ADAPTASI RUANG DOMESTIK TERHADAP PENGHUNINYA SEIRING WAKTU Talita Yakin Putri Nasution Pembimbing : Yandi Andri Yatmo
ABSTRAK Arsitektur tidak terlepas dari kebutuhan manusia akan ruang untuk beraktivitas. Seiring waktu, tubuh manusia yang hidup akan terus tumbuh dan berubah. Ruang domestik sebagai tempat terjadinya keseharian, secara langsung merespon kebutuhan dan keinginan manusia yang berubah seiring waktu. Dengan demikian, ruang domestik perlu dapat bersifat terbuka serta fleksibel penggunaannya agar dapat beradaptasi dengan baik terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam beradaptasi, ruang domestik tidak perlu untuk berubah seluruhnya. Penyesuaian dapat dilakukan pada ruang dan furnitur yang memudahkan proses adaptasi. Skripsi ini mencoba mengamati bagaimana perubahan ruang domestik, yang hidup dan tumbuh beriringan dengan penghuninya seiring waktu. Terdapat dua metode pengamatan, yaitu mengamati bagaimana perubahan yang terjadi pada sebuah keluarga sebagai
penghuni
ruang
domestik
dan
mengamati
bagaimana
penyesuaian ruang yang dilakukan untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan ruang yang timbul. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika merancang, arsitek tidaklah menjadi yang paling tahu. Perubahan kebutuhan dan keinginan dalam penggunaan ruang merupakan sesuatu yang tidak terlelakkan, sehingga fleksibilitas dalam penggunaan ruang di waktu yang berbeda menjadi penting untuk dipertimbangkan ketika merancang. penggunaan
Arsitek ruang
sebaiknya
yang
tidak
secara
kaku
menentukan
dirancangnya
untuk
orang
lain,
tetapi
memfasilitasinya agar kehidupan seutuhnya dapat bergulir di dalam ruang yang dirancang.
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
2
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring waktu, tubuh manusia yang hidup senantiasa tumbuh dan berubah, begitupun aktivitasnya sehingga kebutuhan akan ruang pun juga ikut berubah. Karena aktivitas manusia lebih dahulu muncul, maka ruang beraktivitas manusia seharusnya bersifat terbuka, mengikuti tubuh yang diwadahinya sehingga dapat mengakomodasi perubahan kebutuhan penggunanya di masa depan. Pernyataan ini diperkuat oleh Franck dan Lepori (2000) “Buildings must accommodate the human body not vice versa, is vital and is not heard often enough” Untuk itu, ruang perlu memiliki kemampuan beradaptasi yang didefinisikan secara sederhana oleh Steven Groak (1992) sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dengan perubahan penggunaan pada saat ruang dapat digunakan untuk beragam fungsi.
1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melihat bagaimana bangunan hidup seiring waktu bersamaan dengan hidup pengguna di dalamnya.
1.3 Batasan Pembahasan Pembahasan dalam skripsi ini mencoba melihat lebih jauh mengenai bagaimana arsitektur yang diperuntukkan mewadahi kebutuhan penghuninya sebagai makhluk hidup yang berubah seiring waktu, tidak terelakkan dari perubahan di masa depan.
1.4 Metode Penulisan Metode penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan studi literatur
terkait
pembahasan.
Studi
literatur
dimaksudkan
untuk
mendapatkan teori mengenai adaptabilitas pada ruang domestik. Setelah itu membahas studi kasus untuk melihat bagaimana adaptasi terjadi di Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
3
ruang domestik yang kemudian dianalisis dengan teori yang ada sehingga dapat diamati perubahan yang terjadi dalam rentang waktu selama bangunan itu berdiri.
II ADAPTASI RUANG DOMESTIK TERHADAP PENGHUNINYA SEIRING WAKTU
2.1 Perubahan Sebagai yang Tak Terelakkan Pada Ruang Arsitektur perlu dapat mengakomodasi kebutuhan manusia akan ruang beraktivitas selama dia tumbuh dan berkembang. “Buildings must accommodate the human body not vice versa, is vital and is not heard often enough” (Franck dan Lepori 2000). Selama tumbuh, terjadi perubahan-perubahan
secara
fisik
dan
psikis
pada
tubuh,
yang
mempengaruhi kebutuhan ruangnya seiring waktu. “…in designing for living, why not consider along with the body that moves, the body that feels, and the body that dreams?” (Franck and Lepori, 2000). Karena perubahan pada tubuh manusia merupakan hal yang tidak terelakkan, maka ruang seharusnya bersifat terbuka terhadap perubahan di masa depan. Dengan demikian, ruang
perlu memiliki
kemampuan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi untuk dapat mengakomodasi kebutuhan manusia yang berubah seiring waktu.
2.2 Adaptabilitas Ruang Adapt berasal dari kata adaptāre dalam bahasa latin dan adapter dalam bahasa Perancis yang berarti menyesuaikan (dictionary.com). Adaptation
berarti
proses
menyesuaikan
atau
disesuaikan
(oxforddictionary.com). Istilah adaptability terdiri dari dua suku kata yaitu adapt yang berarti menyesuaikan dan ability yang berarti kemampuan sehingga dapat diartikan secara sederhana sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dengan keadaan. “Adaptability is the term used to describe a structure that is capable of being modified, at minimum cost, to suit the changing needs of its Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
4
occupants… the lifestyle and the needs of those who spend their lives there will change over time…” (Moore, 2001). Dalam menyesuaikan terhadap perubahan kebutuhan, ruang perlu untuk dapat dimodifikasi untuk mengakomodasi kebutuhan penggunanya yang berubah di masa depan. Ruang tidak perlu berubah seluruhnya sehingga adaptasi dapat dilakukan dengan mudah.
2.2.1 Terjadinya Adaptasi Ruang Seiring Waktu Menurut Patricia Wady, “Building lives in time, and those lives are intimately connected with the lives of the people who use them... they change and perhaps grow as the lives of their uses change.” (Brand, 1994). Ruang tumbuh beriringan dengan penggunanya seiring waktu. Bangunan tidak selesai pada saat ia selesai dibangun namun justru bangunan tersebut baru memulai kehidupan ketika ruang di dalamnya ditempati dan digunakan oleh manusia seperti yang dikatakan oleh Brand (1994) bahwa “A building is not something you finished. A building is something you start”. Waktu di sini menjadi elemen yang tidak terpisahkan dari bagaimana sebuah ruang berubah dalam merespon perubahan kebutuhan penggunanya. Dengan demikian, kemampuan ruang untuk beradaptasi tergantung pada mampu atau tidaknya ruang disesuaikan untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan dan keinginan pengguna yang berubah seiring waktu.
2.2.2 Cara Ruang Beradaptasi Dalam beradaptasi, ruang terdiri atas 6 lapisan seperti yang dikatakan oleh Brand (1994) “An adaptive building has to allow slippage between the differently-paced systems of Site, Structure, Skin, Services, Space Plan, and Stuff”. Keenam lapisan tersebut adalah : Site yang merupakan letak geografis bangunan, sudah ada sebelum bangunan dibangun; Struktur yang terdiri atas pondasi dan elemen penyalur beban; Skin berupa permukaan eksterior bangunan; Service, adalah organ dalam bangunan yang bekerja agar aktivitas di dalam bangunan dapat terlaksana, seperti sambungan listrik, komunikasi, pemipaan, dsb.; Space Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
5
plan, merupakan layout interior, tempat dinding, langit-langit, lantai, dan pintu berada; serta Stuff, yaitu benda-benda yang dapat dipindahkan dengan mudah, atau disebut juga furnitur, seperti meja, telepon, kursi, televisi, dsb. Dalam hal perubahan menurut waktu, site dan struktur menjadi paling sulit dan mahal untuk diubah (Brand 1994), sedangkan furnitur adalah lapisan yang paling mudah untuk diubah ketika perlu menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan pengguna.
Gambar 2.1 : Shearing Layers of Change (Sumber : How Buildings Learn, Stewart Brand 1994 : 13)
Penyesuaian yang termudah adalah dengan merubah space plan dan furnitur seperti yang dikatakan Brand (1994) “Building partially resolve the paradox by offering the hierarchy of pace—you can fiddle with the stuff and space plan all you want while the structure and the site remain solid and reliable.” Penyesuaian furnitur dan space plan ini dapat dilakukan secara langsung oleh pengguna, tanpa melibatkan profesional seperti arsitek, ketika kebutuhan dan keinginan baru muncul.
2.2.3
Fleksibilitas
sebagai
Penunjang
Tercapainya
Adaptabilitas Istilah adaptabilitas dalam arsitektur seringkali dikaitkan dengan fleksibilitas karena keduanya memiliki pengertian yang saling berkaitan seperti yang dikemukakan oleh Steven Groak (1992), menurutnya, poin utama dari fleksibilitas adalah dapat berubah secara fisik dan poin utama adaptabilitas adalah dapat berubah penggunaannya. Keduanya sama-
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
6
sama bersifat terbuka terhadap perubahan, fleksibilitas cenderung ke perubahan fisik, sedangkan adaptabilitas cenderung ke perubahan fungsi. “The point therefore is to arrive at an architecture that when the users decide to put it to different uses than those originally envisaged by the architect, does not get upset and confused and consequenty loses its identity” (Hertzberger, 1991). Dengan demikian, fleksibilitas ruang dilihat sebagai kebutuhan akan kebebasan pengguna untuk menyesuaikan ketika apa yang dianggap ideal berbeda dengan kebutuhan dan kenyataan yang ada. Kebebasan di sini penting karena kehidupan manusia bergulir tanpa direncanakan dan diatur oleh orang lain. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fleksibilitas pada ruang memicu kemampuan ruang untuk beradaptasi. Fleksibel berarti ruang bersifat tidak fixed, pengguna bebas untuk melakukan modifikasi, penyesuaian
secara
fisik,
baik
bentuk
maupun
letaknya,
dalam
mendukung ruang untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan di masa depan.
2.2.4 Prinsip adaptabilitas Berdasarkan literatur yang saya kumpulkan, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan sebagai prinsip adaptabilitas ruang, yaitu :
Ruang yang mampu beradaptasi berarti ruang dirancang untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan penggunaan, pengguna, dan iklim. (Kronenburg, 2007) dengan demikian ruang bersifat terbuka terhadap perubahan sehingga ruang dapat dikatakan sebagai proses yang tidak selesai. (Franck dan Lepori, 2000)
Adaptasi ruang bukanlah penyelesaian akan suatu masalah, namun lebih kepada reduksi permasalahan hingga mencapai titik yang dirasa cukup dan dapat ditoleransi. Oleh karena itu adaptasi sifatnya ‘satisficing’ tidak menjadi solusi yang paling tepat namun, cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pengguna dalam jangka waktu tertentu. Oleh karenanya, waktu merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam adaptasi ruang. (Brand, 1994)
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
7
Adaptasi ruang dapat tercapai dengan fleksibilitas yang memberikan kebebasan pengguna untuk memodifikasi ruang sehingga ruang dapat digunakan untuk beragam fungsi. (Hertzberger, 1991)
Adaptasi ruang tidak memerlukan usaha yang besar, dapat dicapai dengan penyesuaian space plan dan furnitur dalam ruang. (Brand, 1994)
2.3 Ruang Domestik dan Perubahannya Menurut Rybczynski (1986), “To speak of domesticity is to describe a set of felt emotions, not a single attribute. Domesticity has to do with family, intimacy, and a devotion to the home, as well as with a sense of the house as embodying—not only harboring—these sentiments.”. Ruang domestik merupakan ruang yang dirasakan intim dengan kita, berkaitan dengan keluarga dan home, yang terlihat pada house sebagai bentuk fisik. Selanjutnya, Rybczynski (1986) mengatakan bahwa ‘home’ adalah termasuk ‘house’ dan ‘household’, yang merupakan tempat terjadinya dwelling dan perasaan terlindungi, kepemilikan dan kasih sayang. Rumah (home) adalah rumah (house) sebagai bangunan beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya dan juga di sekitarnya, termasuk manusia dan rasa dimana kebutuhan kita terpenuhi sehingga home akan selalu menjadi tempat kita kembali. Dengan demikian, ketika membicarakan ruang domestik, berkaitan dengan rumah dan rumah tangga, juga intimasi antara kedua hal tersebut. Apa yang terjadi pada rumah tidak terlepas dari apa yang terjadi pada
penghuninya,
termasuk
ketika
penghuninya
tumbuh
dan
berkembang seperti yang dikatakan oleh Brand (1994) “Every house is a “biography” house—like Washington’s, Madison’s, and Jeferson’s—to some degree. Families can’t help changing, and their homes can’t help changing with them. “ Perubahan daur hidup penghuni rumah tentunya berpengaruh terhadap perubahan kebutuhan ruang beraktivitas di dalam rumah. Perubahan ini tidak dapat diprediksi seperti yang dikatakan Brand (1994) “all buildings are predictions. All predictions are wrong,”. Sehingga sulit memperkirakan ketepatan fungsi yang direncanakan pada rumah. Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
8
Walaupun demikian, rumah tetap harus mampu mengakomodasi perubahan kebutuhan dan keinginan yang terjadi. Sehingga, rumah perlu permanen secara bentuk (form) untuk efisiensi pada konstruksi dan juga perlu berubah untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan penghuninya (Ludwig Mies van der Rohe yang dikutip oleh Till, 2007) Perubahan yang tak terelakkan inilah yang kemudian menjadikan rumah perlu untuk dapat disesuaikan di masa depan agar mampu mengakomodasi perubahan kebutuhan penghuninya.
2.3.1 Adaptasi Ruang Domestik Keinginan dan kebutuhan yang muncul pada ruang domestik samasama harus dipenuhi, terkadang, keduanya tidak bisa terlaksana sehingga harus ada yang mengalah atau bertoleransi. Konflik antara kedua hal inilah yang membawa rumah kepada perubahan (Brand 1994). Menurut Brand (1994), penghuni merespon kebutuhan dan keinginan baru dengan cara langsung karena memiliki intimasi dengan objek di dalam rumah itu sendiri dan merasa ruang di dalam rumah adalah miliknya. Jika seseorang butuh sesuatu untuk berubah maka ia akan langsung merubah lingkungannya (rumah) untuk dapat memenuhi dengan kebutuhannya tanpa direncanakan dan tanpa perlu bantuan profesional atau yang disebut Brand (1994) adaptasi yang terjadi secara vernakular sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Hal ini menjadi kompleks ketika beberapa anggota keluarga, berinteraksi secara langsung dengan rumah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya masing-masing, saling berbenturan. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian untuk mencapai kepuasan seluruh anggota keluarga. Penyesuaian pada rumah untuk dapat mengakomodasi perubahan kebutuhan dan keinginan penghuninya dengan mudah dilakukan dengan menyesuaikan space plan dan stuff-nya. Stuff pada skripsi ini fokus melihat pada perubahan furnitur yang terjadi berkaitan dengan perubahan penghuni serta pengaruhnya terhadap space plan dan penggunaan ruang. “furniture tells all. One can reconstruct domestic interior, and the attitudes of its inhabitants, from a single chair” (Rybczynski, 1986) Dengan melihat Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
9
furnitur, dapat memberi gambaran bagaimana kehidupan domestik suatu keluarga. Perubahan Space plan memungkinkan kita mendapat luasan ruang atau pun konfigurasi ruang yang berbeda, misal membagi sebuah ruangan yang panjang dengan sekat menjadi dua buah ruangan. Sedangkan perubahan stuff dapat dilakukan dengan cara menggeser, melipat, hingga mengganti
furnitur
dalam
rumah
untuk
membatasi
ruang
dalam
mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan baru. Selain memang karena benar-benar butuh, penyesuaian space plan and stuff juga mungkin dilakukan ketika manusia merasa bosan, tidak puas, dan malu misalnya, hal ini dikarenakan sepanjang hari manusia berkutat dengan stuff dan space plan secara langsung (Brand, 1994). Dengan demikian, bangunan tidak perlu sering untuk berganti secara keseluruhan.
III STUDI KASUS
Bab studi kasus ini akan membahas bagaimana perubahan yang terjadi seiring waktu pada keluarga selaku penghuni ruang domestik, mempengaruhi perubahan pada ruang domestiknya, serta bagaimana ruang domestik merespon perubahan tersebut dalam rangka beradaptasi sehingga dapat dilihat bahwa bangunan yang terlihat statis sebenarnya berubah, hidup, dan tumbuh beriringan dengan penghuninya. Untuk melihatnya, saya melakukan pengamatan pada rumah tinggal saya.
3.1 Rumah Pamulang Lokasi
: Pamulang
Luas Tanah/ Luas Bangunan
: 90m2 / 134 m2
Jumlah Lantai
:3
Rumah saya terletak di daerah Pamulang, selesai dibangun pada tahun 1999. Latar belakang keluarga saya adalah keluarga besar yang jumlah anggotanya 6 orang pada saat bangunan ini baru ditempati, terdiri Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
10
dari Ayah, pegawai swasta (37 tahun), Ibu, ibu rumah tangga (37 tahun), serta 4 orang anak yaitu Anak laki-laki (LK) A (10 tahun) yang duduk di bangku SD, Anak Perempuan (PR) A, yaitu saya (8 tahun) yang juga duduk di bangku SD, Anak PR B (4 tahun) yang duduk di bangku TK, dan Anak LK B (1 tahun), serta seorang pembantu rumah tangga yang tidak tinggal menetap namun selalu datang tiap hari dari pagi hingga siang. Pada perkembangan selanjutnya, ada penghuni baru, yaitu Eyang (89 tahun) yang pindah ke rumah ini pada tahun 2012. Studi kasus ini fokus pada bagaimana ruang beradaptasi terutama penyesuaian ruang yang dilakukan oleh anggota keluarga sebagai penghuni rumah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya seiring waktu. Penyesuaian yang dimaksud adalah perubahan yang dilakukan pada lapisan space plan dan stuff atau furnitur pada ruang sebagai konsekuensi dari timbulnya kebutuhan atau keinginan baru anggota keluarga yang perlu dipenuhi dalam rentang waktu 13 tahun. Untuk melihat bagaimana rumah hidup beriringan dengan hidup penghuninya seiring waktu maka saya jelaskan terlebih dahulu daur hidup keluarga saya :
Baru menempati rumah Pamulang
1999
Mendapatkan furnitur baru Anak PR B masuk SD Anak LK A masuk SMP
2000
2001
Anak LK B masuk SMP
2010
2011
Anak LK A masuk SMA Anak LK B masuk SD Anak PR A masuk SMP
2002
2003
2004
Anak PR B masuk SMP Anak PR A masuk SMA Anak LK A masuk kuliah
2005
2006
2007
Anak PR A masuk kuliah Anak PR B masuk SMA
2008 2009
Anak PR B masuk kuliah Eyang pindah ke rumah ini
2012 Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
11
3.1.1 Tahap Awal (1999) Rumah saya terdiri atas 3 lantai. Lantai 1 diperuntukkan kegiatan umum seperti menerima tamu, ruang berkumpul keluarga, ruang makan, dan dapur. Lantai 2 untuk kegiatan yang lebih private seperti tidur. Lantai 3 untuk area servis yaitu gudang dan area menjemur pakaian. Layout ruang awal dan peruntukkan ruang–ruang saat pertama kali dibangun oleh arsiteknya adalah sebagai berikut :
Denah Lantai 1
Denah Lantai 2
U Skala 1 : 200 Denah Lantai 3 Gambar 3.1 : Denah Rumah
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
12
Pada setiap lantai, ruang diisi dengan furnitur sesuai dengan program yang diusulkan oleh arsitek hal ini ditujukan agar ruang dapat digunakan sesuai dengan yang direncanakan. Di sini dapat dilihat bahwa furnitur berperan sebagai penentu fungsi ruang. Sebagai contoh, tempat tidur untuk ruang tidur, dan sofa untuk ruang menerima tamu. Gudang
Lantai 3 Ruang Jemur
Lantai 2
Kamar Anak Perempuan Ruang Cuci Pakaian
WC
Kamar Anak Laki-Laki WC
Lantai 1
Ruang Keluarga
Ruang Tamu
Ruang Keluarga
Dapur Ruang makan WC Gambar 3.2: Peruntukkan Ruang dan Furniturnya
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
13
3.1.2 Tahap 2 Perubahan Pertama (1999 - 2001)
Baru menempati rumah Pamulang
1999
Mendapatkan furnitur baru Anak PR B masuk SD Anak LK A masuk SMP
2000
2001
Anak LK B masuk SMP
2010
2011
Anak LK A masuk SMA Anak LK B masuk SD Anak PR A masuk SMP
2002
2003
2004
Anak PR B masuk SMP Anak PR A masuk SMA Anak LK A masuk kuliah
2005
2006
2007
Anak PR A masuk kuliah Anak PR B masuk SMA
2008 2009
Anak PR B masuk kuliah Eyang pindah ke rumah ini
2012
Pada tahap ini, perubahan diawali dengan kebutuhan keluarga akan furnitur baru yang memenuhi kebutuhan simpan keluarga.
Gambar 3.11: Tahap ke-2 Perubahan Furnitur Pertama
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
14
3.1.3 Tahap 3 Perubahan ke-2 (2002 - 2004)
Baru menempati rumah Pamulang
1999
Mendapatkan furnitur baru Anak PR B masuk SD Anak LK A masuk SMP
2000
2001
2002
2003
2004
Anak PR B masuk SMP Anak PR A masuk SMA
Anak PR A masuk kuliah Anak PR B masuk SMA
Anak LK A masuk kuliah
2005
2006
2007
2008 2009
Anak PR B masuk kuliah Eyang pindah ke rumah ini
Anak LK B masuk SMP
2010
Anak LK A masuk SMA Anak LK B masuk SD Anak PR A masuk SMP
2011
2012
Tahap 3 perubahan ke-2 anak-anak mulai duduk di bangku sekolah menengah, yaitu LK A di SMA, PR A di SMP, dan LK B di SD. Perubahan kebutuhan terjadi pada LK A dan PR A yang sudah memasuki usia remaja sehingga membutuhkan privasi lebih. Sehingga anak laki-laki harus pindah
ke
kamarnya
sendiri
yang
sebelumnya
digunakan
untuk
menyetrika.
Universitas Indonesia Gambar 3.17: Tahap Ke-3 Perubahan Furnitur ke-2 Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
15
Perpindahan furnitur pada tahap ini berpengaruh pada fungsi ruang yang ikut berpindah. Dampak dari perpindahan ini adalah adanya multifungsi pada ruang keluarga yang tadinya digunakan untuk tempat bermain, menjadi bertambah fungsinya dengan ruang menyetrika.
3.1.4 Tahap 4 Perubahan ke-3 (2005 - 2007) Mendapatkan furnitur baru Baru menempati Anak PR B masuk SD rumah Anak LK A Pamulang masuk SMP
1999
2000
2001
Anak LK B masuk SMP
2010
2011
Anak LK A masuk SMA Anak LK B masuk SD Anak PR A masuk SMP
2002
2003
2004
Anak PR B masuk SMP Anak PR A masuk SMA Anak LK A masuk kuliah
2005
2006
2007
Anak PR A masuk kuliah Anak PR B masuk SMA
2008 2009
Anak PR B masuk kuliah Eyang pindah ke rumah ini
2012
Tahap 4 perubahan ke-3 (2005-2007) ketika LK A masuk kuliah, PR A masuk SMA, dan PR B masuk SMP, di sini anak-anak mulai duduk di sekolah menengah. Ayah membeli komputer untuk digunakan bersama, baik untuk mengerjakan tugas maupun bermain. Selain itu, Ayah juga membeli akuarium untuk memenuhi hobinya memelihara ikan.
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
16
Gambar 3.21: Tahap 4 Perubahan Furnitur Ke-3
Sebagai akibat dari penambahan furnitur, terjadi perubahan fungsi ruang menjadi multifungsi. Ruang tidur anak perempuan bertambah fungsinya dari yang hanya digunakan untuk tidur juga digunakan untuk ruang bermain bagi anak laki-laki.
3.1.5 Tahap 5 Perubahan ke -4 (2008-2010)
Baru menempati rumah Pamulang
1999
Mendapatkan furnitur baru Anak PR B masuk SD Anak LK A masuk SMP
2000
2001
Anak LK A masuk SMA Anak LK B masuk SD Anak PR A masuk SMP
2002
2003
2004
Anak PR B masuk SMP Anak PR A masuk SMA Anak LK A masuk kuliah
2005
2006
2007
Anak PR A masuk kuliah Anak PR B masuk SMA
2008 2009
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
17
Anak PR B masuk kuliah Eyang pindah ke rumah ini
Anak LK B masuk SMP
2010
2011
2012
Tahap 5 perubahan ke-4 (2008-2010) ketika anak PR A masuk kuliah, PR B masuk SMA, dan LK B masuk SMP di sini anak-anak memasuki tahap remaja dan dewasa awal. Karena komputer digunakan bersama dan anak-anak sudah mulai sering membawa teman ke rumah, maka anak laki-laki yang sering bermain komputer di kamar anak perempuan dianggap mengganggu privasi anak perempuan sehingga meja komputer kemudian dipindahkan ke ruang keluarga di lantai 1. Selain itu, mulai timbul keinginan orang tua khususnya untuk mengganti furnitur di rumah karena merasa bosan. Keinginan ini timbul ketika sudah 10 tahun rumah ditempati. Penambahan, perubahan letak furnitur merubah fungsi ruang.
Gambar 3.26: Tahap 5 Perubahan Furnitur ke-4
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
18
3.1.6 Tahap 6 Perubahan ke-5 (2011-2012) Mendapatkan furnitur baru Baru menempati Anak PR B masuk SD rumah Anak LK A Pamulang masuk SMP
1999
2000
2001
Anak LK B masuk SMP
2010
2011
Anak LK A masuk SMA Anak LK B masuk SD Anak PR A masuk SMP
2002
2003
2004
Anak PR B masuk SMP Anak PR A masuk SMA
Anak PR A masuk kuliah Anak PR B masuk SMA
Anak LK A masuk kuliah
2005
2006
2007
2008 2009
Anak PR B masuk kuliah Eyang pindah ke rumah ini
2012
Pada tahap ini, tidak terdapat perubahan furnitur yang terjadi namun terdapat penambahan anggota keluarga yang tinggal di rumah ini yaitu Eyang yang berusia 89 tahun. Beliau tidur di kamar anak laki-laki. Pemilihan kamar anak laki-laki untuk Eyang dikarenakan tempat tidur anak laki-laki lebih mudah digunakan Eyang sebab posisinya lebih tinggi sehingga memudahkan Eyang untuk turun dari tempat tidurnya.
Dari sini dapat dilihat bagaimana perubahan ruang yang terjadi selama bangunan berdiri dalam beradaptasi terhadap perubahan pada keluarga seiring waktu. Perubahan ruang ini didukung oleh lapisan space plan dan stuff dalam hal ini furnitur yang fleksibel penggunaannya sehingga ruang dapat mengikuti kebutuhan dan keinginan penghuninya. Dengan demikian, penghuni tidak perlu pindah ke rumah lain dan bangunan rumah tidak perlu seluruhnya berubah dalam memenuhi perubahan kebutuhan dan keinginan penghuninya. Hal ini memudahkan penghuni untuk melanjutkan aktivitasnya sehari-hari (gambar 3.32).
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
19
Gambar 3.32 : Perubahan Keseluruhan Ruang Selama 13 Tahun
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
20
IV KESIMPULAN
Kemampuan kemampuan
ruang
ruang
untuk
dapat
beradaptasi
dalam
mengakomodasi
perubahan
merupakan kebutuhan
penghuninya seiring waktu tanpa perlu dilakukan usaha yang besar. Adaptasi yang terjadi bersifat sementara karena perubahan kebutuhan dan keinginan manusia terus berubah, sehingga kemampuan ruang untuk dapat mengakomodasi perubahan ini berbeda seiring waktu. Perubahan kebutuhan dan keinginan yang harus diakomodasi oleh ruang domestik, tak terlepas dari perubahan yang terjadi pada pengguna ruang tersebut. Berdasarkan teori dan studi kasus yang dilakukan, dapat diketahui bagaimana ruang domestik beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan dan keinginan penghuninya. Ada tiga poin utama berkaitan bagaimana ruang domestik beradaptasi, yang saya simpulkan untuk menjawab pertanyaan saya pada awal skripsi ini. Pertama, rumah saya mampu beradaptasi karena memungkinkan perubahan pada lapisan stuff yaitu untuk mengakomodasi perubahan kebutuhan yang tidak direncanakan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Brand (1994), bahwa untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan penggunanya, tidak selalu diperlukan usaha yang besar dengan merubah seluruh bangunan. Namun, ruang memungkinkan lapisan space plan dan stuff untuk disesuaikan sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan akan penggunaan ruang yang berbeda di masa depan. Hal ini dapat dilihat dari penambahan, pengurangan, serta perpindahan furnitur yang dapat dilakukan di rumah dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan anggota keluarga. Kedua, ruang yang dapat digunakan untuk aktivitas tertentu tidak terlepas dari stuff atau dalam hal ini furnitur. Ketiga, perubahan stuff atau furnitur
mengakibatkan
ruang
dapat
berubah
fungsi
dalam
mengakomodasi perubahan kebutuhan dan keinginan penghuninya. Perubahan ini meliputi penambahan, pengurangan, dan perpindahan fungsi yang terkait dengan bagaimana furnitur ditambahkan, dikurangi, Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
21
maupun dipindah pada ruang tersebut. Hal ini dapat terlihat pada perpindahan komputer dan mejanya, yang berada di kamar anak perempuan, menambah fungsi ruang tidur anak perempuan dengan ruang bermain komputer bagi anak laki-laki. Hal ini dilakukan penghuni rumah tanpa direncanakan sebelumnya ketika merancang rumah atau mendiskusikannya dengan arsitek. Penyesuaian segera dilakukan secara langsung terhadap furnitur pada rumah begitu kebutuhan atau keinginan baru muncul. Perubahan kebutuhan dan keinginan muncul seiring penghuni rumah tumbuh dan tidak dapat ditentukan secara pasti, sehingga adaptasi yang perlu dilakukan
bersifat
tergantung
terhadap
perubahan
penghuninya.
Penyesuaian yang perlu dilakukan dalam ruang domestik keluarga saya kemungkinan akan berbeda dengan ruang domestik keluarga lain. Dalam skripsi ini saya hanya membahas tentang bagaimana seiring waktu lapisan space plan dan stuff yaitu furnitur, berubah. Namun, pembahasan ini sebenarnya dapat dilanjutkan hingga ke komponen yang lebih kecil lagi yaitu ke perubahan peletakan peralatan yang digunakan ketika beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA Alexander, Christoper (1979) Timeless Way of Building, New York : Oxford University Press. Brand, Stewart (1994) How Buildings Learn : What Hapens After They’re Built, USA : Penguin Books. Hall, Edward T. (1966) The Hidden Dimension, Doubleday. Hertzberger, Herman (1991) Lessons for Students in Architecture, 1991. Rotterdam : 010 Publishers. Inani, Siddharth. Flexibility Concept in Design and Construction For Domestic Transformation, India Kronenburg, Robert. (2007). Flexible : Architecture that Respond to Change, London : Laurence King Publishing. Lepori, Karen A. Franck and R. Bianca (2000) Architecture Inside Out, Great Britain : Wiley – Academy. Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.
22
Moore, Robert G. (2001) Housing for Life, Australia: The Master Buiders Association Of The Act. Rybczynski, Witold (1986) A Short History of an Idea Home, Canada : Viking Penguin. Schneider T. & Jeremy Till (2005) Flexible Housing : Opportunities and Limit, Cambridge Journals. Schneider T. & Jeremy Till (2005) Flexible Housing : The Means To The End, Cambridge Journals. Schneider T. & Jeremy Till (2007) Flexible Housing, UK : Elsevier.
Internet : Góra,
Mateusz.
Adaptive/Flexible
Domestic
Architecture
28 November 2012 Pukul 20:00 Dictionary .com 26 Desember 2012 pukul 14:47 Oxforddictionary.com
english/adapt> 26 Desember 2012 pukul 20:00
Universitas Indonesia
Adaptasi ruang..., Talita Yakin Putri Nasution, FT UI, 2013.