ffin ISSN
llaftar Isi
: 1978-9963
Pengantar Sambutan Dekan Fakultas Hukum Unwir
TAKTILf,AS HUKUM
1. Penegakan Hukum terhadap
Anggota Polri yang Melakulon Tindakan Pidana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
U}I IYERSITAS WIRALODRA IilDRAMAYU
Pelindung Dekan Fakultas Hukum Universitas Wiralodra lndramayu
1leh:
2.
Tatang
1djo Suardja
HakAsasi Manusia dan Pelaksanaan Tugas polri selaku Aparat Negara Penegak Hukum 1leh: SuhaendiSalidja
Penasihat & Konsultan Redaksi Tatang Odjo Suardja, S.H. Prof. Dr. Toto Tohir, S.H. Ujang Suratno, S.H., M.Si Didi Nursidi, S.H, M.Hum.
11
Kedudukan Hukum Hak Ulayat dan Penggunaannya untuk Kepentingan lnvestasi 0leh: Ujaqg Soentno .............-..
4.
18
Penegakan Hukum terhadap Pelaku Cybercrime
di lndonesia
Pimpinan Umum Atoillah Karim, S.H. f,lewan Redaksi AdiKusyandi, S.H. SuhaendiSalidja, S.H. Syamsul Bahri Siregar, S.H.
Pimpinan Redaksi Saefullah Yamien, S.H.
1leh: Adi Kusyandi
5.
Hukum di lndonesia 1leh: H. Djadja Sudjana
6.
Sekretaris Redaksi Tinisumartini, S.H. Pimpinan Sirkulasi Murtiningsih Kartini, S.H.
Pimpinan Usaha Mansur, S.H.
Editor Kodral Alam, S;H.
Beberapa Kendala dalam Penegakan Hukum Lingkungan
37
1leh: Ace Setiadi
7.
Peningkatan Tertib Administrasi Kependudukan dan Asuransi di Kota BandunS 40
.................
1leh:Suherman
Wakil Pimpinan Redaksi Suhendar Abas, S.H.
26
Beberapa Kendala dalam Upaya penegakan
8.
Tindakan Hukum terhadap pelaku penyalahgunaan Benda Wakaf Menurut UU. No.41 Tahun 2004 1leh: Atoillah Karim
,oRl{fir
YGSTiT!fi
mengundang Anda menuliskan pemikiran-pemikiran yang berkait-
an dengan ilmu hukum. Jumlah tulisan 10-15 halaman 44 spasi 2, dilengkapi
halarnan dengan daftar pustaka atau catatan belakang dan diiertai biodata singkat penulis.
Redaksi dapat menyingkat, mengubah, dan mengedit tulisan tanpa mengubah maksud dan isinya. Dianjulkan tulisan dikirim dalarn bentuk naskah dan file dalam'CD.
-1-
JURNALYOSTITIfi
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN UU NO.z TAHUN aOO?TENTANG KEPOLISIAN NEGARA RI Oleh :Tatang Odio Suardia
PENDAHULUAN
f-lalam setiap negara hukum posisi l-l pxrgtasa (pemerintah) dengan yang dikuasai (ralqyat) mempunyai kesederajatan, persoalan terpenting pada setiap negara hukum, seperti negara Republik Indonesia adalah bagaimana pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement). Apabrla penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik, pemerintah akan mendapat kepercayaan dari rakyat sehingga pembangunan di sektor hukum akan berhasil. Pengertian penegakan hukum adalah rangkaian kegiatan dalam usaha Pe' laksanaan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku baik yang bersifat penindakan (represiQ mauPun Pencegahan (prwentif) mencakup keseluruhan kegiatan, baik telnis mauPun administratif y*8 dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sehingga melahirkan suasana aman, damai dan tertib demi PemantaPan kePastian hukum dalam masYarakat (Hadi Sukartq yang disadur R Abdul Salam:
pm
Dalam proses Penegakan hukum
minimal terdapat tiga unsur yang selalu harus diperhatikan dalam penerapan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Untuk mencaPai tuiuan Penegakan hukum, penyelenggaraan tugas dan we-
-4-
werurng masing-masing aparat penegak hukum harus ditempatkan pada posisi bertali temali, yalni yang satu tidak lebih rendah dari yang lain. Posisi bertali-temali dimaksud pada sudut pandang yang sama adalah berada dalam lingkup sistem pemerintahan, dalam arti lain keberadaan fungsi rnasing-masing lembaga adalah dalam rangka mencapai tujuan bernegara yang menjadi tuiuan hukum seperti yang dirnaksud dalam pembukaan UUD NRI 1945, yalni kesejahteraan sosial, perdamaian, ketertiban dan keadilan bagi selt ruh rakyat Indonesia. Apabila kita amati Undang-undang Nomor 2 Thhun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, bahwa tugas dan wewenang Kepolisian RI adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban
b. c.
masyaraka$
Menegakkanhukum; dan MemberikanperlindunganPengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Selanjutnya, Pasal 29 AYat 1, bahwa kedudukan anggota Kepolisian Negara RI (Polri) tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Berdasarkan ketentuan di atas, melalui Peraturan pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi anggota Kepolisian Negara RI yang berhubungan dengan persoalan kedudukan anggota Kepolisian Negara RI (Polri) tunduk pada kekuasaan peradilan umum' Dalam tulisan ini penulis akan meng. kaii bagaimana penegakan hukum terhadap
Vol. 1, No. 1 November 2007
anggota Polri yang melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada didalam Undang-undang No. 2 Tirhun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
PEMBAHASAN Dalam penegakan hukum terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana, dalam pelaksanaannya tidak boleh pandang bulu
sehingga masyarakat akan selalu taat kepada ketentuan-ketentuan hukum, di sini hukum benar-benar berfungpi. Berdasarkan
hasil penelitian suatu hukum benar-benar
berfungsi senantiasa dapat dilihat dari empat faktor, antara lain: 1. hukumatau peraturanitu sendiri
2. 3.
petugasyangmenegakannya fasilitasyang diharapkan mendukung
4.
warga maryarakatyang terkeru ruang
pelaksanaan hukum
lingkup peraturan tersebut (Soejono Sukanto:1988)
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (I(UHP) ada asas hukum penting yang melandasi seseorang melakukan tindak pidana apakah dapat dihukumatau tidak Asas tersebut adalah asas legalitas yang berisi "Tiada suatu perbuatan dapat dipidana dalam pemndang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan". |adi, menurutasas ini setiap perbuatan harus dirumuskan dalam undangundang. Apabila suatu perbuatan telah memenuhi rurnusan delik dan kemudian dapat dibuktikan, seseorang dapat dipidana. (Mulyatro: 2006). Adapun untuk membuktikan suatu tindak pidana yang disangka telah dilakukan seseorang dalam proses penyelesaian di muka sidang harus memperhatikan hukum formal sebagai hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Sebagai hukum yang berlaku saat
sekarang adalah Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (K[IHAP) yang tertuang dalam Undang-undang No.8 Thhun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Melalui hukum acara pidana dicari pernbuktian untuk menuju kepada penemuan materiel, untuk menetapkan apakah terdakwa terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana atau tidak. Hal ini perlu didukung oletr alat-alat bukti sesuai dengan ketentuan undang-undant menyangkut pembuktian. Sesuai dengan kedudukan anggota Polri dalam Undang-Undang No.2 Tirhun 2002 tentang Kepolisian Negara RI sebagai warga negara sipil, dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2000 tentang Pe' laksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian Negara RI berbunyi sebagai berikut : (1) Peryidikan terhadap anggota Kepolisian Negara RI harus memperhatikan tempat kejadian perkara. (2) Terhadap anggota Kepolisian Negara RI yang melakulcan tindak pidana di wilayahnya dapat disidik oleh kesatuan yang lebih atas dari kesatuan yang bertugas.
Apabila melihat ketentuan pasal tersebut, ketentuan-ketentuan yang ada di dalamhukum pidana, baik materil rnaupun formal, dalam penyidikan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana masih tetap diberlakukanatau diterapkan. Haf ini berarti sesuai dengan asas hukum bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum dalam arti walaupun dia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap diperlakukan sama seperti warga negara Indonesia lainnya. Selanjuhrya, Pasal 7 berbunyi sebagai
befkut:
-5-
JURNALYOSTITIf,
(1)
Perryidikan terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana tertentu dilakukan penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali dalam hal: a. penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menganggap perlu untuk melimpahkan kepada penyidik tindak pidana tfientu: atau b. ditentukan secara khusus dalam peraturan peraundang-undangan. (2) Dalamhal terjadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
konstelasi politik di parlemen pun berubah sesuai dengan hasil pemilu.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun2003
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan produk politik sejalan dengan terjadinya reformasi di Indonesia, yaitu telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang memisahkan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia (TM) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Selanjutnya, Pasal 8 berbunyi sebagai berikut. (1) Bagi tersangka anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, tempat penahanan dapat dipisahkan dari ruang tahanan tersangka lainnya. (2) Bagi terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tempat penahanan dapat dapat dipisahkan dari ruang tahanan terdakwa lainnya.
Melihat uraian tersebut diatas, apabilaF anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan tindak pidana dengan cukup bukti, dia diproses melaluiperadilan urnurn. Hukum sebagai suatu produk politik dapat diartikan hukum sebagai formalisasi atau kristalisasi dari kehendak-ketrendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaing (Moh. Mahtud MD:1.998). Pada dasarnya undang-undang mentpalrarr monwtt of rume (potret sekeiap) dari rasa keadilan masyarakat serta konstelasi politik di parlemen pada saat itu. Artinya, undang-undang sesuai dengan perkembangan waktu/zaman akan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat sehingga perlu diubah dan ditambah seiring dengan
-6-
.
(Polri) berfungsi memelihara keamanan dalam negeri meliputi pemeliharaan kearnanan dan ketertib.rn masyarakag pene. gakan hukum, perlindungan, pengayonun {an pelayanan kepada masyarakat yang dilandasi oleh hak asasi manusia. Artinya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewelnngnya tetap harus menjunjunghak asasi manusia Dalam teori kenegaraan kita mengenal konsep welfare state (nqara kemakmuran) atau bisa juga disebut negara hukum dalam arti luas di mana tugas negara bukan saja meniaga kearnanan dan ketertiban, tetapi juga mempunyai tugas dan tangung jawab unfuk memakmurkan kehidupan r /arta negara di segala bidang, antara lain pendidikan, kebudayaan, ekonomi, sosial, dan lainnya (Syahran Basyah: 1987). Negara Republik Indonesia sebagai negara modern sesuai dengan UUD 1945 mempunyai fugas dan kewajiban, antara lain mencerdaskan kehidupan dan kemakmuran seluruh tumpah darah Indonesia. Walaupun mempunyai peran yang besar dan aktif dalam mewujudkan kehidupan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, tetapi dalam tindakan seharihari pemerintah tetap harus memakai rambu-rambu sebagai negara hukum yaitu berupaempathalpokok
Vol. 1, No. 1 November 2O07
1. 2. 3. 4.
hak-hak manusia pemisahanatau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut
pemerintah berdasarkan undang_ undang
peradilan administrasi dalam per_ selisihan (Carl J. Fredrichr1967)
Manakala kita berbicara negara penjelasan l$y-, 131* Dasar 45
runrun Und"ang_
menyebutkan bahwq Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan negara berdasarkan ke_ keluargaan. Artinya, baik pemerintah
9"9rng
(penguasa) maupun rakyat (yang dikuasai)
harus tunduk pada hukum-yang berlaku atau tunduk pada asas supermasi hukum. Sesuai dengan fungsinya, Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamar,"In d"r, ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, anggota kepolisian Republik Indo_ nesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus selalu berdasarkan ketentuan undang-undang. Selain kualitas pengetahuan dan keterampilan telmis kepolisian keberhasilan tugas anggota Kepolisian Negara Republik Indo.nesia juga ditentukan oleh p**t"k,, teruji dengan cara- dalam melakianakan tugas dan wewenangnya senantiasa ter_ pTgSrl ytu,k menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian. Ilikf profesi Kepotisian Negara Republik Indonesia ada ttga, yaitu itika pengabdian, etika kelembagaan dan etika kenega-raan sehingga dalam rnenjalankan tugag {an wewenangnya etika kepolisian 3*ii.di pegangan. Oleh karena anggota kepolisian sebagai penegak hutuir] ai mana hukum sebagai pranata sosial dalam
suatu masyarakat, dapat diartikan bahwa
hukuy sebagai suatu proses, sesuafuyang
terus bergerak berubah tidak akan berlienti,
kecuali masyarakat serta negara yang
menjadi wadahnya runtuh. Sesuai dengan teori hukum, bahwa anggota kepolisian negara Republik Indo-
nesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selalu akan muncul suafu kekuasaan yang melekat baik pada lembaganya ruupun perorangannyi, di mana kecenderungan suatu kikuasaan akan disalahgunakan selalu muncul dalam praktik. Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat dirumuskan secara singkat dalam slogan "Hukum tanpa kekuaJaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa
hukum adalah kelaliman,, (Mochtar Kusuma Atrnaj a:L971).
Dala-m penerapannya, hukum me_ merlukan suatu kekuasaan untuk mendukungnya, tanpa adanya kekuasaan pelaksanaan hukum di masyarakat akan
mengalami hambatan-harnbatan. Semakin tertib dan teratur suatu masyarakat makin berkurang diperlukan dukungan kekuasaan dan sebaliknya semakin tidak tertib dan tidak teratur suatu masyarakat maka perlu,ada campur tangan kekuasaan yang lebih besar. U*"\ masyarakat di Indonesia yang m_engalarni kejutan sosial dengan aainyi reformasi, peraruln ,'kekuasaari dalam hal ini direpresentasikan oletr kepolisian negara Republik Indonesia dalam pur,"gu-kun hukum masih sangat diperlukan. Kepolisizrn negara Republik Indonesia dalam memegang kekuasaan penegak hukum dalam menialankan trlgas jan y:welTgnya haius sesuai ?".,gun kehendak masyaraka t karena selain huk"um
::buqli. alat pembatas maka anggota Kepolisian Negara Republik Inddn-esia memerlukan syarat-syarat lairy seperti
-7 -
JURNALYOSTITIfi
1.
watak yang jujur, dan rasa pengabdian
berhak menjatuhkan hukuman disiplin dilingkungan Kepolisian Negara Repu-
sebut harus melalui prosedur hukuman disiplin dan pengadilan etika profesi yang dilakukan di lingkungan kepolisian. Pertanyaan yang timbul sudah sejauh mana pelaksanaan prosedur hukuman disiplin dan pengadilan etika profesi yang dilakukan oleh lingkungan kepolisian. Untuk kasus nasional kita sudah me. lihat proses penegakan hukum dari seorang perwira tinggi yang dihukum karena perryalahgunaan kekuasaan pada saat penyidikan kasus pembobolan kredit di bank pemerintah, di mana aktor utamanya sampai sekarang masih buron. Ktrusus
2.
3.
Indonesia.
Keputusan 44/IX/2004 tanggal 30 September 2004 tentang Tata Cara Sidang Disiplin Anggota Kepolisan
Apabila kita telusuri secara keilmuan polisi pada dasamya sebuah profesi dalam penegakan hukum di Indonesia, sesuai dengan hal tersebut seorang yang mempunyai kriteria profesi harus memenuhi tiga kriteria yaitu harus bertindak sesuai ilmu pengetahuan, mempunyai jiwa pengaHian serta adanya solidaritas corP yang tangBuh
pengadilan umurn adalah H. Nurosid bin Salamyang melakukan perbuatan mernbuat petasan di desa Tieluk Agung di mana hakirn
-8-
blik Indonesia. Keputusan 43/lX/20O4 tanggal 30 September 2004 tentang Tata Cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik
Negara Republik Indonesia
untuk Indramayu pernah diadili di
dalam putusannya menyebutkan: "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama satu bulan duapuluh tuiuh hari" Dalam hal seorang anggota kepolisian negara Republik Indonesia melakukan tindak.pidana sesuai dengan kedudukarmya sebagai warga negara sipil maka perryidikarurya berlaku KUHAP dan diadili di Pengadilan Negeri, tetapi oletr karena sesuai dengan tugas dan fungsinya serta Peraturan Pemerintah Nomor 2 thhun 2002 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia maka apabila seorang anggota Polri melakukan tindak pidana sebelum diadili di Pengadilan Negeri maka yang bersangkutan harus menjalani ketentuan disiplin. Sesuai dengan hal tersebut di atas, keluarlah keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yaitu :
KeputusanNomortt2/IX /Z0Btanggal 30 September 2004 tentang atasan yang
terhadap kep entingan masyarakat. Persoalannya tatkala anggota polisi melakukan tindak pidana sebelum diproses di pengadilan umum, anggota polisi ter-
(Soerdjono Soelcanto:2001).
Tatkala polisi dalain melakukan
'
pekerjaannya melakukan tindak pidana, prosedur penanganan perkaranya sesuai dengan KUHAR artinya sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 202 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa Anggota Polri adalah Pegawai Negeri Sipil yangbersifat lhusus sehingga apabila melakulen tindak pidana, diproses dan tunduk pada kompetensi Pengadilan Negeri. Bahwa sistem peradilan pidana yang bertujuan untuk menanggulangi keiahatan itu terdapat beberapa model pandangan teori, model pandangan pertama peradilan pidana semata-mata mempertahankan segi normatif 'dari hukum pidana dimaru tugas para penegak hukum adalah merrialankan hukum semata-mata, tanpa perduli bagiimana akibat dari pelaksanaan hukum itu bagr yang diproses. Model kedua dalam
Vol. 7. tu.b. 1 Nwember 20O7
pandangan sistem peradilan pidana sering
disebut dengan model sosiologis pandangan ini berpendapat sepaniang stelselstelsel kemasyarakatan lain masih dapat digunakan maka penggunaan hukum pidana sebagai sarana menanggulangi keiatratan sebail,rtya tidak usah digunakan
lebih dahulu.
Hal ini rupanya sesuai dengan pmdapat Soedarto bah.v;a Cird p€r-rggtu-raEFr hukum pidana sebagai sarana untuk mekeiahatan itu hanya bersifat subsidair. Iadi, bukan primair, ini berarti bahwa penggunaan hukum pidana ini rupanya lebih diutamakan.
PENUTUP Hukum adalah produk politik setringformalisasi atau kristalisasi dari kehendakkehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaing di dalam sebuah
ga dapat diartikan hukum sebagai
hukum terhadap anggota fepolisian Negara Republik lndonesia
liah
dimulai
Polri, dari peryretidik danperryi4lL"6a "66rJah Pienuntut lembAga adalah |aksa Umum serta lembaga peradilan (dr'mulai dari Pengadilan negeri, Pengadilan fr'qp dan Mahkamah Agun.q) yang mengaotili perkara tersebut.
di bidant hukum pida+a adalah bagaimana hukum pidani Penegakan hukum
materil diterapkan pada suatu kasus, sehingga porcgakan hukum itu adalah rangkaian kegiatan dalam usaha peLaksanaan ketentuan hukum yang berlaku baik yang
bersifat penindakan (refresif) maupun pencegahan (preventif) mencakup keseluruhan kegiatan baik teknis oletr aparat perrcgak hulum sehingga dapat melahirkan suasana aman, damai, dan tertib demi pemantapan kepastian hukum dalam masyarakat. Di dalam proses perregakan _hukum minimal terdapat tiga unsur yang
Hukum Pidana serta Undang-undang No. 8 Tahun 19E1 terrtang Hukum Acara Pidana
selalu harus dipe*ratltcan di dalam penerapannya, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur di atas harus diperhatikan secara proporsional, meskipun sulit untuk diterapkan kerryataannya di lapangan. Agar terwujudnya kepastian hukum, keadilan serta perlindungan hukum bagi seluruh masyarakat, konsistensi penindakan teftadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak pidana sangat diperlukan. Hal ini agar tercipta sebuah citra yang baik bagi Polri oleh karora melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu, walaupun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, tetapi melakukan tindak pidana maka tetap harus diproses secara hukum. Dalam penegakan hukum terhadap
(KTJHAP).
anggota Kepolisian Negara Republik
tatanan kenegaraan.
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 2 Ttrhln 2002 tenAng Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bagian dari penegakan hukum pidana di lndonesia serta sekaligus sebagai pengayom bagi masyarakat.
Oleh karena kedudukan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Pegawai Negeri Sipil, maka ketika Anggota Kepolisian Negara Republik Irrlonesia melakulen tindak pidana tunduk
pada kompetensi Pengadilan Negeri dan
diberlakukan Kitab Undang-undang
Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam KUHAP aparat penegak hukum yang terlibat di dalam prosedur penegakan
Indonesia yang melakukan tindak pidana, pada pelaksanaannya di lapangan tidak 'banyak kendala, selama aparat penegak
-9-
JURNALYUSf,ITIF hukum mamph bertindak sesuai ketentuan peraturan frundang-undangan baik yang berlaku sqcara umum mauPun ketentuanketentgdn yang berlaku di lingkungan Kepolibian Negara Republik Indonesia antara lain tentang ketentuan disiplin serta etika profesi dari kepofisian negara. Akan tetapi, hambgtarr-sirara psikologit ft ?l.uh U-arcra pddy a s olidarita s corp s set ta faktor letidf,kpercayaan dari masyarakabtent*g -'keseriusan aparat penegak hukum menindak anggota Kepolisian Negara Republik Iadonesia yang melakukan tindak pidana. Dalam rangka penegakan hukum terhadap anggota Kepolisian Negara Republik lnd,onesia yang melakukan tindak pidana perlu ada sosialisasi mengenai ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta peraturan pemerintah Nomor 2 Tirhun 2003
tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian dan Peraturan pemerintah No. 3 iahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Instutisional Peradilan Umum bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Melalui sosialissi ini masyarakat akan
Indonesia dalam menjalankan tugas dan peran masing-masing di kehidupan berbangsa danbernegara' Agar konsistensi Penegakan hukum oleh aparat penegak hukum terhadaP anggota Kepolisian Negara Repubiik Indo-nesia yang metatutan tindak pidana di linghmgan Polres Indramayu diperlukan keria sarrur dengan media masa baik cetak mhupun tang perstiwa-peristiwa yang melibatkan anggota Kepoiisian Negara Republik Indo' neiii dalam tindak kejahatan. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan apabila ada kontrol sosial dari media masa secara preventif dapat menekan tindaka pidana anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta secara represif aparat penegak hukum tidak bisa main-main karena ada kontrol dari media firassa.
Agar pelaksanrul penegakan hukum terhadap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan tindak
pidana tidak mengalami hambatan di lapangan diperlukan sebuah keria sama yang aktif di antara sesama penegak hukum
mengetahui hak dan kewajiban dirinya serta anggota Kepolisian Negara Republik
agar persoalan-persoalan yang menajdi hambatan dapat diselesaikan sebaikbaiknya. "
!!!!
yakin bahwa hidupku adalah milik maayamkat: dan aepaniang hidupku, aku meraoa terhormat dapab melakukan apa Pun yang biaa kulakukan bagi maayaakai, karena semakin kems aku bekeria, eemakin bemrtilah hidupku, Aku meneyukuri kehidupan ini. gagiku hidup butcanlah eePerti lilin yang menyala aesaat, melainkan oePerbl obor yang menyala temng, yang biaa kugenggam untuk sesaat, dan aku ingin membuatnya m enyala oeteru ng m u ngki n eebelum m e nye rah ka nnya kepada geneneiYang akan datang, Aku
*
-to-
Georqe bernord Show
-
Vol. 1, No. 1 November 2007
HAKASASI MANUSIA DAN PELAKSANAANTUGAS POLRI SELAKUAPARAT NEGARA PENEGAK HUKUM Oleh: Suhaendi $alidja, S.H.
1.
Pendahuluan
_
[femajuan teknologi, transportasi, I\komunikasi serta informasi yang membawa serta isu demokratisasi, transparansi, lingkungan hidup, dan perlindung-
an HAM, tanpa terasa telah membuit Kepolisian Negara RI menjadi semakin berat. Polri dituntut meniadi semakin peka secara intelektual dan profesional. Tuntutan
masyarakat akan perlunya Kepolisian Negara RI yang protagonis dan senantiasa
selangkah
di depan dalam menjaga ke-
amanan dan ketertiban masyarakat menuju
kemajuan bangsanya tidak dapat tawar lagi.
ditawi-
Upaya mewujudkan profesionalisme Ke-polisian Negara RI selaku aparat penegak
hukum, penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat pada masa kini, di satu sisi terdapat peluang yang besar untuk mewujudkarurya, di sisi lain semakin banyak kendala dan tantangan yang dihadipi, terutama yang berkaitan dengan pelak:31aan tugas Kepolisian dan perlindungan : HakAsasi Manusia (HAM). Posisi Polisi dalam perlindungan HAM bersifat ambiaalen. Di satu pihai, karena memiliki monopoli penggunaan kekuatan, polisi mempunyai potensi melakukan pelanggaran HAM; di sisi lain penggunaan kekuatan oleh polisi justeru un[uk meh9,*Si HAM masyarakat lainnya, seperti polisi yang bersemangat untuk menangkap penjahat, malah dapat terjatuh dalam situasi
yang mengab aikan (ignore) HAM.
Penggunaan kekuatan oleh anggota
Kepolisian Negara RI sejak zaman ode baru
sampai dengan saat ini telah mendapat berbagai kritikan dan kecaman. Banyaknya para penjahat yang mati ditembak polisi, salah prosedur yang dilakukan polisi dalam menangkap dan memperlakukan mereka yang melakukan tindakan kriminal, dianggap sebagai suatu pelanggaran HAM oleh aparat Kepolisian. Kecaman dan krifikan tersebut semakin deras, terlebih lagi dengan semakin maraknya tindak kejahatan berupa penjarahan, pembakaran, pemerkosaan yang menuntut polisi harus melakukan tindakan represif. Kecaman dan kritikan tersebut, di satu telah menyadarkan aparat kepolisian -sisi bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum dan peniaga keamanan dan ketertiban masyarakat trirus selalu memperhatikan hak asasi manusia dengan prosedur hukum yang ber-sesuai laku, namun di sisi lain semakin menyutitkan Polri dalam menjalankan fungii represifnya manakala Polri harus bertindak dan tepat dalam menanggulangi -cepat berbagai tindak kejahatan terlebih lagi yang berskala besar, seperti kerusuhin-dan penjarahan sehingga kelompok masyarakat y-ang dilanggar asasinya dengan segera dapat dilindungi. Dalam rangka furut mendorong usaha perlindungan HAM, Polri yang sehariharinya melihat dan mengalimi perlunya memberikan perlindungan terhadip berbagai golongan dalam masyarakat, tentu perlu
-lt-
JURNALYOSTITIf, adanya suatu kesePakatan yang mmgatur sejauh marvr HAM dan seiauh mana Per-
lindungan terhadap masyarakat sebagai keseluruhan.
Berpegang pada prinsip bahwa warga
beifrat memperoleh jaminan keamanan dan kenyarnanan dari aparat kearnanan, setiap munculnya rasa tidak
negara
aman pada warga masyarakat berarti telah berlarrgsungnya pelanggaran HANI {oiolence
2. Permasalahan Fenomena tersebut di atas, memperlihatkan
bahwa terdapat permasalahan yang dihadapi Kepolisian Negara RI dalam-melaksanakan tugasnya sebagai pelindung hak-hak masyarakat. Berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain:
a.
Bagaimana Polri harus menjalankan tugasnya yang bersifat represif agar tiaak terlattrtr pada pelanggaran HAM?
b.
Bagaimana peraturan perundangundangan yang berlaku baik secara rrasional fiuruPun internasional mengatur kepolisian dalam memperlakukan anggota masyarakat yang melakukan tindakan krimind?
by omission).
'
Berdasarkan pemyataan tersebut, jika aparatnegara (state ayparatus) ttdak dapat memenuhi jaminan rasa aman dan nyaman bagi kehidupan rrarga negara, dapat dikatakan bahwa pelayanan keamanan yang secara khusus dibebankan pada aparat kemanan tetah gagal' Tugas dan tanggung awab aparat keamanan tidak dilaksanakan f dengan baik'
Aparat kepolisian adalah Pihak ter{epanyang harus menegal,lkan pelaksanaan huium pidana. Atas dasar itu, manakala berlangsung tindakan pelanggaral hykum sepe*i pencurian, peniarahan, pembakaran, tawuran dan lairurya, aparat kepolisian memikul kewajiban untuk segera turun tangan
agar terhindarnya korban jiwa maupun 'hirta benda' Kelalaian atau pembiaran dalam nnengatasi persoalan yang ada di rnasyarakat tersebut tetah dikategorikan sebagai melanggar HAM. Keadaan iutg ambivalen tersebut, sungguh sangat menyulitkan Polri dalam meliksanakan tugasnya sebagai aPaatat penegak hukurn, penjaga keamanan dan ketertiban, pelindung dan pengayom masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya ult .at yang jelas tentang bagaimana Polri harus bertindak dalam menialankan tugasnya agar tidak melakukan pelanggaran riarr,r,"au" perlu juga suatu jaminan agar Polri ketiki rnelakukan tindakan represif maupun Preventif tidak dianggap melanggar HAM.
-12-
3. Pembahasan Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang diberikan Tuhan kePadl sia, seperti hak unhrkbaragama, hak untuk
berpolitik, hak untuk mengeluar*an pendapat berkumpul dan berserikat hak untuk bekerja dengan layak, hak untuk memperoleh keamanan dan kenyamanan hidup, ^ilan lain-lain hak dasar' Oleh karena itu, HAM bersifat universal artinya hak-hak tersebut berlaku bagi semua orang di negara
manapun. Pelarangan terhadap ha\-hak tersebut akan melanggar HAM, yang dapat dilakukan hanya mengatumya saja mengingat dalam tatanan ketridupan ry1sy-ar.afat teidapat norrna-norrna dan kaidah-kaidah yang-harus diikuti oleh suatu masyarkat aa"l"ga agar tidak terjadi benturan-HAM yang dilakukan oleh individu satu dengan inai"ia" lainnya atau kelompok masya' rakat lainnya' Penlelasan mengenai HAM secdra universil dapat dilihat dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Tle
Vol. 1, No. 1 November 2007
International Bill of Human Rigftfs) yang antara lain memuat:
a. , b.
c.
Pengakuanatas martabatyanginheren
dan hak-hak yang sama dan tidak dapat diambilalihkan dari semua anggota keluarga manusia merupakan landasan bagi kebebasan, keadilan dan
perdamaian dunia. Pengabaian dan penghinaan hak-hak
manusia telah mengakibatkan
tindakan-tindakan biadab yang telah menyakiti hati nurani umat manusia, dan datangnya suatu dunia di mana manusia-manusia akan menikmati kebebasan berbicara dan berkeyakinan dan kebebasan dari ketakuian dan kemiskinan tblah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi rakyat biasa. Secara esensial dinyatakan bahwa manusia tidak boleh dipaksa, sebagai upaya terakhir, memberontak terhadio tirani dan penindasan, bahwa hak-hat manusia hendalrrya dilindungi oleh kekuasaan perundangan
Di Indonesia hak asasi manusia me_ rupakan hal yang sedang diagendakan baik
secara politik maupun hukum. Bila disimak secaralebih jauh dalam UUD 1945 sebagai dasar Negara- Indonesia, secara impl[it dalam preambule ataupun batang tubuhnya telah dinyatakan bahwa Negara RI menjuniung_tinggr HAM. HaI ini pun dipertegas dalam Pancasila sebagai faisafah-bangia, menempatkan kemanusiaan yang adil dan
beradab sebagai sila ke-2.beriasarkan kenyataan telah memperlihatkan secara jelas bahwa Indonesia menempatkan dasar FIAM sebagai unsur penting dalann kehidupan negara dan kemasyaiakatan. Namun, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia terlihat bahwa dahm menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara masih diwarnai oleh berbagai pelanggaran terhadap hak
asasi manusia, baik yang dilakukan masya_ rakat, pemerintah, atarp,rr, rpa.at penegat hukumnya. Pelanggaran yang diiakuLn pemerintah terutama berkaitan dengan proses memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan (proses politik), sedangkan pelanggaran yang dilakukan aparal penegak hukum berkaitan dengan p.oies penanganan tindak kejahatan, seperti be-rkaitan dengan asas praduga tak bertindakan represif yang aihkukan -salah, \ep9li9ia1, penyelidikan dan penyidikan, dan lain-lain. Sementara pelanggaian yang dilakukan masyarakat umumnya beiupa yang mengancam frat-hat< niaup, .tirydakan amapliwa raga, danhak amanterhadap Jut hafta mitk maqTarakat lairurya. hptbahwa dalam persoalan per.. lindungan HAM kita tidak dapat meliiratnya secara police heny. Masyarakat hendak_ n1a tidak melihat pemerintah (baca: potisi) sebagai satu-satunya badan yar,g iecara pgfryl^l dapat melakukan pelanggaran HAY. Ini merupakan pandanfan y-,g Uias atau berat sebelah, sikap yang tidak o$ek6f. Dengan menjalankan tugasnya, polisi juga secara,nyata melakukan pemajuan dan p:IlTd]"gan (promotion and protection) HAIvt. Tanpa kehadiran dan bekerjanya polisi, perlindungan HAM hanya -akan menjadi masalah akademis (Rahardjo, 1e98).
Pelanggaran HAM tidak hanva dilakukan oleh kepolisian, melaink j+, oleh sesama anggota masyarakat" din golongan-golongan dalam masyarakat. Dengan demikian, masyarakat juga secara potensial dapat melakukan pelanggaran HAM. Potensi tersebut sudah s"rii[ tit" lihat menjadi manifest dalam kerus-uhan yang bermotif SARA, di mana nyawa, kebebasan dan hak milik segolongan masyarakat tertentu ditempatkan T-$$ot.a dalam bahaya. Tirnpa campur tangan polisi keadaan akan menjadi lebih paratr tali.
-13-
JURNALYOSNTIfi
b.
Dalam rangka ikut mendorong usaha perlindungan HAM, Kepolivan Negara RI vane seharl-harinya melihat dan menplami perl-unya memberikan perlindungan teriraup goiongangolongan tertentu dlhT rr,usyu*kut, dapat mengambil inisiatif utt"t mengajukan ke arah itu, misalnya pengajuan inisiatif ke arah perlindungan iurttidup korban kejahatan dan para saksi (victim protection Prograrn, witness protection
an segera.
c.
program).
4.
Tugas KePolisian dalam Kerangka Pelaksanaan Hak Asasi Manusia
d.
Polri dalam perlindungan HAM menurut beberapa pakar memiliki posisi yartg ambival'm. Di satu pihak, kerena memiliki monopoli Penggunaan kekuatan, maka memiliki potensi untuk melakukan pelanggaran HAM. Di sisi lain Polisi yang ber-
e.
periatuh dalam situasi yang mengabaikan -HAM. Untuk mengurangi terjadinya pelanggaran-pelanggiran HAM, PBB telah
irufumen sepeiti deklarasi antipenyiksaan.dan tinaatan atau hukurnan Yang kejam, tak manusiawi atau merendahkan martabat
mengatur aan membuat berbagai
manusia; prinsip-prinsip dasar penggunaan
u14-
Perlindunganterhadap tindakan-tindakan Pelanggaran hukum meliPuti seluruh larangan-larangan menurut perundang-undangan Pidana dan iampai kepada perilaku oranS-orang yang tidak mamPu memPertanggungir*itrtut tindak keiahatan (mabuk, sakit jiwa dan sebagainYa). Para penegak hukum hanYa boleh mempergurnkan kekuatan jika -sungguh-iungguh diPerlukan dan hanYa ieUatas yang dituntut untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya.
Iemangat merrangkap peniahat, bahkan.bisa
kekerasan dan senjata api oleh petugas penegak hukum, dan lainnYa' ' ialam kedudukannya selaku aparat negara Penegak hukum, dalam Pelaks tu[asnnya f of i perlu mempertnlbnangkan pedo*utt tindak tanduk untuk Para Peileeak hukum (code of conduct for law mfircemmt fficials) yang disepakati oleh PBB sebagai berikut: a. Harus menghormati dan melindungt martabat kemanusiaan dan meniunorang' iung tingg hak asasi semua
Melaksanakan kewaiiban melayani masyarakat dan melindungi s-emua orang terhadap tindakan-tindakan pelanggaran hukum Yang len-9k19 irant"u., yang karena sebab pribadi, ekonomi, sosial dan alasan mendesak lainnya t"fti"gg" ;emerlukan tindak-'
'
Pemakaian senjata api dianggap se-
bagai tindakan ekstrem, tidak boleh dipergunakan kecuali ketika tersangka melakukan perlawanan berserriata atau membahaYakan kehiduPan oranSorang lain. f. Hal-hal rahasia yang dipegang Para penegak hukum harus diiaga keiutt^siuutrrrya, kecuali kalau sungguh diperlukan untuk kelancaran pellks.tnaan tugas atau diperlukan oleh pengadilan' seorang Penegak hukum Pun g. - Tidak boleh melakukan, mendorong atau menoleransi tindakan penyiksaan dan tindakan atau hukuman Yang keiarn, tidak manusiawi atau merendahkan martabat kemanusiaan. h. Para penegak hukum tidak boleh melakukan tindakan korupsi atau kolusi apapun danharus dengan keras melawansemuatindakanyangsedemikian' .
Vol 1 No
i.
Para penegak hukum harus menehor-
mati undang-undang dan pedJman perilaku ini dan berusahi sekuat mungkin untuk menghindarkan dan
melawan setiap pelanggaran keten_ fuan.
j.
k.
Kalau mereka yakin telah teriadi atau
akan terjadi suatu pelanggiran ter_ hadap pedoman perilaku -iii, mereka wajib melaporkan hal itu kepada atasannya, danbila perlu, kepada para pejabat atau badan-badan pu*erir,t t lain yang terkait. Sebagai upaya terakhir,' sesuai dengan pu.""a'rrtgundangan dan kebiasa* .,ug"r ,r,i_ sing-masing, mereka dapat mengutapelanggaran-pelanggaran tLse. 1ak1n but kepada media massa.-Para penegak hukum yang menia_ lankan pasal-pasal dari ped-om* ir,i pantas dihormati dan rnemporeleh dukungan dari masyarakat dan badan penegak hukum tempat pengabdian mereka.
Untuk menerapkan instrumen_instrumen hak asasi manusia pBB itu telah didirikan berbagai lembaga khusus, di ada dua yang paling tangsung Tt*il1" terkait dengan penyalahguna^r, t ai_f,al asasi manusia dalam tata laksanaperadilan kejahatary yaitu Komisi Anti penyiksaan {ibltuk pada tahun 19g7 sebagai realisasi dari Pasal 17 Konvensi Anti pentiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, T'rdak Manusiawi, atau Melecehkui Vturt _ bat Manusia, dan Konvensi Intemasioanal tentang Penindasan dan Hukuman dari KejahatanApartheid. Kedua konvensi tersebut telah diratifi_ kasi Pemerintah Indonesia. Dengan demi_ kian, Kepolisian Negara RI selaiu aparat penegak hukum dalam -"r,a.,gurri tir,_ dakan keiahatan harus tunduk pad"a aturan_
1 November 2OOZ
aturan yang terdapat di dalam konvensi tersebut.
Pada prinsipnya fungsi-ftrngsi represif,
preventif, dan preemptif kepolisian me_ rupakan fungsi kepolisian yang bersifat universal. Di manapun polisi dalam men_ jalankan tugasnya setatu hetakukan fungsi!"gri tersebut, sementara fungsi up" yirrg l?*r dijalankan polisi bita ie.aup"i tejahatan bergantung pada intensitas dan kualitas kejahatan yang dilakukan. - Maraknyapenjarahan, pembakaran, dan pembunuhan yang dilatukan secara massal, serta muniutriya kejahatan yang memakai teknologi tinggr dengan -bdrc
operandi yang berbeda telah menyebabkan bail secara kuantitas maupun kualitas di Indonesia. Keadaan seperti itu telah menyebabkan
meningkatnya kejahatan
semakin meningkatnya dan semakin beratrrya tugas serta semakin kompleksnva
dalam penegakanhukum.
.
Tindakankepolisianyangcepatsangat
clrpertukan guna melindungi hak_hak asasi masyarakat dari berbagai tindakan masva_ rakat lainnya, melalail6n tindakan seaitcit saja dari kepolisian akan merupakan pe. langgaran terhadap hak-hak ururi
-urr*i".
Namun, menangani para penjahat pun clengan melakukan tindakan kekerasan hrrus dengan ekstra hati_hati agar lTT"y, tidak terjerumus pada pelanggrrur, lirk
asasi manusia.
, . lu9u dasamya konvensi pBB tentang hak-hak asasi dan konvensi tentang anti penyiksaan melarang aparat penegak heT (polisi) melakukan penyiksaan bYaik terhadap tersangka, terdikwa, maupun terpidana, narnun dalam hal-hal tertentu jika polisi sangat terpaksa denganmemakai prosedur tertentu dalam menjalankan tugasnya menggunakan kekerasan masih dapat diwenangkan. Keadaan-keadaan terpaksa tersebut, antara lain bilamana tindak keiahatan
- 15-
JURNALYOSTITIfi tersebut sudah sangat membahayakan aparaL melakukan Penyerangan te*udap {parat, membahayakan korban di mana korban tidak ada uPaya lain untuk mempertahankan diri. Penjarahan-penjarahan yang dilakukan secara brutal yant Tengancim jiwa korban mauPun harta benda bahkan membahayakan aparat yang akan
melakukan penangkapan dapat dikategorikan sangat membahayakan. Namun, dalam melakukan tindakan kekerasan tersebut aparat kepolisian hendaknya
mematuhi prosedur yang telah ditetapkan, sekaliptrn sangat sulit dalamkondisi sangat
terpaksa dan terdesak, misalnya polisi diberi ruewenang untuk.melakukan penembakan terhadap pelaku tindak keiahatan apabila perrfahat diperingatkan untuk menyerah tidak juga menYerah, atau bahkan menyerang sehingga membahayakan keselamatan jiwa aparat kepolisian. Kondisi-kondisi semacarn itu, tindakan kekerasan ;rang dilakukan aparat kepolisian tidak dapit dikategorikan melanggar hak asasi manusia, bahkan justru untuk melindtrngi hak asasi manusia- Konvensi PBB pun untuk keadaan tersebut tidak melarang polisi untuk melakukan keiahatan.
nyidikan atau melakukan penembakan terhadap oelaku tindak keiahatan. Namun, kritikan yang hanya berat sebelah dan tidak objektif, tentunya sangat naif karena menampikkan korban keiahatan yangwajib dilindungi oleh Polri hak asasinya, b{kun hak asasi apant Polri sendiri perlu diperahankan. Dengan kewenangan Yang diberikan undang-undang Polri diberikan hak untuk melakukan tindakan kekerasan, tetapi dengan prosedur dan rambu-rambu tertentu sehingga tindak kekerasan yang dilakukan aParat Polri tersebut tidak di anggap sebagai pelanggarantrak asasi manusia. Dengan demikian, selama Polri mengikuti prosedur dan ketentuan Peraturan perundang-undangan dalam melakukan tindak kekerasan terhadap pelaku tindak keiahatan, dapat dianggap tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Konvensi PBB pun memberikan peluang bagi terjadinya tindakan kekerasan yang dilak"kan aParat kepolisian tersebut dalam menjalankan tugasnYa. Keadaan Indonesia Yang dilanda berbagai kerusuhan dan peniarahan sert'a pembunuhan yang menyebabkan semakin iawar,nya keadaan keamanan dan ketertiban masyarakat, tentunya memerlukan
perlindungan dari aparat Kepolisian Negara RI sebagai garda terdepan agar semrra harta milik dan jiwa masyarakat teriaga dengan anun. Untuk itu, diperlukan tindakan kepolisian yang cepat dan tepat, termasuk tindakan kekerasan, seperti tembak di tempat asalkan dilakukan sesuai dmgan prosedur hukum yang berlaku'
5. KesimPulan Sebagaimana telah dijelaskan t-erd{3lu bahwa Kepolisian Negara RI (Polri) dalam peranannya sebagai aparat perregak hukum, merupakan pihak terdepan dalam menjaga
kearnanan dan ketertiban masyarakat' Untuk itu, Polri diberikan kewenangan olett undang-undang untuk melakukan berbagai findakan dalam upaya mencegah teriadinya tindak kejahatan. Namun, dalam setiap tindakan Polri sering mendapat ldtikan karena dianggap melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, seperti melakukan penyiksaan dalam rangka pe-
-16-
DAFTAR PUSTAKA
'
Deklarasi Universal tmtang Hak-hak Asasi Manusia (Ttr Intqnational Bill of Human Rjght), Oktober 1945.
Vol. 1, No. 1 November 2007
Standar Aturan Minimum perlakuan Terhadap Narapidarn (Stanilar Minimum Rules
for the Trmtmen of pri*nu),
L957.
luli
Deklarasi Anti Penyiksaan dan Tindakan atau Hukuman yang Kejam, Tak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (D eclaration Agairct Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishmezf), Delembei 1975.
Pedoman Tindak Tanduk untuk para penegak Hukum (Code of Conduct for Law Enforcement Officials), Desember 1979. Ketqrlan Penjaminan perlindungan Hak-
hak Mereka yang Menghadapi Hukuman Mati (safeguards Guaritrteeiftg
ltotegtionof the Nihts
of those Facingtie DeathPmalty),Mei19M. Prinsip-prinsip Pemadu untuk pencegahan Kejahatan dan Sistem peradilan Kriminal dalam Konteks pembangunan dan Tata Ekonomi Baru (Giiding P rincipla for Crime p rutmtion anit Ciml-
nal lustice in the Context of Danelopment and a New Economic 1985.
Or-il*),Septet$er
Prinsip-pinsip Kebebasan pengadilan (Basfc lri-nciples on the Indepmdmce of the ludiciary),September 1985.
Aturan Standar Minimum untuk pelaksanaan Peradilan Remaja (Standaril Minimum Rules for the Administrotion of luaenile lustice), Nopember 19&5. Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Keiahatan dan penyatahgunaan Kekuasaan (D eclaration of Basic
Piltcrples of lustice for Wtims of Crime
and the Abuse of P otor),Nopember 19g5.
Prinsip-prinsip Dasar penggunaan Kekerasan dan Senjata Api oleh petugas Penegak Hukum (Basic principla on-the Vt, of Force and Fireams by Law Enforcement Offi cials) Agustus
1
990.
Ikhtiar Eksekusi Sewerung-wenang (Summary of Arbitary Execution), Desember 1990.
Aku meyakini bahwa setiap hak d iseftai ta nggun7
jawab;
aetiap keaempatan
disefiai kewajiban; eetiap kepemilikan
disertai tugas,
* John D. Kockefeller, Jr. -
-17-