai dirinya sendiri. Hasil penelitian pada Tabel 10, hampir dari setengah (45.7%) kualitas hidup diri sendiri berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan responden tidak merasa sendiri dalam hidup, merasa bersalah apabila membuat kesalahan, dan merasa tidak penting bagi orang lain (Lampiran 3). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2004) kualitas hidup hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki tingkah laku individu, seperti: hubungan sosial, dan dukungan sosial. Berdasarkan Tabel 10, kurang dari dua pertiga (65.7%) kualitas hidup hubungan sosial termasuk pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan keluarga mendorong untuk melakukan hal yang terbaik, merasa mendapatkan perhatian yang cukup dari keluarga, merasa belum menjadi contoh bagi orang lain, dan kurang puas dengan kehidupan sosial (Lampiran 3). Kualitas hidup lingkungan, terkait dengan tempat individu tinggal (Patric dalam Patric at al. 2002). Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 10, kurang dari tiga perempat (71.4%) kualitas hidup lingkungan berada pada kategori sedang. Hal ini disebabkan responden puas dengan tempat tinggalnya, menikmati belajar hal-hal baru, kurang puas dengan akses pelayanan kesehatan, serta kurang suka dengan lingkungan panti (Lampiran 3). Lebih dari setengah (57.1%) kualitas hidup secara umum berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan responden
17 menikmati hidup, merasa hidup ini berharga, namun responden merasa kurang puas dengan cara hidupnya (Lampiran 3). Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan kategori kualitas hidup Kategori Dimensi Kualitas Hidup Kualitas hidup diri sendiri Kualitas hidup hubungan sosial Kualitas hidup lingkungan Kualitas hidup secara umum Kualitas hidup kesehatan fisik Kualitas hidup total
Tinggi (>80)
MinMaks
Ratarata±Stan dar deviasi
Rendah (<60) % n
Sedang (60-80) n %
n
%
14
40.0
16
45.7
5
14.3
33-95
62.8±14.1
7
20.0
23
65.7
5
14.3
40-96
70.1±13.3
8
22.9
25
71.4
2
5.7
26-100
64.8±14.8
5
14.3
20
57.1
10
28.6
33-100
74.7±16.5
14
40.0
16
45.7
5
14.2
25-91
64.9±13.5
10
28.6
22
62.9
3
8.5
44-94
66.8±11.5
Kualitas hidup kesehatan fisik artinya bebas dari sakit pada seluruh badan dan bagian-bagian lainnya, seperti kecukupan tidur dan istirahat, rasa nyeri, dan energi (Organisasi Kesehatan Dunia 2004). Dilihat dari Tabel 10, kurang dari setengah (45.7%) kualitas hidup kesehatan fisik berada pada kategori sedang. Hal ini ditunjukkan oleh responden tidak membutuhkan pengobatan medis dalam kehidupan sehari-hari, dapat melakukan kegiatan fisik dengan baik, namun merasa kurang puas dengan tidurnya. Kurang dari dua pertiga (62.9%) kualitas hidup total berada pada kategori sedang. Menurut Oliver dalam Nugraheni (2008), kualitas hidup merupakan suatu konsep yang luas yaitu merupakan penggabungan yang kompleks antara kesehatan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, interaksi sosial, kepercayaan diri dan hubugan yang baik dengan lingkungannya. Hubungan Antara Karakteristik Responden, Keluarga, Dukungan Sosial, Konsep Diri dengan Kualitas Hidup Hasil uji korelasi pada Tabel 11, dukungan sosial memiliki hubungan positif yang signifikan dengan konsep diri. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial maka konsep diri semakin meningkat. Dukungan sosial memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kualitas hidup. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka akan meningkatkan kualitas hidup individu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnaini et al. (2011) terdapat hubungan yang positif signifikan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada korban penyalahgunaan narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Panti Rehabilitasi. Konsep diri memiliki hubungan positif signifikan dengan kualitas hidup. Semakin tinggi konsep diri maka kualitas hidup akan meningkat.
18 Tabel 11 Sebaran koefesien korelasi karakteristik responden, keluarga, dukungan sosial, konsep diri dengan kualitas hidup Variabel Dukungan Sosial Konsep Diri Kualitas Hidup 0.184 0.163 0.228 Usia responden (tahun) Pendidikan responden 0.179 0.161 0.188 (tahun) Pendidikan ayah (tahun) -0.206 -0.140 -0.228 Pendidikan ibu (tahun) -0.086 -0.079 -0.164 Besar keluarga (orang) 0.008 -0.176 -0.137 Lama rehabilitasi (minggu) -0.073 0.315 0.232 Dukungan sosial (skor) 0.599** 0.547** Konsep diri (skor) 0.599** 0.734** Ket: **=Korelasi signifikan pada p<0.01, *=Korelasi signifikan pada p<0.05
Pengaruh Karakteristik Responden, Keluarga, Dukungan Sosial, Konsep Diri terhadap Kualitas hidup Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda pada Tabel 12, diketahui bahwa konsep diri berpengaruh signifikan secara positif terhadap skor kualitas hidup. hal ini menunjukkan setiap peningkatan satu satuan konsep diri dapat meningkatkan skor kualitas hidup sebesar 0.631 poin. Hal ini sejalan dengan penelitian Setyowati (2013) bahwa konsep diri sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup. Secara keseluruhan, variabel-variabel dalam penelitian ini berpengaruh terhadap kualitas hidup sebanyak 45.1 persen dan sisanya sebanyak 54.9 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Tabel 12 Pengaruh karakteristik responden, keluarga, dukungan sosial, konsep diri terhadap kualitas hidup Variabel Konstanta Usia responden (tahun) Pendidikan responden (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendidikan ibu (tahun) Besar keluarga (orang) Lama rehabilitasi (minggu) Dukungan sosial (skor) Konsep diri (skor) Adj R² F Sig
Kualitas Hidup ß ß Unstandardized Standardized -0.025 0.349 0.058 0.260 0.052 -0.372 -0.129 0.060 0.019 -0.196 -0.025 0.040 0.061 0.237 0.159 0.631 0.580 0.451 4.490 0.002
Ket: **=Korelasi signifikan pada p<0.01, *=Korelasi signifikan pada p<0.0
Sig. 0.917 0.172 0.730 0.632 0.940 0.860 0.707 0.368 0.004**
19 Pembahasan Sebagian besar usia responden termasuk usia remaja tengah (15-18 tahun). Menurut Pediatri (2010), pada masa ini remaja kurang senang apabila orang tua terlalu ikut campur dalam kehidupannya, menjauh diri dari keluarga dan lebih senang bergaul dengan teman-temannya, sehingga apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berdampak pada hal-hal negatif. Lama pendidikan responden sebagian besar berada pada kategori rendah (6-<9 tahun) Menurut Santoso dan Silalahi (2000) salah satu dampak yang ditimbulkan dari penggunaan narkoba yaitu drop out dari sekolah, hal ini disebabkan oleh kurangnya motivasi dalam diri untuk sekolah. Salah satu faktor penyebab remaja menggunakan narkoba yaitu karena faktor keluarga atau orang tua. Menurut Mounts dalam Santrock (2007) orang tua yang memainkan peran aktif dalam memantau dan membimbing perkembangan anak remaja lebih cenderung untuk memiliki anak remaja dengan penggunaan obat yang lebih rendah dibandingkan dengan orang tua yang kurang berperan aktif. Pendidikan orang tua responden sebagian besar berada pada 6-<9 tahun. Menurut Soetjiningsih (1998) semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka akan lebih mudah untuk menerima informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan yang baik. Menurut Santoso dan Silalahi (2000) anak-anak yang orang tuanya dengan pengasuhan kurang baik dapat menjadikan pribadi anak kejam, besar ketergantungan pada zat adiktif, pemurung dan pemarah. Dukungan sosial dapat dianggap sebagai sesuatu keadaan bermanfaat bagi individu dan diperoleh dari orang lain yang dipercaya, dari keadaan tersebut individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Saronson 1991). Menurut Luben dan Gironda (2003) dalam Lou (2009), dukungan sosial dapat diperoleh dari tiga sumber, yaitu (1) keluarga, (2) teman, dan (3) sumber lain yang terpercaya. Berdasarkan hasil penelitian, dukungan sosial termasuk kategori sedang. Hal ini dikarenakan, kurangnya dukungan dari keluarga, selain itu adanya kebijakan program untuk tidak membawa alat komunikasi selama menjalani program merupakan faktor lainnya yang responden anggap hal itu menghalangi untuk berhubungan dengan keluarganya. Menurut Orford dalam Primanda (2015), dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu korban penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu, dukungan sosial sangat berperan dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan narkoba. Konsep diri merupakan gambaran mental seseorang atas dirinya sendiri tentang perasaan, perilaku, dan nilai-nilai bahwa setiap individu menghormati perilaku, kemempuan, dan harga dirinya sendiri (Puspitawati at al. 2012). Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan konsep diri berada pada kategori sedang, sedangkan konsep diri fisik merupakan dimensi yang memiliki kategori rendah dibandingkan dengan dimensi lainnya. Menurut Keliat at al.(2001) seseorang yang memiliki konsep diri rendah akan memiiki perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri, sedangkan menurut Mazaya dan Supradewi (2011), remaja yang memiliki konsep diri yang tinggi dapat mengenal dan memahami diri sendiri yaitu mengerti kelebihan dan kekurangannya. Hal
20 tersebut sangat bermanfaat untuk mengembangkan potensi dan segi positif serta mengurangi segi negatif pada pribadi seorang remaja. Menurut WHO (2011) kualitas hidup merupakan persepsi individu dari status hidup yang berasal dari perspektif budaya, sistem nilai, tujuan, pengharapan, standar dan prioritas, yang didasarkan pada persepsi tentang berbagai aspek kehidupan. Selain itu, menurut Ventegodt at al. (2003), kualitas hidup merupakan kemampuan individu dalam menikmati kepuasan selama hidupnya.. Hasil penelitian menunjukan bahwa kualitas hidup secara keseluruhan termasuk kategori sedang. Menurut Diatmi dan Fridari (2014), kualitas hidup sangat diperlukan bagi seseorang untuk mencapai kemandirian dan kesejajaran dalam kehidupan masyarakat, Individu juga harus mampu berfungsi secara fisik, spiritual, psikologis dan sosial demi mencapai kualitas hidup yang baik. Salah satu bentuk program yang dilakukan oleh pihak panti adalah adanya vocational atau pembekalan keterampilan bagi kliennya. Hal ini dimaksudkan agar para klien yang nantinya selesai menjalankan program memiliki keterampilan atau bekal untuk lebih mandiri dan memiliki rasa percaya diri dalam hidup bermasyarakat. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan positif signifikan dengan kualitas hidup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diatmi dan Fridari (2014), bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup. Menurut Amril (2008) langkah penanganan yang ditujukan untuk menghentikan kebiasaan buruk pecandu narkoba yaitu dengan cara memberi dukungan dengan memperhatikan perasaan, pikiran, dan perilaku, sehingga dukungan sosial sangat dibutuhan bagi para pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi agar memiliki kualitas hidup yang baik. Dukungan sosial juga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan konsep diri. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015), bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara dukungan sosial dengan konsep diri pada pecandu narkoba. Menurut Zulfitri (2011), dukungan sosial sangat diperlukan bagi seseorang, apabila dukungan sosial tidak didapatkan dari lingkungan, maka keadaan psikologis seseorang tersebut akan terganggu, dan mengakibatkan gangguan pada konsep diri. Konsep diri memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kualitas hidup. Sejalan dengan penelitian Retler dan Bendeov (1996) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara konsep diri dengan kualitas hidup. Menurut Bastaman (2007), konsep diri berkaitan dengan cara seseorang memandang positif ataupun negatif tentang dirinya. Mengenal diri sangatlah penting dalam upaya pengembangan diri, artinya tak mungkin terjadi proses pengembangan pribadi tanpa terlebih dahulu mengenali kelemahan dan keunggulan dalam dirinya. Hal ini berarti individu memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik untuk dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Hasil uji regresi menunjukkan konsep diri berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Hal ini sejalan dengan penelitian. Setyowati (2013) bahwa konsep diri sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup. Menurut Kanisius (2006), konsep diri bukanlah bentuk yang statis, melainkan selalu berkembang. Refleksi dari lingkungan menjadi acuan tumbuh dan berkembangnya konsep diri. Refleksi lingkungan yang positif dapat memberi kekuatan bagi seseorang, sekalipun ia memiliki citra diri yang kurang. Banyaknya kegiatan yang dilakukan di panti
21 mendorong adanya interaksi antara satu dengan yang lainnya. Interaksi tersebut dapat melatih dan meningkatkan rasa percaya diri serta meningkatkan dukungan sosial korban penyalahgunaan narkoba, sehingga dengan meningkatnya rasa percaya diri maka konsep diri individu tersebut akan lebih baik yang kemudian dapat meningkatkan kualitas hidup. Keterbatasan penelitian ini adalah respoden hanya laki-laki saja, sebaiknya penelitian dilakukan juga pada responden perempuan sehingga dapat dibedakan antara resonden laki-laki dan responden perempuan, selain itu juga pada penelitian ini terdapat keterbatasan usia yaitu hanya terbatas pada usia remaja saja.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebagian besar usia responden termasuk dalam usia remaja tengah (15-18 tahun). Pendidikan responden sebagian besar memiliki pendidikan yang rendah (SD). Urutan kelahiran responden paling banyak adalah sebagai anak pertama. Lama menjalani rehabilitasi untuk responden paling lama adalah 80 minggu. Pendidikan orang tua responden sebagian besar hanya sampai tingkat SD. Besar keluarga responden berada pada kategori sedang. Sebagian besar pekerjaan ayah adalah sebagai pegawai wiraswasta dan pekerjaan ibu tidak bekerja. Dukungan sosial, konsep diri serta kualitas hidup pada penelitian ini tergolong kategori sedang. Dukungan sosial memiliki hubungan positif signifikan terhadap konsep diri dan kualitas hidup. Konsep diri memiliki hubungan dan pengaruh positif signifikan terhadap kualitas hidup. Saran Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri memiliki hubungan dan pengaruh yang positif signifikan terhadap kualitas hidup, namun pada hasil penelitian ini salah satu dimensi konsep diri masih tergolong rendah yaitu dimensi konsep diri fisik, sehingga diharapkan kepada pihak panti untuk melakukan pemantauan dan perawatan kesehatan fisik secara rutin untuk para korban penyalahgunaan narkoba. Dukungan sosial yang dirasakan responden pada hasil penelitian masih tergolong sedang sehingga diharapkan kepada pihak panti dan orang tua agar meningkatkan dukungan untuk sembuh terhadap remaja yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, dengan cara pihak panti mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua klien dan hal tersebut dapat memberikan kesempatan para klien bertemu dengan keluarganya. Responden pada penelitian ini masih homogen, untuk penelitian sejenis yang akan datang dapat menerapkan responden laki-laki dan perempuan.
22
DAFTAR PUSTAKA Abdul M. 2007. Bahaya Peyalahgunaan Narkoba. Semarang: PT Bengawan Ilmu. Amriel RI. 2008. Psikologi kaum muda penggunan narkoba. Jakarta (ID): Salemba Humanika. Angermeyer M, Holizinger A, Maschinger H, & Scengler. 2002. Depression and quality of life: Result of a follow-up study. International Journal of Social Psychiatry. 48: 189-199. Azahra M. 2013. Peran konsep diri dan dukungan sosial terhadap depresi pada penderita gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis [internet]. [diacu 2015 Desember 15]. Tersedia dari: http://jogjapress.com/index.php/ empathy/article/download/1544/882. Aztri S, Noor Milla M. 2013. Rasa berharga dan pelajaran Hidup mencegah kekambuhan kembali pada pecandu narkoba studi kasus kualitatif fenomenologis. Jurnal Psikologis. 9(1): 48-63. Barrera M. 1986. Distinctions between social suport concepts, measures, and models. American Journal of Community Psychology.14(4): 1-33. Bastaman HD. 2007. Logoterapi : Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Batican ED. 2011. Development of multidimensional self-concept (mSCS) for filipino college student at the ateneo de davao university. [Disertasi]. Philippines: Ateno De Davao University. [BNN] Badan Narkotika Nasional. 2012. Jakarta (ID): Badan Narkotika Nasional. [BNN] Badan Narkotika Nasional. 2015. Pengiriman kliping harian tentang narkoba [internet]. [diacu 2015 Desember 15]. Tersedia dari: http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/post/2015/07/02/Hari_Kamis_2_Juli_ 2015.pdf. Calhoun JF, Acocella JR. (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang (ID): Press Semarang. Centi, PJ. 1993. Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Cutrona CE. 1996. Social Support in Couples. California: Sage Publications Inc. Diatmi K, Fridari D. 2014. Hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di yayasan spirit paramacitta. Jurnal Psikologi.1(2): 235-362. Gottlieb BH, Bergen AE. 2010. Social support concepts and measures. Journal of Psychosomatic Research. 69: 511-520. Fitts WH, Warren WL. 1996. Tennessee Self Concept Scale Manual: Second Edition. Los Angeles, CA: Western Psychological Services. Gunarso SD. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta (ID): Gunung mulia. Harlina M L, Joewana S. 2008. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarga. Jakarta (ID): Balai Pustaka.
23 Isnaini Y, Hariyono W, Ken Utami I. 2011. Hubungan antara dukungan keluarga dengan keinginan untuk sembuh pada penyalahgunaan napza di lembaga pemasyarakatan wirogunan kota yogyakarta. Jurnal Kesmas. 5(2): 162-232. Kadarmanta A. 2010. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta (ID): Forum media utama. Kanisius. 2006. Konsep Diri Positif, Menentukan Pretasi Anak. Yogyakarta: Kanisius (anggota IKAPI). Keliat at al. 2001. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta (ID): EGC. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Gambaran Umun Penyalahgunaan Narkoba di Indinesia. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Repubilik Indonesia. Khomsan A. 2002. Peranan Makanan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): Gramedia. Kusuma ANH. 2013. Hubungan antara karakteristik individu dengan perubahan konsep diri pada klien dengan paralisis rumah sakit orthopedi Prof.DR.R.Soeharso Surakarta. [Skipsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta. Leary MR, Tangney JP. 2012. Handbook of Self and Identity. New York: The guilford press. Lou VWQ. 2009. Life satisfaction of older adults in Hongkong: the role of social support from grandchildren . Social Indicator Research. 95: 337-391. Martono LH, Joewana S. 2008. Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba dan Keluarganya. Jakarta (ID): Balai pustaka. Mazaya KN, Supradewi R. 2011. Konsep diri dan kebermaknaan hidup pada remaja di panti asuhan. 6(2):103-112. Mirzayi L, Gharamaleki NS. 2015. Comparing perceived social support and life quality in fertile and infertile women. International Journal of Psychology and Behavioral Research. 4(3): 290-294. Noviarini NA, Dewi MP, Prabowo H. 2013. Hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi. Jurnal Psikologi. 5: 116-122. Papalia DE, Old SL, Feldman RD. 2008. Human Development. Jakarta (ID): Kencana. Paramitasari R, Alfian IN. 2012. Hubungan antara kematangan emosi dengan kecendrungan memaafkan pada remaja akhir. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. 1(2). Patric DL, Edwards TC, Topolski TD. 2002. Adolescent quality of life, Part II: initial validation of a new instrumen. Journal of Adolescence. doi: 10.1006/ajado.471. Pediatri S. 2010. Adolescent development [perkembangan remaja]. Jurnal Kedokteran. 12(1): 21-29. Pratiwi IH, Laksminawati H. 2012. Pengaruh dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informatif terhadap
24 stres pada remaja di yayasan panti asuhan putra harapan. Jurnal Psikologi. 3-11. Primanda W. Hubungan dukungan sosial dengan motivasi untuk sembuh pada pengguna NAPZA di rehabilitasi BNN tahan merah samarinda kalimantan timur. Jurnal Psikologi. 3(3): 589-595. Puspitawati H. 2012. Gender Dan Keluarga: Konsep dan Realita Di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. Puspitawati H, Sulistyowati L, SARa M. 2012. Glosarium Keluarga, Gender, Pendidikan dan Pembangunan. Bogor (ID): IPB Press. Rachmawati T. 2014. Dukungan sosial dan kemandirian lansia yang tinggal dan tidak tinggal di panti. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Respati WS, Yulianto A, Widiana N. 2006. Perbedaan konsep diri antara remaja akhir yang mempersepsi pola asuh orang tua authoritarian, permissive dan authoritative. Jurnal psikologi. 4(2): 119-138. Retler S, Bendov D. 1996. The self concept and quality of life of two groups of learning disabled adults living at home and in group homes. Journal Developmental. 42(83): 97-111. Richard, Shavelson J, Bolus R. 1981. Self concept: The interplay of theory and methods. Journal of Education Psychology. 74(1): 3-17. Santoso T, Silalahi A. 2000. Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja: suatu perspektif. Jurnal Kriminologi Indonesia. 1(1): 37-45. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Mila Rachmawati, Anna Kuswanti; Penerjemah; Wibi Hardian; editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Child Development. Edisi ke tujuh. Sari DA. 2015. Hubungan dukungan sosial dengan konssepdiripengguna narkoba di lembaga pemasyarakatan klas II A Muaro Padang. [Skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Saronson IG, Levine HM, Basham RB, sarason BR. 1983. Assesing Sosial Support : the social Support Questionare. Journal of Personalty and Sosial psychology. 44(1):127-130. Setyowati S. 2013. Pengaruh konsep diri dan kemampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup lansia. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan. 9(2): 93-101. Siwi R W, Yulianto A, Widiana N. 2006. Perbedaan konsep diri antara remaja akhir yang mempersepsi pola asuh orangtua authoritarian, permissive dan authoritative. Jurnal psikologi. 4 (2): 119-138. Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta (ID) : PT Grasindo. Soetdjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. The Word Organization‟s WHOQOL-BREF quality of life assessmenet: psydhometric properties and results of international field trial a report from the WHOQOL Group. Quality of Life Research. 13: 299-310. Tryas. 2014. 22 persen pengguna narkoba kalangan pelajar [internet]. [diacu 2016 Mei 31]. Tersedia dari: http://megapolitan.harianterbit.com /megapol/ 2014/09/13/8219/29/18/22-Persen-Pengguna-Narkoba-Kalangan-Pelajar. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
25 Ventegodt, Merrick, Andersen. 2003. Quality od life theory I. the IQOL theory: An Integrative theory of the global quality of life concept. The Scientific World Journal.1(2): 253-362. [WHO] Word Healt Organization. 2011. Global atlas on cardiovascular disease prevention and control, policies, strategies and interventions [internet]. [diacu 2015 Desember 15]. Tersedia dari: http://www.who.int/ cardiovascular_diseases/publications/atlas_cvd/en/. WHO Quality of life BREEF( WHOQOL-BREF). 1997. University of Washington [internet]. [diacu 2015 Desember 15]. Tersedia dari: http://depts.washington.edu/seaqol/docs/WHOQOLBREF%20with %20scor ing% 20instructionsUpdated%2001-10-14.pdf. Yuliati A, Baroya N, Ririanty M. 2014. Perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal di komunitas dengan di pelayanan sosial lanjut usia. 2(1): 87-94. Yuvita Afrinisna R. 2013. Penyebab dan kondisi psikologis narapidana kasus narkoba pada remaja [internet]. [diacu 2015 desember 17]. Tersedia dari: http://www.jogjapress.com/index.php/EMPATHY/article/download/1561/8 99. Zulfitri Reni. 2011. Konsep diri dan gaya hidup lansia yang mengalami penyakit kronis di panti sosial tresna werdha (PSTW) khusnul khotimah. Jurnal Ners Indonesia.1(2): 21-30.
26
LAMPIRAN
27 Lampiran 1 Sebaran jawaban responden berdasarkan dukungan sosial Dukungan Sosial
1 %
2 %
3 %
Dukungan emosi Saat saya sedang bersedih ada orang yang dapat 2.9 8.6 68.6 mendengarkan cerita atau curhatan saya Ketika saya merasa kesepian ada beberapa orang yang dapat 0.0 5.7 88.6 saya ajak bicara Saya merasa dianggap menjadi bagian penting dalam 2.9 11.4 51.4 keluarga Teman berusaha memperlihatkan kepedulian 2.9 0.0 85.7 Orang-orang disekitar saya senantiasa berkata sesuatu yang 2.9 8.6 82.9 menghargai saya Saya memiliki teman untuk berbagi suka duka 8.6 5.7 62.9 Belajar bersama teman-teman memberikan rasa nyaman 5.7 8.6 68.6 dalam diri saya Dukungan instrumental Teman saya selalu membantu saya ketika saya sedang piket 2.9 5.7 71.4 Panti Ketika saya sedang sakit, ada orang yang menemani saya 2.9 2.9 68.6 pergi untuk berobat Selalu ada yang bersedia untuk menyiapkan makanan setiap 0.0 8.6 68.6 hari Selalu ada orang yang menolong saya disaat saya kesulitan 8.6 20.0 57.1 keuangan Dukungan informasi Selalu ada yang dapat dipercaya untuk memberikan nasehat 0.0 8.6 80.0 seputar permasalahan saya Keluarga senantiasa menghubungi saya dan memberikan informasi apapun yang berkaitan dengan informasi keluarga 2.9 8.6 45.7 saya Teman saya senantiasa memberitahukan saya apabila saya 0.0 5.7 80.0 melakukan hal yang salah Teman senantiasa memberikan saran yang baik untuk 0.0 2.9 80.0 masalah saya Selalu ada yang mengingatkan jadwal kegiatan Panti 0.0 2.9 71.4 Dukungan self esteem Selalu ada yang memberikan penghargaan atas hal baik yang 2.9 8.6 71.4 saya lakukan Semua yang saya kerjakan dianggap penting 0.0 20.0 48.6 Banyak yang percaya terhadap kemampuan yang saya miliki 0.0 20.0 71.4 Saat saya memberikan solusi terhadap suatu masalah, solusi 2.9 14.3 65.7 yang saya tawarkan selalu dapat diterima Orang-orang disekitar saya selalu memperhatikan saya 8.6 8.6 74.3 Orang-orang disekitar saya senantiasa menunjukkan 0.0 14.3 74.3 penghargaan diri kepada saya, misalnya dari perkataan Keterangan: 1= Sangat Tidak Setuju; 2= Tidak Setuju; 3= Setuju; 4= Sangat Setuju
4 % 20.0 5.7 34.3 11.4 5.7 22.9 17.1
20.0 25.7 22.9 14.3
11.4 42.9 14.3 17.1 25.7 17.1 31.4 8.6 17.1 8.6 11.4
28 Lampiran 2 Sebaran jawaban responden berdasarkan konsep diri Konsep Diri Konsep Diri Fisik Saya puas dengan tinggi badan saya Saya ingin mengubah penampilan saya Saya senang dengan berat badan saya Konsep Diri Moral Saya tidak ingin menyinggung perasaan orang lain Saya membantu orang-orang ketika mereka membutuhkan Saya sering menggunakan barang orang lain tanpa seijin pemilik barang* Saya tidak mudah mengumbar amarah Saya mengikuti aturan dimana saya berada Konsep Diri Pribadi Saya merasa diri saya berguna bagi orang lain Saya bangga pada diri saya sendiri Saya mencintai diri saya sendiri Konsep Diri Keluarga Saya mencintai keluarga saya Saya menghormati orang tua Saya merasa disalahpahami oleh keluarga saya* Saya selalu didukung oleh keluarga saya Keluarga saya adalah prioritas saya Saya sangat dekat dengan keluarga saya Saya merasa senang jika saya sedang bersama keluarga saya Sekarang Saya benci keluarga saya* Keluarga saya memberikan inspirasi bagi saya Konsep Diri Sosial Saya bisa dengan mudah mendapatkan teman Saya tidak merasa sulit untuk memulai percakapan dengan orang yang baru saja saya temui Saya membangun hubungan yang baik dengan orangorang disekitar saya. Saya sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru*
1 %
2 %
3 %
4 %
5.7 8.6 0.0
25.7 25.7 60.0
45.7 54.3 28.6
22.9 11.4 11.4
0.0 0.0
17.1 5.7
42.9 74,3
40.0 20.0
37.1
48.6
14.3
0.0
2.9 2.9
25.7 5.7
51.4 60.0
20.0 31.4
2.9 2.9 2.9
25.7 5.7 2.9
60.0 62.9 57.1
11.4 28.6 37.1
0.0 2.9 17.1 2.9 2.9 8.6
5.7 2.9 40.0 5.7 8.6 14.3
25.7 34.3 37.1 48.6 34.3 37.1
68.6 60.0 5.7 42.9 54.3 40.0
2.9
11.4
28.6
57.1
54.3 0.0
34.3 8.6
5.7 62.9
5.7 28.6
0.0
11.4
71.4
17.1
5.7
22.9
62.9
8.6
0.0
2.9
65.7
31.4
17.1
42.9
34.3
5.7
Keterangan: 1= sangat tidak sesuai; 2= tidak sesuai; 3= sesuai; 4= sangat sesuai
29 Lampiran 3 Sebaran jawaban responden berdasarkan kualitas hidup Kualitas Hidup
1 %
2 %
3 %
4 %
Kualitas Hidup Diri Sendiri Saya tetap berusaha, bahkan ketika saya tidak berhasil 2.9 11.4 60.0 25.7 Saya dapat menangani sebagian kesulitan yang datang 11.4 17.1 57.1 14.3 dengan cara saya sendiri Saya dapat melakukan banyak hal yang saya inginkan 8.6 31.4 45.7 14.3 Saya merasa baik tentang diri saya 5.7 28.6 48.6 17.1 Saya merasa saya penting bagi orang lain 22.9 17.1 48.6 11.4 Saya merasa tidak apa-apa jika saya membuat kesalahan* 42.9 34.3 17.1 5.7 Keyakinan saya memberikan kekuatan pada diri saya 2.9 11.4 48.6 37.1 Saya merasa sendiri dalam hidup ini* 45.7 25.7 20.0 8.6 Kualitas Hidup Hubungan Sosial Saya merasa orang dewasa memperlakukan saya dengan 2.9 5.7 68.6 22.9 adil Saya merasa mendapat perhatian yang cukup dari 2.9 8.6 45.7 42.9 keluarga saya Saya merasa saya berguna dan penting untuk keluarga 2.9 11.4 62.9 22.9 saya Saya merasa keluarga saya peduli terhadap saya 2.9 5.7 54.3 37.1 Keluarga saya mendorong saya untuk melakukan yang 0.0 2.9 48.6 48.6 terbaik Saya merasa orang tua atau wali saya mengijinkan saya untuk ikut dalam keputusan penting yang mempengaruhi 0.0 5.7 68.6 25.7 saya Saya mencoba untuk menjadicontoh bagi orang lain 11.4 22.9 48.6 17.1 Saya senang dengan teman-teman yang saya miliki 2.9 11.4 62.9 22.9 Saya merasa puas dengan kehidupan sosial saya 8.6 17.1 54.3 20.0 Saya merasa saya dapat ikut dalam kegiatan yang sama 0.0 8.6 68.6 22.9 seperti seusia saya Kulitas Hidup Lingkungan Saya suka mencoba hal-hal baru 0.0 11.4 65.7 22.9 Saya suka lingkungan saya 8.6 20.0 60.0 11.4 Saya menikmati belajar hal-hal baru 2.9 8.6 62.9 25.7 Saya puas dengan kondisi tempat tinggal saya 2.9 17.1 54.3 25.7 Saya puas dengan akses pelayanan kesehatan yang saya 8.6 22.9 51.4 17.1 dapatkan Kualitas Hidup Secara Umum Saya menikmati hidup 0.0 2.9 57.1 40.0 Saya puas dengan cara hidup saya 2.9 14.3 54.3 28.6 Saya merasa hidup ini berharga 2.9 2.9 54.3 40.0 Kualitas Hidup Kesehatan Fisik Saya memiliki energi yang cukup dalam melakukan 2.9 14.3 62.9 20.0 kegiatan sehari-hari Saya puas dengan tidur saya 14.3 14.3 65.7 5.7 Saya membutuhkan pengobatan medis dalam kehidupan 37.1 34.3 22.9 5.7 sehari-hari* Saya dapat melakukan kegiatan fisik dengan baik 0.0 14.3 54.3 31.4 Keterangan: 1=tidak menggambarkan diri saya; 2= sedikit menggambarkan diri saya; 3= menggambarkan diri saya; 4= sangat menggambarkan diri saya
30
Lampiran 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba pada remaja di panti rehabilitasi Nama Faktor Yang Penjelasan Mempengaruhi AR - Perceraian orangtua Semenjak orangtua AR bercerai, AR pergi - Orangtua terlalu bersama ibunya dan tinggal bersama neneknya. sibuk Ibu AR pada saat itu merupakan orangtua - Teman tunggal sehingga ibu AR sibuk mencari kerja, - Diri sendiri dan AR hanya tinggal bersama neneknya. Karena hal itulah AR kurang mendapatkan kasih sayang dan peran orangtua baik ibu maupun ayah. Akibatnya AR mencari kenyamanan kepada teman-temannya yang kebetulan teman AR tergolong bandel dan suka memakai narkoba. Semakin parahnya lagi efek dari penggunaan narkoba itulah perilaku AR menjadi menyimpang seperti suka mencuri barang-barang yang ada dirumah kemudian menjualnya untuk membeli obat-obatan. Sampai-sampai pakaian atau barang-barang yang dibelikan oleh neneknya, AR jual demi mendapatkan uang. Selain lingkungan, diri sendiri juga menjadi alasan mengapa AR bisa terjerumus dalam dunia obat, karena AR kurang memiliki filter dalam bergaul, serta kurangnya pondasi dalam diri AR untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri. ARD - Teman-teman Teman merupakan faktor yang paling banyak - Diri sendiri mempengaruhi seseorang diusia remaja. begitupun dengan ARD, ARD masuk dalam dunia narkoba karena ajakan dari temantemannya. Rasa penasaran yang ada dalam diri membuat ARD dengan mudah mengikuti ajakan teman-temannya untuk menggunakan narkoba. Salah satu efek yang dtiimbulkan dari peyalahgunaan narkoba yaitu ARD mengaku memilki teman khayalan yaitu seorang perempuan yang dianggapnya adalah pacarnya, sehingga ketika ARD sendiri dan melamun, maka teman khayalannyapun datang dan mengajak ARD berbicara. Akhirnya orangtua ARD memasukkan ARD ke dalam panti. Setelah beberapa waktu dirasa perilaku ARD sudah lumayan membaik, akhirnya ARD di pulangkan. Setelah pulang ke rumahnya dan mendapatkan kerja di tambang timah, ternyata teman-teman -ARD bekerja merupakan pengguna obat juga. Akhirnya karena ada
31
IQ
- Teman - Diri sendiri
AL
- Teman - Diri sendiri
IV
- Teman - Diri sendiri
ARF
- Perceraian orangtua - Teman - Diri sendiri
dorongan dari teman-teman, dan adanya kesempatan untuk kembali Relaps maka ARD kembali menggunakannya lagi. Tidak sampai disitu saja, karena merasa orangtua ARD tidak bisa menanganinya lagi akhirnya orangtua ARD kembali memasukkan ARD kepanti lagi. Ketika ARD pulang setelah masa rehabilitasinya yang kedua, ARD pusing karena tidak memiliki keterampilan untuk bekerja. Karena hal itulah ARD sering sekali mengancam meminta uang kepada orangtuanya untuk merokok dan jajan, pada akhirnya untuk ketiga kalinya orangtua ARD kembali memasukkan ARD ke panti. Alasan IQ menggunakan narkoba karena ajakan dari teman-temannya, berawal dari mabukmabukan serta melakukan kenakalan remaja lainnya yang pada akhirnya mengantarkan IQ masuk kedalam dunia narkoba dan mengalami ketergantungan obat. Selain teman, diri sendiri juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya penggunaan narkoba. karena kurangnya pondasi yang kuat dalam diri untuk menjaga dari lingkungan yang tidak baik. Pada awalnya AL merupakan anak yang baik, namun semenjak AL bekerja di tambang timah, sikap AL berubah karena faktor teman kerja AL yang nakal. Hasilnya AL ikut terjerumus kedalam duia narkoba karena ajakan teman kerjanya sendiri. setelah lama-kelamaan menggunakan, AL menjadi pribadi yang suka mencuri. Seperti mencuri timah di tempat bekerjanya sampai mencuri sapi. Dampak yang ditimbulkan bukan itu saja akibat pengunaan obat, AL pun menjadi anak yang sering berhalusinasi di waktu yang sama setiap harinya. Sama seperti AL, IV juga termasuk anak yang ikut-ikutan dalam menggunakan obat, atau di pengaruhi oleh teman sepermainannya. Sedikit berbeda dengan AL, semenjak penggunaan obat tersebut IV menjadi anak yang brutal dan masuk kedalam gangster. Kenakalan IV lebih kepada anarkis, ketika tidak ada uang maka IV akan melawan orangtua. ARF merupakan anak yang tergolong pintar secara akademik, namun masih polos dalam hal mencari teman. Maka dari itu ketika temantemannya mengajaknya untuk menggunakan
32
SPY
WR
RF
obat, ARF dengan mudahnya melakukan apa yang temannya ajak. Orangtua ARF sudah bercerai, dan dia di urus oleh ibunya sedangkan ayahnya entah tahu kemana. Pada akhirnya untuk membiayai ARF, ibu ARF sibuk bekerja dan ARF tinggal bersama neneknya. Namun saat ini, ARF sedang melanjutkan sekolahnya di Bogor, sekolah yang tidak terlalu jauh dari panti. - Keluarga Sebelum SPY lahir, orangtua SPY bercerai dan - Teman hidup masing-masing. Kemudian ibu SPY menikah lagi dengan seorang duda yang sudah memiliki anak. saat menikah dengan duda tersebut, SPY lahir. Semenjak saat itu, SPY serta kakak tirinya yang kebetulan seorang lakilaki juga sering bertengkar bahkan sampai besar. Ketika dirumah, SPY selalu di anggap salah oleh kakak tiriya. Ayah SPY pun lebih perhatian kepada kakak tiri SPY dibandingkan kepada SPY. Sedangkan ibu SPY tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga pada akhirnya SPY mencari tempat lain yang bisa membuat SPY merasa nyaman yaitu kepada teman-temannya, karena merasa kesal kepada kakak tirinya serta kehidupannya di rumah, SPY menggunakan obat-obatan, mabuk-mabukan bersama temannya tersebut. -Keinginan yang tidak Asal mula mengapa WR menggunakan sabu dituruti atau obat terlarang karena keinginan WR untuk -Diri sendiri memiliki motor tidak dituruti oleh orangtuanya, sedangka orangtua WR termasuk dalam keluarga sederhana dan pas-pasan. Karena kesal kepada orangtuanya, akhirnya WR mencari tahu sendiri dan mencoba menggunakan obat terlarang serta mabuk-mabukan. - Orangtua RF merupakan anak pesantren karena kebetulan - Teman kakek dari RF ini merupakan Kiayi. Namun, setelah pulang dari pesantren RF bertengkar dengan ibunya karena masalah sepele yaitu masalah kran air yang tidak dimatikan sehingga hal itu membuat ibu dari RF sangat marah dan mengucapkan kata-kata kasar kepada RF. Karena merasa tidak terima di perlakukan seperti itu, RF pun melawan ibunya. Pada akhirnya RF ikut masuk dalam sebuah Gangster yang kebetulan bersama teman-temannya itulah RF mulai mengenal obat.
33 YN
- Teman - Diri sendiri
AD
- Teman - Diri sendiri
H
- Ekonomi - Diri sendiri
YRK
- Diajak teman - Diri sendiri
YG
- Keinginan - Teman - Diri sendiri
TRY
- Teman - Diri sendiri
PRS
-Keluarga -Teman - Diri sendiri
YN tidak memiliki masalah sama sekali dengan orangtuanya atau keluarganya, namun YN terjerumus karena faktor teman dan rasa ingin coba-coba yang akhirnya membuat YN menjadi ketergantungan obat. Sama halnya dengan YN, AD menggunakan obat karena ajakan dari teman serta rasa ingin tahunya terhadap sesuatu, serta dirinya sendiri yang tidak bisa membentengi diri dari hal-hal yang merugikan diri sendiri. Keinginan H yang tidak dituruti oleh orangtuanya, membuatnya menjadi anak yang nakal seperti mabok dan menyalahgunakan obat-obatan. Selain itu, HFD mengajak temannya yang lain menjadi nakal seperti dirinya. Sama seperti YNT dan AD. YRK juga menggunakan menggunakan obat karena ajakan dari teman serta rasa ingin tahunya terhadap sesuatu, serta dirinya sendiri yang tidak bisa membentengi diri dari hal-hal yang merugikan diri sendiri. Keinginan yang tak diwujudkan juga membuat YG menjadi anak yang nakal, dia mulai masuk gangster, menggunakan obat, serta memiliki perilaku negatif lainnya seperti maling. Karena salah pergaulan sehingga TRY menggunakan obat-obatan, serta ikut dalam sebuah geng. Dalam geng tersebut TRY memiliki peran besar, dia menjadi salah seorang yang ditakuti oleh anggota geng yang lainnya. Selain itu, dalam geng tersebut ketika anggotanya melakukan kesalahan, maka TRY selalu mejadi kambing hitam oleh temantemannya. PRS adalah anak ke 4 dari 5 bersaudara dan dia merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Ayah PRS bekerja diluar kota sedangkan ibu PRS sudah 2 tahun telah meninggal dunia. Semenjak ibunya meninggal PRS merasa bahwa keluarga tidak lagi peduli terhadapnya, pada akhirnya PRS mencari sesuatu yang bisa menganggapnya ada yaitu teman-temannya. Teman-teman PRS merupakan anak-anak geng motor yang pada saat itu merupakan geng yang paling di segani dalam satu wilayah tersebut. PRS pun merasa nyaman ketika bersama teman-teman geng motornya.
34 Semenjak saat itu pula PRS berani terangterangan mabuk-mabukan dan menggunakan obat di dalam rumah serta jarang pulang kerumah. Diantara keluarganya hanya kakanya lah yang peduli terhadapnya.
35
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang-Banten pada tanggal 15 Desember 1993. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, pasangan Allan dan Saanah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Cidahu II, Kecamatan Kopo Kabupaten Serang-Banten dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan SMP di SMP PGRI KOPO dan lulus pada tahun 2009, kemudian penulis melanjutkan pendidikan SMA di SMA BINA PUTERA KOPO hingga lulus tahun 2012. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN undangan dengan mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di organisasi HIMAIKO (2013-2015). Selain itu penulis aktif juga di berbagai kepanitiaan seminar yang diadakan dalam lingkup kampus, menjadi anggota divisi konsumsi pada acara Family and Consumer Day (FNC) pada tahun 2013, menjadi ketua divisi konsumsi pada acara Family and Consumer Day (FNC) pada tahun 2014, menjadi ketua divisi konsumsi pada acara Indonesian Ecology Expo (INDEX) pada tahun 2015. Penulis mendapatkan beberapa prestasi non-akademik selama kuliah, yaitu PKMM yang lolos didanai pada tahun 2015, juara 2 lompat jauh putri pada acara Ecology sport Event (ESPENT), Juara 2 tari tradisonal pada acara semarak bidikmisi tahun 2013. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-P) di Dusun Ujung Gagak, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap.