1
Pengantar Usia remaja, khususnya remaja putri, pada umumnya adalah usia dimana individu menjadi lebih peka terhadap penampilan fisiknya, atau yang lebih dikenal dengan citra tubuh. Citra tubuh adalah bagaimana kita memandang dan menilai penampilan fisik kita, yang meliputi berat badan, bentuk wajah, hidung, struktur rambut, warna kulit dan sebagainya. Pertumbuhan fisik yang cepat pada masa pubertas mempengaruhi pembentukan citra tubuh pada remaja. Atkinson (edisi ke-11, jilid satu) menyatakan pubertas memiliki efek yang bermakna pada citra tubuh, harga diri, mood dan hubungan dengan orang tua dan anggota jenis kelamin lawan. Anak perempuan yang secara fisik lebih matur biasanya kurang puas dengan BB dan penampilan mereka dibandingkan teman sekelasnya yang belum dewasa. Anak perempuan yang dewasa lebih awal cenderung merasa malu oleh fakta bahwa tubuh mereka memiliki bentuk yang lebih “wanita” dibandingkan teman sekelasnya, karena standar untuk daya tarik perempuan yang dipromosikan oleh media menekankan penampilan yang ramping. Remaja
putri
yang
mengalami
distorsi
citra
tubuh
memiliki
ketidaksesuaian antara citra tubuh nyata dan citra tubuh ideal, dan makin tinggi kesenjangan diantara keduanya, maka remaja akan semakin tidak puas terhadap sosok tubuhnya. Dalam kondisi yang sangat parah, keadaan ini membuat remaja cenderung lebih mudah untuk menderita gangguan makan seperti anorexia nervosa, karena perhatian yang berlebihan dalam mengontrol BB, penderita
2
anoreksia selalu merasa bahwa tubuhnya gemuk, meskipun pada kenyataannya mereka telah banyak kehilangan berat badannya. Lyon dkk (1997) dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada tiga faktor yang memicu munculnya gangguan anoreksia pada remaja. Faktor pertama adalah faktor biogenetis, bahwa remaja akan lebih rentan terhadap gangguan anoreksia jika orang tua (keluarga) memiliki riwayat anoreksia atau gangguan emosional lainnya. Faktor kedua adalah kepribadian individu, yaitu berupa perasaan tidak mampu, kekurangpekaan terhadap rangsang tubuh terutama yang berhubungan dengan proses di rongga perut (rasa kenyang/lapar), dan keinginan menjadi “anak yang sempurna.” Faktor ketiga adalah karakteristik keluarga yang mengekang kebebasan anak. Penelitian Lyon dkk tentang pengaruh faktor kepribadian individu tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Tambunan (2002) yang menyatakan bahwa penderita anoreksia memiliki beberapa masalah psikologis, antara lain : perasaan tidak berharga, sensitif, mudah tersinggung, kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang kain, dan lain-lain. Supratiknya (1995) menambahkan bahwa penderita anoreksia memiliki pandangan yang cenderung negatif terhadap tubuhnya, misalnya merasa terlalu gemuk dan memiliki sifat tergantung. Perasaan tidak berharga, sensitif, pandangan negatif terhadap tubuhnya, dan lain sebagainya, menunjukkan bahwa penderita anoreksia cenderung memiliki kepribadian yang kurang baik atau dalam hal ini konsep diri yang negatif. Konsep diri adalah bagaimana seorang individu memendang dan menilai dirinya secara
3
keseluruhan. Dari ciri psikologis tersebut dapat dilihat bahwa penderita anoreksia cenderung memiliki penilaian yang negatif terhadap dirinya. Rogers (Juriana, 2000) berpendapat bahwa konsep diri seseorang mempunyai pengaruh yang kuat dalam menghadapi permasalahan yang dialaminya. Remaja putri yang mempunyai konsep diri positif akan menerima keadaan dirinya yang sebenarnya dan menghargai segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Mereka mampu berpikir bahwa pada tiap diri individu tidak ada yang sempurna, bahwa setiap individu memiliki sesuatu yang bisa ia banggakan selain penampilan fisik semata. Remaja dengan konsep diri positif akan lebih mengembangkan perasaan kepuasan terhadap sosok tubuhnya dibandingkan dengan remaja dengan konsep diri yang negatif. Supratiknya (1995) menyatakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi dapat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak. Coleman dkk (Supratiknya, 1995) mengatakan bahwa orang tua yang mengawasi anak secara berlebihan, mengambil segala keputusan bagi anak, dan menerapkan aturan-aturan yang ketat dapat membatasi otonomi dan kebebasan anak. Karakteristik keluarga yang terlalu mengekang anak dan menuntut kepatuhan yang berlebihan menjadikan anak memiliki sifat ketergantungsn. Remaja dengan ketergantungan akan selalu mendekatkan dirinya dengan kelompok mayoritas. Maka saat lingkungan mayoritas berpendapat bahwa citra perempuan ideal adalah perempuan dengan tubuh sangat kurus, remaja yang memiliki ketergantungan akan berusaha memenuhi standar tersebut. Mereka
4
berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi “kualitas” tersebut karena mereka merasa aman saat mampu masuk ke dalam kelompok mayoritas. Tanpa memikirkan apakah tindakan yang mereka ambil untuk memenuhi hal tersebut akan membahayakan mereka secara fisik dan psikologis. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa kecenderungan anoreksia nervosa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Penelitian ini ingin membuktikan adanya hubungan antara konsep diri dan ketergantungan dengan kecenderungan anorexia nervosa pada remaja putri. Salah satu penelitian serupa yang pernah dilakukan adalah Hubungan Antara Ketidakpuasan Terhadap Sosok Tubuh (Body Dissatisfaction) dan Kepribadian Narsisitik Dengan Gangguan Makan (Kecenderungan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa) oleh Huda Maria, dkk (2001). Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ketidakpuasan terhadap sosok tubuh dan kepribadian narsistik dengan kecenderungan anorexia nervosa, demikian halnya dengan bulimia nervosa. Perbedaannya terletak pada sumbangan ketidakpuasan terhadap sosok tubuh lebih besar pada kecenderungan anorexia nervosa, sebaliknya pada kecenderungan bulimia nervosa kepribadian narsisitik justru yang memberikan sumbangan lebih besar. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris adanya hubungan antara konsep diri dan low independence dengan kecenderungan anoreksia nervosa pada remaja putri.
5
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Segi teoritis, untuk memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu psikologi pada umumnya dan Psikologi Abnormal dan Psikologi Perkembangan. 2. Segi praktis, apabila terbukti bahwa ada hubungan antara konsep diri dan ketergantungan dengan kecenderungan anoreksia, maka dapat dijadikan referensi bagi semua pihak yang terkait. Dan mendorong remaja untuk lebih mengembangkan konsep diri yang positif yang membawa pada perilaku yang adaptif dan kemampuan untuk menyesuaikan diri di lingkungan sosialnya. Kecenderungan Anorexia Nervosa Kimmel (edisi ke-2) mengemukakan anorexia nervosa (anoreksia) menunjukkan suatu kondisi di mana penderita membuat lapar dirinya sendiri sehingga mereka mempunyai berat badan yang jauh di bawah normal (sangat kurus), bila terus berlanjut kondisi ini dapat mengancam jiwa mereka. Penderita anoreksia selalu merasa tubuhnya gemuk meskipun pada kenyataannya tubuh mereka hanya tinggal tulang dan kulit. Tambunan
(2002)
mengatakan
anoreksia
adalah
aktifitas
untuk
menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat. Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan.
6
Berdasarkan uraian tentang pengertian anoreksia, peneliti menyimpulkan kecenderungan anoreksia adalah gejala perilaku yang mengarah pada gangguan makan dimana penderita mengalami distorsi citra tubuh yang membuat individu selalu merasa tubuhnya gemuk, sehingga individu tersebut dengan sengaja membuat lapar dirinya dan mengabaikan rasa lapar sebagai usaha untuk menurunkan berat badannya. Menurut American Psychiatric Association (Kimmel, 1995) ada empat kriteria diagnostik untuk anorexia nervosa, yaitu : sangat takut menjadi gemuk walaupun sebenarnya bobot badan (BB) telah berada di bawah normal, menerima gangguan dalam menerima BB atau bentuk badannya yang pada akhirnya mempengaruhi penilaian terhadap BB atau bentuk badannya, menolak untuk mempertahankan BB sesuai dengan umur dan tinggi badannya; seseorang dapat dikatakan menderita anoreksia jika kehilangan BB minimal 15% dari BB normalnya, pada perempuan akan mengalami gangguan pada siklus menstruasinya yang biasanya terjadi sebelum adanya penurunan BB yang drastis. Caspar dkk (Kimmel, 1995) menyatakan ada dua fakta yang sangat tampak pada kasus anoreksia. Pertama, anoreksia lebih sering terjadi pada perempuan, dari semua kasus anoreksia 90% adalah perempuan. Kedua, anoreksia lebih sering terjadi di usia remaja. Titik puncak kemunculan anoreksia adalah pada masa remaja awal, beberapa saat setelah masa puber, dan di usia 18 tahun, yaitu saat di mana remaja siap untuk meninggalkan rumah dan memasuki bangku kuliah. Ada beberapa kasus di mana anoreksia muncul pada usia 25 tahun, namun sangat
7
jarang ditemukan setelah usia tersebut. Dari data diperoleh sekitar 50% kasus anoreksia muncul sebelum usia 20 tahun dan sekitar 75% sebelum usia 25 tahun. Berdasarkan
diagnostik
APA,
peneliti
menyimpulkan
ciri-ciri
kecenderungan anoreksia antara lain : secara fisik penderita anoreksia pada umumnya memiliki tubuh yang sangat kurus sebagai akibat dari diet yang berlebihan dan pola makan yang menyimpang. Selain itu, ketakutan yang berlebihan untuk menjadi gemuk menunjukkan ciri bahwa penderita anoreksia memiliki rasa ketidakpuasan yang besar terhadap citra tubuhnya Konsep Diri Rakhmat (2002) mengemukakan konsep diri adalah gambaran dan penilaian tentang diri kita, baik itu bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Lukman (2001) menyatakan konsep diri adalah pendapat atau gambaran dan penilaian kita tentang diri kita sendiri yang meliputi mental, pikiran dan perasaan. Santrock (2001) menyatakan konsep diri merupakan evaluasi spesifik mengenai bagianbagian dari diri individu yang meliputi kemampuan akademik, penampilan, dan sebagainya. Berdasarkan uraian mengenai pengertian konsep diri, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan individu terhadap dirinya sendiri yang meliputi pengetahuan, harapan dan penilaian tentang keadaan mental, fisik, perasaan dan pikiran. Serta bagaiman individu memandang dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari lingkungan sosial, yang secara tidak langsung mempengaruhi pembentukan konsep dirinya.
8
William
D.
Brooks
dan
Philip
Emmert
(Rakhmat,
2002)
mengidentifikasikan tanda-tanda konsep diri yang positif dan negatif. Tanda-tanda orang yang memiliki konsep diri negatif antara lain: peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, bersikap hiperkritis terhadap orang lain, merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, bersikap pesimis terhadap kompetisi. Sebaliknya, orang dengan konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek konsep diri positif , yaitu: pandangan yang positif terhadap keadaan fisiknya (physical self), harga diri positif, ketrampilan sosial yang baik, dan mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang positif. Ketergantungan Chaplin (2004) mengatakan kebebasan (independence) adalah suatu sikap yang ditandai dengan adanya kepercayaan diri, sebaliknya ketergantungan (dependence) adalah kepercayaan pada satu kelompok sosial untuk penyusunan ide dan pendapat; tunduk di bawah opini orang lain. Ketergantungan juga berarti suatu
kondisi
dimana
seseorang
menyandarkan
diri
(mempercayakan,
mengandalkan, menggantungkan nasib) pada orang lain, atau pada suatu masyarakat untuk pengurusan dirinya; kecenderungan untuk menggantungkan diri
9
pada orang lain dalam menentukan keputusan, kurang atau ketiadaan rasa percaya diri. Berdasarkan uraian mengenai pengertian kebebasan, dapat disimpulkan bahwa ketergantungan adalah suatu sikap dan perilaku yang ditandai dengan kurangnya kepercayaan diri, ketidakmampuan untuk mengambil keputusan dan ketidakmampuan untuk memikirkan berbagai kemungkinan. Dalam penelitian ini, sifat ketergantungan subjek diamati dari karakteristik keluarga, apakah keluarga mnampakkan karakteristik tertentu yang membentuk sifat ketergantungan pada subjek penelitian. Anthony (1993) mengatakan aspek yang paling tidak menguntungkan dari ketergantungan adalah tidak berkembangnya rasa kemandirian yang diperlukan untuk memenuhi dan memecahkan masalah sendiri. Kebiasaan bersandar dan bergantung membuat seseorang melepaskan semua kewibawaan pribadi untuk kepentingan orang, filsafat atau agama lain. Selanjutnya, Anthony menyatakan orang yang patuh dipenuhi dengan kebutuhan akan persetujuan. Ia berlari dari satu orang ke orang lain sambil mencari pujian dan dukungan atas perilakunya dan tindakannya. Hal ini memperkuat rasa harga dirinya yang buruk. Berdasarkan uraian mengenai ciri-ciri ketergantungan dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu dengan sifat ketergantungan antara lain: kurangnya kemandirian sehingga menimbulkan ketergantungan yang besar terhadap orang lain, harga diri yang rendah, dan adanya kebutuhan akan persetujuan orang lain.
10
Hubungan Antara Konsep Diri dan Low Independence dengan Kecenderungan Anorexia Nervosa pada Remaja Putri Meskipun faktor sosial dan budaya menjadi faktor pemicu remaja mengalami ketidakpuasan terhadap sosok tubuh dan menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan, namun faktor internal pada individu juga sangat mempengaruhi perilaku remaja dan bagaimana remaja menanggapi stimulus atau memberi respon terhadap stimulus dari lingkungan. Maria dkk (2000) menyatakan bahwa faktor kepribadian subjek turut menjadi salah satu faktor perantara bagi gangguan makan. Masalah psikologis yang dialami oleh penderita anoreksia antara lain : perasaan tidak berharga, sensitif, mudah tersinggung, kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang kain, dan lain-lain (Tambunan, 2002). Penderita anoreksia memiliki pandangan yang cenderung negatif terhadap tubuhnya, misalnya merasa terlalu gemuk (Supratiknya, 1995). Perasaan tidak berharga, sensitif, pandangan negatif terhadap tubuhnya, dan lain sebagainya, menunjukkan bahwa penderita anoreksia cenderung memiliki konsep diri yang negatif. Selain itu, Supratiknya (1995) menyatakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi dapat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak. Supratiknya menambahkan salah satu ciri yang dimiliki oleh penderita anoreksia adalah memiliki sifat tergantung. Coleman dkk (Supratiknya, 1995) mengatakan bahwa orang tua yang mengawasi anak secara berlebihan, mengambil segala keputusan bagi anak, dan menerapkan aturan-aturan yang ketat dapat membatasi otonomi dan kebebasan anak.
11
Remaja yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang menuntut kepatuhan yang berlebihan akan mengkondisikan remaja tersebut sebagai individu yang tidak mampu berinisiatif dan cenderung mengikuti keputusan kelompok atau suara terbanyak, sehingga saat lingkungan mayoritas “menetapkan” standar baru bagi citra perempuan ideal, remaja yang memiliki sifat ketergantungan akan dengan mudah terbawa oleh arus perubahan ini dan berusaha membentuk dirinya seperti apa yang diisyaratkan oleh masyarakat luas. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan konsep diri seseorang berhubungan erat dalam pembentukan respon individu terhadap stimulus dari lingkungannya. Pada kasus anoreksia, remaja putri dengan konsep diri positif mampu menerima fenomena tentang perempuan “ideal” sebagai bagian dari internalisasi budaya semata, sehingga hal tersebut tidak sampai membawanya pada kecenderungan anoreksia. Di sisi lain, individu dengan ketergantungan akan lebih rentan terhadap kecenderungan anoreksia karena mereka memiliki ketergantungan yang besar pada lingkungannya dan kecenderungan untuk mengikuti norma dan tingkah laku kelompok mayoritas. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah: 1. Semakin tinggi konsep diri positif yang dimiliki oleh remaja putri, maka kecenderungan anorexia nervosa akan semakin rendah. 2. Semakin tinggi ketergantungan pada remaja putri, maka kecenderungan anorexia nervosa akan semakin tinggi.
12
3. Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung
: Kecenderungan Anorexia Nervosa
2. Variabel bebas
: Konsep diri dan ketergantungan Definisi Operasional Variabel Penelitian
Kecenderungan Anorexia Nervosa Kecenderungan Anorexia nervosa adalah gangguan makan yang menunjukkan seberapa sering seorang individu mengalami distorsi citra tubuh yang menyebabkan penderita ingin terus mengurangi berat badannya sehingga membuat individu melakukan diet berlebihan sampai membawa pada pola makan yang menyimpang, dan mengindikasikan adanya ketidakpuasan terhadap citra tubuh. Konsep Diri Konsep diri memperlihatkan seberapa sering seorang individu memandang dan menilai keadaan fisik, mental, perasaan, dan pikirannya dengan pandangan yang positif atau negatif, dan seberapa sering individu mampu menempatkan dirinya sebagai bagian dari lingkungan sosialnya. Ketergantungan Ketergantungan memperlihatkan seberapa sering seorang individu menunjukkan suatu sikap dan perilaku yang ditandai dengan kurangnya kepercayaan diri, ketergantungan yang besar pada orang lain dalam segala hal, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan dan ketidakmampuan untuk memikirkan berbagai kemungkinan. Dalam penelitian ini, atribut ketergantungan
13
yang diukur dalam diri subjek penelitian adalah berdasarkan karakteristik keluarga dari masing-masing subjek penelitian. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan subjek remaja. Karakteristik remaja yang digunakan yaitu : remaja putrid berusia 17-24 tahun, berstatus sebagai mahasiswa UII, dan bersedia menjadi subjek penelitian tanpa paksaan. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran. Peneliti menyusun tiga skala, yaitu: skala kecenderungan anorexia nervosa, skala konsep diri, dan skala low independence. Alat Ukur Peneliti menyusun tiga skala, yaitu: skala kecenderungan anorexia nervosa, skala konsep diri, dan skala low independence. Penyusunan skala kecenderungan anorexia nervosa diadaptasi dari Eating Attitude Test (EAT-26) yang disusun oleh David M. Garner (1982) dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Penyusunan Skala ini menghasilkan 25 aitem dan setelah melalui uji reliabilitas didapatkan aitem yang reliabel sebanyak 19 aitem. Penyusunan skala konsep diri berdasarkan pada aspek-aspek konsep diri yang positif. Penyusunan skala ini menghasilkan 45 aitem dan setelah melalui uji reliabilitas didapatkan aitem yang reliabel sebanyak 38 aitem. Penyusunan skala ketergantungan diadaptasi dari Family Environment Scale (FES) yang disusun oleh Moos & Moos (1986) dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Penyusunan skala ini menghasilkan 48 aitem dan
14
dan setelah melalui uji reliabilitas didapatkan aitem yang reliabel sebanyak 30 aitem. Pernyataan dalam setiap skala terdiri dari aitem favorable dan unfavorable. Ketiga skala tersebut harus direspon oleh subjek dengan empat alternatif jawaban yang menunjukkan frekuensi kejadian, yaitu: selalu (SL), sering (SR), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Subjek diminta untuk mengisi jawaban dengan menyilang salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan diri subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin mengarah pada objek sikap. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka semakin tidak menunjukkan objek sikap. Metode Analisis Data Untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
analisis
statistik.
Dengan
menggunakan
analisis
statistik,
diharapkan dapat menyediakan dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang benar dan untuk mengambil keputusan-keputusan yang baik, serta dapat bersifat obyektif dan universal dalam arti dapat digunakan hampir dalam semua bidang penyelidikan (Hadi, 2002). Analisis statistik yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah teknik analisis statistik korelasi spearman dan korelasi parsial. Metode analisis data menggunakan metode analisis statistik dengan fasilitas program komputer SPSS 11.5 for windows.
15
Hasil Penelitian Deskripsi Subjek Penelitian Gambaran subjek penelitian dapat dilihat pada table deskripsi dibawah ini: Tabel 8 Deskripsi subjek penelitian Usia Subjek (tahun) Frekuensi Persentase (%) 0 0 17 10,27 4 18 12,82 5 19 33,33 13 20 35,89 14 21 7,69 3 22 0 0 23 0 0 24 Total 39 100 Deskripsi Data Penelitian Gambaran data hasil penelitian secara umum dapat dilihat pada table deskripsi hasil penelitian dibawah ini : Tabel 9 Deskripsi hasil penelitian Hipotetik XMax Mean SD XMin 76 47,5 9,5 21
Empirik XMax Mean 57 36,41
Variabel XMin SD Kecenderungan 19 9,654 anoreksia Konsep diri 38 152 95 19 85 137 111,72 11,323 Low 30 120 75 15 35 76 51,72 11,316 indepemdence Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti menggolongkan subjek ke dalam lima kategori, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Pembagian kategori skor skala subjek didapatkan dengan menggunakan pembagian sebagai berikut : X = µ - 1,8s
= sangat rendah
µ - 1,8s < X = µ - 0,6s
= rendah
16
µ - 0,6s < X = µ + 0,6s
= sedang
µ + 0,6s < X = µ + 1,8s
= tinggi
X = µ + 1,8s
= sangat tinggi
Berdasarkan rumus diatas, maka didapatkan lima kategori skor pada setiap skala yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10 Kriteria Kategori Skor Kecenderungan Anorexia Nervosa Kategori Skor Frekuensi Persentase (%) Sangat rendah X = 30,4 13 33,33 Rendah 30,4 < X = 41,8 15 38,46 Sedang 41,8 < X = 53,2 9 23,08 Tinggi 53,2 < X = 64,6 2 5,13 Sangat tinggi X = 64,6 0 0 Jumlah 39 100 Berdasarkan kategori skor skala anorexia nervosa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang mempunyai mean sebesar 36,41 termasuk dalam kategori rendah.
Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Jumlah
Tabel 11 Kriteria Kategori Skor Konsep Diri Skor Frekuensi X = 60,8 0 60,8 < X = 83,6 0 83,6 < X = 106,4 11 106,4 < X = 129,2 26 X = 129,2 2 39
Persentase (%) 0 0 28.20 66,67 5,13 100
Berdasarkan kategori skor skala konsep diri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang mempunyai mean sebesar 111,72 termasuk dalam kategori tinggi.
17
Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Jumlah
Tabel 12 Kriteria Kategori Skor Ketergantungan Skor Frekuensi 15 X = 48 17 48 < X = 66 7 66 < X = 84 0 84 < X = 102 0 X = 102 39
Persentase (%) 38,46 43,59 17,95 0 0 100
Berdasarkan kategori skor skala ketergantungan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian yang mempunyai mean sebesar 51,72 termasuk dalam kategori rendah. Uji Asumsi Uji Normalitas Hasil uji normalitas dapat dilihat pada table berikut : Tabel 13 Hasil uji normalitas Variabel Mean SD K-S Z p Kecenderungan anoreksia 36,41 9,654 0,782 0,574 Konsep diri 111,72 11,323 0,520 0,950 Ketergantungan 51,72 11,316 0,673 0,756 Berdasarkan hasil analisis uji normalitas, diketahui bahwa ketiga skala yang digunakan dalam penelitian, yaitu : skala kecenderungan anoreksia, skala konsep diri, dan skala ketergantungan, berdistribusi normal. Uji Linieritas Hasil uji linieritas compare mean dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 14 Hasil uji linieritas Konsep diri Ketergantungan Kecenderungan anoreksia Linierity 2,051 0,015 Sig. 0,174 0,904 Berdasarkan hasil analisis uji linieritas, diketahui bahwa kedua data terdapat hubungan yang tidak linier, antara variabel kecenderungan anorexia
18
nervosa dengan konsep diri maupun antara variabel anorexia nervosa dengan variable ketergantungan. Uji Hipotesis Sehubungan dengan hasil uji linieritas yang menunjukkan adanya hubungan yang tidak linier antara variabel anorexia nervosa dengan variabel konsep diri dengan variabel ketergantungan, maka peneliti menggunakan korelasi Spearman untuk menguji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data korelasi Spearman diperoleh hasil sebagai berikut : 1)
Ada korelasi negatif yang signifikan pada level 0,05 antara konsep diri dan anorexia nervosa dengan rx1y = -0,349; p = 0,015.
2) Tidak ada korelasi yang signifikan pada level 0,05 antara ketergantungan dan anorexia nervosa dengan rx2y = 0,067; p = 0,342. 3)
Ternyata dari hasil analisis tampak juga ada korelasi negatif yang signifikan pada level 0,01 antara konsep diri dengan ketergantungan dengan rx1x2 = 0,540; p = 0,000. Berdasarkan penemuan tersebut peneliti mencoba menggunakan korelasi
parsial untuk mengetahui hubungan yang sebenarnya antara variabel dependen dengan variabel independen dengan mengontrol variabel independen lainnya. Dari hasil analisis, ditemukan ada korelasi negatif yang signifikan dengan rx1y = 0,3068; p = 0,031 antara variabel konsep diri dan variabel anorexia nervosa. Dengan mengontrol variabel ketergantungan didapatkan koefisien korelasi yang lebih besar antara konsep diri dengan anoreksia.
19
Berdasarkan analisis data di atas, didapatkan bahwa hipotesis (1) diterima dan hipotesis (2) ditolak, dengan penemuan baru yaitu adanya korelasi negatif yang signifikan antara variabel konsep diri dengan variabel ketergantungan. Pembahasan Tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara konsep diri dan ketergantungan dengan kecenderungan anorexia nervosa. Hipotesis yang berbunyi semakin tinggi konsep diri positif yang dimiliki remaja putri, maka kecenderungan anorexia nervosa semakin rendah mendapatkan dukungan empirik, hipotesis (1) diterima. Hipotesis yang berbunyi semakin tinggi ketergantungan pada remaja putri, maka senakin tinggi kecenderungan anorexia nervosa tidak mendapat dukungan empirik, hipotesis (2) ditolak. Hasil korelasi yang menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara variabel konsep diri dan variabel anoreksia atau semakin positif konsep diri remaja putri maka semakin rendah kecenderungan anoreksia, hal ini sejalan dengan teori Rogers (Juriana, 2000) yang menyatakan bahwa konsep diri seseorang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap orang tersebut dalam menghadapi permasalahan yang dialaminya. Artinya, Konsep diri dapat diandaikan sebagai kontrol diri dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul, apakah seseorang akan menanggapi dan memandang permasalahan tersebut dari sisi positif atau negatif. Tidak
ditemukannya
korelasi
antara
ketergantungan
dengan
kecenderungan anoreksia mungkin dipengaruhi oleh kondisi subjek yang tidak lagi tinggal bersama orang tua, melainkan tinggal di tempat kos. Sehingga, sifat
20
ketergantungan subjek penelitian tidak terdeteksi karena kemungkinan subjek memiliki sifat ketergantungan tetapi bukan kepada keluarga atau orang tua tapi kepada teman di lingkungan kos atau kampus. Sikap orang tua yang berlebihan dalam pengasuhan dan pengendalian terhadap anak, dapat menimbulkan ketergantungan yang berlebihan pada anak, ketergantungan pada semua orang, bukan hanya pada orang tua saja (Hurlock, 1978). Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun keluarga dapat membentuk remaja
menjadi
individu
yang
memiliki
sifat
ketergantungan,
namun
ketergantungan tersebut tidak hanya berlaku di lingkungan keluarga saja tapi juga di lingkungan diluar kelurga. Salah satu yang menjadi kelemaham penelitian ini adalah
dalam
skala
ketergantungan,
peneliti
tidak
mengukur
tingkat
ketergantungan subjek penelitian terhadap lingkungan kos atau kampus. Dari hasil penelitian ditemukan adanya hubungan antara konsep diri dan ketergantungan, yang menunjukkan bahwa semakin positif konsep diri remaja putri, maka semakin rendah ketidakmandirian subjek penelitian. Lukman (2000) menyatakan, secara teoritis konsep diri yang positif, baik dalam aspek fisik, sosial, pribadi, moral, dan keluarga amat berpengaruh pada pembentukan perilaku. Apabila individu menganggap dirinya lemah, maka ia tidak akan belajar untuk memulai sesuatu dan melangkah sendiri (mandiri). Faktor yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian adalah proses pengambilan data. Peneliti tidak melakukan pengambilan data secara langsung karena angket diserahkan pada subjek penelitian di tempat kos dan baru diambil beberapa hari kemudian. Pelaksanaan penelitian yang tidak klasikal dan tidak ada
21
pengawasan, memungkinkan subjek untuk mengisi skala penelitian dengan tidak serius atau menyamakan dengan teman. Kemungkinan lain subjek melakukan pengisian angket dengan hanya menunjukkan hal-hal positif dari dirinya, sehingga data penelitian menjadi tidak jujur dan tidak mengungkapkan fakta yang sebenarnya. Faktor-faktor lain yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini antara lain pada alat ukur yang digunakan, yaitu pada bagian identitas subjek penelitian tidak tercantum data mengenai berat dan tinggi badan subjek. Data tentang berat dan tinggi badan ini sebenarnya sangat penting untuk digunakan dalam perhitungan body-mass index, untuk mengetahui apakah subjek memiliki berat badan ideal atau tidak. Subjek yang memiliki berat badan diatas ideal tidak diperbolehkan untuk dijadikan subjek penelitian karena subjek yang memiliki berat badan diatas ideal bukan individu yang memiliki kecenderungan anoreksia. Kelemahan lain dalam penelitian ini terletak pada aitem-aitem pada skala kecenderungan anoreksia yang sangat mirip dengan aitem citra diri fisik sehingga tidak terlalu jelas apakah hasil skala benar-benar menunjukkan kecenderungan anoreksia.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian pada bab empat, dapat disimpulkan : 1.
Ada korelasi negatif yang signifikan antara konsep diri dengan anorexia nervosa atau semakin positif konsep diri remaja putri, maka kecenderungan anorexia nervosa semakin rendah. Hipotesis (1) diterima.
22
2. Tidak ada korelasi yang signifikan antara low independence dengan anorexia nervosa atau tingkat ketergantungan remaja putri tidak mempengaruhi kecenderungan anorexia nervosa. Hipotesis (2) ditolak. 3.
Kesimpulan tambahan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara konsep diri dengan low independence atau semakin positif konsep diri remaja putri, maka semakin rendah ketergantungan remaja putri. Saran
1. Saran untuk remaja putri Remaja putri diharapkan untuk dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Karena dengan memiliki konsep diri yang positif, remaja putri akan lebih siap untuk menyikapi suatu kondisi tertentu dalam masyarakat, dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan pandangan positif.. 2. Saran untuk komunitas keluarga Para orang tua diharapkan dapat membantu anak-anaknya dalam mengembangkan
sikap
kemandirian
dan
ketidaktergantungan.
Dengan
memberikan anak kebebasan untuk berpendapat, bertindak, dan belajar bertanggung jawab akan membuat anak belajar menghadapi berbagai situasi di luar dirinya dan belajar mengatasi masalahnya tanpa tergantung pada orang lain. Selain itu, terbentuknya kemandirian dan ketidaktergantungan akan turut membantu mengembangkan konsep diri yang positif pada anak. 3. Saran untuk peneliti selanjutnya Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan pokok bahasan yang sama, dapat menambahkan atau mencari aspek-aspek lain yang mempengaruhi
23
anorexia nervosa seperti : sifat perfeksionis, kepercayaan diri, dan sebagainya. Selain itu, bisa juga dengan mengadakan penelitian terhadap subjek yang berbeda. Misalnya membandingkan antara remaja yang masih tinggal dengan orang tua dengan remaja yang tinggal di tempat kos. Kelemahan dalam penelitian ini yang bisa dihindari oleh peneliti selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan penelitian bisa dilakukan secara langsung oleh peneliti sehingga subjek dapat menanyakan seandainya ada hal-hal yang tidak jelas. Selain itu pemilihan waktu pelaksanaan penelitian harus diperhatikan juga, apakah subjek yang dituju memiliki waktu luang untuk menjadi subjek penelitian.
24
Daftar Pustaka Anthony, R. 1993. Rahasia Membengun Kepercayaan Diri. Jakarta Pusat : Binarupa Aksara. Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Smith, E. E., & Bem, D. J. _ . Pengantar Psikologi. Jilid Satu, Edisi Kesebelas. Batam : Interaksara. Chaplin, J. P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Garner, D. M. 1982. About The Eating Attitude Test (EAT-26). http://rivercentre.org/ordereat26.html Hadi, s. 2002. Metodologi Research. Jilid 3. Yogyakarta : Andi Offset. Hurlock, E. B. 1978. Child Development. USA : McGraw Hill Companies Inc Juriana. 2000. Kesesuaian Antara Konsep Diri Nyata dan Ideal dengan Kemampuan Manajemen Diri pada Mahasiswa Pelaku Organisasi. Psikologika, 9, 65 – 76. Kimmel, D. C., & Weiner, I. B. 1995 . Adolescence : A Developmental Tansition. New York : Wiley Publisher. Lukman, M. 2000. Kemandirian Anak Asuh di Panti Asuhan Yatim Islam Ditinjau Dari Konsep diri dan Kompetensi Interpersonal. Psikologika, 10, 57 - 74. Maria, H., Prihanto, F. X., & Sukamto, M. E. 2001. Hubungan Antara Ketidakpuasan Terhadap Sosok tubuh (Body Dissatisfaction) dan Kepribadian Narsisitik dengan Gangguan Makan (Kecenderungan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa). Anima, Indonesian Psychological Journal, Vol. 16, 3, 272 – 289. Moos,
R.H. & Moos, B. S. 1986 . Family Environmental http://ir.csusb.edu/~muriel/ucdd/fes/1_setup.SPS.
Scale.
Rakhmat, J. 2002. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Santrock, J. W. 2001. Adolescence, 8th edition. USA : McGraw-Hill, Inc. Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius. Tambunan, R. 2002. Anorexia Nervosa. http://www.e-psikologi.com.