PENGARUH DISCLOSURE LEVEL DAN AUDIT LAG TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007 – 2011 )
SKRIPSI Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Hevy Aprilia Savitry 094020193
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2013
i
MOTTO
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Maka apabila telah selesai (dari suatu urusan), Maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain)” (QS : Al Insyirah 7- 8)
“...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan pada diri mereka sendiri...” (Q.S Ar Ra’ad ayat 11)
” Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh ”
“If you listen to your fears, you will die never knowing what a great person you might have been” (Robert H. Schuller)
iii
ABSTRAK
Opini going concern yang diterima oleh sebuah perusahaan menunjukkan adanya kondisi dan peristiwa yang menimbulkan keraguan auditor akan kelangsungan hidup perusahaan. Opini audit going concern dapat digunakan sebagai peringatan awal bagi para pengguna laporan keuangan guna menghindari kesalahan dalam pembuatan keputusan. Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada opini audit going concern telah dilakukan. Namun, hasil penelitian tersebut masih menunjukkan ketidakkonsistenan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk meneliti kembali faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern dengan lebih memfokuskan pada faktor disclosure level dan audit lag. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Disclosure Level dan Audit Lag Terhadap Opini Audit Going Concern “. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh disclosure level dan audit lag terhadap opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2011. Metode analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (Logistic Regression Analysis), dimana analisis statistik ini hanya menggunakan asumsi multikolinearitas karena variabel dependen yang terdapat dalam penelitian ini yaitu opini audit going concern merupakan variabel dummy, sehingga asumsi normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi tidak diperlukan untuk di uji. Perhitungan analisis dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan Program PASW (Predictive Analysis Software) 18.0 for Wimdows. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh di Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) BEI berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang berasal dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) periode 2007-2011. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011 sebagai sampel penelitian. Berdasarkan hasil purposive sampling diperoleh 24 perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria sampel. Hasil pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa disclosure level tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap opini audit going concern, sedangkan untuk audit lag mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap opini audit going concern. Sedangkan hasil pengujian hipotesis secara simultan menunjukkan bahwa Dislosure Level dan Audit Lag secara bersama-sama (secara simultan) berpengaruh signifikan terhadap opini audit Going Concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2007-2011 atau minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Kata Kunci
: Disclosure Level, Audit Lag, Opini Audit Going Concern.
iv
KATA PENGANTAR
Seraya memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Inayah-Nya penulis dapat merampungkan Skripsi dengan judul “PENGARUH DISCLOSURE LEVEL DAN AUDIT LAG TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007 – 2011)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari sisi materi maupun teknik penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai feed back pemahaman wawasan penulis. Berbagai pihak telah berkontribusi besar dalam penyelesaian skripsi ini, sehingga pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada Prof. Dr. Hj. Ida Suraida, SE.,MSi.,Ak selaku pembimbing utama dan Ibu Isye Siti Aisyah, SE.,MSi selaku pembimbing pendamping, yang dengan tulus dan penuh kesabaran membimbing, memberi nasihat, dan semangat kepada penulis selama mengikuti seluruh rangkaian penulisan proposal sampai dengan tahap penyelesaian skripsi ini.
v
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf Sp., MSi., M.Kom, selaku Rektor Universitas Pasundan Bandung. 2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., MP, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 3. Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., MSc. selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 4. Bapak Dadan Soekardan, SE., MSi. selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 5. Bapak Kosim, terima kasih telah membantu penulis dalam mengurus administrasi baik surat-surat maupun hal-hal lainnya selama proses penulisan skripsi. 6. Ibu Hj. Isnaeni Nurhayati, SE., MSi., Ak, selaku Dosen Wali yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk lebih mengkaji keilmuan serta membimbing penulis dari awal perkuliahan sampe selesai. 7. Seluruh Dosen Universitas Pasundan Bandung yang telah memberikan motivasi, bimbingan, dan arahannya selama penulis menjalankan proses perkuliahan. 8. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Drs. Afif Hidayat, SH., SAg., MBA., MM., MSc dan Ibu An-an Maryani, SPd yang telah memberikan banyak dorongan dan bantuan baik materi maupun do’a demi kemajuan penulis.
vi
9. Kakak tercinta, Mochamad Vicky Noviandy, SH yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk berkolaborasi dengan pendekatan ilmiah. 10. Gugun Maulana yang selalu memberikan motivasi dan dukungan demi kemajuan penulis. 11. Sahabat-sahabat penulis, Shella Marcelina, Gina Agustina, Nurfitriani, terimakasih atas cinta dan kebersamaannya selama ini serta motivasi selama penyusunan skripsi ini. 12. Teman-teman penulis, Ikbal, Ratu, Lyra, Tiva, Sri Rahayu, Novya, Egi, Sity, Ganjar, Lucky, Ichsan, Dani, Rika, Dicky, terimakasih atas kebersamaannya selama ini 13. Sepupu tercinta, Reyza Rafsanzani, Rahmi Aznur dan Rizaldi Aditya yang telah banyak membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. 14. Rekan-rekan seperjuangan akuntansi angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Allah SWT membalas semua amal dan kebaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Amin. Bandung, 01 Juni 2013 Penulis Hevy Aprilia Savitry
vii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………..
i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ………………….
ii
MOTTO ……………………………………………………………..
iii
ABSTRAK …………………………………………………………..
iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………
v
DAFTAR ISI …………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………
xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...
xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………...
xvi
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian …………………………….
1
1.2
Identifikasi dan Rumusan Masalah …………………...
11
1.3
Tujuan Penelitian ……………………………………..
11
1.4
Kegunaan Penelitian ………………………………….
13
vii
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Kajian Pustaka …………………………………………
15
2.1.1
Teori Agensi (Agency Theory) ………………....
15
2.1.2
Auditing ………………………………………..
20
2.1.3
Opini Audit …………………………………….
22
2.1.4
Opini Audit Going Concern ……………………
27
2.1.5
Disclosure Level ……………………………….
32
2.1.6
Audit Lag ………………………………………
44
2.2
Kerangka Pemikiran …………………………………...
48
2.3
Hipotesis ……………………………………………….
59
2.1
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Metode Penelitian yang Digunakan ……………………
60
3.2
Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel ……...
61
3.2.1
Definisi Variabel ………………………………
61
3.2.2
Operasionalisasi Variabel ……………………...
62
Populasi dan Sampel …………………………………...
70
3.3
3.3.1
Populasi dan Kerangka Sampling ……………… 70
viii
3.3.2
Teknik Sampling, Unit Sampel, Ukuran Sampel .. 71
3.3.3
Teknik Pengumpulan Data ……………………..
74
3.3.4
Metode Analisis yang Digunakan ……………...
75
3.3.5
Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis …………
77
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Penelitian ………………………………………… 81 4.1.1
Gambaran Umum Perusahaan ……………….....
4.1.2
Gambaran Disclosure Level pada Perusahaan Manufaktur ……………………………………..
81
106
4.1.3
Gambaran Audit Lag pada Perusahaan Manufaktur 110
4.1.4
Gambaran Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur ………………………… 112
4.2
Pembahasan …………………………………………….. 114 4.2.1
Analisis Disclosure Level pada Perusahaan Manufaktur ……………………………………... 114
4.2.2
Analisis Audit Lag pada Perusahaan Manufaktur
4.2.3
Analisis Opini Audit Going Concern pada
117
Perusahaan Manufaktur ………………………... 121
ix
4.2.4
Analisis Regresi Logistik ………………………
122
4.2.4.1 Menilai Kelayakan Model Regresi ……. 123 4.2.4.2 Menilai Keseluruhan Model …………...
124
4.2.4.3 Tabel Klasifikasi …….…………………
125
4.2.4.4 Uji Multikolinearitas …………………..
126
4.2.4.5 Model Regresi Logistik yang Terbentuk dan Pengujian Hipotesis ……………………… 127 4.2.4.5.1 Analisis Pengaruh Disclosure Level Terhadap Opini Audit Going Concern ……………………….. 128 4.2.4.5.2 Analisis Pengaruh Audit Lag Terhadap Opini Audit Going Concern …… 130 4.2.4.5.3 Analisis Pengaruh Disclosure Level dan Audit Lag Terhadap Opini Audit Going Concern ……………………….. 131 4.2.4.6 Koefisien Determinasi …………………… 133 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1
Simpulan ……………………………………………….. 135
5.2
Saran …………………………………………………… 137
x
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
141
LAMPIRAN …………………………………………………………...
145
xi
DAFTAR TABEL
Halaman TABEL 2.1
Penelitian Terdahulu ………………………………….
54
TABEL 3.1
Disclosure Items ………………………………………
63
TABEL 3.2
Operasionalisasi Variabel ……………………………..
68
TABEL 3.3
Proses Pemilihan Sampel ……………………………...
72
TABEL 3.4
Distribusi Perusahaan Sampel Per Kelompok Industri ..
73
TABEL 4.1
Disclosure Level pada Perusahaan Manufaktur ……….
107
TABEL 4.2
Audit Lag pada Perusahaan Manufaktur
111
TABEL 4.3
Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur 113
TABEL 4.4
Statistik Deskriptif Disclosure Level …………………... 115
TABEL 4.5
Statistik Deskriptif Audit Lag ………………...………... 118
TABEL 4.6
Statistik Deskriptif Opini Audit Going Concern ..……... 121
TABEL 4.7
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test ………..
TABEL 4.8
Overall Model Fit……………………………………....... 124
TABEL 4.9
Tabel Klasifikasi ……………………………………….
xii
……………..
123
125
TABEL 4.10 Correlation Matrix……………………………………….
127
TABEL 4.11 Variables in The Equation…………………………….....
127
TABEL 4.12 Omnibus Tests of Model Coefficients ………………….
131
TABEL 4.13 Nagelkerke R Square …………………………………..
134
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Gambar 2.2
Panduan Bagi Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern ……………………………
32
Kerangka Pemikiran Penelitian ………………………..
58
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Daftar Nama Perusahaan Sampel Penelitian ………….
145
Lampiran 2
Tabel Data Setiap Variabel ……………………………
146
Lampiran 3
Nilai Setiap Variabel …………………………………..
162
Lampiran 4
Distribusi Perusahaan Sampel Berdasarkan Opini Audit
167
Lampiran 5
Statistik Deskriptif ……………………………………..
168
Lampiran 6
Hasil Analisis Regresi Logistik ………………………..
171
Lampiran 7
Surat Tugas Membimbing Skripsi ……………………..
177
Lampiran 8
Surat Izin Penelitian ……………………………………
178
Lampiran 9
Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi ……………....
179
Lampiran 10 Daftar Perbaikan Skripsi ……………………………….
181
Lampiran 11 Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi ………………...
184
Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup ………………………………….. 186
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Laporan
keuangan
merupakan
salah
satu
sarana
penting
untuk
mengomunikasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1 dijelaskan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pembuatan keputusan bisnis dan ekonomi. Agar dapat memberikan informasi yang berguna, maka laporan keuangan harus berkualitas. Menyediakan informasi yang berkualitas tinggi adalah penting karena hal tersebut akan secara positif mempengaruhi penyedia modal dan pemegang kepentingan lainnya dalam membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan alokasi sumber daya lainnya yang akan meningkatkan efisiensi pasar secara keseluruhan. Keberadaan entitas bisnis saat ini telah banyak diwarnai oleh kasus hukum yang melibatkan manipulasi akuntansi. Sebagai contoh beberapa perusahaan besar di Amerika yaitu Enron, WorldCom, dan Xerox yang saat itu menerima opini wajar tanpa pengecualian ( Unqualified Opinion ), tetapi sekitar setahun kemudian mengalami
kebangkrutan.
Kasus bangkrutnya
perusahaan energi
Enron
merupakan salah satu contoh terjadinya kegagalan auditor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.
1
2
Kebangkrutan perusahaan Enron terjadi karena adanya skandal akuntansi yang melibatkan pihak manajemen dan auditor eksternal perusahaan. Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis pihak pengadilan karena melakukan mark up pendapatan dan menyembunyikan hutang lewat business partnership. Weiss (2002) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan (Tucker et al, 2003). Fakta ini memunculkan pertanyaan mengapa perusahaan yang mendapat Unqualified Opinion bisa berhenti beroperasi serta timbulnya keraguan mengenai reputasi sebuah kantor akuntan publik ketika perusahaan yang diberikan opini wajar tanpa pengecualian ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Opini going concern yang diterima oleh sebuah perusahaan menunjukkan adanya kondisi dan peristiwa yang menimbulkan keraguan auditor akan kelangsungan hidup perusahaan. Salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh auditor dalam memberikan opini going concern adalah meramalkan apakah auditee akan mengalami kebangkrutan atau tidak. Atas dasar banyaknya kasus tersebut, AICPA (1988) Mensyaratkan bahwa auditor harus mengemukakan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan (Januarti, 2008). Selain itu, Standar Auditing (SA) Seksi 341 paragraf 06 menyatakan bahwa, auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang menunjukkan adanya kesangsian besar
3
tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang di audit. Arens dan Loebbecke (1996,52) menyatakan beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan adalah kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja, ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek, kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi dan banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa, serta perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sering terjadi. Keprihatinan auditor dalam situasi tersebut adalah kemungkinan bahwa klien tidak mungkin dapat melanjutkan operasinya atau memenuhi kewajibannya untuk jangka waktu yang wajar. Untuk tujuan ini, suatu jangka waktu yang wajar dianggap tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang di audit. Oleh karena itu, selain memperoleh informasi mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen, laporan auditor independen juga memberikan informasi kepada para pengguna laporan keuangan tentang kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya. Pada dasarnya, laporan audit yang berhubungan dengan going concern dapat memberikan peringatan awal bagi pemegang saham dan pengguna laporan keuangan lainnya guna menghindari kesalahan dalam pembuatan keputusan. O’Reilly (2010) menyatakan asumsi dasar bahwa opini audit going concern haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal negatif tentang kelangsungan hidup perusahaan
sehingga
seringkali
opini
ini
dikatakan
bad
4
news bagi pemakai laporan keuangan. Pengeluaran opini audit going concern adalah hal yang tidak diharapkan oleh perusahaan karena dapat berdampak cukup signifikan pada kemunduran harga saham, kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditor, pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Oleh karena itu, pihak manajemen perlu memperhatikan transparansi pengungkapan informasi dalam hal ini adalah pengungkapan laporan keuangan guna mempermudah tugas auditor dalam pemberian opini. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan diantaranya Santoso dan Wedari (2007), Knechel dan Vanstraelen (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008), Rudyawan dan Badera (2009), Lim dan Tan (2009), Diyanti (2010), Junaidi dan Hartono (2010) telah berhasil meneliti tentang faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern yang
diantaranya
terdapat
faktor-faktor
seperti
tingkat
pengungkapan
(Disclosure Level) dan audit lag. Fitrianasari (2008) dan putra (2010) melakukan analisis diskriminan dengan memasukkan rasio keuangan dan rasio non keuangan yang didalamnya terdapat variabel audit lag dimana hasil temuannya menunjukkan bahwa audit lag berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Berbeda halnya dengan Indira Januarti (2009) yang melakukan analisis mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern dimana audit lag menjadi salah satu variabel independen dalam penelitian tersebut. Hasil
5
temuannya menunjukkan bahwa audit lag tidak berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern. Selain Fitrinasari (2008), Junaidi dan Jogiyanto Hartono (2010) pun melakukan penelitian mengenai faktor non keuangan pada opini audit going concern yang salah satu variabel independennya adalah disclosure level (tingkat pengungkapan) dimana hasil temuannya menunjukkan bahwa disclosure level berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Junaidi dan Hartono pun mengemukakan bahwa penggunaan disclosure level sebagai variabel independen yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern masih jarang dilakukan di Indonesia. Dikarenakan hasil temuan dari beberapa penelitian terdahulu cenderung tidak konsisten, maka dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengkaji kembali faktor-faktor non keuangan yang mempengaruhi opini audit going concern dengan lebih memfokuskan kepada dua variabel saja yaitu disclosure level dan audit lag. Seperti dijelaskan diatas, adanya pengungkapan (disclosure) merupakan salah satu faktor yang dianggap berkaitan dengan penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan serta akan dapat memudahkan auditor dalam menilai kondisi keuangan penyediaan
perusahaan. sejumlah
Pengungkapan informasi
yang
(disclosure) dibutuhkan
didefinisikan untuk
sebagai
pengoperasian
secara optimal ( Hendikson, Breda, (1992) dalam Widiastuti, 2002 ). Biasanya pengungkapan menyangkut hal-hal berikut diantaranya untuk siapa informasi diungkapkan, tujuan pengungkapan yang berkaitan dengan masalah seberapa banyak informasi yang harus diungkapkan yang lazimnya disebut dengan tingkat
6
pengungkapan ( Disclosure Level ), keluasan dan kerincian pengungkapan, dan cara serta waktu pengungkapan informasi. Menurut SAS 160 menyatakan bahwa auditor harus memeriksa konsistensi informasi yang diungkapkan dengan indikator keuangan perusahaan seperti yang ditunjukan oleh rasio keuangan. Masalah penyajian dan pengungkapan pun diatur dalam PSAK dengan ketentuan sebagai berikut (Sofyan Syafri Harahap, 2008, 268 ) : “Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia mencakup dimuatnya pengungkapan informatif yang memadai atas hal-hal material. Hal-hal tersebut mencakup bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan, serta catatan atas laporan keuangan yang meliputi istilah yang digunakan, rincian yang dbuat, penggolongan unsur dalam laporan keuangan, dan dasar-dasar yang digunakan untuk menghasilkan jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan”.
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi
informasi,
kepemilikan
perusahaan
dan
peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Menurut Evans (2003) ada
tiga
konsep
pengungkapan
yang
umumnya
diusulkan,
yaitu:
Adequate disclosure (pengungkapan cukup), Fair disclosure (pengungkapan wajar), dan Full disclosure (pengungkapan penuh). Yang paling umum digunakan dari
ketiga
Pengungkapan
konsep ini
diatas
adalah
mencakup
pengungkapan pengungkapan
yang
cukup. minimal
yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Wajar dan lengkap merupakan konsep yang lebih bersifat positif, pengungkapan yang wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan
7
bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relavan. Terlalu banyak informasi yang disajikan akan membahayakan karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mangaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan tersebut sulit dipahami. Oleh karena itu, pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para investor dan
pihak
lainnya,
hendaknya
bersifat
cukup,
wajar
dan
lengkap.
Beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan dalam pengungkapan diantaranya tujuan,
kos
penyediaan,
keberlebihan
informasi (overload),
keengganan
manajemen, dan wajib atau sukarela. Selain disclosure level yang memiliki 3 konsep pengungkapan yakni adequacy, fair, dan full, audit lag juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Dalam Standar Umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Demikian juga dalam Standar Pekerjaan Lapangan pertama dan ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan pengumpulan alat-alat pembuktian yang cukup memadai. Dengan adanya standar ini, proses pengauditan membutuhkan waktu yang relatif lama, akibatnya akuntan publik dapat menunda untuk mempublikasikan laporan audit atau laporan keuangan auditannya. Audit lag adalah jumlah kalender antara tanggal disusunnya laporan keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan (Januarti, 2009). Pada dasarnya pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor independen yang bertujuan
8
untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan memerlukan waktu yang cukup panjang. Penyampaian laporan keuangan secara berkala dari segi regulasi di Indonesia menyatakan bahwa tepat waktu merupakan kewajiban bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 1996, BAPEPAM
mengeluarkan
lampiran
Keputusan
Ketua
BAPEPAM
No.80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan audit independennya kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 120 hari setelah tanggal laporan tahunan perusahaan (Sistya Rahmawati, 2008,1). Sejak 30 September 2003, BAPEPAM semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya lampiran Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep–36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan disertai dengan laporan akuntan dengan
pendapat
yang
lazim
harus
disampaikan
kepada
BAPEPAM
selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan
tahunan.
Keterlambatan
publikasi
laporan
keuangan
bisa
mengindikasikan adanya masalah dalam laporan keuangan emiten. Hal ini dapat dijadikan pedoman oleh auditor dan pihak manajemen perusahaan publik bahwa batas waktu maksimal audit lag adalah 90 hari (3 bulan). Apabila ketetapan ini dilanggar, maka BAPEPAM akan mengenakan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhinya. Menurut penelitian Imam Subekti dan Widiyanti (2004) yang dikutip dari Ardhi Dharma (2008), menyebutkan bahwa pada tahun 2001 rata-rata waktu tunggu pelaporan ke BAPEPAM dari waktu antara tanggal laporan sampai tanggal
9
opini auditor membutuhkan waktu 98 hari. Jika hal ini dilihat dari batas waktu 90 hari yang ditetapkan BAPEPAM, terlihat masih banyak perusahaan publik yang belum patuh terhadap peraturan informasi di Indonesia. Selain itu, Pada September 2007 ada 100 emiten yang diberi sanksi karena terlambat menyampaikan laporan keuangan tengah tahunan (www.detikhot.com, 2008) dan 91 emiten diberi sanksi untuk kesalahan serupa pada September 2008 (okezone.com, 2008). Sebagai contoh lainnya yaitu pada tanggal 31 Agustus 1999, BAPEPAM telah memberikan sanksi administrasi dan denda kepada enam emiten yang melakukan pelanggaran berupa tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan periode 31 Dessember 1999 tepat pada waktunya dan melanggar prinsip keterbukaan informasi di pasar modal. Enam emiten yang dikenakan sanksi oleh BAPEPAM diantaranya PT Daya Guna Samudra Tbk dan PT Bintuni Minaraya Tbk, PT Super Mitory Utama Tbk, PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk, PT Semen Cibinong Tbk, PT Bakrie Finance Corporation Tbk, dan Lippo E-Net dan Lippo Securities (Media Akuntansi, September 2000). Keterlambatan penyampaian laporan keuangan bisa disebabkan oleh banyak hal diantaranya proses tutup buku dan proses audit yang berlangsung lama. Louwers (1998), Lennox (2002), dan Putra (2010) menemukan hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini audit going concern. McKeown et al. (1991) menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemui ketika pengeluaran opini terlambat. Hal ini mungkin terjadi karena auditor lebih banyak melakukan pengujian, manajer melakukan negosiasi yang panjang ketika terdapat ketidakpastian kelangsungan usaha, dan auditor
10
berharap bahwa perusahaan dapat mengatasi masalah yang dihadapi untuk menghindari dikeluarkannya opini audit going concern (Lennox, 2002). Namun penelitian yang dilakukan oleh Januarti (2009) menemukan bahwa audit lag tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit going concern. Hal lainnya yang menyebabkan keterlambatan dalam pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor diantaranya karena terbatasnya jumlah karyawan yang akan melakukan audit, banyaknya transaksi yang harus diaudit, kerumitan dari transaksi, dan pengendalian intern yang kurang baik (Petronila,2007, 129). Tertundanya penyampaian atau publikasi laporan keuangan dapat dipengaruhi oleh jangka waktu pelaporan audit (audit report lag). Selain pihak auditor independen, manajer pun bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan yang tepat waktu (Timeliness) sehingga akan terhindar dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor. Keterlambatan pengeluaran opini akan menyebabkan auditor terpaksa harus mengeluarkan opini audit going concern. Rentang waktu penyelesaian audit juga berpengaruh terhadap informasi laporan keuangan auditan. Keterlambatan publikasi laporan keuangan sangat merugikan investor karena dapat meningkatkan asimetri informasi di pasar, insider trading, dan memunculkan rumor yang membuat pasar menjadi tidak pasti (Wiwik, 2006). Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk mengambil judul “ PENGARUH DISCLOSURE LEVEL DAN AUDIT LAG TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007 – 2011 ) “.
11
1.2
Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Disclosure Level pada perusahaan manufaktur 2. Bagaimana Audit Lag yang terjadi di perusahaan manufaktur 3. Seberapa besar tingkat penerimaan Opini audit Going Concern pada perusahaan manufaktur 4. Apakah Disclosure Level berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur 5. Apakah Audit Lag berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur 6. Apakah Disclosure Level dan Audit Lag berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya : 1) Ingin mengetahui bagaimana Disclosure Level pada perusahaan manufaktur 2) Ingin
mengetahui
manufaktur
bagaimana
audit
lag
pada
perusahaan
12 3) Ingin mengetahui berapa besar tingkat penerimaan opini audit Going Concern pada perusahaan manufaktur 4) Ingin mengetahui secara konkrit pengaruh Disclosure Level terhadap opini audit Going Concern. 5) Ingin mengetahui secara konkrit pengaruh Audit Lag terhadap opini audit Going Concern. 6) Ingin mengetahui secara konkrit pengaruh Disclosure Level dan Audit Lag terhadap opini audit Going Concern. 7) Ingin
memberi
kontribusi
dari
hasil
kajian
empiris
di perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebagai rujukan ilmiah. 8) Ingin mengetahui implementasi dari konsep-konsep keilmuan terhadap kondisi dan kinerja perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI secara real. 9) Sebagai masukan bagi para praktisi Kantor Akuntan Publik khususnya para auditor didalam memberikan penilaian mengenai keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang.
13
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut : 1) Manfaat Teoritis Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi, terutama berkaitan dengan auditing, khususnya dalam bidang keputusan opini audit going concern. 2) Manfaat Praktis a. Pemberi Pinjaman (Kreditur) Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan mengenai siapayang akan diberi pinjaman dan bermanfaat untuk memonitori pinjaman yang ada. b. Investor Investasi saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi
kebangkrutan
kebangkrutan
seawal
untuk
melihat
mungkin
mengantisipasi kemungkinan tersebut.
dan
tanda-tanda kemudian
14 c. Akuntan Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan satuanusaha karena akuntan akan melihat kemampuan kelangsungan usaha (going concern) suatu perusahaan. d. Manajemen Agar dapat mengantisipasi timbulnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan. e. Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan ekonomi
dalam
pembuatan
kebijakan-kebijakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Teori Agensi ( Agency Theory )
Teori agensi merupakan teori yang menggambarkan hubungan antara dua individu yang berbeda kepentingan yaitu prinsipal dan agen dimana hubungan agensi diartikan sebagai suatu kontrak dibawah satu prinsipal atau lebih yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Prinsip utama teori ini adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agent) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut “nexus of contract”. Pihak principals adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain yaitu agent untuk melakukan semua kegiatan atas nama principals dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan (Jensen dan Smith, 1984). Sedangkan agen diartikan sebagai seorang manajer yang akan mengambil keputusan
untuk
melakukan
berbagai
strategi
guna
mempertahankan
kelangsungan usaha perusahaan. Disisi lain agen juga merupakan pihak yang
15
16
diberikan
kewenangan
oleh
prinsipal
dan
berkewajiban
mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan kepadanya. Tujuan dari teori agensi adalah untuk meningkatkan kemampuan individu (baik prinsipal maupun agen) dalam mengevaluasi lingkungan dimana keputusan harus diambil (The belief revision role) dan untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna mempermudah pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja (The performance evaluation role). Dengan tujuan memotivasi agen, maka prinsipal merancang kontrak sedemikan rupa sehingga mampu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien merupakan kontrak yang memenuhi dua asumsi, yaitu sebagai berikut ini : 1. Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri. 2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Pada kenyataannya sering terjadi masalah keagenan yang terjadi antara prinsipal dan agen. Masalah keagenan akan muncul ketika terjadi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Masing-masing pihak berusaha memaksimalkan kepentingan pribadi. Prinsipal menginginkan hasil akhir
17
keputusan yang menghasilkan laba sebesar-besarnya atau peningkatan nilai investasi dalam perusahaan. Agen pun pasti memiliki kepentingan pribadi yang ingin dicapai yakni penerimaan kompensasi yang memadai atas kinerja yang dilakukan.
Prinsipal
menilai
prestasi
agen
berdasarkan
kemampuannya
memperbesar laba. Semakin tinggi jumlah laba yang dihasilkan oleh agen (manajemen), maka prinsipal akan memperoleh deviden yang semakin tinggi dan pada akhirnya agen dianggap berhasil atau berkinerja baik sehingga layak mendapat insentif yang tinggi. Agen pun memenuhi tuntutan prinsipal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi (Elqorni,2009). Adanya Perbedaan “kepentingan ekonomis” diatas bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan timbulnya asimetri informasi ( kesenjangan informasi ) antara pemegang saham (stakeholders) dan manajemen. Informasi asimetri biasanya terjadi disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan yang dinilai lebih daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri yang biasa kita kenal dengan sebutan “self interest” kerena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Asimetri informasi merupakan kondisi dimana informasi yang terdapat dalam laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya. Laporan keuangan disajikan oleh manajemen (agen) untuk memberikan sinyal kepada pengguna tentang kondisi perusahaan. Jika laporan keuangan ini tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya, maka akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan
18
sebagai orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi, sebagai contoh adanya keinginan dari pihak agen untuk mengoptimalisasi kepentingannya sehingga tidak sedikit dari agen melakukan manipulasi data atas kondisi perusahaan. Dalam kaitan teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern, agen bertugas dalam menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban agen dalam hal ini adalah pihak manajemen. Laporan keuangan ini yang nantinya akan menunjukkan kondisi keuangan suatu perusahaan dan digunakan oleh prinsipal sebagai dasar pengambilan keputusan. Dari laporan keuangan inilah pihak-pihak yang berkepentingan dapat melihat disclosure level suatu perusahaan yang tergambar dari suatu informasi yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan tersebut. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan,
yaitu
manusia
pada
umumnya
mementingkan
diri
sendiri
(self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer akan cenderung bertindak oportunis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi dan hal ini memicu terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan peran pihak ketiga yaitu auditor yang bersifat independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Pihak ketiga ini bertugas untuk menilai apakah ada asimetri informasi atau manipulasi yang terjadi. Selain itu, pihak ketiga dalam hal ini adalah auditor harus mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring
19
terhadap kinerja manajemen, apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan. Tugas dari seorang auditor juga adalah memberikan jasa untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh agen yang disajikan dalam sebuah opini audit serta mampu mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi suatu perusahaan, apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Berdasarkan teori keagenan, manajer bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan yang tepat waktu (Timeliness) sehingga akan terhindar dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor, karena hal ini akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern. Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan-perusahaan publik. Di Indonesia, batas waktu terbitnya laporan keuangan perusahaan publiks diatur oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Perusahaan publik harus menyerahkan laporan keuangan tahunannya disertai dengan opini auditor kepada BAPEPAM dan mengumumkannya kepada publik paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan atau harus teraudit dalam jangka waktu 90 hari. Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemukan ketika pengeluaran opini audit terhambat.
20
2.1.2
Auditing ASOBAC
(A Statement of Basic Auditing Concepts)
dalam Halim
(2008,1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan
dan
menyampaikan
hasilnya
kepada
para
pemakai
yang
berkepentingan. Sedangkan menurut Mulyadi (2002,9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Definisi-definisi diatas sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Jusup (2001,11) bahwa auditing atau pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
dan
mengomunikasikan
hasilnya
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Sedangkan Agoes (2000,1) mengemukakan definisi lain mengenai auditing sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,
21
oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut Jusup (2001,169), dalam setiap audit baik audit pada perusahaan besar maupun pada perusahaan kecil selalu terdapat empat tahapan kegiatan diantaranya adalah sebagai berikut : “ 1. Penerimaan penugasan audit : Tahap awal suatu audit adalah mengambil keputusan untuk menerima (atau menolak) suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru, atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Mulyadi (2002,122) menyebutkan bahwa perikatan adalah kesempatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditor menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah-langkah yang ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan audit dari calon kliennya adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.
mengevaluasi integritas manajemen, mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa, menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit, menilai independensi, menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesional, f. membuat surat perikatan audit. Tahap ini hanya melibatkan standar umum dari standar auditing yang perlu diterapkan. Pada umumnya keputusan untuk menerima (menolak) ini sudah dilakukan sejak enam bulan hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan diperiksa (Jusup, 2001,169). 2.Perencanaan Audit : Tahap kedua dari suatu audit menyangkut penerapan strategi audit untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Perencanaan merupakan tahap yang cukup sulit dan menentukan keberhasilan penugasan audit. Pada tahap ini perlu diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Perencanaan audit biasanya dilakukan antara tiga hingga enam bulan
22 sebelum akhir tahun buku klien. Tahapan yang ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.
memahami bisnis dan industri klien, melaksanakan prosedur audit, mempertimbangkan tingkat materialitas awal, mempertimbangkan risiko bawaan, mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika perikatan dengan klien berupa audit tahun pertama, f. mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan, g. memahami pengendalian intern klien. 3.Pelaksanaan pengujian audit : Tahap ketiga dalam audit laporan keuangan adalah melaksanakan pengujian audit. Tahap ini sering disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan. Tujuan utama tahap audit ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai efektivitas Struktur Pengendalian Intern (SPI) klien dan kewajaran laporan keuangannya. Pada tahap ini harus diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Pengujian ini dilakukan tiga sampai empat bulan sebelum akhir tahun buku hingga satu sampai tiga bulan sesudah akhir tahun buku klien. 4. Pelaporan Temuan : Tahap keempat atau tahap terakhir dari suatu audit adalah pelaporan temuan. Laporan audit bisa berupa laporan standar yaitu laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau bisa juga menyimpang dari laporan standar. Pada tahap ini harus dilaksanakan standar umum dan standar pelaporan dari standar auditing. Laporan audit biasanya diterbitkan antara satu hingga tiga minggu setelah berakhirnya pekerjaan lapangan. Ada dua angkah yang dilaksanakan oleh auditor dalam pelaporan audit ini (Mulyadi, 2002:122), yaitu: a. menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan, b. menerbitkan laporan audit”.
2.1.3
Opini Audit
Laporan auditor adalah suatu sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat, sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan siapapun dan untuk tidak mudah dipengaruhi, serta harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan memiliki suatu
23
kepentingan dengan kliennya (IAI,2001).Salah satu tugas dari seorang auditor yaitu menyatakan pendapatnya tentang kewajaran suatu laporan keuangan perusahaan dalam sebuah laporan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yakni laporan audit bentuk baku. Laporan auditor bentuk baku terdiri dari tiga paragraf yakni paragraf pengantar (Introduction Paragraph), paragraf lingkup audit (Scope Paragraph), dan paragraf pendapat (Opinion Paragraph) (Mulyadi,2002). Laporan auditor bentuk baku harus menyebutkan laporan keuangan auditan dalam paragraf pengantar, menggambarkan sifat audit dalam paragraf lingkup audit, dan menyatakan pendapat auditor dalam paragraf pendapat. Adapun unsur pokok laporan auditor bentuk baku adalah sebagai berikut (SPAP,31 Maret 2011) : “
a. Suatu judul yang memuat kata independen b. Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan yang disebutkan dalam laporan auditor telah diaudit oleh auditor c. Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan dan tanggung jawab auditor terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan atas auditnya d. Suatu pernyataan bahwa audit dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia e. Suatu pernyataan bahwa standar auditing tersebut mengharuskan auditor merencanakan dan melaksanakan auditnya agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material f. Suatu pernyataan bahwa audit meliputi : 1) Pemeriksaan (examination), atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan 2) Penentuan prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi-estimasi signifikan yang dibuat manajemen 3) Penilaian penyajian laporan keuangan secara keseluruhan
24
g. Suatu pernyataan bahwa auditor yakin bahwa audit yang dilaksanakan memberikan dasar memadai untuk memberikan pendapat h. Suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan pada tanggal posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas untuk periode yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia i. Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin usaha kantor akuntan publik j. Tanggal laporan auditor “. Berikut ini adalah contoh laporan audit bentuk baku yang dikeluarkan oleh auditor (SA Seksi 508.4): Laporan Auditor Independen “[Pihak yang dituju oleh auditor] Kami telah mengaudit laporan posisi keuangan perusahaan KXT tanggal 31 Desember 20X2 serta laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami.
Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa, audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.
Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan KXT tanggal 31 Desember 20X2, dan hasil usaha, serta arus
25
kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
[Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin kantor akuntan publik]
[Tanggal] “.
Paragraf pengantar dicantumkan pada paragraf pertama laporan audit bentuk baku. Auditor mengungkapkan tiga fakta pada paragraf pengantar. Fakta pertama adalah pengungkapan tipe jasa yang diberikan auditor. Fakta kedua tentang objek yang diaudit. Selanjutnya, pengungkapan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan dan tanggung jawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keuangan berdasarkan hasil auditnya. Paragraf lingkup audit berisikan pernyataan ringkas auditor mengenai lingkup audit yang dilaksanakan auditor. Selain itu, paragraf lingkup audit juga menjelaskan bahwa pelaksanaan audit telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan publik. Pelaksanaan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Paragraf ketiga dalam laporan keuangan bentuk baku yakni paragraf pendapat yang digunakan auditor untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan auditan. Dalam paragraf pendapat, auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi
26
berterima umum. Terdapat lima jenis pendapat auditor menurut Mulyadi (2002) diantaranya : “ 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion). Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi: a. Semua laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia. e. Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified opinion with explanatory language) Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan atau bahasa penjelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: a. Ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. Ketidakkonsistenan terjadi apabila ada perubahan prinsip akuntansi atau metode akuntansi yang mempunyai akibat material terhadap daya banding laporan keuangan perusahaan. b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup suatu entitas. c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. d. Penekanan atas suatu hal. e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion). Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima secara umum di
27 Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan sebagai berikut : a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap ruang lingkup audit. b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material , dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. 4. Pendapat tidak wajar (Adverse opinion). Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 5. Tidak memberikan pendapat (Disclaimer of opinion). Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien “.
2.1.4
Opini Audit Going Concern Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh
auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Auditor harus memperoleh dan mempertimbangkan informasi mengenai rencana manajemen dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas. Jika setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor tetap menyimpulkan adanya keraguan substansial atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas, maka auditor harus mempertimbangkan dampak terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapan dalam laporan keuangan (SPAP,2011). Seorang auditor pun harus
28 mempertimbangkan, mengevaluasi dan mendokumentasikan seluruh hal dibawah ini dalam kertas kerja auditnya diantaranya : a. Kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyimpulkan adanya keraguan substansial atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas. b. Unsur-unsur dalam rencana manajemen yang menurut auditor merupakan unsur-unsur yang signifikan dalam mengatasi dampak yang sangat buruk atas kondisi dan peristiwa tersebut terhadap laporan keuangan. c. Prosedur audit yang telah dilakukan dan bukti audit yang diperoleh dalam mengevaluasi unsur-unsur yang signifikan dari rencana manajemen tersebut. d. Kesimpulan auditor atas masih terdapat atau telah berkurangnya kerugian substansial atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas. Jika masih terdapat keraguan substansial, maka auditor harus mendokumentasikan dampak atas kondisi dan peristiwa tersebut terhadap laporan keuangan, termasuk kecukupan pengungkapan dalam laporan keuangan. Jika keraguan substansial telah berkurang, maka auditor juga harus mendokumentasikan kesimpulannya atas diperlukannya pengungkapan dalam laporan keuangan atas kondisi dan peristiwa utama yang pada awalnya telah menyebabkan auditor meyakini adanya keraguan substansial atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas.
29 e. Kesimpulan auditor atas perlu tidaknya mencantumkan paragraf penjelasan dalam laporannya. Jika pengungkapan dalam laporan keuangan yang terkait dengan kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak memadai, maka auditor juga harus mendokumentasikan kesimpulannya atas perlu tidaknya memberi pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar sebagai akibat dari penyimpangan terhadap standar akuntansi keuangan di Indonesia. Adapun contoh laporan auditor yang memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian
dengan
paragraf
penjelasan
adalah
sebagai
berikut
(SA seksi 341.15):
Laporan Auditor Independen “ [Pihak yang dituju oleh auditor]
[Paragraf pengantar : sama seperti laporan auditor bentuk baku]
[Paragraf lingkup: sama seperti laporan auditor bentuk baku]
[Paragraf pendapat : sama seperti laporan auditor bentuk baku]
Laporan keuangan terlampir telah disusun dengan asumsi bahwa Perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkesinambungan. Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas laporan keuangan. Perusahaan telah mengalami kerugian yang berulangkali dari kegiatan usahanya, sehingga pada tanggal 31 Desember 20X8 telah mengakibatkan saldo ekuitas negatif dan jumlah liabilitas lancar Perusahaan telah melebihi jumlah asetnya sebesar Rp.XX. kondisi ini
30 menimbulkan keraguan substansial atas kemampuan Perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Rencana manajemen untuk mengatasi kondisi tersebut juga telah diungkapkan dalam catatan X atas laporan keuangan. Laporan keuangan terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari kondisi tersebut.
[Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin kantorakuntan publik] [Tanggal] “.
Laporan audit dengan modifikasi going concern merupakan suatu indikator bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar utang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas
kemampuan
perusahaan
untuk
melanjutkan
usahanya
dengan
mempertimbangkan segala aspek dari kinerja dan kondisi keuangan perusahaan tersebut, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas ( unqualified opinion with explanatory language ) perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan. Seorang auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan pada suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun ke depan atau mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsungan usaha.
31
Berikut ini beberapa contoh dan peristiwa yang mungkin terjadi pada suatu perusahaan terkait dengan pendapat Mc Keown et al (1991) diantaranya : “ a. Tren negatif, sebagai contoh: kerugian operasi yang berulang terjadi,kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang buruk. b. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva. c. Masalah intern, sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. d. Masalah luar yang telah terjadi, sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai “.
Dibawah ini ada beberapa faktor yang menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup (Arens, 2003,31) diantaranya : “1.Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kelangsungan modal kerja 2.Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo dalam jangka pendek. 3.Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan seperti gempa bumi atau banjir atau masalah perburuhan yang tidak biasa, dan perkara pengadilan, gugatan hukum atau masalah serupa yang sudah terjadi dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi“.
32 Adapun pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern terhadap keberlangsungan usaha suatu entitas yang disajikan pada gambar dibawah ini :
Apakah ada kondisi dan atau peristiwa yang berdampak terhadap kelangsungan hidup entitas ?
SA SEKSI 508 PSA NO 29
TIDAK
YA
Apakah auditor sangsi atas kelangsungan hidup entitas ?
YA
Apa ada rencana manajemen ? TIDAK YA
TIDAK
Pendapat Wajar Tanapa Pengecualian
Apa rencana manajemen dilaksanakan?
TIDAK
Tidak memberikan pendapat
Tidak memberikan pendapat
YA
Apakah cukup pengungkapan? TIDAK YA
Pendapat Wajar Dengan Pengecualian atau Tidak Wajar
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan paragraf penjelasan berkaitan dengan kelangsungan hidup entitas/ penekanan atas suatu hal (Emphasis of matter)
Sumber : SA Seksi 341 Paragraf 19 (SPAP,2001) Gambar 2.1 : Panduan Bagi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going Concern
2.1.5 Disclosure Level Disclosure adalah pengungkapan atau penjelasan, pemberian informasi oleh perusahaan, baik yang positif maupun yang negatif, yang mungkin
33 berpengaruh atas suatu keputusan investasi. Disclosure dibutuhkan oleh para pengguna untuk lebih memahami informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan jendela informasi yang memungkinkan pihak pengguna untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan. Informasi yang didapat dari suatu laporan keuangan perusahaan tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure level) dari laporan keuangan yang bersangkutan. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus memadai agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga menghasilkan keputusan yang cermat dan tepat. Perusahaan diharapkan untuk dapat lebih transparan dalam mengungkapkan informasi keuangan perusahaannya, sehingga dapat membantu para pengambil keputusan bagi pengguna laporan keuangan (Almilia dan Retrinasari, 2007). Adapun keuntungan dari pengungkapan laporan keuangan menurut Tanor (2009) adalah sebagai berikut : “ 1. Keuntungan terjadi apabila pengungkapan rinci mengenai produk baru dapat digunakan untuk menyampaikan prospek perusahaan di masa yang akan datang kepada para pemegang saham. 2.Disclosure dalam dunia investasi dapat berperan sebagai public relation bagi perusahaan yang berhubungan dengan komunitas investasi setiap saat, sehingga melalui disclosure masyarakat dapat mengetahui kondisi perusahaan. 3. Disclosure perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi “. Menurut Hendriksen dan Breda (2002), terdapat 3 konsep pengungkapan yang umunya di usulkan diantaranya : “ 1. Adequate Disclosure (pengungkapan cukup), konsep ini digunakan untuk pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterprestasikan dengan benar oleh investor.
34 2.Fair disclosure (pengungkapan wajar), tujuannya adalah agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial. 3. Full disclosure (pengungkapan penuh), Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik. Bagi beberapa pihak pengungkapan secara penuh diartikan sebagai penyajian informasi yang berlebihan. Terlalu banyak informasi akan membahayakan, karena penyajian rinci dan yang tidak penting justru mengaburkan informasi yang signifikan membuat laporan sulit ditafsirkan “.
Evans (2003) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan.
Ada dua jenis pengungkapan dalam
hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu: 1. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclousure). Pengungkapan
Wajib
merupakan
pengungkapan
minimum
yang
disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 tentang
Pedoman
Penyajian
Laporan
Keuangan
dan
Peraturan
No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya
diubah
melalui
Keputusan
Ketua
BAPEPAM
No.
Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002
35 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri. 2. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure) Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan
keuangan
yang
menjelaskan
karakteristik
utama
yang
mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Di bawah ini ada beberapa elemen pengungkapan yang diterapkan BAPEPAM dan Tim Lain di Indonesia yang disusun tiap tahun oleh tim yang melakukan perlombaan laporan tahunan perusahaan publik yang disponsori oleh Kementerian BUMN dan didukung oleh Ditjen Pajak, BAPEPAM, Bank Indonesia, Jakarta Study Exchange IAI dan NCGP ( Sofyan Syafri Harahap, 2008,222) diantaranya : “ I. Umum 1. Dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, dianjurkan menyajikan juga dalam bahasa Inggris
36 2. Dicetak pada kertas yang berwarna terang agar mudah dibaca dan jelas 3. Mencantumkan identitas perusahaan dengan jelas, nama perusahaan dan tahun Annual Report ditampilkan di : a. Sampul muka, samping, dan belakang b. Setiap Halaman II. Ikhtisar Data Keuangan Penting 1. Informasi keuangan dalam bentuk perbandingan selama lima tahun buku atau sejak memulai usahanya jika perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya selama kurang dari lima tahun, informasi memuat antara lain : a. Penjualan/pendapatan usaha b. Laba (rugi) kotor c. Laba (rugi) usaha d. Laba (rugi) bersih e. Jumlah saham yang beredar f. Laba (rugi) bersih per saham g. Proforma penjualan/pendapatan usaha h. Proforma laba (rugi) bersih i. Proforma laba (rugi) bersih per saham j. Modal kerja bersih k. Jumlah aktiva l. Jumlah investasi m. Jumlah kewajiban n. Jumlah ekuitas o. Rasio-rasio keuangan 2. Laporan tahunan wajib memuat informasi harga saham tertinggi, terendah, dan penutupan, serta jumlah saham yang diperdagangkan untuk setiap masa triwulan dalam dua tahun buku terakhir (jika ada). Harga saham sebelum perubahan permodalan terakhir wajib diseuaikan dalam hal terjadi antara lain karena pemecahan saham, dividen saham, dan saham bonus dalam bentuk tabel atau grafik. III. Laporan Dewan Komisaris dan Direksi 1. Laporan Dewan Komisaris memuat hal-hal sebagai berikut : a. Penilaian terhadap kinerja direksi menganai pengelolaan perusahaan mencakup kebijakan strategis, perbandingan antara hasil yang dicapai dengan yang ditargetkan, dan kendala-kendala yang dihadapi perusahaan serta rekomendasi atau nasihat yang telah disampaikan Dewan Komisaris berkenaan dengan hal tersebut. b. Penilaian atas penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang telah dilaksanakan oleh perusahaan termasuk rekomendasi atau nasihat nasihat yang telah disampaikan Dewan Komisaris berkenaan dengan hal tersebut.
37 c. Pandangan atas prospek usaha perusahaan dan strategi pencapaiannya yang disusun oleh Direksi d. Komite-komite yang berada di bawah pengawasan Dewan Komisaris e. Perubahan komposisi Dewan Komisaris (jika ada) f. Laporan Dewan Komisaris wajib ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Komisaris dengan menyebutkan nama dan jabatannya. Dalam hal terdapat anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan wajib menjelaskan alasannya.
2. Laporan Direksi, memuat ha-hal sebagai berikut : a. Kinerja perusahaan mencakup kebijakan strategis, perbandingan antara hasil yang dicapai dengan yang ditargetkan, dan kendala-kendala yang dihadapi perusahaan b. Prospek usaha dan strategi pencapaiannya c. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang telah dilaksanakan oleh perusahaan d. Perubahan komposisi Direksi (jika ada) e. Laporan Direksi wajib ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi dengan menyebutkan nama dan jabatannya. Dalam hal terdapat anggota Direksi yang tidak menandatangani laporan tahunan wajib menjelaskan alasannya. IV. Profil Perusahaan 1. Nama dan alamat perusahaan 2. Riwayat singkat perusahaan mencakup tanggal/tahun pendirian, nama dan perusabahan nama perusahaan (jika ada) 3. Bidang usaha meliputi jenis produk dan atau jasa yang dihasilkan 4. Struktur organisasi dalam bentuk bagan 5. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota Dewan Komisaris 6. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota Direksi 7. Komposisi pemegang saham, nama pemegang saham dan persentase kepemilikan ( untuk kepemilikan 5% atau lebih, Direktur dan Komisaris yang memiliki saham, dan pemegang saham lainnya ) 8. Daftar anak perusahaan dan atau perusahaan Asosiasi, informasi memuat : a. Nama anak perusahaan/perusahaan asosiasi b. Persentase kepemilikan saham c. Keterangan tentang bidang usaha anak perusahaan atau perusahaan asosiasi
38
d. Keterangan status operasi perusahaan anak atau perusahaan (telah beroperasi atau belum beroperasi) 9. Kronologis pencatatan saham (jika ada), mencakup : a. Kronologis pencatatan saham b. Jenis tindakan korporasi (corporate action)yang menyebabkan perubahan jumlah saham c. Perubahan jumlah saham dari awal pencatatansamapi dengan akhir tahun buku d. Nama bursa dimana saham perusahaan dicatatkan 10. Kronologis pencatatan efek lainnya (jika ada), mencakup : a. Kronologis pencatatan efek lainnya b. Jenis tindakan korporasi (corporate action) yang menyebabkan perubahan jumlah efek lainnya c. Perubahan jumlah efek lainnya dari awal pencatatan sampai dengan akhir tahun buku d. Nama bursa dimana efek lainnya tersebut dicatatkan e. Peringkat efek 11. Jumlah karyawan (komparatif 2 tahun) dan deskripsi pengembangan kompetensinya (misal: aspek pendidikan dan pelatihan karyawan), informasi memuat jumlah karyawan untuk masing-masing level organisasi dan tingkat pendidikan 12. Penghargaan dan sertifikasi yang diterima perusahaan baik yang berskala nasional maupun internasional, informasi memuat : a. Nama penghargaan b. Tahun perolehan c. Badan pemberi penghargaan d. Masa berlaku 13. Nama dan alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal 14. Nama dan alamat anak perusahaan dan atau kantor cabang atau kantor perwakilan (jika ada) V. Analisis dan Pembahasan Manajemen atas Kinerja Perusahaan 1. Tinjauan operasi per segmen, menurut uraian mengenai produksi penjualan/pendapatan usaha, profitabilitas, dan peningkatan kapasitas produksi untuk masing-masing segmen usaha 2. Uraian atas kinerja keuangan perusahaan, analisis kinerja, keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahuan yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya, anatara lain mengenai : a. Aktiva lancar, aktiva tidak lancar, dan jumlah aktiva b. Kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar, dan jumlah kewajiban c. Penjualan/pendapatan usaha d. Beban usaha e. Laba bersih f. Uraian dalam bentuk tabel dan narasi
39 3. Bahasan mengenai ikatan yang material untuk investasi barang modal, penjelasan tentang : a. Tujuan dari ikatan tersebut b. Sumber dana yang diharapkan untuk memenuhi ikatanikatan tersebut c. Mata uang yang menjadi denominasi d. Langkah-langkah yang direncanakan perusahaan untuk melindungi risiko dari posisi mata uang asing yang terkait 4. Bahasan dan analisis tentang informasi keuangan yang telah dilaporkan yang mengandung kejadian yang sifatnyaluar biasa dan jarang terjadi 5. Uraian tentang komponen-komponen substansial dari pendapatan atau beban lainnya, untuk dapat mengetahui hasil usaha perusahaan 6. Jika laporan keuangan mengungkapkan peningkatan atau penurunan yang material dari penjualan atau pendapatan bersih, maka wajib disertai dengan bahasan tentang sejauh mana perubahan tersebut dapat dikaitkan anatara lain dengan jumlah barang atau jasa yang dijual, dan atau adanya produk atau jasa baru 7. Bahasan tentang dampak perubahan harga terhadap penjualan dan pendapatan bersih perusahaan serta laba operasi perusahaan selama dua tahun atau sejak perusahaan memulai usahanya, jika baru memulai usahanya kurang dari dua tahun 8. Informasi dan fakta material yang terjadi setelah tanggal laporan akuntan, uraian kejadian penting setelah tanggal laporan akuntan termasuk dampaknya terhadap kinerja dan risiko usaha di masa mendatang 9. Uraian tentang prospek usaha perusahaan, uraian mengenai prospek perusahaan sehubungan dengan industri, ekonomi secara umum dan pasar internasional serta dapat disertai data pendukung kuantitatif jika ada sumber data yang layak dipercaya 10. Uraian tentang aspek pemasaran, uraian tentang pemasaran atas produk dan jasa perusahaan meliputi pangsa pasar 11. Pernyataan mengenai kebijakan dividen dan tanggal serta jumlah dividen kas per saham dan jumlah dividen per tahun yang diumumkan atau dibayar selama dua tahun buku terakhir meliputi besarnya dividen untuk masing-masing tahun dan besarnya Payout Ratio 12. Realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum secara kumulatif sampai dengan saat terakhir apabila belum dinyatakan habis. Dalam hal terdapat perubahan dari prospektus agar dijelaskan 13. Informasi material antara lain mengenai investasi, ekspansi, divestasi, akuisisi, restrukturisasi utang/modal, traksaksi yang mengandung benturan kepentingan dan sifat transaksi dengan pihak afiliasi
40 14. Uraian mengenai perubahan peraturan pemerintah yang berpengaruh signifikan terhadap perusahaan, uraian mengenai perubahan pemerintah dan dampaknya terhadap laporan keuangan 15. Uraian mengenai perubahan kebijakan akuntansi, alasan dan dampaknya terhadap laporan keuangan VI. Good Corporate Governance 1. Visi dan misi perusahaan 2. Uraian Dewan Komisaris, uraian memuat : a. Ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab masingmasing anggota Komisaris, termasuk Komisaris Independen b. Hubungan tugas antara Komisaris dan Komite Audit serta komite-komite lain yang ada c. Pengungkapan prosedur penetapan dan besarnya remunerasi anggota Dewan Komisaris d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran Dewan Komisaris e. Program pelatihan untuk Dewan Komisaris 3. Uraian Direksi, uraian memuat : a. Ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab masingmasing anggota Direksi b. Pengungkapan prosedur penetapan dan besarnya remunerasi anggota Direksi c. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota Direksi d. Program pelatihan untuk Direksi 4. Komite Audit, mencakup : a. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota Komite Audit b. Independensi anggota Komite Audit c. Uraian tugas dan tanggung jawab d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran Komite Audit e. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan Komite Audit 5. Komite Nominasi, mencakup : a. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota Komite Nominasi b. Independensi anggota Komite Nominasi c. Uraian tugas dan tanggung jawab d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran Komite Nominasi e. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan Komite Nominasi 6. Komite Remunerasi, mencakup : a. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota Komite Remunerasi b. Independensi anggota Komite Remunerasi c. Uraian tugas dan tanggung jawab
41 d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran Komite Remunerasi e. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan Komite Remunerasi 7. Komite-komite lain yang dimiliki oleh perusahaan, mencakup : a. Nama, jabatan, dan riwayat hidup singkat anggota Komite Lain b. Independensi anggota Komite Lain c. Uraian tugas dan tanggung jawab d. Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran Komite Lain e. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan Komite Lain 8. Uraian tugas dan fungsi sekretaris perusahaan 9. Uraian mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengendalian intern (internal audit and control) 10. Akuntan Perseroan a. Berapa periode audit akuntan telah mengaudit Laporan Keuangan Perseroan b. Besarnya fee audit c. Jasa lain yang diberikan akuntan selain jasa financial audit 11. Uraian mengenai risiko perusahaan, mencakup : a. Penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi perusahaan b. Upaya untuk meminimalkan risiko tersebut. Misalnya risiko yang disebabkan oleh fluktuasi kurs atau suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ketentuan negara lain atau peraturan internasional, dan kebijakan pemerintah 12. Uraian mengenai aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masayarakat dan lingkungan. Uraian mencakup jenis aktivitas dan biaya yang telah dikeluarkan terahadap total pendapatan. a. Konsumen : deskripsi mengenai komitmen perusahaan terhadap perlindungan konsumen b. Karyawan : uraian mengenai pengakuan hak-hak karyawan terutama mengenai persamaan kesempatan kepada seluruh karyawan c. Komunitas : uraian mengenai community development program yang telah diberikan dan kebijakan perusahaan atas hal ini termasuk tersedianya akses atas informasi yang relevan kepada komunitas d. Lingkungan, kesehatan dan keamanan : uraian mengenai standar yang dipakaiuntuk aktivitas kelestarian lingkungan, kesehatan dan keamanan. 13. Akses informasi dan data perusahaan, uraian mengenai tersedianya akses informasi dan data perusahaan kepada publik, misalnya melalui website, media masaa, mailing list, bulletin, dan sebagainya
42 14. Etika perusahaan, pernyataan tentang code of conduct, penyebaran kepada karyawan dan upaya penegakannya VII. Informasi Keuangan 1. Surat pernyataan Direksi tentang tanggung jawab Direksi atas Laporan Keuangan, sesuai dengan peraturan BAPEPAM No VIII.G.11 tentang tanggung jawab Direksi atas Laporan Keuangan 2. Opini akuntan atas Laporan Keuangan, sesuai dengan SPAP-IAI 3. Deskripsi Auditor Independen di opini, deskripsi memuat tentang nama dan tanda tangan, tanggal laporan audit, No izin KAP (jika ada) 4. Laporan Keuangan yang lengkap, memuat secara lengkap unsurunsur laporan keuangan diantaranya : neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan. Disamping notes to financial statement ada lagi footnote, yaitu catatan kaki yang dibuat di halaman neraca paling bawah. Ini bisa juga dimaksudkan untuk menambah disclousure level. 5. Penyajian laporan arus kas, memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Penggunaan metode langsung (direct method) b. Pengelompokkan dalam tiga kategori aktivitas yakni aktivitas operasi, investasi dan pendanaan c. Pengungkapan aktivitas yang tidak memengaruhi arus kas d. Pemisahan penyajian antara penerimaan kas dan atau pengeluaran kas kepada pelanggan (customer), karyawan, pemasok, dan pembayaran pajak selama tahun berjalan pada aktivitas operasi e. Penyajian penambahan dan pembayaran utang jangka panjang serta dividen pad aktivitas pendanaan 6. Ikhtisar kebijakan akuntansi yang meliputi sekurang-kurangnya : a. Konsep dasar penyajian laporan keuangan b. Pengakuan pendapatan dan beban c. Penilaian investasi d. Penilaian dan metode penyusutan aktiva tetap e. Dasar perhitungan laba per saham 7. Transaksi denga pihak yang mempunyai hubungan istimewa, halhal yang harus diungkapkan antara lain : a. Rincian jenis, nama pihak yang memiliki hubungan istimewa dan jumlah piutang dan atau utang yang terkait b. Dirinci jumlah masing-masing pos aktiva, kewajiban, penjualan dan pembelian (beban) kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa beserta persentasenya terhadap total aktiva, kewajiban, penjualan dan pembelian (beban) c. Penjelasan transaksi yang tidak berhubungan dengan kegiatan usaha utama dan jumlah utang/piutang sehubngan dengn transaksi tersebut
43 d. Sifat hubungan, jenis dan unsur transaksi hubungan istimewa e. Kebijakan harga dan syarat transaksi serta pernyataan apakah penerapan kebijakan harga dan syarat tersebut sama dengan kebijakan harga dan syarat untuk transaksi dengan pihak ketiga. 8. Pengungkapan yang berhubungan dengan perpajakan. Hal-hal yang harus diungkapkan : a. Jenis dan jumlah utang pajak b. Rekonsiliasi antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian laba akuntansi dengan tarif yang berlaku dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku c. Rekonsiliasi fiskal dan perhitungan beban pajak kini d. Pernyataan bahwa Laba Kena Pajak (LKP) hasil rekonsiliasi telah sesuai dengan SPT e. Rincian aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang disajikan pada neraca untuk setiap periode penyajian, dan jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laporan laba rugi apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari jumlah aktiva atau kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca. 9. Aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing, hal-hal yang harus diungkapkan: a. Rincian aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing serta ekuivalennya dalam rupiah b. Posisi neto dari aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing c. Rincian kontrak valuta berjangka dan ekuivalen dalam rupiah d. Kebijakan manajemen risiko mata uang asing e. Apabila lindung nilai tidak dilakukan, alasan untuk tidak melakukannya. 10. Komitmen dan kontinjensi, hal-hal yang harus diungkapkan : a. Untuk perikatan berupa perjanjian sewa, keagenan dan distribusi, bantuan manajemen, tekik, royalti dan lisensi memuat uraian tentang pihak-pihak yang terkait, periode berlakunya perikatan, dasar penentuan kompensasi dan denda, jumlah beban atau pendapatan pada periode pelaporan, dan pembatasan-pembatasan lainnya b. Untuk perikatan berupa kontrak/perjanjian yang memerlukan penggunaan dana di masa yang akan datang, seperti pembangunan pabrik, perjanjian pembelian, ikatan untuk investasi, dan sebagainya serta memuat uraian tentang pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian, periode berlakunya perikatan, nilai keseluruhan, mata uang, dan bagian yang telah direalisasikan.
44 c. Untuk pemverian jaminan/garansi memuat uraian tentang pihak-pihak yang dijamin dan yang menerima jaminan, yang dipisahkan antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan pihak ketiga untuk pihak yang dijamin, latar belakang dikeluarkannya jaminan, periodeberlakunya jaminan, dan nilai jaminan d. Perkara/sengketa hukum dengan mengungkapkan pihakpihak yang terkait, jumlah yang diperkarakan, serta latar belakang, isi dan status perkara dan pendapat hukum (legal opinion) e. Untuk peraturan pemerintah yang mengikat perusahaan seperti msalah lingkungan hidup, diungkapakannya uraian singkat tentang peraturan dan dampaknya terhadap perusahaan “. 2.1.6
Audit Lag
Audit Lag didefinisikan sebagai lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit (Halim, 2000). Sedangkan menurut Wah Lai dan Cheuk (2005), “An audit report lag or audit delay is a period from a company’s year-end date to the audit report date”. Senada dengan pernyataan Halim dan Wah Lai dan Cheuk, Aryati (2005) menyebutkan audit lag sebagai rentang waktu penyelesaian audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan keuangan auditor independen atas audit laporan keuangan perusahaan sejak tanggal tutup buku perusahaan, yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Diungkap dalam penelitian Subekti dan Widiyanti (2004), perbedaan waktu yang sering dinamai dengan audit lag adalah perbedaan antara tanggal laporan keuangan
dengan
tanggal
opini
audit
dalam
laporan
keuangan
yang
45 mengindikasikan tentang lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor. Maka semakin panjang audit lag semakin lama auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya.
Berdasarkan pemaparan diatas, salah satu yang dapat menyebabkan adanya audit lag adalah standar pekerjaan lapangan yang menyatakan bahwa audit harus dilakukan berdasarkan perencanaan yang matang. Standar tersebut merupakan standar pertama pekerjaan lapangan yang diatur dalam SPAP. Perencanaan tersebut meliputi tiga alasan utama, yaitu:
1. Agar auditor memperoleh bukti yang cukup kompeten untuk kondisi yang ada. 2. Membantu menjaga agar biaya audit yang dikeluarkan tetap wajar. 3. Menghindari kesalahpahaman dengan klien.
Perencanaan audit yang memadai ini akan mempengaruhi kinerja dari auditor. Pemenuhan standar audit dapat menyebabkan lamanya penyelesaian laporan audit, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas hasil audit tersebut. Pendapat Ashton, Willingham dan Elliot (1987) dalam (Novita, 2004) mengatakan bahwa proses audit sangat memerlukan waktu yang berakibat adanya audit lag yang nantinya akan sangat berpengaruh pada ketepatan waktu pelaporan keuangan. Audit lag mengakibatkan berkurangnya kualitas isi informasi yang terkandung
dalam
laporan
keuangan
sehingga
mempengaruhi
tingkat
ketidakpastian keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan.
46 Dibawah ini terdapat beberapa faktor yang diduga mempengaruhi audit lag diantaranya :
1. Ukuran Perusahaan. Andi (2009) berpendapat bahwa perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit lag, karena perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan pemerintah dan lain-lain. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. 2. Profitabilitas. Profitabilitas mempunyai pengaruh dalam publikasi laporan keuangan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas rendah atau dengan kata lain mengalami kerugian cenderung akan menunda publikasi atas laporan keuangan karena kerugian merupakan kabar buruk yang akan berdampak negatif pada perusahaan seperti penurunan permintaan akan saham yang diterbitkan. Perusahaan yang mempunyai tingkat profitabilitas tinggi membutuhkan waktu dalam pengauditan laporan keuangan lebih cepat agar segera dapat memberitahukan kabar baik kepada publik dan mendapatkan respon yang positif dari publik (Sistya,2008). 3. Jenis Industri. Hasil pengujian Ahmad dan Anuar (2001) mengungkapkan bahwa perusahaan sektor financial mempunyai audit lag yang lebih pendek dibandingkan perusahaan industri lain. Hal ini disebabkan karena perusahaan financial tidak mempunyai saldo persediaan yang cukup
47 signifikan sehingga proses audit nya tidak memerlukan waktu yang cukup lama. 4. Lamanya perusahaan menjadi klien sebuah Kantor Akuntan Publik. Menurut Halim (2000), semakin lama menjadi klien suatu KAP maka audit lag akan semakin lama. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kecenderungan skala perusahaan yang meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan menurut Ashton (1987), semakin lama menjadi klien suatu KAP maka audit lag akan cenderung semakin pendek dikarenakan KAP tidak perlu lagi memahami karakteristik perusahaan, sistem pengendalian internal perusahaan dan sebagainya. 5. Jenis Opini yang Diberikan Kantor Akuntan Publik. Ahmad dan Kamarudin (2001) membuktikan bahwa audit lag akan lebih panjang jika perusahaan menerima pendapat qualified (selain pendapat unqualified). Fenomena ini terjadi karena proses pemberian pendapat qualified tersebut melibatkan negosiasi dengan klien, konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau staf teknis lainnya dan perluasan ruang lingkup audit. 6. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas. Tingginya rasio hutang terhadap ekuitas maka hal ini mencerminkan tingginya resiko keuangan serta diasumsikan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan tersebut merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di mata masyarakat. Pihak manajemen juga cenderung akan menunda penyampaian laporan keuangan yang berisi berita buruk. Perusahaan dengan kondisi rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi akan terlambat
48
dalam penyampaian pelaporan keuangannya, karena waktu yang ada digunakan untuk menekan debt to equity ratio serendah-rendahnya (Hassanudin,2002,54) 7. Reputasi Auditor. Menurut Ahmad dan Kamarudin (2001), audit lag pada KAP Big Five akan cenderung lebih pendek dibandingkan dengan audit lag pada KAP kecil. Hal ini diasumsikan karena KAP besar memiliki karyawan dalam jumlah besar, dapat mengaudit lebih efektif dan efisien, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat guna menjaga reputasinya.
Audit Lag menurut Knechel dan Payne (2001) dibagi menjadi 3 komponen, yaitu : “ 1. Sceduling Lag, yaitu selisih waktu antara akhir tahun fiskal perusahaan dengan dimulainya pekerjaan lapangan auditor. 2.Fieldwork Lag, yaitu selisih waktu antara dimulainya pekerjaan lapangan dan saat penyelesaiannya. 3. Reporting Lag, yaitu selisih waktu antara saat penyelesaian pekerjaan lapangan dengan tanggal laporan auditor “.
49
2.2
Kerangka Pemikiran
Dalam kaitan teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern, agen bertugas dalam menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban manajemen. Laporan keuangan ini yang nantinya akan menunjukkan kondisi keuangan perusahaan dan digunakan oleh prinsipal sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Agar berguna dalam pengambilan keputusan, informasi akuntansi yang tercantum dalam laporan keuangan harus reliabel, relevan, dan tepat waktu. Salah satu indikator utama yang menentukan persepsi ketepatan waktu (timeliness) oleh pengguna laporan keuangan auditan adalah lamanya waktu laporan keuangan akhir (earnings
tahun
fiskal
pronouncement)
dengan atau
penerbitan dikenal
dengan
pengumuman
laba
istilah
Lag.
Audit
Menurut Subyekti dan Widiyanti (2004), Audit lag diartikan sebagai perbedaan antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan yang mengindikasikan lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor. Ini mencerminkan bahwa hal yang paling penting adalah penyajian pengumuman laba yang tepat waktu kepada publik, sehingga diharapkan perusahaan tidak menunda penyajian laporan keuangan, dikarenakan penundaan ini dapat menyebabkan manfaat dari pengungkapan informasi menjadi kurang relevan bagi pengguna informasi keuangan terutama yang berhubungan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup (Going Concern) perusahaan. Selain itu, melalui laporan keuangan lah dapat terlihat seberapa besar disclosure level perusahaan yang dihasilkan perusahaan. Disclosure level adalah tingkat
50 pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan (Tanor,2009)
Ketepatan waktu penyajian laporan keuangan ke publik merupakan sinyal dari perusahaan yang menunjukkan adanya informasi yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan investor dalam membuat keputusan bisnis. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan akan kurang bermanfaat apabila tenggang waktu antara akhir periode akuntansi dan waktu publikasi laporan keuangan semakin jauh. Selain itu, keterlambatan publikasi laporan keuangan tahunan dapat menimbulkan
kemungkinan
informasi
dibocorkan
pada
pihak
yang
berkepentingan bahkan dapat menimbulkan terjadinya insider trading dan rumor-rumor lain di bursa saham serta dapat menjadikan informasi yang ada sudah tidak up-to-date.
Penyampaian informasi melalui laporan keuangan sangatlah perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan informasi pihak-pihak internal dan eksternal perusahaan yang kurang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi secara langsung dari perusahaan. Namun, pihak manajemen umumnya memiliki kepentingan yang berbeda dengan prinsipal sehingga akan cenderung menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi kepentingan prinsipal. Oleh karena itu, diperlukan peran auditor independen untuk memberikan opininya atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang disajikan oleh pihak manajemen. Selain memberikan jasa untuk menilai atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh agen dengan hasil akhir adalah
51 opini audit, auditor juga harus mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan, apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, diharapkan penyedia modal dan pemegang kepentingan lainnya dapat membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan alokasi sumber daya lainnya yang lebih tepat berdasarkan informasi yang telah diaudit oleh pihak independen. Adapun beberapa informasi yang harus dipertimbangkan oleh auditor yang terkait dengan kecukupan pengungkapan dalam laporan keuangan adalah sebagai berikut (SA Seksi 341.12) : “ a. Kondisi dan peristiwa yang relevan dengan penyebab terjadinya keraguan substansial atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama jangka waktu pantas b.Dampak atas kondisi dan peristiwa tersebut terhadap laporan keuangan c. Evaluasi manajemen atas signifikansi dari kondisi dan peristiwa tersebut, serta faktor-faktor yang dapat mengurangi signifikansi tersebut d. Kemungkinan terjadinya penghentian usaha e. Rencana manajemen untuk menghadapi kondisi dan peristiwa tersebut f. Informasi mengenai pemulihan atau klasifikasi dari jumlah asset yang tercatat, maupun jumlah atau klasifikasi dari liabilitas “.
Pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Dengan adanya going concern, maka suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Going concern dipakai sebagai suatu asumsi dalam
52
pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan. Keraguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan auditnya. Menurut Rahayu (2007), Opini audit going
concern
menunjukkan
kesangsian
auditor
mengenai
kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang. Adapun opini audit going concern menurut Vanstraelen (2002) terdiri dari : “ a. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language). b. Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion report) c. Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion) d. Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion report) “.
Apabila auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam jangka waktu pantas, maka
auditor memberikan
pendapat wajar tanpa
pengecualian
(unqualified Opinion). Apabila auditor memberi kesangsian terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor wajib mengevaluasi rencana manajemen. Auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language), jika rencana manajemen perusahaan dapat secara efektif dilaksanakan untuk mengatasi dampak dari
53
kondisi
dan
peristiwa
yang
menyebabkan
kesangsian
auditor
tentang
kelangsungan usahanya. Apabila auditor menganggap bahwa rencana manajemen tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of opinion report). Opini wajar dengan pengecualian (Qualified opinion report) diberikan kepada auditee apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan. Akan tetapi, jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai pengungkapannya dan tidak dilakukan penyesuaian, padahal dampaknya sangat material dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar (adverse opinion),
Berdasarkan pembahasan di atas, dibawah ini beberapa penelitian terdahulu yang sebelumnya telah membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit Going Concern disertai analisis persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang diringkas dalam tabel 2.1 berikut ini :
54
55
56
57
58
Adapun skema dari kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.2 berikut ini :
Teori Keagenan ( Agency Theory )
Agen (Manajemen)
Prinsipal (Pemilik Perusahaan)
Laporan Keuangan
Informasi Perusahaan Lainnya
Disclosure Level
Audit Lag
Auditor Independen
Opini Audit Going Concern
Gambar 2.2 : Kerangka Pemikiran Penelitian
59
2.3
Hipotesis
H1
: Disclosure level berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern
H2
: Audit Lag berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
60
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian yang Digunakan
Menurut Sugiyono (2008,2) Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif berupa data sekunder yang diperoleh dengan mengakses website www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono,2008,8). Terdapat dua jenis variabel dalam penelitian ini yaitu dua variabel independen (Disclosure Level dan Audit Lag) dan satu variabel dependen yaitu opini audit going concern. Pengujian mengenai pengaruh Disclosure level dan Audit Lag terhadap opini audit Going Concern dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik (Logistic Regression Analysis). Hasil pengujian regresi logistik kemudian dijadikan dasar dalam membuat kesimpulan. Kesimpulan juga disusun sesuai dengan masalah penelitian dan hipotesis yang diajukan.
61
3.2
Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel
3.2.1
Definisi Variabel
Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah variabel independen
dan
variabel
dependen.
Adapun
penjelasan
mengenai
variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Variabel Independen atau sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab
perubahannya
atau
timbulnya
variabel
dependen
(Sugiyono,2008,39). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Disclosure Level dan Audit Lag. a. Disclosure Level. Disclosure Level adalah tingkat pengungkapan atau penjelasan, pemberian informasi oleh perusahaan, baik yang positif maupun yang negatif, yang mungkin berpengaruh atas suatu keputusan investasi. b. Audit Lag didefinisikan sebagai rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan yang diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan sejak tanggal tahun tutup buku, yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera di laporan auditor independen (Rachmawati, 2008).
62
2. Variabel Dependen atau sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas/independen (Sugiyono,2008,39). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Opini audit Going Concern. Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan
auditor
terdapat
ketidakmampuan
atau
ketidakpastian
signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya di masa mendatang.
3.2.2
Operasionalisasi Variabel
Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel dalam bentuk istilah yang diuji secara spesifik atau dengan pengukuran kriteria (Ikhsan, 2008,62). Terminologi definisi operasional harus mempunyai acuan empiris untuk mengukur variabel dengan cara mendapatkan informasi yang dapat dimengerti. Adapun operasionalisasi variabel serta pengukuran dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Disclosure Level (DL) Disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan (Tanor,2009). Variabel ini diukur dengan menggunakan indeks, dimana penentuan indeks dilakukan dengan menggunakan skor disclosure yang diungkapkan oleh suatu perusahaan. Jika perusahaan mengungkapkan item informasi dalam laporan keuangannya, maka skor 1 akan diberikan. Akan
63
tetapi, jika item tersebut tidak diungkapkan, maka skor 0 akan diberikan. Setelah melakukan scoring, disclosure level dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut ( Cooke, 1992 dalam Hossain 2008 ) :
Disclosure Level =
Jumlah skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum
Disclosure Level yang disajikan oleh perusahaan didapat dari disclosure items. Adapun tabel disclosure items adalah sebagai berikut :
TABEL 3.1 DISCLOSURE ITEMS
No Keterangan 1. Ikhtisar data keuangan penting 2. Informasi harga saham tertinggi, terendah dan penutupan 3. Laporan dewan komisaris mengenai penilaian terhadap kinerja direksi mengenai pengelolaan Perusahaan 4. Laporan dewan komisaris mengenai pandangan atas prospek usaha perusahaan yang disusun oleh direksi 5. Laporan direksi mengenai kinerja perusahaan 6. Laporan direksi mengenai gambaran tentang prospek usaha 7. Laporan direksi mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan Perusahaan 8. Nama dan alamat perusahaan 9. Riwayat singkat perusahaan 10. Bidang dan kegiatan usaha perusahaan meliputi jenis produk dan atau jasa yang dihasilkan 11. Struktur organisasi dalam bentuk bagan 12. Visi dan misi perusahaan 13. Nama, jabatan dan riwayat hidup singkat anggota dewan komisaris 14. Nama, jabatan dan riwayat hidup singkat anggota direksi
64
15. Jumlah karyawan dan deskripsi pengembangan kompetensinya (misal: aspek pendidikan dan pelatihan karyawan yang telah dan akan dilakukan) 16. Uraian tentang nama pemegang saham dan persentase kepemilikannya 17. Nama anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, presentase kepemilikan saham, bidang usaha, dan status operasi perubahan tersebut 18. Kronologis pencatatan saham dan perubahan jumlah saham dari awal pencatatan hingga akhir tahun buku serta nama Bursa efek dimana saham perusahaan dicatatkan 19. Nama dan alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal 20. Penghargaan dan sertifikasi yang diterima perusahaan baik yang berskala nasional maupun Internasional 21. Nama dan alamat anak perusahaan dan atau kantor cabang atau kantor perwakilan 22. Tinjauan operasi per segmen usaha 23. Analisis kinerja keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahun yang bersangkutan dengan tahun sebelumnya 24. Prospek usaha dari perusahaan 25. Aspek pemasaran atas produk dan jasa perusahaan antara lain : strategi pemasaran dan pangsa pasar 26 Kebijakan dividen dan tanggal serta jumlah dividen 27. Tata kelola perusahaan (Corporate Governance) 28. Tanggung jawab direksi atas laporan keuangan 29. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit 30. Tanda tangan anggota direksi dan anggota dewan komisaris 31. Informasi tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan 32. Ringkasan statistik keuangan untuk 3-5 tahun 33. Informasi tentang penelitian dan pengembangan Sumber : Disclosure Index Fitriani dan Dharma (2007)
Setelah didapat nilai disclosure level, kemudian nilai tersebut disajikan dalam bentuk persen (%).
Berdasarkan persentase
tersebut,
maka
tingkat
pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangan yang diungkapkan dalam laporan keuangan suatu entitas dapat dikelompokkan menjadi
65
2 kelompok kriteria yaitu laporan dengan tingkat pengungkapan yang baik dalam artian entitas tersebut telah mengungkapkan informasi keuangan maupun non keuangan yang dinilai cukup (adequacy), wajar (fair), penuh/lengkap (full) dan laporan dengan tingkat pengungkapan yang kurang baik yang mengindikasikan bahwa entitas tersebut kurang cukup didalam pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangannya serta penyajian informasinya terkesan kurang lengkap dan kurang relevan. Untuk menentukan apakah
laporan
keuangan
tahunan
suatu
entitas
memiliki
tingkat
pengungkapan yang baik atau kurang baik dapat dihitung dengan cara menentukan persentase nilai tengah (median) disclosure level melalui perhitungan sebagai berikut :
(Persentase tertinggi + Persentase Terendah) / 2
Jika persentasenya dibawah nilai tengahnya (median), maka tergolong disclosure level yang kurang baik, dan jika persentasenya diatas nilai tengahnya maka tergolong disclosure level yang baik.
2. Audit Lag (ALAG) Audit Lag didefinisikan sebagai jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit. Subyekti dan Widiyanti (2004) juga menyatakan audit lag sebagai perbedaan antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan yang mengindikasikan lamanya
waktu
penyelesaian
audit
yang
dilakukan
oleh
auditor.
66 Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan opini audit going concern ketika laporan audit tertunda lebih lama (McKeown,1991). Oleh karena itu, semakin panjang audit lag semakin lama auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Biasanya auditor menunda penerbitan laporan audit dengan harapan bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah keuangannya dan menghindari opini audit going concern. Ashton et al. (1987)
menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu audit yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini tanpa kualifikasi. Variabel ini dihitung dengan menggunakan jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit (Januarti, 2009). Standar yang digunakan dalam perhitungan ini adalah Lampiran Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep-36/PM/2003 yang dikeluarkan tanggal 30 September 2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga atau 90 hari setelah tanggal yang tercantum dalam laporan keuangan tahunan. Dengan demikian batas waktu maksimal audit lag adalah 90 hari (3 bulan). Adapun kriteria dalam variabel ini terbagi menjadi 2 kelompok kriteria yaitu : a. Audit lag kurang atau sama dengan 90 hari (ALAG≤90 Hari), yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunannya tepat waktu. b. Audit lag lebih dari 90 hari (ALAG>90 Hari), yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak dapat mempublikasikan laporan
67 keuangan tahunannya tepat waktu dalam artian terjadi keterlambatan pempublikasian annual report.
3. Opini Audit Going Concern (GC) Menurut Belkaoui (2006,271), going concern adalah dalil yang menyatakan bahwa satu entitas akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab, serta aktivitas-aktivitasnya yang tiada henti. Dalil ini memberi gambaran bahwa entitas diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau
tidak
Rahayu
diarahkan
(2007)
menuju
menyatakan
arah bahwa
likuidasi. istilah
Sedangkan
going
menurut
concern
dapat
diinterpretasikan dalam dua hal, yang pertama adalah going concern sebagai konsep dan yang kedua adalah going concern sebagai opini audit. Sebagai konsep, istilah going concern dapat diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka panjang. Sebagai opini audit, istilah opini going concern menunjukkan auditor memiliki kesangsian mengenai kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan variable dummy dimana kode 1 untuk auditee yang menerima opini audit going concern yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kondisi keuangan yang buruk sehingga menimbulkan kesangsian auditor terhadap kelangsungan usaha perusahaan (bergerak ke arah likuidasi) dan kode 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kondisi keuangan
68 yang baik sehingga mampu mempertahankan kelangsungan usahanya (Entarto, (2006) dalam Dedi Kristianto (2008)). Adapun operasionalisasi variabel yang diringkas dalam tabel 3.2 adalah sebagai berikut : TABEL 3.2 OPERASIONALISASI VARIABEL No
Variabel
Konsep
Indikator
Pengukuran
Disclosure Level (DL) = X1
Disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan (Tanor,2009).
Menggunakan indeks, dimana penentuan indeks dilakukan dengan menggunakan Disclosure Item yang disajikan pada tabel 3.1 guna menentukan disclosure yang disajikan oleh perusahaan
Jumlah skor
Skala
1.
disclosure yang dipenuhi Jumlah skor Maksimum
Rasio
69
2. Audit Lag (ALAG) = X2
Audit lag sebagai perbedaan antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan yang mengindikasikan lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor ( Subyekti dan Widiyanti,2004)
menggunakan jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit
opini going concern menunjukkan auditor memiliki kesangsian mengenai kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang (Rahayu,2007)
Menggunakan variabel Dummy
Jumlah hari antara akhir periode akuntansi yakni 31 Desember sampai dengan tanggal yang tertera dalam laporan auditor independen.
Rasio
Sumber : Lampiran Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep-36/PM/2003
3. Opini Audit Going Concern (GC) = Y
Kode 1 = Going Concern Kode 0 = Non Going Concern
Nominal
70
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi dan Kerangka Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang Go Public atau terdaftar di BEI selama tahun 2007-2011 yang termuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2007-2011 sebanyak 131 perusahan manufaktur. Beberapa alasan sampel penelitian diambil dari ICMD adalah : 1. Daftar perusahaan telah dikelompokkan dalam beberapa industri dan sub-sub kelompok industri 2. Perusahaan yang bersifat terbuka akan berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan reputasinya melalui berbagai informasi (Badera, 2008). Selain itu, perusahaan manufaktur dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan jenis perusahaan yang paling banyak terdaftar di BEI, sehingga variasi data untuk sampel yang ada akan semakin banyak serta untuk menghindari adanya industrial effect, yaitu risiko industri yang berbeda antara sektor industri yang satu dengan yang lain (Behn et al, 2001; Blay dan Geiger, 2001). Zulkarnaini (2007) mencontohkan risiko yang timbul pada perusahaan manufaktur diantaranya perusahaan manufaktur akan memiliki proporsi aktiva tetap yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan retail dan lain-lain, karena kegiatan usahanya yang membutuhkan berbagai alat-alat produksi. Perusahaan dengan aktiva tetap yang lebih besar akan memiliki beban depresiasi yang tinggi pula, sehingga akan menimbulkan tingginya risiko usaha.
71
3.3.2
Teknik Sampling, Unit Sampel dan Ukuran Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2008,81). Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini Purposive Sampling yang termasuk kedalam kategori Non Probability Sampling. Menurut Sugiyono (2008,85), Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sedangkan menurut Siagian dan Sugiarto (2002,120), Purposive Sampling adalah penentuan sampel berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Adapun kriteria perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Perusahaan yang terdaftar secara berturut-turut selama periode 2007-2011 b) Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap dan menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 2007-2011 c) Mengalami laba bersih yang negatif (kerugian) sekurang-kurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (2007-2011). Kriteria ini digunakan untuk menunjukan trend kondisi keuangan yang bermasalah. Kondisi ini menimbulkan kesangsian auditor tentang kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Auditor akan cenderung memberikan opini audit going concern apabila perusahaan mengalami kondisi keuangan yang tidak baik dan dianggap tidak mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.
72
d) Menggunakan periode laporan keuangan mulai 01 Januari sampai 31 Desember serta menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang pelaporan. Adapun proses pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tampak dalam Tabel 3.3 berikut ini :
TABEL 3.3 PROSES PEMILIHAN SAMPEL No 1.
Keterangan
Jumlah Perusahaan
POPULASI (Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011)
131
2.
Perusahaan yang tidak terdaftar secara berturut-turut selama periode 2007-2011
(10)
3.
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember Perusahaan yang data laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen selama periode 2007-2011 tidak tersedia Perusahaan yang tidak mengalami laba bersih negatif sekurangnya dua perioda laporan keuangan berturut-turut selama periode pengamatan tahun 2007-2011 Jumlah Sampel Akhir
(6)
4. 5.
6.
(1) (10)
(80)
24
Tahun Pengamatan
5
Jumlah Pengamatan
120
Sumber : Data Sekunder (Data Diolah)
73
Berdasarkan kriteria sampel yang ditetapkan diatas, maka Ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 24 perusahaan. Secara rinci distribusi data perusahaan yang terpilih sebagai sampel berdasarkan kelompok industri dapat disajikan dalam Tabel 3.4 berikut ini :
TABEL 3.4 DISTRIBUSI PERUSAHAAN SAMPEL PER KELOMPOK INDUSTRI No
Kelompok Industri
Jumlah
1.
Food and Beverages
3
2.
Textile Mill Products
1
3.
Apparel and Other Textile Products
3
4.
Lumber and Wood Products
1
5.
Paper and Allied Products
1
6.
Chemical and Allied Products
1
7,
Plastics and Glass Products
2
8.
Cement
1
9.
Metal and Allied Products
3
10.
Fabricated Metal Products
2
11.
Stone, Clay, Glass, and Concrete Products
1
12.
Cables
1
13.
Automotive and Allied Products
1
14.
Pharmaceuticals
3
Jumlah
24
Sumber : ICMD
74
3.3.3
Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono,2007,13). Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007-2011. 2. Data kualitatif yaitu data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar (Sugiyono, 2007,13). Data kualitatif dalam penelitian ini adalah laporan auditor independen. Penelitian ini menggunakan data sekunder eksternal, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara, seperti orang lain atau dokumen (Sugiyono, 2007,129). Data sekunder eksternal dalam penelitian ini adalah data laporan auditor independen, dan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) , ICMD dan database dari Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM).
75
3.3.4
Metode Analisis yang Digunakan
Analisis data mempunyai tujuan untuk menyampaikan dan membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi data yang teratur. Semua data terkumpul dan relevan dikelompokkan kedalam sub-sub bagian dari masing-masing variabel. Semua data yang dikumpulkan akan dianalisis tentang hubungan dan pengaruh antara variabel. Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, maka analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik (Logistic Regression Analysis) dimana variabel terikatnya adalah opini audit going concern yang merupakan data kualitatif yang menggunakan variabel dummy (Sumodiningrat,2007,334) dan variabel bebasnya (independen) merupakan kombinasi antara variabel metrik dan non-metrik. Tujuannya adalah untuk menetapkan seberapa baik model yang digunakan cocok untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Perhitungan analisis dalam penelitian ini dibantu dengan menggunakan Program PASW (Predictive Analysis Software) 18.0 for Wimdows. Regresi logistik (kadang disebut model logistik atau model logit ) merupakan salah satu bagian dari analisis regresi, yang digunakan untuk memprediksi probabilitas suatu kejadian atau peristiwa, dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Metode ini merupakan model linier umum yang digunakan untuk regresi binominal. Dikarenakan variable terikat yang terdapat dalam regresi logistik merupakan variable dummy (0 dan 1) sehingga tidak diperlukannya asumsi normalitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi, sehingga residualnya tidak memerlukan ketiga pengujian tersebut. Untuk asumsi multikolinearitas, karena hanya
76
melibatkan variabel-variabel bebas, maka masih perlu untuk dilakukan pengujian. Ghozali (2006,225) menyatakan bahwa regresi logistik digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas data
pada
variabel
heteroskedastisitas
bebasnya
(heteroscedary)
(Ghozali,2006,225), yang
artinya
dan
variabel
mengabaikan
dependen
tidak
memerlukan untuk masing-masing variabel independennya (Gujarati, 2003,597).
Adapun persamaan model regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut : Ln
GC
= α + β1DL + β2ALAG + ε ......
1-GC
Keterangan : Ln
GC
= Probabilitas mendapatkan opini audit going concern
1-GC α
= Konstanta
β1 dan β2
= Koefisien regresi
DL
= Disclousure Level
ALAG
= Audit Lag
ε
= Error Term / Residual/ Variabel Pengganggu
77
3.3.5
Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis
Adapun tahapan pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menilai Model Fit Teknik yang digunakan untuk menilai model fit menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Data dikatakan memiliki model fit baik apabila p-value Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Tit Test lebih besar dari 0,05 yang berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. 2.
Menilai Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 (≤ 0,05), maka hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Sedangkan jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05 ( > 0,05 ), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak (diterima) dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau
78
dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya ( Ghozali,2006,233). 3. Menilai keseluruhan model (overall model fit) Uji ini digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square Error” pada model regresi, sehingga penurunan model Log Likelihood menunjukkan model regresi yang semakin baik (Ghozali,2001). Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0), dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood
(-2LL) pada akhir (Block
Number = 1), dimana model memasukkan konstanta dan variable bebas. Apabila nilai -2LL Block Number = 0 > nilai -2LL Block Number = 1, hal ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006,233). 4. Tabel klasifikasi Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat dinyatakan dalan persen.
79
5. Uji multikolinearitas Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam regresi logistik menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antarvariabel bebas. Untuk pengujian multikolinearitas
ini
dapat
digunakan
uji
kebaikan
suai
(goodness of fit ness), yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis (uji χ2), guna melihat variabel-variabel bebas mana saja yang signifikan, sehingga dapat tetap digunakan dalam penelitian. Selanjutnya, dimana variabel-variabel bebas yang signifikan, dapat dibentuk suatu matriks korelasi, dan apabila tidak terdapat variabel-variabel bebas yang saling memiliki korelasi yang tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
gangguan
multikolinearitas
pada
model
penelitian
(David W.Hosmer,2011). Apabila nilai koefisien korelasi antar variabel bebas lebih kecil dari 0,8 berarti tidak terdapat gejala multikolinearitas yang serius antar variabel bebas tersebut (Kuncoro,2004,240). 6. Model Regresi Logistik yang Terbentuk dan Pengujian Hipotesis Estimasi parameter dapat dilihat melalui koefisien regresi dari tiap-tiap variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sign) dengan tingkat kesalahan (α) = 5%. Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0,05 (sign<α), maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel bebas
80 berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, jika angka signifikansi lebih besar dari 0,05 (sign>α), maka berarti H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. 7. Koefisien determinasi (Nagelkerke R square) Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R square (R2). Nilai Nagelkerke R square menunjukkan variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian (Ghozali, 2006,233). Nilai R2 adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel dependen
amat
independen terbatas.
dalam Nilai
menjelaskan
yang
variabel-variabel
mendekati
satu
berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk
(Ghozali, 2005,83)
memprediksi
variasi
variabel
dependen
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian Berikut ini akan diuraikan gambaran dan pembahasan mengenai pengaruh
Disclosure level dan Audit lag terhadap Opini Audit Going Concern. Sampel pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Periode tahun 2007-2011 yang memenuhi kriteria yang dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti.
4.1.1
Gambaran Umum Perusahaan Penelitian dilakukan terhadap 24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang telah dipilih menggunakan metode purposive sampling dengan berbagai kriteria yang telah ditentukan dan dijelaskan dalam bab III. Adapun gambaran perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut : 1. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) PT Davomas Abadi Tbk, (“Perusahaan) didirikan dalam rangka Undang-undang Penanama Modal Dalam Negeri No 6 Tahun 1968 juncto Undang-undang No 12 tahun 1970 berdasarkan akta Notaris Soetomo Ramelan, SH No 25 tanggal 14 Maret 1990. Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No C2-1010.HT.01.01.Th
81
82 91 tanggal 22 maret 1991 dan telah diumumkan dalam Berita Negara No 61 Tanggal 30 Juli 1991, Tambahan No 2300. Ruang lingkup kegiatan perusahaan bergerak dalam bidang industri pengolahan biji cokelat menjadi kakao lemak dan kakao bubuk, industri pengolahan coklat dan produk-produk makanan dan minuman yang berhubungan dengan cokelat, pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan, menjalankan usaha-usaha dalam bidang perdagangan pada umumnya dan usaha jasa lainnya disektor bisnis tersebut kecuali jasa dalam bidang hukum dan pajak. Kegiatan usaha perusahaan pada saat ini adalah pengolahan biji cokelat menjadi kakao lemak dan kakao bubuk. Perusahaan berkedudukan di Jakarta dan pabriknya berlokasi di Tangerang, Banten. Perusahaan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1991.
2. PT Prashida Aneka Niaga Tbk (PSDN) Perseroan yang didirikan dengan Akta Pendirian nomor 7 pada tanggal 16 April 1974, semula bernama PT Aneka Bumi Asih dan berkedudukan di Palembang. Mendapat Pengesahan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman nomorY.A.5/358/23 tanggal 3 Oktober 1974 dan diumumkan dalam Berita Negara nomor 37 tanggal 10 Mei 1994, Tambahan nomor 2488. Dengan Akta nomor 39 tanggal 29 Desember 1993 tentangPerubahan Anggaran Dasar, Perseroan berganti nama menjadi PT Prasidha Aneka Niaga (PAN) dan telah mendapat Persetujuan Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan nomor C2-3792.HT.01.04.TH.94 tanggal 1 Maret 1994, yang diumumkan dalam Berita
83 Negara nomor 40 tanggal 20 Mei 1994 Tambahan nomor 2678. Dalam rangka melakukan Penawaran Umum, Perseroan merubah seluruh Anggaran Dasarnya dengan Akta nomor 127 tanggal 10 Mei 1994 dan telah mendapat Persetujuan Menteri Kehakiman melalui Surat Keputusan nomor C2-10.238.HT.01.04.TH.94 tanggal 5 Juli 1994 yang diumumkan dalam Berita Negara nomor 58 tanggal 21 Juli 1995 Tambahan nomor 6079. Dengan Persetujuan RUPS tanggal 27 Juni 2001 diputuskan saham Perseroan (kode PSDN) terhitung mulai tahun 2001 menyatakan keluar (Delist) dari pencatatan di Bursa Efek Surabaya. Setelah beberapa kali berubah, Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan terakhir dengan Akta nomor 10 tanggal 20 Oktober 2008. Perubahan Seluruh Anggaran Dasar ini untuk disesuaikan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 40 Tahun 2007 serta Peraturan Bapepam-LK nomor IX.J.1 Lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK nomor Kep-179/BL/2008 tanggal 14 Mei 2008. Perubahan mana telah mendapat Persetujuan
Menteri
Hukum
dan
Hak
Asasi
Manusia
nomor
AHU-97905.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 18 Desember 2008 dan terdaftar dalam Daftar Perseroan nomor AHU- 0123352.AH.01.09 Tahun 2008 tanggal 18 Desember 2008. Dalam Perubahan Anggaran Dasar ini, domisili Perseroan pindah dari Palembang ke Jakarta Selatan. Alamat kedudukan Perseroan sekarang di Plaza Sentral – Lantai 20, Jl. Jenderal Sudirman No. 47, Jakarta Selatan 12930. Adapun bidang usaha Perseroan dan Anak Perusahaan yang utama adalah pengolahan dan perdagangan hasil-hasil bumi seperti karet remah dan kopi.
84 3. PT Unitex Tbk (UNTX) Perusahaan didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967 berdasarkan akta Notaris Eliza Pondangm S.H. No. 25 tanggal 14 mei 1971. Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan Surat Keputusan No.JA.5/128/14 tanggal 30 Juli 1971 dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara No. 67 tanggal 20 Agustus 1971. Anggaran dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, perubahan terakhir dengan akta Notaris Tatyana Indrati Hasjim, S.H No. 32 tanggal 26 Juni 2008 mengenai, antara lain, penambahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perusahaan dan penyesuaian dengan undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perubahan tersebut telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik
Indonesia
dalam
Surat
Keputusan
No.
AHU-58488.AH.01.02.Tahun 2008 tanggal 3 September 2008. Perusahaan melakukan kegiatan pembuatan benang, tenunan dan kain berbahan baku campuran polyester dan kapas. Kantor Perusahaan dan pabriknya berlokasi di Ciawi, Bogor. Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1972.
4. PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI) PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk (“Perusahaan”) didirikan di Republik Indonesia berdasarkan akta notaris Ny. Rukmasanti Hardjasatya, S.H., No. 10 tanggal 14 April 1980, yang kemudian diubah dengan akta No. 1 tanggal 3 Juni 1980 dari notaris yang sama. Akta pendirian dan perubahannya tersebut disahkan
85 oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/303/16 tanggal 18 Juni 1980 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 89 Tambahan No. 855 tanggal 4 November 1980. Status Perusahaan kemudian diubah menjadi perusahaan yang didirikan dalam rangka Undang-undang
No.
6
tahun
1968
(yang
kemudian
diubah
dengan
Undang-undang No. 12 tahun 1970), tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan akta No. 13 tanggal 14 Juli 1980 oleh notaris yang sama dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/255/12 tanggal 19 Mei 1981, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 99 Tambahan No. 984 tanggal 11 Desember 1981. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan terutama bergerak dalam bidang industri pengolahan kayu terpadu; mendirikan dan menjalankan perusahaan dalam bidang pengembangan, eksploitasi hasil Hutan Alam dan Hutan Tanaman, usaha penebangan dan pengangkutan kayu; serta perdagangan impor/ekspor dan lokal. Pada saat ini, Perusahaan bergerak dalam kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Perusahaan memulai kegiatan komersialnya sejak tahun 1983. Kantor pusat Perusahaan terletak di Menara Bank Danamon, Lantai 19, Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. EIV/6, Mega Kuningan, Jakarta dan kantor pusat operasional dan pabriknya berlokasi di Kalimantan Timur.
86 5. PT Indo Acitama Tbk (SRSN) PT Indo Acidatama Tbk (Perusahaan) didirikan pada awalnya bernama PT Sarasa Nugraha Tbk berdasarkan Akta Notaris Sri Rahayu, SH, Notaris di Jakarta No. 5 tanggal 7 Desember 1982. Akta Pendirian ini disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
C2-1433.HT.01.TH.85 tanggal 18 Maret 1985. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir dengan Akta Notaris Fathiah Helmi, SH, Notaris di Jakarta, No. 36 tanggal 11 Juni 2008 untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas. Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
AHU-
85992.AH.01.02.Tahun 2008 tanggal 13 Nopember 2008. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi industri pakaian jadi, kimia dasar, kemasan dari plastik dan perdagangan ekspor dan impor. Perusahaan beralamat di Gedung Graha Kencana Suite 9A, Jl. Raya Perjuangan 88, Jakarta. Perusahaan memiliki tiga pabrik yang berlokasi di Cibodas, Balaraja dan Surakarta dengan alamat masing-masing Jl. Dipati Unus No. 48, Kabupaten Tangerang, Jawa Barat, Jl. Raya Serang Km, 24,5, Kabupaten Tangerang, Jawa Barat dan Jl. Raya Solo, Sragen Km 11 Desa Kemiri, Jawa Tengah. Pabrik Cibodas dan Balaraja telah dihentikan operasinya. Perusahaan memulai kegiatan komersil garmen sejak 1 Pebruari 1984 dan kimia sejak tahun 1989.
87 6. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (“Perusahaan”) didirikan di Indonesia pada tanggal 16 Januari 1985 berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo, S.H. No. 227. Akta pendirian tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C2-2876HT.01.01.Th.85 tanggal 17 Mei 1985, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 57, Tambahan No. 946 tanggal 16 Juli 1985. Anggaran dasar Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan, perubahan terakhir dengan akta notaris DR. Amrul Partomuan Pohan, S.H., LLM No. 7 tanggal 10 Mei 2011 antara lain mengenai, perubahan anggota dewan komisaris dan direksi Perusahaan. Perubahan tersebut telah diterima dan dicatat oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum No. AHU-AH.01.10-16394 tanggal 30 Mei 2011. Perusahaan
memulai
operasi
komersialnya
pada
tahun
1985.
Ruang lingkup kegiatan Perusahaan, antara lain, pabrikasi semen dan bahanbahan bangunan, pertambangan, konstruksi dan perdagangan. Saat ini, Kelompok Usaha bergerak dalam beberapa bidang usaha yang meliputi pabrikasi dan penjualan semen (sebagai usaha inti) dan beton siap pakai, serta tambang agregat dan trass. Kantor pusat Perusahaan berlokasi di Wisma Indocement Lantai 8, Jl. Jend. Sudirman Kav. 70-71, Jakarta. Pabriknya berlokasi di Citeureup - Jawa Barat, Palimanan - Jawa Barat, dan Tarjun - Kalimantan Selatan. .
88 7. PT Darya Varia Laboratoria Tbk (DVLA) PT Darya-Varia Laboratoria Tbk (“Perusahaan”) didirikan, dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 tahun 1968 jo. Undang-undang No.12 tahun 1970, berdasarkan akta notaris No.5 tanggal 5 Februari 1976 sebagaimana diubah dengan akta No.148 tanggal 30 April 1976 dibuat dihadapan notaris Abdul Latief, S.H. Akta ini disetujui Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No.Y.A.5/288/11 tanggal 28 Mei 1976 dan diumumkan dalam tambahan No.712 pada Berita Negara No. 92 tanggal 18 November 1977. Anggaran Dasar Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan, antara lain mengenai perubahan nama perusahaan menjadi PT Darya-Varia Labolatoria Tbk dan perubahan anggaran dasar perusahaan dalam rangka Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan terbatas dilakukan dengan akta notaris No. 107 tanggal 18 Juni 1997 dibuat di hadapan notaris Benny Kristianto, S.H. Perubahan anggaran dasar tersebut telah disetujui oleh Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No.C2-6441.HT.01.04.TH.97 tanggal 9 juli 1997 dan diumumkan dalam Tambahan No.4747 pada Berita Negara No. 81 tanggal 10 Oktober 1997. Perusahaan bergerak dalam bidang manufaktur, perdagangan, dan hasil distribusi produk-produk farmasi, produk-produk kimia yang berhubungan dengan farmasi, dan perawatan kesehatan. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1976. Pabrik dan kantor pusat Perusahaan masing-masing berlokasi di Bogor dan Jakarta.
89 8. PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk (BIMA) PT Primarindo Asia Infrastucture, Tbk. (Perusahaan) didirikan di Bandung berdasarkan Akta No. 7 tanggal 1 Juli 1988 dan Notaris Nany Sukarja, S. H. Akta Pendirian Perusahaan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C2-9967-HT.01.01.TH 1988 tanggal 31 Oktober 1988 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 53 tanggal 2 Juli 1991, tambahan No. 1851. Anggaran Dasar Perusahaan mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No. 16 tanggal 23 Juni 1999 dari Notaris Raharti Sudjardjati, SH. mengenai ketentuan jabatan komisaris dan direksi perusahaan. Akta perubahan ini telah disetujui oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia sesuai Surat keputusan No. C-1183-HT.01.04.TH.2000 tanggal 2 Pebruari 2000. Ruang lingkup kegiatan perusahaan meliputi bidang usaha infrastruktur dan industri. Perusahaan mulai berproduksi secara komersial pada tanggal 1 Oktober 1989. Kegiatan perusahaan dari sejak pendirian sampai saat ini meliputi industri alas kaki khususnya produksi sepatu olah raga dan yang berhubungan dengan pengolahan bahan-bahan dasar pembuatan sepatu olah raga tersebut. Perusahaan berdomisili di Jakarta dengan pabrik berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Kantor pusat perusahaan beralamat di Gedung Dana Pensiun - Bank Mandiri Lt. 3A jl. Tanjung Karang No.3-4 A, Jakarta. Jumlah karyawan perusahaan sebanyak 3.542 orang tahun 2011 dan sebanyak 3.765 orang tahun 2010. Perseroan bergerak di industri alas kaki, meliputi produksi dan pemasaran sepatu jenis sports/casual ke pasar lokal dan internasional.
90
9. PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU) PT Aneka Kemasindo Utama Tbk (“Perseroan”) yang berkedudukan di Tangerang didirikan pada tanggal 5 April 2001, berdasarkan Akta pendirian No. 6 yang dibuat dihadapan Notaris Ny. Sulami Mustafa, S.H. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. C-04522.HT.01.01.TH.2001, tanggal 1 Agustus 2001 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 67 tanggal 22 Agustus 2003. Pendirian Perseroan merupakan respons atas meningkatnya kebutuhan akan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), terutama dalam kemasan plastik yang sangat besar di pasar lokal. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 95 tanggal 18 Maret 2009 yang dibuat di hadapan Notaris Irawan Soerodjo, S.H., MSI, mengenai penyesuaian Anggaran Dasar Perseroan sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007. Akta ini telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
AHU-13473.AH.01.02.Tahun 2009 tanggal 16 April 2009 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 22 Tambahan No. 2630, tertanggal 15 Maret 2010. Perseroan bergerak di bidang industri kemasan plastik. Produk yang dihasilkan Perseroan pada saat ini meliputi gelas plastik (PP Cup) dan botol gallon (PC 5 Gallon). Perseroan memulai kegiatan operasi komersialnya pada bulan Agustus 2001, dengan produk gelas plastik dan botol galon.
91 Pelanggan dari produk-produk Perseroan terutama adalah distributor produk kemasan plastik serta produsen yang memproduksi minuman dalam kemasan, antara lain AMDK, sari buah (juice), sari kelapa, minuman berperasa dan kopi.
10. PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk (SAIP) Perusahaan didirikan pada tanggal 31 Agustus 1973, dalam lingkup Undang-undang penanaman modal dalam negeri No. 6 Tahun 1968, berdasarkan Akta Notaris Harsono Sutedjo, S.H., No.35 yang kemudian diubah dengan Akta No.1 tanggal 6 Januari 1975 dari Notaris yang sama. Akta pendirian tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. YA-5/26/21 tanggal 27 Januari 1975, dan diumumkan dalam Berita Negara No. 45, Tambahan No. 420 tanggal 4 Juni 1976. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta Notaris Wachid Hasyim, S.H., No. 24 tanggal 21 September 2011 sehubungan dengan peningkatan modal ditempatkan dan modal disetor perusahaan yang dilakukan melalui konversi hutang. Perubahan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-AH.01.10.30681 Tahun 2011 tanggal 27 September 2011. Ruang lingkup kegiatan perusahaan adalah dalam bidang industri kertas serta industri yang terkait dengan bidang tersebut. Perusahaan berkedudukan di Jalan Kedungdoro NO. 60, Surabaya, dengan lokasi pabrik di Driyorejo, Gresik, Jawa Timur.
92 11. PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) P.T. Mulia Industrindo Tbk (Perusahaan), didirikan berdasarkan akta No. 15 tanggal 5 Nopember 1986 dari Liliani Handajawati Tamzil S.H., notaris di Jakarta, kemudian diubah dengan akta No. 7 tanggal 6 Mei 1987 dari notaris yang sama. Anggaran dasar serta perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik
Indonesia
dalam
Surat
Keputusan
No.
C2-3936.HT.01.01.TH.87 tanggal 25 Mei 1987 dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 40 tanggal 18 Mei 1990. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta No. 95 tanggal 25 Juni 2008 dari Fathiah Helmi S.H., notaris di Jakarta, sehubungan dengan penyesuaian terhadap Undang-Undang No. 40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusannya No. AHU-83795.AH.01.02.tahun 2008 tanggal 11 Nopember 2008. Perusahaan berdomisili di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Kantor pusat grup Perusahaan beralamat di Wisma Mulia Lt. 53, Jl. Gatot Subroto No. 42 Kuningan Barat Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi perdagangan atas hasil produksi entitas anak. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1990.
93
12. PT Sumi Indo Kabel Tbk (IKBI) PT Sumi Indo Kabel Tbk. (Perusahaan) didirikan pada tanggal 23 Juli 1981 berdasarkan Akta Notaris Chusu Nuduri Atmadiredja No. 121, wakil notaris di Tangerang, dengan nama PT Industri Kawat Indonesia. Perusahaan mengubah namanya menjadi PT IKI Indah Kabel Indonesia berdasarkan Akta Notaris Lieke Lianadevi Tukgali, S.H., No. 67 tanggal 19 Maret 1982. Akta pendirian dan perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. Y.A.5/289/18 tanggal 30 April 1982 serta didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang dengan No. 23/PN/TNG/1982 tanggal 24 Mei 1982. Permohonan Perusahaan untuk mengubah status Perusahaan menjadi perusahaan patungan Penanaman Modal Asing sesuai dengan Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967 (yang telah diubah dengan Undang-undang No. 11 Tahun 1970) disetujui oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan Surat No. 49/V/PMA/1994 tanggal 3 November 1994, yang diubah dengan Surat No. 35/III/PMA/1995 tanggal 30 Januari 1995. Ruang lingkup
kegiatan
usaha
Perusahaan
adalah
memproduksi
konduktor, kabel listrik, kabel kontrol dan kabel telekomunikasi. Perusahaan beserta pabriknya berlokasi di Desa Pasir Jaya, Tangerang. Perusahaan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1981. Hasil produksi Perusahaan dipasarkan di pasar lokal dan ekspor, dengan proporsi antara penjualan lokal dan ekspor untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2012 masing-masing sebesar 32% dan 68%.
94
13. PT Beton Jaya Manunggal Tbk (BTON) PT Betonjaya Manunggal Tbk. (Perusahaan) didirikanpada tanggal 27 Februari 1995 dengan akta No. 116 dari Suyati Subadi, SH., notaris di Gresik. Akta pendirian tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusannya No. C2-10.173.HT.01.01.th.95 tanggal 16 Agustus 1995, serta diumumkan dalam Berita Negara No. 18 Tanggal 1 Maret 1996, Tambahan No. 9609a. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta notaris No. 24 tanggal 23 Juli 2010 dari Dian Silviyana Khusnarini, SH., notaris di Surabaya, dalam rangka penyesuaian dengan undang - undang No. 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Akta perubahan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. AHU- 21994.AH.01.02.Tahun 2011 tanggal 3 Mei 2011 Kantor pusat dan pabrik Perusahaan beralamat di Jl. Raya Krikilan No. 434, Km 28 Driyorejo - Gresik, Jawa Timur. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan terutama meliputi bidang industri besi dan baja. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Mei 1996 dan saat ini bergerak dalam bidang industri besi beton yang dipasarkan di dalam negeri.
95 14. PT Jakarta Kyoei Steel Work Tbk (JKSW) PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (dahulu PT Jakarta Kyoei Steel Tbk) (“Perusahaan”), berkedudukan di Jakarta Indonesia didirikan berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing Republik Indonesia No. I Tahun 1976, yang diubah dengan Undang-undang Penanaman Modal Asing Republik Indonesia No. 11 tahun 1970, berdasarkan akta Notaris Fransiscus Jacobus Mawati, S.H, No. 4 tanggal 7 Januari 1974 dengan nama “PT Jakarta Kyoei Steel Works Limited”. Akta pendirian perusahaan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/125/25 tanggal 30 April 1975 dan diumumkan dalam Berita Negara No.89 tanggal 7 November 1975, Tambahan No. 635. Berdasarkan surat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing No. 25/V/1985 tanggal 30 Desember 1985, status Perusahaan berubah dari Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 19668 jo Undang-undang No. 12 Tahun 1970. Ruang lingkup kegiatan perusahaan meliputi pembuatan (industri) dan perdagangan besi beton. Kantor pusat dan lokasi utama pabrik perusahaan terletak di Jl.Rawa Terate II No. I Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Indonesia.
15. PT Cahaya Kalbar Tbk (CEKA) PT Cahaya Kalbar Tbk (“Perusahaan”) dahulu bernama CV Thahaja Kalbar di Pontianak berdasarkan Akta No. 1 tanggal 3 Februari 1968 yang dibuat di hadapan Mochamad Damiri, Notaris di Pontianak. Badan hukum perusahaan
96 berubah menjadi Perseroan Terbatas berdasarkan Akta Pendirian Perusahaan tanggal 9 Desember 1980 No.49 yang dibuat di hadapan Mochamad Damiri, Notaris di Pontianak. Anggaran Dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan yang tertuang dalam akta Tomy Tjoa Keng liet, S.H. dan Mochamad Damiri, keduanya Notaris di Pontianak. Akta-akta tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-1390.HT.01.01.TH.88 tanggal 17 Februari 1988. Akta-akta tersebut telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pontianak No.19/PT.Pendaf/95 tanggal 31 Juli 1995 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 27 Oktober 1995 No. 86, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No.8884 Ruang lingkup kegiatan usaha Perusahaan meliputi bidang industri makanan berupa industri minyak nabati dan minyak nabati spesialitas, termasuk perdagangan umum termasuk impor dan ekspor. Perusahaan mulai beroperasi komersial pada tahun 1971. Kantor pusat perusahaan terletak di Kawasan Industri Jababeka II, Jl. Industri Selatan 3 Blok GG No. 1, Cikarang Bekasi 17550, Jawa Barat. Lokasi pabrik perusahaan terletak di Kawasan industri Jababeka, Cikarang, Jawa Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat.
16. PT Ever Shine Textile Industry Tbk (ESTI) PT Ever Shine Tex Tbk (Perusahaan) didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968 dengan nama PT Ever Shine Textile Industry pada tanggal 11 Desember 1973
97 berdasarkan akta notaris Kartini Muljadi, S.H., No. 82, yangkemudian diubah dengan akta No. 14 tanggal 4 Februari 1974 dan No. 33 tanggal 10 Januari 1975 dari notaris yang sama. Akta pendirian ini beserta perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam surat keputusan No. Y.A.5/22/3 tanggal 25 Januari 1975 dan diumumkan dalam Berita Negara No. 53, Tambahan No. 319 tanggal 4 Juli 1975. Anggaran dasar Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan akta notaris Leolin Jayayanti, S.H., No. 1 tanggal 7 Juli 2008 mengenai perubahan anggaran dasar Perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Perubahan anggaran dasar ini telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam surat keputusan No. AHU-0061168.AH.01.09 tanggal 18 Juli 2008 dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.28 tanggal 7 April 2009 Tambahan No.9720. Ruang lingkup kegiatan usaha Perusahaan meliputi industri dan perdagangan. Perusahaan bergerak dalam kegiatan usaha industri tekstil. Kantor pusat dan pabriknya berlokasi di Ciluar, Kedung Halang, Bogor. Anak Perusahaannya, yang berkedudukan di Tangerang, bergerak dalam kegiatan usaha yang sama dengan Perusahaan. Perusahaan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1975.
98
17. PT Schering Plough Indonesia Tbk (SCPI) Perusahaan yang pertama kalinya dibentuk dengan nama PT Essex Indonesia, didirikan pada tanggal 1 November 1972, merupakan usaha patungan antara Schering Corporation, sebuah perusahaan internasional yang bergerak dalam bidang farmasi berdasarkan penelitian, yang berkantor pusat di Amerika Serikat dengan seorang pengusaha swasta Indonesia. Pada tahun 1974, Schering Corporation, rekanan Indonesia dan Plough Inc., sebuah perusahaan produk konsumen di Amerika Serikat, menambahkan sejumlah modal untuk membiayai konstruksi pabrik di Pandaan, Jawa Timur, yang mengawali produksi komersil produk-produk farmasi di tahun 1975. Pada tahun 1978, para rekanan menambahkan modal lagi untuk menyelesaikan konstruksi pabrik tersebut, membiayai modal kerja dan membayar hutanghutang. Pada tahun 1989, dibuat perjanjian antara Schering A.G. dari Berlin Barat, Jerman Barat dan Schering- Plough Corporation dari New Jersey, Amerika Serikat (dua perusahaan yang berbeda dan tidak berkaitan satu sama lain), di mana Schering-Plough Corporation memiliki hak untuk menggunakan nama Schering-Plough di hampir semua negara kecuali beberapa negara tertentu. Sebagai akibat dari perjanjian tersebut, PT Essex Indonesia mengubah namanya menjadi PT Schering-Plough Indonesia di bulan Juni 1990. Pada bulan Nopember 2007, Schering-Plough Corporation mengakuisisi Organon BioScience (OBS) dan efektif 1 Januari 2009, PT. Schering-Plough Indonesia Tbk mulai menjual produk-produk OBS di Indonesia. Pada 3 Nopember 2009, Merck & Co., Inc dan Schering-Plough Corporation bergabung. Dalam
99 penggabungan tersebut Schering-Plough mengakuisisi seluruh saham Merck & Co., Inc., yang seluruhnya menjadi anak perusahaan Schering- Plough dan diganti namanya menjadi Merck Sharp & Dohme Corp. Schering-Plough berlanjut sebagai perusahaan publik dan diganti namanya menjadi Merck & Co., Inc. Tidak ada dampak hukum pada entitas PT Schering-Plough Indonesia Tbk atas penggabungan ini karena tidak ada perubahan pada komposisi pemegang sahamnya.
18. PT Titan Kimia Nusantara Tbk (FPNI) PT Titan Kimia Nusantara Tbk (Perusahaan), didirikan di Republik Indonesia dengan nama P.T. Indofatra Plastik Industri berdasarkan Akta Notaris Rukmasanti Hardjasatya, S.H., No. 19 tanggal 9 Desember 1987 dan kemudian berganti nama menjadi PT Fatrapolindo Nusa Industri berdasarkan Akta No. 53 tanggal 18 Juli 1988 dari notaris yang sama. Akta pendirian beserta perubahannya tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2-6603.HT.01.01. TH.88 tanggal 30 Juli 1988, dan diumumkan dalam Berita Negara No. 80, Tambahan No. 3831 tanggal 5 Oktober 1990. Sebagai akibat dari perubahan status Perusahaan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka, berdasarkan Akta Notaris Fathiah Helmi, S.H., No. 7 tanggal 8 Maret 2001 Perusahaan mengganti namanya menjadi, PT Fatrapolindo Nusa Industri Tbk. Perubahan ini disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C- 5565.HT.01.04.TH.01 tanggal 23 April 2001, dan diumumkan dalam Berita Negara No. 98, Tambahan No. 7972 tanggal 7 Desember 2001. Perusahaan
100 mengganti namanya menjadi P.T. Titan Kimia Nusantara Tbk., berdasarkan Akta Notaris Sutjipto, S.H., M.Kn. No.164 tanggal 31 Maret 2008. Perubahan ini disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Surat Keputusan No. AHU-18208.AH.01.02. TH 2008 tanggal 11 April 2008, dan diumumkan dalam Berita Negara No. 91, Tambahan No. 23096 tanggal 11 November 2008. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No. 80 tanggal 13 Pebruari 2009 dari Notaris Aulia Taufani, S.H., mengenai penyesuaian Anggaran Dasar Perusahaan ke Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas dan Peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.J.1. Akta perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Surat Keputusannya No. AHU-AH.01.10-03355 tanggal 8 April 2009. Perusahaan berkedudukan di Jakarta dan beralamat kantor di Gedung Setiabudi 2,Lantai 3 Suite 306-307, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Jakarta Selatan. Perusahaan bergerak di bidang industri plastik lembaran dan perdagangan besar, terutama dalam bidang perdagangan besar (distributor utama) dan impor, perubahan ini telah memperoleh persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. AHU-10683.AH.01.02 tahun 2011 tanggal 2 Maret 2011 dan sedang dalam proses untuk diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1990.
101 19. PT Indofarma Tbk (INAF) PT Indonesia Farma Tbk, disingkat dengan PT Indofarma (Persero) Tbk dan selanjutnya disebut “Perusahaan” didirikan berdasarkan akta No. 1 tanggal 2 Januari 1996 dan diubah dengan akta No. 134 tanggal 26 Januari 1996 keduanya dari Notaris Sutjipto, SH. Akta pendirian ini telah disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. C2-2122.HT.01.01.TH.96 tanggal 13 Pebruari 1996 dan diumumkan dalam Berita Negara No. 43 tanggal 28 Mei 1996, Tambahan No. 4886. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta No. 13 tanggal 20 Pebruari 2001 dari Notaris Imas Fatimah, SH mengenai peningkatan modal dasar. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.C1382.HT.01.04.Th 2001 tanggal 23 Pebruari 2001. Maksud dan tujuan pendirian Perusahaan adalah melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang farmasi, diagnostik, alat kesehatan, serta industri produk makanan, dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Kantor dan lokasi pabrik Perusahaan terletak di jalan Indofarma No. 1, Cibitung, Bekasi. Perusahaan mulai berproduksi secara komersial tahun 1983. Hasil produksi Perusahaan dipasarkan di dalam dan di luar negeri.
102 20. PT Lionmesh Prima Tbk (LMSH) PT Lionmesh Prima Tbk (“Perseroan”) semula bernama PT Lion Weldmesh Prima, didirikan di Jakarta pada tanggal 14 Desember 1982 dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), bergerak dalam bidang industri jaring kawat baja las. Pada tahun 1990 Perseroan memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk menjual sebagian sahamnya ke masyarakat melalui Penawaran Umum sejumlah 600.000 saham. Perseroan juga telah mencatatkan seluruh sahamnya yang telah ditempatkan dan disetor penuh di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (Company Listing) pada tanggal 5 Nopember 1990. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan antara lain meliputi industri besi kawat seperti weldmesh dan sejenisnya dan steel fabrication. Saat ini, Perusahaan hanya bergerak dalam usaha manufaktur weldmesh. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1984. Perusahaan dan salah satu dari dua pabriknya berkedudukan di Jalan Raya Bekasi, Km. 24,5, Cakung, Jakarta Timur sedangkan pabrik yang lain terletak di Jalan Flamboyan Desa Siring, Sidoarjo, Jawa Timur.
21. PT Kedaung Indah Can Tbk (KICI) PT Kedaung Indah Can Tbk (“Entitas”) didirikan dalam rangka UndangUndang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 tahun 1970, berdasarkan akta notaris No. 37 tanggal 11 Januari 1974 dari Julian Nimrod Siregar Gelar Mangaraja Namora, S.H., notaris di Jakarta. Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan
103 Surat keputusan No. Y.A.5/239/18, tanggal 24 Juli 1975 serta diumumkan dalam Berita Negara No. 27 tanggal 2 April 1976, Tambahan No.237. Entitas berdomisili di Jalan Raya Rungkut No. 15-17, Surabaya dengan pabrik berlokasi di tempat yang sama. Entitas tergabung dalam kelompok usaha Kedaung Grup. Adapun ruang lingkup kegiatan Entitas terutama meliputi industri perlatan dapur dari logam dan produk sejenis serta industri kaleng dan produk sejenis.
22. PT Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI) Sejarah kesuksesan Perseroan tidak dapat dilepaskan dari sejarah Keluarga Almarhum Bapak Noto Suhardjo Wibisono selaku pendiri Perseroan. Pada tahun 1965 Almarhum Bapak Noto Suhardjo Wibisono memulai usaha pertama kali sebagai penjual peralatan rumah tangga. Usaha ini dimulai dari sebuah toko yang bernama UD. KITA dan berlokasi di Jalan Songoyudan No. 44, Surabaya. Dengan berkembangnya UD. KITA, pada tahun 1973 Almarhum Bapak Noto Suhardjo Wibisono bersama - sama dengan Bapak Agus Nursalim dari Kedaung Group Jakarta mendirikan PT Kedawung Setia Industrial Ltd. Di Jalan Warugunung Karangpilang – Surabaya yang bergerak di bidang industri utama peralatan rumah tangga berlapis enamel. Saat ini Perseroan menempati areal di Jalan Mastrip No. 862, Warugunung - Karangpilang, Surabaya dengan luas tanah 224.988 M2. Selain memiliki usaha inti manufaktur dibidang peralatan rumah tangga berlapis enamel, Perseroan juga mengembangkan usahanya dengan memproduksi tikar plastik dari bahan biji plastik polypropylene. Entitas Anak PT Kedawung
104
Setia Corrugated Carton Box Industrial berada di satuareal dengan Perseroan dan menempati luas tanah 124.169 M2, serta telah berkembang menjadi salah satu perusahaan besar dalam industrikotak karton gelombang di Indonesia .
23. PT Budi Acid Jaya Tbk (BUDI) PT Budi Acid Jaya Tbk (Perusahaan), didirikan berdasarkan Akta No. 15 tanggal 15 Januari 1979 dari Henk Limanow, S.H., notaris di Jakarta. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No YA5/279/11 tanggal 12 September 1979 dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 12 tanggal 8 Februari 1980, Tambahan No. 67 Anggaran Dasar Perusahaan telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan Akta No. 04 tanggal 9 Januari 2009 dari Ny. Kartuti Suntana S., S.H., notaris di Jakarta, mengenai perubahan seluruh Anggaran Dasar untuk disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perubahan Akta Pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi
Manusia
Republik
Indonesia
dalam
Surat
Keputusan
No. AHU-06226AH0102 Tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009. Perusahaan dan anak perusahaan (selanjutnya disebut Grup) didirikan dan menjalankan usahanya di Indonesia. Perusahaan tergabung dalam kelompok usaha Sungai Budi. Kantor pusat perusahaan berlokasi di Wisma Budi lantai 8-9, Jalan HR.Rasuna Said Kav C-6, Jakarta. Lokasi pabrik perusahaan di Subang, Lampung, Jambi, dan Surabaya. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada bulan Januari 1981.
105 Ruang lingkup kegiatan perusahaan terutama meliputi bidang manufaktur bahan kimia dan produk makanan, termasuk produk turunan yang dihasilkan dari ubi kayu, ubi jalar, kelapa sawit, kopra dan produk pertanian lainnya dan industri lainnya khususnya industri plastik. Saat ini, perusahaan bergerak dalam pembuatan dan penjualan tepung tapioka, glukosa dan fruktosa, asam sitrat, karung plastik, asam sulfat dan bahan-bahan kimia lainnya.
24. PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN) PT Multi Prima Sejahtera Tbk (“Perusahaan”) d/h Lippo Enterprise Tbk didirikan pada tanggal 7 Januari 1982 berdasarkan akta No 9 dari notaris Misahardi wilamarta, S.H. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2 302.H.T.01.01-TH.84 tanggal 14 Januari 1984 dan diumumkan dalam lembaran Berita Negara No. 82, tambahan No. 2417 tanggal 13 Oktober 1989. Anggaran Dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta No. 137 tanggal 27 Juni 2001 dari Notaris yang sama, sehubungan dengn antara lain, perubahan nama perusahaan menjadi PT Multi Prima Sejahtera Tbk. Akta perubahan ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam Surat Keputusan No. C-02583 HT.01.04.TH.2001 tnggal 28 Juni 2001 dan diumumkan dalam lembaran Berita Negara No. 8217, Tambahan No. 100 tanggal 14 Desember 2001. Ruang lingkup perusahaan meliputi manufaktur busi dan suku cadang kendaraan bermotor, perdagangan barang-barang hasil produksi sendiri dan atau perusahaan mempunyai hubungan berelasi, penyertaan dalam perusahaan-
106 perusahaan dan atau badan hukum lain. Perusahaan mulai beroperasi komersial pada tahun 1987. perusahaan berkedudukan di Karawaci Office Park Blok M No 39-50 Lippo Karawaci, tangerang sedangkan pabriknya berlokasi di Jl.Kabupaten No.454, Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunung Putri, Bogor Jawa Barat.
4.1.2
Gambaran Disclosure Level pada Perusahaan Manufaktur Pada penelitian ini, Disclosure Level (DL) merupakan variabel independen
pertama (X1). Menurut Tanor (2009), Disclosure adalah tingkat pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan. Adapun rumus menghitung Disclosure Level adalah :
Disclosure Level
=
Jumlah skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum
(Sumber : Cooke, 1992 dalam Hossain 2008)
Untuk mengetahui Disclosure Level (DL) perusahaan yang menjadi sampel penelitian, dapat dilihat tabel 4.1 berikut ini :
107
TABEL 4.1 DISCLOSURE LEVEL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR PERIODE TAHUN 2007-2011
No Perusahaan
1.
DAVO
2.
PSDN
3.
UNTX
4.
SULI
5.
SRSN
6.
INTP
Tahun
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah skor disclosure yang dipenuhi 24 24 24 24 24 28 28 28 28 29 28 28 28 29 29 31 31 31 31 32 28 28 28 28 29 28 28 28 28 28
Jumlah Skor Maksimum
Disclosure Level
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,878788 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,969697 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485
108
7.
DVLA
8.
BIMA
9.
AKKU
10.
SAIP
11.
MLIA
12.
IKBI
13.
BTON
14.
JKSW
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010
33 33 33 33 33 28 28 28 28 29 28 28 28 28 30 29 29 29 29 29 28 28 28 28 29 30 30 30 30 30 28 28 28 30 30 25 25 25 25
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
1 1 1 1 1 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,909091 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,909091 0,909091 0,909091 0,909091 0,909091 0,848485 0,848485 0,848485 0,909091 0,909091 0,757576 0,757576 0,757576 0,757576
109
15.
CEKA
16.
ESTI
17.
SCPI
18.
FPNI
19.
INAF
20.
LMSH
21.
KICI
2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008
25 28 28 28 28 28 31 31 31 31 30 28 28 28 28 28 27 27 27 27 27 31 31 31 31 31 29 29 29 29 29 24 24 24 24 24 31 31
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
0,757576 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,909091 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,939394 0,939394
110
22.
KDSI
23.
BUDI
24.
LPIN
2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
31 31 31 32 32 32 32 32 27 27 27 27 27
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
0,939394 0,939394 0,939394 0,969697 0,969697 0,969697 0,969697 0,969697 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2013)
4.1.3
Gambaran Audit Lag pada Perusahaan Manufaktur Pada penelitian ini, Audit Lag (ALAG) merupakan variabel independen
kedua (X2). Menurut Subyekti dan Widiyanti (2004) menyatakan bahwa audit lag merupakan perbedaan antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan yang mengindikasikan lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor. Variabel ini dihitung dengan menggunakan jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit (Januarti, 2009). Adapun batas maksimum dari penyampaian laporan keuangan tahunan suatu entitas yang disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim adalah 90 hari atau pada akhir bulan ketiga (Sumber : Lampiran Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor : Kep-36/PM/2003, 30 September 2003).
111
Untuk mengetahui Audit Lag (ALAG) perusahaan yang menjadi sampel penelitian, dapat dilihat tabel 4.2 berikut ini :
TABEL 4.2 AUDIT LAG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR PERIODE TAHUN 2007-2011
No
Kode
Audit Lag ( Dalam Hari )
Perusahaan
2007
2008
2009
2010
2011
1.
DAVO
24
114
64
54
70
2,
PSDN
84
65
64
69
71
3.
UNTX
85
80
81
84
75
4.
SULI
77
47
69
105
80
5.
SRSN
85
73
67
80
89
6.
INTP
42
63
62
70
72
7.
DVLA
60
49
48
59
46
8.
BIMA
88
84
85
75
72
9.
AKKU
80
85
83
88
88
10.
SAIP
77
69
71
73
79
11.
MLIA
77
75
74
80
86
12.
IKBI
78
51
53
62
146
13.
BTON
75
77
64
70
81
14.
JKSW
74
85
90
88
88
15.
CEKA
37
30
64
74
72
16.
ESTI
72
77
76
75
76
17.
SCPI
59
59
90
70
86
18.
FPNI
64
60
56
56
59
19.
INAF
88
79
84
85
80
20.
LMSH
70
75
65
63
82
112
21.
KICI
75
62
62
68
67
22.
KDSI
63
76
71
70
45
23.
BUDI
87
84
82
80
82
24.
LPIN
60
89
89
90
87
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2013)
4.1.4 Gambaran
Opini
Audit
Going
Concern
pada
Paerusahaan
Manufaktur Pada penelitian ini, Opini audit Going Concern merupakan variabel dependen (Y). Rahayu (2007) mengemukakan bahwa opini audit going concern menunjukkan auditor memiliki kesangsian mengenai kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang. Pengukuran opini audit going concern dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variabel Dummy dimana kode 1 untuk auditee yang menerima opini audit going concern dan kode 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern (Entarto, (2006) dalam Dedi Kristianto (2008)). Untuk mengetahui perusahaan yang menjadi sampel penelitian mana saja yang mendapatkan opini audit going concern atau opini audit non going concern, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
113 TABEL 4.3 OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR PERIODE TAHUN 2007-2011
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Kode Perusahaan DAVO PSDN UNTX SULI SRSN INTP DVLA BIMA AKKU SAIP MLIA IKBI BTON JKSW CEKA ESTI SCPI FPNI INAF LMSH KICI KDSI BUDI LPIN
2007 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2013)
Opini Audit 2008 2009 2010 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
2011 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
114
4.2
Pembahasan Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan pembahasan mengenai
beberapa masalah penelitian yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Bagaimana Disclosure Level pada perusahaan manufaktur 2. Bagaimana Audit Lag yang terjadi di perusahaan manufaktur 3. Seberapa besar tingkat penerimaan Opini audit Going Concern pada perusahaan manufaktur 4. Apakah Disclosure Level berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur 5. Apakah Audit Lag berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur 6. Apakah Disclosure Level dan Audit Lag berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur
4.2.1
Analisis Disclosure Level pada Perusahaan Manufaktur
Adapun gambaran mengenai hasil nilai statistik deskriptif dari variabel Disclosure level dengan menggunakan bantuan dari PASW (Predictive Analysis Software) versi 18.0 for windows dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
115
TABEL 4.4 STATISTIK DESKRIPTIF DISCLOSURE LEVEL
Penjelasan Disclosure level N
Valid
120
Missing
0
Mean
.8666667
Standar Deviasi
.06842824
Minimum
.72727
Maximum
1.00000
Pada tabel 4.4 terlihat bahwa nilai rata-rata disclosure level (DL) adalah 0.8666667 (86,67%) dengan nilai minimum 0.72727 (72,73%) dan nilai maksimum 1 (100%). Didalam menentukan apakah laporan keuangan tahunan suatu entitas memiliki tingkat pengungkapan yang baik atau kurang baik dapat dihitung dengan cara menentukan persentase nilai tengah (median) disclosure level melalui perhitungan sebagai berikut : Persentase tertinggi + Persentase Terendah = 100% + 72,73% = 86,37% (0,8637) 2
2
Dari perhitungan kriteria diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 120 perusahaan sampel yang diteliti, hanya 54 perusahaan sampel yang memiliki persentase nilai disclosure level diatas nilai median (DL>0,8637) yang menunjukkan bahwa entitas tersebut telah mengungkapkan informasi keuangan maupun non keuangan yang dinilai cukup (adequacy), wajar (fair), penuh/lengkap
116 (full) dan sisanya sebanyak 66 perusahaan sampel memiliki persentase nilai disclosure level dibawah nilai median (DL<0,8637) yang menunjukkan bahwa entitas tersebut kurang cukup didalam pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangannya serta penyajian informasinya terkesan kurang lengkap dan kurang relevan. Pada tabel 4.4 juga dapat dilihat bahwa nilai minimum dari disclosure level yang diungkapkan perusahaan sampel pada penelitian ini adalah sebesar 0,727273. Tingkat pengungkapan minimum tersebut terjadi pada PT Davomas Abadi Tbk dan PT Kedaung Indah Can Tbk. Sedangkan, untuk nilai maksimum dari disclosure level yang diungkapan perusahaan sampel pada penelitian ini adalah sebesar 1 yang berarti seluruh item dalam tabel disclosure items telah diungkapakan perusahaan tersebut. Adapun nama perusahaan sampel yang mengungkapkan seluruh disclosure items adalah PT Darya Varia Laboratoria. Disclosure level pada setiap perusahaan sampel dalam penelitian ini dapat dikatakan cenderung stabil atau konstan, akan tetapi ada beberapa perusahaan sampel yang mengalami peningkatan pengungkapan dari tahun ke tahun diantaranya : 1. PT Prashida Aneka Niaga Tbk, PT Indo Acitama Tbk, PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk dan PT Mulia Industrindo yang mengalami kenaikan nilai Disclosure level pada tahun 2011, yakni dari 0,848485 di tahun 2010 menjadi 0,878788 di tahun 2011.
117
2. PT Unitex Tbk, mengalami kenaikan nilai Disclosure level pada tahun 2010, yakni dari 0,848485 di tahun 2009 menjadi 0,878788 di tahun 2010 dan tetap stabil hingga tahun 2011. 3. PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, mengalami kenaikan nilai Disclosure level pada tahun 2011, yakni dari 0,939394 di tahun 2010 menjadi 0,969697 di tahun 2011. 4. PT Alam Karya Unggul Tbk, mengalami kenaikan nilai Disclosure level pada tahun 2011, yakni dari 0,848485 di tahun 2010 menjadi 0,909091 di tahun 2011. Berbeda halnya dengan PT Beton Jaya Manunggal Tbk yang mengalami peningkatan nilai pengungkapnnya lebih cepat satu tahun dari PT Alam Karya Unggul Tbk yakni pada tahun 2010. Selain dari perusahaan sampel yang mengalami peningkatan pengungkapan dari tahun ke tahun, terdapat satu perusahaan sampel dalam penelitian ini yang justru mengalami penurunan nilai Disclosure level yaitu PT Ever Shine Textile Industry Tbk. Perusahaan tersebut mengalami penurunan nilai Disclosure level pada tahun 2011 yakni dari 0,939394 menjadi 0,909091.
4.2.2
Analisis Audit Lag pada Perusahaan Manufaktur
Adapun gambaran mengenai hasil nilai statistik deskriptif dari variabel Audit Lag dengan menggunakan bantuan dari PASW (Predictive Analysis Software) versi 18.0 for windows dilihat pada tabel 4.5 berikut ini :
118 TABEL 4.5 STATISTIK DESKRIPTIF AUDIT LAG
Penjelasan Audit Lag N
Valid Missing
Mean Standar Deviasi
120 0 73.08 15.559
Minimum
24
Maximum
146
Pada tabel 4.5 diatas terlihat bahwa nilai rata-rata audit lag (ALAG) adalah sebesar 73.08 dengan nilai minimum 24 hari dan nilai maksimum 146 hari. Berdasarkan kriteria audit lag yang telah ditentukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dari 120 perusahaan sampel yang diteliti, terdapat 117 perusahaan sampel yang memiliki waktu audit lag kurang atau sama dengan 90 hari (ALAG≤90 Hari), yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunannya tepat waktu. Sedangkan sisanya sebanyak 3 perusahaan sampel yang memiliki waktu audit lag lebih dari 90 hari (ALAG>90 Hari), yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tidak dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunannya tepat waktu dalam artian terjadi keterlambatan pempublikasian annual report. Hal ini menunjukkan sampel tersebut melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM atau perusahaan sampel tidak tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangan.
119 Pada tabel 4.5 juga dapat terlihat bahwa lamanya waktu audit lag yang dibutuhkan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2007-2011 mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Perkembangan audit lag yang paling mencolok diantara 24 perusahaan sampel pada penelitian ini terlihat pada tiga perusahaan sampel diantaranya PT Davomas Abadi Tbk, PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk dan PT Sumi Indo Kabel. Lamanya waktu audit lag yang dibutuhkan pada PT Davomas Abadi Tbk mengalami keterlambatan yang sangat signifikan di tahun 2008 yaitu 90 hari (dari 24 hari pada tahun 2007 menjadi 114 hari di tahun 2008). Akan tetapi pada tahun 2009, PT Davomas Abadi Tbk mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam hal lamanya waktu publikasi laporan keuangan tahunannya yaitu yang semula 114 hari menjadi 64 hari yang menandakan bahwa waktu audit lag PT Davomas Abadi Tbk di tahun 2009 tidak melewati batas maksimum waktu penyampaian laporan keuangan tahunan yang ditetapkan BAPEPAM. Perkembangan audit lag yang paling mencolok lainnya terlihat pula pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk yang mengalami perbaikan dalam hal waktu pempublikasian laporan keuangan tahunan disertai laporan akuntan dengan pendapat yang lazim di tahun 2008 yakni lebih cepat 30 hari dibandingkan tahun sebelumnya (dari 77 hari menjadi 47 hari). Hal tersebut berbanding terbalik dengan PT Sumi Indo Kabel Tbk yang justru mengalami penurunan dalam hal ketepatan waktu publikasi laporan keuangan tahunanya, dimana pada tahun 2010 lamanya waktu audit lag yang dibutuhkan PT Sumi Indo Kabel Tbk adalah 62 hari yang kemudian di tahun 2011 menjadi 146 hari. Hal tersebut
120 mengindikasikan bahwa PT Sumi Indo Kabel Tbk mengalami keterlambatan 84 hari dari batas maksimum waktu penyampaian laporan keuangan tahunan yang ditetapkan BAPEPAM yakni 90 hari setelah akhir periode akuntansi. Hal lainnya yang dapat terlihat pada tabel 4.6 diatas adalah terdapat beberapa perusahaan sampel yang mengalami waktu audit lag yang stabil atau konstan dalam dua periode berturut-turut diantaranya : 1. PT Alam Karya Unggul Tbk dan PT Jakarta Kyoei Steel Work Tbk, pada tahun 2010 dan 2011 membutuhkan waktu 88 hari untuk dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunan beserta laporan akuntan dengan opini auditor kepada BAPEPAM. 2. PT Schering Plough Indonesia Tbk, pada tahun 2007 dan 2008 membutuhkan waktu 59 hari untuk dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunan beserta laporan akuntan dengan opini auditor kepada BAPEPAM. 3. PT Titan Kimia Nusantara Tbk, pada tahun 2009 dan 2010 membutuhkan waktu 56 hari untuk dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunan beserta laporan akuntan dengan opini auditor kepada BAPEPAM. 4. PT Kedaung Indah Can Tbk dan PT Multi Prima Sejahtera yang pada tahun 2008 dan 2009 membutuhkan waktu 62 hari dan 89 hari untuk dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunan beserta laporan akuntan dengan opini auditor kepada BAPEPAM.
121 4.2.3
Analisis Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur
Adapun gambaran mengenai hasil nilai statistik deskriptif opini audit Going Concern dengan menggunakan bantuan dari PASW (Predictive Analysis Software) versi 18.0 for windows. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :
TABEL 4.6 STATISTIK DESKRIPTIF OPINI AUDIT GOING CONCERN
Penjelasan Opini Audit Going Concern N
Valid Missing
Mean Standar Deviasi
120 0 .28 .453
Minimum
0
Maximum
1
Pada tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata opini audit going concern sebesar 0.28 (28%). Hal ini mengindikasikan bahwa dari 120 perusahaan sampel yang diteliti, terdapat 34 perusahaan sampel menerima opini audit going concern (GC) , dan 86 perusahaan sampel menerima opini audit non going concern (NGC). Jadi dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan, mayoritas perusahaan sampel (72% dari keseluruhan perusahaan sampel yang diteliti) memperoleh opini audit non going concern (NGC) yang berarti mempunyai
122 kondisi keuangan yang baik sehingga mampu mempertahankan kegiatan usahanya (going concern) atau dapat dikatakan jauh dari arah likuidasi. Pada tabel 4.6 diatas juga dapat terlihat bahwa terdapat enam perusahaan sampel yang menerima opini audit going concern berturut-turut selama periode penelitian yakni dari tahun 2007-2011. Keenam perusahaan tersebut diantaranya PT Unitex Tbk, PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, PT Primarindo Asia Infrastructure, PT Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas, PT Jakarta Kyoei Steel Work Tbk, dan PT Multi Prima Sejahtera. Selain itu, perkembangan mencolok pun terlihat pada PT Mulia Industrindo Tbk yang menerima opini audit going concern empat tahun berturut-turut yakni dari tahun 2007-2010, akan tetapi pada tahun 2011 PT Mulia Industrindo Tbk berhasil menghilangkan kesangsian auditor terhadap kelangsungan hidup entitasnya, sehingga PT Mulia Industrindo Tbk tidak mendapatkan lagi opini audit going concern.
4.2.4
Analisis Regresi Logistik (Logistic Regression Analysis) Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi
logistik (Logistic Regression Analysis). Ghozali (2006,225) menyatakan bahwa regresi logistik digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas data pada variabel bebasnya (Ghozali, 2006, 225), dan mengabaikan heteroskedastisitas (Gujarati, 2003,597). Analisis regresi logistik (logistic regression analysis) sebenarnya sama dengan analisis regresi berganda, hanya variabel terikatnya merupakan variabel dummy (0 dan 1).
123 Adapun variabel dummy pada penelitian ini adalah opini audit going concern dimana variabel terikatnya diberi kode 1 untuk auditee yang menerima opini audit going concern dan kode 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern.
4.2.4.1 Menilai Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test adalah 6,219 dengan probabilitas
signifikansi
0,623
yang
nilainya
lebih
besar
dari
0,05
(P-value Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Hasil Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :
TABEL 4.7 Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Step 1
Chisquare 6.219
Df 8
Sig. .623
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18 for Windows (Lampiran 6)
124 124
4.2.4.2 Menilai Keseluruhan Model (overall model fit) Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0), dimana model hanya
memasukkan
koefisien
berupa
konstanta
saja
dengan
nilai
-2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1), dimana model memasukkan 2 koefisien yaitu konstanta dan variabel bebas. Nilai -2LL awal adalah sebesar 143,058 dan setelah dimasukkan kedua variabel independen yaitu disclosure level dan audit lag (DL dan ALAG) sebagai koefisien, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 132,108. Penurunan nilai -2LL ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. Hasil penilaian keseluruhan model dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini :
TABEL 4.8 Overall Model Fit
Block 0: Beginning Block Iteration Step 0
-2 Log likelihood 1 2 3
143.150 143.058 143.058
Coefficients Constant -.867 -.927 -.928
125
Block 1: Method = Enter Iteration Step 1 1 2 3
-2 Log likelihood 133.248 132.126 132.108
4 5
Coefficients Constant DL ALAG -.161 -3.402 .031 -.135 -4.565 .042 -.168 -4.709 .044
132.108 132.108
-.169 -.169
-4.711 -4.711
.044 .044
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18 for Windows (Lampiran 6)
4.2.4.3
Tabel Klasifikasi Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk
memprediksi probabilitas penerimaan opini audit going concern oleh perusahaan. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat (dependen) dinyatakan dalam persen. Hasil tabel klasifikasi ditampilkan dalam Tabel 4.9 berikut ini : TABEL 4.9 TABEL KLASIFIKASI
Observed
Predicted Penjelasan Opini Audit Opini Opini Audit Non Audit Going Going Percentage Concern Concern Correct
Step 1
Penjelasan Opini Audit Opini Audit Non Going Concern Opini Audit Going Concern Overall Percentage
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18 for windows (Lampiran 6)
84
2
97.7
29
5
14.7 74.2
126 Tampilan dalam Tabel 4.9 diatas menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern adalah sebesar 14,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 5 perusahaan (14,7%) yang diprediksi akan menerima opini audit going concern dari total 34 perusahaan yang menerima opini audit going concern. Sedangkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit non going concern adalah 97,7 persen. Hal ini berarti bahwa dengan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 84 perusahaan (97,7%) yang diprediksi menerima opini audit non going concern dari total 86 perusahaan yang menerima opini audit non going concern. Dengan demikian, secara keseluruhan ketepatan klasifikasi dalam penelitian ini adalah sebesar 74,2% yang artinya dari 120 obsevasi, terdapat 89 observasi yang tepat pengklasifikasiannya oleh model regresi logistik.
4.2.4.4
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam regresi logistik menggunakan matriks korelasi antarvariabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antarvariabel bebas. Hasil pengujian ditampilkan dalam Tabel 4.10 berikut ini :
127
TABEL 4.10 CORRELATION MATRIX Constant Step 1
DL
ALAG
Constant
1.000
-.902
-.349
DL
-.902
1.000
-.082
ALAG
-.349
-.082
1.000
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18 for windows (Lampiran 6)
Hasil pengujian menunjukkan tidak ada nilai koefisien korelasi antarvariabel yang lebih besar dari 0,8. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas yang serius antarvariabel bebas tersebut.
4.2.4.5 Model Regresi Logistik yang Terbentuk dan Pengujian Hipotesis Model regresi logistik dapat dibentuk dengan melihat pada nilai estimasi paramater dalam Variables in The Equation. Estimasi parameter dari model dan tingkat signifikansinya dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini :
TABEL 4.11 VARIABLES IN THE EQUATION
Step 1
a
DL ALAG Constant
B -4.711 .044 -.169
S.E. 3.246 .017 2.973
Wald 2.107 7.007 .003
Df 1 1 1
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18 for windows (Lampiran 6)
Sig. Exp(B) .147 .009 .008 1.045 .955 .844
128 Adapun model regresi yang terbentuk berdasarkan nilai estimasi parameter dalam Variables in The Equation adalah :
Ln
= α + β1DL + β2ALAG + ε .....
GC 1-GC
Ln
= - 0,169 – 4,711DL + 0,044ALAG + ε
GC 1-GC
4.2.4.5.1
Analisis Pengaruh Disclosure Level Terhadap Opini Audit Going Concern
Pengungkapan (disclosure) didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal ( Hendikson, Breda, (1992) dalam Widiastuti, 2002 ). Adanya disclosure dari perusahaan tentang keraguan atas going concern terlebih bila disertai adanya rencana manajemen
perusahaan
untuk
mengatasinya
menunjukkan
adanya
ketidakmampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Semakin tinggi disclosure level yang dilakukan perusahaan, maka semakin banyak pula informasi yang ada. Semakin luasnya informasi keuangan yang diungkapkan oleh perusahaan yang mengalami kondisi keuangan yang buruk, maka auditor akan lebih mudah dalam menemukan bukti dalam menilai kelangsungan usaha perusahaan (Junaidi dan Hartono, 2010). Terlalu banyak informasi (overload) yang disajikan akan membahayakan karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mangaburkan informasi yang signifikan dan
129 membuat laporan keuangan tersebut menjadi sulit untuk dipahami atau dapat dikatakan disclosure tersebut merupakan contrary evidence bagi auditor yang dapat meningkatkan kemungkinan dikeluarkannya opini audit going concern. Adapun hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel disclosure level memiliki koefisien regresi negatif sebesar -4.711 dengan tingkat signifikansi 0,147. Tanda koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi disclosure level suatu perusahaan maka perusahaan tersebut akan dapat terhindar dari penerimaan opini audit going concern (korelasi antara X1 dan Y = berbanding terbalik). Sedangkan angka signifikansi 0,147 yang lebih besar dari 0,05 (sign>α) menunjukkan bahwa variabel disclosure level tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern atau dengan kata lain H1 ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan (disclosure level) informasi dalam hal ini pengungkapan laporan keuangan, maka perusahaan akan cenderung terhindar dari opini audit going concern. Disamping dapat memudahkan auditor dalam menilai kondisi keuangan perusahaan, tingginya disclosure level merupakan suatu upaya transparansi pengungkapan informasi dari pihak manajemen guna mempermudah tugas auditor dalam pemberian opini, sehingga hal tersebut dapat menghindari kesangsingan atau keraguan auditor terhadap kelangsungan usaha perusahaan. Hasil pengujian hipotesis tidak mendukung hipotesis pertama dalam penelitian ini.
Hasil
penelitian ini
sejalan
dengan
temuan
penelitian
Widodo (2011) yang memberikan bukti bahwa disclosure level tidak berpengaruh dalam penerimaan opini audit going concern. Namun, hasil penelitian ini tidak
130 konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Hartono (2010) dan Kumala Sari (2012) yang menyatakan bahwa perusahaan yang tidak mengungkapkan rasio-rasio keuangan yang bagus dan mengungkapkan dampak kondisi ekonomi atau keraguan dalam kelangsungan hidup usahanya akan meningkatkan kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
4.2.4.5.2
Analisis Pengaruh Audit Lag Terhadap Opini Audit Going Concern
Audit lag adalah jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai dengan
tanggal
opini
laporan
auditor
independen
(Lennox,
2002).
Ashton et al. (1987) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu audit yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima opini tanpa kualifikasi. Adapun hasil pengujian hipotesis menunjukkan variabel audit lag memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,044 dengan tingkat signifikansi 0,008. Tanda koefisien regresi positif menunjukkan bahwa semakin lama waktu audit lag yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan maka semakin besar pula peluang perusahaan tersebut mendapatkan opini audit going concern (korelasi antara X2 dan Y = berbanding lurus). Sedangkan angka signifikansi 0,008 yang lebih kecil dari 0,05 (sign<α) menunjukkan bahwa variabel audit lag berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern atau dengan kata lain H2 diterima. Hal ini berarti bahwa semakin panjang audit lag maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima opini audit going concern. Hasil
131 penelitian pun menjelaskan bahwa audit lag yang panjang mengindikasikan adanya masalah going concern pada auditee dan menjamin bahwa perusahaan yang memiliki audit lag yang panjang akan memperoleh opini audit going concern. Hasil pengujian hipotesis mendukung hipotesis kedua dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian Louwers (1998), Lennox (2002), dan Putra (2010) yang menemukan hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini audit going concern. Namun, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Januarti (2009) yang menunjukkan bahwa audit lag tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit going concern.
4.2.4.5.3
Analisis Pengaruh Disclosure Level dan Audit Lag Terhadap Opini Audit Going Concern
Untuk melihat hasil pengujian pengaruh disclosure level dan audit lag terhadap opini audit going concern secara simultan, dapat terlihat dalam tabel 4.12 berikut ini : TABEL 4.12 OMNIBUS TESTS OF MODEL COEFFICIENTS
Step 1
Step Block Model
Chi-square
Df
Sig.
10.950 10.950 10.950
2 2 2
.004 .004 .004
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18 for windows (Lampiran 6)
132 Berdasarkan tabel 4.12 diatas diperoleh nilai sign model sebesar 0,004. Dikarenakan nilai sign model lebih kecil dari 0,05 atau lebih kecil dari 5% (sign model < α), maka H0 ditolak pada tingkat signifikansi 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam hal ini Disclosure Level dan Audit Lag secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap opini audit Going Concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2007-2011 atau minimal ada satu variabel bebas (independen) yang berpengaruh positif terhadap opini audit Going Concern. Adanya pengungkapan laporan keuangan (disclosure) akan memudahkan auditor dalam menilai kondisi keuangan perusahaan. Disclosure level merupakan salah satu faktor yang dianggap berkaitan dengan penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan. Penggunaan disclosure level sebagai variabel independen yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern masih jarang dilakukan di Indonesia (Junaidi dan Hartono, 2010). Adapun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haron et al., (2009) dan Junaidi
dan Hartono (2010) menemukan bahwa disclosure level
mempengaruhi opini going concern serta Lennox (2002) dan Putra (2010) yang menemukan hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini audit going concern. Namun, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Widodo (2011) yang memberikan bukti bahwa disclosure tidak berpengaruh dalam penerimaan opini audit going concern dan penelitian Januarti (2009) yang menemukan bahwa audit lag tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit going concern.
133 4.2.4.6 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R square (R2). Nilai R2 adalah antara 0 dan 1. Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada Lampiran 6, nilai Nagelkerke R square adalah sebesar 0,125. Nilai R2 = 0,125 dapat dikatakan kecil (jauh dari 1) yang berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen pada penelitian ini dapat dikatakan amat terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 12,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 87,5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Variabel lain yang secara teoritis mungkin dapat memengaruhi opini audit going concern yaitu debt default, liquidity, leverage, profitability, cash flow, company’s size, company’s growth, audit quality, prior year audit opinion, auditor client tenure, mekanisme Corporate Governance, opinion shopping, penerapan
strategi manajemen, dan keberadaan komisaris independen dan kepemilikan perusahaan (yang dapat dipisahkan antara kepemilikan asing dan kepemilikan dalam negeri untuk dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan antara jenis kepemilikan tersebut, karena biasanya dengan adanya kepemilikan asing akan lebih ketat pengawasannya, sehingga kinerja perusahaan akan lebih baik). Adapun hasil dari nilai koefisien determinasi ditampilkan pada tabel 4.13 berikut ini :
134 TABEL 4.13 Nagelkerke R Square Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square a 132.108 .087
Nagelkerke R Square .125
Sumber : Data diolah menggunakan PASW 18(Lampiran 6)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, landasan teori, hipotesis, dan hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dari 120 perusahaan sampel yang diteliti, hanya 54 perusahaan sampel yang memiliki persentase nilai disclosure level diatas nilai median (DL>0,8637)
yang
menunjukkan
bahwa
entitas
tersebut
telah
mengungkapkan informasi keuangan maupun non keuangan yang dinilai cukup (adequacy), wajar (fair), penuh/lengkap (full) dan sisanya sebanyak 66 perusahaan sampel memiliki persentase nilai disclosure level dibawah nilai median (DL<0,8637) yang menunjukkan bahwa entitas tersebut kurang cukup didalam pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangannya serta penyajian informasinya terkesan kurang lengkap dan kurang relevan. 2. Dari 120 perusahaan sampel yang diteliti, terdapat 117 perusahaan sampel yang memiliki waktu audit lag kurang atau sama dengan 90 hari (ALAG≤90 Hari), yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunannya tepat waktu. Sedangkan sisanya sebanyak 3 perusahaan sampel yang memiliki waktu audit lag lebih dari 90 hari (ALAG>90 Hari), yang mengindikasikan bahwa perusahaan
135
136 tersebut tidak dapat mempublikasikan laporan keuangan tahunannya tepat waktu dalam artian terjadi keterlambatan pempublikasian annual report. Hal ini menunjukkan sampel tersebut melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM atau perusahaan sampel tidak tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangan.
3. Dari 120 perusahaan sampel yang diteliti, terdapat 34 perusahaan sampel menerima opini audit going concern (GC) , dan 86 perusahaan sampel menerima opini audit non going concern (NGC). Jadi dapat dikatakan bahwa
secara
keseluruhan,
mayoritas
perusahaan
sampel
(72% dari keseluruhan perusahaan sampel yang diteliti) memperoleh opini audit non going concern (NGC) yang berarti mempunyai kondisi keuangan yang baik sehingga mampu mempertahankan kegiatan usahanya (going concern) atau dapat dikatakan jauh dari arah likuidasi. 4. Disclosure level tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan (disclosure level) informasi dalam hal ini pengungkapan laporan keuangan, maka perusahaan akan cenderung terhindar dari opini audit going concern. Disamping dapat memudahkan auditor dalam menilai kondisi keuangan perusahaan, tingginya disclosure level merupakan suatu upaya transparansi pengungkapan informasi dari pihak manajemen guna mempermudah tugas auditor dalam pemberian opini, sehingga hal tersebut dapat menghindari kesangsingan atau keraguan auditor terhadap kelangsungan usaha perusahaan
137 5. Audit lag berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audit lag yang panjang mengindikasikan adanya masalah going concern pada auditee dan menjamin bahwa perusahaan yang memiliki audit lag yang panjang akan memperoleh opini audit going concern. 6. Variabel bebas yang digunakan dalam hal ini Disclosure Level dan Audit Lag secara bersama-sama (secara simultan) berpengaruh signifikan terhadap opini audit Going Concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2007-2011 atau minimal ada satu variabel bebas (independen) yang berpengaruh signifikan terhadap opini audit Going Concern.
5.2
Saran Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya : a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada dua variabel independen yaitu disclosure level dan audit lag. b.
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, sehingga beberapa sampel terpaksa dikeluarkan karena data yang didapat dengan cara men-download dari situs www.idx.co.id maupun dari database Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) yang kurang lengkap.
c. Jumlah sampel perusahaan yang dijadikan objek penelitian hanya berasal dari perusahaan manufaktur saja, sehingga tidak dapat
138 mengeneralisir hasil temuan untuk seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI. d. Periode pengamatan hanya lima tahun, sehingga belum dapat melihat kecenderungan penerimaan opini audit going concern dalam jangka panjang.
Beberapa keterbatasan diatas memengaruhi hasil penelitian dan perlu menjadi bahan pengembangan pada penelitian selanjutnya. Adapun saran-saran yang dapat disampaikan bagi peneliti yang akan datang dan atau bagi pihak berkepentingan lainnya berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Koefisien determinasi (Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,125 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 12,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 87,5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal ini berarti masih banyak variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk menjelaskan penerimaan opini audit going concern. Variabel lain yang secara teoritis mungkin dapat memengaruhi opini audit going concern yaitu
debt
default,
liquidity,
leverage,
profitability,
cash
flow,
company’s size, company’s growth, audit quality, prior year audit opinion, auditor client tenure, mekanisme Corporate Governance, opinion
shopping, penerapan strategi manajemen, dan keberadaan komisaris independen dan kepemilikan perusahaan (yang dapat dipisahkan antara kepemilikan asing dan kepemilikan dalam negeri untuk dapat mengetahui
139
apakah terdapat perbedaan antara jenis kepemilikan tersebut, karena biasanya
dengan
adanya
kepemilikan
asing
akan
lebih
ketat
pengawasannya, sehingga kinerja perusahaan akan lebih baik). Oleh karena itu, penelitian berikutnya dapat mempertimbangkan variabel lain tersebut dan variabel tersebut dapat diuji dengan teknik analisis yang berbeda. 2. Penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, penelitian berikutnya dapat melakukan penelitian dengan objek yang berbeda misalnya perusahaan sektor keuangan untuk memperoleh konsistensi hasil penelitian dan dapat mengeneralisir seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI. 3. Untuk penelitian berikutnya dapat menambah tahun pengamatan penelitian dalam hal ini lebih dari 5 tahun sehingga dapat melihat kecenderungan penerimaan opini audit going concern dalam jangka panjang. 4. Untuk manajemen perusahaan, hendaknya dapat mengenali lebih dini tanda-tanda kebangkrutan usahanya, sehingga dapat mengambil kebijakan sesegera mungkin guna mengatasi masalah tersebut dan terhindar dari penerimaan opini audit going concern. 5. Untuk para investor dan calon investor yang ingin melakukan investasi sebaiknya harus teliti dan cermat dalam memilih perusahaan dan sebaiknya tidak berinvestasi pada perusahaan yang mendapat opini audit going concern.
140 6. Untuk praktisi akuntan publik, agar lebih teliti dalam mengamati sumber pendapatan dan pengeluaran perusahaan yang menjadi klien, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam pemberian opini kepada klien terutama opini yang menyangkut kelangsungan usaha perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arens,
Alvin A, (2012), Auditing Assurance Services (An Integrated Approach), Edisi ke-14, Prentice-Hall International.Inc, United States of America
Arens,
Alvin A, Randal J Elder, Mark S Beasley, (2003), Auditing dan Pelayanan Verifikasi : Pendekatan Terpadu, Jilid 1, Edisi ke-9, PT Indeks, Jakarta
Ashton, Robert H., John J, Willingham, and Robert K. Elliott, (1987), An Empirical Analysis of Audit Delay, Journal of Accounting Research, Vol. 25, No. 2: 275-292. Behn, Bruce K., Steven E. Kaplan, and Kip R. Krumwiede, (2001), Further Evidence on the Auditor’s Going-Concern Report: The Influence of Management Plans, Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 20, No.1: 13-18. Belkaoui, Ahmed R, (2006), Teori Akuntansi, Edisi Terjemahan Jilid 1, Salemba Empat, Jakarta Blay, Allen D., and Marshall A, Geiger, (2001), Market Expectation for First Time Going-Concern Recipients, Journal of Accounting, Auditing & Finance, Vol. 16, No. 3: 209-226. Darmadji, Tjiptono dan Hendy M Fakhruddin, (2006), Pasar Modal Indonesia Pendekatan Tanya Jawab, Salemba Empat, Jakarta. Fanny, Margaretta dan Sylvia Saputra, (2005), Opini Audit Going concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi pada Emiten Bursa Efek Jakarta), Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, 15-16 September. Ghozali, Imam, (2006), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang , (2012), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
141
142
Halim, Abdul, (2008), Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan), Jilid 1, Edisi Keempat, UPP STIM YKPN, Yogyakarta Hani, Clearly, dan Mukhlasin, (2003), Going-Concern dan Opini Audit: Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan di BEJ, Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 16-17 Oktober. Harahap, Sofyan Syafri, (2008), Teori Akuntansi, Edisi Revisi-10, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Ikatan Akuntan Indonesia, (2012, 01 Juni), Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta Indonesia Stock Exchange, (2010), Buku Panduan Indeks, Jakarta. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), (2011,31 Maret), Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Salemba Empat, Jakarta Januarti, Indira, (2009), Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern (Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XII, Palembang, 4-6 November. Januarti, Indira dan Ella Fitrianasari, (2008), Analisis Rasio Keuangan dan Rasio Non keuangan yang Memengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ 2000-2005), Jurnal MAKSI, Vol. 8, No. 1: 43-58. Junaidi, dan Jogiyanto Hartono, (2010), Faktor Nonkeuangan pada Opini Going Concern, Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto, 13-15 Oktober. Jusup, Al Haryono, (2001), Auditing (Pengauditan), Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-20/PM/2002 Peraturan Nomor VIII.A.2 Tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Available at: www.bapepam.go.id.
143 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-34/PM/2003 Peraturan Nomor VIII.A.1 Tentang Pendaftaran Akuntan yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal. Available at: www.bapepam.go.id. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-36/PM/2003 Peraturan Nomor X.K.2 Tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Available at: www.bapepam.go.id. Kuncoro, Mudrajad, (2004), YKPN, Yogyakarta
Metode Kuantitatif, Edisi Kedua, UPP AMP
Lennox, Clive S, (2002), Going-concern Opinions in Failing Companies: Auditor Independence and Opinion Shopping. Available at: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=240468 Louwers, Timothy J, (1998), The Relation between Going-Concern Opinions and the Auditor’s Loss Function, Journal of Accounting Research, Vol. 36, No.1: 143-156. McKeown, J.R., Jane F.Mutchler, and W. Hopwood, (1991), Toward an Explanation of Auditor Failure to Modify the Audit Reports of Bankrupt Companies, Auditing: A Journal of Practice and Theory, 1-13. Mulyadi, (2002), Auditing, Edisi Keenam. Salemba Empat, Jakarta Mutchler, Jane F, (1984), Auditors’ Perception of the Going-Concern Opinion Decision, Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 3, No.2: 17-30. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik, Available at: http://www.google.co.id. Petronila, Thio Anastasia, (2007, Maret), Analisis Skala Perusahaan, Opini audit, dan umur perusahaan atas Audit Report Lag ,Akuntabilitas, 129-141 Pratama Rudyawan I Dewa Nyoman Badera, Arry, (2009, Juli), Opini Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor, AUDIT Jurnal Akuntansi dan Bisnis, volume 2 Rachmawati, Sistya, (2008), Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Audit Delay dan Timeliness, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.10, No. 1: 1-10. Rahayu, Puji, (2007),“ Assessing Going Concern Opinion : A Study Based On Financial And Non Financial Information “, Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X, Makasar, 26-28 Juli
144 Ramadhany, Alexander, (2004), Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Subekti, Imam, dan N.W. Widiyanti, (2004), Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Audit Delay di Indonesia, Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2-3 Desember.
Sudarmadji, Ardi Murdoko, dan Lana Sularto, (2007), Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan, Procedding PESAT, Vol. 2: 21-22 Agustus 2007 , (2003), Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-5, Alfabeta, Bandung ,(2008), Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke-14, Alfabeta, Bandung Sumodiningrat, Gunawan, (2001), Ekonometrika Pengantar, BPFE, Yogyakarta www.google.com www.idx.co.id www.yahoo.com
Lampiran 1 Daftar Nama Perusahaan Sampel Penelitian No 1. 2, 3. 4. 5.
Kode Perusahaan DAVO PSDN UNTX SULI SRSN
Nama Perusahaan
Kelompok Industri
Davomas Abadi Prashida Aneka Niaga Unitex Sumalindo Lestari Jaya Indo Acitama
Food and Beverages Food and Beverages Textile Mill Products Lumber and Wood Products Apparel and Other Textile Products Cement Pharmaceuticals Apparel and Other Textile Products Plastics and Glass Products Paper and Allied Products
6. 7. 8.
INTP DVLA BIMA
9. 10.
AKKU SAIP
11.
MLIA
12. 13. 14.
IKBI BTON JKSW
15. 16.
CEKA ESTI
Sumi Indo Kabel Beton Jaya Manunggal Jakarta Kyoei Steel Work LTD Cahaya Kalbar Ever Shine Textile Industry
17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
SCPI FPNI INAF LMSH KICI KDSI BUDI
Schering Plough Indonesia Titan Kimia Nusantara Indofarma Lionmesh Prima Kedaung Indah Can Kedawung Setia Industrial Budi Acid Jaya
24.
LPIN
Multi Prima Sejahtera
Indocement Tunggal Prakasa Darya Varia Laboratoria Primarindo Asia Infrastructure Alam Karya Unggul Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Mulia Industrindo
145
Stone, Clay, Glass, and Concrete Products Cables Metal and Allied Products Metal and Allied Products Food and Beverages Apparel and Other Textile Products Pharmaceuticals Plastics and Glass Products Pharmaceuticals Metal and Allied Products Fabricated Metal Products Fabricated Metal Products Chemical and Allied Products Automotive and Allied Products
Lampiran 2 Tabel Data Setiap Variabel
1. DATA OPINI AUDIT GOING CONCERN (Y) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Kode Perusahaan DAVO PSDN UNTX SULI SRSN INTP DVLA BIMA AKKU SAIP MLIA IKBI BTON JKSW CEKA ESTI SCPI FPNI INAF LMSH KICI KDSI BUDI LPIN
2007 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Opini Audit 2008 2009 2010 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
Keterangan : 1 0
= Opini Audit Going Concern (GC) = Opini Audit Non Going Concern (NGC)
146
2011 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2. DATA DISCLOSURE LEVEL (VARIABEL X1 ) DISCLOSURE ITEMS No Keterangan 1. Ikhtisar data keuangan penting 2. Informasi harga saham tertinggi, terendah dan penutupan 3. Laporan dewan komisaris mengenai penilaian terhadap kinerja direksi mengenai pengelolaanPerusahaan 4. Laporan dewan komisaris mengenai pandangan atas prospek usaha perusahaan yang disusunoleh direksi 5. Laporan direksi mengenai kinerja perusahaan 6. Laporan direksi mengenai gambaran tentang prospek usaha 7. Laporan direksi mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan Perusahaan 8. Nama dan alamat perusahaan 9. Riwayat singkat perusahaan 10. Bidang dan kegiatan usaha perusahaan meliputi jenis produk dan atau jasa yang dihasilkan 11. Struktur organisasi dalam bentuk bagan 12. Visi dan misi perusahaan 13. Nama, jabatan dan riwayat hidup singkat anggota dewan komisaris 14. Nama, jabatan dan riwayat hidup singkat anggota direksi 15. Jumlah karyawan dan deskripsi pengembangan kompetensinya (misal:aspek pendidikan danpelatihan karyawan yang telah dan akan dilakukan) 16. Uraian tentang nama pemegang saham dan persentase kepemilikannya 17. Nama anak perusahaan dan perusahaan asosiasi, presentase kepemilikan saham, bidang usaha, dan status operasi perubahan tersebut 18. Kronologis pencatatan saham dan perubahan jumlah saham dari awal pencatatan hingga akhirtahun buku serta nama Bursa efek dimana saham perusahaan dicatatkan 19. Nama dan alamat lembaga dan atau profesi penunjang pasar modal 20. Penghargaan dan sertifikasi yang diterima perusahaan baik yang berskala nasional maupunInternasional 21. Nama dan alamat anak perusahaan dan atau kantor cabang atau kantor perwakilan
147
22. Tinjauan operasi per segmen usaha 23. Analisis kinerja keuangan yang mencakup perbandingan antara kinerja keuangan tahun yangbersangkutan dengan tahun sebelumnya 24. Prospek usaha dari perusahaan 25. Aspek pemasaran atas produk dan jasa perusahaan , antara lain : strategi pemasaran dan pangsa pasar 26 Kebijakan dividen dan tanggal serta jumlah dividen 27. Tata kelola perusahaan (Corporate Governance) 28. Tanggung jawab direksi atas laporan keuangan 29. Laporan keuangan tahunan yang telah diaudit 30. Tanda tangan anggota direksi dan anggota dewan komisaris 31. Informasi tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan 32. Ringkasan statistik keuangan untuk 3-5 tahun 33. Informasi tentang penelitian dan pengembangan Sumber : Disclosure Index Fitriani dan Dharma (2007)
Keterangan : 1. Pengukuran : Jumlah Skor disclosure yang dipenuhi Jumlah skor maksimum 2. Jika perusahaan mengungkapkan item informasi dalam laporan keuangannya, maka skor 1 akan diberikan 3. Jika perusahaan tidak mengungkapkan item informasi dalam laporan keuangannya, maka skor 0 akan diberikan
148
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
DAVO
07 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 24
08 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 24
09 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 24
10 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 24
PSDN
11 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 24
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 28
149
UNTX
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 29
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
SULI
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
SRSN
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 32
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
150
INTP
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
DVLA
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33
BIMA
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
151
AKKU
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 30
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
SAIP
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 29
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 29
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 29
MLIA
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 29
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 29
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 28
152
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 28
IKBI
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 29
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 30
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 30
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 30
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 30
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 30
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
BTON
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 28
JKSW
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 30
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 30
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 25
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 25
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 25
153
CEKA
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 25
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 25
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 28
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
ESTI
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 31
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 31
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 31
SCPI
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 31
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 30
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
154
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
FPNI
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 28
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 27
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 27
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 27
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 27
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 27
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
INAF
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 31
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 31
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 31
LMSH
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 31
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 31
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
155
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
KICI
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 24
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 24
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 24
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 24
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 24
No Disclosure Item 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Jumlah
KDSI
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
BUDI
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 31
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 32
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 32
156
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 32
LPIN
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 32
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 32
07 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 27
08 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 27
09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 27
10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 27
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 27
No Perusahaan
1.
DAVO
2.
PSDN
3.
UNTX
4.
SULI
5.
SRSN
6.
INTP
7.
DVLA
Tahun
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah skor disclosure yang dipenuhi 24 24 24 24 24 28 28 28 28 29 28 28 28 29 29 31 31 31 31 32 28 28 28 28 29 28 28 28 28 28 33 33 33 33 33
157
Jumlah Skor Maksimum
Disclosure Level
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,878788 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,969697 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 1 1 1 1 1
8.
BIMA
9.
AKKU
10.
SAIP
11.
MLIA
12.
IKBI
13.
BTON
14.
JKSW
15.
CEKA
2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010
28 28 28 28 29 28 28 28 28 30 29 29 29 29 29 28 28 28 28 29 30 30 30 30 30 28 28 28 30 30 25 25 25 25 25 28 28 28 28
158
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,909091 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,878788 0,909091 0,909091 0,909091 0,909091 0,909091 0,848485 0,848485 0,848485 0,909091 0,909091 0,757576 0,757576 0,757576 0,757576 0,757576 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485
16.
ESTI
17.
SCPI
18.
FPNI
19.
INAF
20.
LMSH
21.
KICI
22.
KDSI
23.
BUDI
2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009
28 31 31 31 31 30 28 28 28 28 28 27 27 27 27 27 31 31 31 31 31 29 29 29 29 29 24 24 24 24 24 31 31 31 31 31 32 32 32
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
159
0,848485 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,909091 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,848485 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,878788 0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,727273 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,939394 0,969697 0,969697 0,969697
24.
LPIN
2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011
32 32 27 27 27 27 27
160
33 33 33 33 33 33 33
0,969697 0,969697 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182 0,818182
3. DATA AUDIT LAG (VARIABEL X2 ) No
Kode
Audit Lag ( Dalam Hari )
Perusahaan
2007
2008
2009
2010
2011
1.
DAVO
24
114
64
54
70
2,
PSDN
84
65
64
69
71
3.
UNTX
85
80
81
84
75
4.
SULI
77
47
69
105
80
5.
SRSN
85
73
67
80
89
6.
INTP
42
63
62
70
72
7.
DVLA
60
49
48
59
46
8.
BIMA
88
84
85
75
72
9.
AKKU
80
85
83
88
88
10.
SAIP
77
69
71
73
79
11.
MLIA
77
75
74
80
86
12.
IKBI
78
51
53
62
146
13.
BTON
75
77
64
70
81
14.
JKSW
74
85
90
88
88
15.
CEKA
37
30
64
74
72
16.
ESTI
72
77
76
75
76
17.
SCPI
59
59
90
70
86
18.
FPNI
64
60
56
56
59
19.
INAF
88
79
84
85
80
20.
LMSH
70
75
65
63
82
21.
KICI
75
62
62
68
67
22.
KDSI
63
76
71
70
45
23.
BUDI
87
84
82
80
82
24.
LPIN
60
89
89
90
87
161
Lampiran 3 Nilai Setiap Variabel TAHUN 2007 Kode Perusahaan
OA
DL
ALAG
DAVO
0
0.727273
24
PSDN
0
0.848485
84
UNTX
1
0.848485
85
SULI
0
0.939394
77
SRSN
0
0.848485
85
INTP
0
0.848485
42
DVLA
0
1
60
BIMA
1
0.848485
88
AKKU
0
0.848485
80
SAIP
1
0.878788
77
MLIA
1
0.848485
77
IKBI
0
0.909091
78
BTON
0
0.848485
75
JKSW
1
0.757576
74
CEKA
0
0.848485
37
ESTI
0
0.939394
72
SCPI
0
0.848485
59
FPNI
0
0.818182
64
INAF
0
0.939394
88
LMSH
0
0.878788
70
KICI
0
0.727273
75
KDSI
0
0.939394
63
BUDI
0
0.969697
87
LPIN
1
0.818182
60
162
TAHUN 2008 Kode Perusahaan
OA
DL
ALAG
DAVO
0
0.727273
114
PSDN
0
0.848485
65
UNTX
1
0.848485
80
SULI
1
0.939394
47
SRSN
0
0.848485
73
INTP
0
0.848485
63
DVLA
0
1
49
BIMA
1
0.848485
84
AKKU
0
0.848485
85
SAIP
1
0.878788
69
MLIA
1
0.848485
75
IKBI
0
0.909091
51
BTON
0
0.848485
77
JKSW
1
0.757576
85
CEKA
0
0.848485
30
ESTI
0
0.939394
77
SCPI
0
0.848485
59
FPNI
0
0.818182
60
INAF
0
0.939394
79
LMSH
0
0.878788
75
KICI
0
0.727273
62
KDSI
0
0.939394
76
BUDI
0
0.969697
84
LPIN
1
0.818182
89
163
TAHUN 2009 Kode Perusahaan
OA
DL
ALAG
DAVO
0
0.727273
64
PSDN
0
0.848485
64
UNTX
1
0.848485
81
SULI
1
0.939394
69
SRSN
0
0.848485
67
INTP
0
0.848485
62
DVLA
0
1
48
BIMA
1
0.848485
85
AKKU
0
0.848485
83
SAIP
1
0.878788
71
MLIA
1
0.848485
74
IKBI
0
0.909091
53
BTON
0
0.848485
64
JKSW
1
0.757576
90
CEKA
0
0.848485
64
ESTI
0
0.939394
76
SCPI
0
0.848485
90
FPNI
0
0.818182
56
INAF
0
0.939394
84
LMSH
0
0.878788
65
KICI
0
0.727273
62
KDSI
0
0.939394
71
BUDI
0
0.969697
82
LPIN
1
0.818182
89
164
TAHUN 2010 Kode Perusahaan
OA
DL
ALAG
DAVO
0
0.727273
54
PSDN
0
0.848485
69
UNTX
1
0.878788
84
SULI
1
0.939394
105
SRSN
0
0.848485
80
INTP
0
0.848485
70
DVLA
0
1
59
BIMA
1
0.848485
75
AKKU
0
0.848485
88
SAIP
1
0.878788
73
MLIA
1
0.848485
80
IKBI
0
0.909091
62
BTON
0
0.909091
70
JKSW
1
0.757576
88
CEKA
0
0.848485
74
ESTI
0
0.939394
75
SCPI
0
0.848485
70
FPNI
0
0.818182
56
INAF
0
0.939394
85
LMSH
0
0.878788
63
KICI
0
0.727273
68
KDSI
0
0.939394
70
BUDI
1
0.969697
80
LPIN
1
0.818182
90
165
TAHUN 2011 Kode Perusahaan
OA
DL
ALAG
DAVO
0
0.727273
70
PSDN
0
0.878788
71
UNTX
1
0.878788
75
SULI
1
0.969697
80
SRSN
0
0.878788
89
INTP
0
0.848485
72
DVLA
0
1
46
BIMA
1
0.878788
72
AKKU
0
0.909091
88
SAIP
1
0.878788
79
MLIA
0
0.878788
86
IKBI
0
0.909091
146
BTON
0
0.909091
81
JKSW
1
0.757576
88
CEKA
0
0.848485
72
ESTI
0
0.909091
76
SCPI
0
0.848485
86
FPNI
0
0.818182
59
INAF
0
0.939394
80
LMSH
0
0.878788
82
KICI
0
0.727273
67
KDSI
0
0.939394
45
BUDI
0
0.969697
82
LPIN
1
0.818182
87
166
Lampiran 4
Distribusi Perusahaan Sampel Berdasarkan Opini Audit
PERUSAHAAN OPINI
2007
2008
2009
2010
2011
TOTAL
GC
6
25%
7
29.2%
7
29.2%
8
33.3%
6
25%
34
28.3%
NGC
18
75%
17
70.8%
17
70.8%
16
66.7%
18
75%
86
71.7%
TOTAL
24
100%
24
100%
24
100%
24
100%
24
100%
120
100%
167
Lampiran 5 Statistik Deskriptif
Frequencies [DataSet0] C:\Users\toshiba-pc\Documents\SKRIPSI HEVY\statistik deskriptif.sav
Statistics
N
Penjelasan
Penjelasan
Penjelasan
Opini Audit
Disclosure Level
Audit Lag
Valid
120
120
120
0
0
0
.28
.8666667
73.08
.453
.06842824
15.559
Minimum
0
.72727
24
Maximum
1
1.00000
146
Missing Mean Std. Deviation
Frequency Table
Penjelasan Opini Audit Cumulative Frequency Valid
Opini Audit Non Going
Percent
Valid Percent
Percent
86
71.7
71.7
71.7
34
28.3
28.3
100.0
120
100.0
100.0
Concern Opini Audit Going Concern Total
168
Penjelasan Disclosure Level Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
.72727
10
8.3
8.3
8.3
.75758
5
4.2
4.2
12.5
.81818
10
8.3
8.3
20.8
.84848
41
34.2
34.2
55.0
.87879
16
13.3
13.3
68.3
.90909
9
7.5
7.5
75.8
.93939
18
15.0
15.0
90.8
.96970
6
5.0
5.0
95.8
1.00000
5
4.2
4.2
100.0
120
100.0
100.0
Total
Penjelasan Audit Lag Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
24
1
.8
.8
.8
30
1
.8
.8
1.7
37
1
.8
.8
2.5
42
1
.8
.8
3.3
45
1
.8
.8
4.2
46
1
.8
.8
5.0
47
1
.8
.8
5.8
48
1
.8
.8
6.7
49
1
.8
.8
7.5
51
1
.8
.8
8.3
53
1
.8
.8
9.2
54
1
.8
.8
10.0
56
2
1.7
1.7
11.7
59
4
3.3
3.3
15.0
60
3
2.5
2.5
17.5
62
4
3.3
3.3
20.8
63
3
2.5
2.5
23.3
169
64
5
4.2
4.2
27.5
65
2
1.7
1.7
29.2
67
2
1.7
1.7
30.8
68
1
.8
.8
31.7
69
3
2.5
2.5
34.2
70
6
5.0
5.0
39.2
71
3
2.5
2.5
41.7
72
4
3.3
3.3
45.0
73
2
1.7
1.7
46.7
74
3
2.5
2.5
49.2
75
7
5.8
5.8
55.0
76
3
2.5
2.5
57.5
77
5
4.2
4.2
61.7
78
1
.8
.8
62.5
79
2
1.7
1.7
64.2
80
7
5.8
5.8
70.0
81
2
1.7
1.7
71.7
82
3
2.5
2.5
74.2
83
1
.8
.8
75.0
84
5
4.2
4.2
79.2
85
6
5.0
5.0
84.2
86
2
1.7
1.7
85.8
87
2
1.7
1.7
87.5
88
6
5.0
5.0
92.5
89
3
2.5
2.5
95.0
90
3
2.5
2.5
97.5
105
1
.8
.8
98.3
114
1
.8
.8
99.2
146
1
.8
.8
100.0
120
100.0
100.0
Total
170
Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi Logistik LOGISTIC REGRESSION VARIABLES OA /METHOD=ENTER DL ALAG /CLASSPLOT /PRINT=GOODFIT CORR ITER(1) /CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression [DataSet0] C:\Users\toshiba-pc\Documents\SKRIPSI HEVY\statistik deskriptif.sav
Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
Percent 120
100.0
0
.0
120
100.0
0
.0
120
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value Opini Audit Non Going
Internal Value 0
Concern Opini Audit Going Concern
1
171
Block 0: Beginning Block
Iteration History
a,b,c
Iteration
Coefficients -2 Log likelihood
Step 0
Constant
1
143.150
-.867
2
143.058
-.927
3
143.058
-.928
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 143.058 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Table
a,b
Observed
Predicted Penjelasan Opini Audit
Step 0
Penjelasan Opini
Opini Audit Non
Audit
Going Concern
Opini Audit
Opini Audit
Non Going
Going
Percentage
Concern
Concern
Correct
Opini Audit Going
86
0
100.0
34
0
.0
Concern Overall Percentage
71.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 0
Constant
-.928
S.E.
Wald
.203
20.984
172
Df
Sig. 1
.000
Exp(B) .395
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
Df
Sig.
DL
1.925
1
.165
ALAG
8.286
1
.004
10.271
2
.006
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter
Iteration History
a,b,c,d
Iteration
Coefficients -2 Log likelihood
Step 1
Constant
DL
1
133.248
-.161
-3.402
.031
2
132.126
-.135
-4.565
.042
3
132.108
-.168
-4.709
.044
4
132.108
-.169
-4.711
.044
5
132.108
-.169
-4.711
.044
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 143.058 d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
ALAG
df
Sig.
Step
10.950
2
.004
Block
10.950
2
.004
Model
10.950
2
.004
173
Model Summary Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood 1
132.108
a
.087
.125
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
6.219
Sig. 8
.623
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test Penjelasan Opini Audit = Opini
Penjelasan Opini Audit = Opini
Audit Non Going Concern
Audit Going Concern
Observed Step 1
Expected
Observed
Expected
Total
1
11
11.099
1
.901
12
2
11
9.988
1
2.012
12
3
11
9.556
1
2.444
12
4
9
10.015
4
2.985
13
5
10
8.971
2
3.029
12
6
10
9.304
3
3.696
13
7
7
7.539
4
3.461
11
8
7
7.675
5
4.325
12
9
8
7.079
4
4.921
12
10
2
4.773
9
6.227
11
174
Classification Table
a
Observed
Predicted Penjelasan Opini Audit
Step
Penjelasan Opini Audit
Opini Audit
Opini Audit
Non Going
Going
Percentage
Concern
Concern
Correct
Opini Audit Non Going
1
84
2
97.7
29
5
14.7
Concern Opini Audit Going Concern Overall Percentage
74.2
a. The cut value is .500
Variables in the Equation B Step 1
a
DL ALAG Constant
S.E.
Wald
Sig.
Exp(B)
-4.711
3.246
2.107
1
.147
.009
.044
.017
7.007
1
.008
1.045
-.169
2.973
.003
1
.955
.844
a. Variable(s) entered on step 1: DL, ALAG.
Correlation Matrix Constant Step 1
Df
DL
ALAG
Constant
1.000
-.902
-.349
DL
-.902
1.000
-.082
ALAG
-.349
-.082
1.000
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama
: Hevy Aprilia Savitry
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 14 April 1992 Kewarganegaraan
: Indonesia
Status perkawinan
: Belum Menikah
Kesehatan
: Sangat Baik
Agama
: Islam
Alamat lengkap
: Jalan Purwakarta Gg. H. Suja’I No 73 RT 03 RW 11 Desa
Kertamulya Kec Padalarang Kab Bandung Barat Telepon, HP
: 089630410508/083821611709
E-mail
:
[email protected]
Pendidikan Formal o 1997 - 2003
: Sekolah Dasar Negeri 3 Padalarng
o 2003 - 2006
: Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Padalarang
o 2006 - 2009
: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padalarang
o 2009 - 2013
: Universitas Pasundan Bandung
Non Formal o
31 Mei 2001 – 08 Des 2001 :
Bimbingan
Belajar
Tingkat
“Heriyanto’s Course“ (Bersertifikat).
186
Dasar
o
17 Nov 2001 – 08 Des 2001 : Pendidikan Agama Islam (Pesantren Kilat) Madrasah
Diniyah
Asy
Syifa
(Bersertifikat). o
Juni 2003 – Juli 2003
: English Course “ The Basic Level “ ( Bersertifikat ).
o
9 Mar 2004 – 13 Jun 2004
:
Program
Pendidikan
dan
Pelatihan “ KABAR
Komputer BARAYA “ (Bersertifikat). o
Oktober 2008
: Kegiatan Penyuluhan Kepada Masyarakat melalui
Pendidikan
Politik
Tingkat
Kabupaten Bandung Barat. o
2008 – 2009
:
Program
Pendidikan
dan
Pelatihan
Komputer (Bersertifikat). o
Juni 2011
: Program Praktika Komputer Akuntansi “MYOB ACCOUNTING” (Bersertifikat).
o
November 2012
: TOEFL in English Language Laboratory, Faculty
Of
Economics
Of
Pasundan
University (Bersertifikat). o
: One Day Seminar “Say No To Fraud”
Mei 2013
Intergritas Vs Fraud (Bersertifikat). o
Juni 2013
: ESQ Character Buliding I in ESQ Leadership Training (Bersertifikat).
Pengalaman Kerja Bekerja di Bank Central Asia o
Periode
: Januari 2012 – September 2012
o
Posisi
: Female Presenter Credit Card
187
Pegalaman Organisasi Ketua Osis SMA Negeri 1 Padalarang Periode 2008 – 2009
Bandung, 01 Juni 2013
Hevy Aprilia Savitry
188186