PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP PELAYANAN1
A. Pengertian Konsep Diri Siapakah Aku? Pertanyaan ini menggambarkan bagaimana cara seseorang memahmi dan menilai dirinya, yang berarti orang tersebut sedang membuat sebuah konsep tentang dirinya. Konsep diri sebagai pandangan dan perasaan kita terhadap diri sendiri, yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang datang dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain (Brooks dalam Tamsil, 2005). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Suliswati, 2005). Konsep diri adalah semua ide, kepercayaan dan pandangan yang diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2006). Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisik, emosional intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri merupakan suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki keunikan sendiri sebagai manusia, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan membawa kepribadian tetapi dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya. Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri (kepribadian), tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi merupakan suatu proses persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri. Pengaruh Konsep Diri Terhadap Pelayanan Konsep diri terbentuk melalui proses yang terjadi sejak lahir kemudian secara bertahap mengalami perubahan seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu. Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Konsep diri juga akan dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain termasuk berbagai tekanan yang dialami individu. Hal ini akan membentuk persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian terhadap pengalaman akan situasi tertentu. Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu citra diri (Body Image)), ideal diri (SelfIdeal), peran diri (self-Role), identitas diri (Self-Identity), dan harga diri (Self-Esteem) (Sunaryo, 2004). Kelima komponen ini juga yang turut mempengaruhi seseorang dalam pelayanan. 1
Pembinaan Gerakan Pemuda GPIB Maranatha Denpasar 29-30 Agustus 2014
1
1. Citra Diri (Body Image) Citra diri adalah suatu sikap individu dalam mempersepsikan keadaan fisik tubuhnya. Baik itu tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh. Citra diri ini penting karena berperan besar dalam mempengaruhi keadaan kejiwaan seseorang (Al-Bahsein, 2009). Contoh, muka berjerawat. Dapat dibayangkan suasana hati yang berubah akibat ada jerawat di wajahnya dan dipersepsikannya sebagai masalah besar. Bahkan malu untuk bertemu orang lain. Itu adalah persepsi citra diri yang buruk. Perawatan tubuh membuat seseorang semakin percaya diri setelah melakukan senam kebugaran, fitness dan olah raga secara teratur dan terus melakukannya, sebab ia memiliki citra diri yang baik. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat dan Akemat, 1992). Citra diri berhubungan dengan kepribadian, cara individu memandang dirinya memiliki dampak terhadap perkembangan psikologisnya. Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap citra dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap aktualisasi diri dalam rangka memperbaiki hubungan dengan orang lain, penerimaan diri dan menjadi pemicu sukses dalam kehidupannya. Karena itu, citra diri harus dipersepsikan secara positif dan realistis, karena semakin dapat menerima dan menyukai diri apa adanya, individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu yang menerima dirinya apa adanya biasanya memiliki harga diri tinggi daripada individu yang tidak menyukai dirinya. Terkait dengan pelayanan, seseorang yang memiliki citra diri positip akan lebih mudah untuk menerima dan memahami orang lain dalam keberadaannya, sehingga dapat membangun komunikasi dan relasi yang harmonis dalam suatu pelayanan. Orang dapat dibantu untuk memperbaiki citra diri yang buruk dalam mengaktualisasikan dirinya demi pengembangan pelayanan. Orang lain maupun kita sendiri akan belajar untuk berpikir positip (positive thinking) dalam menilai dan menyikapi segala sesuatu dengan arif dan bijaksana, akan sangat menciptakan kebersamaan yang rukun dan damai dalam pelayanan. Sebaliknya seseorang yang memiliki citra diri negative akan sangat peka, cepat tersinggung, cemas, kurang percaya diri, negative thinking, sehingga konflik bisa saja terjadi dan menimbulkan citra buruk dalam pelayanan. 2. Ideal Diri (self-ideal) Ideal diri dapat disebut juga sebagai “Standar Pribadi”. Bila sebuah perusahaan punya “standar pelayanan” atau “standar manajemen”, atau Rumah Sakit yang punya ‘Standar Operational Procedure”, maka standar pribadi adalah ideal diri. Ideal diri mencakup seperti standar bersikap, standar berbicara, standar dalam mengatur keuangan, standar penampilan, dan lain-lain. Ideal diri ini dapat berhubungan dengan karakter seseorang yang diinginkan atau disukainya. Bisa juga berhubungan dengan tujuan, nilai, dan prestasi yang ingin dicapai. 2
Orang tua, guru, para pelayan, orang yang lebih dewasa, teman atau sahabat bisa menjadi idola bagi siapapun yang menyukainya baik itu kebiasaan buruk atau yang baik. Kebiasaan menggunakan kata-kata kasar dan kotor karena meniru dari orang tuanya. Sering share dan doa bersama dilakukan setiap malam karena suatu kebiasaan yang diwariskan dari keluarganya. Idolah terhadap seseorang sering menjadi standar pribadi dalam pembentukan ideal diri. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen, 1991). Standar diri terkait dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai. Ideal diri mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri mewujudkan harapan dan cita-cita pribadi berdasarkan norma sosial dan budaya serta kepada siapa ingin dilakukan. Pada masa ini, kedekatan hubungan orang tua-anak dan pendidikan moral dari guru menjadi sangat penting. Jangan heran, nasihat paling ampuh sepanjang masa untuk orang tua dan guru yang punya anak remaja : “Jadikanlah anak itu sebagai teman anda”. Untuk yang sudah dewasa, ideal diri sudah mulai dapat dikendalikan sesuai kehendak hati. Jadi tidak hanya melihat dari siapa idolanya, tapi juga apa tujuan yang ingin dicapainya. Karena itulah hendaknya, ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek diri, tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samar-samar atau kabur. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan membantu kita dalam menghadapi konflik. Terkait dengan pelayanan, ideal diri menjadikan seseorang sosok atau figure yang patut diteladani dan menjadi panutan, karena ada kepercayaan terhadap kita dengan kriteria tertentu dalam perspektif orang lain. Kita terpilih menjadi pelayan atau pengurus dalam pelayanan gereja, karena dalam penilaian orang lain kita punya kapasitas untuk jabatan tersebut. Orang menceriterakan masalahnya dan curhat tentang berbagai persoalan hidupnya kepada kita, itu berarti ada nilai kepercayaan yang diberikan kepada kita. Ketika orang tidak lagi percaya kita, berarti kita kehilangan ideal diri dan hal itu sangat berdampak buruk bagi pelayanan kita dalam gereja. 3. Harga Diri (self-esteem) Harga Diri adalah penilaian terhadap diri, baik penilaian dari dirinya sendiri ataupun penilaian dari orang lain. Harga Diri merefleksikan seseorang bernilai bagi dirinya sendiri secara keseluruhan. Branden’s (1969) mendeskripsikan Harga Diri sebagai kebutuhan dasar manusia, yang diperlukan untuk pengembangan diri yang sehat, sebagai konsep kepribadian yang terbentuk dari pikiran, perasaan dan tindakan yang memiliki nilai diri, harga diri untuk mempertahankan kehidupan. Harga Diri sebagai suatu konsekwensi yang otomatis dan tidak
3
dapat dihindarkan dari sejumlah pilihan individu di dalam pengalaman dan kesadaran mereka sebagai bagian dari atau tindakan, perasaan dan pikiran individu. Secara implicit harga diri mengacu kepada kecenderungan seseorang untuk menilai secara negatip atau positip diri mereka sendiri di dalam suatu sikap tak sengaja, otomatis atau spontan. Hal itu berbeda secara explicit harga diri mewariskan banyak kesadaran dan merefleksikan penilaian diri sendiri. Implicit dan explicit Harga Diri adalah model utama dari Harga Diri yang sebenarnya. Psycholog Amerika Abraham Maslow (1987) mendeskrepsikan ada dua macam kebutuhan Harga Diri yaitu kebutuhan untuk rasa hormat dari orang lain dan kebutuhan untuk menghormati diri sendiri. Rasa hormat dari orang lain melahirkan pengakuan, penerimaan, kedudukan dan penghargaan. Tanpa pemenuhan kebutuhankebutuhan ini, Maslow katakan seseorang akan merasa kehilangan semangat hidup, pesimis dan rendah diri. Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata), (Stuart dan Sundeen, 2006). Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Keliat, 2005). Terkait dengan pelayanan, seseorang yang memiliki harga diri yang sehat akan menghargai orang lain dengan talenta yang dimilkinya, meyakinkan orang lain bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan melalui pelayanan kepada sesama. Talenta dan karunia yang dimilikinya harus dikembangkan agar bermanfaat bagi orang lain, baik itu dalam kehidupan keluarga, kehidupan bergereja maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya orang yang memiliki harga diri rendah, kurang percaya diri dan selalu merasa rendah diri seolah-olah tidak mampu untuk berbuat sesuatu dalam pelayanan, yang orang lain dapat melakukannya. Selalu menolak kalau dipercayakan suatu tugas dan atau jabatan dalam pelayanan gereja. Mereka cenderung apatis dengan orang lain bahkan rasa iri-hati, cemburu dengan kelebihan orang lain, sebagai cara untuk menutupi kekurangan dirinya.\ 4. Peran Diri (self-role) Peran diri dapat diartikan sebagai apa saja tugas yang harus dilakukan sesuai tuntutan dari orang lain (keluarga, masyarakat, teman, pacar, tetangga, gereja, negara, dan dunia). Memahami tugas dan prinsip dari peran diri sangat penting. Jangan sampai kita terjebak oleh yang namanya “Konflik Peran”. Konflik peran dapat diartikan sebagai “confuse” atau kebingungan peran mana yang harus di dahulukan.. misalnya seorang wanita karir yang telah 4
berkeluarga (wonder woman), dia harus bekerja tepat waktu, tanpa harus mengabaikan tanggungjawabnya dalam melayani suami, mendidik anak, beres-beres rumah, dsb. Peran diri menggambarkan figure seseorang dalam menempatkan dirinya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Tugas tersebut harus dilakukan tanpa mengabaikan tanggungjawab yang lain, atau melakukan suatu tugas yang bukan merupakan tanggungjawab kita. Terkait pelayanan, dengan peran diri positip, seseorang yang mempunyai jabatan dalam gereja sebagai presbiter, atau pengurus BPK dalam kepemimpinannya mampu dan berani mendelegasikan tugas-tugasnya kepada yang lain sesuai aturan yang berlaku. Mekanisme kerja yang baik tercermin dalam kepemimpinan kita. Kerjasama akan nampak dalam kebersamaan pelayanan sehingga orang lain akan menilai bahwa pelayanan kita sangat harmonis. Di sisi lain, peran diri positip tidak akan mengabaikan tanggungjawab kita sebagai istri, ibu rumah tangga, anggota darmawanita, anggota PKK, anggota dasawisma dalam masyarakat. Sebaliknya orang yang memiliki peran diri negatip cenderung tidak bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas, cendrung intervensi terhadap tugas dan tanggungjawab orang lain, cendrung mengabaikan tanggungjawab dalam perannya. 5. Identitas Diri (self-identity) Menyadari bahwa diri ini berbeda dengan orang lain itulah identtas diri. Selanjutnya adalah bagaimana mengembangkan diri yang unik itu menjadi pribadi yang utuh dan lebih baik dari sebelumnya. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya (Stuart and Sudeen, 1991) Bila kita telah mengerti tentang identitas diri, maka sepatutnya menyadari kelemahan dan kelebihan kita. Memang benar kita punya kekurangan tersendiri, tapi kita juga punya kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Syaratnya, harus percaya diri, menghormati diri, mampu menguasai diri, mengatur diri, dan yang terpenting menerima diri apa adanya untuk menemukan the meaning ol life (makna hidup). Terkait pelayanan, orang yang memiliki identitas diri yang kuat, memperlengkapi dan bersedia mengisi kekurangan orang lain, suka menolong dan memberi dorongan orang lain untuk maju. Penyesuaian diri dengan orang lain, belajar memahami orang lain dan mau berempati dengan orang lain. Sebaliknya orang yang memiliki identitas diri yang lemah, cenderung mementingkan diri, suka merendahkan dan meremehkan orang lain, dan hal ini berdampak buruk bagi pelayanan gereja. Lima komponen tersebut bertujuan untuk pembentukan pribadi manusia yang seutuhnya.. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri positif adalah sebagai berikut (Suliswati, 2005) : 5
1. Citra diri positif dan akurat: menerima fisik diri apa adanya. 2. Ideal diri realistis: standar dan tujuan hidup jelas. 3. Harga diri sehat: memandang diri sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat. 4. Peran diri memuaskan : menjalankan tugas sesuai tuntutan sehingga orang lain merasa senang. 5. Identitas jelas : merasakan keunikan diri, menyadari kekuatannya untuk mengelolan kelemahan yang memberi arah kompas kehidupan dalam mencapai tujuannya. Kesimpulan Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi individu yang mampu memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan tujuan hidup. Terkait dengan pelayanan, konsep diri positip sangat berpengaruh dalam pembentukan citra pelayanan dan pengembangan pelayanan dalam mencapai visi dan misi pelayanan gereja.
DAFTAR PUSTAKA Branden, N. 1969. The psychology of self-esteem. New York: Bantam. Carpenito, L.J. (2004). Diagnosa Keperawatan (Edisi 6). Jakarta : EGC Al-Bahsein, Fuad. 2009. Konsep Diri. Diakses 21-02-2011 dari http://menwithpens.ca/wp-content/upload/2008/06/confension.jpg. Keliat dan Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC Maslow A. H. (1987). Motivation and Personality (3rd ed.). New York: Harper & Row Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperewatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC 6
Wayan Darsama. 2010. Askep Harga Diri Rendah Kronis. http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/02/askep-harga-diri-rendah-
JDE
7