ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE)
SKRIPSI PRI MENIX DEY
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN PRI MENIX DEY. D14080200. 2012. Analisis Keraga man Genetik Protein Darah Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari dengan Menggunakan Metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur,Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat dan sangat popular dibandingkan unggas air lainnya seperti entog dan angsa. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard.Keunggulan ini menjadi potensi ekonomi yang bagus dibandingkan unggas lainnya. Rendahnya produktivitas, kurangnya informasi serta belum adanya pengembangan dan perbaikan mutu genetik menyebabkan pengembangan potensi itik belum optimal. Pendekatan karakterisasi dan potensi genetik perlu dilakukan untuk mempopulerkan dan meningkatkan manfaat itik agar dapat dijadikan sebagai pedoman dalam upaya pembudidayaannya.Sehubungan dengan perbaikan mutu genetik, maka perlu diketahui keragaman ge netik dari itik. Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsabangsa dalam populasi. Salah satu indikator yang menentukan tingkat keragaman genetik adalah protein darah. Penelitian ini bertujuanuntuk mempelajari keragaman genetik protein darah pada lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1 dan PTf-2 pada itik Pegagan, Mojosari dan Alabio dan untuk mengetahui jarak genetik dari ketiga itik tersebut. Sampel itik yang digunakan sebanyak 30 sampel yang terdiri dari 10 sampel itik Pegagan, 10 sampel itik Alabio dan 10 sampel itik Mojosari. Identifikasi keragaman genetik protein darah dilakuka n menggunakan pendekatan Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) yang diwarnai de ngan Coomassie Brilliant Blue (CBB). Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan frekuensi genotipe, frekuensi alel, keseimbangan Hardy-Weinberg, heterozigositas, jarak genetik da n po hon filogenik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada populasi itik Pegagan, Alabio dan Mojosari berdasarkan lokus albumin (Alb), post albumin (Palb), transferrin (Tf), post transferrin-1 (PTf-1) dan post transferrin-2 (PTf-2). Pada lokus albumin ditemukan tiga genotipe, yaitu AB (1,67), BB (0,13), dan BC (0,13) yang menghasilkan tiga alel, yaitu alel A (0,83), alel B (1,30), dan alel C (0,07). Lokus post albumin ditemukan tiga macam genotipe, yaitu AA (0,63), AB (0,17), dan BB (0,20) yang menghasilkan dua alel, yaitu alel A (1,48) dan alel B (0,82). Lokus transferrin terdiri da ri dua ge notipe, yaitu AC (0,93) dan BC (0,07) yang menghasilkan tiga buah alel, yaitu alel A (1,07), alel B (0,03), dan alel C (0,50). Lok us post transferrin-1 terdiri dari dua genotipe, yaitu AA (0,97) dan AB (0,03) yang menghasilkan dua alel, yaitu alel A (0,98) dan alel B (0,02). Lokus post transferrin-2 terdiri dari tiga macam genotipe, yaitu AA (0,60), AB (0,23), dan BB (0,17) yang menghasilkan dua alel, yaitu alel A (0,50) dan alel B (0,50). Berdasarkan pengujian keseimbangan populasi itik Pegagan, Alabio dan Mojosari, semua lokus yang diteliti pada itik Alabio menunjukkan dalam keadaan tidak seimbang dan begitu juga pada Lok us post transferrin-2 pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti berada dalam keadaan tidak seimbang. Nilai rataan
heterozigositas itik lokal petelur pada ketiga populasi Pegagan, Alabio dan Mojosari sebesar 0,65. Hubungan kekerabatan yang paling dekat terdapat antara populasi Itik Alabio da n Pegagan (1,47), dan hubungan kekerabatan yang paling jauh terdapat antara itik Pegagan dan Mojosari (1,58). Lok us albumin, post albumin, transferrin, post transferrin-1 dan post transferrin-2 pada Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari bersifat polimorfik. Terdapat perbedaan pada setiap populasi itik pegagan, Alabio dan Mojosari berdasarkan hasil analisis protein darah. Lok us post transferrin-2 pada ketiga jenis itik petelur tidak dapat didefinisikan, begitu juga pada populasi Itik Alabio.Nilai heterozigositas itik Pegagan lebih tinggi dibandingkan dengan itik Mojosari dan Alabio. Hubungan kekerabatan yang paling dekat adalah antar itik Pegagan dengan itik Alabio sedangkan hubungan kekerabatan yang pa ling jauh ada lah antar itik Pegagan de ngan itik Mojosari. Kata-kata kunci : Itik lokal, PAGE, polymorphism, heterozigositas, protein darah
ABSTRACT Blood Protein Polymorphism Analysis of Pegagan, Alabio, and Mojosari Duckswith Polyac rylamide Gel Electrophoresis (PAGE)Method The objective of this study was to estimate the blood protein polymorphisms of the Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1, and Post Transferrin-2 in Pegagan, Alabio, and Mojosari ducks. This study utilized PAGE method to identify the polymorphism of blood sprotein. Genotyping was performed on 30 samples of ducks blood, which include 10 samples of Pegagan duck, 10 samples of Mojosari duck, and 10 samples of Alabio duck. Genotype and allele frequency, HardyWeinberg equilibrium, heterozigosity, genetic distance, and phylogenetic tree were performed in order to describe the polymorphisms of blood protein. The result showed that the averageof heterozygosity in all population was 0.65.The ducks in pegagan d uck have a far relathionship with the Mojosari duck and the pegagan duck has a closer relathionship with the Alabio duck. The highest mean allele frequency was found in locus A alelle of post albumin (1.48) and the lowest mean allele frequency was found in B allele of PTf-1 loc us. Ducks blood protein polymorphisms were found for Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 and Post Transferrin-2. Keywords : local duck, PAGE, polymorphism, heterozigositas, blood protein
ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE)
PRI MENIX DEY D14080200
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Mempe roleh ge lar Sarjana Peternakan pada Fak ultas Peternakan Institut Pe rtanian Bogo r
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul : Analisis Keragaman Protein Darah Itik Pegagan, Alabio danMojosari denga n MetodePolyacrylamideGel Electrophoresis (PAGE) Nama : Pri Menix Dey NIM : D14080200
Menye tujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Prof.Dr.Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc NIP. 19610210 198603 1 003
Dr.Ir.Sri Darwati, M.Si NIP: 19631003 1989032 001
Menye tujui, Ketua Departemen IPTP
Prof.Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 7 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 10 April 1990 di Sijunjung, Sumatra Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yudalius S.pd dan Ibu Deswita S.pd. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1997 di Sekolah Dasar Negeri 11 Koto Palaluar Sijunjung dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan menengah tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sijunjung. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sijunjung pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternaka n. Penulis Pernah menjadi Komti pada saat tahapan persiapan bersama (TPB), pernah menjadi pengurus dan anggota BKIM IPB, pernah aktif dan terlibat menjadi anggota dan pengurus di Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang Bogor (IPMM Bogor), pernah menjadi Bendahara umum HMI komisariat Fakultas Peternakan, pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Sawahlunto Sijunjung dan Darmasraya pada periode 2009-2010, pernah menjadi Wakil ketua IPMM Bogor pada periode 2011-2012, pernah menjadi pengurus BEM KM IPB pada periode 2010-2011 dan Menjadi pengurus HMI Cabang Bogor periode 2012-2013. Penulis juga terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan akademik dan sosial yang dilakukan mahasiswa, Penulis juga pernah berkesempatan mendapatkan Beasiswa dari Bank Indonesia periode 2010-2011.
KATA PENGANTAR Puji da n syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala anugrahNya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Analisis Keragaman Genetik Protein darah Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari denga n Menggu nakan Metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ternak Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat dan sangat populer dibandingkan unggas air lainnya seperti entog dan angsa. Namun, sampai saat ini informasi genetik itik lokal di Indonesia secara umum masih sangat terbatas. Informasi genetik sangat menunjang program
pemuliaan ternak Itik. Sehubungan
dengan perbaikan mutu genetik, maka perlu diketahui keragaman genetik dari itik. Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi. Salah satu indikator yang menentukan tingkat keragaman genetik adalah protein darah. Sehingga penelitian yang dilakukan bertujuanuntuk mempelajari keragaman genetik protein darah lokus Alb, PAlb, Tf, PTf1 dan PTf-2 pada itik Pegagan, Mojosari dan Alabio dan untuk mengetahui jarak genetik. Penelitian ini
dengan melakukan studi keragaman genetik itik lokal
mengunakan metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang.
Bogor, 7 September 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
RINGKASAN……………………………………...…….........……................
i
ABSTRACT.……………………………...................….......…………............
ii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………....……………...............
iv
LEMBAR PENGESAHAN……………………………....…...........................
v
RIWAYAT HIDUP………………………………………....…………............
vi
KATA PENGANTAR………………………………………...……................
vii
DAFTAR ISI………………………………………………...........…...............
vii
DAFTAR TABEL………………………………..…………….....…...............
viii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………….....................
xi
PENDAHULUAN……………………………………....…………..................
1
LatarBelakang……………………………….......…………................ Tujuan…………………………….............…………………................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA………………….......……………………..................
3
Itik Lokal............................………………....………………….......... Protein Darah.......................….…………………...…………............. Polimorfisme Protein Darah………....................……………............. Analisis Keragaman Genetik……………………….....……............... Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE).......................................
3 4 5 6 8
METODE……………………………………………………….................... LokasidanWaktu….…………………….......…………................ Materi………………………………………………………………..... Sampel Darah......………………………………………........ Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE)........................... Buffer Elektroda.........…….......……………......................... Pewarnaan Protein…….....………………….......................... Prosedur……………………………………………………………...... PengambilanSampel Darah……………........…..................... Preparasi Sampel….………………......….............................. Elektroforesis Protein Darah……………….............................. Visualisasi dan Genotyping…………….....…........................ Analisis Data………………………...…................................... FrekuensiGenotipe................………………………………..... Frekuensi Alel........................................................................... Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg................................. Heterozigositas………………………………........................... Jarak Genetik dan Pohon Filogenik............................................ HASIL DAN PEMBAHASAN………………………...……….......................
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 13 13 13 14 14 15 15 16 x
Keragaman Protein Plasma Darah…………………….......................... Lokus Albumin (Alb) ……………….................................................... Lokus Post Albumin (Palb)…………......................………….............. Lokus Transferrin (Tf).............................……….....…......................... Lokus Post Transferrin-1 (PTf-1).......................................................... Lokus Post Transferrin-2 (PTf-2)........................................................ Frekuensi Alel..................................................................................... Keseimbangan Hardy-Weinberg......................................................... Heterozigositas.................................................................................... Jarak Genetik dan PohonFilogenetik..................................................
16 17 18 18 19 19 20 22 23 24
KESIMPULAN DAN SARAN……….…………………………………….....
26
Kesimpulan…………………………….…………………………….... Saran……………………......……………..…….................………….
26 26
UCAPAN TERIMA KASIH….........……………………………………….....
26
DAFTAR PUSTAKA………………........…………………………................
28
LAMPIRAN……………….............…………………………………..............
31
xi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Frekuensi Genotipe Lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2..…….........
3
2.
Frekuensi Alel Pegagan, Alabio dan Mojosari .................................
5
3.
Hasil uji X2 pada Pegagan, Alabio dan Mojosari.......…...................
15
4.
Nilai Heterozigositas pada Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari........
16
5.
Jarak genetik Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari..............................
17
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari........................................................
Halaman 4
2.
Prinsip Dasar Disc-electrophoresis......................................................
9
3.
Contoh Pita Protein Darah..................................................................
9
4.
Kurva Berat Molekul Protein.............................................................
10
5.
Preparasi Sampel Darah Itik................................................................
12
6.
Pola Pita Protein Darah.......................................................................
13
7.
Visualisasi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2..............................
15
8.
Reko nstruksi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2...........................
15
9.
Dendogram Pohon Filogenik Itik .......................................................
23
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Lampiran............................................................................…............
30
2.
Perhitungan Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg..............................
31
16
PENDAHULUAN Latar Belakang Itik merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat dan sangat popular dibandingkan unggas air lainnya seperti entog dan angsa. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara da n merupakan itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard. Itik tersebut dijinakkan oleh manusia hingga terbentuk itik yang dipelihara sekarang yang disebut Anas domesticus (ternak itik) (Chaves dan Lasmini, 1978). Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya diantaranya keanekaragaman hayati ternak, termasuk itik. Oleh karena itu, itik sudah begitu akrab dikalangan masyarakat dan banyak dipelihara, maka unggas ini sering disebut itik loka l.Itik lokal umumnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap daerah dan pemberian namanya disesuaikan berdasarkan letak geografisnya. Itik Pegagan adalah itik yang berasal dari Provinsi Sumatera Selatan dan merupaka n salah satu plasma nutfah asli yang dimiliki oleh Indo nesia sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan. Itik ini berbeda dengan itik Tegal, Bali, dan Alabio. Itik Pegagan belum banyak dikenalmasyarakat. Jenis itik ini banyak dipelihara oleh masyarakat suku Pegaga n yang bermukim di kawasan rawa lebak sepanjang aliran sungai Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan sekitar 50 km dari pusat kota Palembang. Populasi itik Pegagan saat ini diperkirakan hanya 10% dari populasi itik di Sumatera Selatan. Keunggulan itik lokal ini dibanding itik lokal lainnya yaitu berat badan rata-rata itik dewasanya dapat mencapai
2 kg sehingga itik afkirnya bisa
digunakan sebagai itik pedaging, serta berat telur rata-rata dapat mencapai
70 g
(Brahmantiyo et al., 2003). Keunggulan ini menjadi potensi ekonomi yang bagus dibandingkan telur itik lainnya. Rendahnya produktivitas, kurangnya informasi serta belum adanya pengembangan dan perbaikan mutu genetik
menyebabkan
pengembangan potensi itik Pegagan ini belum optimal. Pendekatan karakteristik dan potensi genetik perlu dilakukan untuk mempopulerkan dan meningkatkan manfaat itik
Pegagan,
agar
dapat
dijadikan
sebagai
pedoman
dalam
upaya
pembudidayaannya. Sehubungan dengan perbaikan mutu genetik, maka perlu diketahui keragaman genetik dari itik Pegagan ini. Begitu juga dengan kedua jenis itik yang juga ikut 17
diteliti yaitu itik Alabio dan itik Mojosari. Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi. Salah satu indikator yang menentukan tingkat keragaman genetik adalah protein darah. Protein darah merupakan salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida,
biokatalisator,
hormone reseptor,
tempat
penyimpanan informasi genetik serta merupakan produk lansung gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Protein darah dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik dengan menggunakan metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) (Stenesh, 1984). Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaman genetik protein darah pada lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1 dan PTf-2 pada itik Pegagan, Mojosari dan Alabio. Selain itu, pe nelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui jarak genetik antara ketiga jenis populasi itik.
18
TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica.Proses domestikasi membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu. Perubahan ini diperkirakan akibat campur tangan manusia untuk mengembangkan ternak itik dengan tujuan khusus dan juga karena jauhnya jarak waktu domestikasi dengan waktu pengembangan (Chaves dan Lasmini, 1978).Itik-itik yang ada sekarang merupaka n ke turunan da ri Mallard berkepala hijau (Anas plathyrhynchos plathyrhynchos). Beberapa itik lokal yang banyak dipelihara oleh masyarakat di pulau Jawa antara lain yaitu itik Tegal, itik Mojosari, itik Magelang, itik Cihateup dan itik Cirebon (Haase dan Donham, 1984). Itik lokal lain masih banyak yang kurang popular, salah satunya adalah itik Pegagan yang berasal dari Sumatera Selatan. Itik bukan merupakan ternak asli Indonesia, karena keberadaannya yang sudah cukup lama sehingga masyarakat menganggap sebagai ternak lokal. Hal ini tergambar dari apresiasi dalam nama galur ternak yang disesuaikan dengan nama daerah itik berkembang. Nama yang cukup populer diantaranya itik Alabio, itik Tegal, itik Bali, itik Mojosari(Iskandar et al., 1993; Prasetyo dan Susanti, 1997; Setioko et al., 1997; Yuwanta et al., 1999 dan Brahmantiyo et al., 2003). Ciri-ciri itik Pegagan mempunyai bentuk tubuh bulat dan datar dengan sikap tubuh pada saat berdiri condong 45o , bentuk kaki bulat, besar dan kekar dengan warna kaki hitam mengikuti warna paruh. Itik betina pada sayapnya terdapat bulu berwarna hijau mengkilat kehitaman dan di sekitar mata terdapat alis mata berwarna keabu-abuan, warna bulu antara kehitaman dan keabuan. Itik jantan memiliki warna bulu putih keabuan pada bagian kepala, leher, sayap sedangkan ekor berwarna hijau mengkilat kehitaman, pada leher terdapat warna bulu putih keabuan melingkar seperti cincin (Pramudyati, 2003). Bentuk dari itik Pegagan, Mojosari da n Alabio seperti disajikan pada Gambar 1.
19
Gambar 1. Itik Pegagan, Alabio dan Mojosari (Pramudyati, 2003) Itik Alabio memiliki beberapa sifat karakteristik antara lain : bentuk tubuh membuat garis segitiga dengan kepala kecil dan membesar kebawah, be rdiri tidak terlalu tegak membuat sudut 45 0 dengan dasar tanah (Nawhan, 1991). Postur tubuh condong membentuk sudut 600 (Alfiyati, 2008). Itik jantan memiliki warna bulu pada kepala bagian atas berwarna kelam coklat mengkilap (Alfiyati, 2008). Warna bulu pada betina coklat kelam, tidak ada kalung putih dileher, dada kecoklatan, bulu badan berwarna coklat agak biru kehijauan, kaki berwarna jingga, serta bagian atas mata terdapat garis kelam menyerupai alis mata (Setioko dan Istiana, 1999; Susanti dan Prasetyo, 2007). Karakteristik itik Mojosari menurut Prasetyo et al. (1998) memiliki bentuk tubuh seperti botol dan berjalan tegak, warna bulu itik jantan maupun be tina tidak berbeda, yaitu berwarna kemerah- merahan bervariasi coklat, hitam dan putih. Itik jantan dan betina dapat dibedakan dari bulu ekor, yaitu selembar atau dua lembar buluh ekor yang melengkung keatas pada jantan. Warna paruh dan kaki itik jantan lebih hitam dibandingkan itik be tina. Protein Darah Protein darah merupaka n salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida, hormon reseptor, biokatalisator dan tempat penyimpanan informasi genetik.Makromolekul tersebut yaitu biopolimer yang dibentuk dari unit monomer untuk asam nukleat adalah nukleotida, sedangkan monomer untuk kompleks polisakarida adalah devirat gula dan monomer untuk protein adalah asam amino (Rodwell, 1983).Protein merupakan komplek makromolekul yang terdiri dari asam amino dan tersusun dengan adanya ikatan peptida dalam bentuk linear dan tidak bercabang.Struktur protein terdiri dari empat bentuk, yaitu primer, sekunder, tersier dan kuartener (Rosenberg, 2005). Persentase kandungan protein dalam plasma
20
berkisar antara 2-3% dari bobot tubuh dan kandungan protein dalam tubuh sekitar 15-18% dari bobot tubuh (Riss, 1983). Darah merupakan jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup.Darah terdiri dari unsur sel darah merah, sel darah putih dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma.Plasma merupakan campuran yang sangat kompleks tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipoprotein.Protein plasma terdiri dari fibrinogen, albumin, da n globulin, albumin merupakan bahan yang paling tinggi konsentrasinya dan mempunyai berat molekul paling rendah dibandingkan molekul protein utama plasma (Nicholas, 1987). Polimorfisme Protein Darah Studi polimorfisme adalah studi tentang karakteristik dari berbagai protein. Polimorfisme yaitu suatu keadaan yang terdapat beberapa bentuk fenotipe yang berbeda yang berhubungan satu sama lainnya. Polimorfisme suatu protein darah dapat dipelajari melalui struktur protein atau enzim karena perbedaan basa dalam DNA dianggap sebagai sifat biokimia untuk membedakan jenis organisme.Enzim dan protein terdiri dari satu atau lebih rangka ian po lipeptida yang dibawa oleh gen pada lokus yang sama atau berbeda sehingga dengan adanya pola pita polimorfisme protein dan enzim dapat dianggap sebagai ciri fenotipe dari suatu individu.Pita-pita yang terbentuk dapat diduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel dalam lok us yang sama atau lokus yang berbeda (non alel gen) (Selander, 1976; Nicholas,1987). Protein darah merupakan produk dari gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan, selain itu protein ini terdiri dari satu atau lebih rangkaian polipeptida yang dibawa oleh gen pada lokus yang sama atau lokus yang berbeda, sehingga dengan adanya pola pita yang memiliki karakteristik tertentu pada polimorfisme protein, dapat dianggap seba gai fenotip da ri suatu individu (Kimura et al., 1980).Studi polimorfisme dapat digunakan teknik elektroforesis sebagai proses analisisnya, elektroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi alel dan gen dari suatu individu namun dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam populasi (Maeda et al., 1980).
21
Perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan gerakannya dalam elektroforesis gel. Molekul yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Banyaknya kelompok keragaman bentuk protein darah menunjukkan karakteristik protein darah tertentu. Setiap kelompok protein darah akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Protein tersebut merupakan penampilan bentuk alel pada lokusnya (Nicholas, 1987). Jika arus listrik dialirkan pada suatu media penyangga yang telah berisi protein plasma, maka proses migrasi terhadap komponen-komponen protein tersebut dimulai. Protein albumin mengalami proses migrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan protein globulin (Harper et al., 1980). Sejumlah besar perbedaan-perbedaan yang diatur secara genetis telah ditemukan dalam globulin
(transferrin), albumin, enzim-enzim darah dan
hemoglobin. Perbedaan-perbedaan pola migrasi protein tersebut ditentukan dengan prosedur biokimia, antara lain dengan elektroforesis. Polimorfisme biokimia yang diatur secara genetis sangat berguna dalam penentuan asal- usul, menyusun hubungan filogenetis antara spesies, bangsa dan kelompok-kelompok dalam spesies yang merupakan hasil utama dari produk gen (Warwick et al., 1990). Analisis Keraga man Genetik Blott et al.(2003) menyatakan bahwa pengetahuan akan keragaman genetik suatu bangsa ternak akan sangat bermanfaat bagi keamanan dan ketersediaan bahan pangan yang berkelanjutan.Keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan penciri suatu sifat khusus.Suatu populasi jika berada dalam keseimbangan HardyWeinberg maka genotipe pengamatan dalam populasi tersebut mendekati dengan nilai harapannya atau sebaliknya. Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor, 2010). Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa nilai frekuensi alel dapat menunjukkan ada atau tidaknya polimorfisme pada gen atau lokus. Gen dikatakan bersifat polimorfik apabila salah satu alelnya memiliki frekuensi kurang dari 99%
22
atau 95% (Hartl, 1988). Sebaliknya gen dikatakan monomorfik apabila tidak memenuhi kriteria polimorfik. Keragaman genetik dapat digunaka n untuk menganalisis hubungan genetik suatu spesies antar subpopulasi.Prinsipnya yaitu kemungkinan adanya alel bersama yang dimiliki antara subpop ulasi yang disebabkan oleh migrasi.Alel bersama ini juga mengidentifikasikan adanya asal- usul atau tetua yang sama (Hartl, 1988). Keragaman genetik dapat dihitung secara kuantitatif dengan menggunakan nilai frekuensi alel.Berdasarkan nilai frekuensi alel maka selanjutnya dapat dibandingkan perbedaan antar gen, baik di dalam maupun antar populasi. Frekuensi alel adalah proporsi jumlah suatu alel terhadap jumlah total alel dalam suatu populasi pada lokus yang sama (Nei dan Kumar, 2000).Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) menyebutkan bahwa pada itik Talang Benih dan itik Cihateup memiliki 3 pita alel yaitu AlbA, AlbB , dan Alb C, dengan frekuensi 0,555 dan 0,315. Hasil yang sama diperoleh oleh Suryana (2011) pada itik Alabio. Ferguson (1980) menyatakan bahwa heterozigot menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi.Semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula keragaman genetik pada populasi tersebut.Salah satu penelitian menemukan bahwa nilai rataan heterozigos itas pada itik Alabio berkisar antara 0,610±0,209 – 0,643±0,232 (Suryana 2011). Pendugaan nilai heterozigos itas dihitung untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005). Mansjoer (1985) mengemukakan, bahwa semakin besar nilai heterozigositas berarti keragaman yang tampak dalam sifat produksi lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe hewan dalam populasi dan sedikit dipengaruhi oleh keragaman lingkungan. Pengetahuan tentang nilai hertabilitas penting dalam mengembangkan seleksi dan rencana perkawinan untuk memperbaiki ternak selain itu berguna juga sebagai dasar untuk menduga besarnya kemajuan untuk program pemuliaan yang berbeda-beda dan memungkinkan untuk peneliti membuat keputusan yang pe nting, seperti biaya program yang sepadan dengan hasil yang diharapkan (Warwick et al., 1995).Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen antara dua populasi yang biasa dihitung berdasarkan fungsi dari frekuensi alel. Jarak genetik dapat digunakan dalam memperkirakan waktu terjadinya waktu pemisahan antar populasi dan dapat juga
23
digunakan dalam membuat pohon filogenetik (Nei dan Kumar, 2000). Semakin kecil nilai jarak genetik yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah pohon yang menunjukkan hubungan evolus i antara berba gai spesies yang diyakini memiliki nenek moyang yang sama. Setiap kode dengan keturunan merupakan nenek moyang terbaru dari keturunan da lam sebuah po hon filogenetik, dan panjang tepi dalam beberapa pohon sesuai dengan perkiraan waktu (Miller, 2009). Polyacrylamide Gel Electrophresis (PAGE) Salah satu cara teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi enzim atau protein yaitu dengan teknik Polyacrylamide Gel Electrophresis dengan cara memisahkan molekul kimia menggunakan arus listrik. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran, berat molekul, dan muatan listrik yang dikandung oleh makromolekul tersebut (Stenesh, 1984). Teknik elektroforesis dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu elektroforesis lembaran (layer gels) dan elektroforesis tabung (cylindrical gels) (Wastermeier, 2005). Elektroforesis dengan layer gel mempunyai kelebihan yakni proses separasi yang lebih cepat, pita protein lebih tegas terlihat, pewarnaan yang singkat, efisien, dan lebih sensitif. Omstein (1964) menyatakan bahwa Disc-gel elektrophoresis merupakan perbaikan dari elektrophoresis layeryaitu protein akan dipisahkan menjadi pita-pita yang memiliki resolusi tinggi. Teknik Disc-gel elektrophoresis mampu memecahkan dua masalah dalam elektroforesis protein darah yaitu mencegah agregasi dan presipitasi protein selama sampel dimasukkan ke dalam gel dan meningkatkan bentuk yang tegas pada pita protein.Teknik ini dinamakan disc-gel elektrophoresis karena menggunakan perbedaan pH, kekuatan ionik, komposisi buffer dan komposisi gelnya. Contoh prinsip dasar disc-elektrophoresis dapat dilihat pada Gambar 1.
24
Gambar 1. Prinsip Dasar Disc-elektrophoresis (Omstein, 1964)
Gambar 2. Contoh Pita Protein Darah de ngan Pewarnaan Coomasie Brilliant Blue (Westermeier, 2005)
25
Gambar 3. Kurva Berat Molekul Protein (Wastermeier, 2005) Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimia yang didasarkan kepada geraka n molekul bermuatan dida lam medan listrik (Harper et al., 1980).Pergerakan molekul di dalam medan listrik dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan dan sifat kimia dari molekul. Berbagai komponen protein serum pada pH di atas dan di bawah titik isoelektriknya akan bergerak turun dengan kecepatan yang berbeda karena muatan permukaannya berbeda.Contoh pola pita protein untuk beberapa interval berat molekul dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
`
26
METODE Waktu dan Tempat Identifikasi keragaman genetik protein darah itik Pegagan, Alabio dan Mojosari
dilaksanakan pertengahan September sampai dengan Desember 2011.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemulian dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Sampel Darah Materi darah yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 sampel, yang terdiri dari :10 sampel itik Pegagan, 10 sampel itik Alabio dan kemudian 10 sampel itik Mojosaril.Sampel darah yang digunakan didalam penelitian ini merupakan koleksi dari Ibu Dr. Ir. Meisji Liana Sari, M.Si. Polyacrylamide Gel Electrohoresis (PAGE) Gel elektroforesis terdiri dari gel pemisah dan gel penggertak. Gel pemisah merupakan gel yang dicampurkan dari beberapa bahan diantaranya bahan IA, IB, IC, dan ID. Masing- masing ba han terdiri dari : Bahan IA
: 39,0 g acrylamide; 1,0 g bis Acrylamide; 20,0 mlglyceron dan aquadestilata sampai 100 ml.
Bahan IB
: 9,15 g tris; 3 ml HCL dan aquadestilata sampai 100 ml.
Bahan IC
: 0,2 g ammonium persulfat dan aquadestilata sampai 100 ml
Bahan ID
: Temed 400 ml dan ditambah aquadestilata sampai 100 ml
Gel penggertak merupakan gel yang dicampurkan dari beberapa bahan diantaranya bahan IIA, IIB, IIC dan IID. Masing- masing bahan terdiri dari: Bahan IIA
: 38,0 g acrylamide; 2,0 g bis acrylamide; 20,0 ml glycerol dan aquadestilata sampai 100 ml.
Bahan IIB
: 1,5 g Tris; 1 ml HCL, dan aquadestilata hingga 100 ml.
Bahan IIC
: 0,4 g ammonium persulfat dan aquadestilata sampai 100 ml.
Bahan IID
: Temet 0,2 ml dan ditambah aquadestilata 100 ml.
Buffer Elektroda Buffer elektroda yangdigunakan terdiri dari 1,5 g tris, 7,2 g glycine dan ditambahkan aquadestilata 100 ml.
27
Pewarnaan Protein Bahan-bahan unt uk pewarnaan untuk pe nentuan pita protein yangdigunakan terdiri dari bahan pewarna plasma dan bahan pencuci. protein transferrin, albumin, post albumin, post-transferrin 1 dan post-transferrin 2 pada plasma darah digunakan amido blade 10B, 0,5 g, methanol 25 ml, asam asetat 5 ml ditambah aquadestilata 100 ml.Bahan untuk larutan pencuci terdiri dari aquadestilata 1.000 ml, methanol 150 ml, dan 50 asam asetat. Pros edur Penga mbilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah itik sebanyak 0,3-0,4 cc per ekordilakukan menggunakan Venoject lalu dimasukk an kedalam tabung vaccutainer yang dimasukkan kedalam termos es dan disimpan dalam suhu 4o C. Preparas i Sampel Darah disentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama 30 menit. Plasma yang terbentuk kemudian dipindahkan ke tabung de ngan ukuran 1,5 ml dan disimpan pada suhu 4o C sampai dilakukan pemisahan protein menggunakan metode elektroforesis. Proses preparasi sampel ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Preparasi Sampel Darah Itik
Elektroforesis Protein Darah Elektroforesis protein
plasma darahdilakukan menggunakan preparat
elektroforesis EP-155 (Advantec) pada arus 25 mA dengan tegangan 150 V selama 1 jam 20 menit (PS300, Advantec). Gel yang digunakan merupakan stacking PAGE dengan ko nsentrasi 5% dan 3%.
28
Visualisasi dan Genotyping Visualisasi pita protein pada stacking PAGE dilakukan dengan menggunakan pewarna Coomassie Brilliant Blue 250 R sebanyak 1,25 g, methanol 225 ml, asam asetat 50 ml, dry water ( DW ) 500 ml. Selanjutnya gel dicuci dengan menggunakan methanol sampai muncul pita selama 15 menit. Genotyping dilakukan dengan mensejajarkan pita-pita protein pada gel. Protein yang diamati meliputi Albumin (Alb), Post Albumin (PAlb), Transferrin (Tf), Post Transferrin-1 (PTf-1), Post Transferrin -2 (PTf-2). Genotyping yang dilakukan mengikuti Nozawa et al. (1981) (Gambar 5).
Gambar 5. Pola Pita Protein Darah Albumin, Post Albumin, Transferrin Hemoglobin (Nozawa et al., 1981) Analisis Data Frekuensi Genotipe Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap jumlah genotipe pada populasi. Model matematika frekuensi genotipe yang digunakan adalah (Nei dan Kumar, 2000):
Xii= 29
Keterangan: Xii = frekuensi genotipe ke ii nii = jumlah sampel bergenotipe ii N = jumlah seluruh sampel Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu lokus dalam populasi. Model matematika ya ng digunakan untuk menghitung frekuensi alel menurut Nei dan Kumar(2000):
Xi = Keterangan : Xi = frekuensi alel ke i nii = jumlah sampel yang bergenotipe ii nij = jumlah sampel yang bergenotipe ij N = jumlah seluruh sampel Hukum Keseimbanga n Hardy-Weinberg Pengujian frekuensi genotipe antara hasil pengamatan dan harapan diukur dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat (Nei dan Kumar, 2000): = Keterangan: = Chi-Kuadrat O = nilai pengamatan E = nilai harapan ∑ = sigma (jumlah dari nilai- nilai) Suatu populasi dikatakan seimbang jika nilai dibandingka n
yang didapatkan lebih kecil
tabel pada selang kepercayaan 5% dan derajat bebas tertentu.
Sebaliknya suatu populasi dikatakan tidak seimbang jika nilai lebih besar dibandingkan
yang didapatkan
tabel pada selang kepercayaan 5% dan derajat
bebastertentu. 30
Heterozigositas Tingkat keragaman genetik dalam sebuah populasi biasanya diukur dengan rataan keanekaragaman gen, yang sering disebut rataan heterozigositas (Weir, 1996). Keragaman gen pada lok us dihitung dengan rumus : H= Keterangan: H = nilai heterozigos itas N1ij= jumlah individu heterozigot pada lokus ke- i N
= jumlah individu yang diamati
Jarak Genetik dan Pohon Filoge netik Jarak genetik dan pohon kekerabatan dibuat dengan menggunakan metodeUPGMA menurut Nei dan Kumar(2000).
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan pada Gambar 6. Adapun rekonstruksi pola pita protein plasma darah disajikan pada Gambar 7.
Gambar 6. Visualisasi Pola pita Alb, P Alb, TF, PTf-1, dan PTf-2 1
2
3
4
5
6
Post- Transferrin 2 Post-Transferrin 1
Transferrin
Post-Albumin Albumin Gambar 7.Rekonstruksi Pola Pita Alb, PAlb, TF, PTf-1, dan PTf-2
32
Hasil dari contoh rekonstruksi pola pita yang telah divisualisasikan dapat dilihat dengan jelas perbedaan genotipe pada masing- masing lokus yang diamati. Polimorfisme yaitu suatu keadaan yang terdapat beberapa bentuk fenotipe yang berbeda yang berhubungan satu sama lainnya. Polimorfisme suatu protein darah dapat dipelajari melalui struktur protein karena perbedaan basa dalam DNA dianggap sebagai sifat biokimia untuk membedakan jenis organisme. Pita-pita yang muncul dapat digunakan untuk menduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel dalam lok us yang sama atau lok us yang berbeda (non alel) (Selander, 1976; Nicholas,1987). Hasil dari frekuensi genotipe lokus Alb, PAlb, TF, PTf-1, dan PTf-2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabe l 1.Frekuensi Genotipe Lok us Alb, P Alb, TF, PTf-1, dan PTf-2 Lokus
Populasi Itik Petelur
Rataan
Genotipe
Pegagan
Mojosari
Alabio
AB
0,50
0,90
0,80
0,73
BB
0,10
0,10
0,20
0,13
BC
0,40
0,00
0,00
0,13
AA
0,00
0,90
1,00
0,6
AB
0,40
0,10
0,00
0,17
BB
0,60
0,00
0,00
0,20
AC
0,80
1,00
1,00
0,93
BC
0,20
0,00
0,00
0,07
AA
0,90
1,00
1,00
0,97
AB
0,10
0,00
0,00
0,03
AA
0,30
1,00
0,50
0,60
AB
0,70
0,00
0,00
0,23
BB
0,00
0,00
0,50
0,17
Albumin
Post Albumin
Transferrin Post transferrin-1 Post transferrin-2
Lokus Albumin (Alb) Dilihat dari Tabel 1 pita protein pada lokus Alb diperoleh tiga genotipe, yaitu AB, BB, dan BC, dengan total frekuensi genotipe masing- masing adalah 0,73; 0,13 ; dan0,13. Dari hasil analisis pada lokus albumin untuk itik Pegagan, Alabio dan Mojosari ditemukan frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AB dengan nilai sebesar 0,73 dan genotipe terendah adalah genotipe BB dan BC dengan nilai masingmasing 0,13. Pada itik Mojosari dan Alabio tidak ditemukan genotipe BC.
33
Frekuensi gen yang diperoleh padakelompok itik Pegagan adalah tipe A (AlbA) de ngan frekuensi gen 0,25 tipe B (AlbB ) de ngan frekuensi gen sebesar 0,55 dan tipe C (AlbC ) dengan frekuensi sebesar 0,20. Berarti lokus Albumin pada semua plasma darah itik yang dianalisis adalah polimorfik.Hal ini menunjukkan adanya variasi genotipe pada lokus PAlb pada Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio. Hasil penelitian lain pada itik Talang Benih dan itik Cihateup menurut Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) juga ditemukantiga alel yaitu AlbA, AlbB, da n AlbC. Selanjutnya Suryana (2011) juga menemukan AlbA, AlbB , dan Alb Cpada itik Alabio. Lokus Post Albumin (PAlb) Berdasarkan Tabel 1 hasil pola migrasi pita protein, pada lokus PAlb ditemukan tiga genotipe yaitu AA, AB da n BB, de ngan frekuensi genotipe masingmasing berur utan ada lah 0,63 ; 0,17 ; da n 0,20. Frekuensi genotipe yang tertinggi ditemukan pada kelompok itik lokal petelur Pegagan, Alabio dan Mojosari adalah frekuensi genotipe AA sebesar 0,63 dan frekuensi genotipe yang terendah adalah AB sebesar 0,17. Alel yang ditemukan padalokus postalbumin (PAlb) adalah alel A dan B.Hal ini menunjukkan adanya variasi alel pada lok us post albumin (PAlb) pada kelompok Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti. Pada itik Mojosari tidak ditemukan genotipe BB dan pada itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB dan BB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post albumin pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik. Lokus Transferrin (Tf) Berdasarkan 1 hasil pola migrasi pita protein pada lokus Transferrin (Tabel 1) ditemukan dua macam genotipe dengan variasi polimer heterozigot yaitu AC dan BC, dengan frekuensi genotipe masing- masing adalah 0,93 dan 0,07. Diantara ketiga jenis itik yang diteliti, frekuensi genotipe tertinggi ditemukan pada genotipe AC dan frekuensi genotipe terenda h adalah genotipe BC, dan adapun pada itik Mojosari dan itik Alabio tidak ditemukan genotipe BC, de ngan de mikian genotipe BC hanya ditemukan pada itik Pegagan. Lok us transferrin yang dianalisis adalah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokustransferrin (Tf) pada populasi Itik Pegagan, Mojosari dan
34
Alabio yang diteliti sampel darahnya.Hasil analisis elektroforesis mendapatkan adanya tiga pita alel yaitu A (TfA). B (TfB) dan C (TfC ) dengan nilai frekuensi alel masing- masing adalah 0,40 ; 0,10 ; dan 0,50. Hasil penelitian ini berbeda denganAzmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) yang hanya menemuka n dua pita alel yaitu TfB da n TfC. Lokus Post Transferrin-1(PTf-1) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokuspost transferrin-1 (Tabel 1) ditemukan dua genotipe yaitu AA da n AB, de ngan frekuensi genotipe berturut-tur ut adalah 0,97 dan 0,03. Frekuensi genotipe tertinggi ditemukan pada genotipe AA dan frekuensi genotipe terendah ditemukan pada genotipe AB. Pada post transferrin-1 itik Mojosari dan Itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post transferrin-1 pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lok us post transferrin-1(PTf-1) pada populasi Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti sampel darahnya. Lokus Post Transferrin-2(PTf-2) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus post transferrin-2 (Tabe l 1) ditemukan tiga genotipe ya itu AA, AB da n BB, dengan frekuens i genotipe berturuttur ut ada lah 0,60; 0,23; da n 0,17. Frekuensi genotipe terbesar terdapat pada genotipe AA da n yang terenda h pada genotipe BB. Genotipe AB dan BB untuk lok us post transferrin-2 (PTf-2) tidak ditemukan pada itik Mojosari. Pada itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB dan pada itik Pegagan tidak ditemuka n genotipe BB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post transferrin-1 pada semua plasma darah yang dianalisis ada lah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lok us post transferrin-2(PTf-2) pada kelompokitik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti sampel darahnya.
35
Frekuensi Alel Frekuensi alel tertinggi ditemukan pada lokus post albumin yaitu alel A dengan nilai sebesar 1 pada itik Alabio, pada lokus post transferrin-1 Alel A pada itik Mojosari dan Alabio. Pada lokus post transferrin-2 Alel A sebesar 1 pada itik Mojosari. Adapun frekuensi alel merupakan parameter dasar dalam mempelajari proses terjadinya evolusi, karena peruba han genetik pada sebuah populasi biasanya digambarkan dengan adanya perubahan pada frekuensi alel (Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis frekuensi alel pada itik lokal petelur Pegagan, Mojosari dan Alabio berdasarkan lokus Alb, Palb, Tf, PTf-1 da n PTf-2 disajikan pada Tabel 2. Tabe l 2.F rekuensiAlel Itik Petelur Lokal Populasi Itik Lokal Petelur
Lokus Albumin
Post Albumin Transferrin
Post Transferrin-1 Post Transferrin-2
Total
Alel
Pegagan
Mojosari
Alabio
A
0,25
0,45
0,40
0,37
B
0,55
0,50
0,60
0,57
C
0,20
0,00
0,00
0,07
A
0,20
0,95
1,00
0,72
B
0,80
0,05
0,00
0,28
A
0,40
0,50
0,50
0,47
B
0,10
0,00
0,00
0,03
C
0,50
0,50
0,50
0,50
A
0,95
1,00
1,00
0,98
B
0,05
0,00
0,00
0,02
A
0,65
1,00
0,50
0,72
B
0,35
0,00
0,50
0,28
Berdasarkan pola migrasi pita proteinlokus albumin, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti ditemukan tiga macam alel yaitu Alel A, B dan C, dengan nilai berur utan sebesar 0,37;0,57; da n 0,07.Nilai frekuensi alel yang tertinggi ditemukan pada alel B pada itik Alabio sebesar 0,60 dan yang terendah alel C sebesar 0,00 pada itik Mojosari dan Alabio. Rataan frekuensi alel yang nilainya terbesar yaitu alel A pada post transferrin-1 dan yang terenda h yaitu alel B pada lokus transferrin. Pada itik Mojosari dan Alabio tidak ditemukan adanya alel C.Hal ini menunjukkan adanya
16
variasi pada lokus albumin.Hasil yang sama diperoleh oleh Suryana (2011) pada itik Alabio. Selanjutnya pada itik Talang Benih dan itik Cihateup Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) juga menemukan tiga pita protein. Frekuensi alel pada lokus post albumin juga terdapat variasi, terdapat dua macam alel pada lokus ini yaitu alel A dan B, alel A dengan nilai rataan sebesar 0,72 dan alel B dengan nilai sebesar 0,28. Nilai frekuensi alel yang terbesar ditemukan yaitu alel A pada itik Alabio sebesar 1,00 dan yang terendah alel B pada itik Alabio dengan nilai yaitu 0,00 atau pada itik Alabio t idak d itemuka n alel B. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti dilokus tansferrin terdapat alel A, B da n C, dengan nilai total masing- masing berurutan sebesar 0,47, 0,03 dan 0,50. Nilai frekuensi alel terbesar ditemukan pada alel A pada itik Mojosari dan Alabio sebesar 0,50 dan alel C pada itik Pegagan, Alabio dan Mojosari. Rataan frekuensialel yang tertinggi adalah alel C dan yang terenda h adalah alel B. Tidak ditemukan alel B pada jenis itik Mojosari dan Alabio.Beragamnya hasil alel yang ditemukan, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus transferrin, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada lokus transferrin pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik.Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) yang hanya menemukan dua pita alel yaitu TfB da n TfC. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti pada lok us post tansferrin-1 ditemukan alel A dan B, dengan nilai total masing- masing alel berurutan adalah 0,98 dan 0,02. Hasil yang didapatkan bahwa nilai rataan frekuensi alel yang tertinggi yaitu alel A dan yang terendah yaitu alel B. Nilai frekuensi alel terbesar adalah alel A pada itik Mojosari dan Alabio dengan nilai 1,00 dan yang terenda h alel B dengan nilai 0,00 pada itik Mojosari dan Alabio. Beragamnya hasil alel yang ditemuka n, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus post transferrin-1. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Azmi et al. (2006). Adapun pada itik Talang Benih tidak ditemukan alel A pada lokus post transferrin-1. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti dilokus post tansferrin-2 ditemukan alel A dan B. Nilai frekuensi alel yang tertinggi ditemukan yaitu alel A pada itik Mojosari dan yang terendah ditemukan yaitu alel B pada itik Mojosari. Nilai total dari kedua alel secara berurutan adalah
17
0,72 dan 0,28. Nilai rataan frekuensi alel yang tertinggi adalah alel A dan yang terendah adalah alel B. Beragamnya hasil alel yang ditemukan, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus post transferrin-2. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Azmi et al. (2006) pada itik Talang Benih yaitu tidak ditemukan alel A pada lokus post transferrin-2. Keseimbanga n Hardy-Weinberg Hasil pengujian keseimbangan populasi menggunakan uji
2
terhadap lokus
Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 pada itik pe telur lokal disajikan pada Tabel 3. Tabel 5. Hasil uji 2 lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 Lokus
Populasi Pegagan
Alb
PAlb
Tf
Ptf-1
6.68*
2,20
10,00*
8,62*
Mojosari
PTf-2
0,03
Alabio Keterangan :
(*) (tn) n
= = = =
nyata tidak nyata pada tarafα = 0.05 tidak didefinisikan banyaknya sampel
Tabe l 3 memperlihatkan hasil dari perhitungan
2
pada itik Pegagan adalah
berada pada keadaan tidak seimbang pada lokus albumin, transferrin dan post transferrin-1.
Hal ini berarti bahwa keragaman genotipnya rendah dan tidak
memenuhi hukum Hardy-Weinberg yang menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor, 2010) sehingga diduga sudah terjadi seleksi, sedangkan lokus post albumindalam keadaan seimbangdan lokus post transferrin 2 tidak dapat didefinisikan karena memiliki nilai hitung Frekuensi gen pada kelompok itik Mojosari seimbang
2
tak hinggga.
pada lokus post
albumin, namun pada lokus albumin, transferrin, post transferrin-1 dan post transferrin-2 tidak dapat dianalisis lebih jauh karena nilai hitung
2
hitungnya tak
hingga.Begitu juga dengan semua lokus yang diteliti pada itik Alabio menunjukkan keadaan tidak dapat didefinisikan karena adanya suatu nilai tak hingga pada lokus
18
sehingga tidak dapat dianalisis lebih jauh. Begitu juga pada lok us post transferrin2pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti menunjukkan keadaan tidak dapat didefinisikan. Hal ini tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinbergbahwa frekue nsi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor,2010). Heterozigositas Hasil analisis heterozigos itas tiga kelompok itik petelur lokalya itu Pegagan, Mojosari dan Alabio disajikan pada Tabel 4. Tabe l 4. N ilai Heterozigos itas pada Tiga Populasi Itik Pegagan, Mojosari da n Alabio Lok us
Itik
Total
Albumin
Palb
Tf
PTf-1
PTf-2
Pegagan
0,90
0,40
1,00
1,00
1,00
0,80
Mojosari
0,90
0,10
1,00
1,00
0,00
0,60
Alabio
0,80
0,00
1,00
0,00
1,00
0,56
Rataan
0,87
0,17
1,00
1,00
0,23
0,65
Tabe l 4 menunjukka n bahwa nilai heterozigos itas itik Pegagan sebesar 0,80. Nilai heterozigositas pada itik Alabio sebesar 0,56. Nilai heterozigositas pada itik Mojosari adalah 0,60.Hal ini menunjukkan bahwa variasi genetik pada itik Pegagan tinggi sehingga sangat bermanfaat untuk program seleksi perbaikan genetik itik Pegagan, hal ini juga sesuai de ngan ya ng dilapo rka n Marson et al. (2005) bahwa pendugaan nilai heterozigos itasuntuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya. Nilai heterozgositas itik Alabio paling rendah jika dibandingka n dengan itik Pegagan dan itik Mojosari. Rendahnya nilai heterozigositas pada itik Alabio diduga akibat seleksi yang dilakukan oleh para peternak untuk menghasilkan itik petelur. Nilai heterozigos itas pada ketiga jenis itik diurutkan dari mulai yang tertinggi adalah lokus transferrin (1,00), post transferrin-1 (1,00), albumin (0,87), post transferrin-2 (0,23), dan lok us post albumin (0,17). Hal ini menunjukkan bahwa pada lokus transferrin bervariasi, sehingga untuk melakukan program seleksi pada
19
ketiga jenis itik ini, maka lokus transferrin dapat digunakan sebagai acuan seleksi. Sebaliknya pada lokus post albumin dan post transferrin-2 yang memiliki nilai keragaman genetik rendah. Nilai rataan heterozigositas keseluruhan pada itik lokal petelur Pegagan, Mojosari dan Alabio adalah 0,65. Ferguson (1980) menyatakan bahwa
heterozigot
menggambarkan
adanya
variasi
genetik
pada
suatu
populasi.Semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut. Jarak Genetik dan Pohon Filoge nik Berdasarkan hasil dari analisis jarak genetik dan pohon kekerabatan diperoleh jarak genetik dan dendogram yang ditampilkan pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabe l 5.Jarak Genetik Itik Pegagan , Mojosari da n Alabio Populasi
Pegagan
Mojosari
Alabio
Pegagan
-
-
-
Mojosari
1,58
-
-
Alabio
1,47
1,48
-
Jarak genetik ketiga itik pada Tabel 5, menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang paling dekat antara populasi itik Alabio dengan Pegagan sebesar 1,47. Adapun hubungan kekerabatan terjauh adalah antara itik Mojosari dengan Pegagan sebe sar 1,58. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Brahmantiyo et al. (2003), yang memperoleh hasil bahwa itik Alabio memiliki hubungan kekerabatan dengan itik Mojosari. Selanjutnya pada penelitian Brahmantiyo et al. (2005), juga menemukan bahwa itik Mojosari memiliki hubungan kekerabatan dengan itik C irebon dan itik C ihateup. Semakin dekat hubungan kekerabatan megidentifikasikan adanya kesamaan yang tinggi pada lokus- lokus protein darah yang diamati, dan sebaliknya.Semakin jauh hubungan kekerabatan mengidentifikasikan adanya keragaman atau variasi yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati (Nei dan Kumar, 2000), dari hasil jarak genetik yang diperoleh digunakan untuk membuat pohon kekerabatan diantara ketiga jenis itik petelur yang diteliti, seperti yang disajikan pada Gambar 8.
20
0,76
Mojosari
0,74
Alabio
0,74
Pegagan
0,02
Gambar 8. Dendo gram Pohon FilogenikItik Petelur Lokal Gambar 8
memperlihatkan kesamaan pada masing- masing populasi
berdasarkan lokus-lok us ya ng diamati. Populasi itik Pegagan memiliki kesamaan yang dekat dengan itik Alabio. Adapun dengan itik Mojosari keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan namun kesamaan diantara ketiganya yang palingdekat adalah itik Alabio dan Pegagan,hal ini memungkinka n ketiga jenis itik ini dapat dikawinkan, sehingga bisa memperoleh galur itik petelur lokal yang unggul.
21
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lok us albumin, post albumin, transferrin, post transferrin-1 dan post transferrin-2 pada itik Pegagan, Alabio dan Mojosari bersifat polimorfik. Heterozigositas itik Pegagan lebih tinggi dibandingkan dengan itik Mojosari dan Alabio. Hubungan kekerabatan yang paling dekat adalah antara itik Pegagan dengan itik Alabio sedangkan hubungan kekerabatan yang paling jauh adalah antara itik Pegagan de ngan itik Mojosari.
Saran Penelitian lebih lanjut dipe rluka n jumlah ternakyang lebih banyakagar lebih menggambarkan keragaman genetik itik petelur lokal Pegagan, Alabio dan Mojosari.Selanjutnya analisisis hemoglobin pada itik petelur lokal lainnya perlu dilakukan.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan anugrahNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Papa dan Mama tercinta, Bapak Yudalius S.pd dan Ibu Deswita S.pd yang senantiasa memberikan doa, dukungan kasih sayang untuk kesuksesan penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada adik-adik tersayang Diana Halim dan Tegu Eldam yang telah memberikan senyuman, motivasi dan doanya. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dan nasehat kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur,Sc dan Ibu Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si atas segala perhatian, bimbingan, motivasi da n arahannya. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Meisji Liana Sari, M.Si atas materi penelitian, motivasi dan arahan yang diberikan. Penulis juga mengucapka n terimakasih kepada Bapak M. Sriduresta S.pt, M.Sc sebagai panitia dan penguji seminar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kak Eryk yang memberikan bimbingan dan masukan selama penelitian. Terima kasih juga penulis ucapka n kepada teman-teman LGMT (Gya, Cica, Ica, Furqon, Ray, Eka, Ferdy, Iren dan Tessa) dan tim penelitian Adilia dan Sri Rahayu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Febynia Mutiara Zainatha yang selalu memberikan dukungan dan semangat. Terima kasih Penulis ucapkan kepada saudari Hiba tus Zuhriya h yang sangat berjasa dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada teman-teman IPTP 45 dan teman-teman Sekretariat IPMM Minang Bogor atas kerjasama, keceriaan dan kekeluargaannya selama ini.
Bogor, 5 September 2012
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Alfiyati, A. 2008. Si penghasil telur dan daging yang handal dari Kalimantan Selatan. Bibit. Media Informasi Ternak 2 (1): 19-21. Azmi, Gunawan,& E. Suharnas. 2006. Karakteristik morfologis dan genetik itik Talang benih di Bengkulu. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 30 September-1 Oktober 2006. Bogor: Pusat Penelitin dan Pengembangan Peternakan.Hal:716-722. Blott, S., J.J. Kim, S. Moisio, A.S. Kuntzel, A. Cornet, P. Berzi, N. Cambiaso, C. Ford, B. Grisart, D. Johson, L. Karim, P. Simon, R. Spelman, J. Wong, J. Vilkki, M. Georges, F. Farnir, & W. Coppeters. 2003. Molecular dissection of a quantitative trait locus: a phenylalanine-to-tyrosine subs titution in the transmembrane do main of the bo vine growth hor mone receptor is assocciaated with a major effect on milk yield and composition. Genet. 163:253-266. Brahmantiyo B, A Muzani, C. Sumantri, & A. Tapyadi. 2005. Pendugaan jarak genetik pada itik Cihateup, Cirebon, dan Mojosari. Jurnal Media Peternakan 28 (3):109-116. Brahmantiyo B, L.H Prasetyo, A.R Setioko, & R.H. Mulyono. 2003. Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda galur itik (Alabio, Bali, Khaki Campbel, Mojosari, dan Pegagan) melalui analisis morfometrik. Jurnal Ilmu Ternak da n Veteriner8(2):1-7. Chaves, E.R. & A. Lasmini.1978. Perbandingan performans itik petelur pribumi di Indo nesia. P usat Penelitian da n Pengemba ngan Peternaka n Bogor. Ferguson, A. 1980. Biochemical Systematics and Evolution Lecturer in Zoology. The Queens University of Belfast. Londo n. Haase E,& R.S Donham. 1980. Hormones and Domestication. In : Epple A, Stetson MH. Editor. Avian Endocronology. Ecademic Press.New York. Harper, H., A.W. Rodwel &P. A. Mayes. 1980. Biokimia (Review of Physiological chemistry). Edisi ke 17.Lange EGC. Jakarta. Hartl, D.L. 1988. A Primer of Population Genetics. 2nd Ed. Sinauer Associates, Inc. USA Iskandar, S., T. Desmayati. Antawidjaja, T. Murtisari, & A. Lasmini. 1993. Perbandingan produk berbagai jenis itik betina afkir dan entog. Ilmu dan Peternakan 7 (1):20-24. Kimura, M., M. I. Puro, S. Ito & I. Isogai. 1980. Protein polymorphism and genetic variations in a population of the Japanese quail. Japan. Poul. Sci. 17: 312-322. Liron JP. M.V. Ripoli, J.C. De luca, P. Peral-Garcia & G. Giovambattista. 2002. Analysis ge netic diversity and pop ulation structure in Argentine and
Bolivian Creole cattle using five loci related to milk production. Genet. Mol. Biol. 25 (4):413-419. Maeda, Y ., K. W. Hashiguchi & H.L. Marks. 1980. Protein polymorphisms in quail population selected for large body size. Anim. Blood Grps. Blochen. Genet. 11: 215-260. Mansjoer, S.S. 1985. Pengakajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta persilangannya dengan ayam Rhode Island Red Bangkok. [laporan hasil penelitian]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marson, E.P., J.B.S. Ferraz, F.V. Meirelles, J.C.C. Balieiro, J.P. Eler, L.G.G. Figuerido, & G.B. Mourao. 2005. Genetic characterization of EuropeanZebu composite bovine using RFLP markers. Genet. Mol. Res. 4: 496505. Miller, F. P. 2009. Molecular Phylogenetics. VDM Publishing House Ltd. Nawhan A. 1991. U saha peternakan itik Alabio di Kalimantan Selatan. Banjarmasin Nei, M. &S. Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press. New York Noor RR. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya Press Edisi 5. Jakarta Nicholas, F.W.1987. Veterinary Genetics. Clarendon Press. Oxford Omstein L. 1964. Disc electrophoresisbackground and theory. Ann New York Acad Sci. 121: 321-349. Pramudyati, Y.S. 2003. Pengkajian teknologi pemeliharaan itik di Sumatera Selatan. Laporan Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) Puntikayu Sumatera Selatan. Prasetyo L.H & T. Susanti. 1997. Persilangan timbal balik antara itik Tegal dan Mojosari: I. Awal pertumbuhan dan awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (4): 210-214. Prasetyo, L. H., Y. C. Raharjo, T. Susanti & W.K. Sejati. 1998. Persilangan timbalbalik antar Itik Tegal dan Mojosari II: Produksi dan kualitas telur. Kumpulan Hasil- hasil Penelitian Peternaka n. Buku III: Penelitian Ternak Unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Hal: 210-214. Riss, P.M. 1983. Dynamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier Science Publishing Company Inc. New York. Rodwell, V.W. 1983. Protein Biokimia (Review of Biocchemistry). Edisi ke-19. EGC Penerbit Buku Kedokt eran. Jakarta. Rosenberg, I. M. 2005. Protein analys is and purification Benchtop Technigues. 2nd Ed. Birkhauser. USA. Selander, R.K. 1976. Genetic Variation in Natural Pop ulations. In : Molecular Evolution. Sinauer Associates Inc. Sunderland. Setioko, A.R. & Istiana. 1999. Pembibitan itik Alabio di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid I;
Bogor, 1-2 Desember 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hlm : 382-387 Setioko, A.R., S. Iskandar, T. Murtisari & M. Purba 1997. Program seleksi itik Magelang pada Village Breeding Center: Pembuatan populasi dasar dan program seleksi. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II. Bogor 18-19 Nopember 1997. Bogor. Hlm : 129-138. Stenesh, J. 1984. Experimental Biochemistry. Western Michigan University. Allyn and Bacon Inc. Bos ton. Suryana. 2011. Karakteristik genetik itik Alabio (Anas platyrhynchos borneo) di Kalimantan selatan. JPPP26 (3): 109-114. Susanti, T. & L.H. Prasetyo. 2007. Panduan karakterisasi ternak itik. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Warwick EJ, J.M Astuti, & W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Edisi kelima. Gadjah Mada University Press.Jogjakarta. Warwick, E.J., J.M Astuti, & W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Weir, B. S. 1996. Genetic Data Analysis: Method for Discrete Population Genetic Data. Second ed. Sinauer Associates. Sunderland. MA, USA. Wastermeier, R. 2005. Electrophoresis in Practice. Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KGaA. Weinheim, Germany. Wulandari, W.A. 2005. Kajian karakteristik biologi itik Cihateup [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yuwanta, T., J.H.P Sidadolog, Zuprizal,& A. Musofie. 1999. Characteristic phenotype of Turi Local duck and its relationship with production and reproduction rate. In : Proceeding 1st World Waterfowl Conference. December 1-4, 1999. Taichung, Taiwan, Republik of China. Page:92-95.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Uji Keseimbangan Hardy-Weinberg Lokus Alb
AA
O 0
Pegagan 2 E 0,625 0,625
O 0
Mojosari 2 E 2,025 2,025
BB
1
3,025
1,35
1
3,025
CC
0
0,4
0,4
0
AB
5
2,75
1,84
AC
0
1
AB
4
2,2
Genotipe
Nilai PAlb
2
AA AB BB Nilai
Tf
2
3,6
0,71
0
˷
0
0
˷
9
4,95
3,31
8
4,8
2,13
1
0
0
˷
0
0
˷
1,47
0
0
˷
0
0
˷
˷
0,4 3,2 3,6
0,4 0,2 1,6
9 1 0
9,025 0,95 0,025
2,2
hitung
˷
6,925x10-5 -3
2,63x10 0,025
10
1
81
0 0
0 0
˷ ˷ ˷
0,03
0
1,6
1,6
0
2,5
2,5
0
2,5
2,5
BB
0
0,1
0,1
0
0
˷
0
0
˷
CC
0
2,5
2,5
0
2,5
2,5
0
2,5
2,5
AB
0
0,8
0,8
0
0
˷
0
0
˷
AC BC
8 2
4 1
4 1
10 0
5 0
5 ˷
10 0
5 0
5 ˷
2
˷
10,00
hitung
˷
AA
9
9,025
6,93x10-5
10
1
81
10
1
81
AB BB
1 0
0,095 0,025
8,62 0,025
0 0
0 0
˷ ˷
0 0
0 0
˷ ˷
Nilai PTf-2
2
1,076
2
AA
Nilai PTf-1
4 6
1,6
6,68
hitung 0
O 0
Alabio E 1,6
2
hitung
˷
8,62
˷
AA
3
4,24
0,35
10
10
˷
5
2,5
2,5
BB
0
1,24
1,24
0
0
˷
5
2,5
2,5
CC
0
0
˷
0
0
˷
0
0
˷
AB
7
4,55
1,32
0
0
˷
0
5
5
AC
0
0
˷
0
0
˷
0
0
˷
BC
0
0
˷
0
0
˷
0
0
˷
Nilai
2
hitung
˷
˷
˷