DAFTAR ISI Kata Sambutan Ketua Pelaksana
ii
Kata Sambutan Dekan Fakultas Teknologi Informasi
iii
Susunan Panitia
iv
Daftar Isi
v
A. ALGORITHM, INTELLIGENT SYSTEM, COMPUTATIONAL A1
Pengaruh Data Acak Pada Tingkat Kecocokan Konstruksi Struktur Bayesian Network Dengan Menggunakan Algoritma Hybrid
Ilham
1
A2
Identifikasi DNA dengan Rantai Markov Orde Satu dan Probabilistic Neural Network
Toto Haryanto,
8
Habib Rijzaani, Muhammad Luthfi Fajar
A3
Penerapan Pembelajaran Terawasi Pada Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Hopfield Untuk Pemanggilan Ulang Pola Huruf Kapital
Sabam Parjuangan
14
A4
Aplikasi Clustering Data Berukuran Besar dan Berdimensi Tinggi Berdasarkan Jarak
Edo Aria Putra Mawardi,
19
Dyah Erny Herwindiati, Herlina Abdullah
A5
Optimasi Model Pengontrol Ekson Berbasis HMM Dengan Preprocessing Data Menggunakan Fuzzy C Mean
Binti Solihah,
26
Suhartati Agoes, Alfred Pakpahan
A6
Identifikasi Pola Spasial Daerah Rawan Pangan Di Kabupaten Minahasa Tenggara Menggunakan Moran’s I
Constantina A. Widi P
33
A7
Kompresi Data Untuk Menghemat Bandwidth Dengan Menggunakan Algoritma Deflate
Angel Louren Paat,
42
Eko Sediyono, Adi Setiawan
Rekayasa Sistem Antrian dengan Disiplin Non-Preemtive Priority Service untuk Peningkatan Pelayanan Pasien di Puskesmas Banguntapan II
Dison Librado,
A9
Perancangan Penterjemah Bahasa Indonesia Ke Bahasa Daerah Dilengkapi Pemeriksaan Kalimat Ambigu
Dewi Soyusiawaty
A10
Penerapan Metode Eigen Window Untuk Pendeteksian Sel Darah Putih Anthony Domenico,
A8
47
Cosmas Haryawan 54 62
Lina, Arlends Chris
A11
Pemanfaatan E-Konseling Diagnosa Gangguan Psikologi Klinis
v
Masayu Jamilah,
68
Wawan Nurmansyah
A12
Pembangunan M-Konseling Psikologi Klinis
Rita Wiryasaputra,
74
Rendra Gustriansyah, Wawan Nurmansyah
A13
Perancangan Program Edugame Mini Zoo Land Untuk Siswa Taman Kanak-Kanak
Jeanny Pragantha,
79
Helmy Thendean, Sindy Kosasi
B. INFORMATION SYSTEM B1
Pembelajaran Sistem Kolaboratif Online Berbasis Knowledge Construction
Puspa Setia Pratiwi
1
B2
Social Network Analysis: Collaborative Network Penyuluh Pertanian Dalam Mendukung Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
Bentar Priyopradono
10
B3
Data Warehouse Sebagai Basis Analisis Data Akademik Perguruan Tinggi
Mewati Ayub,
18
Tanti Kristanti, Maresha Caroline
B4
Pemanfaatan Digital Technology Untuk Pembelajaran Matematika Anak Usia Sekolah Dasar Menggunakan Teori TAM dan Otomatisasi
Sugeng Astanggo,
26
Jap Tji Beng, Sri Tiatri
Association Rules Untuk Mendukung Strategi Pelayanan Publik Dan Sistem E-Government
Zyad Rusdi,
B6
Data Mart Model For Human Resources Department (Recruitment Module)
Eka Miranda
37
B7
Perancangan E-Marketing Pada PT. Rajawali Nusindo
Zulfiandri
45
B5
32
Dedi Trisnawarman
Bayu Waspodo, Budi Wibowo,
B8
Model Decision Support System Penetapan Kontribusi Pendapatan Asli Daerah
Heru Soetanto Putra
51
B9
Perancangan Data Warehouse Pada Biro Travel PT. AKZ
Dewi Wuisan,
59
Heru Soetanto Putra, Evaristus Didik Madyatmadja
B10
Studi Kelayakan Sistem Informasi Bank ASI berbasis Syariah di Jakarta
Agung Sediyono, Binti Solihah
vi
64
B11
Penerapan Framework Fast Pada Pengembangan Sistem Informasi Pola Iwan Rijayana, Karir Dodo Prawira Pradana
69
B12
Pengembangan Sistem Informasi Akademik dengan menggunakan Visualisasi Dashboard Sistem (SIAT)
77
Edi Setiawan
C. NETWORK, DISTRIBUTED, INSTRUMENTATION C1
Implementasi Microcontroller Sebagai Detektor Asap Rokok Sederhana Syifaul Fuada,
1
Citta Anindya, Faishol Badar, Dian Shofiyulloh
C2
Perancangan Alat Pemberi Makan Binatang Otomatis
Jimmy Agustian Loekito ,
8
Andrew Sebastian Lehman
C3
Pemodelan Helipad Menggunakan Microcontroller
Andrew Sebastian Lehman
13
C4
Analisis Forensika Digital Pada Sony Playstation Portable Untuk Mendukung Pembuktian Pelanggaran Hak Cipta Pada Game Console
Yudi Prayudi ,
18
Model Digital Forensic Readiness Index (DiFRI) Untuk Mengukur Tigkat Kesiapan Institusi Dalam Menanggulangi Aktifitas Cyber Crime
Tri Widodo ,
C6
Analisis Dan Perancangan Sistem Absensi Berbasis Global Positioning Sytem (GPS) Pada Android 4.x
Fransiskus Adikara
30
C7
Sistem Monitoring Pengatur Intensitas Cahaya, Suhu Dan Kelembaban Ruangan Terintegrasi Berbasis Web Untuk Metode Manajemen Energi
Riki Ruli A Siregar,
37
Analisis Perbandingan Qos Wireless Router Asus Wl-520gu, Tp Link TdW8101g, Dan Linksys Wrt54gl Pada Streaming Video On Demand
Reqi Rangga Raditya,
Pemanfaatan Cloud Computing dalam Google Maps Untuk Pemetaan Informasi Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Minahasa Tenggara
Leonardo Refialy,
C5
C8 C9
Reza Febryan Alexandra 24
Yudi Prayudi
Delinawati Manurung 45
Agung Sediyono 52
Eko Sediyono, Adi Setiawan
C10
Sistem Pembelajaran Jarak Jauh Menggunakan FTP dan E-Learning Server
vii
Kori Cahyono
59
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
A6
IDENTIFIKASI POLA SPASIAL DAERAH RAWAN PANGAN DI KABUPATEN MINAHASA TENGGARA MENGGUNAKAN MORAN’S I1 Constantina A. Widi P1) Adi Setiawan 2) Eko Sediyono 3) 1,3)
Master of Information Systems, Faculty of Information Technology, Satya Wacana Christian University Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Indonesia 2
email :
[email protected]),
[email protected])
) Faculty of Science and Mathemathics, Satya Wacana Christian University Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Indonesia email :
[email protected]
Salah satu indikator kerawanan pangan adalah prosentase penduduk pra sejahtera. Apabila suatu daerah memiliki prosentase penduduk pra sejahtera lebih dari 25%, maka daerah tersebut dikatakan rawan pangan [2]. Garis kemiskinan penduduk di Minahasa Tenggara tahun 2011 tercatat senilai Rp242.046,00/bulan. Penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita di bawah nilai tersebut sejumlah 17,7 ribu orang atau sekitar 17,65 persen. Jumlah ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang berjumlah 16,9 ribu orang atau 17,49 persen [3]. Indikator lain yang mempengaruhi kerawanan pangan adalah rasio konsumsi normatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi padi, jagung, ubi kayu serta jumlah rasio konsumsi per hari. Gambar 1 menunjukkan penyebaran produksi padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Minahasa Tenggara tidak menunjukkan konsentrasi pada kecamatan tertentu. Sumbu X menunjukkan kecamatan di Minahasa Tenggara, sedangkan sumbu Y menunjukkan jumlah produksi padi. Pada tahun 2011, produksi padi sawah sekitar 36.841 ton [3]
ABSTRACT Indikator rawan pangan yang umum digunakan di Indonesia adalah prosentase penduduk pra sejahtera, dan rasio kosumsi pangan normatif. Kondisi rawan pangan seluruh Indonesia juga sudah dipetakan, namun masih belum dapat memberikan gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya rawan pangan di setiap daerah dan belum menggambarkan dinamika kejadian dalam pola spasial berdasarkan neighbors analysis.Oleh karena itu penelitian ini berusaha untuk menutupi kekurangan tersebut dengan mengidentifikasi pola spasial daerah rawan pangan. Cakupan wilayahnya masih terbatas pada Kabupaten Minahasa Tenggara. Dari hasil penelitian berdasarkan konsep neighbors analysis menggunakan Metode Moran’s I,ditemukan daerah yang termasuk rawan pangan di Kabupaten Minahasa Tenggara tahun 2011 adalah kecamatan Pasan, dan Tombato. Temuan ini masih dalam bentuk perhitungan, belum dikonfirmasi ulang di daerah asalnya.
Key words Moran’s I, Indek Rawan Pangan,GISA, LISA
1. Pendahuluan Kerawanan pangan dapat diartikan sebagai kondisi dimana individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilan tidak memadai), tidak memiliki akses fisik untuk memperoleh pangan yang cukup, kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupun kuantitas [1].
1
Gambar 1. Produksi Padi di Kabupaten Minahasa Tenggara
Selama ini hasil pengukuran daerah kerawanan pangan sudah ditampilkan dalam bentuk peta seperti pada Gambar 2. Dari Gambar 2 terlihat bahwa peta daerah rawan pangan
Dibiayai dari Hibah Tim Pasca Sarjana DIKTI tahun 2013 33
A6
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
Indonesia masih terdapat beberapa kelemahan, antara lain peta yang ada masih belum dapat memberikan gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya rawan pangan di setiap daerah dan belum menggambarkan dinamika kejadian dalam pola spasial berdasarkan neighbors analysis.
semua indikator kerawanan pangan kronis dengan menggunakan pembobotan berdasarkan prosentase tiap indikator rawan pangan [8]. Dalam FSVA dikembangkan konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan) dalam semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja. Pertimbangan yang kedua, FSVA juga bermaksud untuk mengetahui berbagai penyebab kerawanan pangan secara lebih baik atau dengan kata lain kerentanan terhadap kerawanan pangan, bukan hanya kerawanan pangan itu sendiri [1]. Penelitian tentang analisis data spasial juga telah dilakukan oleh Prasetyo [8]. Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan metode analisis dan pemetaan wabah endemik wereng coklat pada komoditas pokok dan hortikultura menggunakan metode autokorelasi spasial. GISA, LISA, dan Getis Statistic Ord digunakan dalam endemik pemodelan BPH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola hotspot di 37 kecamatan daerah dan pola coldspot di 13 kecamatan wilayah pada tahun 2001 - 2010 dapat diklasifikasikan dengan menggunakan metode ini. Dari perbandingan peta percobaan Moran lokal dan Getis Ord peta BPH percobaan pada tahun 2001, 2006 dan 2010, ditemukan bahwa indikasi hotspot pada yang lokal Moran adalah sama sebagai indikasi pengelompokan pada Getis Ord didasarkan pada nilai Z (Gi) > 2 [9]. Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Tsai PJ. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeteksi perubahan pola cluster spasial dalam masalah kesehatan dan faktor risiko antara wanita dan pria menggunakan Moran’s I dan regresi logistik di Taiwan. Dalam analisis distribusi digunakan data kasus-kasus medis dari Taiwan Asuransi Kesehatan Nasional (NHI), dan penduduk pertengahan tahun rata-rata, kemudian diterapkan pada tes Moran global dan local. Sedangkan model regresi logistik digunakan untuk menguji karakteristik kesamaan dan perbedaan antara pria dan wanita dan merumuskan faktor risiko. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi geografis dari cluster di mana neoplasma yang lazim ditemukan untuk berhubungan erat dengan lokasi di daerah arseniasis-endemik Barat Daya dan Timur Laut Taiwan, serta lokasi di daerah perkotaan Taiwan (untuk perempuan) dan cluster di Changhua dan Yunlin (untuk laki-laki). Populasi kepadatan tinggi di daerah perkotaan menunjukkan cluster karsinogen di 3 pusat-pusat kota utama Taiwan (yaitu, Taipei, Taichung, dan Kaohsiung) untuk neoplasma perempuan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemetaan cluster dapat membantu mengklarifikasi isu-isu seperti aspek spasial dari masalah kesehatan. Informasi ini sangat membantu dalam menilai faktor risiko spasial, yang dapat membantu pelaksanaan pelayanan kesehatan yang efektif [10]. Dalam penelitian ini, Moran’s I digunakan untuk mengidentifikasi pola spasial daerah rawan pangan tahun
Gambar 2 Peta Daerah Rawan Pangan Indonesia [7]
Dalam penelitian ini digunakan neighbors analysis untuk melihat apakah indikator yang berpengaruh terhadap rawan pangan di suatu kecamatan memiliki korelasi dengan kecamatan yang lain dan apakah korelasi tersebut mempengaruhi kejadian rawan pangan di suatu kecamatan. Exploratory spatial data analysis (ESDA) merupakan bagian dari proses eksplorasi dan analisis data (EDA) [4]. Prinsip kerja dari metode ini adalah membandingkan nilai variabel tertentu pada setiap lokasi dengan nilai pada semua lokasi lain [7]. Oleh karena itu diperlukan suatu metode pendekatan spasial yang dapat memberikan gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya rawan pangan dan menggambarkan dinamika pola spasial, yaitu Moran’s I. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu dalam memberi rekomendasi bagi para pengambil keputusan dalam pengambilan kebijakan peningkatan ketahanan pangan dan penanganan daerah rawan pangan di Minahasa Tenggara.
2. Penelitian Terdahulu Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan World Food Programe (WFP) telah menyusun peta kerawanan pangan yaitu suatu alat untuk mengetahui daerah rawan pangan dengan permasalahan yang melatarbelakangi kejadian rawan pangan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan kebijakan bagi penanggulangan kerawanan pangan [8]. Dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) digunakan 9 indikator kerawanan pangan. Peta komposit kerawanan pangan dihasilkan dari kombinasi 34
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
A6
Gambar 3 menunjukkan spasial contiguity matrix, antara lain [12]: a. Rook Contiguity (berdasarkan pergerakan anak catur) : Wilayah pengamatan bersentuhan langsung dengan sisi-sisi wilayah tetangga sehingga akan memiliki 4 tetangga. b. Bishop Contiguity: Wilayah pengamatan bersentuhan langsung dengan sudut diagonal wilayah tetangga sehingga akan memiliki 4 tetangga. c. Queen Contiguity: ini merupakan perpaduan dari Rook dan Bishop Contiguity sehingga akan memiliki 8 tetangga. Misalkan W dengan elemen sebagai matriks
2011 dan mengetahui apakah suatu indicator yang berpengaruh terhadap rawan pangan di suatu kecamatan memiliki korelasi dengan kecamatan yang lain.
3. Exploratory spatial data analysis (ESDA) Tujuan metode ESDA, antara lain untuk mendeteksi pola spasial yang muncul dalam himpunan data (cluster, random, dispersed), mendeteksi kemungkinan kesalahan dalam himpunan data, merumuskan hipotesis berdasarkan model spasial dan geografi, dan melakukan analisis terhadap model spasial [5]. Ditinjau dari konsep keruangan, ESDA dapat dibagi empat yaitu, visualisasi distribusi spasial, visualisasi asosiasi spasial, local indicator spatial association (LISA), dan multivariate indicators of spatial association [4].
tetangga spasial. Standardisasi baris dilakukan dengan membagi setiap elemen pada satu baris dengan jumlah elemen di dalam baris tersebut sehingga suatu matriks W berbobot spasial dengan elemen dinyatakan dengan Persamaan 1 [13] :
4. Konsep Spatial Autocorrelation (SA)
(1)
Spatial Autocorrelation (SA) dapat dibedakan menjadi dua dimensi, dimensi pertama membagi SA menjadi neighborhood dan distance. Pendekatan neighborhood umumnya membutuhkan pembakuan struktur objek spasial di sekelilingnya dengan menentukan topologi dan pembobotan setiap data hasil observasi. Istilah distance berarti bahwa indikator jarak dihitung dari suatu objek spasial terhadap objek spasial yang menjadi pasangannya. Dimensi kedua membagi SA menjadi global dan local association. Global digunakan untuk menilai interaksi spasial dalam data, yang selanjutnya dikenal sebagai Global Indicators of Spatial Association (GISA). Sedangkan local association digunakan untuk menilai asosiasi pola di sekeliling individu dan melihat sejauh mana pola global tercermin dalam seluruh populasi yang di observasi, selanjutnya disebut Local Indicators of Spatial Association (LISA) [4]. Menurut LeSage [11], SA dibagi menjadi dua kelas, yaitu SA satu dimensi, yaitu berdasarkan pada fungsi lag tanpa disertai weight, dan SA dua dimensi, berdasarkan fungsi weight. Salah satu tahapan dalam SA adalah membangun matriks bobot (weight matrix) objek spasial. Sebelum membentuk matriks bobot objek spasial harus dilakukan perhitungan matriks kedekatan spasial (spasial contiguity matrix).
dengan wilayah I bukan hanya tetangga tetapi bisa sebuah daerah. Pembobot yang merupakan berat spasial matrik mempunyai aturan bernilai 1 apabila letak antara lokasi i dan lokasi j saling berdekatan, sedangkan bernilai 0 apabila letak antara lokasi i dan lokasi j saling berjauhan.
5. Moran’s I Moran’s I merupakan sebuah tes statistik lokal untuk melihat nilai autokorelasi spasial dan digunakan juga untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokan spasial [14]. Autokorelsi spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang [15]. Metode Moran’s I dapat digunakan untuk menentukan pola spasial global (GISA) dan pola spasial lokal (LISA). GISA digunakan untuk menentukan korelasi sutu variable di dalam seluruh himpunan data yang diobservasi [16]. GISA didefinisikan dengan Persamaan 2 : (2) dengan n :Jumlah kasus atau jumlah wilayah studi yang diidentifikasi, : Berat spasial matrik atau elemen spatial weight matrix, : Nilai unit analisis i, : Nilai unit analisis tetangga,
Gambar 3 Spasial Contiguity Matrix [11]
: Nilai rata-rata . 35
A6
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
Pembobot
terjadinya pencilan (outlier). Pola spasial menunjukkan signifikan lokal cluster ketika data berkarakteristik High High (HH) atau Low Low (LL), sedangkan pola spasial menunjukkan signifikan lokal outlier ketika data berkarakteristik High Low (HL) atau Low High (LH). Jumlah LISA untuk setiap wilayah studi sebanding atau sama dengan Moran’s I global [20]. Untuk setiap lokasi, nilai LISA memungkinkan untuk komputasi dari kesamaannya dengan tetangga dan juga untuk menguji signifikansinya. Lima skenario yang mungkin adalah [21] : - Lokasi dengan nilai tinggi akan sama dengan tetangga : tinggi-tinggi (high-high). Juga dikenal sebagai hot spots. - Lokasi dengan nilai rendah akan sama dengan tetangga: rendah - rendah (low-low). Juga dikenal sebagai cold spots. - Lokasi dengan nilai tinggi akan sama dengan tetangga bernilai rendah: tinggi-low (high-low). Juga dikenal sebagai spasial outliers. - Lokasi dengan nilai rendah akan sama dengan tetangga bernilai rendah: rendah- tinggi (low-high). Juga dikenal sebagai spasial outliers. - Lokasi yang tidak memiliki autokorelasi spasial, dikenal sebagai non signifikan.
yang merupakan berat spasial matrik
mempunyai aturan bernilai 1 apabila letak antara lokasi i dan lokasi j saling berdekatan, sedangkan bernilai 0 apabila letak antara lokasi i dan lokasi j saling berjauhan. Pembobot dapat ditampilkan dalam matriks kedekatan (contiguity matrix) yang sesuai dengan hubungan spasial antar lokasi yang menggambarkan hubungan antar daerah. Nilai koefisien Moran’s I berkisar antara -1 dan +1. Autokorelasi akan bernilai negatif ketika bernilai antara 0 dan -1, sedangkan autokorelasi akan bernilai positif ketika bernilai antara 0 dan +1. Nilai Moran’s I yang negatif dan positif memiliki asosiasi secara spasial dengan wilayah sekelilingnya [17]. Nilai ekspektasi Moran’s I [18] ditunjukkan pada Persamaan 3 : (3) Table 1 menunjukkan pola spasial yang dibentuk oleh persamaan 3. Apabila nilai I > E(I), maka autokorelasi bernilai positif. Hal ini berarti bahwa pola data membentuk kelompok (cluster). Pola data acak (random) terbentuk apabila I = E(I), artinya tidak terdapat autokorelasi spasial. Jika I < E(I), maka autokorelasi bernilai negatif, artinya pola data menyebar [19]. Table 1. Pola Spasial Moran’s I
Pola spasial Cluster Random Dispersed
Moran’s I I > E(I) I = E(I) I < E(I)
6. KERAWANAN PANGAN Kerawanan pangan merupakan persoalan multidimensional yang tidak menyangkut produksi dan ketersediaan pangan saja. Dalam penelitian ini digunakan 9 indikator dengan berpedoman pada pemetaan ketahanan dan kerentanan pangan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan dan WFP [2], yang dikelompokkan ke dalam 3 aspek/dimensi ketahanan pangan yaitu: Dimensi ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terjadinya kerawanan pangan yang bersifat kronis (cronic food insecurity) yang memerlukan penanganan jangka panjang. Indikator ketahanan Pangan berdasarkan kebijakan pengembangan ketersediaan pangan oleh Departemen Pertanian dapat dilihat pada tabel 1(Lampiran). Berdasarkan 5 indikator rawan pangan, maka untuk menentukan daerah rawan pangan dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini [8] : 1. Ketersediaan pangan dengan Indikator Konsumsi Normatif Per Kapita terhadap Rasio Ketersediaan Bersih Serelia
LISA adalah perangkat untuk penentuan asosiasi spasial pada setiap wilayah penelitian. Metode LISA dapat menunujukkan wilayah pemusatan atau pencilan fenomena spasial pada suatu wilayah [20]. LISA dapat didefinisikan dengan Persamaan 5 : (5) dengan : Nilai unit analisis i, : Nilai rata-rata variabel i, : Nilai unit analisis tetangga, n
: Banyaknya kasus atau banyaknya wilayah studi yang diidentifikasi, : Berat spasial matrik atau elemen spatial weight matrix. Autokorelasi spasial lokal dapat ditentukan dengan analisis Moran Scatterplot dan LISA. LISA divisualisasikan menggunakan peta yang digunakan untuk menunjukkan lokasi daerah studi yang signifikan statistik terjadinya pengelompokan nilai atribut (cluster) atau
(4)
36
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
A6
7. Metode Penelitian Penelitian ini, dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : 1. Pemrosesan data penelitian Data input berupa data prosentase sembilan indikator rawan pangan, yakni data KDA yang sudah dihitung berdasarkan FSVA. Data input dalam bentuk .csv dan data peta berbentuk .shp. Data yang digunakan untuk analisis adalah data tahun 2011. 2. Analisis pola spasial Dalam penelitian ini digunakan metode Moran’s I yang terdiri dari dua bagian, yaitu GISA dan LISA. Langkah-langkah dalam perhitungan Moran’s I: a. Melakukan perhitungan spasial weight matriks, dengan menentukan spasial contiguity matrix. b. Menghitung GISA, dan nilai E(I). GISA digunakan untuk menentukan korelasi (cluster, random, dispersed) suatu indikator di dalam seluruh wilayah yang diobservasi. c. Menghitung LISA. LISA digunakan untuk menentukan pola spasial (hotspot, coldspot, outliers) setiap kecamatan yang divisualisasikan dalam bentuk peta. Peta tersebut menggambarkan daerah rawan pangan 2011. 3. Analisis hasil penelitian Hasil penelitian ini berupa informasi geografis daerah rawan pangan, yang terdiri dari peta LISA dan peta choropleth. Peta choropleth adalah hasil outlayer dari peta LISA setiap tahun, yang menggambarkan daerah rawan pangan di kabupaten Minahasa Tenggara.
dimana produksi : penjumlahan produksi padi, jagung, dan ubi kayu, Y : ketersediaan bersih serelia pokok per kapita per hari, Z : konsumsi normative per kapita, dengan Z ≥ 1,50 = defisit tinggi, 1,25 – 1,50 = defisit sedang, 1,00 – 1,25 = defisit rendah, 0,75 – 1,00 = surplus rendah, 0,50 – 0,75 = surplus sedang, < 0,50 = surplus tinggi. 2.
Akses Pangan dan Mata Pencaharian (5) dimana x : jumlah keluarga pra sejahtera, y : jumlah keluarga dalam satu kecamatan, dengan Z ≥ 35% = sangat rawan, 25 – 35% = rawan, 20 – 25% = agak rawan, 15 – 20% = cukup tahan, 10 – 15% = tahan, 0 – 10% = sangat tahan.
3.
Kesehatan dan Gizi • Indikator Angka Harapan Hidup pada saat lahir (AHH) Jika AHH : > 7 5-7 3-5 <3
8. Desain dan Arsitektur Model Data
= sangat tahan, = tahan, = cukup tahan, = agak rawan.
Data input .csv
Indikator penduduk yang tinggal > 5 km dari puskesmas, dimana x = jumlah desa yang > 5km dari puskesmas, y = jumlah desa dalam satu kecamatan. dengan Z ≥ 60% = sangat rawan, 50 – 60% = rawan, 40 – 50% = agak rawan, 30 – 40% = cukup tahan, 20 – 30% = tahan, ≤ 20% = sangat tahan.
Data map .shp
•
Proses
GISA Visualisasi
LISA
Peta LISA
Neighbor Analysis Gambar 4 Desain dan Arsitektur Model
37
A6
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
Gambar 4 menunjukkkan desain dan arsitektur model penelitian. Secara umum arstitektur model dapat dilihat dalam tiga bagian besar, yaitu : 1. Data berisi data penelitian dalam bentuk .csv yang meliputi: (1) data RKN tahun 2011, (2) data prosentase penduduk pra sejahtera tahun 2011, (3) Angka harapan hidup pada saat lahir tahun 2011, (4) Prosentase perempuan buta huruf tahun 2011, (5) Prosentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan tahun 2011. 2. Proses berisi analisis spasial yang digunakan yakni, neighbors analysis, GISA dan LISA. 3. Visualisasi digunakan untuk memvisualisasikan output penelitian yakni peta LISA.
contiguity matrix, yaitu perhitungan matriks tetangga dengan membagi sembarang bagian dari batasan umum wilayahnya seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Spasial contiguity matrix digunakan untuk menggambarkan hubungan antar kecamatan dengan prinsip ketetanggaan, apakah kejadian rawan pangan di suatu kecamatan dipengaruhi oleh kecamatan di sekitarnya. Apabila suatu kecamatan saling terhubung dengan garis merah, maka nilai pada kecamatan tersebut bernilai 1. Apabila suatu kecamatan tidak saling terhubung, maka nilai
= 0.
9. ANALISIS Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi daerah rawan pangan di Kabupaten Minahasa Tenggara dan mengetahui bagaimana korelasi sembilan indikator antar kecamatan. Tahap pertama yang dilakukan adalah menghitung prosentase masing-masing indikator sesuai pedoman FSVA. Hasil perhitungan indikator RKN 2011 ditunjukkan pada Tabel 2. Jumlah produksi yang digunakan dalam menghitung RKN adalah jumlah produksi (ton) dari padi, jagung, dan ubi kayu. Kolom jml menunjukkan jumlah produksi per ton. Kolom total adalah hasil perhitungan jml yang dibagi dengan hasil perkalian jumlah penduduk dengan 360 hari. Kemudian didapatkan angka RKN yakni dengan membagi konsumsi normatif serealia per hari (300 gram) dengan nilai yang ada dalam kolom total.
Gambar 5 queen contiguity matrix Kab. Minahasa Tenggara
Hasil perhitungan GISA berupa nilai indeks Moran pada lima indikator rawan pangan. Nilai indeks Moran pada tahun 2011 pada lima indikator menunjukkan tingkat korelasi spasial yang tergolong tinggi. Lima indikator membentuk pola cluster. hal ini berarti kecamatan yang berdekatan memiliki pengaruh antara satu dengan lainnya. Sedangkan indikator yang memiliki pola spasial random, artinya kecamatan yang berdekatan tidak memiliki pengaruh antara satu dengan lainnya. Korelasi antar wilayah yang paling tinggi (mendekati +1) dimiliki oleh indikator RKN, dengan indeks Moran sebesar 1,71. Indeks ini berpotensi memiliki pola spasial memusat (cluster). Artinya, RKN di wilayah kecamatan yang saling berdekatan di Kabupaten Minahasa Tenggara masih saling memberi pengaruh antar satu dengan yang lainnya.
Tabel 2 Hasil Perhitungan RKN 2011 padi sawah
padi ladang
jagung
ubi kayu
jml prod
jml (ton)
jml pend
total
rasio
Ratatotok
184
268
4241
322
5015
5015
12254
1136.82
0.26
Pusomaen
1769
121
4684
198
6772
6772
8312
2263.13
0.13
KEC.
Belang
3616
160
5503
283
9562
9562
15396
1725.20
0.17
Ratahan
4613
92
2775
204
7684
7684
12301
1735.18
0.17
Pasan
2071
122
2417
186
4796
4796
6668
1997.93
0.15
ratahan timur
776
167
1443
264
2650
2650
5610
1312.14
0.23
Tombatu
5993
334
1753
364
8444
8444
9110
2574.70
0.12
8165
138
2775
251
11329
11329
8537
3686.24
0.08
3842
0
1924
332
6098
6098
7760
2182.85
0.14
tombatu timur tombatu utara Touluaan
2073
103
1803
904
4883
4883
6287
2157.45
0.14
touluaan selatan
243
600
1515
742
3100
3100
4125
2087.54
0.14
silian raya
2493
0
1123
519
4135
4135
5215
2202.51
0.14
Table 3. Hasil perhitungan GISA sembilan indikator rawan pangan Tahun 2011
Indikator RKN Pra sejahtera Buta huruf AHH Faskes
Indeks Moran (I) 1.71 0.02 0.17 1.12 -0.05
Pola spasial Cluster Dispersed Cluster Cluster Random
Berdasarkan Table 3, indikator RKN tahun 2011 membentuk pola cluster karena nilai indeks moran lebih besar dari nilai ekspektasinya. Gambar 6 merupakan peta LISA RKN 2011. Dari Gambar 6, terlihat bahwa terdapat pola spasial cluster (mengelompok dan saling berkorelasi)
Dari data tersebut dilakukan perhitungan spasial contiguity matrix, dalam penelitian ini digunakan queen
38
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
A6
di Kabupaten Minahasa Tenggara tahun 2011 antara lain, Prosentase RKN dan prosentase AHH.
di kecamatan Tombato yang ditandai dengan warna merah, yang merupakan wilayah hotspot (High-High) dan Ratahan Timur yang ditandai dengan warna biru, yang merupakan wilayah coldspot (Low-Low). Kecamatan Tombato termasuk ke dalam wilayah hotspot karena kecamatan ini memiliki prosentase RKN yang tinggi, dan dikelilingi oleh kecamatan yang mempunyai prosentase RKN tinggi juga. Kecamatan yang termasuk kategori hotspot merupakan kecamatan rawan pangan. Sehingga kecamatan ini dapat menjadi fokus pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk. Selain itu, terdapat kecamatan yang memiliki nilai High-Low, yakni kecamatan Touluaan (ditandai dengan warna hijau muda). Hal ini menunjukkan bahwa prosentase penduduk RKN di kecamatan Touluaan termasuk tinggi, sedangkan prosentase di wilayah sekelilingnya rendah.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr. Wiranto H. Utomo dan Sri Yulianto, M.Kom. atas bimbingan yang diberikan selama menyusun Tesis yang terkait dengan metode yang digunakan dalam paper ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen DIKTI atas pendanaan yang diberikan melalui hibah penelitian Tim Pascasarjana tahun anggaran 2013.
REFERENSI [1] Departemen Pertanian, 2010, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 2010, Kebijakan Pengembangan Ketersediaan Pangan. Bahan Paparan Workshop Dewan Ketahanan Pangan, 20-22 September 2010.. Jakarta. [2] Departemen Pertanian, 2009, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 2009, Kebijakan Pengembangan Ketersediaan Pangan. Bahan Paparan Workshop Dewan Ketahanan Pangan, September 2009. Jakarta. [3] Anselin, 1998, GIS Reseach Infrastructure for Spatial Analysis of Real Estate Markets, Journal of Housing Research, Volume 9, Issue 1. [4] Zhang D., Mao X., dan Meng L., 2009, A Method Using ESDA to Analyze The Spatial Distribution Patterns of Cultural Resource, The International Archives of The Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Vol. 38, Part II. [5] Arrowiyah, Sutikno, 2009, Spatial Pattern Analysis Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue Informasi Early Warning Bencana di Kota Surabaya, Institut Teknologi Surabaya. [6] Harvey dkk, 2008, The North American Animal Disease Spread Model: A simulation model to assist decision making in evaluating animal disease incursions, Preventive Veterinary Medicine, Vol 82, Halaman 176-197. [7] Departemen Pertanian, 2009, Peta Kerawanan Pangan Indonesia (Food Insecurity Atlas), Pusat Kewaspadaan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, September 2009, (http://www.foodsecurityatlas.org/idn/country/fsva2009-peta-ketahanan-dan-kerentanan-panganindonesia/bab-1-pendahuluan). [8] Prasetyo, S. Y, 2010, Endemic Outbreaks of Brown Planthopper in Indonesia Using Exploratory Spatial Data Analysis. International Journal of Computer Science Issues, Vol. 9, Issue 5, No 1, September 2010. [9] Tsai PJ, 2012, Application Of Moran's Test With An Empirical Bayesian Rate To Leading Health Care Problems In Taiwan In A 7-Year Period (2002-2008). Glob J Health Sci, 4 Juli 2012, 4(5):63-77. [10] Chen Y., 2010, On The Four Types of Weight Functions for Spatial Contiguity Matrix, Department of Geography, College of Environmental Sciences, Peking University, Beijing.
Gambar 6. Peta LISA RKN 2011
Kesimpulan Berdasarkan konsep neighbors analysis menggunakan Metode Moran’s I, yang termasuk daerah rawan pangan di Kabupaten Minahasa Tenggara tahun 2011 adalah kecamatan Pasan, dan Tombato. Konsep neighbors analysis dapat digunakan sebagai indikator korelasi secara spasial wilayah rawan pangan di suatu kecamatan terhadap kecamatan yang lain. Hal ini ditandai dari besar Indeks Moran's lima indikator rawan pangan di Kabupaten Minahasa Tenggara yang mendekati +1. Hal ini berarti lima indikator tersebut mempunyai korelasi yang tinggi. Berdasarkan Indeks Moran's, indikator yang memiliki pengaruh terhadap rawan pangan
39
A6
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
[11] LeSage, J. P., 1999, The Theory and Practice of Sapcial Econometrics, Department of Economics, University of Toledo. [12] Vitton, P., 2010, Notes on Spatial Econometric Models, City and Regional Planning. [13] Cliff, A.D., & Ord J. K., 1973, Spatial Autocorrelation. London:Pion. http://www.deepdyve.com/lp/sage/cliff-a-dand-ord-j-k-1973-spatial-autocorrelation-london-pionvtW4ntr0kR [14] Lembo A.J., 2006, Spatial Autocorrelation, Cornell University.
http://www.css.cornell.edu/courses/620/lecture9.ppt [15] Dormann C. F., McPherson J.M.,2007, Methods to Account for Spatial Autocorrelation in the Analysis of Species Distributional Data : A review, Ecography 30 : 609628, 2007, doi: 10.1111/j.2007.0906-7590.05171.x [16] Puspitawati Dewi, 2012. Pemodelan Pola Spasial Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Semarang Menggunakan Fungsi Moran’s I. Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana. [17] Lee, J., Wong D. W. S., 2001, Statistical Analysis with Arcview GIS, John Wiley and Sons, New York. [18] Celebioglu dan Dall’erba, 2010, Spatial Disparities across The Regions of Turkey : on exploratory spatial data analysis, Ann Reg Sci (2010) 45: 379-400, DOI 10.1007/s00168-009-0313-8. [19] Anselin, L., 1995, Local Indicators of Spatial AssociationLISA, Geographical Analysis, Vol. 27, No. 2 (April 1995) Ohio State University Press. [20] Oliveau, S., Guilmoto, C. Z., 2005, Spatial Correlation And Demography. Exploring India’s Demographic Patterns, "XXVC Congrès International De La Population, Tours : France (2005)".
Constantina A. Widi P, memperoleh gelar Sarjana Komputer di Fakultas Teknologi Informasi, FTI UKSW pada tahun 2011. Saat ini sedang menyelesaikan tesisnya di bidang Sistem Informasi di universitas yang sama. Adi Setiawan, memperoleh gelar Sarjana Matematika dari UGM tahun 1991, Master di bidang Matematika diperoleh di Vrije Universiteit Amsterdam pada tahun 1997 dan doktor diperoleh di Vrije Universiteit pada tahun 2007. Saat ini sebagai dosen pada prodi Matematika Fakultas Sains dan Matematika UKSW Eko Sediyono, memperoleh gelar Sarjana Statistika dari Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor pada tahun 1985. Kemudian tahun 1993 memperoleh gelar Magister Komputer dari Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia Jakarta. Doktor Ilmu Komputer di peroleh tahun 2006 pada universitas yang sama. Jabatan akademik Guru Besar di bidang Ilmu Informatika di peroleh di UKSW pada tahun 2008. Saat ini menjabat sebagai ketua program studi Magister Sistem Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
40
Seminar Nasional Teknologi Informasi 2013
A6
LAMPIRAN
No
Indikator
5
Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan
Tabel 1. Indikator Ketahanan Pangan [2]
No A 1
B 2
C 3
4
Indikator Definisi dan Perhitungan Ketersediaan Pangan Rasio - Konsumsi normatif serealia konsumsi adalah 300 gr/kapita/hari. normatif - Ketersediaan bersih padi, jagung, terhadap ubi kayu dihitung dari rata-rata ketersediaan produksi padi, jagung, ubi kayu bersih (padi, tahun 2006-2010 dan dikonversi jagung, ubi ke Pangan Setara Beras (PSB). kayu) - Data serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena ketiadaan data. - Rasio konsumsi diperoleh dari membagi ketersediaan PSB per kecamatan dengan konsumsi normatif serealia penduduk dalam setahun. - Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih serealia dengan nilai <1 adalah surplus dan nilai >1 adalah defisit pangan. Akses Pangan Persentase - Persentase penduduk yang hidup penduduk di bawah garis kemiskinan yang hidup menggunakan data rata-rata KK di bawah Miskin 5 tahun (2005-2009). garis - Persentase KK Miskin dengan kemiskinan nilai <20% adalah baik dan >20% buruk. Pemanfaatan Pangan Angka - Perkiraan lama hidup bayi baru harapan lahir. hidup pada - Data yang digunakan adalah saat lahir Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Minahasa Tenggara sehingga nilainya sama untuk setiap kecamatan. - Nilai AHH >64 tahun adalah baik dan <64 adalah buruk. Perempuan - Persentase perempuan di atas 15 buta huruf tahun yang tidak dapat mambaca atau menulis tidak diperoleh data. Data yang digunakan diperoleh dari jumlah perempuan di atas 5 tahun yang belum/tidak menamatkan SD dikurangi jumlah murid SD dengan asumsi bahwa data tersebut mendekati jumlah perempuan buta huruf
41
Definisi dan Perhitungan yang sebenarnya. - Persentase dengan nilai <20% adalah baik dan >20% buruk. - Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan terlatih, paramedis dan sebagainya). - Persentase dengan nilai <40% adalah baik dan >40% buruk.