1 PENGAMBILAN KrEPUTUSAN BERWIRAUSAHA SEBAGAI USAHA SAMPINGAN PADA ORANG YANC:i MEMILIKI PEKERJAAN TETAP Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi un...
PENGAMBILAN KrEPUTUSAN BERWIRAUSAHA SEBAGAI USAHA SAMPINGAN PADA ORANG YANC:i MEMILIKI PEKERJAAN TETAP Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATUL.LAH JAKARTA 1428 H / 2007 M
·----~
PENGA!VlBILAN KEPUTUSAN BERWIR.!\USAHA SEB,rlt(U"\I USAHA
SAMPINGA~·'
PAOA ORANG YANG
l\nEMILIKI PEKERJ,il,1-t\f\l TETttP Skripsi Diajukan kepada Fakultas
Psi,~ologi
untuk memenuhi syarat.syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh:
Ratna Ekawati NIM : 103070029158 Di Bawah Bimbingan
Pembimbing II
Miftahuddin, M.Si
NIP. 150378726 FAKULTAS PS!KuLOGI UIN SYAR!F HID,'.\Y/.i.';ULLAH
.JAJ
·14::a H/2007 M
HALAMANPENGESAHAN Skripsi yang berjudul "PENGAMBILAN l<EPUTUSAN BERWIRAUSAHA SEBAGAI
USAHA
SAMPINGAN
PADA
ORANG
YANG
MEMILIKI
PEKERJAAN TET AP" telah diujikan dalam sidang rnunaqasyah Fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 September 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.) Jakarta, 7 September 2007 Sidang Munaqasyah
1 j:> Anggota ,
M.Si
M. Si.
Anggota
Penguji I,
~.e Ors. Sofiandy Zakaria, M.Psi, T.
Pembimbing II,
erul Gani, Psi
Miftahuddin. M.Si NIP. 150378726
lll
,
. •
/1
a
_____ ,.'.'j
mw q
trfi
.'.'!.
4fJ;
111
~~~a«®. ~~4 ~#
1(upersem6alik,an 'l(arya seaerliana ini untuk,orang-orang t:ercintak,u: 'l(faua orang tua tuak,u yang te{a/i merawat aan mem6im6ingk,u Juga /i,ftiga aaik,k,u yang te{a/i mem6erik,an warna inaali aa{am liiaupk,u
ABSTRAKSI (A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2007 (C) Ratna Ekawati: 103070029158 (D) Pengambilan Keputusan Berwirausaha Sebagai Usaha Sampingan Pada Orang yang Memiliki Pekerjaan Tetap (E) XV+172 halaman (F) Berwirausaha sebagai usaha sampingan bukanlah suatu keputusan yang mudah karena terdapat beberapa konsekuensi yang harus dihadapi, terlebih lagi jika dilakukan oleh orang yang telah memiliki pekerjaan tetap, karena mereka harus dapat membagi waktu, tenaga dan pikirannya untuk usaha yang didirikan dan juga pekerjaan tetapnya. l<eberanian dan strategi-strategi yang tepat diperlukan untuk mengambil keputusan membuka usaha sampingan. Penelitian ini ingin mengetahui proses pengambil.an keputusan untuk membuka usaha sampingan yang dilakukan orang yang telah memiliki pekerjaan tetap, berdasarkan strategi dan tahap-tahap pengambilan keputusannya. Studi kasus dipilih untuk mengkaji jawaban permasalahan. Data dikumpulkan dengan wawancara. Subjek penelitian terdiri dari tiga orang, yaitu orang yang telah memiliki pekerjaan tetap juga membuka usaha sampingan sendiri, dan berusia 25-50 tahun (usia produktif dalam bekerja) Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa alasan ketiga subjek dalam mengambil keputusan membuka usaha sampingan dikarenakan adanya peluang yang menjanjikan, ingin menambah penghasilan dan ingin menolong orang lain. Berdasarkan tahap-tahap dan strategi pengambilan keputusan k13tiga subjek hampir sama dan strategi yang digunakan ketiga subjek dalam pengambilan keputusan berwirausaha sebagai usaha sampingan menggunakan combination strategy dan wish strategy. Seseorang yang menggunakan combination strategy akan memilih alternatif pilihan yang telah dipertimbangkan resiko dan peluangnya sebelumnya, sedangkan orang yang' menggunakan wish strategy akan memilih alternatif pilihan yang dapat membawa pada hasil yang diinginkan tanpa memperdulikan resiko. Dari hasil akhir tentang perubahan yang dirasakan ketiga subjek setelah membuka usaha sampingan adalah kepuasan batin yang lebih karena memiliki usaha sendiri dan penghasilan yang bertambah. Namun di lain
pihak mereka juga merasakan waktu, tenaga dan pikiran yang mereka miliki lebih banyak terkuras setelah memiliki usaha sendiri. (G) Bahan Bacaan: 36 (1968- 2006)
ABSTRACT (A) Faculty of Phsychology (B) August 2007 (C) Ratna Ekawati: 103070029158 (D) Decision Making of being Entrepreneur as Side Job for People with Fix Permanent Job. (E) XV + 172 pages (F) Being entrepreneur as side job is a tough dec:ision as resulting some consequences which need to be overcomed, particularly being conducted by ones who have permanent job, as they have to distract time, energy and his thought to the newly found jobs as well as their permanent jobs. Guts and proper strategies needed to decide of being entrepreneur. This research's purpose is to reveal the decision-making process, in establishing new side jobs for those who alre!ady had permanent occupation based on strategy and its steps on taking decision. Case studies are chosen to dig more answer for problems found, by collecting data in interview method. The subjects of this research are three person, characterized for having permanent job as well as being entrepreneur in age category 25-50 years old. Based on reaserch done, it has been concluded that main triggers of these three subjects in taking decision of being entrepreneur are promising chance, need to additional income, and helping others. Seen, based on strategy and steps taken, the three subject remain similar, as they use both combination strategy and wish strategy. Combination strategy is taken when a person choose alternative after considering its risk and chance previosly, while wish strategy done by people who choose one alternative without properly considering its risl<. From final result occurred on three subjects, we can conclude that these three people aside from having mental satisfaction for being entrepreneur, they also find how they loose more energy and quality time they used more after decisions to be entrepreneur. ,'
(G)
Material Reading: 36 (1968-2006)
KATA
PENGANTAI~
Assalamu'alakum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Pengambi/an Keputusan Beiwirausaha sebagai Usaha Sampingan pada Orang yang Memiliki Peke!jaan Tetap". Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah atas Nabi Muhammad Saw.. yang telah menjadi suri tauladan terbaik bagi umat manusia, kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesulitan-kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada: I. Kedua orang tuaku tercinta, papa dan mama yang dengan tulus ikhlas
2.
3.
4.
5.
6.
memberikan kasih sayang dan dorongan baik moril maupun materil, serta doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan guna keberhasilan dan kebahagiaan anak-anaknya, terima kasih kepada kalian yang tak terhingga, tanpa kalian penulis tidak berarti apa-apa. Oekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ibu Ora. Hj. Netty Hartati, M. Si, Pudek Fakultas Psikologi ibu Hj. Zahrotun Nihayah, M. Si, beserta civitas akademik Psikologi yang telah membantu kelancaran administrasi untuk penelitian. Bapak Ors. Asep Haerul Gani, Psi selaku dosen pembimbing I dan Bapak Miftahuddin, M.Si. Selaku dosen pembimbing II, yang di tengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. Serta karyawan-karyawan bagian perpustakaan yang telah membantu penulis dalam memperoleh informasi dan buku yang penting bagi penelitian ini. Untuk Owi, Imam, dan adek Mahathir, adik-adikku tercinta yang telah memberikan doa dan dorongannya sehingga penulis lebih termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. My best friend, Retty, yang tidak pernah bosan memberikan bantuannya dalam penulisan skripsi ini, juga atas dukungan yang diberikan kepada penulis, (semoga dapat segera menyelesaikan kuliahnya), terima kasih telah menjadi sahabatku sejak TK (he ... he ........ !)
7. Untuk sahabatku, Fitri dan Farah yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini khususnya disaat penulis mulai kehilangan semangat, juga atas masukan dan kritikannya serta canda tawa yang telah menemani hari-hari penulis, terima kasih atas persahabatan kita selama empat tahun ini. 8. Mamang dan tante Ani, yang telah meminjamkan komputernya, juga atas bantuan-bantuan yang telah diberikan kepada penulis, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk penulis di tengah-tengah kesibukan dan waktu istirahatnya, juga naufal dan filla yang telah memberikan senyum dan tawanya di tengah-tengah kepusingan penulis. 9. Pak Haji Sholeh dan keluarga, yang selalu meluangkan waktunya untuk penulis, serta dorongan semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis. 10. Uda Budi, yang bersedia meluangkan waktu istirahatnya untuk penulis, dan atas kesabarannya menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis yang terkadang membosankan, serta memberikan pengalaman hidupnya kepada penulis (semoga dapat segera merasakan arti kebahagiaan yang sesungguhnya). 11. Untuk teman-temanku, owi, lela, mis, ira, amie, wiwi, suci, ayu, faqih, wisnu, lbnu atas saran dan bantuannya dan seluruh teman-teman angkatan 2003 khususnya kelas D, terima kasih atas .dorongan semangatnya dan juga atas pertemanan yang telah kalian beril
Jakarta, Agustus 2007
Raina Ekawati
DAFTAR ISi
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i LEM BAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iii MOTTO .......................................................................................................... iv PERSEMBAHAN ...........................................................................................v
ABSTRAKSI ..................................................................................................vi KATA PENGANTAR .....................................................................................ix
DAFTAR ISi ..................................................................................................xi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFT AR GAMBAR ......................................................................................xv
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................ 1-11 1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 1.2. ldentifikasi Masalah .............................................................. 8 1.3.
Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................ 8 1.3.1 Pembatasan Masalah ............................................... 8 1.3.2 Perumusan Masalah ................................................. 9
1.4.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 9
BAB 2 .KAJIAN TEORI ........................................................ 12-90 2.1. Pengambilan Keputusan ...................................................... 12 2.1.1. Definisi Pengambilan Keputusan .............................. 12 2.1.2. Pendekatan Dalam Pengambilan Keputusan ........... 13
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan ................................................................. 32 2.1.4. Strategi Pengambilan Keputusan ............................. 34 2.1.5. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan ..................... 35 2.2. Wirausaha ........................................................................... 36 2.2.1. Definisi Wirausaha ................................................... 36 2.2.2. Karakteristik Wirausaha ........................................... .40 2.2.3. Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan .............................. 46 2.2.4. Motivasi Berwirausaha ............................................ .48 2.2.5. Profil Wirausaha Saat ini .......................................... 55 2.2.6. Sikap-sikap yang Menghambat Kewirausahaan ....... 58 2.2.7. Wirausaha Dalam Islam ........................................... 60 2.2.8. Dinamika Usaha dan Manajemen Waktu dalam Pekerjaan ........................................................72 2.3.
Pekerjaan ........................................................................... 76 2.3.1. Definisi Kerja ............................................................ 76 2.3.2. Jenis Pekerjaan ....................................................... 78 2.3.3 Definisi Karyawan ...................................................... 82 2.3.4 Macam-macam Status Karyawan ............................. 84
3.1.2 Metode Penelitian ...................................................... 92 3.2. Subjek Penelitian ................................................................. 93 3.2.1. Karakteristik Subjek ................................................... 93 3.2.2. Jumlah Subjek .......................................................... 94
3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................. 94 3.3.1. Wawancara ............................................................... 94 3.3.2. Observasi ................................................................. 95 3.4. Alat Pengumpulan Data ....................................................... 95 3.5. Prosedur Penelitian ............................................................. 96 3.6. Prosedur Analisa Data ......................................................... 97
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................ 100-166 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ................................. 100 4.2. Penyajian dan Analisa Kasus ............................................ 101 4.2.1. Kasus SS ................................................................ 101 4.2.2. Kasus BO ............................................................... 120 4.2.3. Kasus EZ ................................................................ 139 4.3. Analisa Perbandingan Antar Kasus ................................... 157
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ............... 167-172 5.1. Kesimpulan ........................................................................ 167 5.2. Diskusi ............................................................................... 168 5.3. Saran ................................................................................. 171
DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Gambaran umum seluruh Subyek ........................................... 100
Tabel 4.2.1. Gambaran Um urn SS .............................................................. 101 Tabel 4.2.2. Gambaran Umum BD .............................................................. 120 Tabel 4.2.3. Gambaran Umum EZ .............................................................. 139 Tabel 4.3.1. Gambaran Pengalaman Subjek Membuka Usaha Sampingan ................................................................... 159 Tabel 4.3.2. Pengambilan Keputusan, Tahap-tahap dan Strategi. .............. 161
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Fungsi nilai hipotesis terhadap kehilangan atau perolehan ........................................................................ 17
Garn bar 4.2.1 Bagan Pengambilan Keputusan SS ..................................... 119 Garn bar 4.2.2 Bagan Pengambilan Keputusan BO ..................................... 138 Garn bar 4.2.3 Bagan Pengambilan Keputusan EZ ..................................... 156
BAB 1
PENDAHUL.UAN 1.1
Latar Belakang
Di zaman yang semakin maju ini, kebutuhan manusia semakin bertambah
seiring dengan standar pendidikan yang sernakin tinggi, perlunya penyesuaian diri dengan lingkungan baik dalam hal penampilan, pengetahuan, dan hal-hal lain yang rnendorong keselarnsan hidup bermasyarakat. Selain itu rnanusia pun rnernbutuhkan penghargaan dari lingkungan, kebutuhan untuk dihargai dan dihormati serta kebutuhan akan rasa arnan dan aktualisasi diri seperti yang dikemukakan oleh Maslow dalam hirarki kebutuhannya. Selain Maslow, McClelland juga mengembangkan teori mengenai kebutuhan pokok yang berhubungan dengan perilaku karyawan dalam organisasi, yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan l<ekuasaan, dan kebutuhan akan afiliasi (untuk diterima oleh orang lain) (Strauss , 1996).
Melihat banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut, banyak orang berfikir bahwa bekerja di instansi pemerintah atau perusahaan swasta merupakan cara yang aman untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Namun pada kenyataannya, banyak orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas
den~ian
pekerjaan tetapnya
2
sebagai karyawan. Di lain hal, ada cara lain untuk mewujudkan kebutuhankebutuhan tersebut, yaitu dengan menjadi wirausahawan atau membuka usaha mandiri sendiri.
Dengan membuka usaha sendiri, berbagai kebutuhan dapat terpenuhi jika usaha itu dapat dijalankan dengan baik dan sukses. Tidak hanya kebutuhan dasar, kebutuhan akan prestasi dan kekuasaan pun dapat terpenuhi. Kebutuhan akan prestasi erat hubungannya dengan semangat wirausaha. Kebutuhan akan prestasi berhubungan erat dengan kec:ondongan untuk mengambil resiko yang sedang-sedang saja tapi realistis. Para pengejar kebutuhan tingkat tinggi (prestasi) mencari tugas-tugas yang menantang dengan suatu resiko kegagalan , tetapi bukan pekerjaan-pekerjaan yang begitu sulit sampai keberhasilan hampir tidak mungkin dicapai, karena mereka membutuhkan umpan balik yang konkret meng1snai keberhasilan usaha mereka sendiri. Mereka lebih suka bertanggung jawab secara pribadi atas pekerjaan daripada bila penghargaan (atau kesalahan) atas tugas-tugas dibagi di antara anggota kelompoknya. Mereka menyukai tugas-tugas yang menghasilkan umpan balik yang relatif cepat, misalnya di mana keberhasilan atau kegagalan dapat diketahui dalam satu tahun. Pada tugas-tugas jangka panjang rasa berprestasi ditunda terlalu lama bagi para pengejar prestasi (Strauss , 1996). Oleh karena itu, seorang yang mengejar kebutuhan akan
3
prestasi sangat cocok jika berwirausaha. Dan orang-orang yang mengejar kebutuhan dasar pun dapat memenuhi kebutuhannya d,engan berwirausaha.
Rasulullah Saw. yang merupakan teladan bagi seluruh umat pun pernah menjadi seorang usahawan yang unggul. la adalah seorang wirausahawan sejati. Dasar-dasar kewirausahaan yang dicontohkan rasul seperti jujur, setia dan profesional menyebabkan rasul sukses dalam berwirausaha. (Bariadi , 2005)
Saat ini buku-buku mengenai cara untuk menjadi wirausahawan sukses yang ditulis oleh pengusaha sukses sendiri menjamur di berbagai toko buku di Indonesia. Contohnya Kiyosaki dengan bukunya Rich dad Poor dad, Tung Desem Waringin dengan Financial Revolution, "Cara Gampang Menjadi Kaya Melalui Bisnis" karya Grunder Jr., dan masih banyak lagi.
Menjamurnya buku-buku tersebut ikut mempengaruhi masyarakat Indonesia untuk membuka usaha sendiri, bahkan banyak orang yang telah memiliki pekerjaan tetap juga mencoba bidang wirausaha, hal ini bisa dikarenakan mereka ingin mendapatkan penghasilan yang lebih besar atau karena ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang belum dapat terpenuhi. Untuk membangun usaha atau bisnis diperlukan banyak waktu, tenaga dan pikiran, sedangkan seorang yang telah bekerja tetap tentu saja menghabiskan
4
banyak waktu, tenaga dan pikirannya di tempat kerjanya atau di kantor. Selain itu diperlukan keinginan kuat untuk berbisnis dan keberanian dalam mengambil resiko untuk berwirausaha. Oleh sebab itu memutuskan untuk membuka usaha sampingan pada orang yang telah bek1,,rja tetap bukanlah keputusan yang mudah.
Selain buku-buku tentang wirausaha tersebut, talenta kewirausahaan yang ada dalam diri seseorang juga diperlukan untuk memulai sebuah usaha. Tanpa talenta atau bakat dalam hal berwirausaha, maka seseorang tidak akan dapat menjalankan sebuah usaha dengan baik.
Pada dasarnya setiap orang memiliki jiwa dan talenta kewirausahaan dalam dirinya, namun ada yang dikembangkan dan ada yang tidak. Seseorang yang mau berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik kalangan usahawan maupun masyarakat umum seperti petani, karyawan, pegawai pemerintah, mahasiswa, guru, dan sebagainya memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan (entrepreneurship) (Suryana, 2003). Dengan jiwa dan talenta usaha yang dimilikinya, maka seseorang akan lebih termotivasi dan berani mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah usaha mandiri.
Mengambil suatu keputusan adalah hal biasa yang serin!~ dialami setiap manusia. Dalam seluruh masa kehidupan, manusia tidak pernah lepas dari
5
kegiatan pengarnbilan keputusan. Dalarn setiap bagian perkernbangan kehidupan, rnanusia rnerniliki tujuan tertentu yang harus dicapai. Untuk rnencapai tujuan tersebut, dibutuhkan proses pengarnbilan keputusan. Aktivitas pernbuatan keputusan sering dilakukan orang baik disadari atau tidak disadari, sebab di dalarn kehidupan sehari-hari seseorang akan banyak rnenernukan situasi yang tidak pasti (uncertainty).
Pengarnbilan keputusan tersebut bisa rnenjadi rnudah bila hanya rnenyangkut suatu hal yang rutin sehari-hari. Narnun terkadang ada situasi dirnana rnengarnbil keputusan rnenjadi hal yang sukar karena rnenyangkut harga diri, resiko, kernarnpuan pribadi dan lain-lain. Setiap keputusan selalu rnengandung resiko kegagalan dalarn pencapaiannya, tetapi di lain pihak bila berhasil rnaka akan diperoleh kepuasan yang subjektif sifatnya. Di sini tarnpak bahwa pencapaian tujuan rnernbutuhkan pengorbanan atas sernua hal yang rnernang telah dipertirnbangkan, dan rnanusia telah siap rnenghadapinya. Hal ini rnencerrninkan bahwa dalarn pengarnbilan keputusan, pengaruh resiko rnengarnbil peranan penting.
Pengarnbilan Keputusan (decision making) itu sendiri rnerniliki arti proses yang berkernbang pada pernecahan rnasalah. Pengarnbilan keputusan dapat dilihat sebagai tindakan untuk rnernilih diantara alternatif pilihan rnasalah (Morgan, dalarn Sugiarto, 2004). Ada beberapa tahap sebelum pengambilan
6
keputusan, yaitu rnenentukan rnasalah, rnemeriksa fakta-fakta, rnernpertirnbangkan berbagai alternatif, rnernasukkan pendapat orang lain, rnenentukan rangkaian tindakan, dan kernudian rnenilai hasilnya (Welsh,
1983).
Jika seseorang rnengarnbil keputusan tanpa rnelalui tahap-tahap tersebut, rnaka dikhawatirkan keputusan yang diarnbil tersebut bukanlah keputusan yang tepat, hal ini tidak berarti jika telah rnelakukan tahap-tahap tersebut rnaka ia sudah pasti rnengarnbil keputusan yang tepat, sebab banyak hal tidak terduga dapat terjadi yang berada di luar pengarnatan dan kuasa seseorang, narnun tahap-tahap tersebut rnerupakan proses penting yang dapat rnernbantu seorang pengarnbil keputusan untuk mengarnbil keputusan yang paling tepat. Begitu pula dalarn rnengarnbil keputusan untuk berwirausaha atau rnernbuka usaha sarnpingan, keputusan tersebut bukanlah hal yang rnudah karena terdapat banyak konsekuensi yang harus ditanggung, sehingga diperlukan pertirnbangan yang rnatang agar keputusan yang diarnbil tidal< rnernbuat seseorang rnenyesal di kernudian hari. Untuk itu seseorang yang berpikir untuk rnernbuka usaha sarnpingan perlu rnelakukan tahaptahap tersebut di atas.
Wirausaha adalah segala kegiatan ekonorni dan upaya rnasyarakat untuk rnernenuhi kebutuhan hidup berupa sandang, pangan, papan, kesehatan dan
7
pendidikan, (Surnodiningrat, dalarn Bariadi, 2005) rnelalui usaha perdagangan dan pelayanan jasa sebagai bentuk rnata pencaharian dengan modal dikernbangkan. (Bariadi , 2005)
Tidak sedikit orang yang telah rnerniliki pekerjaan tetap rnernutuskan untuk berwirausaha, sebagai pekerjaan tarnbahan. Mereka yang rnengarnbil keputusan untuk rnernbuka usaha sarnpingan tentu rnemiliki tujuan yang hendak dicapai, apakah itu untuk rnenarnbah penghasilan dikarenakan penghasilan rnereka kurang rnencukupi kebutuhan hidup atau karena ingin memenuhi kebutuhan akan prestasi yang tinggi, yang tid'ak dapat terpenuhi dengan menjadi karyawan atau pegawai tetap, atau karena sebab-sebab lainnya.
Melihat realita diatas, menarik untuk dikaji bagaimana proses pengambilan keputusan pada orang yang memiliki pekerjaan tetap yang kemudian mernutuskan untuk membuka usaha sebagai pekerjaan sampingan. Peneliti ingin melihat faktor apa saja yang mempengaruhi orang yang telah bekerja tetap tersebut untuk mendirikan usaha sampingan sendiri.
8
1.2
ldentifikasi Masalah
1. Bagaimana proses pengambilan keputusan pada orang yang telah memiliki pekerjaan tetap yang memutuskan membuka usaha sampingan atau wirausaha ? 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi orang yang telah memiliki pekerjaan tetap tersebut untuk mendirikan usaha ? 3. Konsekuensi apa saja yang harus dihadapi orang yang akan membuka usaha sampingan ? 4. Perubahan apa saja yang dirasakan setelah membuka usaha sampingan?
1.3
Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian
1.3.1 Pembatasan Masalah Untuk menjaga agar penelitian ini dapat terfokus dan tidak melebar terlalu jauh, maka batasan masalah yang difokuskan pada penelitian ini adalah : 1. Perilaku pengambilan keputusan untuk membuka usaha sampingan yang dilakukan oleh orang yang telah bekerja tetap di suatu perusahaan swasta, universitas swasta, dan instansi pemerintah bidang pendidikan, yang kemudian merasa ada suatu kebutuhan yang belum dapat terpenuhi dengan pekerjaannya tersebut, sehingga ia memutuskan untuk membuka usaha sendiri namun tidak meninggalkan pekerjaan tetapnya.
9
2. Wirausaha yang dilakukan yaitu segala kegiatan ekonomi yang dapat membantu terpenuhinya kebutuhan yang belum dapat terpenuhi sebagai pekerja tetap, bentuk usaha tersebut berupa percetakan, wartel, rental komputer, counter handphone, dan sekolah. 3. Subyek penelitian, yaitu orang-orang yang telah merniliki pekerjaan tetap sebagai direktur sebuah perusahaan, kepala sekolah, dan karyawan serta dosen, yang kemudian memutuskan untuk mendirikan usaha mandiri sendiri sebagai pekerjaan tambahan atau sampin~1an.
1.3.2 Perumusan Masalah Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana proses pengambilan keputusan untuk berwirausaha sebagai usaha sampingan pada orang yang memiliki pekerjaan tistap berdasarkan tahap-tahap dan strategi pengambilan keputusannya ?
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan untuk membuka usaha sampingan pada orang yang memiliki pekerjaan tetap dan faktor apa saja yang mempengaruhi karyawan tersebut untuk mendirikan usaha sendiri. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui kosekuensi apa saja
10
yang harus dihadapi orang yang akan membuka usaha sampingan, serta perubahan apa yang dirasakan setelah membuka usaha sampingan.
Manfaat dari penelitian ini secara teoritis adalah dapat menambah pengetahuan tentang mekanisme pengambilan keputusan dan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan wirausaha. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan informasi pada orang yang memiliki pekerjaan tetap pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang wirausaha sebagai salah satu alternatif dalam mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup. Penelitian ini juga memberikan informasi pada masyarakat bahwa untuk mengambil sebuah keputusan penting perlu mempertimbangkan beberapa hal agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut : Bab 1
Pendahuluan pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
11
Bab 2
Pada bab ini menguraikan kajian pustaka, yang berisi teori-teori yang membahas tentang pengertian pengambilan keputusan, wirausaha, dan orang yang memiliki
Bab 3
peke~iaan
tetap.
Pada bab ini menguraikan metodologi penelitian yang berisi mengenai pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, subjek penelitian, prosedur penelitian, dan prosedur analisa data.
Bab 4
Pada bab ini menguraikan tentang presentasi dan analisa data, gambaran umum subjek penelitian, analisa hasil penelitian, dan analisa antara subjek yang satu dengan yang lain.
Bab 5
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi dan saran.
BAB2 KAJIAN TEORI
2.1
Pengambilan Keputusan
2.1.1 Definisi Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan atau decision making ialah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan di antara situasi-·situasi yang tidak pasti (Suharnan, 2005). Pengambilan keputusan terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta seseorang harus : a) membuat prediksi ke depan, b) memilih salah satu di antara dua pilihan atau lebih, atau c) membuat estimasi (prakiraan) mengenai frekuensi kejadian berdasarkan bukti-bukti yang terbatas.
Pengambilan keputusan menurut Watson (dalam Sugiarto, 2004) adalah sejenis pemecahan masalah yang menimbulkan beberapa alternatif pilihan, yang mengharuskan kita untuk memilih diantara beberapa pilihan.
proses yang berkembang pada pemecahan masalah. Pengambilan keputusan dapat dilihat sebagai tindakan untuk memilih diantara alternatif pilihan masalah. 12
13
Dari berbagai definisi di alas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan keputusan adalah menentukan alternatif terbaik dari berbagai pilihan alternatif untuk menyelesaikan masalah dan mendapatkan hasil yang diinginkan.
Tanda-tanda umum keputusan menurut Rakhmat (2001) yaitu: 1) Keputusan merupakan has ii berpikir, has ii usaha intelektual 2) Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif 3) Keputusan selalu melibatkan tindakan nyata, walaupun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
2.1.2 Pendekatan di dalam Pengambilan Keputusa.n Keputusan-keputusan dapat dipaharni rnelalui dua pendekatan pokok, yaitu pendekatan normatif dan deskriptif. Pendekatan normatif menitikberatkan pada apa yang seharusnya dilakukan oleh pernbuat keputusan sehingga diperoleh suatu keputusan yang rasional. Pendekatan deskriptif rnenekankan pada apa saja yang telah dilakukan orang yang membuat keputusan tanpa melihat apakah keputusan yang dihasilkan itu rasional atau tidak rasional (Glass & Holyoak, dalam Suharnan, 2005). Dengan demikian, pendekatan normatif akan mengacu pada prinsip-prinsip keputusan yang seharusnya dibuat menurut pikiran logis (ideal). Sementara itu, pendekatan deskriptif
14
akan mengacu pada kenyataan-kenyataan keputusan yang telah dibuat oleh kebanyakan orang (realitas-empiris).
Pendekatan Normatif Jika digunakan pendekatan normatif dalam pembuatan keputusan, maka seseorang akan menempuh cara-cara yang rasional be1rdasarkan perhitungan matematis atau statistik. Suatu keputusan yang rasional harus memperhatikan paling sedikit prinsip-prinsip berikut : memperbandingkan di antara pilihan, transitisitas, dominan, dan invarian (Pious, dalam Suharnan, 2005). Memperbandingkan pilihan. Prinsip pertama adalah seorang pembuat
keputusan yang rasional harus memperbandingkan di antara dua pilihan atau lebih. Biasanya dilakukan dengan membuat daftar urut pilihan, berikut sifatsifat penting yang dimiliki oleh masing-masing. Transitisitas. Prinsip ini mengatakan bahwa jika ada tiga pilihan misalnya A,
B, dan C; A lebih disukai daripada B, dan B lebih disuk;ai daripada C, maka A adalah paling disukai di antara kedua pilihan tersebut. Pilihan seseorang harusnya jatuh pada A, dan bukan B atau C. Mengab"aikan faktor umum. Jika dua alternatif meng;andung resiko yang
keduanya memiliki peluang sama di dalam menghasilk;an konsekuensikonsekuensi tertentu, maka faktor-faktor yang sama ini seharusnya diabaikan ketika menentukan salah satu pilihan. Dengan kata lain, menentukan satu
15
pilihan di antara dua alternatif seharusnya hanya tergantung pada konsekuensi hasil yang berbeda, bukan pada konsekuensi hasil yang samasama dimiliki oleh keduanya. Dominan. Jika ada dua objek pilihan atau lebih yang semuanya memiliki sifat
-sifat sama, namun paling sedikit ada satu sifat menarik dan menonjol yang dimiliki oleh salah satu dari dua objek tersebut, maka s13harusnya orang memilih objek yang memiliki sifat menonjol daripada objek yang lain. lnvarian. Prinsip ini mengatakan bahwa cara penyajian seharusnya tidak
menentukan suatu pilihan. Misalnya, orang membeli sepeda motor merek A atau merek B, seharusnya tidak ditentukan oleh cara penyampaian pesan promosi apakah melalui media pandang-dengar atau media cetak.
Rasionalitas yang Terbatas (Bounded Rationality) Rasionalitas Terbatas menggambarkan gagasan bahwa para pengambil keputusan "terbatas" atau terikat pada aspek-aspek tertentu. Hal ini disebabkan oleh berbagai hambatan saat sedang mengambil keputusan. Hambatan-hambatan ini termasuk setiap karakteristik p;ribadi atau lingkungan yang menurunkan pengambilan keputusan rasional. Contohnya adalah keterbatasan kapasitas pikiran manusia, kompleksitas dan ketidakpastian masalah, jumlah dan keterbatasan waktu, informasi yang terbatas, sementara di dalam waktu yang bersamaan mereka juga harus menangani tugas-tugas yang lain. Oleh sebab itu, kebanyakan orang merasa puas dalam membuat
16
keputusan terhadap pilihan-pilihan yang dianggap cukup baik (good decision), meskipun pilihan-pilihan itu tidal< mencapai tingkat yang ideal (ideal decision) (Matlin, dalam Suharnan, 2005).
Teori Prospek Salah satu alternatif dalam pendekatan deskriptif tentang pembuatan keputusan adalah teori prospek (prospect theory). Teori prospek dikembangkan oleh dua orang ilmuwan terkemuka dari Amerika Serikat, Danniel Kahneman dan Amos Tversky di sekitar tahun 80-an (Suharnan, 2005).
Prinsip-prinsip yang diajukan oleh teori prospek meliputi : prinsip fungsi nilai (value function), bingkai keputusan (decision frame), dan efek kepastian (certainty effects). a) Fungsi Nilai Prinsip pertama teori prospek adalah menerangkan tentang fungsi nilai (value function). Teori prospek mendefinisikan nilai di dalam kerangka kerja bipolar di antara perolehan (gains) dan kehilangan (losses). Kecluanya bergerak dari titik tengah yang merupakan referensi netral. Fungsi nilai bagi suatu perolehan (mendapatkan sesuatu) akan berbeda dengan kehilangan sesuatu itu. Nilai bagi suatu kehilangan dibobot lebih tinggi (lebih curam di dalam kurva berbentuk "S" di bawah garis horizontal). Sementara itu, nilai bagi suatu
17
perolehan dibobot lebih rendah (lebih datar di dalam kurva "S" di atas garis garis horizontal). Contoh, terhadap besaran yang sama misalnya uang Rp. 50.000,00 maka kehilangan uang sejumlah ini dirasakan lebih tinggi nilai kerugiannya bila dibandingkan dengan keuntungan yang dirasakan apabila seseorang mendapatkan uang yang sama (gambar 2.1 ). Dengan kata lain, lebih tinggi kualitas kesedihan yang dirasakan seseorang ketika kehilangan uang Rp. 50.000,00 daripada kualitas kegembiraan yang dirasakan ketika ia mendapatkan uang sebesar itu.
Nilai - Rp. 50.000,00
t
+ Rp. 50.000,00
Gambar 2.1 Fungsi nilai hipotesis terhadap kehilangan atau perolehan. (Teori
prospek - Kahneman dan Tversky, 1979)
Jadi, anfara suatu perolehan dengan kehilangan, atau antara keuntungan dengan kerugian merupakan dua hal yang tidak simetris (asymmetry). Hal ini oleh Kahneman dan Tversky (dalam Suharnan, 2005) clisebut sebagai sikap menghindari kehilangan (lost aversion).
18
b) Pembingkaian (Framing) Kedua adalah prinsip pembingkaian (framing). Teori pro:spek memprediksi bahwa preferensi (kecenderungan memilih) akan tergantung pada bagaimana suatu persoalan dibingkai atau diformulasikan. Jika titik referensi diformulasikan sedemikian rupa sehingga hasil keputusan dianggap atau dipersepsi sebagai suatu perolehan, maka orang yang mengambil keputusan akan cenderung menghindari resiko (risk averse). Sebaliknya, jika titik referensi diformulasikan ke arah keputusan yang menghasilkan kerugian atau kehilangan, maka orang akan cenderung mengambil resiko (risk seeking). Kahneman dan Tversky (dalam Suharnan, 2005) Contoh: Sekarang anda diminta untuk memilih alternatif berikut a. Anda berpeluang besar mendapatkan uang Rp. 100.000,00 atau b. Anda secara pasti mendapatkan uang Rp. 50.000,00 Pada contoh ini orang cenderung memilih alternatif B (bukan A). Hal ini menunjukkan bahwa orang akan cenderung menghinclari resiko apabila dihadapkan pada suatu pilihan yang menganclung perolehan atau keuntungan. Fenomena sehari-hari juga demikian, para pedagang di pasar lebih suka mendapat untung sedikit tapi pasti daripada rnendapat untung besar tetapi belum pasti (meski kemungkinannya cukup besar).
19
Contoh di atas diubah sebagai berikut. Sekarang anda diminta untuk memilih dua alternatif: a. Anda kemungkinan besar akan kehilangan uang Rp. 100.000,00 atau b. Anda secara pasti akan kehilangan uang Rp. 50.000,00 Pada contoh ini, kebanyakan orang cenderung memilih alternatif A (bukan B). Hal ini menunjukkan bahwa orang akan cenderung berani mengambil resiko apabila dihadapkan pada situasi kehilangan atau kerugian. Kehilangan secara pasti kurang disukai orang, dan ia lebih memilih pada kemungkinan akan kehilangan, meski jumlahnya lebih besar dan tidak ada jaminan bahwa ia tidak akan kehilangan uang sama sekali. Di dalam fenomena ini orangorang cenderung gambling atau bersikap untung-untun£1an. Jika diterapkan di dalam dunia bisnis, maka para pelaku bisnis cenderung bersikap "kemungkinan rugi", daripada "pasti rugi" ketika dihadapkan pada situasi bisnis yang akan menghasilkan kerugian.
c) Efek Kepastian (Certainty Effect) Prinsip ketiga teori prospek adalah efek kepastian. Teori prospek memprediksi bahwa pilihan yang dipastikan tanpa resiko sama sekali akan lebih disukai daripada pilihan yang masih mengandung resiko meski kemungkinannya sangat kecil. Sebab, orang-orang cenclerung menghilangkan sama sekali adanya resiko (eliminate) daripada hanya
20
menguranginya (reduce) atau memperkecil resiko. (Kahneman dan Tversky, dalam Suharnan, 2005)
Pendekatan-pendekatan Heuristik Heuristik adalah cara menentukan sesuatu melalui hukum kedekatan, kemiripan, kecenderungan, atau keadaan yang diperkirakan paling mendekati kenyataan (Kahneman & Tversky, dalam Suharnan, 2005). Heuristik sering disebut the rule of thumb atau hukum jempol jari. Penggunaan pendekatan atau strategi heuristik ini dapat diibaratkan seorang ibu mengukur suhu panas badan bayinya dengan cara meletakkan telapak tangan secara terbalik di atas dahi bayi tersebut, bukan menggunakan alat ukur panas badan secara akurat. Seorang penduduk desa terpencil menentukan waktu shalat dhuhur cukup dengan melihat matahari yang sudah agak bergeser ke barat, tanpa menggunakan jam penunjuk waktu. Contoh-contoh ini menggambarkan betapa sering orang-orang membuat perkiraan atau prediksi mengenai sesuatu di dalam kehidupan sehari-hari cukup dengan rnenggunakan pendekatan heuristik. Oleh karena itu, heuristik merupakan suatu ::.trategi yang cenderung menghasilkan keputusan yang tepat, tetapi tidak rnenjamin ketepatan secara mutlak. Sebagai konsekuensinya, ses1~orang memiliki kemungkinan untuk membuat keputusan yang salah atau perkiraan yang melenceng akibat kelemahan dari pemakaian strategi heuristik.
21
Pendekatan heuristik dalam proses pembuatan keputusan telah dipelajari secara luas terutama oleh dua orang peneliti terkenal, Daniel Kahneman dan Amos Tversky. Beberapa strategi heuristik penting yang sering dipergunakan orang di dalam proses pembuatan keputusan meliputi : l<etersediaan informasi, pembuatan patokan, perangkap keputusan, kepercayaan yang berlebihan, dan pembingkaian.
a) Ketersediaan lnformasi (Availability) Seseorang akan menggunakan strategi ini ketika ia sedang membuat estimasi atau taksiran terhadap frel
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan lnformasi Faktor-faktor yang mempengaruhi ingatan seseorang, yang berarti pula memiliki potensi untuk mempengaruhi ketersediaan informasi antara lain adalah (Kahneman dan Tversky, dalam Suharnan, 2005) : kekinian informasi (recency), keakraban (familiarity), dan kejelasan (vividm1ss).
22
Kekinian lngatan mengenai informasi pada umumnya makin menurun bersamaan dengan waktu berlalu. Dengan begitu, makin baru suatu informasi diterima atau peristiwa dialami seseorang, makin baik hal itu diingat kembali. Konsekuensinya, persediaan informasi dalam ingatan SE>seorang lebih besar pada peristiwa yang baru saja terjadi daripada peristiwa yang sudah menjadi sejarah masa lalu. Begitu pula dalam dunia kerja, inforrnasi yang paling mutakhir mengenai seorang karyawan sangat mempen9aruhi penilaian manajer terhadap kinerja karyawan itu.
Keakraban Keakraban dengan contoh-contoh juga mempengarulli kesalallan perkiraan seseorang mengenai suatu peristiwa. Orang yang mengetallui banyak contoll perceraian cenderung menaksir lebill tinggi tingkat perceraian daripada orang yang jarang menjumpai perceraian. Media massa elektrnnik juga sering salall tayang mengenai tingkat frekuensi peristiwa yang lain keitika TV menayangkan program acara cerita fiktif tentang kekerasan dalam bentuk tingkall laku anti-sosial. Para pemirsa dibimbing oleh penyediaan informasi secara heuristik. Mereka cenderung memperbesar tingkah laku anti-sosial di masyarakat. Media massa dapat juga mempengaruhi pikiran para pemirsa tentang penyebaran sudut pandang atau opini yang berbeda-beda.
23
Kejelasan lnformasi yang dapat dibayangkan dan diingat kembali dengan jelas oleh seseorang juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi taksiran terhadap frekuensi suatu peristiwa. Jika orang dapat membayangkan kembali dengan jelas di dalam ingatannya mengenai beberapa peristiwa yang relevan dengan peristiwa yang akan ditaksir, seolah-olah peristiwa itu sedang terjadi sekarang, maka ia akan menggunakan informasi itu sebagai acuan. Konsekuensinya, hal itu akan mempengaruhi taksiran yang akan cliberikan oleh seseorang mengenai peristiwa itu.
b) Skenario Kausal Aktivitas penilaian terhadap beberapa kemungkinan yang kita jumpai clalam kehiclupan sehari-hari seringkali tidak hanya didasarkan pada pertimbangan banyaknya persediaan contoh yang relevan, tetapi dapat juga karena kemudahan pikiran kita membayangkan skenario atau jalannya peristiwa.
Skenario kausal adalah sebuah alur cerita yang menggambarkan bahwa satu peristiwa menyebabkan yang lain, bergerak dari situasi awal menuju pada situasi atau hasil akhir. Seseorang membuat keputusan tentang hasil yang paling mungkin berdasarkan kemudahan orang tersebut membayangkan suatu skenario di dalam pikirannya. Fenomena ini disebut pula sebagai simulasi mental. Dengan kata lain, untuk mencapai suatu tujuan, orang
24
cenderung rnernilih prosedur atau strategi tertentu yang dapat lebih rnudah dibayangkan di dalarn pikirannya daripada yang kabur, tidak jelas, atau sulit dibayangkan.
c) Patokan atau Penyesuaian (Anchor and Adjustment) Orang sering rnenggunakan strategi rnernasang jangkar atau rnenetapkan patokan awal lalu rnelakukan penyesuaian pada saat akan rnernbuat estirnasi-estirnasi. Strategi ini dirnulai dengan rnenebak :suatu keadaan awal yang paling rnendekati, dan ini dijadikan patokan, lalu dibuat penyesuaianpenyesuaian secara bertahap sesuai dengan inforrnasi tarnbahan yang diterirna. Narnun dernikian, orang-orang biasanya rneletakkan terlalu berat atau terikat pada patokan awal yang telah dibuat, dan hanya sedikit rnelakukan penyesuaian-penyesuaian. Dengan kata lain, orang sangat terikat pada patokan yang dibuat di awal, sehingga rnengakibatkan gerakannya rnenjadi terbatas yakni berada di seputar patokan saja rneskipun rnungkin ada inforrnasi baru yang rnengharuskan orang bergerak lebih jauh lagi. Sekali orang telah rnernbuat patokan tertentu pada perrnulaannya rnengenai suatu persoalan, rnaka keputusan awal ini cenderung dipertahankan. Keputusan orang tid~k berubah secara berarti rneski ada inforrnasi tarnbahan, model pilihan yang lain, dan bertentangan dengan bukti atau penalaran logis. Jadi, orang rnenjadi bersikap konservatif. la loyal terhadap estirnasi sernula, dan rnenutup rnata terhadap bukti-bukti baru yang berbeda.
25
d) Perangkap (Entrapment) Perangkap atau jebakan ialah suatu proses pembuatan keputusan yang berarti menambah atau memperkuat komitmen terhadap pilihan-pilihan yang telah dibuat sebelumnya. Seseorang atau kelompok dikatakan terperangkap apabila orang atau kelompok itu berusaha mempertahankan keputusan yang pernah dibuat. Meski sering keadaannya tidak memuaskan, tetapi seseorang tetap saja melanjutkan keputusan tersebut dengan harapan agar apa yang telah diinvestasikan atau dikorbankan sebelumnya (rnisalnya uang, materi, tenaga, dan pikiran, bahkan nyawa) akan membuat lceadaan menjadi lebih baik. Fenomena terperangkap ini disebut pula sebagai sunk cost effect. Dengan kata lain, seseorang atau kelompok telah terpe1rangkap oleh apa yang telah diputuskan sebelumnya, sehingga ia memilih tindakan-tindakan atau kebijakan yang dapat memperkuat dan mi3mpertahankan keputusan tersebut. Seringkali perangkap ini dapat menghasilkan suatu keputusan yang tidak bijaksana. Orang seringkali menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, atau uang lebih banyak daripada yang semestinya. Hal ini sebenarnya tidak perlu jika seseorang segera menyadari bahwa ia dalam keadaan terperangkap pada suatu persoalan. Namun, biasanya orang di dalarn keadaan terperar{gkap itu ibarat sebuah pepatah yang mengatakan : "sudah terlanjur basah" ; karena menganggap dirinya telah benyak berk:orban, maka orang itu bertekad untuk meneruskan usaha-usaha atau keterlibatannya di dalam suatu persoalan, walau apapun yang akan terjadi nanti.
26
Faktor-faktor Penyebab Orang Terperangkap Beberapa alasan mengapa orang dapat masuk perangkap suatu keputusan, yang berarti pada saat itu ia cenderung memilih tindakan-tindakan yang lebih mengarah pada mempertahankan atau menyelamatkan apa yang telah diputuskan sebelumnya daripada harus melepaskannya dengan memilih alternatif yang lain.
Pertama, orang lebih melihat imbalan atau reward yang akan diperoleh apabila tujuan yang diinginkan tercapai daripada melihat kerugian yang akan diderita apabila ia mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan tersebut. Orang lebih cenderung membayangkan betapa senang jika ia dapat meraih sesuatu daripada kekecewaan jika mengalami kegagalan, misalnya di dalam membuka usaha, mengejar jabatan, atau mendapat gelar dari universitas.
Kedua, orang mempersepsi bahwa tujuan yang diinginkan sudah tampak di depan mata dan hampir dipastikan akan dapat dicapai dli dalam waktu singkat, sehingga hal ini lebih mendorong orang itu untuk meneruskan perjalanan daripada mundur atau menyerah.
Ketiga, orang sudah terlanjur menanamkan sejumlah besar investasi (modal) atau mengorbankan banyak uang, tenaga, pikiran, dan waktu. Orang
27
cenderung mempersepsi bahwa menyerah berarti suatu kerugian besar bagi orang tersebut.
Keempat, kecenderungan orang dalam situasi kompetitif untuk tetap mempertahankan keunggulan, sehingga keinginan untul< mematikan lawan menjadi sangat besar. Situasi seperti ini sering dijumpai orang dalam dunia bisnis.
Kelima, muncul perasaan malu pada diri seseorang, karena apabila ia menyerah maka berarti harga dirinya menjadi rendah di mata orang lain. Dalam situasi yang dipersepsi untuk mempertahankan harga diri ini, orang sering berusaha keras dengan memilih cara-cara atau tindakan-tindakan yang kurang manusiawi.
Terakhir, adanya rasa tanggung jawab yang terlalu besair (berlebihan) terhadap kegagalan tugas (terutama) atau keberhasilan tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang. Berkaitan dengan fenomena ini, Staw (dalam Suharnan, 2005) telah melakukan suatu penelitian. Hasil penelitian ini .'
menunjukkan bahwa makin besar tanggung jawab seseorang terhadap kegagalan atau keberhasilan, maka mereka makin terpeirangkap.
28
e) Kepercayaan yang Berlebihan (Overconfidence) Banyak terjadi keputusan yang salah atau melenceng disebabkan antara lain oleh kepercayaan yang berlebihan dari pembuat keputu:san. Orang tidak jarang membuat perkiraan ke depan yang ternyata tidak terbukti kebenarannya. Ada beberapa alasan yang dapat membuat orang memiliki kepercayaan yang berlebihan terhadap akurasi keputusan-keputusan yang dibuat. Keahlian seseorang dalam suatu bidang. Penguasaan atau keahlian seseorang dalam suatu bidang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan orang tersebut terhadap prediksi-prediksi yang dilakukan. Misalnya, seorang petinju amatir cenderung memiliki kepercayaan yang berlebihan dalam memprediksi kemenangannya daripada petinju profesional. Kesamaan ciri-ciri pokok. Misalnya para pemimpin politik yang terlalu percaya pada keputusankeputusan mereka. Mereka seringkali mengambil kebijakan atau keputusan yang serupa dengan apa yang pernah dilakukan sebeilumnya, karena ada beberapa kesamaan unsur-unsur pokok antara kedua p,ermasalahan itu. Padahal>'peristiwa serupa yang terjadi dalam konteks atau situasi yang berbeda memerlukan kebijakan yang berbeda pula. Akibatnya, kebijakan yang dibuat dapat mengalami kegagalan, meski sebelurnnya berhasil dilakukan.
29
Penga/aman Keberhasilan. Keberhasilan yang pernah dialami berkali-kali dalam mengambil keputusan, dapat membuat seseorang cenderung memiliki kepercayaan yang berlebihan. Orang yang sering membuat prediksi-prediksi yang dibiuat dan terbukti benar di dalam kenyataan, akan memiliki kepercayaan yang berlebihan apabila diminta untuk melakukan hal yang sama di kemudian hari. Kontrol terhadap situasi. Orang-orang cenderung memiliki kepercayaan yang berlebihan di dalam situasi-situasi yang tidal< pasti, apabila mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mengendalikan sepenuhnya situasi-situasi tersebut.
Pendekatan Dalam Keputusan Yang Kompleks Menurut Anderson (dalam Suharnan, 2005) ada tiga kemungkinan pendekatan berdasarkan nilai yang diharapkan dalam situasi yang sangat kompleks, yaitu : memaksimalkan nilai minimum, memaksimalkan nilai maksimum, dan memaksimalkan nilai yang diharapkan. Disamping itu, menghadapi masalah-masalah dan keputusan-keputusan yang sangat kompleks atau sulit, orang dapat mempertimbangkan penggunaan proses ,•
berpikir sadar (conscious thinking) atau berpikir tidak sadar (unconscious thinking).
30
a) Pendekatan Memaksimalkan Nilai Minimum
Pendekatan ini cenderung mengarah pada keputusan yang pesimis. Orang cenderung mempertimbangkan situasi atau resiko yang paling buruk yang akan terjadi jika ia memilih suatu alternatif, atau alternatif yang lain. Jadi, keputusan dibuat sepenuhnya menurut pertimbangan kemungkinan paling buruk yang akan terjadi.
Memaksimalkan Nilai Maksimum
Pendekatan ini memiliki pandangan yang optimis. Orang cenderung mempertimbangkan hal-hal yang baik dan mungkin dapat terjadi jika ia memilih suatu alternatif, atau memilih alternatif yang laiin. la lalu memilih alternatif yang dirasakan paling memuaskan. Keputusa11 yang dibuat sepenuhnya menurut perspektif kemungkinan di depan yang paling baik, dan mengabaikan kemungkinan lain yang jelek akan terjadi.
Memaksimalkan Nilai Harapan
Pendekatan ini pada umumnya dianggap lebih rasional,. karena orang memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang baik dan buruk akan terjadi terhadap alternatif-alternatif pilihan yang dibuatnya. Pendekatan ini dapat diterapkan pada pengambilan keputusan di dalam situasi yang pasti atau tidak pasti.
31
b) Penggunaan Berpikir Sadar atau tidak Sadar Ketika menghadapi masalah-masalah atau keputusan-keputusan yang kompleks di dalam kehidupan sehari-hari, orang perlu mempertimbangkan mana yang lebih baik atau berguna antara penerapan proses berpikir sadar
(conscious thought) atau tidak sadar (unconscious thought). Pikiran sadar memiliki kapasitas memproses informasi yang sangat terbatas, sedangkan pikiran tidak sadar (pikiran bawah sadar) memiliki kapasitas yang jauh lebih besar di dalam memproses informasi. Dengan demikian pandangan ini mengandung dua konsekuensi yang berbeda dalam proses pembuatan keputusan. Pertama, bagi pembuatan keputusan untuk masalah-masalah yang mudah, memiliki komponen atau atribut yang jelas dan berjumlah sedikit yang harus dipertimbangkan, maka penerapan berpikir sadar dianggap lebih efektif.
Kedua, sebaliknya, bagi masalah-masalah dan keputusan-keputusan yang kompleks, maka penerapan proses berpikir tidak sadar akan jauh lebih efektif atau berguna, sehingga menghasilkan keputusan yang berkualitas baik. Sebab, masalah-masalah yang kompleks sulit ditentukan secara pasti apa saja korri'ponen-komponen atau atribut-atribut yang dimiliki.
Mengacu pada hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Dijksterhuis, Wilson dan Schooler (dalam Suharnan, 2005) dapat disimpulka1n bahwa penggunaan
32
berpikir tidak sadar lebih baik, berguna, atau efektif jika ::;eseorang sedang membuat keputusan-keputusan yang kompleks di dalam kehidupan seharihari. Ketika seseorang dihadapkan pada keputusan untuk masalah-masalah yang kompleks atau sangat sulit, misalnya dimana harus bekerja (berkarir) atau bertempat tinggal, maka jangan terlalu banyak berpikir secara sadar (secara serius dan terus-menerus memikirkan masalah itu). Orang dapat menempuh cara berikut : setelah pada tahap awal ia me:nggunakan sedikit pikiran sadar untuk memperoleh sejumlah informasi, kernudian ia harus menghindari untuk mernikirkan hal itu secara sadar. Orang itu kemudian mengambil waktu istirahat dan keluar (break out) dari memikirkan masalah itu untuk sementara waktu dan mernbiarkan serta menyeirahkan sepenuhnya tugas itu kepada pikiran tidak sadar untuk mengerjakannya.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengambilan Keputusan Faktor-faktor yang rnempengaruhi pengambilan keputusan menurut Rakhmat (2001) diantaranya adalah faktor-faktor personal, yaitu : 1. Kognisi, yang berarti kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki individu 2. Motif, yaitu bagaimana motivasi individu dalam merespons situasi yang sedang dihadapi 3. Sikap, yang berhubungan dengan perasaan negatif dan positif individu terhadap suatu situasi
33
Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu adalah (Dafidoff, 1991) : 1. Kuatnya motivasi Bila motivasi yang timbul dari sebuah pilihan semakin kuat, maka akan semakin kuat pula dorongan yang memilih hal tersebut, dibandingkan dengan pilihan yang timbul dari motivasi yang lemah. 2. Jarak, tempat dan waktu lndividu akan cenderung mendekati atau menghindari salah satu pilihan sesuai dengan jauh dekatnya jarak, tempat, dan waktu dari pilihan tersebut. 3. Pengharapan Semakin besar harapan individu terhadap salah satu pilihan maka akan besar pula kemungkinannya untuk memilih pilihan tersebut. Kemdal dan Montgomery (dalam Ranyard, Crozier, & Svenson, 1997) juga mengemukakan beberapa faktor yang ikut diperhitungk.an dalam proses pengambilan keputusan. Faktor-faktor tersebut adalah : a) Circumstances, yaitu segala sesuatu yang ada di luar kontrol individu, misalnya kejadian-kejadian di luar diri individu, komponen yang ada dalam lingkungan, pengaruh dari orang lain. Termasuk di dalam circumstances ini adalah kualitas yang "terus-terusan muncul" (stabil) pada diri individu pengambil keputusan, misalnya "saya orang yang malas".
34
b) Preferences, mencakup keinginan, harapan, mimpi, sasaran dan minat individu pengambil keputusan, yang semuanya terarah pada tujuan yang ingin dicapai individu. Misalnya : "Bagi saya kebebasan lebih penting daripada keamanan". c) Emotion, dikaitkan dengan mood dan reaksi positif atau negatif terhadap situasi, orang dan pikiran-pikiran yang tersedia. Misalnya : "Saya menyukai dia pada saat saya melihatnya". d) Action, yaitu interaksi aktif antara individu dengan lin!ikungan, termasuk pencarian informasi, berdiskusi dengan orang lain, membuat perencanaan. e) Belief, dikaitkan dengan hipotesa dan teori atau
pem~1alaman.
2.1.4 Strategi Pengambilan Keputusan Menurut Gelatt, Varenhorst, dan Carey (dalam Atwater, 1983) berdasarkan unsur resiko dan keadaan ketidakpastian yang sering ada dalam situasi
decision making, maka strategi decision making dapat juga diklasifikasikan menjadi: a) Wish Strategy, yaitu memilih alternatif yang clapat membawa pada hasil yang di'inginkan tanpa mempertimbangkan resiko b) Escape Strategy, yaitu memilih alternatif yang paling dapat terhindar dari hasil yang buruk
35
c) Safe Strategy, yaitu memilih alternatif yang paling dapat mendatangkan keberhasilan d) Combination Strategy, yaitu memilih alternatif yang menggabungkan antara kemungkinan atau peluang paling tinggi dengan hasil yang paling diinginkan
Dapat dikatakan pengambilan keputusan seseorang ditientukan oleh strategi yang digunakannya untuk mengambil keputusan. Setiap orang melakukan srategi pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Tiap orang pun memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengambil keputusan terhadap berbagai situasi yang dihadapi. Oleh karena itu, walaupun strategi pengambilan keputusan tampaknya dapat diklasifikasikan oleh para ahli, strategi pengambilan keputusan lebih bersifat unik (Atwater, 1983)
2.1.5 Tahap-tahap Pengambilan Keputusan Janis dan Mann (dalam Atwater, 1983) membagi tahap·-tahap decision making ke dalam lima tahap, yaitu : 1. Appraising the challenge, yakni dengan mengenali masalah, meninjau situasi"dan berbagai kendala, serta mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi. Tahap ini berisi pertanyaan kunci sebagai berikut: "apakah resiko yang akan timbul jika tidak berbuat apapun?"
36
2. Surveying the alternatives, yakni mengumpulkan inforrnasi tentang semua alternatif, dengan pertanyaan kunci : "apakah seluruh alternatif yang ada telah dipertimbangkan?" 3. Weighing alternatives, yakni mengevaluasi konsekuensi dari seluruh alternatif terutama mengenai untung dan ruginya. Pertanyaan kuncinya adalah : "alternatif mana yang paling baik?" 4. Making a commitment, yakni membuat komitmen dalam implementasi altenatif. Pertanyaan kuncinya :"kapankah alternatif terbaik dapat diimplementasikan dan membiarkan orang lain mengetahui keputusan yang diambil?" 5. Adhering despite negative feedback, yakni bersikap kritis dan bersedia mengubah strategi bila salah dalam mengambil keputusan. Pertanyaan kuncinya :"apakah resikonya akan menjadi berat jika tidak melakukan perubahan?"
2.2
Wirausaha
2.2.1 Definisi Wirausaha Kewirausahaan adalah suatu kata yang sering digunakan untuk menerjemahkan kata "enterpreunership". Hisrich dan Peiters (dalam Nugroho, 2006) mendefinisikan enterpreunership sebagai suatu proses menciptakan sesuatu yang berbeda nilainya dengan mencurahkan waktu dan tenaga yang
37
diperlukan, dengan bersedia menanggung resiko keuan~ian, psikis dan sosial, dan menghasilkan imbalan keuangan, kepuasan pribadi, dan kebebasan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Wirausaha berasal dari wira yang berarti unggu/ dan usaha adalah perbuatan I usaha (Depdikbud, 2002). Jadi wirausaha adalah usaha-usaha yang mempunyai keunggulan tertentu untuk memodifikasi produk lama menjadi produk baru, dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang memanfaatkan pemberdayaan manusia dan kekayaan alam lainnya (Argene, dalam Bariadi, 2005).
Menurut Siagian dan Asfahani (dalam Nugroho, 2006) kata "wiraswasta" lebih sering dipakai daripada kata "wirausaha", dan sebagai t1~rjemahan dari kata "enterpreuner" kata "wiraswasta" lebih mudah dipahami. Wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, atau pejuang, swa berarti sendiri, dan ta berarti berdiri. Wiraswasta berarti "berdiri di atas kaki sendiri" atau dengan kata lain "berdiri di atas kemampuan sendiri". Dengan demikian "wiraswasta I wirausaha" berarti pejuang yang gagah, luhur, berani dan pantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausahawan adalah orangorang yang mempunyai sifat-sifat kewiraswastaan I kewirausahaan, yaitu : keberanian mengambil resiko, keutamaan, kreatifitas dan keteladanan dalam menangani usaha atau perusahaan dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
38
Frinces (2004) mengatakan bahwa wirausaha adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan.
Meredith (dalam Bariadi, 2005) mendefinisikan kewirausahaan adalah orangorang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Renie Lessem menyatakan wirausaha adalah seorang pengambil resiko yang akan melakukan sesuatu yang berbahaya dan mengambil resiko (Lessem, dalam Bariadi, 2005).
Dalam bentuk yang sederhana, kewirausahaan adalah berkonotasi mengimplementasikan, yang berarti mengerjakan (sesuatu), yaitu sesuatu yang harus dikerjakan oleh seorang wirausaha. Karena seorang wirausaha diartikan sebagai "seseorang yang merespons terhadap peluag dan mempunyai rasa kebebasan (sense of freedom) baik dalam dirinya maupun dalam organisasi untuk bertindak terhadap peluang yang ada.
39
H.S. Dillon, menjelaskan bahwa wirausaha adalah suatu sistem ekonomi yang memihak kepada kepentingan ekonomi sebagian besar rakyat secara manusiawi, adil dan demokratis. Kepentingan ekonomi sebagaian besar rakyat ini terdapat dalam kehidupan ekonomi manusia : petani, nelayan, buruh, pedagang kecil, para penganggur dan kaum papa (Dainy Tara, dalam Bariadi, 2005).
Menu rut Mubyarto, wirausaha adalah sebagian besar dari cara-cara rakyat bergumal dan bertahan untuk menjaga l<elangsungan hidupnya, di bidang pertanian, peternakan, perikanan, l<ehutanan dan perl<ebunan dalam industriindustri l<ecil dan menengah dan l<erajinan serta dalam perdagangan atau l<egiatan swadaya lainnya, bail< di daerah pedesaan maupun di perkotaan, dengan modal utama tenaga kerja keluarga dan modal serta teknologi seadanya (Bariadi, 2005).
Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan berpikir inovatif (Suryana, 2003). Proses kreatif dan inovatif tersebut biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan pemikiran-pemikiran baru untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. (Bariadi, Zen & Hudri, 2005)
40
Dari berbagai definisi mengenai wirausaha di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa wirausaha adalah menciptakan usaha mandiri sendiri untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup dengan menggunakan modal yang dimiliki, serta berusaha menciptakan sesuatu yang1 baru yang dapat menghasilkan lapangan pekerjaan bagi diri sendiri dan orang lain dan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
2.2.2 Karakteristik Wirausaha Menjadi seorang wirausaha lebih daripada sebuah pekerjaan atau karier. Seorang wirausaha adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi, memiliki motivasi yang besar untuk maju dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, menolong dirinya sendiri untuk mengatasi permasalahan hidupnya (Soemanto, dalam bariadi, 2005). Berwirausal1a adalah suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu akan mempengaruhi strategi karier seseorang. Bersifat fleksibe/ dan imaginative, mampu merencanakan, mengambil resiko, mengambil keputusan-keputusan dan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan. Sebuah ciri wirauhasa yang penting adalah menawarkan sesuatu yang berguna bagi orang lain (Wiratmo, dalam Bariadi 2005). Semakin besar kebutuhan orang akan produk atau jasa yang ditawarkan, semakin besar imbalan yang didapatkan. Jika seseorang bekerja untuk meningkatkan taraf hidup orang lain dan memperbaiki kehidupan
41
mereka, ia akan melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat. lnilah makna menjadi seorang wirausaha.
Robert Argene mengkategorikan seorang wirausaha seharusnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Bariadi, Zen & Hudri, 2005) :
1. Confidence : Percaya Diri Percaya diri adalah langkah awal menjadi wirausahawan, dengan percaya diri seseorang dapat memprioritaskan diri menjadi bisa I sanggup dalam menjalani setiap usaha-usaha tanpa merasa malu untuk. memulai dari kecil (awal). 2. Energi: Semangat I Tenaga I Kekuatan Seseorang mempunyai potensi kekuatan diri lebih besar, apabila dikembangkan dan dilatih. Kekuatan akan begitu dahsyat jika terus dipacu dan digerakkan dengan kemauan yang ada. 3. Ability to Take Calculated Risk: Mengkalkulasi
R1~siko
yang akan
terjadi Kecermatan, ketelitian, kehati-hatian merupakan sikap yang harus dimiliki seorang wirausahawan. Seorang wirausaha harus mampu dan bisa mengkalkulasi kesemuanya itu. Tidak ceroboh dalam mengambil sikap, menggampangkan apalagi menyepelekannya akan berakibat fatal bagi kemajuan usaha. 4. Dinamism : Melakukan Perubahan Cara dalam P1:inentuan Lokasi
42
Tempat strategis dapat memperoleh kemajuan yang pesat bagi usaha seseorang, sehingga seorang usahawan dituntut dapat rnelihat dan memilih tempat yang strategis untuk usaha yang akan dijalankan. 5. Leadership : Mempunyai Sifat Memimpin Apabila di dalam diri wirausahawan mernpunyai sifat kepemimpinan yang besar, ia akan menjadi orang hebat dalam mengelola usahanya. 6. Optimism : Optimis Wirausahawan yang menanamkan sikap optimis akan mempunyai gambaran keberhasilan yang akan diperolehnya dalam menjalankan roda usaha. 7. Need to Achieve: Kemampuan untuk Mencapai Target Target merupakan penyokong sebuah usaha. Dengan target dapat menentukan proyeksi keuntungan dengan jelas. 8. Creativity: Kreatif Pencipta, mempunyai imajiner dan pembaharuan, ciri ini merupakan gambaran yang dapat diberikan oleh para pengusaha yang merubah keadaan, dari yang tidak ada menjadi nyata, serta dapat dipakai untuk kehidupan sehari-hari. Daya kreatif ini akatn mengandun!~ banyak manfaat bagi pelanggan agar mereka merasa tertarik dengan fitur-fitur baru dan unik. 9. Flexibility: Fleksibel Seorang wirausahawan perlu mengambil langkah pasti untuk melakukannya. Fleksibel adalah jawabannya. Usahawan yang fleksibel dapat memanfaatkan keadaan dan situasi yang ada, selalu mencari jalan untuk mengisi kebutuhan-
43
kebutuhan yang ada dengan melihat apa yang saat ini dE,gemari atau dibutuhkan customer. Mengikuti keadaan, mengambil langkah lalu menentukan apa yang harus dilakukan.
10. Responsibility: Rasa Tanggung Jawab Tanggung jawab yang besar dapat membantu dalam rnenghadapi masalah resiko yang akan dialami. Tanggung jawab yang besar mengutamakan keberhasilan daripada ketidakberhasilan dalam memecahkan kejacliankejadian. Wirausahawan tidak melemparkan dan melimpahkan kesalahan itu kepada orang lain dan mencari kambing hitam kejadian itu.
11. Independence : Merdeka I Berdiri Sendiri Mandiri, tidak mengamdalkan orang lain adalah sikap yang harus dimiliki oleh wirausahawan. Pada awalnya memang tidak mudah untuk melakukannya, karena tanpa orang lain yang membantu, kita tidak akan bisa maju.
12. lnisiative : lnisiatif lnisiatif merupakan strategi yang harus melekat bagi wira1usahawan dalam mengungkapkan gagasan-gagasan tentang cara menggunakan inisiatif kita.
44
Menurut Mc Clelland (dalam Nugroho, 2006), karakteristik wirausahawan yang memiliki need achievement tinggi adalah sebagai berikut: 1. Lebih menyukai pekerjaan dengan resiko yang realistis. Menjalankan suatu bisnis memang dihadapkan kepada suatu resiko, namun resiko ini haruslah resiko yang masuk akal. Ada juga yang menyatakan bahwa resiko ini adalah resiko yang dapat diperhitungkan (calculative risk). 2. Bekerja lebih giat pada tugas-tugas yang memerlukan kemampuan mental. Ketahanan mental sangatlah diperlukan jika seseiorang sudah berniat untuk membuka usaha sendiri, karena akan menghadapi pasang surutnya keadaan, agak berbeda keadaannya apabila dibandingkan dengan karyawan atau pegawai yang menghadapi keadaan relatif stabil. 3. lngin bekerja pada situasi yang dapat diperoleh pemcapaian pribadi (personal achievement). Kepuasan dan pencapaian pribadi merupakan suatu pendorong semangat yang kuat bagi seorang wirausahawan, sehingga ia selalu ingin berbuat lebih baik. Motivasi pencapaian prestasi pribadi ini lebih menonjol daripada motivasi mendapatkan uang. 4. Cenderung berpikir ke masa depan dan memiliki pemikiran jangka panjang. Seorang wirausahawan sejati adalah seseorang yang selalu berorientasi ke depan dan berjangka panjang. Kegiatan usahanya tidak hanya dibangun untuk waktu sekarang saja tapi untuk waktu yang panjang. la tidak mau
45
mengorbankan kepentingan jangka panjang, hanya untuk mengejar keuntungan sesaat.
Ukuran need achievement dapat menunjukkan bagaimana jiwa wirausahawan seseorang. Makin tinggi need achievement seseorang, makin besar potensinya menjadi wirausahawan sukses.
Ciri dan Cara Wirausaha Tangguh (Siagian & Asfahani, dalam Bariadi, 2005): 1. Berpikir dan bertindak strategic serta adaptif terhadap perubahan dalam berusaha mencari peluang keuntungan tennasuk yang mengandung resiko yang agak besar dan dalam rnengatasi berbagai masalah. 2. Selalu berusaha untuk mendapatkan keuntungan melalui berbagai keunggulan dalam memuaskan pelanggan. 3. Berusaha mengenal dan mengendalikan kekuatan dan kelemahan perusahaan (dan pengusahanya) serta meningkatkan kemampuan dengan sistem pengendalian intern. 4. Selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan perusahaan terutama dengan pembinaan motivasi dan semangat kerja serta penumpukan permodalan.
46
Ciri dan Cara Wirausaha Unggul (Siagian & Asfahani, dctlam Bariadi, 2005) :
1. Berani mengambil resiko serta mampu memperhitungkan dan berusaha menghindarinya.
2. Selalu berupaya mencapai dan menghasilkan karya bakti yang lebih baik untuk pelanggan, pemilik, pemasok, tenaga kerja, masyarakat, bangsa dan negara.
3. Antisipatif terhadap perubahan akomodatif terhadap lingkunagn.
4. Kreatif mencari dan menciptakan peluang pasar clan meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
5. Selalu berusaha meningkatkan keunggulan dan citra perusahaan melalui investasi baru di berbagai bidang.
2.2.3 Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan Masing-masing karakteristik kewirausahaan memiliki makna-makna dan perangai tersendiri yang disebut nilai. Milton Rockeach rnembedakan konsep nilai menjadi dua, yaitu nilai sebagai "sesuatu yang dimiliki oleh seseorang" (person has a value), dan nilai sebagai "sesuatu yang berkaitan dengan objek" (an object has value). Pandangan pertama, manusia mempunyai nilai yaitu sesuatu yang dijadikan ukuran baku bagi persepsinya terhadap dunia luar. Menurut Sidharta Poespadibrata, watak seseorang merupakan sekumpulan perangai yang tetap. Sekumpulan perangai yang tetap itu dapat dipandang sebagai suatu sistem nilai (Rockeach, dalam Suryana, 2003).
47
Oleh karena itu, watak dan perangai yang melekat pada kewirausahaan dan menjadi ciri-ciri kewirausahaan dapat dipandang sebagai sistem nilai kewirausahaan.
Jahya (dalam Suryana, 2003) membagi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam dua dimensi nilai yang berpasangan, yaitu :
1. Pasangan sistem nilai kewirausahaan yang berorientasi materi dan berorientasi non-materi 2. Nilai-nilai yang berorientasi pada kemajuan dan nilai-nilai kebiasaan.
Ada empat nilai dengan orientasi dan ciri masing-masing, sebagai berikut (Jahya, dalam Suryana, 2003) :
1. Wirausaha yang berorientasi kemajuan untuk memperoleh materi, ciricirinya pengambil resiko, terbuka terhadap teknolClgi, dan mengutamakan materi. 2. Wirausaha yang berorientasi pada kemajuan tetapi bukan untuk mengejar materi. Wirausaha ini hanya ingin mewujudkan rasa tanggung jawab, pelayanan, sikap positif, dan kreatifitas. 3. wirausaha yang berorientasi pada materi,
den~1an berpatokan pada
kebiasaan yang sudah ada, misalnya dalam perhitungan usaha dengan kira-kira, sering menghadap ke a rah tertentu (aliran fengshw) supaya berhasil.
48
4. Wirausaha yang berorientasi pada non-materi, dengan bekerja berdasarkan kebiasaan, wirausaha model ini biasanya tergantung pada pengalaman, berhitung dengan menggunakan mistik, paham etnosentris, dan taat pada tata cara leluhur.
Penerapan masing-masing nilai sangat tergantung pada fokus dan tujuan masing-masing wirausaha.
2.2.4 Motivasi Berwirausaha Gitman dan Mc Daniel (dalam Nugroho, 2006) menyatakan bahwa motivasi seseorang untuk menjalankan wirausaha ada bermacam-macam. Di Indonesia motivasi seseorang untuk menekuni bidan!J kewirausahaan menurut Winarto (dalam Nugroho, 2006), ada beberapa alasan, yaitu:
1. lngin lebih kaya secara materi Setinggi-tingginya gaji di suatu perusahaan, tetap bersifat terbatas. Meskipun kinerja seorang pegawai sangat baik dan membuat perusahaan untung besar, gaji pegawai tersebut tidak akan meningkat seperti meningl
perusah~an. Menurut Kiyosaki (dalam Nugroho, 2006), hidup
den~1an
bekerja hanyalah
solusi jangka pendek. Selusi jangka panjangnya adalah membangun bisnis sendiri untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran adalah berapa lama kita
49
dapat bertahan hidup dengan gaya hidup yang sama jika kita bese>k berhenti bekerja. 2. lngin lebih Bebas Dengan berwirausaha, seorang wirausahawan bisa lebih leluasa, ia bisa bebas dari jam kantor, sikap like dan dislike atasan, dan memiliki lebih banyak waktu luang. Apabila perusahaan yang telah dimilikinya sudah mempunyai sistem yang bagus, ia bahkan tidak perlu lagi datang setiap hari di kantornya. 3. lngin mewujudkan impiannya Dengan berwirausaha, seseorang dapat secara langsung mengaplikasikan ide atau ilmu yang dimilikinya dengan lebih leluasa tanpa takut pada peraturan perusahaan. la dapat lebih bebas mengaktualisasikan ide-ide kreatifnya untuk mewujudkan apa yang diimpikannya. 4. Kepepet Ada pepatah yang mengatakan bahwa "orang yang kepepet cenderung menjadi kreatif'. Data dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan pada bulan Mei 2002 ada 58,7 juta pencari kerja, satu juta diantaranya adalah golongan sarjana. Oleh karena itu berwirausaha adalah salah satu pilihan menarik:· Alasan terakhir inilah yang menjadi penyebab terbesar seseorang menekuni bidang kewirausahaan.
50
Menurut Dan Steinhoff dan John F. Burgess (dalam Suryana, 2003) ada tujuh motif yang mendasari seseorang untuk menjadi wirausaha, yaitu : 1) The desire for higher income (keinginan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi) 2) The desire for a more satisfying career (keinginan untuk memiliki karir yang lebih memuaskan) 3) The desire to be self-directed (keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri) 4) The desire for the prestige that comes to being a business owner (keinginan untuk mendapatkan prestise dengan menjadi pemilik usaha sendiri) 5) The desire to run with a new idea or concept (keinginan untuk menjalankan ide atau konsep baru)
6) The desire to build long-term wealth (keinginan untuk merencanakan kesejahteraan jangka panjang)
7) The desire to make a contribution to humanity or to .a specific cause (keinginan untuk memberikan kontribusi bagi kemanusiaan atau untuk sebab-sebab spesifik).
Dalam "Entrepreneur's Handbook", yang dikutip oleh \.Nirasasmita (dalam Suryana, 2003), dikemukakan beberapa alasan mengapa seseorang berwirausaha, yaitu :
51
1) Alasan keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, untuk mencari pendapatan tambahan, sebagai jaminan stabilitas keuangan. 2) Alasan sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/status, untuk dapat dikenal dan dihormati. 3) Alasan pelayanan, yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk menatar masyarakat, untuk membantu ekonorni masyarakat, demi masa depan anak-anak dan keluarga, untuk mendapatkan kesetiaan suami/istri, untuk membahagiakan ayah dan ibu. 4) Alasan pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi atasan/rnandiri, untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, untuk menjadi lebih produktif, dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.
Para ahli mengatakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena adanya suatu motif tertentu, yaitu motif berprestasi (cichievement motive). Motif berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi (Suhandana, dalam Suryana, 2003). Faktor dasarnya adalah adanya kebutuhan yang .'
harus dipenuhi.
Teori motivasi pertama kali dikemukakan oleh Maslow (1934). la mengemukakan hierarki kebutuhan yang mendasari motivasi. Menurutnya,
52
kebutuhan itu bertingkat sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan (security needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan
har!~a
diri (esteem
needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization needs) (Suryana, 2003).
Teori Maslow kemudian dikelompokkan oleh Clayton Alderfer menjadi tiga kelompok, yang dikenal dengan teori existence, relatedness, and growth (ERG) (dalam Suryana, 2003). Pertama, kebutuhan akan eksistensi (existence) yaitu menyangkut keperluan material yang harus ada (termasuk physiological need and security need dari Maslow). Kedua, ketergantungan (relatedness), yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hubungan interpersonal (termasuk social and esteem need dari Maslow). Ketiga, kebutuhan perkembangan (growth), yaitu kebutuhan intrinsik untuk perkembangan personal (termasuk self-actualization and esteem need dari Maslow).
53
McClelland (1971) mengelompokkan kebutuhan (needs), menjadi tiga, yaitu (Suryana, 2003) : 1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) : yaitu dorongan untuk lebih baik dari sebelumnya, berusaha keras untuk sukses. 2) Kebutuhan akan kekuasaan (need for power) : yaitu l<ebutuhan untuk membuat orang lain mengikuti jalan yang diinginkannya. 3) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) : Hasrat atau keinginan untuk berteman dan memiliki hubungan dekat dengan orang lain, atau kebutuhan untuk diterima oleh orang lain.
Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien clibanding sebelumnya. Wirausaha yang memiliki motif berprestasi tinggi pada umumnya rnemiliki ciriciri sebagai berikut (Suryana, 2003) : 1) lngin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya 2) Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk rnelihat keberhasilan dan kegagalan 3) Memfliki tanggung jawab personal yang tinggi 4) Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan 5) Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang. Jika tugas yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa kurang
54
tantangan, tetapi ia selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.
Kebutuhan akan kekuasaan, yaitu hasrat untuk mempengaruhi, mengendalikan, dan menguasai orang lain. Ciri umumnya adalah senang bersaing, cenderung lebih berorientasi pada status dan ingin me"!lpengaruhi orang lain.
Kebutuhan untuk berafiliasi, yaitu hasrat untuk diterima clan disukai oleh orang lain. Wirausaha yang memiliki motivasi berafiliasi tinggi lebih menyukai persahabatan, bekerja sama daripada persaingan, dan saling pengertian.
Ahli psikologi lain, Frederick Herzberg (dalam Suryana, 2003) dalam teori motivation-hygiene mengemukakan bahwa hubungan sil
terhadap pekerjaannya merupakan salah satu dasar yang sangat menentukan keberhasilan ataL1 kegagalan seseorang. Ada dua faktor dasar motivasi yang menentukan keberhasilan kerja, yaitu faktor yang membuat orang merasa puas (satisfaction) dan faktor yang membuat orang tidak merasa puas (dissatisfaction). Faktor internal yang membuat oran~1 memperoleh kepuasan kerja (job-satisfaction) meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan, tanggung jawab, kemajuan, dan kemungkinan berkembang. Sedangkan faktor yang menentukan ketidakpuasan (dis.satisfaction) adalah
55
upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur pE3rusahaan, mutu pengendalian teknis, mutu hubungan interpersonal (Gibson, dalarn Suryana, 2003).
Ahli lain yang membahas motivasi adalah Victor Vroom (dalam Suryana, 2003) dalam teorinya yang disebut teori harapan (expectancy threory). la mengemukakan bahwa kecenderungan yang kuat untuk bertindak dalam suatu arah tertentu tergantung pada kekuatan harapan yang akan dihasilkan dari tindakannya dan ketertarikan lain yang dihasilkan bagi seseorang.
Menurut Zimmerer (dalam Suryana, 2003), ada beberapa peluang yang dapat diambil dari kewirausahaan, yaitu : 1) Peluang untuk memperoleh kontrol atas kemampuan diri 2) Peluang untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki secara penuh 3) Peluang untuk memperoleh manfaat secara finansial 4) Peluang untuk berkontribusi kepada masyarakat dan menghargai usahausaha seseorang.
2.2.5 Profil Wirausaha Saat lni Menjadi seorang wirausaha terbuka untuk siapa saja, dan setiap orang dapat menjadi wirausaha atau menjadi pengusaha dalam skala apa pun. Yang
56
dapat kita lihat, mereka yang menjadi wirausaha termasuk orang seperti (Frinces, 2004) :
1. Orang yang sudah berumur, setengah tua atau bahkan sudah tua sekalipun. 2. Kaum wanita baik yang belum menikah maupun yans1 sudah tua sekalipun. 3. Kelompok minoritas di tengah masyarakat karena jumlahnya memang sedikit, seperti di Indonesia dan Malaysia adalah mereka yang.beretnis Cina, India, Arab dan lain-lain. Sedangkan di negara Barat mereka adalah orang-orang Asia. 4. Para imigran, pendatang dari luar negeri atau datang dari pulau lain. 5. Para pekerja sambilan seperti pegawai negeri (PNS) yang menjadi pengusaha di rumahnya atau mendirikan usaha yang dijalankan oleh orang lain. 6. Dosen atau guru yang juga menjadi wirausaha. 7. Usaha rumah tangga oleh ibu-ibu. 8. Usaha bersama keluarga di rumah. 9. Eksekutif perusahaan besar yang memisahkan diri dari pekerjaannya di beber'apa perusahaan besar dan mendirikan usaha kecil sendiri.
10. Pengusaha yang karena bebagai alasan berhenti atau diberhentikan dari pekerjaan di perusahaan besar.
57
11. Para mahasiswa yang karena desakan kebutuhan dan atau karena kejelian dalam melihat peluang pasar, maka mereka memulai usaha sendiri.
Tidak ada batasan siapa yang harus dan tidak harus, atau siapa yang boleh dan tidak boleh menjadi seorang wirausaha. Hanya saja hasil studi di atas menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan seseorang menjadi wirausaha. Untuk dapat menjadi wirausaha yang berhasil, orang bersangkutan harus dapat memenuhi beberapa kriteria yang telah disebutkan di atas. Hanya saja perlu dicatat bahwa untuk menjadi seorang wirausaha ada beberapa cara (Frinces, 2004) : 1. Karena memeang sejak awal yang bersangkutan sudah dilahirkan (berdasarkan keturunan) menjadi seorang pengusaha (naluri alamiah). 2. Karena bekerja di tempat orang, kemudian muncul keinginan untuk menjadi wirausaha. 3. Karena diajak teman atau keluarga atau pihak lain untuk "bermain" sebagai wirausaha. 4. Karena dibentuk lewat proses pendidikan formal dan informal seperti pelatihan, workshop, pelatihan khusus dalam perusahaan atau juga mengikuti pendidikan bidang khusus seperti manajemen, bisnis, akuntansi, kewirausahaan dan lain-lain.
58
2.2.6 Sikap-sikap Yang Menghambat Kewirausahaa11 Kasali (dalam Nugroho, 2006) mendefinisikan beberapa sikap yang berkembang di masyarakat yang sangat menghambat tumbuhnya kewirausahaan, yaitu :
1. Sikap terhadap usaha rumahan yang negatif, padahal banyak usaha besar yang berasal dari garasi, dapur, dan sebagainya. 2. Sindrom "formalitas" : harus punya uang dulu jika berbisnis, harus ada PT dulu baru berbisnis, harus mempunyai kantor dulu, sekretaris dulu, dan lain-lain. 3. Sindrom "tidak akan berhasil" : tidak berhasil karena sudah ada orang yang melakukannya, sudah ada produk serupa di pasaran, sayang terhadap penghasilan tetap (gaji). 4. Sindrom "no-track-record' : orang lain pasti tidak mau bekerja sama dengan kita karena belum memiliki track record. Kenyataannya banyak usaha yang berhasil seperti Microsoft & Dell Computer dibangun pendirinya pada usia sangat muda. 5. Sindrom "priyayt" : orang lebih dihargai jika bekerja sebagai ka1yawan di perusahaan besar daripada daripada menjadi pemilik (bos) di perusahaannya sendiri yang masih kecil.
Menurut Lukman Hakim dalam bukunya "Dengan Wirausaha Menepis Krisis" (dalam M Nugroho, 2006), hambatan-hambatan mental yang selama ini
59
terjadi dalam dunia kewirausahaan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 aspek, yaitu:
1.
Masalah Motivasi
Motivasi adalah "daya dorong" yang muncul dari dalam jiwa seseorang, yang bersifat abstrak, intangible, tetapi pengaruhnya dapat dirasakan. Dengan motivasi yang tinggi seseorang dapat melejitkan prestasinya melampaui kebanyakan orang. David Chia, seorang pengajar motivasi dari Dynamic Life, Singapura menyebutkan sebagai burning desire (keinginan yang menggebugebu). Ciputra, salah seorang wirausahawan yang terkernuka di Indonesia, rnenyatakan bahwa motivasi adalah inti setiap keberhasilan. 2.
Sikap dan Perilaku Feodalitis
Sikap dan prilaku feodalistis merupakan sisa-sisa penganJh penjajahan bangsa Indonesia pada waktu yang lampau. Adapun ciri-Girinya yang paling mudah dikenali antara lain adalah tingkah laku
seseoran~1
menyukai pekerjaan-pekerjaan kasar, kurang dapat
yang tidak
men~1angkat
harga diri
(gengsi), dan pekerjaan yang kotor, lebih menyenangi pekerjaan dengan penampilan rapi, dan lebih menekankan pada keterampilan administrasi. 3.
Masalah Pendidikan
Bagi kalangan masyarakat bawah, tingkat pendidikan yang kurang memadai mengakibatkan timbulnya rasa rendah diri dan perasaan tidak yakin bahwa mereka akan dapat berhasil. Pada kalangan masyarakat menengah yang sebagian besar diantaranya sudah dapat menikmati fasilitas pendidikan yang
60
tinggi merasakan kendala yang berat untuk memulai usaha dari tingkat yang paling bawah. 4.
Kurangnya Semangat Kepeloporan
Semangat kepeloporan mutlak diperlukan bila seseoran1i ingin merintis karier di jalur kewirausahaan. Dalam bidang ini, pengusaha dituntut untuk dapat menentukan arah perusahaannya sendiri.
2.2.7 Wirausaha Dalam Islam Dalam pandangan Islam, setiap jenis pekerjaan manusia adalah mulia. Yang terpenting halal dan baik. Atau dengan kata lain, tidak melakukan pekerjaan yang sudah jelas-jelas dilarang Syariat Islam (Tamimi, 1992). Dan wirausaha maupun perdagangan adalah bentuk pekerjaan yang termasuk halal dan baik.
Dalam Islam hukum jual beli adalah halal. Prinsip hukurn ini ditegaskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah serta ljma ulama (Ya'qub, 1992). Dalam Al-Qur'an diterangkan oleh Allah SWT :
"Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan menghararnkan riba" (Surah AlBaqarah : 275)
61
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berwirausaha. Banyak kita temukan beberapa hadits yang mendorong umat Islam untuk berwirausaha, misalnya keutamaan berdagang seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini: "Perhatikanlah olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rizki" (Hadits riwayat Ahmad).
Jika kita kaji hadits di atas, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari (Nugroho, 2006). Pertama, Allah SWT telah membukakan sepuluh pintu rezeki bagi manusia, perdagangan, dan
sembilan
diantaranya
(90%),
berada di dunia
hanya satu (10%) pintu rezeki yang bukan dari
perdagangan. Padahal yang 10% itu sekarang justru banyak diperebutkan oleh manusia terutama angkatan kerja di Indonesia. 10% yang tersisa itu misalnya menjadi pegawai pemerintah, karyawan swasta, buruh pabrik, dosen, guru, dan sebagainya.
Kedua, 'Allah menyediakan lebih banyak rezeki di dunia ini lewat dunia perdagangan. Seandainya dalam satu hari Allah menurunkan 100 trilyun dollar, maka yang 10 trilyun dollar diperebutkan oleh banyak manusia dengan berbagai profesi selain usaha perdagangan. Maka wajar jika seorang
62
pedagang penghasilannya lebih banyak dari seorang pegawai atau dengan kata lain wajar jika pedagang lebih kaya daripada yang bukan pedagang. Artinya untuk menjadi kaya seseorang bisa memilih usaha di bidang perdagangan.
Allah SWT sangat menghargai pedagang yang jujur dan amanah, karena pedagang
merupakan
salah
satu
cara
berwirausaha,
berarti
Allah
menghargai profesi wirausaha (Nugroho, 2006). Rasulullah bersabda : "Pedagang yang jujur dan amanah akan tinggal bersama para Nabi, para shiddiq dan para syuhada di hari kiamat" (Hadits Riwayat Turmudzi dan lbnu Majah).
lni adalah suatu penghargaan yang luar biasa yang disediakan bagi para pedagang yang jujur dan amanah, karena mereka akan ditempatkan di samping para Nabi dan para shiddiq di al
Sekarang berkembang suatu pendapat yaitu bahwa dalam bisnis atau wirausaha, bukan hanya sekedar menjual ide, produl<, atau jasa, tetapi lebih dari itu yaitu menjual sebuah nilai (selling value). Nilai yang dimaksud disini adalah nilai-nilai spiritual. lni pula yang dijual oleh Nabi Muhammad SAW.
63
Dalam bisnis, bagaimana menjual nilai-nilai pada masyarakat, menjual nilainilai kepada umat, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat dari bisnis yang kita jalankan. Manfaat ini tidak hanya manfaat di dunia, namun juga manfaat yang akan diperoleh di akhirat (Nugroho, 2006).
Menurut Aa Gym (dalam Nugroho, 2006), profit (keuntun1~an) dalam bisnis bukanlah semata-mata berujud kepemilikan materi, namun kriteria profit itu meliputi lima hal, yaitu : Perlama, keuntungan dalam bisnis, adalah kalau dengan bisnis itu kita dapat
lebih banyak menambah amal saleh. Meskipun mungkin keuntungan belum banyak, namun jika telah berkesempatan menolong orang lain, meringankan beban orang lain, memuaskan pelanggan, itu sudah merupakan keuntungan yang besar.
Kedua, bisnis akan dianggap untung jika dengan bisnis yang kita jalankan,
nama baik kita dan keluarga akan terbangun. Apalah artinya mempunyai banyak harta, jika keluarga kita dibuat malu karena perbuatan kita.
Ketiga, keuntungan bisnis itu adalah berupa bertambahnya ilmu dan
wawasan kita. Mempunyai banyak uang jika tidak berilmu, uang tersebut dapat habis karena ditipu orang.
64
Keempat, dengan bisnis akan semakin banyak dijalin silaturahmi atau relasi. Jangan sampai karena kesibukan bisnis, hubungan silaturahmi dengan saudara dan orang lain menjadi renggang.
Kelima, keuntungan yang diperoleh bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi banyak orang dan masyarakat.
Syarif (dalam Nugroho, 2006), menyatakan bahwa bisnis; terbaik aclalah bisnis yang barokah. Bisnis dikatakan barokah adalah bi:snis yang rnelibatkan nilai (value). Untuk memahami kata barokah ini kata passwordnya adalah kata "syukur", yang diterjemahkan ke dalam empat prinsip.
Prinsip pertama, mission oriented not commission orient,.:id. Berbisnis janganlah hanya berorientasi untuk semata-mata menda.patkan uang (financial profit), tetapi lebih berorientasi kepacla misi, yaitu menjalankan bisnis sebagai bagian clari pengabcliannya kepacla Allah SWT. Pebisnis yang berorientasi kepacla misi, jika berhasil akan bersyukur, jil
65