perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH BERMAIN PERAN PROSOSIAL TERHADAP PENINGKATAN KONSEP DIRI ANAK PADA SISWA SD NEGERI 1 PRAMBANAN Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Disusun Oleh: Diah Tri Novita G 0104016
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ii
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id iii
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id iv
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, April 2011
Diah Tri Novita
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id v
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti terdapat kemudahan. (Q.S. Al Inshyroh : 5) Jangan takut dengan kesalahan, kebijaksanaan biasanya lahir dari kesalahan. (Paul Galvin) Bukan masalah-masalah yang mengganggu pikiran tetapi cara memandang masalah tersebut. Semua bergantung pada cara memandang sesuatu. (Epictetus)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id vi
PERSEMBAHAN
Dengan penuh hormat serta cinta, kasih, dan sayang, karya sederhana ini kupersembahkan kepada : 1. Ibu dan Bapak, serta keluarga tercinta. 2. Staf pengajar Program Studi Psikologi UNS. 3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ini. 4. Almamaterku.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri Pada Siswa SD Negeri 1 Prambanan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari akan kekurangan, kelemahan, dan hambatan yang penulis hadapi, sehingga tanpa dorongan, bantuan, bimbingan, serta doa dari beberapa pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik, oleh karena itu penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 3. Ibu Dra. Tuti Hardjajani, M.Si selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta masukan yang bermanfaat bagi kelancaran skripsi penulis. 4. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku pembimbing II, yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta memberi semangat, dan motivasi untuk terus berusaha hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Ibu Dra. Macmuroh, M.S., selaku dosen pembimbing akademik dan penguji I, yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada penulis untuk terus berjuang menyelesaikan skripsi dan memberi masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak H. Arista Adi Nugroho, S.Psi, M.M selaku penguji II, dan memberi masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini. commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id viii
7. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bekal ilmu dan pengalaman kepada penulis. 8. Seluruh staf tata usaha dan perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, yang telah membantu kelancaran studi penulis. 9. Kepala Sekolah beserta seluruh pengajar dan staf tata usaha SD Negeri 1 Prambanan Klaten yang bersedia memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian. 10. Adik-adik siswa kelas V SD Negeri 1 Prambanan Klaten yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. 11. Keluarga tercinta yang telah memberikan nasihat, pengertian, kesabaran, semangat, motivasi, arahan,
dan bimbingan kepada penulis
dalam
menyelesaikan skripsi, serta kasih sayang, dan doa yang selalu dipanjatkan demi kesuksesan penulis. 12. Orang-orang terdekat dan sahabat-sahabatku yang telah menemaniku, memberi semangat, dukungan, bantuan, serta atas doanya, semoga kita tetap dapat saling membantu dalam kebaikan. 13. Teman-teman Psikologi terutama angkatan 2004, terima kasih atas bantuan, semangat, dan dukungannya. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan karena adanya keterbatasan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada kita semua.
Surakarta, April 2011
Penulis
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
iv
MOTTO ........................................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiv
ABSTRAK ...................................................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
11
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................
13
A. Konsep Diri ..................................................................................
13
1. Pengertian Konsep Diri ..........................................................
13
2. Perkembangan Konsep Diri ....................................................
15
3. Jenis-Jenis Konsep Diri ......................................................... commit to user
18
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id x
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ...................
19
5. Aspek-Aspek Konsep Diri ...................................................... 22 B. Bermain Peran Prososial ...............................................................
24
1. Pengertian Bermain Peran ………………………………….
24
2. Tahap-Tahap Bermain Peran ……………………………….
28
3. Macam-macam Bermain Peran …………………………….
31
4. Pengertian Perilaku Prososial ……..…………………..........
34
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial ........
35
6. Pengertian Bermain Peran Prososial ………….…….………
39
7. Aspek-Aspek Bermain Peran Prososial .................................. 40 C. Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri pada Anak ................................................................
42
D. Kerangka Pemikiran ......... ...........................................................
46
E. Hipotesis .......................................................................................
47
BAB III. METODE PENELITIAN ...........................................................
48
A. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................
48
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian .....................................
48
C. Subjek Penelitian ..........................................................................
49
D. Rancangan Penelitian ...................................................................
50
E. Alat Pengumpul Data .....................................................................
51
F. Validitas dan Reliabilitas Data ......................................................
58
G. Metode Analisis Data ...................................................................
60
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xi
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
61
A. Persiapan Penelitian .....................................................................
61
1. Orientasi Kancah Penelitian ....................................................
61
2. Persiapan Alat Ukur ................................................................
62
3. Pelaksanaan Uji-coba ..............................................................
62
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala ........................................
63
5. Penomoran Baru Alat Ukur Penelitian ....................................
64
B. Pelaksanaan Eksperimen ..............................................................
65
1. Penentuan Subjek Penelitian ...................................................
65
2. Pelaksanaan Penelitian ............................................................
67
C. Hasil Analisis Data .......................................................................
74
1. Hasil Pretest dan Posttest ....................................................... 74 2. Hasil Statistik Deskriptif .......................................................
75
3. Uji Normalitas ........................................................................
77
4. Uji Linieritas ..........................................................................
79
5. Uji Homogenitas ……………………………………………
79
6. Uji Hipotesis ………………………………………………... 80 D. Pembahasan ..................................................................................
81
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
88
A. Kesimpulan ...................................................................................
88
B. Saran .............................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
90
LAMPIRAN ................................................................................................. commit to user
94
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue-print Skala Sikap Konsep Diri pada Anak .............................. 52 Tabel 2. Pembagian Peran dan Karakter Peran ............................................
55
Tabel 3. Pedoman Pengamatan ....................................................................
56
Tabel 4. Distribusi Aitem Sahih dan Aitem Gugur Skala Konsep Diri pada Anak Setelah Uji Coba ................................................................... 64 Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Konsep Diri pada Anak Setelah Uji Coba
65
Tabel 6. Data Hasil Pengukuran .................................................................... 66 Tabel 7. Kriteria Kategori Skala Sikap Konsep Diri pada Anak dan Distribusi Skor Subjek ...................................................................
66
Tabel 8. Hasil Pengamatan ........................................................................... 70 Tabel 9. Hasil Laporan Subjek dalam Pemeranan ………….……….…….
71
Tabel 10. Hasil Pretest dan Posttest ............................................................... 75 Tabel 11. Tabel Deskriptif Statistik ..............................................................
75
Tabel 12. Data Hipotetik dan Data Empirik ................................................... 76 Tabel 13. Kategorisasi Subjek Penelitian ...................................................... 76 Tabel 14. Uji Normalitas berdasarkan rasio Skewness dan Kurtosis ..............
78
Tabel 15. Uji Normalitas menggunakan rumus Shapiro WiIlk ......................
78
Tabel 16. Uji Linieritas ...................................................................................
79
Tabel 17. Uji Homogenitas ............................................................................
80
Tabel 18. Uji Hipotesis .................................................................................. 80 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Modul Bermain Peran Prososial ............................................... 95 Lampiran B. Alat Ukur Uji Coba .................................................................
103
Lampiran C. Tabulasi Hasil Uji Coba ..........................................................
108
Lampiran D. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ......................................... 113 Lampiran E. Alat Ukur Penelitian ................................................................ 117 Lampiran F. Tabulasi Data Hasil Penelitian .................................................
122
Lampiran G. Hasil Uji Normalitas, Linieritas dan Homogenitas ..................
129
Lampiran H. Hasil Uji Hipotesis ........……………....……………………...
137
Lampiran I. Surat Penelitian ........……………………….....
139
Lampiran J. Hasil Dokumentasi ……………………………………….......
142
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 40
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xv
ABSTRAK Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri Anak Pada Siswa SD Negeri 1 Prambanan
Diah Tri Novita Universitas Negeri Sebelas Maret
Konsep diri anak akan berkembang melalui interaksi dengan orang lain. Konsep diri yang positif sangat penting dalam perkembangan individu. Konsep diri positif membantu anak menjadi lebih percaya diri dan mandiri. Respon positif dari orang lain dan penerimaan sosial dapat meningkatkan konsep diri positif. Hal tersebut dapat diperoleh dengan melakukan tindakan prososial dalam interkasi sosial. Perilaku prososial dapat ditanamkan pada anak dengan cara bermain peran prososial agar anak juga dapat merasakan langsung respon positif dan penerimaan sosial yang dapat meningkatkan konsep diri anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh bermain peran prososial terhadap peningkatan konsep diri anak pada siswa SD Negeri 1 Prambanan. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan randomize pretestposttest one group design. Skor konsep diri anak akan dibandingkan sebelum dan sesudah perlakuan berupa bermain peran prososial. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive non-random sampling. Subjek penelitian merupakan siswa berusia 10-11 tahun dan memiliki skor konsep diri sedang hingga sangat rendah. Pemilihan subjek tersebut berdasarkan kriteria yang sesuai dalam penelitian. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD berjumlah 16 anak. Alat pengumpul data menggunakan modifikasi skala konsep diri anak PHCS (Piers-Harris Children Self-Concept scale) dengan menambahkan aspek konsep diri menurut Berzonsky. Skala sikap konsep diri yang digunakan terdiri dari 52 aitem pernyataan yang harus diisi sesuai dengan kondisi subjek. Analisis data menggunakan teknik analisis Paired Sample T-Test dengan bantuan program statistik SPSS 16. Hasil perhitungan Paired Sample T- Test menunjukkan, T hitung = 2,446 > T tabel = 2,15 dan p < 0,05. Hal ini berarti bahwa terdapat peningkatan skor konsep diri yang signifikan sesudah pemberian perlakuan berupa bermain peran prososial dibandingkan sebelum pemberian perlakuan. Hasil analisis deskrptif juga menunjukkan peningkatan mean sesudah perlakuan sebesar 29,63 dibanding sebelum perlakuan yang menunjukkan sebesar 25,19 memberikan gambaran bahwa pemberian perlakuan berupa bermain peran prososial tersebut memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsep diri pada anak. Peningkatan skor konsep diri masing-masing subjek dan rata-rata seluruh subjek menunjukkan bahwa bermain peran prososial mampu meningkatkan konsep diri pada anak. Kata kunci : Bermain peran Prososial, commit Konsep to user Diri xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xvi
ABSTRACT
The Influence of Prosocial Role Play On Increasing Children’s Self Concept In SD Negeri 1 Prambanan Student
Diah Tri Novita Sebelas Maret University
Children’s self concept is formed by individual through interactions with environment. Positive children’s self-concept have significant influence for children development. It makes children more confidence and independent in their social life. Positive response from others and social acceptance can increase positive self concept. It can happen when they do some prosocial behavior in their interactions. Children can learn prosocial behavior through prosocial role play. Prosocial role play may make the children experience positive response and social acceptance so they can increase their self concept. The main focus of this study is to examine the influence of prosocial role play to increasing children’s self concept on SD Negeri 1 Prambanan. This study used quasi experiment with randomize pretest-posttest one group design. Score of child self concept before roleplay is compared with score after roleplay. Subject selection used purposive non-random sampling technique. Subject was 10-11 years old students and had medium until very low score of children’s self concept scale. That subject selection based on criteria that required for this study. Sixteen children from Five grade elementary school is selected as subject. The modification of children self concept scale was used to measure children self concept. The children’s self concept scale was modified from PHCS (Piers-Harris Children’s Self-Concept scale) and added some aspect of self concept from Berzonsky. Self concept scale that was used in this study consisted from 52 item statements that must did properly with subject condition. Data analysis of this study uses Paired Sample T-Test with SPSS 16 statistic programme. The result of analysis with Paired Sample T- Test revealed significant differences between pretest and posttest of children’s self concept through prosocial role play, T (2,15) = 2,446 and p < 0,05. From descriptive analysis revealed that mean increase after the prosocial role play (M = 29,63) than before the prosocial role play (M = 25,19) also gives description that prosocial role play has significant influence to the increase of children’s self concept. Increasing of children’s self concept each subject and mean for all subject revealed that prosocial role play could increases children’s self concept. Keywords : prosocial role play, self concept commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah sumber daya manusia menjadi salah satu permasalahan penting bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya manusia tidak bisa lepas dari bidang pendidikan yang secara umum diidentikkan dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah. Pendidikan seolah menjadi syarat mutlak sebuah kesuksesan. Hampir setiap orang menggantungkan harapan kepada pendidikan untuk melahirkan generasi yang menguasai beragam ilmu dan pengetahuan. Generasi yang mampu memanfaatkan potensi diri dan setiap peluang hingga menjadi manusia yang sukses dalam setiap hal. Namun pada kenyataannya, terkadang seseorang berhasil mencapai jenjang pendidikan yang tinggi tetapi kurang berhasil dalam kehidupan, atau sebaliknya. Tidak jarang seseorang suskes dalam kehidupan, tetapi pencapaian akademiknya biasa saja. Fenomena ketidakkonsistenan antara pendidikan dan keberhasilan kehidupan tersebut memunculkan pertanyaan bagiamana sistem pendidikan yang sangat kompetitif ternyata dapat melahirkan generasi yang tangguh secara keilmuan tetapi rapuh atau gagal dalam kehidupan. Menurut Aikesari (www.aikesari.multiply.com), salah satu kemungkinan penyebabnya adalah ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang terlalu banyak dan ekspetasi yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan positif. Menurut Meggert (dalam Kenny et. al., 2009), konsep diri pada anak berhubungan dengan cara pandang tentang diri anak tersebut yang berkaitan dengan atribut dan kemampuannya. Di setiap jenjang pendidikan, anak sudah datang dengan berbagai konsep diri, baik yang positif maupun yang negatif. Sekolah memang memiliki resiko untuk menerima anak-anak dengan berbagai konsep diri tersebut. Di sekolah sering dijumpai istilah anak bermasalah, berperilaku sulit, nakal dan lain sebagainya. Sekolah justru yang sering memunculkan label-label tersebut tetapi tidak berusaha memahami kondisi-kondisi yang sebenarnya anak alami. Sebagai contoh, jika ada anak yang sering tidak mengerjakan PR, anak itu akan dimarahi habis-habisan. Hal baik jika guru dapat menahan diri dan tidak lepas kendali dalam pemilihan kata-katanya. Namun, jika kata-kata yang diucapkan tidak pantas misal dasar pemalas, dasar anak bodoh dan diucapkan berkali-kali dalam jangka waktu tertentu, problem kemalasan mengerjakan PR mungkin malah akan semakin parah. Banyak guru mengeluh bahwa anak yang sudah mendapatkan penanganan kedisiplinan tidak semakin membaik tapi justru semakin memburuk. Bukan menurut, tetapi malah semakin melawan. Hal ini dapat terjadi karena penanganan kedisiplinan yang diterapkan guru tersebut justru memperkuat konsep diri anak yang sudah buruk. Pengalaman hidup yang dialami anak-anak di dalam kelas bersama sang guru akan sangat bermakna bagi mereka. Karena itu sangat fatal apabila guru-guru berpikir bahwa tugas mereka hanya mengajar dalam bidang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
akademis. Guru juga harus bepikir bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam membangun konsep diri anak. Prestasi akademis berhubungan dengan konsep diri anak, sehingga upaya untuk mengajar anak akan sulit dilakukan tanpa pembinaan konsep diri. Anak yang memiiki konsep diri yang baik biasanya belajar dengan mudah karena senang menerima tantangan untuk melakukan sesuatu yang baru dan memperoleh keterampilan yang baru. Sikap mental “aku bisa”, membuat pembelajaran menjadi lebih mudah. Sebagai orang tua atau guru, kita harus punya komitmen untuk membantu anak merasa nyaman dengan dirinya. Jika anak merasa bahwa anda percaya akan kemampuannya untuk menjadi sukses, dan ia juga percaya, tidak akan terbayangkan apa yang bisa dicapai olehnya. Anak biasanya juga membandingkan dirinya dengan orang-orang di sekitarnya. Dari lingkungan keluarga, anak akan membandingkan dirinya dengan orang tuanya atau saudaranya. Misal, anak merasa tidak sepintar ayahnya atau anak merasa tidak pandai menggambar seperti kakaknya. Beberapa anak mungkin belum menyadari bahwa kemampuan anak berbeda dengan kemampuan remaja atau orang dewasa. Di sekolah, anak sering dibandingkan dengan anak lain di kelasnya bukan bagaimana dibandingkan dengan anak tersebut ditahun sebelumnya. Hal ini dapat membuat anak merasa peningkatan yang terjadi pada dirinya tidak merubah pandangan seseorang tentang dirinya. Orang lain akan selalu menganggap anak tersebut tetap dibawah rata-rata anak lain di kelasnya. Dengan sistem sekolah dimana guru yang mengajar berbeda setiap tahunnya, guru akan sulit untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
mengetahui peningkatan anak setiap tahun. Guru yang tidak mengetahui peningkatan anak setiap tahun sulit untuk membantu anak menghargai peningkatan dan menggunakannya sebagai dasar pembentukan self esteem dan motivasi. Orang tua dan guru perlu mengetahui bagaimana seharusnya sikap mereka agar dapat membantu anak meningkatkan penilaian positif terhadap dirinya sendiri. Contoh kasus, seorang anak usia 9 tahun selalu menonton kartun di televisi sebelum berangkat ke sekolah. Pada suatu hari karena asik menonton televisi iaa terburu-buru berangkat ke sekolah. Saat mengecek tasnya ia baru ingat bahwa ada pr yang belum dikerjakan. Tiba-tiba mukanya merah dan melemparkan tasnya ke lantai. Biasanya pada kondisi tersebut orang tua kan menenangkan anak dan menasehati agar lain kali dia tidak menonton televisi saat berangkat ke sekolah namun menggunakan waktunya untuk mengecek kembali tas sekolah dan pelajarannya. Dan respon yang sering kita dapat dari anak jika orang tua melakukan hal seperti itu adalah ia akan marah atau malah berteriak pada orang tua. Tujuan orang tua sebenarnya ingin anak menyadari kesalahannya namun cara tersebut secara tidak langsung malah membuat anak semakin merasa dirinya bersalah dan menimbulkan penilaian yang buruk pada dirinya sendiri. Cara yang paling tepat mungkin adalah dengan membuat aturan baru untuk mengatasi masalah tersebut bukan menyalahkan anak. Mungkin dengan orang tua mengecek perlengkapan sekolah anak sebelum berangkat sekolah atau membantu anak menjelaskan pada gurunya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Menurut Barnes (2000), kata-kata yang bersifat sebagai dorongan dapat berpengaruh lebih baik terhadap penilaian anak pada dirinya sendiri. Kata-kata yang bersifat dorongan akan membuat anak percaya pada apa yang mereka mampu dan miliki. Sebagai contoh, kalimat “kamu bisa melakukannya” akan lebih baik daripada kalimat “kamu kadang ceroboh,jadi hati-hati”, atau “kamu melakukannya dengan bagus” akan lebih baik dari “kamu bisa melakukan lebih baik”. Seorang anak sering mendengar cerita mengenai diri mereka dari keluarganya. Cerita tersebut mungkin mengenai masalah mereka di sekolah, kegagalan, kemampuan mereka. Dari cerita tersebut dapat menggambarkan apakah anak itu pintar atau bodoh, rajin atau malas, cantik atau biasa saja, populer atau tidak. Tanpa disadari cerita ini akan mempengaruhi penilaian orang lain dan diri sendiri. Atau kadang orang tua mrasa perlu mengatakan pada anaknya tentang permassalahan yang dibicarakan guru pada orang tua pada anaknya. Padahal ini dapat semakin meyakinkan anak tentang penilaian yang kurang baik tentang dirinya. Menurut Rogers (1977), banyak bukti menunjukkan bahwa perilaku anak dalam berbagai konteks yang spesifik lebih banyak ditentukan oleh bagaimana cara mereka memandang diri mereka sendiri. Konsep diri memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan anak. Konsep diri akan menjadi dasar pembentukan karakter individu. Mengerti tentang konsep diri anak dapat membantu orang tua atau guru dalam mengambil tindakan untuk memberikan intervensi awal yang spesifik sesuai dengan tahap perkembangan. Hal ini penting commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
untuk meningkatkan perkembangan kemampuan anak dan mencegah munculnya perilaku menyimpang dalam tahap-tahap perkembangan (Spencer, 1991 dalam Kenny et. al., 2009). Konsep diri yang sehat pada anak dapat menjadi dasar yang sangat baik bagi perkembangan anak, demikian juga sebaliknya konsep diri yang buruk dapat menghambat perkembangan anak. Konsep diri pada anak membentuk inti yang tetap yang menyatukan perilaku-perilaku dan mencegah kekacauan sifat-sifat. Konsep diri yang kuat membantu anak percaya diri dan mandiri. Dalam menghadapi permasalahan hidup yang kompleks, mereka merasa lebih kuat dan memandang dunia lebih bersahabat dan tidak mengancam. Menurut Rogers (1977), konsep diri yang sehat membantu anak memiliki kemampuan untuk menghadapi lingkungannya. Konsep diri akan terus berkembang walaupun tahaptahap perkembangan telah tercapai. Konsep diri anak dapat berkembang kearah negatif maupun positif (Calhoun & Acocella, 1990). Menurut Rini (www.e-psikologi.com), individu dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Menurut Tim Familia (2006) apabila seseorang mempunyai gambaran yang negatif tentang dirinya, maka akan muncul evaluasi negatif pula tentang dirinya. Keyakinan seseorang bahwa ia pasti gagal mungkin disebabkan ia memandang dirinya tidak kompeten atau bahkan bodoh. Pandangan ini selanjutnya dapat mempengaruhi cara belajar dan mengerjakan tugas. Kemungkinan besar ia pun akan gagal seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
keyakinannya. Jika berhasil, orang yang memiliki konsep diri negatif akan mengatakan bahwa keberhasilannya karena suatu kebetulan atau nasib baik. Sebaliknya apabila seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka akan terbentuk penghargaan yang tinggi pula terhadap diri sendiri. Penghargaan terhadap diri yang merupakan evaluasi tehadap diri sendiri akan menentukan sejauh mana seseorang yakin akan kemampuan dirinya dan keberhasilan dirinya. Jadi, apabila ia memiliki konsep diri yang positif, segala perilakunya akan selalu tertuju pada keberhasilan. Anak yang memiliki konsep diri positif, jika menghadapi kegagalan akan bersikap lebih positif. Oleh karena itu, anak yang memiliki konsep diri positif biasanya juga lebih optimis dan realistis. Menurut beberapa ahli, konsep diri dikembangkan melalui interaksinya dengan orang lain maupun peniruan. Apabila sejak kecil ia diterima, disayangi dan selalu dihargai, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang positif. Sementara itu pengalaman sosial yang buruk seperti ditolak, dicela, akan membentuk konsep diri yang negatif. Demikian halnya perilaku orang-orang yang dianggap penting bagi anak maupun tokoh-tokoh idola anak akan mempengaruhi konsep dirinya. Dengan bertambahnya usia seorang anak, maka konsep diri akan terus berkembang melalui interaksinya dengan orang lain selain orang tuanya terutama melalui perbandingan sosial dengan teman sebayanya (Tim Familia, 2006). Anak yang mengalami umpan balik negatif dari anak yang lain dapat mempengaruhi konsep dirinya (Kenny et. al., 2009). Agar anak lebih mudah diterima dalam lingkungannya, anak melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan norma-norma sosial. Individu dalam suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
masyarakat biasanya melakukan hal-hal yang dapat diterima dalam budaya masyarakat tersebut (Twenge, et. al., 2007). Sebagai contoh, anak yang masuk dalam lingkungan yang baru akan lebih mudah diterima dalam lingkungan tersebut jika anak tersebut baik terhadap anak lain, suka menolong, tidak suka berbohong, dan lain sebagainya. Perilaku-perilaku yang lebih berorientasi pada orang lain disebut dengan perilaku prososial. Menurut Twenge, et. al., (2007) perilaku prososial merupakan perilaku yang
ditunjukkan
untuk
lebih
menguntungkan
orang
lain
dibanding
menguntungkan diri sendiri dan biasanya memiliki resiko untuk diri sendiri. Sebagian besar kebudayaan mendorong dan bahkan mensyaratkan perilaku prososial karena hal ini vital dalam sistem interaksi sosial. Empati dan perilaku prososial yang rendah dapat mengarahkan pada penolakan sosial. Menurut Eisenberg & Fabes (dalam Retnaningsih, 2005), perilaku prososial dapat berfungsi untuk meningkatkan kualitas sosial dan hubungan antar individu. Brian & Test (dalam Hakam, 2008) memandang perilaku prososial sebagai kegiatan individu untuk berbagi atau berkorban yang diperkirakan akan mendapat reinforcement positif karena tidak mendapatkan hasil sosial atau materi yang nyata. Perilaku prososial juga menimbulkan perasaan positif seperti berharga karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten serta dapat terhindar dari perasaan bersalah apabila tidak menolong (Baurn, Fisher & Singer, 1985 dalam Retnaningsih, 2005). Perilaku prososial dapat dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor personal. Faktor-faktor situasional meliputi kehadiran orang lain, pengorbanan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
yang harus dikeluarkan, pengalaman dan suasana hati, kejelasan stimulus, adanya norma-norma sosial, serta hubungan antara calon penolong dengan si korban. Faktor personal yang mendorong perilaku prososial antara lain empati yang tinggi, harga diri yang tinggi, kebutuhan akan persetujuan orang lain yang rendah, penghindaran tanggung jawab yang rendah, lokus kendali internal serta adanya keyakinan dalam diri individu bahwa dunia adalah adil dan dapat diprediksi bahwa perilaku yang baik akan memperoleh ganjaran sedang perilaku jahat akan memperoleh hukuman (Dayakisni & Hudaniah, 2003). Menurut Yosef (www.kabarindonesia.com) terdapat satu hal yang perlu diketahui oleh orang tua dan pendidik seputar menumbuhkan perilaku prososial anak yaitu membawa anak pada pengalaman nyata (real-life experiences) melalui bemain peran. Menurut Zuhaerini (dalam Sadali, 2000) bermain peran digunakan apabila materi yang akan diajarkan dimaksudkan untuk : a. Menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak dan berdasarkan pertimbangan lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dihayati oleh anak. Anak akan mengalami kesulitan jika membayangkan orang yang terlalu banyak jika hanya diceritakan. b. Melatih anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial psikologis. Permasalahan yang diangkat dalam bermain peran biasanya merupakan permasalahan sosial yang juga melibatkan kondisi psikologis individu yang terlibat dalam masalah tersebut. c. Melatih anak agar mereka dapat berinteraksi dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. Bermain peran melibatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
banyak orang sehingga dengan bermain peran anak-anak dapat melatih interkasi mereka dengan orang lain. Roberta M. Berns (dalam Yosef, 2008) mengungkapkan bahwa melalui kesempatan bermain peran prososial seolah anak ditempatkan pada pengalaman yang nyata akan meningkatkan perilaku prososial anak. Memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan dapat membuat seorang anak merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang yang butuh pertolongan. Dan saat memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai penolong, anak belajar untuk bagaimana caranya menolong. Pengajar atau orang tua dapat menerapkan bermain peran seperti halnya program bantuan kelompok dan mediasi untuk meningkatkan perasaan konsep diri anak. Program-program tersebut dapat meningkatkan perasaan siswa tentang diri mereka (Edmondson & White, 1998 dalam Kenny et. al., 2009). Dengan menggunakan metode bermain peran perilaku prososial khususnya diharapkan dapat meningkatkan konsep diri anak. Metode bermain peran yang lebih efektif mengajarkan hal baru pada seorang anak menjadi media agar anak menilai dirinya sendiri secara positif. Berdasarkan latar belakang di atas, baik-buruknya perilaku anak dapat ditentukan oleh konsep diri anak tersebut. Konsep diri anak dapat berkembang kearah yang positif jika anak tersebut memperoleh reinforcement positif dan penerimaan sosial dari lingkungan. Reinforcement positif dan penerimaan sosial dapat diperoleh salah satunya dengan melakukan tindakan prososial dalam interkasi dengan lingkungan. Penting kiranya bagi pendidik atau orang tua untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
mendidik perilaku prososial pada anak. Mendidik perilaku prososial pada anak dapat dilakukan dengan cara bermain peran. Bermain peran dapat membawa anak dalam pengalaman nyata. Maka dari itu, penulis mengambil judul penelitian: ”Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri Pada Anak”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah penelitian sebagai berikut: adakah pengaruh bermain peran prososial terhadap peningkatan konsep diri anak.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan secara positif bermain peran prososial terhadap konsep diri pada anak. 2. Manfaat Penelitian: Apabila terbukti, penelitian ini diharapkan bermanfaat secara : a. Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai perilaku prososial dan konsep diri dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan ataupun studi psikologi pada umumnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
b. Praktis: Dari hasil penelitian ini diharapkan: 1. Bagi anak, menjadi salah satu sarana belajar dalam memahami perilaku prososial dan peningkatan konsep diri sehingga dapat mengembangkan konsep diri positif . 2. Bagi orang tua, pendidik dan masyarakat dapat memberikan wawasan tentang perilaku prososial dan konsep diri pada anak, sehingga dapat membantu mengarahkan dan meningkatkan perilaku prososial serta konsep diri positif anak. 3. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya, khususnya mengenai pengaruh bermain peran prososial terhadap konsep diri pada anak, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri Burns (1993) mendefinisikan konsep diri sebagai kesan individu terhadap dirinya sendiri secara keseluruhan mencakup pendapatnya tentang diri sendiri, pendapatnya tentang gambaran dirinya dimata orang lain dan pendapatnya tentang hal-hal yang dapat dicapainya. Mead (dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan suatu objek yang timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hal perkembangan dari perhatian individu mengenai bagaimana orang-orang lain (significant others) bereaksi terhadap dirinya. Hurlock (1997) berpendapat bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri sehingga apa yang diyakini individu tentang dirinya akan mempengaruhi perilakunya. Jika individu meyakini bahwa dirinya tidak mampu maka perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannnya tersebut. Hal yang hampir sama juga disampaikan Calhoun & Acocella (1990) bahwa konsep diri adalah gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri. commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Hamalik (dalam Suyanto & Abdurrahim, 2006) menyatakan bahwa konsep diri adalah konsepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsepsi diri tersebut merupakan perangkat karakteristik pada diri yang dapat diamati fisik, misalnya tinggi dan berat badan; dari segi segi sifat-sifat kepribadian, misalnya pendiam, senang ngobrol, terbuka, pemalu dan sebagainya. Pernyataan, ungkapan, pendapat seseorang individu terhadap dirinya sendiri merupakan deskripsi yang menggambarkan keadaan diri pribadi. Menurut Purwanti, dkk. (2000) konsep diri adalah sebuah struktur mental yang merupakan sebuah totalitas dari persepsi realistik, pengharapan dan penilaian seseorang tehadap fisik, kemampuan kognitif, emosi, moral etika, keluarga, sosial, seksualitas dan dirinya secara keseluruhan. Struktur tersebut terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran dan identitas dalam hubungan interkasi simbolis antara diri dengan berbagai kelompok lingkungan asuh selama hidupnya. Mowen (dalam Sjabadyni & Alfarini, 2001) menyatakan bahwa konsep diri merupakan cerminan totalitas pemikiran dan perasaan individu yang merujuk pada dirinya sendiri sebagai sebuah objek. Menurut Fitriasih & Pudjono (2003) konsep diri merupakan semua perasaan
dan
pemikiran
seseorang
tentang
dirinya
sendiri,
meliputi
kemampuan, karakater diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri, serta gambaran pribadi remaja terhadap dirinya meliputi penilaian diri dan penilaian sosial. Konsep diri juga merupakan bagian penting dari kepribadian seseorang, yaitu sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Secara spesifik Rogers (1977) menyatakan bahwa konsep diri pada anak meliputi semua kesan dan keyakinan pada diri sendiri. Konsep diri pada anak membentuk inti yang tetap yang menyatukan perilaku-perilaku dan mencegah kekacauan sifat-sifat. Konsep diri akan terus berkembang walaupun tahap-tahap perkembangan telah tercapai. Definisi lain menurut Santrock (1999), konsep diri merupakan hasil evaluasi spesifik tentang diri sendiri. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan kumpulan persepsi individu mengenai diri mereka sendiri yang dapat berpengaruh terhadap perilaku individu. 2. Perkembangan Konsep Diri Konsep diri yang dimilik manusia tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan individu lainnya (Centi, 1993). Ketika individu lahir, individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak memiliki harapan-harapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1990). Namun seiring dengan berjalannya waktu individu mulai bisa membedakan antara dirinya, orang lain dan benda-benda sekitarnya dan pada akhirnya individu ulai mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkan serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri (Calhoun & Acocella, 1990). Menurut
Willey (dalam
Calhoun
& Acocella,
1990),
dalam
perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai sumber pokok informasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
adalah ineraksi individu dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain. Menurut Fabes & Martin (1999), Pada usia 2 tahun, sebagian besar anak-anak menganali dirinya sebagai individu, mereka dapat menyebutkan nama mereka sendiri, mengenali diri mereka sendiri di cermin, membedakan dan menyebutkan diri mereka sendiri pada sebuah foto yang di dalamnya terdapat anak-anak lain yang usia dan jenis kelamin yang sama. Perkembangan penting dalam pembentukan konsep diri terjadi selama masa kanak-kanak awal bersamaan dengan perkembangan kesadaran anak-anak pada karakteristik yang mereka miliki. Anak-anak usia 3 tahun mengambarkan dirinya secara global, berdasarkan sifat-sifat eksternal seperti saya cepat dibanding dengan ciri-ciri psikologis seperti saya lembut. Kecenderungan global ini membentuk anak-anak untuk berfikir bahwa jika mereka baik dalam hal tertentu, ia juga baik dalam hal lain. Artinya definisi diri digeneralisasikan dalam konteks-konteks lain. Pada anak-anak usia 4 tahun, penilaian anak-anak lebih spesifik dan terdeferensiasi. Mereka menganggap bahwa jika mereka baik dalam suatu keahlian tapi idak begitu baik pada keahlian lain. Atau mereka menganggap bahwa mereka dapat melakukan sesuatu dengan baik pada suatu situasi tapi tidak pada situasi lain. Anak-anak sering mendeskripsikan diri mereka pada semua atau tidak pada satupun kebiasaan, kurang bisa mengakui bahwa sifat-sifat dapat terjadi secara bersama-sama. Anak usia 3-5 tahun mendeskripsikan diri mereka baik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
atau buruk, tapi tidak diantara baik atau buruk. Anak-anak percaya bahwa mereka tidak bisa merasakan senang dan sedih secara bersamaan. Antara usia 68 tahun, anak-anak mulai menganggap bahwa dua sifat atau perasaan dapat terjadi secara bersama-sama, namun hanya secara berurutan, jika pada mulanya menagalami suatu hal, diikuti hal yang lain. Pada usia 8 tahun, anak-anak menganggap bahwa dua sifat yang berlawanan pada diri mereka dapat terjadi secara bersamaan. Pada usia ini anakanak juga dapat beranggapan bahwa mereka merasa pada satu hal dan merasa berlawanan pada hal yang lain. Contoh: saya pandai dalam matematika, tapi bodoh dalam bahasa. Selama masa kanak-kanak awal, kehidupan sosial dan emosional anakanak berkembang
menjadi lebih kompleks mencakup sekumpulan orang,
situasi-situasi dan lingkungan yang lebih luas. Kumpulan situasi dan partner interaktif yang beragam ini menyediakan banyak kesempatan untuk mempelajari interaksi sosial , tentang emosi mereka sendiri dan orang lain. Konsep diri merupakan keyakinan individu tentang sifat-sifat dan kemampuan yang dimilikinya (Coopersmith dalam Fabes & Martin, 1999).
Hal yang
mendasari konsep atas diri adalah pengakuan bahwa setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa individu tidak lahir dengan konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan pertumbuhan manusia melalui proses belajar. Sumber
informasi dalam
perkembangan konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain, yaitu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
orang tua, kawan sebaya serta masyarakat. Proses belajar yang dilakukan individu dalam pembentukan konsep dirinya diperoleh dengan melihat reaksireaksi orang lain terhadap perbuatan yang telah dilakukan, melakukan perbandingan dirinya dengan orang lain, memenuhi harapan-harapan orang lain atas peran yang dimainkannya serta melakukan identifikasi terhadap orang yang dikaguminya. 3. Jenis-jenis Konsep Diri Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu : a. Konsep diri positif Konsep diri positif lebih diwujudkan sebagai penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya sendiri, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang memilki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri positif adalah individuu yang tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
dan kekurangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. b. Konsep diri negatif Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu : 1. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki kestabilan perasaan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau apa yang dapat dihargai dalam kehidupannya. 2. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum dalam pikirannya yang dipandang sebagi cara hidup yang paling tepat. Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri dari dua tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak mengerti siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan dan kelebihannya, sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri diantarnya usia, jenis kelamin, kondisi fisik dan penghayatan terhadap kondisi tersebut, perlakuan & sikap orang lain di sekitarnya, pengalaman bermakna yang diperoleh dalam berhubungan dengan orang lain dan pengaruh dari figurcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
figur yang bermakna dalam kehidupannya (Burns & Fitts dalam Zebua & Nurdjyadi, 2001). Menurut Stuart & Sudeen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktorfaktor tersebut terdiri dari : a. Teori perkembangan menyatakan bahwa konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata. b. Significant Other atau orang yang terpenting atau yang terdekat. Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain. Belajar mengenal diri sendiri dengan bercermin pada orang lain yaitu dengan mengintrepetasi diri dari pandangan orang lain terhadap diri sendiri. c. Self Perception (persepsi diri sendiri), yaitu persepsi dan penilaian individu terhadap diri sendiri serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Rogers (1977) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah : a. Orang lain Konsep diri anak pada mulanya berkembang berawal dari kelompok terdekat mereka, seperti keluarga, teman sebaya dan lingkungan rumah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Mereka memperoleh umpan balik dari orang-orang terdekat yang mengekspresikan penerimaan dan penolakan mereka yang selalu bersesuaian dengan rasa penerimaan atau penolakan diri mereka. Kondisi keluarga merupakan faktor terpenting karena dalam keluarga anak pertama kali mendiferensiasikan dirinya sendiri. b. Usia Pada masa anak, individu merasa kurang penting dibanding orang dewasa. Anak hidup dalam dunia yang didesain dan dijalankan orang yang lebih tua. Pada pertengahan masa kanak-kanak,
konsep diri mungkin
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan, kegagalan di sekolah dan perlakuan-perlakuan yang kurang bijaksana dalam interaksi sosialnya. c. Jenis kelamin. Setiap kepribadian terdapat percampuran antara maskuliniti dan feminiti, hanya saja proporsinya akan lebih besar sesuai dengan jenis kelaminnya. Keyakinan-keyakinan dari masyarakat bahwa anak laki-laki lebih kuat, lebih pintar, bekerja lebih baik sedangkan anak perempuan merupakan pribadi yang hangat, bersahabat dan tergantung mempengaruhi konsep diri pada anak. Anak laki-laki memiliki konsep diri yang lebih kuat dibanding anak perempuan. d. Ras Ras akan mempengaruhi citra diri seseorang. Berdasarkan citra diri tersebut orang membuat penilaian tentang dirinya. Ras juga berkaitan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
dengan budaya, maka dari itu budaya di lingkugan anak tinggal mempengaruhi cara pandang mereka. Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri antara lain usia, jenis kelamin, kondisi fisik serta penghayatan terhadap kondisi tersebut (self perception), perlakuan dan sikap orang lain di sekitarnya (significant other), pengalaman bermakna yang diperoleh dalam berhubungan dengan orang lain dan pengaruh dari figur-figur yang bermakna dalam kehidupannya. 5. Aspek-aspek Konsep Diri Menurut Berzonsky (dalam Fitriasih & Pudjono, 2003) bahwa aspek dari konsep diri antara lain: a. Aspek fisik, yaitu bagaimana penilaian individu terhadap segala sesuatu kasat mata yang dimilikinya seperti tubuh, uang, barang, dan sebagainya. b. Aspek sosial, yaitu bagaimana peranan sosial yang dimainkan individu dan sejauh mana penilaian individu terhadap kinerja perannya tersebut. c. Aspek moral, merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah dalam kehidupan individu dan memandang nilai etika moral dirinya seperti kejujuran, tanggung jawab atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta kesesuaian perilakunya dengan norma-norma masyarakat yang ada. d. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Hurlock (1997) menyampaikan ada tiga aspek konsep diri yaitu : a. Fisik, merupakan penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya yaitu yang bersifat fisik dan penampilan individual secara keseluruhan. b. Psikologis, meliputi perasaan, pikiran dan sikap individu terhadap dirinya. c. Sosial, yaitu hubungan diantara dua atau lebih individu yang mencakup kebiasaan, karakteristik, ciri dan perasaan sosial yang diperoleh dalam satu konteks sosial. Menurut Calhoun & Acocella (1990), aspek konsep diri meliputi : a. Pengetahuan atau apa yang individu ketahui tentang diri sendiri misalnya usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain sebaginya. b. Harapan atau pandangan tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang. Dengan kata lain, individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri. Pengharapan ini merupakan diri ideal. c. Penilaian dimana setiap individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri setiap hari, mengukur apakah dirinya bertentangan dengan pengharapan bagi diri sendiri dan standar bagi diri sendiri. Konsep diri biasanya terdiri dari komponen atau dimensi yang bermacam-macam, yang paling umum adalah fisik, akademik, dan sosial (Huitt, 2004 dalam Kenny et, al., 2009). Hal serupa juga dinyatakan oleh Piers-Harris (1969 dalam Nolte, 1981) bahwa konsep diri anak meliputi aspek fisik, sosial dan akademik. Konsep diri fisik mengacu pada atribut-atribut fisik individu (seperti apa individu tersebut) dan kemampuan fisik individu. Konsep commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
diri akademik mengacu pada sebaik apa individu di sekolah. Sedangkan konsep diri sosial mengacu pada sebaik apa individu berhubungan dengan kelompok mereka dan orang lain. Dari uraian di atas, secara umum aspek-aspek dari konsep diri meliputi aspek fisik, aspek sosial, aspek moral, aspek psikis dan aspek akademik.
B.
Bermain Peran Prososial
1. Pengertian Bermain Peran Bermain peran merupakan salah satu bentuk psikodrama (J.L. Moreno, 1953 dalam Pfeiffer & Ballew, 1988). Tujuan psikodrama ini adalah memberikan klien pemahaman dalam hubungan mereka dengan orang lain dengan cara melibatkan klien untuk memainkan peran-peran orang lain. Menurut Pfeiffer & Ballew (1988), bermain peran merupakan interaksi spontan manusia yang melibatkan perilaku yang realistik berdasarkan kondisi tiruan atau imajinasi. Peran yang telah diperankan kemudian di diskusikan dan tindakan-tindakan yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan lagi. Bermain peran biasanya digunakan untuk beberapa tujuan antara lain : a. Untuk mempraktekkan perilaku dalam suatu persiapan untuk suatu peran baru atau mengantisipasi situasi masalah. b. Untuk memeriksa suatu situasi masalah atau kejadian masa lalu untuk mempelajari bagaimana hal tersebut dapat ditangani lebih baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
c. Untuk menciptakan pemahaman dalam motivasi dan peran orang lain atau dirinya sendiri. Nilai-nilai yang dapat diperoleh partisipan dalam bermain peran antara lain : a. Menuntut individu untuk berfikir atau menentukan keputusan. b. Dapat mempraktekkan suatu perilaku dalam kepura-puraan dan mendapat umpan balik dari orang lain. c. Memperjelas fakta bahwa hubungan antar manusia yang baik membutuhkan suatu ketrampilan. d. Mengajarkan perubahan sikap secara efektif dengan menempatkan seseorang dalam peran tertentu. e. Melatih seseorang untuk lebih peduli dan sensitif terhadap perasaan orang lain. f. Mengembangkan apresiasi yang lebih dalam pada saat bermain peran serta dalam menentukan perilaku dalam situasi sosial. g. Mampu membuat individu menemukan kesalahan personalnya. h. Melatih kontrol perasaan dan emosi. Menurut Sadali (2000) ada empat asumsi bahwa bermain peran dapat mengajarkan hal baru pada anak, yaitu: a. Secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now) sebagai isi pengajaran. Model ini dipercaya adalah mungkin sekelompok anak menciptakan analogi-analogi mengenai situasi-situasi kehidupan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
nyata. Terhadap analogi-analogi tersebut yang diwujudkan dalam bermain peran para siswa dapat menampilkan respon-respon emosional secara khas dan sejati sambil belajar dari respon-respon orang lain. b. Bermain
peran
memberikan
kemungkinan
kepada
anak
untuk
mengungkapkan perasaan-perasaannya yang tidak dapat mereka kenali tanpa bercermin kepada orang lain. c. Model ini mengasumsikan bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selamanya datang dari orang tertentu melainkan dapat saja muncul dari reaksi orang lain terhadap masalah yang tengah diperankan. d. Model mengasumsikan bahwa proses-proses psikologis yang tersembunyi berupa sikap-sikap, nilai-nilai, perasaan-perasaan dan sistem keyakinan dapat diangkat ke taraf kesadaran melalui kombinasi pemeranan secara spontan dan analisisnya. Dengan cara itu individu dapat menguji sejauh mana sikap-sikapnya relevan dengan sikap orang lain apakah sikap itu perlu dipertahankan atau diubah. Bermain peran disebut juga bermain simbolik, pura-pura, fantasi, imajinasi, atau bermain drama. Bermain peran ini sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak. Bermain peran dipandang sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan spasial, afeksi, dan keterampilan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
kognisi. Bermain peran memungkinkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali masa lalu (Amirudin, 2008). Hurlock (1978) mengungkapakan bahwa bermain peran atau “permainan pura-pura” adalah bentuk permainan aktif dimana anak melalui perilaku dan bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain daripada yang sebenarnya. Jenis bermain ini dapat bersifat reproduktif atau produktif. Dalam permainan drama reproduktif, anak berusaha memproduksi situasi yang telah diamatinya dalam kehidupan sebenarnya atau media massa dalam permainannya. Sebaliknya, dalam permainan drama produktif, anak menggunakan situasi, tindakan dan bicara dari situasi kehidupan nyata ke dalam bentuk yang baru dan berbeda. Permainan drama reproduktif biasanya mendahului permainan drama produktif. Menurut Hadi (2008) pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini, meliputi: kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian. Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan
antarmanusia
dengan
cara
memperagakan
dan
mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan
antarmanusia
(interpersonal
relationship),
terutama
yang
menyangkut kehidupan peserta didik. Menurut Komara (2009) bermain peran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkahlangkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Goodwin & Coates (1976) berpendapat bahwa bermain peran merupakan metode yang didasarkan pada fakta bahwa individu belajar dengan melihat orang lain, mencoba bertingkah laku seperti yang dilakukan orang lain dan menerima umpan balik dari tindakan tersebut. Bermain peran merupakan salah satu teknik untuk mengajarkan perilaku baru. Menurut Erikson (dalam Amirudin, 2008) terdapat dua jenis bermain peran, yaitu bermain peran mikro dan makro. Bermain peran mikro dimaksudkan bahwa anak memainkan peran dengan menggunakan alat bermain berukuran kecil, misalnya orang-orangan kecil yang sedang berjual beli. Sedangkan bermain peran makro, anak secara langsung bermain menjadi tokoh untuk memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tema. Misalnya peran sebagai ayah, ibu, dan anak dalam sebuah rumah tangga. Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan interaksi spontan manusia yang melibatkan perilaku yang realistik berdasarkan kondisi tiruan atau imajinasi yang telah dirancang dengan tujuan dan melalui tahapan tertentu. 2. Tahap-tahap Bermain Peran Menurut Shaftel (dalam Komara, 2008) tahapan bermain peran meliputi : a. Menghangatkan suasana dan memotivasi pemeran. Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. b. Memilih peran. Tahap ini peserta dan pengamat mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta tidak menyambut tawaran tersebut, pengamat dapat menunjuk salah seorang peserta yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu. c. Menyusun tahap-tahap peran. Pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. d. Menyiapkan pengamat. Sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. e. Tahap pemeranan. Pada tahap ini para peserta mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Mereka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
f. Diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I. Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsiran mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. g. Pemeranan ulang. Pemeranan ulang dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. h. Diskusi dan evaluasi tahap II. Diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. i. Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan. Pada tahap ini para peserta saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Menurut Sadali (2000), untuk dapat mengatur sejauh mana bermain peran memberikan manfaat kepada pemeranan dan pengamatnya ditentukan oleh tiga hal, yakni kualitas pemeranan, analisis yang dilakukan melalui diskusi setelah pemeranan dan persepsi siswa terhadap peran yang akan ditampilkan dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan. Dari uraian diatas, maka tahap bermain peran terdiri dari tahap pemanasan, pemilihan peran, persiapan, pemmeranan, diskusi dan evaluasi tahap I, pemeranan ulang, diskusi dan evaluasi tahap II, serta berbagi pengalaman dan pengambilan keputusan. 3. Macam-macam Desain Bermain Peran Menurut Forrester (2000), bermain peran secara garis besar memiliki tiga macam teknik, yaitu : a. Teks naskah penuh, teknik bermain peran yang menggunakan teks naskah dari awal hingga akhir. Partisipan hanya memainkan peran sesuai teks naskah yang diberikan. Penyelesaian dari masalah yang menjadi fokus dalam bermain peran telah ditentukan. Partispan tidak diberikan kesempatan untuk menampilkan respon berdasarkan keinginan dan pemahamannya. b. Teks naskah sebagian, dimana bermain peran dilakukan dari awal hingga pertengahan berdasarkan teks naskah, namun pada bagian penyelesaiannya partisipan diberikan kebebasan untuk berekspresi dalam penyelesaian peran tersebut. Hal ini akan memberikan berbagai macam alternatif pemecahan masalah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
c. Improvisasi, pada teknik ini partisipan hanya diberikan gambaran mengenai kasus yang terjadi dan diminta untuk melakukan bermain peran sesuai dengan yang diinginkan. Kelebihan dari teknik ini data yang diperoleh lebih lengkap, sedangkan kekurangannya adalah kesulitan dalam kontrol agar tetap fokus pada masalah. Menurut Pfeiffer & Ballew (1988) Rancangan bermain peran dipengaruhi oleh pemilihan masalah dalam bermain peran, situasi dan peran yang akan dimainkan serta struktur bermain peran. Rancangan bermain peran berdasarkan keterlibatan aktif pesertanya meliputi bermain peran multiplegroup dan single-group. Dalam rancangan multiple-group beberapa kelompok atau pasangan dibentuk. Kelompok-kelompok tersebut kemudian berpura-pura dalam bermain peran yang sama (biasanya di ruangan yang sama). Sedangkan dalam rancangan single-group hanya ada satu kelompok yang bermain peran dihadapan peserta lain. Rancangan bermain peran berdasarkan struktur situasionalnya meliputi bermain peran langsung, penyelesaian naskah (skit completion), dramatisasi kasus dan bermain peran berdasarkan suatu naskah. Rancangan langsung dilakukan jika masalah yang akan diangkat dalam bermain peran diperoleh pada saat berinteraksi langsung dengan individu. Rancangan penyelesaian naskah dilakukan dengan menentukan masalah kemudian peserta melakukan bermain peran secara spontan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Rancangan dramatisasi
kasus
merupakan
rancangan
bermain
peran
berdasarkan
pengalaman individu. Sedangkan rancangan berdasarkan naskah, masalah dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
penyelesaian dalam bermain peran tersebut telah dtentukan, tidak ada spontanitas dari peserta. Rancangan bermain peran berdasarkan pemeranan antara lain pemutaran peran (role reversal), peran ganda (doubling ), pembagian peran (tag teams), mirroring, kursi kosong (empty chair), monodrama (self-role play). Pemutaran peran (role reversal), jika setiap peserta dapat memainkan peran secara bergantian. Peran ganda merupakan pemeranan yang dilakukan dengan karakter yang berbeda pada satu peran yang sama. Pada pembagian peran, setiap peserta menjalankan peran masing-masing dan tidak ada pertukaran. Mirroring, jika pemeranan dilakukan secara bergantian namun setelah pergantian, peserta menirukan apa yang dilakukan peserta sebelumnya dalam peran tersebut. Pemeranan dengan kursi kosong merupakan pemeranan dimana peserta menganggap kursi kosong sebagai lawan bicaranya, sehingga peserta bebas berekspresi. Sedangkan monodrama merupakan pemeranan yang hanya dilakukan sendiri, satu orang melakukan berbagai peran yang berbeda-beda. Rancangan bermain peran juga dapat berdasarkan pada penekanan nonverbal dalam bermain peran. Ada rancangan bermain peran yang memberikan penekanan hanya pada nonverbal saja atau verbal saja namun adapula yang memberikan penekanan pada keduanya. Suatu rancangan bermain peran merupakan kombinasi dari semua rancangan tersebut. Setiap rancanagan bermain peran yang akan digunakan didasarkan pada keterlibatan peserta, struktur situasional, pemeranan dan penekanan nonverbal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
4. Pengertian Perilaku Prososial Menurut Baron & Byrne (2005), tingkah laku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Tindakan prososial nampaknya selalu melibatkan perpaduan dan setidaknya sedikit pengorbanan pribadi untuk memberikan pertolongan dan pada saat yang sama memperoleh sejumlah kepuasan pribadi karena melakukannya. Hal ini hampir sama dengan definisi yang disampaikan oleh Twenge et. al. (2007) bahwa perilaku prososial merupakan perilaku yang lebih menguntungkan orang lain dibanding dirinya sendiri dan biasanya melibatkan suatu resiko yang harus diterima bagi dirinya sendiri, meskipun kadang merugikan diri sendiri dan tidak rasional. Menurut Sears, dkk (1985) perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Rushton (dalam Sears, dkk., 1985) menambahkan bahwa perilaku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri. Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekuensi positif bagi penerima, baik dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tapi tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya. Perilaku prososial menurut William (dalam Syafriman & Wirawan, 2000) adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian rupa sehingga si penolong akan merasa bahwa si penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun psikologis. Pengertian ini menekankan pada maksud untuk menciptakan kesejahteraan fisik maupun psikis. Dari pengertian-pengertian di atas, dengan kata lain perilaku prososial merupakan tingkah laku seseorang yang bertujuan untuk membuat orang lain sejahtera dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial Menurut Sears, dkk. (1985) faktor penentu perilaku prososial yang spesifik antara lain : a. Karakteristik situasi. Perilaku prososial dapat dipengaruhi faktor-faktor situasional seperti kehadiran orang lain (bystander effect), sifat lingkungan fisik seperti cuaca, ukuran kota dan derajat kebisingan serta tekanan keterbatasan waktu. b. Karakteristik penolong. Karakteristik penolong yang mempengaruhi perilaku prososial antara lain suasana hati, rasa bersalah, distress diri dan rasa empatik. Distress diri adalah reaksi pribadi seperti perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang dialami terhadap penderitaan orang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
lain, sedangkan rasa empatik adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Kaitan antara kepribadian dan pemberian bantuan tergantung pada sifat tertentu yang dibahas dan jenis bantuan tertentu yang dibutuhkan. c. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan. Seseorang cenderung menolong orang yang disukai dan anggap pantas untuk ditolong. Menurut Staub (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial yaitu : a. Self Gain, yaitu harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapat pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. b. Personal Values and Performs, yaitu adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisaikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. c. Emphaty, kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Prasyarat untuk melakukan empati, individu harus memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran. Selain faktor-faktor tersebut, para ahli mengelompokkan faktor yang mempengaruhi perilaku prososial menjadi faktor situasional dan faktor personal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
(Dayakisni & Hudaniah, 2003). Faktor-faktor situasional yang berpengaruh dalam perilaku prososial antara lain kehadiran orang lain, pengorbanan yang harus dikeluarkan, pengalaman dan suasana hati, kejelasan stimulus, adanya norma-norma sosial, serta hubungan antara calon penolong dengan si korban. Faktor personal yang mendorong perilaku prososial antara lain empati yang tinggi, harga diri yang tinggi, kebutuhan akan persetujuan orang lain yang rendah, penghindaran tanggung jawab yang rendah, lokus kendali internal serta adanya keyakinan dalam diri individu bahwa dunia adalah adil dan dapat diprediksi bahwa perilaku yang baik akan memperoleh ganjaran sedang perilaku jahat akan memperoleh hukuman. Di lain pihak Eisenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menemukan bahwa anak yang lebih ekspresif khususnya pada perasaan yang positif lebih cenderung prososial dan spontan dalam melakukan tindakan prososial baik di kelas ataupun di lain situasi. Demikian juga sosiabilitas dan kesukaan berteman juga ditemukan berkorelasi dengan tindakan prososial. Baron & Byrne (2003) menyatakan bahwa terdapat faktor situasional maupun faktor personal yang mendukung atau menghambat tingkah laku menolong. Faktor-faktor situasional tersebut antara lain : a. Daya tarik Daya tarik korban (fisik maupun kemiripan dengan penolong) cenderung meningkatkan kemungkian terjadinya respon prososial apabila individu tersebut membutukan pertolongan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
b. Atribusi Individu cenderung dapat menahan perilaku prososial jika kondisi korban diatribusikan sebagai akibat dari kesalahannya sendiri. c. Model-model prososial Model-model prososial dapat diperoleh dari model sosial yang kuat dari bystander lain, maupun model-model dalam media. Faktor-faktor yang termasuk sebagai faktor personal antara lain : a. Keadaan emosional bystander. Individu yang berada dalam kondisi emosional yang buruk dapat menjadi kurang prososial karena merasa kondisinya tidak lebih baik dari orang lain. b. Empati. Empati merupakan kemampuan individu untuk dapat merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. c. Faktor kepribadian lain seperti kebutuhan akan persetujuan, kepercayaan interpersonal, rasa kenyamanan, motivasi prestasi, kemampuan sosial dan keadaan
emosional
dikarakteristikkan
serta
oleh
machiavellianis
ketidakpercayaan,
atau
orang-orang
sinisme,
egosentris
yang dan
kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Penelitian pada anak menunjukkan bahwa kecenderungan prososial dapat menjadi bagian dari skema diri dan kemudian diaplikasikan pada situasi spesifik dimana pertolongan dibutuhkan. Dari uraian-uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial terdiri dari faktor situasional dan faktor commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
personal. Faktor situasional antara lain kehadiran orang lain (bystander effect), sifat lingkungan fisik seperti cuaca, ukuran kota dan derajat kebisingan, lingkungan sosial,
serta model-model prososial. Sedangkan yang termasuk
faktor personal umumnya berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang. 6. Pengertian Bermain Peran Prososial Bermain peran merupakan salah satu bentuk psikodrama yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi (Hadi, 2008). Bermain peran didasarkan pada fakta bahwa individu belajar dengan melihat orang lain, mencoba bertingkah laku seperti yang dilakukan orang lain dan menerima umpan balik dari tindakan tersebut. Menurut Chelser & Fox (dalam Sadali, 2000) proses bermain peran menyediakan contoh nyata dari perilaku manusia yang berperan sebagai sarana bagi peserta untuk mengeksplorasi perasaan mereka, menghasilkan pemahaman pada sikap, penilaian dan persepsi mereka, mengembangkan sikap dan keahlian memecahkan masalah serta mengeksplorasi bahan yang dipelajari dalam cara yang bervariasi. Menurut Moreno (dalam Pfeiffer & Ballew, 1988), bermain peran sebagai suatu kesempatan bagi individu untuk mengatasi hambatan-hambatan dan batasan-batasan dari lingkungan serta ketakutan-ketakutan terhadap kritikan, hukuman atau ejekan. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut merupakan hal yang cukup penting dalam menimbulkan kreativitas serta spontanitas yang penting dalam perubahan dan pembelajaran. Bermain peran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
menyediakan kesempatan untuk benar-benar merasakan suatu situasi, termasuk sisi yang berlainan. Kesempatan untuk merasakan dan mengalami perasaan serta perilaku baru membantu membuat stabil konsep baru yang diinginkan. Pengertian perilaku prososial sendiri adalah tingkah laku seseorang yang bertujuan untuk membuat orang lain sejahtera dalam bentuk materi, fisik maupun psikologis tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut Menurut Staub (1978 dalam Retnaningsih, 2005), perilaku prososial adalah segala perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif. Twenge et. al., (2007) juga mengungkapkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku yang ditunjukkan untuk lebih menguntungkan orang lain dibanding menguntungkan diri sendiri. Hal ini biasanya memiliki resiko dan beban untuk diri sendiri. Perilaku prososial memiliki peranan yang cukup penting. Individu dalam masyarakat biasanya melakukan hal-hal yang dapat diakui dalam budaya masyarakat tersebut. Sebagian besar kebudayaan mendorong dan bahkan mensyaratkan perilaku prososial karena perilaku prososial vital dalam sistem kebudayaan tersebut (Twenge et, al., 2007). Rutter Giller dan Hugell (1998 dalam Retnaningsih, 2005), mengungkapkan bahwa mengembangkan perilaku prososial pada dasarnya dapat mencegah perilaku anti sosial. Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan seperti berbagi, bekerja sama, berderma, menolong, berkata jujur, mempercayai orang lain serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Dari kedua pengertian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa bermain peran prososial adalah salah satu teknik mengajarkan perilaku prososial dengan membawa anak dalam pengalaman nyata yang diperoleh dari peragaan,serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan dan diskusi. Dalam bermain peran prososial ini, anak diharapkan dapat menggunakan situasi, tindakan dan bicara dari situasi kehidupan nyata yang menuntut tindakan prososial seperti menolong, berbagi dan bekerja sama dalam bentuk “permainan pura-pura”. 7. Aspek-Aspek Bermain Peran Prososial Bermain peran prososial disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku prososial. Menurut Eisenberg & Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) aspek-aspek perilaku prososial adalah : a. sharing atau berbagi, suatu tindakan yang ditujukan untuk berbagi dengan orang lain, baik materi, perhatian dan fikiran maupun kesempatan dengan orang lain. b. cooperative atau kerjasama, suatu bentuk tindakan yang ditujukan untuk saling bekerjasama guna mencapai tujuan bersama. c. donating
atau menyumbang, kesediaan untuk memberikan secara
sukarela sebagian miliknya kepada orang yang membutuhkan. d. helping atau menolong, suatu bentuk tindakan yang ditujukan untuk membantu orang lain. e. honesty atau kejujuran, yaitu tindakan mengakui kesalahan dan menunjukkan kebenaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
f. generosity atau kedermawanan, yaitu memberikan sebagian harta yang dimiliki guna membantu orang lain. g. mempertimbangkan
hak
dan
kesejahteraan
orang
lain,
yaitu
memberikan sesuatu kepada orang lain dari apa yang menjadi haknya atau seharusnya didapatkan dari apa yang menjadi haknya. Menurut Twenge et al. (2007) aspek-aspek perilaku prososial antara lain : a. Mendonasikan uang, merupakan tindakan prososial yang bertujuan membantu orang lain dengan memberikan sebagian uang yang dimiliki. b. Menolong
dengan
sukarela,
yaitu
memberikan
bantuan
tanpa
mengharapkan imbalan materi. c. Bekerjasama, adalah kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama. d. Mempercayai orang lain, yaitu tidak memiliki prasangka buruk dalam berinteraksi dengan orang lain karena telah memiliki kepercayaan pada orang lain. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa aspekaspek perilaku prososial terdiri dari berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong, jujur, mempercayai orang lain, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.
C. Pengaruh Bermain Peran Prososial Terhadap Peningkatan Konsep Diri pada Anak Wrightsman & Deaux (dalam Basti, 2007) mendefinisikan perilaku prososial sebagai tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak memberi keuntungan pada orang lain daripada dirinya sendiri. Dengan kata lain perilaku prososial merupakan perilaku yang dapat memberikan keuntungan bagi orang lain. Oleh karena itu, perilaku prososial dapat meningkatkan kualitas hubungan dalam interaksi sosial. Jika individu melakukan tindakan prososial, maka individu tersebut akan cenderung disukai dan memperoleh respon yang positif dari orang lain.Individu yang memiliki kualitas hubungan sosial yang baik akan memperoleh penerimaan dari orang-orang sekelilingnya. Selain itu, individu yang melakukan perilaku prososial dapat merasakan perasaan-perasaan positif alam dirinya, Perasaan positif tersebut antara lain perasaan berharga karena dirinya berguna bagi orang lain, perasaan kompeten serta dapat terhindar dari perasaan bersalah jika tidak menolong, serta perasaan diterima atau diakui dari lingkungannya. Respon dan perasaan positif tersebut dapat
mengembangkan
konsep
diri
yang
positif
pada
individu
yang
memperolehnya. Orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali (Wicklund dan Frey, 1980 dalam Calhoun & Acocella, 1990). Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Dia dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak pernah kecewa terhadap dirnya sendiri atau bahwa ia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Namun, dia merasa tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
perlu meminta maaf untuk eksistensinya. Dan dengan menerima dirinya sendiri, dia juga dapat menerima orang lain. Konsep diri merupakan cara pandang diri manusia dalam melakukan penilaian pada dirinya sendiri. Maka dari itu, konsep diri berkaitan erat dengan motivasi diri bahkan berpengaruh terhadap performance seseorang (Puspasari, 2007). Individu yang memiliki gambaran yang positif tentang dirinya akan berperilaku sesuai dengan apa yang diyakini tentang dirinya. Konsep diri pada anak berkaitan dengan cara pandang mereka pada atribut-atribut dan kemampuankemampuan mereka. Atribut dalam hal ini dapat berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologis yang dimilikinya. Sedangkan kemampuan berkaitan dengan kemampuan mereka dalam bidang akademis. Anak yang telah memiliki konsep diri yang positif dapat melakukan tugas sekolahnya dengan baik karena anak tersebut memiliki kesan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Anak yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung mengalami kesulitan dalam berinterkasi sosial dan berprestasi. Pentingnya konsep diri pada tahap perkembangan anak mendorong pendidik dan orang tua agar anak memperoleh respon dan perasaan positif dari orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, pendidik dan orang tua dapat mendidik anak untuk melakukan tindakan prososial. Nancy Eisenberg (dalam Borba, 2008) mengungkapkan bahwa salah satu praktik terbaik membangun psikis dan moral anak adalah menunjukan akibat yang ditimbulkan perilaku anak terhadap orang lain atau menunjukan bagaimana perasaan si korban. Dengan melakukan hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
tersebut pendidik atau orang tua dapat mendorong perkembangan moral dan perilaku prososial anak. Hal ini bahkan sangat efektif bagi anak yang masih kecil. Salah satu caranya adalah menggunakan metode bermain peran peran prososial. Perilaku prososial yang dapat diajarkan melalui bermain peran antara lain perilaku menolong, berbagi dan bekerja sama. Melalui bermain peran, anak-anak dibawa dalam pengalaman nyata. Saat memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai seseorang yang membutuhkan bantuan, mereka bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang yang butuh pertolongan ketika memberi kesempatan pada anak untuk bermain peran sebagai penolong, anak belajar untuk bagaimana caranya menolong. Manusia berfikir, bertindak dan merasakan pada saat yang sama, namun mungkin ketiga prosesnya tidak kongruen. Cara yang paling efektif untuk mengkomunikasikan atau mengajari seseorang adalah dengan mencapai totalitas ketiganya. Jadi diperlukan praktek. Bermain peran memberikan alternatif kesempatan untuk mempraktekkan keahlian seseorang dalam berinteraksi pada setting yang menyerupai
kehidupan sehari-hari, untuk bereksperimen dan
mencoba perilaku-perilaku baru tanpa resiko seperti saat mencobanya dalam kehidupan nyata. Pengulangan dan penguatan pemahaman, perasaan dan keahlian suatu perilaku baru merupakan bagian dari bermain peran (Pfeiffer & Ballew, 1988). Partisipan dalam bermain peran terlibat dalam perilaku yang aktual, konfrontasi masalah dan orang lain. Mereka memperoleh informasi tentang efek dari perilaku mereka dan tentang bagaimana mereka dapat melakukan tindakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
yang berbeda. Sehingga mereka dapat menghubungkan umpan balik dengan bagaimana tindakan aktual mereka dalam situasi yang spesifik. Hal ini dapat menimbulkan motivasi untuk memikirkan kembali serta bereksperimen dengan perilaku baru. Karena bermain peran merupakan teknik yang aktif, partisipan dalam bermain peran memperoleh banyak pemahaman saat tidak ada pemisah antara pikiran, perkataan dan tindakan. Bermain peran menyediakan kesempatan untuk benar-benar merasakan suatu situasi, termasuk sisi yang berlainan.
Hal ini
membuat hal yang dipelajari menjadi lebih terinternalisasi. Dari hasil pengalaman bermain peran prososial diharapkan dapat meningkatkan perilaku prososial anak. Dari peningkatan perilaku prososial tersebut anak akan memperoleh respon positif berupa penerimaan dari orang lain dan perasaan positif berupa perasaan berharga dan diakui sehingga anak dapat mengembangkan konsep diri positif.
D. Kerangka Pemikiran
Konsep Diri Negatif
Bermain Peran Prososial
Penerimaan sosial dan Perasaan Positif Gambar 1.
Kerangka Pemikiran commit to user
Konsep Diri Positif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Keterangan : Anak yang pada awalnya memiliki konsep diri negatif diberikan perlakuan bermain peran prososial. Dari kesempatan bermain peran prososial tersebut diharapkan dapat memperoleh perasaan positif dan penerimaan sosial. Perasaan positif dan penerimaan sosial ini dapat diharapkan dapat meningkatkan konsep diri positif pada anak.
E. Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dikemukakan hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini, yaitu: Ada pengaruh bermain peran prososial terhadap peningkatan konsep diri pada anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian Variable-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah : Variabel Bebas
: Bermain peran prososial
Variabel Tergantung : Konsep diri
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Konsep diri adalah kumpulan persepsi individu mengenai diri mereka sendiri yang dapat berpengaruh terhadap perilaku individu. Konsep diri dalam penelitian ini diukur menggunakan skala sikap yang dimodifikasi dari PiersHarris Children’s Self-Concept Scale (PHCS) agar sesuai dengan kondisi subjek penelitian yang digunakan. PHCS merupakan skala sikap yang mengukur konstruk umum konsep diri anak berdasarkan aspek fisik, sosial. akademik (Nolte, 1981), moral dan psikologis (Berzonsky dalam Fitriasih dan Pudjono, 2003). Skor yang tinggi menunjukkan konsep diri positif dan skor yang rendah merupakan perwujudan konsep diri yang negatif. 2. Bermain peran prososial merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan prososial. Metode ini berupa peragaan pada situasi yang telah direncanakan dan dapat menstimuli respon prososial seperti menolong, berbagi, bekerjasama secara spontan pada anak (Pfeiffer & Ballew, 1988). Bermain peran dilakukan berdasarkan petunjuk dalam modul yang telah commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
disusun. Hasil bermain peran diperoleh dari hasil diskusi dan evaluasi semua kelompok setelah tahap pemeranan.
C. Subjek Penelitian Menurut Seniati,dkk., (2005) subjek penelitian terkait dengan sampel, yaitu kelompok kecil dari populasi yang akan digunakan dalam penelitian. Menurut pendapat Nolte (1981) dan Rogers (1977) bahwa anak mulai mengembangkan konsep diri yang lebih mantap dan kompleks pada usia 10 tahun. Sedangkan anak-anak dibawah usia tersebut memiliki konsep diri yang hanya terbatas pada identitas diri dan kondisi fisik (Tim Familia, 2006). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri 1 Prambanan. Siswa kelas V ini usianya rata-rata 10 tahun. Seluruh siswa kelas V di SD Negeri 1 Prambanan ada 40 anak. Untuk memperoleh sampel atau subjek penelitian maka sampling atau cara pengambilan sampel atau subjek
yang digunakan adalah
purposive non-random sampling, yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian (Seniati,dkk., 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan konsep diri setelah bermain peran prososial. Oleh karena itu, subjek penelitiannya adalah anak yang memiliki skor konsep diri yang rendah dan sangat rendah. Subjek diperoleh dengan memberikan 40 siswa kelas V SD Negeri 1 Prambanan skala sikap untuk menentukan skor konsep diri seluruh siswa tersebut. Dari hasil skoring, diperoleh 16 siswa yang skornya termasuk dalam kategori rendah dan sangat rendah. Ke enam belas siswa inilah yang menjadi subjek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
penelitian dan dibagi dalam 2 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 8 siswa. Pembagian kelompok ini disesuaikan dengan peran yang akan dimainkan dalam bermain peran prososial.
D. Rancangan Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kuasi
eksperimental
yaitu
mengembangkan rancangan untuk mempelajari korelasi sebab akibat dengan melakukan intervensi atau perlakuan kepada subjek penelitian. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomize pretest-posttest one group design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantungnya, lalu diberikan perlakuan, kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya (Seniati,dkk., 2005). Pretest T1
Treatment
Posttest
X
T2
Keterangan : Pretest
: Pengukuran konsep diri anak menggunakan skala konsep diri sebelum anak diberikan perlakuan.
Treatment : Perlakuan berupa bermain peran prososial. Posttest
: Pengukuran konsep diri anak menggunakan skala konsep diri yang sama setelah anak diberikan perlakuan.
Hasil perbandingan skor pre test dan post test yang diperoleh dari skor skala sikap konsep diri yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar menganalisa pengaruh bermain peran prososial tehadap konsep diri pada anak. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
E. Alat Pengumpul Data 1. Skala Konsep Diri Anak Skala konsep diri anak dalam penelitian ini merupakan skala sikap yang dimodifikasi dari PHCS(Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale) dengan menambahkan aspek moral dan psikologis (Berzonsky dalam Fitriasih dan Pudjono, 2003). PHCS terdiri dari 80 pernyataan langsung dengan format respon dikotomi “Ya-Tidak”. Aspek-aspek yang diungkap meliputi aspek fisik, sosial dan akademik. Terdapat 43 aitem favourable dan 37 aitem unfavourable. Skor dari PHCS berkisar dari 0-80. Konsistensi internal tes ini berkisar antara 0,78 hingga 0,93. Skor reliabilitas berdasarkan tes re-tes berkisar antara 0,71 hingga 0,74 (Piers, 1969 dalam Nolte, 1981). Penambahan aspek bertujuan untuk memperoleh gambaran konsep diri secara global.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Tabel 1. Blue print Skala Sikap Konsep Diri Pada Anak Aspek Konsep Diri Aspek Fisik
Aspek Sosial
Indikator Perilaku Kondisi dan kemampuan fisik a. Hubungan interpersonal. b. Perasaan sosial c. Kinerja peran
Aspek Akademik Aspek Moral
Prestasi dan kemampuan akademik a. Tanggung jawab
b. Kesesuaian dengan norma Aspek Psikologis
Nomor Aitem F UF F UF F UF F UF F UF F UF F UF
a. Pikiran terhadap F diri sendiri UF b. Perasaan terhadap F diri sendiri UF c. Sikap terhadap F diri sendiri UF
15, 29, 41, 54, 55, 79 8, 47 33, 49, 51, 57, 60, 69 1, 71 32, 38, 42, 58 3, 7, 11, 77 30, 48, 62, 63, 72 46, 65 5, 16, 18, 19, 21, 23, 24, 67, 70. 26, 31, 45, 66, 9, 17, 27, 80 13, 34, 61, 75, 59 12, 35 14, 22, 25, 56, 78 36, 76 40, 43, 64 2, 39, 52 4, 6, 10, 37, 50, 74 44, 68, 20, 28, 29 Total
f
%
8
10
23 28,75
14
17,5
16
20
19 23,75
80
100
2. Bermain Peran Prososial Bermain peran prososial merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan prososial. Metode ini berupa peragaan pada situasi yang telah direncanakan dan dapat menstimuli respon prososial seperti menolong, berbagi, bekerjasama secara spontan pada anak (Pfeiffer & Ballew, 1988).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Teknik bermain peran prososial dalam penelitian ini dilakukan oleh beberapa kelompok (multiple-group) yang setiap kelompoknya terdiri dari beberapa subjek. Setiap subjek memainkan peran yang berbeda (tag teams). Sumber permasalahan yang akan diselesaikan dalam bermain peran ini telah diatur kemudian anak-anak melakukan bermain peran secara spontan untuk menyelesaikan masalah tersebut (skit completion) atau teks naskah sebagian. Bermain peran dilakukan berdasarkan modul yang disusun berdasarkan Pfeiffer & Ballew (1988) dan tahap-tahap bermain peran menurut Shaftel (dalam Komara, 2008), meliputi : a. Tahap persiapan bermain peran. Tahap persiapan ini meliputi : 1. Alat dan bahan dalam bermain peran dipersiapkan oleh fasilitator. Alat dan bahan yang digunakan antara lain : a. Lembar instruksi umum dan deskripsi karakter peran yang akan dimainkan. b. Properti yang digunakan dalam bermain peran, misalnya buku, meja, kursi, dan lain-lain. c. Kamera sebagai alat dokumentasi. d. Stopwatch. 2. Pembentukan kelompok, Pada tahap ini, dari sejumlah subjek yang telah memenuhi syarat dibagi dalam kelompok-kelompok. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan jumlah peran yang akan dimainkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
3. Mencairkan suasana dalam kelompok Bermain peran merupakan permainan pura-pura, partisipan dituntut untuk memainkan perannya seperti apa yang akan mereka lakukan dalam kehidupan nyata. Agar tercipta suasana yang lebih santai, dilakukan ice breaking dengan cara membiarkan partisipan melakukan tanya jawab dengan partisipan lain atau dengan fasilitator kurang lebih selama 10 menit.. 4. Pemberian instruksi umum bermain peran. Sebelum melakukan bermain peran prososial, subjek di haruskan membaca instruksi umum yang diberikan oleh fasilitator. Instruksi umum berisikan uraian kasus yang menjadi fokus masalah dalam bermain peran prososial ini dan karakter peran yang akan dimainkan. Subjek diberikan waktu untuk membaca dan memahami instruksi tersebut. Instruksi umum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Manusia merupakan makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat berbagai macam karakter individu. Saat ini, kalian akan memerankan beberapa karakter yang menghadapi suatu situasi. Kalian merupakan siswa-siswa kelas lima sekolah dasar. Pada suatu ketika, ada dua orang anak yang meminta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
uang pada seorang anak dengan cara memaksa. Beberapa di antara kalian melihat hal tersebut. Kejadian ini terjadi saat jam istirahat. Lakukan apa yang ingin kalian lakukan jika benar-benar menghadapi situasi tersebut. Berikut tabel peran dan karakter yang akan dimainkan :
Peran Ari Kiki Nana Lucky Mala Rosi Odi Andri
Tabel 2 Pembagian peran dan karakter peran Karakter Siswa yang memiliki kebiasaan menganggu temannya. Siswa yang sering meminta milik orang lain secara paksa. Siswa yang pendiam. Siswa yang senang berkelompok dengan beberapa orang teman saja. Siswa yang senang berkelompok dengan beberapa orang teman saja. Siswa yang tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain. Siswa yang ceria, memiliki banyak teman Siswa yang pendiam
5. Pemilihan peran. Partisipan yang telah membaca instruksi umum, selanjutnya diberikan waktu untuk menentukan masing-masing pemeran untuk setiap peran yang telah ditentukan. Ada beberapa cara dalam pemilihan peran, peran yang dimainkan subjek dapat ditentukan dengan penunjukkan langsung oleh fasilitator, undian, atau subjek diperkenankan untuk memilih peran yang ingin dimainkannya. Subjek yang telah memilih peran mendapatkan teks naskah dari fasilitator sesuai dengan peran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
yang dimainkan. Subjek tidak diperkenankan melihat teks naskah milik pemeran lain. b. Tahap pelaksanaan bermain peran Bermain peran dilakukan berdasarkan instruksi umum dan dengan menyelesaikan naskah yang telah diberikan fasilitator sesuai dengan sikap yang ingin ditunjukkan subjek ketika menghadapi masalah tersebut.. Para partisipan bebas melakukan tindakan berdasarkan situasi tersebut. Bermain peran akan dilaksanakan setelah partisipan membaca instruksi umum dalam batas waktu yang ditentukan. Selama partisipan bermain peran, fasilitator juga melakukan pengamatan berdasarkan pedoman pengamatan pada partisipan dan hasil bermain peran.
a. b. c. d. e.
Tabel 3 Pedoman pengamatan Reaksi yang mungkin terjadi Kelompok Kelompok 1 2 Tidak menghiraukan kejadian tersebut. Menolong dengan membela Nana dan menasehati Ari dan Kiki. Menolong dengan mengajak teman lain. Melaporkan pada guru. Tidak melakukan apapun saat Nana dipaksa, tapi menghibur dan memberikan sebagian uang jajan kepada setelah Ari dan Kiki pergi.
Hasil : a. Ari dan Kiki melepaskan Nana b. Uang Nana tetap dirampas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
c. Tahap pengumpulan data. Setelah bermain peran dilakukan, partisipan diminta untuk melaporkan apa yang mereka lakukan dalam bermain peran tersebut. Dalam tahap ini, fasilitator akan mencatat informasi tambahan yang diperoleh dari laporan partisipan. Informasi ini berkaitan dengan pandangan partisipan terhadap peran yang telah mereka mainkan. Catatan pengamat saat partisipan bermain peran dan catatan berdasarkan laporan partisipan ini akan digunakan dalam tahap diskusi. d. Tahap diskusi. Tahap diskusi dilakukan berdasarkan pedoman diskusi yang telah disusun. Hal ini bertujuan agar diskusi tetap terarah pada perilaku prososial yang menjadi dasar dalam bermain peran ini. Pedoman diskusi dalam bermain peran prososial ini antara lain : 1. Apa yang kalian lakukan jika hal itu terjadi? 2. Mengapa kalian melakukan hal tersebut? 3. Bagaimana perasaan kalian setelah melakukan hal tersebut? 4. Bagaimana tanggapan orang lain terhadap tindakan kalian tersebut? 5. Apakah yang terjadi jika kalian membantu orang dalam situasi tersebut? Apa pula yang terjadi jika kalian tidak membantu? 6. Apa yang kalian rasakan jika kalian dapat membantu, berbagi dengan orang lain yang sedang mengalami hal yang kurang menyenangkan, atau bekerja sama dalam hal yang baik? Bagaimana tanggapan orang-orang disekitar anda jika kalian melakukan hal tersebut? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
7. Apa yang kalian rasakan jika tidak dapat melakukan hal tersebut? Bagaimana tanggapan orang lain? Dalam tahap diskusi ini, pertanyaan dapat dikembangkan dari pedoman pertanyaan tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data yang lebih lengkap dalam penelitian ini.
F. Validitas dan Reliabilitas Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang mempunyai peran penting dalam menentukan baik atau tidaknya hasil penelitian. Oleh karena itu alat ukur harus memenuhi syarat valid dan reliabel. Pengukuran validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson. Teknik ini bertujuan untuk menguji apakah tiap aitem atau butir pernyataan benar-benar mampu mengungkap faktor yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam mengukur suatu faktor (Azwar, 1999). Nilai korelasi yang diperoleh (nilai korelasi per aitem dengan total aitem yang diperoleh setelah dikorelasikan secara statistik per individu) lalu dibandingkan dengan nilai tabel korelasi (r) Product Moment untuk mengetahui apakah nilai korelasi yang diperoleh signifikan atau tidak. Jika indeks nilai yang dipeoleh dari perhitungan tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari nilai tabel korelasi maka aitem itu dinyatakan valid demikian juga sebaliknya. Rumus yang digunakan dalam mencari validitas aitem adalah korelasi Product Moment dari Karl Pearson (1857-1936) yang dikutip dari Azwar (1999) sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
rxy =
SCU -
(SC )(SU ) n
ìï 2 (SC )2 üïìï 2 (SU )2 üï íSC ýíSU ý n ïþïî n ïþ ïî
Keterangan: rxy
: koefisien korelasi antara aitem dengan skor total
SX
: jumlah nilai tiap-tiap aitem
SY
: jumlah nilai total aitem
SXY : jumlah perkalian skor aitem dengan skor total aitem n
: jumlah subjek yang diteliti Suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat ukur tersebut mampu
memberikan hasil pengukuran yang konsisten menurut subjek ukurnya atau dapat juga sebagai konsistensi atau stabilitas yang merupakan indikasi sejauh mana pengukuran itu dapat memberikan hasil sama jika dilakukan ulang (Azwar,2008). Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini digunakan Formula Alpha (Azwar, 1995). Adapun rumusnya sebagai berikut:
a=
2 k æç å s j ö÷ 1- 2 k - 1 çè s x ÷ø
Keterangan: α = Koefisien reliabilitas Alpha k = Banyaknya belahan s2j = Varians skor belahan s2x = Varians skor total
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Penghitungan validitas dan reliabilitas dibantu dengan komputasi program statistik SPSS 16. Validitas suatu alat ukur dapat dilihat dari hasil output SPSS 16 dengan fasilitas korelasi Product Moment. Sedangkan, reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari hasil output SPSS 16 dengan fasilitas Cronbach Alpha. Suatu konstruk atau variabel semakin reliabel jika nilai Cronbach Alpha semakin mendekati angka 1 (Azwar, 2007).
G. Metode Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired sample correlated data t-test (Seniati, dkk., 2005) karena penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil skor konsep diri sebelum dan setelah mendapat perlakuan berupa pemberian bermain peran prososial. Penghitungan dilakukan dengan bantuan komputasi program statistik SPSS 16. Rumus paired sample correlated data t-test tersebut adalah : t=
M 1- M 2
åD
(å D ) -
2
2
n n(n - 1)
Keterangan : D
: perbedaan skor untuk setiap pasangan
M1
: rata-rata skor kelompok pre-test
M2
: rata-rata skor kelompok post-test
n
: jumlah pasangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian Persiapan penelitian diawali dengan menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian. Lokasi penelitian adalah SD Negeri 1 Prambanan, yang beralamat di Jl. Jogja-Solo Km 17, Prambanan, Klaten. Sekolah dasar ini terletak di tempat yang cukup strategis. Bangunan SD Negeri 1 Prambanan terletak di tepi jalan raya. SD Negeri 1 Prambanan memiliki 6 ruangan kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, 2 ruang ekstrakurikuler, ruang pepustakaan. Jumlah siswa tiap kelas berbeda, namun rata-rata tiap kelas terdapat 35 siswa. Subjek penelitian adalah siswa-siswa kelas V yang telah diklasifikasikan menurut karakteristik tertentu. Keseluruhan jumlah siswa kelas V adalah 40 siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Usia siswa kelas V antara 11-12 tahun. Seperti pada sekolah dasar pada umumnya, di setiap kelas diampu oleh seorang guru wali kelas yang mengajarkan sebagian besar mata pelajaran, kecuali pelajaran tertentu seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, dan Seni Suara Daerah. Jumlah keseluruhan pengajar di SD Negeri 1 Prambanan adalah 10 orang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
SD Negeri 1 Prambanan merupakan salah satu sekolah dasar negeri yang memiliki beberapa prestasi di wilayah kecamatan Prambanan. Prestasi tersebut dari bidang akademis, kesenian maupun olahraga. 2. Persiapan Alat Ukur Penelitian ini menggunakan alat ukur utama berupa skala sikap konsep diri. Diperlukan persiapan yang matang agar alat ukur tersebut layak dan siap untuk digunakan. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini telah melalui prosedur validitas alat ukur melalui pengujian validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian antara butir-butir aitem dalam alat ukur dengan blue-print yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu validitas isi juga melihat kesesuaian aitem-aitem dengan indikator perilaku yang hendak diungkap. Validitas isi ini dilakukan secara rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing. 3. Pelaksanaan Uji Coba Sebelum skala penelitian digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk mengetahui nilai validitas tiap aitem dan reliabilitas skala tersebut. Uji coba terhadap aitem skala psikologi ini bertujuan unuk mengetahui apakah kalimat dalam aitem mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana yang diinginkan oleh peneliti, dan sebagai salah satu cara praktis untuk memperoleh data dari respnden yang akan digunakan untuk penskalaan atau untuk evaluasi kualitas aitem secara statistik (Azwar, 2007). Skala konsep diri yang terdiri dari 80 aitem pernyataan diujicobakan pada kelompok responden yang mempunyai karakteristik setara dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
responden penelitian (Azwar, 2007). Uji coba dilakukan dengan mengambil kelompok responden berjumlah 40 siswa SD kelas V sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Setelah skala terkumpul dan memenuhi syarat, dilakukan skoring yang kemudian dilakukan analisis validitas dan reliabiitas menggunakan program SPSS 16. 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Setelah uji coba dilakukan, selanjutnya data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis untuk mengetahui validitas serta reliabilitas alat ukur. Validitas pada skala konsep diri pada anak dapat diketahui dari 80 aitem yang diujicobakan, diperoleh indeks korelasi aitem berkisar antar -0,005 sampai dengan 0,656. Ada 28 aitem dinyatakan tidak valid karena r hitung < r tabel dengan taraf signifikansi 5% dan N = 40 dengan nilai kritis 0,312. Selanjutnya dari analisis korelasi aitem total yang telah dikoreksi, diperoleh 52 aitem yang sahih dengan indeks korelasi aitem berkisar antara 0,332 sampai dengan 0,656. Reliabilitasi skala ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,928. Dengan demikian, skala konsep diri pada anak ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Adapun perincian aitem yang gugur dan sahih dapat dilihat pada tabel di bawah ini ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Tabel 4 Distribusi aitem sahih dan aitem gugur skala konsep diri pada anak setelah uji coba Aspek Konsep Diri Aspek Fisik
Aspek Sosial
Indikator Perilaku Kondisi dan kemampuan fisik a. Hubungan interpersonal. b. Perasaan sosial c. Kinerja peran
Aspek Akademik Aspek Moral
Aspek Psikologis
Prestasi dan kemampuan akademik a. Tanggung jawab
b. Kesesuaian dengan norma a. Pikiran terhadap diri sendiri b. Perasaan terhadap diri sendiri c. Sikap terhadap diri sendiri Total
Nomor Aitem yang sahih F 15, 29, 41, 54, 55 UF 8 F 33, 49, 57, 60, 69 UF 1 F 38, 42, 58 UF 77 F 30, 48, 62, 72 UF 65 F 5, 16, 19, 21, 24, 67 UF 26, 53, 66 F 9, 17, 80 UF 13, 34, 61, 75, 59 F 12, 35 UF 22, 25, 78 F 36 UF 40 F 52 UF 50, 74 F 68 UF 20, 28, 29 52
Nomer aitem yang gugur 79 47 51 71 32 3, 7, 11 63 46 18, 23, 70, 31, 45 27
14, 56 76 43, 64 2, 39 4, 6, 10, 37 44 28
5. Penomoran Baru Alat Ukur Penelitian Setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka langkah selanjutnya adalah menyusun alat ukur untuk penelitian. Aitem yang telah gugur tidak dipakai lagi dalam alat ukur untuk penelitian dan aitem yang sahih disusun dengan nomer urut yang baru, kemudian digunakan lagi untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
pelaksanaan penelitin. Aitem skala konsep diri pada anak setelah uji coba dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5 Distribusi aitem skala konsep diri pada anak setelah uji coba Aspek Konsep Diri Aspek Fisik
Aspek Sosial
Indikator Perilaku Kondisi dan kemampuan fisik a. Hubungan interpersonal. b. Perasaan sosial c. Kinerja peran
Aspek Akademik Aspek Moral
Aspek Psikologis
Prestasi dan kemampuan akademik a. Tanggung jawab
b. Kesesuaian dengan norma a. Pikiran terhadap diri sendiri b. Perasaan terhadap diri sendiri c. Sikap terhadap diri sendiri
Nomor Aitem F UF F UF F UF F UF F UF F UF F UF F UF F UF F UF
f
7, 18, 26, 33, 6 34, 47 3 20, 29, 36, 38, 15 45 48 24, 27, 36 50 30, 31, 40, 17 41 4, 8, 10, 11, 14, 9 43 16, 32, 4 2 2, 9, 52 13 6, 21, 39, 49, 37 5, 22 13, 15, 19 23 9 25 28 1, 30, 44 12, 46, 29 Total 52
% 11,5
28,9
17,3
25
17,3
100
B. Pelaksanaan Eksperimen 1. Penentuan Subjek Penelitian Setelah memperoleh alat ukur yang cukup valid dan reliabel, peneliti mulai memberikan alat ukur tersebut untuk diisi oleh siswa kelas V SD Negeri commit usermengetahui subjek yang memiliki 1 Prambanan. Hal ini bertujuan untuk to dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
tingkat konsep diri yang masuk dalam kategorisasi rendah dan sangat rendah. Dari 40 siswa yang telah mengisi skala konsep diri pada anak, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 6 Data hasil pengukuran Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Skor 14 39 25 37 35 35 28 31 48 21 22 23 20 30 40 41 42 42 31 40
Subjek 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Skor 36 35 40 29 27 32 34 33 31 37 44 29 39 33 10 50 52 52 52 52
Gambaran subjek dalam 6 kategorisasi, maka kategorisasi serta distribusi skor subjek dapat dilihat seperti pada tabel berikut: Tabel 7 Kriteria Kategori Skala Sikap Konsep Diri Pada Anak dan Distribusi Skor Subjek Variabel
Konsep diri pada anak
Kategorisasi Kategori Skor Sangat rendah 0≤ X < 11 Rendah 11 ≤ X < 22 Sedang 22≤ X < 33 Tinggi 33 ≤ Xto<user 44 commit Sangat tinggi 44 ≤ X < 55
Komposisi Jumlah Prosentase 1 2,5% 3 7,5% 12 30% 17 42,5% 7 17,5%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Berdasarkan tabel kategorisasi di atas diketahui bahwa 16 siswa yang memiliki konsep diri yang rendah. Siswa tersebut yang selanjutnya menjadi subjek penelitian dan mendapat perlakuan bermain peran prososial. 2. Pelaksanaan Eksperimen Sesuai dengan desain randomize pretest-posttest one group design, penelitian ini akan melalui tiga tahapan, yaitu, pretest, perlakuan dan posttest. Pretest merupakan tahap pengumpulan data menggunakan skala sikap konsep diri sebelum subjek mendapat perlakuan. Untuk menghemat waktu, dalam penelitian ini data pretest diperoleh dari data pemilihan subjek karena skala sikap yang digunakan sama. Jadi skor 16 subjek yang masuk dalam kategori rendah dan sangat rendah digunakan sebagai data pretest. Setelah dua minggu berselang dari pemberian pretest, subjek diberikan perlakuan berupa bermain peran prososial. Bermain peran prososial ini dilakukan berdasarkan modul yang telah disusun. Dalam perlakuan ini peneliti berperan sebagai fasilitator sekaligus pengamat dalam setiap kelompok. Tugas peneliti sebagai fasilitator antara lain memimpin setiap kelompok, memberikan instruksi umum, memimpin diskusi dan menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam bermain peran. Sedangkan sebagai pengamat bertugas melakukan pengamatan selama bermain peran berlangsung dan mencatat hasil pengamatan tersebut. Dalam pemberian perlakuan ini subjek melalui beberapa tahapan antara lain : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
a. Tahap persiapan Subjek dibagi dalam dua kelompok. Pengelompokan ini berdasarkan jumlah peran yanng akan dimainkan. Dalam penelitian ini jumlah peran yang akan dimainkan adalah 8 peran, sehingga tiap kelompok terdiri dari 8 subjek. Anggota kelompok ditentukan oleh fasilitator secara acak. Dalam masing-masing kelompok, sebelum mulai bermain peran fasilitator mengarahkan subjek untuk menciptakan suasana yang lebih santai dengan melakukan ice breaking. Pada tahap ini, partisipan dan fasilitator melakukan interaksi sehingga kondisi lebih akrab antar partisipan maupun dengan fasilitator. Hal ini bertujuan agar partisipan dapat bermain peran prososial dengan baik dan tidak malu-malu atau kaku. Setelah
semua
partisipan
terlihat
mulai
nyaman,
fasilitator
memberikan subjek lembar instruksi umum. Semua partisipan diharuskan membaca instruksi umum. Setelah membaca instruksi umum dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas pada fasilitator, subjek memilih peran yang ingin mereka mainkan. Fasilitator membantu menentukan peran yang dimainkan saat ada dua subjek yang menginginkan peran tersebut. Dalam hal ini fasilitator juga meminta pendapat pada subjek lain agar peran yang diberikan lebih tepat. Subjek yang telah mendapat peran mendapat teks naskah sesuai dengan peran yang mereka mainkan. Subjek dilarang membaca teks naskah peran orang lain atau memberikan informasi mengenai teks naskah peran yang dimainkan kepada subjek lain. Subjek membaca peran yang akan dimainkan. Ketika mereka telah siap bermain peran mereka akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
memberikan tanda kepada fasilitator. Subjek menempatkan diri pada posisi yang sesuai dengan peran mereka. Fasilitator membaca panduan dan instruksi umum di depan subjek penelitian. b. Tahap pelaksanaan Setiap kelompok diberikan waktu 25-30 menit. Subjek bermain peran tanpa interupsi dari fasilitator. Dua menit sebelum waktu habis, fasilitator akan memberikan tanda dengan memukul meja. Selama proses bermain peran, fasilitator membawa pedoman observasi dan mencatat reaksi dari subjek. Fasilitator akan mengamati beberapa kemungkinan, yaitu : tidak menghiraukan peristiwa tersebut, langsung memberikan bantuan, memberikan bantuan bersama-sama orang lain, melaporkan pada guru, dua anak yang bersifat antagonis dapat menyadari kesalahannya, anak yang berperan sebagai korban bisa mengatasi masalah tersebut. c. Tahap pengumpulan data Setelah subjek selesai bermain peran, pengamat memperoleh hasil pengamatan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Tabel 8 Hasil Pengamatan Reaksi yang mungkin terjadi 1. Tidak menghiraukan kejadian tersebut. 2. Menolong dengan membela Nana dan menasehati Ari dan Kiki. 3. Menolong dengan mengajak teman lain. 4. Melaporkan pada guru. 5. Tidak melakukan apapun saat Nana dipaksa, tapi menghibur dan memberikan sebagian uang jajan kepada setelah Ari dan Kiki pergi. Hasil : 1. Ari dan Kiki melepaskan Nana 2. Uang Nana tetap dirampas
Kelompok 1 √
Kelompok 2 √
√
√
√ -
√
√ √
Selain tabel hasil pengamatan tersebut, pengamat juga memberikan tambahan catatan berdasarkan laporan subjek mengenai peran yang telah dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Tabel 9 Hasil Laporan Subjek dalam Pemeranan Peran Kiki
Ari
Nana
Lucky
Mala
Rosi
Odi
Andri
Laporan Pemeranan Kelompok 1 Kelompok 2 Subjek sedikit merasa Subjek merasa berkuasa lebih kuat dan lebih hebat dan ditakuti di lingkungan jika ada orang lain yang di sekolah tersebut.. takut. Subjek berani jika ada Subjek senang bisa teman. berteman dengan orang yang bekuasa. Subjek membela diri dan Berusaha berusaha mempertahankan tapi saat mempertahankan digertak lagi, subjek miliknya. memilih diam. Subjek tidak suka dengan Subjek tidak Kiki dan Ari. Tapi karena menghiraukan karena tidak berani menghadapi merasa tidak akrab sendiri, subjek mencari dengan Nana dan tidak teman untuk mau menambah masalah. menghentikan situasi tersebut. Subjek menolong karena Subjek tidak mau ada orang lain yang menolong karena melihat menolong, sehingga orang lain tidak subjek berani menolong. menolong. Subjek tidak menolong Subjek merasa kasihan karena merasa masih namun tidak berani banyak orang lain yang sehingga lebih memilih melihat sehingga ada untuk membantuu dengan kemungkinan Nana akan cara yang lain. ditolong orang lain. Subjek menolong Nana Subjek segera membantu karena kasihan dan karena tidak suka menganggap perbuatan perbuatan Kiki dan Ari. Kiki dan Ari tidak baik. Subjek sebenarnya Subjek segera pergi kasihan, tapi takut pada menjauh karena tidak Kiki dan Ari. berani dan takut jika dirinya juga dimintai uang secara paksa jika mendekat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Berdasarkan kedua hasil pengumpulan data tersebut dapat diketahui bahwa subjek telah melakukan perannya dengan baik, subjek mampu melakukan dengan spontan. Hasil bermain peran pada kedua kelompok berbeda. Pada kelompok pertama menunjukkan hasil masalah dapat terselesaikan dengan cukup baik, karena situasi dimana terjadi pemerasan tidak terjadi. Hal ini karena sebagian besar subjek melakukan tindakan prososial yaitu menolong dan bekerjasama untuk menolong. Subjek melakukan tersebut karena kasihan, merasa perbuatan tersebut tidak baik maupun hanya meniru subjek lain yang juga menolong. Namun ada juga subjek yang tidak melakukan tindakan prososial. Hal ini karena subjek merasa masih banyak subjek lain yang bisa menolong atau karena tidak punya keberanian yang cukup. Sedangkan kelompok dua, hasilnya menunjukkan pemerasan tetap terjadi. Subjek lain tidak mampu mencegah perbuatan tersebut meskipun sudah berusaha. Ada subjek yang melakukan tindakan prososial karena merasa tidak suka dengan perbuatan seperti itu, sedangkan ada yang memilih melakukan tindakan prososial tapi dengan cara yang tidak terlalu merugikan dirinya. Beberapa subjek yang tidak melakukan tindakan prososial karena merasa kurang dekat dengan subjek yang menerima perlakuan buruk tersebut dan tidak mau terlibat masalah orang lain. e. Tahap diskusi. Hasil yang diperoleh pada tahap pengumpulan data selanjutnya dapat digunakan pada tahap diskusi. Pada tahap diskusi, pengamat menanyakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
beberapa pertanyaan utama berdasarkan pedoman diskusi. Dari pertanyaan dan jawaban selama diskusi dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek akan menolong dengan alasan merasa kasihan. Dalam hal ini rasa kasihan merupakan salah satu ekspresi emosi empati, dan perbuatan tersebut dapat merugikan orang lain. Sedangkan subjek yang tidak mau menolong berpendapat bahwa subjek tidak terlalu mengenal dan karena merasa ada orang lain yang dapat membantu. Subjek yang akan menolong dengan bantuan orang lain jika situasi tersebut terjadi merasa dirinya tidak mampu mengatasi masalah tersebut sendiri sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Mengenai bagaimana perasaan mereka, subjek merasa kasihan terhadap orang yang mendapat perlakuan seperti itu. Subjek akan merasa senang jika dapat menolong namun sebagian subjek juga tidak ingin merugikan dirinya sendiri. Bagi subjek juga ada merasa bersalah atau menyesal jika tidak menolong. Selain senang bisa membantu orang lain, subjek berpendapat bahwa jika subjek dapat membantu orang lain, orang lain juga akan senang pada subjek dan mereka akan bersikap baik pada subjek. Subjek menjadi lebih mudah berinteraksi dan mempunyai banyak teman. Dengan berakhirnya tahap diskusi, pengamat akan membantu subjek untu memahami mengenai pentingnya tindakan prososial, seperti menolong, berbagi, bekerja sama dalam hal baik dan lain-lain. Tindakan prososial juga dapat membuat perasaan seseorang lebih baik, dan penerimaan positif dari orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Ketika perlakuan berupa bermain peran dan tahapan-tahapannya selesai dilakukan, subjek akan diminta untuk mengisi skala sikap konsep diri. Skala yang digunakan sama dengan skala yang digunakan sebelum subjek memperoleh perlakuan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh skor konsep diri subjek setelah mendapat perlakuan. Skor postest ini akan digunakan untuk membandingkan dengan skor pretest sehingga dapat diketahui pengaruh pemberian bermain peran terhadap konsep diri sebelum dan sesudah bermain peran. Setelah memperoleh data posttest maka dapat dilakukan analisis data menggunakan Uji T berpasangan (paired sample T test).
C. Hasil Penelitian 1. Hasil Pretest dan Posttest Dari skala sikap konsep diri yang telah diselesaikan subjek penelitian sebelum dan sesudah perlakuan, skornya adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Tabel 10 Hasil pretest dan posttest No. Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pretest 32 32 28 29 27 20 29 25 31 31 23 21 22 10 30 14
Posttest 47 33 24 23 36 35 26 27 24 30 37 27 26 20 37 22
Dari 16 subjek penelitian, semuanya dapat mengikuti pretest, perlakuan dan posttest sehingga tidak ada subjek penelitian yang gugur dikarenakan tidak mengikuti salah satu tahap dalam rangkaian penelitian ini. 2. Hasil Statistik Deskriptif Tabel 11 Tabel deskriptif statistik Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
pretest
16
10.00
32.00
25.2500
6.52687
42.600
posttest
16
20.00
47.00
29.6250
7.25603
52.650
Berdasarkan tabel tersebut dapat dibuat beberapa gambaran sebagai berikut ; a. Nilai rata-rata konsep diri 16 subjek penelitian sebelum perlakuan sebesar 25,25, sedangkan sesudah commit perlakuan sebesar 29,63. Dapat disimpulkan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
bahwa terjadi peningkatan rata-rata pada pengukuran konsep diri pada subjek penelitian. b. Nilai terendah dari 16 subjek penelitian sebelum perlakuan adalah 10 dan nilai tertingginya adalah 32, sedangkan nilai terendah setelah perlakuan adalah 20 dan nilai tertingginya adalah 47. Berdasarkan tabel statistik deskriptif di atas dapat dilakukan kategorisasi responden dengan melihat data hipotetik dan data empirik sebagai berikut : Tabel 12 Data Hipotetik dan Data Empirik N Pretest posttest
16 16
Data Hipotetik Skor Skor min. max. 10 32 24 47
M
SD
25,25 29,63
6,53 7,26
Data Empirik Skor Skor min. max. 0 52 0 52
M
SD
26,02 26,02
16,52 16,52
Tabel 13 Kategorisasi Subjek Penelitian Skor Pretest
X< 28 18≤ X < 35 35 ≤ X Posttest X< 28 18≤ X < 35 35 ≤ X
Kategorisasi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Subjek Frek. 2 14 0 0 11 5
% 12,5 % 87,5 % 0% 0% 68,75 % 31,25 %
Rerata Empirik 26,02
26,02
Dari tabel kategorisasi responden tersebut konsep diri pada pretest termasuk dalam kategori rendah sebanyak 12,5 %, sedang sebanyak 87,5 %, tinggi sebanyak 0% sedangkan pada posttest subjek yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak 0 %, sedang 68,75 % dan tinggi sebanyak 31,25 %. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
3. Uji Normalitas Data Uji normalitas data biasanya dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model penelitian. Uji normalitas pada suatu data sangat diperlukan sebelum dilakukan analisis statistik parametrik. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Normalitas data dalam penelitian ini menggunakan nilai Skewness. Nilai Skewness digunakan untuk mengetahui bagaimana distribusi normal data dalam variabel dengan menilai kemiringin kurva. Berdasarkan rasio Skewness dan Kurtosis, jika rasio kemiringan dan Kurtosis tidak melebihi 2 maka dapat disimpulkan bahwa data berdidstribusi normal. Rasio kemiringan merupakan perbandingan antara nilai kemiringan dengan standar erornya. Sedangkan rasio Kurtosis merupakan perbandingan antara nilai kurtosis dengan standar erornya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Tabel 14 Uji Normalitas berdasarkan rasio Skewness dan Kurtosis Descriptives Statistic nilai
Mean
27.4375
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
24.8620
5% Trimmed Mean
27.4444
Median
27.0000
Std. Error 1.26279
30.0130
Variance
51.028
Std. Deviation
7.14340
Minimum
10.00
Maximum
47.00
Range
37.00
Interquartile Range
8.75
Skewness Kurtosis
.130
.414
1.345
.809
Berdasarkan uji normalitas menggunakan SPSS 16 diperoleh rasio Skewness (kemiringan) = 0,130/0,414 = 0,314 dan rasio Kurtosis = 1,345/0,809 = 1,662. Kedua rasio tersebut kurang dari 2 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Tabel 15 Uji Normalitas menggunakan rumus Shapiro WiIlk Shapiro-Wilk Statistic nilai
.977
df
Sig. 32
.711
Untuk uji Shapiro Wilk diperoleh nilai sig. = 0,711. Hal ini berarti bahwa signifikansinya lebih besar daripada 0,05. Data terdistribusi normal. Dari output normal Q-Q Plot (terlampir), pada gambar dapat dilihat bahwa sebagian besar titik menyebar di sekitar garis, sehingga dapat dikatakan bahwa data commit to user berdistribusi normal. Berdasarkan output bloxpot (terlampir), pada gambar
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
terdapat garis hitam mendatar yang merupakan tanda median. Karena garis tersebut berada di tengah bloxpot, maka data berdistribusi normal. 4. Uji Linieritas Uji linieritas merupakan salah satu uji asumsi dasar pada pengolahan data dalam penelitian. Asumsi linieritas adalah asumsi yang akan memastikan apakah data yang kita miliki sesuai dengan garis linier atau tidak. Asumsi ini dapat diketahui dengan mencari nilai deviation from linearity dari uji F linier. Tabel 16 Uji Linieritas ANOVA Table Sum of Squares Between Groups
Mean Square
df
F
Sig.
(Combined)
669.250
12 55.771
1.388
.441
Linearity
153.806
1 153.806
3.829
.145
Deviation from Linearity
515.444
11 46.859
1.167
.508
Within Groups
120.500
3 40.167
Total
789.750
15
Hasil diatas menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini bertaraf signifikansi (p) < 0,05 sehingga data tersebut linier. 5. Uji Homogenitas Uji homogenitas pada suatu data untuk mengetahui apakah sampel yang dalam penelitian diperoleh dari populasi homogen ataukah tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Tabel 17 Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic nilai
df1
df2
Sig.
Based on Mean
.304
1
30
.586
Based on Median
.131
1
30
.720
Based on Median and with adjusted df
.131
1
29.683
.720
Based on trimmed mean
.290
1
30
.594
Berdasarkan tabel uji homogenitas di atas menunjkkan bahwa nilai probabilitas mean 0,589 menunjukkan nilai di atas 0,05. demikian pula taraf signifikansi median 0,720 yang berarti bahwa data bervarian homogen. 6. Uji Hipotesis Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan Uji T Sampel Berpasangan (Paired-Samples T Test). Prosedur ini digunakan untuk membandingkan rata-rata dari dua variabel dalam satu grup data. Uji ini dilakukan terhadap dua sampel dengan subjek yang sama tetapi mengalami perlakuan yang berbeda atau berpasangan. Tabel 18.1 Uji Hipotesis Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pretest
25.1875
16
6.47270
1.61817
posttest
29.6250
16
7.29269
1.82317
Berdasarkan tabel di atas untuk subjek sebanyak 16 subjek, diperoleh rata-rata skor konsep diri sebelum perlakuan berupa bermain peran prososial adalah 25,19 sedangkan rata-rata skor konsep diri sesudah perlakuan berupa bermain peran prososial adalah 29,63. Kedua rata-rata tersebut menunjukkan commitsehingga to user hipotesis diterima yang berarti perbedaan yang cukup signifikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
terdapat perbedaan pada skor konsep diri subjek antara sebelum dan sesudah adanya perlakuan berupa bermain peran prososial. Tabel 18.2 Uji Hipotesis Paired Samples Test Pair 1 pretest - posttest Paired Differences
Mean
-4.43750
Std. Deviation
7.25689
Std. Error Mean
1.81422
95% Confidence Interval of the Difference t
Lower
-8.30443
Upper
-.57057 -2.446
df
15
Sig. (2-tailed)
.027
Berdasarkan tabel nilai t hitung = 2,446 > t tabel = 2,15 sehingga hipotesis diterima. Nilai Sig (2-tailed) = 0, 027 < 0,05 = 5% sehingga hipotesis diterima. Berarti terdapat perbedaan pada konsep diri subjek sebelum dan sesudah bermain peran prososial.
D. Pembahasan Berdasar hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan konsep diri setelah mendapat perlakuan berupa bermain peran prososial (sig. 2tailed 0,027 < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa bermain peran prososial dapat meningkatkan konsep diri pada anak. Hal ini membuktikan bahwa bermain peran prososial memiliki pengaruh positif terhadap konsep diri pada siswa kelas V Sekolah Dasar. Skor konsep diri anak meningkat setelah perlakuan berupa bermain peran prososial. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Berdasarkan pengamatan saat subjek dalam penelitian ini melakukan bermain peran dapat diketahui bahwa beberapa anak ternyata memutuskan untuk tidak melakukan tindakan prososial. Setelah melalui tahap diskusi diketahui bahwa hal ini dikarenakan beberapa alasan, antara lain merasa tidak mengenal korban secara dekat, tidak mau mengambil resiko dengan terlibat orang lain, merasa dirinya lemah sehingga tidak mampu menolong orang lain. Namun, sebagian besar subjek segera melakukan tindakan prososial. Setelah ditanyakan alasannya sebagian besar subjek menolong karena empati. Tindakan lain yang dilakukan subjek selain menolong atau mebiarkannya saja adalah melihat situasi terlebih dahulu. Dengan kata lain, jika terdapat orang lain yang dapat membantu maka subjek tidak akan bertindak prososial. Sebaliknya jika tidak ada orang lain lagi yang dapat membantu maka subjek baru akan melakukan tindakan prososial (bystander effect). Dalam tahap diskusi ini juga dapat diketahui bahwa subjek juga telah memahami respon dan perasaaan positif dari diri sendiri maupun orang lain pada saat mereka melakukan perilaku prososial serta perasaan dan respon negatif jika tidak melakukan tindakan prososial. Sebagian besar subjek menyatakan bahwa subjek measa senang setelah melakukan tindakan prososial dan orang lain juga akan merasa senang jika subjek melakukan tindakan prososial. Sebaliknya subjek akan merasa bersalah jika tidak melakukan tindakan prososial. Untuk memberikan pemahaman arti pentingnya perilaku prososial dalam kehidupan sehari-hari, subjek diberikan penjelasan mengenai situasi yang dihadapi masing-masing peran, mencoba merasakan apa yang dirasakan jika hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
tersebut terjadi pada subjek, bagaimana seharusnya yang dilakukan jika menghadapi hal tersebut, serta apa yang mereka rasakan jika mereka lakukan atau tidak melakukan hal tersebut dan bagaimana respon orang lain jika kita melakukan atau tidak melakukan hal tersebut. Dengan penjelasan tersebut diharapkan subjek memperoleh pemahaman baru mengenai perilaku prososial dan pengaruhnya bagi orang lain maupun diri sendiri. Pemahaman yang telah dimiliki individu tersebut dapat mengubah pandangan subjek mengenai lingkungan sekitar dan dirinya sendiri. Perubahan pandangan individu terhadap dirinya sendiri diharapkan dapat semakin baik sehingga dapat meningkatkan konsep diri subjek ke arah yang lebih positif. Centi (1993) menyatakan bahwa konsep diri adalah gagasn tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang dirinya sendiri dan bagaimana individu menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Penglihatan individu atas diri sendiri disebut gambaran diri (self image). Perasaan individu atas dirinya sendiri (self evaluation). Harapan individu atas diri sendiri menjadi cita-cita diri (self idea). Pengharapan mengenai diri akan menentukan bagaimana individu akan bertindak dalam hidup. Apabila individu berpikir bahwa dirinya mampu, maka individu tersebut cenderung sukses, dan apabila individu tersebut berpikir bahwa dirinya akan gagal, maka sebenarnya dirinya telah menyiapkan diri untuk gagal. Jadi bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman baik itu pikiran, perasaan, persepsi dan tingkah laku commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
individu (Calhoun & Acocella, 1990). Menurut Willey (dalam Calhoun & Acocella, 1990), dalam perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Yang dimaksud orang lain menurut Calhoun dan Acocella (1990) adalah orang tua, kawan sebaya dan masyarakat. Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan yang paling kuat yang dialami oleh individu. Informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya lebih menancap daripada informasi yang diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa. Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai dirinya sendiri. Sedangkan masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada pada seorang anak, seperti siapa orang tuanya, ras dan lain-lain. Hal ini sangat berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu. Argy (dalam Hardy & Heyes, 1988) mengatakan bahwa perkembangan konsep diri oleh beberapa faktor antara lain : 1. Reaksi dari orang lain. Cooley (dalam Hardy & Heyes, 1988) membuktikan bahwa dengan mengamati pencerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang diberikan oleh orang lain maka individu dapat mempelajari dirinya sendiri. 2. Perbandingan dengan orang lain. Konsep diri yang dimiliki individu sangat tergantung kepada bagaimana cara individu membandingkan dirinya dengan orang lain. 3. Peranan individu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Setiap individu memainkan peran yang berbeda-beda dan pada setiap peran tersebut individu diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Harapan-harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. Menurut Kuhn (dalam Hardy & Hayes, 1988) sejalan dengan pertumbuhannya individu akan menggabungkan lebih banyak peran ke dalam konsep dirinya. 4. Identifikasi terhadap orang lain. Jika seorang anak mengagumi orang dewasa, maka anak seringkali mencoba menjadi pengikut orang dewasa tersebut dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses identifikasi tersebut menyebabkan individu merasakan bahwa dirinya telah memiliki beberapa sifat dari yang dikagumi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darminto (2004) bahwa konsep diri dapat ditingkatkan melalui respon positif serta peneriman dari orang lain melalui interaksi sosial. Respon positif dan penerimaan dari orang lain dapat membentuk gambaran positif seorang anak mengenai dirinya. Gambaran positif tersebut dapat meningkatkan konsep diri anak ke arah yang lebih positif. Pada tahap tumbuh kembang anak terjadi proses belajar yang penting. Anak mulai belajar mengenal diri dan lingkungannya. Dalam proses belajar tersebut, anak akan lebih mudah memahami jika apa yang akan mereka pelajari mereka praktekan secara langsung. Hal ini dapat memberikan pemahaman yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
mendalam (Sadali,2006). Salah satu metode belajar yang sesuai dengan prinsip tersebut adalah metode bermain peran. Menurut Bergen (2002) bermain peran melibatkan aspek afektif, kognitif dan konatif individu sehingga individu tersebut lebih mudah mengerti dan memahami apa yang mereka hadapi dalam bermain peran tersebut dan dapat menerapkan dalam kondisi sesungguhnya. Menurut Forrester (2000), bermain peran telah digunakan sebagai alat assesmen oleh para peneliti sejak awal 1940an. Keduanya merupakan alat asesmen yang memiliki teknik yang kaya dan kompleks serta telah digunakan oleh para peneliti dalam berbagai bidang kajian. Bermain peran merupakan teknik yang dapat diterima secara sosial yang di dasari oleh tradisi, insting dan fenomena dalam kehidupan manusia. Hal terpenting dalam metode ini adalah konsep bermain (Forrester, 2000). Konsep bermain dapat dipandang sebagai mediator antara alam pra sadar dan alam bawah sadar manusia (Freud, 1965 dalam Forrester, 2000). Bandura (1981) dalam Forrester, 2000) juga menyatakan bahwa melalui bermain individu dapat memahami dunia. Menurut Vidya dan Christi (2009), perilaku prososial pada anak dapat ditanamkan pada anak-anak menggunakkan metode yang menggunakan reinforcement, induksi dan kombinasi antara keduanya. Reinforcement dapat dianalogikan dengan konsekuensi positif yang diterima dari suatu perilaku sehingga dapat meningkatkan perilaku tersebut. Induksi aalah bentuk disiplin dimana diberikan pengertian dan alasan untuk mengubah perilaku yang salah. Bermain merupakan salah satu metode yang menerapkan kombinasi antara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
keduanya. Pada tahap diskusi, subjek akan memperoleh induksi dan pada tahap akhir pemeranan, subjek juga dapat memperoleh reinforcement dari tindakannya. Dalam memberikan pemahaman mengenai perilaku prososial anak akan lebih mudah jika melalui bermain peran prososial. Anak dikondisikan dalam situasi yang secara umum membutuhkan adanya tindakan prososial. Dalam situasi tersebut anak bebas melakukan apa saja yang mereka anggap benar sesuai keyakinan mereka. Setelah tahap pemeranan selesai, anak diajak berdiskusi mengenai apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan. Dari tahap diskusi tersebut anak diberikan pemahaman mengenai perilaku prososial serta akibat dan respon yang diperoleh jika mereka melakukan tindakan prososial. Merujuk hasil penelitian tersebut, maka dengan melakukan bermain peran prososial anak akan lebih memahami tentang perilaku prososial dan respon-respon positif dari orang lain yang dapat dirasakan. Anak menjadi lebih mengerti bagaimana sikap-sikap yang harus dilakukannya agar mendapat penerimaan sosial dan respon positif dari orang lain. Hal ini dapat membuat anak merasa dirinya berharga dan berguna, sehingga dapat mengembangkan penilaian positif terhadap dirinya sendiri. Maka konsep diri anak dapat meningkat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh bermain peran prososial terhadap peningkatan konsep diri pada anak dapat disimpulkan : 1. Bermain peran prososial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri pada anak. Angka hasil perbedaan pretest-posttest sebesar 0.027 pada taraf signifikansi (p) 0,05, nilai sig. 0,027 < 0,05 (t hitung = 2,446 > t tabel = 2,15). Hal ini menunjukkan bahwa nilai konsep diri mengalami peningkatan setelah subjek diberi perlakuan berupa bermain peran prososial. 2. Peningkatkan konsep diri pada anak dapat dilihat dari skor rata-rata konsep diri sebelum dan sesudah perlakuan yang juga mengalami peningkatan. Skor rata-rata konsep diri sebelum perlakuan adalah 25, 25 sedangkan skor rata-rata sesudah perlakuan adalah 29,63. skor mengalami peningkatan sebesar 4,38. 3. Peningkatan konsep diri pada anak juga dapat dilihat dari skor tertinggi dan skor terendah yang mengalami peningkatan. Nilai terendah dari 16 subjek penelitian sebelum perlakuan adalah 10 dan nilai tertingginya adalah 32, sedangkan nilai terendah setelah perlakuan adalah 20 dan nilai tertingginya adalah 47.
commit to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi orang tua dan pendidik, perlu meningkatkan konsep diri anak. Hal ini dikarenakan konsep diri memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak. Salah satu cara meningkatkan konsep diri dapat dilakukan dengan bermain peran prososial. Memberikan pemahaman terhadap anak tentang perilaku yang dapat diterima di masyarakat, akan membantu anak mampu menilai dirinya secara lebih positif. 2. Bagi peneliti lain, dapat disarankan agar lebih banyak lagi dilakukan penelitian mengenai pengaruh antara bermain peran prososial terhadap peningkatan konsep diri pada anak. Penelitian ini masih dirasa kurang dikarenakan jumlah subjek yang relatif sedikit dan waktu penelitian yang relatif singkat.
commit to user