Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
PENGARUH ARSITEKTUR RUMAH PERUMAHAN MOJONGAPIT INDAH TERHADAP PENGHUNINYA (SEBUAH KAJIAN DRAMATURGI ERVING GOFFMAN) Oleh: Salim Munir Dosen Program Studi Ilmu Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Darul ‘Ulum Jombang
ABSTRAK Tulisan ini menjelaskan tentang pengaruh semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi deprivasi relatif terhadap rumah beserta fasilitas-fasilitas yang tersedia. Penghuni rumah perumahan Mojongapit Indah yang memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi, mengalami-tingkat deprivasi relatif yang tinggi pula, dikarenakan mereka mempunyai citra rasa yang lebih tinggi dan kesempatan yang lebih banyak dalam memilih rumah dibandingkan dengan mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih rendah. Keyword: Pengaruh, arsitektur, rumah, status, sosial, ekonomi
Pendahuluan Rumah merupakan bagian dari gaya hidup seperti istri, kereta, keris, perkutut seperti biasa dicirikan pada priyayi jawa. Rumah merupakan menjadi bagian status simbol mereka seperti terungkap dalam “Drajat, Semat, Kramat”. 1 Simbol-simbol arsitektur merupakan bagian-bagian rumah atau komponen-komponen rumah, misalnya seperti pagar, dinding, pintu, jendela, atap, lantai dan lain sebagainya. Gropius (1985) mengatakan bahwa, setiap pintu dan jendela mempunyai implikasi sosial disamping implikasi estetiknya, dan implikasi ini berbeda antara kelas sosial satu dengan kelas sosial lainya, dan berbeda pula antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. 2 Penelitian mengenai perumahan telah banyak dilakukan oleh para ahli. Mereka lebih memusatkan perhatianya pada dampak psikologis ruang terbatas dalam tipe-tipe rumah sangat sederhana sekali (RSSS). Rumah tidak hanya berarti sebagai tempat berlindung dari gangguan hujan dan terik matahari bagi penghuninya, akan tetapi juga lebih-lebih rumah di pandang sebagai tempat untuk membina sosial-ekonomi dan sosial-budaya. Dalam pada itu rumah juga merupakan instrumen pengesahan status dan identitas sosial seseorang. Maka corak atau gaya dan kualitas interior dan eksterior rumah seseorang dapat dipandang sebagai bidak-bidak catur dalam suatu
1
Eko Budihardjo. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Bandung: Alumni, 1984, hal. 169-170 Walter Gropius, The New Architecture and Bauhaus, Cambrdige Massachussets; Cambridge University Press. 1985, hal. 39
2
110
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
“Manajemen kesan” (Impression management) yaitu bagaimana manusia menampilkan diri, seperti penampilan yang diinginkanya di depan yang lain. 3 Bangunan rumah di perumahan Mojongapit indah sebanyak 125 rumah dengan kategori blok, yaitu : Blok A, B, C, D, F, G, H, I, J, K dengan beragam type rumah mulai dari type 70, 45, 36, dan type 21 yang di garap oleh developer, dan istilah Blok AA dan blok BB tanahnya di beli masyarakat secara kvling tidak melalui developer. Model dan kontruksi bangunan rumah di Blok AA dan blok BB tidak sama dengan rumah-rumah pada kategori blok pertama, sehingga manejemen kesan (impression management) bagi pemiliknya berbeda. Jika benar rumah memiliki fungsi sebagai instrumen management kesan (impression management) sebagaimana yang dapat dijelaskan dengan pendekatan Dramaturgi (Goffman) dalam sisiologi. Maka arsitektur rumah perumahan mojongapit indah sebagai lingkungan fisik atau material tentu berpengaruh terhadap penghuninya. Ada dua persoalan penulis kemukakan: Apakah ada pengaruh status sosial ekonomi penghunu rumah perumahan Mojongapit terhadap deprivasi relatif rumah, modifikasi rumah dan perubahan persepti tentang rumah ideal?, Bagaimana arsitektur rumah perumahan Mojongapit Indah mempengaruhi, atau memberi peluang pengelolaan kesan yang ingin di ungkapkan penghuninya melalui modifikasih rumah?. Penelitian ini bertujuan, pertama ingin mengetahui pengaruh status sosial ekonomi terhadap devrisasi relatif rumah, modifikasi rumah, dan realisasi persepsi tentang rumah ideal, kedua penyesuaian kebudayaan persepsi penghuni rumah mengenai fungsi rumah sebagai instrumentinstrument simbolik ”presentasi diri” (Presentation Of Self ). Tinjauan Teoritik Di dalam teori Goffman, kehidupan social dilihat dan di fahami sebagai panggung drama tempat kehidupan social actor diungkapkan dan dipertunjukkan sesuai dengan atau dalam konteks ”script” tertentu. Mengingat script (status sosial tertentu) yang dimainkan aktor diambil dari atau memiliki referensinya didalam kehidupan, maka sebelum penyajian teori Goffman akan dikemukakan pengertian kebudayaan. Menurut Bourdieu (2007) berpendapat bahwa kebudayaan dalam hal ini yang dimaksudkan adalah simbol, makna, unsur-unsur budaya (mulai dari musik dan karya sastra barat hingga makanan dan peralatan rumah tangga). Dominasi kelas terjadi tatkala pengetahuan, gaya hidup, selera, penilaian estetika, dan tata cara sosial dan kelas yang dominan menjadi absah serta dominan secara sosial. Berdasarkan pemikiran Erving Goffman tentang Dramaturgi, kehidupan sebenarnya adalah laksana panggung sandiwara dan di sana memang kita pamerkan serta kita sajikan kehidupan kita, 3
Edward Laumann., Living Room Styles and Social Attitudes. The Logic of Social Hierarchies, Chicago: Markham. 1971, hal. 189
111
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
dan memang itulah seluruh waktu yang kita miliki. Akan tetapi seperti apakah wujud panggung tersebut dan bagaimanakah sosok manusia yang terlibat di sana. 4 Menurut Goffman dalam setiap situasi social, seluruh kegiatan dari partisipan tertentu disebut sebagai suatu penampilan (performance), sedang orang-orang lain yang terlibat di dalam situasi itu di sebut sebagai pengamat atau partisipan lainya. Para actor adalah mereka yang melakukan tindakan-tindakan atau penampilan rutin (routine). Menurut Goffman, dua bidang penampilan perlu di bedakan : pangung depan (front region) panggung belakang (back stage). Panggung depan adalah bagian penampilan individu yang secara teratur berfungsi di dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu. Di dalamnya termasuk setting dan personal front, yang selanjutnya dapat dibagi menjadi penampilan (appearence) dan gaya (manner). Rumah merupakan salah satu sarana penghuni melakukan pertunjukan (performance). Pertunjukan pada rumah di bedakan menjadi dua penampilan yaitu panggung depan (front region) dan panggung belakang (back stage). Yang di maksud dengan ”panggung depan” sebuah rumah adalah bagian yang dapat terlihat langsung oleh atau diperlihatkan kepada penonton (orang luar). Ruang ini di pergunakan untuk menampilkan individu dengan peran yang ingin dibawakanya. Sebagaimana halnya ”panggung depan” yang memiliki appearance dan manner, maka bagianbagian rumah yang di pertontonkan merupakan stimulasi yang dapat memberitahu kita status social pemiliknya 5. Perbedaan konsep sebuah rumah dari berbagai lapisan sosial akan menciptakan beragamnya penilaiaan terhadap rumah mereka. Para penghuni akan membandingkan antara apa yang di harapkan dengan kenyatan yang di terimanya pada rumah perumahan. Menurut Gurr (1970) seseorang akan mengalami deprivasi relatif apabila nilai-nilai yang diterimanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. keadaan ini akan berakibat timbulnya frustasi bagi orang-orang yang mengalaminya. Meminjam terminologi Gurr tentang deprivasi relatif, proses komprasi yang dilakukan para penghuni rumah akan menimbulkan phenomena deprivasi relatif terhadap rumah, jika ternyata fasilitas-fasilitas yang ada tidak memberi kepuasaan. Persepsi pemilik tentang harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang di temukan di rumah perumahan akan berakibat frustasi bagi penghuninya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ’deprivasi relativ’ : pendidikan, pendapatan, fasilitas-fasilitas yang tersedia, lingkungan, keamanan dan kebersihan. Pendidikan dan pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi deprivasi relatif. Status sosial ekonomi memberi fasilitas-fasilitas hidup (life chances) seseorang. Antara life chances dan life style terdapat hubungan dimana adanya kesempatan (fasilitas) yang
4 5
Margaret M Poloma. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2013, hal. 229-233 Ibid.,
112
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
lebih bagi mereka yang berada pada ’kelas atas’akan mempengaruhi gaya hidup dan tingkah lakunya 6. Dalam penelitian ini tingkat pendapatan adalah penghasilan suami dan istri (bila bekerja) dalam satu bulan dengan kategori tinggi (lebih dari Rp. 3.000.000, sedang antara Rp 1.500.000 sampai Rp 3.000.000 rendah sampai dengan Rp. 1.500.000). Sementara tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terahir yang di tempuh oleh responden SD, SLTP, SLTA, Diploma, Strata 1, Strata 2 dan Strata 3. Deprivasi relatif terhadap rumah Yang dimaksud dengan deprivasi relative terhadap rumah adalah perasaan yang disadari seseorang, yang menyatakan kesenjangan antara nilai ideal yang diharapkan edengan kenyataan rumah yang di tempatinya, dimana timbulnya perasaan itu karena dipengaruhi oleh mobilitas sosialekonomi penghuninya. Secara operasional penilaian yang di berikan penghuni meliputi tingkat kepuasaan terhadap komponen rumah, kepuasan terhadap keluasan rumah, dan kepuasan terhadap fasilitas perumahan. Tingkat kepuasan terhadap berbagai komponen rumah. Ketiga indikator diukur dengan kategori yang sama yaitu Memuaskan, Kurang memuaskan, Tidak memuaskan Modifikasi Rumah Modifikasi rumah di definisikan sebagai tindakan merubah dan menata ruang yang disesuaikan dengan keinginan penghuni. Variabel Modifikasi Rumah : Banyaknya jenis atau macam modifikasi, keinginan modifikasi lagi. Kedua indikator diatas di ukur dengan kategori yang sama, yaitu : -Ya, -Tidak. Besarnya biaya modifikasi diukur melalui kategori : Tinggi (lebih dari Rp 5. 000. 000, -), Sedang (antara Rp 1. 500. 000 – Rp 5. 000. 000-), Rendah (kurang dari Rp 1. 500. 000, -). Perubahan Persepsi tentang Rumah Ideal Yang dimaksud dengan perubahan persepsi tentang rumah ideal berubahnya persepsi seseorang tentang rumah ideal dengan melepaskan kriteria lama dalam pemilihan rumah atau tempat tinggal. Adapun indicator dari variabel ini ialah pandangan sesuai setidaknya rumah perumahan dengan yang diharapkan, keinginan pindah dari rumah perumahan, dan bentuk rumah yang diinginkan. Variabel perubahan persepsi tentang rumah ideal, dengan indikator : Pandangan sesuai setidaknya rumah perumahan yang diharapkan, diukur melalui kategori : - Ya, - Tidak
6
Soerjono Soekanto., Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press. 1999, hal. 230
113
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Penyesuaian Kebudayaan Adalah sebagai cara bagaimana pengaruh dari kebiasaan dari individu diwujudkan dalam bersikap dan berperilaku. Untuk mengukur penyesuaian kebudayaan ini didasarkan pada peniruan, identifikasi serta komitmenya terhadap nilai-nilai baru yang merupakan bagian dari kebiasaankebiasaanya. Indikator dari berbagai variabel diatas dituangkan dalam bentuk pertanyaan atau daftar pertanyaan. Metode Penelitian Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Penulis menggunakan rondom sampling, mengambil sempel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi yang dianggap homogen. Rumah perumahan Mojongapit Indah sebanyak 125 rumah tangga, berarti 125 kepala keluarga menjadi populasi dalam penelitian ini. Krejcie (dalam Metodologi penelitian Adminitrasi Publik Program Pasca Sarjana Universitas Wijaya Putra, 2001) dalam melakukan perhitungan ukuran sempel di dasarkan atas kekeliruan (error) 5%. pada tabel krejcie menunjukan bahwa bila jumlah populasi 120 maka sempelnya 92 bila populasi 130 maka sempelnya 97. Sedangkan populasi dalam penelitian ini sebanyak 125 kepala keluarga maka sempel dapat ditentukan 95 kepala keluarga. Sampel ditetapkan sebanyak 95 kepala keluarg (KK) dan pemilihanya dilakukan secara acak (random). Penulis juga menetapkan lima orang sebagai responden kunci (key responden). Teknik Pengumpulan Data Untuk pengumpulan data dibutuhkan cara dan alat yang digunakan secara terpadu yaitu : Observasi, interview (wawancara) dan kuesioner. Observasi, penulis menginginkan melalui pengamatan ini bisa memperoleh informasi, antara lain tentang pola interksi antar penghuni, berbagai macam tatanan rumah sebelum dan sesudah dimodifikasi, tingkat ”kepemilikan” para penghuni, serta fasilitas perumahan dan penggunaanya. Teknik komunikasi langsung adalah mekanisme pengumpulan data yang dilakukan melalui kontak atau hubungan pribadi (individual) dalam bentuk tatap muka (face to face relationship) antara pengumpul data dengan responden. sedangkan interview (wawancara) adalah alat yang di pergunakan dalam komunikasi tersebut yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data sebagai pencari informasi (interviewer) yang di jawab secara lisan pula oleh responden (interviewee) (Nawawi, 1992, h.98).
114
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Wawancara dilakukan langsung dengan responden dan tokoh masyarakat setempat baik formal maupun informal. Dari wawancara penulis berharap mendapat informasi yang tidak disinggung dalam kuesoner tetapi mendukung informasi yang hendak digali. Kuesioner (angket) digunakan untuk menjaring seluruh data yang dibutukan. Dari 95 kuesioner yang disebar kepada, 95 orang kembali sebanyak 78 kuesioner. Penelitian yang bersifat diskriptif kualitatif ini menggunakan instrumen berupa angket untuk mendapatan data yang akurat berupa data interval. Tipe skala pengukuran menggunakan skala likert dan skala Guttman untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang/responden penghuni rumah perumahan Mojongapit Indah terhadap deprivasi relatif terhadap rumah, modifikasi rumah, perubahan persepsi tentang rumah ideal, dan penyesuaian kebudayaan. Sedangkan status sosial ekonomi responden merupakan data nominal dengan menggunakan skala nominal, dimana skala nominal yang sebenamya tidak melakukan pengukuran tetapi lebih pada mengkategorikan atau menghitung faktafakta dari obyek yang diteliti berupa tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan. Skala Likert (skoring- skala pendapat) No Alternatif Jawaban Skala / Nilai Pendapat Pendapat positif negatif 1 Memuaskan 3 1 2 Kurang memuaskan 2 2 3 Tidak memuaskan 1 3 Skala Guttman No Pertanyaan Skala / Nilai Tertinggi=l Terendah=O (ya) (tidak) 1 Apakah tipe rumah yang bapak/ibu tempati adalah pilihan yang sudah cocok?
Teknik Analisa Data Data kuantitatif dinyatakan dalam bentuk jumlah atau angka yang dapat dihitung secara matematik. Pengelolaaan data kuantitatif dengan cara berfikir deduktif. Kuantitatif digunakan metode analisa, data statistik sederhana dengan menggunakan rumus: P
= F/N x 100%
F
= Frekuensi yang sedang dicari prosentasinya
N
= Number of case inilah frekuensi atau banyaknya Individu)
P
= Angka prosentase (Anal, 1989, h.40)
Selanjutnya perhitungan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program Social Science). 115
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Data kualitatif menunjukkan kualitas atau mutu dari sesuatu yang ada, berupa keadaan, proses, kejadian, peristiwa dan lain-lain yang dinyatakan dalam bentuk perkataan. Pengelolaan data kualitatif dititik beratkan pada cara berfikir induktif, karena pada umumnya bertolak dari kasuskasus khusus yang diinterpretasikan untuk disusun sebagai suatu generalisasi yang berlaku umum. Setelah data dikumpulkan dan diolah selanjutnya ditabulasikan (dihitung dan dibuat LabelLabel yang relevan), dianalisis, diberikan penafsiran dan disimpulkan. Matthew B. Miles dan Michael Huberman (1992) menjelaskan bahwa pandangan kami mengenai analisis kualitatif terdiri dari 3 alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu : (1) Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data "kasar" yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. (2) Penyajian data, alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. (3) menarik kesimpulan/verifikasi. 7 Status Sosial Ekonomi, Deprivasi Relatif Terhadap Rumah, Modifikasi, Persepsi Tentang Rumah Ideal dan Penyesuaian Kebudayaan Status sosial Ekonomi (Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan) Perbedaan status sosial ekonomi (tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan) penghuni rumah perumahan Mojongapit Indah mengakibatkan perbedaan besarnya deprivasi relatif yang dialami oleh penghuninya. Ada kencenderungan semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi deprivasi relatif terhadap rumah beserta fasilitas-fasilitas yang tersedia. Penghuni yang memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi ini juga mengalami tingkat deprivasi relatif yang tinggi pula, dikarenakan mereka mempunyai citra rasa yang lebih tinggi dan kesempatan yang lebih banyak dalam memilih dibandingkan dengan mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih rendah. Hal ini mencerminkan proses sosial yang biasa tedadi pada penghuni selama mereka tinggal di sana. Dalam waktu beberapa tahun mereka mengalami perubahan status sosial ekonomi. Mereka yang mengalami perubahan status sosial ekonomi (social climbing) akan mengarah pada mobilitas vertikal, demikian pula dengan tuntutan mereka terhadap sebuah tempat tinggal yang ideal. Penghuni yang status sosial ekonominya lebih tinggi menilai pada berbagai komponen rumah, fasilitas perumahan messes belum puas. Mereka terpaksa merubah atau bahkan menambah voltase aliran listriknya guna menjalankan alat-alat rumah tangganya yang menggunakan listrik, seperti: mesin cuci, setrika listrik, lemari es, televisi, video dan computer. Pengelola rumah perumahan hanya menyediakan aliran listrik yang terbatas, yaitu kekuatannya 450 watt. "Pada saat 7
Matthew B. Miles & Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia. 1992. Hal. 16-20
116
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
masuk rumah ini terpaksa saya membatasi pemakaian aliran listrik misalnya kalau saya memasang mesin cuci, computer terpaksa semua alat-alat rumah tangga yang memakai aliran listrik seperti lampu dan lain-lain harus dimatikan. Hal ini sangat menganggu pekerjaan saya, maka saya tambah aliran listrik menjadi 900 watt", cerita Pak Sofyan (bukan nama sebenarnya). Pekerjaan 78 orang responden, 64 orang laki-laki bekerja sebagai PNS, pegawai swasta, TNI / Polri, Wiraswasta, dan pensiunan. Demikian pula 14 orang responden perempuan pekerjaannya bervariasi sebagai PNS, pegawai swasta, dan lain-lain. Terdapat juga 38 orang istri responden yang bekerja sebagai PNS, pegawai swasta, wiraswasta, dan lain-lain. Pendapatan responden Rp. 3.000.000 ke atas sebanyak 17 orang (21,8%), pendapatan sedang antara Rp. 1.500.000 sampai Rp. 3.000.000 sebanyak 22 orang (28,2%), pendapatan rendah sebesar Rp. 1.500.000 sebanyak 39 orang (50%). 38 orang istri responden yang bekerja 6 orang (15,79%) sebesar Rp. 3.000.000 lebih, 15 orang (39,47%) berpendapatan sedang dan 17 orang istri responden yang berpenghasilan rendah sebanyak 17 orang. Tingkat pendidikan responden SLTA 33 orang (42,31%), Sarjana Strata 1 25 orang (32,05%), Diploma 10 orang, Pasca Sarjana 3 orang, SLTP dan SD sebanyak 7 orang (8,97%). Dilihat dari segi status tempat tinggal rumah perumahan milik sendiri bagi responden terdapat 58 orang prosentase sebesar 74,36 % dan sejumlah responden yang berstatus mengontrak 17 orang (21,79%), menempati rumah milik keluarga 3 orang (3,84%). Anggota Keluarga Serumah Luas rumah dan jumlah ruang yang terbatas pada rumah perumahan mojongapit indah menjadikan rumah tempat tinggal keluarga 4 sampai dengan 6 orang anggota keluarga. Mobilitas penghuni rumah, dimana kehidupan penghuni rumah di perumahanan Mojongapit indah di luar rumah tidak jauh beda dengan kehidupan warga pada umumnya kebiasaan bertetangga dan kegiatan rukun warga (RW) serta rukun tetangga (RT) merupakan wadah mereka bersinergi untuk kepentingan bersama. Wawancara dengan ketua rukun warga (RW), beliau bercerita: ”sebelas tahun kami nikmati pensiunan lebih kurang sepuluh tahun kami menjadi warga perumahan ini. Kesejahteraan sosial bagi warga yang sakit ada dana sosial yang dihimpun melalui kegiatan tingkat RT serta RW di luar dana kematian, hubungan sosial.tetap terbina untuk semua penghuni dan dengan warga masyarakat sekitar perumahan ". Kegiatan pengajian umum dan berolah raga terutama sepak bola sangat kelihatan sekali kekompakan warga perumahan ini, hampir setiap sore lapangan sepak bola dimanfaatkan oleh anakanak, remaja dan bapak-bapak berolah raga. Deprivasi relative terhadap rumah Tingkat Kepuasan Terhadap Rumah
117
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Deprivasi Relatif terhadap rumah dapat terjadi setelah pemilik menerima dan menempati rumahnya di perumahan ini. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan antara nilai rumah yang diharapkan dengan kenyataan rumah yang diperolehnya, Tabel 1 Deprivasi Relatif Terhadap Rumah Keterangan Frekwensi Tidak memuaskan 1 Kurang memuaskan 73 Memuaskan 4 Total 78
Persen 1,3% 93,6% 5,1% 100,0
Apabila dilihat dari table diatas dari 78 orang responden yang menyatakan tidak memuaskan 1,3%, yang menyatakan kurang memuaskan 93,6% dan yang menyatakan memuaskan 5,1. Beberapa dimensi variabel deprivasi relatif terhadap rumah berkaitan dengan penilaian terhadap kualitas berbagai komponen rumah, keluasan rumah, dan fasilitas perumahan. Jenis yang dinilai dalam kualitas komponen rumah meliputi dinding, lantai, jendela, pintu. Deprivasi relatif terhadap rumah pada umumnya terjadi pada setiap jenis komponen rumah (memuaskan 67,9%; kurang memuaskan 26,9%; tidak memuaskan 5,1%). Deprivasi relatif pada faktor keluasan rumah terjadi pada hampir seluruh jenis ruang. Hal ini disebabkan oleh luas, masing-masing komponen yang terbatas sehingga penghuni menghadapi ketidak leluasan dalam beraktivitas di dalam rumah (memuaskan 1,3%; kurang memuaskan 39,7%; tidak memuaskan 59,0%). Demikian pula tingkat kepuasan responden pada letak masing-masing komponen ( memuaskan 2,6%; kurang memuaskan 35,9%; tidak memuaskan 61,5%). Secara kuantitas jumlah ruang tidur terbatas, padahal mayoritas anggota keluarga yang tinggal di rumah jumlahnya lebih dari tiga orang. Dari data penilaian ruang ini, komponen rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar tidur, dapur dan kamar mandi, responden yang menyatakan puas 46,2%; kurang memuaskan 47,4%; tidak memuaskan 6,4%. Ini berarti responden yang berpendapat bahwa jika rumah perumahan hanya tersedia kompnen ruang sebagaimana tersebut, maka yang menyatakan "kurang memuaskan" ternyata lebih tinggi dari yang menyatakan "memuaskan". Masalah ruang untuk tidur akan semakin pelik jika anak-anak mereka sudah besar dan membutuhkan ruang tidur tersendiri. Bagi "orang timur" adalah sulit untuk menghindar dari sanak keluarga atau Leman yang datang untuk bermalam, sementara ruang untuk tidur yang sangat terbatas. Ruangan untuk belajar, walaupun kegiatan dapat dilakukan di ruang tamu atau di ruang tidur, sebagaian besar penghuni kurang puas atas keleluasaan aktivitas di ruang-ruang ini. Karena pada hakekatnya sering terganggu oleh kegiatan lain yang dilakukan bersamaan. Kegiatan yang
118
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya juga akan mengurangi keleluasaan konsentrasi belajar. Luas ruang dapur yang terbatas mengharuskan penghuni untuk menata pembotnya sedemikian rupa agar ruangan ini tidak memberi kesan sumpek. "Dalam keadaan yang terbatas ruangan dapur, saya menatanya disesuaikan dengan luas ruang, misalnya dengan memasang lemari temple tempat menyimpan alas-alas dapur agak keatas agar supaya tidak memakan ruang yang terbatas ini", demikian cerita ibu Surya (bukan nama sebenarnya). Mengenai hasil penilaian perhatian responden terhadap komponen bangunan rumah yang dinilai yaitu dinding, lantai, jendela, pinto, (memuaskan 3,8%; kurang memimskan 39,7% dan tidak memuaskan 56,4%). Deprivasi relatif yang dialami penghuni terhadap rumah beserta fasilitasnya diatasi dengan memodifikasi. dan menata bagian-bagian rumah yang dianggap kurang memenuhi syarat, disesuaikan dengan cita rasa pemiliknya. Melihat seberapa jauh deprivasi relatif yang dialami penghuni adalah melalui penilaian responden tentang kualitas, fasilitas dan keluasan rumah. Penilaian mengenai kualitas melalui variabel kepuasan pengamatan terhadap komponen rumah sebelum dimodifikasi 29,5% menyatakan memuaskan; 52,5% kurang memuaskan; dan 17,9% menyatakan tidak memuaskan. Besamya presentase yang mengalami deprivasi menandakan adanya ketidak puasan mereka terhadap pelayanan pengelola. Pada umumnya deprivasi yang dialami penghuni rumah lebih disebabkan oleh kualitas komponen rumah secara fungsional. Namun ketidakpuasan dalam segi estetika juga mempunyai peran yang berpengaruh di dalamnya. Mengenai keadaan rumah pada saat akan memasuki rumah sebagian warga perumahan mengatakan belum siap masuk rumah, karena masih perlu diadakan perbaikan atau dirubah pada bagian-bagian tertentu. Penilaian kesiapan ini berkaitan erat dengan penilaian terhadap komponen rumah. Dari sebagian penghuni menilaia perlu diadakan perubahan baik kecil maupun besar. Hal ini mencerminkan bahwa pertimbangan seseorang ketika hendak memilih tempat tinggal. Tingkat Kepuasan terhadap Fasititas Perumahan Kepadatan ruang juga berpengaruh pada deprivasi relatif terhadap fasilitas perumahan, walaupun hubungannya lemah mempunyai arti semakin banyak jumlah kepadatan ruang maka semakin rendah tingkat deprivasi relatif terhadap fasilitas yang tersedia. Karena tersedianya fasilitas seperti: Masjid, tempat Olah Raga, Taman dan lain-lain, membantu mereka menghindari untuk selalu tinggal di dalam rumah yang terbatas luasnya. Dengan demikian penghuni dapat mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan yang dapat dilakukan di sekitar rumah.
119
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Tingkat kepuasaan terhadap fasilitas perumahan responden yang menyatakan kurang memuaskan 17 orang (21,8%); dan yang menyatakan tidak memuaskan 61 orang (78,2%). Status sosial ekonomi untuk interpretasi hanya dilihat pada besar kecilnya pendapatan suami-istri dan bagaimana tingkat deprivasi relatif terhadap rumah sebagai berikut: responden yang berpenghasilan Rp.3.000.000, keetas yang menyatakan puas seorang (5,9%), kurang memimskan 16 orang (94,1%), tidak memuaskan kosong. Suami-istri yang berpendapatan Rp.1.500.000 – Rp. 3.000.000, sate orang memuaskan (4,5%), 21 orang menyatakan kurang memuaskan (95,5%) dan yang menyatakan tidak memuaskan kosong. Suami-istri berpendapatan sampai dengan 1 juta lima ratus ribu rupiah yang menyatakan memuaskan terhadap keberadaan rumah 2 orang (5,1%), 36 orang menyatakan kurang memuaskan (92,3%), dan yang menyatakan tidak memuaskan 1 orang (2,6%). Jadi keseluruhan status sosial ekonomi 78 orang responden mengenai deprivasi relatif terhadap rumah yang menyatakan memuaskan 4 orang (5 1%), kurang memuaskan 73 orang (93,6%), dan yang menyatakan tidak memuaskan l orang (1,3%).
Modifikasi Rumah Jika ditanya mengapa orang memodifikasi dan menata bagian-bagian rumahnya, maka akan ada jawaban yang beragam. Memodifikasi rumah adalah hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang, karena pada umumnya manusia mempunyai impian-impian tentang rumahnya yang diungkapkan dengan tindakan memodifikasi dan menatanya. Menurut para ahli antropologi Lawman (1971) modifikasi yang menurut istilahnya "pemolesan obyek" adalah sarana pelampiasan estetika yang merupakan kebutuhan dasar manusia. 8 58 orang (74,4%) yang melakukan modifikasi rumah merupakan tindakan untuk mengatasi rasa ketidakpuasan yang dialami penghuni terhadap rumahnya. Namun keinginan itu tidak dapat terlaksana tanpa adanya kernampuan. ekonomi (biaya). Pengetahuan pun ikut mempengaruhi konsep seseorang tentang rumah ideal. Sedangkan 20 orang responden tidak melakukan modifikasi karena lebih mengutamakan biaya pendidikan anak-anaknya. Biaya yang dikeluarkan penghuni untuk memodifikasi dan menata bagian-bagian rumah, dari 58 orang responden yang mengeluarkan biaya lebih, dari 5 juta sebanyak 50 orang (81,25%). Banyaknya
jumlah responden
yang
telah
mengeluarkan
biaya
besar.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa tindakan memodifikasi dan menata bagian-bagian rumah mempunyai arti dan tujuan memberi kesan tentang status sosial dirinya atau status sosial yang diinginkannya. Mengenai jenis modifikasi yang dilakukan oleh penghuni dapat di lihat pada tabel-tabel di bawah ini : 8
Edward Lawmann, Living Room Styles and Social Attitudes. The Logic of Social Hierarchies, Chicago: Markham. 1971, hal. 189
120
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Tabel 2. Responden yang mengutamakan modifikasi teras dan ruang tamu ( komponen A ) Ya Jumlah Keterangan Tidak (A) mengutamakan 44 teras dan ruang tamu (75.86%)
14 (24.14%)
58
Sejumlah 14 responden yang tidak mengutamakan modifikasi teras dan ruang tamu, tetapi tetap melakukan modifikasi rumah. Tabel 3. Macam/ Jenis yang dimodifikasi Komponen Rumah (B dan C) Ya Tidak Jumlah Macam / jenis ruang (B) rung tengah, dapur dan kamar mandi (C) pintu jendela
depan
52
6
(89.66%)
(10.34%)
dan 41 (70.69%)
17 (29.31%)
58
58
Modifikasi terhadap komponen ruang tengah, dapur dan kamar mandi sebanyak 52 orang (89,66%) responden, dan 6 orang (10,34%) responden yang menyatakan tidak melakukan modifikasi. Sedangkan responden yang melakukan modifikasi pintu depan runah dan jendela sebanyak 41 orang (70,69%); dan responden yang tidak melakukan modifikasi 17 orang (29,31). Erving Goffman, membuat pembedaan antara perilaku ruang depan (umum) dan ruang belakang (privat) dalam pengelolaan kesan. Menurutnya, penampilan individu di ruang depan dapat dipandang sebagai upaya menunjukkan bahwa aktivitas di situ terpelihara dan mencakup standar tertentu. Maka perlengkapan yang tampak (setting) di ruang itu lebih dari ruang lainnya. Demikian pula dengan keadaan di perumahan ini, ruang tamu di setiap rumah tampak telah dimodifikasi dan ditata secara besar-besaran oleh penghuninya. Namun pada bagian ruang lainnya umumnya juga mengalami modifikasi yang tidak sedikit. Bagian-bagian yang kurang sedap dipandang berusaha disembunyikan dengan memadifikasi dinding atau pendekoran. Penghuni benar-benar berusaha untuk menghindari gangguan yang tidak menguntungkan (inopportune intrusions) yang dapat menimbulkan ketidakserasian, bisa saja terjadi jika penghuni hanya memodifikasi sebuah bagian saja dan kurang berhati-hati tehadap bagianbagian kecil yang kurang mendapat perhatian tetapi dapat menggangu pemandangan. Ruang baik jenis maupun jumlahnya yang terbatas memaksa penghuni seringkali menggandakaan fungsi sebuah ruang. Hal ini dianggap sebagai ketidakdisiplinan (dramaturgical discipline). Status sosial ekonomi dimaksudkan adalah besarnya pendapatan responden (suami-istri). Pendapatan responden 3 juta keatas yang telah melakukan modifikasi rumah saat penelitian ini berlangsung sebanyak 13 orang (76,5%), yang tidak/belum memodifikasi rumahnya 4 orang (23,5%), yang berpendapatan sedang antara 1,5-3 juta sebanyak 19 orang(86,4%) telah
121
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
memodifikasi rumahnya dan 3 orang (13,6%) belum melakukan modifikasi rumah, Sedangkan bagi responden yang berpendapatan rendah sampai dengan 1,5 juta, sebanyak 26 orang (66,7%) sudah melakukan modifikasi rumah, 13 orang (33,3%) belum melakukan modifikasi. Dengan demikian jumlah responden yang memodifikasi rumah 58 orang (74,4%) dan 20 orang (25,6%) yang belum memodifikasi rumahnya sampai dengan penelitian ini berlangsung. Akhirnya modifikasi yang dilakukan oleh penghuni rumah selain untuk mengatasi deprivasi relatif terhadap rumah dan merealisasikan citarasa penghuninya, pada dasarnya juga untuk menciptakan atribut yang dapat menyampaikan suatu kesan tentang sosok diri penghuninya. Bahkan lebih dari itu, terkadang modifikasi yang cenderung "dipaksakan" menjadi salah satu cara untuk mencapai pengakuan status yang lebih tinggi. Sehingga mengadopsi gaya yang sedang menjadi mode saat ini adalah sesuatu yang wajar dilakukan. Perubahan Persepsi Terhadap Rumah Ideal Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap rumah ideal. Dari hosil penelitian di rumah perumahan Mojongapit Jombang perubahan persepsi terhadap rumah ideal menunjukkan sebagian besar responden memberikan penilaian positif 43 responden (55,1%) dalam arti bahwa kualitas bangunan yang kokoh, bentuk dan fasilitas rumah yang baik, sedang 35 orang responden (44,90%) memberikan penilaian negatif artinya rumah ideal tidak semata-mata terletak pada bangunan kokoh, bentuk/ estetika dan fasilitasnya, namun juga selera. Memang diharapkan semua penghuni rumah; keinginan rumah ideal adalah manusiawi bukan terdorong atau didorong oleh lingkungannya (cerita Etik, bukan nama sebenarnya). Kelengkapan fasilitas rumah selain komponen-komponen rumah seperti ruang tamu, kamar tidur, ruang belajar, ruang makan, dapur, kamar mandi dan garasi, juga dekorasi, aksesoris, taman dan tidak boleh ketinggalan ruang untuk tempat jemuran pakaian. Bergesernya persepsi tentang rumah ideal, tidak berarti bahwa mereka akan begitu saja meninggalkan rumah dan pindah ke rumah yang lebih baik menurut penilaian mereka. Ada banyak hal yang dipertimbangkan apabila seseorang akan memilih tempat tinggal. Demikian pula dengan penghuni perumahan tersebut, walaupun terkadang mereka mengalami kejenuhan dengan tempat tinggalnya, maka mereka masih ingin tinggal di perumahan, berapapun nilai lebih rumah masih dipertahankan oleh penghuninya.
122
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Penyesuaian Kebudayan Kebudayaan, cepat atau lambat mengerti sendiri kapan ia mesti mulai memperbaharui unsurunsurnya 9. Corak, gaya dan kualitas interior dan eksterior rumah seseorang dapat dipandang sebagai bidak-bidak catur dalam suatu "pengelolaan kesan" (impression management). Dengan kata lain, corak dan gaya interior dan eksterior rumah dalam memodifikasi dan menata disesuaikan dengan citra diri penghuni atau citra diri yang diinginkan penghuni. Di dalam lingkungan rumah perumahan Mojongapit Indah penyebaran gaya, corak dan kualitas komponen rumah dalam rangka pengelolaan kesan" penghuni itu dapat dilihat pada bagianbagian rumah yang terwujud dalam modifikasi dan penataan dekorasi khususnya pada ruang tamu. Penyesuaian kebudayaan disini penulis maksudkan yaitu peniruan/meniru orang lain yang sedang atau telah melakukan modifikasi rumah, idenfifikasi terhadap keadaan rumah, komponen rumah dan seterusnya, komitmen terhadap nilai-nilai baru yang terkait dengan penataan rumah sebagai bagian dari kebiasaan-kebiasaan di perumahan ini. Prestise individu penghuni rumah tidak semuanya dipengaruhi oleh bagusnya rumah yang ditempati, tetapi arsitektur rumah yang sangat bagus mengundang pesona banyak orang. Tidak sedikit rumah yang berubah dari bentuk aslinya, ada juga yang sekedar pemolesan bagian depan saja. Maka dapat dikatakan bahwa gaya, corak rumah terdapat dua kategori, yaitu campuran (tradisional modern) dan modern. Dari keseluruhan responden 78 orang (100%) terdapat 37 responden (47,4%) yang sudah melakukan penyesuain kebudayaan artinya modifkasi, penataan dekorasi, penggunaan assesoris, atau penggunaan peralatan rumah dengan gaya berselera modem. Sedangkan 41 responden (52,6%) pada saat penelitian berlangsung belum melakukan penyesuaian. Hal ini berkaitan dengan apa yang tercermin pada masyarakat kita yang sedang mengalami masa transisi dimana pola-pola lama masih tetap dipelihara, sementara pola-pola bare sudah mulai diterima sebagai internalized. Penutup Ada pengaruh semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi deprivasi relatif terhadap rumah beserta fasilitas-fasilitas yang tersedia. Penghuni rumah perumahan Mojongapit Indah yang memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi, mengalami-tingkat deprivasi relatif yang tinggi pula, dikarenakan mereka mempunyai citra rasa yang lebih tinggi dan kesempatan yang lebih banyak dalam memilih rumah dibandingkan dengan mereka yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih rendah. Meningkatnya status sosial ekonomi akan meningkatkan keingginan seseorang akan berbagai jenis ruang dan tatanan rumahnya. Dari 58 responden yang 9
Nat J. Colletta dan Umar Kayam 1987, Kebudayaan dan Pembangunan sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, 1987, hal. 310
123
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
mengeluarkan biaya modifikasi lebih dari 5 (lima) juta rupiah sebanyak 50 orang (81,25%). Maka corak dan kualitas interior dan eksterior rumah seseorang juga mendukung modifikasi dan penataan bagian-bagian rumah. Hal ini mengindikasikan bahwa tindakan memodifikasi dan menata bagianbagian rumah mempunyai arti dan tujuan memberi kesan tentang status sosial dirinya atau status sosial yang diinginkannya. Selain itu, memodifikasi rumah mempunyai tujuan lainnya yang berkaitan dengan prestise penghuni, karena rumah bagi sejumlah orang merupakan symbol status. Status sosial ekonomi dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap rumah ideal. Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memberikan penilaian positif dalam arti bahwa kualitas bangunan yang kokoh, bentuk dan fasilitas rumah yang baik memang diharapkan semua penghuni rumah, keinginan seperti itu adalah manusiawi bukan karena terdorong atau didorong oleh lingkungannya. Kelengkapan fasilitas rumah selain komponen-komponen rumah seperti ruang tamu, kamar tidur, ruang belajar, ruang makan, dapur, kamar mandi dan garasi, juga dekorasi, aksesoris, taman dan tidak boleh ketinggalan ruang untuk tempat jemuran pakaian. Bergesernya persepsi tentang rumah ideal, tidak berarti bahwa mereka akan begitu saja meninggalkan rurnah dan pindah ke rumah yang lebih baik menurut penilaian mereka. Ada banyak hal yang dipertimbangkan, walaupun terkadang mereka mengalami kejenuhan dengan tempat tinggalnya, maka mereka masih tetap ingin tinggal di perumahan, berapapun nilai lebih rumah masih dipertahankan oleh penghuninya. Kebudayaan (arsitektur rumah) maka suatu corak, gaya dan kualitas interior dan eksterior rumah seseorang dapat dipandang sebagai bidak-bidak catur dalam suatu pengelolaan kesan (impression management). Dengan kata lain, corak dan gaya interior dan eksterior rumah dalam memodifikasi dan menata disesuaikan dengan citra diri penghuni atau citra diri yang diinginkan penghuninya. Penyebaran gaya, corak dan kualitas komponen rumah dalam rangkah pengelolaan kesan (impression management) penghuni itu dapat dilihat pada bagian-bagian rumah yang terwujud dalam modifikasi dan penataan dekorasi, khususnya pada ruang tamu sebagai panggung depan (front region). Arsitektur rumah yang sangat bagus mengandung pesona banyak orang, tidak sedikit rumah yang berubah dari bentuk aslinya, ada juga yang sekedar pemolesan bagian depan saja sebagai sarana pelampiasan estetica yang merupakan kebutuhan dasar manusia. Maka dapat dikatakan bahwa gaya, corak rumah terdapat dua kategori, yaitu campuran (tradisional modern) dan modern. Hal ini berkaitan dengan apa yang tercermin pada masyarakat kita yang sedang mengalami masa transisi dimana pola-pola lama masih dipelihara, sementara pola-pola baru sudah mulai diterima sebagai Internalized.
124
Jurnal Politika, Vol. 1, Nomor. 1, September 2015
Daftar Pustaka Astrid, S. Susanto, 1985, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Penerbit Bina Cipta. Bandung. Budihardjo, Eko. 1984. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Penerbit: Alumni. Bandung Colletta Nat J. dan Kayam Umar (penyunting) 1987, Kebudayaan dan Pembangunan sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia, Penerbit: Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Fashri, Fauzi. 2007. Penyingkapan Kuasa Simbol. Penerbit :Juxtapose The Sumradewi Office House. Yogyakarta. Gropius, Walter.,1985, The New Architecture and Bauhaus, Combrdige, Massachussets; Cambridge University Press. Guff, Ted Robert. 1971. Why Man Rebel, University of Princeton. New Jersey Koentjaraningrat. 1990. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit: Jambatan. Jakarta. Laumann, Edward 0.1971, Living Room Styles and Social Attitudes. The Logic of Social Hierarchies, Chicago,-Markham. Miles, Matthew B.&Huberman A. Michael. Terjemah 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerbit Universitas Indonesia. Moleong, Lexy,J. 2002, Metode Penelitian Kualltatif, Penerbit: PT.Remaja Rosda Karya, Bandung. Nawawi, Hadari.H.Dr.Prof. 1992, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Poloma, Margaret M. 2013, Sosiologi Kontemporer. Penerbit: PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta Soekanto,Soejono,Prof. Dr. SH. 1999, Sosiologi Suatu Pengantar, penerbit: Rajawali Press. Jakarta. T. Ade Ferdy. 1992; Masalah Penyesuaian Kebudayaan Penghuni Rumah Susun, (Studi Kasus di Kompleks Rumah Susun Sarijadi Bandung). ……………..2001. Metodologi Penelitian Administrasi Publik Program Pascasarjana Universitas Wijaya Putra. Surabaya. Tim Pembina Refreshing. ……………..2004, Jurnal "Sosiologi Indonesia" Penerbit Ikatan Sosiologi Indonesia Jakarta.
125