PENETAPAN STATUS HARA BERDASARKAN KISARAN KECUKUPAN HARA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elais gueneensis) MENGHASILKAN
Oleh DEDAH ISMAYANTI A24104044
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SUMMARY DEDAH ISMAYANTI. Determination of Nutrient Range Adequancy Nutrient On Oil Palm Plantation (Elais gueneensis) Generate. Supervised by ATANG SUTANDI and SRI DJUNIWATI. The agricultural commodity was one of the mainstays as an effort to increase the Country's foreign exchange apart from the sector of oil and gas. One of the priority for the development were oil palm. The problem that emerged the oil palm plantation was the determination of the dosage of fertilization that was not yet optimum. To achieve the optimum fertilization recommendation was determined by the value of the crop nutrient. One of the methods of knowing the status of the crop nutrient that is through the analysis of the crop, the interpretation used the critical value or the range of the adequancy of the nutrient. This research was aimed to determine criteria the value of the crop nutrient was based on the range of the adequancy of the nutrient to the oil palm (Elaeis guineensis) for the crop produced. This research was used the survey method, that is taking the sample of the oil palm crop randomized to plantations that spread in Riau, Lampung, West Kalimantan, Central Kalimantan and South Sumatra. The sample of the crop came from a pair of leaf to the tail of the lizard from the 17th steam. Then was taken by a third to the middle and was removed palm leaf rib. Samples of these leaves were gathered from 20 trees. The level of nutrient was produced by the analysis of the crop were connected with the growth variabel and the production to determine the range of the adequancy of the nutrient. The election of the production variable showed that the FFB production better than the average janjang weight. Based on the theory of the range of the adequancy of the nutrient that the distribution of the point that more focuss and conical above had the value of the good adequancy of the range, so as the range variable of the adequacy of the nutrient was based on the production of FFB. Results adequacy burly range determination are as follows; N ranged from 1:41 to 2.53, P elements ranged from 0:08 until 0:18, K elements ranged from 0.86 to 1:26, the elements Ca ranged from 0.85 to 0:42, Mg ranged from 0:16 to 0:41, the elements around Cu from 4.1 to 26.2 and for the elements Zn ranged from 21.67 to 45.65. Results showed that the interpretation of N and Mg in are in less level, while the elements P, K, Ca and Zn are in the current status and the status of level Cu is high.
RINGKASAN DEDAH ISMAYANTI. Penetapan Status Hara Berdasarkan Kisaran Kecukupan Hara Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elais gueneensis) Menghasilkan. Dibawah bimbingan Atang Sutandi dan Sri Djuniwati. Komoditas pertanian adalah salah satu andalan dalam usaha meningkatkan devisa Negara di luar sektor minyak dan gas. Salah satu yang menjadi prioritas untuk pengembangan adalah kelapa sawit. Permasalahan yang muncul diperkebunan kelapa sawit adalah penentuan dosis pemupukan yang belum optimum. Untuk mencapai rekomendasi pemupukan yang optimum ditentukan oleh status hara tanaman. Salah satu cara untuk mengetahui status hara tanaman yaitu melalui analisis tanaman, yang dapat diinterpretasi menggunakan nilai kritis atau kisaran kecukupan hara. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kriteria status hara tanaman berdasarkan kisaran kecukupan hara pada kelapa sawit (Elaeis guineensis) untuk tanaman menghasilkan. Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel tanaman kelapa sawit (TM) dilakukan secara acak pada perkebunan-perkebunan yang menyebar di Riau, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Sumatra Selatan. Sampel tanaman sawit (TM) berasal dari sepasang daun pada ekor kadal dari pelepah ke-17. Lalu diambil sepertiga pada bagian tengah dan dibuang lidinya. Sampel-sampel daun tersebut dikumpulkan dari 20 pohon. Kadar hara hasil analisis tanaman dihubungkan dengan parameter pertumbuhan dan produksi untuk menetapkan kisaran kecukupan hara. Pemilihan variabel produksi menunjukan produksi tandan buah segar (TBS) lebih baik dari bobot janjang rata-rata (BJR). Berdasarkan teori kisaran kecukupan hara bahwa sebaran titik yang lebih terpusat dan mengerucut ke atas memiliki nilai kisaran kecukupan yang baik, sehingga variabel kisaran kecukupan hara didasarkan pada produksi TBS. Hasil penetapan kisaran kecukupan hara adalah sebagai berikut ; N berkisar dari 1.41 sampai 2.53, unsur P berkisar dari 0.08 sampai 0.18, unsur K berkisar dari 0.86 sampai 1.26, unsur Ca berkisar dari 0.42 sampai 0.85, Mg berkisar dari 0.16 sampai 0.41, unsur Cu berkisar dari 4.1 sampai 26.2 dan untuk unsur Zn berkisar dari 21.67 sampai 45.65. Hasil interpretasi menunjukan bahwa unsur N dan Mg ada dalam status kurang, sedangkan unsur P, K, Ca dan Zn dalam status sedang dan untuk unsur Cu ada pada status tinggi.
PENETAPAN STATUS HARA BERDASARKAN KISARAN KECUKUPAN HARA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elais gueneensis) MENGHASILKAN
DEDAH ISMAYANTI A24104044
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
PROGRAM STUDI ILMU TANAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Penelitian
: Penetapan Status Hara Berdasarkan Kisaran Kecukupan Hara Pada Tanaman Sawit (Elais gueneensis) Menghasilkan
Nama
: Dedah Ismayanti
NRP
: A24104044
Menyetujui : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr Ir Sri Djuniwati, M.Sc NIP. 130 902 751
Dr Ir Atang Sutandi, M.Si NIP. 130 937 427
Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1986 di kota Ciamis, sebagai putri pertama dari pasangan Bapak Idih dan Ibu Elin Herlina. Pendidikan formal yang telah dijalani oleh penulis adalah SD Negeri 2 Talagasari pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 Kawali pada tahun 2001, Sekolah Menengah Atas 2 Ciamis tahun 2004. Tahun 2004, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan terdaftar sebagai mahasiswi Departemen Tanah Fakultas Pertanian. Selama perkuliahan, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah pada tahun 2006, dan pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Tanah pada tahun ajaran 2007/2008.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Ibu Dr Ir. Sri Djuniwati, M.Sc sebagai pembimbing, atas segala saran, petunjuk dan arahannya selama ini. Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada orang tua, adik serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dorongan selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini, yaitu : 1. Dr. Ir. Iskandar, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 2. Dr. Ir. Komarudin Idris, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dan bantuannya. 3. Para dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. 4. Yunita ’Ita’, Mei dan Dewi atas kerjasama dan kebersamaannya selama penelitian. 5. Teman-teman tanah 41 atas saran, kritik dan semangatnya. 6. Nando atas bantuan dan dukungannya. 7. Para staf pegawai laboran program studi ilmu tanah. 8. Dan semua pihak terkait yang telah mendukung atas terlaksananya penelitian ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.
Bogor, Januari 2009 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABE
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN Latar belakang......................................................................................1 Tujuan ................................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit .............................................................................3 Botani Kelapa Sawit............................................................................3 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit..............................................................5 Analisis Tanaman...................................................................................... 6 Batas Kritis dan Kisaran Kecukupan Hara.................................................7 Serapan Hara Tanaman ..............................................................................9 Nitrogen ..............................................................................................9 Fosfor ................................................................................................. 10 Kalium................................................................................................ 11 Kalsium .............................................................................................. 12 Magnesium......................................................................................... 12 Tembaga............................................................................................. 13 Seng.................................................................................................... 13 Boundary Line Methods............................................................................ 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat .................................................................................... 17 Bahan dan Alat.......................................................................................... 17 Metode Penelitian...................................................................................... 17 Pengambilan Sampel Daun ................................................................ 17 Analisis Sampel Daun ........................................................................ 18 Peneraan Umur Tanaman................................................................... 18 Penetapan Kisaran Kecukupan Hara.................................................. 19
HASIL dan PEMBAHASAN Hubungan Umur Dengan Variabel Produksi ............................................ 20 Pemilihan Variabel Produksi .................................................................... 22 Kisaran kecukupan Hara ........................................................................... 27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ 31 Saran................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 32 LAMPIRAN............................................................................................. 34
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis Hara, Metode Analisis dan Pengukuran Hara……………………..
17
2. Selang Kisaran Kecukupan Hara Pada Variabel Produksi TBS (ton/ha/thn)………………………………………..
27
3. Selang Kecukupan Hara Makro-Mikro Untuk Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) (Von Uexkull, 1992 dalam Pahan, 2007)………….
28
4. Hasil Diagnosis Dengan Boundary Lines dan Von Uexkull…………….
29
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pengaruh Suplai Hara Terhadap Produksi dan Kadar Hara…………..
7
2. Hubungan Antara Produksi Dengan Kadar Hara……………………..
8
3. Diagram Sebar Hubungan Produksi Dengan Kadar Hara N daun (Walworth dan Sumner, 1986)………………………………………..
15
4. Respon Tanaman Terhadap Faktor Pembatas (Walworth dan sumner, 1987)………………………………………..
16
5. Hubungan BJR Dengan Umur Tanaman……………………………...
21
6. Hubungan BJR Tera Dengan Umur Tanaman………………………..
21
7. Hubungan Produksi TBS Dengan Umur Tanaman…………………...
21
8. Hubungan Produksi TBS Tera Dengan Umur Tanaman……………...
21
9. Grafik Hubungan Antara Produksi TBS Tera dengan Kadar Hara N (9a), P (9b), K (9c), Ca (9d), Mg (9e), Cu (9f) dan Zn (9g).............
23
10. Grafik Hubungan Antara BJR Tera dengan Kadar Hara N (10a), P (10b), K (10c),Ca (10d), Mg (10e), Cu (10f) dan Zn (10g)………
25
Lampiran 1. Kadar Hara Kelapa Sawit…………………………………………….
34
PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas pertanian adalah salah satu andalan dalam usaha meningkatkan devisa Negara di luar sektor minyak dan gas. Salah satu komoditi pertanian yang menjadi prioritas untuk pengembangan adalah kelapa sawit. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) mempunyai beberapa keunggulan komparatif dibanding tanaman penghasil minyak nabati lainnya dalam memenuhi konsumsi minyak dunia. Beberapa keunggulan kelapa sawit yaitu produksi per hektar yang tinggi, umur ekonomi yang panjang, daya tahan terhadap cuaca tinggi, persediaan yang cukup dan penggunaan yang beraneka ragam. Permintaan produksi dari kelapa sawit semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi minyak sawit di dunia. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu faktor terpenting dalam membangun perkebunan kelapa sawit. Salah satu faktor terpenting dalam pemeliharaan tanaman adalah pemupukan. Leiwakabessy dan Sutandi (1998) menyatakan bahwa pemupukan merupakan penambahan unsur hara yang dibutuhkan tanaman ke dalam tanah. Secara langsung maupun tidak langsung kegiatan pemupukan akan memperbaiki nutrisi dan suplai hara untuk tanaman. Pemupukan pada kelapa sawit dilakukan dengan tujuan menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah agar tanaman dapat menyerapnya sesuai dengan kebutuhan. Pemupukan juga dilakukan karena tanah tidak mampu menyediakan satu/beberapa unsur hara untuk
menjamin tinggi tingkat produksi
tertentu dengan kata lain tanah tersebut tidak subur. Makin tinggi tingkat produksi makin banyak unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Permasalahan yang muncul diperkebunan kelapa sawit dalam kegiatan pemupukan adalah kesesuaian dosis aplikasi dengan rekomendasi, waktu dan cara aplikasi dan cuaca, ketidak tersediaan pupuk di gudang, kesiapan armada angkutan pupuk. Rekomendasi pemupukan yang tepat diperoleh dengan evaluasi hara tanaman, salah satunya dengan analisis tanaman, yaitu penetapan konsentrasi suatu unsur
2
dalam suatu contoh dari bagian tertentu dari suatu tanaman, misal daun pada waktu stadia pertumbuhan tertentu. Analisis tanaman dapat menjadi alat yang berguna dalam menduga status hara tanaman jika tersedia metode analisis yang sesuai. Komposisi hara tanaman sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi mengakibatkan penilaian dan diagnosis hasil analisis tanaman menjadi komplek. Interpretasi analisis tanaman dapat dilakukan antara lain dengan penetapan batas kritis, kisaran kecukupan hara, DRIS dan DOP. Metode kisaran kecukupan hara merupakan metode pengembangan dari metode batas kritis yang digunakan untuk mendiagnosis analisis tanaman. Penetapan kisaran kecukupan hara kebanyakan tidak berasal dari kisaran kecukupan hara mulai defisiensi hingga keracunan tetapi dikembangkan dari kisaran rendah, sedang dan tinggi. Kisaran rendah umumnya mendekati atau sama dengan batas kritis, sedangkan kisaran tinggi berasal dari kadar hara diatas normal dan kisaran cukup berada diantara keduanya. Kelemahan metode ini adalah sedikitnya jumlah informasi yang detil tentang kisaran kecukupan hara dari tingkat kurang sampai ke tingkat keracunan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan status hara tanaman berdasarkan kisaran kecukupan hara pada kelapa sawit (Elaeis guineensis) untuk tanaman menghasilkan.
2
TINJAUAN PUSTAKA 1. Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis) berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brazilia (zeven, 1965). Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut ; Divisi
: Tracheophyta
Subdivisi
: Pteropsida
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Palmales
Family
: Palmae
Genus
: Elais
Spesies
: Elais guineensis
a. Botani Kelapa Sawit Kecambah kelapa sawit berakar tunggang dan akhirnya diganti dengan akar-akar serabut yang membentuk anyaman yang rapat dan tebal. Pohon kelapa sawit mulai memperlihatkan pertumbuhan memanjang pada umur 4 tahun. Kelapa sawit merupakan tanaman yang berdaun majemuk dengan dasar tangkai daun utama menempel di sekeliling ujung batang. Masing-masing daun terdiri dari 20150 atau lebih pasang anak daun yang tersusun dalam dua baris sepanjang sisi tangkai daun utama. Pohon yang sering dipangkas daunnya akan meninggalkan bekas-bekas pangkal pelepah yang membentuk garis spiral melingkar batang dari bawah ke atas (Yahya, 1990). Kelapa sawit tergolong dalam tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan bunga betina terpisah pada pohon yang sama. Bunga tersusun pada tandan dan muncul dari setiap ketiak daun. Mayang bunga jantan atau betina terdiri dari 100-300 cabang mayang. Mayang bunga betina mengandung lebih dari 200 bunga dan lebih pendek dari mayang bunga jantan. Setiap cabang mayang bunga jantan mengandung 700-1200 bunga jantan (Yahya, 1990).
4
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambiun dan umumnya tidak bercabang. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat, karena tertutup oleh daun. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20-75 cm. Pertumbuhan tinggi batang 25-45 cm/tahun dan jika kondisi lingkungan sesuai, pertumbuhan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan dan iklim setempat. Ketebalan batang tergantung pada kekuatan pertumbuhan daun-daunnya. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkat bahan makanan (Fauzi et al., 2002) Daun kelapa sawit mirip dengan daun kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip dan bertulang sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 7.5-9 m dengan jumlah anak daun tiap pelepah berkisar 250-400 helai. Pertumbuhan daun awal
dan daun berikutnya akan membentuk sudut 135⁰.
Helaian daun makin lama makin berat, sehingga semakin lama daun akan semakin melengkung ke arah bawah daun. Daun yang tua akan semakin menutup, sehingga daun yang paling muda akan ternaungi oleh daun yang berada diatasnya (Fauzi et al., 2002). Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh dengan baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen yang pertama pada umur sekitar 3.5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan (Fauzi et al., 2002). Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Daun kelapa sawit setiap tahun tumbuh sekitar 20-24 helai. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin sedikit, sehingga buah yang dibentuk semakin menurun. Tanaman kelapa sawit mulai berbuah saat umur 18 bulan setelah tanam , tetapi kadar minyaknya masih sedikit dan presentasi limbah banyak. Oleh karena itu, pada perkebunan kelapa sawit, bunga-bunga yang tumbuh pada tanaman muda akan dibuang agar tidak menjadi buah (Sastrosayono, 2003).
5
b. Syarat Tumbuh Kelapa Sawit Pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik dan faktor teknis-agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor saling terkait dan menunjang satu sama lain (Fauzi et al., 2002). Tanaman kelapa sawit menghendaki iklim dengan curah hujan antara 1800-4000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 25⁰C. Kelapa sawit merupakan tanaman dataran rendah, meskipun dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari 900 m di atas permukaan laut, dan dapat tumbuh dengan baik bila curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun dengan suhu 27-35⁰C. Ferwerda (1977) dalam Yahya (1990) menyatakan bahwa hasil tandan buah tertinggi diperoleh di daerah dengan suhu rata-rata 2527⁰C (Yahya, 1990). Tofografi lahan juga merupakan faktor lingkungan yang penting ikut menentukan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit. Beberapa unsur tofografi yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah relief, sudut lereng, arah lereng, dan ketinggian lahan di atas permukaan laut (Yahya, 1990). Tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yaitu tanah dengan pH netral, mempunyai lapisan yang dalam, tidak terlalu banyak mengandung besi dan berdrainase baik. Tanah pasir dan tanah gambut yang dalam kurang baik tetapi umumnya kelapa sawit dapat tumbuh di segala jenis tanah asal lapisan tanahnya dalam dan berdrainase baik (Yahya, 1990). Selain itu Yahya (1990) menyebutkan bahwa yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit diantaranya adalah lapisan padas, drainase dalam dan luas yang jelek, tanah yang dangkal, permukaan air tanah yang tinggi dan strukrtur tanah buruk, sifat kimia yang berhubungan dengan kesuburan tanah yang rendah.
6
2. Analisis Tanaman Munson & Nelson (1973) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004), analisis tanaman dibagi dalam dua pengertian, yaitu pengertian sempit dan luas. Analisis tanaman dalam arti sempit adalah penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh dari bagian tertentu atau bagian yang diambil contohnya pada waktu atau tingkat perkembangan tertentu. Sedangkan dalam arti luasnya, analisis tanaman mencakup analisis komponen organik seperti asam amino atau asamasam lainnya, yang menentukan kualitas tanaman. Menurut Aldrich (1973) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) analisis tanaman dibedakan jadi dua jenis yaitu analisis total/analisis kualitatif (analisis kimia total), analisis semi kuantitatif (uji cepat jaringan tanaman). Tujuan dari analisis tanaman adalah mendiagnosa/memperkuat diagnosis gejala yang terlibat, mendiagnosis gejala yang terselubung, mengetahui kekurangan hara sedini mungkin, menunjukan hara diserap tanaman, mengetahui interaksi/antagonism di antara hara, membantu pemahaman fungsi hara dalam tanaman, sebagai pembantu dalam mengidentifikasi masalah. 3. Batas Kritis dan Kisaran Kecukupan Hara Batas kritis merupakan kadar hara dalam contoh tanaman yang dengan kadar tersebut kecepatan tumbuh, produksi atau kualitas secara nyata mulai menurun.
Menurut Dow & Robert (1982) dalam Leiwakabessy dan Sutandi
(2004), batas kritis adalah:
Kadar hara tanaman yang masih kurang untuk mendukung tercapainya produksi maksimum
Kadar hara tanaman yang cukup mendukung tercapainya produksi maksimum
Titik tempat kadar hara tanaman berada 10% lebih rendah dari pertumbuhan maksimum
Kadar hara tanaman yang dengan kadar tersebut pertumbuhan tanaman mulai berkurang
7
Jumlah terendah dari suatu unsur dalam tanaman untuk menyertai produksi tertinggi Ulrich & Hills (1967) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)
menetapkan batas kritis pada pusat daerah transisi atau titik sebelum terjadi penurunan produksi atau pertumbuhan umumnya dipakai titik belok 5-10% dari pertumbuhan atau produksi maksimum.
Gambar 1. Pengaruh Suplai Hara terhadap Produksi dan Kadar Hara (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004) Gambar 1. menunjukan bahwa kenaikan pemberian hara menghasilkan kurva produksi yang bersifat tidak linear, sedangkan pengaruhnya terhadap kurva konsentrasi hara menghasilkan perubahan relatif
kecil. Bila produksi
dihubungkan dengan kadar hara terlihat bahwa perubahan kadar hara sedikit saja akan menyebabkan produksi meningkat lebih tinggi (Leiwakabessy dan Sutandi, 1992).
8
Standar baku untuk batas kritis hara tanaman umum sudah banyak dibuat. Kelemahan metode ini terletak pada variasi kadar hara dengan umur, oleh karena itu, Sumner (1979) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyarankan agar dilakukan : (a) pembuatan batas kritis pada berbagai umur tanaman, atau (b) koreksi terhadap kadar hara sejalan dengan peningkatan berat kering dan umur tanaman, atau (c) pembuatan batas kritis menjadi suatu kisaran, missal kisaran kecukupan hara. Selanjutnya Munson dan Nelson (1973) serta Dow Robert (1982) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) juga mengusulkan batas kritis berupa suatu kisaran yang dihubungkan dengan umur tanaman. Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman. Namun sekarang orang lebih banyak menggunakan kisaran kecukupan hara. Interpretasi kisaran kecukupan hara diperoleh dari hubungan antara produksi atau pertumbuhan tanaman dengan kadar hara (Gambar 2) (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Gambar 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Lengkungan pada Gambar 2 menggambarkan hubungan produksi dengan kadar hara makro dalam daun tanaman. Bentuk C pada Gambar 2 disebut dengan
9
Steenbjerg effect, yang merupakan hasil kombinasi dari kadar hara dengan pengurangan berat kering. Kesalahan interpretasi mungkin terjadi apabila kurang memahami hubungan interaksi kadar hara dengan berat kering. Identifikasi tingkat kelebihan dan keracunan hara esensial menjadi sama pentingnya dengan identifikasi tingkat defisiensi, namun sangat sedikit informasi yang detil tentang kisaran kadar hara penuh dari tingkat kurang sampai ke tingkat keracunan. Penetapan kisaran kecukupan hara kebanyakan tidak berasal dari range kadar hara mulai defisiensi sampai keracunan, tetapi dikembangkan dari kisaran rendah, cukup, tinggi. Kisaran rendah umumnya mendekati atau sama dengan batas kritis, sedangkan kisaran tinggi berasal dari kadar hara di atas normal, dimana kisaran cukup berada di antaranya (Jones et. al., 1991). 4. Karakteristik Hara Tanaman Serapan hara oleh tanaman sangat bervariasi tergantung jenis tanaman, varietas dan kondisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, misalnya : kesuburan tanah, aerasi, tekstur, struktur, struktur tanah, pengaruh pupuk dan pengaruh penyakit akar (Nelson, 1976). Selanjutnya Brady (1974) menambahkan bahwa serapan hara tidak hanya tergantung pada ketersediaan unsur hara dalam tanah, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan kecepatan serapan hara oleh permukaan akar. Akar tanaman memperoleh unsur hara dari berbagai sumber antara lain dari larutan tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, mineral dan bahan organik terlapuk (Tisdale, et al., 1985). Sebelum diserap akar, hara harus berada di permukaan akar. Tisdale, et al., (1985) mengatakan ada tiga cara pergerakan hara ke permukaan akar yaitu : 1) intersepsi akar, 2) difusi ion ke dalam larutan tanah dan 3) pergerakan ion melalui aliran massa tinggi. Aliran massa terjadi apabila terdapat perbedaan potensial hidrostatik. Pergerakan unsur dalam aliran massa yaitu pergerakan dari larutan yang berpotensial hidrostatik yang lebih tinggi ke potensial hidrostatik yang lebih rendah (Soepardi, 1983). Hara masuk ke dalam akar melalui pertukaran difusi dan pergerakan senyawa carrier (Tisdale, et al., 1985). Kemampuan tanaman
10
mendapatkan hara dalam tanah tergantung pada pola perkembangan akar dan kedalaman akar (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Nitrogen Nitrogen sebagai unsur hara primer atau unsur hara makro pada tanaman dapat ditemukan dalam bentuk organik maupun anorganik (Jones et. al., 1991). Sumber N adalah bahan organik sisa tumbuhan dan hewan, serta hasil fiksasi N bebas dari udara oleh bakteri-bakteri Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminose). Nitrogen dapat diambil oleh tanaman dalam bentuk ion NH4+ atau NO3- (Setyamidjaja, 1986). Bentuk N yang diadsorpsi oleh tanaman berbeda-beda. Ada tanaman yang lebih baik tumbuh bila diberi NH4+ ada pula tanaman yang lebih baik bila diberi NO₃⁻ dan ada juga tanaman yang tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk N ini. Nitrogen yang diserap ini di dalam tanaman diubah menjadi N, NH, NH2. Bentuk reduksi ini kemudian diubah menjadi senyawa yang lebih kompleks dan akhirnya menjadi protein. Protein ini bersifat katalisator dan sebagai pemimpin dalam proses metabolism (Leiwakabessy, 1998). Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik maka pelapukan N organik merupakan proses yang menjadikan N tersedia bagi tanaman. Pelapukan merupakan proses biokimia kompleks membebaskan karbon dioksida. Akhirnya nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila keadaan baik ammonium ini dioksidasikan menjadi nitrit kemudian menjadi nitrat. Kedua proses terakhir disebut nitrifikasi, sedangkan yang pertama disebut mineralisasi (Soepardi, 1983). Pemberian N yang banyak akan menyebabkan pertumbuhan vegetative berlangsung hebat sekali dan warna daun menjadi hijau tua. Kelebihan N memperpanjang umur tanaman dan memperlambat proses pematangan karena tidak seimbang dengan unsure lainnya seperti P, K dan S. Kekurangan N biasanya menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan dan daun-daun menjadi kering. Gejala klorosis mula-mula timbul pada daun tua (Leiwakabessy, 1998).
11
Fosfor Fosfor bersama-sama dengan Nitrogen dan Kalium digolongkan sebagai unsur-unsur utama. Meskipun fosfor diabsorpsi dalam jumlah yang lebih rendah dari nitrogen dan kalium. Menurut Soepardi (1983), sumber fosfat utama yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman adalah : pupuk buatan, pupuk kandang, sisa tanaman dan pupuk hijau, dan senyawa alamiah baik organik maupun anorganik dari kedua bahan tersebut yang sudah dalam tanah. Senyawa fosfor anorganik dalam tanah terdiri dari : senyawa kalsium, senyawa Fe dan Al. Sedangkan fosfor organik dapat dijumpai dalam bentuk : fitin dan turunannya, asam nukleat, dan fosfolipida. Fosfor di dalam larutan tanah dijumpai dalam bentuk anion H₂PO₄⁻ , HPO₄2⁻ atau PO₄3⁻. Anion H₂PO₄⁻ dan HPO₄2⁻ terdapat dalam keadaan masam maupun basa. Pada keadaan ekstrim masam dijumpai senyawa H3PO4 dan pada keadaan ekstrim basa dijumpai anion PO₄3⁻ (Bohn, et al., 1979). Tanaman pada umunya mengabsorpsi unsur ini dalam bentuk ion orthofosfat primer, H₂PO₄- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder, HPO₄2⁻. Fosfor merupakan unsur yang mobil dalam tanaman (Leiwakabessy,1998) Peranan
fosfat
adalah
sangat
khusus
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman. Fosfat yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar. Kekurangan fosfat jelas sekali mengurangi pertumbuhan tanaman. Fosfat penting buat pertumbuhan biji dan akar. Peranan fosfat yang penting adalah dalam proses fotosintesis, perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan dengannya, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup. Selain itu, unsur ini berperan dalam pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya di seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy, 1998). Kalium Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman setelah N. Kebutuhan tanaman akan K cukup tinggi dan akan menunjukan gejala kekurangan apabila kebutuhan tidak tercukupi.
12
Berdasarkan ketersediaan bagi tanaman, K tanah dibedakan dalam 3 bentuk yaitu : (1) kalium relatif tidak tersedia, yang menempati bagian stuktur mineral mika primer dan sekunder, serta mineral-mineral feldsfatik, (2) kalium lambat tersedia yaitu kalium yang tersergap di dalam kisi mineral liat seperti vermikulit atau liat tipe 2:1 lainnya; dan (3) kalium cepat tersedia yang berada dalam kompleks jerapan (k-dd) dan kalium dalam larutan tanah (Brady, 1990). Sumber K dalam tanah adalah mineral ortoklas (KAlSi3O8), leucit (KAl (SiO3)2), muskovit (KH2Al3(SiO4)3), dan biotit (HK)2(MgFe)2(AlFe)2Si4O12. K dapat di ambil oleh tanaman dalam bentuk ion K+ (Setyamidjaja, 1986). Beberapa peranan kalium yang diketahui antara lain: pembelahan sel, pembentukan karbohidrat, translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein, dan dalam aktivitas enzim. Kalium juga merupakan unsur yang paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang mengatur keseimbangan antara garam dan air dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar tanaman (Leiwakabessy, 1998). Kekurangam hara Kalium akan menyebabkan tanaman menjadi kurang tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang cukup Kalium. Selain itu, tanaman menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan mengalami penurunan kualitas produksinya (Leiwakabessy, 1998). Kalsium Kalsium dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi, diabsorpsi dalam bentuk Ca⁺⁺, terutama melalui mass flow dan intersepsi. Peranan Kalsium dalam tanaman cukup banyak, diantaranya adalah sebagai pembentukan protein, membantu pertumbuhan akar, dalam proses pemanjangan sel. Selain itu kalsium juga berperan dalam pembentukan dan berfungsinya bintil akar (Leiwakabessy, 1998). Kekurangan kalsium akan nampak pada bagian yang muda dikarenakan kalsium merupakan unsur yang tidak mobil, sehingga gejala kekurangan kalsium akan terlihat pada daun muda yang baru tumbuh di bagian pucuk. Selain itu juga akan mempengaruhi pertumbuhan akar.
13
Magnesium Magnesium merupakan unsur yang mobil dalam tanaman, sehingga dapat ditranslokasikan dari bagian yang lebih tua ke bagian yang lebih muda. Oleh karena itu gejala defisiensi sering terlihat pada daun yang lebih tua dengan tanda defisiensi berupa khlorosis (Tisdale dan Nelson, 1975). Magnesium diambil tanaman dalam bentuk Mg2+ dan merupakan satusatunya logam yang menyusun klorofil. Kebutuhan magnesium dapat dipenuhi melalui aliran massa dan intersepsi. Magnesium dalam tanah berasal dari mineralmineral primer (biotit, augit, hornblende, olivine, serpentin), mineral-mineral sekunder (klorit, ilit, monmorilonit, vermikulit) dan mineral-mineral endapan seperti dolomit dan epsonit (MgSO4.7H2O) (Leiwakabessy, 1998). Peranan magnesium dalam tanaman diantaranya ialah terlibat dalam pembentukan senyawa gula, protein, minyak, sebagai carrier fosfat dalam jaringan tanaman, mengatur serapan hara lain, sebagai activator dari beberapa enzim seperti transfosforilase, hidrogenase dan karboksilase. Merupakan penyusun klorofil yang sangat berfungsi dalam proses fotosintesis (Leiwakabessy, 1998). Tembaga Tembaga diambil tanaman dalam bentuk Cu2+ dan bentuk molekul kompleks organik. Bentuk-bentuk ini juga dapat diambil melalui daun sehingga untuk mengatasi kekurangan bisa dilakukan dengan penyemprotan pada daun (Leiwakabessy, 1998). Gejala
defisiensi
Cu
umum
terjadi
pada
tanah
gambut
yang
mengakibatkan pertumbuhan tidak normal, seperti pelayuan yang cepat dan batang-batang yang lemah (Sarief, 1986). Tembaga berfungsi sebagai aktifator untuk berbagai enzim (Leiwakabessy, 1998). Selain itu Cu juga berperan dalam pembentukan klorofil (Setyamidjaja, 1986).
14
Seng Sumber Zn dalam tanah terutama adalah mineral-mineral sekunder, dan diambil tanaman dalam bentuk Zn2+ (Setyamidjaja, 1986). Leiwakabessy (1998) menambahkan bahwa tanaman juga dapat mengambil seng dalam bentuk molekuler garam kompleks organic seperti EDTA. Pemberian garam-garam Zn yang larut maupun Zn kompleks melalui daun merupakan cara yang sering ditempuh untuk kekurangan Zn. Gejala defisiensi Zn bervariasi dari tanaman satu ke tanaman lainnya. Gejala yang umum terjadi adalah; a) timbulnya daerah-daerah berwarna hijau muda, kuning atau putih diantara tulang-tulang daun terutama daun yang tua di bagian bawah, b) jaringan-jaringan pada daerah tersebut diatas mati, c) ruas/batang tanaman memendek sehingga daun-daunnya memberikan bentuk roset, d) daun menjadi kecil, sempit dan agak tebal. Bentuknya sering tidak sempurna, e) daun-daun lebih cepat gugur, f) pertumbuhan tertekan, g) bentuk buah sering tidak sempurna dan kecil atau tidak berbuah sama sekali (Leiwakabessy, 1998).
15
5. Metoda Garis Batas (Boundary Line Methods) Tahap pertama dalam metoda garis batas adalah penetapan standar. Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara diplot ke dalam diagram sebaran seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Sebar Hubungan Produksi Dengan Kadar Hara N daun (Walworth dan Sumner, 1986) Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal, yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Keadaan ini diilustrasikan pada Gambar 4 dibawah ini.
16
Gambar 4. Respon Tanaman terhadap Faktor Pembatas (Walworth dan Sumner, 1987). Dari gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatsi produksi pada tingkat rendah, kemudian semakin dikurangi faktor pembatas tersebut maka produksi bertambah tinggi (Walworth dan Sumner, 1987). Boundary line methods adalah metode garis batas, dimana garis membungkus diagram sebar hubungan antara produksi dan kadar hara. Garis tersebut membatasi data aktual, sehingga sangat kecil peluangnya akan ditemukan data terletak diluar garis pembungkus tersebut. Garis batas ini terdapat di bagian batas sebelah kiri dan kanan sebaran data, serta mengerucut ke atas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi semakin kecil selang kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara semakin tinggi produksi sampai tingkat tertentu. Kemudian produksi turun kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan tertentu yang dapat ditentukan (Walworth, et al,. 1987).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai Agustus 2008. Pengambilan sampel dilakukan di perkebunan kelapa sawit yang menyebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Lampung dan Sumatera Barat. Analisis tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian lapang, antara lain adalah : 1. Label, plastik, Alat tulis, 2. Tali rafia, karung, counter dan meteran 3. Pisau, gunting, tang dll. Bahan dan alat yang digunakan dalam analisis tanaman antara lain : 1. Sampel daun tanaman kelapa sawit 2. HClO4, HNO3, HCl, H2SO4, NaOH, H3BO3, aquades dan bahan-bahan kimia lainnya. 3. Alat tulis dan label, AAS, UV-Spektrofotometer, dan alat-alat gelas lainnya. Metode Penelitian 1. Pengambilan Sampel Daun Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode survei yaitu mengambil sampel secara acak dari tiap blok kebun yang dipilih. Sampel daun yang digunakan untuk penetapan kadar hara tersebut diambil secara acak dari 20 pohon per blok pada tanaman yang sehat. Pelepah yang di jadikan sampel adalah pelepah ke-17. Sampel daun diambil dari ekor kadal pelepah tersebut pada bagian kanan dan kiri. Sampel tersebut diambil dari bagian
18
tengahnya kemudian lidinya dibuang. Sampel daun yang telah diambil sesegera mungkin dikeringkan dengan alat pengering. 2. Persiapan dan Analisis Sampel Daun Sebelum dianalisis sampel daun tanaman ditangani dengan baik melalui : a) Pembersihan dari kotoran yang menempel yaitu dengan melap dengan larutan detergen (1 %) kemudian dibilas dengan air destilata. b) Pengeringan untuk menghentikan reaksi enzimatik yaitu dengan mengoven sample tanaman pada suhu 60° C dengan waktu 24 jam c) Penggilingan agar mempercepat digestion saat analisis dan yang paling penting untuk menghomogenkan seluruh jumlah contoh dan seluruh bagian tanaman. Setelah dihancurkan maka siap dianalisis. Jenis hara yang dianalisis dan metodenya tertera pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Jenis Hara, Metode Analisis dan Pengukuran Hara Jenis Hara
Metode Analisis
Metode Pengukuran
N
Kjeldahl
Titrasi
P
Pengabuan basah dengan
Spectrofotometer
K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn,
digestor HNO3 dan
Atomic Absorption
Mn
HClO4
Spectrofotometer (AAS)
3. Peneraan Umur Tanaman Umur kelapa sawit di areal perkebunan tidak sama sehingga untuk menghilangkan pengaruh umur terhadap variabel yang diamati maka produksi ditera dengan umur terlebih dahulu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Yti = Ỹ + (Yi – Ŷi) dimana
Yti = pertumbuhan / produksi contoh ke i (tera) Yi = pertumbuhan / produksi contoh ke i Ỹ
= rataan umum contoh
Ŷi = dugaan pertumbuhan / produksi
19
4. Penetapan Kisaran Kecukupan Hara Penetapan kisaran kecukupan hara dilakukan dengan cara melihat sebaran kadar hara tertinggi dan terendah hubungannya dengan umur tanaman. Penetapan ini diperoleh berdasarkan rata-rata persen (%) kadar hara dengan standar deviasi pada umur tanaman tertentu yang sebelumnya dilakukan peneraan terlebih dahulu. Peneraan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh umur tanaman. Pemilihan variabel terbaik dilakukan dengan cara membandingkan diagram sebaran kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dengan variabel tandan buah segar (TBS) dan bobot janjang rata-rata (BJR). Dari dua variabel tersebut dipilih yang terbaik sebarannya didasarkan pada bentuk diagram yang mengerucut ke atas (skewness). Selang kecukupan hara diperoleh dari kalibrasi hara tanaman kelapa sawit menghasilkan dengan menggunakan sekat produksi. Sekat produksi membagi dua kelompok yaitu produksi tinggi dan rendah. Pada pengamatan ini sekat produksi terbaik yang digunakan adalah 40% dari 64 populasi (sampel) yang digunakan. Nilai selang kisaran kecukupan hara dipeeroleh dari perpotongan garis sekat produksi dengan garis batas. Garis batas dibuat dari titik terluar sehingga garis yang dihasilkan sebagai garis yang membungkus data. Garis tersebut memisahkan antara data yang real dan nonreal (data pencilan), sehingga sangat kecil peluang ditemukan model data diluar garis tersebut.model persamaan garis batas dipilih yang paling sesuai dengan titik-titik terluar yaitu dipilih dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang paling besar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penentuan Kisaran Kecukupan Hara tahapan-tahapan yang perlu dilakukan diantaranya adalah dengan melihat hubungan umur dengan variabel produksi dalam rangka menghilangkan pengaruh umur pada variabel yang diamati, Berdasarkan variabel produksi yang telah ditera maka dilakukan pemilihan variabel yang sesuai dengan kriteria yaitu sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut ke atas. Selanjutnya untuk penentuan kisaran kecukupan hara dilakukan dengan membandingkan hasil kalibrasi kadar hara dengan standar. Hubungan Umur Dengan Variabel Produksi Variabel yang digunakan untuk mengekspresikan produksi pada tanaman kelapa sawit adalah bobot janjang rata-rata (BJR) dan produksi tandan buah segar (TBS). Peneraan dilakukan dengan meluruskan garis persamaan regresi antara produksi tandan buah segar (TBS) maupun bobot janjang rata-rata (BJR) (y) dengan umur tanaman sejajar dengan sumbu x. Garis peneraan ini merupakan rataan total dari populasi data secara keseluruhan. Dengan demikian pertumbuhan/produksi tidak lagi dipengaruhi umur tanaman. Grafik hubungan antara bobot janjang rata-rata (BJR) dengan umur tanaman Elaeis guineensis disajikan pada Gambar 5 dan peneraanya pada Gambal 6. Sedangkan untuk grafik hubungan produksi tandan buah segar (TBS) disajikan pada Gambar 7 dan untuk peneraannya pada Gambar 8. Hubungan parameter produksi dengan umur tanaman (Gambar 5 dan 7) ditunjukkan dengan kurva persamaan regresi sebagai berikut : hubungan umur (x) dengan bobot janjang rata-rata (BJR) (y) dipilih model terbaik dengan melihat koefisien determinasi (R2) yang terbesar yaitu : y = 0.031x2 + 0.958x + 0.234, R2= 0.763, sedangkan untuk hubungan umur (x) dengan produksi tandan buah segar (TBS) (y) model terbaiknya adalah : y = -0.145x2 + 4.908x - 10.41, R2= 0.766. Sedangkan untuk persamaan dari hasil peneraan ditunjukkan oleh Gambar 6 dan 8 data produksi disini sudah tidak lagi dipengaruhi oleh umur.
21
.
Gambar 5. Hubungan BJR dengan Umur Tanaman
Gambar 7. Hubungan Produksi TBS Dengan Umur Tanaman
Gambar 6. Hubungan BJR Tera dengan Umur Tanaman
Gambar 8. Hubungan Produksi TBS Tera Dengan Umur Tanaman
22
Pemilihan Variabel Produksi Pemilihan variabel produksi berdasarkan pada teori kisaran kecukupan hara yaitu bahwa kisaran kecukupan hara akan semakin baik apabila sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut ke atas, seperti yang ditunjukkan oleh model Farina (1980) dalam Walworth, et al, (1987) yang telah dikemukakan di Bab 2. Bentuk kekerucutan ini dilihat dari Grafik hubungan antara kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dengan variabel tera ditunjukkan pada Gambar 9 (a, b, c, d, e, f dan g) untuk variabel Produksi Tandan Buah Segar (TBS) dan untuk Variabel Bobot Janjang Rata-rata (BJR) ditunjukkan pada Gambar 10 (a, b, c, d, e, f dan g). Berdasarkan Gambar 9 dan 10 di atas, penetapan kisaran kecukupan hara menggunakan data variabel produksi tandan buah segar (TBS) karena Grafik tandan buah segar (TBS) memiliki kekerucutan yang lebih baik dibanding Grafik variabel bobot janjang rata-rata (BJR), yaitu memiliki sebaran titik yang terpusat dan mengerucut ke atas. Artinya bahwa pada keadaan tersebut produksi yang diperoleh merupakan produksi optimum yaitu komposisi hara dalam keadaan berimbang dan faktor yang menjadi pembatas semakin sedikit. Produksi rendah tejadi bilamana kadar hara rendah, demikian pula produksi rendah terjadi pada kadar hara tinggi. Pada kadar hara rendah bisa disebabkan karena ada faktor pembatas serapan hara atau tertekan oleh hara lain yang bersifat antagonis. Pada kadar hara tinggi bisa juga menekan hara lain dan menjadikan antagonis dengan hara lain, sehingga produksinya menurun.
23
(a)
(b)
(a) (c) (e)
(a)
(c)
(d) (f)
(b)
(d)
24
(e)
(f)
(g) Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Tera dengan Kadar Hara N (9a), P (9b), K (9c), Ca (9d), Mg (9e), Cu (9f) dan Zn (9g).
25
(a)
(c)
(b)
(d)
26
(e)
(f)
(g) Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Bobot Janjang Rata-rata (BJR) Tera dengan Kadar Hara N (10a), P (10b), K (10c),Ca (10d), Mg (10e), Cu (10f) dan Zn (10g).
27
Kisaran Kecukupan Hara Kisaran kecukupan hara adalah kadar hara yang berada di daerah antara selang kekurangan dan selang lebih (Munson dan Nelson (1973) ; Dow dan Robert, (1982) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)). Interpretasi hasil analisis tanaman dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan selang kecukupan hara yaitu membandingkan kalibrasi kadar hara pada daun dengan referensi standar yang sudah ditetapkan. Hasil kalibrasi kadar hara daun berdasar sekat produksi, didapatkan selang kisaran kecukupan hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dari kategori rendah, sedang dan tinggi, yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Selang kisaran kecukupan hara pada parameter Produksi TBS (ton/ha/thn) Unsur Hara
Satuan
Renda h
Sedang
Tinggi
N
%
<1.41
1.41-2.53
>2.53
P
%
<0.08
0.08-0.18
>0.18
K
%
<0.86
0.86-1.26
>1.26
Ca
%
<0.42
0.42-0.85
>0.85
Mg
%
<0.16
0.16-0.41
>0.41
Cu
ppm
<4.10
4.10-26.20
>26.20
Zn
ppm
<21.67
21.67-45.65
>45.65
Referensi standar selang kecukupan hara makro dan mikro untuk tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) berdasarkan Von Uexkull, (1992) dalam Pahan, (2007) tertera pada Tabel 3.
28
Tabel 3. Selang Kecukupan Hara Makro dan Mikro Untuk Tanaman Sawit Menghasilkan (TM) (Von Uexkull, 1992 dalam Pahan, 2007) Unsur hara
Satuan
Rendah
Sedang
Tinggi
N
%
<2.3
2.4-2.8
>3.0
P
%
<0.14
0.15-0.18
>0.25
K
%
<0.75
0.90-1.20
>1.90
Mg
%
<0.20
0.30-0.45
>0.70
Ca
%
<0.25
0.50-0.70
>1.00
Cu
ppm
<3
5-8
>15
Zn
ppm
<10
12-18
>81
Mengacu pada referensi standar (Tabel 3), kisaran kecukupan hara pada variabel produksi TBS (Tabel 2.) menunjukan bahwa pada kategori rendah unsur N, P dan Mg lebih rendah dari standar Von Uexkull (1992), yaitu <1.41 untuk unsur N, <0.08 untuk unsur P dan < 0.16 untuk unsur Mg. Sedangkan unsur K, Ca, Cu dan Zn lebih tinggi dari standar Von Uexkull (1992) dengan nilai berturut-turut sebagai berikut ; <0.86 untuk unsur K, <0.42 untuk unsur Ca, <4.10 untuk unsur Cu dan <21.67 untuk unsur Zn. Pada kategori tinggi unsur N, P, K, Ca, Mg dan Zn bernilai lebih rendah dari standar Von Uexkull (1992), dengan nilai >2.53 untuk unsur N, >0.18 untuk unsur P, >1.26 untuk unsur K, >0.85 untuk unsur Ca, >0.41 untuk unsur Mg dan >45.65 untuk unsur Zn. Sedangkan unsur Cu lebih tinggi dari standar Von Uexkull (1992) yaitu bernilai >26.20 dari >15. Dari Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa nilai pada Tabel 2 dominan lebih rendah dari Tabel 3 (referensi). Berdasarkan Tabel 3, pupuk yang diberikan pada lahan penelitian belum optimum. Hal ini dapat disebabkan karena terdapat perbedaan dalam kondisi lokasi pengambilan sampel. Sehingga mempengaruhi dalam serapan hara.
29
Berdasarkan kisaran kecukupan hara perhitungan dengan kadar hara aktual di lapangan di dapatkan Boundary Lines masing-masing unsur yang tertera pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Hasil Diagnosis Dengan Boundary Lines dan Von Uexkull Kadar Hara (%) No 1.
Produksi TBS 20177.1
N 2.73
P 0.24
K 1.04
Ca 0.30
Mg 0.25
Cu 75
Zn 52
2.
23899.4
2.31
0.18
0.90
0.29
0.23
62
64
3.
27807.1
2.38
0.24
0.98
0.39
0.30
60
35
4.
28112.6
2.43
0.28
1.30
0.38
0.32
55
39
5.
29043
2.09
0.16
0.78
0.40
0.31
60
50
6.
33276.4
2.80
0.22
0.89
0.22
0.19
55
42
7.
37901.9
2.56
0.18
0.90
0.41
0.20
61
51
KKH Berdasarkan Boundary Von Uexkull Line N+, P+, K-, N-, P-, K-,Ca-, Ca-, Mg+, Mg-, Cu+, ZnCu+, Zn+ N-, P+, K-, N-, P-, K-, Ca-, Ca-, Mg-, Mg-, Cu+, ZnCu+, Zn+ N-, P+, K-, N-, P-, K-, Ca-, Ca-, Mg-, Mg-, Cu+, ZnCu+, Zn+ N-, P+, K+, N-, P+, K-, Ca-, Ca-, Mg-, Mg-, Cu+, ZnCu+, ZnN-, P+, K-, N-, P-, K-, Ca-, Ca-, Mg-, Mg-, Cu+, ZnCu+, Zn+ N+, P+, K-, N-, P-, K-, Ca-, Ca-, Mg-, Mg-, Cu+, ZnCu+, ZnN+, P+, K-, N-, P-, K-, Ca-, Ca-, Mg-, Mg-, Cu+, ZnCu+, Zn+
Dari Tabel 4 diatas terlihat kisaran kecukupan hara (KKH) berdasarkan Boundary Line unsur P, Cu dan Zn lebih tinggi di setiap produksi, Ca dan Mg lebih rendah di setiap produksi, sedangkan unsur K yang nilainya lebih tinggi hanya terdapat pada produksi 28112.6 dan unsur N bernilai lebih tinggi terdapat pada produksi 20177.1, 33276.4 dan 37901.9. Berdasarkan Von Uexkull unsur N, P, K, Ca, Mg dan Zn bernilai lebih rendah tetapi unsur P bernilai lebih tinggi pada produksi 8112.6, sedangkan unsur Cu bernilai tinggi di setiap produksi. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa derdasarkan Boundary lines semakin tinggi produksi maka faktor yang menjadi pembatas semakin sedikit ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Walworth dan Sumner (1987) pada Bab 2.
30
Berdasarkan variabel produksi tandan buah segar (TBS) menunjukan bahwa N dan Mg merupakan faktor utama yang perlu ditambahkan. Kedua unsur tersebut merupakan unsur hara makro yang sangat berperan dalam proses fisiologi akan besar pengaruhnya terhadap produksi tandan. Sehingga untuk mencapai produksi yang optimum harus dilakukan penambahan pupuk N dan Mg. Kekurangan tersebut diduga karena mobilitasnya tinggi atau dosis yang diberikan belum mencukupi untuk mencapai produksi yang optimum.
31
KESIMPULAN Hasil penetapan kisaran kecukupan hara yang didasarkan pada variabel produksi TBS adalah sebagai berikut : N berkisar dari 1.41 sampai 2.53, unsur P berkisar dari 0.08 sampai 0.18, unsur K berkisar 0.86 sampai 1.86, unsur Ca berkisar 0.42 sampai 0.85, Mg berkisar dari 0.16 sampai 0.41, unsur Cu berkisar dari 4.1 sampai 26.2 dan untuk unsur Zn berkisar dari 21.67 sampai 45.65. Hasil interpretasi menunjukan bahwa unsur N dan Mg ada dalam status kurang, sedangkan unsur P, K, Ca dan Zn dalam status sedang dan untuk unsur Cu ada pada status tinggi.
SARAN 1. Model ini masih perlu validasi dan verifikasi. 2. Untuk mengukur aplikasi kriteria pada setiap data dari zona tanah dan iklim yang lebih luas.
DAFTAR PUSATAKA Brady, N. C. 1974. The Nature and Properties of Soils 8th ed. McMillan Publ. Co. Inc. New York. Fauzi, Y., Y. E. Widiastuti, I. satyawibawa, dan R. Hartono. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Depok. Jones JB Jr, B Wolf dan HA Mills. 1991. Plant analysis handbook a practical sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. United States of America: Micro-macro Publising, Inc. Leiwakabessy F.M. 1998. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Leiwakabessy F.M dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nelson, L. B. 1976. The Mineral Nutrition of Corn as Related to Its Growth and Culture. Advanced in Agronomy. Academic Press Inc. New York. Pahan, I. 2007. Panduan Kelapa sawit. Penebar Swadaya. Jakarta Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management Soil in the Tropic. John Wiley and Sons. New York. Sarief
E.S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV Simplex. Jakarta. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 593 hal. Suriatna, S. 1951. Pupuk dan Pemupukan. PT Melton Putra. Jakarta. Tisdale, S.L. W. L. Nelson dan J.D. Beaton.1985. Soil Fertility and Fertilizers. Macmillan Publ. Co. Inc. New York. Von Vexkull, H.R. 1982. Potassium Nutrition and Plant Disease. Proc. Int. Conf. PI. Prof. In Tropics. Walworth, J.L., W.S. Letzsch, dan M.E. Sumner. 1986. use of boundary lines in establishing diagnostic norm. Soil Sci. Am. J. 50: 123:128.
33
Walworth, J. L., dan M.E. Sumner. 1987. The diagnosis and recommendation intergrated system (dris). Adv. Soil.Sci 6 : 149-188. Yahya S. 1990. Budidaya Kelapa Sawit. Jurusan Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
33
Tabel Lampiran 1. Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kebun Johan Sentosa Johan Sentosa Kebun Pantai Raya Siberida 1 Siberida 1 Siberida 1 Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Siberida 1 Siberida 3 Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa
Kode sample B26-4-JS B25-4-JS C1-KPR D 26 (ttk 6) D 26 (ttk 16) D 26 (ttk 26) D 14/AG D 10-AG C18-AG C24-AG C38-AG F34-AG F30-AG G2-KP F1-KP F3-KP D 27 D 27 E2 D 40 D 44 E 56/E 52 E 38 D3 E3 E1
Umur 14 14 13 11 11 11 10 10 10 10 9 10.5 10.5 9 9 9 11 11 7 9.5 9 2 10 8 8 8
Rataan Panjang Pelepah (cm) 603.17 580.60 551.50 606.80 586.60 539.10 308.50 503.67 451.25 529.20 395.60 449.60 460.20 531.00 579.25 525.00 502.40 435.20 453.20 491.00 555.00 466.80 472.40 560.40 490.00 513.60
Rataan Luas Daun (m2) 12.21 12.13 7.50 9.85 9.55 9.42 11.55 7.03 6.00 7.85 4.66 6.48 6.50 8.46 9.07 6.61 7.82 8.95 8.36 8.09 9.52 6.86 8.08 8.49 7.31 7.59
Produksi
BJR
t/ha/thn 34.59 27.89 19.02 27.29 27.29 27.29
kg 21.63 21.42 14.13 9.3 13.15 11.25 15.00 9.67 9.75 13.80 9.40 9.00 9.80 11.59 11.79 11.47 8.20 14.40 8.00 11.00 10.90 8.00 14.80 11.20 10.91 11.28
Kadar Hara N
16.68 20.78 19.18 28.15 28.15
16.09 16.37 16.69
2.22 1.46 1.94 2.21 2.21 2.46 1.46 2.17 2.09 1.97 1.82 1.85 2.02 2.29 2.21 2.16 2.34 2.09 2.22 2.02 1.99 2.05 1.75 2.17 2.39 2.4
P 0.11 0.13 0.11 0.18 0.14 0.15 0.11 0.13 0.11 0.17 0.11 0.13 0.11 0.13 0.15 0.16 0.14 0.14 0.1 0.1 0.11 0.1 0.1 0.13 0.11 0.13
K % 1.02 1.1 1.19 1.16 1.09 0.99 0.92 0.94 0.93 1.01 1.06 1.18 0.92 1.01 1.06 1.01 1.19 0.99 0.95 1.12 1.02 0.95 1.21 1.01 0.99 0.98
Ca
Mg
0.6 0.56 0.49 0.76 0.7 0.59 0.65 0.69 0.62 0.59 0.48 0.62 0.58 0.6 0.48 0.63 0.6 0.6 0.59 0.69 0.62 0.53 0.5 0.67 0.57 0.74
0.21 0.2 0.31 0.37 0.34 0.4 0.31 0.32 0.38 0.32 0.26 0.37 0.26 0.39 0.28 0.28 0.38 0.32 0.26 0.4 0.34 0.24 0.3 0.32 0.23 0.39
Zn ppm 46.68 19.85 41.32 42.31 42.91 37.41 44.38 44.75 37.28 39.51 41.05 22.41 41.73 32.15 24.49 36.76 29.79 29.18 34.64 28.3 33.75 32.08 24.98 23.95 29.7 40.71
Cu 14.74 2 12.15 4.98 4.81 9.98 9.86 9.95 7.44 13.6 14.84 9.96 14.73 14.84 7.35 9.8 16.24 76.3 7.46 9.7 7.1 7.4 14.99 14.37 7.43 7.47
35
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
Kebun Pantai Raya Johan Sentosa Johan Sentosa Siberida Siberida Siberida Siberida Siberida Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kebun Pantai Raya Kali Agung Perkasa Kebun Pantai Raya Kali Agung Perkasa Johan Sentosa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima Agrita Sari Prima
E 7/E 27 B 26 B 25 E 26 I/SBD III E 26 II/SBD III E 26 III/SBD III E 27 I/SBD III E 27 II/SBD III D 20/ASP E 16/ASP F 2/ASP F 6/ASP F 10/ASP F 14/ASP F 44/ASP F 48/ASP G 9/KAP G 8/KAP C 5/KPR I 5/KAP C 3/KPR H 6/KAP B 26/JS H 8/KAP H 9/KAP E 4/FK/ASP E 12/ASP B 24/ASP B 28/ASP B 32/ASP B 38/ASP C 38/ASP
13 14 14 11 11 11 11 11 10 9.5 8 8 9 9 9 8 5 8 13 5 13 9 14 8 5 8 8.5 9 9.5 9 9 9
611.00 611.60 638.20 552.00 512.00 489.00 464.20 505.60 546.20 543.40 497.00 506.60 568.60 526.60 494.00 472.60 538.40 517.40 584.00 459.00 612.60 498.40 595.80 477.40 449.00 571.60 533.00 393.20 488.80 445.20 437.20 410.40
12.60 13.54 15.53 8.42 7.76 7.91 7.11 8.48 8.74 8.76 7.24 6.61 9.91 8.07 7.10 6.00 8.91 9.96 8.91 7.24 0.00 8.15 13.34 8.47 5.48 7.36 7.63 3.79 6.96 6.06 4.89 5.26
23.06 34.59 27.89 25.14 25.14 25.14 27.35 27.35
7.79 20.63 24.77 11.83 19.11 15.89 34.59 14.07 10.80
17.42 21.63 21.42 13.70 17.50 19.90 14.60 16.00 14.70 8.30 8.82 6.56 11.96 10.14 16.58 13.96 8.90 10.80 16.34 8.35 14.17 12.09 21.63 10.20 8.01 14.20 8.40 6.20 7.32 8.76 6.98 7.36
1.97 2.48 2.09 2.09 1.94 1.9 2.07 1.94 2.04 1.9 2.1 2.21 2.09 2 2.22 2.84 2.22 2.36 1.56 2.19 1.83 2.24 1.85 1.99 1.94 2.07 1.84 2.05 2.36 1.75 2.22 1.82
0.12 0.11 0.12 0.14 0.16 0.14 0.15 0.11 0.13 0.11 0.1 0.12 0.13 0.17 0.11 0.11 0.12 0.13 0.07 0.13 0.13 0.12 0.12 0.14 0.14 0.13 0.18 0.11 0.14 0.07 0.12 0.11
1.11 0.96 1.03 0.91 0.98 0.92 0.97 0.94 0.97 0.94 1.05 0.92 1.05 0.96 0.93 1.12 0.97 0.98 1.12 0.94 1.36 1.02 0.89 0.92 0.96 1.08 0.97 0.86 0.95 0.96 0.9 1.06
0.65 0.62 0.56 0.68 0.69 0.52 0.72 0.63 0.63 0.6 0.47 0.69 0.77 0.65 0.73 0.4 0.65 0.63 0.41 0.4 0.54 0.72 0.69 0.41 0.6 0.6 0.66 0.59 0.65 0.5 0.56 0.48
0.25 0.24 0.3 0.43 0.28 0.34 0.38 0.28 0.24 0.23 0.23 0.31 0.37 0.31 0.29 0.24 0.45 0.34 0.21 0.42 0.3 0.39 0.28 0.42 0.27 0.36 0.32 0.31 0.3 0.28 0.3 0.26
36.86 43.48 44.03 41.36 27.01 32.56 22.28 19.8 19.97 42.22 38.33 19.55 41.67 38.95 26.97 29.75 43.71 43.69 36.46 38.7 34.15 21.61 37.18 21.73 41.55 37.53 47.99 39.43 19.21 29.41 26.35 41.05
7.37 2.42 9.78 4.87 7.37 4.94 9.9 7.35 9.99 12.44 7.19 9.78 10.12 9.74 12.26 9.25 14.57 9.71 4.86 14.51 9.76 14.41 2.48 7.24 14.77 8.04 12.14 14.83 14.26 12.25 9.61 14.84
36
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
Agrita Sari Prima Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Kali Agung Perkasa Johan Santoso Johan Santoso Kebun Pantai Raya Kebun Pantai Raya Siberida III KAT (pokok 6) Siberida III KAT(pokok 16) Siberida III KAT (pokok 26) Siberida III KAT (pokok 36) Siberida III KAT (pokok 46) WKN WKN WKN WKN WKN gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa
G 34/ASP F 8/KAP F 5/KAP F 7/KAP I 3/KAP I 1/KAP H 1/KAP H 3/KAP B 26/JS B 25/JS D 1/KPR D 3/KPR
10 8 8 8 5 5 9 9 14 14 13 13
453.20 444.80 439.00 426.00 495.40 456.00 518.00 490.00 556.00 560.00 578.00 525.00
4.69 6.35 5.52 5.03 7.37 6.39 9.40 7.12 12.44 11.36 9.43 7.94
24.05 20.56 22.12 13.40 15.88 20.27 17.56 34.59 27.89 26.38 27.22
8.60 11.26 10.05 10.10 8.79 8.30 12.40 11.59 21.63 21.42 17.13 17.15
1.85 2.22 2 2.16 2.09 2.33 1.88 2.29 2.13 2.16 2.25 1.97
0.12 0.13 0.15 0.13 0.11 0.14 0.1 0.1 0.13 0.12 0.12 0.14
1.01 0.96 1.06 1.04 0.98 1.02 0.98 1.04 0.9 0.94 0.98 0.93
0.58 0.53 0.59 0.6 0.45 0.72 0.35 0.7 0.63 0.53 0.7 0.54
0.38 0.3 0.28 0.24 0.3 0.35 0.24 0.3 0.22 0.26 0.3 0.31
36.44 39.6 27.01 19.33 34.81 32.42 32.16 31.58 29.5 26.88 45.7 27.11
7.29 14.85 11.7 12.08 7.18 14.96 9.51 9.72 2.46 2.44 2.46 7.33
E 24
11
520.40
8.97
32.53
12.50
2.18
0.12
0.9
0.54
0.35
28.58
14.56
E 24
11
490.60
7.64
32.53
18.14
2.24
0.14
0.95
0.57
0.46
41.98
4.95
E 24
11
509.20
7.96
32.53
14.60
2.46
0.15
0.99
0.59
0.4
37.41
9.98
E 25
11
504.60
7.58
32.22
14.20
2.04
0.15
1.16
0.6
0.43
29.06
12.11
E 25 F-4 F-6 D-10 J8 G4 BB 12 BB 17 CC 4 CC 8 CC 11 CC 12
11 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4
514.40 428.90 287.10 275.90 182.10 455.80 339 413 404 354 399 377
8.34 5.27 2.69 2.38 1.62 4.67 3.39 5.66 5 3.94 5.66 4.65
32.22
13.70 6.90 6.40 2.50
1,22 2,71 8,73 1,77
3.00 3.67 3.94 3.31 3.04 2.60
2.05 1.9 1.8 1.86 1.92 2.17 2.23 2.49 2.08 2.23 2.18 2.19
0.11 0.1 0.12 0.11 0.12 0.11 0.15 0.16 0.15 0.17 0.15 0.14
0.96 1.01 0.96 1.22 0.98 0.94 1.19 1.08 0.96 1.24 1.06 1.13
0.52 0.55 0.34 0.41 0.49 0.52 0.59 0.81 0.86 0.58 0.58 0.69
0.2 0.31 0.2 0.3 0.31 0.31 0.26 0.34 0.31 0.3 0.25 0.25
19.87 29.15 24.3 32.1 21.77 28.75 107.5 92.5 76.25 26.22 153.75 130
2.48 12.24 7.36 7.41 14.51 11.98 22.5 22.5 32.18 102.5 22.5 23.75
19,74
37
87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118
gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa gamareksa Rejosari Rejosari Rejosari Rejosari Rejosari Bekri Bekri Bekri Bekri Bekri Bekri Bekri Bekri Suli Suli Suli Suli Suli Suli Suli Bitung Krawo Bitung Krawo Bitung Krawo Bitung Krawo
CC 16 CC 19 CC 20 DD 11 DD 13 DD 15 DD 18 DD 19 I 614 III 219 I 572 I 573 III 179 II 699 II 975 II 698 II 974 III 423 III 460 III 500 III 504 VII 1185 VIII 786 VIII 827 VIII 866 VIII 867 VIII 907 VIII 1226 VIII 131 IX 254 X 376 VIII 171
4 4 4 4 4 4 4 4 8 15 8 8 15 10 8 10 8 16 14 14 16 11 14 14 14 14 12 11 10 10 10 10
415 422 319 313 439 317 430 377
4.81 4.21 3.03 3.26 6.05 3.81 6.15 5.15
13,76 17,51 2,09 4,01 1,7 4,2 2,39 29,34 25,46 22,99 26,86 14,40
3.83 3.70 2.90 2.40 3.20 2.45 3.46 2.63 15.33 18.72 14.76 15.67 20.80 15.05 10.02 14.58 9.87 18.69 19.10 18.96 19.05 17.00 21.78 21.68 21.80 21.86 20.15 17.02 15.86 12.65 5.82 16.36
3.32 2.11 2.23 2.03 2.2 2.08 2.1 2.21 2.42 2.05 1.90 1.93 1.96 1.60 1.20 1.90 2.09 1.79 1.82 2.63 1.65 2.74 1.73 2.49 1.62 1.20 1.87 1.99 1.97 2.05 1.77 2.35
0.15 0.15 0.16 0.15 0.15 0.15 0.14 0.16 0.17 0.16 0.17 0.16 0.14 0.16 0.15 0.16 0.19 0.18 0.17 0.16 0.17 0.19 0.16 0.18 0.17 0.16 0.16 0.15 0.16 0.15 0.17 0.16
1.08 0.88 1.01 0.92 0.97 0.88 0.87 0.84 1.22 0.98 1.05 1.10 1.00 0.95 1.06 1.14 1.02 0.88 0.98 0.89 1.03 1.16 0.88 1.03 1.00 0.96 0.88 0.97 0.83 0.86 0.83 0.75
0.76 0.73 0.67 0.85 0.77 0.89 0.89 0.72 0.54 0.45 0.38 0.35 0.32 0.58 0.35 0.54 0.39 0.48 0.37 0.55 0.42 0.56 0.46 0.44 0.38 0.38 0.35 0.29 0.24 0.39 0.43 0.20
0.3 0.3 0.25 0.3 0.33 0.35 0.29 0.35 0.23 0.16 0.15 0.16 0.14 0.16 0.17 0.21 0.23 0.20 0.17 0.18 0.17 0.25 0.18 0.20 0.15 0.15 0.14 0.16 0.16 0.19 0.32 0.18
90 96.25 83.75 112.5 113.75 130 110 185
21.25 18.75 16.25 26.28 20.11 23.8 21.46 32.26
38
119 120 121 122
Bitung Krawo Bitung Krawo Bitung Krawo Bitung Krawo
VIII 211 IX 294 IX 334 X 457
10 10 10 10
15.87 12.98 13.20 5.88
2.03 1.81 2.50 1.70
0.16 0.16 0.15 0.16
0.80 0.98 1.05 0.92
0.50 0.32 0.19 0.11
0.36 0.18 0.16 0.22