Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
1
Pendahuluan
Tambang merupakan potensi besar yang dimiliki Indonesia. Kegiatan penambangan dapat dilakukan di atas permukaan bumi (tambang terbuka) maupun di bawah tanah (tambang dalam). Proses penambangan yang dilakukan baik manual maupun mekanis untuk mendapatkan bahan galian bernilai ekonomis tinggi. Kegiatan penambangan ini antara lain meliputi kegiatan penggalian, pengerukan, dan penyedotan. Penambangan mampu memberikan keuntungan secara ekonomi baik kepada Negara maupun masyarakat. Keuntungan yang besar dan cepat memacu perkembangan pertambangan pada areal yang luas baik secara legal maupun ilegal. Kegiatan penambangan ilegal ini disebut juga tambang inkonvensional (TI) dan banyak dilakukan oleh masyarakat umum. Sebagai contoh penambangan timah rakyat yang termasuk dalam penambangan inkonvensional (TI) pada kolam bekas tambang industri di Kacang Pedang, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung, mampu mendapatkan 600 kilogram pasir timah per hari. Jika harga timah Rp 60.000 per kg, satu tim penambang bisa mendapat Rp 36 juta per hari (Bangka Pos, 10 November 2008). Bahkan pada awal tahun 2011, harga timah mampu mencapai 125 ribu rupiah setiap kilogramnya. Kondisi tersebut memberi daya tarik yang besar bagi masyarakat di Bangka Belitung maupun daerah lain untuk ikut serta melakukan penambangan timah di pulau Bangka 1
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
dan Belitung. Proses penambangan timah inkonvensional terdapat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Penambangan timah inkonvensional di Pangkalpinang (Bangkapos.com) Berdasarkan bahan-bahan galiannya, penambangan di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: Golongan A untuk bahan galian strategis, Golongan B untuk bahan galian vital, dan Golongan C untuk bahan galian yang tidak termasuk dalam Golongan A dan B. Yang termasuk bahan galian Golongan A antara lain adalah minyak bumi, gas bumi, batubara, nikel, dan aspal. Yang termasuk bahan galian Golongan B antara lain adalah pasir besi, bauksit, tembaga, emas, dan perak. Sedangkan yang termasuk bahan galian Golongan C antara lain adalah asbes, grafit, batu permata, pasir kwarsa, marmer, tanah liat, dan batu kapur (Puspita, 2005). Kegiatan penambangan memberikan efek berupa lubang, yang jika tidak ditutup kembali atau direklamasi akan diisi oleh air (dari hujan, luapan sungai, atau laut) sehingga akhirnya menyerupai 2
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
danau atau kolam besar. Kolam atau danau bekas penambangan yang dikenal dengan sebutan kolong adalah perairan atau badan air yang terbentuk dari lahan bekas penambangan bahan galian. Lahan bekas pertambangan di daratan berbentuk lubang/cekungan-cekungan di permukaan tanah yang kemudian diisi limpasan air permukaan (air hujan, sungai, laut) sehingga menyerupai kolam atau danau besar. Sedangkan lahan bekas pertambangan di dasar laut akan meninggalkan lubang berupa palung yang dalam di dasar laut.
Gambar 1.2. Isu pertambangan di 20 Propinsi Indonesia (rasigold.blogspot.com) Kolong yang terbentuk dari lubang bekas galian tambang memiliki ukuran dan kedalaman yang berbeda tergantung jenis galiannya. Lubang bekas galian timah di Pulau Bangka dan Belitung umumnya berukuran 0,25 - 4,0 Ha dengan kedalaman 2 - 6 m. Galian tambang nikel di Bahomatefe, Sulawesi Tenggara menghasilkan lubang berukuran 50 x 50 m dengan kedalaman 3
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
sekitar 20 m. Penambangan emas ilegal yang dilakukan di wilayah Salamantan, Kalimantan Barat meninggalkan lubang berukuran kecil yang cukup dalam. Air di dalam kolong secara umum pada awal setelah penambangan belum dapat digunakan sebagai sumber kebutuhan air karena masih mengandung bahan pencemar yang tinggi. Seiring usia kolong yang semakin tua, kondisi biolimnologisnya semakin menyerupai habitat alami seperti danau sehingga airnya dapat digunakan, baik oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari maupun sebagai media hidup organisme akuatik. Dalam buku “Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah” ini menguraikan berbagai hal mengenai lahan pasca penambangan timah dan upaya pemanfaatannya sebagai lahan budidaya komoditi perikanan. Uraian dalam buku ini diharapkan dapat menjadi buku ajar mata kuliah pengantar budidaya perairan bagi mahasiswa dan masyarakat di Kepualauan Bangka Belitung khususnya dan Indonesia pada umumnya dalam upaya kelestarian lingkungan melalui pemanfaatan lahan pasca tambang timah sebagai lahan budidaya ikan.
4
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
2
Penambangan Timah
Penambangan mineral memberikan efek pada dua sisi yang bertentangan. Di satu sisi, pertambangan memberikan manfaat ekonomi bagi Negara dan masyarakat, namun di sisi lain seringkali memberikan kerusakan lingkungan. PENAMBANGAN TIMAH DI INDONESIA Hasil tambang tidak dipungkiri menjadi primadona sumber pendapatan di negeri ini. Emas, batu bara, minyak bumi, timah hingga batu granit menghasilkan pundi-pundi penghasilan bagi pelaku panambangan, pemerintah daerah dan negara. Kebutuhan dunia akan bahan tambang untuk memenuhi kebutuhan hidup serta berkilaunya harga bahan tambang menjadi daya tarik yang sangat besar masyarakat Indonesia melakukan penambangan bahan mineral. Namun pertambangan bagai dua sisi mata uang yang bertentangan, dimana disatu sisi memberikan pendapatan dari hasil penjualan bahan tambang, di sisi lain pertambangan memberikan efek negatif pada lingkungan hidup. Kesejahteraan pada saat penambangan dapat diperoleh, akan tetapi pada generasi berikutnya kerusakan lingkungan memberikan dampak ekologi, sosial dan perekonomian. Ketergantungan terhadap hasil tambang juga memberikan potensi masalah sosial dan ekonomi. Hal ini telah terjadi di Singkep dimana pada tahun 1992, PT.Timah sebagai pengelola penambangan 5
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
timah di pulau Singkep menghentikan operasinya akibat cadangan timah yang dinilai tidak ekonomis lagi. Masyarakat pulau Singkep yang terlanjur tergantung pada penambangan timah kehilangan pekerjaan. Masalah sosial muncul dengan minimnya peluang pekerjaan dan perekonomiaan merosot. Terdapat beberapa wilayah potensial penambangan timah di Indonesia yaitu Pulau Bangka, pulau Belitung, pulau Singkep dan Bekinang. Wilayah utama pertambangan timah di Indonesia adalah pulau Bangka dan Belitung di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua pulau tersebut memiliki potensi timah yang besar. Penambangan timah yang telah dilakukan 301 tahun yang lalu hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda berakhirnya penambangan timah di kedua pulau tersebut meskipun pada beberapa titik penambangan tidak lagi menunjukkan aktifitas penambangan timah. Mengutip pernyataan Sir Thomas Stamford Raffles bahwa "Inilah tempat timah terkaya yang tidak ada bandingannya di dunia, Seluruh pulaunya akan menjadi tambang timah terbesar”. Pernyataan tersebut tidak berlebihan, sebab berdasarkan data geologi, hampir di semua wilayah baik di darat maupun di laut memiliki cadangan timah yang dikenal sebagai world’s tin belt (sabuk timah dunia). Dari total luas wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 81.725 km2 dan luas daratan sebesar 16.424 km2, sebanyak lebih dari 400.000 hektar daratan merupakan luas kuasa penambangan timah. Belum termasuk juga 143.135 hektar luas kuasa penambangan di laut (Anonymous, 2010). Sedangkan di pulau Singkep diperkirakan sekitar 45.000 ha lahan telah dimanfaatkan sebagai basis kegiatan penambangan timah selama hampir seratus delapan puluh tahun.
6
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Sejarah penambangan timah di Indonesia diawali dari pulau Bangka dimana diperkirakan mulai dilakukan penambangan pada pertengahan abad ke 17. Menurut buku De Inside Archipel menegaskan bahwa tahun 1711 adalah tahun ditemukannya timah di Bangka oleh VOC meskipun selama 115 tahun sebelumnya, VOC membeli timah dari yang digali di pulau Bangka dari kesultanan Palembang. Sementara pulau Belitung diakui menghasilkan besi dan timah sejak tahun 1820. Penambangan awal dilakukan oleh masyarakat Belitung untuk dijual ke daerah yang telah lebih dahulu berkembang perdagangan timahnya yaitu Singkep, Lingga dan Bangka. Penambangan timah di pulau Bangka dari tahun 1711 masih dilakukan hingga sekarang, yang artinya timah di pulau Bangka telah di eksplorasi selama 301 tahun. Sedangkan penambangan di Belitung telah berlangsung selama 192 tahun (Sujitno, 2007). Selain pulau Bangka dan Belitung, pulau Singkep di Kepulauan Riau diteliti kandungan tambang timah pada tahun 1863 dan dinyatakan bahwa penambangan timah di pulau Singkep oleh masyarakat pribumi lebih lama dibandingkan di Bangka yaitu diperkirakan sebelum tahun 1709. Namun eksplorasi di pulau Singkep secara teratur oleh Hindia Belanda berlangsung sejak tahun 1887. Selain Singkep, juga diketahui adanya cadangan timah di Bengkinang, Riau dalam penelitian yang dilakukan tahun 1900. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1953 pertambangan timah yang dikelola Hindia Belanda diambil alih oleh Indonesia dengan nama perusahaan Tambang Timah Bangka (TTB) kemudian berubah menjadi PT. Timah pada tahun 1961 yang mengelola penambangan timah tidak hanya di Bangka saja namun juga di Belitung dan Singkep. Penambangan yang awalnya dilakukan di 7
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
daratan, mulai berkembang ke laut menggunakan kapal keruk dan kapal hisap.
Gambar 2.1. Penambangan timah dan mineral lain di Indonesia (PT.Timah, 2010) DAMPAK NEGATIF PENAMBANGAN TIMAH Penambangan timah di Indonesia memberi dampak positif cukup besar dalam memberikan pendapatan bagi Negara dan masyarakat. Namun komoditas ini disamping berdampak positif bagi perekonomian, juga menimbulkan banyak masalah. Dampak negatif terjadi akibat kegiatan penambangan timah menurut Elfida (2007) antara lain mengubah bentuk bentang alam, merusak dan menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing maupun overburden, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas penambangan membentuk kubangan raksasa (kolong), dan hamparan tanah yang bersifat masam. Di samping itu kegiatan pertambangan dapat memberikan perubahan budaya dan adat istiadat setempat. 8
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 2.2. perubahan bentang alam akibat panambangan timah (Elfida, 2007)
Gambar 2.3 Kolong bekas penambangan timah di pulau Belitung.
9
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Aktifitas tambang inkonvesional (TI) juga dilakukan pada areal pertambangan yang telah direklamasi dengan mencuci ulang pasir tailing untuk memanen timah yang tertinggal. Pada perkembangannya kemudian TI juga merambah hingga ke kawasan hutan lindung, daerah pemukiman, badan sungai dan saat ini eksploitasinya telah merambah ke wilayah laut. Salah satu masalah yang timbul dari penambangan timah ini adalah bermunculan danau-danau buatan dengan berbagai ukuran yang disebut dengan kolong. Kolam atau danau bekas penambangan (dikenal dengan sebutan kolong) adalah perairan atau badan air yang terbentuk dari lahan bekas penambangan bahan galian. Lahan bekas pertambangan di daratan berbentuk lubang atau cekungan-cekungan dipermukaan tanah yang kemudian diisi limpasan air permukaan (air hujan,sungai, laut) sehingga menyerupai kolam atau danau besar.
Gambar 2.4. Kolong bekas penambangan timah di Pulau Bangka (www.inidhita.com)
10
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Saat ini di pulau Bangka dan Belitung terdapat sekitar 887 kolong dengan berbagai umur yang telah ditingalkan dan tidak ditambang lagi. Jumlah kolong belum termasuk yang masih dilakukan penambangan. Hal ini menyebabkan pulau Bangka dan pulau Belitung tampak dari udara menjadi daratan dengan lubanglubang berwarna-warni mulai dari biru, hijau, kuning hingga coklat. Segala label negatif tentang timah terhadap provinsi ini, seperti Babel (Babak Belur), Ghost City, pulau seribu kolong, dan lain-lain saya rasa sudah cukup untuk menyadarkan kita semua untuk berbuat sesuatu agar timah memang menjadi anugerah dan bukan petaka (Hariyadi, 2012). Kondisi semakin parah sejak era reformasi dimana penambangan yang sebelumnya hanya dilakukan oleh PT. Timah, PT. Kobatin dan perusahaan lain yang memiliki kuasa penambangan, dapat dilakukan oleh masyarakat. Penambangan oleh masyarakat umumnya disebut sebagai TI. Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional. Ini merupakan sebutan untuk penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana. Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa penambangan (KP) Perusahaan Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke tempat lain yang ditentukan oleh Perusahaan Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di era reformasi, dari tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar KP Perusahaan Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan. Kondisi tersebut menjadikan TI secara legal formal sebenarnya adalah kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena memang umumnya tidak memiliki izin penambangan. Penambangan timah oleh masyarakat tentunya tidak lagi memperhatikan efek dari penambangan. Masyarakat hanya 11
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
mengutamakan keuntungan dan penghasilan dari memperoleh timah. Setelah timah tidak lagi diperoleh pada suatu tempat, maka penambang akan mencari lokasi lain dan berpindah pada tempat yang lebih menghasilkan. Sementara kolong penambangan sebelumnya ditinggalkan begitu saja menjadi kubangan air yang tidak berguna. Kondisi ini semakin memperbanyak jumlah kolong timah dari hari ke hari (Armanda, 2010). Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi.
Gambar 2.5. Lubang sisa penambangan timah (Sabri, 2010) Pemandangan umum yang dijumpai pada lahan bekas tambang timah berupa kolong (lahan bekas penambangan yang berbentuk semacam danau kecil dengan kedalaman mencapai 40 m), timbunan liat hasil galian (overburden), dan hamparan tailing yang berupa rawa atau lahan kering. Latifah (2000) mengindikasikan bahwa sejalan dengan waktu, timbunan tailing akan membentuk hamparan tailing yang semakin luas. Bagian terbesar dari lahan bekas tambang timah 12
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
adalah berupa hamparan tailing yang mencapai 50-70% dari luas areal bekas tambang. Tailing merupakan bahan dengan komponen utama berupa fraksi pasir bercampur kerikil, dan sejalan dengan waktu timbunan tailing ini akan membentuk hamparan tailing (Latifah, 2000). Timbunan tailing memiliki unsur hara yang minim. Unsur-unsur makro dalam tanah ditemui dalam jumlah rendah. Demikian juga pada pH yang berkisar antara pH 3 – 5. Kondisi ini menjadikan area bekas penambangan timah menjadi lahan yang tidak subur. Diperlukan perlakuan-perlakuan untuk mengembalikan fungsi lahan. Sedangkan kolong yang terbentuk dari penambangan timah umumnya memiliki kondisi air yang bersifat asam tergantung dari tipe mineral dominan di area tambang dan mengandung logamlogam terlarut berbahaya yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Sumber air kolong bisa berasal dari mata air, air sungai maupun air hujan. Kolong bekas tambang merupakan habitat yang unik karena umumnya sempit dan dalam serta tanpa zona littoral yang dikelilingi oleh dinding batuan yang terjal/curam, dan tidak terdapat aliran air masuk dan/atau air keluar. Kolong yang airnya bersifat asam adalah akibat terjadinya proses oksidasi batuan/mineral sulfida dari jenis pirit (FeS2), galena (PbS), mineral besi lainnya dari mine tailing, batuan buangan tambang (overburden) atau batuan dinding kolong. Untuk area tambang yang didominasi oleh batuan mineral sulfida dan besi akan menghasilkan kolong yang airnya asam dan mengandung sulfat dan logam Fe yang tinggi. Oksidasi mineral sulfida juga dapat melepaskan logam lainnya antara lain As, Cd, Cu, Pb, Al dan Zn (Henny C, 2009). Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai 13
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
dengan kemampuannya. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operais produksi wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP dan pelaksanaannya sesuai dengan peruntukan lahan. Pemegang IUP OP juga wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang. Luas lahan bekas tambang timah PT.Timah, Tbk. dan PT. Koba Tin yang telah direklamasi adalah 6.683,27 ha dan yang belum direklamasi 2700,37 ha (Data tahun 2006). Sementara itu, luas lahan bekas penambangan timah inkonvensional yang belum direklamasi 1.008 ha. Permasalahan baru muncul ketika lahan reklamasi pada lahan bekas tambang timah di Provinsi Bangka Belitung dirusak oleh penambang ilegal dengan melakukan penambangan timah kembali pada lahan yang telah direklamasi. Sejak dicabutnya status timah sebagai barang strategis, kegiatan penambangan timah oleh masyarakat dilakukan hampir di setiap lokasi yang diduga mengandung deposit timah termasuk juga di lahan-lahan yang sudah direklamasi. Selama ini reklamasi lebih diartikan sebagai revegetasi lahan. Namun pemanfaatan kolong untuk kebutuhan yang lebih bermanfaat dapat dilakukan demi peningkatan daya guna kolong pasca penambangan timah. Salah satu upaya pemanfaatan kolong adalah dengan pemanfaatan air yang berada dalam kolong sebagai media budidaya komoditi perikanan. Untuk itu diperlukan pemahaman untuk mendayagunakan kolong sebagai lahan budidaya komoditi perikanan. Pemahaman tidak hanya diperlukan dalam pemanfaatan kolong, namun juga dalam budidaya komoditi perikanan pada lahan-lahan non kolong di wilayah pertambangan timah yang memiliki kondisi tanah dan air spesifik dan belum optimum. Bersama buku ini dapat diambil pelajaran untuk 14
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
melakukan budidaya komoditi perikanan di kolong pasca penambangan timah dan lahan di wilayahnya sebagai upaya reklamasi serta menekan ketergantungan masyarakat terhadap penambangan timah.
Gambar 2.6. Proses penambangan timah inkonvensional (tekmira.esdm.go.id)
15
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
RINGKASAN Ketergantungan terhadap hasil tambang juga memberikan potensi masalah sosial dan ekonomi. Hal ini telah terjadi di Singkep dimana pada tahun 1992, PT.Timah sebagai pengelola penambangan timah di pulau Singkep menghentikan operasinya akibat cadangan timah yang dinilai tidak ekonomis lagi. Masyarakat pulau Singkep yang terlanjur tergantung pada penambangan timah kehilangan pekerjaan. Masalah sosial muncul dengan minimnya peluang pekerjaan dan perekonomiaan merosot. Wilayah utama pertambangan timah di Indonesia adalah pulau Bangka dan Belitung di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung disamping pulau Singkep dan Bengkinang pada masa lampau. Sebanyak lebih dari 400.000 hektar daratan pulau Bangka dan Belitung merupakan luas kuasa penambangan timah. Dampak negatif terjadi akibat kegiatan penambangan timah antara lain mengubah bentuk bentang alam, merusak dan menghilangkan vegetasi, menghasilkan limbah tailing maupun overburden, serta menguras air tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas penambangan membentuk kubangan raksasa (kolong), dan hamparan tanah yang bersifat masam. Kolam atau danau bekas penambangan (dikenal dengan sebutan kolong) adalah perairan atau badan air yang terbentuk dari lahan bekas penambangan bahan galian. Lahan bekas pertambangan di daratan berbentuk lubang atau cekungan-cekungan di permukaan tanah yang kemudian diisi limpasan air permukaan (air hujan,sungai, laut) sehingga menyerupai kolam atau danau besar. .
16
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
3
Air untuk Budidaya Ikan
Media budidaya ikan merupakan tempat hidup dan berkembang bagi komoditi perikanan yang dibudidayakan yaitu air. Selain peranan kesesuaian wadah budidaya, air memberikan pengaruh penting dalam budidaya ikan. Tingkat keberhasilan budidaya ikan sangat dipengaruhi kualitas air sebagai media hidup dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor lainnya seperti pakan, genetika dan faktor lainnya. Kondisi kualitas air yang tidak sesuai bagi ikan dapat menurunkan tingkat pertumbuhan sehingga menurunkan produktifitasnya. Kolong sebagai lahan perairan umum bekas penambangan timah memiliki kondisi spesifik dan berbeda dengan perairan pada umumnya. Minimnya vegetasi di sekitar kolong dan perlakuan selama penambangan berpengaruh pada kualitas air kolong. Untuk itu dalam bab ini akan dibahas tentang kualitas air optimum untuk budidaya ikan dan dibandingkan dengan kualitas air pada kolong serta perlakuan-perlakuan yang dapat diberikan untuk memperbaiki kualitas air kolong bekas penambangan timah. SUMBER AIR Air sebagai media hidup komoditi perikanan di wadah budidaya dapat dibedakan menjadi 2 sumber utama yaitu dari air permukaan dan air tanah. Menurut Gusrina (2008), Air permukaan yaitu air hujan yang mengalami limpasan atau berakumulasi 17
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
sementara ditempat-tempat rendah misalnya : air sungai, waduk, danau dan rawa. Selain itu air permukaan dapat juga didefenisikan sebagai air yang berada disungai, danau, waduk, rawa dan badan air lainnya yang tidak mengalami infiltrasi ke dalam. Sedangkan air tanah yaitu air hujan yang mengendap atau air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah yang saat ini digunakan untuk kegiatan budidaya dapat diperoleh melalui cara pengeboran air tanah dengan kedalaman tertentu sampai diperoleh titik sumber air yang akan keluar dan dapat dipergunakan untuk kegiatan budidaya. Air tanah memiliki kelebihan airnya bersih, namun memiliki kekurangan yaitu air tanah mempunyai kandungan oksigen yang rendah, kadar karbondioksida yang tinggi dan kandungan besi yang relatif tinggi. Air Tanah Air tanah merupakan salah satu komponen dalam peredaran air di bumi yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Siklus ini berawal dari sistem energi matahari yang merupakan energi yang berperan cukup penting bagi siklus hidrologi memancarkan energinya sehingga air yang berasal dari danau, rawa, sungai maupun dari laut secara tetap mengalami evaporasi menjadi uap air yang naik ke atmosfer. Angin akan mengangkut uap air pada jarak yang sangat jauh dan akan berkumpul membentuk awan, setelah mengalami jenuh akan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran air yang jatuh ke permukaan bumi juga disebut dengan hujan. Turunnya hujan ke bumi ini mengakhiri siklus hidrologi dan akan dimulai dengan siklus yang baru. Air tanah dapat kita dibagi menjadi dua, yakni air tanah preatis dan air tanah artesis. Air tanah preatis adalah air tanah yang letaknya tidak jauh dari permukaan tanah serta berada di atas lapisan 18
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
kedap air / impermeable. Air tanah artesis letaknya sangat jauh di dalam tanah serta berada di antara dua lapisan kedap air. Air Permukaan Air permukaan merupakan bagian air terbesar di dunia. Air permukaan didapati pada sungai, danau, rawa dan laut. Air permukaan dibedakan menjadi zona lentik dan zona lotik. Yang membedakan keduanya adalah arus, hubungan tanah dan air serta tekanan oksigen. Zona lentik adalah wilayah air tergenang yaitu danau, rawa, waduk, kolong dan lainnya. Zona lotik merupakan perairan yang mengalir seperti mata air dan sungai. Perbedaan yang terjadi pada zona lentik dan lotik menyebabkan munculnya habitat yang berbeda seperti pada Gambar 3.1. Kolong merupakan zona lentik yang spesifik dimana kolong merupakan danau dengan bermacam ukuran dengan segala akibat dari proses penambangan.
Gambar 3.1. Perbedaan habitat lentik dan lotik (Indaryanto, tanpa tahun) 19
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Air permukaan memiliki beberapa parameter yang lebih baik dibandingkan dengan air tanah sebagai media budidaya perairan. Ketersediaan algae, bahan organik dan oksigen terlarut memberi pembeda antara air permukaan dan air tanah. Perbandingan parameter air tanah dan air permukaan terdapat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perbandingan air tanah dan air permukaan Parameter Air Tanah Air Permukaan dipengaruhi kedalaman Suhu sumur, namun konstan pada tergantung musim satu tempat umumnya medium hingga tinggi karena Kecerahan rendah ( jernih) partikel nonorganik dan atau alga Gas terlarut Nitrogen tinggi rendah rendah, umumnya < 1mg/L tinggi >5 mg/L Oksigen terlarut tinggi (0-50 mg/L) <5 mg/L Karbondioksida umumnya tidak ada pada kolam Hidrogen sulfide terstratifikasi antara 6.5 – 8.5 karena besarnya perubahan rendah, umumnya <7,0 pencahayaan matahari karena CO2 tinggi dan dimana pH rendah pH sedikit perubahan sebelum matahari pencahayaan matahari terbit, tertinggi saat tengah hari dan penurunan akibat alga Sumber : Puspita dkk (2005)
20
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
KUALITAS AIR Dalam upaya pembudidayaan ikan secara optimal, maka kualitas air pada sistem budidaya ikan diupayakan dapat sesuai dengan nilai optimal parameter kualitas air yang dibutuhkan olah komoditi yang dibudidayakan. Kesehatan ikan yang dibudidayakan dapat dipengaruhi oleh kualitas air lingkungan budidaya ikan. Kesuksesan pemanfaatan kolong sebagai perairan budidaya ikan tergantung manajemen lingkungan budidaya yang sehat dan produktifitas pakan alami di kolong. Parameter kualitas air budidaya ikan yang perlu dipantau antara lain suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman air, oksigen terlarut, pH, alkalinitas, bahan organik, dan plankton. Parameter kualitas air dapat dikelompokkan manjadi parameter fisik, kimia dan biologi. Parameter kualitas air secara umum untuk budidaya perairan terdapat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Standart kualitas air untuk budidaya perairan. Parameter Konsentrasi Parameter Konsentrasi Alkalinitas 10 – 400 Hardness total 10 - 400 Aluminium < 0.01 Magnesium < 15 NH3 < 0.02 Merkuri < 0.02 Ammonia (TAN) <1.0 Nitrit NO2 0.1 Arsenic <0.05 Nitrat NO3 0 – 3.0 Cadmium 0.005 pH 6.5 – 8 Total Dissolved Calcium 4 - 160 <400 Solid (TDS) Total Suspensed Karbondioksida 0-10 <80 Solid (TSS) Klorin <0.003 Zinc < 0.005 Oksigen terlarut >5 Sumber : Gusrina (2008). 21
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
FAKTOR FISIK Kedalaman Air Kedalaman air pada wadah budidaya khususnya sistem semi tertutup memiliki pengaruh dalam meminimalkan fluktuasi dan stratifikasi. Kedalaman air ideal untuk budidaya ikan adalah berkisar anatara 1 – 2 meter, dimana pada kedalaman ini cahaya matahari mampu masuk hingga mendekati dasar dan baik untuk produktivitas perairan. Jika kedalaman terlalu rendah, maka terjadi fluktuasi suhu yang besar antara siang hari dan malam hari. Suhu yang terlalu tinggi pada siang hari membahayakan bagi ikan. Sementara kolam yang terlalu dalam menimbulkan stratifikasi suhu, cahaya dan produktifitas perairan. Kedalaman air juga memperhitungkan jenis komoditas yang dibudidayakan. Ikan gurami yang cenderung membutuhkan badan air yang tinggi dan luas, maka kedalaman air budidayanya juga lebih dalam. Sementara ikan lele yang mampu hidup dengan perairan yang dangkal maka kedalaman air 50 – 60 cm telah mencukupi untuk proses budidaya ikan. Pengukuran kedalaman air dapat dilakukan menggunakan tongkat berskala, sehingga ketika ujung tongkat menyentuh dasar perairan maka kedalaman air dapat diketahui dengan membaca skala pada tongkat tepat pada permukaan air. Suhu Suhu memiliki peran penting pada hewan akuatik, karena sifat hewan akuatik yang poikilothermal. Perubahan suhu dapat memberikan pengaruh pada kelarutan oksigen dan proses fisiologis meliputi tingkat respirasi, efisiensi pakan, pertumbuhan, tingkah laku dan reproduksi. Semakin tinggi suhu suatu perairan dapat 22
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
memberikan efek pada penurunan tingkat oksigen dalam air. Kondisi perubahan suhu dan kadar oksigen memberikan perubahan pada tingkat respirasi ikan. Penurunan jumlah oksigen yang terserap akibat penurunan respirasi ikan memberikan pengaruh pada tingkah laku, pertumbuhan, efisiensi pakan dan reproduksi. Pada Tabel 3.3 dapat dilihat pengaruh tingkat suhu perairan terhadap respon konsumsi ikan. Tabel 3.3. Pengaruh suhu terhadap respon konsumsi pakan
Sumber : Gusrina (2008) Suhu optimal untuk pertumbuhan ikan secara umum adalah antara 29 – 30C untuk perairan tropis. Pertambahan maupun penurunan suhu diluar suhu optimum berpengaruh pada penurunan tingkat pertumbuhan ikan yang dibudidayakan. Kondisi sedemikian memberikan efek pada semakin tinggi rasio pakan terhadap pertumbuhan sehingga mengurangi target keuntungan dalam 23
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
budidaya komersial. Suhu optimum pertumbuhan ikan terdapat pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5. Tabel 3.4. Suhu dan pengaruhnya pada pertumbuhan ikan tropis. Jenis Ikan Suhu Pengaruh pada pertumbuhan Ikan Tropis Pertumbuhan optimum 29-30C Tingkat pertumbuhan < 26 - 28C rendah Batas lethal < 10-15C Sumber : Lawson (1994) Tabel 3.5. Suhu optimum pada ikan tropis Jenis ikan Suhu optimum (ºC) Carpio 25 – 30 Tilapia 28 – 30 Catfish 27 – 29 Udang air tawar 30 Sumber : Lawson (1994) Peningkatan suhu perairan memberikan dampak mulai dari peningkatan metabolisme ikan, penurunan gas terlarut dalam air, penurunan reproduksi hingga kematian pada ikan. Kondisi berbeda didapati saat terjadi penurunan suhu perairan yaitu penurunan metabolisme tubuh ikan, jika penurunan suhu berlanjut maka ikan mengalami penurunan kesadaran, pingsan dan tingkat paling ekstrim yaitu kematian (Anonymous, 2009). Hubungan suhu dengan gas terlarut khususnya oksigen terdapat pada Tabel 3.6.
24
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Tabel 3.6. Hubungan suhu dengan oksigen terlarut.
Sumber : Anonymous (2009) Kecerahan Parameter kualitas air pencerahan merupakan parameter untuk mengukur kemampuan penetrasi cahaya matahari ke dalam suatu perairan. Telah dikatahui bahwa cahaya matahari memiliki peran penting dalam penyediaan oksigen dalam perairan umum dimana cahaya matahari digunakan untuk proses fotosintesis. Nilai kecerahan dapat diukur dengan lempeng secchi disk, untuk menentukan titik terdalam penetrasi cahaya ke dalam suatu perairan. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh partikel-partikel tersuspensi dalam perairan baik partikel organik maupun non organik. Kecerahan suatu perairan tergambar pada Gambar 3.2. Nilai kecerahan optimum adalah pada 25 – 30 cm, dimana kekeruhan terjadi akibat plankton dan flok bakteri bukan partikel non organik tersuspensi seperti tanah. Kekeruhan akibat plankton, flok bakteri dan tanah tersuspensi dapat dibedakan dari warna perairan. Semakin padat kandungan plankton suatu perairan maka semakin rendah tingkat kecerahannya. 25
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 3.2. Pengukuran dan nilai kecerahan perairan
Gambar 3.3. Grafik hubungan tingkat kepadatan plankton terhadap oksigen terlarut dalam perairan
26
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Pengukuran kecerahan dapat dilakukan dengan alat sederhana yaitu secchi disk.
Gambar 3.4. Secchi disk Warna Air Perairan memiliki warna akibat keberadaan fitoplankton, zooplankton, partikel tanah, partikel organik dan ion logam. Perairan yang digunakan untuk budidaya ikan atau udang sebaiknya berwarna kehijauan atau kebiruan. Warna kuning atau keeamasan dapat terjadi akibat perkembangan diatom yang besar. Kondisi air sedemikian merupakan air terbaik untuk budidaya udang. Perairan yang kehijauan merupakan perairan dengan pertumbuhan lebih besar pada fitoplankton, kecoklatan mengindikasikan pertumbuhan zooplankton dan coklat mengindikasikan kelebihan partikel tanah tersuspensi. Perairan yang kurang baik untuk budidaya adalah air yang berwarna hitam, hitam kehijauan, coklat tua dan merah. Warnawarna tersebut mengindikasikan berlebihnya pertumbuhan 27
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
pythoplankton, dasar perairan yang buruk dan kandungan asam yang tinggi. Warna merah pada perairan dapat diindikasikan adanya kadar logam pada tingkat yang tinggi dan kematian fitoplankton. Warna yang disebabkan oleh plankton dapat dibedakan menjadi beberapa warna air. Warna air hijau tua menunjukkan perairan didominasi oleh Cyanophyceae, Microcystis, Anabaen. Warna air hijau muda menunjukkan suatu perairan didominasi Chlorophyta. Warna air hijau kecoklatan mengindikasikan perairan didominasi diatom (kelas Bacillariophyta) dan warna air coklat kemerahan memberikan indikasi bahwa perairan didominasi diatom (kelas Dinoflagellata).
Gambar 3.5. Warna perairan kolam yang diakibatkan pertumbuhan alga. Gambar kiri lebih baik untuk budidaya dibandingkan gambar kanan. 28
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
FAKTOR KIMIA Salinitas Salinitas merupakan suatu ukuran konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam air yang diekspresikan dalam gram per liter (g/L) atau part per thousand (ppt). Unsur utama pembentuk salinitas adalah sodium (Na+) dan klorida (Cl-). Diluar kedua unsur tersebut juga terdapat ion magnesium (Mg2+), kalsium (Ca2+), potassium (K+), sulfat (SO4-) dan bikarbonat (HCO3) yang memberi pengaruh pada nilai salinitas. Sehingga salinitas dapat dikatakan sebagai tingkat keasinan atau kadar NaCl suatu perairan. Perairan dapat dibagi berdasarkan salinitasnya menjadi perairan tawar pada salinitas 0 - 4 ppt, perairan payau pada salinitas 5 – 30 ppt dan perairan laut pada salinitas lebih dari 31 ppt. Umumnya perairan laut memiliki salinitas berkisar antara 30 – 37 ppt. Parameter salinitas suatu perairan dipengaruhi oleh curah hujan dan tingkat evaporasi. Komoditi budidaya ikan memiliki kemampuan beradaptasi dengan salinitas berbeda-beda. Sebagian jenis ikan seperti bandeng dan nila memiliki toleransi salinitas yang lebar atau disebut dengan euryhaline. Sementara sebagian lainnya disebut stenohaline dimana komoditi ikan tersebut memiliki toleransi salinitas yang kecil.
29
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 3.6. Alat pengukur salinitas yaitu salinometer (kiri) dan refraktometer (kanan) Penggunaan refraktometer dapat memperoleh data lebih akurat dengan melihat garis yang membatasi warna biru dan putih dan menentukan nilainya pada skala seperti pada gambar skala pada Gambar 3.6. pH pH merupakan konsentrasi ion hydrogen dimana memiliki range nilai antara 0 hingga 14. pH optimal untuk pertumbuhan ikan antara 6,5 – 8. pH dibawah 5 dan diatas 10 menjadi batas kematian ikan dan udang. pH dibawah 6,5 dan diatas 8,5 berpengaruh pada reduksi pertumbuhan ikan. Perbedaan pH dari pagi hari hingga malam hari sebaiknya tidak lebih dari 0,5. Ketika pH meningkat, amoniak dan nitrit akan menjadi racun, namun jika pH menurun maka unsur H dan S menjadi lebih bersifat racun.
30
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 3.7 pH meter (atas) dan pH paper (bawah) (google.com)
31
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Air (H2O) yang berasosiasi secara sempurna antara ion H+ dan OH- serta berimbang, maka dihasilkan pH air 7 atau netral. Semakin tinggi konsentrasi ion H+ dan konsentrasi OH- rendah maka pH air akan cederung turun dari nilai 7 dan bersifat asam. Demikian juga sebaliknya jika OH- lebih banyak maka air cenderung bersifat basa. pH juga berkaitan dengan respirasi organisme dan fotosintesis. Hubungan nilai pH perairan dengan fotosintesis dan respirasi terdapat pada reaksi kimia berikut :
Semakin banyak CO2 yang dihasilkan oleh respirasi, maka reaksi bergerak ke kanan dan terjadi pelepasan ion H+ sehingga pH air cenderung asam. Namun jika penggunaan CO2 oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis semakin banyak, maka pH air akan cederung basa. Dengan demikian pada fluktuasi pH akan terjadi penurunan nilai pH pada malam hari dimana tidak terjadi fotosintesis, namun respirasi organisme tetap berlangsung. Pengaruh nilai pH terhadap pertumbuhan ikan yang dibudidayakan terdapat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7. Pengaruh pH perairan terhadap ikan.
Sumber : Anonymous (2009) 32
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Oksigen Terlarut Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian tersebut adalah:
Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang
33
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air.
Untuk mengukur kadar DO dalam air, ada 2 metode yang sering dilakukan yaitu Metode titrasi dan Metode elektrokimia atau lebih dikenal pengukuran dengan DO-meter. Saat ini pengukuran DO lebih sering menggunakan metode elektrokimia dengan DOmeter karena proses pengukurannya yang lebih mudah serta perolehan data lebih cepat dan akurat.
Gambar 3.8 DO meter ( tradekorea.com) Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga 34
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping parameter lain seperti BOD dan COD. Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponenyang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air,mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Pengaruh oksigen terlarut pada ikan ditunjukkan pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Pengaruh oksigen terlarut pada ikan Oksigen terlarut (ppm) Pengaruhnya terhadap ikan 0–1 lethal 1 – 1,5 lethal dalam waktu lama FCR tinggi, pertumbuhan 1,7 – 3,0 lambat, mudah terserang penyakit 4–9 optimal Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.
35
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam roses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobic atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Amonia Amonia di perairan dapat berasal dari proses dekomposisi bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen (protein) oleh mikroba (amonifikasi), ekskresi organisme, reduksi bakteri oleh bakteri dan pemupukan. Setiap amonia yang terbebas ke suatu lingkungan akan membentuk reaksi kesetimbangan dengan ion amonium. Amonia merupakan gas buangan terlarut hasil metabolisme ikan oleh perombakan protein, baik dengan ikan sendiri yang berupa kotoran (feces dan urin) maupun dari sisa pakan. Kelarutan amoniak sangat besar dan merupakan kompetitor kuat dalam ikatannya ke darah dengan O2. substansi inipun sangat beracun, terutama pada pH tinggi.
36
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Selain amoniak dan nitrit dalam air juga terdapat nitrat (NO3) yang merupakan hasil oksidasi amoniak dan terutama nitrit yang sangat mudah larut. Hanya saja pengaruh dan daya racunnya terhadap ikan sangat kecil. Secara kimia, amoniak berada dalam dua bentuk, yaitu Unionized Ammonia atau UIA (NH3) dan Ionized Ammonia atau IA (NH4+). Keberadaan UIA membuat ikan mabuk atau keracunan kalau kadarnya dalam air tinggi. Sementara daya racun IA kurang kuat. Pengukuran amonia tersebut umumnya hanya dapat dilakukan terhadap total amonia (NH3 + NH4+). Makin tinggi pH dan suhu maka makin tinggi konsentrasi NH3 sehingga makin kuat daya racunnya. Kadar amonia terukur yang dapat membuat ikan mati adalah lebih dari 1 ppm dan nitrit lebih dari 0,1 ppm. Bila kadarnya kurang dari kadar tersebut, tetapi lebih dari setengahnya maka dalam jangka panjang ikan akan stres, sakit dan pertumbuhannya kurang bagus, namun kondisi demikian masih tergantung dari jenis, stadia, dan ukuran ikan. Umumnya ikan dalam stadia telur, larva dan benih lebih sensitive dibanding ikan remaja dan dewasa. Pengukuran amoniak dan nitrit dapat dilakukan dengan ammonium test kit yang berbentuk cairan. Pengukuran amoniak sebaiknya dilakukan sore hari karena pada saat itu nilai pH dan presentase amonianya paling tinggi (Lisnawati dkk, 2005). FAKTOR BIOLOGI Sifat biologi air yang banyak berperan dan perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi budidaya ikan air tawar adalah produktivitas primer, yakni produktivitas plankton, perifiton dan bentos. Produktivitas primer sangat besar peranannya di dalam pembenihan ikan air tawar, karena berfungsi sebagai pakan alami 37
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
serta penyedia oksigen terlarut dalam air bagi ikan untuk bernafas (respirasi). Plankton merupakan jasad-jasad renik yang melayang di dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit dan selalu mengikuti arus. Plankton dibagi menjadi fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Berdasarkan ukurannya plankton terbagi atas makroplankton ukuran 200 – 2000 μ, mikroplankton ukuran 20 - 200μ, nannoplankton ukuran 2–20 μ dan ultra nannoplankton ukuran < 2 μ. Untuk mengambil plankton dari perairan dapat menggunakan planktonet dengan berbagai ukuran sesuai jenis plankton yang ingin di ambil. Fitoplankton mempunyai klorofil (zat hijau daun) yang dapat membuat makanan sendiri dengan mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik melalui proses fotosintesa. Fitoplankton hidup pada lapisan perairan yang masih terdapat sinar matahari sampai pada suatu lapisan perairan yang disebut garis kompensasi (Compensation line). Zooplankton umumnya bersifat fototaksis negatif (menjauhi sinar matahari) sehingga dapat hidup di lapisan perairan yang tidak terjangkau sinar matahari. Zooplankton merupakan konsumen primer atau kelompok yang memakan fitoplankton. Dengan sifatnya yang fototaksis, zooplankton akan banyak terdapat di dasar perairan pada siang hari dan akan naik kepermukaan perairan pada malam hari atau pagi hari. Baik fitoplankton maupun zooplankton merupakan pakan alami ikan. Keperluan pakan alami bagi pembenihan ikan air tawar sangat penting karena larva ikan sangat menyukai pakan tersebut, mempunyai kandungan protein yang tinggi untuk pertumbuhan larva dan sesuai bukaan mulut larva. Dalam kemudahan pengambilan 38
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
sampel plankton di permukaan air, untuk fitoplankton dapat dilakukan setiap waktu sedangkan zooplankton hanya dapat di ambil pada malam hari atau pagi hari. Perifiton merupakan organisme renik yang hidup menempel atau kadang-kadang berada dekat substrat di dalam air. Bentos merupakan organisme yang hidup baik di lapisan atas dasar perairan (Epifauna) maupun di dalam dasar perairan (Infauna) dan dapat menjadi pakan alami bagi ikan atau sebaliknya apabila dalam jumlah banyak menjadi penyaing atau predator bagi ikan. Secara ekologi bentos yang berperan penting di perairan adalah zoobentos. Berdasarkan ukurannya zoobenthos digolongkan atas empat jenis yaitu Megalobentos ukuran > 4,7 mm, Makrobentos ukuran antara 4,7 mm – 1,4 mm, Meiobentos ukuran antara 1,3 – 0,59 mm dan Mikrobentos ukuran antara 0,5 mm – 0,15 mm (Lisnawati, 2005).
39
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
RINGKASAN Air sebagai media hidup komoditi perikanan di wadah budidaya dapat dibedakan menjadi 2 sumber utama yaitu dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan yaitu air hujan yang mengalami limpasan atau berakumulasi sementara ditempattempat rendah misalnya air sungai, waduk, danau dan rawa. Sedangkan air tanah yaitu air hujan yang mengendap atau air yang berada di bawah permukaan tanah. Parameter-parameter kualitas air budidaya ikan yang perlu dipantau antara lain suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman air, oksigen terlarut, pH, alkalinitas, bahan organik dan plankton. Nilai optimum kualitas air untuk budidaya ikan adalah kedalaman air antara 1 – 2 meter, suhu antara 29 – 30C untuk perairan tropis, kecerahan pada 25 – 30 cm, salinitas perairan tawar pada 0 - 4 ppt, perairan payau pada salinitas 5 – 30 ppt dan perairan laut pada salinitas lebih dari 31 ppt, pH antara 6,5 – 9 dan oksigen terlarut > 5 ppm.
40
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
4
Karakteristik Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Kolong pasca penambangan timah menjadi sebuah lingkungan yang berbeda dari lingkungan aslinya sebelum dilakukan penambangan. Kondisi-kondisi spesifik kolong menjadikan ekologi kolong memiliki “keunikan” yang membutuhkan perhatian lebih untuk pemanfaatannya. PEMBAGIAN KOLONG PASCA PENAMBANGAN TIMAH Kolong sebagai lahan terbuka dan berisi air yang diakibatkan penambangan timah, memiliki kondisi yang berbeda dengan lahan basah lainnya yang alami maupun dibuat dengan tujuan pemanfaatan lahan basah. Secara teknis, kolong dapat digolongkan menjadi tiga tipe berdasarkan tingkat kematangan biogeofisiknya, yaitu (PT Timah Pangkal Pinang, 1991) : Kolam atau danau bekas galian mentah (kolong usia muda) Merupakan kolong yang berumur kurang dari 5 tahun. Seluruh kandungan unsur hara pada kolong ini sudah hilang/rusak. Kehidupan biologis di kolong ini hampir tidak ada karena seluruh unsur hara/mineralnya sudah hilang/rusak, sehingga dibutuhkan waktu yang panjang untuk suksesi lingkungan. Kegiatan perbaikan lingkungan atau reklamasi dapat dilakukan, namun diperlukan biaya yang besar dan jangka waktu yang panjang.
41
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Kolam/danau bekas galian setengah matang (kolong usia sedang) Merupakan kolong yang berumur antara 5 sampai 20 tahun. Di kolong ini mulai terdapat kehidupan biologis namun jenis spesies dan populasinya masih terbatas, karena air dalam kolong masih cukup banyak mengandung bahan pencemar. Kolam/danau bekas galian matang (kolong usia tua) Merupakan kolong yang berumur lebih dari 20 tahun. Kondisi biogeofisik kolong ini sudah semakin normal seperti layaknya sebuah danau atau kolam tua. Keanekaragaman hayati kolong ini (plankton, ikan, dan organisme akuatik lainnya) sudah menyerupai perairan tergenang alami. Air di kolong ini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat bagi kehidupan sehari-hari. Walau begitu bukan berarti kolong ini telah bebas dari masalah, karena lapisan lumpur di dasar perairan diduga masih banyak mengandung bahan pencemar.
1. 2. 3. 4.
Menurut Tjakrawidjaja (2000), kolong juga dapat dibagi berdasarkan tipe habitatnya sebagai beikut : Kolong dengan sumber air berupa mata air yang belum melewati kolong lain. Kolong dengan sumber air dari mata air dan telah melewati kolong lain. Kolong yang tidak memiliki inlet dan outlet sehingga perairan terisolir dari kolong lainnya. Kolong yang terpengaruh pasang surut air laut.
42
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
KONDISI PERAIRAN KOLONG Unsur Hara Unsur hara makro dan mikro memberikan pengaruh terhadap tingkat kesuburan suatu lignkungan. Demikian juga pada lingkungan kolong. Kesuburan perairan yang salah satunya diindikasikan dengan keberadaan fitoplankton, membutuhkan unsur hara dalam kehidupannya. Fitoplankton membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk mendukung pertumbuhannya. Besi (Fe) sebagai salah satu unsur hara mikro dalam jumlah kecil berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses sintesis pada alga, namun dalam jumlah berlebihan dapat menghambat fiksasi unsur lainnya. Besi mempengaruhi kemampuan organisme untuk mengasimilasi nitrat, baik sebagai cofactor yang berkaitan dengan enzim atau reduktan (Robert et al, 2004). Sedangkan, nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara makro utama yang paling dibutuhkan sehingga sering menjadi faktor pembatas. Unsur hara nitrogen yang dibutuhkan fitoplankton adalah NO2-N, NO3-N, dan NH3-N, sedangkan fosfor dalam bentuk ortofosfat (PO4-P). Unsur hara yang diperoleh selama pengamatan pada tiga stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.1.
43
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Tabel 4.1. Kandungan unsur hara Fe, Nitrogen dan Pospor pada kolong di Pemali, Kabupaten Bangka NO2- NO3- NH3PO4Fe DIN Kolong N N N P (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) Kolong 0,413 0,044 0,209 0,018 0,272 0,184 tertutup Kolong 0,283 0,057 0,116 0,27 0,2 0,438 Terbuka Sumber : Robani (2008) Menurut Robani (2008), konsentrasi Fe terendah dalam bentuk total Fe terdapat pada kolong dengan kondisi tergenang (kolong tertutup). Sedangkan pada kolong terbuka memiliki kandungan Fe lebih rendah. Kondisi tersebut dikarenakan tingginya konsentrasi Fe terlarut (Fe2+) yang merupakan bentuk Fe diperairan tergenang, rendahnya alkalinitas dan soft water (rendahnya bikarbonat). Konsentrasi Nitrogen dipengaruhi oleh aliran perairan dan umur kolong dimana kolong yang lebih tua (dengan umur lebih dari 10 tahun) dan tertutup (tidak ada inlet dan outlet) diindikasikan mengandung nitrogen lebih besar dibandingkan kolong dengan umur lebih muda (dibawah 10 tahun) dan kolong terbuka (memiliki inlet dan outlet). Kandungan nitrogen juga dipengaruhi oleh pH perairan dan kandungan bahan organik. Kandungan fosfat diketahui lebih besar pada kolong lebih tua dan kolong dengan kondisi terbuka dibandingkan dengan kolong tertutup dan kolong yang lebih muda. Selain kondisi kolong, fosfat juga dipengaruhi unsur hara lainya yaitu konsentrasi besi. Perairan kolong dengan konsentrasi besi dan nitrogen tinggi diketahui memiliki kelimpahan sel dan keragaman fitoplankton yang 44
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
lebih besar. Dikemukakan Seller dan Markland (1987) dalam Robani (2008), konsentrasi nitrogen dan fosfor yang melebihi kandungan 0,01 ppm untuk fosfor dan 0,3 ppm untuk nitrogen akan menyebabkan terjadinya blooming fitoplankton. Nitrat merupakan nitrogen utama di perairan dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan alga lainnya. Kandungan fosfor di perairan sering menjadi faktor pendorong terjadinya dominasi fitoplankton. Pada kolong dengan kandungan fosfor cukup tinggi didominasi fitoplankton terutama dari kelas Chlorophyceae.
Gambar 4.1. Lokasi Kolong Pemali (Robani, 2008)
45
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Kualitas air kolong Dalam proses budidaya ikan, kondisi perairan memiliki peran penting sebagai media pertumbuhan ikan. Kondisi kualitas air pada kolong dapat memberikan gambaran pada kita tentang kesesuaiannya sebagai media budidaya ikan dimana komoditi perikanan memiliki kebutuhan terhadap kualitas perairan yang sesuai untuk pertumbuhan optimal. Kolong merupakan perairan yang terbentuk pada lahan bekas penambangan timah dengan kondisi lingkungan yang minim vegetasi dan tanah yang kekurangan unsur hara. Kondisi lingkungan tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan kolong. Minimnya vegetasi menjadikan fluktuasi suhu perairan kolong menjadi besar. Hal tersebut terlihat pada kolong muda yang memiliki suhu perairan berkisar antara 28 - 33ºC. Sedangkan pada kolong berusia tua yang umumnya telah memiliki vegetasi pada lingkungan kolong memiliki kisaran suhu lebih rendah yaitu 26 30ºC (Kurniawan dan Ardiansyah, 2011). Suhu perairan kolong berdasarkan umur kolong dapat dilihat pada Gambar 4.2.
46
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
35
Suhu (oC)
33 31 pagi
29
siang 27
sore
25 1
2
0
3
4
5
5
6
10
7
8
15
9
10
20
Umur Kolong (tahun)
Gambar 4.2. Suhu perairan kolong berdasarkan umur kolong (Kurniawan dan Ardiansyah, 2011) Lahan kolong pasca penambangan timah pada usia muda setelah penambangan memiliki pH perairan yang rendah. Kondisi ini menjadikan kolong usia muda tidak disarankan sebagai media budidaya ikan. Namun semakin tua umur kolong, pH perairan semakin mendekati netral. Nilai pH perairan kolong muda mencapai angka 5, sedangkan pada kolong tua dengan umur 15 hingga 20 tahun, perairan kolong telah memiliki pH netral berkisar nilai 7. Nilai pH perairan kolong dapat dilihat pada Gambar 4.3.
47
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Nilai pH Perairan Kolong 7.5 7 Nilai pH
6.5 6 5.5 Nilai pH
5 4.5 4 1
2
0
3
4
5
5
6
10
7
8
15
9
10
20
Umur Kolong (tahun)
Gambar 4.3. pH perairan kolong berdasarkan umur kolong. (Kurniawan dan Ardiansyah, 2011) Parameter kecerahan air pada perairan kolong pada kolong muda cenderung rendah dengan tingginya partikel-partikel terlarut dalam air dari tailing penambangan timah. Kecerahan berangsur 0 5 semakin 10 tua umur 15 kolong 20 dan dipengaruhi semakin tinggi dengan oleh pertumbuhan plankton. Nilai kecerahan perairan kolong terdapat pada Gambar 4.4.
48
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Nilai Kecerahan (cm)
Nilai Kecerahan Perairan 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Kecerahan
1
2
0
3
4
5
5
6
10
7
8
15
9
10
20
Umur Kolong (tahun)
Gambar 3.4. Nilai kecerahan perairan kolong. ( Kurniawan dan Ardiansyah, 2011 ) Pada parameter alkalinitas, kesadahan, DO dan COD, perairan kolong dengan pembagian umur dibawah 10 tahun dan diatas 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 4.2. 0
5
10
15
20
Tabel 4.2 Nilai Alkalinitas, Kesadahan, DO dan COD pada perairan kolong Umur Alkalinitas Kesadahan DO COD kolong (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) < 10 tahun 18,32 13,0 6,4 11,4 >10 tahun 10,74 12,0 6,2 10,3 Sumber : Robani (2008).
49
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Selain Bangka dan Belitung, pulau Singkep juga merupakan wilayah penambangan timah yang potensial dimasa lalu. Saat ini hasil penambangan timah telah menurun. Dampak dari penambangan timah di pulau Singkep juga memunculkan kolongkolong bekas penambangan timah. Kualitas air kolong bekas penambangan timah di pulau Singkep berdasarkan tipe habitatnya terdapat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3. Kualitas air kolong berdasarkan tipe habitat Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV DO 8,2 – 8,5 7,9 – 8,0 7 7,5 pH 5,1-5,2 5,8 – 5,9 6,1 7,8 Suhu 27 - 28 26 – 27 27 – 30 32 (siang) Turbidity 2,4 – 2,5 3,0 3,1 3,5 – 4 Alkalinitas 1,3 2,5 5,0 95 Fe 1,265 1,350 0,711 0,398 Zn <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 Pb 0,083 0,004 <0,004 0,016 Logam berat pada ikan Pb 6,42 3,44 3,67 6,42 Sn 13,60 <0,6 28,1 13,60 Sumber : Tjakrawidjaja (2000)
Keterangan Optimum ikan > 5 Netral 6,5 – 7,5 Optimum untuk ikan 27 - 30C
Ambang batas 1 Ambang batas 0,02 Ambang batas 0,03 Ambang batas 2 Ambang batas 40
Pembagian tipe habitat kolong di pulau Singkep menurut Tjakrawidjaja (2000) didasarkan pada sumber dan aliran air. Kolong tipe I merupakan kolong dengan sumber air berupa mata air yang belum melewati kolong sebelumnya, kolong Tipe II merupakan kolong dengan sumber air dari mata air namun telah melewati kolong lainnya, kolong Tipe III adalah kolong yang tidak memiliki inlet dan outlet sehingga terisolasi dan kolong Tipe IV merupakan kolong dengan sumber air dari pasang surut air laut. Pada ke empat 50
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
tipe kolong dipilih kolong yang telah memiliki umur lebih dari 25 tahun untuk pengujian kandungan logam berat pada perairan dan daging ikan. Logam berat melebihi batas yang ditemui pada ikan disemua tipe kolong adalah logam berat jenis Pb. Struktur Komunitas Fitoplankton pada kolong Berdasarkan hasil penelitian di tiga kolong Pemali, kabupaten Bangka, fitoplankton yang ditemukan adalah sebanyak 25 genera yang mewakili 6 kelas, yaitu Cyanophyceae, Euglenophyceae, Crysophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan Dinophyceae. Kelas Chlorophyceae merupakan kelas fitoplankton yang paling sering ditemui. Kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae merupakan jenis yang paling dominan di perairan tawar tergenang. Komunitas fitoplankton perairan tergenang (khususnya perairan tawar seperti danau, waduk dan kolam) cenderung didominasi oleh fitoplankton dari kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae (Seller dan Markland, 1987). Keberadaan fitoplankton selain dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara, juga ditentukan adanya bibit fitoplankton yang dapat masuk bersama air ke dalam kolong melalui inlet pada kolong terbuka. Tumbuhan pada lingkungan kolong Vegetasi pada lahan bekas tambang timah diduga yang pertama kali muncul menurut Lestari Dwi (2008) adalah jenis paku-pakuan yaitu Gleichenia linearis (paku resam) karena jenis tumbuhan ini dijumpai pada lahan bekas tambang timah umur 3 tahun. Setelah tumbuh jenis paku-pakuan dilanjutkan tumbuh jenis vegetasi lain seperti rumput dan permudaan pohon. 51
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Jenis paku-pakuan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi karena daya reproduksi yang tinggi pada lahan yang baru dibuka dan berkembang biak dengan sistem vegetatif melalui rhizoma dan generatif melalui spora. Sistem perkembangbiakan dengan rhizoma mengakibatkan organ tumbuhan tersebut tidak terkena penetrasi setelah kondisi lingkungan cukup mendukung, maka akan muncul kembali tunas-tunas jenis paku-pakuan dengan cepat. Jenis vegetasi pada lahan bekas tambang timah memiliki urutan tumbuhan yang tumbuh adalah rumput-rumputan, semak kemudian pohon. Selanjutnya diikuti oleh jenis tumbuhan bawah yang terdiri dari herba dan rumput-rumputan. Sifat Tanah Sifat tanah merupakan indikator penting dalam menilai tingkat kesuburan tanah. Karakteristik sifat fisik tanah hasil analisis laboratorium yaitu tekstur tanah menunjukkan ukuran butir tanah. Tekstur tanah secara umum dibedakan atas tiga kelas, yaitu pasir (50μ2mm), debu (2 μ-50 μ), dan liat (kurang dari 2 μ) (Hardjowigeno, 2007). Menurut Lestari Dwi (2008), tanah di lingkungan kolong pasca penambangan timah memiliki sifat fisik berpasir. Analisis sifat fisik tanah pada bekas penambangan timah menunjukkan bahwa komposisi tanah bersifat pasir lebih dominan yaitu 72 – 86 %, berikutnya tanah bersifat liat sebesar 5 – 24% dan tanah bersifat debu sebanyak 4 – 17 %. Kondisi tersebut menjadikan tanah bekas penambangan timah minim unsur hara dan sulit mempertahankan air.
52
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Tabel 4.3. Sifat tanah pada bekas penambangan timah. Bekas Penambangan Timah Umur No Sifat Tanah 28 tahun 16 tahun 3 tahun 0 tahun 1 pH 4,8 4,9 4,6 4,7 2 C-organik 1,61 2,83 0,40 0,23 3 N 0,12 0,16 0,02 0,02 pH tanah pada bekas penambangan timah tergolong asam yaitu dengan nilai pH 4,6 – 4,9. Menurut Kusumastuti (2005), pada daerah dengan pH tanah rendah atau cenderung asam, memiliki tingkat kesuburan juga rendah. C-organik pada tanah bekas penambangan timah juga tergolong rendah (1,61 – 0,23) sedangkan nilai N juga berkriteria rendah pada lahan umur 16 tahun dan 28 tahun (0,12-0,16) dan sangat rendah pada lahan umur 0 tahun dan 3 tahun (0,02). Rendahnya kadar bahan organik di lahan bekas tambang timah disebabkan oleh hilangnya lapisan atas tanah (top soil) dan lapisan bawah (sub soil) pada saat proses awal penambangan, yaitu pada saat pengupasan tanah penutup bahan tambang. Akibatnya lapisan atas dan bawah tanah terbalik dan tertimbun oleh sisa bahan galian tambang timah. Top soil merupakan medium tempat tumbuh tumbuhan karena banyak mengandung bahan organik, unsur makro dan mikro serta mikroorganisme yang membantu mendekomposisikan bahan organik. Hilangnya top soil akan menyebabkan menurunnya produktivitas tumbuhan. Selain itu terbukanya lahan pasca tambang timah juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi yang dapat tumbuh di lahan tersebut. Badri (2004) menyatakan bahwa nilai N-total pada lahan pasca tambang umumnya sangat rendah, walaupun ada juga yang tinggi tetapi masih belum mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan.
53
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
RINGKASAN Kolong dapat digolongkan menjadi tiga tipe berdasarkan tingkat kematangan biogeofisiknya, yaitu kolong usia muda (kolong yang berumur kurang dari 5 tahun), kolong usia sedang (berumur antara 5 sampai 20 tahun) dan kolong usia tua (berumur lebih dari 20 tahun). Kolong berdasarkan tipe habitatnya adalah (1) Kolong dengan sumber air berupa mata air yang belum melewati kolong lain, (2) Kolong dengan sumber air dari mata air dan telah melewati kolong lain (3) Kolong yang tidak memiliki inlet dan outlet sehingga perairan terisolir dari kolong lainnya dan (4) Kolong yang terpengaruh pasang surut air laut. Kondisi perairan kolong memiliki unsur hara yang cenderung rendah terutama pada kolong muda, fluktuasi suhu yang tinggi antara pagi dan siang hari, pH yang rendah dibawah 5 untuk kolong muda, oksigen terlarut antara 5 – 9 ppm dan terdapat kandungan logam berat berupa Pb, Zn dan Cu. Sifat tanah pasca penambangan timah cenderung berpasir dan tumbuhan yang dapat tumbuh pertama kali adalah paku-pakuan. Jenis plankton yang banyak ditemui dalam perairan kolong adalah Cyanophyceae, Euglenophyceae, Crysophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan Dinophyceae dengan Chlorophyceae yang merupakan fitoplankton paling banyak ditemui.
54
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
5
Wadah Budidaya Ikan
Dalam budidaya ikan, terdapat beberapa jenis wadah yang dapat digunakan untuk pengembangbiakan maupun pembesaran ikan. Jenis wadah dapat disesuaikan berdasarkan kondisi lahan yang akan digunakan untuk budidaya maupun komoditi yang dibudidayakan. Dalam bab ini akan dibahas tentang jenis wadah budidaya dan konstruksi wadah secara umum serta penyesuaian untuk budidaya ikan di perairan kolong bekas penambangan timah. Sehingga dalam bab ini juga dijelaskan sistem yang sesuai untuk pemanfaatan kolong bekas penambangan timah. SISTEM BUDIDAYA IKAN Sistem budidaya ikan dapat dibedakan menjadi sistem budidaya terbuka, sistem budidaya semi tertutp dan sistem budidaya tertutup. Sistem budidaya terbuka merupakan sistem budidaya yang paling awal ada dan menggunakan perairan umum sebagai lahan budidaya. Sedangkan sistem semi tertutup mulai mengurangi ketergantungan pada perairan umum, namun masih banyak berpengaruh. Pada sistem budidaya tertutup memiliki pengaruh yang minim dari perairan umum maupun lingkungan. Wadah yang digunakan sebagai pada sistem budidaya ada bermacam jenis yaitu akuarium, kolam, bak, karamba jaring apung dan karamba tancap. Masing-masing wadah memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing sebagai wadah budidaya ikan. Kolam 55
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
banyak digunakan untuk pembesaran ikan. Dari bahan pembuatannya, kolam dapat dibedakan menjadi kolam tanah, kolam semi permanen dan kolam permanen. Pembesaran ikan juga dapat dilakukan pada bak. Perbedaan pembesaran pada bak dengan kolam adalah pada bak lebih mudah untuk dipindahkan dan tidak merubah kondisi lahan yang ditempati. Untuk perairan umum, budidaya ikan dapat dilakukan di karamba jaring apung dan karamba tancap. Yang membedakan penggunaan keduanya adalah kedalaman perairan umum lokasi budidaya. Karamba jaring apung lebih banyak digunakan pada perairan yang lebih dalam. Sistem Budidaya Terbuka Sistem budidaya terbuka menggunakan lingkungan atau perairan umum sebagai tempat pembudidayaan ikan. Kondisi air sebagai media budidaya ikan sangat tergantung pada kondisi air di perairan umum tempat budidaya. Wadah yang digunakan pada sistem budidaya terbuka ini adalah karamba jaring apung, karamba tancap dan pen culture. Karamba Jaring Apung Karamba jaring apung merupakan wadah yang mengapung pada permukaan air pada perairan umum. Lokasi yang seringkali digunakan untuk karamba jaring apung adalah danau, waduk, sungai dan laut. Kedalaman perairan mempengaruhi penentuan lokasi karamba jaring apung. Hal ini menentukan jarak antara dasar jaring pada karamba jaring apung dengan dasar perairan. Jarak dasar jaring dengan dasar perairan yang terlalu dekat akan beresiko pada terjadinya kekeruhan perairan yang berakibat pada penurunan 56
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
kualitas air pada jaring. Tampilan karamba jaring apung terdapat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Karamba Jaring Apung di Perairan Umum. Karamba jaring apung merupakan model pembudidayaan ikan dalam jaring tertutup pada semua sisi kecuali sisi atas dan diapungkan dengan pelampung berupa drum, sterofoam maupun jurigen. Pada karamba jaring terapung seringkali ditambahkan rumah jaga sebagai tempat penjagaan, sebab lokasi budidaya yang 57
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
diperairan umum menjadikan karamba jaring apung jauh dari lokasi tempat tinggal. Karamba Tancap Karamba tancap seperti halnya karamba jaring apung juga dipergunakan untuk memanfaatkan perairan umum. Karamba tancap dapat digunakan di sungai dengan kedalaman berkisar satu meter dan daerah pasang surut. Jika jaring pada karamba jaring apung menggantung dipermukaan air, pada karamba tancap tiang-tiang penopangnya menancap pada dasar perairan. Sarana mempertahankan ikan di dalam karamba tidak hanya menggunakan jaring, melainkan dapat dengan bambu, kayu dan kawat.
Gambar 5.2. Karamba Tancap memanfaatkan perairan sungai. 58
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Kondisi perairan tempat meletakan karamba tancap sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan yang dipelihara baik dari debit air dan kualitas air. Sungai yang umumnya memiliki debit air yang cukup besar menjadikan komoditi ikan yang dipelihara dalam karamba tancap merupakan jenis ikan yang mampu tumbuh dengan baik pada perairan mengalir atau bahkan deras. Pen culture Metode karamba tancap juga dapat dilakukan pada area pasang surut pesisir pantai. Karamba pada area tersebut lebih sering disebut dengan pen culture. Pada pen culture, konstruksi berupa kayu atau bambu diberikan pada bagian keliling dan atas. Sementara bagian dasar adalah dasar perairan. Dengan demikian pengaturan agar tidak terdapat lubang antara dasar dan kerangka pen culture perlu diperhatikan. Pada bagian depan pen culture yang mengarah ke laut, diberikan penahan ombak berupa genteng, batako atau batu dengan sudut kemiringan 45. Hal ini diperlukan agar kekuatan ombak tidak merusak pen culture.
Gambar 5.3. Pen culture di Loka Budidaya Laut Lombok (Wibowo , 2008) 59
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Sistem Budidaya Semi Tertutup Pada budidaya sistem ini dilakukan pemisahan dan menekan pengaruh lingkungan terhadap sistem budidaya. Namun pengaruh lingkungan masih banyak memberikan efek pada budidaya akibat adanya hubungan dengan lingkungan. Wadah yang digunakan dalam sistem budidaya semi tertutup adalah kolam dan bak. Kolam Kolam dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu sebagai berikut : 1. Berdasarkan komoditi yang dibudidayakan Kolam yang dibuat diwilayah pesisir dengan media pemeliharaan ikan dengan air payau seringkali disebut dengan tambak. Komoditas yang dibudidayakan di tambak adalah udang vanamei, udang windu, rumput laut jenis Glacilaria, ikan bandeng, ikan kakap dan ikan nila. Sementara kolam yang menggunakan media air tawar dengan komoditi ikan air tawar seperti ikan mas, ikan gurami, ikan lele dan jenis ikan lainnya lebih sering disebut sebagai kolam. 2. Berdasarkan debit air Kolam yang menggunakan air dengan debit lebih dari 50 liter per detik disebut sebagai kolam air deras. Kolam yang memiliki debit air antara 5 – 50 liter per detik disebut sebagai kolam mengalir. Sedangkan kolam yang memiliki debit air 0 – 5 liter per detik disebut sebagai kolam air tergenang atau stagnan. Jenis kolam berdasarkan debit airnya juga dapat menentukan jenis komoditi yang dibudidayakan. Ikan mas lebih menyukai kolam dengan debit air yang tinggi atau kolam air deras, sedangkan ikan lele dan gurami lebih sesuai untuk kolam air tergenang atau stagnan. 60
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
3. Berdasarkan konstruksi pembuatan Kolam yang dibuat secara tradisional tanpa memberikan tambahan penguat pematang disebut kolam tradisional atau ekstensif. Kolam ini dibuat pada tanah dan keseluruhan bagian kolamnya terbuat dari tanah. Sementara kolam semi intensif merupakan kolam yang bagian kolamnya (dinding pematang) terbuat dari tembok sedangkan dasar kolamnya terbuat dari tanah. Berikutnya adalah kolam intensif yaitu kolam yang keseluruhan bagian kolam terdiri dari tembok.
Gambar 5.4. Kolam ekstensif (atas kiri), kolam semi permanen (atas kanan) dan kolam permanen (bawah) (Gusrina, 2008 dan dokumen pribadi)
61
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Bak Bak memiliki fungsi hampir sama dengan kolam, namun bak lebih mudah dipindah-pindahkan dan tidak merubah kondisi lahan yang ditempati. Bak dapat dibedakan dari bahan yang digunakan yaitu bak beton, bak fiber dan bak terpal atau plastik. Bak dapat digunakan untuk budidaya pada tahap pembenihan maupun pembesaran. Bak merupakan solusi tepat untuk pemanfaatan lahan sempit. Selain itu bak juga dapat digunakan pada lahan yang kurang optimal seperti pH tanah yang rendah atau tekstur tanah yang porous ( mudah menyerap air ). Pada beberapa daerah yang minim sumber air, pembudidayaan ikan di kolam terpal menjadi solusi untuk dapat membudidayakan ikan. Tentu saja dengan komoditas ikan yang sesuai untuk kolam air tergenang atau stagnan.
Gambar 5.5. Bak fiber ( kiri ) dan bak terpal ( kanan ) Salah satu daerah kering yang diupayakan bermanfaat melalui budidaya ikan di kolam terpal adalah daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Komoditas yang dikembangkan adalah lele dimana ikan tersebut mampu hidup dan berkembang pada perairan tergenang. (repository.ipb.ac.id).
62
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Program sejenis juga telah dilaksanakan oleh Universitas Bangka Belitung bagi masyarakat desa Balunijuk, kabupaten Bangka, dimana kolam terpal digunakan untuk membudidayakan ikan lele sebagai upaya membudidayakan ikan pada lahan yang tidak memiliki sumber air mengalir. Sistem Budidaya Tertutup Pada sistem budidaya tertutup, pengaruh lingkungan terhadap budidaya dapat diminimalkan. Hal itu dapat terjadi akibat minimnya hubungan langsung antara lingkungan budidaya dengan lingkungan luar. Sistem budidaya tertutup dilakukan dalam ruangan (indoor) dengan wadah akuarium dan bak. Akuarium Wadah ini merupakan wadah yang seringkali digunakan dalam upaya pemanfaatan ikan sebagai hiasan. Kondisi wadah yang transparan pada satu atau lebih sisi wadah memudahkan seseorang melihat kondisi ikan yang dipelihara di akuarium. Akuarium dapat digunakan untuk budidaya ikan tawar dan air laut biasanya pada proses kegiatan pembenihan ikan atau untuk pemeliharaan ikan hias. Sehingga selain sebagai wadah hiasan, akuarium juga digunakan sebagai wadah penetasan telur, pemijahan dan perawatan larva pada beberapa jenis ikan. Dengan sifat akuarium yang dapat dilihat dari satu atau lebih sisinya, maka salah satu atau lebih sisi akuarium dibuat dari bahan yang transparan. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan akuarium adalah kaca dan plastik mika. Berdasarkan fungsinya, akuarium dapat dikelompokkan menjadi akuarium sejenis, akuarium kelompok dan aquascape. Akuarium sejenis merupakan akuarium yang dimanfaatkan untuk 63
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
satu jenis ikan saja. Umumnya perlakuan ini terjadi pada pemanfaatan akuarium sebagai wadah penetasan telur, perawatan larva dan pemijahan yang merupakan bagian pembenihan ikan. Sementara akuarium berkelompok digunakan pada pemeliharaan berbagai jenis ikan hias berikut hiasan akuarium. Pemeliharaan ikan hias dalam akuarium secara berkelompok dapat memberikan keindahan dari berbagai corak ragam dan warna ikan hias dalam suatu akuarium. Kelompok terakhir adalah aquascape. Aquascape lebih menonjolkan sisi tanaman yang dipelihara dalam akuarium. Penambahan beberapa ikan hias melengkapi keindahan aquascape ini. Jika pada akuarium pemeliharaan ikan membutuhkan aerator sebagai sarana suplai oksigen ke dalam air, pada aquascape membutuhkan pensuplai karbondioksida (CO2) yang dibutuhkan tanaman-tanaman untuk berfotosintesis. Oksigen yang dibutuhkan ikan penghias diperoleh dari hasil fotosintesis tanaman air.
Gambar 5.6. Mahasiswa mempraktikan pembuatan akuarium
64
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
SISTEM BUDIDAYA IKAN PADA KOLONG Kolong memiliki kondisi bermacam-macam baik dari umur, kualitas air, luas dan kedalaman. Pada bagian ini kita akan bahas tentang luas dan kedalaman kolong. Luas kolong sangat beragam mulai dari beberapa ratus meter persegi hingga puluhan hektar. Kolong yang terbentuk dari lubang bekas galian tambang memiliki ukuran dan kedalaman yang berbeda tergantung jenis galiannya. Kedalaman kolong bervariasi mulai dari 1 hingga 21 m, namun sebagian besar memiliki kedalaman kolong di atas 5 m. Lubang bekas galian timah di Pulau Bangka dan Belitung umumnya berukuran 0,25 - 4,0 Ha dengan kedalaman 2 - 6 m. Dengan kondisi sedemikian maka pemanfaatan kolong sebagai sistem budidaya, dapat dibagi menjadi 2 kelompok kolong yaitu kolong luas dan dalam serta kolong sempit dan dangkal. Kolong luas dan dalam ini adalah kolong dengan luas lebih dari 500 m2 dan kedalaman air lebih dari 2 meter, sedangkan kolong sempit dan dangkal memiliki luas kurang dari 500 m2 dan kedalaman air kurang dari 2 meter. Penggunaan Karamba Jaring Apung ( Sistem Budidaya Terbuka ) Pada kolong kategori pertama, terdapat kolong-kolong yang menyerupai danau dan umumnya telah dihentikan penambangannya lebih dari 20 tahun. Salah satunya adalah kolong dam-3 pemali (Gambar 5.7). Pada kolong dengan kategori ini, pembudidayaan lebih efektif menggunakan karamba jaring apung. Keberadaan kolong dapat dimanfaatkan seperti keberadaan danau dan waduk yang telah lebih dahulu dimanfaatkan untuk budidaya ikan. 65
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 5.7. Foto satelit kolong dam-3 Pemali (Sabri, 2010) Konstruksi karamba jaring apung sebagai wadah budidaya pada kolong kategori luas dan dalam dapat diaplikasikan dengan perakitan kerangka, pelampung, jaring dan jangkar. Kerangka Keramba Jaring Apung Kerangka karamba jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bamboo, plastik atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Pemilihan bahan untuk kerangka disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut. Kayu atau bambu memiliki keunggulan pada pembiayaan yang lebih murah, namun masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi 66
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
kembali. Penggunaan besi anti karat atau plastik sebagai kerangka karamba jaring apung dapat dimanfaatkan hingga 10 – 15 tahun. Kelemahan bahan kerangka besi dan plastik adalah harga bahan yang tinggi sehingga membutuhkan modal besar. Kayu merupakan bahan yang efektif digunakan untuk bahan kerangka karamba jaring apung dengan ketersediaannya yang cukup besar di pulau Bangka dan Belitung. Sedangkan untuk beberapa daerah seperti Bangka Barat, ketersediaan bambu cukup banyak dan lebih ekonomis menggantikan fungsi kayu. Perlakuan perendaman kayu dan bambu dapat dilakukan untuk meningkatkan daya awet bahan kerangka karamba jaring apung. Pelampung Keramba Jaring Apung Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung. Bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Jika akan menggunakan pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat. Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7 X 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 33 – 35 buah. Pengikat Keramba Jaring Apung Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring. 67
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Jangkar Keramba Jaring Apung Jangkar berfungsi sebagai penahan jaring terapung agar rakit jaring terapung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastik yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg. Berdasarkan kebutuhan bahan kerangka, pelampung, jaring dan jangkar, maka kebutuhan pembuatan 1 rangkaian rakit karamba jaring apung yang terdiri 4 lubang berukuran 4 x 4 meter dengan bahan kerangka kayu sesuai dengan Tabel 5.1. Bahan – bahan yang tersedia, selanjutnya dirakit menjadi karamba jaring apung. Perakitan diawali dengan perakitan kayu menjadi kerangka karamba. Kayu dipotong dan disambung sehingga dapat mencapai panjang yang diinginkan untuk membuat 4 lubang dalam satu rakit. Teknik penyambungan kayu terdapat pada Gambar 5.8. Setelah penyambungan kayu selesai, dilanjutkan perakitan kayu hingga membentuk kerangka rakit. Perangkaian kerangka rakit karamba jaring apung terdapat pada Gambar 5.9.
68
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Tabel 5.1. Kebutuhan bahan pembuatan karamba jaring apung rakit 4 lubang. BAHAN
1
JUMLAH
SATUAN
- Kayu/balok ukuran 12x8 cm
26
btg
- Papan ukuran 2x30 cm
24
lbr
- Balok ukuran 4x4 cm
16
btg
- Paku ukuran 8 cm
4
kg
- Paku ukuran 10 cm
4
kg
- Paku beton 6 cm
5
kg
- Baut 15 cm untuk sambungan balok
24
bj
- baut 20 cm untuk penguat sambungan
24
bj
- baut 25 cm untuk pembentukan rangka
48
bj
- Pelampung
12
buah
- Tali PE 7 mm untuk ikat pelampung
4
kg
- Tali jangkar D.22 (2 roll)
53
kg
0.75
roll
- Tali ikat orchid net PE 3 mm
3
kg
- Jangkar besi
4
unit
- Orcihd net
(Tahang dan Priyambodo, 2005)
69
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 5.8. Pemotongan dan penyambungan kayu kerangka rakit
70
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 5.9. Perakitan Kerangka Jaring Apung
Setelah kerangka terbentuk, selanjutnya dipasang pelampung. Untuk pelindung panas bagian atas dapat diberikan ataupun tidak. Pemasangan pelampung dan pelindung bagian atas seperti digambarkan pada Gambar 5.10.
Gambar 5.10. Perakitan pelampung dan pelindung bagian atas.
71
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Tahapan berikutnya adalah pembuatan serta pemasangan jaring sebagai tempat pemeliharaan ikan. Kebutuhan bahan pembuatan jaring untuk 1 rakit 4 lubang sejumlah 6 jaring (4 jaring utama dan 2 jaring pengganti) terdapat pada Tabel 5.2. Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum, biasanya terbuat dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain, kantong jaring terapung dapat dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring (mesh size) yang lebih besar. Tabel 5.2. Bahan kebutuhan pembuatan.jaring rakit 4 lubang Bahan
Jumlah
Satuan
6
Unit
- Jaring trawl D18 (4 unit/roll)
65
Kg
- Tali PE 7 mm (3 jaring/4kg)
8
Kg
0,5
Kg
- Jarum jahit
5
Bh
- Gunting
2
Bh
- Pipa PVC 1,5”
12
Btg
- Keni 1,5”
14
Bj
- Lem pipa PVC
1
Kaleng
1. Jaring Pemeliharaan
- Tali jahit PE 2mm
2. Pemberat Jaring:
(Tahang dan Priyambodo, 2005) 72
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Di perairan umum, khususnya dalam budidaya ikan di jaring terapung ukuran jaring yang digunakan adalah ukuran ¾ - 1 inch. Penentuan ukuran mata jaring berdasarkan ukuran ikan terdapat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Ukuran mata jaring pada karamba jaring apung
Untuk memotong jaring harus dilakukan dengan benar berdasarkan pada ukuran mata jaring dan tingkat perenggangannya saat terpasang di perairan. Menurut hasil penelitian, jaring dalam keadaan terpasang atau sudah berupa kantong jaring akan mengalami perenggangan atau mata jaring dalam keadaan tertarik/terbuka (”Hang In Ratio”). Nilai ”Hang In Ratio” dalam membuat kantong jaring terapung adalah 30%. Adapun perhitungan yang digunakan untuk memotong jaring adalah menggunakan rumus sebagai berikut : S=
x 100%
Keterangan : S : Hang In Ratio L : Panjang jaring sebelum Hang In atau dalam keadaan tertarik i : Panjang tali ris atau panjang jaring dalam keadaan tidak tertarik
73
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Adapun model pemotongan jaring dapat mengikuti model pada Gambar 2.11. Proses berlanjut dengan pemasangan tali ris dan penjaitan jaring pada tali ris sehingga terbentuk jaring dan dapat dipasang pada rangkaian karamba jaring apung.
Gambar 5.11. Model pemotongan jaring. Setelah jaring terpasang pada rakit karamba, diberikan pemberat yang dibuat dari pipa PVC seukuran jaring dan berisi pasir. Dapat juga menggunakan batu atau timah yang masingmasing beratnya antara 2–5 kg dan diletakkan pada ujung jaring. Fungsi pemberat ini agar jaring tetap simetris dan pemberat ini diletakkan pada setiap sudut kantong jaring terapung. Menurut Tjakrawidjaja dan Harun (2001), budidaya ikan nila di karamba jaring apung pada kolong Tangsi Rasep, pulau Singkep diperoleh hasil pertumbuhan sebesar 300 – 400 % dari bobot awal ikan nila yang dibudidayakan selama 3 bulan. Budidaya sistem karamba jaring apung juga mencegah ikan bersentuhan langsung dengan dasar perairan dimana dimungkinkan menjadi tempat pengendapan partikel logam berat sisa dari penambangan timah. Pertumbuhan ikan nila hasil budidaya sistem karamba jaring terapung di kolong Tangsi Rasep, pulau Singkep terdapat pada Tabel 5.4. 74
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Tabel 5.4. Hasil penelitian pertumbuhan ikan nila hasil budidaya sistem karamba jaring terapung di kolong Tangsi Rasep, pulau Singkep Berat awal / Padat penebaran ekor 5 gram 19 ekor / m2 16,7 gram 4 ekor / m2 50 gram 200 ekor / m2 (Tjakrawidjaja dan Harun, 2001)
Pertambahan berat/ 3 bulan/ekor 272 % 409 % 300 – 400%
Mortalitas 8,2 % 2,8 % -
Kolong sebagai kolam (Sistem Budidaya Semi Tertutup) Kolong yang berukuran kurang dari 400 m2 dan memiliki kedalaman antara 1 – 2 meter dapat digunakan sebagai kolam tanah atau ekstensif. Hal tersebut dimungkinkan dengan dasar kolong yang kedap air sehingga dapat mempertahankan air berada dalam kolong dan tidak meresap kedalam tanah. Meskipun kolong seringkali berbentuk tidak beraturan, kolong dengan ukuran tersebut dapat dimanfaatkan langsung sebagai wadah budidaya maupun diberikan perlakuan penyesuaian bentuk kolam sebelum digunakan. Kolong seringkali tidak memiliki saluran pemasukan air dan pengeluaran air, sehingga dapat digunakan sebagai kolam air tergenang atau stagnan dengan jenis komoditi yang sesuai atau diberikan perlakuan tambahan saluran pemasukan dan pengeluaran air untuk menjadikan kolong menjadi kolam air mengalir. Pemanfaatan kolong sebagai kolam ekstensif terdapat pada Gambar 5.12.
75
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 5.12. Kolam budidaya ikan pada lahan kolong bekas tambang timah (www.limnologi.lipi.go.id) Pemanfaatan kolong untuk kolam budidaya ikan dapat dilakukan langsung pada kolong tanpa perlakuan apapun maupun memberikan perlakuan modifikasi untuk pembuatan kolam. Masyarakat seringkali menggunakan kolong secara langsung tanpa perlakuan untuk budidaya ikan, namun dalam perkembangannya mengalami kendala dalam pertumbuhan ikan. Sementara modifikasi kolong dapat dilakukan dengan membentuk kolong seperti dalam pembuatan kolam. Modifikasi kolong secara sederhana yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Perbaikan pematang Kolong memiliki pematang yang beragam. Sementara lahan disekitar kolong seringkali tandus dan minim vegetasi. Untuk mencegah longsornya pematang kolong maka perlu dilakukan perbaikan pematang kolong dengan memodifikasi model pematang kolam tanah.
76
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Gambar 5.13. Bentuk pematang trapezium pada kolam. 2. Pembuatan saluran air Kolong seringkali tidak terdapat saluran air baik pemasukan maupun pengeluaran. Penambahan saluran air menuju kolong dapat memberikan peluang kolong menjadi kolam dengan perairan mengalir. Kondisi air mengalir memberikan manfaat saat suhu perairan terlalu panas maupun dingin, sehingga aliran air dapat membantu menstabilkan suhu perairan kolam. Adanya saluran air sekunder maupu tersier menuju kolam menjadikan kolam dapat memiliki inlet maupun outlet.
Gambar 5.14. Diagram inlet dan outlet untuk pembuatan kolam mengalir pada kolong bekas tambang timah. 77
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
3. Sistem resirkulasi air Pada kolong yang mangandalkan sumber air dari curah hujan dan jauh dari sumber air permukaan seperti sungai maupun rawa, maka perlakuan yang dapat membantu adalah sistem resirkulasi air. Dengan sistem resirkulasi air maka air keluar dapat dinaikan kembali menggunakan pompa untuk difiltrasi sebelum masuk kembali ke dalam kolam. Modifikasi dan perbaikan sedemikian masih belum optimal untuk membudidayakan ikan. Kondisi kolong yang minim unsur hara serta keterbatasan lain menjadikan optimalisasi budidaya ikan di kolong bekas penambangan timah belum dapat mencapai seperti halnya budidaya ikan pada lahan optimal. Namun pemberdayaan kolong dapat memberikan peluang pencaharian masyarakat untuk tidak tergantung dengan penambangan timah dan sebagai upaya mereklamasi kolong bekas penambangan timah menjadi lahan yang produktif dan hijau.
78
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
RINGKASAN Sistem budidaya ikan dibagi menajdi sistem budidaya terbuka, semi tertutup dan tertutup. Sistem budidaya terbuka merupakan sistem budidaya yang paling awal ada dan menggunakan perairan umum sebagai lahan budidaya. Sedangkan sistem semi tertutup mulai mengurangi ketergantungan pada perairan umum, namun masih banyak berpengaruh. Pada sistem budidaya tertutup memiliki pengaruh yang minim dari perairan umum maupun lingkungan. Akuarium dapat digunakan sebagai wadah pemeliharaan ikan hias dan wadah penetasan telur, pemijahan dan perawatan larva pada beberapa jenis ikan. Sifat akuarium yang dapat dilihat dari satu atau lebih sisinya, maka pengamatan lebih mudah dilakukan. Kolam berdasarkan komoditi yang dibudidayakan, dibedakan menjadi tambak dengan komoditas air payau dan kolam atau empang pada komoditas air tawar. Kolam berdasarkan debit air dibedakan menjadi kolam air deras, kolam air mengalir dan kolam air tergenang. Kolam berdasarkan konstruksi pembuatan dibedakan menjadi kolam tradisional atau ekstensif, kolam semi intensif dan kolam intensif. Bak dapat dibedakan dari bahan yang digunakan yaitu bak beton, bak fiber dan bak terpal atau plastik. Bak merupakan solusi tepat untuk pemanfaatan lahan sempit dan pada lahan yang kurang optimal seperti pH tanah yang rendah atau tekstur tanah yang porous ( mudah menyerap air ). Karamba jaring apung merupakan model wadah pembudidayaan ikan dalam jaring tertutup pada semua sisi kecuali sisi atas dan diapungkan dengan pelampung berupa drum, sterofoam maupun jerigen pada perairan umum seperti danau, waduk, sungai dan laut. 79
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Metode karamba tancap atau pen culture merupakan karamba yang bagian dasarnya menempel pada dasar perairan dan digunakan pada perairan umum seperti sungai dan daerah pasang surut. Dalam pemanfaatan kolong sebagai wadah budidaya, dapat dibagi menjadi 2 kelompok kolong yaitu kolong luas dan dalam serta kolong sempit dan dangkal. Kolong luas dan dalam ini adalah kolong dengan luas lebih dari 500 m2 dan kedalaman air lebih dari 2 meter, sedangkan kolong sempit dan dangkal memiliki luas kurang dari 500 m2 dan kedalaman air kurang dari 2 meter. Kolong yang luas dan dalam sesuai untuk penggunaan karamba jaring apung sebagai wadah budidaya. Sedangkan kolong yang sempit dan dangkal dapat digunakan sebagai kolam tradisional atau ekstensif. Konstruksi karamba jaring apung untuk budidaya ikan di kolong membutuhkan kayu sebagai bahan kerangka, drum atau jerigen sebagai pelampung dan jaring trawl sebagai jaring pemeliharaan. Kolong sempit dan dangkal dapat dimodifikasi dengan perbaikan pematang dan saluran air agar air dalam kolam dapat mengalir untuk digunakan sebagai wadah budidaya ikan.
80
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
6
Manajemen Budidaya Ikan Pada Lahan Basah Pasca Tambang Timah
Budidaya ikan secara umum dibedakan pada proses pembenihan dan pembesaran. Proses pembenihan menghasilkan individu-individu baru dari hasil pemijahan dan perawatan larva. Pembesaran merupakan proses budidaya dalam upaya menambah bobot dan ukuran dari individu-individu ikan. Pemanfaatan kolong dengan perairan dan tanah yang spesfik dan tidak optimum, maka proses budidaya yang sesuai adalah pembesaran ikan dimana jenis komoditi yang dikembangkan disesuaikan dengan kondisi perairan dan permintaan pasar. Perairan kolong yang lebih minim unsur hara dan memiliki kualitas air yang tidak optimal, maka komoditi yang dibudidayakan adalah komoditi yang memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap kualitas air. Kolong pasca penambangan timah dengan karakteristiknya, menjadikan sebuah lahan budidaya perikanan yang belum ideal. Kualitas air yang tidak optimum serta adanya kandungan logam berat menjadikan pemanfaatan kolong sebagai lahan budidaya ikan membutuhkan perlakuan tertentu. Jika menilik pada kualitas air berdasarkan umur kolong sejak terbebas dari penambangan timah, maka kolong umur 10 tahun telah memiliki kualitas air yang memenuhi persyaratan budidaya perikanan. Namun kendala logam berat yang terkandung dalam perairan juga memerlukan perhatian khusus. Untuk itu metode budidaya dan jenis komoditas yang sesuai menjadi awal
81
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
keberhasilan memanfaatkan lahan bekas penambangan timah sebagai lahan budidaya ikan. MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN Selain jenis komoditi yang dibudidayakan, metode budidaya ikan pada segmen pembesaran juga perlu diperhatikan. Budidaya ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : Budidaya Ikan Secara Ekstensif Pada budidaya ikan cara ekstensif mengandalkan pakan yang tersedia pada perairan lahan budidaya yang disebut juga pakan alami. Ketersediaan pakan alami tidak hanya mengandalkan ketersediaan dari alam saja, namun perlu diupayakan peningkatan produksi pakan alami dengan pemupukan. Oleh karena itu pemupukan pada kolam budidaya cara ekstensif harus kontinu dilakukan agar pakan alami tumbuh dengan subur pada kolam budidaya. Pengelolaan pemberian pakan pada sistem budidaya ekstensif lebih mengutamakan tumbuhnya plankton baik fitoplankton maupun zooplankton di dalam wadah budidaya sebagai pakan alami ikan yang dibudidayakan dan jenis ikan yang dibudidayakan adalah ikan herbivora dan omnivore. Cara budidaya ekstensif sebelumnya dipandang sebagai cara budidaya kuno dimasa lampau dimana pada kolam-kolam dibudidayakan komoditi perikanan dengan padat tebar rendah dan mengandalkan pakan alami dalam kolam hingga masa panen. Namun saat ini cara budidaya yang mengandalkan pakan alami sedemikian menjadi primadona kembali dengan munculnya cara budidaya organik dimana komoditas budidaya perikanan di pelihara dengan memanfaatkan pakan alami. Hal yang membedakan cara budidaya organik dengan budidaya ektensif di masa lampau adalah 82
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
jumlah tersediaan pakan alami yang besar pada budidaya organik sehigga kepadatan tebar dapat lebih tinggi.
Gambar 6.1. Tata letak budidaya ikan lele sistem probiotik organik (Gunawan dan Harianto, 2011)
83
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Budidaya Ikan Semi Intensif Pada budidaya ikan sistem semi intensif dalam budidayanya tidak mengandalkan pakan alami saja, namun juga telah ditunjang adanya pakan buatan. Budidaya cara ini lebih banyak digunakan melalui penumbuhan pakan alami sebelum penebaran benih dengan pemupukan disertai pemberian pakan buatan selama pemeliharaan. Umumnya komoditi yang dipelihara dalam cara budidaya ini adalah kelompok ikan omnivore seperti ikan lele dan ikan mas. Pakan buatan yang diberikan selama pemeliharaan bermanfaat sebagai sumber energy dan pertumbuhan ikan dengan komposisi protein yang memadai. Pemenuhan kebutuhan pakan dengan pemberian pakan buatan menjadikan budidaya cara semi intensif dapat memiliki padat tebar ang lebih tinggi dibandingkan cara ekstensif. Budidaya Ikan Secara Intensif Pada budidaya ikan secara intensif dalam melakukan kegiatan budidaya mengandalkan pakan buatan sebagai sumber makanan utama ikan yang dibudidayakan. Pakan yang digunakan adalah pakan buatan yang mempunyai kandungan gizi yang lengkap. Karena pakan buatan ini sebagai sumber energi utama dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Pakan buatan dalam usaha budidaya ikan intensif merupakan komponen terbesar dalam suatu usaha budidaya biasanya berkisar antara 40 – 70% dari total biaya produksi . Oleh karena itu dalam mengelola pemberian pakan secara intensif harus benar-benar dilakukan secara benar agar efisiensi pakan dan efektifitas kegiatan budidaya dapat menguntungkan. Manajemen pemberian pakan pada suatu usaha budidaya ikan yang intensif harus dilakukan . Hal ini dikarenakan pada pengelolaan pemberian pakan dalam suatu usaha budidaya ada beberapa elemen kritis yang harus diperhatikan antara lain adalah jumlah pakan perhari yang diberikan dalam pemeliharaan ikan 84
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
(feeding rate), frekuensi pemberian pakan dalam satu hari (feeding frekuensi), waktu pemberian pakan yang tepat (feeding time) dan konversi pakan yang ditargetkan dalam suatu usaha budidaya ikan. Jumlah pakan yang akan diberikan setiap hari pada budidaya ikan secara intensif sangat bergantung pada faktor biotik dan faktor lingkungan dimana ikan itu hidup. Pada suatu usaha budidaya ikan dimana terdapat beberapa fase kegiatan budidaya sehingga pakan yang akan diberikan pada setiap fase akan berbeda. Berdasarkan jumlah pakan yang harus diberikan dalam suatu usaha budidaya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Pemberian pakan secara berlebihan (excess) Pemberian pakan secara berlebihan atau biasa disebut ad libitum merupakan salah satu cara pemberian pakan yang biasa diberikan pada fase pemberian pakan untuk larva ikan sampai ukuran benih ikan pada suatu hatchery. Pada stadia tersebut tingkat konsumsi pakan masih tinggi hal ini berkaitan dengan kapasitas tampung lambung larva atau benih ikan masih sangat terbatas, struktur alat pencernaan yang masih belum sempurna dan ukuran bukaan mulut larva yang masih sangat kecil, sehingga dengan memberikan pakan dengan sekenyangnya atau ad libitum dimana pakan selalu tersedia dalam jumlah yang tidak dibatasai maka larva atau benih ikan ini dapat makan kapanpun juga sesuai dengan keinginan ikan. 2. Pemberian pakan sekenyangnya (satiation) Pada sistem pemberian pakan seknyangnya adalah suatu usaha para pembudidaya ikan untuk melakukan pemberian pakan pada ikan yang dibudidayakan dalam jumlah yang maksimal. Hal ini dapat dilakukan pada ikan budidaya yang benar-benar sudah diketahui daya tampung lambungnya secara maksimal dalam setiap pemberian pakan, sehingga pakan ikan yang diberikan semuanya dikonsumsi oleh ikan. 85
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
3. Pemberian pakan yang dibatasi (restricted) Pemberian pakan tipe ini adalah pemberian pakan buatan yang biasa dilakukan dalam suatu usaha budidaya ikan dimana para pembudidaya melakukan pembatasan jumlah pakan yang diberikan setiap hari. Jumlah pakan yang aka diberikan setiap hari ini dibatasi berdasarkan hasil suatu sampling dengan jumlah pakan tertentu akan diperoleh pertumbuhan ikan yang optimal. Frekuensi dan dosis pemberian pakan ikan berdasarkan umur ikan dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Frekuensi dan dosis pemberian pakan ikan.
Sumber : Gusrina (2008). Pemberian pakan pada benih dan induk dengan prosentase dari biomas yang dimaksud adalah pada setiap hari diberikan pakan sesuai prosentase dari penghitungan bobot ikan yang dipelihara secara keseluruhan. Sebagai contoh pada ikan yang disampling memiliki bobot rata-rata 100 gram dan populasinya sebanyak 1000 ekor, maka bobot total ikan adalah 10.000 gram atau 10 kilogram. Jika dibutuhkan pakan sebanyak 3%, maka pakan yang diberikan 86
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
selama satu hari adalah sebesar 3% dari 10 kilogram yaitu 0,33 kilogram atau 330 gram. Selain umur ikan, dosis dan frekuensi pemberian pakan juga perlu mengikuti kebiasaan makan ikan. Ikan diurnal seperti ikan Mas, Gurami, Nila dan ikan lainnya cenderung banyak beraktifitas di siang hari. Ikan-ikan jenis tersebut lebih baik diberikan pakan dalam jumlah lebih banyak pada siang hari. Sementara ikan-ikan nocturnal seperti ikan lele lebih suka makan pada malam hari sehingga pemberian pakan lebih banyak dapat dilakukan pada malam hari. Pada Tabel 6.2 dapat dilihat contoh dosis dan frekuensi pakan pada udang berdasarkan umur dan kebiasaan makan udang. Tabel 6.2. Dosis dan frekuensi pemberian pakan sesuai umur dan kebiasaan makan udang.
87
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Metode Pemberian Pakan untuk Budidaya Ikan di Kolong Kolong dengan kandungan logam berat dalam perairannya dimungkinkan dapat terdedar pada komoditas budidaya ikan yang dipelihara dalam perairan kolong. Meskipun kadar logam berat dalam perairan masih dibawah ambang batas, namun dapat terakumulasi dalam tubuh ikan sehingga dimungkinkan dapat berbahaya bagi kesehatan konsumen. Untuk itu, perlu beberapa pertmbangan yang membedakan dengan budidaya di lokasi lainnya. Pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah : 1. Disarankan jenis komoditas budidaya yang dikembangkan adalah ikan karnivora atau omnivora cenderung karnivora. Pemilihan jenis ikan karnivora ini memberikan manfaat untuk menekan kemungkinan jenis ikan yang dibudidayakan untuk mengkonsumsi pakan alami berupa fitoplankton dan alga yang terdapat pada perairan kolong. Pemilihan jenis ikan karnivora ini terutama pada pemanfaatan kolong-kolong muda dimana kualitas airnya belum optimal terutama pada kandungan logam beratnya. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan membudidayakan ikan herbivora maupun omnivora. Hal tersebut dikarenakan pemilihan komoditas budidaya ikan ditentukan oleh jenis ikan yang dibutuhkan oleh pasar dan konsumen. 2. Pemberian pakan dilakukan dengan metode pakan secara insentif. Metode pakan secara insentif dengan mengandalkan penggunaan pakan buatan untuk memacu pertumbuhan ikan dapat menekan jumlah pemasukan logam berat dalam tubuh ikan melalui pakan. Pakan yang keseluruhannya diberikan secara buatan menjadikan ikan minim mengkonsumsi pakan alami yang tersedia pada perairan kolong, sebab dikhawatirkan pakan alami baik nabati 88
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
maupun hewani yang terdapat dalam perairan kolong terdedar logam berat. Dengan meminimalisasi konsumsi pakan alami dapat menekan akumulasi logam berat pada tubuh ikan. 3. Pembudidayaan dengan jangka waktu < 4 bulan. Pada hasil penelitian LIPI tahun 2009 diperoleh data bahwa pada proses budidaya ikan di karamba jaring apung maupun restoking ikan yang berada dalam perairan kolong selama 6 bulan, memiliki kandungan logam berat dalam daging ikan. Sementara pada budidaya ikan dalam karamba jaring apung dengan waktu pemeliharaan dibawah 4 bulan, kandungan logam berat yang terakumulasi rendah dan layak untuk dikonsumsi. Akumulasi logam berat pada ikan yang dipelihara dalam perairan kolong dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Gambar 6.2. Kandungan logam berat pada ikan yang dipelihara di Karamba Jaring Apung selama 6 bulan dan ikan alami/restoking pada kolong. Jenis ikan yang cenderung karnivora dan memiliki waktu pemeliharaan singkat adalah ikan lele. Disamping itu dari segi permintaan, ikan lele memiliki kebutuhan pasar yang tinggi karena kesukaan konsumen pada komoditas ini. 89
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Ikan lele dapat dibudidayakan selama 3 bulan dari pendederan ukuran 3-5 cm hingga ukuran konsumsi 6-8 ekor tiap kilogram. Bahkan jenis ikan lele strain baru seperti ikan lele sangkuriang dapat dibudidayakan dalam waktu yang lebih singkat. Ikan lele sangkuriang dalam waktu pemeliharaan selama 90 hari dari benih ukuran 4 gram, jumlah pakan 3% bobot, frekuensi pakan 3 kali sehari dan kepadatan tebar 50 ekor / m2, dapat diperoleh ikan lele konsumsi dengan bobot 200 – 250 gram per ekor dan sintasan 80 – 90 %. Dengan demikian ikan lele khususnya strain sangkuriang potensial untuk dikembangkan sebagai komoditi budidaya ikan air tawar pada pemanfaatan kolong. MANAJEMEN KUALITAS AIR Kualitas air pada perairan kolong yang belum optimal untuk budidaya ikan memerlukan perlakuan-perlakuan untuk mengoptimalkan pemanfaatannya sebagai media budidaya ikan. Suhu Pada kondisi tidak optimum yaitu suhu perairan terlalu rendah, maka dapat diberikan perlakuan-perlakuan berikut : 1. Mengurangi padat tebar dan menurunkan ketinggian air. Penurunan ketinggian air dapat memberikan peningkatan instensitas cahaya matahari yang masuk sampai ke dasar perairan dan diharapkan dapt meningkatkan suhu perairan. 2. Menambahkan feed additive seperti vitamin dan herbal ekstrak (jahe, kunyit, bawang, mengkudu) atau imunostimulant. Pemberian pakan tambahan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari komoditi yang dibudidayakan sehingga mengurangi efek kematian akibat suhu rendah. 90
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
3. Meningkatkan pergantian air Pergantian air memberikan manfaat untuk memberikan pergerakan air dan air dengan suhu rendah di perairan dapat tergantikan oleh air baru. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi terutama pada siang hari maka perlu diberikan perlakuan berikut : 1. Pergantian air khususnya pada siang hari Pergantian air diharapkan dapat menurunkan suhu perairan dengan adanya air baru yang memasuki perairan. 2. Penambahan kedalaman air Penambahan kedalaman air menekan instensitas cahaya matahari sampai ke dasar perairan sehingga masih ada badan air yang memiliki suhu lebih rendah yaitu bagian mendekati dasar. 3. Pemberian naungan pada sebagian kolam Naungan akan menahan intensitas cahaya matahari secara langsung ke perairan. Pemberian naungan pada sebagian perairan dapat menekan suhu pada siang hari. pH dan Logam berat Permasalahan pH yang rendah dan adanya kandungan logam berat yang tinggi memberikan permasalahan untuk budidaya ikan. pH berpengaruh pada optimalisasi pertumbuhan ikan sedangkan logam berat dikhawatirkan terakumulasi dalam tubuh ikan dan membahayakan konsumen. Perlakuan-perlakuan yang disarankan untuk mengoptimalkan kualitas air khususnya pH dan logam berat di perairan kolong menurut Henny C (2009) adalah sebagai berikut :
91
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
1. In Situ Treatment dengan menambahkan batu kapur (limestone) langsung ke kolong. 2. Passive Treatment menggunakan sistem permeable reactive barrier (PRB), open limestone channels (OLCs), anoxic limestone drains (ALDs) dan constructed wetland (rawa buatan) untuk aliran air kolong. Selain meningkatkan pH, sistem ALD dapat meningkatkan alkalinitas untuk menjaga pH agar tidak turun setelah melewati sistem wetland. Sistem ALD harus diikuti oleh wetland anarobik ataupun aerobik untuk mendapatkan kualitas air efluen yang memenuhi standar baku mutu. Sistem wetland atau lahan basah secara alamiah adalah daerah transisi antara ekosistem perairan dimana memiliki kondisi basah dan tergenang dengan ekosistem darat yang kering. Lahan basah dapat memiliki masa terendam air namun juga dapat praktis kering. Ciri-ciri lahan basah adalah adanya tumbuhan yang bersifat hidrofit yang dapat beradaptasi dengan kondisi kering maupun basah. Secara alamiah, pada lahan basah terjadi proses-proses biologi, kimia dan fisika. Proses biologi terjadi pada interaksi antara tumbuhan penyusun lahan basah dengan lingkungan lahan basah tersebut. Penyerapan (up taking) unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diserap melalui akar atau organ yang berfungsi seperti akar pada air dan substrat tumbuh tumbuhan tersebut. Rawa buatan diyakini dan telah teruji kemampuannya dalam menurunkan beban pencemar yang terdapat dalam air. Tidak hanya limbah rumah tangga yang tinggi akan nutrien tatapi juga limbah tambang yang memiliki kandungan logam tinggi dan kadang ber-pH sangat rendah. Lahan basah buatan mampu menurunkan kandungan konsentrasi logam cadmium, tembaga dan seng masing-masing hingga 99%, 99% dan 97%. Namun demikian tumbuhan dalam rawa 92
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
buatan hanya menyerap logam dalam konsentrasi yang sangat rendah yaitu kurang dari 1%. Penyerapan logam dalam air, terutama Fe dan Mn, akan berlangsung efektif apabila terdapat intreraksi secara biologis yang menjembatani oksidasi dan reduksi. Beberapa tumbuhan telah diketahui mampu menyerap logam berat pada perairan diantaranya yaitu eceng gondok dan mending. Pada sistem wetland anaerobik, komposisi reaktif material yang digunakan seperti kompos, daunan, serbuk gergaji di tambahkan lumpur aktif dari sistem sewage juga menstimulasi pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat untuk menaikan alkalinitas dan menyisihkan logam dalam bentuk endapan sulfide. Sistem gabungan secara kimia dan biologi terbukti dapat meningkat peroduktivitas dari kolong AMD (mining pit lake), sehingga dapat di manfaatkan untuk budidaya perikanan. Oksigen Terlarut Jika terjadi kelebihan kadar oksigen, maka hal-hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Menaikkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut akan menurun. Menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakinberkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan- bahan organik dan anorganik. Namun jika terjadi kekurangan kadar oksigen terlarut, maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah : Menurunkan suhu/temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen terlarut akan naik. 93
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakinkadar oksigen terlarut akan naik karena proses fotosintesis semakin meningkat. Mengurangi bahan - bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapatbahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah.
MANAJEMEN USAHA Pada beberapa kolong yang telah berumur tua dan memiliki kualitas air yang memenuhi persyaratan kualitas air untuk budidaya ikan, telah digunakan untuk budidaya ikan baik pembesaran maupun pembenihan. Namun masih banyak kolong yang belum dimanfaatkan untuk peluang usaha potensial dibidang budidaya ikan ini. Untuk mengoptimalkan usaha budidaya ikan memanfaatkan kolong pasca penambangan timah dan agar usaha dapat berkelanjutan serta memberikan keuntungan bagi pengelola usaha budidaya maka perlu dipertimbangkan beberapa aspek dalam usaha. Aspek-aspek tersebut adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek sosial dan aspek manajemen. Aspek Pasar Perencanaan dalam aspek pasar dapat memberikan gambaran pemasaran produk panen pada akhir produksi budidaya ikan. Penentuan komoditas yang dipelihara juga disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Dengan demikian, hasil produksi budidaya ikan yang diproduksi memanfaatkan kolong dapat terserap oleh pasar. Pemasaran produk hasil dapat direncanakan dengan memilih beberapa jalur pemasaran produk ikan konsumsi yaitu (1) memasarkan secara langsung kepada konsumen baik dengan membuka outlet penjualan maupun konsumen dating langsung pada lokasi budidaya ikan memanfaatkan kolong pasca penambangan 94
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
timah, (2) memasarkan melalui pengepul yang telah memilikijalur pemasaran kepada konsumen. Penentuan aspek pasar penting untukmenjamin kelanjutan usaha budidaya ikan lele. Sebagai contoh pada ikan lele di pulau Bangka memiliki permintaan cukup tinggi hingga 500-800 ton per tahun (tahun 2011-2012). Kebutuhan sebesar itu tidak mampu dipenuhi oleh pembudidaya dalam pulau Bangka sehingga memerlukan pasokan dari luar pulau. Dengan penilaian tersebut maka dari sisi potensi pasar ikan lele memiliki potensi pasar potensial. Penentuan metode pemasaran berkaitan dengan marjin keuntungan yang dapat diperoleh dari proses budidaya ikan. Ikan lele memiliki nilai ekonomis antara 20 ribu hingga 25 ribu untuk pemasaran langsung kepada konsumen, namun jika melalui pengepul maka harga ikan lele setiap kilogramnya dihargai Rp.16.000,- sampai Rp.18.000,-. Aspek Teknis Komoditi budidaya yang telah dipilih untuk memanfaatkan kolong pasca penambangan timah perlu dipelajari sisi teknisnya. Pemahaman teknis budidaya memberikan peluang untuk menghasilkan pencapaian produksi yang optimal. Masing-masing jenis ikan memiliki sisi teknis berbeda-beda mulai dari kebiasaan makan, jenis pakan hingga perlakuanperlakuan untuk meningkatkan produksi. Ikan-ikan jenis karnivora maupun omnivore yang cenderung karnivora membutuhkan seleksi atau grading selama produksinya untuk mencegah kanibalisme. Demikian juga untuk ikan nila akan lebih cepat pertumbuhannya jika dibudidayakan dengan sistem monosex. Buku95
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
buku teknis budidaya ikan telah banyak beredar dapat memberikan informasi tentang teknis budidaya ikan pada komoditi terpilih.
Aspek Sosial Kolong pasca penambangan timah umumnya berada ditempat yang jauh dari lokasi pemukima penduduk. Kondisi ini memberikan dampak negatif pada keamanan lokasi jika digunakan sebagai lokasi budidaya ikan. Seperti halnya pada Karamba Jaring apung, ada baiknya pada pemanfaatan kolong sebagai lokasi budidaya ikan diberikan rumah jaga untuk pengawasan serta penyimpanan bahan dan alat budidaya ikan. Aspek Manajemen Pada aspek ini perlu diterapkan fungsi-fungsi sebuah usaha untuk mencapai hasil berupa keuntungan. Fungsi manajemen tersebut adalah (1) Perencanaan. Perencanaan ini dibutuhkan sebagai jalur mencapai tujuan pembudidayaan ikan. Dalam perencanaan terdapat aspek teknis, tenaga kerja, modal, biaya dan analisis keuntungan yang hendak dicapai. (2) Pengorganisasian. Pada fungsi manajemen ini, masing- masing tenaga kerja memiliki pembagian tugas yang jelas dan terencana. (3) Pergerakan. Yaitu sebuah proses untuk menggerakkan tenaga kerja ke arah yang diinginkan baik dalam segi tenis maupun non teknis. Sebagai contoh mengarahkan tenaga kerja melakukan proses pemberian pakan yang benar. (4) Pengawasan. Pada fungsi ini dilakukan pengawasan terhadap proses produksi agar sejalan dengan rencana dan mampu mencapai tujuan.
96
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
RINGKASAN Manajemen Pemberian Pakan 1. Berdasarkan pmanajemen pemberian pakan, budidaya ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : (1) Budidaya Ikan Secara Ekstensif, dimana budidaya mengandalkan pakan yang tersedia pada perairan lahan budidaya yang disebut juga pakan alami. (2) Budidaya Ikan Semi Intensif yaitu dalam budidayanya tidak mengandalkan pakan alami saja, namun juga telah ditunjang adanya pakan buatan. (3) Budidaya Ikan Secara Intensif yang merupakan budidaya ikan mengandalkan pakan buatan sebagai sumber makanan utama ikan yang dibudidayakan. 2. Manajemen pemberian pakan pada suatu usaha budidaya ikan harus diperhatikan antara lain adalah jumlah pakan perhari yang diberikan dalam pemeliharaan ikan (feeding rate), frekuensi pemberian pakan dalam satu hari (feeding frekuensi), waktu pemberian pakan yang tepat (feeding time) dan konversi pakan yang ditargetkan dalam suatu usaha budidaya ikan. 3. Selain umur ikan, dosis dan frekuensi pemberian pakan juga perlu mengikuti kebiasaan makan ikan. Ikan diurnal seperti ikan Mas, Gurami, Nila dan ikan lainnya cenderung banyak beraktifitas di siang hari. Ikan-ikan jenis tersebut lebih baik diberikan pakan dalam jumlah lebih banyak pada siang hari. Sementara ikan-ikan nocturnal seperti ikan lele lebih suka makan pada malam hari sehingga pemberian pakan lebih banyak dapat dilakukan pada malam hari.
97
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Manajemen pakan pada budidaya ikan di kolong 1. Sebaiknya jenis komoditas budidaya yang dikembangkan adalah ikan karnivora atau omnivore cenderung karnivora. 2. Pemberian pakan dilakukan dengan metode pakan secara insentif. 3. Pembudidayaan dengan jangka waktu < 4 bulan. Manajemen Kualitas Air 1. Perbaikan suhu perairan kolong yang rendah dapat diberikan perlakuan-perlakuan mengurangi padat tebar dan menurunkan ketinggian air, menambahkan feed additive seperti vitamin dan atau imunostimulant, meningkatkan pergantian air. Namun jika suhu perairan kolong tinggi maka dapat dilakukan pergantian air khususnya pada siang hari, penambahan kedalaman air dan pemberian naungan pada sebagian kolam. 2. Pengendalian pH dan Logam berat dapat dilakukan dengan cara In Situ Treatment dengan menambahkan batu kapur (limestone) langsung ke kolong dan Passive Treatment menggunakan sistem permeable reactive barrier (PRB), open limestone channels (OLCs), anoxic limestone drains (ALDs) dan constructed wetland (rawa buatan) untuk aliran air kolong. 3. Pada oksigen terlarut, jika terjadi kelebihan kadar oksigen, maka hal-hal yang dapat dilakukan Menaikkan suhu/temperatur air dan menambah kedalaman air. Namun jika terjadi kekurangan kadar oksigen terlarut, maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah menurunkan suhu/temperatur air, mengurangi kedalaman air, mengurangi bahan - bahan organik dalam air.
98
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Manajemen Usaha 1. Aspek Pasar. Perencanaan dalam aspek pasar dapat memberikan gambaran pemasaran produk panen pada akhir produksi budidaya ikan. Penentuan aspek pasar penting untuk menjamin kelanjutan usaha budidaya. 2. Aspek Teknis. Komoditi budidaya yang telah dipilih untuk memanfaatkan kolong pasca penambangan timah perlu dipelajari sisi teknisnya. Pemahaman teknis budidaya memberikan peluang untuk menghasilkan capaian produksi yang optimal. 3. Aspek Sosial. Kemanan lokasi budidaya ikan di kolong dapat mempengaruhi capai produksi budidaya ikan. 4. Aspek Manajemen. Dalam upaya mencapai tujuan dan kesinambungan usaha, maka perlu dilakukan fungsi usaha yaitu (1) Perencanaan. (2) Pengorganisasian. (3) Pergerakan dan (4) Pengawasan.
99
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Daftar pustaka Anonymous. Tanpa tahun. Introduction to fresh Water aquaculture. Diakses dari http://bieap.gov.in Anonymous, 2009. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. VEDCASEAMOLEC. Anonymous, 2010. Bangka Belitung. Kepulauan Bangka Belitung
Pemerintah
Propinsi
Armanda rio, 2010. Timah : masalah ataukah primadona? Diakses dari www.ubb.ac.id Asmawi, S. 1986. pemeliharaan ikan Dalam Keramba. PT. Gramedia. Jakarta. Badri LN. 2004. Karakteristik tanah, vegetasi, dan air kolong pasca tambang timah dan tehnik rehabilitasi lahan untuk keperluan revegetasi (Studi kasus lahan pasca tambang timah Dabo Singkep) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Elfida, 2007. Analisis Pola Spasial Tambang Timah Rakyat Sebagai Masukan Dalam Penentuan Kebijakan Tata Ruang di Kabupaten Bangka. IPB. Bogor Gunawan dan Harianto B, 2011. Dongkrak Produksi Lele dengan Probiotik Organik. Agromedia Pustaka Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid 1. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Hardjowigeno S. 2007. Ilmu tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. 100
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Hariyadi dwi, 2012. Timah pencabut nyawa. Diakses dari www.ubb.ac.id Henny C, 2009. Teknologi Perbaikan Kualitas Air Kolong Asam. Pusat Linologi LIPI Indaryanto, Tanpa tahun. Ekologi Perairan. Universitas Lampung. Kusumastuti E. 2005. Rehabilitasi lahan pasca penambangan timah di pulau bangka dengan amelioran bahan organik dan bahan tanah mineral dengan tumbuhan indikator Jati (Tectona grandis) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Kurniawan, A dan Ardiansyah.K, 2011. Analisa Variasi Genetik Ikan pada Kolong dengan Umur Berbeda. Hibah Penelitian Kopertis. UBB. Latifah S, 2000. Keragaan Pertumbuhan Acacia mangium Pada Lahan Bekas Tambang Timah (Studi Kasus di Areal PT. Timah Tbk). IPB. Bogor Lawson, 1994. Fundamentals of Aquaculture engineering. Department of Biological Engineering. Luosiana State University Lestari Dwi, 2008. Kajian Awal Potensi Tumbuhan Indigenius dan Keragaman Funginya untuk Revegetasi Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka. IPB. Bogor Lisnawati dkk, 2005. Kualitas air. VEDCA. Cianjur Puspita A, dkk. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. W e t l a n d International. Bogor. 101
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
R o b a n i J u h a r , 2 0 0 8 . Karakteristik Fe, Nitrogen, Fosfor, Dan Fitoplankton Pada Beberapa Tipe Perairan Kolong Bekas Galian Timah. IPB. Bogor Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Jilid I dan II. Binacipta. Bandung Sabri, 2010. Pemanfaatan kolong di Pulau Bangka. Seminar Save Our Invironment. UBB Sujitno sutedjo, 2007. Sejarah penambangan timah di indonesia. Pt. Timah tbk. Pangkalpinang Sumantadinata, K. 1981. Pengembangbiakan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. PT. Sastra Hudaya. Bogor. Suyanto, S.R. 2003. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. Tahang
dan bayu pryambodo 2005. Petunjuk teknis budidaya ikan kerapu di kja. Loka budidaya laut Lombok
Thomas putranto dan kristi kusuma, 2009. Permasalahan air tanah pada daerah urban. Teknik – vol. 30 no. 1 tahun 2009, ISSN 0852-1697 Tjakrawidjaja Agus, 2001. Uji Coba Budidaya Ikan NIla Merah dengan Pola Jaring Terapung di Lahan Bekas Galian Tambang Timah Pulau Singkep. Laporan Teknik Puslit Biologi LIPI. Timah PT, 2010. Eksistensi timah dan revitalisasi lahan. Disajikan dalam seminar babel saev our environment pada 30 november 2010.
102
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Wibowo kesit, 2008. Pemeliharaan kerang abalone (haliotis asinina) dengan metode pen-culture (kurungan tancap) dan keramba jaring apung (kja). Diakses dari www.kekerangan.blogspot.com
103
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Glosarium Ad
libitum. Pemberian pakan sebanyak-banyaknya tanpa perhitungan. Ad satiation. Pemberian pakan sekenyang-kenyangnya atau pakan maksimal. Aerobik. Reaksi metaboliesme yang menggunakan oksigen. Algae. Anggota organism uniseluler serta multiseluler yang bersifat eukariotik dan fotosintetik. Anaerobik. Reaksi yang tidak membutuhkan oksigen Anoxic limestone drains. Pembuatan wadah berisi batuan kapur yang ditempatkan pada aliran air terkontaminasi untuk menaikkan pH dan mengikat kontaminan. Aquascape. Seni menghias akuarium dengan memadukan ikan dan tanaman air. Benthos. Organisme yang hidup di dasar perairan. Blooming. Perbanyakan dalam jumlah besar Constructed wetland. Rawa buatan untuk aliran air kolong. Danau. Genangan perairan yang terdapat pada cekungan tanah yang terbentuk secara alami Dekomposisi. Pelapukan, perombakan unsure, pembusukan Efisiensi pakan. Kemanfaatan pakan untuk pertumbuhan Epifauna. Organisme yang mendiami permukaan dasar perairan Euryhaline. Organisme yang memiliki tingkat toleransi salinitas tinggi Evaporasi. Penguapan Faces. Keluaran sisa proses pencernakan Fluktuasi suhu. Perubahan suhu yang terjadi pada satuan waktu Fotosintesis. Proses perubahan karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari menghasilkan oksigen dan glukosa. Fototaksis. Respon terhadap cahaya Herbivora. Jenis ikan yang memiliki kebiasaan makanan tumuhtumbuhan (nabati) In Situ Treatment. Perlakuan pada suatu lokasi perairan tertentu. Infauna. Organisme yang mendiami bagian batang perairan 104
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Inlet. Saluran pemasukan air dari kolam Karnivora. Ikan yang memiliki kebiasaan pakan hewani Kolong. Lubang yang terbentuk akibat penambangan dan seringkali berisi air. Kuasa penambangan. Hak untuk melakukan penambangan pada suatu lokasi Lentik. Perairan yang tergenang Limestone. Batu kapur Lotik. Perairan yang mengalir Mikroorganisme. Organisme berukuran mikroskopis Omnivora. Ikan yang memiliki kebiasanan pakan nabati dan hewani Open limestone channels. Pembuatan jalur air yang melalui batuan kapur sehingga secara bertahap menaikkan pH dan memperbaiki logam berat terlarut. Outlet. Saluran pengeluaran air dari kolam Overburden. lapisan penutup pada pertambangan Passive Treatment. Perlakuan dengan memanfaatkan reaksi kimia dan biologi. Pen culture. Karamba tancap dengan sisi bawah memanfaatkan dasar perairan. Penetrasi. Penekanan Permeable reactive barrier. Metode remediasi air permukaan untuk memindahkan atau menurunkan kontaminan dalam air melalui presipitasi, rekasi kimia dan rekasi biologi. Phytoplankton. Organisme uniseluler dalam air yang bersifat tumbuhan Plankton. Organism uniseluler yang melayang dalam air Poikilothermal. Organisme yang sensitive terhadap perubahan suhu Probiotik. Bakteri bermanfaat yang dapat membantu pencernaan dan perbaikan kualitas air Rasio pakan. Perbandingan jumlah pakan dengan pertumbuhan Reklamasi. Usaha memulihkan kembali lahan setelah penambangan Resirkulasi. Sirkulasi air dengan menggunakan kembali air yang telah dibuang melalui proses penyaringan 105
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Respirasi. Pernafasan Rhizoma. Akar Salinitas. Kandungan garam dalam air Sechhi disk. Alat pengukur kecerahan air Siklus hidrologi. Siklus perputaran air dari air permukaan menguap menjadi awan danturun embali dalam bentuk hujan. Soft Water. Air dengan tingkat kesadahan rendah Stenohaline. Organisme yang memiliki memiliki tingkat toleransi salinitas rendah Tailing. Limbah atau ampas dari pertambangan Tambang inkonvensional. Penambangan yang dilakukan dengan peralatan sederhana Toksik. Bersifat racun Turbidity. Kekeruhan. Banyaknya partikel dalam perairan Urin. Ekskresi sisa metabolisme Waduk. Genangan perairan pada cekungan tanah yang terbentuk secara buatan untuk tujuan irigasi dan hasil dari bendungan. Zooplankton. Organisme uniseluler dalam air yang bersifat hewan.
106
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
Biografi Penulis
Ardiansyah Kurniawan, S.Pi, M.P, yang lahir di Malang pada tanggal 24 Maret 1979 ini adalah alumnus S1 Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2009 menyelesaikan gelar master bidang Bioteknologi Perikanan di Universitas yang sama. Mengawali karir di perusahaan pembekuan udang tahun 2002 – 2005. Karir berlanjut di bidang pendidikan di SMK Negeri 02 Turen, Malang (2005-2009), SMK Negeri 1 Bula, Seram Bagian Timur, Maluku (2009-2010) dan Universitas Bangka Belitung (2010 – sekarang). Saat ini penulis beraktivitas sebagai pengajar budidaya perairan dan peneliti pada pusat kajian perikanan dan pangan (PKP2) Universitas Bangka Belitung. Beberapa artikel dan jurnal diterbitkan di harian Bangka Pos dan Akuatik. Penulis juga aktif menjadi instruktur pada penyuluhan dan pelatihan bidang budidaya perikanan bagi kelompok pembudidaya ikan maupun masyarakat sebagai wujud pengabdian masyarakat. Buku ini merupakan buku pertama yang diterbitkan oleh UBB press. 107
Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Penambangan Timah
108