PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) Bram Brahmantiyo dan L. Hardi Prasetyo
Balai Penelitian Ternak, Ciawi, PO. BOX 221 Bogor 16002 Email : Bramss_99©yahoo.com
ABSTRACT Indonesian duck production was rapidly growing as reflected by the development of national duck egg production . The aim of raising duck in Indonesia is to produce eggs, so the sustainability of DOD is very important. The aim of this research was to analyze productivity of modern hatching machine to hatch eggs from Alabio and Mojosari breeds. A number of 2,983 eggs of Alabio and 2 .482 eggs of Mojosari ducks were hatched in Balitnak incubators. The eggs were placed in the incubators in ten batches. Completely Randomized Design with breed as treatments and 10 replications were used in this research . Data were analyzed by anova procedure using statistical analysis system package program. The results showed that breed influenced the hatchability (P<0.01). The hatchability of Alabio duck eggs was higher than the hatchability of Mojosari eggs . The hatchability values were 48 .98 percent and 40.87 percent respectively . Key words : Fertility, hatchability, Alabio, Mojosari, duck.
ABSTAAK Perkembangan produksi itik di Indonesia sangat pesat yang dicerminkan dengan meningkatnya produksi telur itik secara nasional. Itik-itik yang dipelihara di Indonesia adalah itik dengan tujuan produksi telur, sehingga jaminan ketersediaan bibit untuk kelangsungan produksi menjadi sangat penting. Penelitian dilakukan untuk mengetahui performan reproduksi telur itik bangsa Alabio dan Mojosari. Sebanyak 2 .983 butir telur itik bangsa Alabio dan 2 .482 butir telur Mojosari ditetaskan menggunakan mesin tetas di Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor. Telur tetas dimasukkan secara bertahap selama sepuluh kali periode penetasan sebagai ulangan . Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan bangsa itik dan 10 ulangan. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat perbedaan daya tetas (P<0,01) antara jenis itik. Itik Alabio mempunyai daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan Mojosari. Daya tetas berturut-turut sebesar 48,98 persen dan 40,87 persen . Kata kunci : Fertilitas, daya tetas, Alabio, Mojosari, itik
PENDAHULUAN Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah berawa yang memiliki kelembaban tinggi sesuai dengan wilayah hutan hujan tropis. Sedang itik Makalah Penunjang (Poster) -
73
Mojosari berkembangbiak dengan baik di daerah jawa Timur dengan lingkungan kering dan daerah persawahan . Pemehharaan itik Mojosari banyak dilakukan dengan digembalakan dengan pakan utama sisa-sisa panen padi . Pengembangan usaha peternakan itik sebagai penghasil telur harus disesuaikan dengan kemampuan mengelola dan mempertahankan sumber daya produksi . Usaha produksi day old duck (DOD) harus dilakukan untuk menjamin produksi telur selanjutnya. DOD sebagai produk dari penetasan telur itik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sentra produksi telur itik berada . Pemanfaatan mesin tetas telah menunjukkan keberhasilan dalam menetaskan telur itik dan menghasilkan DOD yang terjamin ketersediaannya setiap saat . Mesin tetas otomatis dapat menetaskan telur itik dalam jumlah besar dengan pengontrol suhu, kelembaban, sirkulasi udara dan pemutaran telur yang otomatis atau dapat dikontrol dari luar, sehingga diharapkan kondisi lingkungan penetasan dapat optimal. Performan reproduksi yang dicerminkan oleh daya tetas telur penting dalam produksi unggas . Perbedaan lingkungan dimana bangsa itik dikembangkan diduga dapat mempengaruhi performan reproduksi . Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk performan reproduksi bangsa itik Alabio dan Mojosari .
mengetahui
tingkat
MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor dari bulan Oktober 2000 sampai bulan Februari 2001 . Inseminasi buatan dilakukan untuk membuahi induk-induk betina yang dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Sebanyak 2.983 butir telur Alabio dan 2.482 butir telur Mojosari ditetaskan dalam 10 kali penetasan sebagai ulangan. Telur dibersihkan dengan air hangat dan dilakukan fumigasi selama 30 menit (5 mg KMN04 + 10 cc formalin 40%) pada telur dan mesin tetas.
Candling dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 untuk menentukan yang fertil . Pada hari ke-24, telur dipindahkan dari setter ke hatcher. Suhu dan kelembaban setter adalah 370C, 60%, sedang pada hatcher suhu dan temperaturnya berturut-turut 36,5 0C dan 75%. Peubah yang diamati adalah fertilitas, kematian embrio, daya tetas, dan bobot DOD. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan bangsa itik . Data diolah menggunakan prosedur anova dengan bantuan Statistics Analytical System (SAS,1997) .
74 - Lokakarya Nasional Unggas Air2001
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah telur yang ditetaskan untuk masing-masing itik adalah 2.983 butir telur Alabio dan 2.482 butir Mojosari. Telur fertil dari semua telur yang ditetaskan berjumlah 2.398 butir Alabio (rata-rata 79,18%) dan 1.805 butir Mojosari (74,97%) . Fertilitas telur kedua bangsa itik yang ditetaskan tidak berbeda nyata (P>0,05) . Lasmini et al . (1992) memperoleh fertilitas untuk itik Tegal dan Mojosari yang tidak berbeda, yaitu sebesar 82% dan 80% . Fertilitas yang tidak berbeda pada penelitian ini dan juga pada penelitian Lasmini et al . (1992) dikarenakan penggunaan inseminasi buatan untuk membuahi induk betina dilakukan dengan dosis dan waktu yang sama . Menurut Srigandono (1986) fertilitas dipengaruhi oleh rasio jantan betina yang tidak tepat, ransum induk kurang memenuhi syarat, pejantan yang dipergunakan terlalu tua dan steril, terjadi perkawinan preferensial dan telur tetas terlalu lama disimpan.
Kematian embrio telur itik Alabio lebih rendah dibandingkan dengan telur itik Mojosari . Sebanyak 1 .006 (42,36%) embrio mati pada telur fertil itik Alabio dan 928 (48,97%) embrio mati pada telur fertil itik Mojosari . Kematian embrio yang cukup tinggi diduga dikarenakan terjadinya perubahan panas metabolisme embrio yang diakibatkan aktivitas pertumbuhan embrio . Berdasarkan penelitian Jull (1957) dalam Lasmini et al. (1992) bahwa embrio pada penetasan mengalami masa kritis pada periode awalnya yakni saat berkembangnya sistem peredaran darah dan pada periode akhir masa penetasan terjadi perubahan fisiologis dari sistem pernafasan alantois menjadi gelembung udara. Sedang French (1997) menyatakan bahwa perkembangan embrio sangat dipengaruhi oleh temperatur mesin tetas, produksi panas metabolis embrio, suhu konduktansi pada telur dan udara sekitar. Pada tahap awal penetasan, suhu embrio agak lebih rendah dibandingkan suhu mesin tetas karena adanya pendinginan akibat evaporasi . Akan tetapi, sejak tahap pertengahan dan selanjutnya, produksi panas metabolis embrio meningkatkan suhu embrio di atas suhu mesin tetas. Terjadinya peningkatan suhu embrio tergantung pada konduksi panas yang pada gilirannya sangat dipengaruhi sirkulasi udara di sekitar telur. Sehingga pengaturan laju udara sangat mempengaruhi penetasan buatan (French, 1997). Sedang Harun et al (2001) yang meneliti penetasan buatan pada telur entok dengan penyiraman air dan pendinginan selama 30 menit menyimpulkan bahwa 1) tingkat laju metabolisme embrio sangat penting dalam keberhasilan penetasan telur, 2) kemampuan menetas dari telur diduga dipengaruhi karakteristik telur seperti panjang telur dan laju metabolisme embrio, dan 3) suhu mesin tetas 37,50C dengan penyemprotan air dan pendinginan meningkatkan daya tetas. Sehingga tingginya tingkat kematian embrio disebabkan variasi ukuran telur yang ditetaskan sehingga menimbulkan perbedaan dalam laju metabolisme embrio, dan perbedaan evaporasi telur dalam mesin tetas.
Makalah Penunjang (Poster) - 75
Pada Tabel 1 dapat dilihat data rataan dan standard error produktivitas telur setiap bangsa itik yang dipelihara yaitu rataan telur yang ditetaskan, jumlah telur yang :nnc letas, fertilitas, embrio mati, daya tetas dan bobot DOD. Daya tetas dipengaruhi oleh bangsa itik (P<0,01), dengan daya tetas telur itik Alabio lebih tinggi yaitu sebesar 48,98% dibandingkan telur itik Mojosari sebesar 40,87% . Tabel 1. Nilai rataan penetasan telur itik Alabio dan Mojosari
Peubah
Bangsa Itik
Alabio Mojosari Rataan S.E . Rataan S.E . Telur ditetaskan per periode (butir) 298,30 44,65 248,20 36,60 Jumlah Telur Menetas (butir) 119,70 22,13 75,70 12,97 Fertilitas (%) 79,18 2,71 74,97 2,88 Embrio Mati (%) 42,36 4,72 48,97 3,83 Daya Tetas (%) 48,98A 2,16 40,87B 2,64 Bobot DOD (g) 39,85 0,66 41,10 0,60 Keterangan: Superskrip yang berbeda dalam baris yang sama, berbeda sangat nyata (P<0,01) . Daya tetas telur itik Mojosari dan Alabio masih cukup baik dibandingkan hasil penelitian sebelumnya . Lasmini et al . (1992) memperoleh daya tetas sebesar 35,8% dan 50.5% untuk itik Tegal dan Alabio dengan menggunakan mesin tetas listrik. Selanjutnya untuk mesin tetas minyak tanah diperoleh daya tetas sebesar 26,8% pada itik Tegal dan 57,4% pada itik Alabio . Tinggi rendahnya daya tetas bergantung kualitas telur tetas, sarana penetas, ketrampilan pelaksana dan kualitas mesin tetasnya (Martojo et al., 1979 dalam Lasmini et al ., 1992). Sedang Hodgetts (1991) dalam Harun et al . (2001) menyatakan bahwa daya tetas dari penetasan buatan pada telur itik adalah rendah (65-82%) dibandingkan telur ayam (81-85%) . Laju udara sangat berpengaruh terhadap suhu konduktansi. Laju udara sangat bervariasi di antara lokasi tray dalam mesin tetas. Peningkatan suhu pada kecepatan fan terendah sangat menurunkan daya tetas (Meijerhof and van Beek, 1993 dalam French, 1997) . Suhu optimum mesin tetas juga sangat berpengaruh terhadap days tetas, yaitu 1) suhu optimun yang konstan untuk unggas antara 37-3800, tetapi penetasan juga dapat terjadi pada suhu antara 35-40,50C, 2) embrio sangat sensitif terhadap suhu tinggi dibanding suhu rendah, 3) suhu yang kurang optimal berpengaruh pada derajat penyimpangan dari optimum dan lamanya waktu yang digunakan, 4) embrio sangat sensitif terhadap suhu suboptimal pada awal penetasan dibandin.gkan pada akhir penetasan (French, 1997).
76 - Lokakarya Nasional Unggas Air 2001
Daya tetas juga sangat dipengaruhi oleh status nutrisi induk. Menurut Wilson, (1997) status nutrisi induk sangat penting dalam pembentukan telur, ketersediaan gizi yang seimbang dibutuhkan bagi perkembangan embrio yang normal . Akibatnya embrio dapat mati jika telur kekurangan, kelebihan atau ketidak-seimbangan nutrisi. Penyakit, infeksi parasit, keracunan, bisa, atau obat-obatan dapat menyebabkan masalah nutrisi yang mempengaruhi daya tetas. Bobot DOD itik yang ditetaskan tidak dipengaruhi oleh bangsa itik . Rataan bobot DOD itik Alabio adalah 39,85 g/ekor sedangkan itik Mojosari sebesar 41,10 g/ekor . Bobot DOD ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Lasmini dan Heriyati (1992) yang memperoleh bobot tetas itik Alabio (42,44 g/ekor) lebih rendah dari itik Tegal (45,11 g/ekor). Bobot DOD itik dipengaruhi oleh bobot telur yang akan ditetaskan . Menurut Prasetyo dan Susanti (2000) bobot telur pertama itik Alabio (56,39 g/butir) lebih tinggi dibandingkan telur itik Mojosari (53,69 g/butir).
KESIMPULAN Daya tetas telur itik Alabio sebesar 48,98% dan lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan telur itik Mojosari yaitu 40,87% . Sedangkan fertilitas telur, kematian embrio dan bobot DOD tidak berbeda antar bangsa yaitu berturut turut sebesar 79,18%, 42,36% dan 39,85 g/ekor untuk itik Alabio, 74,97%, 48,97% dan 41,10 g/ ekor untuk itik Mojosari .
DAFTAR PUSTAKA French., N.A. 1997. Modelling incubation temperature: The effects of incubator design, embryonic development, and egg size. J. Poultry Science 76: 124-133. Harun, M. A. S., R. J. Veeneklaas, G. H. Visser and M. van Kempen. 2001. Artificial incubation of muscovy duck eggs : Why some eggs hatch and others do not. J. Poult. Sci . 80 :219-224 Lasmini, A., R. Abdulsamie dan N. M. Parwati. 1992 . Pengaruh cara penetasan terhadap daya tetas telur itik Tegal dan Alabio . Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Unggas dan Aneka Ternak . Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor. Hal. 31-34. Prasetyo, L.H. dan T. Susanti. 2000 . Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari : Periode awal bertelur . J. Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4) : 210-214. Statistics Analytical System . 1997 . SAS User's Guide. SAS Inst., Inc., Cary. NC .
Makalah Penunjang (Poster) - 77
Setiadi, P., A. Lasmini, A. R. Setioko dan A. P. Sinurat. 1992 . Pengujia n metode penetasan telur itik Tegal di pedesaan. Pros . Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Unggas dan Aneka Ternak. Balitnak Ciawi, Bogor. Hal. 38-42. Srigandono, B. 1986 . Ilmu Unggas Air. Gajah Mada University . Yogyakarta .
Wilson, H.R . 1997. Effects of maternal nutrition on hatchability . J. Poult. Sci. 76 :134-143 .
78 - Lokakarya Nasional Unggas Air 2001