PENGANTAR Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita masyarakat Indonesia meningkat dari tahun 2000 – 2013. Peningkatan pendapatan masyarakat per kapita dapat dilihat pada Gambar 1, yang menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan yang signifikan terjadi pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Pada tahun 2009 pendapatan nasional per kapita sebesar Rp 7.994.083, pada tahun 2010 pendapatan nasional per kapita sebesar Rp 8.488.596, pada tahun 2011 pendapatan nasional per kapita Rp 9.027.335, pada tahun 2012 pendapatan nasional per kapita Rp 9.665.117 dan pada tahun 2013 pendapatan nasional per kapita meningkat menjadi Rp 9.798.899. Peningkatan pendapatan nasional per kapita sebanding terhadap peningkatan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Konsumsi protein hewani asal ternak pun juga meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2. 12.0 00.000 10.0 00.000 8.0 00.000 6.0 00.000 4.0 00.000 2.0 00.000 000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 1. Pendapatan nasional per kapita (dalam Rupiah/tahun) Sumber : BPS (2015)
12 10 8 6 4 2 0 1996
1999
2002
2005
2008
2011
Gambar 2. Konsumsi protein asal ternak (Gram/kapita/hari) Sumber : SUSENAS (2013) Gambar 2 menunjukkan konsumsi protein asal ternak meningkat dari tahun 1999 hingga tahun 2011. Pada tahun 1999, konsumsi protein hewani asal ternak sebanyak 5,7 gram/kapita/hari, pada tahun 2002 konsumsi protein hewani asal ternak meningkat menjadi 8,4 gram/kapita/hari, pada tahun 2005 konsumsi meningkat menjadi 9,4 gram/kapita/hari dan pada tahun 2011 konsumsi protein hewani asal ternak meningkat menjadi 11 gram/kapita/hari. Meningkatnya konsumsi protein asal ternak salah satu faktornya dapat disebabkan karena saat ini produk olahan pangan memiliki berbagai jenis yang beraneka ragam. Produk olahan pangan yang tersedia saat ini tidak hanya berfungsi sebagai pemenuhan gizi, namun juga mempunyai nilai baru yang bermanfaat bagi kesehatan. Konsep pangan yang demikian yang disebut dengan pangan fungsional (Harmayani, 2014). Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara ilmiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Asosiasi Ahli Gizi Amerika (The American Dietetic Association) menyatakan
pangan fungsional sebagai serangkaian makanan, meliputi produk segar dan utuh maupun produk olahan, yang diperkaya dan ditingkatkan mutu produk tersebut sehingga menguntungkan bagi kesehatan dan mengurangi risiko penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Beberapa produk olahan peternakan juga termasuk dalam pangan fungsional. Produk-produk tersebut diantaranya yoghurt, kefir, susu pasteurisasi dan keju. Produk-produk tersebut telah mengalami proses pengolahan sehingga dapat memperpanjang masa simpan dan meningkatkan kandungan nutrien yang terkandung di dalamnya. Belitz dan Grosch (1987), menyatakan bahwa pada pembuatan yoghurt, gula susu (laktosa) dapat diurai oleh bakteri Streptococcus Thermophilus dan Lactobacilus Bulgaricus menjadi asam laktat yang bermanfaat untuk membantu pengaturan saluran pencernaan. Produk yoghurt juga dikategorikan sebagai pangan fungsional karena memiliki kandungan asam laktat dan bakteri hidup seperti Streptococcus Thermophilus dan Lactobacilus Bulgaricus yang bermanfaat bagi kesehatan. Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat dari fermentasi susu yang pada umumnya susu sapi. Istilah yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti susu asam. Yoghurt juga disebut bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Menurut Astawan (2008), yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur gerak peristaltik pada saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita lactose intolerance dan mengatur kadar kolesterol dalam darah.
Produk yoghurt saat ini memiliki potensi pasar yang baik, terlihat dari jumlah produksi yoghurt yang ada di Indonesia. Perkembangan produksi yoghurt di Indonesia serta laju pertumbuhannya dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan produksi yoghurt (dalam liter) di Indonesia tahun 2002-2005 Tahun Produksi Laju Pertumbuhan Nilai (Rp 000) Laju Pertumbuhan (liter) Produksi % nilai % 2002 1.039.279 8.985.642 2003 1.536.824 47,87 11.356.826 26,39 2004 1.682.612 9,48 13.475.394 18,65 2005 1.765.831 4.94 30.438.258 125,88 Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)
Tabel 1, memberikan gambaran perkembangan produksi yoghurt di Indonesia yang meningkat. Perkembangan produksi yoghurt dimulai pada tahun 2002 dengan jumlah produksi 1.039.279 liter, pada tahun 2003 dengan jumlah produksi 1.536.824 liter, tahun 2004 dengan jumlah produksi 1.682.612 liter dan tahun 2005 dengan jumlah produksi 1.765.831 liter. Persentase peningkatan jumlah produksi yoghurt dimulai pada tahun 2002 – 2003 yang meningkat sebesar 47,87%, tahun 2003 – 2004 jumlah produksi yoghurt meningkat sebesar 9,48% dan pada tahun 2004 – 2005 meningkat sebesar 4,94%. Laju peningkatan produksi yoghurt tersebut meningkat cukup tinggi pada tahun 2002 hingga 2003 mengindikasikan
bahwa
masyarakat
Indonesia
mulai
mengenal
dan
mengkonsumsi yoghurt. Pada tahun 2004 hingga 2005, laju pertumbuhan nilai produksi yoghurt juga meningkat yaitu sebesar 125,88%, hal ini disebabkan karena pertambahan nilai dan harga yoghurt yang meningkat. Perkembangan pasar yoghurt setelah tahun 2005 berkembang menuju ke pasar ekspor. Hal ini dapat dilihat dari besaran ekspor produk yoghurt yang selalu meningkat (Tabel 2). Pada tahun 2010 volume ekspor yoghurt sebesar 219.098
kg, pada tahun 2011 terjadi penurunan volume ekspor yoghurt sebesar 2,06% atau menjadi 214.573 kg sedangkan laju volume impor naik sebesar 64,01% menjadi 100.851 kg, pada tahun 2012 volume ekspor yoghurt meningkat sebesar 232,5% menjadi 713.561 kg, pada tahun 2013 volume ekspor yoghurt kembali meningkat sebesar 43,88% dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 1.026.651 kg dan pada tahun 2014 laju volume ekspor yoghurt meningkat sebanyak 106,95% menjadi 2.124.736 Kg. Perkembangan volume ekspor produk yoghurt yang cukup tinggi dari tahun 2012 hingga 2014 disebabkan perkembangan produksi dalam negeri yang cukup tinggi juga disebabkan oleh dukungan pemerintah terhadap industri dalam negeri untuk melakukan ekspor. Tingginya peningkatan volume ekspor produk yoghurt berbanding terbalik dengan volume impor produk yoghurt yang menurun, hal ini disebabkan karena saat ini masyarakat indonesia lebih memilih untuk mengkonsumsi produk yoghurt produksi dalam negeri yang lebih terjangkau. Tabel 2. Volume Ekspor dan Impor Yoghurt di Indonesia tahun 2010 No Tahun Volume Laju volume Volume impor Laju Volume Ekspor (Kg) ekspor (%) (Kg) impor (%) 1 2010 219.098 61.489 2 2011 214.573 - 2,06 100.851 64,01 3 2012 713.561 232,5 265.621 163,38 4 2013 1.026.651 43,88 86.232 -67,54 5 2014 2.124.736 106,95 10.090 -88,30 Sumber : Statistik PKH (2013) dan buletin bulanan kementan (2014)
Pada saat ini bermunculan produk yoghurt baru di pasaran dalam negeri yang dapat menjadi indikator bahwa pasar yoghurt di Indonesia meningkat. Merekmerek tersebut diantaranya Cimory, Heavenly Blush, Sour Sally, Activia dan Biokul sedangkan produk yoghurt luar negeri yang masuk ke pasar lokal diantaranya Lactina dan Yeo Valley selain itu terdapat juga produk yoghurt buatan industri rumah tangga diantaranya Chiwy, Good Yoghurt dan Yahuud Yoghurt.
Semakin banyak produsen yoghurt menyebabkan alternatif produk yang makin beragam bagi konsumen dalam memilih yoghurt, sehingga meningkatkan persaingan antar produsen yoghurt. Persaingan antar produsen yang makin meningkat ditunjukan dengan munculnya berbagai varian produk, gerai-gerai dan iklan di pasaran. Kotler dan Amstrong (2012), menyatakan bahwa perusahaan baru yang ingin turut serta memasarkan produk mereka harus memiliki beberapa hal diantaranya produk yang berkualitas dan dibutuhkan konsumen, saluran pemasaran yang tepat serta cara komunikasi pemasaran yang efektif dan inovatif. Komunikasi pemasaran yang efektif dan inovatif perlu dilakukan agar masyarakat sebagai konsumen potensial dapat mengetahui dan mengenal produk yoghurt yang dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Komunikasi pemasaran terdiri dari iklan, promosi penjualan, penjualan perseorangan dan hubungan masyarakat. Perusahaan
dapat
menggunakan
salah
satu
komponen
saja
atau
menggabungkan beberapa komponen dalam satu waktu. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk memasarkan produk adalah dengan membuat iklan. Iklan dinilai sebagai cara yang efektif dalam memasarkan produk karena iklan dapat tersebar kepada orang banyak dalam waktu yang hampir bersamaan. Kotler (2009), menyatakan untuk membuat iklan yang berhasil menarik perhatian konsumen diperlukan dua bagian informasi yaitu daya tarik rasional, yang menginformasikan konsumen dari nilai-nilai inti dari produk seperti kepraktisan, fungsi, dan kualitas; dan daya tarik emosional, yang bertujuan untuk merangsang pembelian berdasarkan respons emosional dengan konteks dan citra.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat iklan. Kotler dan Amstrong (2012), menyatakan bahwa terdapat dua aspek pokok pada strategi periklanan yaitu membuat pesan dalam iklan dan memilih media untuk beriklan. Saat membuat pesan dalam iklan hal yang perlu diperhatikan antara lain konsep yang kreatif dan gaya pendekatan pesan. Gaya pendekatan pesan tersebut dapat berupa hal kisah kehidupan, gaya hidup, simbol perorangan, fakta ilmiah atau testimoni dan endorsement. Saladin dan Oesman (2002), menyatakan bahwa saat merancang bentuk pesan dalam iklan, ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu : pesan yang harus dikatakan (message), cara mengatakan secara simbolik (format pesan), orang yang harus mengatakan pesan (endorser), dan cara mengatakan secara logis (message framing). Shimp (2000), menyatakan bahwa 25% iklan di Amerika mempergunakan endorser, upaya ini dilakukan perusahaan untuk memudahkan konsumen dalam mengingat sebuah merek, yaitu dengan menciptakan personalitas merek (brand personality), dengan kata lain memanfaatkan karakteristik manusia ke dalam sebuah produk. Angka 25% ini juga mendasari sebuah pemikiran bahwa penggunaan celebrity endorser memberikan dampak positif terhadap sikap masyarakat terhadap iklan dan brand image serta berdampak pula pada minat beli konsumen. Endorser adalah orang yang terlibat dalam komunikasi penyampaian pesan pemasaran sebuah produk, dapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Ohanian (1990) mengidentifikasi tiga dimensi yang membentuk kredibilitas pada seorang endorser yaitu : kemenarikan (attractiveness), tingkat kepercayaan (trustworthiness), dan keahlian (expertise). Senada dengan artikel sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Susanti dan Saino (2013), menyimpulkan bahwa penyampaian pesan dengan menggunakan celebirty
endorser memiliki pengaruh signifikan pada minat beli minuman kesehatan karena celebrity endorser dinilai lebih memiliki kompetensi dan daya tarik untuk menyampaikan informasi. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Soliha dan Zulfa (2009) menunjukkan
perbedaan
persepsi risiko
konsumen
pada
iklan
dengan
menggunakan celebrity endorser dan expert endorser. Konsumen merasakan persepsi risiko yang lebih rendah dengan expert endorser daripada celebrity endorser, karena expert endorser dinilai lebih memilki kompeten untuk menyampaikan iklan terkait suatu produk. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan expert endorser yang lebih efektif daripada celebrity endorser pada periklanan. Selain endorser, unsur yang juga berperan dalam suksesnya sebuah iklan yaitu adalah struktur pesan atau dalam bahasa lain disebut message framing. Grewal et al. (1994), menyatakan message framing adalah cara membingkai pesan, yang dapat dibedakan menjadi message framing positif dan message framing negatif. Message framing positif didefinisikan sebagai pesan yang menekankan pada manfaat, komunikasi merek atau potensi manfaat yang akan didapat konsumen dalam situasi tertentu dan message framing negatif adalah pesan yang menunjukkan situasi yang berpotensi merugikan konsumen. Smith (1996) menemukan bahwa penyampaian pendidikan kepada konsumen lebih dipengaruhi message framing negatif dan message framing positif mempunyai pengaruh lebih baik pada pertimbangan pengambilan keputusan pembelian. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pasar produk yoghurt terus berkembang dan peluang semakin terbuka. Hal itu membuat jumlah produsen yoghurt semakin banyak sehingga diperlukan kajian tentang strategi
periklanan yang tepat agar produk dari para produsen dapat dikenal dan diterima konsumen. Pembuatan iklan dengan menggunakan message framing dan endorser yang
sesuai
dapat
mempengaruhi konsumen
dalam
proses
terjadinya
pengambilan keputusan pembelian. Penelitian ini dilakukan untuk menguji perbedaan minat beli konsumen pada iklan yoghurt yang menggunakan message framing positif dan negatif serta berbagai tipe endorser.
Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis pengaruh message framing terhadap minat beli konsumen produk yoghurt 2) Menganalisis pengaruh kredibilitas endoser terhadap minat beli konsumen produk yoghurt 3) Menganalisis pengaruh kombinasi message framing dan endorser terhadap minat beli konsumen pada produk yoghurt Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai beirkut : Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya tentang topik penggunaan message framing dan endorser pada iklan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan keilmuan tentang pengaruh penggunaan message framing dan endorser terhadap minat beli. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi produsen pangan fungsional khususnya yoghurt untuk membuat
strategi promosi dengan menggunakan message framing dan endorser. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan rekomendasi kepada produsen tentang penggunaan message framing dan endorser pada pemasaran yang sesuai dengan produk yang dihasilkan. Bagi konsumen, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk dapat memilih produk berdasarkan iklan yang tepat. Selain itu konsumen juga diharapkan memperoleh tambahan informasi mengenai iklan.