PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP GANGGUAN JARINGAN PT. TELKOM BOGOR
IRVAN HARIMENA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK IRVAN HARIMENA. Pengaruh Curah Hujan terhadap Gangguan Jaringan PT. Telkom Bogor. Dibimbing oleh RIZALDI BOER. Komunikasi dengan menggunakan alat atau media telekomunikasi berpotensi mengalami gangguan, misalnya sambungan yang putus atau alat yang tidak bisa berfungsi sama sekali. Iklim diduga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kondisi ini. Curah hujan yang terlalu tinggi bisa menyebabkan banjir yang pada akhirnya merusak saluran telepon dan jaringan telekomunikasi secara keseluruhan. Sayangnya faktor iklim belum dianggap sebagai sebuah hal yang penting untuk dipertimbangkan khususnya dalam hal perencanaan dan pengelolaan jaringan oleh perusahaan telekomunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara curah hujan dan tingkat gangguan jaringan telekomunikasi. Penelitian ini mengkaji tiga jenis layanan PT. Telkom Bogor yaitu PSTN (telepon rumah), TDSL (internet), dan ISDN (konektivitas digital). Terdapat 31 jenis gangguan jaringan yang terjadi pada ketiga layanan tersebut. Data gangguan jaringan memiliki skala harian dari tahun 2007 dan 2008. Penelitian ini menggunakan metode principal component analysis (PCA) untuk mengurangi dimensionalitas data gangguan jaringan menjadi sejumlah komponen utama yang memiliki kemampuan menjelaskan hampir seluruh keragaman data. Riset ini menemukan fakta bahwa jenis gangguan jaringan yang paling banyak terjadi adalah ‘tidak ada nada’, sebanyak 81.4%. Keseluruhan jenis gangguan paling banyak terjadi di produk telepon rumah (PSTN) yaitu sebesar 99.8%. Jenis gangguan jaringan juga bisa dilihat dari faktor penyebab dan lokasi dimana gangguan jaringan itu terjadi. Jika dilihat berdasarkan penyebab, korosi merupakan faktor yang paling banyak menyebabkan gangguan jaringan (38.9%). Sedangkan jika dilihat dari segi letak, gangguan jaringan paling banyak terjadi di dropwire (36.7%). Penelitian ini menemukan fakta bahwa keragaman curah hujan memiliki hubungan yang signifikan dengan jenis gangguan jaringan. Di wilayah stasiun Ciriung Cibinong, curah hujan secara signifikan berpengaruh terhadap jenis gangguan ‘pembenahan jaringan’, ‘suara putus-putus’ dan ‘isolir’. Untuk wilayah stasiun Dayeuh, curah hujan secara signifikan berpengaruh terhadap satu jenis gangguan yaitu ‘tidak bisa SLI’. Di wilayah Citeko curah hujan berpengaruh secara sigifikan terhadap jenis gangguan ‘gangguan layanan Multi Media Access’, ‘akses internet error’, ‘tidak bisa browsing’, ‘tidak dapat dipanggil’, ‘gangguan bel’, ‘tidak ada nada’, ‘suara putus-putus’ dan ‘kabel di box berantakan’. Khusus untuk wilayah Jasinga curah hujan tidak berpengaruh signifikan terhadap satu pun jenis gangguan. Sedangkan di wilayah stasiun Kebun Raya Bogor jenis gangguan yang secara signifikan dipengaruhi curah hujan yaitu ‘gangguan layanan Multi Media Access’, ‘akses internet error’, ‘gangguan Pulse Code Multiplexing’, ‘tidak bisa browsing’, ‘tidak dapat dipanggil’, ‘gangguan bel’, ‘tidak ada nada’, ‘bel bunyi tetapi tidak dijawab’, ‘nada terus menerus’, dan ‘kabel di box berantakan’. Rekomendasi utama untuk PT. Telkom Bogor adalah mempertimbangkan faktor hujan dalam perancangan dan perencanaan jaringan khususnya sistem perkabelan luar ruangan seperti dropwire. Jenis kabel yang digunakan sebaiknya berkualitas tinggi dan anti korosi. Untuk meningkatkan kualitas penelitian ini sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan faktor iklim lain sepeti kelembaban udara serta iklim ekstrim sebagai faktor yang menyebabkan gangguan jaringan. Kata kunci: analisis regresi, analisis korelasi, analisis komponen utama.
i
ABSTRACT IRVAN HARIMENA. Rainfall influence to the network interruption of PT. Telkom Bogor. Under direction of RIZALDI BOER. Communication using telecommunication may be exposed to disturbance such as connection interruption, disconnection, etc. Climate is considered as one factor affecting these conditions. Too much rainfall may lead to floods that inundate telephone network and finally damage the network. However, the climatic factor has not been taken much into consideration by the telecommunication companies in designing network system. This study aims to assess the relationship between rainfall and level of disturbance of the telecommunication services. This study assessed three types of services, namely PSTN (home telephone), TDSL (internet services), and ISDN (digital services). There were 31 types of disturbances being assessed in the three services. The data of disturbance was collected on daily basis from 2007 to 2008. This study used principal component analysis (PCA) to reduce the number of disturbances into a number of principal components explaining most of the disturbances types. This study found that type of disturbance which frequently occurred was ‘no connecting tone’ (81.4%). Type of telecommunication services being disturbed mostly is PSTN. Types of disturbance can be seen from the factors causing the disturbance and location where disturbance factors occurred. Based on the disturbance factors, corrosion was the most common factor causing the disturbance (38.9%) and based on the location, dropwire was the most common one (35.7%). The analysis suggested that rainfall variability has significant relationship only with certain types of disturbances. At Cibinong, rainfall significantly affected the telecommunication services through its effects on 'network maintenance', 'dashed voice' and 'arrears'. At Dayeuh, rainfall significantly affected the services through its effect on 'SLI disconnection'. At Citeko, rainfall significantly affected the telecommunication services through its effects on 'MMA interruption', 'internet access error', 'browsing error', 'can't be called', 'bell error', 'no connecting tone', 'dashed voice' and 'mussy wiring'. At Jasinga, rainfall significantly didn't affect to any types of network interruption. At Bogor, rainfall significantly affected the telecommunication services through its effects on 'MMA interruption', 'internet access error', 'PCM interruption', 'browsing error', 'can't be called', 'bell error', 'no connecting tone', 'there were connecting tone but no answer', 'dashed voice', and 'mussy wiring'. Based on this study, it is recommended that the PT. Telkom Bogor may need to consider rainfall in designing the wire system particularly outdoor wire. Types of wire for outdoor should be high quality and anticorrosion. To improve this study, it is recommended to include relative humidity and extreme climate as other climatic factors causing the disturbance. Keywords: regression analysis, correlation analysis, principal component analysis.
ii
PENGARUH CURAH HUJAN TERHADAP GANGGUAN JARINGAN PT. TELKOM BOGOR
IRVAN HARIMENA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
iii
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Curah Hujan terhadap Gangguan Jaringan PT. Telkom Bogor : Irvan Harimena : G24051048
Disetujui Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc. NIP. 19600927 198903 1 002
Diketahui Ketua Departemen
Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga tugas akhir dengan judul Pengaruh Curah Hujan terhadap Gangguan Jaringan PT. Telkom Bogor ini akhirnya bisa diselesaikan. Salawat dan salam juga tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Penelitian ini didahului dengan kegiatan magang di PT. Telkom Bogor yang dimulai pada bulan Maret 2009 sampai Mei 2009. Selanjutnya penelitian dilanjutkan di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB Dramaga. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer M.Sc, selaku pembimbing. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada PT. Telkom Bogor dan Stasiun Klimatologi Klas I Dramaga atas kesempatan magang serta akses data yang telah diberikan untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada Papa Ir. Ismael Rais, Mama Kartina, Adik Neta Harimeni, Nenek Nurma, Tante Yursima, Paman Jasnur, serta seluruh keluarga lainnya atas doa, kasih sayang dan hal-hal mulia yang penulis rasakan selama ini (juga seterusnya). Terima kasih kepada Yuni Arti yang telah banyak melengkapi kekurangan penulis, termasuk di penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman dekat rumah, teman-teman SMP, teman-teman SMA, teman-teman satu departemen, teman-teman satu kos, para dosen, serta semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan moril dan materil yang telah penulis terima secara langsung maupun tidak langsung. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, November 2010
Irvan Harimena
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 31 Januari 1988 dari ayah Ir. Ismael Rais dan ibu Kartina. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pariaman dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menyelesaikan masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di tahun pertama, di tahun selanjutnya penulis diterima di pilihan ke-9 Mayor Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, di antaranya: International Association for Agricultural Students and related sciences Local Commitee IPB (IAAS LC-IPB) di tahun pertama, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA IPB di tahun kedua, dan BEM Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB di tahun ketiga. Penulis sering dipercaya menjadi pimpinan berbagai kegiatan seperti: ketua Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2008, ketua Competition of Sports on MIPA Faculty (COSMIC) 2007, ketua kontingen FMIPA di OMI 2007, ketua Humas Pesta Sains Nasional 2007, dan lainnya.
vi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. ix I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 1.4 Ruang Lingkup Penelitian .........................................................................................
1 1 1 2
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kota Bogor dan Kabupaten Bogor ......................................................... 2.2 Iklim dan Cuaca di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor ................................................ 2.3 Keragaman dan Perubahan Iklim ............................................................................... 2.4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk ........................................................................... 2.5 Gangguan Telekomunikasi karena Bencana ............................................................... 2.6 Principal Component Analysis ................................................................................... 2.7 Rotasi Faktor .............................................................................................................
2 2 3 4 5 6 6
III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 3.2 Prosedur .................................................................................................................... 3.2.1 Bahan dan Alat ............................................................................................ 3.2.2 Metode Penelitian ......................................................................................... 3.2.2.1 Pra Analisis: Penyiapan data............................................................ 3.2.2.2 Metode Analisis ..............................................................................
7 7 7 7 7 9
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hujan ........................................................................................................... 12 4.1.1 Stasiun Ciriung Cibinong ............................................................................. 12 4.1.2 Stasiun Dayeuh Jonggol ............................................................................... 13 4.1.3 Stasiun Citeko .............................................................................................. 14 4.1.4 Stasiun Jasinga ............................................................................................. 15 4.1.5 Stasiun Kebun Raya Bogor .......................................................................... 17 4.2 Gangguan Jaringan PT. Telkom Bogor........................................................................ 18 4.2.1 Gangguan Jaringan berdasarkan Jenis Gangguan ........................................... 18 4.2.2 Gangguan Jaringan berdasarkan Jenis Produk ............................................... 18 4.2.3 Gangguan Jaringan berdasarkan Letak........................................................... 19 4.2.4 Gangguan Jaringan berdasarkan Penyebab .................................................... 19 4.3 Hubungan Curah Hujan dan Gangguan Jaringan PT. Telkom ...................................... 20 4.4 Model Peluang Terjadinya Gangguan Jaringan berdasarkan Curah Hujan .................... 23 V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 27 5.2 Saran ........................................................................................................................ 27 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 27 LAMPIRAN ............................................................................................................................... 29
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Variabel dari data gangguan jaringan yang digunakan .....................................................
9
2
Keadaan dan intensitas hujan (Sosrodarsono & Takeda 1978, diacu dalam Suharsono 1982) 9
3
Jumlah hari hujan di stasiun Ciriung Cibinong (hari) ....................................................... 13
4
Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Ciriung Cibinong (hari) ................................................................................................................ 13
5
Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Ciriung Cibinong (%) ...................... 13
6
Jumlah hari hujan di stasiun Dayeuh Jonggol (hari) .......................................................... 14
7
Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Dayeuh Jonggol (hari) .................................................................................................................. 14
8
Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Dayeuh Jonggol (%) ....................... 14
9
Jumlah hari hujan di stasiun Citeko (hari) ....................................................................... .. 15
10 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Citeko (hari) ...... 15 11 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Citeko (%) ...................................... 15 12 Jumlah hari hujan di stasiun Jasinga (hari) ........................................................................ 16 13 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Jasinga (hari) ..... 16 14 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Jasinga (%) .................................... 16 15 Jumlah hari hujan di stasiun Kebun Raya Bogor (hari)...................................................... 17 16 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Kebun Raya Bogor (hari) ..................................................................................................................... 17 17 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Kebun Raya Bogor (%) ................... 18 18 Hasil regresi curah hujan dan gangguan jaringan PT. Telkom Bogor ................................ 25
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Rotasi orthogonal (Dillon & Goldstein 1981, diacu dalam Purwaningsih 2000) ..................
7
2
Rotasi oblique (Dillon & Goldstein 1981, diacu dalam Purwaningsih 2000) .......................
7
3
Diagram alir tahap penelitian ............................................................................................
8
4
Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Ciriung Cibinong ............................. 12
5
Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Dayeuh Jonggol ............................... 13
6
Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Citeko .............................................. 15
7
Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Jasinga ............................................. 16
8
Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Kebun Raya Bogor ........................... 17
9
Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan jenis ................................................... 18
10 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan produk. .............................................. 18 11 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan letak ................................................... 19 12 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan penyebab............................................ 20 13 Diagram pencar korelasi curah hujan dan gangguan jaringan di stasiun Ciriung Cibinong (A), Dayeuh Jonggol (B), Citeko (C), Jasinga (D), Kebun Raya Bogor (E) ......... 21 14 Plot gangguan jaringan dan curah hujan 10 harian di stasiun Ciriung Cibinong (A), Dayeuh Jonggol (B), Citeko (C), Jasinga (D), Kebun Raya Bogor (E) ............................... 22 15 Hasil PCA jenis gangguan jaringan PT. Telkom Bogor beserta jenis gangguan yang berkorelasi tinggi dengan masing-masing komponen utama .............................................. 24
ix
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan kegiatan naluriah manusia sebagai makhluk sosial. Ada semacam kebutuhan untuk menyampaikan atau bertukar informasi satu sama lain. Fakta sangat bergantungnya manusia terhadap manusia lain menjadikan komunikasi sebagai salah satu kebutuhan utama di samping kebutuhan lain. Pesatnya kemajuan teknologi telah mengarahkan kegiatan berkomunikasi biasa menjadi komunikasi dengan menggunakan alat telekomunikasi. Komunikasi menggunakan alat telekomunikasi jelas lebih efisien, dimana ruang dan waktu bukan lagi menjadi masalah. Akan tetapi seperti halnya kegiatan penggunaan alat yang lain, telekomunikasi dengan alat atau media telekomunikasi berpotensi mengalami gangguan. Penyebabnya bisa karena alat telekomunikasi yang rusak, atau sarana pendukung telekomunikasi yang mengalami gangguan. Beberapa kejadian yang sering terjadi antara lain: telepon genggam yang rusak, telepon rumah yang error, sampai gangguan jaringan milik penyedia layanan telekomunikasi yang berujung pada gangguan komunikasi massal. Dua gangguan pertama lebih dikarenakan kualitas dan ketahanan alat telekomunikasi yang digunakan. Sedangkan gangguan massal telekomunikasi disebabkan oleh ketidaksiapan penyedia layanan telekomunikasi atau faktor eksternal yang bersifat menganggu. Beberapa gangguan massal yang pernah terjadi antara lain matinya 5800 SST (Satuan Sambungan Telepon) di Aceh dan Sumatera Utara pada tahun 2006 akibat banjir (Telkom 2006b), putusnya 70.000 SST di kawasan Gatot Subroto Jakarta pada tahun 2007 akibat banjir (Ditjen Postel 2007), serta putusnya jaringan internet Speedy dan Telkomnet Instan akibat gempa dan tsunami di Taiwan pada tahun 2006 (Telkom 2006a). Terlihat di sini ada beberapa faktor eksternal yang bisa menyebabkan jaringan telekomunikasi terganggu seperti tingginya curah hujan yang pada akhirnya menyebabkan banjir, serta gempa bumi. Selain itu juga bisa diperhatikan bahwa kerugian yang dialami sangat besar, baik yang menimpa penyedia layanan telekomunikasi maupun konsumen sendiri. Sayangnya kejadian senada terus terulang hampir setiap tahun. Penanggulangan terhadap kejadian ini tidak terlalu menjadi fokus
penyedia layanan telekomunikasi yang berorientasi profit, sedangkan di sisi lain konsumen mengharapkan layanan yang prima apapun kondisinya. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan tersebut, dimana fenomena ini merupakan hal yang sangat penting dikaji demi kenyamanan bersama. Faktor eksternal yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah curah hujan. Pertanyaan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah apakah curah hujan berpengaruh terhadap gangguan jaringan yang terjadi dan seberapa besar pengaruhnya. Lalu apakah setiap kenaikan curah hujan berimplikasi terhadap kenaikan gangguan atau gangguan jaringan telekomunikasi tersebut hanya terjadi pada curah hujan yang sangat tinggi saja. Pemilihan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (selanjutnya disebut PT. Telkom) sebagai tempat penelitian didasari kredibilitasnya sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia. Perusahaan ini adalah salah satu pihak yang menderita banyak kerugian akibat faktor luar penyebab gangguan jaringan. Secara lebih spesifik, PT. Telkom Bogor dipilih dengan alasan kedekatan geografis, dimana ada harapan nantinya hasil penelitian ini juga bisa terasa manfaatnya untuk civitas kampus Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi serta analisis regresi untuk mencari sejauh mana hubungan dan besar pengaruh curah hujan terhadap gangguan jaringan PT. Telkom Bogor. 1.2 Tujuan Penelitian 1 2 3
4
Menganalisis karakter hujan di wilayah kerja PT. Telkom Bogor. Mengidentifikasi gangguan jaringan PT. Telkom Bogor. Menentukan bentuk hubungan antara curah hujan dengan gangguan jaringan di wilayah PT. Telkom Bogor. Menyusun model peluang terjadinya gangguan jaringan berdasarkan curah hujan di wilayah PT. Telkom Bogor.
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberi informasi tentang besar hubungan dan pengaruh curah hujan terhadap gangguan jaringan PT. Telkom Bogor. Informasi beserta model yang dihasilkan bisa dimanfaatkan dalam prediksi kerusakan jaringan. Lebih jauh hasil penelitian ini juga bisa digunakan sebagai masukan dalam perencanaan dan pengelolaan jaringan PT Telkom Bogor.
1
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada penggunaan analisis korelasi dan analisis regresi untuk mencari keterkaitan antara curah hujan dan gangguan jaringan PT Telkom Bogor. Data yang digunakan adalah data gangguan jaringan harian (yang meliputi aspek: kecamatan tempat terjadi gangguan jaringan, jenis produk, tanggal lapor, jenis gangguan, letak gangguan, dan penyebab gangguan), dan data curah hujan harian di wilayah kerja PT. Telkom Bogor. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kota Kabupaten Bogor
Bogor
dan
Secara geografis Kota Bogor terletak antara 106o 46’ 28” BT sampai 106o 49’ 28” BT dan 6o 33’ 28” LS sampai 6o 37’ 32” LS. Kota Bogor yang mempunyai luas sebesar 355.890 ha terdiri dari daerah pemukiman, hutan, sawah, bangunan industri, perkebunan dan pertanian. Satu-satunya hutan yang terletak di tengah kota yang berfungsi sebagai penyangga kota adalah Kebun Raya Bogor. Untuk daerah lain, hutan belum menyebar secara merata. Bahkan beberapa daerah seperti Kecamatan Bogor Timur dan Bogor Utara sebagian besar merupakan tanah kosong, tidak bervegetasi dan banyak pemukiman. Kabupaten Bogor sendiri terletak antara 106o 2’ BT sampai 107o 13’ BT dan 6o 19’ LS sampai 6o 37’ LS. Di daerah ini, hutan masih menyebar secara merata. Pusat industri dan perdagangan terdapat di daerah Cibinong (Abdullah 2000). Kota Bogor dan Kabupaten Bogor di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Bekasi dan Provinsi DKI Jakarta, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Suharsono 1982). Sebagian wilayah kedua daerah tersebut bergelombang dan berlereng dengan kemiringan 8-15% dan ketinggian 150-300 m di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah datar sampai berombak terdapat di dataran rendah, yaitu di sekitar sungai yang terletak pada ketinggian kurang dari 200 mdpl dan berlereng kurang dari 3%. Sedangkan wilayah berbukit dengan lereng 15% terdapat di kaki Gunung Salak dan GedePangrango antara 350-750 mdpl di perbukitan sebelah timur dan barat (Atmosentono 1968, diacu dalam Suharsono 1982).
2.2 Iklim dan Cuaca di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor Menurut klasifikasi Mohr, Schmidt dan Ferguson maupun Oldeman, iklim di wilayah Bogor termasuk tipe iklim A. Sedangkan menurut klasifikasi Koppen, sebagian besar Bogor termasuk tipe Af. Curah hujan di daerah Bogor cukup tinggi yaitu 3770 mm per tahun dengan rata-rata curah hujan bulanan selama monsoon timur lebih dari 100 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April dan terendah pada bulan Juli. Sebagian besar wilayahnya mempunyai pola hujan bimodal dimana curah hujan maksimum terjadi pada bulan Maret-April dan Oktober-November, kecuali di daerah Ciawi, Cijeruk, lereng Gunung Pangrango dan Parung Panjang yang mempunyai pola hujan berbentuk U dengan curah hujan maksimum pada bulan Januari (Suharsono 1982). Suharsono (1982) menyebutkan bahwa hujan yang terjadi selama musim hujan umumnya disebabkan oleh pengaruh monsoon barat yang berhembus selama bulan November sampai Februari. Pada bulan-bulan tersebut arah angin berasal dari barat dan barat laut. Pada bulan Desember sampai Maret kadang-kadang terlihat pergerakan awan (angin) yang berasal dari arah barat daya dan selatan. Selama peralihan monsoon yaitu bulan Maret-April dan Oktober-November sering terjadi hujan lebat disertai petir. Hal ini diduga karena gabungan dari pengaruh konvektif, orografik, gangguan-gangguan atmosfer dan monsoon barat. Pegunungan yang membujur dari barat ke timur di sebelah selatan Bogor juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap hujan, terutama lereng Gunung Salak dimana curah hujan meningkat dari lembah ke arah gunung. Selain curah hujan, ternyata hari hujan juga meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Intensitas hujan rata-rata dan maksimum yang terjadi di Bogor adalah 6.44 mm/jam dan 80 mm/jam. Intensitas hujan harian dengan skala lebat dan sangat lebat (>50 mm/hari) terjadi pada bulan April-Mei dan OktoberNovember di daerah Muara, Baranangsiang, Sukamantri dan Dramaga (kadang-kadang juga terjadi pada bulan Desember dan Januari). Intensitas hujan dengan nilai tersebut terjadi pada sekitar 9-14% dari hari hujan, sedangkan lebih 50% dari hari hujan terjadi dengan intensitas hujan kurang dari 20 mm/hari. Intensitas hujan rata-rata dan maksimum akan meningkat sampai ketinggian
2
tertentu kemudian menurun ke arah puncak gunung. Lamanya hujan akan meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian (Suharsono 1982). Suhu rata-rata dan maksimum tertinggi terjadi pada bulan September-Oktober dan terendah pada bulan Januari. Suhu minimum tertinggi terjadi pada bulan April dan terendah pada bulan Juli. Suhu maksimum harian terjadi pada pukul 12.00-14.00 dan suhu minimum pada pukul 04.00-06.00. Untuk radiasi matahari, kisaran tahunannya lebih kecil lima kali dibanding kisaran radiasi harian. Intensitas radiasi surya dan radiasi bumi selama monsoon timur satu setengah kali lebih besar dibanding monsoon barat. Radiasi dan lama penyinaran surya terendah terjadi pada bulan Januari sedangkan radiasi dan lama penyinaran tertinggi terjadi masingmasing pada bulan September dan Agustus (Suharsono 1982). Data stasiun Bojong Gede pada Suharsono (1982) bisa dijadikan acuan dan pembanding untuk stasiun Ciriung Cibinong karena letaknya yang sangat berdekatan dan memiliki karakter geografis yang sama. Di wilayah ini, curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober dan paling rendah di bulan Juli. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 3520 mm. Hari hujan terbanyak terjadi di bulan Januari. Di stasiun Dayeuh curah hujan tertinggi terjadi di bulan April, sedangkan nilai terendah terjadi di bulan Agustus. Rata-rata curah hujan tahunannya adalah 4216 mm dan hari hujan paling banyak terjadi di bulan Januari. Data pembanding untuk stasiun Citeko bisa dilihat pada data stasiun Ciawi. Di daerah ini curah hujan maksimum terjadi di bulan Januari dan nilai minimum di bulan Juni. Curah hujan tahunan rata-rata adalah 3500 mm dengan hari hujan paling banyak terjadi di bulan Januari. Suharsono (1982) juga menyediakan informasi untuk stasiun Jasinga dan Kebun Raya Bogor. Untuk stasiun Jasinga curah hujan tertinggi paling banyak terjadi di bulan April, sedangkan nilai terendah terdapat di bulan Juli. Hari hujan di stasiun Jasinga paling banyak terjadi di bulan Januari dengan ratarata curah hujan tahunan 3227 mm. Untuk stasiun Kebun Raya Bogor, curah hujan maksimum tercatat ada di bulan Februari dan nilai minimum di bulan Juli. Hari hujan paling banyak terjadi di bulan Januari dengan ratarata curah hujan tahunannya 4397 mm.
2.3 Keragaman dan Perubahan Iklim Iklim tropis berlaku pada daerah di permukaan bumi yang terletak di antara 0-30o LU dan 0-30o LS. Keragaman iklim tropis lebih efektif dibedakan berdasarkan pola kelembaban, khususnya jumlah dan distribusi curah hujan, dibanding kondisi temperatur. Iklim tropis bisa didefinisikan sebagai sebuah kondisi iklim dimana suhu rata-rata pada bulan terdinginnya tidak kurang dari 18 oC (64 o F). Selain itu karakter pola curah hujannya biasanya berubah secara ekstrim dilihat dari segi tempat dan waktu (O’hare et al. 2005). O’hare et al. (2005) mencontohkan, iklim tropis basah yang memiliki sebaran hujan dalam jumlah tinggi di sepanjang tahun bisa ditemui di daerah ekuator yang bertepatan dengan udara tidak sabil ITCZ (Inter-Tropical Convergence Zone). ITCZ sendiri merupakan daerah tekanan rendah di sekitar ekuator dimana angin pasat timur laut dan angin pasat tenggara bertemu. Pada daerah dengan udara stabil subtropis (antara 20-30 oLU dan oLS dari ekuator), dimana arus udara menurun, ditemui iklim kering tropis (misalnya iklim kering tropis tanpa musim basah). Bertempat di antara daerah kontrol curah hujan ITCZ dan daerah tekanan tinggi subtropis, maupun daerah yang dipengaruhi keduanya, ditemukan iklim dengan kondisi hujan yang berbeda (memiliki periode musim panas yang lama) dan musim kering (musim dingin dengan posisi matahari rendah). Perubahan iklim terjadi ketika iklim berada pada kondisi di luar batas atau ukuran pasti yang telah ditentukan sebelumnya. Batasan yang dimaksud mencakup perhitungan kondisi cuaca rata-rata dari segi suhu, curah hujan, kecepatan angin dan lainnya, termasuk ketika berada dalam kondisi ekstrim, dalam selang waktu 30 tahunan (misalnya dari tahun 1931-1960, 1961-1990, dan seterusnya). Oleh sebab itu skala waktu perubahan iklim berkisar dari jangka menengah sampai jangka panjang, yang mencakup perubahan antar dekade, abad dan milenium. Perubahan iklim bisa terjadi pada skala tertentu yang mempengaruhi dunia secara keseluruhan atau hanya pada skala lokal dan regional saja (O’hare et al. 2005). Secara umum telah banyak diketahui bahwa kondisi radiasi netto atau jumlah energi yang tersedia di permukaan bumi, memainkan peranan penting dalam menentukan transfer panas laten dan terasa, juga cuaca dan iklim. Itu sebabnya segala bentuk perubahan yang
3
terjadi pada radiasi permukaan akan memiliki pengaruh terhadap perubahan iklim. Perubahan drastis radiasi yang sampai di permukaan bumi sekaligus dapat menginisiasi faktor internal maupun faktor eksternal yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Perubahan dalam penerimaan radiasi matahari oleh bumi sendiri dikategorikan sebagai faktor eksternal penyebab perubahan iklim. Sedangkan beberapa kejadian lain yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh radiasi seperti berubahnya komposisi atmosfer, perubahan permukaan bumi dan arus laut, diklasifikasikan sebagai faktor internal (O’hare et al. 2005) O’hare et al. (2005) menjelaskan, radiasi matahari tak terkendali di permukaan bumi menyebabkan perubahan iklim melalui 5 (lima) cara: 1 2 3 4 5
Perubahan radiasi yang diterima bumi. Modifikasi susunan kimia atmosfer. Perubahan permukaan bumi. Siklus biogeokimia. Keragaman energi internal di bumi.
2.4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. Telkom merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (51.19%) dan oleh publik sebesar 48.81%. Telkom juga menjadi pemegang saham mayoritas di 9 (sembilan) anak perusahaan, termasuk PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) (Telkom 2010b). Sampai dengan 31 Desember 2008 jumlah pelanggan Telkom tumbuh 37% dari tahun sebelumnya, menjadi 86.6 juta pelanggan, yang terdiri dari pelanggan telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8.6 juta (10%), pelanggan telepon tidak bergerak nirkabel sejumlah 12.7 juta pelanggan (15%) dan 65.3 juta (75%) pelanggan jasa telepon bergerak. PT. Telkom Bogor sendiri sampai akhir tahun 2008 telah melayani 343.000 satuan sambungan, pelanggan internet broadband 17.000 satuan sambungan, dan internet Telkomnet Instan mencapai 32.000 sambungan (Telkom 2010b; Yunianto 2008). Produk PT. Telkom yang paling banyak dikenal adalah telepon rumah atau PSTN (Public Switch Telephone Network). Selain telepon rumah, produk lainnya adalah DSL dan ISDN. Digital Subscriber Line (DSL)
merupakan teknologi yang memungkinkan penggabungan beberapa layanan, yaitu suara, data, dan gambar bergerak untuk dikirimkan melalui jaringan telepon tembaga. Sedangkan ISDN atau Integrated Services Digital Network adalah jaringan yang menyediakan konektivitas digital end-to-end dan memungkinkan terwujudnya transmisi suara, data dan video dalam waktu bersamaan dan menghasilkan konektivitas internet kecepatan tinggi (Telkom 2010a). Beberapa gangguan yang sering ditangani PT. Telkom berhubungan dengan ketidaklancaran komunikasi dalam menerima dan memulai sebuah panggilan. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan nada sambung. Situs informasi tentang layanan internet SpeedyWiki (2010a) menerangkan bahwa nada sambung adalah sebuah nada pada telepon yang digunakan untuk menunjukkan bahwa sentral telepon bekerja, yang juga dikenali sebagai off-hook, dan siap untuk menerima panggilan. Nada akan berhenti ketika kita menekan angka pertama kali. Gangguan lain adalah induksi akibat petir dan suara kemerosok. Petir adalah predator alami peralatan nirkabel. Ada dua cara berbeda petir bisa menyambar atau merusak peralatan yaitu sambaran langsung dan induksi. Sambaran langsung terjadi saat petir mengenai menara atau antena. Induksi disebabkan oleh petir ketika menyambar objek yang berada di dekat menara. Salah satu dari kedua jenis sambaran ini biasanya akan menghancurkan perlengkapan yang tak terlindungi (SpeedyWiki 2010b). Sedangkan gangguan suara merosok merupakan kejadian terdengarnya suara yang tidak jelas dan sering berdengung ketika melakukan komunikasi. MMA dan PCM juga tidak luput dari gangguan. MMA atau Multi Media Access merupakan bentuk penambahan fungsi serta modifikasi saluran telepon tetap kabel biasa menjadi perangkat media yang lain seperti internet (ICN 2010). Sedangkan PCM (Pulse Code Multiplexing) adalah metode standar yang digunakan dalam jaringan telepon untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital untuk dilewatkan pada jaringan telekomunikasi digital (Perpus ITT 2008). Ada beberapa bagian peralatan dan jaringan telekomunikasi yang sering mengalami gangguan, salah satunya dropwire. Dropwire merupakan kabel penghubung antara pelanggan dengan distribution point (DP), yang berbentuk kotak yang terletak di
4
tiang atau di dinding (Telkom 2010a). Peralatan kabel memang yang paling banyak mengalami gangguan. Selain dropwire juga ada kabel sekunder tanam langsung yang merupakan kabel penghubung dari Rumah Kabel (RK) ke arah DP yang didistribusikan dengan sistem kabel bawah tanah (Fauzi & Suherman 2006). Komponen peralatan kecil seperti terminal strip juga tak luput dari gangguan. Terminal strip adalah sebuah sebuah batang (bar) terisolasi yang berisikan satu set sekrup yang terpasang kawat (YDcom 2010). 2.5 Gangguan Bencana
Telekomunikasi
karena
Persiapan menghadapi bencana penting keberadaannya. Penyebabnya adalah cepat atau lambat sebuah bisnis akan mengalami tahap kegagalan. Ada pilihan apakah akan bertahan atau tergerus dari bencana yang akan terjadi. Pada industri kritis seperti telekomunikasi, tindakan siap tanggap bencana merupakan sebuah hal yang sangat penting, karena telekomunikasi merupakan kebutuhan dasar harian manusia untuk berinteraksi dengan sesama, termasuk saat bencana sekalipun (Jrad et al. 2004). Dewasa ini, di antara pemerintah dan kalangan bisnis telah tercipta sebuah kesadaran untuk berusaha lebih baik melakukan penanggulangan dan penyediaan layanan pada saat terjadi bencana atau kejadian luar biasa, baik itu selama maupun setelah kejadian. Kegiatan penanggulangan bencana selalu diposisikan sebagai sebuah hal yang utama dan lebih serius dibanding waktu sebelumnya. Penanggulangan bencana sudah dianggap sebagai bagian dari pengamanan nasional. Minimalisasi dampak bencana telah bergeser dari sebelumnya bersifat reaktif (setelah kejadian) menjadi pendekatan proaktif (pencegahan) (Jrad et al. 2004). Jrad et al. (2004) juga menjelaskan tentang kesiapan keberlangsungan bisnis atau business continuity preparedness, yang terdiri dari sekumpulan proses dimana sebuah bisnis mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan bencana atau kejadian luar biasa. Bencana-bencana ini tidak hanya mencakup bencana alam seperti gempa bumi, badai topan atau bencana tingkat berat seperti terorisme, tetapi juga termasuk gangguan yang sering terjadi seperti kelistrikan dan kesalahan prosedur operasi. Karena bencana alam tidak bisa diduga secara tepat waktu dan kedahsyatannya, semua kemungkinan yang
bisa terjadi harus dilakukan persiapan dan pencegahannya. Aspek unik dari industri telekomunikasi adalah bahwa bidang ini menggantungkan pemasukan kepada jaringan yang diharapkan bisa beroperasi 24 jam penuh dan (biasanya) beroperasi secara otomatis. Lebih jauh, untuk jenis bencana tertentu akan terjadi pemanfaatan jaringan yang lebih besar dibanding biasanya. Itu bisa dilihat dari bencana-bencana yang telah terjadi selama ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk dipastikan oleh perusahaan telekomunikasi bahwa mereka bisa menjamin ketersediaan layanan, pada saat bencana terjadi. Akan tetapi di sisi lain persiapan yang berlebihan untuk masalah ini tentunya juga memakan banyak biaya dan akan sangat sulit secara teknis (Jrad et al. 2004). Peralatan yang digunakan dalam penyediaan layanan telekomunikasi bisa menjadi sangat mahal perbaikan atau penggantiannya. Itu sebabnya rata-rata penyedia layanan telekomunikasi melakukan peningkatan kualitas dengan meminimalisasi kerusakan peralatan yang mungkin terjadi. Biasanya setiap kemungkinan bencana mendapat perlakuan tersendiri. Misalnya, persiapan menghadapi bencana banjir biasanya tidak serumit menghadapi gempa bumi. Karena sebuah penyedia layanan tidak bisa menanggulangi semua jenis bencana, akan lebih efektif bila lebih berkonsentrasi kepada jenis dan seberapa besar bencana yang paling mungkin terjadi. Hal ini tentu tergantung daerah operasi masing-masing (Jrad et al. 2004). Berdasarkan proses terjadi serta dampak yang ditimbulkan, bencana bisa dikategorikan ke dalam 3 kategori (Jrad et al. 2004): 1
2
3
Bencana alam: terjadi secara alami dan disebabkan oleh lokasi geografis dan lingkungan alam. Misalnya badai topan, tornado, banjir, gempa bumi, dan tsunami. Di beberapa negara, rekam kejadian bencana alam biasanya terdokumentasi dengan baik. Kesalahan teknis: disebabkan kesalahan teknologi yang digunakan. Misalnya masalah tenaga penggerak atau dampak yang buruk terhadap lingkungan. Gangguan manusia: disebabkan adanya niat pihak tertentu untuk merusak dan membahayakan. Misalnya kejadian 11 September (di New York). Bisa juga gangguan tersebut karena penyebab
5
sekunder, maksudnya jaringan telekomunikasi yang dimaksud bukan target utama perusakan, tapi ikut menjadi korban, misalnya pada kasus sabotase dan tindakan curang perusahaan kompetitor. Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Hal tersebut tidak bisa diprediksi dan bersifat alamiah, jadi tidak bisa direncanakan dengan tepat sebelumnya. Akan tetapi, demi kepentingan yang lebih besar, mau tidak mau persiapan harus dilakukan. Bisnis yang terencana dalam menghadapi sebuah bencana akan berjalan lebih baik dibanding yang tidak terencana. Terutama sekali, penyedia jaringan telekomunikasi. Mereka harus membuat perencanaan prabencana agar ketika bencana terjadi, layanan bisa terus dilakukan (Jrad et al. 2004). 2.6 Principal Component Analysis Principal component analysis (PCA) (Hotelling 1933, diacu dalam Izenman 2008) dikenal sebagai sebuah teknik untuk mendapatkan sekumpulan proyeksi linier orthogonal dalam jumlah yang lebih kecil, dari sebuah kumpulan peubah yang saling berhubungan, X =(X1, … ,Xr)τ, dimana penelaahan diurutkan berdasarkan keragaman yang semakin menurun. Izenman (2008) menerangkan bahwa PCA juga dianggap sebagai metode untuk mendekorelasi X dan hasilnya teknik tersebut secara tersendiri telah diterangkan kembali oleh banyak hal yang berbeda, dengan nama-nama alternatif seperti "perubahan Karhunen–Loeve" dan "fungsi orthogonal empiris", yang digunakan dalam teori komunikasi dan ilmu atmosfer. PCA terutama digunakan sebagai sebuah teknik pengurangan dimensionalitas. Menurut Izenman (2008), selain sebagai penyederhana dimensionalitas, PCA juga bisa digunakan untuk menemukan fitur-fitur yang penting dari sebuah data. Hal ini bisa dilakukan dengan memperhatikan pola dari grafik skor komponen utama. Beberapa skor komponen utama yang pertama dapat memperlihatkan karakteristik sebagian besar data. Disamping itu skor-skor tersebut bisa juga digunakan untuk mengindentifikasi fenomena di luar pengamatan, keanehan distribusional dan kelompok-kelompok data. Sedangkan beberapa skor komponen urutan yang terakhir, hanya menggambarkan sebagian kecil keragaman dan memiliki kemampuan menjelaskan keragaman yang semakin mendekati nol.
Pertanyaan yang paling umum dalam teknik PCA adalah seberapa banyak komponen utama yang akan dipakai dalam analisis data. Karena indikasi yang bagus dalam sebuah penelaahan peristiwa adalah yang menerangkan keragaman sebanyakbanyaknya, komponen utama yang akan diikutkan dalam analisis adalah sekumpulan komponen yang menerangkan sebagian besar keragaman juga. Pertanyaan selanjutnya adalah keuntungan apa yang bisa didapat dengan menggunakan PCA. Jawaban singkatnya, hal itu tergantung dari objek apa yang sedang dicoba untuk diselesaikan dan sejauh mana hasil analisisnya akan diterapkan (Izenman 2008). PCA merupakan sebuah teknik linear yang diciptakan untuk beragam tujuan (Izenman 2008): 1 2
3
4
Menghilangkan multikolinearitas antar peubah asli. Meminimalisir ketidakakuratan analisis setelah sebelumnya dilakukan pengecilan skala data. Membangun ulang peubah asli sebagai data masukan dengan jumlah yang lebih kecil dengan menggunakan ukuran kuadrat terkecil. Mengidentifikasi kelompok-kelompok potensial dari sebuah data.
2.7 Rotasi Faktor Rotasi faktor dilakukan untuk mempermudah interpretasi dalam menentukan peubah-peubah mana saja yang tercantum dalam suatu faktor. Terkadang ada beberapa peubah yang mempunyai korelasi tinggi dengan lebih dari satu faktor atau jika sebagian factor loading dari peubah bernilai di bawah batas terkecil yang telah ditetapkan (Purwaningsih 2000). Ada dua macam metode untuk merotasi sumbu faktor. Pertama, rotasi orthogonal, yang mempertahankan sumbu antara faktor tetap tegak lurus setelah rotasi. Kedua, rotasi oblique, yang tidak memiliki kontruksi yang tetap, sumbu faktor dapat berotasi secara independen, dan perlu tegak lurus dengan yang lain setelah berotasi (Purwaningsih 2000). Gambar 1 dan 2 mengilustrasikan dua macam rotasi. Hanya ada satu sudut yaitu sudut Φ pada rotasi orthogonal, sedangkan pada rotasi oblique sudut antara sumbu I asal dengan setelah rotasi ditandai dengan sudut ΦI dan sudut antara sumbu II asal dengan setelah
6
rotasi ditandai dengan sudut ΦII (Dillon & Goldstein 1981, diacu dalam Purwaningsih 2000).
Metode biquartimin merupakan bentuk kompromi antara metode quartimin dengan covarimin secara bergantian. Sedangkan metode oblimin hampir mirip dengan metode biquartimin (Purwaningsih 2000). III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Gambar 1 Rotasi orthogonal (Dillon & Goldstein 1981, diacu dalam Purwaningsih 2000)
Penelitian ini didahului dengan magang selama 3 bulan di PT. Telkom Bogor dari bulan Maret sampai Mei 2009. Selanjutnya penelitian dan pengolahan data dilanjutkan di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB Dramaga dari bulan Juni 2009 sampai Januari 2010. 3.2 Prosedur 3.2.1 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1 2
Gambar 2 Rotasi oblique (Dillon & Goldstein 1981, diacu dalam Purwaningsih 2000) Purwaningsih (2000) menerangkan bahwa ada tiga macam metode dalam rotasi orthogonal yaitu: varimax, quartimax, dan equamax. Metode varimax merupakan teknik yang paling populer di antara ketiga metode tersebut dan paling sering digunakan untuk merotasi solusi dari sebuah hasil komponen utama. Prosedur dari rotasi varimax adalah dengan meminimalkan jumlah peubah yang mempunyai loading tinggi pada suatu faktor. Metode quartimax lebih menekankan pada penyederhanaan interpretasi dari peubahpeubahnya dengan meminimalisasi jumlah faktor yang dibutuhkan untuk menjelaskan suatu peubah. Sedangkan metode equamax merupakan kombinasi dari metode varimax (dalam penyederhanaan faktor) dan quartimax (dalam penyederhanaan interpretasi peubah). Terdapat empat macam metode yang populer dalam rotasi oblique yaitu metode quartimin, covarimin, biquartimin dan oblimin. Metode quartimin dilakukan dengan meminimalkan jumlah dari loading. Metode covarimin hampir sama dengan rotasi varimax pada rotasi orthogonal yaitu dengan meminimalkan jumlah peubah yang mempunyai loading tinggi pada suatu faktor.
3 4
Data gangguan jaringan harian PT. Telkom Bogor tahun 2007-2008. Data curah hujan harian Kota Bogor dan Kabupaten Bogor tahun 2007 dan 2008 di 5 (lima) wilayah stasiun. Peta Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Seperangkat komputer dengan software Arc View, Minitab 16, dan Microsoft Office 2007.
3.2.2 Metode Penelitian Secara keseluruhan tahap-tahap penelitian bisa dilihat dengan jelas pada diagram alir di Gambar 3. Lebih rincinya, tahap penelitian yang dijalankan adalah: 3.2.2.1 Pra Analisis: Penyiapan data a
Data curah hujan harian Kota Bogor dan Kabupaten Bogor tahun 2007 dan 2008
Terdapat 5 (lima) buah stasiun yang digunakan data curah hujan hariannya, dimana masing-masing stasiun menggambarkan pembagian geografis serta mewakili nilai hujan daerah-daerah sekitarnya yang memiliki kesamaan karakter iklim dan geografis. Kelima stasiun itu adalah: -
-
-
Stasiun Ciriung Cibinong (wilayah utara daerah pengamatan, terletak di 6° 27' 37.5" LS dan 106° 51’ 23.1" BT, elevasi 146 m). Stasiun Dayeuh Jonggol (wilayah timur daerah pengamatan, terletak di 6° 17' 51.5" LS dan 107° 09’ 13.9" BT, elevasi 169 m). Stasiun Citeko (wilayah selatan daerah pengamatan, terletak di 6° 41' 52.9” LS dan 106° 56' 16.7" BT, elevasi 1016 m).
7
Tahap 1: Menganalisis karakter hujan
Tahap 2: Mengidentifikasi gangguan jaringan
Data curah hujan harian
Data gangguan jaringan harian
Data curah hujan harian
Data gangguan jaringan harian
Data gangguan jaringan harian
Jenis gangguan berdasarkan komponen utama
Data curah hujan harian
Pemilihan variabel/ aspek
Konversi menjadi data 10 harian
Konversi menjadi data 10 harian
Pemisahan data jenis gangguan
Konversi ke skala bulanan
Konversi ke skala bulanan
Identifikasi gangguan jaringan berdasarkan aspek
Transformasi ke dalam bentuk presentase
Transformasi ke dalam bentuk presentase
Data jenis gangguan jaringan harian
Data CH per bulan
Pembuatan ilustasi
Data CH 10 harian
Data gangguan jaringan 10 harian
Data jenis gangguan berdasarkan komponen utama per bulan
Menghitung dan menganalisis CH bulanan (max, min), tahunan, hari hujan, intensitas dan sifat hujan
Karakter hujan
Tahap 3: Mencari bentuk hubungan curah hujan dan gangguan jaringan
Tahap 4: Membuat model prediksi gangguan jaringan dengan menggunakan data curah hujan
Konversi ke dalam skala 10 harian
PCA Detail dan ilustrasi gangguan jaringan berdasarkan aspek
Regresi Distribusi CH ke semua wilayah
Distribusi gangguan jaringan ke semua wilayah
Pemilihan komponen utama
Data CH setiap wilayah
Data gangguan jaringan setiap wilayah
Korelasi skor komponen utama dengan peubah asal
Uji kelayakan dan uji kelinearan
Rotasi varimax hasil korelasi Korelasi
Lolos uji kelayakan dan uji kelinearan Tidak
Bentuk hubungan curah hujan dan gangguan jaringan
Data jenis gangguan yang berkorelasi tinggi dengan komponen utama
Menghentikan prediksi
Ya
Model prediksi valid
Menghitung jumlah jenis gangguan yang berkorelasi dengan komponen utama
Gambar 3 Diagram alir tahap penelitian
8
-
-
Stasiun Jasinga (wilayah barat daerah pengamatan, terletak di 6° 28’ 24.5" LS dan 106° 28' 4.8" BT, elevasi 124 m). Stasiun Kebun Raya (wilayah tengah daerah pengamatan, terletak di 6° 35' 55.7" LS dan 106° 47' 44.2" BT, elevasi 280 m).
Daerah pengamatan yang dimaksud di sini adalah wilayah kerja PT. Telkom Bogor, yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Data bersumber dari Stasiun Klimatologi Dramaga. b
Data gangguan jaringan harian Telkom Bogor tahun 2007-2008.
terendah. Hasilnya diplotkan ke dalam sebuah grafik. Selain itu curah hujan juga dikonversi menjadi skala tahunan untuk mencari curah hujan tahunan. b
Hari hujan dihitung dengan cara melihat hari yang ada hujan dengan nilai curah hujan lebih besar atau sama dengan 0.5 mm dalam waktu 24 jam (Harisda 2009).
c
Intensitas hujan harian pada kedua tahun pengamatan dicari dengan melihat curah hujan di setiap 24 jam dan berpatokan pada pembagian keadaan hujan dan intensitas hujan menurut Sosrodarsono dan Takeda (1978), yang diacu dalam Suharsono (1982), seperti yang disajikan pada Tabel 2:
PT.
Data ini berisi rekaman gangguan jaringan harian milik PT. Telkom Bogor dari tahun 2007 sampai 2008 di daerah cakupan kerjanya, yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Format data adalah *.xls yang merupakan format data Microsoft Office Excel. Detail data yang akan dipakai bisa dilihat di Tabel 1.
Tabel 2 Keadaan dan intensitas hujan (Sosrodarsono & Takeda 1978, diacu dalam Suharsono 1982) Keadaan Hujan
Tabel 1 Variabel dari data gangguan jaringan yang digunakan Variabel STO Jenis produk Tanggal lapor Jenis gangguan Letak gangguan Penyebab
Keterangan Sentral Telepon Otomat, untuk lokasi kecamatan lokasi gangguan Jenis produk yang mengalami gangguan Waktu konsumen melaporkan terjadinya gangguan Jenis gangguan yang terjadi Bagian alat yang mengalami gangguan Hal yang menyebabkan terjadinya gangguan
Data yang akan digunakan tidak disiapkan sampai pada tahap itu saja. Semua data yang tidak lengkap dipisahkan dan tidak digunakan dalam pengolahan. Proses ini dikerjakan di Microsoft Office Excel. Jadi data yang diolah merupakan data yang benarbenar lengkap setiap variabelnya. 3.2.2.2 Metode Analisis 1
Menganalisis karakter hujan di setiap wilayah stasiun
a
Curah hujan harian dikonversi menjadi curah hujan bulanan dalam setiap tahun. Kemudian diperhatikan bulan mana saja yang memiliki nilai tertinggi dan
Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujan lebat Hujan sangat lebat
Intensitas Hujan mm jam -1 mm hari -1 <1 <5 1-5 5-20 5-20 20-50 10-20 50-100 >20 >100
d
Sifat hujan dihitung dengan cara membandingkan jumlah curah hujan kumulatif selama satu bulan di suatu stasiun dengan rata-ratanya atau normalnya pada bulan dan tempat yang sama. Sifat hujan terbagi 3 (BMKG Pondok Betung 2010):
-
Atas Normal (AN): jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya. Normal (N): jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya. Bawah Normal (BN): jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya.
-
2
Mengidentifikasi gangguan jaringan PT. Telkom Bogor
a
Ada 6 (enam) variabel dari data gangguan yang digunakan dalam penelitian ini. Dua variabel yaitu STO dan tanggal lapor akan digunakan pada tahap analisis selanjutnya. Untuk melihat gambaran yang lebih khusus, gangguan jaringan akan diidentifikasi berdasarkan 4 (empat) variabel atau aspek. Gangguan jaringan berdasarkan masing-masing variabel dihitung dengan Microsoft Access 2007 dan Microsoft Excel 2007. Nantinya akan
9
dihasilkan berikut: b
3
a
b
c
informasi-informasi
seperti
Gangguan jaringan berdasarkan jenis gangguan. Gangguan jaringan berdasarkan jenis produk yang mengalami gangguan. Gangguan jaringan berdasarkan letak. Gangguan jaringan berdasarkan penyebab.
r = koefisien korelasi X,Y = variabel yang dikorelasikan n = ukuran data d
H0: Tidak terdapat hubungan linear antara kedua peubah H1: Terdapat hubungan linear antara kedua peubah
Informasi-informasi yang didapat pada langkah a) lalu disajikan ke dalam berbagai bentuk ilustrasi seperti pie-chart atau diagram batang, dimana pemilihan ilustrasinya disesuaikan dengan jumlah data yang ditampilkan (efektifitas, efisiensi dan kejelasan informasi). Pembuatan ilustrasi ini langsung dari Microsoft Office Excel 2007. Dari hasil perhitungan dan ilustrasi yang telah dibuat akan dikaji informasi sebanyak mungkin untuk melihat fenomena yang ada dan rekomendasi yang bisa disarankan.
Taraf nyata yang digunakan adalah 0.1. Setelah itu ditentukan wilayah kritiknya. Nilai z atau wilayah di bawah kurva normal dilihat pada tabel yang terdapat pada Walpole (1992) dengan berpatokan pada taraf nyata yang telah ditetapkan. Dengan taraf nyata 0.1 nilai z-nya adalah 1.645, sehingga wilayah kritiknya z < 1.645 dan z > 1.645. Untuk mencari nilai z dari korelasi kedua peubah tersebut digunakan persamaan 2: (2)
Menganalisis bentuk hubungan curah hujan dengan gangguan jaringan PT. Telkom Bogor Jumlah gangguan jaringan harian di masing-masing stasiun dikonversi menjadi gangguan jaringan 10 harian. Kemudian data ini dijadikan dalam bentuk presentase karena pada tahap selanjutnya akan dikorelasikan dengan data curah hujan yang memiliki satuan berbeda. Caranya dengan membandingkan dengan nilai tertinggi pada data tersebut. Data curah hujan harian di setiap stasiun dikonversi menjadi curah hujan 10 harian. Kemudian data ini dirubah ke dalam bentuk presentase. Dengan menggunakan software Minitab 16, dicari korelasi antara curah hujan dan gangguan jaringan di setiap stasiun. Selanjutnya akan didapat koefisien korelasi momen-hasilkali Pearson yang merupakan ukuran keeratan hubungan dua peubah. Walpole (1992) menjelakan bahwa koefisien korelasi momenhasilkali Pearson dijelaskan dengan persamaan 1:
Untuk menguji bahwa di antara dua peubah benar-benar terdapat hubungan linear digunakan uji hipotesis. Hipotesis yang digunakan adalah (Walpole 1992):
dimana: n r
= jumlah pengamatan = ukuran data
Jika nilai z yang didapat berada dalam wilayah kritik berarti H0 ditolak dan di antara kedua peubah memang ada hubungan linear. 4
Menyusun model peluang terjadinya gangguan jaringan berdasarkan curah hujan di wilayah PT. Telkom Bogor.
a
Data jenis gangguan jaringan harian dikonversi ke dalam skala 10 harian.
b
Analisis komponen utama lalu diterapkan pada data jenis gangguan tersebut untuk mereduksi dimensionalitas data. Menurut Hannawati et. al. (2003), bila satu set data disajikan dalam matrik X, maka algoritma PCA meliputi tahap-tahap berikut:
-
Mencari komponen rata-rata dari matrik X yang dirumuskan dengan persamaan 3: (3)
-
Mencari matrik covariance menggunakan persamaan 4:
dengan
(1) (4) dimana:
10
-
Mencari eigenvalue dan eigenvector dari matrik covariance dengan menggunakan persamaan 5:
h
(5)
-
dimana λ adalah eigenvalue dan Q adalah eigenvector. Mencari Feature Principal Component dengan mentransformasi data set ke dalam ruang eigen dengan menggunakan persamaan 6:
y = a + bx
(6)
Komponen utama lalu dipilih dengan kemampuan menjelaskan keragamannya paling tidak 80% atau lebih.
d
Skor komponen utama terpilih lalu dikorelasikan dengan peubah asal (jenis gangguan) untuk melihat jenis gangguan mana saja yang berkorelasi tinggi dan bisa dicirikan oleh komponen utama tertentu.
e
f
g
Untuk meminimalkan banyak peubah yang mungkin menumpuk (berkorelasi tinggi) dengan sebuah komponen utama, dilakukan rotasi faktor. Rotasi faktor yang digunakan adalah rotasi varimax. Menurut Purwaningsih (2000), rotasi faktor dilakukan dengan cara merotasikan loading factor L, dengan menggunakan metode rotasi sehingga menghasilkan loading factor baru seperti ditampilkan di persamaan 7:
(8)
dimana a adalah intersep atau perpotongan sumbu tegak dan b adalah kemiringan atau gradiennya.
i menyatakan data ke-i, m adalah jumlah data dan Q menyatakan matriks eigenvector. c
Proses regresi linear kemudian dilakukan antara kedua peubah dimana curah hujan diposisikan sebagai peubah bebas dan jenis gangguan jaringan sebagai peubah tak bebas. Walpole (1992) menjelaskan bahwa regresi merupakan model matematis yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai suatu peubah tak bebas y, dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas x, seperti yang ditampilkan pada persamaan 8:
i
Untuk menguji kelayakan model digunakan tingkat signifikansi 0.1. Apabila tingkat signifikansi pada ANOVA sebuah model < 0.1, sebuah model berarti layak untuk digunakan.
j
Selain uji kelayakan, sebuah model juga harus melalui uji kelinearan regresi untuk memastikan garis regresinya linear. Walpole (1992) menjelaskan sebuah uji hipotesis untuk menyimpulkan kelinearan sebuah regresi. Hipotesis yang digunakan adalah: H0: Garis regresi linear H1: Garis regresi taklinear
(7)
Taraf nyata yang digunakan seperti yang ditetapkan sebelumnya yaitu 0.1. Wilayah kritik sebaran F bisa dilihat di tabel pada Walpole (1992), dan itu berbeda di setiap wilayah bergantung pada seberapa banyak data yang sama. Untuk mencari F persamaan regresi, digunakan persamaan 9,10 dan 11:
dimana T adalah matriks tranformasi yang dipilih.
(9)
Jenis gangguan jaringan yang berkorelasi tinggi dengan komponen utama tertentu lalu dihitung berdasarkan komponen utama masing-masing, di setiap wilayah stasiun untuk setiap bulannya. Data ini selanjutnya dikonversi ke dalam presentase karena ditahap selanjutnya akan diregresikan dengan data curah hujan yang memiliki satuan yang berbeda. Data curah hujan di masing-masing stasiun dikonversi menjadi data bulanan, dan dijadikan ke dalam bentuk presentase.
dalam hal ini:
………………………………………(10) (11) dimana: k n yij yi
= jumlah jenis data yang sama = ukuran data = nilai ke-j bagi peubah acak Yi = jumlah nilai Yi dalam contoh
11
Jika nilai F berada di luar wilayah kritik berarti H0 diterima dan artinya garis regresinya linear. k
Sebuah persamaan regresi yang valid memungkinkan prediksi jenis gangguan mana saja yang bisa dipengaruhi curah hujan. Bagaimana jenis gangguan tersebut bisa dipengaruhi, dijelaskan serta diusulkan rekomendasi agar gangguan serupa bisa dicegah atau dikurangi ketika terjadi hujan di masa datang. IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hujan 4.1.1 Stasiun Ciriung Cibinong Curah hujan bulanan pada tahun 2007 berkisar dari nilai terendah 116 mm (bulan Agustus) sampai nilai tertinggi 615 mm (Maret). Sedangkan setahun setelahnya curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November (509 mm) dan terendah di bulan Juli (25 mm). Curah hujan tahunan pada tahun 2007 lebih tinggi dibanding tahun 2008, dimana nilai curah hujan pada tahun 2007 adalah 3199 mm dan tahun 2008 sebesar 2567 mm. Fluktuasi hujan setiap bulan bisa dilihat di Gambar 4.
Gambar 4 Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Ciriung Cibinong Hari hujan pada tahun 2007 paling banyak terdapat pada bulan April dengan 20 hari hujan, sedangkan pada tahun 2008 hari hujan paling banyak terdapat di bulan Februari dengan 19 hari hujan (lihat Tabel 3). Perhitungan intensitas hujan per hari berdasarkan Sosrodarsono dan Takeda (1978), yang diacu dalam Suharsono (1982) di
wilayah ini mengemukakan fakta bahwa baik tahun 2007 maupun tahun 2008 hampir tidak memiliki hari dengan intensitas hujan sangat lebat (>100 mm/hari), kecuali hanya satu hari di bulan November 2008 (tanggal 3 November). Hujan dengan intensitas lebat (50-100 mm/hari) paling sering terjadi di bulan Maret pada tahun 2007, dan di bulan November pada tahun 2008 (lihat Tabel 4). Selama tahun 2007, curah hujan bulanan di wilayah stasiun Cibinong paling banyak berada pada sifat bawah normal jika dibandingkan dengan rata-rata hujan bulanan untuk wilayah yang sama, yang tercantum dalam Suharsono (1982). Sebanyak tujuh bulan dalam tahun tersebut mempunyai sifat bawah normal. Hujan memiliki sifat normal hanya di bulan Juni dan Juli. Sedangkan sifat hujan atas normal terdapat di bulan Januari, Maret dan Desember. Hampir sama dengan tahun 2007, setahun setelahnya hujan bulanan paling banyak berada pada sifat bawah normal (9 dari 12 bulan). Hujan dengan sifat normal hanya terjadi pada bulan Februari dan Maret, dan hujan dengan sifat atas normal hanya terdapat di bulan November (lihat Tabel 5). Berdasarkan Suharsono (1982), curah hujan rata-rata tahunan untuk wilayah Cibinong yaitu sebesar 3250 mm, curah hujan tahunan tahun 2007 dan 2008 terlihat menurun, bahkan terkesan drastis untuk tahun 2008. Diduga hal ini merupakan bagian dari perubahan iklim akibat perubahan permukaan bumi (pembukaan lahan baru untuk pemukiman) dan modifikasi susunan kimia atmosfer (Cibinong sebagai kawasan industri), seperti yang dijelaskan oleh O’hare et al. (2005) dan Abdullah (2000). Dalam hal hari hujan, jika dibandingkan dengan keterangan hari hujan stasiun Cibinong dalam Suharsono (1982), terdapat sebuah perbedaan karena hari hujan terbanyak untuk wilayah stasiun ini terjadi pada bulan Januari dengan 21 hari. Selain itu dalam hal intensitas hujan juga terdapat sedikit perbedaan karena Suharsono (1982) menyatakan bahwa hujan dengan intensitas lebat dan sangat lebat terjadi pada bulan April-Mei, Oktober-November, dan kadangkadang pada bulan Desember serta Januari.
12
Tabel 3 Jumlah hari hujan di stasiun Ciriung Cibinong (hari) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007 2008
14 11
19 19
19 14
20 10
10 10
11 6
6 5
5 8
7 8
10 9
12 11
15 13
Tabel 4 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Ciriung Cibinong (hari) Tahun 2007
2008
Intensitas Hujan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
0 5 6 3 0
7 8 4 0 0
2 6 6 5 0
4 13 2 1 0
4 4 1 1 0
2 6 1 2 0
1 0 4 1 0
2 0 3 0 0
0 4 3 0 0
1 4 5 0 0
3 7 1 1 0
2 6 6 1 0
Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
0 8 2 1 0
1 15 2 1 0
0 9 2 3 0
0 5 5 0 0
0 6 4 0 0
1 4 1 0 0
2 3 0 0 0
0 7 0 1 0
0 6 1 1 0
3 5 1 0 0
0 4 2 4 1
2 7 4 0 0
Tabel 5 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Ciriung Cibinong (%) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007
139
66
179
80
60
102
102
56
64
58
49
124
2008
69
92
118
69
64
31
14
71
55
28
142
71
4.1.2 Stasiun Dayeuh Jonggol Pada tahun 2007, curah hujan bulanan berkisar dari nilai terendah 5 mm (Juli) sampai nilai tertinggi 618 mm (Februari). Sama dengan setahun sebelumnya, curah hujan terendah di tahun 2008 juga terjadi di bulan Juli dengan nilai 20 mm. Sedikit perbedaan terdapat pada waktu curah hujan bulanan tertinggi dimana kejadian tersebut terjadi di bulan November dengan nilai 440 mm. Untuk nilai curah hujan tahunan, terjadi penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2008, dimana masing-masing tahun memiliki curah hujan 2001 mm dan 1539 mm. Lebih jelas tentang kondisi curah hujan bulanan di wilayah ini bisa dilihat di Gambar 5. Pada tahun 2007, hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Februari (17 hari hujan), sedangkan setahun setelahnya hari hujan terbanyak terdapat pada bulan November (lihat Tabel 6). Walau terkesan memiliki curah hujan yang lebih sedikit dibanding wilayah Cibinong, intensitas hujan dengan
skala sangat lebat di wilayah ini lebih banyak dengan adanya kejadian tersebut di kedua tahun. Pada tahun 2007, intensitas hujan sangat lebat terjadi pada satu hari di bulan Februari dan setahun setelahnya terjadi di bulan Maret. Kejadian hujan dengan intensitas lebat pada tahun 2007 terjadi pada bulan Februari, sedangkan setahun setelahnya kejadian hujan dengan intensitas tersebut bahkan tidak terjadi sama sekali (lihat Tabel 7).
Gambar 5 Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Dayeuh Jonggol
13
Tabel 6 Jumlah hari hujan di stasiun Dayeuh Jonggol (hari) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007
9
17
11
12
5
6
1
4
3
9
8
13
2008
8
13
7
8
3
3
2
5
7
14
18
7
Tabel 7 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Dayeuh Jonggol (hari) Tahun 2007
2008
Intensitas Hujan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
2 5 2 0 0
1 7 4 4 1
0 9 2 0 0
0 9 3 0 0
0 3 2 0 0
1 2 3 0 0
0 1 0 0 0
0 4 0 0 0
0 3 0 0 0
0 9 0 0 0
0 8 0 0 0
0 7 4 2 0
Sangat Ringan (< 5 mm/hari)
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
1
Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
8 0 0 0
12 1 0 0
6 0 0 1
6 0 0 0
3 0 0 0
3 0 0 0
2 0 0 0
4 1 0 0
6 1 0 0
11 3 0 0
10 8 0 0
7 0 0 0
Tabel 8 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Dayeuh Jonggol (%) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007
32
135
31
43
21
51
3
29
9
30
26
99
2008
18
46
40
14
6
9
11
48
51
68
106
16
Sepanjang tahun 2007, hujan di wilayah stasiun Dayeuh Jonggol sebagian besar berada pada sifat bawah normal. Hanya di bulan Februari (atas normal) dan Desember (normal) yang memiliki sifat berbeda. Satu tahun setelahnya bahkan hanya di bulan November hujan berada pada sifat normal, selebihnya bawah normal (lihat Tabel 8). Rata-rata curah hujan tahunan untuk wilayah ini adalah 4216 mm. Dibandingkan dengan curah hujan tahun 2007 dan 2008, tergambar sebuah penurunan yang sangat drastis bahkan lebih dari setengahnya. Dalam hal hari hujan pun, terdapat sedikit pergeseran karena hari hujan tertinggi di daerah ini biasanya terjadi pada bulan Januari. Perbedaan drastis iklim khususnya curah hujan tahunan diduga karena besarnya dampak perubahan iklim yang terjadi di daerah ini akibat berkurangnya lahan hijau
O’hare et al. 2005). Lahan hijau telah banyak berubah menjadi pemukiman penduduk. 4.1.3 Stasiun Citeko Curah hujan tertinggi pada tahun 2007 di wilayah stasiun Citeko (906 mm) terjadi pada bulan Februari, sedangkan nilai terendah (8 mm) terjadi pada bulan Juli. Pada tahun 2008, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret (523 mm) dan terendah pada bulan Juli (20 mm). Untuk curah hujan tahunan, terjadi peningkatan dari tahun 2007 ke tahun 2008 dimana curah hujan di masing-masing tahun 3047 mm dan 3109 mm. Lebih lengkap bisa dilihat di Gambar 6. Hari hujan pada tahun 2007 paling banyak terjadi di bulan Maret dengan 26 hari hujan. Sedangkan tahun 2008 hari hujan paling banyak terjadi di bulan Februari (27 hari hujan). Rincian hari hujan di setiap bulan lengkapnya ada di Tabel 9.
14
Tabel 9 Jumlah hari hujan di stasiun Citeko (hari) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007
17
24
26
23
16
16
3
5
9
12
20
10
2008
17
27
25
19
14
7
2
11
13
16
21
23
Tabel 10 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Citeko (hari) Tahun 2007
2008
Intensitas Hujan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
1 9 6 1 0
10 6 6 3 2
10 9 7 2 0
11 10 5 2 0
16 4 1 0 0
11 5 2 0 0
5 0 0 0 0
4 1 2 0 0
7 5 0 0 0
10 5 1 1 0
11 10 2 1 0
3 4 3 0 0
Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari)
7 7
6 13
8 8
10 6
8 7
8 3
3 1
7 6
5 7
12 4
7 9
12 9
Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
5 1 0
7 2 0
7 3 0
4 1 0
3 0 0
0 0 0
0 0 0
1 0 0
3 0 0
4 1 0
7 2 0
5 0 0
Tabel 11 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Citeko (%) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007
82
232
113
113
42
79
4
44
31
48
91
43
2008
66
124
132
88
58
36
10
61
91
66
189
84
Hujan dengan intensitas sangat lebat hanya terjadi di tahun 2007, dimana ada 2 hari di bulan Februari yang mengalaminya. Pada tahun yang sama, hujan dengan intensitas lebat paling banyak terjadi di bulan Februari, sedangkan setahun setelahnya terjadi paling banyak di bulan Maret (lihat Tabel 10).
bulan Maret, April dan November. Setahun setelahnya hujan dengan sifat atas normal terjadi lebih banyak, yakni di bulan Februari, Maret dan November. Sedangkan hujan dengan sifat normal hanya terjadi di bulan April dan September (selengkapnya di Tabel 11). Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 3500 mm, jika dibandingkan dengan curah hujan tahun 2007 dan 2008 tidak berbeda jauh atau masih berada pada rentang yang sama. 4.1.4 Stasiun Jasinga
Gambar 6 Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Citeko Baik tahun 2007 dan 2008, sifat hujan bawah normal masih mendominasi setiap bulannya. Pada tahun 2007, hujan dengan sifat atas normal hanya terjadi di tahun Februari. Sedangkan hujan bersifat normal terjadi di
Curah hujan tertinggi tahun 2007 terjadi pada bulan Januari dengan nilai 399 mm, sedangkan nilai terendah terjadi pada bulan Juli dengan 32 mm. Pada tahun berikutnya kenyataan yang sedikit berbeda terjadi dimana curah hujan tertinggi terjadi dengan selisih waktu sebulan dibanding tahun 2007 yaitu bulan Maret dengan nilai 329 mm. Nilai terendah tahun 2008 terjadi pada waktu yang sama dengan tahun 2007 dimana sama sekali tidak terjadi hujan atau hujan yang terjadi tidak terukur. Curah hujan tahun 2007 adalah sebesar 1926 mm, sedangkan setahun
15
lebat hanya terjadi sekali di kedua tahun (2007 dan 2008), yaitu satu hari di bulan Januari 2007. Sedangkan hujan dengan intensitas lebat pada tahun 2007 paling banyak terjadi di bulan Januari. Untuk tahun 2008, hujan dengan intensitas lebat paling banyak terjadi di bulan April (Tabel 13).
setelahnya 2249 mm. Fluktuasi curah hujan bulanan pada wilayah ini bisa dilihat di Gambar 7.
Sifat hujan bawah normal sangat mendominasi selama tahun 2007 dan 2008. Hujan dengan sifat atas normal hanya terjadi sekali yaitu di bulan Januari 2007. Sedangkan sifat hujan normal terjadi di bulan FebruariApril 2008 dan Oktober-November 2008. Pada tahun 2007 sama sekali tidak terjadi sifat hujan normal di wilayah stasiun Jasinga (lihat Tabel 14). Dibanding rata-rata curah hujan tahunan untuk daerah yang sama yaitu 3227 mm, curah hujan pada tahun 2007 dan 2008 terlihat menurun secara drastis.
Gambar 7 Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Jasinga Baik pada tahun 2007 maupun 2008, hari hujan terbanyak di wilayah stasiun Jasinga sama-sama terjadi di bulan Maret, masingmasing dengan nilai 17 dan 22 hari hujan (Tabel 12). Hujan dengan intensitas sangat Tabel 12 Jumlah hari hujan di stasiun Jasinga (hari) Tahun 2007 2008
Jan 12 6
Feb 17 22
Mar 9 16
Apr 15 13
Mei 8 4
Jun 11 6
Jul 2 0
Agu 4 6
Sep 2 4
Okt 11 14
Nov 5 18
Des 8 12
Tabel 13 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di stasiun Jasinga (hari) Tahun 2007
2008
Intensitas Hujan Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari) Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari)
Jan 2 5 2 2 1 1 2 3
Feb 5 8 3 1 0 6 11 5
Mar 1 4 4 0 0 6 4 5
Apr 4 7 3 1 0 1 6 4
Mei 3 4 1 0 0 0 1 2
Jun 1 8 2 0 0 0 4 1
Jul 0 1 1 0 0 0 0 0
Agu 2 2 0 0 0 1 4 0
Sep 0 2 0 0 0 1 2 1
Okt 0 6 5 0 0 2 7 4
Nov 1 1 3 0 0 5 6 7
Des 0 6 1 1 0 5 5 1
Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
0 0
0 0
1 0
2 0
1 0
1 0
0 0
1 0
0 0
1 0
0 0
1 0
Tabel 14 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Jasinga (%) Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
2007 2008
127 43
84 112
59 98
79 89
30 55
73 59
17 0
18 66
9 21
79 96
40 101
54 51
16
4.1.5 Stasiun Kebun Raya Bogor Curah hujan maksimum pada tahun 2007 terjadi pada bulan Februari dimana curah hujan bulanannya 547 mm, sedangkan yang terendah terjadi pada bulan Juli dengan 69 mm. Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2008 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan nilai 612 mm, sedangkan waktu dengan curah hujan terendah sama dengan tahun 2007 yaitu bulan Juli dengan 20 mm. Curah hujan meningkat dari tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 3213 mm ke 3680 mm. Pada Gambar 8 ditampilkan fluktuasi curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Kebun Raya Bogor.
Gambar 8 Curah hujan bulanan tahun 2007 dan 2008 di stasiun Kebun Raya Bogor Pada tahun 2007, hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember dimana 25 dari keseluruhan hari pada bulan tersebut memiliki curah hujan harian besar atau sama dengan 0.5 mm. Sedangkan setahun setelahnya hari hujan paling banyak terjadi pada bulan Februari
dengan 27 hari hujan (lihat tabel 15). Hari dengan intensitas hujan sangat lebat lebih banyak terjadi di tahun 2008 dibanding setahun sebelumnya, dimana masing-masing satu hari dalam bulan Maret, September dan November 2008 mengalaminya. Bandingkan dengan tahun 2007 dimana hanya satu hari di bulan Februari yang memiliki intensitas sangat lebat. Sedangkan hujan dengan intensitas lebat pada tahun 2007 paling banyak terjadi di bulan April dan November. Untuk tahun 2008 hujan lebat paling banyak terjadi pada bulan November (lihat tabel 16). Mayoritas hujan yang terjadi pada tahun 2007 dan 2008 memiliki sifat bawah normal. Masing-masing dua bulan pada kedua tahun memiliki curah hujan dengan sifat atas normal, dimana pada tahun 2007 bulan yang dimaksud adalah April dan Juni, sedangkan di tahun 2008 bulan September dan November. Hujan berada pada sifat normal saat bulan Februari dan November di tahun 2007 serta Maret dan Juni di tahun 2008 (lihat tabel 17). Bila dibandingkan dengan rata-rata curah hujan tahunan pada Suharsono (1982) sebesar 4397 mm, nilai curah hujan pada tahun 2007 dan 2008 terlihat jauh menurun. Perubahan iklim akibat berkurangnya lahan hijau (O’hare et al. 2005) diduga menyebabkan hal ini, khususnya Kebun Raya Bogor yang selama ini menjadi hutan kota (Abdullah 2000).
Tabel 15 Jumlah hari hujan di stasiun Kebun Raya Bogor (hari) Tahun 2007 2008
Jan 8 13
Feb 22 27
Mar 14 24
Apr 21 21
Mei 14 13
Jun 15 13
Jul 6 6
Agu 7 14
Sep 5 18
Okt 18 17
Nov 19 23
Des 25 26
Tabel 16 Jumlah hari dengan intensitas hujan tertentu dalam satu bulan di Kebun Raya Bogor (hari) Tahun 2007
2008
Intensitas Hujan Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari) Sangat Ringan (< 5 mm/hari) Ringan (5-20 mm/hari) Normal (20-50 mm/hari) Lebat (50-100 mm/hari) Sangat Lebat (>100 mm/hari)
Jan 0 4 4 0 0 6 7 1 2 0
Feb 2 10 8 1 1 12 11 3 1 0
Mar 0 10 4 0 0 10 5 7 2 1
Apr 2 10 6 3 0 8 10 4 2 0
Mei 5 6 3 0 0 3 5 6 0 0
Jun 4 6 3 2 0 8 3 1 2 0
Jul 2 3 1 0 0 5 2 0 0 0
Agu 0 5 1 1 0 7 3 5 0 0
Sep 3 1 0 1 0 9 4 6 1 1
Okt 5 8 4 1 0 10 4 6 0 0
17
Nov 4 9 3 3 0 9 6 2 5 1
Des 14 12 2 1 0 11 10 4 1 0
Tabel 17 Rasio hujan bulanan dengan rata-rata normal stasiun Kebun Raya Bogor (%) Tahun 2007 2008
Jan 33 57
Feb 111 58
Mar 55 110
Apr 118 84
Mei 45 66
4.2 Gangguan Jaringan PT. Telkom Bogor Gangguan jaringan milik PT. Telkom Bogor yang terjadi selama tahun 2007 dan 2008 diidentifikasi berdasarkan 4 (empat) aspek, yaitu: jenis gangguan, jenis produk yang mengalami gangguan, letak gangguan, dan penyebabnya. 4.2.1 Gangguan Jaringan berdasarkan Jenis Gangguan yang paling banyak terjadi adalah ‘tidak ada nada’. Maksudnya, ketika konsumen akan memulai sambungan ke nomor tertentu, nada sambung yang biasa terdengar ketika menelepon ternyata tidak terdengar (lihat Gambar 9).
Jun 144 96
Jul 36 10
Agu 59 79
Sep 34 161
Okt 59 67
Nov 99 149
Des 68 65
4.2.2 Gangguan Jaringan berdasarkan Produk Hampir semua gangguan jaringan yang dilaporkan terjadi pada produk telepon rumah (TLP), yaitu sebanyak 256.566 gangguan. Sisanya, berturut-turut hanya 512 dan 16 gangguan yang terjadi pada produk lain yaitu teknologi Digital Subscriber Line (TDSL) dan Integrated Services Digital Network (ISDN). Presentase masing-masing produk bisa dilihat di Gambar 10.
Gambar 10 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan produk.
Gambar 9 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan jenis. Gangguan berupa ‘tidak ada nada’ berjumlah 209.284 gangguan. Itu artinya dari 1000 gangguan, 814 di antaranya adalah ‘tidak ada nada’. Presentase jenis gangguan lain tidak ada yang mencapai dua digit, dimana berturut-turut gangguan ‘suara kemerosok’, ‘tidak dapat dipanggil’, ‘induksi’, ‘tidak dapat memanggil ada nada’ serta 27 gangguan lain memiliki jumlah 18.100, 11.671, 4.897, 3.835, dan 9.307 gangguan. Bisa dilihat dengan jelas potensi gangguan terbesar terletak pada telepon rumah. Bagian yang paling mendesak untuk dibenahi tentu saja bagian yang berperan dalam mendukung sebuah sambungan telepon. Kualitas dari sarana dan peralatan pendukung sambungan telepon harus diperhatikan demi berkurangnya gangguan yang terjadi.
Jenis produk telekomunikasi selain telepon rumah yang mengalami gangguan tidak ada yang mencapai angka 1%. Dari 1000 gangguan yang terjadi, 998 di antaranya terjadi pada produk telepon rumah. Hal-hal yang menyebabkan fenomena ini adalah: 1
Produk telepon rumah paling umum dimiliki pelanggan
Telepon rumah tidak bergerak (non-mobile) merupakan produk yang paling banyak dilayani oleh PT. Telkom, dimana sebagian besar konsumen memilikinya. Kebijakan yang memisahkan manajemen telepon bergerak (mobile) dan telepon tidak bergerak menjadikan PT. Telkom Bogor hanya berkonsentrasi pada telepon tidak bergerak saja (telepon mobile ditangani Telkomsel). Kecenderungan komunikasi yang lebih banyak berupa komunikasi bicara menjadikan keberadaan telepon rumah menjadi krusial. Walaupun penggunaan telekomunikasi mobile semakin meningkat pertumbuhannya dari tahun ke tahun, keberadaan telepon rumah tidak bisa diabaikan begitu saja dengan kestabilan jaringannya.
18
2
Telepon rumah merupakan penunjang layanan PT. Telkom lainnya
Perkembangan teknologi informasi menciptakan beberapa kemajuan seperti teknologi internet. Pemakaian internet pun menunjukkan kecenderungan jumlah pemakaian yang semakin meningkat. PT. Telkom dengan produk Telkom Speedy dan Telkomnet Instan termasuk pemain utama dalam bisnis dunia maya. Layanan tersebut membutuhkan telepon rumah sebagai sarana pendukung, baik sebagai jaringan utama maupun sebagai jaringan penunjang (TDSL dan ISDN). Begitu juga dengan layanan faksimil yang masih sering digunakan. Data gangguan jaringan berdasarkan jenis produk memperkuat kenyataan pada gangguan jaringan berdasarkan jenis gangguan, bahwa telepon rumah merupakan layanan yang paling banyak mengalami gangguan. Diharapkan untuk waktu selanjutnya, layanan serta kualitas peralatan untuk sambungan telepon rumah harus mendapat perhatian lebih dan didukung dengan peralatan yang lebih berkualitas dibanding yang sudah ada. 4.2.3 Gangguan Jaringan berdasarkan Letak Lebih dari sepertiga gangguan jaringan terletak pada dropwire, yaitu sebanyak 91.746 gangguan. Pesawat telepon menjadi letak gangguan terbanyak kedua, dimana jumlahnya sepertiga lebih sedikit dibanding dropwire, dengan 31.939 gangguan. Letak gangguan lainnya tidak ada yang lebih dari 10%, walaupun beberapa yang nilainya di bawah 5% apabila digabungkan lebih dari seperempat total gangguan (lihat Gambar 11). Terdapat total 45 letak terjadinya gangguan.
Gambar 11 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan letak. Dropwire tercatat sebagai bagian yang paling rawan karena sebagai penopang utama koneksi dari distribution point (DP) ke pelanggan. Letak kabelnya yang langsung bersentuhan langsung dengan atmosfer memungkinkan dropwire mengalami secara
langsung berbagai peristiwa atmosfer dan dampak tidak langsung yang ditimbulkan misalnya korosi. Pesawat telepon sebagai bagian yang terbanyak kedua terkena gangguan menandakan bahwa kualitas pesawat telepon yang dimiliki pelanggan harus diperhatikan agar terhindar dari kerusakan. Kabel sekunder tanam langsung juga sering mengalami kerusakan dikarenakan seringnya kegiatan penggalian untuk berbagai keperluan. Penggalian tersebut kadang tidak berjalan dengan teratur karena merusak kabel yang sudah terpasang sebelumnya. Pemasangan kabel juga tidak semuanya teratur, sehingga permasalahan ini seperti sebuah efek domino. Untuk masalah pada sambungan instalasi rumah, kabel PVC, dan terminal strip, kesalahan yang terjadi bisa juga akibat ketidakcermatan tenaga pemasangnya. Dalam proses pemasangannya ada yang terlupa atau ada peralatan yang dipasang kurang berkualitas. Perbaikan kualitas dropwire di masa datang adalah solusi logis agar potensi gangguan jaringan berkurang. Dropwire yang digunakan seharusnya yang memiliki kualitas baik dengan daya tahan tinggi terhadap peristiwa atmosfer yang menganggu serta gangguan eksternal lainnya. Perbaikan kualitas peralatan seperti telepon rumah, sambungan intalasi, serta sistem perkabelan bawah tanah juga harus dilakukan untuk minimalisasi kerugian. 4.2.4 Gangguan Jaringan berdasarkan Penyebab Gangguan paling banyak disebabkan oleh korosi dengan jumlah 100.019 gangguan. Ini berarti dari sekitar 100 gangguan yang terjadi kurang lebih 39 di antaranya disebabkan oleh korosi. Memang jumlahnya tidak melebihi setengah total kerusakan, akan tetapi korosi sangat mendominasi dibanding 48 penyebab gangguan lain (lihat Gambar 12). Penyebab gangguan lain yang bisa mencapai dua digit hanya ‘putus kabel/rusak’. Jumlahnya pun tidak mencapai seperdelapan dari total gangguan. Sebanyak 43 penyebab gangguan lain di bawah 5% berjumlah cukup banyak, lebih dari seperempat total gangguan. Namun karena jenisnya terlalu banyak, hal itu menjadi tidak terlalu penting. Hal yang bisa disorot dari data ini adalah: 1
Besarnya dampak faktor alam dalam terciptanya gangguan
19
Korosi merupakan proses alam. Rapuhnya peralatan karena korosi menggambarkan kurangnya daya tahan peralatan jaringan terhadap faktor luar (alam). Ini sebuah pertanda buruk bahwa persiapan minimalisasi gangguan dan kerugian jangan hanya terfokus pada faktor peralatan, konsumen dan sumber daya manusia saja. Faktor luar seperti ini juga harus diperhatikan agar tercipta sebuah layanan yang berkualitas. 2
Peralatan yang ada terkesan belum sesuai dengan tantangan eksternal yang bisa terjadi.
Kualitas peralatan harus lebih ditingkatkan lagi. Peralatan yang ada seperti telepon dan kelengkapannya harus tahan dan teruji kehandalannya dalam menghadapi korosi serta penyebab gangguan lain.
Gambar 12 Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor berdasarkan penyebab. 4.3
Hubungan Curah Hujan dan Gangguan Jaringan PT. Telkom Bogor
Koefisien korelasi antara peubah curah hujan dan gangguan jaringan PT. Telkom di wilayah stasiun Cibinong adalah 0.219, dimana nilai r2 adalah sebesar 0.048 (lihat Gambar 13A). Menurut Walpole (1992), angka-angka ini menandakan bahwa hubungan linear antar kedua peubah tersebut sangat lemah. Selain itu hanya sekitar 4.8% di antara keragaman dalam nilai-nilai gangguan jaringan bisa dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan curah hujan. Ketika dilakukan uji hipotesis nol (H0) bahwa tidak ada hubungan linear antara peubah-peubah tersebut dengan menggunakan taraf nyata 0.1, nilai z yang didapat adalah 1.871. Nilai ini berada dalam wilayah kritik (z < -1.645 dan z > 1.645), yang bermakna tolak H0. Artinya benar bahwa di wilayah Cibinong terdapat
hubungan linear antara curah hujan dan gangguan jaringan. Peningkatan curah hujan akan diikuti oleh meningkatnya gangguan jaringan PT. Telkom. Berbeda cukup jauh dengan Cibinong, wilayah stasiun Dayeuh memiliki koefisien korelasi 0.084 dan nilai r 2 sebesar 0.007 (Gambar 13B). Setelah dilakukan uji H0, didapatkan nilai z sebesar 0.704. Nilai ini tentu saja berada di luar wilayah kritik yang berarti terima H0, bahwa di wilayah stasiun Dayeuh tidak terdapat hubungan linear antara curah hujan dan gangguan jaringan (Walpole 1992). Peningkatan curah hujan tidak diikuti oleh pertambahan jumlah gangguan jaringan. Walaupun begitu hal ini tidak berarti antara kedua peubah tersebut sama sekali tidak ada hubungan. Bisa saja bentuk hubungan lain misalnya hubungan kuadratik. Di wilayah stasiun Citeko, korelasi antara curah hujan dan gangguan jaringan memiliki koefisien 0.255 dengan nilai r2 sebesar 0.065 (Gambar 13C). Setelah dilakukan uji H0, didapatkan nilai z sebesar 2.182 (berada dalam wilayah kritik). Artinya memang benar bahwa di wilayah stasiun Citeko terdapat hubungan linear antara curah hujan dan gangguan jaringan. Peningkatan curah hujan wilayah ini akan diikuti bertambahnya gangguan jaringan PT. Telkom. Walaupun begitu hubungan linearnya termasuk kategori sangat lemah dan hanya 6.5% di antara keragaman dalam nilai-nilai gangguan jaringan bisa dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan curah hujan. Wilayah stasiun Jasinga memiliki nilai koefisien korelasi 0.012 dan nilai r 2 sebesar 0 (Gambar 13D). Setelah dilakukan uji H0, nilai z yang didapat adalah 0.1 atau berada di luar wilayah kritik. Itu artinya H0 diterima dan kesimpulannya tidak ada hubungan linear antara curah hujan dan gangguan jaringan di wilayah ini. Peningkatan curah hujan tidak diikuti oleh pertambahan jumlah gangguan jaringan. Untuk wilayah Bogor, koefisien korelasi antara curah hujan dan gangguan jaringan adalah 0.274 dengan nilai r 2 sebesar 0.075 (Gambar 13E). Setelah dilakukan uji H0, didapat nilai z sebesar 2.353 (berada dalam wilayah kritik). Bisa disimpulkan di wilayah ini terdapat sebuah hubungan linear antara curah hujan dan gangguan jaringan. Kenaikan curah hujan akan diikuti oleh kenaikan jumlah gangguan jaringan. Sekitar 7.5% di antara keragaman dalam nilai-nilai gangguan
20
karena sebagian besar peralatan jaringan terbuat dari bahan yang rentan terkena korosi (logam). Penggunaan peralatan jaringan yang mempunyai ketahanan besar terhadap korosi menjadi sebuah keharusan untuk meminimalisir jumlah gangguan jaringan yang akan terjadi.
jaringan bisa dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan curah hujan. Hubungan linear antara kedua variabel ini masih termasuk lemah. Hasil plot curah hujan dan jumlah gangguan di setiap wilayah bisa dilihat di Gambar 14A-E. Secara umum kenaikan curah hujan di wilayah kerja PT. Telkom Bogor akan diikuti oleh peningkatan jumlah gangguan jaringan. Faktor terkait iklim yang diduga menyebabkan hal ini adalah: 1
2
Petir
Petir sering muncul pada saat hujan. Petir yang berdaya listrik besar bisa berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap jaringan telekomunikasi yang notabene terdiri dari peralatan bertenaga listrik. Petir menyebabkan gangguan jika pada peralatan yang bersangkutan tidak memiliki perlindungan atau persiapan khusus terhadap ancaman petir. Resiko kerusakan akan lebih kecil jika ada persiapan sebelumnya. Biasanya kerusakan akibat petir hanya bisa ditanggulangi dengan pergantian alat baru.
Korosi
Air sebagai komponen utama dalam hujan berpeluang sebagai sebuah unsur yang menyebabkan korosi pada peralatan telekomunikasi. Air memiliki komposisi fisik, kandungan unsur kimia, kuat arus, serta faktor lainnya, yang apabila terdapat pada kadar yang melebihi batas akan menyebabkan air bersifat korosif. Mengenai fakta bahwa korosi sebagai penyebab gangguan terbesar, itu
A
B
C
D
E Gambar 13 Diagram pencar korelasi curah hujan dan gangguan jaringan di stasiun Ciriung Cibinong (A), Dayeuh Jonggol (B), Citeko (C), Jasinga (D), Kebun Raya Bogor (E).
21
A
B
C
D
E Gambar 14 Plot gangguan jaringan dan curah hujan 10 harian di stasiun Ciriung Cibinong (A), Dayeuh Jonggol (B), Citeko (C), Jasinga (D), Kebun Raya Bogor (E).
22
4.4 Model Peluang terjadinya Gangguan Jaringan berdasarkan Curah Hujan Analisis komponen utama (PCA) terhadap ke-31 jenis gangguan jaringan PT. Telkom Bogor di tahun 2007 dan 2008 menghasilkan jumlah komponen utama dengan jumlah sama (Lampiran). Komponen utama pertama memiliki kemampuan menjelaskan keragaman lebih besar dibanding komponen utama urutan selanjutnya. Namun karena diharapkan penggunaan metode ini bisa menjelaskan sekurang-kurangnya 80% keragaman data, maka dipilih sebanyak 14 komponen utama yang memiliki kemampuan menjelaskan keragaman sebesar 80.8%. Angka ini menandakan bahwa PCA yang dilakukan pada penelitian ini bisa menjelaskan gangguan jaringan yang terjadi selama tahun 2007 dan 2008 di wilayah kerja PT. Telkom Bogor sebesar 80.8%. Analisis korelasi dan kemudian rotasi varimax antara peubah asal dan skor komponen utama menghasilkan beberapa kelompok gangguan jaringan yang berkorelasi tinggi dengan komponen utama tertentu (Gambar 15). Komponen utama pertama (PC1) menjelaskan sekitar 17.9% keragaman dari jenis gangguan jaringan PT. Telkom. Jenis gangguan jaringan yang berkontribusi besar terhadap keragaman PC1 adalah gangguan MMA (GGMMA), akses internet error (AIE), tidak bisa browsing (TBB), kabel di box berantakan (KBB), tidak dapat dipanggil (TDJ) dan error fitur lain-lain (EFLL). Hal ini ditunjukkan oleh tingginya koefisien korelasi antara PC1 dengan keenam jenis gangguan tersebut (r > 0.5). Komponen utama kedua (PC2) menjelaskan sekitar 12.3% keragaman dari jenis gangguan jaringan PT. Telkom Bogor selama tahun 2007 dan 2008. Keragaman komponen utama ini paling dipengaruhi oleh jenis gangguan salah sambung (SLS) dan bicara silang (BS) karena besar koefisien korelasi antara PC2 dan gangguan tersebut lebih dari 0.5. Komponen utama PC3, PC4, PC5, dan PC6 menjelaskan masing-masing sebesar 6.8%, 6.1%, 5.3% dan 5.1% keragaman dari jenis gangguan PT. Telkom Bogor. Jenis gangguan jaringan yang berkontribusi besar terhadap keragaman gangguan di masingmasing komponen utama tersebut adalah
gangguan bel (GBL) dan tidak ada nada (TAN) di PC3, gangguan massal (Gmas) dan akses email error (AEE) di PC4, pembenahan jaringan (Pmel) di PC5, serta gangguan pesawat (GGP) dan internet putus (INTP) di PC6. Komponen utama selanjutnya (PC7, PC8, PC9, PC10, PC11, PC12, PC13 dan PC14) memiliki kemampuan menjelaskan keragaman gangguan jaringan PT. Telkom Bogor sebesar kurang dari 5%, dimana nilainya berturutturut adalah 4.2%, 4%, 3.8%, 3.7%, 3.4%, 2.9%, 2.8% dan 2.5%. Jenis gangguan yang berkontribusi besar terhadap keragaman komponen utama adalah bel bunyi tapi tidak dijawab (BTS) dan gangguan PCM (PCM) untuk PC7, suara putus-putus (SPP) untuk PC8, isolir/tunggakan (ISOL) di PC9, tidak bisa SLJJ (TBSLJJ) di PC10, nada tidak putus/terus-menerus (NTM) di PC11, tidak dapat mengakses 007 (TSLI) di PC12, tidak bisa SLI (TBSLI) di PC13, serta akses internet lambat (AIL) di PC14. Tidak semua gangguan jaringan dianggap berkontribusi besar dalam keragaman komponen utama. Gangguan jaringan tersebut adalah gangguan yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0.5 dengan komponen utama. Cara pendugaan jenis gangguan jaringan dengan data curah hujan di masing-masing wilayah stasiun bisa dilihat dari hasil regresi curah hujan ,sebagai variabel bebas, dengan gangguan jaringan yang mempunyai korelasi tinggi dengan komponen utama tertentu, sebagai variabel tidak bebas, yang terdapat pada Tabel 18. Di wilayah stasiun Ciriung Cibinong, ada 3 (tiga) persamaan regresi yang dinilai layak digunakan, yaitu persamaan regresi curah hujan dengan gangguan jaringan yang berkorelasi tinggi dengan PC5 (persamaan 5), persamaan 8 dan persamaan 9, karena angka signifikansi masing-masing persamaan pada ANOVA < 0.1 (berturut-turut 0.018, 0.02, 0.038). Ketiga persamaan tersebut termasuk dalam kategori signifikan karena angka signifikansi < 0.05. Ketiga persamaan ini juga lolos uji kelinearan pada taraf nyata 0.1. Hipotesis nol (H0) yang digunakan adalah garis regresinya linear dengan wilayah kritik f > 9.44. Nilai f yang didapatkan untuk masingmasing persamaan adalah 0.28, 1.34 dan 2.13 yang berarti berada di luar wilayah kritik dan H0 diterima (Walpole 1992).
23
20 18
16
% Variance
14 12 10 8
6 4 2 0
PC1
PC2
PC3
PC4
PC5
PC6
PC7
PC8
PC9
% Variance 17.9
12.3
6.8
6.1
5.3
5.1
4.2
4
3.8
PC10 PC11 PC12 PC13 PC14 3.7
3.4
2.9
2.8
2.5
Gambar 15 Hasil PCA jenis gangguan jaringan PT. Telkom Bogor beserta jenis gangguan yang berkorelasi tinggi dengan masing-masing komponen utama. *Keterangan singkatan: EFLL = Error fitur lain-lain, GGMMA = Gangguan MMA, AIE = Akses internet error, TBB = Tidak bisa browsing, KBB = Kabel di box berantakan, TDJ = Tidak dapat dipanggil, SLS = Salah sambung, BS = Bicara silang, GBL = Gangguan bel, TAN = Tidak ada nada, Gmas = Gangguan massal, AEE = Akses email error, Pmel = Pembenahan jaringan, GGP = Gangguan pesawat, INPT = Internet putus, BTS = Bel bunyi tapi tidak dijawab, PCM = Gangguan PCM, SPP = Suara putus-putus, ISOL = Isolir/tunggakan, TSLJJ = Tidak bisa SLJJ, NTM = Nada tidak putus (terus menurus), TSLI = Tidak dapat mengkakses 007, TBSLI = Tidak bisa SLI, AIL = Access internet lambat
24
Tabel 18 Hasil regresi curah hujan dan gangguan jaringan PT. Telkom Bogor Wilayah
Cibinong
Wilayah
Jasinga
Persamaan Regresi PC1 = 57.0 + 0.188 CH PC2 = 43.8 - 0.109 CH PC3 = 71.4 + 0.0821 CH PC4 = 17.5 + 0.033 CH PC5 = 15.5 + 0.635 CH PC6 = 53.8 - 0.213 CH PC7 = 12.3 + 0.088 CH PC8 = 61.0 + 0.322 CH PC9 = 58.5 - 0.698 CH PC10 = 28.2 + 0.160 CH PC11 = 17.9 + 0.476 CH PC12 = 12.6 + 0.210 CH PC13 = 14.5 + 0.190 CH PC14 = 19.5 - 0.153 CH Persamaan Regresi PC1 = 45.6 + 0.142 CH PC2 = 38.1 - 0.015 CH PC3 = 77.2 + 0.0364 CH PC4 = 21.1 + 0.019 CH PC5 = 0.000000 + 0.000000 CH PC6 = 13.9 + 0.158 CH PC7 = 42.9 - 0.123 CH PC8 = 65.2 - 0.310 CH PC9 = 0.000000 + 0.000000 CH PC10 = 7.55 + 0.086 CH PC11 = 4.93 - 0.018 CH PC12 = 0.000000 + 0.000000 CH PC13 = 6.47 - 0.053 CH PC14 = 24.3 - 0.079 CH
P 0.118 0.551 0.308 0.9 0.018 0.357 0.625 0.02 0.038 0.503 0.105 0.402 0.471 0.493 P 0.338 0.942 0.687 0.931 * 0.621 0.747 0.199 * 0.596 0.912 * 0.738 0.716
Wilayah
Dayeuh
Wilayah
Bogor
Persamaan Regresi PC1 = 43.5 + 0.167 CH PC2 = 42.1 + 0.012 CH PC3 = 56.0 + 0.100 CH PC4 = 23.9 - 0.131 CH PC5 = 5.21 - 0.044 CH PC6 = 22.1 + 0.051 CH PC7 = 8.10 - 0.098 CH PC8 = 37.3 + 0.373 CH PC9 = 0.000000 + 0.000000 CH PC10 = 22.5 - 0.011 CH PC11 = 5.02 + 0.313 CH PC12 = 0.000000 + 0.000000 CH PC13 = - 5.84 + 0.768 CH PC14 = 10.9 + 0.066 CH Persamaan Regresi PC1 = 57.9 + 0.202 CH PC2 = 35.2 + 0.178 CH PC3 = 68.0 + 0.155 CH PC4 = 20.5 + 0.096 CH PC5 = 6.7 + 0.456 CH PC6 = 35.3 + 0.028 CH PC7 = 12.8 + 0.335 CH PC8 = 40.4 + 0.088 CH PC9 = 10.9 - 0.085 CH PC10 = 46.9 + 0.046 CH PC11 = 19.9 + 0.375 CH PC12 = 24.9 + 0.046 CH PC13 = 5.3 + 0.242 CH PC14 = 29.5 + 0.140 CH
P 0.291 0.956 0.47 0.724 0.809 0.842 0.593 0.108 * 0.96 0.292 * 0.005 0.78 P 0.06 0.252 0.026 0.753 0.11 0.89 0.082 0.479 0.647 0.815 0.083 0.881 0.295 0.59
Wilayah
Citeko
Persamaan Regresi PC1 = 37.1 + 0.456 CH PC2 = 41.8 + 0.274 CH PC3 = 64.6 + 0.330 CH PC4 = 5.24 + 0.036 CH PC5 = 4.93 - 0.027 CH PC6 = 15.3 + 0.194 CH PC7 = 15.3 + 0.147 CH PC8 = 15.9 + 0.585 CH PC9 = 9.20 - 0.178 CH PC10 = 8.28 + 0.060 CH PC11 = 0.000000 + 0.000000 CH PC12 = 0.000000 + 0.000000 CH PC13 = 10.5 - 0.114 CH PC14 = 4.28 - 0.004 CH
P 0.009 0.217 0 0.864 0.888 0.406 0.568 0.003 0.346 0.751 * * 0.59 0.983
Keterangan: Tingkat signifikansi: P < 0.01 = Sangat Signifikan P < 0.05 =Signifikan P < 0.1 = Cukup Signifikan
25
Jenis gangguan yang bisa diprediksi dengan menggunakan data curah hujan di wilayah stasiun Cibinong antara lain: pembenahan jaringan (Pmel), suara putusputus (SPP) dan isolir/tunggakan (ISOL). Pembenahan jaringan biasanya dilakukan ketika terjadi gangguan yang bersifat massal dan lebih difokuskan di pusat distribusi jaringan, yaitu di rumah kabel (RK). Hujan diduga merembes ke RK serta merusak sistem jaringan yang ada di dalamnya. Pada jenis gangguan SPP, hujan ditengarai menyebabkan bagian tertentu pada telepon rumah terkena korosi dan tidak berfungsi dengan baik. Pada jenis gangguan ISOL, hujan tidak berpengaruh secara langsung karena lebih disebabkan ulah dan kondisi pelanggan sendiri. Bisa jadi tunggakan karena ketidakmampuan ekonomi atau ketidaksanggupan membayar iuran telepon tepat waktu. Secara keseluruhan, untuk wilayah Cibinong bagian yang harus mendapat perhatian yaitu RK dan instalasi telepon rumah yang menyokong kejernihan sambungan telepon. Berbeda dengan wilayah stasiun Cibinong, di wilayah Dayeuh hanya satu persamaan regresi yang layak untuk digunakan yaitu persamaan 13 dengan angka signifikansi pada ANOVA 0.005 (sangat signifikan). Persamaan ini lolos dalam uji kelinearan karena mempunyai f = 0.59 atau berada di luar wilayah kritiknya f > 3.85. Hal ini berarti terima H0 bahwa garis regresi linear (Walpole 1992). Gangguan jaringan yang bisa diprediksi dengan persamaan ini adalah tidak bisa SLI (TBSLI). Hujan ditengarai berpengaruh dengan menyebabkan korosi pada peralatan jaringan telepon jarak jauh. Wilayah Citeko memiliki 3 (tiga) persamaan regresi yang layak untuk digunakan, yaitu persamaan 1, persamaan 3 dan persamaan 8 dengan tingkat signifikansi pada ANOVA masing-masing 0.009, 0, dan 0.003 (sangat signifikan). Semua persamaan yang layak, lolos uji kelinearan karena semua nilai f berada di luar wilayah kritik (f > 5.19), masing-masing 0.75, 0.65, dan 1.60 (Walpole 1992). Itu artinya H0 yang menyatakan bahwa garis regresi linear diterima. Gangguan yang bisa diprediksi dengan persamaan-persamaan regresi yang layak di wilayah stasiun Citeko antara lain pada kategori layanan internet, yaitu gangguan layanan Multi Media Access (GGMMA), akses internet error (AIE), dan tidak bisa
browsing (TBB). Gangguan-gangguan tersebut terjadi pada jaringan telepon rumah (PSTN) yang juga digunakan sebagai penopang koneksi internet (DSL). Disinyalir hujan yang terjadi menyebabkan korosi pada peralatan telepon rumah dan internet, sehingga koneksi internet terganggu. Unsur iklim lain bisa saja ikut berpengaruh seperti kelembaban udara dan radiasi matahari, dimana unsur tersebut ikut berperan dalam proses korosi yang terjadi. Selain gangguan pada layanan internet, beberapa gangguan pada sambungan telepon rumah juga bisa diprediksi yaitu dalam bentuk tidak dapat dipanggil (TDJ), gangguan bel (GBL), tidak ada nada (TAN), dan suara putus-putus (SPP). Korosi serta induksi petir pada jaringan telepon rumah ditengarai merusak serta menganggu kestabilan instalasi sehingga layanan telepon tidak berfungsi dengan baik. Gangguan jaringan berupa kabel di box berantakan (KBB) juga bisa diprediksi dengan menggunakan data curah hujan. Hal ini bisa terjadi karena bisa saja pintu untuk menutup RK lupa dikunci, rusak atau bolong sehingga air hujan bisa merembes dan merusak susunan kabel. Cuaca ekstrim mungkin juga ikut berpengaruh dengan intervensi fisik yang ditimbulkan. Secara umum rekomendasi untuk pemeliharaan jaringan di wilayah stasiun Citeko adalah pemakaian peralatan anti korosi dan induksi petir. Selain itu penanganan terhadap RK juga harus lebih diperbaiki lagi. Untuk wilayah Jasinga, tidak ada satu pun persamaan yang layak untuk memprediksi curah hujan karena semua angka signifikansi pada ANOVA > 0.1. Terakhir untuk wilayah Bogor, ada 4 persamaan regresi curah hujan dan jenis gangguan jaringan yang layak untuk digunakan karena memiliki tingkat signifikansi pada ANOVA < 0.1, masingmasing persamaan 1, persamaan 7, persamaan 7 dan persamaan 11 (termasuk kategori signifikan dan cukup signifikan). Ketika dilakukan uji kelinearan, semua persamaan regresi dianggap memiliki garis linear, karena nilai f yang didapat berada semuanya berada di luar wilayah kritik f > 61.82. Artinya H0 yang menyatakan bahwa garis regresi linear diterima (Walpole 1992). Jenis gangguan jaringan di wilayah stasiun Kebun Raya Bogor yang bisa diprediksi dengan persamaan yang didapat antara lain pada layanan internet seperti gangguan layanan Multi Media Access
26
(GGMMA), akses internet error (AIE), Pulse Code Multiplexing (PCM), dan tidak bisa browsing (TBB). Keempat gangguan tersebut terjadi pada jaringan telepon rumah (PSTN) yang juga digunakan sebagai penopang koneksi internet (DSL). Disinyalir hujan yang terjadi menyebabkan korosi pada peralatan telepon rumah dan internet, sehingga koneksi internet terganggu. Selain layanan internet, persamaan yang ada juga bisa digunakan untuk memprediksi gangguan pada kelancaran komunikasi bicara dengan telepon, yaitu dalam bentuk tidak dapat dipanggil (TDJ), gangguan bel (GBL), tidak ada nada (TAN), bel bunyi tetapi tidak dijawab (BTS), dan nada tidak putus/terus menerus (NTM). Korosi serta induksi petir pada jaringan telepon rumah ditengarai merusak serta menganggu kestabilan instalasi sehingga layanan telepon tidak berfungsi dengan baik. Begitu juga dengan gangguan lain seperti kabel di box berantakan (KBB). Hal ini bisa terjadi karena bisa saja pintu untuk menutup RK lupa dikunci, rusak atau bolong sehingga air hujan bisa merembes dan merusak susunan kabel. Secara umum rekomendasi untuk pemeliharaan jaringan di wilayah Bogor adalah pemakaian peralatan anti korosi dan induksi petir. Selain itu penanganan terhadap RK juga harus lebih diperbaiki lagi. V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Secara umum curah hujan maksimum di wilayah PT. Telkom Bogor terjadi pada awal tahun, di tahun 2007 (Januari-Maret), dan akhir tahun, di tahun 2008 (November). Sedangkan curah hujan terendah, secara merata hampir di semua daerah terjadi di bulan Juli. Hujan di semua wilayah pada tahun 2007 dan 2008 didominasi oleh sifat hujan bawah normal. Gangguan jaringan PT. Telkom Bogor selama tahun 2007 dan 2008 jika diidentifikasi berdasarkan jenis gangguan, memunculkan jenis gangguan tidak ada nada (TAN) sebagai gangguan yang paling banyak terjadi. Berdasarkan aspek jenis produk, telepon rumah adalah produk yang paling banyak mengalami gangguan. Dilihat dari segi letak, gangguan jaringan paling banyak terjadi di dropwire. Sedangkan jika dilihat dari penyebabnya, gangguan jaringan paling banyak terjadi karena korosi. Antara curah hujan dan gangguan jaringan PT. Telkom Bogor terdapat sebuah
hubungan korelasi positif. Kenaikan curah hujan akan diikuti oleh peningkatan jumlah gangguan jaringan. Model peluang terjadinya gangguan jaringan berdasarkan curah hujan di wilayah PT. Telkom Bogor bisa digunakan untuk memprediksi beberapa jenis gangguan di semua wilayah, kecuali Jasinga. 5.2 Saran Analisis dalam penelitian ini hanya dibatasi pada kajian hubungan curah hujan dan gangguan jaringan. Diperkirakan ada beberapa unsur iklim lain yang berpengaruh terhadap gangguan tersebut. Selain itu intervensi alam berupa cuaca ekstrim juga diduga berpengaruh kuat terhadap besarnya jumlah gangguan. Oleh karena itu penelitian ini menyarankan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan faktor iklim lainnya seperti radiasi matahari dan kelembaban udara, serta mempertimbangkan keberadaan cuaca ekstrim yang setiap saat bisa terjadi. DAFTAR PUSTAKA Abdullah SEA. 2000. Perubahan iklim di Bogor (Studi kasus lima kecamatan di Bogor) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Atmosentono H. 1968. Tanah Sekitar Bogor. Bogor: Lembaga Penelitian Tanah [BMKG Pondok Betung] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Pondok Betung Tangerang. 2010. Analisis Hujan Bulan September 2010. Dillon W, Goldstein M. 1981. Multivariate Analysis Method and Application. Kanada: John Wiley and Sons, Inc [Ditjen Postel] Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 2007. Siaran Pers No. 13/DJPT.1/KOMINFO/2/2007. Fauzi R, Suherman. 2006. Jaringan telekomunikasi. [terhubung berkala]. http://ecourse.usu.ac.id/content/teknik/jari ngan/textbook.pdf [16 Februari 2010] Hannawati A, Prasetyo Y, Thiang. 2003. Odor recognition dengan menggunakan principal componen analysis dan nearest neighbour classifier. Jurnal Teknik Elektro 3: 79-83. Harisda Z. 2009. Menghitung jumlah hujan dan hari hujan dengan pengolahan citra
27
radar. Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika 5: 275-289 Hotelling H. 1933. Analysis of a complex of statistical variables into principal components. Journal of Educational Psychology 24: 417–441, 498–520 [ICN] Indonesian Commercial Newsletter. 2010. Internet service provider (ISP) di Indonesia. [terhubung berkala]. http://www.datacon.co.id/Internet2008Ind 2.html [27 Oktober 2010] Izenman JA. 2008. Modern Multivariate Statistical Techniques: Regression, Classification, and Manifold Learning. New York: Springer Science and Business Media Jrad A, Morawski T, Spergel L. 2004. A model for quantifying business continuity preparedness risks for telecommunications networks. Bell Labs Technical Journal 9(2): 107-123 O’hare G, Sweeney J, Wilby R. 2005. Weather, Climate, and Climate Change: Human Perspectives. Essec: Pearson Education Limited [Perpus ITT] Perpustakaan Institut Teknologi Telkom. 2008. PCM (Pulse Code Multiplexing). [terhubung berkala]. http://www.ittelkom.ac.id/library/index.p hp?view=article&catid=11%3Asistemkomunikasi&id=83%3Apcm-pulse-codemultiplexing&option=com_content&Item id=15 [27 Oktober 2010] Purwaningsih A. 2000. Penentuan rotasi yang sesuai dalam analisis faktor dengan analisis procrustes. Badan Tenaga Nuklir Nasional Sosrodarsono S, Takeda K. 1978. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita SpeedyWiki. 2010. Nada sambung. [terhubungberkala]. http://opensource.telkomspeedy.com/wiki /index.php/Nada_sambung [16 Februari 2010]
SpeedyWiki. 2010. WNDW: Perlindungan petir profesional. [terhubung berkala]. http://opensource.telkomspeedy.com/wiki /index.php/WNDW:_Perlindungan_petir_ profesional [16 Februari 2010] Suharsono H. 1982. Beberapa aspek iklim Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor [Telkom] PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 2006. Akses internet terganggu akibat gempa dan tsunami di Taiwan. [terhubung berkala]. http://www.telkom.co.id/pojokmedia/siaran-pers/akses-internetterganggu-akibat-gempa-dan-tsunami-ditaiwan.html [14 Februari 2010] [Telkom] PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 2006. Ribuan telepon di Aceh dan Sumut mati karena banjir: Telkom berusaha mengambil tindakan cepat. [terhubung berkala]. http://www.telkom.co.id/pojokmedia/siaran-pers/ribuan-telepon-di-acehdan-sumut-mati-karena-banjir-telkomberusaha-mengambil-tindakan-cepat.html [14 Februari 2010] [Telkom] PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 2010. Daftar istilah. [terhubung berkala]. http://www.telkom.co.id/hubunganinvestor/daftar-istilahfaq/index.html?lid=id [16 Februari 2010] [Telkom] PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 2010. Sekilas Telkom. [terhubung berkala]. http://www.telkom.co.id/tentangtelkom/sekilas-telkom/ [15 Februari 2010] Walpole LE. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Edition. Yunianto R. 2008. Telkom pacu penetrasi broadband di Jakarta. [terhubung berkala]. http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/cybertec h/detail.aspx?x=Tech+Info&y=cybertech| 0|0|2|7817. [15 Februari 2010]
28
LAMPIRAN
29
Lampiran Hasil PCA jenis gangguan jaringan harian PT. Telkom Bogor
Principal Component Analysis: AEE, AIE, AIL, BS, BTS, EFLL, GBL, GGMMA, GGP, Gm Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 5.5585 Proportion 0.179 Cumulative 0.179
3.8235 0.123 0.303
2.1143 0.068 0.371
1.8812 0.061 0.432
1.6334 0.053 0.484
1.5668 0.051 0.535
1.3136 0.042 0.577
1.2490 0.040 0.617
Eigenvalue 1.1765 Proportion 0.038 Cumulative 0.655
1.1461 0.037 0.692
1.0553 0.034 0.726
0.8964 0.029 0.755
0.8662 0.028 0.783
0.7641 0.025 0.808
0.7055 0.023 0.831
0.6701 0.022 0.852
Eigenvalue 0.6269 Proportion 0.020 Cumulative 0.872
0.5574 0.018 0.890
0.5075 0.016 0.907
0.4379 0.014 0.921
0.4131 0.013 0.934
0.3510 0.011 0.946
0.2920 0.009 0.955
0.2663 0.009 0.964
Eigenvalue Proportion Cumulative
0.2405 0.008 0.971
0.2163 0.007 0.978
0.1924 0.006 0.985
0.1573 0.005 0.990
0.1322 0.004 0.994
0.1154 0.004 0.998
0.0732 0.002 1.000
Variable AEE AIE AIL BS BTS EFLL GBL GGMMA GGP Gmas INPT IR ISOL KBB NS NTM PCM PFM Pmel SK SL SLS SPP TAN TBB TBSLI TDJ TMN TSLI TSLJJ TTR
PC1 0.145 0.226 0.074 0.058 0.152 0.225 0.252 0.271 0.117 0.096 0.193 0.244 0.073 0.160 0.048 -0.003 0.040 0.156 0.020 0.293 0.212 0.064 0.197 0.308 0.251 0.080 0.286 0.293 0.100 0.079 0.084
PC2 -0.074 0.276 0.039 -0.322 -0.050 0.299 0.007 0.225 -0.083 -0.125 -0.155 -0.116 0.035 0.258 -0.328 -0.247 -0.174 -0.217 0.016 -0.189 -0.143 -0.296 0.031 -0.200 0.277 -0.035 0.067 -0.047 0.069 0.148 0.033
PC3 0.108 0.029 0.110 -0.067 0.122 0.072 0.124 0.069 -0.005 -0.162 -0.295 0.246 -0.369 -0.027 0.029 -0.001 0.094 0.293 -0.323 -0.146 -0.165 0.041 0.177 0.079 0.043 -0.112 -0.014 -0.093 -0.347 0.061 -0.430
PC4 0.432 0.153 0.242 0.161 -0.184 -0.092 -0.087 -0.006 0.071 0.476 0.034 -0.050 0.039 -0.103 -0.265 -0.062 0.259 0.046 -0.171 -0.155 0.059 0.102 -0.187 -0.230 0.177 -0.108 -0.128 0.111 0.027 0.189 -0.046
PC5 -0.011 -0.019 0.111 -0.076 0.393 -0.096 -0.102 -0.076 0.015 -0.186 -0.049 0.267 -0.105 0.160 -0.077 -0.012 0.457 -0.187 0.253 0.058 0.323 -0.129 -0.183 -0.076 0.007 -0.187 -0.085 -0.095 -0.222 0.154 0.233
PC6 0.227 -0.087 0.097 -0.133 -0.245 -0.023 -0.067 -0.259 -0.525 -0.077 -0.254 0.206 0.152 -0.036 -0.104 0.083 -0.053 -0.043 0.221 0.063 0.154 0.120 0.361 -0.041 -0.034 0.240 0.010 0.172 -0.053 0.180 -0.016
PC7 -0.294 0.019 -0.360 0.154 0.051 0.027 -0.189 -0.055 -0.175 -0.073 0.031 0.093 0.167 -0.040 0.032 -0.237 -0.118 0.135 -0.100 -0.055 -0.031 0.386 -0.066 0.077 0.242 -0.336 -0.135 0.141 -0.066 0.400 0.081
PC8 -0.155 0.053 -0.214 -0.268 0.053 0.066 0.158 0.086 -0.068 0.181 -0.050 0.029 0.367 -0.311 0.140 -0.010 0.227 -0.193 -0.382 -0.098 0.161 -0.072 0.047 -0.172 -0.083 0.059 0.160 0.163 -0.347 -0.163 0.084
Variable AEE AIE AIL BS BTS
PC9 -0.033 0.090 0.163 -0.068 0.358
PC10 0.007 0.233 0.421 -0.203 -0.028
PC11 0.275 -0.130 -0.256 -0.231 0.069
PC12 -0.126 0.145 0.119 -0.149 -0.181
PC13 0.003 0.112 -0.274 -0.045 -0.261
PC14 0.243 -0.049 -0.242 0.030 -0.230
PC15 0.134 -0.145 0.208 -0.242 0.046
PC16 0.017 -0.212 0.267 0.330 0.135
30
Lampiran Lanjutan Variable EFLL GBL GGMMA GGP Gmas INPT IR ISOL KBB NS NTM PCM PFM Pmel SK SL SLS SPP TAN TBB TBSLI TDJ TMN TSLI TSLJJ TTR
PC9 0.054 -0.318 0.119 -0.115 0.009 0.038 -0.084 0.302 -0.008 0.048 0.475 0.077 0.322 -0.098 -0.165 -0.205 -0.008 0.043 -0.031 -0.024 0.196 0.067 -0.228 0.121 0.225 0.141
PC10 -0.156 0.048 0.012 -0.034 -0.151 0.155 -0.192 0.232 -0.020 0.234 0.154 -0.240 -0.047 0.193 -0.090 0.179 0.177 -0.064 0.002 0.046 -0.446 0.075 0.044 -0.163 -0.101 -0.255
PC11 -0.213 0.052 -0.166 0.276 0.129 0.095 -0.189 0.079 -0.071 0.138 -0.020 -0.188 0.066 0.027 0.162 0.073 -0.355 0.297 0.031 0.167 -0.088 -0.097 -0.201 -0.148 0.380 -0.023
PC12 -0.308 0.026 -0.092 0.210 -0.321 0.249 0.022 -0.118 0.055 -0.155 0.032 -0.138 0.015 -0.278 0.036 0.060 0.081 -0.246 -0.021 -0.093 0.426 0.080 0.175 -0.192 0.318 0.066
PC13 -0.056 0.299 -0.099 -0.230 0.148 -0.070 -0.072 -0.243 0.177 0.151 0.379 0.130 0.116 0.145 -0.131 -0.162 -0.149 -0.270 0.051 -0.009 -0.198 0.308 0.100 -0.052 0.172 0.169
PC14 0.206 -0.428 0.160 0.244 -0.123 0.105 0.117 -0.050 0.085 -0.188 0.365 -0.125 -0.086 0.008 0.062 -0.039 0.113 0.107 -0.093 0.030 -0.166 0.069 0.047 -0.359 -0.219 0.158
PC15 0.065 0.096 0.061 0.304 -0.053 -0.302 0.077 -0.120 -0.339 0.236 0.010 -0.071 -0.218 0.079 -0.037 -0.315 0.264 -0.026 -0.000 0.036 -0.054 -0.013 0.173 0.156 0.160 0.385
PC16 0.069 0.137 -0.103 -0.043 0.091 -0.201 -0.289 -0.023 0.299 0.012 -0.127 -0.279 0.096 -0.208 -0.043 0.149 0.055 0.110 -0.124 -0.105 -0.051 0.183 -0.036 -0.291 0.001 0.406
Variable AEE AIE AIL BS BTS EFLL GBL GGMMA GGP Gmas INPT IR ISOL KBB NS NTM PCM PFM Pmel SK SL SLS SPP TAN TBB TBSLI TDJ TMN TSLI TSLJJ TTR
PC17 0.036 -0.085 0.168 0.051 -0.102 0.034 -0.085 -0.108 -0.115 -0.122 0.228 0.121 0.041 -0.458 -0.199 -0.303 0.028 0.207 0.090 0.094 -0.191 -0.201 -0.076 0.073 0.001 -0.152 0.500 -0.208 -0.091 -0.029 0.136
PC18 0.097 -0.033 0.128 -0.179 -0.258 0.115 0.225 -0.194 -0.142 -0.182 0.204 -0.012 0.151 0.186 0.061 0.015 0.238 0.035 -0.293 0.163 -0.168 0.093 0.005 0.167 0.233 -0.067 -0.359 -0.277 -0.003 -0.193 0.283
PC19 0.119 0.004 -0.046 0.100 0.087 -0.085 0.150 0.279 -0.097 0.126 -0.147 -0.034 0.226 0.002 -0.033 -0.072 -0.105 -0.043 0.315 0.194 -0.276 0.114 -0.353 0.129 0.130 0.303 -0.125 -0.156 -0.467 -0.021 -0.073
PC20 0.124 0.427 -0.072 0.083 -0.114 0.076 -0.184 -0.147 0.126 -0.077 0.047 -0.016 -0.049 0.043 0.450 -0.329 0.126 0.189 0.249 -0.333 -0.013 -0.001 0.130 -0.071 -0.004 0.254 -0.046 -0.016 -0.153 -0.116 0.161
PC21 0.032 -0.150 0.044 -0.138 0.161 -0.036 -0.111 0.230 -0.384 0.175 0.496 -0.196 -0.455 -0.023 0.125 -0.085 0.045 -0.256 -0.003 -0.056 -0.098 0.157 0.184 -0.022 0.068 0.090 0.012 0.026 -0.118 0.053 0.023
PC22 -0.301 0.100 0.064 0.143 -0.147 0.368 0.181 0.032 0.044 -0.050 -0.016 -0.258 -0.224 -0.421 -0.091 0.239 0.052 0.112 0.181 0.111 0.307 0.038 0.065 -0.140 0.187 0.104 -0.200 -0.154 -0.109 0.132 0.035
PC23 0.068 -0.321 -0.002 -0.339 -0.059 0.041 -0.198 0.215 -0.103 -0.055 -0.100 -0.107 -0.079 0.037 0.174 -0.135 -0.021 0.504 0.002 0.173 0.215 -0.101 -0.314 -0.207 0.137 0.037 -0.069 0.245 0.067 -0.151 0.020
PC24 0.038 0.398 -0.029 -0.027 0.017 -0.157 -0.316 -0.056 -0.170 0.123 -0.310 -0.004 -0.235 -0.118 0.147 0.021 -0.181 -0.176 -0.273 0.327 0.191 0.009 -0.136 0.176 0.167 0.019 0.121 -0.266 0.099 -0.118 0.104
31
Lampiran Lanjutan Variable AEE AIE AIL BS BTS EFLL GBL GGMMA GGP Gmas INPT IR ISOL KBB NS NTM PCM PFM Pmel SK SL SLS SPP TAN TBB TBSLI TDJ TMN TSLI TSLJJ TTR
PC25 -0.187 -0.131 0.264 0.181 -0.308 0.211 -0.140 0.125 -0.004 0.164 0.082 0.368 0.066 0.117 0.438 0.017 -0.082 -0.176 -0.082 0.148 -0.054 -0.276 -0.084 -0.152 -0.074 -0.013 -0.056 -0.096 -0.061 0.283 -0.117
PC26 0.332 -0.133 -0.132 0.371 0.139 -0.006 0.135 -0.008 -0.123 -0.444 0.058 -0.006 0.060 -0.116 0.200 0.116 -0.050 -0.212 -0.138 -0.156 0.069 -0.114 -0.159 -0.232 0.384 0.111 0.118 0.023 0.143 -0.016 -0.106
PC27 0.195 0.008 -0.199 -0.097 -0.149 -0.019 0.187 0.343 0.003 -0.093 0.011 0.064 0.036 0.066 0.040 -0.127 0.039 0.043 0.005 0.015 0.222 0.374 -0.005 -0.244 -0.330 -0.040 0.164 -0.502 0.180 0.169 0.001
PC28 0.104 0.280 -0.027 0.097 0.123 -0.173 0.201 0.206 -0.217 -0.036 0.131 0.281 -0.073 -0.186 -0.074 0.046 -0.327 0.157 -0.027 0.022 -0.051 -0.246 0.051 -0.194 -0.246 -0.151 -0.400 0.115 0.020 -0.092 0.281
PC29 -0.205 -0.173 0.017 -0.141 -0.002 -0.176 0.110 -0.097 0.086 0.280 0.076 0.438 -0.057 0.035 -0.065 0.087 -0.257 0.086 0.093 -0.369 0.152 0.110 -0.005 -0.089 0.404 0.126 0.063 -0.248 0.021 -0.208 0.086
PC30 0.263 -0.054 -0.052 -0.150 0.128 0.498 -0.003 -0.199 -0.061 0.078 0.129 0.053 -0.024 -0.077 -0.029 -0.008 -0.256 -0.060 -0.050 -0.275 0.236 -0.032 -0.354 0.374 -0.256 0.051 -0.119 -0.045 -0.017 0.084 -0.039
PC31 -0.024 -0.156 0.065 0.120 -0.285 -0.255 -0.086 0.459 -0.026 -0.120 -0.129 -0.081 0.050 -0.085 -0.015 -0.011 0.097 -0.036 -0.034 -0.362 0.224 -0.197 0.098 0.512 0.030 -0.019 -0.092 -0.019 -0.007 0.055 0.160
32