Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN (Study Breed influence to the Productivity of Beef Cattle Calf from Artificial Insemination) MATHEUS SARIUBANG, ANDI ELLA, D. PASAMBE dan S. BAHAR Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Kupang ABSTRACT Increasing of beef cattle productivity is need to afforrded through quantitative approach include population and qualitative raising by increase of livestock quality. It has carried out approach of technology applied for artificial insemination. It has consired fast in trasformation and configurations genetic in a population. According to the result of research has been conducted in Regency Polmas since April 1997 to March 1999 showed that the avarage daily of body size growth such as bodi weught (kg/ekor/hari/tail/day), body height (cm tail/day), body length (cm tail/day) and heart-girth; at 0–1 year of age for stud hereditary, Simmental: 0.57 kg/ekor/hari tail/day; 0.23 cm tail/day; 0.26 cm tail/day; 0.40 cm tail/day and Limousine: 0.79 kg/ekor/hari tail/day; 0.25 cm tail/day; 0.30 cm tail/day; 0.44 cm tail/day. While at 1–2,5 year for Simmental 0.72 kg/ekor/hari tail/day; 0.12 cm tail/day; 0.45 cm tail/day; 0.45 cm tail/day and Limousine: 0.78 kg/ekor/hari tail/day; 0.16 cm tail/day; 0.47 cm tail/day; 0.49 cm tail/day. Key words: Productivity, artificial insemination, calves ABSTRAK Peningkatan poduktivitas sapi potong perlu diupayakan melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif, penerapan teknologi Inseminasi Buatan yang dianggap cepat dalam transformasi dan konfigurasi genetik pada suatu populasi. Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilaksanakan di Kabupaten Polmas sejak bulan April 1997 sampai dengan bulan Maret 1999, menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan ukuran tubuh harian yaitu bobot badan (kg/ekor/hari/ekor/hari), tinggi pundak (cm/ekor/hari), panjang badan (cm/ekor/hari) dan lingkar dada (cm/ekor/hari) pada umur 0–1 Tahun untuk turunan pejantan Simmental: 0,57 kg/ekor/hari/ekor/hari; 0,23 cm/ekor/hari; 0,26 cm/ekor/hari; 0,40 cm/ekor/hari dan Limousine: 0,79 kg/ekor/hari/ekor/hari; 0,25 cm/ekor/hari; 0,30 cm/ekor/hari; 0,44 cm. Sedang pada umur 1–2,5 tahun untuk Simmental 0,72 kg/ekor/hari/ekor/hari; 0,12 cm/ekor/hari; 0,45 cm/ekor/hari; 0,45 cm/ekor/hari dan Limousine:0,78 kg/ekor/hari/ekor/hari; 0,16 cm/ekor/hari; 0,47 cm/ekor/hari; 0,49 cm/ekor/hari. Kata Kunci : Produktivitas, inseminasi buatan, sapi pedet
PENDAHULUAN Dalam rangka peningkatan produktivitas sapi potong dalam upaya pemecahan masalah kekurangan pasokan daging ternak dilakukan beberapa alternatif diantaranya peningkatan produksi melalui pendekatan kuantitatif yakni peningkatan populasi dan secara kualitatif dilaksanakan peningkatan produksi ternak. Permintaan ternak potong dan bibit bermutu yang cenderung meningkat perlu diimbangi dengan menggali potensi dan masalah yang dihadapi bagi perkembangan sapi potong. Produktivitas sapi Bali seringkali dikaitkan dengan faktor genetik dan lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas ternak di suatu wilayah 59
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Sulawesi Selatan maupun wilayah lain di Indonesia. Menurut DITJENNAK (1996) bahwa pengembangan sapi potong melalui IB adalah salah satu jalan untuk meningkatkan produktivitas sapi di Indonesia. Tiga pokok alasan melaksanakan program IB yang dikemukakan adalah: 1) IB adalah yang murah dalam peningkatan mutu genetik sapi, 2) IB adalah cara cepat dalam transformasi dan konfigurasi genetik populasi ternak, 3) Alternatif murah dan cepat dan program IB ini diterapkan dalam skala massal. Peningkatan produktivitas ternak dicapai karena penggunaan pejantan (mani) dengan potensi genetik unggul dan bangsa pejantan yang digunakan pada umumnya adalah bangsa impor (exotic boced). Peningkatan produktivitas ternak disamping karena perbaikan proporsi genetik (unggul) dari keturunan yang dihasilkan pada inseminasi dengan menggunakan semen dari bangsa ternak impor (cross breedding atau dikenal dengan perkawinan silang), peningkatan produktivitas pedet diperoleh karena adanya pengaruh neterosis (hybrid vigor). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penerapan IB pejantan Unggul Bos Taurus (Simmental dan Limousine) dengan sapi Bali induk terhadap terhadap penampilan pedet silangan yang dihasilkan. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Polewali Mamasa, Sulawesi Selatan selama 3 tahun sejak 1997–1999 sebagai daerah/lokasi, pelaksanaan program Inseminasi Buatan. Bangsa sapi induk yang digunakan adalah sapi Bali sebanyak 200 ekor yang disilangkan dengan pejantan Simmental dan Limousine. Sapi ternak yang dikaji adalah milik petani. Data keragaan reproduksi sapi akseptor dicatat dengan menggunakan kartu recording. Data yang dikumpulkan meliputi Conception Rate (%), Service per Conception (S/C), lama bunting, jarak beranak, bobot lahir, dan pengukuran anak setiap bulan. Service per Conception (S/C) dihitung berdasarkan jumlah pelayanan inseminasi yang diperlukan untuk mendapatkan satu kebuntingan. Conception rate (%) atau disebut laju kebuntingan adalah jumlah sapi yang bunting (dinyatakan dengan palpasi rectal) pada inseminasi pertama. Secara matematik laju kebuntingan (dalam persen) dinyatakan sebagai berikut : Conception rate (%) =
Jumlah sapi yang bunting dari hasil IB x 100 Jumlah seluruh sapi yang inseminasi
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan T test menurut (STEEL and TORRIE, 1993) HASIL DAN PEMBAHASAN Keberhasilan pelaksanaan program IB ditandai dengan penilaian Conception Rate (CR), Service per Conception (S/C), lama bunting, jarak beranak, bobot lahir disajikan pada Tabel 1.
60
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Tabel 1. Conception rate, Service perconception, lama bunting, arak beranak dan bobot lahir Parameter
n
Conception rate (%)
69
82
80
Service per conception (SR)
57
1,8 ± 0,23
1,6 ± 0,31
Lama bunting (hari)
58
282,4 a ± 7,51
298,5 b ± 0,31
Jarak beranak (hari)
Simmental X Bali
Limousine X Bali
b
49
406,6 ± 18,27
437,3 b ± 21,18
21
32,25 a± 4,56
29,51 b ± 5,41
25
a
28,32 a ± 5,23
Bobot lahir (kg) Jantan Betina
29,52 ± 5,43
Keterangan: a,b = huruf yang berbeda pada baris yang sama berdasarkan uji t menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Pada penelitian tersebut terlihat bahwa nilai CR dan S/C yang diperoleh telah mendekati apa yang ditargetkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan yaitu S/C: wilayah introduksi = 2,0–2,5; wilayah pengembangan 1,8–2,0; wilayah mandiri 1,5–1,8, demikian juga Conception rate. Lama bunting pada sapi persilangan Simmental x Bali nyata lebih pendek (P<0,05) dibandingkan sapi persilangan Limousine x Bali. Sebagai perbandingan. lama bunting sapi Bali 285,53–287,4 hari (DARMADJA, 1980; LIWA, 1991). Sedangkan jarak beranak pada sapi hasil persilangan Simmental x Bali lebih pendek dibandingkan persilangan Limousine x Bali. Namun demikian jarak beranak pada kedua persilangan ini masih lebih baik dibandingkan jarak beranak sapi Bali 478,5 sampai 555,48 (DARMADJA, 1980 dan LIWA, 1991). Lebih lanjut ASTUTI et al. (1983) mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi jarak beranak pada sapi adalah lama bunting, jenis kelamin, umur penyapihan, kawin, kebuntingan dan musim beranak. Namun yang terpenting adalah semakin lama pedet dipisahkan dari induknya akan semakin panjang jarak beranak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir anak jantan yang lebih berat dibandingkan dengan bobot lahir anak betina. Hasil ini sesuai yang dilaporkan DJAGRA et al (1979), bahwa bobot lahir dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur induk, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot lahir antara lain bangsa pejantan dan jenis kelamin (AZZAM dan NEILSEN, 1987). Pertambahan ukuran tubuh hasil persilangan antara pejantan Simmental dan Limousine dengan induk sapi Bali disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Pertambahan ukuran tubuh hasil persilangan Simmental x Bali dan Limousine X Bali Uraian
Jenis Pejantan
Bobot badan (kg/ekor/hari)
Tinggi pundak (cm/ekor/hari)
Panjang badan (cm/ekor/hari)
Lingkar dada (cm/ekor/hari)
Pedet
Simmental
0,57
0,23
0,26
0,40
Limousine
0,79
0,25
0,30
0,44
Rataan
0,68
0,24
0,28
0,42
Simmental
0,72
0,12
0,45
0,45
Limousine
0,78
0,16
0,47
0,49
Rataan
0,75
0,14
0,46
0,47
Dewasa
Keterangan: Pedet = 0-1 tahun Dewasa = 1-2,5 tahun
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran tubuh anak sapi persilangan antara pejantan Limousine lebih tinggi dibandingkan hasil persilangan antara pejantan Simmental, maupun antara 61
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
jantan lebih besar dibandingkan dengan anak betina keadaan ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang ada bahwa anak jantan konsisten lebih besar dari anak betina dan kedua bangsa sapi tersebut. Pertambahan ukuran tubuh pada pedet hasil persilangan pejantan Simmental x sapi Bali induk yaitu bobot badan, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada pada pedet masing-masing 0,57 kg/ekor/hari; 0,23 cm/ekor/hari 0,26 cm/ekor/hari; 0,40 cm/ekor/hari dan dewasa 0,72 kg/ekor/hari; 0,12 cm/ekor/hari; 0,45 cm/ekor/hari; 0,45 cm/ekor/hari untuk hasil persilangan pejantan Limousine x sapi Bali yaitu bobot badan, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada masing-masing pada pedet: 0,79 kg/ekor/hari; 0,25 cm/ekor/hari; 0,30 cm/ekor/hari; 0,44 cm/ekor/hari dan dewasa: 0,78 kg/ekor/hari; 0,16 cm/ekor/hari; 0,47 cm/ekor/hari; 0,49 cm/ekor/hari lebih tinggi dari pada penelitian THALIB (1989) melaporkan bahwa pedet berusia 120 hari sampai 205 hari laju pertumbuhan pedet keturunan Limousine terus terjadi penurunan sehingga menyamai kecepatan pertumbuhan yang dimiliki oleh pedet dari Brahman yaitu 0,60 kg/ekor/hari. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa bobot lahir hasil persilangan antara pejantan SimmentalxBali baik jantan maupun betina lebih tinggi dibandingkan dengan hasil persilangan antara pejantan LimosinexBali sedangkan laju pertumbuhan baik pedet maupun dewasa hasil persilangan antara pejantan SimmentalxBali lebih rendah dibandingkan pejantan LimosinexBali. DAFTAR PUSTAKA ASTUTI, M., W. HARDJOSOEBROTO, dan LEBDOSOEKOYO. 1983. Analisis jarak beranak sapi PO di Kecamatan Cangkringan, D.Y. Pros. Pertemuan Ilmu Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hal. 135-138. AZZAM, S.M and M.K. NEILSEN. 1987. Genetic Parameter for Gastation Length, Birth date and First Breeding Date in Beef Cattle. J. Anim. Sci.64-338. DARMADJA, D. 1980 Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Universitas Padjajaran, Bandung. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1996. Petunjuk Teknis Gerakan Sentra Baru Pembibitan Pedesaan Sapi Potong (Garakan Serba Bisa). Direktorat Bina Produksi Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DJAGRA, I.B.K. LANA dan SULANDRA. 1979. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Bobot Lahir dan Berat Sapih Sapi Bali. Proc. Seminar Kahlian di Bidang Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. LIWA, M. 1991. Jarak beranak dan ripitalitas bobot lahir sapi Bali yang dipelihara di bidang ternak. PT Bina Mulya Ternal. Sulawesi Selatan. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan I (2): 50-61. STEEL, R.G.D. and Y.A. TORRIE. 1993. Principals and Procedures of Statistic. Mc Graw/Hill Book, Company, INC, New York, Toronto, London. THALIB, CH. 1989. Pengaruh bangsa pejantan. Jenis kelamin dan musim terhadap bobot lahir dan lama kebuntingan pedet hasil persilangan Bos Taurus x Bos Banteng. Proc. Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Balai Penelitian Ternak Bogor.
62
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
DISKUSI Pertanyaan: Bagaimana menurut anda bahwa suatu produktivitas pedet (ADG, laju pertambahan ukuran tubuh) selain dipengaruhi oleh keragaman genetik juga dipengaruhi oleh keragaman lingkungan. Kalau benar, kenapa pengaruh keragaman lingkungan tidak dikoreksi terlebih dahulu. Jawab: Benar, namun faktor lingkungan tidak dikoreksi terlebih dahulu berhubung karena faktor lingkungan berupa pakan, jenis induk dan lain-lain hampir seragam.
63