DIAGNOSIS KESEIMBANGAN HARA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT DI MAIN NURSERY MELALUI ANALISIS DAUN MENGGUNAKAN METODE DRIS Nurjaya Balai Penelitian Tanah, Bogor
ABSTRAK Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit ketersediaan bibit yang sehat dan berkualitas baik sangat menentukan produktivitas tanaman di kemudian hari. DRIS merupakan metode diagnosis terpadu berdasarkan analisis tanaman dapat menilai keseimbangan tanaman dan menentukan kebutuhan hara tanaman. Prinsip DRIS adalah menilai keseimbangan hara dalam tanaman dengan memperhatikan aspek tanah, tanaman, iklim, dan pengelolaan. Tujuan penelitian mentukan takaran optimum pupuk kalium pada tanaman kelapa sawit di main nursery dan mengidentifikasi keseimbnagan hara berdasarkan analisis daun pada berbagai taraf takaran pupuk kalium yang diberikan sampai umur sembilan bulan setelah tanaman di pembibitan. Perlakuan pemupukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas empat perlakuan dengan ulangan sembilan kali. Perlakuan terdiri atas : kontrol, pemberian pupuk K (MOP) takaran 0,71 g/pohon, 1,42 g/pohon, dan 2,13 g/pohon. Parameter yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah pelepah daun, diamter batang, bobot basah dan kering tanaman. Untuk mengetahui keseimbangan hara dengan metode DRIS terlebih dahulu harus menetapkan norm, std, dan CV. Tahap pertama melakukan pengambilan contoh daun pada tanaman kelapa sawit di main nursery yang menunjukkan pertumbuhan optimum menetapkan norm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk K (MOP) memberikan respon yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot basah dan bobot kering tanaman bibit kelapa sawit di main nursery. Hasil diagnosis dengan diagram DRIS menunjukkan bahwa secara umum hara P menjadi pembatas utama selain N dan P. Sedangkan hasil diagnosis mengggunakan indeks DRIS pemberian pupuk MOP di bawah takaran anjuran (<1,41 g/pohon) hara P dan K mengalami kahat berat dengan urutan kebutuhan hara berturut-turut P>K>Mg>N, sedangkan pemberian pupuk MOP di atas takaran anjuran (2,13 g/pohon) hara Mg, N, dan K mengalami kahat berat sehingga urutan kebutuhan haranya menjadi Mg>N>K>P. PENDAHULUAN Diperkirakan 60% dari luas areal perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah ultisols (Adiwiganda et al., 1994). Masalah yang dihadapi dalam pengembangan kelapa sawit di tanah ini ialah pH dan kandungan bahan organik
25
Nurjaya
rendah, miskin hara kalium (K), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) persentase kejenuhan basa rendah, kandungan aluminium tertukar tinggi, serta mempunyai daya fiksasi tinggi (Buol et al., 1980; Koch et al., 1992). Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala tersebut pemupukan N, P, K, sangat menentukan keberhasilan pengembangan tanaman perkebunan di tanah ini. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dari lahan seluas 597.362 ha tahun 1985 menjadi 1.143.750 ha tahun 1990, kemudian meningkat menjadi 2.014.990 ha pada tahun 1995 (Poeloengan et al., 1996). Perkembangan luasan areal kelapa sawit yang cukup pesat tersebut antara lain didorong oleh stabilnya harga komoditas tersebut di pasaran internasional. Pengembangan perkebunan kelapa sawit tersebut harus didukung oleh ketersediaan bibit kelapa sawit yang sehat dan berkualitas baik. Bibit kelapa sawit yang sehat memegang peranan penting terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman di kemudian hari. Tingkat kesehatan tanaman pada fase pembibitan sangat ditentukan oleh intensitas pemeliharaan bibit dari kecambah hingga siap dipindahkan ke lapangan melalui pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman, karena pada fase ini pertumbuhan tanaman sangat cepat, sehingga memerlukan pupuk cukup banyak dengan takaran sesuai umur tanaman. Jika pemberian pupuk tidak tepat, maka pertumbuhan tanaman akan tertekan (Lubis, 1992). Pemupukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanaman (berlebihan atau kekurangan) selain tidak efisien, mengganggu keseimbangan hara dalam tanah, dan tanaman juga dapat mencemari lingkungan. Penetapan rekomendasi pemupukan dapat dilakukan melalui pendekatan uji tanah dan analisis tanaman. Widjaja-Adhi (1993) mengusulkan penelitian analisis tanaman diutamakan untuk tanaman tahunan sebaliknya penelitian uji tanah lebih ditujukan untuk tanaman setahun. Selain untuk mengetahui status hara tanaman atau adanya kahat hara, analisis tanaman juga dapat digunakan untuk menetapkan kebutuhan pupuk dengan cara mengkombinasikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman (Jones et al., 1991). Telah dikenal beberapa metode diagnosis berdasarkan hasil analisis tanaman, salah satunya adalah “the diagnosis and recommendation integrated system” (DRIS) yang telah dikembangkan oleh Beaufils (1957-1973) dalam Beaufils dan Sumner (1976). Prinsip konsep DRIS adalah menilai hara tanaman untuk menentukan komposisi unsur-unsur hara yang paling berimbang agar diperoleh produksi maksimum dan kualitas hasil optimal. Cara ini merupakan
26
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
suatu sistem diagnosis kuantitatif yang terpadu dan telah terbukti ampuh dipraktekan pada tanaman tebu oleh Beaufils dan Sumner (1976). Kemudian Lestari (1973) mempraktekan pada tanaman tebu di PG Pakis Baru Pati dan memberikan hasil yang cukup baik. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui respon tanaman kelapa sawit di main nursery terhadap pemupukan MPO, mendiagnosis keseimbangan atau kekahatan hara yang terjadi pada tanaman kelapa sawit yang pertumbuhannya tidak optimum. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian pemupukan kalium pada tanaman kelapa sawit di main nursery dilaksanakan pada tahun 2005 di Kebun Cimulang PTP Nusantar VIII. Rancangan yang digunakan acak kelompok terdiri atas empat perlakuan diulang sembilan kali. Perlakuan terdiri atas : kontrol, pemberian pupuk K (MOP) takaran 0,71 g/pohon, 1,42 g/pohon, dan 2,13 g/pohon. Sebagai pupuk dasar diberikan Urea, KCl, dan Kieserit masing-masing dengan takaran : 1,30 g/pohon, 1,70 g/pohon, dan 1,40 g/pohon. Parameter yang diamati tinggi tanaman, jumlah pelepah daun dan diameter batang, bobot basah dan bobot kering tanaman pada umur sembilan bulan. Analisis tanah sebelum tanam dan analisis tanaman (daun) pada akhir penelitian. Analisis tanah awal dilakukan untuk mengetahui tekstur dan sifat kimia tanah ultisols Kentrong yang akan digunakan dalam penelitian, sedangkan untuk mengetahui ketidakseimbangan hara atau kekahatan hara dalam tanaman dilakukan analisis tanaman (daun) setelah penelitian berakhir. Setelah umur tanaman sembilan bulan, bibit tanaman kelapa sawit dipotong tepat di atas permukaan tanah, ditimbang bobot basah kemudian dikeringkan dengan oven dan dihitung bobot kering tanaman. Untuk mengetahui keseimbangan atau kekahatan hara dalam tanaman sebagai pengaruh dari perlakuan pemupukan kalium dilakukan analisis unsur N, P, K, dan Mg tanaman. Analisis contoh tanah awal Analisis contoh tanah awal terdiri atas: tekstur, pH (H2O dan KCl) C dan N organik, P-HCl 25% (potensial), P-olsen (tersedia), dan K-HCl 25% (potensial); kation tukar, Ca, Mg, K, dan Na terekstrak NH4OAc 1N pH 7; KTK; dan kejenuhan basa (KB).
27
Nurjaya
Analisis contoh tanaman Contoh tanaman dianalisis mengikuti prosedur baku (Widjik et al., 1995). Contoh daun dibersihkan dengan 1% deterjen dan dibilas dengan air bebas ion, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC selama 48 jam. Contoh komposit daun yang telah dikeringkan kemudian digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter 1 mm. Contoh daun kemudian dianalisis secara pengabuan basah dengan HNO3 65%, HClO4 70%, H2SO4 98%, katalisator campuran selena dengan Na2SO4 (500g Na2SO4 + 5 g Selenium); kemudian ditetapkan kadar hara N, P, K, dan Mg. N ditetapkan dengan cara destilasi Kjeldahl sedangkan unsur P, K, Ca, dan Mg dengan metode Double Acid (HNO3 + HClO4). Unsur P ditetapkan secara Spectrofotometer (molibdenum biru) dengan panjang gelombang 639 nm, sedangkan K ditetapkan secara Flamefotometer yang diukur adalah sinar emisi dari unsur K. Penyusunan norm Norm rasio hara ditetapkan dari tanaman bibit kelapa sawit umur 9 BST berdasarkan hasil analisis daun dari kelompok bibit tanaman kelapa sawit yang memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi, jumlah daun, dan diameter batang serta berat kering tanaman tertinggi. Norm tersebut digunakan sebagai dasar untuk menilai keseimbangan hara pada bibit kelapa sawit yang tingkat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah pelepah daun, dan diameter batang) serta bobot tanaman yang rendah. Contoh daun yang diambil adalah daun dewasa yang sudah berkembang penuh. Waktu pengambilan contoh antara jam 09.00-11.00. Apabila turun hujan, pengambilan contoh daun dihentikan. Contoh-contoh daun kemudian dimasukkan ke kantong yang telah diberi lubang untuk menghindari kerusakan yang timbul dari proses respirasi, kemudian diberi label sesuai dengan kode perlakuan. Pembuatan diagram DRIS Hitung rata-rata hasil analisis daun bibit tanaman kelapa sawit yang tingkat pertumbuhan (tinggi, jumlah daun, dan diameter batang) dan bobot kering tertinggi atau disebut norm (X), standar deviasi (Std), dan koevisien variasi (CV). Diagnosis kualitatif yang dikemukakan oleh Sumner (1977) menunjukkan bahwa variasi hara berimbang digambarkan dalam suatu lingkaran yang lebih dikenal dengan diagram DRIS. Titik pusat lingkaran merupakan nilai rata-rata nisbah hara (Norm) lingkaran dalam bergaris tengah X ± 2/3 Std yang selanjutnya merupakan 28
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
kisaran nilai batas kisaran nisbah hara seimbang. Lingkaran luar bergaris tengah X ± 4/3 Std, merupakan batas kisaran hara yang dinilai kurang seimbang atau mendekati seimbang terletak di antara lingkaran dalam dan lingkaran luar, sedangkan nilai rasio hara di luar lingkaran luar merupakan batas daerah nisbah hara tidak seimbang. Penghitungan indeks DRIS Tahapan menghitung indeks DRIS menurut Sumner (1977) sebagai berikut (dengan asumsi selain hara N, P, K,dan Mg dianggap optimum) : f(N/P) + f(N/K) + f(N/Mg) Indek DRIS N
= Z -f(N/P) - f(K/P) + f(P/Mg)
Indek DRIS P
= Z -f(N/K) + f(K/P) + f (K/Mg)
Indek DRIS K
= Z -f(N/Mg) + f(P/Mg) + f(K/Mg)
Indek DRIS Mg = Z N/P bila N/P > n/p, maka f(N/P) = (
10 1)
100
n/p
CV
n/p bila N/P < n/p, maka f(N/P) = (1 -
10 ) 100
N/P
, dan seterusnya CV
dimana : N/P adalah nisbah hara N dan P dari contoh yang diteliti, dan n/p adalah norms sedangkan CV adalah koevisien variasi keragaman dari norm n/p; dan Z adalah jumlah fungsi. Jumlah masing-masing indeks hara adalah nol, karena masing-masing nilai fungsi nisbah hara yang satu dan dikurangkan terhadap lainnya. Sedangkan semakin negatif indeks hara semakin kekurangan unsur hara tersebut secara relatif terhadap lainnya dan semakin positif indeks hara semakin tidak dibutuhkan tanaman. Sedangkan indeks hara mendekati nol semakin seimbang unsur hara tersebut.
29
Nurjaya
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat tanah yang digunakan untuk percobaan Sifat fisik dan kimia tanah ultisols Kentrong, Kabupaten Lebak sebelum diberi perlakuan disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis menunjukkan ultisols Kentrong bertekstur liat; pH tanah terekstrak H2O termasuk katagori masam; pH ekstrak KCl 3,7; kadar C-organik, N-total tanah, dan C/N rasio tergolong rendah; kadar P terekstrak HCl 25% dan kadar P tersedia (terekstrak Bray 1) tergolong rendah; K terekstrak HCl 25% tergolong sedang; nilai tukar kation K, Ca, Mg, dan Na tergolong rendah. Demikian pula dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) juga tergolong rendah. Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah ultisols Kentrong, Kabupaten Lebak Sifat tanah Tekstur : Pasir Debu Liat pH (1 : 5) H2O KCl Bahan organik : C-organik (%) N-total (%) C/N Ekstrak HCl 25% P2O5 (mg/100g) K2O (mg/100g) Bray 1 (mg/100g) Ekstrak NH4OAc 1N pH7 Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%)
Nilai
Kelas Liat
7 23 70 4,3 3,7
Masam
1,78 0,24 7
Rendah Rendah
17 13 3,6
Rendah Sedang Rendah
3,68 0,79 0,16 0,07 14,72 32
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Berdasarkan hasil analisis, tanah ultisols Kentrong memiliki tingkat kesuburan rendah dicirikan oleh kation-kation, kejenuhan basa (KB), dan KTK tanah yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ultisols Kentrong merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut sehingga tidak tersedia lagi
30
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
mineral-mineral primer sebagai sumber penyedia hara tanaman. Rendahnya kejenuhan basa disebabkan oleh kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang rendah dalam menyangga, sehingga kation dalam tanah mudah tercuci dari komplek pertukaran. Selai itu, rendahnya KB tanah menggambarkan komplek pertukaran didominasi oleh ion H+ yang dicirikan oleh pH tanah yang masam. Rendahnya kation-kation tukar Ca, Mg, dan K serta P-tersedia tanah secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman apabila tidak ada pemberian pupuk yang optimal. Tinggi tanaman Data rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang bibit kelapa sawit di main nursery sebagai respon terhadap pemberian pupuk MOP umur 4-9 bulan setelah tanam (BST) disajikan pada Tabel 2, 3, dan 4. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk MOP berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman setelah umur 5 BST, sedangkan antar taraf takaran perlakuan pupuk MOP tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Namun secara kuantitatif pemberian pupuk MOP takaran 1,42 g/pohon memberikan respon tertinggi yaitu 99,87 cm pada umur 9 BST dan cenderung menurun pada pemberian pupuk MOP yang lebih tinggi yaitu 2,13 g/pohon. Tabel 2. Pengaruh pupuk MOP terhadap tinggi bibit kelapa sawit umur 4-9 BST di ultisols Kentrong Perlakuan
Kontrol (-K) MOP (0,71) MOP (1,42) MOP (2,13)
Tinggi tanaman 4 BST
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
……………………………………. cm ……………………………………. 23,03 a 28,12 b 37,07 b 46,14 b 58,47 b 72,01 b 25,97 a 33,74 ab 45,99 a 57,29 a 71,52 ab 91,64 a 26,14 a 34,96 a 46,54 a 56,59 a 71,39 ab 99,87 a 26,23 a 34,32 a 48,08 a 65,76 a 67,62 ab 97,99 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Terhadap jumlah pelepah daun hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk MOP tidak menunjukkan respon yang nyata sampai dengan umur 8 BST terhadap kontrol. Pemberian pupuk MOP baru menunjukkan respon yang nyata pada saat tanaman berumur 9 BST dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian, secara kuantitatif pemberian pupuk MOP cenderung menghasilkan jumlah daun yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. 31
Nurjaya
Tabel 3. Pengaruh perlakuan pupuk MOP terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit umur 4-9 BST di ultisols Kentrong Perlakuan
Kontrol (-K) MOP (0,71) MOP (1,42) MOP (2,13)
Jumlah daun 4 BST
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
………………………………. helai ………………………………. 5,8 a 7,6 a 9,1 b 10,7 b 14,0 a 15,9 b 5,9 a 8,2 a 10,8 ab 12,2 ab 15,2 a 18,1 a 6,3 a 8,0 a 10,4 ab 12,0 ab 14,8 a 17,9 a 6,3 a 8,4 a 10,1 ab 12,2 ab 14,6 a 18,0 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Sedangkan terhadap diameter batang hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk MOP berpengaruh nyata meningkatkan diameter batang dibandingkan tanpa pemberian pupuk K (MOP) secara nyata respon yang nyata. Kecuali pada umur 7 dan 8 BST tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol, akan tetapi secara kuantitatif pemberian pupuk MOP pada takaran 1,42 g/pohon menghasilkan pertumbuhan diameter batang relatif lebih tinggi yaitu mencapai 6,96 cm pada umur 9 BST dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk K dengan diameter batang 5,01 cm. Tabel 4. Pengaruh perlakuan pupuk MOP terhadap diameter batang bibit kelapa sawit umur 4-9 BST di ultisols Kentrong Perlakuan
Kontrol (-K) MOP (0,71) MOP (1,42) MOP (2,13)
Diameter batang 4 BST
5 BST
6 BST
7 BST
8 BST
9 BST
…………………………………. cm …………………………………. 0,82 b 1,23 b 2,02 b 3,06 b 4,31 a 5,01 b 0,88 b 1,37 ab 2,46 ab 3,72 ab 5,08 a 6,22 a 1,78 a 1,61 a 2,80 a 3,89 ab 4,86 a 6,96 a 1,04 ab 1,58 ab 2,64 ab 3,83 ab 4,84 a 6,18 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Bobot tanaman Pengaruh perlakuan pupuk MOP terhadap rata-rata bobot basah dan kering bibit kelapa sawit di main nursery disajikan pada Tabel 5. Hasil statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk MOP memberikan respon yang nyata terhadap peningkatan bobot basah dan kering tanaman dibandingkan dengan
32
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
kontrol. Sedangkan pemberian pupuk MOP pada berbagai taraf takaran tidak berbeda nyata. Namun demikian secara kuantitatif pemberian pupuk MOP takaran 1,42 g/pot menghasilkan bobot basah dan kering tertinggi yaitu masingmasing 717 g/pot dan 391 g/pohon dan bobot basah dan kering cenderung menurun masing-masing menjadi 706 g/pohon dan 388 g/pohon masing-masing pada pemberian pupuk MOP takaran 1,42 g/pohon dan 2,13 g/pohon. Tabel 5. Pengaruh perlakuan pupuk MOP terhadap bobot basah dan kering bibit kelapa sawit di ultisols Kentrong, Bogor. MK 2005 Perlakuan
Kontrol (-K) MOP (0,71) MOP (1,42) MOP (2,13)
Bobot tanaman Basah
Kering
…………. g/pohon …………. 244 b 153 b 685 a 357 a 717 a 391 a 706 a 388 a
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Diagnosis kekahatan hara dengan metode DRIS norma rasio hara (Norm), standar deviasi (Std), dan koefisien variasi (CV) Nilai norm rasio hara tanaman kelapa sawit ditentukan oleh kadar dan komposisi hara N, P, K, dan Mg dalam daun sebagai hasil metabolisme tanaman. Norm merupakan nilai rata-rata rasio hara dari kelompok tanaman yang memiliki tingkat produktivitas tinggi atau kelompok tanaman yang pertumbuhan optimum. Norma rasio hara (Norm), standar deviasi (Std), dan koefisien variasi (CV) daun kelapa sawait di main nursery pada ultisols, Kentrong disajikan pada Tabel 6. Norma rasio hara (Norm) terendah 1,33 dan tertinggi 21,41; dan simpangan baku (Std) terendah 0,23 dan tertinggi 2,26 dengan koefisien keragaman terendah 8,65 dan tertinggi 17,43. Nilai koefisien keragaman (CV) menggambarkan peranan atau kontribusi hara tersebut terhadap prosess produksi atau pertumbuhan tanaman, semakin tinggi nilai CV maka semakin kecil nilai kontribusi hara tersebut terhadap pertumbuhan atau produktivitas tanaman.
33
Nurjaya
Tabel 6. Nilai rasio hara, Norm, standar deviasi dan koefisien variasi tanaman kelapa sawit umur 9 BST di fase main nursery pada ultisols Kentrong, Lebak Rasio hara
Norm
Stdv
CV
n/p n/k k/p n/mg p/mg k/mg
16,35 3,83 4,28 21,41 1,33 5,68
2,28 0,57 0,37 2,26 0,23 0,99
% 13,97 14,87 8,65 10,54 17,43 17,39
Status rasio hara Berdasarkan diagram DRIS (Gambar 1-3) diperoleh rasio hara N/P, N/K, K/P, N/Mg, P/Mg, dan K/Mg seimbang untuk daun tanaman kelapa sawit di main nursery umur 9 BST varietas Avros berturut-turut 14,83-17,87; 3,45-4,21; 4,034,53; 19,90-22,92; 1,18-1,48; dan 5,02-6,34 (Tabel 7). Nilai rasio hara berimbang tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk penilaian terhadap tanaman pada fase yang sama mengenai kondisi haranya yang diduga mengalami gejala kekahatan yang ditunjukkan oleh pertumbuhan tidak optimum yang ingin didiagnosis. Apabila hasil analisis contoh daun di laboratorium dari contoh tanaman yang didiagnosis diperoleh nilai rasio hara N/P > 17,87 menunjukkan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan hara yaitu rasio hara tanaman dalam keadaan berlebihan. Kemudian, apabila hasil analisis diperoleh nilai rasio hara N/P < 14,83 maka telah terjadi ketidakseimbangan rasio hara atau status rasio hara tanaman dalam keadaan kekahatan. Tabel 7. Status rasio hara N, P, dan K daun bibit kelapa sawit varietas Avros berdasarkan diagram DRIS pada ultisols Kentrong, Lebak Status rasio hara Rasio hara
Berlebihan berat
Berlebihan ringan
Seimbang
Kahat ringan
Kahat berat
N/P N/K K/P N/Mg P/Mg K/Mg
>19,39 >4,59 >4,77 >24,42 >1,64 >7,00
17,87-19,39 4,21-4,59 4,53-4,77 22,92-24,42 1,48-1,64 6,34-7,00
14,83-17,87 3,45-4,21 4,03-4,53 19,90-22,92 1,18-1,48 5,02-6,,34
13,31-14,83 3,07-3,45 3,79-4,03 18,40-19,90 1,02-1,18 4,36-5,02
<13,31 <3,07 <3,79 <18,40 <1,02 <4,36
34
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
N/P
19,39
P↓
K/P 4,77
PÌ
N↑ NÊ
17,87
4,59
4,53
P→ K↑
KÊ
K→
KÌ
3,07
K↓
4,03
PJ
3,45
↑ Ê → Ì ↓
3,79
14,83
NÌ
Kelebihan berat = Kelebihan ringan = Seimbang/normal = Kekahatan ringan = Kekahatan berat =
4,21
N→ K→
N→
N/K
PÊ P↑
13,31
N↓
Gambar 1. Diagram DRIS untuk mendiagnosis kekahatan N, P, dan K pada tanaman kelapa sawit di main nursery pada perlakuan pemupukan K (MOP) N/Mg
24.42
Mg↓
K/Mg 7,00
N↑
Mg Ì
NÊ
22.92
4,59
3,34
Mg→ K↑
KÊ
K→ N→
4,21
N→
KÌ
K→ Mg→
3,07
N↓
K↓
5,02
3,45
NÌ
N/K
Kelebihan berat = Kelebihan ringan = Seimbang/normal = Kekahatan ringan = Kekahatan berat =
↑ Ê → Ì ↓
4,36
19,90
MgÊ 18,40
Mg↑
Gambar 2. Diagram DRIS untuk mendiagnosis kekahatan N, K, dan Mg pada tanaman kelapa sawit di main nursery pada perlakuan pemupukan K (MOP) 35
Nurjaya
K/Mg
7,00
Mg↓
P/Mg 1,64
K↑
MgÌ
KÊ
6,34
4,77
1,48
Mg→ P↑
PÊ
P→ K→
4,53
K→
PÌ
P→ Mg→
3,79
K↓
P↓
Kelebihan berat = Kelebihan ringan = Seimbang/normal = Kekahatan ringan = Kekahatan berat =
↑ Ê → Ì ↓
1,18
4,03
KÌ
K/P
1,02
5,02
MgÊ 4,36
Mg↑
Gambar 3. Diagram DRIS untuk mendiagnosis kekahatan P, K, dan Mg pada tanaman kelapa sawit di main nursery pada perlakuan pemupukan K (MOP) Untuk mengetahui ada kekurangan atau kelebihan pemberian pupuk K sehingga memberikan respon pertumbuhan tanaman yang tidak optimal dapat dilakukan diagnosis secara kualitatif menggunakan diagram DRIS (Gambar 1). Diagnosis kualitatif dengan diagram DRIS untuk mengetahui unsur-unsur hara pada taraf kekurangan atau berlebihan sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu atau tidak optimal karena komposisi hara dalam daun tidak berimbang untuk mencapai pertumbuhan atau hasil optimal. Sebagai contoh pada perlakuan pemupukan kalium (MOP) 1½ takaran ajuran (2,13 g/pohon) pertumbuhan tanaman cenderung menurun, pada pemberian takaran K yang lebih tinggi. Untuk mengetahui faktor keharaan dalam tanaman yang menjadi penyebab dapat dilakukan diagnosis secara kualitatif dengan diagram DRIS. Hasil analisis daun diperoleh hara N = 7,58%, P = 0,32%, K = 1,52%, dan Mg = 0,28%. Berdasarkan diagram DRIS (Gambar 1), kisaran rasio hara N/P seimbang adalah 14,83-17,87, sedangkan hasil analisis diperoleh rasio hara N/P = 24,00 (terletak di luar lingkaran luar), artinya menunjukkan ketidakseimbangan hara N dan P karena terjadi kekahatan berat hara P dan kelebihan berat hara N. Rasio hara N/K yang seimbang adalah 3,45-4,21; sedangkan hasil analisis rasio hara N/K= 4,29 (berada mendekati lingkaran dalam) sehingga antara hara N dan
36
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
K relatif mendekati keseimbangan. Kisaran rasio hara K/P seimbang adalah 4,034,53, hasil analisis diperoleh rasio hara K/P adalah 5,60 (terletak di luar lingkaran luar) artinya menunjukkan ketidakseimbangan hara K dan P dimana hara P mengalami kekahatan berat sedangkan hara K kelebihan berat sehingga tanaman mengalami defisiensi P berat. Kisaran rasio hara N/Mg seimbang adalah 19,90-22,92; hasil analisis diperoleh rasio hara 22,70 (terletak pada lingkaran dalam) artinya ada keseimbangan antara hara N dan Mg. Selanjutnya kisaran rasio hara P/Mg seimbang adalah 1,18-1,48; hasil analisis diperoleh rasio hara P/Mg 0,95 (terletak di luar lingkaran terluar), artinya terjadi kekahatan berat hara P. Terakhir, berdasarkan diagram DRIS kisaran rasio hara K/Mg seimbang 5,026,34, sedangkan hasil analisis diperoleh rasio hara K/Mg adalah 5,30 (terletak pada lingkaran dalam) artinya adanya keseimbangan antara hara K dengan Mg. Dengan cara menggunakan perhitungan yang sama dengan menggunakan diagram DRIS hasil diagnosis disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil diagnosis hara N, P, K, dan Mg tanaman kelapa sawit di main nursery menggunakan diagram DRIS Perlakuan
Kontrol MOP (0,71) MOP (1,42) MOP (2,13)
Kadar hara daun N
P
K
Mg
………… % ………… 5,84 0,27 1,55 0,28 7,58 0,32 1,52 0,30 5,80 0,42 1,73 0,32 8,40 0,35 1,96 0,37
Rasio hara daun N/P
N/K
K/P
N/Mg
P/Mg
K/Mg
Hasil diagnosis
21,63 23,69 13,81 24,00
3,77 4,99 3,35 4,29
5,74 4,75 4,12 5,60
20,86 25,27 18,13 22,70
0,96 1,07 1,31 0,95
5,54 5,07 5,41 5,30
P↓ P↓K↓ N↓ P↓
Keterangan : ↓ = Kahat berat * = Tidak terdeteksi
Hasil diagnosis terhadap tanaman kelapa sawit pada perlakuan pemupukan K disajikan pada Tabel 8. Hasil diagnosis menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit di main nursery pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk K) hasil diagnosis diperoleh tanaman mengalami kekahan berat hara N dan P hal ini terjadi karena berdasarkan hasil analisis tanah awal, tanah yang digunakan untuk penelitian memiliki kandungan hara N dan P rendah. Pada perlakuan pemupukan K dengan takaran 0,71 g MOP/pohon terdiagnosis tanaman masih mengalami kekahatan berat P dan K, artinya pemberian pupuk MOP dengan takaran 0,71 g/pohon masih belum mencukupi kebutuhan hara tanaman. Pada perlakuan pemupukan MOP dengan takaran 1,42 g/pohon (takaran anjuran) hasil analisis tanaman dengan diagram DRIS tidak terdiagnosis adanya kekahatan hara N, P, dan K. Hal ini menunjukkan takaran
37
Nurjaya
tersebut sudah optimum. Selanjutnya pada pemberian pupuk K dengan takaran 2,13 g/pohon terdeteksi kembali adanya kekahatan berat hara P dalam tanaman. Dengan demikian pemberian pupuk K yang berlebihan menyebabkan unsur hara yang lain menjadi kekurangan terutama P. Hal ini terjadi karena tanah yang digunakan dalam penelitian berstatus hara P rendah sedangkan status hara K tergolong sedang (Tabel 1). Penilaian keseimbangan hara tanaman menggunakan indeks DRIS Diagnosis dengan diagram DRIS masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya yaitu apabila unsur hara yang didiagnosis lebih dari tiga unsur maka harus dibuat lebih dari satu diagram DRIS. Dalam pelaksanaannya akan menyulitkan dalam mendiagnosis kekahatan hara yang terjadi dalam tanaman. Selain itu, hara yang didiagnosis bersifat harkat tunggal sehingga tidak dapat melihat interaksi hubungan antara hara satu dengan lainnya, atau urutan kebutuhan hara tanaman. Untuk mengatasi keadaan tersebut, pendekatan diagnosis secara kuantitatif menggunakan indeks hara (indeks DRIS) merupakan alternatif pemecahan yang cukup baik. Melalui indeks DRIS dapat diketahui kekahatan hara yang terjadi dalam tanaman serta urutan kekahatan hara atau ketidakseimbangan hara dalam tanaman yang menjadi penyebab rendahnya tingkat produktivitas tanaman. Untuk mengetahui gejala kekahatan hara yang menjadi penyebab ketidakseimbangan hara dalam tanaman dapat dihitung menggunakan indeks DRIS. Sebagai contoh bagaimana cara mendiagnosis permasalahan hara yang terjadi pada tanaman sebagai akibat pemupukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman adalah sebagai berikut : Pada pemberian pupuk K dengan takaran yang ditingkatkan menjadi satu setengah kali takaran anjuran (2,13 g MOP/pohon), telah terjadi penurunan pertumbuhan tinggi, jumlah daun, dan diameter batang serta penurunan bobot basah dan bobot kering tanaman. Dari hasil analisis daun diperoleh kadar hara : N = 8,40% N/K = 4,29
P = 0,35% K/P = 5,60
K = 1,96% N/Mg = 22,70
Mg = 0,375 P/Mg = 0,95
N/P = 24,00 K/Mg = 5,30
Hasil perhitungan norma rasio hara (Norm) dan koefisien keragaman (CV) disajikan sebagai berikut : n/p = 16,35 CV = 13,97
38
n/k = 3,83 k/p = 4,28 n/mg = 21,41 CV = 14,87 CV = 8,65 CV = 10,54
p/mg = 1,33 k/mg = 5,68 CV = 17,43 CV = 17,39
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
Karena rasio N/P > n/p, maka : N/P
1.f(N/P) = (1-
n/p
) 100
24,00
f(N/P) = (1-
16,35
10 CV
) 100
10 13,97
f(N/P) = -33,49
Karena rasio hara N/K > n/k, maka : 2. f(N/K) = (1-
f(N/K) = (1-
N/K n/k
4,29 3,83
) 100
) 100
10 CV 10 14,87
f(K/P) = -8,08
Karena K/P > k/p, maka : 3. f(K/P) = (1-
f(K/P) = (1-
K/P k/p
5,60 4,28
) 100
) 100
10 CV 10 8,65
f(K/P) = -35,65
Karena N/Mg > n/mg, maka : K/Mg 4. f(N/Mg) = (1-
10 ) 100
k/mg
CV
22,70 f(N/Mg) = (1 -
10 ) 100
21,41
10,54
f(N/Mg) = - 5,72
39
Nurjaya
Karena P/Mg < p/mg, maka : p/mg 5. f(P/Mg) = (
10 - 1) 100
P/Mg
CV
1,99 f(P/Mg) = (
10 - 1) 100
0,95
17,43
f(P/Mg) = 62,81
Karena K/Mg < k/mg, maka : 5,68 6. f(K/Mg) = (
10 - 1) 100
5,30
CV
5,68 f(K/Mg) = (
10 - 1) 100
5,30
17,39
f(K/Mg) = 4,12 f(N/P) + f(N/K) + f(N/Mg) Indeks N =
3
33,49 - 8,08 - 5,72 Indeks N =
-f(N/P) - f(K/P) + f (P/Mg) Indeks P =
3
Indeks P =
-f(N/K) + f(K/P) + f(K/Mg) Indeks K =
3
-f(N/Mg) - f(P/Mg) - f(K/Mg) Indeks Mg = 3
3
= -16
33,49 + 35,65 +62,81 = 44 3 8,08 - 35,65 + 4,12
Indeks K =
= -8
3 5,72 -62,81 -4,12
Indeks Mg =
= -20 3
Dengan cara perhitungan yang sama terhadap data hasil analisis daun tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pemberian pupuk MOP disajikan pada Tabel 9. Hasil diagnosis menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol yang menjadi pembatas adalah hara P yang ditunjukkan dengan nilai indeks hara negatif, sedangkan unsur hara lainnya mempunyai nilai indeks positif. Dengan demikian pada perlakuan kontrol terjadi ketidakseimbangan antara hara P dalam keadaan kahat dengan hara K kemudian dikuti oleh Mg dan N, sehingga urutan kebutuhan hara untuk mencapai keseimbangan hara tanaman berturut-turut P, N,
40
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
Mg, dan K. Kemudian pada perlakuan ½ takaran pupuk K (0,71g MOP/ pohon) faktor pembatas berubah menjadi P dan K dengan nilai indeks negatif masingmasing -22 dan -4 sehingga urutan kebutuhan hara berturut-turut P, K, dan N. Sedangkan pada peningkatan pupuk K menjadi 1 takaran (1,41 g MOP/ pohon) dan selanjutnya ditingkatkan menjadi 1½ takaran pupuk K (2,13 g MOP/ pohon) hara Mg, N dan K menjadi pembatas yang ditunjukkan dengan indeks negatif masing-masing -20, -16, dan -8 sehingga urutan kebutuhan hara untuk mencapai keseimbangan adalah Ca, N, K, dan P. Tabel 9. Hasil diagnosis keseimbangan hara N, P, K, dan Mg tanaman kelapa sawit di main nursery menggunakan indeks DRIS Perlakuan
Kontrol (-K) MOP (0,71) MOP (1,42) MOP (2,13)
Kadar hara N
P
K
Indeks hara Mg
…………… % …………… 5.84 0.27 1.55 0,28 7.58 0.32 1.52 0,30 5.80 0.42 1.73 0,32 8.40 0.35 1.96 0,37
N
P
K
Mg
6 23 -13 -16
-28 -19 5 44
13 -5 1 -8
9 1 7 -20
Hasil diagnosis
P>K>Mg>N P>K>Mg>N N>K>P>Mg Mg>N>K>P
Dari hasil diagnosis menunjukkan bahwa pemberian pupuk MOP yang ditingkatkan sampai satu setengan kali takaran anjuran (2,13 g/pohon) pada tanah ultisols dengan status hara N dan P yang rendah, menyebabkan keseimbangan hara terganggu dimana tanaman mengalami kahat berat Mg diikuti oleh N dan K yang sangat tidak berimbang dengan hara P. Dengan demikian yang menjadi penyebab menurunnya pertumbuhan tanaman pada pemberian pupuk MOP yang berlebihan adalah terganggunya keseimbangan hara N, P, K, dan Mg dalam tanaman. KESIMPULAN 1. Pemberian pupuk MOP pada tanah ultisols Kentrong secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah pelepah daun dan diameter batang, bobot basah dan kering bibit kelapa sawit di main nursery dibandingkan kontrol. 2. Pemberian pupuk MOP takaran 1,41 g/pohon secara kualitatif menghasilkan pertumbuhan tanaman dan bobot basah dan kering tanaman yang lebih tinggi. 3. Hasil diagnosis dengan diagram DRIS menunjukkan bahwa hara P menjadi faktor pembatas utama selain N dan K pertumbuhan tanaman kelapa sawit di main nursery. 41
Nurjaya
4. Hasil diagnosis semikuantitatif menggunakan indeks DRIS, pemberian pupuk MOP di bawah takaran anjuran (<1,41 g/pohon) hara P dan K mengalami kahat berat sehingga urutan kebutuhannya berturut-turut P>K>Mg>N. Sedangkan pada pemberian pupuk MOP di atas takaran anjuran (2,14 g/pohon) hara Mg, N, dan K mengalami kahat berat sehingga urutan kebutuhan hara menjadi Mg>N>K>P. DAFTAR PUSTAKA Adiwiganda, R., A.U. Lubis, and P. Purba. 1994. Karakteristik tanah pada beberapa tingkat famili di areal kelapa sawit Indonesia. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2(3):175-187. Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. The IOWA State Uniersity Press, Ames. Koch, C.B., M.D. Bentzon, E.W. Larsen, and O.K. Borggard. 1992. Clay mineralogy of two ultisols from Central Kalimantan, Indonesia. Soil Sci. Soc. Amer. 154:158-168. Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala. Poeloengan, Z., Y. Sugiyono, and T. Adiwiganda. 1996. The use of phosphatic fertilizer in oil palm cultivation. In Proceeding of an International Conference Nutrient Management for Sustainable Crop Production in Asia. Bali, Indonesia. 9-12 December 1996. Beaufils, E.R. and M.E. Sumner. 1976. Application of the DRIS approach for calibrating soil and plant factor in their effect on yield of sugarcane. In Proc. The South African Sugarcane Technologists Association. June 1986. Jones, Jr., J.B. Wolf, and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro-Macro Publ. Co. Athens, Geogia. Lestari, H. 1993. Penerapan sistem diagnosis dan rekomendasi terpadu untuk tanaman tebu lahan kering di bawah tipe Agroklimat D3. Majalah Perusahaan Gula. No. 1-2. Sumner. 1977. Preliminary N, P, and K foliar diagnostic norms for soybeans. Agronomic J 69:226-230. Widjaja-Adhi, I P.G. 1993. Konsep Pengelolaan Hara Tanaman Berdasarkan Uji Tanah dan Analisis Tanaman. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Widjik S., I M., Sulaeman, dan F.M. Leiwakabessy. 1995. Praktikum Tanah dan Analisis Tanaman. Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Tanaman. Bogor 23 Januari-4 Februari 1995. (tidak dipublikasikan). 42
Diagnosis Keseimbangan Hara pada Tanaman Kelapa Sawit
TANYA JAWAB Pertanyaan (Subowo, Balittanah) : Perlu kiranya dapat dikembangkan analisis kahat hara dari metode DRIS ini diarahkan melalui pendekatan menampilkan tampilan genotipe tanaman, seperti halnya pedekatan BWD atau morfologi tanaman lainnya. Jawaban : Terima kasih atas masukannya, namun demikian untuk sampai ke arah tersebut (melihat kahat hara dengan perbedaan gradasi warna daun) diperlukan penelitian jangka panjang. Pertanyaan (Ladiyani R. Widowati, Balittanah) : Apakah tabel kecukupan hara dengan DRIS dapat dipergunakan untuk semua pembibitan kelapa sawit ? Jawaban : Dapat digunakan, akan tetapi tingkat akurasinya lebih rendah karena tiap varietas tanaman kelapa sawit mempunyai kemampuan serapan hara relatif berbeda antara varietas satu dengan lainnya.
43