BAB I PENGANTAR
1.1.
Latar Belakang
Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 mempunyai tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara dengan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman, gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara yang dilakukan dengan Operasi Militer Perang ( OMP ) atau Operasi Militer Selain Perang ( OMSP ). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi dasar hukum dan pedoman untuk melaksanakan tugas-tugas dalam rangka penanggulangan bencana alam. Salah satu tugas TNI dalam OMSP yaitu membantu
pemerintahan
daerah
dalam
penanggulangan
bencana
alam,
pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. Peran TNI dalam penanggulangan bencana merupakan wujud partisipasi aktif dan kontribusi nyata dalam proses pembangunan nasional pada khususnya, serta kehidupan berbangsa dan bernegara yang saat ini sedang dihadapkan pada berbagai ancaman dan tantangan yang berasal dari alam. Kodim sebagai Satuan Komando Kewilayahan ( Satkowil ) dalam melaksanakan tugas Operasi Militer Selain Perang ( OMSP ) terutama tugas perbantuan penanggulangan bencana perannya sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tugas ke depan. 1
2
Peran Kodim yang sudah berjalan selama ini sama sekali bukan bentuk ekspansi, untuk mencampuri atau mengambil alih peran tugas pokok institusi lain, akan tetapi semata-mata merupakan panggilan moral dan fungsional satuan kewilayahan
dalam rangka menunaikan
“ tugas kemitraan ” atau “ tugas
perbantuan ” kepada institusi atau lembaga lain. Sepanjang diperlukan dengan kemampuan dan batas kemampuan TNI sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ( http://www.tniad.mil.id/2012/07/17 ). Berdasarkan analisis kecenderungan lingkungan strategi yang terjadi, dihadapkan ancaman bencana ke depan dapat di identifikasi bahwa ancaman non militer ke depan salah satunya berupa bencana alam, di mana potensi bencana alam masih mungkin terjadi di beberapa wilayah pesisir pantai maupun tempat lain yang rawan bencana berupa gempa tektonik, gelombang tsunami, banjir, tanah longsor dan letusan gunung api ( Mabes TNI, 2011 : 81 ). Bencana alam tidak hanya menimbulkan kerugian berupa korban jiwa dan harta benda tetapi juga dapat menimbulkan dampak penderitaan cukup berat bagi masyarakat, kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan. Secara geografis, Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam yang berpotensi dapat menjadi ancaman bagi keselamatan umum, seperti gempa bumi, meletusnya gunung api, tsunami, bencana banjir, bencana tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan bencana lainnya, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu dan terkoordinasi ( Harsono, 2009 : 68 )
3
Letak geografis Kota Cirebon berada di wilayah pantai ( dataran rendah ) dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Fungsi kota menjadi magnet bagi masyarakat daerah sekitarnya, adanya ketimpangan sosial dapat meningkatkan eskalasi dan macam bencana yang bukan hanya bersumber dari alam tetapi juga bisa dari perilaku manusia seperti adanya kegiatan eksploitasi sumber daya alam yaitu pengggalian tanah di daerah perbukitan yang dapat menimbulkan potensi terjadinya bencana alam. Badan Koordinasi Pembangunan dan Pemerintah Wilayah III Cirebon Provinsi Jabar mengkaji bahwa wilayah III yang terdiri dari Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan ( Ciayumajakuning ) masuk dalam kategori kawasan rawan bencana seperti banjir, angin puting beliung dan bencana khusus lainnya serta masalah sosial. Analisis resiko bencana di wilayah perkotaan menunjukkan bahwa hampir 80 persen kota-kota di Indonesia mempunyai resiko bencana yang multiple disaster artinya kota itu tidak hanya menghadapi ancaman satu jenis bencana namun lebih dari dua bahkan ada yang lima jenis bencana ( Sudibyakto, 2011 : 28 ). Potensi bencana yang terjadi di Kota Cirebon yaitu banjir, ada 18 ( delapan belas ) titik rawan yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan di Kota Cirebon bila banjir datang akan menggenangi wilayah tersebut. Penanganan yang sistematis dari semua instansi dan lembaga terkait termasuk
peran Satuan
Komando Kewilayahan ( Satkowil ) seperti Kodim sangat diperlukan dalam rangka menciptakan daerah bebas banjir serta ancaman bencana alam lainnya ( BPBD Kota Cirebon, 2014 ).
4
Kota Cirebon merupakan kota pantai dan mempunyai kondisi geografi kemiringan lereng yang sangat landai, kondisi tersebut menyebabkan air mengalir cenderung lambat. Fenomena pemanasan global dan terjadinya kerusakan di wilayah hulu di sekitar Gunung Ciremai dapat menyebabkan banjir dan genangan hujan di wilayah Kota Cirebon, selain itu juga di tambah dengan pesatnya pembangunan fisik dan pusat perbelanjaan yang minim pembuatan resapan banjir serta keberadaan ruang terbuka hijau yang jarang karena alih fungsi lahan ( http://www.cirebonkota.go.id/LAKIP-Kota-Cirebon-Tahun-2014 ). Pemerintah Kota Cirebon dalam menghadapi kesiapan musim hujan melakukan upaya antisipasi banjir pada sejumlah ruas jalan di Kota Cirebon yang menjadi langganan banjir pada setiap tahunnya. Selama ini antisipasi banjir masih belum optimal dan tidak menyeluruh, sehingga warga kawatir ketika musim hujan datang kawasan tempat tinggalnya menjadi banjir. Salah satu langganan banjir setiap musim hujan tiba, berada di wilayah Kalijaga, tidak hanya sekedar menggenangi jalan, namun banjir masuk dalam rumah ( www.radarcirebon.com ).
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat di ambil suatu permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1.2.1. Bagaimana optimalisasi peran Kodim 0614 Kota Cirebon dalam penanggulangan bencana banjir ? 1.2.2. Bagaimana implikasi optimalisasi peran Kodim 0614 Kota Cirebon dalam penanggulangan bencana banjir terhadap ketahanan wilayah ?
5
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini menjawab dari perumusan masalah yang telah diajukan yaitu : 1.3.1. Untuk mengetahui optimalisasi peran Kodim 0614 dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Cirebon. 1.3.2. Untuk mengetahui implikasi dari hasil optimalisasi peran Kodim 0614 dalam penanggulangan bencana banjir terhadap ketahanan wilayah di Kota Cirebon.
1.4.
Manfaat Penelitian
Dengan memperhatikan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian maka manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah : 1.4.1. Bagi Bangsa Indonesia dan masyarakat umum, sebagai pedoman dalam pelaksanaan penanggulangan bencana banjir dan membantu mempermudah koordinasi di lapangan. 1.4.2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan masukan dan pembanding dalam kajian-kajian penanggulangan bencana banjir. 1.4.3. Bagi TNI, sebagai pedoman dalam pelaksanaan penanggulangan bencana banjir di wilayah dan memberikan masukan bagi Kodam III Siliwangi pada umumnya dan khususnya Kodim 0614 Kota Cirebon.
6
1.4.4. Bagi
pemerintah
daerah,
sebagai
pedoman
dalam
pelaksanaan
penanggulangan bencana daerah dan memberikan masukan bagi pemerintah daerah Kota Cirebon untuk membentuk BPBD di Kota Cirebon. 1.4.5. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan pengetahuan tentang optimalisasi peran Kodim dalam penanggulangan bencana banjir di wilayah.
1.5
Keaslian Penelitian
Penelitian yang mengambil tema tentang peran Komando Kewilayahan baik tingkat Koramil maupun Kodim dalam penanggulangan bencana banyak dijadikan bahan penelitian, adapun penelitian yang melibatkan tentang peran Koramil maupun Kodim dalam penanggulangan bencana yang sudah pernah di angkat oleh peneliti sebelumnya yaitu Penelitian yang dilakukan oleh Tjatur Supriono ( 2011 ) berjudul “ Peran Koramil Dalam Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah “ ( Studi Di Koramil 01/Cangkringan ). Penelitian yang dilakukan oleh Hariawan ( 2014 ) berjudul “ Optimalisasi Peran Kodim 0723/Klaten Dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Wilayah “ ( Studi Di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah ). Adapun yang peneliti lakukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada optimalisasi peran dari Satuan Komando Kewilayahan ( Satkowil ) setingkat Kodim yaitu Kodim 0614 Kota Cirebon dalam penanggulangan bencana banjir di wilayah Kota Cirebon.
7
Perbedaan yang peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya terletak pada jenis bencana dan lokasi terjadinya bencana, jenis bencananya yaitu banjir yang berlokasi di wilayah Kota Cirebon. Penelitian ini juga mencari tahu bagaimana peran dari Kodim dalam memberikan bantuan kepada pemerintah daerah untuk penanggulangan bencana banjir yang meliputi kegiatan sebelum bencana, kegiatan saat bencana dan kegiatan pasca bencana. Dalam penelitian ini juga mencari tahu optimalisasi dari peran Kodim 0614 Kota Cirebon dalam penanggulangan bencana banjir dan kendala-kendala yang ditemukan di lapangan serta strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan peran Kodim 0614. Setelah itu peneliti menganalisis implikasi dari hasil optimalisasi peran Kodim 0614 dalam penanggulangan bencana banjir terhadap ketahanan wilayah di Kota Cirebon.