perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA
SKRIPSI Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh: Nuly Hartiyani G 0105038
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
: Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
Nama Peneliti
: Nuly Hartiyani
NIM/ Semester
: G0105038
Tahun
: 2011
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada: Hari : ………….. Tanggal: …………..
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Dra. Sri Wiyanti, M.Si NIP 195208141984032001
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si NIP 197810222005011001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi NIP 197608172005012002
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Proposal dengan judul
: Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta
Nama Peneliti
: Nuly Hartiyani
NIM/ Semester
: G0105038
Tahun
: 2005
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Proposal Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada: Hari : ………….. Tanggal: …………..
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
Dra. Sri Wiyanti, M.Si
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si
NIP 195208141984032001
NIP 197810222005011001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi NIP 197608172005012002
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul: Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta Nuly Hartiyani, G0105038, Tahun 2011
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Sripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari : ………….. Tanggal: …………..
1. Pembimbing Utama Dra. Sri Wiyanti, M.Si
(__________________)
2. Pembimbing Pendamping Aditya Nanda P. S.Psi, M.Si
(__________________)
3. Penguji I Dra. Tuti Hardjajani, M.Si
(__________________)
4. Penguji II Nugraha Arif Karyanta, S.Psi
(__________________)
Surakarta, _______________
Ketua Program Studi Psikologi
Koordinator Skripsi
Drs. Hardjono, M.Si NIP 195901191989031002
Rin Widya Agustin, M.Psi NIP 197608172005012002
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Setiap kenikmatan yang kamu rasakan, maka datangnya dari Allah. (QS. An-Nahl: 53)
Kesabaran merupakan cahaya yang terang dalam kehidupan. ( HR. Muslim )
Do The best, Be The Best, and Let God Take The Rest ( Marching Band Sebelas Maret )
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Persembahan Karya ini kupersembahkan kepada : Mama dan Kakakku ( Nury ) dan seluruh keluargaku, untuk segala motivasi, semangat, dorongan, dan kasih sayang Teman-temanku, untuk menjadi inspirasi dan sumber keceriaan Dan almamaterku, untuk semua ilmu yang berharga Terimakasih semuanya ......
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur atas segala rahmat, nikmat, dan anugrah yang terlimpah serta hidayah Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penyelesaian skripsi ini bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, akan tetapi sebagai awal bagi penulis untuk bisa melangkah ke depan dengan lebih baik Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan diawal memasuki perkuliahan dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam perijinan penelitian. 3. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pengarahan diawal pembuatan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Sri Wiyanti, M.Si selaku pembimbing utama dan Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran, kritik, dan dukungan yang sangat bemanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Ibu Dra. Tuti Hardjajani, M.Si selaku penguji I dan Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi selaku penguji II yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang bermanfaat bagi penulis. 6. Bapak Bagus Wicaksana, M.Si selaku pembimbing akademik untuk semua bimbingan dan ilmu yang telah diberikan. 7. Bapak Muji Tri Priyono selaku Kepala Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta yang telah memberikan ijin bagi peneliti sehingga dapat melakukan penelitian. 8. Bapak Jay selaku Koordinator pengasuh Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan selama penelitian dan kepada Mba Eny dan Bu Ratna terima kasih atas bantuannya. 9. Seluruh dosen Program Studi Psikologi yang telah banyak memberikan ilmu, motivasi serta pengalaman yang berarti dan staf Program Studi Psikologi yang telah membantu dalam urusan administrasi. 10. Semua adik-adik Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta yang telah memberikan inspirasi dan partisipasinya untuk penelitian ini. 11. Semua adik-adik Panti Asuhan Mardhatillah untuk partisipasinya dalam penelitian ini. 12. Ibu Sudarminingsih, mamaku tersayang yang telah memberikan dorongan, doa, kasih sayang dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 13. Kakakku tersayang Nury Handayani terimakasih atas semangat yang telah diberikan dalam penulisan skripsi ini. 14. Rohmat Adil Alhakim untuk semua motivasi, inspirasi, semangat, doa, dan harapan.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. Semua teman-teman Wisma Putri Kemuning yang telah menjadi keluarga kedua yang selalu memberikan dukungan, keceriaan, dan semangat. 16. Semua teman-teman Marching Band Sebelas Maret Surakarta untuk semua semangat, doa, motivasi, keceriaan, dan pengalaman yang tak terlupakan. Arem-aremku Galuh, Amna, Mba Jatu terima kasih untuk semangatnya. 17. Untuk Dana, Diah, Ditdut, Rikuuw, Desti, Vita, Maya, Nia dan semua temanteman Psikologi angkatan 2005 yang telah banyak memberikan motivasi, bantuan, keceriaan, dan kekompakan yang tak terlupakan. 18. Terimakasih untuk kakak tingkat 2004, Mba Wita, Mas Fajar dan semuanya atas bantuannya untuk mengajarkan segala hal dan adik angkatan 2006, 2007 yang telah memberikan semangat selama mengerjakan skripsi ini.
Surakarta,
Januari 2011
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL REMAJA PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA Nuly Hartiyani G.0105038 Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk berhubungan atau menjalin interaksi dengan orang lain. Interaksi dalam hal ini dapat berupa interaksi antara individu satu dengan yang lainnya hingga interaksi dengan masyarakat luas. Interaksi dapat berjalan dengan baik didukung oleh konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu. Terutama pada remaja, melakukan interaksi merupakan suatu kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung bersikap pasif dan terkadang menutup diri dalam berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, oleh karena itu diperlukan konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang tinggi tertanam dalam diri remaja panti asuhan agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain di lingkungan sekitar remaja maupun dengan masyarakat luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah remaja Panti Asuhan Nur Hidayah yang berusia 1317 tahun. Penelitian ini menggunakan teknik studi populasi dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 40 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala konsep diri, skala kepercyaan diri dan skala interaksi sosial. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi ganda. Hasil perhitungan menggunakan analisis regresi ganda menunjukkan korelasi rx1y sebesar 0,426 pada taraf signifikan p < 0,05. Artinya ada korelasi positif yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial, dan korelasi rx2y sebesar 0,379 pada taraf signifikan p < 0,05 memiliki arti ada korelasi positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial. Selain itu berdasarkan hasil analisis data diketahui ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial ditunjukkan dengan nilai Ry (1,2) sebesar 0,432, p-value 0,022 < 0,05 dan Freg 4,244 > Ftabel 3,252. Sumbangan efektif konsep diri dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial dilihat dari koefisien determinan (R2) sebesar 18,7% yang berarti masih terdapat 81,3 % faktor lain yang mempengaruhi interaksi sosial selain konsep diri dan kepercayaan diri. Kata kunci : konsep diri, kepercayaan diri, dan interaksi sosial commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONCEPT AND SELF CONFIDENCE WITH SOCIAL INTERACTION OF ADOLESCENT IN PANTI ASUHAN NUR HIDAYAH SURAKARTA Nuly Hartiyani G.0105038
Human as a social creature needs to relate or make interaction with others. In this case, the interaction is not only between one person to another but also one person to all of the people of the society. Interaction is a need to develop human potential, especially for adolescents. Adolescents who live without their parents in any reasons, have a tendency to be an introvert person and sometimes become irresponsive with other people around them. Therefore, positive self concept and high self confidence are needed to make adolescents, who lived in orphanage, build a good communication with other people in their surroundings and widely society. The aim of this research is to find out the relationship between self concept and self confidence with social interaction of adolescent in Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. The method which was used in this study was quantitative approach. Subjects of this reaserch were adolescents who lived in Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta at age range between 13 years old until 17 years old. This research used population study with amount of all samples were 40. The instruments which was used to collect the data were self concept scale, self confidence scale, and social interaction scale. These were analyzed by multiple regression analysis technique. The result of calculation using multiple regression analysis showed correlation rx 1 y of 0,426 at significant level p < 0,05. This was meant that there was a significant positive correlation between self concept with social interaction, and rx2y of 0,379 at significant level p < 0,05 showed that there was a significant positive correlation between self confidence with social interaction. Furthermore, based on the result analysis of the data was known that there was a significant correlation between self concept and self confidence with social interaction showed with Ry (1,2) value of 0,432, p-value 0,022 < 0,05 and Freg 4,244 > Ftable 3,252. The effective contribution of self concept and self confidence toward social interaction was seen from determinant coefficient (R2) is 18,7% which meant that there was still 81,3% of the other factors that affected social interaction besides self concept and self confidence.
Keywords : self concept, self confidence, social interaction commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….
i
PERNYATAAN KEASLIAN ………………………………………………
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………..
iii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………..
iv
MOTTO ….…………………………………………………………………
v
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN ……………………
vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...
vii
ABSTRAK ..………………………………………………………………..
x
ABSTRACT ……….……………………………………………………….
xi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..
xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xv
DAFTAR GAMBAR …….…………………………………………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….
xvii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………… A. Latar Belakang ………………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………....
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………....
12
BAB II. LANDASAN TEORI A. Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial ………………………………….
14
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial ………....
18
3. Bentuk-bentuk interaksi sosial ……………………………...
24
4. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial …………………….
27
B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri …………………………………….
32
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri …………….
35
3. Aspek-aspek dari konsep diri ………………………………
39
4. Komponen dalam konsep ……………………………… commitdiri to user
42
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Arti penting konsep diri dalam menentukan perilaku ………
43
C. Kepercayaan Diri 1. Pengertian kepercayaan diri ………………………………..
45
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri ……………………………………………
48
3. Aspek-aspek kepercayaan diri ……………………………..
50
4. Proses pembentukan rasa percaya diri ……………………..
51
5. Ciri-ciri kepercayaan diri …………………………………..
52
6. Perkembangan kepercayaan diri …………………………...
56
D. Remaja Panti Asuhan ………………………………………….
58
E. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja ………………………………….
60
F. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja …………………………………………………………
64
G. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja …………………………………………………...
65
H. Kerangka Pemikiran …………………………………………...
67
I. Hipotesis ……………………………………………………….
70
BAB III. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ………………………………..
71
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………………………
71
C. Populasi dan Sampel ……………………………………………
73
D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………..
73
E. Validitas dan Reliabilitas ………………………………………
80
F. Teknik Analisis Data …………………………………………...
81
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian ……………………………………………
82
1. Orientasi Tempat Penelitian ………………………………. commit to user 2. Persiapan Administrasi …………………………………….
82
xiii
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Persiapan Alat Pengumpulan Data ………………………...
86
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Review Professional Judgement ............................................
87
2. Pengumpulan Data untuk Uji Coba ………………………..
87
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ………………………………
88
4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ………………………….
95
5. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………..
99
C. Analisis Data
D.
1. Uji Asumsi Dasar …………………………………………..
100
2. Uji Asumsi Klasik ………………………………………….
102
3. Uji Hipotesis ……………………………………………….
104
4. Mean Empirik dan Mean Hipotetik ……………………….
109
5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ………………
112
Pembahasan ………………………………………………..
113
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………………………..
118
B. Saran ………………………………………………………………
120
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
121
LAMPIRAN ……………………………………………………………….
125
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1
Tabel Distribusi Skor Skala …………………………………….
74
Tabel 2
Blue Print Skala Interaksi Sosial ……………………………….
75
Tabel 3
Blue Print Skala Konsep Diri …………………………………..
77
Tabel 4
Blue Print Skala Kepercayaan Diri …………………………….. 79
Tabel 5
Jumlah Anak Yatim Piatu Panti Asuhan Nur Hidayah tahun 2010 …………………………………………………………….
85
Tabel 6
Disitribusi Aitem Skala Interaksi Sosial yang Valid dan Gugur .
90
Tabel 7
Disitribusi Aitem Skala Konsep Diri yang Valid dan Gugur …..
92
Tabel 8
Disitribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan Gugur …………………………………………………………..
94
Tabel 9
Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial untuk Penelitian ……… 96
Tabel 10
Distribusi Aitem Skala Konsep Diri untuk Penelitian …………. 97
Tabel 11
Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri untuk Penelitian ……
98
Tabel 12
Uji Normalitas ………………………………………………….
100
Tabel 13
Uji Linieritas …………………………………………………… 101
Tabel 14
Uji Anova ………………………………………………………. 105
Tabel 15
Tabel Koefisien Analisis Regresi Berganda ……………………
Tabel 16
Tabel Korelasi Antar Variabel ………………..……..…………. 107
Tabel 17
Deskripsi Data Penelitian ………………………………………
108
Tabel 18
Kategorisasi Skala Interaksi Sosial dan Distribusi Subjek ……..
109
Tabel 19
Kategorisasi Skala Konsep Diri dan Distribusi Subjek ………...
110
Tabel 20
Kategorisasi Skala Kepercayaan Diri dan Distribusi Subjek …..
111
commit to user
xv
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN Gambar 1 Kerangka Pikiran ……………………………………………… 69 Gambar 2 Pengujian Autokorelasi ………………………………………..
commit to user
xvi
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Alat Ukur Penelitian Sebelum Uji Coba 1. Skala Interaksi Sosial (I) ……………………………………………
128
2. Skala Konsep Diri (II) …………………………………………….... 130 3. Skala Kepercayaan Diri (III) ……………………………………….. 132 LAMPIRAN B Data Uji Coba Skala Penelitian 1. Data Uji Coba Skala Interaksi Sosial ………………………………. 137 2. Data Uji Coba Skala Konsep Diri …………………………………..
139
3. Data Uji Coba Skala Kepercayaan Diri …………………………….
141
LAMPIRAN C Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Penelitian 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Interaksi sosial ………………..
144
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Konsep diri …………………...
146
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kepercayaan diri ……………..
148
LAMPIRAN D Alat Ukur Penelitian ( setelah uji coba ) 1. Skala Interaksi sosial ……………………………………………….
152
2. Skala Konsep Diri ………………………………………………….
153
3. Skala Kepercayaan diri …………………………………………….
155
LAMPIRAN E Data Penelitian 1. Data Skala Interaksi sosial ………………………………………….
158
2. Data Skala Konsep Diri …………………………………………….. 160 3. Data Skala Kepercayaan Diri ………………………………………. 162 LAMPIRAN F Analisis Data Penelitian 1. Hasil Analisis Deskriptif …………………………………………… 167 2. Uji Normalitas ……………………………………………………… 168 commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Uji Linearitas ……………………………………………………….
172
4. Uji Multikolinearitas ………………………………………………..
174
5. Uji Heteroskesdastisitas …………………………………………….
175
6. Uji Autokorelasi ……………………………………………………. 176 7. Uji Hipotesis Analisis Regresi ……………………………………...
177
8. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif ………………………..
179
LAMPIRAN G 1. Surat Ijin Penelitian ………………………………………………… 185 2. Surat Tanda Bukti Ijin Penelitian …………………………………... 186
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk yang kompleks, dikatakan demikian karena manusia mengalami perkembangan dan pertumbuhan baik secara fisik maupun secara psikis sesuai dengan tahapan perkembangannya. Di dalam perjalanan perkembangannya, seseorang akan melewati dan mengalami suatu perkembangan remaja atau masa-masa remaja yang memiliki makna khusus dibanding dengan masa perkembangan lainnya. Dikatakan memiliki makna khusus karena masa remaja merupakan masa seseorang akan mengalami peralihan dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa peralihan ini remaja merasakan pergolakan fisik dan psikis yang kuat ibarat badai dan topan. Masa remaja memiliki tempat yang kurang jelas dalam tahapan perkembangan seseorang, karena berada pada masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Masa anak-anak adalah masa seseorang belum berkembang secara penuh, karena pada tahap ini seseorang belajar untuk mengenal dunia luar atau lingkungan sekitarnya dengan meniru bicara ataupun tindakan orang lain. Lain halnya dengan masa dewasa, yakni masa seseorang telah berkembang secara penuh, telah melewati hampir semua tahapan perkembangannya, dan siap dalam menerima kedudukannya dalam masyarakat. Perjalanan hidup yang dialami oleh seseorang tidak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa mengalami masa anak-anak dengan dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena berbagai commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
sebab, seperti ditinggalkan oleh salah satu diantara kedua orang tua atau bahkan kedua orang tua sekaligus, bahkan beberapa sebab adalah karena keterbatasan ekonomi dari orang tua sehingga anak ditelantarkan. Hal ini dapat menghambat terpenuhinya kebutuhan psikologis pada diri anak, karena keadaan tersebut membuat anak menjadi tidak berdaya. Terlebih lagi dengan tidak adanya sosok seseorang yang dapat untuk diajak berbagi cerita atau seseorang yang menjadi panutan dalam menyelesaikan masalah. Anak-anak dengan keterbatasan tersebut dipelihara oleh pemerintah maupun swasta dalam suatu lembaga yang disebut panti asuhan. Panti asuhan merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial sebagai pengganti fungsi keluarga yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial kepada anak asuhannya serta memberikan bekal dasar yang dibutuhkan anak asuh dalam perkembangannya. Pada saat anak melewati masa remaja pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, dan sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan kepribadiannya. Masa remaja dalam hal ini merupakan salah satu masa yang sulit untuk dijalani karena pada masa ini seseorang akan mengalami berbagai perubahan, diantaranya perubahan intelektual dan pola pikir, perubahan fisik, tanggung jawab, perasaan, dan perubahan sosial yang menuntut remaja terjun kedalam masyarakat luas. Berbagai penyesuaian diharapkan dapat dilakukan oleh remaja baik dalam hal pola pikir, tanggung jawab, maupun secara fisik, sehingga anak dapat menjadi dewasa secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada remaja juga mengalami kondisi adanya kesenjangan antara keamanan yang dirasakan pada masa anak-anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
dengan pembentukan otonomi pribadi yang disebut sebagai penundaan psikologis (Erikson dalam Ester, 2007). Masa remaja adalah masa yang penuh dengan krisis, baik krisis fisik, psikis, maupun sosial yang kesemuanya itu bertujuan untuk pengembangan diri remaja. Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa remaja didalam perkembangannya mengalami berbagai masalah sehubungan dengan meningkatnya daya pikir, perasaan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Khususnya dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar, remaja dituntut untuk berinteraksi dengan lingkungan tempat remaja tersebut tinggal, karena pada hakikatnya remaja sebagai manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat lepas dari kehidupan bersama dalam kehidupannya. Sebagai mahluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya, oleh karena itu manusia akan selalu mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Seperti halnya dengan remaja yang mulai memiliki peran didalam masyarakat sebagai bagian dari sistem masyarakat dituntut untuk berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Interaksi dalam hal ini dapat berarti interaksi sesama manusia dan juga interaksi antara manusia dengan masyarakat serta lingkungan tempat individu tinggal (Erikson dalam Ester, 2007). Interaksi dengan lingkungan sekitar termasuk keluarga turut memberi peran pada remaja untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sama halnya dengan remaja yang tinggal di panti asuhan, interaksi dengan lingkungan panti asuhan sebagai pengganti keluarga memberikan dorongan untuk berkembangnya potensi yang ada dalam diri remaja, akan tetapi remaja panti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
asuhan pada umumnya cenderung untuk menutup diri atau mengabaikan pendapat orang lain dilingkungan sekitarnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh Nurul (2001) dalam penelitiannya pada anak-anak panti asuhan memberikan hasil sebanyak 57% anak-anak panti asuhan cenderung untuk mengandalkan kemampuannya sendiri dan cenderung untuk mengabaikan pendapat orang lain, baik pendapat pengasuh di panti asuhan ataupun pendapat guru di sekolah. Hal ini menggambarkan bahwa dalam lingkungan panti asuhan anak-anak belum menemukan sosok yang dapat dijadikan panutan dan juga sosok teman yang dapat berkomunikasi dengan baik, dengan kondisi tersebut interaksi pun tidak dapat berjalan dengan baik. Margareth (dalam Nurul, 2001) dalam laporan hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perawatan anak di yayasan tidak cukup baik, karena anak hanya dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis serta makhluk sosial. Pada kenyataannya selain pemenuhan kebutuhan fisiologis, anak juga membutuhkan kasih sayang untuk mencapai perkembangan psikis yang sehat seperti halnya vitamin dan protein bagi perkembangan biologis. Selain itu, berbagai peraturan yang harus ditaati ditemui oleh remaja di dalam panti asuhan juga seringkali membuat remaja merasa kurang bebas dan terbatasi sehingga potensi dalam diri remaja kurang berkembang dengan baik. Disamping itu, seringkali remaja menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan ketat di dalam panti asuhan sehingga tidak jarang remaja dilanda rasa bosan dan merasa tertekan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Remaja yang pada dasarnya adalah mahluk sosial disamping mulai memiliki peran didalam masyarakat juga membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya untuk melakukan interaksi dan melakukan berbagai kegiatan. Sears (dalam Yioe dan Agoes, 2002) menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan hal yang mendasar di dalam kehidupan manusia. Interaksi sosial terjadi bukan hanya karena manusia sebagai mahluk sosial dan untuk mempertahankan hidupnya, tetapi juga untuk melakukan berbagai kegiatan. Bagi remaja, melakukan interaksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga merupakan kebutuhan yang penting. Sebuah penelitian dilakukan oleh Larson dkk (dikutip oleh Sears, dalam Yioe dan Agoes, 2002), hasilnya adalah 74,1% waktu remaja dihabiskan dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya, terutama dengan teman-teman sebayanya. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan kebutuhan yang penting dan mendasar bagi remaja mengingat sebagian besar waktu mereka dihabiskan bersama orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Berinteraksi dengan teman-teman sebayanya seringkali membuat remaja memiliki keinginan untuk menjadi pusat perhatian, karena remaja merasa dirinya telah memiliki peran di dalam lingkungannya. Sama halnya dengan remaja yang tinggal di panti asuhan juga memiliki keinginan untuk memiliki peran di dalam lingkungannya, baik lingkungan di dalam panti asuhan maupun di luar panti asuhan seperti di sekolah karena remaja panti asuhan juga menempuh pendidikan di sekolah umum, akan tetapi adanya perbedaan lingkungan sosial antara remaja yang tinggal dengan keluarga sendiri dengan remaja yang tinggal di panti asuhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
tidak dapat dihindarkan dalam memberikan pengalaman interaksi sosial bagi remaja. Remaja di panti asuhan dihadapkan pada para pengasuh yang berperan sebagai pengganti orang tua. Melalui para pengasuh ini maka sosok orang tua yang hilang akan tergantikan. Akan tetapi kenyataan ini sulit untuk dicapai secara memuaskan karena di dalam panti asuhan pengasuh dihadapkan pada kenyataan untuk mengasuh dalam jumlah yang cukup besar (mencapai 30 anak), dibandingkan dengan di dalam keluarga atau di rumah yang diasuh oleh orang tua sendiri dengan jumlah yang relatif sedikit. Sehubungan dengan adanya kondisi tersebut seringkali remaja panti asuhan merasa kurang mendapat perhatian dari pengasuh, bahkan tidak jarang yang merasa kurang terpenuhinya fasilitas fisik. Remaja dalam lingkungan panti asuhan mengalami masa perkembangan dan meniti hidupnya dalam lingkungan yang terbatas dan suasananya juga jauh berbeda dengan suasana di rumah sendiri. Hal ini memberikan akibat pada remaja dalam
mengadakan
interaksi
dengan
lingkungan
sekitarnya
cenderung
menunjukkan sikap pendiam, pasif, serta kurang responsif terhadap orang lain. Disamping itu, remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung menunjukkan sikap menutup diri atau introvert terhadap orang lain yang berada dilingkungannya. Kecenderungan remaja panti asuhan untuk bersikap pendiam dan pasif turut didorong oleh penilaian remaja tersebut terhadap keadaan dirinya. Remaja panti asuhan cenderung memiliki penilaian yang negatif terhadap keadaan dirinya yang hanya anak panti asuhan dan memiliki pikiran “saya hanya anak panti asuhan” di dalam dirinya. Pemikiran seperti ini dipengaruhi oleh situasi di dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
panti asuhan yang mengharuskan remaja untuk mengikuti semua aturan-aturan yang dibuat di dalam panti asuhan, sehingga remaja merasa dirinya tidak memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik. Permasalahan tersebut berkembang sebagai akibat dari kurangnya dimiliki konsep diri yang positif dalam diri remaja panti asuhan. Konsep diri merupakan pandangan atau persepsi individu mengenai dirinya yang bersifat fisik, psikologis maupun sosial. Hurlock (1978) menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan individu mengenai dirinya. Konsep diri terdiri dari dua komponen yakni konsep diri sebenarnya yang merupakan gambaran mengenai diri dan konsep diri ideal yang merupakan gambaran individu mengenai kepribadian yang diinginkan. Wima (2009) mengungkapkan bahwa konsep diri memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menentukan perilaku seseorang, oleh karena itu seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki. Hasil penelitian Parlikar (dalam Ester, 2007) menyatakan bahwa konsep diri memiliki korelasi positif dengan kemampuan penyesuaian personal, sosial, dan berbagai penyesuaian di bidang lain. Konsep diri yang positif akan menimbulkan perilaku yang positif pula. Sebaliknya jika individu memiliki konsep diri yang negatif, maka akan menimbulkan perilaku yang kurang baik dan pada umumnya lebih banyak mengalami psikopatologi atau gangguan psikologis. Sebuah penelitian dilakukan oleh Rosenberg (dalam Ester, 2007) mendukung hal ini, dijelaskan bahwa remaja dengan konsep diri yang rendah menunjukkan karakteristik neurotic dan penyesuaian sosial yang kurang baik. Seperti halnya yang diungkapkan Hellen (2006) bahwa konsep diri yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
positif cenderung mendorong untuk bersikap optimis dalam menghadapi situasi apa saja diluar diri individu. Remaja dengan konsep diri yang positif akan lebih dapat menyesuaikan diri dalam situasi apapun yang terjadi dilingkungannya dan tidak jarang cenderung untuk memiliki peran didalamnya. Keinginan untuk memiliki peran bahkan menjadi pusat perhatian di dalam lingkungan, tentunya tidak dapat terlepas dari rasa percaya diri yang dimiliki dalam diri remaja. Seseorang yang memiliki percaya diri yang tinggi akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang-orang disekitarnya dengan lebih baik. Sebaliknya seseorang dengan percaya diri yang rendah akan selalu merasa rendah diri dan cenderung untuk menarik diri dari pergaulan. Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan para remaja. Terkadangpun remaja mengalami krisis kepercayaan diri dalam menentukan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Neill (2005), menjelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang tentang penilaian terhadap kemampuannya, sehingga dapat memperoleh keberhasilan yang diharapkan. Kepercayaan diri tersebut merupakan perpaduan antara perasaan positif terhadap diri dan keyakinan akan sesuatu yang berharga didalam diri dengan keyakinan akan kompetensi yang dimiliki untuk dapat menjalankan tugas ataupun menyelasaikan masalah yang dihadapi. Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu yang menunjukkan keyakinan terhadap tinggi atau rendahnya kemampuan yang dimiliki. Seseorang dengan kepercayaan diri tinggi memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya dan memiliki pengetahuan yang akurat tentang kapasitas yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
ada dalam dirinya. Sebaliknya, seseorang dengan kepercayaan diri rendah atau kehilangan kepercayaan diri, memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, serta memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya dan juga memiliki pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang ada dalam dirinya. Kepercayaan diri seseorang terkait dengan dua hal yang paling mendasar dalam praktek kehidupan (Neill, 2005). Pertama adalah kepercayaan diri berkaitan dengan perjuangan seseorang dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Seperti halnya diungkapkan oleh Mark Twin (2005), bahwa memiliki komitmen yang utuh dan rasa percaya diri merupakan hal yang dibutuhkan dalam mencapai prestasi yang dicita-citakan. Kedua adalah kepercayaan diri berkaitan dengan kemampuan
seseorang
dalam
menghadapi
masalah
yang
menghambat
perjuangannya. Seseorang dengan kepercayaan diri tinggi akan cenderung memiliki pandangan bahwa dirinya mampu untuk mencari penyelesaian dari masalah yang ada dihadapannya. Sebaliknya, seseorang dengan kepercayaan diri rendah akan cenderung memiliki pandangan bahwa dirinya tidak mampu untuk menyelesaikan
masalah
yang
dihadapinya.
Mohammad
Ali
(2005)
mengungkapkan bahwa lemahnya kepercayaan diri seseorang akan membuatnya lari dari tantangan yang membentang dihadapannya. (www.kreasiqukaryaqu.com) Beberapa penelitian mengenai kepercayaan diri pada remaja telah dilakukan sebelumnya. Salah satunya yang dilakukan oleh Indriyati (2007) dengan subjek siswi SMP Negeri 3 Salatiga menunjukkan bahwa kepercayaan diri pada remaja juga dipengaruhi oleh komunikasi yang terjalin dengan orang tua. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 46% remaja memiliki kepercayaan diri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
yang tinggi dengan komunikasi yang baik dengan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan disekitar individu turut berperan dalam terbentuknya kepercayaan diri seseorang. Dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri yang dimiliki oleh ramaja tidak dapat terbentuk secara spontan, akan tetapi terbentuk seiring dengan perkembangan kepribadian individu serta pengalaman yang diperoleh individu tersebut. Permasalahan internal pada diri remaja panti asuhan selain masalah dalam tercapainya konsep diri yang positif juga mengenai kepercayaan diri yang dimiliki oleh remaja panti asuhan. Konsep diri positif terbentuk dengan dukungan tidak hanya dari dalam diri remaja itu sendiri, tetapi juga dukungan dari orang-orang sekitar terutama keluarga. Remaja panti asuhan dihadapkan pada kenyataan bahwa sosok keluarga terutama orang tua telah tergantikan oleh para pengasuh yang dapat mendukung sepenuhnya terbentuknya konsep diri positif dalam diri remaja. Sama halnya dengan kepercayaan diri, Hambly (1992) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain, dengan cara tidak merasa inferior dihadapan siapapun dan merasa sebaik seperti orang lain, tidak merasa canggung dihadapan orang banyak, dan merasa nyaman dengan kehidupan yang diinginkan. Bagi remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki kepercayaan diri akan membuat remaja tentram dengan dirinya sendiri dan juga dengan lingkungan disekitarnya, baik dilingkungan panti asuhan maupun dilingkungan sekolah. Perasaan tentram yang dimiliki remaja panti asuhan juga tidak dapat lepas dari konsep dirinya sebagai pandangan terhadap dirinya secara keseluruhan, karena dengan konsep diri yang positif commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
remaja panti asuhan akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya serta mampu untuk berperilaku baik sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Konsep diri yang dimiliki oleh remaja berkembang melalui proses seiring dengan perkembangan individu tersebut. Proses untuk membentuk konsep diri positif dan kepercayaan diri pada diri remaja tentunya tidak hanya datang dari sisi individu itu sendiri, akan tetapi dukungan dari orang-orang sekitar sangatlah penting terutama dari keluarga yang akan membentuk perilaku individu. Perilaku yang sesuai membuat remaja akan dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain selanjutnya akan mengarah terjadinya suatu interaksi. Hal tersebut akan membuat remaja panti asuhan dapat menjalin interaksi yang baik berawal dari interaksi dengan teman-teman sesama penghuni panti asuhan, interaksi dengan teman-teman yang berada disekolah, dapat menjalin komunikasi yang baik dengan guru disekolah hingga interaksi dengan masyarakat luas. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul penelitian : Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Pada Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta.
B. Rumusan Masalah Mengacu pada uraian diatas maka rumusan masalah yang akan diungkapkan adalah: 1.
Apakah terdapat hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
2.
Apakah terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan?
3.
Apakah terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a.
Mengetahui hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan
b.
Mengetahui hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan
c.
Mengetahui hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial pada remaja di Panti Asuhan
2. Manfaat Penelitian a.
Manfaat teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta deskripsi mengenai hubungan antara faktor-faktor internal yang ada pada diri individu seperti konsep diri dan kepercayaan diri dalam membentuk interaksi sosial, serta faktor eksternal seperti interaksi sosial khususnya pada remaja yang hidup dalam panti asuhan. 2. Memberi informasi kepada remaja tentang pentingnya konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang tinggi untuk mencapai interaksi sosial yang memadai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
b.
Manfaat praktis 1. Bagi remaja, dapat memberikan informasi dan pandangan mengenai pentingnya konsep diri dalam pergaulan sehingga remaja dapat lebih mengerti keadaan dirinya dan lebih memahami berinteraksi didalam masyarakat. 2. Bagi panti asuhan, dapat memberi masukan tentang cara untuk menumbuhkan konsep diri yang positif dan kepercayaan diri yang tinggi pada anak asuh sehingga dapat berinteraksi secara baik dengan masyarakat luas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Interaksi Sosial 1. Pengertian Interaksi Sosial Setiap manusia dituntut untuk mengadakan hubungan dengan manusia lainnya. Sebagai mahluk sosial, manusia akan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya dalam segala hal di dalam kehidupannya. Hubungan yang terjalin antara individu satu dengan yang lainnya dapat terbentuk dalam sebuah interaksi. Interaksi berarti satu pertalian sosial antara individu satu dengan individu lainnya, sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya (Chaplin, 1981). Interaksi dalam hal ini dapat berupa interaksi antara individu satu dengan individu yang lainnya, serta antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Setiap anggota dalam suatu kelompok memiliki peranannya masingmasing, dan peran tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti contoh dalam sebuah keluarga, dalam hal ini keluarga merupakan kelompok terkecil didalam masyarakat, orang tua memiliki peran penting dalam membimbing anakanaknya sebelum terjun ke dalam masyarakat yang lebih luas. Yarkin (1981) secara umum menjelaskan bahwa interaksi sosial terbentuk dari rangkaian bentuk pandangan atau pikiran tentang orang lain. Hal serupa dikemukakan oleh Bimo (2002), bahwa interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi antara individu satu dengan yang lainnya, dalam hal ini individu yang satu mempengaruhi individu yang lainnya dan juga sebaliknya. Jadi terdapat hubungan yang saling commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
timbal balik, hubungan ini dapat individu dengan individu lain, individu dengan kelompok, ataupun kelompok individu dengan kelompok yang lain. Melalui interaksi sosial individu menyesuaikan diri dengan individu yang lain. Penyesuaian diri dalam hal ini mengandung arti bahwa individu dapat menyatukan diri dengan lingkungan sekitarnya, ataupun juga dapat mengubah lingkungan menjadi sesuai dengan keadaan individu tersebut dan juga sesuai dengan yang diinginkan individu. Interaksi sosial yang terlihat sederhana ini sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks yang dilandasi oleh berbagai faktor psikologis. Pendapat tersebut diperkuat oleh Bonner (dalam Soelaiman dan Noer, 1981) yang mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan antara dua atau lebih individu manusia, didalamnya perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau sebaliknya. Soekanto (2000) mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya berbagai aktivitas sosial. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan kunci utama dari semua kehidupan seseorang. Tanpa adanya interaksi sosial maka akan sulit dicapai kehidupan bersama. Seperti halnya yang diungkapkan Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) bahwa interaksi sosial juga merupakan hubungan sosial yang menyangkut hubungan antara perorangan individu, kelompok-kelompok individu maupun antara individu dengan kelompok, dan hubungan ini merupakan hubungan yang bersifat dinamis. Berjabat tangan, saling menegur, dan saling berbicara pada saat dua orang bertemu dapat dikatakan sebagai awal dari dimulainya sebuah interaksi sosial. Seperti halnya dikatakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) sebelumnya bahwa interaksi sosial juga terjadi antara kelompok-kelompok individu, yang biasanya terjadi pada kelompok sebagai suatu kesatuan tanpa melibatkan perasaan pribadi anggotanya. Contohnya seperti yang dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) adalah dalam Perang Dunia kedua saat negara Perancis yang berseteru dengan Jerman. Pada suatu patroli, Perancis berhasil menawan tiga orang tentara Jerman setelah dibawa oleh tentara Perancis ternyata dua orang diantara tentara tersebut saling mengenal dan berteman sebelum terjadinya perang. Hal ini membuktikan bahwa interaksi sosial tersebut tidak bersifat pribadi, karena tentara tersebut bukanlah bermusuhan secara pribadi, akan tetapi bermusuhan secara kelompok, dalam hal ini negara Perancis dan Jerman, yang saling berseteru. Interaksi sosial bersifat positif, seperti halnya yang diungkapkan oleh Sarwono (1987) bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang keduanya saling bergantung untuk mencapai hal yang positif. Dapat dilihat dalam kelompok-kelompok murid yang berada didalam sebuah kelas, saat guru memberikan tugas kelompok pada muridnya maka setiap anggota kelompok akan bahu-membahu menyelesaikan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya agar dapat nilai yang bagus dan pujian dari guru mereka. Disamping bersifat positif, interaksi sosial juga dapat berakibat negatif, karena adanya interaksi sosial maka terjadi perbenturan atau perbedaan pendapat yang dapat menimbulkan konflik, bahkan akhirnya dapat menimbulkan permusuhan. Burgio (1981) mengungkapkan bahwa interaksi sosial adalah aktifitas yang membutuhkan hampir semua individu dalam kehidupan sehari-hari dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
individu yang memiliki kesulitan berhubungan dengan orang lain sering merasa tidak nyaman, cemas, terkucilkan, atau perilaku yang menyimpang. Dinamika interaksi
sosial
mencakup
penilaian
harapan
akan
kemampuan
untuk
meminimalisir ketidakcocokkan antara keberhasilan penyajian diri dengan perilaku yang sebenarnya. Seperti halnya dikatakan Calhoun dan Acocella (1995), seseorang membutuhkan orang lain dan cenderung menghabiskan sebagian besar dari waktunya untuk berinteraksi sosial. Kegiatan sosial tersebut mengajarkan pada keyakinan, nilai, dan perilaku yang dapat diterima orang lain disekitar individu. Proses belajar untuk menjadi sosial dinamakan sosialisasi, dengan interaksi dengan orang lain seseorang belajar mengendalikan tubuhnya, berbicara, berpikir, menggunakan kebiasaan dan peraturan masyarakat, memberikan tanggapan kepada orang lain, mempedulikannya, dan mengambil perilaku yang cocok dengan mereka. Fazio (1981) menjelaskan bahwa interaksi sosial terbentuk dari persepsi seseorang melalui proses penyimpulan terhadap orang lain yang diamatinya dan ditemuinya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang bersifat dinamis, didalamnya terdapat saling ketergantungan secara psikologis untuk mencapai sesuatu yang bersifat positif. Interaksi sosial juga merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia. Setiap individu pada hakikatnya adalah mahluk sosial yang memiliki dorongan untuk bermasyarakat dan juga mendorong manusia untuk melakukan pergaulan. Pergaulan tersebut akan mempunyai dampak terhadap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
perubahan tingkah laku, gagasan, dan akan memberikan corak pada kehidupan pribadinya. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Kelangsungan interaksi sosial walaupun bentuknya sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks. Berawal dari sebuah interaksi yang sederhana seringkali muncul masalah yang perlu diselesaikan sehingga diperlukan suatu strategi penanganan yang efektif sesuai dengan masalah yang dihadapi. Apabila individu memiliki strategi penanganan masalah yang menuju ke arah positif, maka hal tersebut akan menunjang interaksi individu dengan lingkungannya. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang bersifat dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara individu dengan kelompok. Interaksi juga memiliki simbol didalamnya yang diartikan sebagai sesuatu yang memiliki nilai atau makna yang diberikan kepada individu atau suatu kelompok yang menggunakannya. Soekanto (2000) mengatakan bahwa suatu proses interaksi berlangsung didasarkan pada berbagai faktor yang bergerak secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Faktor-faktor tersebut yakni faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. a. Faktor imitasi Faktor imitasi menurut Gerungan (2004) memiliki peranan yang besar dalam proses interaksi sosial. Seperti halnya seorang anak yang belajar untuk berbicara dengan mengimitasi dari apa yang dikatakan oleh orang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
tuanya, selanjutnya dengan berbicara merupakan alat komunikasi yang terpenting untuk mengarah pada proses interaksi. Dampak positif dari imitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping dampak positif, imitasi juga dapat menimbulkan dampak negatif apabila yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang salah ataupun menyimpang secara moral atau hukum, dan apabila hal ini ditiru oleh individu dalam jumlah besar, maka proses imitasi dapat menimbulkan kesalahan kolektif dalam jumlah yang besar. Soekanto (2000) menjelaskan bahwa dampak negatif lain dari imitasi adalah dapat melemahkan pengembangan daya kreasi seseorang. Salah satu sebab individu melakukan imitasi adalah karena merasa perlu untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang lain, terutama orang yang dikagumi oleh individu tersebut. Pendapat serupa dikemukakan oleh G. Tarde (dalam Bimo, 2002) bahwa imitasi merupakan faktor yang mendasari atau melandasi interaksi sosial. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang individu-individu didalamnya mengimitasi antara satu dengan yang lainnya. Bahkan masyarakat yang sebenarnya adalah apabila manusia mulai untuk meniru kegiatan manusia lainnya. Imitasi tidak berlangsung secara spontan, akan tetapi ada faktor yang mendorong individu untuk melakukan imitasi diantaranya adalah faktor psikologis. Chorus (dalam Soelaiman dan Noer, 1981) menambahkan bahwa masyarakat tidak dengan mudah melakukan imitasi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya adalah adanya minat ataupun perhatian yang cukup commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
besar terhadap sesuatu yang akan diimitasi, adanya sikap menjunjung tinggi dan mengagumi hal yang akan diimitasi, dan adanya perbedaan pengertian, tingkat perkembangan, serta tingkat pengetahuan dari individu yang melakukan imitasi. b. Faktor sugesti Sugesti merupakan sebuah pengaruh psikologis yang datang dari diri sendiri maupun dari orang lain. Umumnya sugesti diterima oleh individu tanpa diiringi oleh kritik dari individu tersebut. Seperti halnya diungkapkan oleh Bimo (2002) bahwa sugesti memiliki tujuan dan maksud yang jelas karena seseorang dengan secara aktif memberikan pandangan-pandangannya agar dapat diterima oleh orang lain. Sugesti memiliki peran penting dalam interaksi sosial karena dengan sugesti berbagai pandangan akan secara cepat menyebar diantara banyak orang. Di sisi lain, sugesti juga dapat memberikan dampak negatif dalam perkembangan kepribadian seseorang, karena akan menimbulkan sifat ketergantungan dengan orang lain dan juga menurunnya daya kreatif individu. Gerungan (2004) berpendapat bahwa sugesti memiliki peranan dalam pembentukan norma-norma yang ada dalam masyarakat karena banyaknya pedoman tingkah laku yang diambil dari adat kebiasaan tanpa adanya pertimbangan lebih lanjut dari orang tua, guru, ataupun lingkungan sekitarnya. Menurut Soekanto (2000) faktor sugesti berlangsung pada saat seseorang memiliki suatu pandangan atau suatu sikap dari dalam dirinya, kemudian pandangan atau sikap tersebut diberikan kepada pihak lain dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
diterima oleh pihak yang bersangkutan. Pada dasarnya proses sugesti memiliki kesamaan dengan imitasi, hanya saja titik tolaknya yang berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi, dan emosi tersebut yang menghambat daya berfikirnya secara rasional. Apabila orang yang memberikan pandangan adalah orang yang berwibawa atau yang memiliki kekuasaan, maka hal tersebut dapat juga memicu terjadinya sugesti, karena pandangan atau sikap yang diberikan olehnya merupakan bagian terbesar dari kelompok yang bersangkutan atau masyarakat. Hal serupa dikemukakan oleh Soelaiman dan Noer (1981), bahwa pandangan yang mendapatkan banyak dukungan oleh mayoritas dari masyarakat akan cenderung diterima oleh banyak orang tanpa pertimbangan apapun. Seperti contohnya suatu pandangan atau pendapat yang dikemukakan oleh seorang tokoh masayarakat tertentu besar kemungkinan untuk dipercaya bahkan diikuti oleh anggota masyarakat tersebut. c. Faktor identifikasi Identifikasi menurut Freud (dalam Bimo, 2002) merupakan sebuah dorongan untuk menjadi sama atau identik dengan orang lain. Seperti halnya pada anak yang diajarkan norma-norma atau aturan-aturan sosial dari orang tuanya, maka akan tertanam dalam diri anak sesuatu yang baik dilakukan dan juga yang tidak baik dilakukan. Soekanto (2002) menjelaskan bahwa faktor identifikasi bersifat lebih mendalam daripada imitasi. Dikatakan demikian karena kepribadian seseorang terjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
berdasarkan proses identifikasi. Identifikasi sebenarnya merupakan suatu perasaan dalam diri individu yang mendorong individu tersebut untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi itu sendiri dapat berlangsung tanpa adanya kesadaran dari individu, maupun dengan diikuti kesadaran dari individu atau secara disengaja karena seringkali individu cenderung
membutuhkan
sosok
ideal
tertentu
didalam
proses
kehidupannya. Sosok ideal tersebut merupakan sosok yang dikenal dengan baik oleh individu sehingga identifikasi dapat belangsung, dan pandangan serta sikap yang dimiliki sosok tersebut dapat menyatu kedalam diri individu. Seperti halnya dikemukakan oleh Bimo (2002) seorang anak yang mengidentifikasi sikap dan norma-norma dari orang tuanya, kemudian menjadikan sikap tersebut perilakunya sehari-hari. Seiring dengan perkembangan anak yang beranjak remaja dan mulai berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas maka anak mulai beralih dengan mengidentifikasi orang-orang didalam masyarakat yang dianggap ideal. Pendapat lain dikemukakan oleh Gerungan (2004) bahwa seseorang yang telah dikatakan dewasa seringkali akan mengidentifikasi dirinya dalam kondisi tertentu, misalnya orang tua yang mengidentifikasi dirinya dengan anak-anak mereka dalam suatu keadaan tertentu, sehingga akan terjadi keadaan timbal balik yang merupakan ciri dari interaksi sosial. Dengan demikian berlangsungnya identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruhpengaruh yang lebih mendalam dibandingkan dengan proses imitasi dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
sugesti walaupun kemungkinan proses identifikasi pada mulanya diawali oleh imitasi sehingga sugesti tersebut tetap ada. d. Faktor simpati Soelaiman dan Noer (1981) merumuskan simpati sebagai perasaan tertarik seseorang terhadap orang lain. Simpati lebih didasarkan pada perasaan, seseorang dapat secara tiba-tiba merasa tertarik dengan orang lain seperti dengan dirinya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Soekanto (2000) bahwa proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Dorongan utama dalam proses ini adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu keadaan individu yang satu sama lain saling mengerti, berbeda dengan identifikasi yang didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena memiliki kelebihan dan kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Disamping individu tertarik dengan individu lain, Bimo (2002) mengemukakan bahwa individu juga dapat menunjukkan penolakan terhadap sikap orang lain, sikap ini yang disebut dengan antipati. Berbeda dengan simpati yang bersifat positif, antipati memiliki sifat negatif. Adanya simpati antara individu satu dengan yang lainnya maka akan terjalin saling pengertian yang mendalam. Dengan demikian interaksi sosial yang terjalin atas dasar simpati akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan interaksi atas dasar sugesti maupun imitasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial yakni adanya faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Dikatakan demikian karena didalam kenyataannya proses interaksi sosial tersebut memang sangat kompleks, sehingga terkadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut (Soekanto, 2000). Herbert Blumer (dalam Kamanto, 2004) berpendapat bahwa interaksi adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Selanjutnya makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Banyak orang menganggap bahwa warna merah berarti berani dan warna putih berarti suci. Makna warna tersebut menurut Blumer (dalam Kamanto, 2004) berasal atau muncul dari interaksi sosial. Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu, proses tersebut disebut dengan interpretative process. Blumer (dalam Kamanto, 2004) menekankan bahwa makna yang muncul dari interaksi tersebut tidak langsung diterima oleh individu, akan tetapi ditafsirkan terlebih dahulu. 3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Interaksi sosial berlangsung dalam berbagai wujud ataupun bentuk yang menggambarkan
suatu
proses
interaksi
berlangsung.
Soekanto
(2002)
mengemukakan interaksi sosial dapat berupa kerja sama (co-operation), persaingan (competition), pertikaian (conflict), dan juga dapat berupa akomodasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
(accommodation). Sebagai contoh dalam sebuah kelompok individu, kemudian kelompok tersebut kedatangan anggota baru didalamnya. Tentunya tidak semua anggota kelompok yang lama dapat menerima kehadiran anggota baru, yang akhirnya menimbulkan suatu konflik didalam kelompok tersebut. Untuk mencegah agar konflik yang terjadi tidak berlanjut, maka pemimpin kelompok berusaha untuk mereda konflik yang terjadi dan mengatasi masalah yang ada, sehingga tercapai suatu keadaan akomodasi yang menjadi dasar suatu kerja sama. Pendapat lain dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2002) bahwa ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat dari interaksi sosial, yakni proses asosiatif dan proses disosiatif. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang didalamnya terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilainilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Asimilasi merupakan suatu proses yang didalamnya terdapat pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan serta tujuan kelompok. Proses asosiatif ini dapat dilihat misalnya pada masyarakat suatu kompleks perumahan dalam melaksanakan kerja bakti membersihkan kompleks. Kerja bakti ini dilakukan secara gotong royong sebagai wujud dari kerja sama anggota masyarakat, dalam hal ini gotong royong commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
dilakukan tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja tetapi juga kelompokkelompok masyarakat sehingga terjadi suatu keseimbangan peran didalamnya. Kerja bakti ini secara perlahan-lahan menimbulkan pemahaman bahwa kebersihan lingkungan kompleks adalah tanggung jawab semua masyarakat yang tinggal didalamnya. Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial individu ataupun beberapa kelompok manusia yang bersaing secara personal ataupun secara kelompok, mencari keuntungan melalui bidangbidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dengan pertentangan. Hal ini ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan juga perasaan tidak suka yang disembunyikan. Kontravensi dapat juga merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain ataupun terhadap unsur-unsur kebudayaan dari suatu masyarakat tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian apabila terus tertanam dalam diri individu, namun tidak menimbulkan suatu pertikaian atau pertentangan. Pertentangan merupakan suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Untuk tahapan proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp (dalam Kamanto, 2004) menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
(initiating),
menjajaki
(experimenting),
meningkatkan
(intensifying),
menyatupadukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sebagai contoh dalam tahapan-tahapan ini, misalnya saat seseorang mendapatkan pekerjaan baru kemudian memasuki lingkungan kerja yang baru kemungkinan besar seseorang akan memulai suatu obrolan ringan dengan rekan-rekan di tempat kerjanya. Hasil komunikasi tersebut akan dijadikan dasar untuk hubungan selanjutnya. Tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing),
memacetkan
(stagnating),
menghindari
(avoiding),
dan
memutuskan (terminating). Hal-hal yang semula dilakukan secara bersama-sama lambat laun mulai dilakukan sendiri-sendiri. Keegoisan dari tiap individu mulai muncul dan menguat, sedangkan toleransi terhadap orang lain mulai menurun. Kemudian komunikasi mulai menjadi suatu hal yang menimbulkan konflik karena cenderung ditanggapi dengan bantahan ataupun sangkalan. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial berlangsung dalam bentuk positif dan juga dalam bentuk negatif. Bentuk positif dari interaksi sosial dapat berupa kerja sama dalam suatu kelompok individu untuk mencapai suatu tujuan bersama, sedangkan bentuk negatif dari interaksi sosial dapat berupa pertentangan antara individu dalam suatu kelompok atau antara kelompok satu dengan yang lainnya yang menimbulkan konflik dan akhirnya menjadi terputusnya suatu komunikasi. 4. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak ada kontak sosial (social contact) dan komunikasi sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya interaksi antara individu satu dengan individu yang lainnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
a. Kontak sosial (social contact) Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial. Soekanto (2002) menjelaskan bahwa kontak secara fisik terjadi apabila terjadi hubungan antara anggota badan seperti misalnya bersalaman atau berjabat tangan. Sebagai gejala sosial, kontak tidak selalu harus bersifat fisik karena individu dapat menjalin hubungan dengan individu lainnya tanpa harus bersentuhan langsung secara fisik, misalnya dengan berbicara dengan orang lain maka telah terjadi kontak sosial. Seiring dengan perkembangan teknologi, manusia dapat melakukan hubungan atau kontak dengan pihak lain tanpa harus bertatap muka secara langsung, misalnya dengan menggunakan pesawat telepon, individu dapat menjalin kontak dengan pihak lain yang berada ditempat yang tidak terjangkau bila harus bertatap muka secara langsung. Kontak sosial dapat berlangsung antara individu satu dengan individu lainnya, antara individu satu dengan suatu kelompok tertentu ataupun sebaliknya, serta antara kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. b. Komunikasi Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan diikuti oleh pemberian sebuah penafsiran serta reaksi terhadap informasi yang disampaikan tersebut. Bimo (2002) mengemukakan bahwa melalui komunikasi individu dapat menyampaikan berbagai ide, pemikiran, ataupun pengetahuan yang didapatnya kepada orang lain secara timbal balik. Selanjutnya melalui komunikasi manusia dapat berkembang dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
dapat melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Hal serupa dikemukakan oleh Soekanto (2002) bahwa komunikasi memiliki arti penting yakni sebuah tafsiran yang diberikan oleh individu terhadap perilaku orang lain, dalam hal ini perilaku berupa cara berbicara, gerak bahasa tubuh ataupun sikap, selain itu juga penafsiran terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Kemudian orang tersebut akan memberikan reaksi terhadap sesuatu yang ingin disampaikan tersebut. Penafsiran yang muncul dalam komunikasi memiliki berbagai macam arti, terutama terhadap tingkah laku orang lain. Seperti contoh adalah seulas senyum dapat memberikan bermacam-macam arti bagi orang lain, dapat diartikan sebagai sikap bersahabat dan ramah, akan tetapi juga dapat memunculkan arti sikap sinis dan sikap ingin menunjukkan kemenangan. Bimo (2002) selanjutnya mengungkapkan bahwa apabila komunikasi berlangsung secara terusmenerus maka akan terjadi interaksi, yakni proses saling mempengaruhi antara individu satu dengan individu lainnya. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial terjadi bila adanya kontak sosial diantara individu satu dengan yang lainnya, akan tetapi tanpa adanya komunikasi maka interaksi tidak dapat berjalan dengan baik. Seorang individu melakukan kontak sosial dengan orang lain seperti berjabat tangan dapat dikatakan telah terjadi interaksi sosial, namun apabila tidak diiringi dengan suatu komunikasi maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial tidak terjadi, karena tidak adanya suatu informasi yang disampaikan sehingga tidak menimbulkan suatu reaksi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
apapun dari pihak lain. Kontak sosial dan komunikasi berjalan saling melengkapi untuk mewujudkan terjadinya suatu interaksi sosial. Disamping itu Kamanto (2004) mengungkapkan bahwa interaksi sosial juga memiliki aturan, dan aturan tersebut dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall serta definisi situasi dari W.I. Thomas (dalam Kamanto, 2004). Hall (dalam Kamanto, 2004)
menjelaskan dimensi ruang
dengan membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Masing-masing jarak tersebut memiliki dua tahap didalamnya, yakni tahap dekat dan tahap jauh. Jarak intim meliputi keterlibatan individu dengan orang lain secara fisik yang juga disertai oleh keterlibatan intensif dari organ panca indera seperti penglihatan, sentuhan kulit, hembusan nafas, dan juga suara. Interaksi dalam jarak intim berlangsung pada saat misalnya dua orang atlet gulat yang terlibat dalam suatu pertandingan gulat. Gulat dapat dikatakan sebagai olahraga dengan jarak dekat karena atlet satu sama lain terlibat intensif secara fisik seperti bersentuhan kulit, hembusan nafas serta penglihatan. Tahap jauh dalam jarak intim terjadi apabila individu terpaksa berada pada jarak intim dengan orang lain yang tidak dikenalnya, seperti dalam kendaraan umum, maka individu tersebut akan berusaha sebisa mungkin menghindari kontak fisik dengan orang lain disekitarnya. Jarak pribadi meliputi individu yang memiliki hubungan dekat dengan individu lainnya, seperti sepasang suami dan istri, hubungan ini pun dapat dikatakan sebagai interaksi tahap dekat pada jarak pribadi. Interaksi tahap jauh pada jarak pribadi adalah ketika sekolompok individu dalam sebuah permainan kelompok, setiap anggota commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
kelompok saling menyentuh pada saat merentangkan tangan dan rangsangan terhadap panca indera berangsur menurun. Jarak sosial meliputi interaksi antara individu yang saling berbincang secara normal tanpa harus saling menyentuh. Tahap dekat pada jarak sosial dapat dijumpai dalam suatu kelompok individu yang sedang berdiskusi secara informal ataupun berdiskusi dalam keadaan santai. Tahap jauh pada jarak sosial adalah ketika terjadi hubungan kerja formal yang memiliki batasan yang jelas. Jarak publik meliputi interaksi yang terjadi antara individu yang harus berada didepan umum seperti pemuka agama atau politikus. Selain aturan mengenai ruang, Hall (dalam Kamanto, 2004) juga menjelaskan aturan mengenai waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi, seperti contohnya individu yang terbiasa dengan budaya tepat waktu berada pada lingkungan atau masyarakat yang terbiasa dengan keterlambatan, maka individu pada awalnya akan merasa tidak nyaman dan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain disekitarnya. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas
(dalam Kamanto, 2004). Definisi situasi merupakan penafsiran individu
terhadap rangsangan dari luar sebelum memberikan reaksi. Individu menerima rangsangan dari luar kemudian sebelum memberikan reaksi, terlebih dahulu individu menafsirkan rangsangan yang diterimanya. Sebagai contoh seorang pria yang memberikan seulas senyum kepada seorang wanita, maka senyuman tersebut diseleksi dan diberi makna oleh wanita tersebut. Apabila menurut definisi situasi wanita tersebut senyuman merupakan makna bahwa pria tersebut tertarik padanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
dan ingin berkenalan, maka wanita tersebut cenderung akan memberikan reaksi yang sesuai dengan penafsirannya, seperti membalas senyuman pria tersebut. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat. Thomas (dalam Kamanto, 2004) berpendapat bahwa aturan atau norma dibuat agar kepentingan pribadi tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Secara umum konsep diri dapat didefinisikan sebagai evaluasi individu mengenai diri sendiri atau penilaian individu mengenai dirinya sendiri. Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa konsep diri adalah keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Seperti halnya diungkapkan oleh Turner (dalam Markus dan Kunda, 1986) menggambarkan konsep diri sebagai gambaran diri dari individu tentang dirinya disetiap waktu. Pudjijogyanti (1995) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap individu terhadap keadaan dirinya, baik secara fisik maupun psikis, dalam cara individu tersebut menempatkan diri dalam masyarakat. Brophy (dalam Ermida, 2006) menjelaskan bahwa konsep diri dapat dipandang sebagai persepsi seseorang tentang kelebihannya, kelemahannya, kemampuan serta perilakunya. Individu dengan konsep diri yang positif akan lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru daripada individu dengan konsep diri yang negatif. Brooks (dalam Jalaludin, 2005) mendefinisikan konsep diri sebagai persepsi fisik, psikis, dan sosial tentang diri individu yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
didapatkan dari pengalaman dan interaksinya dengan orang lain. Hal tersebut menunjukkan
bahwa interaksi
individu
dengan
lingkungan
disekitarnya
merupakan hal penting dalam membentuk konsep diri individu. Hellen (2006) menjelaskan bahwa konsep diri adalah kesadaran atau pengertian tentang diri sendiri yang mencakup pandangan tentang dunia, kepuasan tentang kehidupan, dapat menghargai atau menyakiti diri sendiri, mampu mengevaluasi diri sendiri dan persepsi mengenai diri sendiri. Selanjutnya dikatakan Marsh (1984) bahwa konsep diri yang positif adalah memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri dan upaya untuk tercapainya sebuah kesuksesan, bukan pandangan terhadap kegagalan dikarenakan usaha yang kurang maksimal. Individu dengan konsep diri positif memiliki harapan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dengan melakukan usaha yang maksimal. Pendapat lain diungkapkan oleh Hamilton dan Scheerer (dalam Wonderlich, 1996) bahwa persepsi individu mengenai pikiran dan perasaan orang lain tentang dirinya secara signifikan mempengaruhi konstruksi konsep diri individu tersebut. Konsep diri adalah suatu gambaran dari sesuatu yang ada dalam pikiran individu, pendapat orang-orang disekitar lingkungan individu tentang dirinya, dan gambaran diri yang dikehendaki (Burns, 1993). Secara umum digambarkan bahwa konsep diri belum terbentuk saat individu lahir, namun konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain disekitarnya. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh cara individu tersebut terhadap dirinya.
mengartikan pandangan orang lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Seperti halnya diungkapkan Centi (dalam Fasti, 2006) bahwa konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai cara individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, mengenai yang dirasakan oleh individu tentang dirinya sendiri, dan mengenai harapan individu terhadap diri sendiri akan menjadi manusia seperti yang diharapkannya. Penglihatan individu atas diri sendiri sebagai pribadi ini disebut sebagai gambaran diri. Perasaan individu atas dirinya sendiri merupakan penilaian individu atas dirinya sendiri. Harapan individu atas diri sendiri menjadi cita-cita diri. Carl Rogers (dalam Baron dan Byrne, 2004) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang paling penting. Konsep diri merupakan skema kognitif yang mengatur tentang cara individu mengetahui dirinya serta cara individu mengolah informasi yang sesuai dengan dirinya. Konsep diri dalam hal ini termasuk harga diri, merupakan aspek yang penting dalam berfungsinya individu sebagai seorang manusia. Dikatakan demikian karena manusia sangat memperhatikan berbagai hal mengenai dirinya, termasuk didalamnya gambaran mengenai siapa dirinya, memiliki nilai yang positif atau negatif individu dalam memandang dirinya, dan citra yang ditampilkan individu kepada orang lain. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan pandangan atau persepsi individu mengenai keadaan dirinya dan perasaan individu tentang dirinya. Persepsi tentang diri ini dapat bersifat fisik, psikologis, maupun sosial. Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat pribadi, dinamis dan evaluatif yang setiap individu mengembangkan konsep diri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
tersebut dalam interaksinya dengan lingkungan disekitarnya baik secara fisik maupun psikologis. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri tidak terbentuk secara spontan sewaktu individu lahir, akan tetapi konsep diri terbentuk seiring dengan perkembangan dan proses belajar sepanjang hidup individu. Willey (dalam Calhoun dan Acocella, 1995) mengemukakan bahwa dalam perkembangan konsep diri individu sumber informasi yang digunakan adalah interaksi individu dengan orang lain disekitar individu. Seperti halnya diungkapkan oleh Argyle (dalam Hardy dan Heyes, 1988) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri individu meliputi 4 faktor yaitu: a. Perbandingan dengan dengan orang lain. Konsep diri tergantung pada cara individu dalam membandingkan dirinya dengan orang lain yang serupa dengan dirinya. Individu akan membandingkan semua hal yang terdapat dalam dirinya dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya, misalnya seorang anak perempuan cenderung akan membandingkan dirinya dengan saudara perempuannya ataupun teman perempuannya mengenai hal yang dimilikinya mulai dari perilaku hingga penampilan. b. Reaksi dari orang lain. Reaksi yang memiliki pengaruh terhadap pembentukan konsep diri individu adalah reaksi yang berasal dari orang terdekat dilingkungan sekitar yang memiliki arti penting bagi individu seperti orang tua, sahabat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
dan guru. Orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dialami oleh seorang anak. Sesuatu yang diberikan oleh orang tua akan lebih mengena dalam diri anak hingga dewasa dibandingkan dengan sesuatu yang diberikan oleh orang lain. c. Peranan seseorang. Individu memiliki gambaran diri yang berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya, melalui penggambaran ini individu memainkan peranannya. Harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan perbedaan peran tersebut memiliki pengaruh terhadap konsep diri individu. Individu akan menggabungkan lebih banyak peran dalam konsep dirinya seiring dengan perkembangan yang dialami individu tersebut. d. Identifikasi dengan orang lain. Pada dasarnya individu ingin memiliki beberapa sifat dari orang lain yang dikaguminya. Pada umumnya individu melakukan identifikasi dengan orang lain yang
berjenis kelamin sama dengan dirinya. Anak-anak
khususnya mengagumi orang dewasa dan seringkali mencoba untuk menjadi pengikut dari orang dewasa tersebut dengan meniru beberapa nilai, keyakinan, dan perbuatan. Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa individu dengan konsep diri positif lebih dapat menerima keadaan yang sebenarnya mengenai dirinya, dalam hal ini penerimaan diri berarti individu mengenal dengan baik dirinya sendiri dan dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya yang meliputi kelebihan dan kekurangannya. Individu dengan konsep diri positif lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
dapat menerima dan memahami berbagai fakta tentang dirinya. Secara pribadi individu dapat menyerap semua informasi dari luar, sehingga tidak satupun dari informasi tersebut yang menjadi ancaman bagi dirinya. Individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yakni : a.
Individu yakin akan kemampuannya dalam mengatasi suatu masalah. Individu dalam menghadapi suatu masalah akan berusaha untuk mengatasi masalahnya tersebut dengan berbagai macam cara.
b. Individu merasa setara dengan orang lain. Artinya individu merasa bahwa dirinya layak untuk disejajarkan dengan orang lain dalam hal apapun dan individu merasa bahwa hasil dari pemikirannya patut untuk diperhitungkan. c.
Individu menerima pujian tanpa rasa malu. Individu akan menerima pujian sebagai penghargaan atas hasil kerjanya ataupun hasil pemikirannya, sehingga pujian tersebut dijadikan motivasi bagi individu untuk lebih baik kedepannya.
d. Individu sadar bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui orang lain. Artinya individu dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai dengan harapan dan kebutuhan orang lain. e.
Individu mampu memperbaiki dirinya dengan cara berusaha untuk merubah perilaku yang menurutnya tidak diharapkan oleh orang lain. Hal tersebut berarti individu dapat menghadapi sesuatu yang menjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
tantangan bagi dirinya, karena merubah perilaku tersebut merupakan tantangan bagi individu agar dapat diterima oleh orang lain. Konsep diri individu tidak selamanya positif. Sebagai perbandingan diungkapkan oleh Brooks dan Emmert (dalam Jalaludin, 2005) empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yakni : a.
Peka terhadap kritik. Individu tersebut tidak tahan dengan kritik yang diterimanya, mudah marah, dan mudah naik pitam. Bagi individu tersebut koreksi atau kritik dari orang lain seringkali dipandang sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
b. Responsif terhadap pujian. Individu tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya pada waktu menerima pujian. Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian, maka individu cenderung akan bersikap hiperkritis terhadap orang lain dan cenderung untuk meremehkan sesuatu yang dihasilkan oleh orang lain. c.
Cenderung akan merasa tidak disukai orang lain. Individu akan merasa tidak diperhatikan, karenanya individu akan bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Individu akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak benar.
d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal tersebut terungkap dalam keengganan individu untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Calhoun dan Acocella (1995) menjelaskan bahwa individu dengan konsep diri negatif hanya mengetahui sedikit mengenai dirinya. Ada dua jenis konsep diri negatif, yakni persepsi individu tentang dirinya yang tidak teratur, dalam hal ini individu tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut tidak mengetahui yang menjadi kelemahan ataupun kekuatan dalam dirinya. Jenis yang lainnya adalah konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur atau dapat dikatakan kaku. Individu dengan konsep diri tersebut memiliki citra diri yang cenderung terlalu stabil dan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. 3. Aspek-aspek Konsep Diri Konsep diri merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan dunia luar. Pudjijogyanti (1995) mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk dari proses individu menerima tanggapan yang diberikan oleh individu lain, selanjutnya tanggapan tersebut dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Saat individu lahir kemudian menginjak tahun pertamanya orang tua atau anggota lain didalam keluarga merupakan orang yang pertama kali dikenal oleh individu, dengan demikian individu akan menerima tanggapan pertama adalah dari lingkungan keluarga. Proses ini akan terus berlanjut hingga individu mampu untuk melepas ketergantungannya pada keluarga dan berhubungan dengan lingkungan yang lebih luas. Konsep diri yang terbentuk dalam diri individu memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Berzonsky (dalam Miftah dan Usmi, 2006) mengungkapkan bahwa aspek dari konsep diri antara lain : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
a.
Aspek fisik, yakni cara penilaian individu terhadap segala sesuatu yang terlihat mata yang dimilikinya seperti tubuh, uang, dan barang.
b.
Aspek sosial, yakni tentang peranan sosial yang dimainkan individu serta tentang penilaian individu terhadap kinerja peran tersebut.
c.
Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberikan arti serta arah bagi kehidupan individu.
d.
Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri.
Pendapat lain dikemukakan oleh Burns (1993) bahwa konsep diri individu mengandung aspek-aspek antara lain yaitu: a.
Identitas yakni
keadaan diri individu, dalam hal ini identitas
merupakan pandangan individu secara keseluruhan mengenai dirinya. b.
Kepuasan yakni perasaan individu dalam merasakan tentang dirinya yang dipersepsikan.
c.
Tingkah laku yakni cara individu mempersepsikan tingkah lakunya sendiri.
d.
Diri fisik yakni cara individu dalam memandang kesehatan tubuh dan penampilanya.
e.
Diri pribadi meliputi gambaran yang dimiliki individu mengenai tercapainya pribadi yang memadai.
f.
Diri sosial meliputi gambaran yang dimiliki individu mengenai interaksi sosialnya dengan orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yakni : a.
Pengetahuan individu mengenai dirinya sendiri. Pengetahuan dalam hal ini merupakan pengetahuan yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang individu ketahui tentang dirinya yang mengacu pada istilah kuantitas yakni usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta mengacu pada istilah kualitas yakni individu yang baik hati, egois, tenang, dan memiliki temperamen tinggi.
b.
Pengharapan individu mengenai dirinya sendiri di masa yang akan datang. Pengharapan tersebut meliputi pandangan individu mengenai segala sesuatu yang mungkin didapat oleh individu di masa mendatang. Pengharapan yang dimiliki individu berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya.
c.
Penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut meliputi pengukuran individu terhadap dirinya mengenai keadaan saat ini dengan sesuatu yang menurutnya dapat terjadi pada dirinya. Dalam hal ini individu berfungsi sebagai penilai terhadap dirinya sendiri.
Melalui beberapa uraian diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri memiliki beberapa aspek, yakni aspek fisik dari individu mencakup sesuatu kasat mata yang dimiliki oleh individu, aspek moral individu mencakup seluruh nilai dan prinsip yang mengarahkan kehidupan individu, aspek psikologis individu meliputi seluruh penilaian individu terhadap dirinya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
sendiri, dan peranan sosial yang dimainkan oleh individu dalam lingkungan sekitarnya maupun dalam masyarakat luas. 4. Komponen dalam Konsep Diri Konsep diri merupakan bentuk keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri yang juga mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Konsep diri memiliki beberapa komponen menurut Fitts (1996), yakni sebagai berikut: a.
Diri secara fisik Merupakan gambaran kebanggaan individu akan citra tubuh yang terlihat maupun keseluruhan pribadinya. Hal tersebut menggambarkan pandangan individu terhadap keadaan fisiknya dan hal lain yang berhubungan
dengan
citra
fisik
individu,
seperti
kesehatan,
penampilan, ketampanan. b.
Diri secara pribadi Merupakan harapan ideal individu terhadap jangkauan hidup dan kehidupannya atau kemungkinan diri individu akan menjadi seperti yang diinginkan individu tersebut dan harapan tersebut merupakan aspirasi setiap individu. Hal ini merupakan gambaran penilaian individu dalam merasakan sebagai diri yang kuat dan menggambarkan pilihan terhadap kepribadian individu terlepas dari penilaian terhadap tubuh dan hubungan individu dengan orang lain disekitarnya.
c.
Diri secara keluarga Merupakan gambaran kebanggaan individu terhadap citra orang tua, ayah, ibu, serta anggota keluarga lainnya seperti sanak saudaranya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Hal ini menggambarkan persepsi diri individu dalam kaitannya dengan kelompok primer seperti keluarga dan teman dekatnya. d.
Diri secara sosial Merupakan gambaran kebanggaan individu terhadap citra kelompok sosial yang didalamnya individu tersebut terkait dalam komitmen kelompok. Hal tersebut menggambarkan persepsi diri individu dalam kaitannya dengan interaksi sosial individu dengan orang lain.
e.
Diri secara etika moral Merupakan gambaran individu mengenai hubungan yang terjalin antara individu dengan Tuhan dan peraturan atau norma hidup yang berlaku dalam masyarakat.
Melalui uraian yang telah dipaparkan, dapat dikatakan bahwa komponenkomponen konsep diri yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri pada setiap individu adalah diri secara fisik, diri secara pribadi, diri secara keluarga, diri secara sosial, dan diri secara etika moral. 5. Arti Penting Konsep Diri dalam Menentukan Perilaku Perilaku yang timbul pada diri individu tidak lepas dari konsep diri yang terkandung dalam diri individu tersebut. Pudjijogyanti (1995) mengungkapkan bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Penggambaran diri individu akan tampak dari keseluruhan perilaku yang timbul. Hal tersebut berarti bahwa perilaku individu akan sesuai dengan cara individu dalam memandang dirinya sendiri. Pudjijogyanti (1995) mengemukakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
tiga alasan yang dapat menjelaskan peran penting konsep diri dalam menentukan perilaku individu, yakni : a. Konsep diri memiliki peranan dalam mempertahankan keselarasan batin (inner consistency). Alasan tersebut berawal karena pada dasarnya individu berusaha mempertahankan keselarasan batinnya, apabila timbul perasaan, pikiran, atau persepsi pada diri individu yang tidak seimbang atau saling bertentangan maka akan terjadi situasi psikologis yang kurang menyenangkan. Selanjutnya individu akan mengubah perilakunya untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut. b. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya mempengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Setiap individu akan memiliki pandangan yang berbeda dalam menafsirkan sebuah kejadian yang terjadi dihadapannya karena masing-masing individu memiliki sikap dan pandangan yang berbeda terhadap dirinya sendiri. Penafsiran positif ataupun negatif pada sebuah kejadian dipengaruhi oleh sikap dan cara individu dalam memandang keadaan dirinya. c. Konsep diri turut menentukan harapan dalam diri individu. Pengharapan individu tersebut merupakan inti dari konsep diri. Seperti halnya yang diungkapkan oleh McCandless (dalam Pudjijogyanti, 1995) bahwa konsep diri merupakan kesatuan harapan serta penilaian perilaku yang merujuk kepada harapan individu tersebut. Pudjijogyanti (1995) mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Mengenai cara individu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
dalam memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku, dapat dikatakan bahwa perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang negatif terhadap dirinya dalam menghadapi suatu masalah dengan beranggapan bahwa individu tersebut tidak memiliki cukup kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka seluruh perilakunya
akan
menunjukkan
ketidakmampuan
dalam
menghadapi
permasalahan tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa perilaku individu ditentukan serta diarahkan oleh konsep diri yang dimiliki oleh individu tersebut. Pengarahan perilaku individu merupakan peran dari konsep diri yang ditunjukkan dengan kenyatan bahwa individu berusaha untuk memperoleh keseimbangan dalam dirinya, individu juga dihadapkan pada pengalaman dalam kehidupannya, serta individu dipenuhi kebutuhannya untuk tercapainya suatu prestasi.
C. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Setiap individu memiliki keyakinan atau kepercayaan sendiri terhadap sesuatu yang dimiliki dalam dirinya, disamping itu juga terhadap sesuatu yang dapat dilakukan oleh individu untuk orang lain dilingkungan sekitarnya. Thursan (2002) secara sederhana menggambarkan rasa percaya diri sebagai suatu keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuat individu merasa memiliki kemampuan untuk dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Rasa percaya diri tersebut merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
keyakinan diri yang mendorong individu untuk meraih segala sesuatu yang menjadi cita-citanya. Gould dan Weinberg (dalam Marko dan Monty, 2005) menjelaskan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan yang dimiliki individu mengenai kemampuan dirinya dalam mencapai suatu keberhasilan. Kepercayaan diri merupakan milik pribadi individu yang penting dan turut menentukan dalam kebahagiaan hidup individu tersebut. Hal serupa diungkapkan oleh Waterman (dalam Wisjnu, 1991) bahwa individu dengan kepercayaan diri yang baik merupakan individu yang dapat bekerja secara efektif dan melaksanakan tugas dengan baik, serta memiliki rencana terhadap masa depannya. Individu yang tidak memiliki kepercayaan diri akan tumbuh menjadi individu yang tidak kreatif dan tidak produktif. Hal serupa diungkapkan oleh Mastuti dan Aswi (2008) bahwa kepercayaan diri adalah sikap positif individu yang membuat dirinya mampu untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitar individu ataupun situasi yang sedang dihadapi. Hal tersebut menggambarkan bahwa kepercayaan diri merupakan pandangan positif individu terhadap kemampuannya dalam menghadapi semua masalah dalam hidupnya. Angelis (dalam Ana dkk, 2006) menjelaskan bahwa kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala hal yang diinginkan ataupun segala hal yang dibutuhkan dalam hidup, dan kepercayaan diri individu terbina dari keyakinan individu terhadap dirinya sendiri. Keyakinan individu pada diri sendiri terhadap kemampuan untuk mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi, serta sikap positif yang didasari pada keyakinan mengenai kemampuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
yang dimiliki individu. Selanjutnya White (2009) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri individu meliputi tiga hal yakni keyakinan terhadap tercapainya suatu prestasi, ketekunan, dan kesadaran terhadap diri sendiri mengenai segala sesuatu yang ada dalam dirinya. Adler (dalam Lauster, 1997) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia yang paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan terhadap diri sendiri, karena dengan kepercayaan terhadap diri sendiri manusia akan mampu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dan sesuatu yang dibutuhkan. Melalui kepercayaan diri yang dimiliki individu mampu memahami kebutuhan diri yang seharusnya dipenuhi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Anthony (dalam Ana dkk, 2006) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap positif pada diri individu dalam menerima dirinya sesuai dengan kenyataan, mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif terhadap diri sendiri, memiliki kemandirian, dan mampu untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Individu yang memiliki kepercayaan diri akan berusaha untuk mencapai segala sesuatu yang menjadi harapan serta cita-citanya. Tina dan Sri (1998) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian individu yang berfungsi dalam pengaktualisasian potensi yang dimiliki individu tersebut. Selanjutnya Anita (2003) menjelaskan bahwa individu yang memiliki percaya diri merasa mampu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan masalah yang ada dihadapannya serta mampu untuk mengambil keputusan. Individu tersebut mampu mempertimbangkan berbagai pilihan untuk mencari solusi dari berbagai tantangan yang menghadangnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri individu terhadap segala aspek yang terdapat dalam dirinya. Keyakinan tersebut membuat individu merasa mampu untuk dapat mencapai segala tujuan dalam hidupnya, merasa mampu dalam menghadapi berbagai tantangan
yang ada dihadapannya, serta mampu
menumbuhkan sikap positif dalam menghadapi segala masalah dalam hidupnya. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepercayaan Diri Rasa percaya diri yang dimiliki oleh individu tidak terbentuk dengan sendirinya, akan tetapi berkaitan dengan kepribadian individu secara keseluruhan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri individu, yakni: a. Keadaan fisik Sumadi Suryabrata (1984) mengungkapkan bahwa bila individu memiliki keadaan jasmani yang kurang sempurna, maka muncul perasaan dalam diri individu bahwa dirinya kurang berharga untuk dibandingkan dengan orang lain. Perasaan yang demikian dapat disebut sebagai rasa rendah diri. Hal serupa diungkapkan Lauster (1997) bahwa ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang terlihat dengan jelas. Perasaan rendah diri tersebut selanjutnya menyebabkan individu menjadi kurang percaya diri. Individu yang memiliki fisik yang menurutnya kurang sempurna, cenderung akan merasa dikucilkan dari lingkungannya dan hal tersebut yang membuat individu cenderung untuk menarik diri dari pergaulan, misalnya menjadi pendiam dan penyendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
b. Harga diri Harga diri menurut Neill (2005) adalah perasaan positif individu terhadap dirinya, perasaan individu terhadap sesuatu yang dimilikinya yang dirasakan memiliki nilai atau berharga, dan sikap individu dalam meyakini bahwa terdapat sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam dirinya. Thursan (2002) menjelaskan bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung memiliki kepercayaan diri yang tinggi pula. Melalui harga diri yang tinggi, individu akan dapat mengaktualisasi potensi yang ada dalam dirinya. Pengaktualisasian potensi tersebut dapat berdampak positif, maka akan meningkatkan kepercayaan diri individu, sebaliknya dapat berdampak negatif yang selanjutnya menimbulkan rasa rendah diri dan dapat membuat individu mudah tersinggung, sehingga individu akan menjauhi pergaulan dengan orang lain, menyendiri, tidak berani mengemukakan pendapat, dan tidak berani bertindak. Lama kelamaan hal tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan diri individu. c. Tingkat pendidikan Monks (1994) menyatakan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam menentukan kepercayaan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu, maka semakin banyak yang telah dipelajari individu berarti individu semakin mengenal dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya sehingga individu mampu dalam menentukan standar keberhasilannya. Thursan (2002) menambahkan bahwa tingkat pendidikan formal dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
menjadi salah satu alat utama yang menentukan tinggi rendahnya status sosial individu, selain itu adanya gelar-gelar yang dapat diperoleh oleh individu yang telah menamatkan pendidikan tinggi tertentu juga turut menentukan semakin tingginya status sosial pada diri individu. Anthony (dalam Ana dkk, 2006) menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mampu memenuhi tantangan hidup dengan penuh percaya diri serta memperhatikan sesuatu dari sudut pandang kenyataan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri individu adalah keadaan fisik dari inidividu, harga diri dari individu, dan tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh individu. 3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri Kepercayaan diri yang terdapat dalam diri individu memiliki beberapa aspek yang terkandung didalamnya. Lauster (1997) mengemukakan aspek-aspek kepercayaan diri, yakni: a. Keyakinan terhadap kemampuan diri, yakni sikap individu tentang dirinya yang mengerti dengan baik terhadap tindakan yang dilakukannya. Hal tersebut berarti bahwa individu mengerti mengenai tindakan yang harus dilakukan dalam menghadapi tantangan hidup. Tercermin dari sikap individu yang berhati-hati, ketidaktergantugan, toleransi terhadap orang lain, dan memiliki cita-cita. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
b. Optimis, yakni sikap individu yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan, dan kemampuannya. Individu dengan sikap optimis akan selalu memiliki penilaian positif dan keyakinan terhadap sesuatu yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa aspek kepercayaan diri yang dimiliki individu yakni keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri dan sikap optimis dalam menghadapi suatu masalah. 4. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri tidak muncul secara spontan, akan tetapi terbentuk melalui beberapa proses. Thursan (2002) mengemukakan bahwa secara garis besar terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai berikut: a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan berbagai kelebihan tertentu. Kepribadian individu yang terbentuk
seiring
dengan
perkembangan
individu
tersebut
turut
mendukung dalam memunculkan suatu keahlian tertentu dalam diri individu. b. Pemahaman individu terhadap berbagai kelebihan yang dimilikinya dan kemudian melahirkan keyakinan kuat untuk berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya tersebut. Keyakinan yang dimiliki individu tersebut akan membantu individu dalam menyelesaikan segala tantangan dalam hidupnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
c. Pemahaman dan reaksi positif individu terhadap berbagai kelemahan yang ada dalam dirinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit untuk menyesuaikan diri. Individu menyadari bahwa setiap manusia akan memiliki kekurangan disamping kelebihan yang telah dimiliki. d. Pengalaman dalam
menjalani
berbagai
aspek
kehidupan
dengan
menggunakan segala kelebihan yang ada pada diri individu. Seiring dengan perkembangan individu, maka berbagai pengalaman dalam mengahadapi tantangan dalam hidup turut mendukung terbentuknya rasa percaya diri yang baik dalam diri individu Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa terbentuknya kepercayaan diri melalui beberapa proses diantaranya adalah terbentuknya kepribadian yang baik, yang selanjutnya adalah pemahaman individu terhadap kelebihan yang dimilikinya, kemudian pemahaman dan reaksi positif terhadap kekurangan dalam dirinya, dan selanjutnya pengalaman individu dalam menjalani kehidupan. Kekurangan dalam proses tersebut dimungkinkan akan memberi akibat individu mengalami hambatan untuk memperoleh kepercayaan diri. 5. Ciri-ciri Kepercayaan Diri Kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu memiliki beberapa ciri yang tercermin melalui perilaku individu tersebut. Zakiah (2001) menjelaskan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah tidak memiliki keraguan dan perasaan rendah diri dalam dirinya, tidak takut untuk memulai suatu hubungan baru dengan orang lain, tidak suka mengkritik dan aktif dalam pergaulan dan pekerjaan, tidak mudah tersinggung, berani mengemukakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
pendapat, berani bertindak, dapat mempercayai orang lain, dan selalu optimis dalam menghadapi masalah. Mastuti dan Aswi (2008) mengungkapkan bahwa karakteristik individu yang memiliki rasa percaya diri yang proporsional diantaranya adalah: a. Memiliki kepercayaan akan kompetensi atau kemampuan diri, sehingga individu merasa tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat dari orang lain. b. Menghindari menunjukkan sikap konformis untuk diterima oleh orang lain, baik dalam kelompok tertentu ataupun dalam masyarakat. Individu akan cenderung bersikap sewajarnya ketika bertemu dengan orang lain. c. Memiliki keberanian dalam menerima dan menghadapi penolakan orang lain, sehingga individu memiliki keberanian untuk menjadi diri sendiri. Individu merasa yakin terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam dirinya. d. Memiliki pengendalian diri yang baik, individu mampu mengatur emosinya dengan baik sehingga mampu menghindari menyakiti perasaan orang lain. e. Memiliki pandangan terhadap keberhasilan atau kegagalan yang diperoleh melalui usaha dari diri sendiri, dalam hal ini individu tidak mudah menyerah pada nasib ataupun keadaan, serta tidak tergantung pada harapan akan bantuan dari orang lain. f. Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya. Individu berusaha selalu berpikir positif dalam menghadapi sikap orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, individu akan tetap mampu melihat sisi positif dalam dirinya dan dalam situasi yang terjadi. Pendapat lain diungkapkan oleh Thursan (2002) bahwa individu dengan kepercayaan diri memiliki beberapa ciri, yakni: a. Memiliki kompetensi dan kemampuan diri yang memadai, sehingga individu mampu menghadapi serta mencari penyelesaian dari masalah dalam hidupnya. b. Berpikir positif, yakni individu menyadari dan mengetahui bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk mengatasi berbagai rintangan yang menghadang. c. Mandiri, yakni sikap individu untuk tidak bergantung pada orang lain dan melakukan sesuatu dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. d. Optimis, yakni individu selalu memandang masa depannya dengan harapan yang baik dan berpikir positif tentang masa depannya. e. Berani menerima dan menghadapi penolakan dari orang lain. Individu mampu menerima pandangan dari orang lain serta individu berani untuk menjadi dirinya sendiri. f. Bersikap tenang yakni individu tidak cemas atau gugup serta mampu menguasai diri dalam menghadapi situasi tertentu. g. Mampu bersosialisasi dengan orang lain yakni individu mampu menjalin komunikasi dengan orang lain yang baru dikenalnya serta menyesuaikan diri dengan baik dalam lingkungan yang baru. h. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul didalam berbagai situasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu tidak selalu baik, disamping individu dengan kepercayaan diri yang baik memiliki karakteristik tertentu, individu dengan kepercayaan diri yang kurang baik pun memiliki beberapa karakteristik tertentu. Rini (2002) menggambarkan beberapa karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya yakni: a. Individu cenderung menunjukkan sikap konformis agar mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari orang lain ataupun di dalam kelompok tertentu. b. Individu menyimpan rasa takut atau kekhawatiran didalam dirinya terhadap penolakan yang diberikan oleh orang lain. c. Individu cenderung memiliki kesulitan dalam menerima kekurangan dalam dirinya dan memandang rendah kemampuan diri sendiri, namun disisi lain memiliki harapan yang tidak realistik terhadap dirinya sendiri. d. Individu cenderung memiliki sikap pesimis, yakni mudah menyerah dalam mencari penyelesaian suatu masalah yang sulit dan mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif. e. Individu takut terhadap suatu kegagalan, sehingga individu cenderung menghindari segala resiko dan tidak memiliki keberanian untuk mencapai suatu keberhasilan. f. Individu cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus, karena tidak memiliki keyakinan dalam dirinya sendiri. g. Individu mudah menyerah pada nasib, sehingga memiliki ketergantungan terhadap keadaan serta ketergantungan terhadap bantuan dari orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
h. Individu selalu memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu untuk lebih baik dari orang lain. Bimo (dalam Tina dan Sri, 1998) menjelaskan upaya untuk membantu individu yang memiliki kepercayaan diri yang kurang baik adalah dengan menanamkan sifat percaya diri. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memberikan suasana atau kondisi yang demokratis, yakni dengan cara individu dilatih untuk berpikir secara mandiri dan ditempatkan pada kondisi yang aman sehingga individu tidak merasa takut untuk membuat kesalahan. Kondisi demokrasi tersebut membuat individu melakukan evaluasi terhadap dirinya dan belajar dari pengalaman. 6. Perkembangan Kepercayaan Diri Kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu akan terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan individu, akan tetapi perkembangan kepercayaan diri tersebut dapat mengalami peningkatan atau bahkan mengalami penurunan. Mastuti dan Aswi (2008) menjelaskan bahwa perkembangan kepercayaan diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: a. Pola asuh Kepercayaan diri tidak diperoleh individu secara spontan, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak individu berusia dini dalam kehidupan bersama orangtua. Telah disebutkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri individu, namun faktor pola asuh dan interaksi pada usia dini merupakan faktor dasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap yang dimunculkan orangtua akan diterima oleh anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan sikap perhatian yang tulus dengan anaknya akan membangkitkan rasa percara diri pada anak, sehingga anak akan merasa bahwa dirinya berharga di mata orangtuanya, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa anak seringkali melakukan kesalahan. Sikap perhatian orangtua terhadap anak akan membuat anak merasa bahwa dirinya dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi yang dicapainya atau perbuatan baik yang dilakukannya, namun karena eksistensinya, maka anak tersebut di masa mendatang akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan mempunyai harapan yang realistik terhadap dirinya. Hal yang sama dilakukan oleh orangtua yakni meletakkan harapan realistik terhadap diri anak mereka. Perbedaan akan terlihat dari orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak mereka dengan sikap orangtua yang suka mengkritik dan sering memarahi anak, namun bila anak berbuat baik tidak pernah memberikan pujian, serta tidak pernah merasa puas dengan hasil yang dicapai oleh anak. Orangtua juga seringkali menunjukkan sikap ketidakpercayaan pada kemampuan dan kemandirian anak mereka dengan bersikap overprotective pada anak yang semakin membuat anak takut untuk
menjadi
mandiri.
Tindakan
overprotective
tersebut
akan
menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak, dalam hal ini anak tidak memiliki kesempatan belajar untuk mengatasi masalah dan tantangan dengan dirinya sendiri, karena semua yang dibutuhkan telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
disediakan dan dibantu oleh orangtua. Anak selanjutnya akan merasa bahwa dirinya lemah, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan orangtua, sehingga anak akan merasa rendah diri, baik di mata saudara kandungnya yang lain ataupun di hadapan teman-temannya. b. Pola Pikir Negatif Individu hidup dalam lingkungan masyarakat akan mengalami berbagai
masalah
dan
kejadian,
serta
mengalami
bertemu
dan
berkomunikasi dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Reaksi individu terhadap orang lain ataupun terhadap suatu peristiwa dipengaruhi oleh cara berpikir individu tersebut dalam mempersepsikan sesuatu yang ada dihadapannya. Individu yang memiliki rasa percaya diri yang lemah cenderung mempersepsi segala sesuatu dari sisi negatif. Individu tersebut tidak menyadari bahwa pandangan negatif tersebut berasal dari dalam dirinya yang tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya. D. Remaja Panti Asuhan Seorang individu pada perkembangannya akan melewati suatu tahapan perkembangan salah satunya adalah remaja atau masa-masa remaja. Hurlock (2006) menjelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan individu dari anakanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa transisi ini membuat remaja memiliki tempat yang kurang jelas dalam tahapan perkembangan individu, berbeda dengan masa anak-anak dan masa dewasa yang memiliki perbedaan yang berarti. Masa anak-anak adalah masa seseorang belum berkembang secara penuh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
artinya pada masa ini seseorang mulai belajar untuk mengenal dunia luar atau lingkungan sekitarnya dengan meniru cara bicara dan juga tindakan orang lain. Lain halnya dengan masa dewasa yakni masa seseorang telah berkembang secara penuh dan telah melewati hampir semua tahapan perkembangannya serta telah siap dalam menerima kedudukannya didalam masyarakat. Remaja tidak memiliki status yang jelas karena dirinya bukanlah lagi seorang anak-anak, namun belum dapat juga dikatakan telah dewasa (Hurlock, 2006). Remaja dalam perkembangannya tidak dapat lepas dari dari peran orang tua
yang
merupakan
sosok
yang
menjadi
panutan
dalam
membentuk
kepribadiannya, namun dapat dipahami bahwa tidak semua remaja memiliki kesempatan untuk tinggal dengan orang tuanya. Beberapa sebab terjadi dalam kehidupan masyarakat yang terpaksa membuat anak terpisah dengan orang tuanya, yakni orang tua yang memiliki keterbatasan ekonomi sehingga harus merantau mencari nafkah, selain itu ada juga sebab orang tua sudah tidak ada, sehingga anak harus tinggal di panti asuhan dan melewati masa remaja di dalam panti asuhan. Tinggal dalam panti asuhan tentunya memiliki perbedaan berarti dengan tinggal dalam rumah sendiri dengan keluarga, dalam panti asuhan terdapat tata tertib yang harus dipatuhi oleh semua penghuni panti asuhan tanpa terkecuali. Adanya tata tertib ini seringkali membuat remaja menjadi bosan dan merasa tertekan. Nurul (2001) dalam hasil penelitiannya menggambarkan bahwa anak yang tinggal di panti asuhan mengalami masalah psikologis dengan karakteristik diantaranya adalah kepribadian yang inferior, pasif, bersikap apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Disamping karakteristik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
tersebut, anak yang tinggal di panti asuhan cenderung menunjukkan perilaku yang negativistis, takut untuk melakukan kontak dengan orang lain, lebih menyukai sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan, dan lebih egosentrisme, sehingga akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Menurut Eny, salah satu pengasuh pada Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta, remaja yang tinggal di panti asuhan pandai untuk menyembunyikan masalah yang sedang dihadapinya dan cenderung untuk memanupulasi keadaan dirinya. Di sisi lain, remaja panti memiliki sikap kemandirian yang cukup tinggi karena telah ditanamkan sejak dini untuk tidak bergantung dengan orang lain. E. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja Sebuah pepatah mengatakan "No man is a island" yang artinya tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri. Gambaran diri manusia melalui pepatah tersebut cukup substansial karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang suka berinteraksi. Interaksi yang dimaksud pun tidak selalu eksklusif antar manusia, tetapi juga inklusif dengan seluruh mikrokosmos, termasuk interaksi manusia dengan seluruh alam ciptaan Tuhan. Interaksi memiliki arti yakni satu pertalian sosial antar individu yang sangat baik sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Chaplin, 1981). Interaksi antara individu satu dengan individu yang lainnya ataupun dengan suatu kelompok individu tertentu dapat dikatakan sebagai interaksi sosial. Sears (dalam Yioe dan Agoes, 2002) menjelaskan, bahwa interaksi sosial merupakan hal yang mendasar di dalam kehidupan manusia. Interaksi sosial terjadi bukan hanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
karena manusia sebagai mahluk sosial dan untuk mempertahankan hidupnya, tetapi juga untuk melakukan berbagai kegiatan. Bagi remaja melakukan interaksi dengan orang lain diluar lingkungan keluarga merupakan kebutuhan yang penting. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan individu karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2000) mengungkapkan bahwa interaksi sosial juga merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara individu satu dengan individu yang lainnya, antara individu dengan suatu kelompok tertentu maupun antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Bagi remaja berinteraksi dengan teman sebaya seringkali membuatnya memiliki keinginan untuk menjadi pusat perhatian, karena remaja merasa dirinya telah memiliki peran di dalam lingkungan sekitarnya. Keinginan untuk menjadi pusat perhatian tentunya tidak dapat terlepas dari rasa percaya diri yang dimiliki dalam diri remaja. Individu yang memiliki percaya diri yang tinggi akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dengan lebih baik. Sebaliknya individu dengan percaya diri yang kurang atau rendah akan selalu merasa rendah diri dan cenderung untuk menarik diri dari pergaulan. Neill (2005) menjelaskan bahwa kepercayaan diri atau disebut selfconfidence merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang tentang penilaian terhadap kemampuannya, sehingga dapat memperoleh keberhasilan yang diharapkan. Kepercayaan diri atau self confidence tersebut merupakan perpaduan antara self esteem yakni perasaan positif terhadap diri dan keyakinan akan sesuatu yang berharga didalam diri dan self-efficacy yakni keyakinan akan kompetensi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
yang dimiliki untuk dapat menjalankan tugas ataupun menyelasaikan masalah yang dihadapi. Kepercayaan diri dapat diartikan sebagai efek dari yang dirasakan, diyakini, dan diketahui oleh individu. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah atau kehilangan kepercayaan diri memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya, dan punya pengetahuan
yang kurang akurat terhadap kapasitas
yang dimilikinya.
Kepercayaan diri seseorang juga berkaitan dengan dua hal yang paling mendasar dalam praktek kehidupan. Pertama, kepercayaan diri terkait dengan usaha seseorang dalam memperjuangkan keinginannya untuk meraih sesuatu yang diinginkan. Kedua, kepercayaan diri terkait dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi
masalah
yang
menghadang
untuk
mencapai
keinginannya.
Kepercayaan diri seseorang dapat terbentuk karena adanya konsep diri, kondisi fisik, pengalaman hidup, kegagalan dan kesuksesan, pendidikan, serta peran lingkungan. Kepercayaan diri yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh konsep diri yang ada dalam dirinya. Konsep diri itu sendiri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang individu ketahui tentang dirinya dan hal tersebut mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Thursan (2002) menjelaskan bahwa langkah awal untuk menumbuhkan rasa percaya diri adalah pemahaman diri yang berarti pemahaman terhadap kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Brophy (dalam Ermida, 2006) mengemukakan bahwa konsep diri juga dapat dipandang sebagai persepsi seseorang tentang kelebihannya, kelemahannya, kemampuan juga perilakunya. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru daripada seseorang dengan konsep diri yang negatif (Ermida, 2006). Selanjutnya Hellen (2006) menjelaskan bahwa konsep diri yang positif cenderung mendorong seseorang untuk bersikap optimis dan sangat percaya diri untuk menghadapi situasi yang ada diluar diri individu. Konsep diri juga merupakan evaluasi seseorang mengenai dirinya sendiri atau penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Melalui evaluasi ini seseorang dapat memahami diri sendiri dan akan tahu siapa dirinya yang kemudian akan berkembang menjadi kepercayaan diri. Mastuti dan Aswi (2008) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif terhadap lingkungan sekitar atau situasi yang sedang dihadapi, dengan adanya kepercayaan diri tersebut individu mampu mengadakan interaksi dengan lingkungan disekitarnya. Hal serupa diungkapkan oleh Hambly (1992) bahwa kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain, dengan cara tidak merasa inferior dihadapan siapapun dan merasa sebaik seperti orang lain, tidak merasa canggung dihadapan orang banyak, dan merasa nyaman dengan sesuatu yang diinginkan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri akan merasa tentram dengan dirinya sendiri, teman, dan masyarakat. Hal tersebut akan membuat seseorang dapat menjalin interaksi yang baik dengan masyarakat luas. Coleman (dalam Tina dan Sri, 1998) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri remaja berkembang melalui evaluasi terhadap diri sendiri, karena dengan evaluasi tersebut remaja dapat mengetahui tentang dirinya dan akan memahami commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
keadaan dirinya. Remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya, dan akan berinteraksi dengan orang-orang yang ada disekitarnya. Disamping kepercayaan diri yang tinggi, konsep diri positif yang dimiliki oleh remaja juga mendorong individu dalam melakukan interaksi dengan orang lain dan juga berperan dalam lingkungan sekitar tempat remaja berada. F. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja Masa remaja dalam perjalanan perkembangan seseorang merupakan masa yang memiliki makna khusus dibandingkan dengan masa perkembangan yang lain. Memiliki makna khusus dalam hal ini adalah bahwa masa remaja merupakan masa seseorang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa. Pada masa peralihan ini remaja merasakan pergolakan fisik dan psikis yang kuat ibarat badai dan topan. Kedudukan masa remaja dalam perjalanan perkembangan seseorang yang berada pada masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa membuat masa remaja memiliki tempat yang kurang jelas dalam tahapan perkembangan. Hurlock (2006) mengungkapkan bahwa remaja tidak memiliki status yang jelas karena dirinya bukanlah lagi seorang anak dan belum dapat dikatakan sudah dewasa. Seiring dengan perkembangan seseorang yang telah mencapai masa remaja maka konsep diri yang dimiliki perlahan-lahan telah terbentuk dalam diri seseorang. Pudjijogyanti (1995) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Konsep diri memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menentukan perilaku seseorang, oleh karena itu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya (Wima, 2009). Konsep diri yang positif akan menimbulkan perilaku yang baik dari seseorang. Sebaliknya jika seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka akan menimbulkan perilaku yang kurang baik dan pada umumnya lebih banyak mengalami gangguan psikologis. Hasil Penelitian Parlikar (dalam Ester, 2007) mengatakan bahwa konsep diri memiliki korelasi positif dengan kemampuan penyesuaian personal, sosial, dan berbagai penyesuaian dibidang lain. Hal ini menunjukkan bahwa remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri dalam hal ini merupakan hal yang penting, karena pada hakikatnya remaja adalah manusia yang merupakan mahluk sosial dan tidak dapat hidup sendiri. Konsep diri positif yang dimiliki remaja akan memudahkannya untuk menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dan juga dengan lingkungan tempat tinggalnya. G. Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial pada Remaja Seseorang yang memasuki masa remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam dirinya, diantaranya perubahan intelektual dan pola pikir, perubahan fisik, tanggung jawab, perasaan, dan perubahan sosial yang menuntut remaja untuk terjun kedalam masyarakat luas. Erikson (dalam Ester, 2007) memandang bahwa masa remaja adalah masa yang penih dengan krisis, baik krisis fisik, psikis, maupun sosial yang kesemuanya bertujuan untuk pengembangan diri remaja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Masa remaja juga masa seseorang merasa telah memiliki peran dalam lingkungannya. Perasaan memiliki peran ini menimbulkan keinginan dalam diri remaja untuk menjadi pusat perhatian didalam lingkungannya. Keinginan untuk menjadi pusat perhatian tentunya tidak terlepas dari rasa percaya diri yang dimiliki dalam diri remaja. Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing lagi dalam kehidupan remaja. Thursan (2002) menjelaskan bahwa rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa memiliki kemampuan untuk dapat mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya. Kepercayaan diri yang dimiliki akan mendorong seseorang untuk meraih segala sesuatu yang menjadi cita-citanya. Remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi memiliki keyakinan untuk dapat meraih cita-citanya. Rasa percaya diri dibutuhkan oleh remaja tidak hanya dalam mendorong remaja untuk meraih cita-cita yang diinginkan, tetapi juga memudahkan remaja untuk berperan dalam lingkungannya. Larson dkk (dikutip oleh Sears, dalam Yioe dan Agoes, 2002) mengungkapkan bahwa remaja menghabiskan sebagian besar waktunya dengan orang lain, terutama dengan teman-teman sebayanya sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan kebutuhan yang penting dan mendasar bagi remaja. Seseorang dengan kepercayaan yang tinggi akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dengan lebih baik. Sebaliknya seseorang dengan kepercayaan diri yang rendah akan selalu merasa rendah diri dan cenderung untuk menarik diri dari pergaulan sehingga interaksi tidak dapat berjalan dengan baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
H. Kerangka Pemikiran Setiap
individu
akan
mengalami
masa
remaja
dalam
tahapan
perkembangan kehidupannya. Kehidupan remaja tidak dapat dipisahkan dari lingkungan tempat tinggalnya, terutama keluarga. Peran keluarga dalam hal ini penting dalam membentuk konsep diri serta kepercayaan diri yang berkembang dalam diri remaja. Dapat dipahami bahwa tidak semua remaja dapat tinggal bersama keluarganya, terutama orang tuanya. Berbagai sebab terjadi dalam kehidupan masyarakat yang terpaksa membuat anak terpisah dengan orang tuanya, yakni banyak orang tua yang merantau mencari nafkah sehingga anak harus tinggal dengan neneknya, ada juga orang tua yang bercerai sehingga anak ikut saudara atau neneknya, bahkan ada juga disamping sebab keduanya, orang tua sudah tidak ada sehingga anak harus tinggal di panti asuhan. Panti asuhan merupakan suatu lembaga kesejahteraan sosial sebagai pengganti fungsi keluarga yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, maupun sosial kepada anak asuhannya serta memberikan bekal dasar yang dibutuhkan anak asuh dalam perkembangannya, sehingga anak-anak panti asuhan
dapat
memperoleh
kesempatan
yang luas
dan
memadai
bagi
perkembangan kepribadiannya sama halnya seperti anak-anak yang diasuh oleh orang tuanya. Berkembang didalam lingkungan panti asuhan tentunya memiliki perbedaan dibandingkan dengan berkembang dalam lingkungan keluarga, karena dalam panti asuhan pengasuhan dilakukan oleh beberapa orang pengasuh kepada anak asuh dengan jumlah yang besar (mencapai 30 anak), sedangkan didalam keluarga atau dirumah pengasuhan kepada anak dengan jumlah yang relatif kecil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
(1-5 anak) dan diasuh oleh orang tua sendiri. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan panti asuhan mengalami masa perkembangan dan melalui hidupnya dalam lingkungan yang terbatas, maka masa remaja pun juga dilalui didalam panti asuhan yang suasananya berbeda dengan rumah sendiri. Remaja panti asuhan juga dihadapkan pada peraturan dan tata tertib didalam panti yang harus dipatuhi sehingga seringkali membuat remaja merasa kurang bebas dan terbatasi sehingga potensi dalam diri remaja kurang berkembang dengan baik. Disamping itu, seringkali remaja menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan peraturan ketat di dalam panti asuhan sehingga tidak jarang remaja dilanda rasa bosan dan merasa tertekan. Permasalahan yang bergejolak didalam diri remaja yang tinggal di panti asuhan juga tidak lepas dari masalah dalam tercapainya konsep diri yang positif serta kepercayaan diri yang dimiliki oleh remaja yang tinggal di panti asuhan. Remaja panti asuhan cenderung memiliki penilaian yang negatif terhadap keadaan dirinya yang hanya anak panti asuhan dan memiliki pikiran “saya hanya anak panti asuhan” di dalam dirinya. Pemikiran seperti ini dipengaruhi oleh situasi di dalam panti asuhan yang mengharuskan remaja untuk mengikuti semua aturanaturan yang dibuat di dalam panti asuhan, sehingga remaja merasa dirinya tidak memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik. Konsep diri positif itu sendiri akan mendorong remaja panti asuhan untuk bersikap optimis dalam menghadapi segala tantangan yang ada dihadapannya, terutama dalam menjalin interaksi dengan orang lain baik didalam lingkungan panti asuhan maupun diluar panti asuhan seperti di sekolah bahkan hingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
interaksi dengan masyarakat luas. Sama halnya dengan kepercayaan diri yang dimiliki dalam diri remaja panti asuhan, karena kepercayaan diri akan membuat remaja panti asuhan merasa tentram dengan dirinya sendiri, teman sesama penghuni panti asuhan dan juga teman di sekolah, serta masyarakat. Konsep diri yang dimiliki turut mendukung perasaan tentram remaja panti asuhan dalam menghadapi lingkungan sekitarnya sehingga mampu berperilaku baik dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku yang sesuai membuat remaja panti asuhan akan dengan mudah berkomunikasi dengan orang lain selanjutnya akan mengarah terjadinya suatu interaksi. Hal tersebut akan membuat remaja panti asuhan dapat menjalin interaksi yang baik berawal dari interaksi antara sesama penghuni panti asuhan, antara teman-teman di sekolah, interaksi dengan guru di sekolah hingga interaksi dengan masyarakat luas. Uraian diatas dapat digambarkan melalui kerangka pemikiran sebagai berikut : Kepercayaan Diri Remaja
Konsep Diri Remaja
Interaksi sosial
Gambar 1 commit to user Kerangka Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
I. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Ada hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan.
2.
Ada hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan.
3.
Ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel merupakan suatu konsep yang mempunyai pengertian yang menggambarkan adanya variasi. Variabel dapat disebut sebagai suatu konstruk yang bervariasi atau yang dapat memiliki berbagai nilai tertentu. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tergantung: Interaksi sosial 2. Variabel bebas
: a. Konsep diri b. Kepercayaan diri
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan dan dapat diamati atau dapat diobservasi. Konsep dapat diamati atau diobservasi penting, karena hal yang dapat diamati tersebut membuka kemungkinan bagi seseorang untuk melakukan penelitian, sehingga dapat diperoleh suatu hasil yang menggambarkan kebenaran yang faktual berdasarkan temuan-temuan di lapangan. 1.
Interaksi sosial Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu
lain yang keduanya saling mempengaruhi. Interaksi dapat juga berarti satu pertalian sosial antara individu satu dengan yang lain sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan seseorang, karena tanpa interaksi sosial commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
tidak akan dicapai kesepakatan dan kebersamaan didalam kehidupan. Untuk mengetahui interaksi sosial yang dimiliki oleh remaja panti asuhan diungkapkan melalui skala sikap interaksi sosial yang dibuat berdasarkan bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Bentuk tersebut yakni kerja sama, akomodasi, dan asimilasi (Soekanto, 2000). Semakin tinggi skor yang dihasilkan maka semakin baik pula interaksi yang dilakukan oleh individu tersebut. 2.
Konsep diri Konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran individu mengenai
dirinya sendiri yang diyakini sebagai nilai diri yang direalisasi dalam perilaku sehari-hari. Disamping itu dapat juga dikatakan bahwa konsep diri merupakan pandangan atau persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya sendiri. Konsep diri yang dimiliki seseorang mampengaruhi perilakunya ditengah masyarakat. Konsep diri yang dimiliki oleh remaja panti asuhan diungkap melalui skala sikap konsep diri yang dibuat berdasarkan aspek konsep diri yang meliputi aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral (Berzonsky dalam
Miftah dan Usmi, 2006).
Semakin tinggi skor yang dihasilkan, maka semakin positif pula konsep diri yang dimiliki individu tersebut. 3.
Kepercayaan diri Kepercayaan diri merupakan sikap positif individu yang mendorong
dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Disamping itu dapat juga dikatakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang ada dalam dirinya. Kepercayaan diri yang dimiliki remaja panti asuhan diungkap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
melalui skala kepercayaan diri yang dibuat berdasarkan ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri yakni memiliki kompetensi diri, berfikir positif atau optimis, mandiri, berani menerima penolakan orang lain, dan mampu bersosialisasi dengan orang lain (Thursan, 2002). Semakin tinggi skor yang dihasilkan maka semakin tinggi pula kepercayaan diri yang dimiliki individu tersebut. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan individu atau subjek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Populasi pada penelitian ini adalah semua remaja yang ada di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta yang berusia 13-17 tahun, dengan jumlah populasi sebanyak 40 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang representative atau dapat mewakili dari populasi yang akan diteliti yakni yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan populasi. Sampel pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 13-17 tahun dan tinggal di panti asuhan. Sampel berjumlah sebanyak jumlah populasi yakni 40 orang, dikarenakan jumlah populasi yang terbatas maka semua anggota populasi dijadikan sampel. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
psikologi.
Skala
psikologi
memiliki
commit to user
karakteristik
khusus
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
membedakannya dari bentuk alat pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, ataupun inventori. Tiga jenis skala sikap yang digunakan didalam penelitian ini, yaitu skala sikap tentang interaksi sosial, skala sikap tentang konsep diri, dan skala sikap tentang kepercayaan diri. Tiap-tiap skala sikap memiliki ciri-ciri empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), serta Sangat Tidak Setuju (STS).
Pilihan Jawaban Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)
Tabel 1 Tabel Distribusi Skor Skala Bentuk Pernyataan Favorable Unfavorable 4 1 3 2 2 3 1 4
1. Skala Interaksi Sosial Skala interaksi sosial yang digunakan pada penelitian ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Bentuk tersebut yakni kerja sama, akomodasi, dan asimilasi yang dikemukakan oleh Soekanto (2000). Skala interaksi sosial dalam penelitian ini terdiri atas aitem favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilainilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu. Aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang commit to user mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Konsep Dasar
Aspek
Tabel 2 Blue print Skala Interaksi Sosial Indikator No. Aitem
Interaksi sosial 1. Kerja sama merupakan hubungan antara individu satu dengan individu lain yang keduanya saling mempengaruhi, dapat juga berarti satu pertalian sosial antara individu 2. Akomodasi satu dengan yang lain sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu dan yang lainnya. 3. Asimilasi
1.1. Memiliki keinginan menolong orang lain 1.2. Mampu bekerja sama dengan orang lain 1.3. Memiliki tujuan untuk kepentingan bersama 2.1. Mampu berkomunikasi dengan baik 2.2. Mampu menghormati orang lain 2.3. Mampu menjalin interaksi dengan orang lain 3.1. Merasa sama dengan orang lain 3.2. Mampu bersahabat dengan orang lain 3.3. Mampu memahami keadaan orang lain
Jumlah
commit to user
favorable
unfavorable
1,2,3
4,5
6,7,8
9,10
11,12,13
14,15
16,17,18
19,20
21,22,23
24,25
26,27,28
29,30
31,32,33
34,35
36,37,38
39,40
41,42,43
44,45
27
18
Jumlah 15
15
15
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
2. Skala Konsep Diri Skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek konsep diri yang yang dikemukakan oleh Berzonsky (dalam
Miftah dan Usmi, 2006) meliputi aspek fisik, aspek psikis, aspek
sosial, dan aspek moral. Skala konsep diri dalam penelitian ini terdiri atas aitem favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu. Aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Konsep Dasar Konsep diri merupakan gambaran individu mengenai dirinya sendiri yang diyakini sebagai nilai diri yang direalisasi dalam perilaku sehari-hari. Konsep diri yang dimiliki seseorang mampengaruhi perilakunya ditengah masyarakat.
Aspek 1. Aspek fisik
2. Aspek psikis
3. Aspek sosial
4. Aspek moral
Tabel 3 Blue print Skala Konsep Diri Indikator No. Aitem 1.1. Percaya dirinya menarik 1.2. Mampu bicara dengan baik 1.3. Yakin dengan keadaan tubuh yang dimiliki 2.1. Yakin dengan kemampuan diri 2.2. Percaya dirinya berarti bagi orang lain 2.3. Memiliki keinginan meraih cita-cita 3.1. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan 3.2. Mampu menjalin interaksi dengan orang lain 3.3. Mampu bekerja sama 4.1. Mampu bersikap sesuai dengan norma 4.2. Mampu bersikap jujur 4.3. Mampu mengambil keputusan
Jumlah
commit to user
favorable
unfavorable
1,2,3
4,5
6,7,8
9,10
11,12,13
14,15
16,17
18,19
20,21
22,23
24,25
26,27
28,29
30,31
32,33
34,35
36,37
38,39
40,41
42,43
44,45
46,47
48,49
50,51
30
21
Jumlah 15
12
12
12
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
3. Skala Kepercayaan Diri Skala kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan ciri-ciri individu yang memiliki kompetensi diri, berfikir positif atau optimis, mandiri, berani menerima penolakan orang lain, dan mampu bersosialisasi dengan orang lain yang dikemukakan oleh Thursan (2002). Skala kepercayaan diri dalam penelitian ini terdiri atas aitem favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilainilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu. Aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Konsep Dasar
Aspek
Tabel 4 Blue print Skala Kepercayaan Diri Indikator No. Aitem favorable
Kepercayaan diri 1. Memiliki merupakan sikap kompetensi positif individu diri yang mendorong dirinya untuk mengembangkan penilaian positif 2. Berpikir baik terhadap diri positif atau sendiri maupun optimis terhadap lingkungan sekitarnya. Dapat juga dikatakan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang 3. Mandiri ada dalam dirinya.
4. Berani menerima penolakan orang lain
5. Mampu bersosialisasi
Jumlah
1.1. Mampu 1,2,3 menyelesaikan masalah 1.2. Mampu bersaing 6,7,8 dengan orang lain secara sehat 2.1. Yakin dengan 11,12,13 kemampuan yang dimiliki 2.2. Yakin dengan 16,17,18 keputusan yang diambil 2.3. Mampu mengatasi 21,22,23 rintangan yang menghadang 3.1. Mampu 26,27 mengarahkan diri sendiri 3.2. Mampu mencapai 30,31 tujuan yang diharapkan 4.1. Mampu bersikap 34,35 tenang dihadapan orang lain 4.2. Merasa bangga 38,39 terhadap diri sendiri 4.3. Yakin dengan 42,43 dirinya sendiri 5.1. Mampu berbicara 46,47 sopan 5.2. Mengalihkan 50,51 emosi menjadi motivasi 5.3. Menerima 54,55 penolakan sebagai pelajaran 31
commit to user
Jumlah
unfavorable
4,5
10
9,10
14,15
15
19,20
24,25
28,29
8
32,33
36,37
12
40,41
44,45 48,49
12
52,53
56,57
26
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Validitas dapat berarti kemampuan yang dimiliki alat ukur tersebut untuk mengukur atribut yang alat tersebut dirancang untuk mengukurnya. Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini digunakan validitas isi. Validitas isi yaitu dengan menguji butir pertanyaan atau butir pernyataan yang diestimasi dengan berdasarkan pendapat professional (professional judgement). Untuk penelitian ini pengujian butir pertanyaan atau butir pernyataan diestimasi melalui pendapat professional (professional judgement) yaitu pembimbing, yang dilakukan sebelum melaksanakan try out atau uji coba terhadap alat ukur. Selanjutnya dilakukan seleksi aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur skala yang dikehendaki. Hal tersebut dilihat dari konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala secara keseluruhan disebut dengan konsistensi aitem total, yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix). Uji validitas tersebut dikenakan pada tiga skala yang akan digunakan dalam penelitian ini, dan ketiga skala tersebut akan diuji validitas aitemnya dengan menggunakan Product moment dari Pearson. 2. Reliabilitas Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability. Berbagai nama muncul sebagai nama lain dari reliabilitas seperti, keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, ataupun konsistensi, akan tetapi ide pokok yang terkandung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
dalam konsep reliabilitas adalah bahwa hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dikatakan reliabel apabila dalam pelaksanaan pengukuran yang dilakukan berulang-ulang terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Suatu alat ukur dikatakan reliabel atau dapat dipercaya apabila alat ukur tersebut dapat menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya apabila alat ukur tersebut relevan atau tidak dengan teknik yang akan digunakan Cronbach. Teknik untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan analisis reliabilitas Cronbach’s Alpha. F. Teknik Analisis Data Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis yaitu untuk membuktikan adanya hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan, maka teknik analisis data yang digunakan adalah teknik Statistic Parametric Multiple Regression dan dengan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel bebas yaitu konsep diri dan kepercayaan diri dengan satu variabel tergantung yaitu interaksi sosial, serta memprediksi seberapa besar variabel-variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap interaksi sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Tempat Penelitian Penentuan terhadap tempat penelitian dan persiapan mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti sebelum melaksanakan penelitian. Penentuan tempat penelitian ini disesuaikan dengan populasi yang sebelumnya telah ditetapkan oleh penulis sehingga penelitian mengenai “Hubungan Konsep Diri dan Kepercayaan Diri dengan Interaksi Sosial Pada Remaja Panti Asuhan” ini dilaksanakan di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta berdiri pada tahun 1992 berdasarkan akte Notaris Anton Wahyu Pramono, SH Nomor 10 tanggal 7 Februari 1992 yang telah diadakan perubahan masing-masing melalui Notaris Tjondro Santoso, SH dengan Akta Perubahan Nomor 75 tanggal 24 April 1993 dan Notaris H. Made Tony Rodhiyarto, SE., SH Nomor 7 tanggal 15 Januari 2004. Panti Asuhan Nur Hidayah ini berkantor pusat di Jl. Pisang Nomor 12 Kelurahan Kerten Kecamatan Laweyan Surakarta. Panti Asuhan Anak Yatim Nur Hidayah sudah terdaftar dalam Ijin ORSOS nomor 283/ORSOS/2003/2007 tanggal 6 Maret 2007 yang dikeluarkan oleh Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Jawa Tengah. Yayasan Nur Hidayah Surakarta bergerak dibidang pendidikan dan sosial.
commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Pada tahun 1997 diresmikan Panti Asuhan Yatim Putra tingkat Sekolah Dasar dengan jumlah anak asuh sebanyak 20 orang. Asrama Panti Asuhan Yatim Putra ini berada di Jl. Pisang No. 23 Kerten Surakarta. Saat ini jumlah anak asuh yang diasuh sebanyak 27 orang. Pada tahun 2002 didirikan Panti Asuhan Yatim Putri di Jl. Pisang I No. 1 Kerten Surakarta. Saat ini jumlah anak asuh putri sebanyak 20 orang. Selanjutnya pada tanggal 21 Juli 2007 Panti Asuhan Yatim Putra yang terletak di Jl. Bone Timur III Kelurahan Banyuanyar Surakarta diresmikan oleh Walikota Surakarta. Saat ini jumlah anak asuh yang menempati sebanyak 14 orang, dengan diresmikannya asrama yang baru di Banyuanyar tersebut, maka jumlah seluruh anak asuh putra dan putri Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta adalah sebanyak 61 orang. Pada tanggal 20 Maret 2010, diresmikan oleh Ir. H. Joko Widodo penggunaan Wisma Yatim Yayasan Nur Hidayah Surakarta yang berada di Jl, Pisang No. 2 Kerten Laweyan Surakarta. Diatas lahan 300 meter persegi tersebut dibangun bangunan berlantai dua. Lantai 1 dipergunakan untuk kegiatan life skill, poliklinik, serta majalah Nur Hidayah, sedangkan pada lantai 2 dipergunakan untuk asrama yatim putri Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hingga saat ini Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta telah memiliki empat asrama untuk anak asuhnya, dua asrama untuk putra dan dua untuk putri. Jumlah anak asuh Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta terus mengalami pasang surut seiring dengan tingkat sekolah, ada yang sudah lulus dan bekerja sehingga digantikan dengan anak baru. Saat ini Panti Asuham Nur Hidayah Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
menampung sebanyak 72 anak asuh dengan usia sekolah Taman Kanak-kanak (TK) hingga usia Sekolah Menengah Atas (SMA). Panti Asuhan Nur Hidayah akan terus menerima anak asuh dengan kategori yatim, yatim piatu, dan miskin. Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta memiliki visi dan misi sebagai berikut : Visi Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta Mewujudkan tegaknya pengamalan ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan umat Misi Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta 1. Membentuk generasi robbani yang cerdas, disiplin, dan bertaqwa kepada Allah SWT. 2. Mengembangkan sikap kepedulian (khidmatul ummah), tanggung jawab, dan komitmen (iltizam) bagi Izzah Islam wal Muslimin. 3. Mengembangkan sumber-sumber ekonomi produktif berbasis umat 4. Berperan aktif sebagai perekat dan pemersatu umat Yayasan Nur Hidayah Surakarta memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah: 1. Membangun Markazul Islamy (Islamic Centre) yang memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan dikelola secara profesional dalam rangka mendukung berbagai aktivitas keislaman di kota Surakarta. 2. Mendidik generasi Qur'ani yaitu SDM muslim yang lurus, bersih dan benar ibadahnya, mulia akhlaqnya, luas wawasannya, kuat jasmaninya, produktif serta profesional dalam bidang keahliannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
Keseluruhan jumlah anak yatim di Panti Asuhan Yatim Nur Hidayah Surakarta yang berada di empat lokasi pada tahun 2010, dapat dituliskan dalam tabel berikut. Tabel 5 Jumlah Anak Yatim Piatu Panti Asuhan Nur Hidayah Tahun 2010 No Sekolah Asrama Putra Asrama Putri Jumlah Kerten Banyuanyar Putri 1 Putri 2 1. TK 1 1 1 3 2. SD 8 12 1 4 25 3. SMP 9 9 7 4 29 4. SMA 10 2 7 19 Jumlah 23 24 16 9 72 2. Persiapan Administrasi Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan ijin tersebut diantaranya peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada Pimpinan Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta untuk memberikan surat pengantar penelitian dengan nomor 821/H 27.1.17.3/TU/2010 agar bisa melakukan penelitian di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Setelah mendapat surat pengantar dari program studi Psikologi kemudian peneliti mengajukan permohonan kepada pihak Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta dan setelah mendapatkan ijin dari pihak panti asuhan berupa surat ijin penelitian dengan nomor 250/YNH/X/2010, peneliti baru bisa mengadakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak panti asuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
3. Persiapan Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi, yang terdiri dari skala interaksi sosial, skala konsep diri, dan skala kepercayaan diri. a. Skala Interaksi Sosial Skala interaksi sosial yang digunakan pada penelitian ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Bentuk tersebut yakni kerja sama, akomodasi, dan asimilasi yang dikemukakan oleh Soekanto (2000). Skala interaksi sosial dalam penelitian ini berjumlah 45 aitem yang terdiri atas 27 aitem favorable dan 18 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. b. Skala Konsep Diri Skala konsep diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek konsep diri yang yang dikemukakan oleh Berzonsky (dalam
Miftah dan
Usmi, 2006) meliputi aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral. Skala konsep diri dalam penelitian ini berjumlah 51 aitem yang terdiri atas 30 aitem favorable dan 21 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban. c. Skala Kepercayaan Diri Skala kepercayaan diri yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan ciri-ciri individu yang memiliki kompetensi diri, berfikir positif atau optimis, mandiri, berani menerima penolakan orang lain, dan mampu bersosialisasi dengan orang lain yang dikemukakan oleh Thursan (2002). Skala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
kepercayaan diri dalam penelitian ini berjumlah 57 aitem yang terdiri atas 31 aitem favorable dan 26 aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat alternatif jawaban.
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Review Professional Judgement Sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian pada subjek penelitian, ketiga skala yang akan digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan review professional judgement. Setelah skala dinilai mampu untuk mengungkap atribut yang hendak diukur, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan uji coba. 2. Pengumpulan Data untuk Uji Coba Setiap pengukuran dengan menggunakan skala psikologi diharapkan agar mampu memperoleh hasil yang objektif dan akurat. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai hasil yang objektif dan akurat adalah alat ukur yang digunakan harus valid dan reliabel. Untuk mengetahui valid dan reliabel dari suatu alat ukur perlu dilakukan uiji coba (try out) terlebih dahulu. Proses pelaksanaan uji coba dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2010 dengan subjek remaja yang berusia 13-17 tahun yang tinggal di Panti Asuhan Mardhatilah Kartasura yang berjumlah 25 orang. Panti Asuhan Mardhatillah yang berada di Kartasura memiliki kemiripan dengan Panti Asuhan Nur Hidayah, diantaranya adalah merupakan panti asuhan muslim dan memiliki jumlah pengasuh yang sama. Kegiatan yang dilakukan oleh penghuni kedua panti asuhan juga relatif sama. Pengumpulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
data dilakukan dengan memberikan skala yang terdiri dari skala interaksi sosial, skala konsep diri, dan skala kepercayaan diri. Rata-rata waktu yang diperlukan subjek untuk mengisi ketiga skala adalah kurang lebih 45 menit. Pengambilan skala dilakukan setelah subjek selesai mengisi semua aitem pada ketiga skala tersebut. Setelah semua skala terkumpul, maka selanjutnya dilakukan skoring terhadap masing-masing skala tersebut untuk dilakukan pengujian validitas dan reliabilitasnya. 3. Uji Validitas dan Reliabilitas Setelah dilakukan uji coba aitem dari ketiga skala, kemudian dilakukan skoring atau pemberian skor. Penentuan skor didasarkan pada penyusunan alternatif jawaban pada ketiga skala ini yang menggunakan model skala Likert yang telah dimodifikasi dengan menghilangkan pilihan jawaban ragu-ragu (Azwar, 2003). Pada setiap aitem disediakan empat alternatif jawaban untuk masing-masing aitem favorable dan aitem unfavorable yang terdiri dari SS (Sangat Sesuai) bernilai 4, S (Sesuai) bernilai 3, TS (Tidak Sesuai) bernilai 2, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) bernilai 1 untuk aitem favorabel. Penilaian untuk aitem unfavorabel terdiri dari Sangat Sesuai (SS) bernilai 1, Sesuai (S) bernilai 2, Tidak Sesuai (TS) bernilai 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) bernilai 4. Penghitungan validitas dan reliabilitas aitem ketiga skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penghitungan validitas dan reliabilitas dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows versi 16.0.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
a. Uji Validitas Uji validitas yang dilakukan adalah dengan construct validity yang dibantu dengan
program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0.
Kevalidan tiap-tiap butir aitem dapat dilihat dari nilai corrected item-total corelation tiap-tiap butir aitem tersebut pada hasil output SPSS pada tabel item-total statistics. Aitem yang dinyatakan valid adalah aitem yang memiliki nilai korelasi lebih besar atau sama dengan 0,25. Berikut hasil uji validitas dari masing-masing skala. 1. Skala interaksi sosial Penghitungan validitas skala interaksi sosial diperoleh hasil dari 45 aitem yang diujicobakan diperoleh 26 aitem yang valid dan 19 aitem yang gugur. Aitem yang valid adalah nomor 2, 3, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 15, 17, 20, 23, 25, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 43, dan 45. Aitem yang gugur adalah nomor 1, 4, 7, 10, 13, 14, 16, 18, 19, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 39, 41, dan 42. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,249 sampai dengan 0,560 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala interaksi sosial yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial yang Valid dan Gugur No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable Unfavorable valid gugur valid gugur 1. Kerja sama 1.1 Memiliki 5,30 1 4,21 5 keinginan menolong orang lain 1.2 Mampu bekerja 12,32, 2 22 5 sama dengan 37 orang lain 1.3 Memiliki tujuan 3,23 39 38 13 5 untuk kepentingan bersama 2. Akomodasi 2.1 Mampu 17,31 14 19,24 5 berkomunikasi dengan baik 2.2 Mampu 11,25, 15,33 5 menghormati 40 orang lain 2.3 Mampu 35 16,41 6 26 5 menjalin interaksi dengan orang lain 3. Asimilasi 3.1 Merasa sama 7,27, 34 44 5 dengan orang 42 lain 3.2 Mampu 36,43 18 8 28 5 bersahabat dengan orang lain 3.3 Mampu 9,20, 45 10 5 memahami 29 keadaan orang lain Jumlah 18 9 8 10 45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
2. Skala konsep diri Penghitungan validitas skala konsep diri diperoleh hasil dari 51 aitem yang diujicobakan diperoleh 28 aitem yang valid dan 23 aitem yang gugur. Aitem yang valid adalah nomor 1, 5, 6, 8, 9, 12, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 36, 38, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 47, dan 49. Aitem yang gugur adalah nomor 2, 3, 4, 7, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 23, 31, 33, 34, 35, 37, 39, 48, 50, dan 51. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,248 sampai dengan 0,784 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala interaksi sosial yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Konsep Diri yang Valid dan Gugur No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable valid gugur valid gugur 1. Aspek fisik 1.1 Percaya dirinya 1,28,27 5 4 5 menarik 1.2 Mampu bicara 6,8 14 30 10 5 dengan baik 1.3 Yakin dengan 25,47 50 49 15 5 keadaan tubuh yang dimiliki 2. Aspek psikis 2.1 Yakin dengan 17 16 19 18 4 kemampuan diri 2.2 Percaya dirinya 21 20 7,23 4 berarti bagi orang lain 2.3 Memiliki 24,43 2,42 4 keinginan meraih cita-cita 3. Aspek sosial 3.1 Mampu 29,46 13,48 4 menyesuaikan diri dengan lingkungan 3.2 Mampu 32 33 34,35 4 menjalin interaksi dengan orang lain 3.3 Mampu bekerja 36,37 38,39 4 sama 4. Aspek moral 4.1 Mampu 22,40 9,26 4 bersikap sesuai dengan norma 4.2 Mampu 44,45 11,31 4 bersikap jujur 4.3 Mampu 12 3 41 51 4 mengambil keputusan Jumlah 21 6 7 17 51
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
3. Skala kepercayaan diri Penghitungan validitas skala kepercayaan diri diperoleh hasil dari 57 aitem yang diujicobakan diperoleh 38 aitem yang valid dan 19 aitem yang gugur. Aitem yang valid adalah aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, 18, 21, 23, 25, 29, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 55, 56, dan 57. Aitem yang gugur adalah aitem nomor 7, 11, 13, 17, 19, 20, 22, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 39, 41, 43, 53, dan 54. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,260 sampai dengan 0,803 dengan p < 0,05. Distribusi aitem skala interaksi sosial yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri yang Valid dan Gugur No Aspek Indikator No. Aitem Jumlah favorable unfavorable valid gugur valid gugur 1. Memiliki 1.1 Mampu 1,6,48 2,46 5 kompetensi menyelesaikan diri masalah 1.2 Mampu bersaing 3,4,47 5,49 5 dengan orang lain secara sehat 2. Berpikir 2.1 Yakin dengan 50 7,13 8,16 5 positif atau kemampuan yang optimis dimiliki 2.2Yakin dengan 9,14, 10 17 5 keputusan yang 51 diambil 2.3 Mampu mengatasi 15,52 11 12, 5 rintangan yang 18 menghadang 3. Mandiri 3.1 Mampu 25 19 33 22 4 mengarahkan diri sendiri 3.2 Mampu mencapai 23,29 20,26 4 tujuan yang diharapkan 4. Berani 4.1 Mampu bersikap 21, 34 24,30 4 menerima tenang dihadapan penolakan orang lain orang lain 4.2 Merasa bangga 27,31 35 28 4 terhadap diri sendiri 4.3Yakin dengan dirinya 36 43 32,54 4 sendiri 5. Mampu 5.1 Mampu berbicara 42, 55 37 41 4 bersosialisasi sopan 5.2 Mengalihkan emosi 38, 44 39,53 4 menjadi motivasi 5.3 Menerima penolakan 40, 57 45, 4 sebagai pelajaran 56 Jumlah 24 7 14 12 57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas, kemudian aitem-aitem yang valid dicari koefisien reliabilitasnya. Penghitungan koefisien reliabilitas ini menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Cara menghitungnya dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS for MS windows release versi 16.0. Melalui penghitungan reliabilitas untuk 26 aitem yang valid dari skala interaksi sosial diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,788, sedangkan untuk 28 aitem yang valid dari skala konsep diri diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,824, dan 38 aitem yang valid dari skala kepercayaan diri diperoleh koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,829. Perhitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan hasil dari penghitungan koefisian reliabilitas dari ketiga skala maka diperoleh koefisien reliabilitas dari masing-masing skala yaitu skala interaksi sosial sebesar 0,788, skala konsep diri sebesar 0,824, dan skala kepercayaan diri 0,829. Dapat dilihat bahwa koefisien reliabilitas (rtt) dari ketiga skala > 0,60 maka dapat dinyatakan bahwa ketiga skala tersebut valid dan reliabel yang selanjutnya dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. 4. Penyusunan Alat Ukur Penelitian Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah pengujian validitas dan reliabilitas adalah mempersiapkan aitem-aitem yang valid kemudian didistribusi ulang untuk mengambil data penelitian, sedangkan aitem-aitem yang gugur tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
diikutsertakan dalam pengambilan data penelitian. Adapun distribusi ulang skala yang digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada tabel.
No 1.
2.
3.
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Interaksi Sosial untuk Penelitian Aspek Indikator No. Aitem Favorable Unfavorable Kerja sama 1.1 Memiliki 5 (1),30 (10), keinginan menolong orang lain 1.2 Mampu bekerja 12 (2),32 (11),37 2(12) sama dengan (21) orang lain 1.3 Memiliki tujuan 3 (13),23 (22) 38 (3) untuk kepentingan bersama Akomodasi 2.1 Mampu 17 (4),31 (14) berkomunikasi dengan baik 2.2 Mampu 11 (5),25 (15),40 15 (6),33 menghormati (25) (16) orang lain 2.3 Mampu 35 (17) 6 (20) menjalin interaksi dengan orang lain Asimilasi 3.1 Merasa sama 34 (9) dengan orang lain 3.2 Mampu 36 (7),43 (18) 8 (24) bersahabat dengan orang lain 3.3 Mampu 9 (8),20 (19),29 45 (26) memahami (23) keadaan orang lain Jumlah 18 8 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
commit to user
Jumlah 2
4
3
2
5
2
1
3
4
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
No 1.
2.
3.
4.
Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Konsep Diri untuk Penelitian Aspek Indikator No. Aitem Favorable Unfavorable Aspek fisik 1.1 Percaya dirinya 1 (1),28 (11),27 5 (3) menarik (15) 1.2 Mampu bicara 6 (2),8 (12) 30 (16) dengan baik 1.3 Yakin dengan 25 (23),47 (25) 49 (19) keadaan tubuh yang dimiliki Aspek psikis 2.1 Yakin dengan 17 (4) 19 (6) kemampuan diri 2.2 Percaya dirinya 21 (17) berarti bagi orang lain 2.3 Memiliki 24 (20),43 (24) keinginan meraih cita-cita Aspek sosial 3.1 Mampu 29 (5),46 (18) menyesuaikan diri dengan lingkungan 3.2 Mampu 32 (7) menjalin interaksi dengan orang lain 3.3 Mampu bekerja 36 (8),37 (21) sama Aspek moral 4.3 Mampu 22 (26),40 (28) 9 (13),26 bersikap sesuai (22) dengan norma 4.4 Mampu 44 (14),45 (27) bersikap jujur 4.3 Mampu 12 (10) 41(9) mengambil keputusan Jumlah 21 7 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
commit to user
Jumlah 4 3 3
2 1
2
2
1
2 4
2 2
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Kepercayaan Diri untuk Penelitian No Aspek Indikator No. Aitem Favorable Unfavorable 1. Memiliki 1.1 Mampu 1 (1),6 (16),48 2 (3),46 (15) kompetensi menyelesaikan (34) diri masalah 1.2 Mampu bersaing 3 (13),4 5 (6),49 (29) dengan orang lain (17),47 (36) secara sehat 2. Berpikir 2.1 Yakin dengan 50 (2) 8 (18),16 positif atau kemampuan yang (21) optimis dimiliki 2.2Yakin dengan 9 (4),14 keputusan yang (20),51 (25) 10 (24) diambil 2.3 Mampu mengatasi 15 (19),52 (37) rintangan yang 12 (26),18 menghadang (31) 3. Mandiri 1.2 Mampu mengarahkan 25 (5) 33 (38) diri sendiri 3.2 Mampu mencapai 23 (7),29 (14) tujuan yang diharapkan 4.
5.
Berani menerima penolakan orang lain
Mampu bersosialisasi
4.1 Mampu bersikap tenang dihadapan orang lain 4.2 Merasa bangga terhadap diri sendiri 4.3Yakin dengan dirinya sendiri 5.1 Mampu berbicara sopan 5.2 Mengalihkan emosi menjadi motivasi 5.3 Menerima penolakan sebagai pelajaran
Jumlah 5
5
3
4
4
2 2
21 (9),34 (22)
-
2
-
35 (8)
1
36 (23)
-
1
42 (10),55 (30)
37 (11)
3
38 (37),44 (32)
-
2
40 (12),57 (28)
45 (33),56 (35) 14
4
Jumlah 24 Catatan: nomor yang diberi tanda ( ) adalah nomor urut baru.
commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
5.
Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 27, 28 dan 30 Oktober 2010 dengan jumlah
subjek yang dipergunakan dalam penelitian sebanyak 40 orang remaja penghuni Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan skala penelitian yang terdiri dari skala interaksi sosial, skala konsep diri, dan skala kepercayaan diri kepada masing-masing subjek. Rata-rata waktu yang dipergunakan subjek untuk mengisi seluruh skala adalah 35 menit. Setelah 40 eksemplar skala penelitian terkumpul, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kelengkapan data terhadap masing-masing 40 eksemplar skala tersebut, kemudian dilakukan pemberian skor atau skoring terhadap masing-masing eksemplar skala, selanjutnya skor tersebut akan dipergunakan dalam analisis data. Berdasarkan hasil penskoran data diperoleh skor total pada masing-masing subjek yang bervariasi (dapat dilihat pada lampiran).
C. Analisis Data Perhitungan analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Perhitungan dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi, dalam hal ini uji asumsi meliputi uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
1. Uji Asumsi Dasar a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui populasi data terdistribusi normal atau tidak. Data yang diuji adalah sebaran data pada skala interaksi sosial, skala konsep diri, dan skala kepercayaan diri. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov Test (ks-z) dengan menggunakan bantuan komputasi Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows Release 16.0. Uji normalitas sebaran dengan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov Test (ks-z) ini dikatakan normal jika p > 0,05 (Priyatno, 2009). Uji normalitas pada variabel interaksi sosial diperoleh sebesar 0,107 dengan p 0,200 > 0,05. Uji normalitas pada variabel konsep diri diperoleh sebesar 0,079 dengan p 0,200 > 0,05. Sedangkan uji normalitas pada variabel kepercayaan diri diperoleh sebesar 0,090 dengan 0,200 > 0,05.
Variabel Interaksi Sosial Konsep Diri Kepercayaan Diri
Tabel 12 Uji Normalitas Ks-z 0,107 0,079 0,090
P 0,200 0,200 0,200
Keterangan Normal Normal Normal
Berdasarkan keterangan tabel di atas bisa diketahui bahwa variabel interaksi sosial, konsep diri, dan kepercayaan diri memiliki sebaran yang normal. Hasil uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
b. Uji Linieritas Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui bentuk linieritas hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Pengujian linieritas dalam penelitian ini menggunakan test for linierity dengan bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (pada kolom linierity) kurang dari 0,05. Uji linieritas hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial diperoleh Sig. pada kolom Linierity sebesar 0,001 (0,001 < 0,05). Sedangkan uji linieritas hubungan antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial diperoleh Sig. pada kolom Linierity sebesar 0,008 (0,008 < 0,05). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 13 Uji Linieritas Variabel Sig. pada kolom Linierity Konsep Diri dengan Interaksi 0,001 Sosial Kepercayaan Diri dengan 0,008 Interaksi Sosial
Keterangan 0,001 < 0,05 (linier) 0,008 < 0,05 (linier)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hubungan antara masingmasing variabel bebas dengan variabel tergantung bersifat linier. Hasil uji linieritas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolineritas Uji multikolineritas dibutuhkan untuk mengetahui ada atau tidaknya variabel bebas yang memiliki kemiripan dengan variabel bebas lainnya dalam satu model. Pada analisis regresi dua prediktor, model harus terbebas dari multikolineritas. Deteksi multikolineritas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1 maka dapat dinyatakan bahwa model terbebas dari multikolineritas. Hasil uji Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance pada hasil output SPSS tabel coefficients, tiap-tiap variabel memiliki VIF sebesar 2,618 (diartikan bahwa 2,618 < 10) dan nilai Tolerance sebesar 0,382 (diartikan bahwa 0,382 > 0,1). Berdasarkan hasil uji multikolineritas tersebut maka dapat dinyatakan bahwa model regresi dua prediktor terbebas dari multikolineritas dan dapat digunakan dalam penelitian. b. Uji Heteroskesdastisitas Uji heteroskesdastisitas dilakukan untuk menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan studentized delete residual nilai tersebut. Cara untuk memprediksi ada atau tidaknya heteroskesdastisitas pada suatu model dapat dilihat pada pola gambar Scatterplott yang menyatakan bahwa model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, apabila:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. 2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data tidak berpola Hasil analisis pola gambar Scatterplott (pada lampiran) dapat dilihat bahwa pada pola gambar titik-titik data menyebar, tidak mengumpul di atas atau di bawah saja sehingga model regresi dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mendeteksi bahwa variabel tergantung tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, baik nilai periode sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Untuk menguji adanya autokorelasi dalam penelitian ini digunakan uji DW (Durbin-Watson). Model regresi linier berganda terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson hitung terletak di daerah No Autocorelation atau nilai hitung Durbin-Watson mendekati atau disekitar angka 2. Hasil analisis menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar 2,169. Untuk mengetahui apakah nilai hitung tersebut terletak di daerah no Autocorelation, maka terlebih dahulu menentukan nilai dl (batas bawah) dan du (batas atas) dari nilai Durbin Watson tersebut. Penentuan nilai du dan dl berdasarkan pada tabel uji Durbin Watson dengan k=2 dan N=40 (k=jumlah variabel bebas dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
N= jumlah sampel) maka diperoleh nilai dl=1,391 dan nilai du=1,6. Perhitungan selanjutnya 4-du (4-1,6=2,4) dan 4-dl (4-1,391=2,609). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:
negatif
No autocorelation
positif
autocorelation
0
dl 1,391
autocorrelation
du
2
1,6
4-du 2,4
4-dl
0
2,609
2,169 (nilai hitung Durbin Watson) Gambar 2. Pengujian autokorelasi Hasil analisis diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 2,169. Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa nilai 2,169 dikatakan dekat atau disekitar angka 2 dan terletak di daerah No autocorrelation, jadi model ini terbebas dari autokorelasi. 3. Uji Hipotesis Setelah uji asumsi terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi ganda. Analisis regresi ganda digunakan untuk mengetahui nilai F-test, dengan nilai F dapat diketahui apakah variabel konsep diri dan kepercayaan diri secara bersama-sama berkorelasi secara signifikan terhadap variabel interaksi sosial. Hasil F-test menunjukkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
variabel konsep diri dan kepercayaan diri secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel interaksi sosial jika p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau F hitung (pada kolom F) lebih besar dari F tabel. Hasil F-test pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Anova. Melalui hasil uji ini dapat diperoleh keputusan diterima tidaknya uji hipotesis. Berdasarkan uji anova menunjukkan p-value 0,022 < 0,05 artinya signifikan, sedangkan F hitung 4,244 > F tabel 3,252 artinya signifikan. Dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan konsep diri dan kepercayaan diri bersama-sama berkorelasi secara signifikan terhadap interaksi sosial dapat diterima. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 14 Uji Anova ANOVAb Sum of Model Squares df Mean Square 1 Regression 288.796 2 144.398 Residual 1258.804 37 34.022 Total 1547.600 39 a. Predictors: (Constant), kepercayaandiri, konsepdiri
F 4.244
Sig. .022a
b. Dependent Variable: interaksisosial Hubungan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial pada remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta dapat digambarkan dalam persamaan regresi. Sesuai dengan hasil analisis, dapat dilihat nilai konstanta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
dan nilai variabel bebas (konsep diri dan kepercayaan diri) yang dapat memprediksi yang terjadi pada variabel tergantung (interaksi sosial) melalui persamaan regresi yang diperoleh dari tabel hasil analisis regresi linear berganda. Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel.
Model 1
Tabel 15 Koefisien Analisis Regresi Linear Berganda Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 55.065 10.708 5.143 .000 .281 .200 .337 1.404 .169
(Constant) konsepdiri kepercayaan .058 .122 diri a. Dependent Variable: interaksisosial
.114
.474
Collinearity Statistics Tolerance
.638
.382
2.618
.382
2.618
Persamaan regresi pada hubungan ketiga variabel tersebut adalah Y = a + bX1 + cX2 Y = 55,065 + 0,281 X1 + 0,058 X2 Persamaan garis tersebut mengandung arti bahwa konstanta adalah 55,065 mempunyai arti jika tidak ada konsep diri dan kepercayaan diri, maka interaksi sosial adalah sebesar 55,065. Rata-rata skor interaksi sosial pada remaja (kriterium Y) akan mengalami perubahan sebesar 0,281 untuk setiap unit perubahan yang terjadi pada variabel konsep diri (prediktor X1) dan juga diperkirakan akan mengalami perubahan sebesar 0,058 untuk setiap unit perubahan yang terjadi pada variabel kepercayaan diri (prediktor X2). Persamaan garis tersebut dapat dilihat pada lampiran.
commit to user
VIF
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Berdasarkan hasil output SPSS diketahui pula hubungan antara masingmasing variabel bebas (konsep diri dan kepercayaan diri) dengan variabel tergantung yaitu interaksi sosial yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 16 Korelasi Antar Variabel interaksisosial konsepdiri Pearson Correlation Sig.(1-tailed)
N
Interaksisosial Konsepdiri Kepercayaandiri Interaksisosial Konsepdiri Kepercayaandiri Interaksisosial Konsepdiri Kepercayaandiri
1.000 .426 .379 . .003 .008 40 40 40
.426 1.000 .786 .003 . .000 40 40 40
kepercayaan diri .379 .786 1.000 .008 .000 . 40 40 40
Besar perhitungan korelasi antara variabel konsep diri dengan interaksi sosial yang dihitung dengan koefisien korelasi rx 1 y adalah
0,426 dan p =
0,003 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial. Besar perhitungan korelasi antara variabel kepercayaan diri dengan interaksi sosial yang dihitung dengan koefisien korelasi rx 2 y adalah
0,379
dan p=0,008 (p < 0,05). Ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
4. Mean Empirik (ME) dan Mean Hipotetik (MH) Berikut ini disajikan deskripsi data penelitian, deskripsi data penelitian dijelaskan sebagai gambaran umum mengenai data penelitian yang lengkap dan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Skala
Tabel 17 Deskripsi Data Penelitian Data hipotetik Data empirik Jumlah SD M Skor Skor Skor Skor subjek (σ) Min Maks Min Maks
Interaksi 40 26 104 Sosial Konsep Diri 40 28 112 Kepercayaan 40 38 152 Diri Keterangan: M : Mean SD (σ) : Standar Deviasi
M
SD (σ)
65
13
75
100
85,9
6,299
70
14
70
100
86.2
7,522
95
19
82
138
114,38
12,382
a. Skala Interaksi Sosial Skala interaksi sosial akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal. Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 26 x 1 = 26 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 26 x 4 = 104, maka jarak sebarannya adalah 104 – 26 = 78 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 78 : 6 = 13, sedangkan rerata hipotetiknya 26 x 2,5 = 65. Apabila subjek digolongkan dalam 5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel. Tabel 18 Kategorisasi Skala Interaksi Sosial dan Distribusi Skor Subjek Subjek Standar Deviasi Skor Kategorisasi Frek Presentase (N) (%) (MH-3σ)≤ X < (MH-1,8σ) 75≤ X < 80 Sangat rendah 6 15 (MH-1,8σ)≤ X < (MH-0,6σ) 80 ≤ X < 85 Rendah 12 30 (MH-0,6σ)≤ X < (MH+0,6σ) 85 ≤ X < 90 Sedang 10 25 (MH+0,6σ)≤ X <(MH+1,8σ) 90 ≤ X < 95 Tinggi 9 22,5 (MH+1,8σ)≤ X < (MH+3σ) 95 ≤ X < 100 Sangat tinggi 3 7,5 Jumlah 40 100
Rerata empirik
Berdasarkan kategori skala interaksi sosial seperti terlihat pada tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum bahwa remaja di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta memiliki tingkat interaksi sosial yang sedang. b. Skala Konsep Diri Skala konsep diri akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal. Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 28 x 1 = 28 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 28 x 4 = 112, maka jarak sebarannya adalah 112 – 28 = 84 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 84 : 6 = 14, sedangkan rerata hipotetiknya 28 x 2,5 = 70. Apabila subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel.
commit to user
85,9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
Tabel 19 Kategorisasi Skala Konsep Diri dan Distribusi Skor Subjek Subjek Standar Deviasi Skor Kategorisasi Frek Presentase (N) (%) (MH-3σ)≤ X < (MH-1,8σ) 70 ≤ X < 76 Sangat rendah 3 7,5 (MH-1,8σ)≤ X < (MH-0,6σ) 76 ≤ X < 82 Rendah 10 25 (MH-0,6σ)≤ X < (MH+0,6σ) 82 ≤ X < 88 Sedang 10 25 (MH+0,6σ)≤ X <(MH+1,8σ) 88 ≤ X < 94 Tinggi 10 25 (MH+1,8σ)≤ X < (MH+3σ) 94 ≤ X < 100 Sangat tinggi 7 17,5 Jumlah 40 100
Rerata empirik
Berdasarkan kategori skala konsep diri seperti terlihat pada tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta memiliki tingkat konsep diri yang sedang. c. Skala Kepercayaan Diri Skala kepercayaan diri akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal. Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 38 x 1 = 38 dan skor maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 38 x 4 = 152, maka jarak sebarannya adalah 152 – 38 = 114 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 114 : 6 = 19, sedangkan rerata hipotetiknya 38 x 2,5 = 95. Apabila subjek digolongkan dalam 5 kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel.
commit to user
86.2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Tabel 20 Kategorisasi Skala Kepercayaan Diri dan Distribusi Skor Subjek Subjek Rerata Standar Deviasi Skor Kategorisasi Frek Presentase empirik (N) (%) (MH-3σ)≤ X < (MH-1,8σ) 82 ≤ X < 93,2 Sangat rendah 2 5 (MH-1,8σ)≤ X < (MH-0,6σ) 93,2 ≤ X < 104,4 Rendah 4 10 (MH-0,6σ)≤ X < (MH+0,6σ) 104,4 ≤ X < 115,6 Sedang 12 30 114,38 (MH+0,6σ)≤ X <(MH+1,8σ) 115,6 ≤ X < 126,8 Tinggi 16 40 (MH+1,8σ)≤ X < (MH+3σ) 126,8 ≤ X < 138 Sangat tinggi 6 15 Jumlah 40 100 Berdasarkan kategori skala kepercayaan diri seperti terlihat pada tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta memiliki tingkat kepercayaan diri yang sedang. 5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif Hasil analisis menunjukkan : a. Sumbangan relatif (SR) konsep diri terhadap interaksi sosial sebesar 76,78% dan sumbangan relatif (SR) kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 23,22%. Hasil tersebut menunjukkan besarnya sumbangan masing-masing prediktor terhadap kuadrat regresi. b. Sumbangan efektif (SE) konsep diri terhadap interaksi sosial sebesar 14,36% dan sumbangan efektif (SE) kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 4,31%. Total sumbangan efektif konsep diri dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 18,67% yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) yaitu dengan nilai 0,187.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
Perhitungan selengkapnya mengenai sumbangan relatif dan sumbangan efektif dapat dilihat pada lampiran.
D. Pembahasan Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukan hipotesis yang menyatakan adanya hubungan konsep diri dan kepercayaan diri secara bersama-sama memberikan kontribusi yang signifikan terhadap interaksi sosial remaja panti asuhan, diterima. Hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda diperoleh nilai R sebesar 0,432, p-value 0,022 yang < dari 0,05 dan F hitung sebesar 4,244, nilai F tersebut > dari F tabel sebesar 3,252. Hasil tersebut berarti bahwa konsep diri dan kepercayaan diri dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi interaksi sosial remaja panti asuhan pada Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta, semakin tinggi konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki remaja panti asuhan, maka semakin tinggi interaksi sosialnya. Sebaliknya semakin rendah konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki remaja panti asuhan maka semakin rendah interaksi sosialnya. Berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan, diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rx 1 y adalah 0,426 dan p = 0,003 (p < 0,05). Nilai tersebut menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan. Semakin tinggi konsep diri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
maka semakin tinggi interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah konsep diri maka semakin rendah pula interaksi sosialnya. Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu, cara individu dalam memandang dirinya akan tampak dari keseluruhan perilaku yang ditimbulkan (Pudjijogyanti, 1995). Terutama pada remaja yang mulai memiliki peran didalam masyarakat, dituntut untuk berinteraksi dengan lingkungan tempat remaja tinggal. Konsep diri positif yang dimiliki remaja akan tercermin melalui perilaku remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Hipotesis terakhir yang menyatakan terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja panti asuhan, diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rx 2 y adalah 0,379 dan p = 0,008 (p < 0,05). Nilai tersebut mempunyai arti semakin tinggi kepercayaan diri remaja panti asuhan maka semakin tinggi pula interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri remaja panti asuhan maka semakin rendah interaksi sosialnya. Kepercayaan diri merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja, terkadang remaja mengalami krisis kepercayaan diri dalam menentukan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Remaja dengan kepercayaan diri yang tinggi akan lebih dapat menjalin interaksi dengan orang lain disekitarnya dengan lebih baik. Berdasarkan hasil uji hipotesis diatas dapat dikatakan bahwa konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta turut mendorong remaja dalam menjalin interaksi dengan lingkungan disekitarnya, baik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
lingkungan di dalam panti asuhan maupun di luar panti asuhan seperti di sekolah. Konsep diri yang positif membuat remaja panti asuhan memiliki perasaan sama dengan orang lain dan layak untuk disejajarkan dengan orang lain dalam hal apapun. Sama halnya dengan kepercayaan diri yang tinggi membuat remaja mampu untuk memulai hubungan baru dengan orang lain dan aktif dalam pergaulan baik di dalam lingkungan panti asuhan maupun si luar panti asuhan hingga masyarakat luas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor konsep diri remaja berada pada kategori sedang dengan prosentase 25%, 82 ≤ X < 88 dengan rerata empirik 86,2 dan rerata hipotetik 70. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri pada remaja penghuni Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta termasuk dalam kategori sedang. Konsep diri yang positif mampu mendorong remaja untuk bersikap optimis dalam menghadapi situasi apapun. Konsep diri positif tidak hanya datang dari dalam diri remaja, akan tetapi juga dengan dukungan dari orang terdekat terutama orang tua. Bagi remaja panti asuhan peranan pengasuh sebagai pengganti orang tua sangatlah penting dalam upaya untuk meningkatkan konsep diri remaja panti asuhan. Remaja dengan konsep diri yang positif akan mampu untuk menyesuaikan diri dalam situasi ataupun kondisi apapun yang terjadi didalam lingkungannya, sehingga remaja panti asuhan mampu untuk berinteraksi dengan lingkungan di dalam panti asuhan maupun di luar panti asuhan seperti di sekolah serta di dalam masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor kepercayaan diri remaja berada pada kategori sedang dengan prosentase 30%, 104,4 ≤ X < 115,6 dengan rerata empirik 114,38 dan rerata hipotetik 95. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
kepercayaan diri remaja penghuni Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta termasuk dalam kategori sedang. Hambly (1992) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri lebih banyak berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lain dengan cara tidak merasa inferior dihadapan siapapun, merasa sebaik seperti orang lain, dan merasa nyaman dihadapan orang banyak. Bagi remaja panti asuhan memiliki rasa percaya diri yang tinggi terkait dengan peran pengasuh di dalam panti asuhan sebagai pengganti orang terdekat terutama orang tua. Pengasuh di dalam panti asuhan memiliki peran penting dalam meningkatkan kepercayaan diri remaja panti asuhan dalam rangka mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh remaja panti asuhan. Kepercayaan diri juga membuat remaja panti asuhan merasa tentram dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungan sekitarnya, dengan demikian remaja akan mudah bersosialisasi dengan orang lain yang selanjutnya menuju pada terjadinya suatu interaksi. Skor interaksi sosial pada remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta adalah sedang berada pada kategori sedang dengan presentase 25%, 85 ≤ X < 90 dengan rerata empirik 85,9 dan rerata hipotetik 65. Hal ini menggambarkan bahwa remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta mampu menjalin hubungan serta komunikasi dengan baik, sehingga hal tersebut mengarah pada interaksi sosial yang dapat berjalan lancar dengan orang lain di lingkungan sekitar baik dengan sesama penghuni panti asuhan, dengan teman-teman dan guru di sekolah, maupun masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan konsep diri yang positif serta meningkatkan kepercayaan diri adalah dapat dengan menciptakan suasana atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
kondisi yang demokratis, yakni dengan cara remaja diberikan kebebasan untuk berpikir secara mandiri dan ditempatkan pada kondisi yang aman sehingga remaja tidak merasa takut untuk membuat kesalahan. Hal ini akan membuat remaja melakukan evaluasi terhadap dirinya dan belajar dari pengalaman. Upaya tersebut dapat diterapkan dalam panti asuhan salah satunya dengan cara mengoptimalkan kegiatan diskusi baik dengan pengasuh maupun diskusi dengan sesama penghuni panti asuhan. Hal ini penting dilakukan agar anak-anak yang tinggal di panti asuhan khususnya yang telah berusia remaja dapat meningkatkan kepercayaan diri untuk dapat menjalin komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi yang baik akan mengarah pada terjalinnya interaksi yang baik berawal dari interaksi sesama penghuni panti asuhan, di luar panti asuhan seperti di sekolah, hingga interaksi dengan masyarakat luas. Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R2) diketahui besarnya sumbangan efektif kedua variabel bebas (konsep diri dan kepercayaan diri) terhadap variabel tergantung (interaksi sosial) sebesar 18,67%, artinya sebesar 18,67% interaksi sosial remaja panti asuhan dapat dijelaskan oleh variabel konsep diri dan kepercayaan diri yang dimiliki sedangkan sisanya sebesar 81.33% dipengaruhi oleh beberapa variabel lainnya, antara lain penerimaan diri, pola komunikasi yang terjalin antara pengasuh dengan anak asuh, pengaruh teman sebaya baik di dalam panti asuhan maupun di luar panti asuhan, dan penyesuaian diri remaja. Penelitian ini dapat digunakan pada penelitian lainnya sejauh memiliki persamaan subjek yakni remaja yang tinggal di panti asuhan, namun penelitian ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
tidak dapat terlepas dari beberapa kelemahan antara lain keterbatasan alat ukur dan ruang lingkup penelitian, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan variabel-variabel lain yang terkait dengan interaksi sosial pada remaja panti asuhan. Melalui penelitian selanjutnya yang disertai dengan perubahan dan penyempurnaan dalam teknik pengukuran, pemakaian alat ukur, prosedur penelitian, maupun memeperluas ruang lingkup penelitian diharapkan dapat memberikan hasil penelitian dengan lebih baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan positif antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hasil ini berdasarkan nilai p-value 0,022 < 0,05 dan F hitung sebesar 4,244, nilai F tersebut > dari F tabel sebesar 3,252. 2. Terdapat hubungan positif antara konsep diri dengan interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hasil ini berdasarkan nilai rx 1 y adalah 0,426 dan p = 0,003 (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi konsep diri maka semakin tinggi interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah konsep diri maka semakin rendah pula interaksi sosialnya. 3. Terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan interaksi sosial remaja Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta. Hasil ini berdasarkan nilai rx 2 y adalah
0,379 dan p = 0,008 (p < 0,05). Hal ini berarti semakin tinggi
kepercayaan diri maka semakin tinggi pula interaksi sosialnya, begitu juga sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri remaja panti asuhan maka semakin rendah interaksi sosialnya.
commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119
4. Besarnya sumbangan relatif konsep diri terhadap interaksi sosial adalah 78,5% dan sumbangan relatif kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 21,5%. Untuk besarnya sumbangan efektif konsep diri terhadap interaksi sosial adalah 14,68% dan sumbangan efektif kepercayaan diri terhadap interaksi sosial adalah 4,02%. Total sumbangan efektif konsep diri dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 18,7% yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2) yaitu dengan nilai 0,187. Hal ini menunjukkan bahwa peran konsep diri dan kepercayaan diri terhadap interaksi sosial sebesar 18,7% dan selebihnya yaitu 81,3% ditentukan oleh faktor lainnya yang lebih efektif seperti penerimaan diri, pola komunikasi yang terjalin antara pengasuh dengan anak asuh, dan penyesuaian diri remaja. 5. Berdasarkan kategorisasi yang dilakukan terhadap skor yang diperoleh subjek yakni remaja yang tinggal di Panti Asuhan Nur Hidayah Surakarta dapat dikatakan bahwa interaksi sosial remaja tergolong sedang, konsep diri remaja tergolong sedang, dan kepercayaan diri remaja tergolong sedang. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat mengungkapkan beberapa saran diantaranya : 1. Kepada pengasuh, pentingnya menjalin komunikasi yang efektif dengan anakanak asuh agar tercipta suasana yang menyenangkan di dalam panti asuhan sehingga anak-anak merasa tidak kehilangan sosok orang tua sebagai panutan dalam menghadapi permasalahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120
2. Kepada pengasuh, selalu menjaga keharmonisan di dalam panti asuhan sehingga terjaga rasa kekeluargaan yang erat diantara sesama penghuni panti asuhan serta anak asuh merasa telah mendapatkan pengganti keluarga yang hilang. 3. Kepada pengasuh, selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada anak asuh dalam hal apapun, baik dalam hal akademis maupun non akademis, agar konsep diri positif dan kepercayaan diri yang tinggi secara perlahan berkembang dalam diri anak asuh terutama yang telah berusia remaja. 4. Kepada remaja panti asuhan, lebih meningkatkan konsep diri yang dimiliki dan juga menanamkan kepercayaan diri tinggi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dalam diri remaja agar mampu bersaing dengan remaja lainnya dalam bidang apapun baik dalam bidang akademik maupun sosial. 5. Kepada peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian yang sejenis dengan memperluas ruang lingkup penelitian, seperti interaksi sosial yang diarahkan didalam sekolah, jumlah sampel penelitian ditambah, serta dapat juga dibandingkan antara laki-laki dan perempuan.
commit to user