JT,TRNALYOSTtTtfi
Yu-srrnil FAKI,JLTAS HI.JKI,JM
DAFTAR ISI Daftar lsi ......... I Kata Pengantar ii Sambutan Dekan Fakultas Hukum .........,......... :.................. iii Editorial ............ iv
1. Kajian Tentang Calon lndependen Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Berdasarkan UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-
LEMBAGA KAJIAN HUKUM (LKH) UIIIVERSITAS WIRATODBA INDRAMAYU
vt2co7 Oleh : Tatang
Pelindung: Dekan Fakultas Hukum Universitas Wiralodra lndramayu
Pimpinan Umum
3.
Pimpinan Redaksi SuhendarAbas, SH
Sl
Study NormatifTeniang Peran Kekuasaan Kehakiman Dalam Pilkada
Oleh:SuhendarAbas.............
4.
5.
74
Pengawasan ldeal Dalam Pilkada Gubernur Jawa Barat Tahun 2008
Oleh :Atoitlah Karim
..............
..
80
Efektifitas Perundang-undangan Tentang Pilkada Dalam Masa Transisi Oleh : H. Dradja
gg
6.
Fenomena Golongan Putih Dalam pemilihan Umum Oleh : Raden Siti
95
7.
Netralitas Pegawai Negeri Sipil Datam pilkada
Sudiana
l.AdiKusyandi, SH. 2.Suhaendi Salidja, SH. 3.Syamsul Bahri Siregar, SH.
.
Daerah Langsung dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh ( lylenuju Persamaan Hukum Non Diskriminasi ) Oleh : Syamsul Bahri Sirega................................... 65
Atoillah Karim, SH. Dewan Redaksi
........
2. Calon lndependen Dalam Pemilihan Kepala
Penasehat & Konsultan Redaksi l.Tatang Odjo Suardja, SH. 2.Prof. Dr. Toto Tohir, SH. 3.Ujang Suratno, SH., M.Si 4.Didi Nursidi, SH, M. Hum.
Odjosuardja,
Sumartini
Oleh
:
Supendi
..
101
Lampiran-Lampirdn
WakilPimpinan Redaksi Saefullah Yarnien, SH.
Setretaris Redaksi Raden Siti Sumartini, SH.
Pimpinan Sirkulasi Nurhayati, SH. Murtiningsih, SH.
Pimpinan Usaha Mansur, SH.
Editor KodratAlam, SH.
I 2
Undang-Undang nomor 22 Tahun 2007 tentang Pemilu ................--..-... Peraturan MahkamahAgung Nomor02Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil pilkada dan Pilwakada dari KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota
JURNAL YUSTITIA Mengundang anda menuliskan pemikiranpemikiran yang berkaihn dengan llmu Hukum. Jumlah hdaman tulisan 10 - 15 halamanA4 Spasi ganda dilengkapi denganAbstraksi, End Note dan Dafrar Pustska Redaksi dapat menyingkat, mengubah dan mengedit tulisan tanpa mengubah maksud dan esensi lulisan. Oanju*an tulisan dikrim dalam bentuk naskah dan file dahm CD
iiifiiu
JURNALYOSTTTtfi e
Kajian Tentng Calon Independen Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No: 005/PAA-Y D007 Tatang Odjo Suardja
The direct election of Regional Leader and his deputy at all level is a political process in order tofill public position in a democratic State. This political process ecpected to producekualified and capable public opicials who all able to give prosperity to the people. In pasal S3Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mentioned that all regional leader candidates are proposed by political party aliance, but based to Lawcourt Constitution section is refiewed. because our country based on law and and theattitue of all Indonesian either the public fficial or ordinary people have to pollow the rule of law and regulation, of course constitution lawcourt can beexcecuted when pasal 53 Undang-undang No. 32 tahun 2004 Tbntang Pemerintahan Daerah has been revised. A democratic pilkada can be interpreted in there things, There are : First, Political Process that can improve people participation to get bettereducation of democracy. Second, tlte democratization should be conectedwith its goal to givethe prosperity. This is the way to prevent political elite manipulation to the people that happened today. Third, democratization can give a way for LSM/I{GO ( Non Government Organization ), to observe in order to reveal, so many budget deviations, investment project expenses, jurisdication mafia and
orders.
Nomor 32 Tahun 2004 tentang A. Pendahuluan Berbicara mengenai pemilihan Pemerintahan Daerah, di mana di dalam Kepala Daerah di Indonesia mau tidak ketentuan Pasal 53 Gubemur, Bupati mau kita harus melihat Undang-undang
Effi
Walikota dan atau Wakil Gubernur, Vfakil
JURNALYOSTITIfi
it Bupati, Wakil Walikota berasal dari Partai Politik dan atau Gabungan Partai Politik. Tetapi dengan adanya hasil uji materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Ranggalawe. Dalam siaran pers, MK menyatakan pasal-pasal yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam undang-undang tersebut, antara lain, Pasal 56 Ayat (2),
yang berbunyi, "Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada Ayat (l) diajukan olehpartai politik atau gabungan partai politik"; Pasal 59Ayat (l) sepanjang
mengenai frase "yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik"; Pasal 59 Ayat (2) sepanjang mengenai frase "sebagaimana dimaksud padaayat 1"; Pasal 59 Ayat (3) sepanjang
mengenai frase "partai politik atau gabungan partai politik wajib", frase "yang seluas-luasflya" , dan frase "dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud". Pasal-pasal tersebut, menurut Pertimbangan Mahkamah Konstitusi, hanya memberikan hak kepada pafiai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan/mengajukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah serta sama sekali menutup peluang pasangan calon independen. Berdasarkan hal tersebut di atas, ada
persoalan Yuridis yaitu adanya perintah
keputusan Mahkamah Konstitusi maka ketentuan Pasal 59Ayat (3) "Partai Politik
atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan seluas-luasnya
bagi bakal calon perseorangan ,yang memnuhi syarat sebagaimana dimaksud
dalam pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan
transparan", harus dirubah, untuk memberikan kesempatan kepada calon independen untuk bertarung dalam pemilihan Kepala Daerah
Dalam Ilrnu Hukum kita mengenal dua sistim hukum secara garis besar, yaitu: sistim Anglo Saxon dan Eropa Kontinentat yang satu sama lain berbeda. Dimana Indonesia yang menganut sistim hukum Eropa Kontinental yang mengutamakan sumber hukum Undangundang, maka putusan Mahkamah Konstitusi tidak otomatis berlaku melainkan harus ada amandemen terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Ada beragam tanggapan
atas keputusan yang menghebohkan jagat perpolitikan nasional ini. Mereka umunnya terbelah dua, pro dan kontra.
Kebanyakan partisan partai politik memandang sinis keputusan ini. Pasalnya, hak monopoli pengajuan calon
pejabat politik dari pusat sampai daerah, yang selama ini mereka genggam, ikut
ffiE
JURNALYOSTITIfi P
terkoyak. Para politikus fbrmal ini yakin
I
institusionalisasi politik menjadi syarat mutlak dalam membangun sistim politik yang demokratis. Institusi yang dimaksud
adalah'1anai politik. Sesuai dengan kodraffia, lembaga ini adalah organisasi yang menghasilkan politikus untuk kemudian memproduksi kebijakan-
membentuk masyarakat yang hendak
dicapai sesuai dengan tujuan kehidupanbemegara.
2
independen.
B. Pembahasan Berbicara mengenai Negara Hukum dalam prespektif hukum administrasi Negara berarti kita harus melihat apakah sikap tindak baik penguasa maupun rakyat mempunyai dasar Yuridis yaitu ada tidaknya peraturan perundang-undangan yang memayungi sikap tindak dari penguasa dan rakyat tersebut. Lebih jauh mengenrti Apalagi kalau kita lihat fungsi hukum secara keseluruhan, dimana menurut Sjachran Basah, fungsi hukum ada5 yaitu:
Kedua: Integratif, yaitu sebagai pembinaan kesatuan bangsa.
3
Ketiga: Stabilitatif, yaitu
sebagai
pemelihara (termasuk kedalamnya hasil-hasil pembangunan) dan
kebijakan politis sesuai dengan landasan idiil yang diamanatkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
Dalam kesempatan ini penulis akan membuat analisa yuridis menyangkut persoalan tersebut di atas, dengan harapan bisa membuat jawaban terhadap pro dan kontra menyangkut calon
Pertama: Direktif, sebagai pengarah
dalam pembangunan untuk
terhadap salah satu argumentasi akademik yang menyatakan bahwa
menjaga keselarasan, kebersihan dan
keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4
Keempat: Perspektif yaitu sebagai penyempurn4 baik terhadap sikap tindak administrasi negara maupun sikap tindak warga apabila te{adi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan b ermasyarakat.
5 Kelima: Korektif, yaitu sebagai pengoreksi atas sikap-sikap baik administrasi negara, maupun warga apabila te{adi pertentangan hak dan kewaj iban untuk mendapat keadilan. Selanjutnya RB. Seidman dalam bukunya "The State, Law dan Development" menyebutkan: "bahwa aturan-aturan
hukum merupakan kunci menuju perubahan sosial dan pembangunan, hukum merupakan sarana yang bermanfaat untuk mengadakan pembangunan. Oleh karena hukum secara
implisit merupakan aturan-aturan yang |EEI#ugJ
JURNALYosnflfi
{ harusditaati".
Merujuk kepada konsep fungsi hukum tersebut maka putusan Mahkamah Konstitusi yang berhubungan dengan calon independen tidak serta merta dapat dilaksanakan kalau belum ada perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Pengertian pilkada harus demokratis dapat diartikan dalam tiga hal yaitu
:
Pertama: Proses politik yang dapat meningkatkan partisipasi rakyat memperdalam demokratisasi, sehingga dapat melampaui demokrasi sekitar elit politik belaka karena partisipasi yang lebih luas dapat menggali dan mengaktualkan berbagai sumber daya politik yang terpendam, dimana pada akhirnya dapat memajukan kecerdasan bangsa.
Kedua: Demokratisasi yang
harus
dij alankan haruslah menggandeng tujuan
mencapai kesejahteraan, cara ini unuk mencegah manipulasi oleh elit politik
terhadap masyarakat seperti terjadi sekarangini.
Ketiga: Demokratisasi
dapat
memberikan jalan pengawasan oleh non Negara untuk mengungkapkan berbagai penyelewengan anggaran, pengeluaran proyek investasi, mafia peradilan dan lain sebagainya. Secara substantif putusan Mahkamah Konstitusi tersebut membuka ruang lebih
demokratis dalam pemilihan Kepala Daerah, oleh karena apabila merujuk kepada ketentuan Undang-undang Dasar
45 yang sudah diamandemen
hanya menyebutkan salah satu ayat dalam Pasal 18 Ayat (4) "Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis" hasil perubahan kedua. Artinya mengenai calon tidak secara tegas-tegas harus diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol, berbeda dengan ketentuan yang menyangkut pemlihan Presiden dan wakil Presiden Undang-undang dasar 45 tegas menyebutkan (2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umurn" hasil perubahanketiga..
Oleh karena kekusaan pembentukan
undang-undang Republik Indonesia dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR, maka perlu perubahan (revisi) undang-undang nomor 32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah, dalam revisi ini persoalan yang diprediksi
akan alot adalah ketentuan mengenai syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan untuk maju dalam pilkada.
Apabila ukurannya berdasarkan pengelompokkan presentase dukungan minimal berdasarkan Chuster jumlah penduduk akan menimbulkan masalah di
,*ffi@
flrRNALY0STtTt6 .B
daerah yang jumlah penduduknya terletak pada batas pengelompokkan tersebut.
Ada persoalan yang mengganjal menyangkut fungsi partai politik di dalam sistim politik, dimana salah satu fungsi partai politik adalah requitment politik dalam arti kader partai disiapkan untuk menduduki jabatan-jabatan politik yang
ada
di dalam
Negara tersebut. Secara
keilmuan partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi oleh ideologi tertentu, dan
yang berusaha mencari dan mempertahankan dan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan
umum yang mereka susun, alternatif kebijakan umum yang mereka susun ini, merupakan hasil pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat.
Tatkala keputusan mahkamah konstitusi yang membolehkan calon independen masuk menjadi calon Gubernur/wakil Gubemur dan atau calon BupatiAil'alikota dan wakil Bupati/Wakil Walikota bisa menghilangkan fungsi partai politik atau dengan kata lain seseorang bisa menjadi pejabat politik tanpa harus masuk menjadi anggota partai politik dan atau pengurus partai politik. Padahal dalam bangunan sistim demokrasi yang sehat tugas partai
GIffi#
politiklah untuk menyiapkan kader-kader pemimpin yang siap untuk menduduki jabatan-jabatan politik tersebut. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan bahwa adanya desakan calon independen bisa diartikan gagalnya fungsi partai politik di Indonesia atau ada desakan
depolitisasi dari kelompok-kelompok yang tidak menginginkan terbangunnya civil society (supermasi masyarakat sipil) di Indonesia. Tetapi penulis tidak akan mempersoalkan hal tersebut di atas, melainkan akan menganalisa secara Yuridis mengenai peluang pengaturan calon independen dalam sistim hukum di Indonesia.
Dalam teori hukum kita mengenal sumber hukum undang-undang dimana peranannya sangat penting untuk Indonesia, hal ini dikarenakan sejarah terbentuknya konsep Negara hukum yang terj adi di Perancis, dimana kita mengenal konsep Negara hukum dalam arti sempit dan berkembang menjadi konsep Negara hukum dalam arti luas. Dari perubahan konsep tersebut mendorong peran peraturan perundang-undangan menj adi cukup menonjol adalah dengan adanya perubahan wawasan negara hukum. Ketika rrcgara hukum masih dalam tingkatan klasik Liberal peran pembentuk Undang-undang masih semata-mata merumuskan nilai-nilai kehidupan yang sudah mengendap dalam masyarakat. Pada saat itu Ilmu Hukum beranggapan
-
I.TRNALYUSTtTtfi
{ peraturan perundang-undangan tidaklah dibentuk melainkan hanya ditemukan. (Die gesetzbende gewalt macht das gesetz nicht, Sie entdechundformuliert es nur).
Tetapi setelah wawasan
negara
kemakmur an (w elv aars taat) atau negara
undangan kita, selain dibentuk oleh lembaga-lembaga yang berbeda, juga masing-masing mempunyai fungsi dan materi muatan yang berbeda sesuai
dengan jenjangnya sehingga tata susunan, fungsi dan materi muatan
kepengurusan (verzorgingstaat) mulai dianut, maka peranan pembentuk
membentuk hubungan fungsional
Undang-Undang sudah berubah.
peraturan yang satu dengan yang lainnya.
peraturan perundang-undalgan selalu
Bahwa peraturan perundang-
di Indonesia berjenjang, dimana peraturan perundang-undangan
undangan
Untuk lebih jelasnya ada beberapa teori yang menyangkut masalah tersebut yaitu:
yang lebih rendah tidak boleh
l.
bertentangan dengan peraturan Dalam perundang-undangan
yang lebih tinggi, apabila terjadi hal tersebut di atas, maka peraturan perundang-undangan yang lebih rendah itu batal dan atau dapat dibatalkan. Azas hukum tersebut merupakan bagian dari sistim hukum yang harus berjenjang sesuai dengan ajaran dari Han Kelsen tentang Hierarki (tata urutan) peraturan perundangundangan yang dianut oleh Indonesia melalui Undang-undang Nomor l0
undangan, dimana jenjang
I
tata urutan
diatur secara tegas dalam Undangundangtersebut.
. Apabila kita melihat pada tata susunan (hierarki) peraturan perundangundangan negara kita, hal ini bukan hanya
ditetapkan semat-mata, melainkan lebih dikarenakan peraturan perundang-
kehidupan norma-norma hukum
dapat dibagi menjadi
a. Sistim
:
statik/nomostatik/static
Normative Sistem
Yaitu, norma hukum umum yang hanya memberikan secara garis besar
saja dan dapat menghasilkan norma hukumkhusus. Contoh:
1.
Tahun 2004 tentang Tata cara 2. pembentukan peraturan perundang-
TeoriHansKelsen
Norma hukum umum
:
berkendaraan harus tertib.
Norma hukum khusus adalah berada p ada j alur kiri.
b. Sistim
:
tertib
dinamik/non
dinanlk/ Dyn ami c N o rm ativ e Si s t em.
Norma hukum bukan saja
dapat melahirkan yang khusus, tapi merupakan
sistim norma-norma hukum yang berjenjang-jenjang atau berlapis-lapis yang satunya berlaku berdasarkan yang
ffi,,.Er
JURNALY0STtTt6
lain atau apa yang disebut sebagai
pembatalannya
Stufentheorie der
ketenagakerjaan kita sudah secara tegas melalui uji materiil dimana untuk hak uji materiil undang-undang merupakan kewenangan dari mahkamah konstitusi. Sehingga putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara Yuridis sudah sah dan pembuat undang-undang harus mematuhi putusan tersebut, persoalan keberatan
Skema:
Jadi, norma hukum yang berlaku berdasarkan norna yang lebih tinggi dan sekaligus dapat melahirkan norma hukum yang lebih rendah, Oleh karena ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamander[en pada Pasal 1 8 Ayat ke
(3), yang hanya menyebutkan pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara demokratis ini berarti Undang-Undang Dasar 1945 tidak memerintahkan secara tegas calon Gubernur/W'akil Gubernur, calon Bupati/calon Walikota dan calon Wakil Bupati/calon wakil Walikota harus diusulkan oleh partai politik dan atau gabungan partai
politik.
B ahwa fu ng si
Undang-und ang antar a tentang ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Dasar, tetapi materi muatan/isi
lain mengatur lebih lanjut
Undang-undang
itu tidak
boleh
memperluas hal-hal prinsip yang sudah di dalam ketentuan Undangundang dasar, apabila terjadi tentunya ketentuan yang ada dalam undangundang tersebut harus batal dan atau
diatur
dibatalkan. Padahal mekanisme
@ffi
di dalam
sistim
dari partai politik tidak berarti ketentuan/keputusan mahkamah konstitusi tersebut tidak bisa dijalankan, oleh karena kita menganut sistim Negara hukum.
C.
Penutup
Gejala calon independen mendapat sambutan dari masyarakat dengan banyaknya pengusaha, artis dan profesi lainnya masuk ke gelanggang politik menjadi parameter bahwa masyarakat menginginkan suatu perubahan dalam menentukan jabatan-jabatan politik tidak harus bersumber daipartai politik saja. Hal ini kita lihat bila menyusuri kawasan Tangerang, jangan heran melihat begitu banyak poster besar wajah Rano Kamo terpampang di sejumlah tempat. Rano
mejeng dengan posisi berdiri menyamping, kepala menoleh ke kamera, dan menyunggingkan senyum. Rano tampak tampan dan berwibawa dengan
busana Muslim lengkap dengan kopiahnya. Namun jangan salah, itu
JTTRNALYOSTIT|fi
bukan poster
film
terbaru Rano. Itu
adalah poster bintang sinetron Si Doel yang berkampanye untuk mengegolkan
diri
DAFTAR PUSTAKA
merebut menjadi Wakil Bupati
1. A.HamidAttamimi, P e r a n a n
(Wabup) Tangerang mendampingi calon Bupati Ismeth Iskandar (saat ini menjabat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan
bupati). Dimana pada saat pemilihan Bupati dan wakil bupati ternyata
P
2.
pasangan tersebut menang.
Dari gejala tersebut maka sebenamya calon independen sudah diganti oleh masyarakat untuk mengisi jabatan politik dalam rangka menerobos kebuntuan yang
ada dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Padahal seperti kita ketahui bahwa peraturan perundangundangan hanyalah moment opname dat'r rasakeadilan dankontelasi politik saat itu di parlemen, sehingga suatu saat bisa rubah kalau diinginkan oleh masyarakat, dari teori tersebut sangatlah wajar apabila undang-undang Nomor 32 tahun 2004 secepatnya direvisi untuk mengakomodir calon independen (perorangan), kita tunggu sikap kenegarawanan elit politik Indonesiayang duduk di DPR.
emerintah Negara (Disertasi).
DeliarNoor, Pemikiran Politik, di Negara Bar at, Mizan,Bandung, I 99 7.
J.
FirmanZah, "Marketing Politik" antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Obor Indonesi a,2007
4.
.
Shidarta Karakteri stik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke Indonesiaan, CV. UTOMO, Bandung, 2006.
5.
SyahranBasah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara-Orasi llmiah, LINPAD, 1986 Pelantikan Sebagai GuruBesar.
6.
SyahranBasah, Tiga
Tulisan
Tentang Hukum, Armico, Bandung, 1986.
Optimist Pengambilan kesimpulan yang akurat, mendatangkan energi F{Ci#ah) kerja t yang luar biasa
$'wU $\
'
''
$j*;@
JURNALY0ST|TI6 lt
CALON INDEPENDEN DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH LAIYGSUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAII ACEH (Menuju Persamaan Hukum Non Diskriminasi) Syamsul Bahri Siregar The election ofregional leader through one door system place political party as the single channel ofleadership recruitment ofarea. Rule ofPasal 59 ayat (3) and (4) UU Pemerintahan Daerah that is already assessed unable to accommodste importance of individual candidate (independent) because of the discrimination and there is no transparencyfrom political party alliance or party. Apparition ofindependent candidate in NAD getting absolute victory as Governor / Governor proxy, have seien as evidence that people is requiring independency. equality Wewpoint of rights democratizefor all citizen become standard idea enabling of independent candidate follow election of regional leader, as legitimated in UUD 1945 Pasal 28(B) Ayat (3) mention that " Every citizen is entitled to get the same opportunity in governance". The rule can be interpreted there is possibility to someone which is not political parly member to be regional leader head, if in NAD there is independent candidate hence other area trough Indonesia hove to be given thesameopportunity.
Di terbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanj utnya ditulis UU Pemda) sebagai pengganti UndangUndang Nomor 22 tahrm 1999 telah membawa hal baru dalam sejarah sistem pemerintahan daerah di Indonesia. UU Pemda telah mengubah secara total sistem
pemilihan kepala daerah yang sebelumnya menyebutkan bahwa "pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dilalrsanakan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri s elatrang-kurangnya dua p ertiga jumlah anggota DPRD" (Pasal 23 IJU
@ry.,i
No.2211999), perubahan tersebut juga telah mengurangi porsi tugas dan wewenang DPRD yang sebelumnya telah diganti dengan tidak dimasukkannya tugas dan kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di dalam LIU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai pengganti LIU No.4 Tahun 1999 tentang Susduk MPR, DP& dan DPRD yang masih memberikan tugas dan kewenangan "memilih Gubemur/Wakil Gubernur, Bupati wakil Bupati, dan Walikota/ Wakil Walikota" (Pasal 34 Ayat (2) huruf a UU No.4/ 1 999).
JURNALYOSTIItfi 4 UU Pemda telah menentukan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan (Pasal 24 ayat (5) UU Pemda). Setidaknya ada tiga argumentasi yang dapat dikemukakan sebagai latar
belakang perubahan fudamental pemilihan kepala daerah ini, dan mengapa pemilihan Kepala Daerah tersebut perlu dilakukan. P ert am a, pimpinan tertinggi negara
(presiden) telah dipilih secara langsung dalam Pemilu yang dilakukan pertama kali tahun 2004, sementara pimpinan wilayah terendah (kepala desa) jugu dilaksanakan secara langsung, lantas mengapa pemilihan kepala daerah tidak juga dilakukan secara langsung. Dengan demikian tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan pemilu langsung bagi Gubernur, Bupati dan Walikota.
Kedua, secara yuridis UU No.2211999 yang menentukan bahwa
kepala daerah (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota) dipilih oleh DPRD (Pasal 18 huruf a) sudah tidak sesuai lagi karena undang-undang ini merupakan produk hukum sebelum perubahan UUD 1 945. Sementara itu telah ada Undang-undang tentang Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD (JU No.22 Tahun 2003) yang tidak menyebutkan adanya tugas dan wewenang DPRD untuk
memilih kepala daerah. Hal ini harus ditafsirkan bahwa UU No.22 tahun 2003 menginginkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat.
Ketiga, pemilihan kepala
daerah
akan lebih mewujudkan kedaulatan yang berada ditangan rakyat, bebagaimana ketentuan Pasal I ayat (2) UUD 1945, Dengan adanya kedaulatan di tangan rakyat di pemerintahan daerah maka praktek pelaksanaan pemilihan kepala
daerah
di bawah ketentuan
UU
No.2211999 yang diberitakan banyak terjadi penyimpangan terutama dalam hal
pemberian imbalan (money politics) kepada anggota DPRD agar mendukung salah satu calon kepala daerah tidak banyak terjadi lagi yang pada giliranya nanti akan mempercepat kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya ditentukan bahwa peserta pemilihan kepala daerah dan
wakil
kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik (Pasal
56 ayat (1) (2) dan Pasal 59 ayat (1) UU No.32 Tahun 2004). Partai politik atau
gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 75o/o dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan (Pasal 59 ayat(2)
WNo.32
ffi@
I,TRNALYOSTtTIfi J>
tahun 2004). Dengan demikian pemilihan
kepala daerah hanya dilakukan melalui sistem satu pintu karena menempatkan partai politik menjadi satu-satunya
saluran rekruitmen kepemimpinan daerah.
Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan dan juga kritik karena
perilaku diskriminatif partai terhadap calon perorangan, Pafiai politik atau gabungan partai politik diwajibkan untuk membuka kesempatan yang seluasluasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat untuk memproses bakal calon tersebut melalui mekanisme yang demokratis dan transparan serta
diharuskan untuk memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat,
menutup kesempatan bagi calon kepala daerah yang bukan berasal dari partai politik (non-politisi) atau calon kepala daerah perorangan (independen) yang mungkin lebih baik dan berpotensi memimpin daerah. Wacana calon kepala daerah yang bukan bersal dari partai politik atau calon independen sudah
Pasal 59 ayat (3) UU Pemda yang menyatakan: "Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluasJuasnya bagi bakal calon perseorangan yang
muncul pada saat Rancangan UU
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
No.32l2004 dibahas pemerintah bersama DPR, sempat diusulkan sistem pemilihan kepala daerah melalui tiga pintu. Pintu pertama, calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh kursi di DPRD sekurang-kurangnya l5Yo. Pintu kedua, diusulkan oleh satu persenjumlah pimilih. Pintu ketiga, diusulkan oleh sekurangkurangnya l/10 jumlah anggota DPRD yang partainya tidak mengusulkan pasangan bakal calon. Namun setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya
berbagai rumusan tersebut tidak digunakan dan hanya digunakan rumusan
yang tersebut dalam UU Pemda. Untuk
mengakomodasi aspirasi yang berkembang serta mencegah adanya
@ffi
sebagaimana klausul yang termuat dalam
dalam Pasal 58 dan selanjutnya mempros es bakal calon dimaksud melalui
mekanisme
yang demokratis
dan transparan'1 dan Pasal 59 ayat (4) UU Pemda yang menyatakan bahwa: "Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat". Ketentuan Pasal 59 ayat (3) dan (a) UU Pemda pada perkembangannya dinilai tidak mampu mengakomodir kepentingan calon perorangan (calon independen) yang berkeinginan untuk berpartisipasi dalam pesta pemilihan kepala daerah karena perlakuan diskriminatif dan cenderung tertutup (idak transparan) dari partai atau gabungan partai politik dalam
ITRNALYUSnTtfi -a
mengusung calon kepala daerah yang akan diusulkannya (baca : keterangan saksi Dr. Abdul Radjak, Faisal Basri, Totok P Hasibuan, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUUY12007). UU Pemda dirasakan telah menjadi alat baru yang justeru lebih
politik atau gabungan partai politik untuk membuka kesempatan yang seluas luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat dan memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan, dan dalam ketentuan Ayat (4) juga diatur
cenderung menampilkan sifat-sifat bahwa: "Dalam proses penetapan oportunis, konspiratif, dan transaksi pasangan calon, partai politik atau politik yang berlebihan karena undang- gabungan partai politik memperhatiknn undang tersebut tidak memberikan pendapat dan tanggapan masyarakat". peluang dan ruang gerak bagi calon-calon Ketentuan ini dimaksudkan untuk independen yang bukan dari partai politik. mengakomodir tuntutan dan aspirasi Pemilihan gubernur/wakil gubernur, masyarakat dalam menentukan calon bupati/wakil bupati, walikota/wakil kepala daerah dan wakil kepala daerah walikota sudah pasti akan yang terbaik di masing-masing daerah. menguntungkan segelintir orang yang Selain itu, ketentuan yang mengatur berada dalam lingkaran kekuasaan yang tentang rekrutmen pencalonan kepala seolah-olah memperoleh legitirnasi dari daerah dan wakil kepala daerah hanya rakyat padahal yang sesungguhnya tidak, karena hanya merupakan kamuflase politikbelaka.
dapat dilakukan melalui partai politik atau
gabungan partai politik, tidaklah serta merta dianggap sebagai perlakuan yang
Terhadap pandangan tidak bersifat diskriminatif sepanjang terakomodirnya calon perorangan pembatasan atau pembedaan yang (independen) dalam UU Pemda dan angapan rekrutmen atau pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik telah mematikan calon perseorangan (independen), pemerintah berpandangan (dalam Penjelasan Pemerintah atas Permohonan Pengujian UU Pemda) sebaliknya yakni karena dalam ketentuan Pasal 59 Ayat (3) UU Pemda mewajibkan kepada partai
dilakukan tidak didasarkan atas agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa dan keyakinan politik (vide Pasal I Ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HakAsasi Manusia, maupun Pasal 2 International Covenant on Civil and Political Rights). Juga pengusulan rekrutmen kepala daerah
dan wakil kepala daerah melalui partai politik atau gabungan partai demikian
Yi"{,*:,GEl
JI,JRNALYOSIITIfi
tidak dapat dipandang serta
merta bertentangan dengan UUD 1945, karena pilihan sistem yang demikian merupakan kebijakan (legal policy) yang tidak dapat diuji kecuali dilakukan secara sewenangwenang (willekeur) dan melampaui kewenangan pembentuk undang-undang (detournernent de pouvoi). Sehingga pembatasan tersebut di atas, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945, selain diatur dengan undangundang, juga pembatasan tersebut tidak
bertentangan dengan norma-norma agam4 kesusilaan, ketertiban umum maupun norma hukum yang berlaku.
dernokrasi bagi seluruh warga negara
menjadi standar pemikiran diperbolehkannya calon independen mengikuti bursa pemilihan kepala daerah, sebagaimana terlegitimasi dalam UUD
1945 Pasal 28r- Ayat (3) yang
menyebutkan: "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintaltan". Ketentuan tersebut dapatlah diartikan tidak menutup kemungkinan bagi seseorang yang bukan
anggota partai
politik yang disebut
independen untuk menjadi kepala daerah.
Jadi dapat dikatakan jika di Aceh diberikan kesempatan ada calon
independen berdasarkan ketentuan UU No.ll Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, terlepas dari latar belakangnya maka masyarakat lain pun di Indonesia Gubernur/Wakil Gubernur, telah terwacana sebagai bukti bahwa ralcyat harus diberikan kesempatan yang sama sangat membutuhkan independensi dan dalam hak demokrasi, karena demokrasi mereka tidak percaya lagi pada partai merupakan paham kerakyatan yang tidak politik yang mengusung calon karena memperkenankan adanya diskriminasi terbukti parpol dalam pengusungan calon dan intervensi yang bermuatan sangat syarat dengan transaksi politik kekuasaan, jabatan maupun golongan yaitu dengan melakukan jual beli tertentu. Kemunculan calon independen di daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang mendapat kemenangan mutlak sebagai
politik (partai) bagi calon yang akan mengikuti suksesi pilkada dan apabila calon yang diusung oleh partai politik menang, maka tugas pertama bagi penguasa bagaiman a cara untuk
kendaraan
Berkaitan dengan rekrutmen pencalonan kepala daerah dan wakil
kepala daerah di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang membolehkan
adanya calon perseorangan
dan
(independent), selain melalui partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana Pasal 67 Ayat(l) hurufd UU
Sudut pandang kesamaan hak
No.11 Tahun 2006, setidaknya ditemukan
mengembalikan modal yang sangat rentan
dengan praktik korupsi,
kolusi
nepotisme.
@ffi
i
JT'RN/ILYOSTITIfi ,i
tiga pandangan pembentuk undangundang:
pertama, diperbolehkannya calon perseorangan tersebut adalah dalam rangka melengkapi kekhususan dan keistimewaan daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), yang terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perj uangan masyarakat Aceh. ke dua,
munculnya calon independen
di Aceh merupakan bagian
dari
berpendapat hahwa demokrasi hendaknya harus dilihat dari sudutpandang nilai-nilai
dan proses demokrasi, yakni hak demokrasi itu tidak boleh dibatasi oleh apapun termasuk akses untuk memilih pemimpin. Berbagai pembatasan terhadap akses demokrasi itu adalah penghianatan demokrasi, yang salah satunya disebutkan adanya kompetisi yang bebas bagi seluruh warga negara untuk bersaing pada j abatan-j abatan politik dan pemerintahan.
Tarik ulur boleh atau tidak konflik yang sudah berkepanj angan, j adi se cara dibolehkannya calon perorangan komprehensif, tentunya tidak bisa (independenl) dalam pemilihan kepala daerah pada tanggal 20 Juli 2007 telah disamakan dengan daerah lain. Ketiga, demokrasi politik yang memperoleh kepastian hukum, dengan dibangun di NAD tetap berdasarkan dikabulkannya permohonan uji materil partai, adapun mengenai calon Lalu Ranggalawe terhadap Pasal 56 Ayat penyelesaian masalah
independen cuma untuk sekali dan hanya untuk pertama dilakukan dalam pemilihan kepala daerah sebagai bentuk kompromi terhadap sekelompok masyarakat di NAD yang merasa belum terwakili kepentingan atau ide mereka melalui partai politik yang ada dan dengan adanya partai lokal maka pada pemilihan kepala daerah selanjutnya tidak dimungkinkan lagi muncul calon independen. Jadi dapat dikatakan bahwa penjaringan calon kepala daerah tetap harus melalui partaipolitik (nasional atau lokal sifatnya), hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi yang berdasarkan basis partai Qtartybased).
Berbicara tentang hak demokrasi, Martin Lipzig dalam Political Men
(2), Pasal 59 Ayat (1), Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5) hurufa,Ayat (5) hurufc danpasal 60Ayat (2),Ayat(3),Ayat (a) danAyat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahvn 2004 tentang Pemerintahan Daerah oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan Nomor 5/PUU-V 12007 .
Pendapat Mahkamah Konstitusi
terhadap diperbolehkanya calon perorangan dalam mengikuti pemilihan kepala daerah dapat disimpulkan antara lain didasarkan pada
1.
:
Ketentuan tentang pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimuat dalam UU Pemda maupun UU Pemerintahan Aceh keduanya bersumber pada dasar
Hffi@
JT.JRNALYUSTtTtfi
hukum yang sama yaitu Pasal 18 Ayat
daerah dan wakil kepala daerah secara
(4) UUD 1945 yang berbunyi:
perseorangan
dan oleh
pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
karenanya berarti tidak terdapatnya perlakuan yang sama di depan h-ukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (3)
demokratis". Hubungan antara pasal
uuD
"Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala
yang terdapat dalam UU
Z.
Pemerintahan Aceh dan yang terdapat
diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah tanpa melalui parpol, bukan suatu hal yang bertentangan dengan UUD 1945 dan bukan pula merupakan suatu tindakan dalam keadaan darurat (staatsnoodrecht), persamaan hak dapat dilakukan dengan mengharuskan UU Pemda
UU
bukan termasuk dalam keistimewaan Pemerintahan Aceh menurut Pasal 3 UU No. 44 Tahun I 999. Apabila kedua ketentuan tersebut berlaku bersamasama tetapi untuk daerah yang berbeda maka akan menimbulkan
menyesuaikan dengan perkembangan
baru yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-undang sendiri
akibat adanya dualisme dalam
yaitu dengan memberikan hak kepada
perseorangan untuk dapat
melaksanakan ketentuan Pasal I 8 Ayat
(4) UUD 1945. Dualisme tersebut dapat mengakibatkan ketiadaan
mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah tanpa harus melalui parpol atau gabungan parpol sebagaimana ditentukan oleh Pasal 67 Ayat (2) UU Pemerintahan
kedudukan yang sama antara warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Provinsi Nanggroe Aceh
Darusalam dan yang bertempat trnggal di wilayah provinsi Indonesia lainnya. Warga Negara Indonesia yang
bertempat trnggal
di provinsi lain
selain Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam akan menikmati hak yang lebih sedikit karena tidak dapat mencalonkan diri sebagai kepala
Effi
Membuka kesempatan bagi perseorangan untuk mencalonkan
Pemda tidaklah dapat diposisikan sebagai hubungan antara hukum yang khusus di satu pihak dan hukum yang umum di pihak lain, kaena ketenfuan calon perorangan
dalam
1945.
Aceh. 3.
perkembangan pengaturan pilkada sebagaimana dipraktikkan di Aceh telah melahirkan realitas baru dalam dinamika ketatanegaraan yang telah menimbulkan dampak kesadaran konstitusi secara nasional, yakni dibukanya kesempatan bagi calon
I.,RNALYOSflnfi -<\-
perseorangan dalam pilkada: 4.
Undang-Undang Nomor
31
calon dimaksud melalui mekanisme Tahun
yang demokratis dan transparan.
2002 tentang Partai Politik
Perihal persyaratan calon
menyatakan dalam Konsideran
perorangan dan pelaksanannya yang memunculkan pendapat pro kontra
"Menimbang" huruf d yang berbunyi: "bahwa partai politik merupakan
sampai pada gagasan spekulatif,
salah satu wujud partisipasi Mahkamah Konstitusi masyarakat yang penting dalam
mengembangkan kehidupan ", sehingga adalah wajar apabila dibuka partisipasi dengan mekanisme lain di luar parpol untuk penyelenggaraan demokrasi, yaitu demolcrasi...
dengan membuka pencalonan secara perseorangan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 5.
berpandangan mengenai penentuan syarat dukungan minimal bagi calon perseorangan adalah sepenuhnya menjadi kewenangan
pembentuk undang-undang, apakah akan menggunakan ketentuan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 68 UU PemerintahanAceh ataukah dengan syarat berbeda. Dalam hal pembatasannya terhadap calon perseorangan harus
dibebani kewajiban yang berkaitan dengan persyaratan jumlah dukungan daerah adalah jabatan perseorangan, sehingga syarat-syarat yatg minimal agar terjadi keseimbangan ditentukan oleh Pasal 58 UU Pemda dengan parpol yang disyaratkan adalah syarat bagi perseorangan. mempunyai jumlah wakil minimal Dalam perselisihan hasil pemilihan tertentu di DPRD atau jumlah perolehan Kepala daerah dan wakil kepala
kepala daerah pun yang menjadi pihak
Pemohon adalah pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai,perseorangan dan bukan parpol atau gabungan parpol yang semula mencalonkan. Terlebih lagi, dalam Pasal 59 Ayat (3) dinyatakan bahwa parpol atau gabungan parpol wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal
suara minimal, syarat jumlah dukungan bagi calon perseorangan tidak boleh lebih berat daripada.syarat parpol yang dapat
mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah agar tidak terjadi ketidakadilan karena perolehan wakil di
DPRD atau jumlah suara parpol
didapatkan dalam suatu pemilihan umum yang biayanya dibebankan kepada APBN,
sedangkan calon perseorangan harus mengumpulkan sendiri pernyataan dukungan dari pendukungnya. Demikian pula halnya syarat dukungan bagi calon
WIu.
JTTRNALYOSItTtf,
perseorangan tidak boleh demikian ringan sehingga akan membuka kesempatan bagi
orang-orang yang tidak bersungguhsungguh yang pada gilirannya dapat menurunkan nilai dan citra demokrasi yang dapat bermuara pada turunnya kepercayaan rakyat terhadap pemilihan
sebagai konsistensi kita terhadap amanat
konstitusi yang telah disepakati sebagai konsensus bersama sebagai suatu bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Untuk menghindari kekosongan hulfum (rechtsvacuum), sebelum
1.
Busyro, Hulcum Thta Negara, Ghalia Indonesia,1984
pembentuk undang-undang mengatur syarat dukungan bagi calon perseorangan,
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa KPU berwenang mengadakan pengaturan , dalam rangka men)rusun dan menetapkan tata cara penyelenggaraan Pilkada, dan KPU dapat menggunakan ketentuan IJU Pemerintahan Aceh sebagai acuan.
Dari uraian di atas dapat ditarik
2.
sejarah sistem pemerintahan di Indonesia,
dan perubatran tersebut harus dimaknai
Arbi Sanit, Voote Better : Penipuan terhadap Ralqtat Dalam Memimpin Bangsa Masa Depan, Bina Rena Prawira, Jakarta, 1993
3.
Jimly Assyidieqi, Otonomi Daerah dalam P rl emen D er ah, Makalah
4.
kesimpulan bahwa dengan
diperbolehkannya calon perorangan (independen) dalam pencalonan kepala daerah telah membawa hal baru dalam
Abu Bakar Busyro & Abu dawud
Morissan, SH, MA., Hulatm Tata Negara Di Era Reformasi, Ramdina Prakasa, Jakarta,2005
5.
Kwik Kian Gie, Kepemimpinan Dan
Praktek Plutokrasi Dalam Demokrasi Pancasila, Rajawali Press, JakartU1993
Future Memahami masa lalu yang telah ditinggalkan baru bisa ksanakan masa depan
JURNALYOSTtTtfi STUDI NORMATIF TENTANG PEi.AN KEKUASAAN KEHAKIMAI\
DALAM PEMILIHAN UMUM Oleh: SuhendarAbas
In this moment the reform era of the requirement to uphold a law as the commander and as a consequence of body polilic (rechtsstaat) is precisely. The Perpetrator of Judicial Power in this case the Mahkamah Agung (MA) and in the whole of Indonesia as body politic. The consistency in decision makin, il is important in the contution guarding and ggo to the body politic. Indonesia based on the European law system of continental the applied of the real regulation written in above and not to a mean in all above, however tfie proporsional in applied it is a low. Peripheral in management of the election leader regional or which now the election of proxy governor and governor regent prory and regent, lord mayor and lord mayor which included in general election regine (pemilu). Based on the undang-undang nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan pemilihan umum, to go to act as awhole. Before it undang-undang nomor j2 tahun 2004 tentang Pemerintshan Daerah as the basis for law to pedorment the election of regional leader and also institutes organizer of general election. Role ofperpetrator ofjudicial power also there are in UU 32 I 2004 years where general court, high court, and appellate court play a part in process of yustitial election of regional leader. Mahkamah agung of translation return the order in regulation o MahkamahAgung Nomor 2 tahun 2005 tentang tata cara upaya keberatan terhadap keputusan pengadilan. Again needed the existence of to a justice decision consistency where rule of law even certainly to source offormal lawvery requiredintrasitionto go to the democracy. Mahkamah Konstitusi (MK)
PENDAHULUAN
Mahkamah Agung (MA)
dij alankan badan peradilan.
Di Indonesia,
bada perdilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah
merupakan puncak kekuasaan kehakiman
Agung, Mahkamah Komstitusi, dan di Indonesia. Kekuasaan Kehakiman itu pengadilan pengadilan tingkat lebih seperti ditegaskan dalam Penjelasan Pasal rendah yang dibawahkan Mahkamah 24 dan 25 UUD 1945 merupakan Agung. kekuasaan yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintahi gait dalam doktrin maupun menurut hukum, kekuasaan kehakiman dipegang dan
Semua badan peradilan, dari tingkat tertinggi dan terendah pada dasarnya dalah alat perlengkapan negara,
karena badan-badan tersebut bertindak
LssE!'
JURNALYoSTtTIfi dan memutus untuk dan atas nama negara.
and balances", atat) hubungan prosedural
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia,
tertentu dalam lingkup yang bersifat
hanya badan peradilan tertinggi (Mahkamah Agung dan Mahkamah
ketatanegaraan yang tidak menyentuh penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
Konstitusi) yang digolongkan sebagai alat
Dipihak lain hubungan antar alat perlengkapan negara yang bukan
perlengkapafi negara, Sebagai konsekuensi, semua badan peradilan adalah badan yang bersifat dan diatur secara ketatanegaraan (s taatsre chtelij k).
kekuasaan kehakiman lebih mencerminkan hubungan pembagian kekuasaan (bahkan hubungan difusi) dari
,
Selain kedudukan yang bersifat ketatanegaraan, ada beberap sifat lain
pada pemisahan kekuasaan.
kekuasaankehakiman:
MAdanPilkada
Pertama ; kekuasaan kehakiman adalah badan yang merdeka lepas dari camapur tangan kekuasaan lain. Segala
Konstitusi Undang Undang Dasar Negara Republik Indobesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum utama bagi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung melalui Pasal 18 ayat (4)
bentuk campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman dilarang. Bahkan ketentuan dasar dimasa kolonial pun
menegaskan mengenai jaminan kemerdekaan ini (IS, Pasal 37). Dipihak lain, tidak ada penegasan serupa bagi lembaga negara atau alat perlengkapan negara yang lain. Bahkan dalam hubungan dengan lembaga-lembaga negara yang lain, untuk lembaga negara di luar kekuasaan kehakiman lebih ditonjolkan hubungan pengawasan dari pada jaminan indepedensi.
Kedua; hubungan
kekuasaan kehakiman dengan alat perlengkapan negara yang lain, lebih mencerminkan asas pemisahan kekuasaan daripada pembagian kekuasaan apalagi hubungan fusi. Kalaupun diciptakan hubungan, maka hubungan itu hanya bersifat "cheks
yang berbunyi Gubemur, Bupati
dan
Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis'? hasil dari perubahan kedua era reformasi. Akan
tetapi menjatuhkan pilihan pada pemilihan secara langsung (one man one vote) yangsudah dilaksanakan sej ak tahun 2005 bukanlah satu satunya alasan yang membuat pergantian kepala daerah menjadi demokratis. Padahal pemilihan oleh anggota DPRD sebenarnya sama saja demokratisnya akan tetapi karena setiap pemilihan kepala daerah dijadikan alat dagangan politik maka pilihan demokratis dipegang oleh pemilihan secara langsung one man one vote menjadi pilahan alternative karena pemilu maupun dipilih
JURNALYUSTITIf| -.i
oleh anggota DPRD ketika tidak jelas rule of the gamenya maka sama-sama saj a.
mempunyai kewenangan: mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
Dalam Pasal 56 undang-undang
diberikan pada tingkat terakhir oleh
Nomor 32 Tahun 2004 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. dan diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini adalah ketentuan yang sedang direvisi terbatas oleh pemerintah pasca putusan Mahamah Konstifusi mengenai calon perseorangan yang dapat menjadi peserta pemilu atau yang lebih dikenal calon indepanden.
pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MahkamahAgung;
Di
dalam Pasal
1
Undang
Kekuasaan Kehakiman bahwa "Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
negara yafig merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terseleng gararrya Negara Hukum
Republik Indonesia. " serta "Penyeleng garuan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, Iingkungan peradilan agam4 lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negar4 dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. "
Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan. Mahkamah Agung
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. terhadap undang-undang; dan kewenangan lainnya
yang diberikan undang-undang. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undang-undang. Mahkamah Agung juga berperan dalam sengketa pemilihan kepala daerah diatur oleh Undang - undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana Pasal 106 Bahwa (l) "Keberataan, terhadap ipenetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah agung dalam waktu
paling lambat
3
(tiga) haari, setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah adan wakil kepala daerah. Keberatan
hanya berkenaan dengan hasil
penghitungan suara yang mempengaruhinya terpilihnya pasangan calon. Pengajuan. keberatan kepada Mahkamah Agtng disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala'daerah
kabupaten/koata.
:#Er
JT,JRNALY0SITfi6 ?
Mahkamah Agung memutus sengkerta
Undang-Undang Dasar Negara
hasil penghitungan suarapaling lambat 14
Republik Indonesia Tahun 1945
(empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Mahkamah
b. memutus sengketa
;
kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya
Agung. Putusan Mahkamah Agung
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
bersifat finai dan mengikat. Mahkamah
t945;
Agung dalam melakasanakan c. kewenangannya dapat mendelegasikan
kepada Pengadailan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten kotadan putusan Pengadilan Tinggi bersifat final.
Selain diatur dalam IJU 32 Tatrun
2004, Mahkamah Agung juga mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2005 tentang "Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/tr(ota. "
Peran Mahkamah Konstitusi dalam Pemilu
Dalam Undang - undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Matrkamah Konstitusi ditegaskan dalam Pasal 12 tentang peran Mahkamah Konstitusi adalah : Matrkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. rnenguji @ffid
undang-undang terhadap
d.
memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umumi"
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun I 945. memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tatrun 1 945, memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasilpemilihanumum.
Yurisprudensi dan Studi Kasus Pilkada Depok Yang menarik dipenghuj ung tahun
2007 dan menjelang 2008 adalah fenomena putusan Mahkamah Agung yang mengandung konhoversi. Dimana Mahkamah Agung memerintahkan pilkada ulang untuk pemilihan kepala daeratr Sulawesi Selatan. Praktis putusan
JURNALY0STIT!6 tersebut disambut pro dan kontra oleh para
a
Kehakiman menyebutkan pengadilan pendukung kontestan pilkada, para tidak boleh menolak untuk mengadili pemerhati maupun pakar hukum dan suatu perkar a, lagipula untuk memeriksa, politik. Putusan Mahkamah Agung mengadili, dan memutus permohonan, melebihi kewenanagannya apa yang Mahkamah harus menyelenggarakan tertera didalam rJU 3212004 dandianggap persidangan dalam rangka proses melebihi apa yang dimohonkan (ultra persidangan yang jujur dan" adil
petita).
(processual fairness, een goede process);
Show must go on, sebagai negara hukum kita telah bersepakat bahwa dalam
kita harus menghormati hukum
dan
menjalankan putusan pengdilan yang telah mempunyi kekuatan hukum tetap (in craht). Dalam sejarah pemilu, kita telah mempunyi yurisprudensi upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan yang dinyatajan final dan mengikat oleh
undang-undang melalui putusan
Mahkamah Agung No.
01
PK/PILKAD A12005:, dimana yurisprudensi mempunyai kedudukan
Prof. H. Soehino, S.H.
menyatakan bahwa Mahkamah
berwenang dan Pemohon memiliki legal standing, tanpa memberikan alasan lebih
lanjut. Namun, dalam
tambahan
keterangan tertulisnya ahli menyatakan bahwa yurisprudensi tidak masuk tata urutan peraturan perundang-undangan
karena memang tidak merupakan peraturan perundangan, meskipun secara
substansial yurisprudensi memiliki kekuatan hukum sama dengan undangundang;
dalam sumber hukum kita. pilkada depok menjadi preseden terlepas dari baik dan
Upaya hukum terhadap putusan pengadilan hanya ada tiga cara yaitu buruknya dalam menangani sengketa banding, kasasi, dan penidauan kembali; pemilu yaitu upaya hukum peninjauan putusan pengadilan tidak dapat dilakukan kembali(PK). judicialreview; Yang memjadi catatan dalam Topo Santoso, S.H., M.H. ranah kekuasaan kehakiman dan memberikan keterangan lisan di bawah konstitusi kita adalah bahwa putusan sumpah yang pada intinya menyatakan yustisial mahkamah agung tak dapat bahwa yurisprudensi tidak sama dengan menjadi sengketa antar lembaga negaru undang-undang, karena yurisprudensi o leh Mahkamah Konstitusi. mengandung noflna hukum khusus dan Bahwa menurut ketentuan pasal sifatnya individual terhadap kasus T6 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tertentu, sedangkan undang-undang Tahun 2004 tentang Kekuasaan sifatnya urnurn, lebih-lebih jika mengacu
lffiEE'
JURNALYOSTITIfi
kepada
tafsir otentik seperti
yang
tercantum dalam IJU No. 10 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan dan UIIMK, jelas bahwa yurisprudensi tidak sama dan setara dengan undang-undang ;
Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D yang memberikan keterangan lisan di bawah sumpah yang pada intinya juga menyatakan bahwa yurisprudensi tidak sama dengan undang-undang, baik dari segi ketentuan hukum positifmaupun dari segi doktrin. Bahkan untuk menyatakan putusan Mahkamah Agung Nomor 01 PK,lPilkada/20O5 sebagai yurisprudensi menurut ahli terlalu prematur karena putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dengan sendirinya menjadi yurisprudensi tetap. Menurut ahli permohonan a quo
disamakan dengan putusan Mahkamah Agung. Selain itu, ahli juga menggunakan pendekatan perbandingan dengan contoh mengutip ketentuanArticle 93 Section (2) UUD Jerman yang menyatakan bahwa "The Federal Constitutional Court shall also rule on any other cases referued to by
federal legislation". Dengan demikimenurutahli."
ENDNOTE
I ii iii iv
Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, hlm 27 . Triwulan Tutik, Titik, Pokok-pokok Hukum Tata Negara,
h1m2l7.
Agung Susanto, "HukumAcara Perkara Konstitusi; Prosedur Berperkara Pada Mahkamah Kosntitusi", hlrn 6 Putusan MahkamahAgung No. : 01/PK/PILKADA/2005
bukan kewenangan Mahkamah. Keterangan ahli selengk apny a tercantum dalam uraian duduk perkara; Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. memberikan keterangan tertulis yang selengkapnya tercantum dalam uraian
duduk perkara, tetapi pada intinya menyatakan bahwa dengan menggunakan pendekatan . konseptual, undang-undang
menurut UUD 1945 adalah produk kewenangan legislasi DPR dengan karakter yuridis yang sifatnya abstrakumum, sedangkan Putusan Mahkamah Agung berada dalam ranah judicial
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
decision yang sifatnya konkrit-individual,
maka undang-undang tidak dapat
@#e
9.
AgurB Susanto, S.H., "HukumAcara Perlera Korstitusi; Prosedur Berperkara Pada Mahkamah Kosntitusi', Mandar Maiu, 2006, Bandung. Bagir Manan, Prof. DR. H., S.H., M.C.L., Kekuasaan Kehakiman Dalam Undang-undang Nonnr 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, FH, Ull Press. Yogyakarta. Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. 'Pokok-pkok Hukum Tata Negara, Prestasi Pustaka, 2006, Jakarta. Undang undang Republik lndonesia Nonpr 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; Undang undang Republik lndonesia Nonpr 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; Undang-Undang Nonrcr 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undarg-Undang Nomu 14 Tahun 1985 tentang
MahkamahAgung; Undang undang Republik lndonesia Nonnr 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Mahkamah Agurg No. : 2 Tahun 2005 tentang 'Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Pendapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kob." Putsan Mahkamah Agung No. : 01/Pl(Pll.IGDA/2005
JURNALYOSTITIfi
1 PENGAWASAN IDEAL DALAM PEMILU GUBERNUR JAWA BARAT 2OO8 Atoillah Karim Observation of management of general election at orde baru era took from element of TNI/POLN which is democratize camouflage and functioit as legitimacies tool to win of one faction (single majority). in this reform era,
observation of general election
is taken from 5 professional
elements:
Academician, Elite Figure, Mass media, Police and Attorney. Those who are susceptible to do collision in general election are Civil Servant / PNS (Pegawai Negeri Sipil) and Head Countryside (Kuwu) which has position as partisan in general election, though by jurisdiction both component are prohibited to become partisan in any General election. During the time, the collision have never touched by the law, there have never processionjudicially ofunfairly of PN,S (Pegawai Negeri Sipil) and Head Countryside (Kuwu), this matter claim supervisor committee bravery of general election to follow up the case in order to give discourage efJbct and act neutrally in every general election moment.
A.
Pendahuluan
Sejalan dengan perubahan iklim demokrasi di negeri ini, marak pula berbagai moment yang berkenaan dengan suksesi kepemimpinan di berbagai tingkatan yang dilaksanakan secara langsung dan periodik, mulai dari
Pemilihan Bupati/Wali Kota yang dilaksanakan secara langsung, Sampai Pemilihan Gubernur, bahkan Pemilihan anggota Legislatif, anggota DPD dan
Peresiden. Berkenaan dengan hajat tersebut, lahir pula berbagai Perundangundangan yang mengatur proses tahapan pelaksannya, berbagai macam lembaga
pun lahir yang ditimbulkan oleh peraturan yang ada seperti KPU, KPUD, PPK, PPS, KPPS dan panwas. Keberadaan lembaga-
lembaga tersebut dengan maksud agar Pemilihan Umum berlangsung dengan aman dan tertib serta demokratis. Lembaga pengawas yang terakhir disebutkan tadi pada era Orde Baru dalam Pemilu biasanya diambil dari unsur TNYPOLRI yang tidak memiliki hak suara akan tetapi di lembaga Legislatif pada semua tingkatan mempunyai porsi kursi yang tidak sedikit, yakni 10 porsen'. Pada masa lalu Panitia Pengawas Pelaksanaan pemilu tidak lebih dari
ffiE!,
JT,TRNALYOSTtTtfi
dekorasi politik belaka, karena didominasi pemerintah, dan tanpa malumalu menunjukkan keberpihakan pada salah satu organisasi peserta pemilu
(single mayoryty). Kemarahan masyarakat Sarnpang ( Madura ) yang dipimpin cleh tokoh ulama karismatik ( KH. Alwi Muhammad ) usai pemilihan umum tahun 1997 telah memaksa pemerintah untuk mengadakan pemilihan umum ulang di daerah itu, hal merupakan salah satu bukti betapa lemahnya fungsi
pengawasan yang seharusnya dilaksanakan Panwaslak (nama Panitia Pengawas saat itu) dengan profesional.
Keberadaan Panitia Pemilihan Umum dan Lembaga Panwas sendiri dari sejak awal lahimya Reformasi unsur dan komposisinya selalu berubah-ubah. Pada
pemiiu Pertama di era reformasi pada Pemilu tahun 1999 Lembaga panwas benar-benar terlepas dari pengaruh penguasa. Yakni terdiri dari para Partai Politik peserta pemiiu yang jumlahnya 48 partai, selain itu partai-partai politik yang tidak mengikuti pemilihan umum (umlalmya pulUhan), juga membentuk satuan-satuan tugas unfuk mengawasi pelaksanaan pemilu. Akan tetapi dalam
sangatberlebihan.
Mulai Pemilu Legislatif
tahun
2004 keberadaan piltwas pemilu diambil dari unsur independent,yangterdiri dari 5 orang anggota dari Perguruan Tinggi, Tokoh Masyarakat, Pers, Kepolisian dan
Kejaksaan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Menyangkut dilibatkannya unsur Kejaksaan dalam pengawas pemilu ini, muncul usulan agar perkara pelanggaran pemilu diperlakukan sama seperti perkara sumir, sehingga bisa cepat disidangkan dan divonis, untuk menghilangkan kesan pemetiesan, sebagaimarLa yaug terjadi di masalalu.
Sejak Lahirnya Undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat hal yang menunjukkan pembaharuan dalam sistim demokrasi di Negara kita ini, yakni hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemilu Kepala Daerah langsung baik BupatiAV'ali Kota maupun Gubernur dan wakitnya. Disini peranan Panwas yang diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 6
tahun 2005 tentang Pemilihan, pelaksanaannya sering terjadi Pengesahan Pengangkatan, Dan perselisihan antar partai dalam Pemberhentian, Kepala Daerah Dan menyelesaikan scngketa y ang berkenaan dengan pemilu karena pembelaannya terhadap kepentingan golonganny e y ang
EIWT
Wakil Kepala Daerah mempunyai fungsi dan peranan yang sangat strategis dalam penyelesaian sengketa-sengketa yang
Jr.rRNALY0silnfi
berkaitan dengan tahapan-tahapan Namun, sanksi keterlibatan mereka yang pemilu". Dapat kita lihat dalam diatur dalam Perundang-undangan kita pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di
baik dalam UU. Nomor 32 tahvn 2004 Depok yang diwarnai dengan konflik maupun PP Nomor 6 tahun 2005 hanya yang panjang salah satu penyebabnya saat pelaksanaiul kampanye tidak dalam adalah karena karena peran proses tahapan-tahapan lainnya yang pengawasannya yang kurang efektif dan j uga rentan untuk melakukan tidak ditanggulangi sejak awal p elan ggaran-p elanggaran. permasalahan
itu ada. Hal
serupa pula
dialami dalam Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan bulan lalu yang diadakan pemilu ulang di empat Kabupaten yang ada dalam Propinsi tersebut.
B. Pelanggaran-Pelanggaran yang Rentan Dalam Pilkada Yang Tidak Tersentuh Sanksi.
Adanya aturan yang termuat dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut senestinya masih harus diterjemahkan dengan penafsiran-
penafsiran yang lebih rinci lagi, khususnya tentang pengawasan. Ironisnya, aturan hukum di manapun ia berada, jarang sekali mengenal penafsiran
karena pasal-pasal yang terkandung di dalamnya sudah sangatlah jelas. Bukti nyata dari keterbatasan pengawasan tersebut adalah netralitas PNS dan Kepala Desa (Kuwu), kedua elemen ini sangatlah berpotensi untuk dimobilisasi oleh calon kepala daerah incumbent diberbagai daerah yang sudah melaksanakan pilkada.
Satu hal yang teramat menyulitkan
untuk pengenaan sanksi
terhadap pelarangan PNS dan Kuwu dalam Pilkada tersebut juga hanya diberikan sanksi pelanggaran adminishatif berupa teguran tertulis atau penghentian kampanye oleh KPU. Ada aturan lain seperti Surat Edaran MENPAN SE NO.8 Tahun 2005 tentang
Netralitas PNS dalam Pilkada. Di sini diatur jelas bahwa PNS yang tidak netral diberi sanksi mulai dari penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat hingga dipecat dengan tidak hormat. Namun, penjatuhan hukuman disiplin itu dilakukan oleh pejabat yang berwenang menghukum yang statusnya adalah atasan sang PNS yang kebetulan biasanya
menjadi partisan bahkan mungkin menjadi candidat, demikian pula bagi Kuwu yang melanggar tidak dapat dikenakan sanksi yang membuat mereka
jera karena ketidak netlalannyam. Di dalam PP No. 72 tentang Pemerintahan Desa, Pasal 16 disebutkan kepala desa dilarang (Ayat d) terlibat kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden dan
WGD
I.JRNALYOST|TIfi pemilihan Kepala Daerah. Sanksinya, Kuwu dapat diberhentikan salah satunya karena melanggar larangan. Namun proses pemberhentian itu ditempuh dengan mekanisme rapat Badan Permusyawaratan Desa dan diusulkan
harus dikemas sebelum dikirimkan sehingga memakan waktu lebih dari satu
minggu ke daerah Pemiliiran, Ketika ditemukan atas pelanggaran atas penggelembungan kartu suara, tidak dapat
disidik karena kasusnya telah daluwarsa. kepada kepala daerah. Sanksi Selain itu ada kelemahan dalam PP No. 6 pemberhentian Kuwu dan PNS pun Tahun 2005 Pasal 113 Ayat 1 disebutkan merupakan otoritas kepala daerah. Yang penyidikan terhadap laporan sengketa menjadi permasalahan biasanya Para yang mengandung unsur pidana dilakukan Kuwu berkampanye untuk kemenangan sosuai Kitab Undang-undang Hukum Incumbent atau partainya incumbent jadi Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan pada secara jelas, tidak mungkin adanya sanksi Ayat 2 disebutkan penyidikan atas bagi para Kuwu dan PNS yang berlaku tindakan pidana sebagaimana dimaksud sebagai partisan dalam pemilu, kecuali dalam Ayat 1, diselesaikan dalam kurun mungkin kepada kuwu yang membelot waktu sesuai dengan ketentuan perafuran padaincumbent. perundang undangan yang berlaku dalam Undang-undang itu yakni dilaksanakan Selain itu, datam melaksanakan secara ad hoc. Di sini jelas terlihat adanya pekerjaannya Panitia Pengawas dibatasi' tumpang tindih. Dalam KUHAP, waktu oleh limit waktu dalam menyelesaikan penyidikan diatur dengan jangka waktu tiap-tiap kasus dan kepanitiaan pengawas yang luas, sementara dalam PP No. 6 pun bersifat ad hoc. Dalam PP No. 6 Tahun 2005 penyidikan atas pelanggaran Tahun 2005, Pasal ll0Ayat 3 disebutkan pilkada dibatasi oleh waktu yang sangat laporan disampaikan kepada panitia sempit walaupun telah ada Undangpengawas pemilihan sesuai wilayah Undang No. 22 Tahun 2007 tentang kerjanya selambat-lambatnya tujuh hari Penyelenggaran Pemilihan Umum, tetapi sejak terjadinya pelanggaran. Jika karena petunjuk pelaksanaan dan pelanggaran terjadi pada kartu pemilih petunjuk teknis undang-undang baru seperti indikasi mark up kartu pemilih tersebut belum diatur maka yang pernatr terjadi pada Pemilu Presiden penyelengg araan pilkada masih mengacu tahun 2005 di Indramayu, sejumlah ahli kepada UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. pidana me,nyimpulkan pelang garan sudah 6 Talrun 2005i'. Hal ini yang menjadikan terjadi sejak kartu tersebut keluar dari dilema dalam pelaksanaan Pemilu mesin cetak. Selesai dicetak kartu tersebut Gubernur Jawa Barat 2008 yang
@ffi[
JURNALYOSilflfi menimbulkan sedikit ketegangan antara Ketua KPU Jawa Barat dengan Pemda Propinsi Jawa Barat beberapa saat yang lalu.
peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan Pemilu -Gubernur
dan wakil gubernur berikut dengan sanksi-sanksi
hukumnya agar ada efek jera dalam melakukan sebuah
Untuk pelang garan yang dilakukan oleh dua komunitas ini (Kuwu dan PNS) jarang sekali tersentuh sanksi oleh Panitia Pengawas, bahkan selama ini dalam sejarah Pemilu di Kabupaten Indramayu belum pemah ada PNS dan Kuwu yang diproses dalam pelanggaran Pemilu, padahal banyak sekali para PNS dan Kuwu yang berlaku sebagai partisan dalam pilkada. Kita tunggu keberanian Panwas Pilkada Gubernur 2008 untuk memberikan sanksi terhadap ketidak netralan para Kuwu dan PNS dalam Pilkada Gubernur 200 8 nanti.
pelanggaran Pemilu untuk menciptakan kesadaran hukum ; 2.
integritas yang tinggi ; 3. Membuka line secara on line dan memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk melakukan pengaduan atas pelanggaran, melakukan investigasi dan mengambil keputusan secara bijaksana dalam menyelesaikan
C. Pengawasan Yang Efektif Dalam Pemilu
Dalam mewujudkan sebuah pengawasan yang efektif diperlukan adanya beberapa langkah agar pesan panwas dilokasi yang menjadi tugasnya tersampaikan yang esensi pesannya adalah ketaatan masyarakat terhadap peraturan peundang-undangan yang berkenaan dengan pemilihan umum apapun dengan melakukan langkahlangkah strategis sebagai berikut :
1.
Mengoptimalkan Sosialisasi atas
Melakukan rekrutmen Panitia Pengawas Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur di tingkat Kecarnatan secara selektif dan memilih dari kalangan yang benar-benar profesional dan independen dalam melaksaakan tugasnya serta mempunyai
sengketa dengan tetap memperhatikan ketentuanketentuan yang berlaku dalam peraturan Pemilu Gubernur dan
Wakil Gubernur serta
menindaklanjuti, apabila
temuannya perlu ditindak lanjuti, maka laporan darl temuannya ditindaklanjuti kepada instansi yangberwenang; 4.
Tetap menjaga independensi
ffi@
JT.JRNALYOSnTIf,
semua angggota panitia pengawas
dengan melakukan koordinasi secara efektif pada semua tingkatan dan menjadikannya sebagai mitra dalam bekerja melakukan pengawasan pada semua tahapan
P
emilihan Umum.
5. Menindaklanj uti temuan pelanggaran dan diakukan pemrosesan atas pelanggarannya serta dikenakan sanksi agar ada efekj era bagi para pelanggar.
D. Kilas Balik Pengawasan Pemilu di Kabupaten Indramayu
di Kabupaten Indramayu di masa orde baru seperti
satu kursi sebagai lipstik demokrasi. Di Desa Srengseng Kecamatan Krangkeng pada pemilu tersebut terjadi insiden Pembakaran rumah Ketua TPS karena sebagian warga mengetahui ketua TPS telah berlaku curang telah menyimpan kertas suara dalam jumlah banyak dan menggantikannya dengan kertas suara lain, kasus tersebut pada saat ifu ramai diberitakan di Media Massa, akan tetapi tidak ada tindakan dari pihak Pengawas Pemilu pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa peranan Lembaga Pengawas Pemilu tidak profesional (sungguhsungguh) dalam melakukan pengawasan serta tidak independen dan mendukung golongantertentu.
Pengawasanpemilu
halnya pada umumnya terj adi di Indonesia dengan pendekatan kekuasaannya diambil
dari unsur militer dan golongan single mayority unfuk memenangkan golongan tertentu, bahkan kesalahan dan kecurangan sefatal apapun yang dilakukan untuk memenangkan pemilu golongan tersebut (salah satu partai terbesar) tidak pernah diproses secara hukum. Masih teringat dalam benak kita bahwa Pemilu dimasa akhir orde baru (1997) yang terdiri dari hanya tiga partai tersebut single mayority total menguasai 43 kursi legislatiflndramayu dari 45 kursi
yang ad4 sedangkan untuk dua partai lainnya hanya diberikan masing-masing
@ffi
Pada masa awal reformasi, yakni
dalam Pemilu Legislatif yang dilaksanakan di tahun 1999 Lembaga Pengawas Pemilu dibentuk terdiri dari utusan Partai Kontestan Pemilu yang terdiri dari 48 Partai Politik walaupun tidak semuanya ada karena ada beberapa Partai Kontestan Pemilu yang tidak ada Pengurusnya di Kabupaten Indramayu. Akan tetapi dengan sistem pengawasan yang menggunakan perwakilan ini sangat efektif karena kepentingan partainya sendiri diawasi oleh perwakilan partainya, sehingga apabila ada kecurangan yang dilakukan oleh partai lain akan compline. Akan tetapi sering terjadi konflik antar pengawas karena mempertahankan
JURNALYOSTITI€ kepentingan partainya serta kerja yang kurang efesien dan optimal karena struktur Kepanitiaan yang relatif gemuk.
untuk Pengawasan Pilkada Indramayu tahun 2005 adalah Undang-undangNo. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dan PP. No. 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan,
Pada Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada 5 april 2004, Dan Pemberhentian, Kepala Daerah Dan pelaksanaan Pemilihan umum sudah Wakil Kepala Daerah yang menghasilkan mengacu pada Undang-Undang No.12 terpilihnya Pasangan yatug sedang tahun 2003 tentang Pemilu yang mengatur
Lembaga Pengawas Pemilu terdiri dari beberapa unsur yang cukup profesional yaitu unsur Perguruan Tinggi, unsur Pers,
unsur Tokoh Masyarakat, unsur Kepolisian dan unsur Kejaksaan. Ke-panitiaan ini berlanjut pada Pemilu Presiden 2004. Dari kepanitiaan yang cukup ramping yang diketuai oleh Bapak Tatang Odjo Suardja, SH. ini dirasa menghasilkan kinerja yang cukup efektif terbukti dengan banyaknya kasus-kasus Pemilu yang diproses sampai ke Pengadilan, mulai dari beberapa Kasus Ijazahpalsu para calon Legislatif 2004 di
Kabupaten Indramayu, sampai kasus kertas suara palsu Pada Pemilu Presiden di Pondok Pesantren Al-Zaitun yang diputuskan degan Putusan Pengadilan
Negeri Indramayu Nomor :
061
Pid/Pemilu/2004/PN.Im. yang memvonis dua orang anggota KPUD Indramayu dengan hukuman tiga bulan penjara
manggung untuk periode 2005 - 2010. Surtruktur panitia pengawas pada Pilkada ini masih terdiri dari lima orang dengan personil yang baru. Bukan berarti dalam proses Pilkada yang diikuti oleh tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati ini tanpa ada pelanggarafl, kita dapat melihat seluruh potensi Desa yang dipimpin oleh para Kuwu dan kebanyakan PNS (yang seharusnya tidak boleh berlaku partisan) menjadi motor penggerak bagi kemenangan pasangan calon tertentu sama sekali tidak ada yang diproses di Pengadilan, banyak kalangan yang menilai bahwa pengawasan pada Pilkada Indramayu 2005 ini tidak profesional bahkan tidak ada satu kasus pun yang diproses sampai ke Pengadilan seperti selayaknya sebuah pengawasan pemilu di Indramayu sebelumnya.
Mudah-mudahan Pengawasan Pemilu yang akan diselenggarakan pada mendatang akan berjalan dengan lancar dan Pengawasan terhadap tahapan Pemilu Gubernur 2008 akan dilalokan secara efektif agar terpilih
kurungan, subsidair denda Rp. bulan april 600. 000,00,- (enam ratus ribu rupiah).
Yang dijadikan landasan yuridis
ffiw@
JIJRr{ALYOST|TIfi Pasangan Gubernur dan Wakil
yang biasanya menjadi partisan dalam pemilu dan biasanya berusaha untuk memenangkan incumbent, padahal kedua komunitas tersebut jelas-jelas dalan UU. No. 3212004, PP. No.72l2005 dan PP. No. 612005
Gubern#
Jawa Barat yang ligitimate dengan cara yangterhormat.
E. Kesimpulan
1.
Penyelenggaraan pemilu yang baik bukan hanya ditunjang oleh penyelenggara pemilu yang profesional saja, akan tetapi harus
diiringi dengan pengawasan
diharuskan untuk bersifat netral.
3.
atas
dalam rangka meminimalisir
pelanggaran pelanggaran pemilu secara intensif dalam semua tahapan penyelenggaraan pemilu
pelanggaran tersebut yaitu dengan
melakukan sosialisasi atas sanksisanksi para pelanggar pemilu dan memproses pelanggaran yang dilalnftan agar ada efek j era untuk melakukan sebuah pelanggaran.
dan dikenakan sanksi hukum kepada para pelanggar. Dalam melakukan pengawasan dalam setiap tahapan pemilu dibutuhkan peranan lembaga pengawas pemilu untuk dapat bekerja secara profesional (sungguh-sungguh) dan berani dalam melakukan tindakan kepada para pelanggar
dalam pemilu agar terpilih
EndNote
i. ii.
pemenang kontestan pemilu yang
legitimate.
2. Komunitas yang rawan melakukan pelanggaran dalam pemilu yang selama ini belum tersentuh hukum dan belum pernatr ada proses hukum dalam
melakukan pelanggaranpelanggaran pemilu adalah para PNS dan Kepala Desa (Kuwu)
@w
Salah satu tindakan yang bersifat antisipatif bagi pengawas pemilu
Morrisan, Hukum Tata Negara di Indonesia,Hlm.23 Fauzi Heri, Pilkada Jujur tanggung jawab, 5 Nop. 2007
Hlm.2
iii.
Riduan, M., Hukum Administrasi Negara, Hlrrl'42
iv. Ibid, Hal.4 Daftar Pustaka
1. Morissan, Hukum Tata
Negara
Indonesia Era Reformasi, Ramdina Perkasa, IakarLa,2005
JURNALY0snflfi ! 2 a
J
fu duan, M., Hukum Admini s tr a s i N egar a, Gramedi a, J akarta, 200 5
Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
PP Nomor 72 tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa, Fokus Media, Bandung,2005 Undang - undang Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemlihan umum. CV. Eka Jay a, J akarta, 2007 PP Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan
Pemberhentian, Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, KPU Kota Cimahi, Bandung,2005
Plan Cita-cita yang terarah , Mengatasi segala rintangan menuju kesuksesan iI@GE'
JT,JRNALY0snilfi '3
EFE
KTIFITAS
DANG.UNDAI\GAI\ TENTANG PILKADA DALAM MASATRANSISI
PE RUN
H. Djadja Sudjana As the amendment UUD 1945 which have put the bases of nation anC state life by putting the sovereignty in the people hand through the development of politicalform of home affairs and the management of governance of area
toward better democracy. No country is called democratic if it doesn't have General election (Pilkada) because General election (Pilkada) represent fundamental instrument in applying democragy principles. Real, General election (Pilkada) not only the place to express thefreedom for the people to choose their leader, but also the place to chose the leaders who show up infront of them. But experiences showed that the execution of General election (Pilkada) in oftentimes done only as the procedural political activity , because of that the resultwasfarfroru its goals, even it hurts theyalve of democracy . Those fact, should be a way to do a non stop effort in order to build and improve the general election system (Pilkada) wft ich isfair and capable namely General electroz (Pilkada) capable to accommodate thefreedom ofpeople and t o t ake c are
A.
of demo cracy.
Pendahuluan
yang diinginkan. Seluruh dunia menyaksikan suatu arus dan
Setelah sukses menggelar Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil
perkembangan demokrasi luar biasa telah, sedang dan akan terjadi di negeri tercinta
Presiden Tahun 2004, maka mulai tahun
Indonesiaini.
2005 bangsa Indonesia telah dan akan menggelar pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh warga daerah, yang
Berdasarkan amandemen UndangUndang Dasar 1945 dalam Pasal 18 Ayat (4), bahwa Gubernur, Bupati danWalikota
berbeda dengan Pilkada-pilkada masing-masing sebagai Kepala sebelumnya. Inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah warga daerah mendapatkan
haknya untuk memilih sendiri Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
@ffi
Pemerintah Daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Kemudian dalam rangka penyeleng garuart pemerintahan daerah sesuai dengan amanat amandemen tersebut lahirlah
JURNALYOSflnf, !
Undang-undang nomor "32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
dinyatakan bahwa: Pada saat lJndangundang ini mulai berlaku ketentuan-
Selanjutnya untuk menindaklanjuti
ketentuandalam:
ketentuan Pasal 65 Ayat (4), pasal 89Ayat (3), Pasal 111Ayat (4), danPasal 114Ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah sebagai perangkat
a.
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran negila tahun 2003 nomor
pendukungnya, dengan tujuan melengkapi, serta memuat detail dalam
pelaksanaannya
yaitu:
27, tamb ahan lembaran negara nomor 4277);
"Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan
b.
2
23
Tahun
(lembaran negara tahun 2003 nomor 93, tambahan lembaran negara nomor
a3L\;
c.
1
Perubahan yang pertama dengan keluarnya peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 17 Tahun 2005 yang ditetapkan pada tanggal 27 April 2005 dan;
Undang-undang nomor
2003 tentarg pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden
pemberhentian Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah", yang ditetapkan pada tanggal 1 I Pebruari 2005. Peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2005 ini telah mengalami dua kali perubahan :
Undang-undang nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakat,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (lembaran negara tahun 2004 nomor 125, tambahan lembaran negara nomor4437).
Yang mengatur lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu sepanjang telah diatur dalam Undang-undang ini dicabut
Perubahan yang kedua dengan keluarnya peraturan pemerintah Republik dan dinyatakan tidak b erlaku. Indonesia nomor 25 Tahun 2007 yang Dalam proses reformasi hukum bangsa ditetapkan pada tanggal I 8 April 2007. Indonesia telah berhasil mengamandemen Selanjutnya telah keluar pula undangundang Republik Indonesia nomor 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum yang ditetapkan pada tanggal l 9 Aprlil 2007, dimana dalam Bab X ketentuan penutup, pasal 132
Undang-undang Dasar 1945 sebanyak 4
kali,yaitu:
I
Perubahan pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999;
2
Perubahan kedua disahkan pada tanggal 1 8 Agustus 2000;
},.qEE'
JT,JRNALYOSItTtfi d
3 4
ini
pada bulan
Perubahan ketiga disahkan pada tanggal 1 0 Nopember 200 1 ; dan
Desember2008.
Perubahan keempat disahkan pada tanggal 1 0Agustus 2002.
B. Efektifitas Hukum dalam Masa
dalam undang.undang
Dengan amandemen undang-undang
Ttansisi
dasar 1945 bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru yang diharapkan membawa ke arah kebaikan tingkat kehidupan ral
Pelaksanaan hukum dalam masa
Perubahan tersebut akan membawa
saat-saat krusial terutama dalam pelaksanaan pemilu/pilkada. Dalam pasal
233 ayat (1) dinyatakan bahwa Kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2004 sampai dengan bulan Juni 2005 diselenggarakan pemilihan
kepala daerah secara langsung sebagaimana dimaksud dalam undang-
ini
pada bulan Juni 2005, sedangkan dalam pasal 233 ayat (2)
undang
dinyatakan kepada daerah yang berakhir masa jabatannya yang berakhir pada bulan
januari 2009 sampai bulan Juli 2009 diselenggarakan pemilihan kepala daerah
secara langsung sebagaimana dimaksud
EIffi
transisi mencakup usaha untuk memformulasikan serta mengadakan klasifikasi kembali daripada kepentingankepentingan yang akan mencapai keseimbangan di dalam perkembangan
hukum. Kepentingan-kepentingan tersebut mencakup baik kepentingankepentingan sosial maupun kepentingankepentingan peribadi, yang keserasiannya
diharapkan akan dicapainya tujuan hukum. Dengan demikian maka di dalam masa transisi diharapkan bahwa hukum akan menunjang penyelesaian masa transisi. Masalah utama yang timbul di dalam kerangka pelaksanaan hukum dalam masa
transisi, adalah hukum
yang bagaimanakah yang seharusnya dilaksanakan dalam masa transisi? Masalah utama tersebut dapat dipecahpecah ke dalam beberapa masalah yang khusus yang masing-masing dapat disoroti di dalam hubungan satu dengan lainnya. Masalah-masalah khusus studi, antara lain mencakup persoalan-persoalan sebagaiberikut:
a.
Kepastianhukumdankeadilan
Fungsi dari hukum adalah untuk
I.JRNALYOSTITIfi
mengatur antara negara atau masyarakat dengan wargawarganya dan hubungan antara warga-warga masyarakat tersebut, agar supaya kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan tertib dan lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum dan keadilan di dalam masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-peraturan umum, atau kaedah-kaedah hukum yang berlaku umum. Agar supaya tercipta suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat, maka kaedah-kaedah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas. Untuk kepentingan itu, maka kaedah-kaedah termaksud harus diketahui sebelumnya dengan pasti. Kepastian hukum tidaklah berarti harus terwujud dalam peraturan-peraturan atau regel belaka, akan tetapi mungkin juga terwujud di dalam keputusankeputusan pejabat-pejabat yang berwenang. Sebab, di dalam keadaan yang nyata, maka hukum semata-mata berupa keputusan,
sedangkan dalam kaedah berlakunya, maka hukum semata-
mata merupakan peraturan. Berbeda dengan kepastian hukum yang bersifat umum, maka keadilan
lebih menekankan pada faktorfaktor khusus. Keadilan merupakan
suatu keadaan serasi yafig membawa ketentraman dalam hati orang yang apabila diganggu akan menimbulkan goncangan.
b.
Kedudukan hukum dalam proses perubahan Dari sejarah pemikiran ilmu hukum dapatlah ditarik suatu kesimpulan, bahwa ada dua paham tentang fungsi atau kedudukan hukum dalam perubahan. Paham petama mengatakan, bahwa fungsi
hukum adalah mengikuti perubahan-perubahan dan sedapat mungkin mengesahkan perubahan-
perubahan
tadi, paham ini
dipelopori oleh Mazhab sejarah dan kebudayaan yang dipimpin oleh F. C. von Savigny. Sebaliknya faham kedua yang dipelopori oleh Jeremy
Bentham berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai sarana untuk merubah masyarakat. Faham ini kemudian dikembangkan dan diperhalus oleh Roscoe Pound dari aliran Jurisprudence Sociological yang terkenal dengan konsepnya bahwa hukum harus juga berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan social engeneering. Dari uraian tersebut di dalam perubahanperubahan, hukum dapat berfungsi sebagai sarana untuk mempertahankan stabilitas (social controf dan/atau sarana
##E
JURNALYOST|T!fi
; untuk mengadakan soc ial engeneering.
hanya berlaku secara sosiologis, maka kaedah tersebut menjadi
c. Berfungsinya hukum dalam masyarakat.
aturanpemaksa.
Apabila seseorang 3. membicarakan masalah
Hukum tersebut berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Apabila berlaku secara filosofis maka h[kum tersebut
berfungsinya hukum dalam masyarakat, maka biasanya fikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak. Masalahnya kelihatan
sederhana, padahal, dibalik kesederhanaan tersebut ada hal-hal
yangcukupmerumitkan.
Di dalam teori-teori
hukum,
tiga macam berlakunya hukum sebagai kaedah yaitu: dibedakan antara
1.
Dari uraian di atas, agar hukum benar-benar berfungsi, senantiasa dapat dikembalikan pada paling sedikit empat faktor yaitu : 1.
Hukum atau peraturan itu sendiri.
Hukum berlaku secara Yuridis,
2.
apabila ketentuannya didasarkan pada kaedah yang lebih tinggi atau bila terbentuk dengan cara yang telah ditetapkan atau apabila
3. Fasilitas yang diharapkan, mendukung pelaksanaan
menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibahrya. Bila hukum hanya berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaedah tersebut merupakan kaedah mati.
2
memungkinkan hanya merupakan hukum yang dicita-citakan. (Ius Constituendum).
Hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaedah tersebut efektif. Artinya, kaedah tersebut dapat
dipaksanan oleh penguasa, walaupun diterima atau tidak diterima oleh masyarakat. Jika
@ffi*
Petugas yangmenegakannya.
hukum.
4. Wargamasyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.
C. PENUTUP Masalah efektifitas hukum dalam masa transisi mempunyai hubungan yang sangat erat, dengan usaha-usaha yang dilakukan agar hukum yang diterapkan benar-benar hidup di dalam masyarakat serta
JURNALYUSTITIfi
menunjang penyelesaian masa transisi. Artinya, hukum tadi benar-
benar berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis, sehingga
Daftar Pustaka 1. H. KAELAH, M.S, Drs.
kepentingan-kepentingan warga masyarakat terjamin oleh wadah
Kaj ian t entang Undang-Undang Negara
hukumyangada.
Disahkan 10 Agustus 2002. Analisis,
Republik Indonesia Hasil Amandemen
Filosofis dan Yuridis.
2. SOERIONO SOEKAMTO, SH, MA.
END NOTE 1.
Kajian Tentang UUD
Republik
Indones ia has il amandem en,hlm 2. 2.
Kegunaan sosiologi hukum bagi kalanganhukum,hlm3T.
3.
Efehivitas hukum dan peranan sanl<si, hlm 7.
4. Peraturan
Pilkada,hlm
12.
Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi
Kalangan Hukum.
3. SOERJONO SOEKAMTO, SH, MA. Efehivitas Hulatm dan Peranan Sanltsi.
4. TOPO SANTOSO, SH, MH. Peraturan Pilkada 200 5.
Keyakinan pada kesuksesan meningkatkan optimis ffiwEr
JTJRNALYOSTITIfi j
FENOMENA GOLONGAN PUTIH DALAM PEMILIHAI\ UMUM Raden Siti Sumartini
Abstain has became dominant in every gen",rol election, either in central governance or in provinces and districts. Although abstain
is
not
prohibited and unconstitutional in general election, but
oftentimes is potential to breaking the law. If the spirit of abstain itself tend to provoke others in theform of examination or invitation not to
use their vote. That action is forbidden and unconstitutionalal. Particularly ifitutional. Oarticularly if the invitation also conducted by giving something, promises and threat
Pendahuluan
wilayah di Indonesia. Bahkan lebih jauh, dapat pula ditemui kasus serupa
Golongan putih atau yang lebih populer dikenal dengan istilah golput, tampaknya selalu menjadi fenomena yang menarik untuk diperbincangkan
dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum. Karena keberadaannya tidak saja kerap menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, tetapi lebih dari pada itu seolah telah menjadi warna tersendiri
yarLg senantiasa menghiasi penyelenggaraan pesta demokrasi limatahunan Eksistensi golongan putih tidak saja dapat dijumpai dalam konteks
pemilihan umum dengan lingkup nasional, baik pemilu eksekutif maupun legislatif, tetapi juga dalam tataran lokal seperti pemilihan kepala daerah secara langsung setiap
di
@,M
dalam unit terkecil sekalipun, misalnya pemilihan kepala desa (Kuwu-Indramayu).
Sikap apatis, keragu-raguan krisis figur calon peserta pemilu tampaknya menjadi salah satu alasan logis yang mendorong masyarakat bersikap demikian. Belum lagi ditambah dengan trauma demokrasi karena ternyata masyarakat merasa telah keliru dalam memilih calon atau serta
pasangan calon pada penyelenggaraan pemilu sebelumnya, yarLg dirasakan
berakibat fatal terhadap dinamika pemerintahan.
Namun demikian, terlepas dari segala motivasi yarrg mendorong lahirnya golongan putih dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum,
JURNALYOSTmf, keberadaan dan eksistensi mereka
dalam masyarakat sebenarnya dilindungi oleh konstitusi. Ketentuan
mana dapat dijumpai dalam Amandemen Pasal 28E Ayat (2) dan (3) UI-ID 1945 yang masing-masing menyatakanbahwa:
(l) " Setiap orang berhak atas keb eb as an mey akini kep erc ayaan,
menyatakan
pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya"
.
(2)"Setiap orang berhak atas keb eb as an bers
dan
eriknt, b erkumpul,
m en g eluarkan
p end ap at
".
Hal mana adalah sejalan dengan nafas demokrasi dan kemerdekaan
berpolitik. Sebab rasionya, jika masyarakat diberikan kehendak bebas
{free will) untuk menentukan sikap politiknya, yaitu dalam hal memilih partai politik atau pasangan calon yang diusung olehpartai politik, maka sebenarnya rakyat pun beroleh kesempatanyang samapula dalam hal tidak menggunakan hak tersebut sama sekali (golput). Sebagaimana hak pilih, maka golput pun harus dipahami sebagai pilihan politik masyarakat, yaitu sikap untuk tidak menjatuhkan pilihan dalam berpolitik.
A.
Pembahasan
Sikap tidak memilih atau golput
menjadi isu dominan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah
(pilkada) langsung di sejumlah wilayah. Hal ini disebabkan karena di sejumlah daerah tingkat golput relatif tinggi. Lili Romli menyebutkan, sebagai contoh Pilkada di Kabupaten Serang, misalnya, menunjukkan
jumlah pemilih yang tidak menggunakan haknya .mencapai 362.325 suara atau 32% daijumlah pemilih tetap sebanyak 1.129.582 suara. Jumlah ini lebih besar dari suara
yang diperoleh pasangan Taufik Nuriman-Andi Sujudi yang memenangkan pilkada. Pasangan yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS)-Partai Demokrat itu hanya memeperoleh
3
50.03 9 suara.
Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa selain itu, di daerah-daerah lain, menunjukkan kecenderungan yang sama dimana warga yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput relatif tinggi. Hal ini terlihat seperti di kota Cilegon, jumlah golput mencapai 23,7o/o, di Kabupaten Pekalongan angka golput mencapai 32Yo, di Kabupaten Kebumen mereka yang golput sebanyak 28,2yo, di Kabupaten Bangka Tengah mencapai 4lo/o, Kabupaten B angka Selatan 3 0%
dan Kabupaten Bangka Barat 32o/o. Sementara di Surabaya, angka golput mencapai48,32oA.
Ada banyak faktor penyebab orang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Mendagri Moh. Ma'ruf, seperti dilansir Kacung ..,),W_GE
JURNALY0ST|TI6
Marijan dalam artikelnya "Menafsirkan Golput dalam Pilkada", mengatakan bahwa tingginya golput dalam pilkada disebabkan mepetnya
jadwal pelaksanaan pilkada.
Konsekuensinya, ada ketergesagesaan implementasi, berdampak pada berkurangnya sosialisasi pada masyarakat dan adanya kendala
teknis, seperti tidak menyebarkan kartu pemilih kepada para pemilih.
itu
sekali. Dengan tingkat partisipasi
5
0%
pun tidak masalah karena di negara maju seperti Amerika Serikat malah tingkat partisipasi kurang dari 50o/o. Memang untuk ukuran ideal, sebuah pesta demokrasi berupa pemilihan umum, perlu adanya partisipasi yang relatif tinggi dari masyarakat.
Dari sudut pandang demokrasi dan HakAsasi Manusia, golput dalam
pemilu atau pilkada masih dalam batas
Cecep Effendi
kewajaran. Sebab, warga yang
mengatakan bahwa, terj adinya golput karena faltor teknis, yaitu :
mengambil keputusan untuk golput menunjukkan adanya peningkatan
1.
Banyak warga yang tidak terdata dan tidak menerima kartu pemi lih;
kesadaran politik masyarakat. Warga yang tidak ikut memilih atau bersikap
2.
Sosialisasi yang singkat sehingga masyarakat tidak mengetahuinya; dan
Sementara
3. Para kandidat yang
hanya
mengumbar janji-janji politik yang klise dan visi-misinya tidak
konkret.
Berbicara dalam wacana demokrasi, sebenarnya persoalan golput tidak jadi masalah, karena yang
penting keabsahan hasil pemilu. Memilih merupakan hak, termasuk juga hak bagi mereka yang
memutuskan untuk tidak
menggunakan hak pilihnya. Baik dengan tidak mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) atau datang tetapi suaranya tidak sah karena mungkin mencoblos lebih dari satu calon atau bahkan tidak memilih sama
EW
abstain dalam pilkada merupakan pilihan politik mereka. Masyarakat tidak bisa lagi dipaksa-paksa untuk menentukan pilihannya. Meskipun demikian, sikap golput yang ada tersebut patut dipertanyakan. Benarkah golput merupakan pilihan politik yang menunjukkan tingkat kesadaran politik yang tinggi seperti layaknya di negara-negara yang sudah mapan dalam demokrasi? Janganjangan jawabannya bukan itu. Warga yang golput itu ternyata disebabkan
oleh faktor lain seperti faktor kejenuhan, ketidak percayaan
terhadap calon pemimpin dan partai politik atau kurangnya sosialisasi pilkada. Pertanyaan-pertanyaan di atas, sewajamya patut untuk direnungkan bersama. Terlebih dalam menghadapi
JURNALYOSTtTtfi
pesta demokrasi terbesar di Jawa Barat, yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang sedianya akan dilaksanakan pada bulan Mei 2008 mendatang. Setidaknya sedikitbanyak dapat menjadi masukan yang cukup berharga bagi para kontestan pilkada, pasangan calon serta partai politik pada umumnya. Yakni sebagai awal yang baik untuk melakukan instropeksi diri terhadap eksistensi, peran dan keberadaan mereka selama ini di tengah-tengah masyarakat, melalui arah kebijakan yang telah merekatetapkan. Pun juga mendorong kesadaran
berpolitik yang sehat, dengan tidak lagi mempertonlonkan pemaksaan kehendak secara sepihak, oleh partai politik atau gabungan partai politik yang mengusung pasangan calonnya,
serta menutup kemungkinan terjadinya lagi pembodohan-
pembodohan politik yang pada akhimya dapat mencederai essensi dari demokrasi itu sendiri.
A. SanksiPidana Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pada asasnya sikap golput dalam
pemilihan umum adalah tidak dilarang dan bertentangan dengan undangundang. Karena sikap demikian, sekalipun cenderung pasif dan diam, tetapi dianggap sebagai bagian dari
bentuk pilihan politik masyarakat seperti halnya pilihan politik lainnya. Apalagi sebagai individu dan perseorangan, setiap warga negara berhak untuk menentukan pilihan politiknya secara bebas berdasarkan hati nurani, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam konstitusi. Tetapi berbeda halnyajika sikap golput itu sendiri telah berkembang menjadi suatu motif yang mengarah kepada ajakan atau seruan kepada khalayak atau orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Atau lebih jauh, berupa mobilisasi massa dalam jumlah besar serta melibatkan banyak orang. Dalam hal ini jelas merupakan suatu perbuatan yang terlarang dalam undang-undang. Dalam pemilu seseorang sah-sah saja untuk bersikap golput, tetapi pada waktu yang bersamaan dia dilarang untuk mempengaruhi orang lain untuk
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya, yaitu memilih bersikap golput sebagai pilihan politik, baik dilakukan dengan pemberian, janji maupun ancaman. Terlebih apabila perbuatan itu dilakukan dalam bentuk ajakan atau seruan dengan disertai kekerasan.
Ketentuan ini dapat dijumpai dalam Pasal 90 Ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang menyebutkan sebagai berikut :
ffiEE
JI,'RNALYOSTITIfi
(l)
Setiap orangyang dengan
sengaii
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp. 10.000.000,00 (s
epuluh j ut a rupiah)
".
(2) Setiap orangyang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada
seseorang supaya tidak
menggunakan hak pilihnya, atau mil ih P as angan C alo n t ert entu, atau menggunal
atau paling banyak
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah)". Ketentuan yang sarnajuga dapat dilihat pada Pasal l39Ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.
@ffi$
A.
Penutup Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa, sekalipun golput merupakan hak dan privasi seseorang
sebagai warga negara, karena termasuk dalam pilihan politik yang
dilindungi oleh undang-undang sebagaiman a halny a penggunaan hak
pilih, tetapi pada prakteknya adalah dibatasi pada semangat masingmasing pribadi yang memilihnya. Sikap golput tidak lantas ditafsirkan secara luas dan membabi-buta, yaitu
termasuk juga kebebasan untuk mengajak khalayak untuk melakukan hal serupa seperti yang dilakukan oleh
mereka yang lebih dulu melakukannya.
Undang-undang mengatur secara tegas menganai masalah ini. Sanksi pidana tampaknya menjadi
suatu keniscayaan yarng dapat diancamkan terhadap mereka yang telah terbukti memprovokasi massa untuk menanggalkan begitu saja hak pilihnya tanpa memperhitungkan pengaruhnya terhadap proses pemerintahan ke depan.
JURNATY0snilfi
DaftarPustaka Lili Romli, Potret Otonomi Daerah dan Wakil
Rakyat
Di Tingknt Lokal,Pustaka Pelajar,
Yogyakarta,2007. Lembaga Informasi Nasional, UU RI No. 12 Tahun 2003 Tbntang Pemilihan (Jmum Anggota Dewan Perwakilan Ralqtat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan P erwaki lan Ralqtat D aerah,
--
- -" "
-
J
akarta, 2003
.
; ;;, * " ; ; ;;;;'r:: #,, {:.^r,, #:{n
2 00
3
i'*
rb nt an g P em
i t ih a
n
umum
3
Accura fe Ketelitian analisa, Petunujuk jalan keluar yang tepat ffiI@
JTTRNALYOSTIT|fi -1
NETRALITAS PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PNS ) DALAM PILKADA SuPendi
Civil Servant (PNS) as an important element in our country has a job to give professionally, ltonest,,fair and event service in conducting the state government and development duty. In this reformation era and governance. In a period of reform this time with existence of pilkada expected by PNS shall no longer be exploiled to support certain candidate, we put a great hope that the civil servant is not to support any candidate in general election in order to keep their neutrality. As explained in ethic code of civil servant ( PNS ) that that include the relationship between civil servant and government, its said that civil servant (PNS) should be neutral power and not influenced by any groups and political party and fair to give the service to the people. Tb guarantee the neutrality, civil servant is prohibited to be member and fficial of any political party
A) Pendahuluan Pada era otonomi daerah, pemilihan Kepala Daerah merupakan salah satu issu yang sangat penting untuk dicermati oleh masyarakat dalam proses demokratisasi. Dan salah satu hal yang sangat menarik dalam pemilihan Kepala Daerah sdalah netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS), karena PNS merupakan salah satu asset dan potensi yang sangat
mudah "dimobilisasi" untuk mendukung salah satu calon dalam pilkada, apalagi salah satu calon tersebut adalah incumbent artinya
(trIWe
kepala daerah yang masih berkuasa dan mencalonkan kembali untuk yang keduakalinya.
Pasca reformasi politik nampaknya telah terjadi pergeseran fokus kekuasaan yang signifikan sehingga muncul banyak aktor politik baru, akan tetapi munculnya berbagai
kekuatan politik baru ini tidak diimbangi oleh pelembagaan nilainilai demokrasi sehingga proses politik yang berlangsung tetap diwarnai oleh nuansa primodialisme bahkan premanisme. Era otonomi yang menganut sistem desentralisasi yaitu penyerahan segala urusan, baik
JI,'RNALYUSTITIfi pengaturan dalam arti pembuatan peraturan perundang-undangan
3. Berpendidikan sekurang-
maupun penyelen ggaraan pemerintahan itu sendiri dari
4.
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk selanjutnya menjadi urusan rumah tangga Pemerintah Daerahtersebut.
5. Sehat jasmani dan rohani
kurangnya SlTA/sederaj at;
Berusia sekurang-kurangnya 30 Tahun;
berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh dari tim dokter;
6. Tidak pernah dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan
Khusus untuk pilkada dalam pemilihan langsung ini UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang
pengadilan yang telah
Pemerintahan Daerah tidak
tindak pidana yang diancam
memberikan jaminan yang pasti bahwa figur yang dipilih nantinya adalah figur yang benar-benar berkualitas dan mampu menjalankan
memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan dengan pidana penj ara maksimal 5
tahunataulebih;
.
Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumyangtetap;
8.
Mengenal daerahnya dan dikenal
7
amanahl aspirasi masyarakat diwilayah tersebut. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa terdapat 16 persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon kepala daerah, untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan ke 16 persyaratan calon kepala daerah yang dicantumkan dalam Pasal 58 UU No. 32 Tahun 2004 yaitu :
1.
oleh masyarakat di daerahnya;
9. Menyerahkan daftar
pribadi dan bersedia untuk diumumkan; 10.
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang
merugikan keuangan negara.
Dasar Negara Republik Indonesia
1945, Cita-cita Proklamasi
17
Agustus 1945 dankepada Negara Kesatuan Republik Indonesia sertapemerintah;
Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan danlatau secara badan hukum yang manjadi tanggung j awabnya yang
Bertaqwa kepada Tuhan Yang MahaEsa;
2.
kekayaan
11.
Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumyangtetap;
wiwEt
JI,'RNALYUSTITIfi
12.
Tidak pernah melakukan
Sebagaimana yang disebutkan dalam Ketentuan Umum Pasal 1 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang dimaksud dengan Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi
perbuatan tercela; 13.
Memiliki Nomor Pokok' Wajib Pajak (I'IP!VP) atau bagi yang belurn memiliki NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
1
4. Menyerahkan daftar riwayat hidup
15.
syarat-syarat yarg ditentukan,
lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung suami atau istri;
diangkat oleh pejabat yang diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas rLegara lainnya dan
Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala
perundang-undangan yang berlaku.
digaji berdasarkan peraturan
daerah selama 2kalimasa jabatan C.
yangsama,dan; I 6. Tidak dalam status sebagai pejabat
kepaladaerah.
Kaitannya dengan PNS bahwa PNS sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat, mempunyai peran yang amat penting dalam rangka
menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modem,
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi PNS
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, p emerintahan dan pembangunan.
demokratis, makmur, adil dan
Dalam kedudukan dan tugas tersebut PNS harus netral dari
adil dan
pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam
bermoral
tinggi
menyelenggarakan secara
yar.g
merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan pada pancasila dan UUD 1945.
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas tersebut PNS dilarang menjadi anggota dan atau pengurus
B. Pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS)
@ffi
partai politik. Selanjutnya sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43 Tahun 1999 Perubahan Atas
JURNALYOSTtTtf,
pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan lain-
UU No. 8 tahun 1974 tefiang PokokPokok Kepegawaian dinyatakan bahwaPegawai Negeri terdiri dari :
b.
lain.
2.
PegawaiNegeri Sipil(PNS);
Anggota Tentara Nasional Indonesia(TNl) dan; d.
APBD dan bekerj a pada
Anggota Kepolisian Republik
Pemerintah Daerah / dipekerjakan
Indonesia(Polri).
pada Pemerintah Daerah atau dipekerjakan diluar instansi
Lebih jauh dinyatakan bahwa PNS dimaksudterdiri dari 1.
PNS Pusat,
PNS Daerah yaitu PNSD otonom seperti PNSD Provinsi, Kab/I(ota yang gajinya dibebankan pada
:
induknya. PNS Pusat dan PNSD yang dipekerjakan pada instansi induknya, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima
yaitu:
PNS Pusat yang gajinya dibebankan pada APBN dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen,
perbantuan.
kesekretariatan lembaga n u' Keanggotaan PNS dalam Partai tinggi negara, instansi vertikal Politik
di daerah-daerah
dan
kepaniteraan pengadilan; b. PNS pusat yang bekerja pada
perusahaanjawatan; c.
PNS pusat
yang
dip erbantukan/dip ekerj akan
padadaerahotonom; d.
PNS pusat yang berdasarkan
peraturan perundang-
undangan
di
p erb antukan/dip ekerj akan padabadan lain seperti Perum, YayasandanlainJain;
e. PNS pusat
yang
menyelenggarakan tugas negara lainnya seperti hakim
Dalam era reformasi keanggotaan PNS dalam partai politik telah diatur secara tegas dalam PP No. 5 Tahun 1999 tentang PNS yang menjadi anggota parpol jo. PP No. 12 Tahun 1999 tentang PerubahanAtas PPNo..5 Tahun 1999 tentang PNS yang menj adi anggota parpol. Beberapa inti pokok materi dalam PP tersebut adalah:
1.
Sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, maka PNS harus bersikap netral dan
,.=_
sffiI@
I.JRNALYOSIITIfi menghindari p enggunaan fasilitas negara untuk golongan tertentu. Selain itujuga dituntut untuk tidak diskriminatif khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; 2.
Pegawai Negeri yarlg telah menja$ anggota/pengurus partat politik pad a saatPP ini ditetapkan, dianggap telah melepaskan
keanggotaan dan atau kepengurusannya (secara otomatis); J.
PNS yang tidak melaporkan
D l)-
EtikaPNS
PNS sebagai unsur aparatur negara adalah abdi negara dan abdi
masyarakat. Dengan, demikian jelaslah kedudukan FNS tersebut
dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara. Nilai-nilai etika yang harus ditaati oleh PNS tercermin dalam kewajiban PNS dalam peraturan perundangundangan yang berlaku antara lain
1.
keanggotaan dan atau kepengurusannya dalam partai politik diberhentikan tidak dengan
PNS yang ingin menjadi anggota/pengurus partai politik harus mengajukan permohonan
langsung kepada atasannya (peraturan pelaksanaan yang dikeluarkanolehBKN); 5.
PNS yang mengajukan permohonan sebagai anggota/pengurus partai politik diberikan uang tunggu selama 1 tahun,,dan dalam 1 tahun apabila
tetap ingin menjadi anggota/pengurus partai politik,
maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dan mendapat hak pensiun bagi yang telah mencapai batas usia pensiun. GEai=.a
Setia dan taat kepada pancasila dan UUD 1945 negara dan pemerintah;
2.
Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republiklndonesia;
3.
Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian,
hormat sebagai PNS; 4.
:
kesadaran dan tanggung j awab
4.
;
Menyimpan rahasiaj abatan. Pada masa Orde Baru kewajiban
PNS untuk setia dan taat kepada pancasila, UUD'45; negara dan pemerintah dimanfaatkan oleh pemerintah yang berkuasa dengan
memobilisir KORPRI untuk mendukung pemerintah dalam pemilu, sedangkan dalam peraturan perundang-undangan sangat jelas dan tegas bahwa PNS harus netral karena kedudukannnya sebagai abdi negara
JURNALYOSTtTtfi
dan abdi masyarakat.
Dimasa
reformasi sekarang ini dengan adanya pilkada diharapkan PNS tidak lagi dimanfaatkan untuk mendukung
calon-calon tertentu sehingga netralitas tetap terjaga, sebagaimana dijelaskan dalam pokok-pokok kode etik PNS yang mencakup antara lain hubungan PNS dengan Pemerintah yang menyebutkan: " Setiap PNS wajib setia dan taat pada Pemerintah Republik Indonesia dengan wujud melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintah sesuai dengan bidang tugasnya". Jadi kesetiaan dan ketaatan PNS pada pemerintah dalam bentuk melaksanakan tugas dan kewajiban
Daftar Pustaka Agus Dedi, Kajian Tentang Pilkada pada Era Otonomi Daerah, Jurnal Wawasan Tridharma Nomor 6 Tahun
XVIII
Januari 2006.
Sudiman, Drs, Modul Diklat Praj abatan Golongan
III
Kepegawaian, I akarta, LAN RI.
Supriyadi, Gering, Drs, MM,
Modul Diklat Prajabatan Golongan : Etika Birokrasi, Jakarta, LAN RI.
III
sesuai bidang tugasnya.
F.
Penutup PNS yang kedudukannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus
bersih dari pengaruh-pengaruh kekuasaan sehingga diharapkan mampu menjalankan tugas secara professional dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Fleksible Pengontrolan yang lincah mendatang ka n keceriaan kerja
,*t@t