PENETAPAN PRIORITAS STRATEGI PEMASARAN TANAMAN “ANGGREK SPESIES” DI KEBUN RAYA BOGOR
GALALEA SELESTA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penetapan Prioritas Strategi Pemasaran Tanaman “Anggrek Spesies” di Kebun Raya Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Galalea Selesta H34100004
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK GALALEA SELESTA. Penetapan Prioritas Strategi Pemasaran Tanaman “Anggrek Spesies” di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh SUHARNO. Kebun Raya Bogor (KRB) adalah salah satu lembaga penunjang agribisnis anggrek yang menerapkan teknik in vitro untuk memperbanyak anggrek. Hasil dari perbanyakan ini dijual sebagai bentuk diseminasi hasil penelitian yang dilakukan peneliti di KRB. Pada kenyataannya, KRB mengalami masalah dalam menjual anggrek seperti penurunan penjualan dan keterbatasan sumber daya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang strategi pemasaran yang sesuai melalui konsep bauran pemasaran 4P. Perancangan bauran pemasaran melibatkan pihak internal dan eksternal lembaga. Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) digunakan dalam penelitian untuk memilih prioritas strategi pemasaran berdasarkan keputusan pihak internal. Hasil analisis PHA menunjukkan bahwa bauran pemasaran yang menjadi prioritas secara berturut-turut adalah produk, promosi, harga, dan distribusi. Beberapa sub bauran telah dipilih sebagai prioritas dalam bauran pemasaran. Sub bauran tersebut adalah kualitas, media sosial, diskriminasi harga, dan informasi ketersediaan produk. Kata kunci : Kebun Raya Bogor (KRB), Proses Hirarki Analitik (PHA), Strategi bauran pemasaran ABSTRACT GALALEA SELESTA. Determination of Marketing Strategy Priority of “Native Orchids” at Bogor Botanic Gardens. Supervised by SUHARNO. Bogor Botanic Gardens (BBG) is one of the supporting organization in orchid‟s agribusiness system. This institution propagate orchids in laboratory using “in vitro” technique. The propagule were sold and can be considered as an dissemination of BBG research actvities. Recently BBG is facing some problems such as declining sales and limitation of resources. The purpose of this study is to formulate the appropriate marketing stategy through the marketing mix concept of 4P‟s which involve the internal and external parties in organization. Analytic Hierarchy Process (AHP) was used as the method to solve the problems through the selection of several priorities. Result showed that the order of marketing mix priority that has been chosen by the internal parties are as follow : product, promotion, price, and place. Also, the ultimate goal can be determined by several criteria of marketing mix. Those criteria are quality, social media, price discrimination, and information of product availability. Keywords: Analytic Hierarchy Process (AHP), Bogor Botanic Gardens (BBG), marketing mix strategy
PENETAPAN PRIORITAS STRATEGI PEMASARAN TANAMAN “ANGGREK SPESIES” DI KEBUN RAYA BOGOR
GALALEA SELESTA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Penetapan Prioritas Strategi Pemasaran Tanaman “Anggrek Spesies” di Kebun Raya Bogor Nama : Galalea Selesta NIM : H34100004 .
Disetujui oleh
Dr. Ir. Suharno, M. Adev Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen Agribisnis
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga April 2014 dengan judul Penetapan Prioritas Strategi Pemasaran Tanaman “Anggrek Spesies” di Kebun Raya Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suharno, M.Adev selalu dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik serta Bapak Dr. Ir. Burhanuddin, MM dan Ibu Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak Kebun Raya Bogor khususnya Griya Anggrek dan laboratorium kultur jaringan atas waktu, kesempatan, serta dukungan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Kakak, dan Hagia untuk setiap dukungan, kasih sayang, serta doa yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah mendukung dan memberi semangat selama penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Bogor, April 2014
Galalea Selesta H34100004
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
7
Karakteristik Barang Pelayanan Publik dan Kebijakan Harganya
7
Strategi Pemasaran Tanaman Hias
8
KERANGKA PEMIKIRAN
10
Kerangka Pemikiran Teoritis
10
Konsep Strategi
10
Konsep Pemasaran
10
Strategi Pemasaran
11
Bauran Pemasaran
12
Analytic Hierarchy Process (AHP)
16
Kerangka Pemikiran Operasional
17
METODE PENELITIAN
19
Lokasi dan Waktu Penelitian
19
Jenis dan Sumber Data
20
Metode Pengumpulan Data
20
Metode Pengolahan dan Analisis Data
21
GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR
27
IDENTIFIKASI BAURAN PEMASARAN ANGGREK SPESIES KEBUN RAYA BOGOR
31
Produk (Product)
31
Harga (Price)
35
Promosi (Promotion)
36
Distribusi (Place)
38
ANALISIS PENILAIAN PEMASARAN
KONSUMEN
TERHADAP
BAURAN 40
Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Produk
42
Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Harga
44
Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Promosi
44
Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Distribusi
45
Evaluasi Penilaian Keseluruhan Bauran Pemasaran
46
ANALISIS PRIORITAS BAURAN PEMASARAN
47
Identifikasi Faktor-Faktor Penyusun Prioritas Bauran Pemasaran
47
Prioritas Tujuan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor
49
Prioritas Bauran Berdasarkan Tujuan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor
51
Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor
52
Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Memasyarakatkan Anggrek Bernilai Konservasi
52
Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Meningkatkan Citra Organisasi
53
Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Meningkatkan Penjualan
54
Prioritas Bauran Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor
55
Prioritas Sub Bauran Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor
57
SIMPULAN DAN SARAN
60
DAFTAR PUSTAKA
61
LAMPIRAN
63
RIWAYAT HIDUP
69
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Klasifikasi barang publik dan privat Nilai skala banding berpasangan Matriks Perdapat Individu (MPI) Matriks Pendapat Gabungan (MPG) Karakteristik responden anggrek spesies Griya Anggrek Penilaian konsumen terhadap bauran produk Alasan pembelian anggrek spesies Tujuan pembelian anggrek spesies Penilaian konsumen terhadap bauran harga Penilaian konsumen terhadap bauran promosi Penilaian konsumen terhadap bauran distribusi Sumber informasi Griya Anggrek Hasil evaluasi bauran pemasaran Bobot dan prioritas tujuan pemasaran anggrek spesies Bobot dan prioritas bauran berdasarkan masing-masing tujuan pemasaran Bobot dan prioritas sub bauran berdasarkan tujuan memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi Bobot dan prioritas sub bauran berdasarkan tujuan meningkatkan citra organisasi Bobot dan prioritas sub bauran berdasarkan tujuan meningkatkan penjualan Bobot dan prioritas bauran pemasaran anggrek spesies Bobot dan prioritas sub bauran pemasaran anggrek spesies
7 23 24 25 40 42 43 43 44 44 45 46 47 50 51 52 53 54 55 57
DAFTAR GAMBAR 1 Perbandingan pendapatan Griya Anggrek tahun 2012 dan 2013 2 Konsep bauran pemasaran 3 Bagan kerangka pemikiran operasional prioritas strategi bauran pemasaran tanaman anggrek spesies di Kebun Raya Bogor 4 Abstraksi sistem hirarki keputusan 5 Diagram alir AHP 6 Anggrek dalam botol 7 Anggrek pada pakis 8 Anggrek dalam tabung 9 Anggrek pada pot 10 Taman koleksi anggrek spesies 11 Griya Anggrek
4 12 19 22 26 34 34 34 34 39 39
DAFTAR LAMPIRAN 1 Rumusan Strategi Pemasaran Tanaman “Anggrek Spesies” di Kebun Raya Bogor 2 Hasil pengolahan vertikal AHP dengan Microsoft Excel 2010 3 Koleksi anggrek spesies laboratorium kultur jaringan Kebun Raya Bogor 4 Struktur Organisasi PKT Kebun Raya Bogor-LIPI 5 Hirarki prioritas strategi pemasaran anggrek spesies Kebun Raya Bogor
63 65 66 67 67
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Indonesia menempati peringkat kedua setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati1. Jumlah keanekaragaman hayati di dunia mencapai 5 131 100 dan 15.3 persen dari total yang ada terdapat di Indonesia. Tanaman hortikultura sebagai kekayaan hayati merupakan salah satu sumber daya alam Indonesia yang sangat penting untuk sumber pangan bergizi, bahan obat nabati, dan estetika. Hal ini membuat tanaman hortikultura memiliki manfaat dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Menurut UU No. 13 Tahun 2010 tentang hortikultura bahwa hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan bahan estetika. Sub sektor hortikultura terbagi dalam beberapa jenis tanaman, yakni sayuran, buah-buahan, tanaman obat, dan florikultura (tanaman hias). Selain sebagai sumber pangan, bahan obat, dan estetika, pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional. Berdasarkan rencana strategis hortikultura tahun 2011, peran ini dapat dilihat dari peningkatan nilai dan volume perdagangan internasional atas produk hortikultura, jumlah tenaga kerja yang mengandalkan sumber pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pada tahun 2012, nilai PDB sektor pertanian mencapai nilai nominal Rp. 880.17 triliun. Dari nilai tersebut Tanaman Bahan Makanan (tanaman pangan dan hortikultura) menyumbang sebesar Rp. 574.33 triliun. Pada sektor pertanian, PDB sub sektor hortikultura merupakan bagian dari Tanaman Bahan Makanan (Tabama) yang di dalamnya termasuk sub sektor tanaman pangan. Pada tahun 2012 sub sektor Tabama memegang peranan terbesar dalam pembentukan PDB sektor pertanian dengan kontribusi mencapai hingga 48.25 persen. PDB Tabama pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 2.95 persen terhadap tahun 2011 (Pusat Data dan Informasi Pertanian 2012). Komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga membuat usaha agribisnis hortikultura mampu menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani mulai dari skala kecil hingga besar. Komoditas hortikultura memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumber daya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Jumlah penduduk Indonesia yang besar sebagai konsumen produk hortikultura merupakan pasar yang sangat potensial, dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu yang diinginkan (Ditjen Hortikultura 2011).
1
Bahtera E. Terbesar kedua di dunia, keanekeragaman hayati Indonesia Baru Tergarap 5%. [Internet]. [diunduh 2013 Sep 19]. Tersedia pada : http://news.unpad.ac.id/?p=36173.
2
Salah satu komoditas hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan adalah tanaman hias (florikultura)2. Prospek agribisnis florikultura di Indonesia dapat dilihat dari sisi permintaan (potensi pasar) dan sisi penawaran (potensi sumber daya). Potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia antara lain kondisi agroklimat, keanekaragaman, lahan, teknologi dan sumber daya manusia. Pertama, kondisi agroklimat Indonesia yang bersifat tropis dan menyerupai subtropis membuat hampir seluruh komoditas florikultura dunia dapat dikembangkan di Indonesia. Kedua, tingkat keanekaragaman florikultura yang cukup besar baik untuk florikultura dataran rendah maupun tinggi. Ketiga, luas lahan Indonesia yang cukup besar berpotensi untuk pengembangan agribisnis florikultura yang bersifat land-based. Keempat, ketersediaan litbang dan sumber daya yang mampu menunjang pengembangan agribisnis florikultura. Sedangkan dari sisi permintaan (potensi pasar) dapat didukung oleh kondisi pasar, pertumbuhan kawasan Asia Pasifik, dan kebutuhan akan bunga potong. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan kecenderungan peningkatan pendapatan membuat pasar florikultura berpotensi untuk dimasuki. Pertumbuhan kawasan Asia Pasifik khususnya kawasan ASEAN dan Asia Timur berpotensi untuk meningkatkan permintaan terhadap tanaman hias. Kondisi lain yang terjadi adalah peningkatan pendapatan masyarakat yang diiringi dengan peningkatan pengetahuan akan kesegaran dan keindahan juga akan meningkatkan permintaan terhadap bunga potong. Berdasarkan data Ditjen Hortikultura Kementrian RI, pada periode 20072011 produk florikultura mengalami pertumbuhan ekspor sebesar 46 persen dan merupakan pertumbuhan terbesar jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor produk hortikultura lain3. Lebih jauh, pada tahun 2011 produk florikultura mencatat nilai ekspor sebesar USD 13 160 381 atau meningkat 45.5 persen dari tahun sebelumnya dengan produk unggulan antara lain anggrek, krisan, dan mawar. Kondisi tersebut merupakan gambaran potensi yang cukup baik bagi perkembangan produk florikultura Indonesia ke depan, dengan permintaan pasar dunia terhadap florikultura Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di antara keluarga tanaman berbunga, sosok bunga anggrek termasuk yang paling beragam dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Anggrek merupakan tanaman hias yang banyak digemari oleh kalangan tertentu dan memiliki daya tarik tersendiri. Daya tarik anggrek dapat dilihat dari bagian tanaman tersebut yakni bunganya. Beberapa daya tarik anggrek yakni variasi jumlah, ukuran, dan warna kuntum bunga. Selain keindahan, terdapat daya tarik lain yakni daya tahan kemekaran bunga, kecepatan anggrek untuk berbunga, dan kelangkaan jenisnya. Daya tarik yang dimiliki anggrek akan berpengaruh terhadap nilai ekonomisnya. Dalam kehidupan sehari-hari anggrek dimanfaatkan melalui keindahannya yakni sebagai penghias dan dekorasi untuk acara penting seperti pernikahan. Selain itu pada beberapa kondisi, anggrek digunakan dalam upacara keagamaan, pemberian ucapan selamat dan duka. 2
Jaya U. 2009. Prospek agribisnis florikultura. [Internet]. [Diunduh 2013 Sep 19]. Tersedia pada: www.agrina-online.com/show_article.php?aid=2161. 3 Anonim. 2012. Kemendag: prospek pasar florikultura makin cerah dampak pertumbuhan industri pariwisata. [Internet]. [Diunduh 2014 Mar 10]. Tersedia pada: http://m.neraca.co.id/article/17676/ Kemendag-Prospek-Pasar-Florikultura-Makin-Cerah/2.
3
Di Indonesia, anggrek sudah dikembangkan sebagai komoditas andalan dalam pembangunan nasional melalui perencanaan strategis pemerintah yang melibatkan berbagai stakeholders dari hulu hingga hilir dalam sistem agribisnis (Balitbang Pertanian 2007). Pengembangan usaha agribisnis anggrek dalam negeri terus dilakukan dan diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Usaha anggrek dalam negeri diklasifikasikan menjadi tiga segmen yaitu segmen usaha produksi planlet, kompot/seedling/remaja, dan pertanaman pot. Usaha anggrek harus berorientasi pasar dengan penerapan profesionalisme melalui penerapan teknologi inovatif. Kelengkapan fasilitas pengembangan penganggrekan seperti laboratorium kultur jaringan, rumah kaca, dan sarana-sarana penunjang lain dalam sistem agribisnis merupakan prasyarat yang diperlukan agar mencapai keberhasilan bisnis penganggrekan di dalam negeri. Contoh penerapan teknologi inovatif adalah produksi bibit anggrek secara in vitro yang belum terlalu banyak dilakukan di dalam negeri karena besarnya biaya investasi. Kebun Raya Bogor termasuk salah satu lembaga penunjang agribisnis anggrek yang menggunakan teknologi perbanyakan in vitro untuk menghasilkan bibit anggrek. Hasil dari perbanyakan ini dijual secara terbatas di outlet Griya Anggrek. Anggrek yang bernilai komersial selalu menjadi prioritas untuk dibudidayakan karena prospeknya yang menjanjikan. Sedangkan anggrek yang bernilai langka lebih menarik untuk diteliti karena kelangkaan sekaligus keunikannya. Laboratorium kultur jaringan, pembibitan anggrek, dan rumah anggrek merupakan beberapa pusat kegiatan perbanyakan yang dimiliki Kebun Raya Bogor. Dalam lembaga konservasi ex-situ peran unit-unit ini sangat penting untuk menjawab tantangan yang kini sudah mendesak. Hasil-hasil dari unit-unit ini diharapkan dapat digunakan untuk kepentingan dalam arti luas yaitu pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai usaha pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan (PKT Kebun Raya Bogor-LIPI 2004). Anggrek yang dipasarkan oleh Kebun Raya Bogor adalah anggrek spesies (alam) yang jumlahnya semakin sulit ditemukan. Masyarakat cukup banyak menyukai jenis-jenis anggrek alam yang sebelumnya hanya ada di hutan dan masih jarang diperbanyak secara in vitro. Bahkan beberapa jenis anggrek yang termasuk kategori endemik, langka, dan dilindungi juga cukup mendapat perhatian dan banyak diincar oleh masyarakat karena keunikan dan keindahannya (Isnaini 2010). Anggrek alam banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan beberapa jenis cukup menarik untuk dijadikan bahan indukan persilangan. Namun dengan seluruh potensi yang dimiliki, Kebun Raya Bogor belum mampu untuk memasarkan anggrek secara efektif karena terdapat beberapa kendala sumber daya. Koleksi anggrek yang dijual belum tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat. Untuk itu, penelitian mengenai strategi pemasaran anggrek di Kebun Raya Bogor perlu dilakukan untuk memberikan solusi bagi organisasi dalam memasarkan produknya.
4
Perumusan Masalah
Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor-LIPI sebagai lembaga konservasi ex situ tumbuhan merupakan salah satu pilar utama bagi usaha penyelamatan jenis-jenis tumbuhan dari kepunahan. Koleksi tumbuhan di Kebun Raya Bogor dipelihara dengan sebaik-baiknya dan diupayakan dapat dikembangbiakkan untuk keperluan pengembalian ke habitatnya dan dapat disebarluaskan kepada masyarakat. Salah satu contoh bentuk penyebarluasan yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor adalah dengan menjual hasil perbanyakan koleksi anggrek yang dimiliki. Dalam menjual produknya, Kebun Raya Bogor memiliki outlet bernama Griya Anggrek yang berada di bawah pengawasan Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi. Pada kenyataannya selama ini Kebun Raya Bogor mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya. Kendala yang dihadapi adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam memproduksi dan memasarkan anggrek spesies. Kendala lain yang dihadapi adalah masa tunggu anggrek mulai dari bibit hingga siap dijual yang tergolong lama (minimal satu tahun). Selain itu jumlah jenis anggrek yang ada di laboratorium mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun karena perbanyakan masih mengandalkan ketersediaan biji di lapangan (PKT Kebun Raya Bogor-LIPI 2013). Kondisi ini menunjukkan adanya keterbatasan dalam bahan baku (biji) untuk diperbanyak karena permintaan biji tidak selalu dapat terpenuhi. Salah satu contohnya adalah anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang paling diminati pembeli menjadi sulit ditemukan karena sempat mengalami kendala pada ketersediaan biji. Selain itu, beberapa jenis anggrek yang sebelumnya telah dikembangkan mengalami krisis dan habis karena telah dibesarkan atau terjual. Beberapa hal tersebut diduga menjadi penyebab penurunan penjualan anggrek sehingga tidak tercapainya target penjualan Griya Anggrek pada tahun 2013. Selain itu, fluktuasi penjualan pun terjadi pada bulanbulan tertentu dan berujung pada penurunan total pendapatan Griya Anggrek pada tahun 2013 (Gambar 1). Rp4.500.000 Rp4.000.000
Pendapatan
Rp3.500.000 Rp3.000.000 Rp2.500.000 Rp2.000.000
2012
Rp1.500.000
2013
Rp1.000.000 Rp500.000 Rp-
Gambar 1 Perbandingan pendapatan Griya Anggrek tahun 2012 dan 2013
5
Untuk itu, Kebun Raya Bogor perlu menyusun kembali kegiatan pemasaran anggrek spesies yang telah dilakukan melalui analisis bauran pemasaran. Adanya kendala dan keterbatasan membuat perlunya prioritas terhadap bauran pemasaran yang akan dipilih. Pemilihan bauran pemasaran yang tepat beserta faktor-faktor penyusunnya akan membantu organisasi untuk mengatasi permasalahan dan mencapai tujuan organisasi. Dalam melakukan kegiatan pemasaran, adanya penilaian konsumen dapat dijadikan sebagai bentuk evaluasi (feedback) bagi organisasi. Selain itu, pemahaman yang baik terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen akan membantu dalam kegiatan pemasaran yang telah dirumuskan. Bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi selalu berkembang sejalan dengan pergerakan organisasi, perubahan lingkungan pemasaran, dan perubahan perilaku konsumen (Dharmmesta dan Handoko 2008). Untuk itu, studi mengenai perilaku konsumen dibutuhkan untuk melihat sejauh mana masing-masing bauran pemasaran telah berpengaruh terhadap pembelian dan sebagai bahan evaluasi dari pihak eksternal terhadap kegiatan pemasaran yang telah dilakukan. Pemasaran merupakan salah satu bagian dalam perencanaan strategis suatu organisasi. Bryson (1988) dalam jurnal ilmiah mengenai proses perencanaan strategis untuk organisasi publik dan pemerintahan menjelaskan bahwa tidak hanya organisasi swasta yang membutuhkan perencanaan strategis dalam manajemennya. Disebutkan bahwa perencanaan dan implementasi strategis dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan usaha dan efektivitas pada seluruh bentuk organisasi pemerintahan. Tanpa perencanaan strategis organisasi tersebut akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Untuk menghadapi tantangan, organisasi pemerintahan harus melakukan sedikitnya tiga rencana. Pertama, organisasi harus berusaha sebaik mungkin untuk merespon segala kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders). Kedua, organisasi perlu melakukan perumusan strategi yang tepat untuk mengatasi perubahan yang terjadi. Ketiga, organisasi harus mengembangkan dasar pengambilan keputusan yang sesuai (koheren) dan mampu melindungi organisasi (defensible). Selain itu, mengacu pada penelitian terdahulu Parluhutan (2006) mengenai strategi pengembangan anggrek spesies Kebun Raya Bogor, terdapat beberapa saran yang perlu diperhatikan tentang pemasaran yakni produk (kualitas dan kemasan), harga, dan promosi. Ketiga bauran tersebut dianggap berpotensi untuk lebih dikembangkan untuk kegiatan pemasaran yang lebih baik. Berdasarkan hasil uraian, maka permasalahan yang perlu diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan bauran pemasaran anggrek spesies yang telah dilakukan oleh Kebun Raya Bogor? 2. Bagaimana penilaian konsumen terhadap bauran pemasaran yang telah dilakukan Kebun Raya Bogor? 3. Bauran pemasaran apa yang menjadi prioritas bagi penjualan anggrek spesies di Kebun Raya Bogor?
6
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis bauran pemasaran anggrek spesies yang telah dijalankan oleh Kebun Raya Bogor. 2. Mengidentifikasi penilaian konsumen terhadap bauran pemasaran yang telah dilakukan oleh Kebun Raya Bogor. 3. Merumuskan prioritas bauran pemasaran yang tepat bagi anggrek spesies di Kebun Raya Bogor.
Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti sebagai bahan evaluasi dan pemahaman mengenai konsep bauran pemasaran. 2. Bagi Kebun Raya Bogor sebagai bahan rujukan untuk menerapkan bauran pemasaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan tujuan organisasi. 3. Bagi pembaca sebagai informasi tambahan mengenai konsep strategi pemasaran dan keberadaan penjualan anggrek spesies di Kebun Raya Bogor.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup analisis dan pembahasan dalam penelitian ini meliputi analisis tujuan kegiatan pemasaran anggrek yang dilakukan Kebun Raya Bogor. Kemudian dilakukan analisis bauran pemasaran yang terdiri dari 4P yakni product (produk), price (harga), place (distribusi), dan promotion (promosi). Dalam penelitian ini penulis hanya mengidentifikasi dan menganalisis elemen bauran pemasaran yang kemudian disusun dalam sebuah hirarki keputusan. Analisis hirarki keputusan akan menghasilkan bobot atau nilai dari masing-masing elemen bauran pemasaran dan selanjutnya akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan dalam penetapan prioritas bauran pemasaran. Sebagai tambahan, maka dilakukan analisis penilaian konsumen terhadap bauran pemasaran sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi bagi Kebun Raya Bogor.
7
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Barang Pelayanan Publik dan Kebijakan Harganya Suatu barang dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan yakni barang publik, barang privat (pribadi), atau campuran antara keduanya 4. Tabel 1 menjelaskan mengenai klasifikasi barang publik dan privat. Tabel 1 Klasifikasi barang publik dan privat
Excludability Rendah
Excludability Tinggi
Rivalry Tinggi Barang Publik Lokal: Perpustakaan, taman rekreasi, area parkir Barang pribadi: Rumah, mobil, makanan, pakaian, jasa personal lain
Rivalry Rendah Barang publik: Pertahanan, danau dan sungai, lampu jalan Barang dengan eksternalitas: Pendidikan, pengangkut sampah, jalan lokal
Barang publik adalah barang-barang yang mempunya dua sifat pokok yaitu non rival consumption dan non exclusion. Non rival consumption berarti sejumlah orang dapat mengonsumsi secara bersama-sama terhadap barang tersebut atau pada tingkat tertentu, konsumsi yang dilakukan atas barang tidak akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain. Sedangkan non exclusion mengandung arti bahwa orang tidak dapat membatasi manfaat atas barang tersebut pada orang-orang yang mampu membayar saja. Pada kenyataannya, terdapat kesulitan membedakan antara barang publik dan barang privat. Hal ini dikarenakan batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan Jika manfaat dirasakan secara perorangan, maka untuk memperoleh suatu barang umumnya masyarakat dibebani dengan tarif untuk penyedia kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum karena ekternalitas positif yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada, maka pendanaan dilakukan melalui pajak. Eksternalitas didefinisikan sebagai biaya atau manfaat dari transaksi pasar yang tidak tercermin dalam harga. Beberapa strategi harga yang ditetapkan pemerintah terhadap barang pelayanan publik antara lain : 1. Two-part tariffs : harga ditentukan berdasarkan dua tarif yakni fixed charge untuk menutupi biaya tetap (biaya overhead) atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. 2. Peak-load tariffs : harga ditentukan berdasarkan tarif tertinggi. 3. Diskriminasi harga : penetapan harga dengan melihat perbedaan pendapatan antar kelompok yang diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda. Pelayanan yang diberikan kepada kelompok yang 4
Fuad N et al. Dasar-dasar keuangan publik. [Internet]. [Diunduh 2013 Apr 6]. Tersedia pada: http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/FOLDEREBOOK/Dasar-dasar-Keuangan-Publik.pdf.
8
berpendapatan rendah dapat disubsidi silang dengan kelompok berpendapatan tinggi. 4. Full-cost recovery : harga didasarkan kepada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Kondisi ini perlu mempertimbangkan keadilan dan kemampuan publik untuk membayar. Strategi Pemasaran Tanaman Hias Mengkaji penelitian terdahulu merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang penelitian yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu dapat dijadikan acuan, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Penelitian terdahulu memberikan pengetahuan, wawasan, dan gambaran mengenai penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, kajian terhadap penelitian terdahulu perlu dilakukan. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti adalah sebagai berikut: Penelitian Utami (2008) dan Parluhutan (2006) mengkaji hal yang sama yakni strategi pengembangan tanaman anggrek. Perbedaan kedua penelitian ini adalah ruang lingkup wilayah yang dijadikan penelitian. Utami (2008) meneliti strategi pengembangan tanaman anggrek untuk lingkup Bogor, sedangkan Parluhutan (2006) meneliti strategi pengembangan anggrek untuk studi kasus unit koleksi anggrek Kebun Raya Bogor. Tidak hanya itu alat analisis yang digunakan pun berbeda yakni menggunakan AHP dan SWOT. Parluhutan (2006) menggunakan alat analisis SWOT dalam membuat formulasi strategi bisnis untuk mengembangkan usaha dan memilih prioritas strategi terbaik dengan matriks QSP. Penelitian Parluhutan (2006) dapat dijadikan masukan dalam penelitian yang akan dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengambil saran yang diutarakan oleh penulis terkait dengan strategi pemasaran. Beberapa strategi bisnis terbaik yang dapat dilakukan oleh Kebun Raya Bogor adalah optimalisasi peralatan yang dimiliki; meningkatkan pemeliharaan peralatan dan tanaman; melakukan R&D (research and development); standarisasi produk; mempertahankan dan meningkatkan mutu produk melalui pengawasan produksi; membangun kemitraan dan meningkatkan produksi melalui kultur jaringan; mempertahankan keunggulan produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau; meningkatkan promosi; pemberian merek; dan mendaftarkan hak paten. Jika dikaitkan dengan penelitian Parluhutan (2006), terdapat beberapa strategi pemasaran yang dapat ditinjau lebih lanjut melalui penelitian yang akan dilakukan dengan menggunakan AHP dan lebih fokus pada bauran pemasaran anggrek spesies sendiri. Utami (2008) menggunakan metode AHP untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan pengembangan anggrek dan strategi pengembangan usaha yang tepat untuk diaplikasikan di Bogor. Metode AHP dilakukan dengan membuat hirarki keputusan mulai dari fokus utama, tujuan, faktor penyusun, sub faktor penyusun, dan alternatif keputusan. Berdasarkan hasil AHP, faktor penentu pengembangan agribisnis anggrek di Bogor adalah kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Pada tingkat 3, hasil dari analisis AHP menunjukkan faktor penentu adalah sumber daya genetik, marketing, ahli kultur jaringan, tren pasar, agronomis, sumber daya manusia, dan teknologi. Peningkatan sumber daya
9
genetik dilakukan melalui peran Kebun Raya Bogor sebagai pusat konservasi tumbuhan termasuk anggrek. Hal ini membuat keberadaan Kebun Raya Bogor menjadi penting dalam agribisnis anggrek di Kota Bogor karena dinilai memiliki koleksi anggrek yang bervariasi. Tren pasar tidak terlalu berpengaruh karena pasaran anggrek mampu bertahan dengan adanya segmen kelas menengah ke atas dengan daya beli tinggi. Pada tingkat 5, strategi agribisnis yang diprioritaskan adalah pemasaran, input, output, dan proses. Pemasaran anggrek yang masih kurang di Kota Bogor perlu ditingkatkan melalui perluasan lingkup daerah pemasaran, penentuan sentra pemasaran anggrek, dan kerjasama ke pasar internasional dengan Thailand. Untuk itu, berdasarkan hasil analisis AHP, strategi yang harus dilakukan dalam pengembangan agribisnis anggrek di Bogor dari segi pemasaran yaitu kegiatan promosi dan kerjasama dengan lembaga pemasaran. Selain itu terdapat pula penelitian mengenai strategi pemasaran tanaman hias yang dilakukan oleh Waty (2010) dan Nainggolan (2012). Perbedaan kedua penelitian ini terletak pada metode analisis dan lokasi penelitian. Waty (2010) menggunakan IE, EFE, SWOT, dan QSPM untuk mendapatkan alternatif strategi yang cocok untuk perusahaan. Berdasarkan hasil analisis matriks QSP, diperoleh lima alternatif strategi yang cocok diterapkan di perusahaan. Kelima strategi tersebut adalah meningkatkan produk tanaman hias bunga potong dan dekorasi; membangun kerjasama dengan pihak luar; mempertahankan segmentasi pasar yang sudah ada; meningkatkan kemampuan sumber daya manusia; memperluas wilayah pemasaran produk. Baik Waty (2010) dan Nainggolan (2012) menggunakan bauran 4P dalam menganalisis kegiatan pemasaran yang dilakukan pada tempat penelitian. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus utama pemasaran adalah produk tanaman hias dan beberapa indikator yang bersifat jasa dimasukkan dan diwakilkan ke dalam bauran yang sesuai. Nainggolan (2012) melakukan penelitian tentang strategi pemasaran tanaman hias Adenium di PT. Istana Alam Dewi Tara Sawangan Depok. Penulis menggunakan metode AHP dengan membuat prioritas terhadap alternatif bauran pemasaran yang dapat dilakukan perusahaan. Pada tingkat 1 terdapat fokus dari permasalahan yakni prioritas strategi bauran pemasaran yang tepat dilakukan perusahaan. Tingkat 2 terdiri dari tujuan perusahaan yakni meningkatkan penjualan, meningkatkan loyalitas pelanggan, dan memperluas pasar pemasaran. Pada tingkat 3 terdapat bauran pemasaran 4P (product, place, price, promotion), dan pada tingkat 4 terdapat srategi operasional masing-masing bauran pemasaran. Berdasarkan hasil analisis AHP, prioritas utama yang menjadi tujuan perusahaan adalah meningkatkan loyalitas pelanggan. Strategi bauran pemasaran yang diprioritaskan pertama adalah produk dengan strategi operasional utama adalah kualitas produk. Prioritas kedua adalah bauran pemasaran distribusi dengan strategi operasional utama adalah distribusi secara langsung. Prioritas ketiga adalah promosi dengan strategi operasional utama adalah pameran tahunan. Prioritas keempat adalah harga dengan strategi operasional utama adalah penetapan harga di bawah pesaing utama. Jika dilihat dari keseluruhan penelitian terdahulu, pemasaran tanaman hias cenderung untuk selalu memprioritaskan kualitas tanaman. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu terdapat pada lokasi penelitian dan penggunaan metode AHP untuk menentukan prioritas bauran pemasaran yang tepat untuk dipilih oleh Kebun Raya Bogor. Perbedaan
10
lokasi membuat penerapan sub bauran pemasaran yang dilakukan menjadi berbeda. Belum pernah ada penelitian mengenai strategi pemasaran pada Kebun Raya Bogor dengan penggunaan metode AHP sebagai alat analisis untuk memilih prioritas bauran pemasaran anggrek yang dipasarkan di sana. Pada umumnya penelitian mengenai strategi pemasaran banyak dilakukan pada organisasi swasta atau privat. Tetapi tidak menutup kemungkingkan bahwa penelitian tentang strategi pemasaran dapat pula dilakukan pada organisasi pemerintahan seperti Kebun Raya Bogor.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Strategi David (2009) mendefinisikan strategi adalah sasaran bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak dicapai. Strategi bisnis dapat mencakup ekspansi geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengetatan, divestasi, likuidasi, dan joint venture. Strategi adalah aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Selain itu, strategi mempengaruhi perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya untuk lima tahun. Oleh karena itu, strategi berorientasi ke masa depan. Terdapat beberapa organisasi menjalankan kombinasi dua atau lebih strategi secara bersama-sama, tetapi strategi kombinasi dapat sangat berisiko jika dijalankan terlalu jauh. Tidak ada organisasi yang mampu menjalankan semua strategi yang dapat menguntungkan perusahaan. Keputusan yang sulit harus dibuat dan prioritas harus ditetapkan. Organisasi sama halnya dengan individu, memiliki sumber daya yang terbatas. Organisasi dan individu harus memilih di antara beberapa alternatif strategi dan menghindari pilihan yang berlebihan. Porter mendefinisikan strategi sebagai penciptaan posisi unik dan bernilai yang mencakup perangkat kegiatan yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat mengklaim bahwa mereka memiliki strategi ketika melakukan kegiatan-kegiatan yang berbeda dengan pesaing atau melakukan kegiatan yang sama dengan cara yang berbeda. David (2009) mengklasifikasi strategi menjadi strategi integrasi, intensif, diversifikasi, dan defensif. Selain itu terdapat strategi lain yang dikembangkan oleh Porter yakni strategi generik. Menurut Porter, strategi generik memungkinkan organisasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dari tiga dasar yakni kepemimpinan harga, diferensiasi, dan fokus. Konsep Pemasaran Pada awalnya konsep pemasaran berkembang dari falsafah manajemen pemasaran. Menurut Assauri (2004) dan Tjiptono et al (2008) terdapat lima konsep yang mendasari pendekatan yang terdapat dalam manajemen pemasaran. Lima konsep ini adalah konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran sosial (ke masyarakat). Kotler dan
11
Keller (2009a) memasukkan konsep pemasaran sosial kepada pemasaran holistik yang melihat bahwa pemasaran dengan perspektif yang luas dan terpadu sering dibutuhkan. Empat komponen luas yang mencirikan pemasaran holistik adalah pemasaran hubungan, pemasaran terintegrasi, pemasaran internal, dan pemasaran kinerja. American Marketing Association (AMA) merumuskan secara baku definisi pemasaran kepada para akademisi dan praktisi. Definisi terbaru pemasaran menurut AMA pada tahun 2004, “Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses menciptakan, mengomunikasikan, dan menyampaikan nilai bagi para pelanggan, serta mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.” Kotler dan Keller (2009a) mendefinisikan pemasaran dari sisi sosial dan manajerial. Definisi sosial pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan secara manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai “seni menjual produk.” Peter Drucker, ahli teori manajemen terkemuka mengungkapkan bahwa tujuan dari pemasaran adalah membuat penjualan berlimpah, mengetahui dan memahami pelanggan dengan baik sehingga produk atau jasa bisa sesuai dengan kebutuhannya sehingga terjual sendiri. Idealnya pemasaran harus menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Dengan demikian yang dibutuhkan hanyalah memastikan produk dan jasa tersedia. Strategi Pemasaran Assauri (2004) menjelaskan bahwa strategi pemasaran pada dasarnya adalah rencana yang menyeluruh, terpadu, dan menyatu di bidang pemasaran, yang memberikan panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan pemasaran suatu perusahaan. Dengan kata lain strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Kotler dan Keller (2009a) menjelaskan bahwa strategi pemasaran merupakan salah satu strategi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan unit bisnis. Sebelum merancang suatu strategi, unit bisnis perlu menetapkan sasaran atau tujuan yang spesifik terlebih dahulu. Menurut Swastha dan Irawan (2005) penentuan strategi pemasaran dapat dilakukan oleh manajer perusahaan dengan membuat tiga macam keputusan, yakni menentukan konsumen yang dituju (target consumer), keinginan konsumen, dan bauran pemasaran (marketing mix). Ketiga elemen ini sangat menentukan arah dari strategi pemasaran perusahaan. Strategi tersebut merupakan rencana jangka panjang yang digunakan sebagai pedoman bagi kegiatan-kegiatan personalia perusahaan. Selain itu, strategi juga terdiri atas berbagai elemen yang dititikberatkan pada elemen-elemen pemasaran. Strategi pemasaran yang berhasil umumnya ditentukan dari satu atau beberapa variabel marketing mix-nya. Jadi, perusahaan dapat mengembangkan strategi produk, harga, distribusi atau promosi;
12
atau mengkombinasikan variabel-variabel tersebut ke dalam suatu rencana strategis yang menyeluruh (Swastha dan Irawan 2005). Bauran Pemasaran Salah satu tugas pemasar adalah merencanakan kegiatan pemasaran dan merakit program pemasaran yang sepenuhnya terpadu untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai bagi konsumen. Program pemasaran terdiri dari sejumlah keputusan tentang kegiatan pemasaran yang meningkatkan nilai untuk digunakan. Salah satu gambaran tentang kegiatan pemasaran adalah dari segi bauran pemasaran, yang didefinisikan sebagai perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya (Kotler dan Keller 2009a). Dalam strategi pemasaran, strategi bauran pemasaran menetapkan komposisi terbaik dari keempat komponen atau variabel pemasaran, untuk dapat mencapai sasaran pasar yang dituju sekaligus mencapai tujuan dan sasaran perusahaan. Keempat unsur atau variabel strategi bauran pemasaran adalah produk, harga, distribusi, dan promosi. Keempat strategi tersebut saling mempengaruhi sehingga semuanya penting sebagai satu kesatuan strategi yaitu strategi acuan atau bauran. McCarthy mengklasifikasikan aktivitas pemasaran sebagai sarana bauran pemasaran dari empat jenis yang luas, yang disebut 4P dari pemasaran, yakni produk (Product), harga (Price), tempat (Place), dan promosi (Promotion) (Gambar 2).
Bauran Pemasaran
Produk : Ragam produk Kualitas Desain Ciri Nama merek Kemasan Ukuran Pelayanan Garansi Imbalan
Harga : Daftar harga Diskon Potongan harga Periode pembayaran Syarat kredit
Tempat : Saluran Cakupan pasar Pengelompokkan Lokasi Persediaan Transportasi Promosi : Promosi penjualan Periklanan Tenaga penjualan Hubungan masyarakat Pemasaran langsung
Gambar 2 Konsep bauran pemasaran (Kotler dan Keller 2009a)
13
a) Product Mix (Bauran Produk) Kotler dan Keller (2009b) mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide. Assauri (2004) menjelaskan faktor-faktor yang terkandung dalam suatu produk adalah mutu atau kualitas, penampilan (features), pilihan yang ada (options), gaya (styles), merek (brand names), pengemasan (packaging), ukuran (sizes), jenis (product lines), macam (product items), jaminan (warranties), dan pelayanan (services). Beberapa keputusan yang mempengaruhi penawaran produk diantaranya keputusan tentang diferensiasi produk, acuan atau bauran produk (product mix), merek dagang (brand), cara pembungkusan atau kemasan produk (product packaging), dan pelayanan (services) yang diberikan (Kotler dan Keller 2009b). Keputusan tentang diferensiasi produk mencakup bentuk, fitur, penyesuaian, kualitas (kinerja dan kesesuaian), ketahanan, keandalan, kemudahan perbaikan, gaya, dan desain. Berikut definisi dari masing-masing kriteria dalam diferensiasi produk: 1. Bentuk : produk dapat dideferensiasikan berdasarkan bentuk (form) berupa ukuran, bentuk, dan struktur fisik produk. 2. Fitur : pelengkap fungsi dasar dari suatu produk yang dapat divariasikan sesuai kebutuhan pembeli. 3. Penyesuaian : pemasar dapat mendiferensiasikan produk dengan menyesuaikan produk dengan keinginan perorangan. 4. Kualitas : terdiri dari kualitas kinerja dan kesesuaian. Kualitas kinerja adalah tingkat di mana karakteristik utama produk beroperasi. Kualitas kesesuaian adalah tingkat di mana semua unit yang diproduksi identik dan memenuhi spesifikasi yang dijanjikan. 5. Ketahanan : ukuran umur operasi harapan produk dalam kondisi biasa atau penuh tekanan. 6. Keandalan : ukuran probabilitas bahwa produk tidak akan mengalami malfungsi atau gagal dalam periode waktu tertentu. 7. Kemudahan perbaikan : ukuran kemudahan perbaikan produk ketika produk tidak berfungsi atau gagal. 8. Gaya : penampilan dan rasa produk kepada pembeli. 9. Desain : totalitas fitur yang mempengaruhi tampilan, rasa, dan fungsi produk berdasarkan kebutuhan pelanggan. Bagi perusahaan, produk yang dirancang dengan baik adalah produk yang mudah dibuat dan didistribusikan. Bagi pelanggan, produk yang dirancang dengan baik adalah produk yang penampilannya menyenangkan dan mudah dibuka, dipasang, digunakan, diperbaiki, dan disingkirkan. Bauran produk atau pilihan produk adalah kumpulan semua produk dan barang yang ditawarkan untuk dijual oleh penjual tertentu. Bauran produk terdiri dari berbagai lini produk yang mempunyai lebar, panjang, kedalaman, dan konsistensi tertentu. Sebagian besar produk fisik harus dikemas dan diberi label. Banyak pemasar menyebut pengemasan (packaging) sebagai „P‟ kelima, namun pada umumnya pengemasan dan pelabelan menjadi bagian dari elemen strategi produk. Pengemasan adalah semua kegiatan merancang dan memproduksi wadah
14
untuk sebuah produk. Salah satu bagian penting dari kemasan adalah label yang membawa sejumlah besar informasi. Label melaksanakan beberapa fungsi diantaranya mengidentifikasi, menggambarkan, dan mempromosikan produk. Jaminan dan garansi juga menjadi bagian penting strategi produk, yang sering tampil pada kemasan. b) Price Mix (Bauran Harga) Harga adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, paling mudah disesuaikan, dan mengomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan kepada pasar tentang produk dan mereknya. Dalam menentukan penetapan harga, perusahaan harus mempertimbangkan banyak faktor. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penetapan harga adalah memilih tujuan penetapan harga; menentukan permintaan; memperkirakan biaya; menganalisis biaya, harga, dan penawaran pesaing; memilih metode penetapan harga; dan memilih harga akhir. Pada awalnya perusahaan memutuskan di mana perusahaan ingin memposisikan penawaran pasarnya. Semakin jelas tujuan perusahaan, semakin mudah perusahaan menetapkan harga. Lima tujuan utama perusahaan adalah kemampuan bertahan, laba maksimum, pangsa pasar maksimum, pemerahan pasar maksimum, dan kepemimpinan kualitas produk. Sedangkan pada organisasi nirlaba dan masyarakat, penetapan harga mungkin memiliki tujuan yang berbeda. Terdapat tujuh metode yang digunakan dalam penetapan harga yakni penetapan harga mark up, penetapan harga sasaran-pengembalian, penetapan harga persepsi nilai, penetapan harga nilai, penetapan harga going rate, penetapan harga tipe lelang, penetapan harga berkelompok. Perusahaan pada umumnya tidak hanya menetapkan satu harga, tetapi mengembangkan struktur penetapan harga yang bervariasi. Harga tersebut merefleksikan variasi dalam permintaan dan biaya secara geografis, kebutuhan segmen pasar, waktu pembelian, tingkat pemesanan, frekuensi pengiriman, garansi, kontrak layanan, dan faktor lain (Kotler dan Keller 2009b). Oleh karena itu, beberapa cara penyesuaian harga yang dapat dilakukan adalah penetapan harga secara geografis, potongan dan insentif harga, penetapan harga promosi, dan penetapan harga terdiferensiasi. 1. Penetapan harga geografis : penyesuaian untuk memberi harga kepada produk untuk konsumen yang berbeda di lokasi dan negara yang berbeda. Metode yang digunakan adalah barter, persetujuan kompensasi, pengaturan pembelian kembali, dan offset. 2. Diskon harga dan insentif : penyesuaian harga untuk pembayaran dini, pembelian volume, dan pembelian di luar musim. Metode yang digunakan adalah diskon kuantitas, diskon fungsional, dan diskon musiman. 3. Penetapan harga promosi : penyesuaian harga untuk merangsang pembelian dini. Metode yang digunakan adalah penetapan harga pemimpin kerugian, penetapan harga acara khusus, rabat tunai, pembiayaan bunga rendah, jangka waktu pembayaran lebih panjang, jaminan dan kontrak jasa, serta diskon psikologis. 4. Penetapan harga terdiferensiasi : penyesuaian harga untuk mengakomodasi perbedaan pelanggan, produk, lokasi, dan lain-lain. Metode yang digunakan adalah diskriminasi harga tingkat pertama, kedua, dan ketiga.
15
Pada diskriminasi harga tingkat ketiga, penyesuaian harga yang dilakukan adalah penetapan harga segmen pelanggan, bentuk produk, harga citra, harga saluran, harga lokasi, harga waktu, dan harga pencapaian. c) Place Mix (Bauran Distribusi) Saluran distribusi adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Keputusan-keputusan saluran distribusi termasuk di antara keputusan paling penting yang dihadapi manajemen. Saluran yang dipilih sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lainnya. Berdasarkan jumlah tingkat perantara, distribusi barang ke konsumen dapat dibedakan menjadi dua, yakni (Kotler 2005): 1. Distribusi langsung : disebut juga distribusi tingkat nol yang terdiri atas produsen yang langsung menjual kepada pelanggan akhir. 2. Distribusi tidak langsung : penyaluran barang kepada konsumen melalui perantara. Distribusi tidak langsung dapat dibedakan berdasarkan perantara yang terlibat. Contohnya distribusi tingkat satu berisi satu perantara penjualan seperti pengecer. Distribusi tingkat dua berisi dua perantara dan biasanya adalah pedagang besar dan pengcer. Distribusi tingkat tiga berisi tiga perantara yang umumnya terdiri dari pedagang besar, penyalur, dan pengecer sebagai perantara. Dalam merancang sistem saluran pemasaran, pemasar membutuhkan analisis mengenai kebutuhan konsumen, menentukan tujuan saluran, serta mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif saluran utama. Analisis kebutuhan konsumen menilai bahwa saluran pemasaran perlu mempertimbangkan ukuran pembelian, waktu tunggu dan waktu pengiriman, kenyamanan spasial, keragaman produk, serta dukungan layanan. d) Promotion Mix (Bauran Promosi) Komunikasi pemasaran adalah sarana di mana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung dan tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual. Bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) juga disebut bauran promosi (promotion mix) total sebuah perusahaan terdiri dari ramuan khusus pemasangan iklan, penjualan personal, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan alat-alat pemasaran langsung yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuantujuan pemasaran. Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari delapan model komunikasi utama, yakni (Kotler dan Keller 2009b) : 1. Iklan : semua bentuk terbayar dari presentasi nonpersonal dan promosi ide, barang, atau jasa melalui sponsor yang jelas. 2. Promosi penjualan : berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong percobaan atau pembelian produk atau jasa. 3. Acara dan pengalaman : kegiatan dan program yang disponsori perusahaan yang dirancang untuk menciptakan interaksi harian atau interaksi yang berhubungan dengan merek tertentu.
16
4. Hubungan masyarakat dan publisitas : beragam program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individunya. 5. Pemasaran langsung : penggunaan surat, telepon, faksimile, email, atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau meminta respons atau dialog dari pelanggan dan prospek tertentu. 6. Pemasaran interaktif : kegiatan dan program online yang dirancang untuk melibatkan pelanggan atau prospek dan secara langsung atau tidak langsung meningkatkan kesadaran, memperbaiki citra, atau menciptakan penjualan produk dan jasa. 7. Pemasaran dari mulut ke mulut : komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik antar masyarakat yang berhubungan dengan keunggulan atau pengalaman membeli dan menggunakan produk atau jasa. 8. Penjualan personal : interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif untuk tujuan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan pengadaan pesanan. Analytic Hierarchy Process (AHP) Proses hirarki analitik (PHA) atau yang biasa dikenal dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan teknik yang dikembangkan oleh Dr. Thomas Saaty pada tahun 1970-an, seorang profesor di Wharston School of Business. Perangkat lunak Expert Choice yang dirancang untuk membantu aplikasi AHP dibuat oleh Saaty dan Dr. Ernest Forman, profesor manajemen di George Washington University pada tahun 1983. Teknik AHP menyediakan prosedur yang sudah teruji efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan yang kompleks. Pentingnya teknik ini diaplikasikan karena mencakup penilaian secara sekaligus baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Teknik ini juga menyediakan prosedur untuk memeriksa kekonsistenan dalam penilaian sehingga mengurangi bias dalam pengambilan keputusan (Firdaus et al 2011). AHP juga dapat melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi peserta, sehingga para pemimpin mampu menilai mutu pengetahuan para pembantu mereka dan kemantapan pemecahan itu (Saaty 1991). Firdaus et al (2011) menyatakan bahwa AHP digunakan pada kondisi di mana terdapat proses pengambilan keputusan secara kompleks yang melibatkan berbagai kriteria, seperti pilihan instrumen promosi dan prioritas di antara beberapa alternatif kebijakan serta sasaran. Untuk itu, prasyarat dapat digunakannya analisis ini adalah pihak yang akan memberikan penilaian terhadap tingkat kepentingan faktor yang dianalisis harus benar-benar memahami situasi yang sedang ditelaah. Dalam memecahkan persoalan dengan metode Proses Hirarki Analitik, terdapat tiga prinsip dasar, yaitu : 1. Prinsip menyusun secara hirarki, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi elemen-elemen yang terpisah-pisah. 2. Prinsip menetapkan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
17
3. Prinsip konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. AHP menjadi penting karena AHP mengkaji analisis kualitatif dan kuantitatif, serta menyediakan pilihan alternatif dari aspek bauran pemasaran yang ada. Jadi hubungan 4P dengan AHP adalah AHP mampu memberikan prioritas dari pemilihan setiap alternatif bauran pemasaran yang ada. Prioritas akan mengarahkan pada pilihan bauran pemasaran yang dirasa penting untuk diutamakan terlebih dahulu dalam pencapaian tujuan perusahaan. Beberapa keuntungan penggunaan AHP sebagai suatu pedoman dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan adalah: 1. Memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur. 2. Memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal tak terwujud dan menetapkan prioritas. 3. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 4. Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang keunggulan setiap alternatif. 5. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuantujuan mereka. Model AHP dapat juga disebut sebagai “model analisis perbandingan setara” (paired comparison analysis model). Teknik analisis paired comparison merupakan metode yang baik untuk mengukur kepentingan relatif (relative importance) dari sejumlah alternatif solusi dan tindakan (Dermawan 2006). Teknik pengambilan keputusan ini membantu dalam menetapkan tingkat kepentingan satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya. Analisis ini memudahkan dalam menentukan keputusan dikala skala prioritas dari masalah dan solusi tidak jelas atau ketika seluruh solusi terhadap masalah memiliki kemungkinan menarik untuk dipilih. Teknik ini menyediakan kerangka untuk membandingkan setiap solusi atau tindakan terhadap alternatif solusi atau tindakan lain, dan memperlihatkan pada kita perbedaan kepentingan antara alternatif solusi.
Kerangka Pemikiran Operasional Kebun Raya Bogor merupakan salah satu organisasi pelayanan publik yang terintegrasi dengan lembaga penelitian (LIPI). Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor adalah dengan menjual barang (anggrek) dari hasil penelitian. Kegiatan penjualan ini ditujukan sebagai bentuk diseminasi hasil penelitian kepada publik. Kebun Raya Bogor mulai fokus untuk melakukan penjualan anggrek pada tahun 2011 setelah Griya Anggrek resmi dimiliki oleh Kebun Raya Bogor. Pada kenyataannya, penjualan anggrek mengalami fluktuasi berdasarkan data penjualan tahun 2012-2013 (Gambar 1). Fluktuasi ini mengarah pada penurunan volume penjualan anggrek sehingga tidak tercapainya target
18
penjualan pada tahun 2013. Permasalahan lain yang timbul adalah pengetahuan masyarakat terhadap keberadaan penjualan anggrek spesies tergolong masih sangat minim. Padahal salah satu tujuan penjualan adalah memasyarakatkan anggrek spesies yang mengandung nilai konservasi. Kedua permasalahan tersebut dapat diatasi dengan adanya strategi pemasaran yang sesuai. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan kembali strategi pemasaran anggrek spesies di Kebun Raya Bogor melalui konsep bauran pemasaran. Bauran pemasaran merupakan salah satu bagian dari pemasaran terpadu yang digunakan oleh perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya (Kotler dan Keller 2009a). Strategi pemasaran yang fokus pada bauran pemasaran akan mampu mengoptimalkan kegiatan pemasaran yang telah dilakukan sebelumnya. Pada kenyataannya, permasalahan sumber daya manusia dan bahan baku yang terbatas membuat diperlukannya prioritas dalam pengambilan keputusan untuk bauran pemasaran. Dalam menentukan prioritas bauran pemasaran, digunakan suatu metode pengambilan keputusan yaitu dengan menggunakan metode Proses Hirarki Analitik (PHA). Metode ini memudahkan proses pemilihan alternatif bauran pemasaran yang akan mendatangkan manfaat bagi organisasi. Selain itu sebagai bahan pertimbangan, maka penilaian oleh konsumen perlu diikutsertakan dalam analisis sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi bagi organisasi. Suatu strategi pemasaran yang baik dan tepat harus mencakup semua unsur bauran pemasaran dan terlebih dahulu disesuaikan dengan karakteristik dan tujuan organisasi. Menurut Singh (2012) bauran pemasaran menawarkan kombinasi yang optimal untuk mencapai tujuan organisasi. Penelitian fokus pada pemasaran produk (anggrek) sehingga bauran pemasaran yang dipilih adalah 4P. Konsep bauran pemasaran 4P terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi. Setelah permasalahan diuraikan, maka selanjutnya dilakukan analisis terhadap masingmasing bauran pemasaran untuk mengetahui sudah sejauh mana kegiatan pemasaran telah dilakukan oleh Kebun Raya Bogor. Masing-masing bauran memiliki strategi operasional atau taktik yang berbeda-beda yang selanjutnya disebut sub bauran pemasaran. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan teori bauran pemasaran pada literatur dengan kondisi yang diterapkan di lapangan. Setelah dilakukan evaluasi, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis penilaian konsumen secara deskriptif. Kemudian dilakukan perhitungan terhadap prioritas bauran pemasaran melalui teknik AHP. Perhitungan AHP akan menghasilkan dua pengolahan yakni vertikal dan horizontal. Hasil penilaian konsumen akan menjadi tambahan informasi dan pertimbangan pada pengolahan vertikal AHP. Pada akhirnya pengolahan vertikal akan menghasilkan prioritas keseluruhan terhadap bauran pemasaran. Hasil dari prioritas dan penilaian konsumen akan menjadi rekomendasi bagi Kebun Raya Bogor dalam memasarkan anggreknya. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
19
1. 2. 3. 4.
Analisis permasalahan: Fluktuasi penjualan anggrek spesies Tidak tercapainya target penjualan Kurangnya sosialisasi keberadaan produk Keterbatasan sumber daya manusia dan bahan baku
Analisis kegiatan pemasaran anggrek spesies dengan bauran pemasaran
Produk
Harga
Tempat
Promosi
Analisis penilaian konsumen terhadap bauran pemasaran
Analisis pemilihan prioritas bauran pemasaran anggrek spesies
Analisis Deskriptif
Proses Hirarki Analitik
Rekomendasi bauran pemasaran
Gambar 3 Bagan kerangka pemikiran operasional prioritas strategi bauran pemasaran tanaman anggrek spesies di Kebun Raya Bogor
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Raya Bogor pada bulan Januari hingga Maret 2014. Kebun Raya Bogor terletak di Jalan Juanda No. 13 Bogor. Kebun Raya Bogor merupakan salah satu tempat yang potensial dalam menjual anggrek. Kebun Raya Bogor memiliki sarana dan prasarana serta sumber daya yang lebih menunjang dibandingkan tempat penjualan anggrek lainnya. Beberapa sarana dan prasarana yang dimiliki antara lain Griya Anggrek, laboratorium kultur jaringan, Orchidarium, dan tempat pembibitan. Kegiatan penjualan anggrek telah dilakukan di Griya Anggrek sejak tahun 2002 oleh Yayasan Kebun Raya Indonesia.
20
Kemudian pada tahun 2011, Griya Anggrek resmi dikelola oleh Kebun Raya Bogor.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara kepada pihak internal dan eksternal organisasi. Wawancara dilakukan kepada pihak Kebun Raya Bogor mengenai kepengurusan organisasi, keadaan Griya Anggrek dan elemen yang dibutuhkan untuk analisis bauran pemasaran. Sumber informasi untuk keperluan analisis pemasaran diperoleh dari kepala pengawas laboratorium kultur jaringan dan supervisor outlet. Wawancara lainnya dilakukan kepada pihak eksternal yakni pembeli untuk memberi penilaian terhadap kegiatan pemasaran yang telah dilakukan Kebun Raya Bogor. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer atau data yang didapat dari literatur dan instansi terkait. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain mengenai data penjualan anggrek spesies di Griya Anggrek, penelitian bauran pemasaran, potensi anggrek, dan perkembangan (tren) konsumsi tanaman hias. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dari dari beberapa instansi seperti Dinas Pertanian Kota Bogor, BPS, Kebun Raya Bogor, internet, dan studi literatur.
Metode Pengumpulan Data Metode pengambilan sampel dari pihak internal dilakukan dengan metode purposive sampling (sengaja) dengan mempertimbangkan bahwa responden merupakan pihak yang benar-benar mengetahui kondisi pemasaran anggrek koleksi Kebun Raya Bogor. Hal ini karena metode AHP membutuhkan pihak yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut dan mengetahui dengan benar situasi yang sedang ditelaah. Pertama, wawancara dan observasi dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan tujuan, bauran, dan sub bauran pemasaran. Setelah itu, dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang dipilih. Responden berjumlah tiga orang yakni Ibu Suprih, Ibu Mery, dan Ibu Yupi Isnaini, S.Si, M.Si. Masing-masing responden memegang jabatan dan tugas yang berbeda-beda di PKT Kebun Raya Bogor-LIPI. Ibu Suprih merupakan teknisi laboratorium yang ditugaskan untuk menjadi supervisor Griya Anggrek pada tahun 2011. Ibu Suprih telah bekerja selama 31 tahun dan berpengalaman dalam menangani budidaya anggrek. Sebagai seorang supervisor, Ibu Suprih bertugas untuk melakukan pricing, mengoordinir penjualan, dan pemasaran anggrek di Griya Anggrek. Ibu Mery adalah pranata humas yang berpengalaman dalam mengawasi penjualan produk Kebun Raya Bogor dan telah bekerja selama 26 tahun. Responden ketiga bernama Ibu Yupi Isnaini, S.Si, M.Si yang merupakan peneliti sekaligus kepala pengawas laboratorium kultur jaringan. Ibu Yupi telah bekerja selama 8 tahun dan berpengalaman dalam bidang kultur jaringan.
21
Ketiga responden yang terpilih merupakan pihak internal Kebun Raya Bogor yang sudah berpengalaman dalam kegiatan pemasaran dan memahami situasi penjualan anggrek spesies. Penyusunan kuesioner dilakukan dengan mengacu pada elemen-elemen yang menentukan prioritas bauran pemasaran. Kuesioner berisi tentang perbandingan tingkat kepentingan antara satu elemen dengan elemen lain. Setelah kuesioner disusun maka akan dilakukan briefing (penjelasan) terlebih dahulu kepada responden terpilih. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi bias baik pada saat pengisian kuesioner maupun hasil pengolahan data. Pada briefing akan dijelaskan penggunaan metode AHP dalam penelitian dan tata cara pengisian kuesioner mulai dari penjelasan setiap elemen yang terdapat pada kuesioner hingga menjelaskan nilai skala banding sebagai pembobot dalam kuesioner. Setelah briefing maka tahap selanjutnya adalah pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan tidak menunda untuk menghindari ketidakkonsistenan jawaban. Metode pengambilan sampel dari pihak eksternal (pembeli) dilakukan dengan metode convinience sampling. Siagian dan Sugiarto (2006) menjelaskan convinience sampling adalah metode pengambilan sampel berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Sampel diambil atau terpilih karena berada di tempat dan waktu yang tepat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner terhadap responden yang sedang melakukan pembelian anggrek di Griya Anggrek. Dalam pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden untuk menjaga jika ada pertanyaan yang muncul selama pengisian. Jumlah sampel yang terpilih sebagai responden penilaian bauran pemasaran sebanyak 35 responden. Jumlah ini telah memenuhi syarat sampel terdistribusi normal dalam statistik yakni 30 sampel dan dinilai telah mampu mewakili pendapat pembeli angggrek spesies di Griya Anggrek.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menentukan dan mengevaluasi kegiatan pemasaran melalui pendekatan bauran pemasaran 4P (produk, harga, promosi, distribusi). Selain itu, analisis deskriptif digunakan dalam menentukan karakteristik responden dan penilaian terhadap komponen bauran pemasaran anggrek spesies di Kebun Raya Bogor. Karakteristik responden yang dianalisis meliputi asal daerah, jenis kelamin, usia, pekerjaan, status, pendidikan, dan pendapatan. Analisis deskriptif juga digunakan untuk mendapatkan penilaian konsumen terhadap atribut bauran pemasaran. Tingkat penilaian terdiri dari „sangat setuju‟, „setuju‟, „tidak setuju‟, dan „sangat tidak setuju‟. Informasi tambahan lain yang juga dianalisis adalah sumber informasi, motif, dan tujuan pembelian. Data yang diperoleh akan diolah menggunakan tabulasi deskriptif. Karakteristik dan penilaian konsumen akan dikelompokkan berdasarkan jawaban kemudian dipresentasekan. Hasil dari penilaian konsumen ini akan menjadi tambahan informasi untuk dikaitkan pada pengolahan vertikal pada AHP. Pada akhirnya kedua pengolahan dan analisis akan menjadi rekomendasi bagi Kebun Raya Bogor dalam kegiatan pemasarannya.
22
Analytic Hierarchy Process (AHP) Setelah hasil kuesioner diperoleh dari responden yang telah ditentukan maka data akan diolah menggunakan program Expert Choice 2011 dan Microsoft Excel 2010. Terdapat delapan langkah kerja utama Analytic Hierarchy Process (AHP) menurut Saaty (1991), yaitu: 1. Mendefinisikan permasalahan dan merinci pemecahan permasalahan. Pada langkah ini, penyelesaian permasalahan disusun menjadi beberapa bagian pokok dan penyusunnya secara hirarkis. Untuk itu diperlukan rincian dan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang dihadapi. Selain itu, analisis ini membutuhkan informasi dan pertimbangan dari beberapa pihak ahli untuk menyusunnya. 2. Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Dalam merancang suatu keputusan, suatu hirarki dapat terdiri dari tujuan hingga berbagai alternatif pada tingkat yang berbeda. Tingkat puncak terdiri dari satu elemen yang sifatnya luas dan menjadi fokus yang akan dicapai. Sedangkan tingkat-tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang sifatnya homogen. Elemen-elemen yang tidak membutuhkan perhatian langsung dapat diletakkan pada tingkat hirarki yang lebih tinggi, sementara elemen yang penting bagi masalah dapat dianalisis lebih mendalam dan spesifik pada tingkat hirarki di bawahnya. Contoh hirarki dapat dilihat pada Gambar 4. Tingkat 1. Fokus
G
Tingkat 2. Faktor
F1
F2
...
…
Fn
Tingkat 3. Pelaku
A1
A2
…
…
An
Tingkat 4. Tujuan
O1
O2
…
…
On
Tingkat 5. Skenario
S1
S2
…
…
Sn
Gambar 4 Abstraksi sistem hirarki keputusan (Saaty 1991) Pada penelitian ini, hirarki terdiri dari empat tingkat yakni fokus (goal), tujuan, bauran, dan sub bauran. Tingkat satu merupakan fokus penelitian untuk mendapatkan bauran pemasaran yang menjadi prioritas. Tingkat dua berisi tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi dalam kegiatan pemasaran anggrek. Tingkat tiga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan pemasaran berupa bauran pemasaran 4P (produk, harga, promosi,
23
distribusi). Tingkat empat merupakan alternatif masing-masing bauran pemasaran yang selanjutnya disebut sebagai sub bauran. 3. Menyusun matriks banding berpasangan dari setiap tingkat dalam hirarki. Matriks dibuat dengan membandingkan elemen-elemen pada satu tingkat yang sama berdasarkan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Matriks banding berpasangan ini akan menunjukkan pengaruh dari setiap elemen atas kriteria yang berada setingkat di atasnya. Proses perbandingan berpasangan dimulai dari fokus (G) sebagai pembanding utama atau dasar. Kemudian pada tingkat tepat di bawahnya, dilakukan perbandingan antara tingkat kedua (F1, F2, F3,..., Fn) terhadap fokus (G) yang berada di puncak hirarki. 4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan peringkat matriks di langkah tiga. Pada langkah ini dilakukan perbandingan setiap elemen pada baris ke-i dengan elemen pada kolom ke-j terhadap fokus (G). Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan bilangan untuk menggambarkan tingkat kepentingan relatif suatu elemen terhadap elemen lainnya berdasarkan suatu kriteria di tingkat hirarki yang lebih tinggi. Tabel 2 menjelaskan mengenai nilai skala banding berpasangan. Tabel 2 Nilai skala banding berpasangana Intensitas Pentingnya 1 3
5
7
9
2,4,6,8 Kebalikan a
Definisi Kedua elemen sama pentingnya
Penjelasan
Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan pertimbangan penting dari pada elemen yang lain dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya Elemen yang satu sangat penting Pengalaman dan pertimbangan dari pada elemen yang lain dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya Satu elemen jelas lebih penting dari Satu elemen dengan kuat pada eleman yang lain disokong dan dominan telah terlihat dalam praktek Satu elemen mutlak lebih penting Bukti yang menyokong elemen dari pada elemen lainnya yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai-nilai antara di antara dua Kompromi diperlukan diantara pertimbangan yang berdekatan dua pertimbangan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya dengan i
Sumber: Saaty 1991.
24
5. Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama, penentuan prioritas dan pengujian konsistensi. Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi mendominasi atau mempengaruhi fokus (G) dibandingkan dengan Fj. Sedangkan bila Fi kurang mendominasi atau mempengaruhi fokus (G) dibandingkan dengan Fj, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks dibawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Untuk langkah 6 hingga 8 dapat diolah dengan menggunakan software Expert Choice 2011 dan Microsoft Excel 2010. 6. Melaksanakan langkah 3,4 dan 5 untuk semua tingkat dan elemen dalam hirarki tersebut. Perbandingan dilakukan untuk semua elemen di setiap tingkatan dalam matriks, berkaitan dengan kriteria elemen di atasnya. Terdapat dua jenis matriks perbandingan dalam AHP yaitu a. Matriks Pendapat Individu (MPI) adalah matriks hasil perbandingan yang dilakukan oleh individu. Matriks ini memiliki elemen yang disimbolkan dengan a ij yaitu elemen pada matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Nilai-nilai dalam MPI dapat diubah-ubah oleh individu hingga memperoleh hasil yang memuaskan, namun jika terdapat nilai MPI yang tidak memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi maka MPI tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam matriks. Tabel 3 Matriks Perdapat Individu (MPI)a A A1 A2 A3 ... An a
A1 a11 a21 a31 ... an1
A2 a12 a22 a32 ... an2
A3 a13 a23 a33 ... an3
... ... ... ... ... ...
An a1n a2n a3n ... ann
Sumber: Saaty 1991
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) adalah matriks baru dengan elemen yang disimbolkan dengan gij yang berasal dari rata-rata geometri pendapat-pendapat individu dengan rasio inkonsistensi lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI satu dengan lainnya tidak terjadi konflik.
25
Tabel 4 Matriks Pendapat Gabungan (MPG)a G G1 G2 G3 ... Gn a
G1 g11 g21 g31 ... gn1
G2 g12 g22 g32 ... gn2
G3 g13 g23 g33 ... gn3
... ... ... ... ... ...
Gn g1n g2n g3n ... gnn
Sumber: Saaty 1991
7. Menyintesis prioritas untuk melakukan pembobotan prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarkis untuk membobotkan vektorvektor prioritas tersebut dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya. Ada dua tahap didalam melakukan pembobotan, yaitu pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah dan memenuhi persyaratan inkonsistensi. a. Pengolahan horizontal bertujuan untuk melihat prioritas suatu elemen terhadap tingkat yang berada pada satu tingkat di atas elemen tersebut. Tahapan ini terdiri atas penentuan vektor prioritas (rasio Vektor Eigen), uji konsistensi, dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi. b. Pengolahan vertikal dilakukan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat keputusan hirarki tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Prioritas-prioritas yang diperoleh dalam pengolahan horizontal sebelumnya disebut prioritas lokal, karena hanya berkaitan dengan sebuah kriteria pembanding, yang merupakan elemen-elemen tingkat atasnya. 8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hirarki harus 10 persen atau kurang. Jika tidak, mutu informasi itu harus diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang pada kuesioner. Langkah satu hingga lima diperoleh dari hasil wawancara dengan responden terpilih dari pihak internal Kebun Raya Bogor. Sedangkan langkah selanjutnya diolah dengan menggunakan software Expert Choice 2011 dan Microsoft Excel 2010. Diagram alir AHP dapat dilihat pada Gambar 5.
26
Mulai
Input Penilaian Perbandingan setiap Elemen
1. 2. 3. 4. 5.
Pengolahan Horizontal Perkalian elemen Perhitungan vektor prioritas Perhitungan nilai eigen Perhitungan indeks konsistensi Perhitungan rasio konsistenasi
CI:CR
TIDAK Revisi CI:CR YA Penyusunan Matriks Gabungan Ket: CI : Consistency Index CR: Consistency Ratio
Perhitungan Vektor Prioritas Gabungan
Pengolahan Vertikal
Perhitungan Vektor Prioritas
Output Kriteria dan Alternatif
Selesai
Gambar 5 Diagram alir AHP
27
GAMBARAN UMUM KEBUN RAYA BOGOR Sejarah Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor didirikan tanggal 18 Mei 1817 oleh Dr. C. G. C. Reinwardt, adalah salah satu lembaga ilmiah tertua di Indonesia dan dikenal luas karena latar belakang sejarahnya terutama dalam pengembangan tanaman introduksi yang bernilai ekonomi tinggi. Bermula dari Kebun Raya ini, perkebunan-perkebunan besar di Indonesia termasuk di antaranya perkebunan kelapa sawit, karet, kina, dan teh dikembangkan. Komoditas-komoditas tersebut menjadi andalan Pemerintah Hindia Belanda saat itu, dan terus berlanjut hingga masa kemerdekaan saat ini. Pada perkembangannya, Kebun Raya Bogor menjadi wadah bagi berbagai institusi penelitian di Indonesia, termasuk pusat-pusat penelitian yang saat ini berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Seiring dengan menguatnya isu global mengenai konservasi sumber daya hayati, Kebun Raya Bogor semakin dikenal karena berbagai aktivitas konservasi yang dilakukannya. Eksistensi Kebun Raya Bogor semakin menjadi penting di mata dunia terutama karena keragaman koleksi tumbuhan tropikanya yang merupakan salah satu terlengkap di dunia. Sejak tahun 2001 Kebun Raya Bogor yang semula berstatus sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor LIPI (Eselon III), berdasar Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia No. 1151/M/2001 dikukuhkan menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor LIPI (Eselon II) yang berada di bawah koordinasi kedeputian Bidang Ilmu pengetahuan Hayati-LIPI, dan tentunya memiliki cakupan tugas yang lebih luas. Sedangkan Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya „Eka Karya” Bali masing-masing berstatus sebagai UPT Balai Konservasi Tumbuhan (Eselon III) di bawah koordinasi PKT Kebun Raya Bogor-LIPI. Visi dan Misi PKT Kebun Raya Bogor Visi Kebun Raya Bogor adalah “Menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi tumbuhan, penelitian, pelayanan pendidikan lingkungan, dan pariwisata.” Sedangkan visi dalam jangka pendek adalah “Menjadi pusat keunggulan di bidang konservasi dan domestikasi tumbuhan Indonesia.” Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, PKT Kebun Raya Bogor-LIPI menetapkan misinya sebagai berikut: 1. Memperkuat bobot ilmiah di dalam pengelolaan koleksinya. 2. Mengembangkan model pengelolaan tumbuhan secara ex-situ dalam bentuk kebun raya. 3. Meningkatkan mutu penelitian di bidang konservasi, domestikasi, dan reintroduksi tumbuhan Indonesia. 4. Meningkatkan mutu pelayanan publik, termasuk mutu pendidikan lingkungan dan penyediaan informasi ilmiah. 5. Memperkuat jaringan kerjasama dengan para pemangku kepentingan, baik dari dalam maupun luar negeri. 6. Memperkuat manajemen kelembagaan.
28
7. Membangun dan mengembangkan sarana prasarana yang dibutuhkan, khususnya sarana prasarana yang menunjang pelayanan publik dan penelitian. Tujuan dan Sasaran Tujuan strategis PKT Kebun Raya Bogor-LIPI merupakan penjabaran dari visi dan misinya pada tataran yang lebih implementatif. Tujuan strategis ditetapkan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki lembaga, baik sumber daya manusia, anggaran maupun sarana dan prasarana, diantaranya: 1. Meingkatkan kualitas dan kuantitas koleksi tumbuhan, sebagai koleksi rujukan yang bernilai ilmiah. 2. Memfasilitasi pengembangan kawasan konservasi ex-situ dalam bentuk kebun raya daerah. 3. Memperkuat kompetensi inti di bidang penelitian konservasi, domestikasi, dan reintroduksi, melalui aksi-aksi konservasi dan penyiapan bahan-bahan hasil penelitian untuk digunakan dalam perumusan kebijakan yang terkait dengan bidang konservasi, pengembangan tumbuhan-tumbuhan yang berpotensi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan, maupun pemulihan jenis-jenis tumbuhan terancam kepunahan dan atau kawasan terdegradasi. 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kegiatan pendidikan lingkungan, serta penyediaan informasi ilmiah tentang perkebunrayaan dan konservasi tumbuhan. 5. Meningkatkan kepuasan pelanggan. 6. Memperkuat peran dan eksistensi PKT Kebun Raya Bogor-LIPI di level nasional maupun internasional. 7. Mewujudkan tata kelola organisasi yang baik. 8. Meningkatkan daya dukung sarana dan prasarana, khususnya dalam peningkatan mutu pelayanan publik dan penelitian. Sasaran: 1 Terpeliharanya kebun dan terkelolanya tanaman koleksi sesuai kaidahkaidah perkebunrayaan. 2 Bertambahnya jumlah koleksi (terutama koleksi baru, rekaman baru maupun jenis baru) serta semakin meningkatnya mutu koleksi (datanya lengkap dan akurat, demikian pula dengan informasi yang terkait dengan karakter biologisnya). 3 Bertambah dan berkembangnya kawasan-kawasan konservasi ex-situ dalam bentuk kebun raya daerah. 4 Terlaksananya aksi-aksi konservasi baik jenis maupun kawasan. 5 Tersedianya bahan untuk perumusan kebijakan di bidang konservasi. 6 Terseleksinya jenis-jenis tumbuhan berpotensi untuk pengembangan lebih lanjut. 7 Terpulihkannya jenis-jenis tumbuhan terancam kepunahan dan kawasankawasan terdegradasi. 8 Tersedianya paket-paket pendidikan lingkungan dan paket-paket informasi ilmiah di bidang perkebunrayaan dan konservasi, untuk peningkatan kesadaran masyarakat.
29
9 Terpenuhinya harapan dan kebutuhan pengguna, sehingga kepuasannya meningkat. 10 Semakin kukuhnya peran dan eksistensi PKT Kebun Raya Bogor-LIPI di level nasional maupun internasional. 11 Terwujudnya tata kelola organisasi yang baik. 12 Terpenuhinya daya dukung sarana dan prasarana secara optimal, khususnya dalam peningkatan mutu pelayanan publik dan penelitian. Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI tahun 2012 (per Desember 2012) sebanyak 398 orang yang terdiri dari 278 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 120 Pegawai Tidak Tetap (PTT). Komposisi Pegawai Negeri Sipil di Kebun Raya terbagi atas jabatan struktural dan fungsional (tertentu dan umum). Jabatan fungsional tertentu terdiri atas peneliti, teknisi litkayasa, perencana, analisis kepegawaian, arsiparis, pustakawan, pranata humas, pranata komputer. Sedangkan jabatan fungsional umum terdiri dari kandidat peneliti, administrasi, dan teknisi. Jabatan dengan jumlah sumber daya terbanyak adalah teknisi dengan jumlah 137 orang yang diikuti dengan peneliti sebanyak 37 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah lulusan SLTA menempati urutan pertama sebanyak 200 karyawan dan diikuti dengan lulusan S1 sebanyak 72 karyawan. Sarana dan Prasarana Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor memiliki bangunanbangunan bersejarah diantaranya Laboratorium Treub, Herbarium, Guest House Nusa Indah, Griya Anggrek, dan Monumen Laddy Raffles. Disamping itu aset intangible penting lainnya adalah koleksi tumbuhannya termasuk di dalamnya adalah jens-jenis tumbuhan langka Indonesia dan endemik. Griya Anggrek (Orchid House/Rumah Anggrek) Griya Anggrek merupakan bentuk apesiasi Megawati Soekarnoputri terhadap flora Indonesia. Bersama Yayasan Kebun Raya Indonesia dan Kebun Raya Bogor, Griya Anggrek dibangun pada tahun 2002 untuk menunjukkan kepada para pengunjung akan kekayaan anggrek Indonesia. Setelah pindah kepemilikan pada tahun 2011, Griya Anggrek berada di bawah Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi di Kebun Raya Bogor. Letak Griya Anggrek sekitar 1,5 KM dari pintu masuk utama dengan jam operasional mulai dari pukul 07.30-15.30 setiap harinya kecuali jumat hingga pukul 16.00. Sumber daya manusia yang bekerja di Griya Anggrek terdiri dari 2 orang PNS dan 6 orang PTT. Satu PNS sebagai supervisor bernama Ibu Suprih, sedangkan satu PNS lain sebagai pengawas taman bernama Ibu Sri. Enam orang PTT bertugas setiap harinya merawat anggrek dan taman serta secara bergantian menjaga kasir. Tujuan Griya Anggrek Kebun Raya Bogor adalah : 1. Melakukan kerjasama dengan badan konservasi lain baik pemerintah dan swasta dalam konservasi anggrek alam.
30
2. Mengumpulkan dan menyimpan database anggrek alam Indonesia dengan hasil penelitian dan eksplorasi. 3. Meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap anggrek alam melalui edukasi dan displai. 4. Sebagai wadah bagi pecinta anggrek yang tertarik dalam konservasi anggrek alam. Selain menjual anggrek spesies dalam bentuk botolan, Griya Anggrek pun menyediakan rumah kaca sebagai bentuk displai anggrek spesies di alam. Dengan adanya rumah kaca tersebut, maka pengunjung dapat memperoleh gambaran mengenai anggrek spesies yang sudah besar. Griya Anggrek menjadi icon tersendiri bagi KRB sebagai tempat menjual anggrek yang didukung dengan layout taman koleksi untuk menarik perhatian pengunjung. Griya Anggrek telah mengalami renovasi pada tahun 2012 untuk menunjang sarana dan prasarana gedung. Renovasi dilakukan untuk menambah beberapa atribut informasi dan pelayanan. Renovasi yang dilakukan meliputi pemberian poster anggrek dan pada tahun 2013 Griya Anggrek memiliki fasilitas informasi digital mengenai anggrek. Lokasi Griya Anggrek berdekatan dengan laboratorium kultur jaringan sehingga membuat distribusi anggrek botolan semakin mudah. Pengunjung pun dapat melihat satu kawasan anggrek mulai dari Griya Anggrek, laboratorium kultur jaringan, tempat pembibitan, dan Orchidarium. Laboratorium Kultur Jaringan Laboratorium kultur jaringan Kebun Raya Bogor berada di bawah Sub Bidang Pemeliharaan Koleksi yang dipimpin oleh seorang pengawas dengan 3 orang staf PNS dan 1 orang honorer (PTT). Ruang lingkup kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh unit ini meliputi kegiatan di laboratorium dan di rumah kaca atau paranet. Kegiatan di laboratorium meliputi: 1. Pembuatan larutan stok untuk media kultur. 2. Pembuatan media kultur. 3. Sterilisisasi eksplant. 4. Subkultur atau transplant. 5. Penyortiran dan penanganan kultur kontaminasi atau mati. 6. Pelabelan dan pengiriman produk kultur. 7. Reinventarisasi stok kultur. 8. Pemeliharaan kebersihan ruangan dan alat-alat pendukung kegiatan laboratorium. Sedangkan kegiatan di rumah kaca atau paranet meliputi kegiatan: 1. Aklimatisasi planlet hasil perbanyakan dengan kultur jaringan. 2. Pemeliharaan tanaman hasil aklimatisasi (penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit). 3. Penggantian media tanam. 4. Penyortiran dan pendataan tanaman sakit atau mati. 5. Packing dan pelabelan produk hasil aklimatisasi. 6. Pemeliharaan kebersihan rumah kaca dan sekitarnya. Komoditi yang ditangani secara rutin di Laboratorium kultur jaringan Kebun Raya Bogor terdiri dari 3 jenis, yaitu anggrek (Orchidaceae), kantong semar
31
(Nepenthaceae), dan talas-talasan (Araceae). Anggrek spesies termasuk komoditi yang paling banyak jumlahnya di laboratorium saat ini karena telah dikaji dan dikembangkan sejak awal berdirinya laboratorium. Alur kegiatan perbanyakan in vitro anggrek berawal dari penyerbukan bunga untuk mendapatkan buah yang dilakukan oleh unit pemeliharaan koleksi anggrek. Buah yang sudah dianggap cukup matang dipanen dan dibawa ke laboratoium untuk disemai secara in vitro. Biji yang berkecambah membentuk protocorm selanjutnya disubkultur untuk pengembangan, pembesaran dan seterusnya sampai siap untuk diaklimatisasi di rumah kaca. Selain dari indukan yang ada di unit pemeliharaan koleksi anggrek Kebun Raya Bogor, biji anggrek yang dikultur di laboratorium dapat berasal dari hasil eksplorasi, sumbangan pegawai atau masyarakat yang memiliki koleksi buah anggrek.
IDENTIFIKASI BAURAN PEMASARAN ANGGREK SPESIES KEBUN RAYA BOGOR Kegiatan pemasaran anggrek spesies di Kebun Raya Bogor selama ini belum dirumuskan melalui konsep bauran pemasaran 4P (product, price, promotion, place). Kegiatan pemasaran hanya dilakukan secara sederhana pada produk dan outlet. Promosi belum dirancang secara matang karena adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam pelaksanaannya. Selain itu, harga sudah ditentukan oleh peraturan pemerintah sehingga tidak banyak bentuk penetapan harga yang dapat dilakukan. Setelah dianalisis secara mendalam melalui observasi lapang dan wawancara, maka diperoleh perumusan bauran pemasaran 4P anggrek spesies di Kebun Raya Bogor. Masing-masing bauran pemasaran memiliki strategi operasional atau taktik yang berbeda-beda dan selanjutnya disebut sub bauran pemasaran. Bauran dan sub bauran pemasaran yang dirumuskan telah disesuaikan dengan sifat organisasi Kebun Raya Bogor sendiri sehingga terdapat beberapa perbedaan dengan unit bisnis pada umumnya yang bersifat swasta atau privat. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing bauran pemasaran. Produk (Product) Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Kotler dan Keller (2009b) menjelaskan bahwa beberapa keputusan dapat dibuat dalam perencanaan suatu produk seperti diferensiasi, bauran produk, merek dagang (brand), cara pembungkusan atau kemasan produk (product packaging), dan pelayanan (services) yang diberikan. Kebun Raya Bogor telah menerapkan beberapa keputusan dalam merancang anggrek spesies diantaranya bauran produk, diferensiasi produk, dan pengemasan. Merek dagang belum dimiliki oleh produk dan pelayanan berupa jaminan produk dimasukkan dalam keputusan kualitas dan kemasan. Keputusan dalam diferensiasi produk meliputi bentuk, fitur, penyesuaian, kualitas, ketahanan, kemudahan perbaikan, gaya, dan desain. Dari keseluruhan keputusan diferensiasi, bentuk dan kualitas menjadi sub bauran yang
32
dijelaskan. Variabel lain yang tidak dijelaskan sifatnya dapat dimasukkan pada sub bauran produk yang lain atau tidak diterapkan di Kebun Raya Bogor. Contohnya desain dimasukkan dalam sub bauran kemasan dan kemudahan perbaikan tidak diterapkan karena sifat produk tanaman hias yang tidak dapat diperbaiki jika mengalami malfungsi atau gagal. Bauran produk atau pilihan produk adalah kumpulan semua produk dan barang yang ditawarkan untuk dijual dan terdiri dari berbagai lini produk. Konsep bauran produk terdiri dari panjang, lebar, kedalaman, dan konsistensi. Karena fokus penelitian hanya pada satu lini produk, maka kedalaman menjadi indikator yang dijelaskan. Kedalaman mengacu kepada banyaknya variasi yang ditawarkan dalam produk yang selanjutnya disebut jenis (spesies). Variasi ini jumlahnya berbeda-beda sehingga kuantitas menjadi sub bauran lain yang dipertimbangkan. Pengemasan adalah semua kegiatan merancang dan memproduksi wadah untuk sebuah produk. Kemasan menjadi sub bauran produk yang dijelaskan dan termasuk di dalamnya proses pelabelan. Untuk itu, sub bauran yang termasuk dalam strategi produk adalah kualitas, kuantitas, ukuran, kemasan, dan jenis (spesies). Kualitas Kebun Raya Bogor menjaga dan mengontrol kualitas setiap anggrek spesies yang dihasilkan melalui perbanyakan in vitro. Tujuannya untuk memberikan kepuasan bagi pembeli dan pelanggan. Hal ini dapat dilihat melalui kegiatankegiatan yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan, tempat pembibitan, dan taman koleksi Griya Anggrek. Kegiatan yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan dalam menjaga kualitas adalah sterilisasi eksplan, penyortiran, dan penanganan kultur kontaminasi atau mati. Sedangkan kegiatan yang dilakukan di taman koleksi dan tempat pembibitan adalah pemeliharaan tanaman hasil aklimatisasi (penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit), penggantian media tanam, dan pemeliharaan kebersihan rumah kaca serta sekitarnya. Pemupukan rutin dilakukan pada hari Kamis, sedangkan pengendalian hama dan penyakit serentak dilakukan pada hari Selasa. Hama yang sering menyerang anggrek non-botolan adalah kumbang gajah, keong, dan jamur. Kualitas anggrek botol yang dijual dapat dilihat dari postur bibit, kondisi akar, jumlah daun mati, dan kontaminasi (bakteri atau jamur). Petugas Griya Anggrek selalu melakukan pengecekan kualitas terhadap setiap anggrek botol yang dijual secara rutin. Pada umumnya pengecekan dilakukan ketika anggrek akan disimpan pada rak displai. Jika terjadi kontaminasi maka akan dikembalikan ke laboratorium untuk dimusnahkan, sedangkan jika terdapat daun mati maka akan dipindahkan ke pembibitan untuk diaklimatisasi bagian yang masih bisa ditanam. Setelah itu, dapat pula dijual kembali dengan kemasan yang lebih menarik seperti di tabung. Untuk anggrek non-botol, kualitas tanaman dapat dilihat dari kondisi daun, batang, dan akar. Kuantitas Jumlah anggrek yang didistribusi dari laboratorium jumlahnya berbeda-beda setiap waktu. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah anggrek yang didisplai
33
terutama untuk anggrek botol. Jumlah ini berbeda tergantung dari ketersedian biji anggrek di lapangan dan jumlah pembeli dari masing-masing anggrek. Setiap satu tahun sekali, kepala pengawas laboratorium membuat laporan akhir tahun sebagai bahan evaluasi kinerja. Salah satu bahasan laporan ini adalah data jumlah penjualan anggrek dari masing-masing spesies. Data ini akan dijadikan acuan bagi laboratorium untuk lebih banyak memproduksi dan mendistribusi anggrek dengan pembeli terbanyak. Pengontrolan kuantitas mulai dilakukan pada tahun 2011 semenjak kepala pengawas laboratorium melihat terdapat kecenderungan pembelian yang tinggi untuk jenis-jenis tertentu. Jenis-jenis anggrek seperti Vandopsis lissochiolides, Phalaenopsis amabilis, Paraphalaenopsis labukensis, Paraphalaenopsis laycockii, Vanda tricolor, dan Coelogyne pandurata diusahakan dapat diproduksi lebih banyak setiap tahunnya. Hal ini karena jenisjenis tersebut umumnya paling banyak dibeli dan tetap menjadi tren dari tahuntahun sebelumnya. Ukuran Kebun Raya Bogor menjual anggrek spesies dalam tiga ukuran yakni berbentuk planlet (bibit), remaja, dan dewasa. Anggrek spesies botolan yang masih berbentuk bibit diperoleh dari hasil perbanyakan dengan kultur jaringan. Sedangkan anggrek remaja dan dewasa merupakan anggrek hasil aklimatisasi yang diperoleh dari bagian pembibitan. Selain itu, jika terdapat anggrek yang tidak memenuhi kualifikasi dan sudah harus dikeluarkan dari botol maka akan dipindahkan ke bagian pembibitan untuk dibesarkan. Masa tunggu anggrek dari ukuran planlet hingga remaja membutuhkan waktu yang berbeda-beda tergantung jenis anggrek. Namun pada umumnya, anggrek ukuran planlet membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 5 tahun untuk mencapai ukuran remaja. Ukuran planlet lebih banyak diminati dibandingkan ukuran remaja atau dewasa karena kemudahan untuk membawa khususnya bagi pembeli yang berasal dari luar kota Bogor. Kemasan (Packaging) Dalam menjual anggrek spesies, Kebun Raya Bogor menjual dalam tiga kemasan yakni dalam botol, tabung, dan pot. Anggrek yang dijual dalam botol masih berupa bibit hasil kultur jaringan. Sedangkan untuk anggrek yang sudah besar dan berbunga dijual dalam pot atau dapat pula ditempel di pakis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kepala laboratorium, terdapat kecenderungan bahwa anggrek dalam kemasan botol jauh lebih diminati dibandingkan kemasan pot. Hal ini dikarenakan kemudahan dalam membawa produk karena pembeli pada umumnya adalah wisatawan asing. Selain itu, wisatawan domestik yang ingin membeli dalam kemasan pot atau pakis pun harus membawa kendaraan untuk menjaga agar tanaman tidak rusak. Untuk kemasan tabung, jumlahnya tidak terlalu banyak karena masih dalam proses uji coba dan untuk sementara, anggrek spesies yang dijual dalam tabung hanya untuk jenis Vandopsis lissochiolides. Hal ini karena jenis anggrek tersebut memiliki struktur yang kuat dan mampu untuk bertahan dalam pot tabung. Kemasan tabung ini diperkenalkan saat kunjungan PWAT unit Geomin di Bogor pada bulan Februari 2014. Ke depannya jika kemasan ini mendapat respon yang baik dan anggrek
35
diminati diantaranya Dendrobium, Paraphalaenopsis, Coelogyne, Vandopsis, Phalaenopsis, dan Grammatophyllum. Beberapa alasan marga ini paling diminati karena struktur yang kuat contohnya pada jenis Vandopsis, sedangkan Coelogyne terkenal karena spesies anggrek hitamnya (Coelogyne pandurata). Jenis anggrek spesies tertentu mungkin saja tidak ditemukan di outlet. Hal ini karena kesulitan dalam proses perbanyakan dan ketersediaan biji. Namun Griya Anggrek akan memfasilitasi jika terdapat pembeli yang mencari spesies tertentu yang tidak terdapat di displai dengan membeli di laboratorium. Jenis-jenis anggrek yang dijual di outlet dapat dilihat pada lampiran 2. Harga (Price) Harga adalah satu-satunya elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan dengan memiliki banyak bentuk dan melaksanakan banyak fungsi. Kotler dan Keller (2009b) menjelaskan terdapat beberapa bentuk penetapan harga antara lain adalah penetapan harga mark up, penetapan harga sasaran-pengembalian, penetapan harga persepsi nilai, penetapan harga nilai, penetapan harga going rate, penetapan harga tipe lelang, penetapan harga berkelompok. Dalam penetapan harga, terdapat perbedaan antara organisasi laba dan nirlaba. Kebun Raya Bogor termasuk dalam organisasi pelayanan publik yang bersifat nirlaba. Hal ini membuat tidak banyak bentuk penetapan (bauran) harga yang dapat dilakukan karena penetapan harga anggrek spesies telah diatur oleh pemerintah melalui PP No. 106 Tahun 2012 tentang jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada LIPI. Pada peraturan tersebut telah ditetapkan bahwa harga anggrek botol adalah Rp 50 000 per botol, anggrek dewasa Rp 50 000 per pohon, dan anggrek kecil Rp 30 000 per pohon. Dalam perkembangannya, Kebun Raya Bogor melakukan penyesuaian harga dari peraturan pemerintah tersebut. Harga untuk anggrek botol tetap Rp 50 000, sedangkan untuk anggrek dewasa harganya dapat bervariasi. Kotler dan Keller (2009b) menjelaskan suatu unit bisnis umumnya tidak hanya menetapkan satu harga, tetapi mengembangkan struktur penetapan harga yang bervariasi. Oleh karena itu, beberapa cara penyesuaian harga yang dapat dilakukan adalah penetapan harga secara geografis, potongan dan insentif harga, penetapan harga promosi, dan penetapan harga terdiferensiasi. Metode penyesuaian harga yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor adalah dengan melakukan diferensiasi atau diskriminasi harga. Bentuk-bentuk diskriminasi harga meliputi segmen pelanggan, bentuk produk, harga citra, harga saluran, harga lokasi, harga waktu, dan harga penyesuaian. Bentuk diskriminasi harga yang diterapkan Kebun Raya Bogor adalah berdasarkan bentuk (ukuran) produk. Selain itu, karena anggrek spesies memiliki tingkat kelangkaan yang berbeda-beda, maka tingkat kelangkaan menjadi faktor lain dalam penyesuaian harga di samping bentuk (ukuran) anggrek. Penyesuaian harga ditentukan oleh supervisor Griya Anggrek (Ibu Suprih). Ibu Suprih ditugaskan untuk melakukan pricing terhadap seluruh anggrek spesies non-botolan yang ada. Beberapa anggrek jenis tertentu dalam botolan harganya bisa mencapai Rp 100 000 terutama untuk anggrek langka atau masih dalam bentuk bibit kecil. Harga ini sudah dipertimbangkan dengan asumsi bahwa pembeli masih dapat melakukan subkultur dan bibit kecil yang dijual bisa
36
mencapai ratusan. Sedangkan jumlah bibit yang dijual pada umumnya hanya berjumlah 5-8 bibit per botol. Harga untuk anggrek dalam bentuk pot dapat berbeda antara satu dengan lainnya. Untuk anggrek ukuran remaja dalam pot tabung seperti Vandopsis lissochiolides harganya Rp 30 000. Kisaran harga untuk anggrek spesies dalam pot besar adalah Rp 50 000-Rp 150 000. Beberapa contoh harga anggrek spesies dalam pot adalah Grammatophyllum Rp 100 000-Rp 150 000, Cymbidium dan Coelogyne Rp 50 000-Rp 100 000, serta Vanda Rp 50 000Rp 75 000. Untuk Paraphalaenopsis, Phalaenopsis, dan Dendrobium dijual seharga Rp 75 000. Anggrek spesies termahal yang pernah dijual oleh Griya Anggrek adalah Phalaenopsis javanica mencapai Rp 1 000 000. Phalaenopsis javanica merupakan salah satu contoh anggrek spesies langka dan sulit untuk diperbanyak, oleh karena itu harganya pun sangat mahal jika dijual. Promosi (Promotion) Kegiatan promosi berkaitan dengan komunikasi pemasaran di mana organisasi berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk yang dijual. Kotler dan Keller (2009b) menjelaskan bahwa bauran komunikasi pemasaran meliputi iklan, promosi penjualan, acara dan pengalaman, hubungan masyarakat dan publisitas, pemasaran langsung, pemasaran interaktif, pemasaran dari mulut ke mulut, serta penjualan personal. Bentuk promosi yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor sifatnya masih terbatas. Oleh karena itu promosi seperti periklanan dan acara serta pengalaman yang sifatnya berbayar dan berkaitan dengan sponsor tidak dilakukan. Sejauh ini, bentuk promosi yang dilakukan berupa promosi penjualan, publisitas, pemasaran dari mulut ke mulut, dan penjualan personal. Bentuk promosi penjualan antara lain promosi konsumen, promosi dagang, dan promosi bisnis. Promosi konsumen dan promosi dagang tidak sepenuhnya diterapkan dalam penjualan anggrek, sedangkan promosi bisnis berupa pameran dagang tergolong rutin dilakukan. Pada promosi publisitas, seminar merupakan salah satu contoh sarana yang dimanfaatkan untuk mempromosikan produk. Selain itu, bentuk lain promosi yang dilakukan adalah pemasaran dari mulut ke mulut melalui peran media sosial. Promosi melalui penjualan personal diwujudkan dalam bentuk acara kunjungan untuk melakukan presentasi dan demonstrasi tentang budidaya anggrek. Pameran Salah satu bentuk promosi yang dilakukan Kebun Raya Bogor dalam mengenalkan koleksinya adalah melalui pameran. Pameran yang rutin diikuti adalah HUT Kebun Raya Bogor yang diadakan setiap bulan Mei dan LIPI Expo. Setiap tahunnya, Kebun Raya Bogor mengadakan pameran dan menjual seluruh koleksi anggrek yang dimiliki. Tidak hanya itu, pameran besar-besaran pun dilakukan setiap 4 tahun sekali untuk merayakan hari jadi kebun raya secara bergantian mulai dari Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Bali, Kebun Raya Bogor, dan Kebun Raya Purwodadi. Selain HUT Kebun Raya Bogor, pameran lain yang diikuti adalah Jakarta Fair. Kebun Raya Bogor membuka stand ketika Jakarta Fair untuk memasarkan koleksi anggrek spesies yang dimiliki. Beberapa
37
pameran lain yang diikuti Kebun Raya Bogor selama tahun 2013 adalah pameran peluncuran buku Bioresources di Bapenas Jakarta pada bulan Februari, HUT Kebun Raya Purwodadi, dan LIPI Expo di Bengkulu. Media Sosial Dalam perkembangannya setelah Griya Anggrek mengalami renovasi, terdapat keinginan dari pihak Kebun Raya Bogor untuk menyosialisasikan keberadaan Griya Anggrek beserta informasi mengenai koleksi anggrek spesies yang dimiliki oleh Kebun Raya Bogor. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui jejaring sosial yakni Facebook dan Twitter. Akun Facebook dan Twitter dikoordinir oleh dua orang peneliti. Namun dalam perkembangannya promosi melalui kedua jejaring sosial ini mengalami kendala dari sumber daya manusia dan materi publikasi. Terdapat kendala untuk mencari sumber daya manusia yang benar-benar fokus untuk melakukan promosi di jejaring sosial. Untuk sementara waktu, media sosial dikelola oleh peneliti yang bertugas di bagian pembibitan anggrek. Alamat Facebook Griya Anggrek adalah Griya Anggrek Kebun Raya Bogor dan nama akun Twitter yang dimiliki adalah @GriyaAnggrek. Seminar Nasional Dalam memperkenalkan koleksi yang dimiliki, peneliti yang terlibat dalam kegiatan pemasaran anggrek mengadakan seminar mulai dari teknik perbanyakan hingga perkenalan spesies baru. Beberapa contoh seminar tentang anggrek yang pernah dilakukan oleh peneliti LIPI Kebun Raya Bogor adalah “Penelitian dan Pengembangan Tanaman Hias Unik Kantong Semar (Nepenthes spp.) Secara In Vitro di Kebun Raya Bogor oleh Yupi Isnaini”. Seminar ini dipresentasikan pada Seminar Nasional Perhimpunan Hortikultura Indonesia Lembang tanggal 23-24 November 2011. Kedua, “Aplikasi Teknik In Vitro Untuk Perbanyakan Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor dan Respons Masyarakat Terhadap Produknya oleh Yupi Isnaini”. Seminar ini dipresentasikan pada Seminar Nasional Hortikultura, Universitas Udayana Bali tanggal 25-26 November 2010. Ketiga, “Perbanyakan Paphiopedilum supardii Secara Kultur In Vitro” di ICC Botani Square pada tahun 2012 dalam acara Temu Pakar Bioteknologi. Ketiga seminar ini ikut berkontribusi dalam kegiatan promosi anggrek spesies yang dijual di Kebun Raya Bogor. Peserta yang datang dalam kegiatan seminar beragam mulai dari peneliti hingga pecinta anggrek. Kunjungan Eksternal Kunjungan eksternal yang dilakukan dapat melibatkan pihak Griya Anggrek dan staf laboratorium kultur jaringan. Sifat kunjungan dibedakan menjadi dua yakni pihak eksternal datang ke Kebun Raya Bogor atau pihak Kebun Raya Bogor yang diundang ke luar. Beberapa kunjungan baik di dalam Kebun Raya Bogor maupun tidak yang melibatkan pihak Griya Anggrek adalah Persatuan Wanita Aneka Tambang (PWAT) dan Darma Wanita Pusat Grup 2 (LIPI, Departemen Agama, BPPT, Departemen Pertanian). Kunjungan pertama dilakukan oleh Darma Wanita Pusat (DWP) pada bulan Januari 2014 ke Griya Anggrek. Pihak DWP meminta Griya Anggrek untuk memberikan materi tentang anggrek.
38
Selanjutnya pada bulan Februari terdapat dua kali pertemuan PWAT. Pertemuan pertama diadakan untuk PWAT Pusat di Jakarta dan mengundang pihak Griya Angrek untuk memberikan materi pengenalan anggrek. Kedua, pertemuan PWAT unit Geomin yang diadakan di Bogor dengan tema yang sama. Sebanyak 60 anggrek botolan diberikan sebagai cinderamata saat acara Darma Wanita Pusat. Selain itu, terdapat pula kunjungan ke laboratorium kultur jaringan untuk mengetahui kegiatan perbanyakan secara in vitro dan penjualan anggrek hasil perbanyakan di Kebun Raya Bogor. Beberapa kunjungan yang pernah diadakan selama tahun 2012 adalah siswa dan guru SMP Negeri 128 Jakarta sebanyak 68 orang, pengurus dan anggota Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan sebanyak 12 orang, mahasiswa dan dosen Universitas Bangka Belitung, serta mahasiswa FKIP PGSD Universitas Pakuan Bogor sebanyak 56 orang. Pada bulan Februari sampai Maret 2012, staf Laboratorium Kultur Jaringan menjadi narasumber dan fasilitator dalam pelatihan Peningkatan Kompetensi Iptek Untuk Mahasiswa Tingkat II dari Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Bogor yang berjumlah 55 orang. Materi yang disampaikan tidak hanya mengenai kultur saja melainkan kegiatan penjualan anggrek hasil perbanyakan pun turut dijelaskan. Distribusi (Place) Ditribusi merupakan salah satu bagian penting dalam pemasaran yang digunakan untuk mengupayakan agar produk sampai di tangan konsumen. Salah satu keputusan dalam distribusi adalah saluran pemasaran. Kotler dan Keller (2009b) menjelaskan bahwa saluran pemasaran merupakan seperangkat alur yang diikuti produk setelah diproduksi, berakhir dalam pembelian, dan digunakan oleh pengguna akhir. Jika dilihat dari tingkat saluran, maka distribusi anggrek dilakukan secara langsung (saluran tingkat nol). Distribusi langsung membuat informasi lokasi outlet menjadi penting untuk diperhatikan. Dalam merangcang keputusan saluran pemasaran, dibutuhkan beberapa analisis diantaranya analisis kebutuhan konsumen, tujuan saluran, dan evaluasi alternatif saluran (Kotler dan Keller 2009b). Jika dilihat dari analisis kebutuhan konsumen, perancangan saluran mempertimbangkan beberapa hal diantaranya ukuran pembelian, waktu tunggu dan pengiriman, kenyamanan spasial, keragaman produk, dan dukungan layanan. Ukuran pembelian, keragaman produk, dukungan layanan dapat dijelaskan dalam satu sub bauran yakni informasi ketersediaan produk. Untuk itu, sub bauran distribusi mencakup informasi ketersediaan produk, informasi lokasi outlet, kebersihan dan kenyamanan outlet. Informasi Ketersediaan Produk Dalam menjual anggrek spesies, Griya Anggrek mendisplai sebanyak 18 botol yang terdiri dari berbagai spesies tergantung dari stok botolan yang ada. Jumlah displai yang terbatas dimaksudkan untuk mencegah risiko kerusakan dan kehilangan produk jika pengunjung sedang banyak terutama oleh anak-anak. Sebagai tambahan informasi, Griya Anggrek memiliki fasilitas informasi digital bagi pembeli dan pengunjung yang ingin mengetahui jenis anggrek apa saja yang dimiliki Kebun Raya Bogor. Informasi ini disajikan dalam bentuk gambar dan
40
ANALISIS PENILAIAN KONSUMEN TERHADAP BAURAN PEMASARAN Penilaian konsumen menjadi perhatian penting bagi pihak Kebun Raya Bogor sebagai bahan evaluasi kegiatan pemasaran yang telah dilakukan. Untuk itu, sebanyak 35 responden telah dipilih dengan metode convinience sampling dan pengisian dilakukan saat responden sedang membeli produk di outlet. Berdasarkan hasil pengisian, diperoleh beberapa informasi tentang karakteristik responden seperti asal daerah, jenis kelamin, usia, status, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan frekuensi kunjungan. Tabel 5 Karakteristik responden anggrek spesies Griya Anggrek Karakteristik Responden Asal daerah
Kriteria
Bogor Luar Bogor Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Usia ≤30 tahun 31-40 tahun >40 tahun Status Belum menikah Menikah Pendidikan SMA/sederajat terakhir Diploma Sarjana Pascasarjana Pekerjaan Mahasiswa Pegawai swasta PNS Wiraswasta Lainnya Pendapatan per < Rp 1 000 000 bulan Rp 1 000 000 – Rp 2 499 999 Rp 2 500 000 – Rp 4 999 999 > Rp 5 000 000 Frekuensi < 2 kali kunjungan 2-4 kali > 4 kali
Jumlah 8 27 22 13 12 6 17 15 20 7 3 10 15 2 15 4 1 13 4 3 5 23 20 8 7
Presentase (%) 22.86 77.14 62.86 37.14 34.29 17.14 48.57 42.86 57.14 20.00 8.57 28.57 42.86 5.71 42.86 11.43 2.86 37.14 11.43 8.57 14.29 65.71 57.14 22.86 20.00
Total (%) 100 100 100
100 100
100
100
100
41
Pada Tabel 5 dapat dilihat keseluruhan karakteristik responden beserta presentasenya. Lebih dari 50 persen responden berasal dari luar kota Bogor dan hanya 22.86 persen responden berasal dari Bogor. Hal ini dikarenakan pada umumnya responden datang dari daerah yang jauh dengan tujuan untuk berekreasi di Kebun Raya Bogor dan mendatangi beberapa tempat salah satunya Griya Anggrek. Sedangkan responden yang berasal dari Bogor bertujuan langsung untuk membeli anggrek di outlet. Griya Anggrek selalu menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh wisatawan karena keindahan tempatnya. Responden dari luar Bogor terbagi menjadi wisatawan domestik dan asing. Sebanyak 14 responden tergolong dalam wisatawan asing yang berasal dari negara-negara di Eropa sedangkan 13 responden domestik berasal dari daerah Medan, Riau, Jakarta hingga Sulawesi. Van Uffelen dan De Groot (2005) menjelaskan tentang pola konsumsi produk florikultura negara di Eropa. Orang Eropa banyak mengonsumsi produk florikultura baik untuk kebutuhan pribadi maupun hadiah. Di Eropa banyak keluarga yang terdiri dari satu hingga dua individu dengan pendapatan yang tinggi. Hal ini membuat semakin banyak rumah yang membutuhkan dekorasi dengan tanaman hias. Selain itu terdapat tren „cocooning‟ di mana orang Eropa cendrung untuk menghabiskan waktu lebih banyak di rumah untuk mendapatkan ketenangan dan rasa aman. Untuk itu, mereka mulai membuat rumah menjadi lebih nyaman dengan menggunakan tanaman hias sebagai dekorasi. Tren lain yang berkembang adalah konsep kembali ke alam dengan menggunakan produk alami. Kondisi-kondisi tersebut telah membuat konsumsi untuk produk florikultura terus menerus berkembang di negara Eropa. Jika dilihat dari jenis kelamin, pembeli didominasi oleh kalangan perempuan sebesar 62.86 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki ketertarikan lebih terhadap keindahan (dalam hal ini anggrek). Dari informasi umur didapatkan data bahwa banyak pembeli yang berumur lebih dari 40 tahun dan status pernikahan didominasi oleh kategori sudah menikah. Kondisi umur menunjukkan bahwa rata-rata pembeli lebih banyak memiliki waktu luang untuk merawat anggrek pada usia 40 tahun ke atas. Tingkat pendidikan didominasi oleh lulusan sarjana dan pascasarjana. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli sebagian besar adalah orang yang memiliki pengetahuan tinggi. Dilihat dari jenis pekerjaan, terdapat beragam jenis mulai dari mahasiswa, PNS, ibu rumah tangga, dan paling banyak adalah pegawai swasta. Dalam distribusi pendapatan, banyak pembeli yang tergolong dalam pendapatan lebih dari Rp 5 000 000. Tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi semakin mendorong timbulnya kebutuhan akan kesegaran dan keindahan. Kebutuhan ini dapat dipenuhi melalui pemanfaatan nilai estetika dari anggrek itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow di mana kebutuhan akan keindahan (aesthetic needs) akan muncul ketika lima kebutuhan sebelumnya telah tercapai. Lima kebutuhan tersebut yakni physiological, safety, love and belonging, esteem, cognitive (need to know and understand) needs. Van Uffelen dan De Groot (2005) menjelaskan pola yang sama ketika pendapatan suatu individu meningkat, maka mereka akan mulai membeli tanaman hias untuk kebutuhan pribadi atau pun sebagai hadiah. Data kunjungan menunjukkan bahwa frekuensi terbesar terdapat pada kunjungan kurang dari dua kali. Kondisi ini menunjukkan
42
bahwa sebagian besar pembeli adalah pembeli yang baru pertama kali membeli anggrek di Griya Anggrek. Umumnya, pembeli baru ini berasal dari luar kota Bogor. Sedangkan kunjungan lebih dari dua kali banyak dilakukan oleh pembeli yang berasal dari Bogor dan Jakarta dengan intensitas pembelian yang tidak menentu. Tetapi ada pula beberapa orang wisatawan asing dan domestik (luar Bogor) yang melakukan kunjungan dan pembelian berulang di Griya Anggrek karena jenis anggrek yang beragam dan kualitas produk yang memuaskan. Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Produk Tabel 6 Penilaian konsumen terhadap bauran produk Penilaian Bauran Kualitas anggrek
Kriteria
Sangat terjamin Terjamin Tidak terjamin Sangat tidak terjamin Jenis anggrek yang Selalu tersedia dicari Tersedia Tidak tersedia Selalu tidak tersedia Kemasan produk Sangat menarik Menarik Tidak menarik Sangat tidak menarik
Jumlah 5 30 0 0 2 21 12 0 6 22 7 0
Presentase Total (%) (%) 14.29 100 85.71 0.00 0.00 5.71 100 60.00 34.29 0.00 17.14 100 62.86 20.00 0.00
Penilaian terhadap bauran produk merupakan hal yang penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kebutuhan dan keinginan pembeli dapat dipenuhi oleh Kebun Raya Bogor. Beberapa penilaian yang dilakukan adalah kualitas, variasi, dan kemasan (Tabel 6). Pertama terkait dengan kualitas, sebanyak 85.71 persen pembeli menyatakan bahwa anggrek yang dijual memiliki kualitas terjamin baik untuk produk botol maupun pot. Penilaian terhadap kualitas untuk produk botolan dilihat dari ada tidaknya daun mati, kontaminasi, dan kondisi akar. Sejauh ini pembeli menilai bahwa kualitas produk yang dijual sudah terjamin dan tidak menemukan kerusakan yang terjadi pada produk. Sama halnya dengan produk botolan, anggrek pot atau pakis dapat dinilai melalui kondisi batang, daun, dan akar. Pembeli yang menilai kualitas produk sangat terjamin adalah pembeli yang telah melakukan pembelian berulang dan menjadi pelanggan Griya Anggrek. Penilaian lain yang dilakukan adalah tentang ketersediaan anggrek yang dicari. Sebanyak 60 persen pembeli menilai bahwa jenis anggrek yang dicari selalu tersedia. Sedangkan sebanyak 34.29 persen pembeli menilai tidak selalu tersedia. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penurunan stok beberapa anggrek dari tahun-tahun sebelumnya. Ketersediaan biji dan masa tunggu yang lama membuat beberapa anggrek khususnya dalam botol belum siap dijual. Contohnya adalah
43
anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang selalu menjadi pilihan dari tahun ke tahun tetapi belum siap dijual. Penilaian berikutnya adalah tentang kemasan anggrek yang dijual. Sebanyak 62.86 persen pembeli menilai kemasan produk menarik dan 17.14 persen kemasan menilai sangat menarik. Sedangkan sebanyak 20 persen pembeli menyatakan kemasan tidak menarik. Hal ini dikarenakan beberapa botol tidak memiliki label gambar sehingga membuat kemasan menjadi kurang menarik khususnya bagi pembeli awam. Selain itu, beberapa pembeli asing menilai bahwa lebih banyak botol dengan informasi dalam Bahasa Indonesia sehingga sulit untuk memahami instruksi yang tertera pada botol. Tabel 7 Alasan pembelian anggrek spesies Keterangan
Kriteria
Alasan pembelian Hobi anggrek spesies Kemasan gambar yang menarik Ketersediaan jenis Lainnya
Jumlah 17 10 6 2
Presentase Total (%) (%) 48.57 100 28.57 17.14 5.71
Jika dilihat pada Tabel 7, alasan pembelian cukup beragam mulai dari hobi hingga ketertarikan dari nama populer anggrek tertentu. Disamping karena hobi, faktor label dan ketersediaan variasi anggrek menjadi hal penting yang mendasari pembelian. Sebanyak 28.57 persen mendasari pembelian atas dasar label (gambar) yang menarik. Alasan ini banyak dipilih oleh pembeli pemula yang bertujuan untuk mencoba pertama kali atau akan diberikan sebagai suvenir. Tabel 8 Tujuan pembelian anggrek spesies Keterangan
Kriteria
Tujuan pembelian Melengkapi koleksi anggrek spesies Penelitian Dijual kembali Lainnya
Jumlah 19 2 1 13
Presentase Total (%) (%) 54.29 100 5.71 2.86 37.14
Sebanyak 37.14 persen menyatakan tujuan pembelian adalah untuk suvenir dan mencoba pertama kali (Tabel 8). Hal berikutnya yang mendasari pembelian adalah faktor ketersediaan jenis dengan presentase 17.14 persen. Pembeli dengan alasan ini umumnya bertujuan untuk penelitian atau merupakan kolektor anggrek spesies langka. Data mengenai alasan dan tujuan pembelian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
44
Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Harga Tabel 9 Penilaian konsumen terhadap bauran harga Penilaian Bauran Harga anggrek
Kriteria Sangat terjangkau Terjangkau Tidak terjangkau Sangat tidak terjangkau
Jumlah 6 26 3 0
Presentase (%) 17.14 74.29 8.57 0.00
Total (%) 100
Penilaian terhadap bauran harga adalah keterjangkauan harga anggrek spesies yang dijual. Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil pengisian, sebanyak 74.29 persen pembeli menilai harga anggrek terjangkau dan 17.14 persen menilai harga sangat terjangkau. Pembeli dengan pendapatan yang tinggi cenderung untuk tidak terlalu mempermasalahkan harga anggrek spesies karena harga yang ditawarkan sesuai dengan kualitas yang dimiliki oleh produk. Terutama pada pembeli asing yang lebih memperhatikan kualitas dan keindahan dibandingkan harga. Selain itu jika dilihat dari alasan pembelian, sebanyak 48.57 persen adalah hobies yang umumnya lebih mementingkan koleksi daripada harga. Beberapa pembeli lain yang menyatakan setuju dan sangat setuju telah memiliki pengetahuan bahwa anggrek yang dibeli adalah anggrek alam yang semakin sulit ditemukan sehingga mereka merasa bahwa harga tersebut sudah rasional. Sedangkan pembeli yang menilai bahwa harga tidak terjangkau sebanyak 8.57 persen. Pembeli ini cenderung membandingkan harga dengan nursery lain dan merasa bahwa dengan harga yang sama mereka mampu mendapatkan jumlah bibit yang lebih banyak untuk anggrek dalam botol. Beberapa pembeli menyarankan agar Griya Anggrek mengadakan promo berupa diskon atau potongan harga untuk pembelian anggrek pot maupun pakis dalam jumlah banyak atau khusus bagi pelanggan. Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Promosi Tabel 10 Penilaian konsumen terhadap bauran promosi Penilaian Bauran
Kriteria
Media atau kegiatan Sangat mudah promosi yang dijumpai Mudah Tidak mudah Sangat tidak mudah
Jumlah 0 10 25 0
Presentase (%)
Total (%) 0.00 100 28.57 71.43 0.00
Promosi merupakan salah satu bauran pemasaran lain yang mendapat penilaian dari pembeli. Hal yang dinilai adalah kemudahan untuk menjumpai media atau kegiatan promosi yang memasarkan anggrek spesies di Griya
45
Anggrek. Sebanyak 28.57 persen menyatakan mudah menjumpai media atau kegiatan yang mempromosikan anggrek spesies di Griya Anggrek. Promosi yang umumnya dijumpai pembeli adalah pameran. Selain itu, terdapat pula pembeli yang menemukan kegiatan promosi lain melalui kunjungan yang pernah dilakukan pihak Griya Anggrek ke luar contohnya saat acara yang diadakan oleh PWAT (Persatuan Wanita Aneka Tambang) di Jakarta dan Bogor. Sementara itu sebanyak 71.43 persen menilai promosi tidak mudah untuk dijumpai. Banyak pembeli yang berpendapat bahwa promosi belum terlalu gencar dilakukan oleh Kebun Raya Bogor. Pembeli menyayangkan kondisi ini karena Griya Anggrek beserta koleksinya patut untuk dipromosikan. Bahkan sebanyak 97 persen pembeli berkeinginan untuk kembali lagi ke Griya Anggrek dan akan merekomendasikan Griya Anggrek sebagai tempat yang menjual dan mendisplai berbagai koleksi anggrek alam Indonesia. Penilaian Konsumen Terhadap Bauran Distribusi Tabel 11 Penilaian konsumen terhadap bauran distribusi Atribut Lokasi outlet
Kriteria
Sangat strategis Strategis Tidak strategis Sangat tidak strategis Informasi outlet yang Sangat mudah dijumpai Mudah Tidak mudah Sangat tidak mudah
Jumlah 2 23 10 0 0 28 7 0
Presentase (%)
Total (%) 5.71 100 65.71 28.57 0.00 0.00 100 80.00 20.00 0.00
Penilaian terhadap bauran distribusi meliputi lokasi outlet dan informasi (cara menjangkau) outlet. Dari pernilaian pertama terhadap lokasi outlet diperoleh hasil sebanyak 5.71 persen pembeli menyatakan lokasi sangat strategis dan 65.71 persen menyatakan strategis. Sementara itu sebanyak 28.57 persen pembeli menilai lokasi outlet tidak strategis. Pembeli yang menyatakan tidak setuju menilai bahwa lokasi terlalu jauh dari pintu utama. Banyak pembeli yang memberi saran seharusnya pintu 3 yang berada dekat dengan Griya Anggrek dibuka kembali sebagai akses masuk untuk umum. Selain itu, tidak adanya kendaraan wisata menuju Griya Anggrek membuat pembeli hanya memiliki pilihan untuk berjalan kaki atau membawa kendaraan pribadi (mobil). Adapun kendaraan wisata yang disewakan oleh Kebun Raya Bogor tidak dapat menurunkan pengunjung di tempat yang diinginkan. Lokasi Griya Anggrek sangat didukung oleh adanya informasi mengenai cara menjangkau ke outlet. Untuk itu penilaian terhadap ketersediaan informasi ini perlu dilakukan. Sebanyak 80 persen pembeli menilai bahwa informasi outlet mudah untuk ditemukan, sedangkan 20 persen sisanya menilai tidak mudah untuk
46
menemukannya. Penyebabnya adalah papan petunjuk (signage) yang masih belum jelas di beberapa tempat. Meskipun signage telah diarahkan dari pintu utama, namun di beberapa persimpangan signage tersebut menjadi tidak jelas. Beberapa pembeli menyarankan agar signage dibuat menjadi lebih jelas baik di sepanjang jalan serta di halaman depan Griya Anggrek. Hal ini karena banyak pembeli yang tidak menyadari keberadaan gedung Griya Anggrek yang tertutup oleh tanaman yang rimbun. Tabel 12 Sumber informasi Griya Anggrek Keterangan
Sumber
Sumber informasi Kerabat/teman lokasi Griya Anggrek Papan petunjuk Internet Lainnya
Jumlah 11 17 1 6
Presentase (%)
Total (%) 31.43 100 48.57 2.86 17.14
Jika dilihat dari sumber informasi, banyak pembeli yang mengandalkan papan petunjuk untuk menjangkau outlet. Sebanyak 48.57 persen pembeli mendapatkan informasi outlet dari papan petunjuk, 31.43 persen dari kerabat atau teman, 2.86 persen dari internet, dan 17.14 persen dari peta wisata serta pemandu wisata. Pembeli yang mengetahui dari kerabat atau teman dan internet sudah merencanakan sebelumnya untuk mengunjungi Griya Anggrek. Kemudian peta dan pemandu wisata umumnya digunakan oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Griya Anggrek. Banyak dari pemandu wisata yang merekomendasikan Griya Anggrek sebagai tempat yang bagus untuk dikunjungi. Evaluasi Penilaian Keseluruhan Bauran Pemasaran Setelah penilaian dilakukan terhadap masing-masing bauran pemasaran, maka selanjutnya masing-masing penilaian akan dikombinasikan untuk melihat tingkat pengaruh bauran. Tingkat pengaruh yang besar dinilai dari jumlah responden yang menyatakan setuju terhadap bauran di atas 50 persen. Jumlah ini dinilai sudah dapat menunjukkan mayoritas penilaian sehingga dapat dilihat bauran mana yang telah berpengaruh terhadap pembelian. Tabel 13 menunjukkan keseluruhan hasil yang diperoleh dari masing-masing bauran pemasaran. Pada bauran produk, tingkat pengaruh dilihat dari presentase jumlah responden yang menyatakan bahwa kualitas terjamin, kemasan menarik, dan jenis tersedia. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa produk telah disukai oleh pembeli dengan presentase sebesar 51.43 persen. Begitu pula dengan harga yang terjangkau dengan presentase 91.43 persen. Namun untuk promosi masih tergolong sulit dijumpai dan belum berpengaruh besar terhadap pembelian. Hal ini dilihat dari presentase kemudahan menjumpai promosi yang berada di bawah 50 persen, yakni 28.57 persen. Distribusi atau tempat dinilai sudah strategis dengan presentase 62.86 persen. Jika dilihat dari keseluruhan bauran
47
pemasaran, maka bauran promosi dinilai belum berpengaruh terhadap pemasaran anggrek spesies di Kebun Raya Bogor. Tabel 13 Hasil evaluasi bauran pemasaran Bauran
Keterangan
Produk
Kualitas terjamin dan kemasan menarik Kualitas terjamin dan jenis tersedia Kemasan menarik dan jenis tersedia Kualitas terjamin, kemasan menarik, dan jenis tersedia Harga terjangkau Promosi mudah dijumpai Lokasi strategis dan informasi mudah dijumpai
Harga Promosi Distribusi
Kriteria
Jumlah
K1 ∩ K2
28
Presentase (%) 80.00
K1 ∩ J1
23
65.71
K2 ∩ J1
18
51.43
K1 ∩ K2 ∩ J1
18
51.43
H1 P1 L1 ∩ I1
32 10 22
91.43 28.57 62.86
ANALISIS PRIORITAS BAURAN PEMASARAN Identifikasi Faktor-Faktor Penyusun Prioritas Bauran Pemasaran Pada metode AHP, tahap yang dilakukan setelah mendefinisikan masalah adalah membuat struktur hirarki secara menyeluruh. Berdasarkan hasil analisis permasalahan, maka diperoleh elemen-elemen yang digunakan untuk menyelesaikan masalah melalui bauran pemasaran. Hirarki yang disusun terdiri dari empat tingkat yakni fokus, tujuan, bauran, dan sub bauran. Tingkat satu adalah fokus (goal) utama yang akan dicapai yakni prioritas bauran pemasaran. Elemen yang menjadi perhatian atau berpengaruh terhadap masalah diletakkan pada tingkat lebih bawah agar lebih spesifik dan mendalam. Tingkat dua hingga empat dijelaskan sebagai berikut: Tujuan Tujuan merupakan sasaran yang ingin dicapai dan pedoman pengelolaan usaha suatu organisasi. Kotler dan Keller (2009a) menjelaskan suatu unit bisnis harus memenuhi empat kriteria dalam menentukan tujuan. Kriteria-kriteria tersebut adalah tujuan harus diurutkan secara hirarkis, dari yang paling penting hingga kurang penting; tujuan harus dapat dinyatakan secara kuantitatif jika
48
dimungkinkan; tujuan memiliki sasaran yang realistis; tujuan harus konsisten. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Kebun Raya Bogor dan observasi lapang, beberapa tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pemasaran yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memasyarakatkan anggrek spesies bernilai konservasi. Salah satu tujuan didirikannya Griya Anggrek adalah meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap anggrek alam melalui edukasi dan displai. PKT Kebun Raya Bogor-LIPI berkeinginan untuk memfasilitasi masyarakat untuk mengetahui keberadaan anggrek alam yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Masyarakat tidak harus lagi mengambil anggrek di hutan karena Kebun Raya Bogor menjual dan mendisplai anggrek-anggrek tersebut. Tidak hanya itu, masyarakat dapat berperan dalam upaya konservasi anggrek alam dengan cara membelinya. Ajakan untuk membeli anggrek alam yang diperkenalkan oleh Griya Anggrek adalah “Be a foster parents for us wild orchid Indonesia (Jadilah orang tua asuh bagi kami anggrek alam Indonesia).” Secara tidak langsung, pembeli anggrek alam akan berperan serta dalam upaya konservasi anggrek alam. Konservasi yang dilakukan yakni berupa upaya perlindungan, penyelamatan, pemanfaatan, dan edukasi. Tujuan ini sejalan dengan tujuan Griya Anggrek yang lain, yakni sebagai wadah bagi pecinta anggrek yang tertarik dalam konservasi anggrek alam. 2. Meningkatkan citra organisasi. Selama ini Kebun Raya Bogor hanya diketahui sebagai sarana rekreasi semata. Dengan adanya penjualan anggrek spesies ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui bahwa terdapat kegiatan penelitian yang dilakukan oleh PKT Kebun Raya BogorLIPI. Salah satu hasil dari kegiatan penelitian ini adalah perbanyakan in vitro dengan produk (anggrek spesies) yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Citra Kebun Raya Bogor sebagai pusat konservasi salah satunya dapat disosialisasikan melalui penjualan anggrek spesies. Kebun Raya Bogor terus berupaya untuk mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut dalam kegiatan konservasi. Untuk itu diharapkan dengan adanya strategi pemasaran yang tepat akan semakin meningkatkan citra organisasi baik dalam ruang lingkup lokal maupun internasional. 3. Meningkatkan penjualan. Tujuan lain yang diharapkan mampu dicapai oleh Kebun Raya Bogor dalam memasarkan anggrek spesies adalah meningkatnya penjualan. Peningkatan penjualan dapat mengarah kepada keberhasilan dalam memasyarakatkan anggrek dan upaya konservasi serta peningkatan kontribusi Griya Anggrek terhadap pendapatan kantor. Dengan semakin meningkatnya penjualan maka semakin banyak masyarakat yang ikut serta dalam upaya konservasi (melestarikan) anggrek alam. Jumlah anggrek yang terkonservasi dapat meningkat seiring dengan meningkatnya penjualan. Bentuk konservasi yang dilakukan dapat berupa kegiatan penelitian ataupun pemanfaatan nilai estetika dari anggrek. Selain itu, manfaat lain yang dapat dicapai adalah peningkatan kontribusi Griya Anggrek terhadap pendapatan kantor. Hasil penjualan anggrek spesies termasuk dalam kategori PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak).
49
Bauran Pemasaran Singh (2012) menjelaskan bahwa bauran pemasaran 4P adalah strategi yang dibutuhkan organisasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Manajemen pemasaran dibutuhkan untuk menempatkan produk pada harga, tempat, dan waktu yang tepat. Bauran pemasaran 4P terdiri dari : 1. Bauran produk adalah kombinasi dari beberapa atribut yang melekat pada barang atau jasa. Produk erat kaitannya dengan faktor fisik seperti warna, desain, fitur, kinerja serta faktor non-fisik seperti nilai dan kualitas. 2. Bauran harga dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni biaya produk, strategi pemasaran, dan biaya lain yang berkaitan dengan distribusi serta promosi. Pengertian harga adalah jumlah yang harus dibayarkan pembeli untuk mendapatkan produk. Karena harga dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka sifat harga harus dinamis agar mampu menghadapi segala perubahan. 3. Bauran distribusi meliputi kegiatan atau cara untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen atau lebih dikenal dengan distribusi secara fisik. Distribusi umumnya didefinisikan sebagai suatu saluran, namun dapat pula berarti tempat. 4. Bauran promosi adalah aktivitas pemasaran yang ditujukan untuk mengomunikasikan dan membujuk target pasar agar membeli produk perusahaan atau organisasi. Saluran distribusi yang tepat dibutuhkan agar produk dapat dijangkau melalui kegiatan promosi yang menarik perhatian. Sub Bauran Pemasaran Bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi memiliki faktor-faktor yang berbeda dalam setiap baurannya. Bauran produk terdiri dari kualitas, kuantitas, ukuran, kemasan, dan variasi. Bauran harga terdiri dari diskriminasi harga. Bauran promosi terdiri dari pameran, media sosial, kunjungan, seminar. Bauran distribusi terdiri dari informasi ketersediaan produk, informasi lokasi outlet, kebersihan dan kenyamanan outlet. Keseluruhan elemen dalam hirarki dapat dilihat pada Lampiran 5. Prioritas Tujuan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor Pengolahan pertama dilakukan untuk melihat hubungan antara elemen tujuan pemasaran dengan fokus. Berdasarkan Tabel 14, tujuan yang menjadi prioritas pertama organisasi adalah memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi. Tujuan memasyarakatkan menjadi prioritas utama secara keseluruhan dalam kegiatan pemasaran dengan bobot 0.465. Memasyarakatkan yang berarti menyediakan informasi tentang konservasi tumbuhan sudah dirumuskan sejak awal dalam tujuan strategis organisasi. Penjualan anggrek spesies berawal dari diseminasi hasil penelitian (kultur in vitro) dan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pencinta anggrek agar tidak perlu mencari dan memburunya di hutan alam (Isnaini 2010). Kebun Raya Bogor ingin memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa anggrek alam memiliki nilai konservasi.
50
Tabel 14 Bobot dan prioritas tujuan pemasaran anggrek spesies Tujuan Meningkatkan penjualan Memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi Meningkatkan citra organisasi
Bobot 0.189 0.465 0.346
Prioritas 3 1 2
RI 0.004
Isnaini (2010) menjelaskan anggrek banyak diburu dari habitat aslinya karena mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menarik untuk dijadikan tanaman hias atau sebagai bahan induk silangan bagi penggemarnya. Maraknya perburuan anggrek di alam dan banyaknya konversi lahan hutan sebagai habitat alaminya menimbulkan kekhawatiran akan punahnya beberapa jenis anggrek dari alam. Untuk itu diperlukan upaya perlindungan dan konservasi jenis-jenis anggrek Indonesia agar terhindar dari kepunahan. Alasan tersebut yang membuat aksi konservasi dilakukan di Kebun Raya Bogor terlebih dahulu, kemudian baru disebarkan ke masyarakat dengan cara dijual. Harga anggrek spesies tergolong lebih mahal karena keindahan dan kelangkaannya. Disamping hobi, masyarakat dapat memanfaatkan anggrek spesies untuk dijadikan peluang berbisnis. Contohnya adalah Bali Orchid yang menjual kembali anggrek botol yang dibeli dari Griya Anggrek. Bali Orchid menjual dengan harga yang lebih tinggi dengan target pasar untuk wisatawan asing. Selain itu, dari hasil wawancara terdapat 2.86 persen pembeli memiliki tujuan untuk menjual kembali. Masyarakat mulai menyadari bahwa anggrek memiliki nilai ekonomi dan secara tidak sadar sekaligus berperan dalam upaya pelestarian. Tujuan yang menjadi prioritas kedua adalah meningkatkan citra organisasi dengan bobot 0.346. Citra menjadi prioritas kedua karena organisasi menilai bahwa dengan tercapainya tujuan memasyarakatkan maka citra Kebun Raya Bogor dapat berubah menjadi lebih baik. Dengan ini diharapkan masyarakat mengetahui bahwa Kebun Raya Bogor terintegrasi dengan LIPI dan bukan hanya tempat rekreasi semata. Organisasi mengharapkan masyarakat mengetahui bahwa terdapat kegiatan penelitian yang dilakukan di Kebun Raya Bogor dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Pada prioritas ketiga terdapat tujuan meningkatkan penjualan dengan bobot 0.189. Tujuan ini menempati posisi terakhir karena adanya pertimbangan yang dipikirkan terutama oleh pihak laboratorium. Pertimbangan tersebut adalah keterbatasan sumber daya manusia untuk memproduksi anggrek. Selama ini hanya ada satu orang yang fokus untuk melakukan kegiatan kultur walaupun ada bantuan dari program magang dan penelitian serta beberapa peneliti internal LIPI. Oleh karena itu, untuk mengatasi jika terjadi peningkatan penjualan, maka pihak laboratorium selalu memproduksi di atas target produksi yang dibuat setiap tahunnya. Keseluruhan perhitungan elemen tujuan memiliki rasio inkonsistensi 0,004 yang sudah memenuhi syarat inkonsistensi.
51
Prioritas Bauran Berdasarkan Tujuan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor Prioritas bauran berdasarkan tujuan pemasaran diperoleh dari hasil pengolahan horizontal untuk melihat pengaruh suatu elemen terhadap elemen lain yang berada pada tingkat di atasnya. Hal ini sama dengan penentuan prioritas sub bauran terhadap tujuan pemasaran yang dibahas selanjutnya. Baik prioritas bauran maupun sub bauran berdasarkan tujuan pemasaran diperoleh dari hasil pengolahan horizontal. Tabel 15 Bobot dan prioritas bauran berdasarkan masing-masing tujuan pemasaran Tujuan Produk Meningkatkan penjualan 0.359 Memasyarakatkan anggrek 0.326 bernilai konservasi Meningkatkan citra 0.365 organisasi
Bauran Pemasaran Harga Promosi Distribusi 0.197 0.242 0.202 0.173 0.148 0.353
0.020 0.040
0.249
0.030
0.242
0.143
RI
Tabel 15 menunjukkan hasil pengolahan berupa bobot beserta rasio inkonsistensi dari masing-masing perhitungan. Bauran produk merupakan bauran yang dianggap paling berpengaruh terhadap ketiga tujuan yang ingin dicapai. Bauran produk selalu menjadi prioritas utama kecuali untuk tujuan memasyarakatkan. Bobot bauran produk dalam meningkatkan penjualan, memasyarakatkan, dan meningkatkan citra secara berturut-turut adalah 0.359, 0.326, 0.365. Bauran promosi menjadi bauran yang paling berpengaruh dalam tujuan memasyarakatkan anggrek dengan bobot 0.353. Kebun Raya Bogor menilai bahwa untuk memasyarakatkan anggrek, idealnya produk yang sudah ada perlu ditunjang oleh kegiatan promosi. Namun pada kenyataannya, selama ini promosi yang dilakukan organisasi belum terlalu gencar dan lebih banyak fokus pada produk. Walaupun menjadi prioritas yang berbeda pada tujuan penjualan dan citra, bauran promosi memiliki bobot yang sama untuk kedua tujuan tersebut sebesar 0.242. Kondisi ini menunjukkan bahwa promosi menjadi kebutuhan untuk memasarkan produk kepada masyarakat. Bauran produk yang hampir selalu menjadi prioritas pada ketiga tujuan dapat dipengaruhi oleh karakteristik dari ketiga responden terpilih. Ketiga responden dengan latar belakang pengalaman yang berbeda-beda lebih memahami kegiatan pemasaran seputar produk. Hal ini karena bauran tersebut lebih dominan untuk diperhatikan dan diimplementasikan selama ini. Bauran harga dengan bobot terbesar (0.249) menjadi priotas kedua pada tujuan meningkatkan citra. Sedangkan bauran ditribusi dengan bobot terbesar (0.202) menjadi prirotas ketiga untuk tujuan meningkatkan penjualan. Hal ini karena faktor distribusi langsung dan kondisi outlet sangat menunjang pembelian anggrek. Banyak pembeli yang sudah berencana datang ke Griya Anggrek terlebih
52
dahulu dan secara tidak sengaja membeli anggrek setelah mengunjungi outlet khususnya untuk pembeli pemula. Untuk itu, Kebun Raya Bogor membuat kondisi outlet seindah dan senyaman mungkin untuk menarik banyak pengunjung agar membeli anggrek. Keseluruhan elemen bauran pemasaran telah memenuhi syarat inkonsistensi di bawah 10 persen. Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Memasyarakatkan Anggrek Bernilai Konservasi Tabel 16 Bobot dan prioritas sub bauran berdasarkan tujuan memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi Tujuan Memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi (0.465)
Bauran Promosi (0.353)
Produk (0.326)
Harga (0.173) Distribusi (0.148)
Sub Bauran Media sosial (0.403) Pameran (0.256) Kunjungan (0.194) Seminar (0.148) Kualitas (0.299) Variasi (0.268) Kemasan (0.155) Kuantitas (0.147) Ukuran (0.131) Diskriminasi (1.000) Informasi produk (0.412) Informasi outlet (0.381) Kenyamanan dan kebersihan 0.207)
RI 0.006
0.030
0.006
Dalam mencapai tujuan memasyarakatkan, masing-masing bauran memiliki sub bauran dengan bobot dan prioritas yang berbeda. Pertama pada bauran promosi, media sosial berada pada prioritas pertama dengan bobot 0.403. Pameran dan kunjungan menjadi prioritas kedua dan ketiga. Prioritas keempat adalah seminar nasional dengan bobot 0.148. Nilai inkonsistensi dari sub bauran produk sudah memenuhi syarat inkonsistensi sebesar 0.006. Sub bauran kualitas dan variasi pada bauran produk menjadi prioritas pertama dan kedua dengan bobot 0.299 dan 0.268. Kualitas dan variasi menjadi dua sub bauran dengan bobot terbesar pada bauran produk. Tujuan memasyarakatkan adalah tujuan yang menjadi prioritas pertama untuk dicapai. Memasyarakatkan yang berarti meningkatkan kesadaran atau pengetahuan masyarakat mengenai produk dapat ditunjang dengan kualitas yang terjamin. Kualitas akan menentukan penilaian pembeli terhadap produk dan organisasi. Kebun Raya Bogor memiliki tujuan untuk memberi kepuasan bagi pelanggan dan hal ini ditunjukkan melalui pemberian kualitas produk yang terbaik. Prioritas kedua adalah variasi (ragam) spesies yang dijual. Dengan banyaknya koleksi anggrek yang dijual, maka pengetahuan masyarakat tentang ragam anggrek spesies akan semakin bertambah.
53
Masyarakat akan mengetahui jenis anggrek apa saja yang tersebar di Indonesia dan ikut serta untuk melestarikannya. Sedangkan untuk kemasan, kuantitas, dan ukuran secara berturut-turut berada pada prioritas ketiga, keempat, dan kelima (Tabel 16). Rasio inkonsistensi sub bauran produk telah terpenuhi dengan nilai 0.030. Bauran distribusi berada pada prioritas keempat dengan sub bauran informasi ketersediaan produk sebagai prioritas utama dengan bobot 0.412. Pemberian informasi kepada pembeli dinilai organisasi menjadi hal yang berpengaruh untuk memasyarakatkan. Koleksi anggrek yang banyak menjadi tidak berarti jika informasi tersebut tidak didapatkan oleh pembeli. Untuk itu, Kebun Raya Bogor menyediakan layanan informasi digital di Griya Anggrek yang berisi informasi tentang gambar dan koleksi yang dimiliki. Layanan digital ini perlu diperbaharui terus menerus dan ditambahkan informasi mengenai jumlah masing-masing spesies serta keterangan pembelian. Informasi lokasi outlet menjadi prioritas kedua dengan bobot 0.381 dan kebersihan serta kenyamanan outlet menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0.207. Informasi lokasi outlet merupakan hal penting lain yang perlu diperhatikan karena distribusi dilakukan langsung di outlet. Selain itu, outlet menjadi hal penting karena pembeli dapat melihat koleksi anggrek spesies dewasa dan memperoleh gambaran terhadap produk yang dibeli. Rasio inkonsistensi untuk sub bauran distribusi sudah memenuhi syarat inkonsistensi, dengan nilai sebesar 0.006. Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Meningkatkan Citra Organisasi Tabel 17 Bobot dan prioritas sub bauran berdasarkan tujuan meningkatkan citra organisasi Tujuan Meningkatkan citra organisasi (0.346)
Bauran Produk (0.365)
Harga (0.249) Promosi (0.242)
Distribusi (0.143)
Sub Bauran Kualitas (0.312) Kemasan (0.220) Variasi (0.195) Ukuran (0.147) Kuantitas (0.127) Diskriminasi (1.000) Media sosial (0.298) Pameran (0.262) Kunjungan (0.247) Seminar (0.193) Informasi lokasi (0.386) Informasi produk (0.331) Kenyamanan dan kebersihan (0.248)
RI 0.020
0.010
0.006
Pengolahan untuk meningkatkan citra organisasi menghasilkan prioritas bauran dengan urutan produk, harga, promosi, dan distribusi. Kualitas menjadi prioritas utama pada bauran produk dengan bobot 0.312. Citra sebagai lembaga penelitian dan pusat konservasi yang dimiliki oleh PKT Kebun Raya Bogor-LIPI
54
akan tercermin dari kualitas anggrek sebagai hasil penelitian. Oleh karena itu, sama seperti kedua tujuan lainnya kualitas selalu menjadi prioritas utama untuk diperhatikan. Pada prioritas kedua terdapat kemasan dengan bobot 0.220. Khusus untuk anggrek botol, terdapat label PKT Kebun Raya Bogor LIPI pada kemasan sebagai instansi yang menjual anggrek tersebut. Label ini akan semakin menunjukkan bahwa Kebun Raya Bogor memproduksi dan menjual anggrek dari hasil perbanyakan. Informasi label tersebut memiliki kemungkinan untuk disebarkan oleh pembeli kepada kerabat atau teman. Variasi menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0.195. Sedangkan ukuran dan kuantitas menjadi prioritas keempat dan kelima dengan bobot 0.147 dan 0.127. Perhitungan sub bauran produk sudah memenuhi syarat inkonsistensi di bawah 10 persen. Media sosial menjadi prioritas utama untuk bauran promosi dengan bobot 0.289. Sama halnya dalam tujuan memasyarakatkan, media sosial tetap dianggap ideal dan efektif untuk meningkatkan citra organisasi. Prioritas ketiga dan keempat adalah pameran dan kunjungan dengan bobot masing-masing 0.262 dan 0.247. Sedangkan seminar menjadi prioritas keempat dengan bobot 0.193. Nilai inkonsistensi untuk sub bauran promosi adalah 0.010 dan sudah memenuhi syarat konsistensi. Berbeda dengan tujuan memasyarakatkan, informasi lokasi outlet menjadi prioritas utama pada bauran distribusi untuk meningkatkan citra dengan bobot 0.386. Informasi ketersediaan produk berada pada prioritas kedua dengan bobot 0.331. Sedangkan kebersihan dan kenyamanan menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0.248. Dari perhitungan sub bauran promosi diperoleh nilai RI 0.006 yang sudah memenuhi syarat inkonsistensi. Prioritas Sub Bauran Berdasarkan Tujuan Meningkatkan Penjualan Tabel 18 Bobot dan prioritas sub bauran berdasarkan tujuan meningkatkan penjualan Tujuan
Bauran
Sub Bauran
RI
Meningkatkan penjualan (0.189)
Produk (0.359)
Kualitas (0.306) Kemasan (0.232) Variasi (0.161) Ukuran (0.153) Kuantitas (0.148) Media sosial (0.402) Kunjungan (0.207) Pameran (0.199) Seminar (0.192) Informasi produk (0.431) Informasi outlet (0.289) Kenyamanan dan kebersihan (0.280) Diskriminasi (1.000)
0.040
Promosi (0.242)
Distribusi (0.202)
Harga (0.197)
0.050
0.001
-
Pengolahan berikutnya dilakukan dengan membandingkan sub bauran dengan bauran pemasaran untuk tujuan meningkatkan penjualan. Keseluruhan
55
pengolahan sub bauran telah memenuhi syarat inkonsistensi di bawah 10 persen (Tabel 18). Bauran produk merupakan prioritas pertama terhadap tujuan penjualan dengan sub bauran kualitas sebagai prioritas pertama dengan bobot 0.306. Kualitas yang terjamin akan memberikan kepuasan bagi pembeli dan pelanggan yang akan mengarah pada pembelian berulang. Terlepas dari adanya pembeli baru, bertambahnya pelanggan dapat meningkatkan penjualan anggrek. Sedangkan, bagi pembeli baru dan bukan hobies maka kemasan dibutuhkan untuk menarik perhatian mereka sehingga kemasan menjadi prioritas kedua dengan bobot 0.232. Kemasan yang menarik dan informatif dapat menarik pengunjung untuk membeli karena adanya nilai tambah terhadap produk. Van Uffelen dan De Groot (2005) menjelaskan bahwa konsumen membeli produk florikultura mulai konsep standar hingga bernilai tambah. Ketika konsumen membeli produk secara berulang dengan konsep tertentu, maka konsumen akan menilai bahwa kualitas produk akan tetap sama dan hal ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan oleh produsen. Oleh karena itu, kualitas harus tetap menjadi prioritas walaupun ada atau tidaknya nilai tambah pada produk. Media sosial menjadi prioritas pertama untuk bauran promosi dengan bobot 0.402. Berbeda dari dua tujuan sebelumnya, kunjungan menjadi prioritas kedua untuk tujuan meningkatkan penjualan dengan bobot 0.207. Sedangkan pameran dan seminar menjadi prioritas ketiga dan keempat dengan bobot 0.199 dan 0.192. Informasi produk dalam bauran distribusi menjadi prioritas pertama dengan bobot 0.431. Dengan adanya informasi ini maka pembeli akan menilai bahwa Kebun Raya Bogor memiliki lebih banyak koleksi dibandingkan dengan tempat lain. Hal ini akan mengarah kepada meningkatnya penjualan di mana pembeli akan memilih untuk membeli di Kebun Raya Bogor karena ketersedian produknya. Informasi lokasi outlet dan kebersihan serta kenyamanan memiliki selisih bobot yang tidak jauh berbeda. Informasi lokasi menjadi prioritas kedua dengan bobot 0.289 sedangkan kebersihan dan kenyamanan outlet menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0.280. Prioritas Bauran Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor Tabel 19 Bobot dan prioritas bauran pemasaran anggrek spesies Bauran Pemasaran Produk Harga Promosi Distribusi
Bobot 0.346 0.204 0.294 0.156
Prioritas 1 3 2 4
Setelah hasil dari pengolahan horizontal berupa prioritas masing-masing elemen terhadap elemen lain pada tingkat di atasnya dilakukan, maka selanjutnya adalah pengolahan vertikal yang menghasilkan prioritas setiap elemen terhadap fokus (goal) strategi pemasaran. Dari hasil pengolahan vertikal, untuk mencapai fokus utama (goal) maka bauran produk menjadi bauran paling diprioritaskan dengan bobot 0.346. Bauran produk memiliki banyak faktor yang mempengaruhi yakni kualitas, kuantitas, ukuran, kemasan, dan variasi. Kebun Raya Bogor
56
menilai bahwa produk (anggrek) adalah aset yang dimiliki dan akan dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk itu, Kebun Raya Bogor mengupayakan sebaik mungkin agar segala bentuk bauran produk yang dilakukan mampu memberikan kepuasan bagi pembeli. Singh (2012) menjelaskan bahwa produk atau jasa merupakan awal mula dari keseluruhan kegiatan pemasaran. Hal ini membuat perencanaan bauran produk melibatkan banyak hal untuk dipertimbangkan dan diperhatikan ketika produk akan dijual di pasar. Bauran promosi menempati prioritas kedua yang berpengaruh terhadap fokus utama dengan bobot 0.294. Singh (2012) menyatakan bahwa promosi adalah salah satu elemen yang paling kuat pengaruhnya dalam bauran pemasaran. Kegiatan promosi dapat membantu penjual untuk berkomunikasi dengan pembeli dan membujuk mereka untuk membeli. Kebun Raya Bogor menilai bahwa promosi merupakan jembatan penghubung antara masyarakat dengan organisasi. Kegiatan promosi merupakan langkah lanjut setelah produk dbuat dan siap untuk dijual. Bahkan dalam road map pascapanen dan pemasaran 2005-2010 yang dikeluarkan oleh Ditjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, promosi menjadi salah satu bagian dari program pengembangan anggrek yang dilakukan melalui pameran, media cetak, dan media elektronik. Kebun Raya Bogor melihat bahwa keberadaan bauran promosi akan mampu menjangkau masyarakat secara luas. Informasi semakin dibutuhkan oleh masyarakat dan promosi merupakan kegiatan yang dapat menyalurkan arus informasi tersebut. Jika dilihat dari penilaian konsumen, sebanyak 71.43 persen pembeli tidak mudah menemukan media atau kegiatan promosi dan menyarankan agar promosi lebih ditingkatkan lagi. Media atau kegiatan promosi yang dirancang harus dapat menjangkau masyarakat secara luas. Hal ini karena mayoritas pembeli berasal dari luar daerah Bogor (77.14 persen) dan membutuhkan kegiatan promosi dengan tingkat jangkauan yang lebih besar. Bauran harga menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0.204 dengan satusatunya sub bauran yang dimiliki adalah diskriminasi harga. Penetapan harga anggrek botol sudah ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah sehingga penyesuaian harga dilakukan dalam bentuk diskriminasi. Walaupun adanya diskriminasi harga, Kebun Raya Bogor tidak ingin memberi harga yang tinggi terhadap anggrek yang dijual. Hal ini karena terdapat tujuan memasyarakatkan yang lebih diutamakan oleh organisasi. Seluruh masyarakat diharapkan mampu untuk membeli anggrek dengan harga yang terjangkau. Jika dilihat dari penilaian konsumen, mayoritas pembeli menilai bahwa harga anggrek sudah tergolong terjangkau. Hal ini karena lebih dari 50 persen pembeli memiliki pendapatan lebih dari Rp 5 000 000. Bauran distribusi menjadi prioritas keempat dengan bobot 0.156. Walaupun tidak menjadi prioritas utama, namun Griya Anggrek tetap dijaga kondisinya. Selama ini Griya Anggrek sudah mampu menarik perhatian banyak pengunjung. Terbukti sebanyak 97.14 persen pembeli menyatakan bersedia kembali lagi ke Griya Anggrek dan beberapa pembeli berkeinginan untuk merekomendasikan outlet beserta anggrek koleksi yang ada.
57
Prioritas Sub Bauran Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor Berdasarkan hasil pengolahan vertikal, dapat dilihat prioritas sub bauran dari masing-masing bauran pemasaran terhadap fokus (goal). Kualitas menjadi prioritas utama yang paling mempengaruhi fokus (goal) bauran pemasaran dengan bobot 0.305. Kualitas menjadi hal yang paling diprioritaskan karena erat kaitannya dengan pemenuhan kepuasan pembeli dan pelanggan. Selain itu, kualitas menjadi tujuan strategis yang ingin dicapai dan dipertahankan oleh Kebun Raya Bogor. Tujuan tersebut adalah meningkatkan kualitas koleksi tumbuhan yang akan dijadikan rujukan (panutan) bernilai ilmiah. Kualitas produk terbaik akan meningkatkan kepuasan dan kepercayaan baik bagi pembeli baru maupun pelanggan. Peningkatan kepuasan pelanggan menjadi perhatian lain bagi Kebun Raya Bogor yang tertera pada tujuan strategis. Tidak hanya itu, kualitas terbaik akan menunjang pertumbuhan anggrek itu sendiri disamping perawatan. Jika dilihat dari penilaian pembeli terhadap kualitas, sejauh ini Kebun Raya Bogor sudah mampu memberikan kualitas anggrek yang terjamin. Tabel 20 Bobot dan prioritas sub bauran pemasaran anggrek spesies Bauran Produk (0.346)
Harga (0.204) Promosi (0.294)
Distribusi (0.156)
Sub-bauran Kualitas Kuantitas Ukuran Kemasan Variasi Diskriminasi Pameran Media Sosial Seminar Kunjungan Informasi ketersediaan produk Informasi lokasi outlet Kebersihan dan kenyamanan outlet
Bobot 0.305 0.140 0.141 0.192 0.223 1.000 0.247 0.366 0.172 0.215 0.388 0.365 0.247
Prioritas 1 5 4 3 2 1 2 1 4 3 1 2 3
Kebun Raya Bogor telah tersertifikasi ISO 9001:2008 yang merupakan standar internasional untuk sistem manajemen mutu dan kualitas. Tari et al. (2013) menjelaskan beberapa manfaat suatu organisasi yang memiliki sertifikasi ISO 9001:2008. Beberapa manfaat yang berhubungan dengan pemasaran antara lain kepuasan konsumen, peningkatan prosedur kerja, dan peningkatan kualitas produk. Contoh prosedur kerja terkait anggrek adalah standar yang dibutuhkan untuk memproduksi anggrek mulai dari proses hingga bahan. Walaupun ISO 9001:2008 bukan merupakan standar produk, namun produk yang dihasilkan dari sistem manajemen mutu berkualitas internasional dapat menghasilkan produk yang berkualitas pula. Selain itu, citra produk atau jasa dari segi kualitas akan semakin meningkat di mata konsumen dengan dimilikinya sertifikasi ISO
58
9001:2008 oleh suatu organisasi. Implikasinya, peningkatan kualitas produk akan dilakukan organisasi melihat adanya pengawasan yang tinggi terhadap manajemen internal (Tari et al. 2013). Selanjutnya variasi menjadi prioritas kedua dengan bobot 0.223. Peningkatan jumlah koleksi merupakan hal yang menjadi perhatian selain kualitas dalam tujuan strategis Kebun Raya Bogor. Karena adanya peran konservasi, maka keragaman koleksi menjadi hal yang harus diperhatikan organisasi. Organisasi menilai dengan semakin beragamnya koleksi yang dimiliki maka akan semakin banyak jenis anggrek yang dapat dikenal oleh masyarakat. Di sisi lain dengan semakin banyaknya koleksi yang dipasarkan, maka akan semakin banyak jenis anggrek yang dapat dipilih oleh pembeli. Namun jumlah koleksi yang beragam ini belum seluruhnya dapat dijual karena ada spesies yang tergolong prioritas untuk konservasi dan masih sulit untuk dikembangkan dan diperbanyak secara massal (Isnaini 2010). Meskipun dapat dijual, beberapa spesies pernah mengalami kelangkaan karena keterbatasan biji untuk diperbanyak. Untuk mengatasinya, Kebun Raya Bogor terkadang mendapat bantuan dari pegawai maupun pihak eksternal yang memiliki koleksi anggrek yang sedang berbunga dan dapat diambil bijinya untuk dikultur. Untuk penilaian terhadap variasi, sejauh ini jenis (variasi) yang dicari pembeli dinilai sudah dapat tersedia. Hal ini karena mayoritas pembeli mencari anggrek yang tergolong awam dan sudah banyak dikenal di masyarakat. Kemasan menjadi prioritas ketiga yang berpengaruh terhadap fokus (goal) utama dengan bobot 0.192. Kemasan yang menjadi perhatian khususnya untuk anggrek botol yang dilengkapi dengan label gambar dan informasi. Van Uffelen dan De Groot (2005) menambahkan bahwa kemasan merupakan suatu bentuk nilai tambah dan fitur yang melekat pada produk florikultura. Hal yang sama diungkapkan Singh (2012) bahwa kemasan dapat meningkatkan nilai produk dan persepsi pembeli terhadap kualitas produk. Oleh karena itu, Kebun Raya Bogor memperhatikan perilaku pembeli baik awam maupun hobies terkait dengan kemasan khususnya untuk anggrek botol. Kemasan dinilai sangat mempengaruhi minat pembeli khusunya bagi pembeli awam yang melihat dari label gambar bunga anggrek. Hal ini terbukti dari sebanyak 28.57 persen pembeli menjadikan kemasan gambar sebagai alasan pembelian. Untuk itu, Kebun Raya Bogor perlu melengkapi kembali anggrek botol yang masih belum memiliki label gambar. Selain itu, sebaiknya jumlah botol berlabel Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dibuat sama jumlahnya. Hal ini karena sebanyak 40 persen pembeli adalah wisatawan asing yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Sebanyak 20 persen pembeli yang merupakan wisatawan asing menilai bahwa kemasan produk tidak informatif karena label informasi didominasi oleh Bahasa Indonesia. Penyediaan kotak berisi label Bahasa Inggris pada meja displai atau kasir dapat pula mengatasi kekurangan tersebut. Ukuran dan kuantitas memiliki selisih bobot yang tidak jauh yakni 0.141 dan 0.140 yang menjadi prioritas keempat dan kelima. Sub bauran yang menjadi prioritas utama dalam promosi adalah media sosial dengan bobot 0.366. Pada kenyataannya, media sosial yang dimiliki Griya Anggrek terkendala dengan sumber daya untuk mengelolanya. Hal ini karena banyak pihak yang memiliki tugas ganda dalam mengelola pemasaran anggrek di Kebun Raya Bogor baik itu sebagai peneliti maupun teknisi. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak internal yang pernah mengelola media
59
sosial tersebut, terdapat kendala lain yakni kesulitan untuk membuat materi informasi yang akan dipublikasikan terutama untuk jejaring sosial Facebook. Penggunaan media sosial sebagai wadah promosi dianggap sebagai media yang ideal dan efektif untuk memasarkan anggrek yang dijual. Kebun Raya Bogor mengharapkan adanya konsistensi penggunaan media sosial yang sebelumnya telah dibuat. Untuk itu, perlu adanya alokasi sumber daya manusia yang khusus untuk mengelola promosi melalui media sosial. Hingga saat ini, akun jejaring sosial dikelola oleh peneliti dari bagian pembibitan. Mangold dan Faulds (2009) memaparkan dua peran media sosial dalam kegiatan pemasaran yakni sebagai sarana organisasi berkomunikasi dengan pembeli dan antar pembeli. Wadah komunikasi antar pembeli merupakan perkembangan dari konsep komunikasi dari mulut ke mulut atau word of mouth communication. Penelitian lain yang mendukung peran media sosial dalam pemasaran menyatakan bahwa media sosial memiliki keunggulan dari segi biaya karena biaya yang dibutuhkan hampir tidak ada untuk media sosial umum seperti Facebook dan Twitter (Neti 2011). Pameran dan kunjungan menempati prioritas kedua dan ketiga dengan bobot 0.247 dan 0.215. Kedua sub bauran ini tidak menjadi pilihan utama karena permasalahan biaya dan intensitas. Pameran membutuhkan biaya dalam pelaksanaannya sedangkan kunjungan tidak dapat diprediksi intensitasnya. Selain itu, kunjungan yang khusus ditujukan kepada Griya Anggrek baru dikembangkan pada awal tahun 2014. Sama halnya dengan seminar yang menjadi prioritas keempat yang tidak terlalu berpengaruh karena intensitasnya tergantung dari kegiatan penelitian dan peserta seminar yang tergolong terbatas untuk kalangan tertentu sehingga tidak dapat menjangkau masyarakat luas. Sub bauran distribusi yang menjadi prioritas utama terhadap fokus adalah informasi ketersediaan produk dengan bobot 0.388. Selama ini baik pengunjung maupun pembeli hanya mengetahui ragam produk yang dijual melalui displai, informasi digital, dan petugas outlet. Dengan adanya informasi ketersediaan produk maka pembeli akan mendapatkan sejumlah informasi yang menjadi pertimbangan dalam pembelian anggrek. Untuk itu, layanan informasi digital dianggap memiliki peran penting dalam penyediaan informasi. Informasi yang ada pada layanan digital perlu diperbaharui dengan menambahkan gambar, koleksi, dan ketersediaan produk (dapat dijual atau tidak). Selain itu, informasi lokasi outlet dinilai memiliki pengaruh penting pada urutan kedua dengan bobot 0.365. Distribusi (tempat) menjadi hal yang penting untuk menyampaikan produk ke pembeli. Untuk itu perlu adanya informasi bagaimana cara untuk menjangkau tempat penjualan produk. Sebanyak 20 persen pembeli menilai bahwa informasi lokasi masih sulit ditemukan karena papan petunjuk yang kurang jelas. Sebagai langkah lanjut dari pengaruh lokasi outlet terhadap kegiatan pemasaran, supervisor Griya Anggrek telah mengajukan pembuatan signage untuk memperjelas lokasi outlet pada tahun 2013. Kebersihan dan kenyamanan outlet menempati urutan ketiga dalam sub bauran promosi dengan bobot 0.247. Secara keseluruhan, perumusan strategi pemasaran anggrek spesies secara konkrit di Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1.
60
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh beberapa simpulan mengenai penilaian konsumen dan prioritas bauran pemasaran. Beberapa simpulan tersebut diantaranya: 1. Kebun Raya Bogor telah menjalankan kegiatan pemasaran yang dapat dianalisis melaui bauran pemasaran 4P yakni produk, harga, promosi, dan distribusi. Masing-masing bauran pemasaran memiliki kriteria sub bauran operasional yang berbeda-beda. Keseluruhan sub bauran yang dijalankan diantaranya produk (kualitas, kuantitas, ukuran, kemasan, variasi); harga (diskriminasi harga); promosi (pameran, media sosial, seminar nasional, kunjungan eksternal); distribusi (informasi ketersediaan produk, informasi lokasi outlet, kebersihan dan kenyamanan outlet). 2. Bedasarkan analisis penilaian konsumen, pada atribut produk seluruh pembeli menilai kualitas produk sudah terjamin. Selain itu, mayoritas pembeli menilai variasi dan kemasan sudah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembeli. Pada atribut harga, mayoritas pembeli menilai harga tergolong terjangkau. Penilaian pada atribut promosi, mayoritas pembeli menilai media atau kegiatan promosi sulit untuk ditemukan baik mengenai anggrek maupun outlet. Penilaian terhadap atribut distribusi, mayoritas pembeli menilai informasi outlet mudah ditemukan begitu pula dengan lokasi outlet yang dinilai strategis. Sumber informasi outlet banyak diperoleh melalui papan dan kerabat atau teman. Berdasarkan tujuan dan alasan pembelian produk, mayoritas pembeli bertujuan untuk melengkapi koleksi, hadiah, dan mencoba pertama kali. Sedangkan untuk alasan, mayoritas pembeli adalah hobies dan karena tertarik oleh label gambar di kemasan anggrek botol. 3. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP diperoleh tujuan yang menjadi prioritas utama Kebun Raya Bogor dalam memasarkan anggrek adalah memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi. Bauran pemasaran yang diprioritaskan adalah bauran produk dengan sub bauran utama kualitas. Bauran promosi menjadi prioritas kedua untuk dijalankan dengan media sosial sebagai sub bauran utama. Pada prioritas ketiga terdapat bauran harga dengan diskriminasi harga sebagai sub bauran satu-satunya. Prioritas keempat adalah bauran distribusi, dengan sub bauran utama informasi ketersediaan produk. Beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi Kebun Raya Bogor dalam memasarkan anggrek spesies adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya Kebun Raya Bogor dapat memberikan prioritas utama pada strategi bauran produk melalui kontrol terhadap kualitas anggrek. Secara konkrit, keseluruhan penerapan prioritas strategi dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Pihak Kebun Raya Bogor dapat mulai membangun usaha berwawasan bisnis dan mencoba berperilaku seagresif organisasi laba (swasta/privat). Dalam hal ini perlu adanya perilaku semangat berbisnis dan kreativitas agar tercapainya optimalisasi penjualan melalui pemilihan bauran pemasaran.
61
DAFTAR PUSTAKA Assauri S. 2004. Manajemen Pemasaran. Ed ke-1. Cet ke-7. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. [Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan agribisnis anggrek. Ed ke-2. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Bryson JM. 1988. A strategic planning process for public and non-profit organization. Pergamon Journals Ltd [Internet]. [diunduh 2013 Desember 20]; 21(1):73-81. Tersedia pada: http://docushare.usc.edu/docushare/dsweb/Get/Document-8775/bryson%2B%2Bstrategic%2Bplanning%2Bfor%2Bnon-profits.pdf. David FR. 2009. Manajemen Strategis. Ed ke-12. Jakarta (ID): Salemba Empat. Dermawan R. 2006. Pengambilan keputusan : landasan filosofis, konsep, dan aplikasi. Bandung (ID): ALFABETA. [Ditjen] Direktorat Jendral Hortikultura. 2011. Rencana strategis Direktorat Jendral Hortikultura tahun 2010-2014. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Dharmmesta BS, Handoko TH. 2008. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Ed ke-1. Cet ke-4. Yogyakarta (ID): BPFE-Yogyakarta. Firdaus M, Harmini, Farid MA. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif Untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Press. Gunawan LW et al. 2008. Budidaya Anggrek. Cet ke-26. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Isnaini Y. 2010. Aplikasi Teknik In Vitro Untuk Perbanyakan Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor dan Respons Masyarakat Terhadap Produknya. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Hortikultura, Universitas Udayana Bali, 25-26 Nopember 2010. Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran. Ed. 11 Jilid 2. Jakarta (ID): PT. Indeks. Kotler P, Keller KL. 2009a. Manajemen Pemasaran. Ed 12. Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Kotler P, Keller KL. 2009b. Manajemen Pemasaran. Ed 13. Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Mangold WG, Faulds DJ. 2009. Social media: the new hybrid element of the promotion mix. Business Horizons. 338(52): 358-359.doi: 10.1016/j.bushor.2009.03.002. Nainggolan ER. 2012. Analisis strategi pemasaran tanaman hias adenium pada PT Istana Alam Dewi Tara Sawangan, Depok, Jawa Barat (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Neti MS. 2011. Social media and its role in marketing. ISSN [Internet]. [diunduh 2014 Mar 8]; 1(2): 6. Tersedia pada: http://www.ijecbs.com/july2011/13.pdf. Parluhutan E. 2006. Formulasi strategi pengembangan usaha tanaman anggrek spesies di unit koleksi anggrek Kebun Raya Bogor (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
62
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Buku saku statistik makro sektor pertanian volume 4 nomor 2 tahun 2012. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor-LIPI. 2004. Rencana Strategis PKT KRB LIPI 2005-2009. Bogor (ID): LIPI Press. Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor-LIPI. 2013. Laporan kultur jaringan 2012-2013. Bogor (ID) : PKT Kebun Raya Bogor. Saaty TL. 1991. Seri Manajemen. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks). Edisi Bahasa Indonesia. Cet ke-2. Jakarta (ID): IPPM dan PT Pustaka Binaman Pressindo. Siagian D, Sugiarto. 2006. Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Cet ke-3. Jakarta (ID): PT. Ikrar Mandiriabadi. Singh M. 2012. Marketing mix of 4p‟s for competitive advantage. IOSRJBM [Internet]. [diunduh 2014 Mar 8]; 3(6): 40-45. Tersedia pada: http://www.iosr.journals.org/iosrjbm/papers/vol3-issue6/G0364045.pdf. Swastha B, Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta (ID): Liberty Yogyakarta. Tari JJ, Molina-Azorin JF, Heras I. 2012. Benefits of the ISO 9001 and ISO 14001 standards: a literature review. JIEM [Internet]. 5(2):303. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.3926/jiem.488. Tjiptono F, Gregorius C, Dadi A. 2008. Pemasaran Strategik. Ed ke-1. Yogyakarta (ID): ANDI. Utami IW. 2008. Strategi pengembangan agribisnis anggrek di Bogor (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Van Uffelen RLM, De Groot NSP. 2005. Floriculture world wide: production, trade, and consumption patterns show market opportunities and challenges. [Internet]. [diunduh 2014 Mar 8]. Tersedia pada: http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/29148/pa05va01.pdf. Waty GE. 2010. Penyusunan strategi bisnis tanaman hias pada Tyas Orchid, Bogor (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
63
Lampiran 1 Rumusan Strategi Pemasaran Tanaman “Anggrek Spesies” di Kebun Raya Bogor Berdasarkan hasil penelitian, maka perumusan strategi pemasaran anggrek spesies di Kebun Raya Bogor adalah sebagai berikut: Visi dan Misi Kebun Raya Bogor Visi Kebun Raya Bogor adalah “Menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi tumbuhan, penelitian, pelayanan pendidikan lingkungan, dan pariwisata.” Sedangkan visi dalam jangka pendek adalah “Menjadi pusat keunggulan di bidang konservasi dan domestikasi tumbuhan Indonesia.” Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, PKT Kebun Raya Bogor-LIPI menetapkan misinya sebagai berikut: 1. Memperkuat bobot ilmiah di dalam pengelolaan koleksinya. 2. Mengembangkan model pengelolaan tumbuhan secara ex-situ dalam bentuk kebun raya. 3. Meningkatkan mutu penelitian di bidang konservasi, domestikasi, dan reintroduksi tumbuhan Indonesia. 4. Meningkatkan mutu pelayanan publik, termasuk mutu pendidikan lingkungan dan penyediaan informasi ilmiah. 5. Memperkuat jaringan kerja sama dengan para pemangku kepentingan, baik dari dalam maupun luar negeri. 6. Memperkuat manajemen kelembagaan. 7. Membangun dan mengembangkan sarana prasarana yang dibutuhkan, khususnya sarana prasarana yang menunjang pelayanan publik dan penelitian. Tujuan Kegiatan Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor 1. Memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi. 2. Meningkatkan citra PKT Kebun Raya Bogor-LIPI. 3. Meningkatkan penjualan. Alternatif Rumusan Strategi Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor 1. Mempertahankan kualitas anggrek dengan harga terjangkau melalui komitmen dan kerjasama dari seluruh pihak serta konsistensi pencapaian manajemen mutu melalui ISO 9001:2008. 2. Memutakhirkan dan menambah informasi layanan digital di Griya Anggrek secara berkala. 3. Mengalokasikan sumber daya manusia yang fokus untuk mengelola kegiatan promosi. 4. Menjalin hubungan dan komunikasi baik dengan pegawai maupun pelanggan yang tergolong hobies untuk menjamin ketersediaan biji anggrek. 5. Menambahkan dan memperbaiki kemasan anggrek.
64
Prioritas Strategi Pemasaran Anggrek Spesies di Kebun Raya Bogor 1. Mempertahankan kualitas anggrek dengan harga terjangkau melalui komitmen dan kerjasama dari seluruh pihak serta konsistensi pencapaian manajemen mutu melalui ISO 9001:2008. 2. Menjalin hubungan dan komunikasi baik dengan pegawai maupun pelanggan yang tergolong hobies untuk menjamin ketersediaan biji anggrek. 3. Menambahkan dan memperbaiki kemasan anggrek. 4. Mengalokasikan sumber daya manusia yang fokus untuk mengelola kegiatan promosi. 5. Memutakhirkan dan menambah informasi layanan digital di Griya Anggrek secara berkala.
65
Lampiran 2 Hasil pengolahan vertikal AHP dengan Microsoft Excel 2010 Bobot tujuan terhadap Fokus Goal Tujuan
Bobot
Memasyarakatkan anggrek (MA)
0.465
Meningkatkan citra (MC)
0.346
Meningkatkan penjualan (MP)
0.189 1.000
Bobot bauran terhadap Fokus Goal Bauran
VP
MA
VP
MC
VP
MP
Bobot
Produk
0.326
0.465
0.365
0.346
0.359
0.189
0.346
Harga
0.173
0.249
0.197
0.204
Promosi
0.353
0.242
0.242
0.294
Distribusi
0.148
0.143
0.202
0.156 1.000
Bobot sub bauran produk terhadap Fokus Goal Sub bauran
VP
MA
VP
MC
VP
MP
Bobot
0.465
0.312
0.346
0.306
0.189
0.305
Kualitas
0.299
Kuantitas
0.147
0.127
0.148
0.140
Ukuran
0.131
0.147
0.153
0.141
Kemasan
0.155
0.220
0.232
0.192
Variasi
0.268
0.195
0.161
0.223 1.000
Bobot sub bauran harga terhadap Fokus Goal Sub bauran
VP
MA
VP
MC
VP
MP
Bobot
Diskriminasi
1
0.465
1
0.346
1
0.189
1.000 1.000
Bobot sub bauran promosi terhadap Fokus Goal Sub bauran
VP
MA
VP
MC
VP
MP
Bobot
Pameran
0.256
0.465
0.262
0.346
0.199
0.189
0.247
Medsos
0.403
0.298
0.402
0.366
Semnas
0.148
0.193
0.192
0.172
Kunjungan
0.194
0.247
0.207
0.215 1.000
Bobot sub bauran distribusi terhadap Fokus Goal Sub bauran
VP
MA
VP
MC
VP
MP
Bobot
Info produk
0.412
0.465
0.331
0.346
0.431
0.189
0.388
Info lokasi
0.381
0.386
0.289
0.365
Kenyamanan & kebersihan
0.207
0.284
0.280
0.247 1.000
66
Lampiran 3 Koleksi anggrek spesies laboratorium kultur jaringan Kebun Raya Bogor Marga Aerides Bulbophyllum
Nama jenis A. odoratum, A. hutnoii B. acuminatisimum, B. gigantea, B. graviolens, B. lasiantum, B. lemmiscatoides, B. macranthum, B. phalaenopsis, B. Tolenonifer Cadetia Cadetia taylorii Calanthe C. triplicate, C. Vestita Cleisostoma C. simondii Coelogyne C. asperata C. celebensis, C. dayana, C. foestermanii, C. messangeana, C. pandurata, C. rochussenii, C. rumphii, C. Speciosa Cymbidium C. atropurpurium, C. bicolor, C. finlaysonianum, C. hartinahianum, C. roseum Dendrobium D. bicaudaum, D. bigibum, D. anosmum, D. bifalce, D. grandifolium, D. macrophyllum, D. mayandyii, D. mirbellianum, D. scundum, D, spectabile, D. stratiotes, D. leonsis, D. undulatum, D.ianthianum, D. stuartii, D. tobaense, D. longicole, D. insigne, D. nobile Dockrilla Dockrilla dolichophyllum Geodorum G. densif Grammatophyllum G. speciosum Liparis L. latifolia Luisia L. zolingeri Paphiopedillum P. glaucophyllum, P. hirsutisimum, P. primulinum, P. supardii, P. superbiens, P. ameniacum, P. philippinensis, P. praestans, P. tanred, P. victoria-regina, P. wilhelminae Paraphalaenopsis P. labukensis, P. laycockii, P. serpentilingua Phaius Phaius tankervilleae Phalaenopsis P. amabilis, P. amboinensis, P. cornu-cervi, P. doweryensis, P. fuscata, P. gigantea, P. javanica, P. violaceae, P. zebrine, P. bellina, P. fimbriata, P. deliciosa Polidota Polidota imbricate Porpyroglotis P. maxiwileae Renanthera Renanthera matutina Rhyncostylis Rhyncostylis retusa Thecopus T. secunda Vanda V. insignis, V. tricolor, V. dearei, V. foetida, V. hookeriana, V. saxatilis, V. celebica, V. sumatrana Vandopsis Vandopsis lissochiloides 24 Marga 93 Jenis
67
Lampiran 4 Struktur Organisasi PKT Kebun Raya Bogor-LIPI Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI
Bidang Konservasi Ex-Situ
Kelompok Jabatan Fungsional
Bagian Tata Usaha
Subbidang Pemeliharaan Koleksi
Subbagian Kepegawaian
Subbidang Registrasi Koleksi
Subbagian Keuangan
Subbidang Reintroduksi Tanaman Langka
Subbagian Umum
Subbidang Seleksi dan Pembibitan
Subbagian Jasa & Informasi
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali
68 Lampiran 5 Hirarki prioritas strategi pemasaran anggrek spesies Kebun Raya Bogor
Prioritas Bauran Pemasaran Anggrek Spesies Kebun Raya Bogor
Tingkat 1 : Fokus
Tingkat 2 : Tujuan
Tingkat 3 : Bauran
Tingkat 4 : Sub bauran
Meningkatkan penjualan
Memasyarakatkan anggrek bernilai konservasi
Meningkatkan citra organisasi
Produk
Harga
Promosi
Distribusi
Kualitas
Diskriminasi Harga
Pameran
Informasi ketersediaan produk
Kuantitas Media Sosial
Informasi lokasi outlet
Ukuran Seminar Nasional Kemasan
Variasi (Spesies)
Kunjungan Eksternal
Kebersihan dan kenyamanan outlet
69
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Agustus 1992. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Bapak Hernawan dan Ibu Yuyun. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kesatuan Bogor pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Bogor. setelah itu, pendidikan menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Bogor pada tahun 2010. Setelah menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan Program Sarjana (S1) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan pada tahun 2010. Penulis pernah aktif dalam beberapa kegiatan mahasiswa baik di tingkat departemen maupun fakultas. Beberapa kegiatan yang pernah diikuti diantaranya sebagai staf acara The 10th Economics Contest IPB 2012, staf acara Masa Perkenalan Departemen Agribisnis dan FEM 2012, staf humas Agribusiness Festival (Agrifest) 2012, staf acara The 3rd dan 4th Extravaganza 2012-2013, ketua panitia The 11th Economics Contest IPB 2013, tim pengajar Bina Desa (Bindes) FEM 2012-2013, serta staf departemen pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM Prioritas periode 2012-2013.