PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002
Pengaruh Cara Pengolahan Tanah dan Pemupukan terhadap Intensitas Penyakit dan Hasil Padi di Lahan Sawah Tadah Hujan Sudir, Suprihanto, dan K. Pirngadi Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi
ABSTRACT. Effects of Soil Preparation Methods and Fertilizers on the Development of Rice Diseases and Yield in Rainfed Lowland Rice Field. Effects of soil preparation methods and fertilizers on the development of rice disease were evaluated in the field during the wet season of 2001-2002 in Subang and Indramayu. Experiment were done in a split- plot design with three replications. Soil preparation methods were the main plot and fertilizers the sub-plot. Results indicated that soil preparations significantly affected the development of stem rot (Helminthosporium sigmoideum) and sheath blight (Rhizoctonia solani) in Indramayu, but not in Subang. The severities of stem rot and seath blight on rice plants with wet soil preparation methods were significantly lower than that on rice plants with dry soil tillage methods. Fertilizers significantly affected the development of stem rot and Cercospora leaf spot in both locations, and significantly affected sheath blight in Indramayu. Disease intensity of stem rot and Cercospora leaf spot was higher on rice plants without manure fertilizer and K. Combinations of 5 t/ha manure fertilizer with 60 kg K/ha significantly reduced development of stem rot and Cercospora leaf spot in both locations. Key words: Soil preparation, fertilizer, rice diseases, yield, rainfed. ABSTRAK. Pengaruh cara pengolahan tanah, pupuk kandang dan K terhadap beberapa penyakit padi telah dievaluasi di Subang dan Indramayu pada MH 2001/2002. Penelitian ditata dalam rancangan percobaan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah cara pengolahan tanah meliputi pengolahan kering (sebelum turun hujan) dan pengolahan basah (setelah turun hujan). Anak petak adalah 10 perlakuan kombinasi pupuk organik (pupuk kandang) dengan pupuk K meliputi: (1) tanpa pupuk kandang (PK) + tanpa K2O, (2) 5 t PK, (3) 5 t PK + 30 kg K2O/ha, (4) 5 t PK + 60 kg K2O/ha, (5) 10 t PK, (6) 10 t PK + 30 kg K 2O/ha, (7) 10 t PK + 60 kg K2O/ha, (8) 15 ton PK, (9) 15 t PK + 30 kg/ha K 2O, (10) 15 t PK + 60 kg K 2O/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara pengolahan tanah ber- pengaruh nyata terhadap intensitas penyakit busuk batang H ( el- minthosporium sigmoideum) dan hawar pelepah (Rhizoctonia solani) di Indramayu, sedang di Subang tidak nyata. Di Indramayu, intensitas penyakit busuk batang dan hawar pelepah pada pertanaman padi dengan perlakuan pengolahan tanah basah lebih rendah dibanding perlakuan pengolahan tanah kering. Kombinasi pupuk kandang dan K nyata menekan intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun Cercospora di kedua lokasi, dan nyata menekan intensitas penyakit hawar pelepah di Subang. Intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun Cercospora tertinggi dijumpai pada pertanaman padi tanpa perlakuan pupuk kandang dan tanpa K. Kombinasi pupuk kandang 5 t/ha dengan 60 kg K2O/ha efektif menekan perkembangan penyakit busuk batang dan bercak daun Cercospora. Kata kunci: Olah tanah, pupuk, penyakit padi, hasil, sawah tadah hujan.
U
ntuk mengimbangi peningkatan jumlah penduduk, usaha peningkatan produksi beras perlu dilakukan. Salah satu cara adalah mengoptimalkan potensi lahan tadah hujan dengan menekan kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit padi. 30
Pada agroekosistem sawah tadah hujan, kandungan unsur hara terutama kalium umumnya sangat rendah. Hal ini menyebabkan penyakit padi seperti bercak daun coklat (Helminthosporium oryzae), bercak daun sempit (Cercospora oryzae), dan blas (Pyricularia grisea) berkembang dengan baik. Ketiga penyakit tersebut sering merusak tanaman padi di lahan sawah tadah hujan. Selain itu, penyakit busuk batang (H. sigmoideum) dan hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani) juga sering menimbulkan kerugian di agroekosistem lahan sawah tadah hujan (Suparyono et al. 1992). Tuntutan terhadap teknik pengendalian penyakit tanaman padi adalah yang disamping efektif juga tidak mencemari lingkungan. Sampai saat ini, penanaman varietas tahan merupakan cara yang efektif dan efisien dalam penanggulangan penyakit padi. Namun karena patogen umumnya cepat membentuk ras baru, maka efektivitas varietas tahan sering kali dibatasi oleh waktu dan tempat. Jika suatu varietas mampu bertahan pada waktu dan tempat tertentua, maka pada waktu dan tempat yang lain rentan (Ou 1985). Oleh karena itu penggunaan varietas tahan harus didukung oleh komponen pengendalian yang lain seperti cara pengolahan tanah dan penggunaan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pengendalian dengan mengandalkan satu cara sering kali dihadapkan kepada permasalahan baru yang lebih kompleks. Pengendalian penyakit padi yang dianjurkan adalah secara terpadu (PHT) (Semangun 1995). Penggunaan pupuk secara berimbang merupakan salah satu komponen pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terpadu. Keseimbangan unsur hara merupakan faktor penting bagi tanaman, sebab kekurangan atau kelebihan salah satu unsur hara dapat menjadi faktor pendukung perkembangan penyakit tanaman. PenggunaanN, P, dan K secara berimbang selain meningkatkan produksi juga dapat menekan intensitas penyakit bercak daun Cercospora dan bercak coklat H. oryzae (Suparyono et al. 1992). Pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat meningkatkan daya tahan tanaman (self defence) terhadap infeksi patogen. Kekurangan unsur N menyebabkan produksi rendah sedangkan kelebihan N menyebabkan ketahanan tanaman terhadap penyakit menurun, terutama pada
SUDIR ET AL.: P ENGOLAHAN TANAH, PEMUPUKAN, DAN INTENSITAS P ENYAKIT PADI
keadaan kekurangan unsur K. Pemberian unsur K menyebabkan terjadinya akumulasi fenol yang bersifat racun bagi patogen sehingga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Agrios 1988). Pupuk organik di samping bermanfaat bagi tanaman, juga dapat meningkatkan aktivitas dan kompetisi mikroorganisme antagonis dalam menekan perkembangan patogen (Cook and Baker 1983). Makalah ini menyajikan hasil penelitian pengaruh cara pengolahan tanah, pupuk organik, dan kalium terhadap beberapa penyakit padi di lahan sawah tadah hujan.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Subang dan Indramayu pada MH 2001/2002. Lokasi yang dipilih merupakan daerah endemik beberapa penyakit padi seperti busuk batang, hawar pelepah, dan bercak daun. Rancangan Percobaan dan Perlakuan Percobaan ditata dalam rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak utama adalah cara pengolahan tanah yaitu pengolahan tanah kering, dan pengolahan tanah basah. Sebagai anak petak adalah 10 kombinasi pupuk kandang (PK) (kotoran domba) dengan pupuk K meliputi: (1) tanpa PK + tanpa K2O, (2) 5 t PK/ha, (3) 5 t PK + 30 kg K 2O/ha, (4) 5 t PK + 60 kg K2O/ha, (5) 10 t PK/ha, (6) 10 t PK + 30 kg K2O/ha, (7) 10 t PK + 60 kg K 2O/ha, (8) 15 t PK + 30 kg K 2O/ha, (9) 10 t PK + 30 kg/ha K 2O, (10) 15 t PK + 60 kg K 2O/ha. Pupuk N dan P diberikan dalam bentuk urea dan SP36 masing-masing dengan takaran 250 kg dan 100 kg/ha. Pupuk P, K, dan 1/3 pupuk N diberikan pada 10 hari sesudah tanam (HST), sisa pupuk N diberikan dua tahap pada 21 dan 35 HST. Pengolahan tanah kering adalah pengolahan tanah yang dilakukan pada saat keadaan tanah kering yaitu sebelum turun hujan dengan cara dicangkul. Pengolahan tanah basah adalah pengolahan tanah dengan cara dicangkul, dilakukan pada keadaan tanah basah yaitu pada saat sudah turun hujan. Pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan tanah pertama dengan menabur merata pada tiap petak sesuai perlakuan. Cara Tanam dan Pemeliharaan Kegiatan tanam di Subang dilakukan pada 5 November 2001, sedangkan di Indramayu pada 8
November 2001. Benih ditanam dengan ditugal 3-5 biji/lubang pada saat tanah dalam keadaan lembab. Petak percobaan berukuran 5 x 6 m, jarak tanam 20 x 20 cm. Pemeliharaan tanaman dilakukan menurut sistem pertanaman padi gogorancah, yaitu pada saat awal pertumbuhan sampai berumur 30 HST tanaman tidak digenangi air. Penyiangan dilakukan secara manual pada saat tanaman berumur 21 dan 35 HST. Pengamatan Penyakit Pengamatan terhadap penyakit padi yang berkembang secara alami dilakukan 2 minggu sebelum panen, berdasarkan Standard Evaluation System IRRI. Untuk penyakit daun digunakan skala keparahan 0-9. Skala 0= tidak ada bercak daun. Skala 1= terdapat bercak bintik kecil pada daun. Skala 2= bercak kecil agak memanjang pada daun bawah. Skala 3 = bercak kecil agak memanjang pada daun atas. Skala 4 = bercak ukuran 3 mm atau lebih dan infeksi kurang dari 2% per daun. Skala 5 = bercak daun dengan infeksi 3-10%. Skala 6 = bercak daun dengan infeksi 11-25%. Skala 7 = bercak daun dengan infeksi 26-50%. Skala 8 = bercak daun dengan infeksi 51-75%. Skala 9 = bercak daun dengan infeksi 76-100% dari luas daun. Untuk penyakit hawar pelepah dan busuk batang digunakan skala keparahan 0, 1, 3, 5, 7, dan 9. Skala 0 = tidak ada gejala, skala 1 = gejala 1-10%, skala 3 = gejala >10-25%, skala 5 = gejala >25-50%, skala 7 = gejala >50-75%, dan skala 7 = gejala >75-100%. Nilai skala kemudian dikonversikan ke dalam persen dengan menggunakan rumus IP = Σ ( ni x I x 1/N x V) x 100%. IP = intensitas penyakit, ni = jumlah sampel dengan skala i, I = skala keparahan penyakit (0-9), N = jumlah sampel yang diamati, V = skala penyakit tertinggi. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan metode sidik ragam Anova. Pengaruh faktor utama, kedua, dan interaksi antarfaktor dievaluasi berdasar nilai F hitung 5%. Perbedaan antarperlakuan diuji dengan uji beda nyata Duncan dan interaksi antarperlakuan diuji dengan Fisher’s LSD 5% (Gomez and Gomez 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyakit padi yang ditemukan di kedua lokasi penelitian adalah busuk batang (H. sigmoideum), hawar pelepah (R. solani), bercak daun Cercospora (C. oryzae), hawar daun bakteri ( Xanthomonas oryzae pv.
31
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002 Tabel 1. Tingkat keparahan penyakit pada pertanaman padi berdasarkan cara pengolahan tanah dan pemupukan. Subang dan Indramayu, MH 2001/2002. Subang Sumber ragam
Indramayu
Derajat bebas
Ulangan Olah tanah Galat A Pupuk Olah tanah x pupuk Galat B Total R2 CV
2 1 2 9 9 36 59
BB
HP
CLS
BB
HP
CLS
tn tn * tn 0,45 31,87
tn tn tn tn 0,48 34,87
tn tn * tn 0,51 25,88
tn * * tn 0,65 35,75
tn * * tn 0,62 36,23
tn tn ** tn 0,65 28,80
tn = tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** = nyata pada taraf 1%, BB = busuk batang H. sigmoideum , HP = hawar pelepah R. solani , CLS = bercak daun.
Tabel 2. Rata-rata intensitas penyakit busuk batang, hawar pelepah, dan bercak daun Cercospora pada pertanaman padi di lahan dengan cara pengolahan tanah berbeda. Indramayu, MH 2001/2002. Intensitas penyakit (%) Cara pengolahan tanah Olah tanah kering Olah tanah basah
Busuk batang
Hawar pelepah
Bercak daun
21,48 a 12,09 b
7,08 a 4,15 b
32,10 a 28,57 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
oryzae), dan hawar daun jingga (red stripe). Penyakit hawar daun bakteri dan hawar daun jingga ditemukan dengan intensitas sangat rendah, kurang dari 1%. Hasil analisis tingkat keparahan penyakit disajikan pada Tabel 1. Pengaruh Pengolahan Tanah terhadap Penyakit Busuk Batang dan Hawar Pelepah Pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap penyakit busuk batang dan hawar pelepah di Indramayu. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan kedua penyakit dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah. Intensitas penyakit busuk batang dan hawar pelepah pada pertanaman padi pada petak yang diolah basah lebih rendah dibanding pada petak yang diolah kering. Intensitas penyakit busuk batang pada pertanaman di lahan dengan pengolahan kering dan pengolahan basah berturut-turut 21,5 dan 12,1%, sedangkan intensitas penyakit hawar pelepah 7,08 dan 4,15% (Tabel 2). Ou (1985) melaporkan bahwa dalam keadaan kering jamur R. solani dan H. sigmoideum dapat bertahan lama di dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dengan membentuk stadium dormant berupa sklerotium.
32
Pada keadaan basah sklerotium jamur R. solani dan H. sigmoideum akan berkecambah, kemudian mati apabila tidak menemukan inang. Sklerotium di dalam tanah merupakan sumber inokulum awal patogen. Pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu menekan keberadaan inokulum awal (Xo), menekan laju infeksi (r), dan menekan masa perkembangan penyakit (t) (Van der Plank 1963). Pengaruh Pemupukan terhadap Penyakit Busuk Batang, Hawar Pelepah dan Bercak Daun Pemupukan berpengaruh nyata terhadap intensitas penyakit busuk batang, dan bercak daun Cercospora di kedua lokasi penelitian dan terhadap penyakit hawar pelepah di Indramayu (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit busuk batang, bercak daun Cercospora dan penyakit hawar pelepah dipengaruhi oleh pupuk yang digunakan. Intensitas penyakit busuk batang di Subang berkisar antara 21,133,7%, dan di Indramayu 13,8-23,3%. Intensitas penyakit bercak daun Cercospora di Subang berkisar antara 20,4-33,9%, di Indramayu 23,6-47,9%. Intensitas tertinggi penyakit busuk batang dan bercak daun Cercospora di kedua lokasi ditemukan pada pertanaman padi yang tidak diberi pupuk kandang dan tanpa K 2O. Unsur K berperan penting sebagai pengatur dan katalisator dalam berbagai proses metabolisme tanaman, seperti sintesis gula, translokasi karbohidrat, reduksi nitrat, dan sintesis protein (Tisdale et al. 1985). Unsur K merupakan unsur penting dalam pembentukan selulose dan lignin yang merupakan komponen dinding sel (Manuwoto dan Adijuwana 1991). Kandungan K dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dinding sel sehingga menghambat penetrasi patogen ke dalam jaringan tanaman (Kiraly 1976). Di samping itu, unsur K meningkatkan kandungan se-
SUDIR ET AL.: P ENGOLAHAN TANAH, PEMUPUKAN, DAN INTENSITAS P ENYAKIT PADI Tabel 3. Rata-rata intensitas penyakit busuk batang, hawar pelepah, dan bercak daun Cercospora pada pertanaman padi yang diberi pupuk kandang dan K2 O dengan kombinasi berbeda. Subang dan Indramayu, MH 2001/2002. Pupuk (kg/ha)
Intensitas penyakit (%) di Subang
Kandang
K2O
0 5000 5000 5000 10.000 10.000 10.000 15.000 15.000 15.000
0 0 30 60 0 30 60 0 30 60
BB 33,68 a 26,54 ab 25,62 ab 22,99 b 22,95 b 21,53 b 21,29 b 23,95 b 23,92 b 21,14 b
HP 3,26 a 4,45 a 3,96 a 2,79 a 2,79 a 4,03 a 3,70 a 2,64 a 3,20 a 3,47 a
Intensitas penyakit (%) di Indramayu CLS
33,35 a 26,40 b 23,77 b 22,15 b 27,93 ab 22,94 b 20,35 b 24,88 b 27,16 b 21,60 b
BB
HP
23,30 a 16,44 ab 17,32 ab 13,81 b 16,61 ab 16,67 ab 13,90 b 16,90 ab 15,99 ab 14,93 b
CLS
7,02 ab 9,52 a 5,37 ab 4,52 ab 9,70 a 5,56 ab 5,34 ab 2,57 b 3,33 b 3,20 b
47,92 a 35,75 ab 37,81 ab 24,08 c 34,49 bc 26,85 bc 23,32 c 27,04 bc 23,61 c 23,62 c
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. BB = busuk batang H. sigmoideum , HP = hawar pelepah R. solani , CLS = bercak daun Cercospora oryzae.
nyawa fenolik dan derivatnya yang bersifat racun bagi patogen sehingga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Agrios 1988; Anonim 1989). Kiraly (1976) melaporkan bahwa terdapat kelompok enzim yang diaktifkan oleh kekurangan atau kelebihan K. Sintesis protein, gula, selulose, dinding sel, dan vitamin meningkat oleh tersedianya K dalam jumlah yang besar. Tanaman padi yang berkadar silikon rendah akan lebih rentan terhadap infeksi patogen (Ou 1985). Penyakit-penyakit padi umumnya berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang kekurangan unsur K (Ou 1985; Suparyono et al. 1992). Kandungan K tanah di kedua lokasi penelitian tergolong rendah (Tabel 4). Oleh karena itu, penambahan takaran pupuk K nyata menekan intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun Cercospora. Pemberian pupuk kandang 5, 10, dan 15 t/ha tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit bercak daun, tetapi nyata dibanding tanpa pupuk kandang. Penggunaan pupuk kandang 5 t/ha yang dikombinasikan dengan 60 kg K2O/ha nyata menekan intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun Cercospora di kedua lokasi penelitian. Supriyanto (1991) melaporkan bahwa pemupukan K dengan takaran 60 kg K2O/ha nyata menekan penyakit busuk batang padi H. sigmoideum. Penyakit padi terutama bercak daun umumnya berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang kurang subur dengan kandungan unsur K rendah (Ou 1985). Penambahan pupuk kandang meningkatkan kandungan unsur N, P, dan K dalam tanah. Analisis di Laboratorium tanah Balitbio menunjukkan bahwa pupuk kandang yang digunakan di Subang mengandung 0,94% N, 0,77% P2O5, dan 0,43% K2O, sedangkan di Indramayu 0,83% N, 0,80% P 2O5, dan 0,43% K2O. Pupuk kandang di samping sebagai unsur hara bagi tanaman
Tabel 4. Hasil analisis unsur hara tanah sebelum percobaan dilakukan di Subang dan Indramayu, MH 2001/2002. Cibogo Subang
Haurgeulis Indramayu
Sifat yang dianalisis Tekstur (%) Pasir Debu Liat pH H2 O KCL N total (%) C organik (%) C/N ratio P (mg/100) Bray I (ppm) K (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100g) Na (me/100g) KTK
Nlai
Kriteria
Nlai
8,09 50,37 40,40 4,67 3,67 0,17 1,21 7,29 0,27 0,17 4,18 0,44 0,29 22,42
Debu berliat 26,28 49,67 24,05 Masam 5,24 Rendah 4,30 Rendah 0,17 Rendah 1,19 Rendah 7,21 Rendah 0,36 Sedang 0,17 Sedang 4,33 Tinggi 4,15 Sedang 0,37 Sedang 22,85
Kriteria Debu berliat Masam Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
juga dapat meningkatkan aktivitas dan kompetisi mikroorganisme antagonis dalam menekan perkembangan patogen (Cook and Baker 1983). Keseimbangan unsur hara dalam tanah terutama unsur N, P, dan K selain meningkatkan hasil juga meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen (Suparyono et al. 1992). Pemupukan yang tepat jenis, takaran, dan waktu aplikasi merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit yang bertujuan mencegah atau menghambat perkembangan patogen dan meningkatkan ketahanan fisiologis tanaman (Kiraly 1976). Unsur K dapat memberikan efek keseimbangan terhadap N maupun P (Buckman and Brady 1982 dalam Supriyanto, 1991). Sudir et al. (2001) melaporkan bahwa pengunaan pupuk menurut kebutuhan tanaman berdasarkan bagan warna daun (Site specific nutrient management = SSNM) dan penggunaan kom33
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002 Tabel 5. Anova hasil gabah kering giling pada pertanaman padi dengan sistem tanam gogorancah di lahan sawah tadah hujan dengan cara pengolahan tanah dan pemupukan berbeda. Subang dan Indramayu, MH 2001/2002.
Tabel 6. Rata-rata hasil padi di lahan sawah tadah hujan dengan sistem tanam gogorancah dengan pemupukan berbeda. Subang dan Indramayu, MH 2001/2002. Pupuk (kg/ha)
Hasil gabah kering giling per petak (kg) Sumber ragam Ulangan Olah tanah Galat A Pupuk Olah tanah x pupuk Galat B Total R2 CV
Derajat bebas 2 1 2 9 9 36 59
Subang
Indramayu
tn tn ** tn 0,57 6,3
tn tn ** tn 0,75 7,67
Kandang 0 5000 5000 5000 10.000 10.000 10.000 15.000 15.000 15.000
Hasil gabah kering giling per petak (kg)
K2O
Subang
Indramayu
0 0 30 60 0 30 60 0 30 60
5,58 d 5,83 cd 6,05 bcd 6,29 abc 6,09 bc 6,38 ab 6,75 a 6,13 bc 6,36 ab 6,40 ab
4,70 c 5,51 d 5,93 cd 6,52 abc 6,07 bcd 6,27 abc 6,60 ab 6,47 abc 6,57 ab 6,72 a
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
tn = tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** = nyata pada taraf 1%, x = interaksi.
pos jerami dapat menekan keparahan penyakit padi dibanding penggunaan pupuk menurut pola paket dengan takaran 250 kg urea, 100 kg TSP dan 100 kg KCl/ha. Pengaruh pemupukan terhadap penyakit hawar pelepah di Subang tidak nyata, sedangkan di Indramayu nyata tetapi tidak konsisten. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keadaan penyakit yang kurang berkembang. Pengaruh Cara Pengolahan Tanah dan Pemupukan terhadap Hasil Padi Hasil analisis menunjukkan bahwa pemupukan berpengaruh nyata, sedangkan pengolahan tanah tidak nyata pengaruhnya terhadap hasil gabah (Tabel 5). Kombinasi pupuk kandang 5 t/ha dengan pupuk K 2O 60 kg/ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dibanding dengan hasil pada penggunaan pupuk kan- dang dengan takaran lebih tinggi tetapi berbeda nyata dengan hasil tanpa penggunaan pupuk kandang dan tanpa K. Kombinasi pupuk kandang dengan pupuk K2O di Subang meningkatkan hasil gabah 4,5-21,0%, sedangkan di Indramayu 17,2-43,0% dibanding tanpa pupuk kandang dan tanpa K2O (Tabel 6). Lahan sawah tadah hujan umumnya memiliki N total dan K sangat rendah, P tersedia relatif sedang (Tejasarwana dan Permadi 1991). Ismunadji et al. (1976) melaporkan bahwa tanaman padi di sawah tadah hujan dengan pengairan kurang teratur sangat tanggap terhadap unsur K sehingga pemberian pupuk K nyata meningkatkan hasil. Takaran pupuk K yang dianjurkan adalah 60 kg/ha (Taslim et al. 1989). Suparyono et al. (1992) melaporkan bahwa penggunaan pupuk K selain dapat menekan intensitas penyakit ter-
34
utama penyakit bercak daun juga dapat meningkatkan hasil padi.
KESIMPULAN Di lahan sawah tadah hujan Indramayu, cara pengolahan tanah basah nyata menekan perkembangan penyakit busuk batang dan hawar pelepah padi. Kombinasi penggunaan pupuk kandang 5 t/ha dengan K2O 60 kg/ha nyata menekan intensitas penyakit busuk batang dan bercak daun Cercopora. Cara pengolahan tanah tidak berpengaruh nyata terhadap hasil, sedangkan pemupukan nyata. Di Subang, hasil gabah tertinggi diperoleh pada perlakuan pupuk kandang 10 t + 60 kg K2O/ha, sedangkan di Indramayu pada perlakuan pupuk kandang 15 t/ha + K2O 60 kg/ha.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Suwarji, Umin Sumarlin dan Yuyu Djuhana atas bantuan pelaksanaan penelitian di lapang. Kepada semua fihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini juga disampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA Agrios, GN. 1988. Plant pathology. Academic Press. New York. (3 rd ed.). 629 p. Anonim, 1989. Potash it’s need and use in modern agriculture. Potash and Phosphate Institute of Canada. 46 p.
SUDIR ET AL.: P ENGOLAHAN TANAH, PEMUPUKAN, DAN INTENSITAS P ENYAKIT PADI Cook, RJ and KF Baker. 1983. The nature and practice of biological control of plant pathogens. The APS Pres. St. Paul, Minnesota. 539 p. Gomez, K A and AA Gomez. 1984. Statistical procedurs for agricultural research. An IRRI Book 2nd ed. John Wiley & Sons, Toronto, Singapore. 680 p. Ismunadji, MS Partohardjono, dan Satsijati.1976. Peranan kalium dalam peningkatan produksi tanaman pangan. Kalium dan tanaman pangan: Problem dan prospek. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. Edisi Khusus 2: 1-16. IRRI. 1996. Standard evaluation system for rice (3rd ed.). Philippines. 54 p. Kiraly, Z. 1976. Plant diseases resistance as influenced by biochemical effects of nutrients. In: Fertilizer use and plant health. Proc. 12 Colloqium of the International Potash Institute. Budapest. Manuwoto, S. dan H. Adijuwana. 1991. Mekanisme dan faktor kimia yang mendasari resistensi beberapa varietas padi terhadap wereng batang coklat Nilaparvata lugens Stal. Jurnal Ilmu Pertanian 1:5-13. Ou, SH. 1985. Rice diseases (2 nd ed.). Com. Mycological Inst. Kew, England. 380 p.
Semangun, H. 1995. Konsep dan asas dasar pengelolaan penyakit terpadu. Pros. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. p.1-24. Sudir, Suprihanto, dan Suparyono, 2001 Pengaruh fungisida, varietas, dan pupuk terhadap beberapa penyakit penting padi. Jurnal Penelitian Pertanian. 20(1):32-39. Suparyono, S. Kartaatmadja, dan AM Fagi. 1992. Relationship between potassium and development of several major rice diseases. Pros. Seminar Nasional Kalium. Jakarta 4 Agustus 1992. p.155-162. Supriyanto. 1991. pengaruh dosis dan waktu aplikasi pupuk kalium terhadap perkembangan penyakit busuk batang padi (Helminthosporium sigmoideum (Lav.) Skripsi fakultas Pertanian Univ. Soedirman, Purwokerto. 65 p. Taslim H, S Partohardjono, dan Subandi. 1989. Pemupukan padi sawah. Padi Buku II. Puslitbangtan. Bogor : 145-147. Tejasarwana, R. dan K Permadi, 1991. Pengaruh pupuk seng, nitrogen, dan fosfor terhadap produksi padi sawah. Balitan Bogor. p.10: 17-20. Tisdale, S.L., W.N. Nelson, and J.D. Beaten. 1985. Soil fertility and fertilizers. Fourth ed. St. McMillan Publishing Company. New York. 754 p. Van der Plank, JE. 1963. Plant diseases: Epidemics and control. Ac. Press. New York. 349 p.
35
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 21 NO. 2 2002 ABSTRACT. Effects of Soil Preparation Methods and Fertilizers on the Development of Rice Diseases and Yield of Rice Rainfed. Effects of soil preparation methods and fertilizers (manure fertilizer), and Kalium on the intensity of rice diseases and yield were evaluated in the field during the wet season of 2001/2002 in Subang and Indramayu. The objective of this experiment were to study the effects of land preparation, organic fertilizer, and kalium on the rice diseases intensity and rice yield in rainfed lowland area Experiments were done in a Split- plot design with three replications. As main plot was two methods of soil preparation, i.e: dry tillage (tillage was conducted before rain coming) and wet tillage (tillage was done when rain coming). As the sub plot was ten combinations of manure fertilizers with pothasium (K2O), i.e: (1) Without organic fertilizer (OF), without K2O, (2) 5 ton OF/ha, without K 2O, (3) 5 ton OF/ha + 30 kg K2O/ha, (4) 5 ton OF/ha + 60 kg K 2O /ha, (5) 10 ton OF/ha, without K2O, (6) 10 ton OF/ha + 30 kg K2O/ha, (7) 10 ton OF/ha + 60 kg K2O/ha, (8) 15 ton PK/ha, without K2O, (9) 10 ton OF + 30 kg/ha K 2O, (10) 15 ton OF/ha
36
+ 60 kg K 2O/ha. Results indicated that the soil preparations significantly reduced the diseases intensity of stem rot H ( elminthosporium sigmoideum) and sheath blight (Rhizoctonia solani) in Indramayu, but not in Subang. The diseases intensity of stem rot and rice seath blight on wet soil preparations significantly lower than that on dry soil preparations methods. Fertilizers significantly reduced the diseases intensity of stem rot and cercospora leaf spot, in both locations, except sheath blight in Indramayu. Diseases intensity of stem rot and cercospora leaf spot higher on rice plants without organic fertilizer and without K2O. Combinations of 5 ton/ha organic fertilizer with 60 kg K2O/ha significantly reduced the intensity of stem rot and cercospora leaf spot in both locations. Key words: Soil preparation, fertilizer, rice diseases, yield.