Antalogi PGSD Volume 1 Nomor 2 Juli 2013
PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ENERGI PANAS DAN ENERGI BUNYI Elin Erislinda Margaretha Sri Yuliariatiningsih Jurusan Pedagogik, Kampus Cibiru, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Mata pelajaran IPA membahas gejala-gejala alam yang tersusun secara sistematis didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan manusia. Salah satu materi dalam pembelajaran IPA di kurikulum 2006 kelas 4 SD yang dibelajarkan melalui pengamatan dan percobaan adalah energi panas dan energi bunyi. Hasil pengamatan pada pembelajaran IPA siswa lebih banyak menerima konsep-konsep bahan ajar secara verbal. Dalam proses pembelajaran, suasana kelas masih didominasi oleh guru. siswa lebih banyak duduk, diam, dan hanya mendengarkan sehingga siswa cenderung pasif. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut digunakan pendekatan konstruktivis sebagai terobosan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada konsep energi panas dan energi bunyi. Pendekatan konstruktivis memberikan keleluasaan pada siswa untuk mengembangkan keterampilan intelektual dan manual melalui aktivitas-aktivitas fisik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Dalam siklus satu partisipasi awal pada tahap konsepsi masih rendah karena pertanyaan yang diajukan bukan merupakan pengalaman keseharian siswa. Saat menyimpulkan hasil percobaan, siswa juga masih kesulitan karena tidak mengerti tentang kesimpulan. Hasil belajar rerata kelas juga rendah yaitu 66,41. Pada siklus kedua terjadi peningkatan respons dari siswa terhadap pertanyaan guru yang merupakan konsepsi. Siswa sudah bisa melakukan percobaan sendiri dan tahu cara melakukannya, tetapi masih ada beberapa siswa yang masih kurang peduli. Siswa mulai mengenal cara menarik kesimpulan sehingga terjadi peningkatan hasil belajar yaitu rerata kelasnya 75,09. pada siklus ketiga partisipasi siswa semakin meningkat. Siswa aktif melakukan percobaan dan pengamatan untuk mengeksplorasi pengetahuan, sehingga menumbuhkan pembelajaran yang bermakna. Hasil belajar pun meningkat rerata kelasnya menjadi 81, 12. Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan pendekatan Konstruktivis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar Siswa, dan Pendekatan Konstruktivis.
Erislinda dan Yuliariatiningsih. Pendekatan Konstruktivis........
CONSTRUCTIVIST APPROACH APPLICATION TO IMPROVE STUDENT LEARNING ACTIVITIES AND RESULTS ON THE CONCEPT OF HEAT ENERGY AND ENERGY SOUND Elin Erislinda Margaretha Sri Yuliariatiningsih PGSD Cibiru Campus Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRACT Teaching science to discuss the phenomena of nature are systematically arranged based on the results of experiments and observations made man . One of the materials in science teaching in 4th grade curriculum in 2006 that learned through observation and experiment is heat energy and sound energy . Observations on science teaching more students receive instructional materials concepts verbally . In the process of learning , the classroom atmospherewais still dominated by the teacher . students were sitting , silent , and just listened to the students tend to be passive . Therefore, to overcome these issues used constructivist approach as a breakthrough to enhance the activity and student learning outcomes in science learning on the concept of heat energy and sound energy . Constructivist approach gives flexibility to the students to develop the intellectual and manual skills through physical activities . The method used in this study was classroom action research conducted in three cycles . In the first cycle of initial participation in the conception phasewais still low because of the questions asked was not an everyday experience of students . When summing up the results of the experiment, the students still did not understand and difficulties to take conclusions . Learning outcomes also lower the average grade was 66.41 . In the second cycle of an increase in the response of the students to the teacher's question which is conception . Students were able to do the experiment theirself and knew how to do it , but still there were some students who were less concerned . Students begin to know how to draw the conclusion that an increase in the average class learning outcomes was 75.09 . The third cycle of increasing student participation . Students actively perform experiments and observations to explore the knowledge , so that foster meaningful learning . Learning outcomes also increased the average class to 81 , 12 . Based on the above data it can be concluded constructivist approach can improve the activites and students’ learning outcomes . Keywords : , Activities, Constructivist Approaches, Students’ learning outcomes
Antalogi PGSD Volume 1 Nomor 2 Juli 2013
Pendidikan harus berjalan selaras dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin hari semakin canggih. Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu kunci keberhasilan siswa dalam memasuki dunia informasi di kemudian hari. Dalam bidang IPA siswa dituntut untuk mengembangkan wawasan, bakat, minat, dan kepedulian terhadap lingkungan, serta mampu memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya dengan pola pikir kritis. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (DEPDIKNAS, 2006:6) mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 5. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Tujuan di atas sejalan dengan pendapat Irianto dan Yuliariatiningsih, (2009 : 5) bahwa :
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep IPA, memiliki keterampilan proses, memiliki minat untuk mempelajari alam sekitar, bersikap ilmiah, mampu menerapkan konsep-konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, mencintai alam sekitar serta menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan. Guru sebagai pelaksana perlu menggunakan berbagai pendekatan yang banyak melibatkan siswa dalam proses pembelajaran seperti pengamatan, penyelidikan, dan penyusunan hipotesis yang diikuti pengujian gagasan agar siswa memiliki pengalaman langsung dalam setiap pembelajaran. IPA merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang tersusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Bagi kelas 4 SD pembelajaran energi dapat dikategorikan sebagai materi yang tidak terlalu sulit jika siswa memiliki pengetahuan awal tentang konsep energi dan jika seorang guru dapat menyajikan materi secara konkret dan mendalam serta menghubungkan pembelajaran melalui pengamatan dan percobaan sehingga siswa benar-benar memahami materi pembelajaran. Pernyataan tersebut didasarkan pada pandangan konstruktivis bahwa keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau pada kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Bruner, (Sutardi dan Sudirjo, 2007:125) They are constructing their own knowledge by testing ideas and approaches based on their prior knowledge and experience, applying
Erislinda dan Yuliariatiningsih. Pendekatan Konstruktivis........
these to a new situasion and integrating the new knowledge gained with preexisting intellectual contructs. Siswa membangun pengetahuan dengan menguji ide-ide dan pendekatan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan yang baru diperoleh dengan membangun intelektual yang sebelumnya ada. Menurut Jean Piaget “Tahap perkembangan kognitif yang disebutnya operasional konkret umur 7-11 tahun, adalah seseorang mampu mengatasi masalah-masalah konkret (hands-on) secara logis...” (Yamin, 2012 : 18). Artinya tahap kemampuan anak usia SD harus dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat nyata. Dengan melihat tahap perkembangan siswa SD maka dalam pembelajaran materi energi panas dan energi bunyi harus menggunakan hal-hal yang nyata atau konkret. IPA memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat siswa hidup dan cara siswa sebagai makhluk hidup harus bersikap terhadap alam. Melalui pembelajaran IPA diharapkan siswa dapat mengaplikasikan IPA. IPA bukan hanya produk tapi juga proses. Pengetahuan itu harus diaplikasikan jangan sampai ada kesenjangan antara pelajaran dengan kehidupan. Manusia harus hidup selaras dengan alam bukan malah merusak alam. Manusia sebagai makhluk hidup diharapkan dapat melestarikan alam hingga alam dapat menyokong segala kebutuhan manusia. IPA diperlukan oleh siswa SD, Darmodjo dan Kaligis, (1991:6) mengemukakan empat alasan mengapa IPA perlu diajarkan di SD yaitu: 1. Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat memahami alam sekitarnya, meliputi benda-benda alam dan buatan manusia serta
konsep-konsep IPA yang terkandung di dalamnya. 2. Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu, khususnya IPA berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah yang sederhana. 3. Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat memiliki sifat ilmiah di dalam mengenal alam sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, serta menyadari kebesaran Penciptanya. 4. Dengan pengajaran IPA diharapkan siswa akan dapat memiliki bekal pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pakar-pakar pendidikan IPA dari UNESCO (Darmodjo dan Kaligis, 1991:6) mengemukakan tujuh manfaat IPA di SD di antaranya yaitu : 1. IPA menolong anak didik untuk dapat berpikir logis terhadap kejadian sehari-hari dan memecahkan masalah-masalah sederhana yang dihadapinya. Kemampuan seperti itu akan selalu berguna sepanjang hidupnya apapun pekerjaan mereka nanti. 2. IPA aplikasinya dalam teknologi, dapat menolong dan meningkatkan kualitas hidup manusia. IPA dan teknologi sangat bermanfaat dalam kegiatan masyarakat, oleh karena itu kita menginginkan agar anak-anak mengenalnya 3. IPA yang diajarkan dengan baik dapat menghasilkan perkembangan pola berpikir yang baik pula. 4. IPA dapat membantu secara positif pada anak-anak untuk dapat memahami mata pelajaran lain terutama bahasa dan matematika. Pada dasarnya anak sudah memiliki pengetahuan awal yang didapatnya dari
Antalogi PGSD Volume 1 Nomor 2 Juli 2013
interaksi dengan lingkungan sekitar sebelum anak itu memasuki dunia sekolah. Oleh karena itu pada saat pembelajaran akan ada konflik kognitif, yakni ketidakselarasan antara pengetahuan awal yang telah dimiliki dengan konsep baru yang akan dipelajarinya. Pembelajaran di sekolah diharapkan dapat menjembatani konsepsi atau pengetahuan awal anak dengan konsep yang sebenarnya. Ada banyak pendekatan yang dapat digunakan agar anak aktif selama proses pembelajaran IPA di SD. Salah satu pendekatan tersebut adalah pendekatan konstruktivis. Pada pembelajaran dengan menggunakan konstruktivis anak membangun pengetahuannya sendiri seperti yang dikemukakan oleh Bell, Driver & Leach (Karli dan Yuliariatiningsih, 2004:2-3) bahwa: Model Konstruktivis adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (self regulation) dan pada akhir proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran konstruktivis adalah suatu proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pembelajaran konstruktivis berpusat pada peserta didik, guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Menurut Irianto dan Yuliariatiningsih, (2009:30) ciri utama model konstruktivis antara lain : 1. Menekankan pada pengetahuan awal siswa 2. Pada saat belajar ditekankan pada kegiatan minds-on dan hands-on
3. Ada perubahan konseptual saat belajar yang menjembatani antara konsepsi awal siswa dan pengetahuan baru 4. Siswa secara aktif membangun pengetahuannya 5. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi sosial antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivis mengutamakan proses, kegiatan minds-on dan hands on harus menjembatani konsepsi awal siswa dengan konsep atau pengetahuan baru. Pembelajaran konstruktivis mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata. Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengonstruksi pengetahuan melalui pengalaman sosial atau interaksi sosial siswa. Pembelajaran dengan menggunakan model belajar konstruktivis meliputi empat tahapan. Menurut Irianto dan Yuliariatiningsih, 2009:30), keempat tahapan itu adalah: 1. Pengetahuan awal (mengungkapkan konsepsi awal dan membangkitkan motivasi) 2. eksplorasi 3. diskusi dan penjelasan konsep 4. pengembangan dan aplikasi konsep. Pada tahap pengetahuan awal siswa didorong untuk mengungkapkan pengetahuan awal tentang konsep yang akan dipelajari. Guru memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan konsep yang akan dibahas. Pada tahap eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep melalui penyelidikan, pengumpulan data, dan penginterpretasian data melalui kegiatan yang telah dirancang guru dalam sebuah LKS. Siswa bekerja dalam kelompok. Tahapan ketiga adalah tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini guru dan siswa mendiskusikan hasil temuan siswa ketika siswa melakukan
Erislinda dan Yuliariatiningsih. Pendekatan Konstruktivis........
eksplorasi. Guru mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi dengan benar. Pada tahapan akhir, pengembangan dan aplikasi konsep guru memunculkan permasalahan baru yang terkait dengan materi yang telah dibahas. Masalah yang dimunculkan merupakan pengaplikasian dari materi yang telah dibahas. Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Di antara keduanya itu terjadi interaksi dengan guru. Segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar dinamakan aktivitas belajar. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar dinamakan hasil belajar. Hasil belajar yang dimaksud di sini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakuan-perlakuan dari pengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. (Sudjana, 2011 : 22). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap, dan pengetahuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan itu dalam kehidupan seharihari. METODE Metode penelitian yang dilakukan peneliti pada penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan pada suatu subyek penelitian. Subyek penelitian adalah siswa SDN I Kertaraharja Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis kelas 4 tahun ajaran 2012/2013 di semester 2. Jumlah subyek
28 orang, terdiri atas 10 perempuan dan 18 anak laki-laki. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk siklus yang mengacu pada model rancangan penelitian yang diungkapkan oleh John Elliot. Model PTK John Elliot menggambarkan pelaksanaan yang terdiri atas tiga siklus dengan setiap siklusnya terdiri atas tiga tindakan. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian menurut Elliot adalah ide awal, temuan analisis, perencanaan umum, implementasi, monitoring dan efek, dan penjelasan kegagalan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada siklus pertama tahap pengungkapan konsepsi awal, antusias siswa dalam membuka pelajaran masih kurang, tetapi saat guru menanyakan tentang kegiatan sehari-hari siswa dari bangun tidur sampai tidur lagi kemudian mengaitkan dengan pembelajaran, siswa mulai merespons dengan baik walau masih terkesan malu-malu dan ragu. Pada Tahap eksplorasi, hanya ketua kelompok saja yang aktif dalam melakukan percobaan atau pengamatan yang ada di LKS. Siswa yang aktif tersebut merupakan siswa yang berprestasi di kelas. Pada Tahap diskusi dan penjelasan konsep, siswa kurang percaya diri dan takut salah ketika melaporkan hasil diskusinya di depan kelas. Hanya siswa yang biasa maju yang mau melaporkan hasil kerja kelompok yang lain tidak berani melaporkan hasil diskusi di depan kelas, selain itu siswa tidak menanggapi kelompok lain yang maju. siswa tidak terbiasa dalam menyimpulkan kegiatan pembelajaran Pada Tahap pengembangan dan aplikasi konsep, sebagian besar siswa tidak tepat waktu dalam mengumpulkan soal evaluasi. Pemahaman atau penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari kurang memuaskan dimana masih terdapat
Antalogi PGSD Volume 1 Nomor 2 Juli 2013
siswa yang berada di bawah nilai KKM pelajaran IPA. Pada siklus kedua di tahap pengungkapan konsepsi awal, antusias dan partisipasi siswa sudah mulai muncul dalam melakukan tanya jawab dengan guru sebagai pengungkapan konsepsi awal. Pada Tahap eksplorasi, kegiatan siswa pada saat mengerjakan LKS sudah mulai baik. Siswa sudah terbiasa dengan melakukan percobaan dan pengamatan dan mulai terampil dalam mengerjakan LKS yang dirancang guru. Kerja sama siswa mulai membaik. Pada Tahap diskusi dan penjelasan konsep, siswa mulai mempunyai keberanian dalam melaporkan hasil diskusinya di depan kelas dan menanggapi hasil kerja kelompok lain, meskipun masih terdapat siswa yang diam hanya menerima jawaban dari guru atau siswa. Pada Tahap pengembangan dan aplikasi konsep, pada saat pengerjaan soal evaluasi siswa mulai terlihat tertib dan khusyuk dari setiap tindakannya. Siswa yang terlambat mengumpulkan soal evaluasi mulai berkurang setiap tindakannya. Pemahaman atau penguasaan materi yang telah dipelajari siswa dari setiap tindakannya mengalami peningkatan. Hal ini ditandai oleh hasil rata-rata evaluasi siswa yang mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Pada Tahap Pengungkapan konsepsi awal di siklus ketiga, antusias siswa sangat tinggi di mana siswa terlihat bersemangat dalam membuka pembelajaran melalui kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh guru dengan siswa. Pada Tahap eksplorasi, hampir semua siswa terlibat dalam kegiatan eksplorasi. Kerja sama kelompok sangat baik, siswa terlihat aktif dalam melakukan percobaan dan pengamatan yang terdapat di LKS. Pada Tahap diskusi dan penjelasan konsep, kegiatan pelaporan hasil diskusi berjalan dengan baik. Tidak ada siswa yang tidak pernah melaporkan hasil diskusi
di depan kelas. Siswa sudah dapat menyimpulkan pembelajaran dengan baik. Pada Tahap pengembangan dan aplikasi konsep, di akhir siklus ini tidak ada lagi siswa yang terlambat mengumpulkan evaluasi. Aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran dengan materi energi panas dan energi bunyi meningkat dari siklus I sampai III. Berdasarkan pemaparan di atas, nilai rata-rata aktivitas belajar siswa dari siklus I, II dan III dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 4 2 0 Siklus I
Siklus II
Ketepatan
Siklus III
Kerja sama
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Di mana dari setiap siklusnya mengalami peningkatan. Pada siklus I aktivitas ketepatan dalam mengemukakan pendapat siswa sebesar 45,25%, siklus II sebesar 69,75%, dan siklus III sebesar 87,25%. Aktivitas kerja sama dalam kelompok pada Pada siklus I sebesar 57,5%, siklus II sebesar 74% dan pada siklus III sebesar 89,75%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III. Selanjutnya grafik hasil belajar siswa dapat dilihat sebagai berikut:
Erislinda dan Yuliariatiningsih. Pendekatan Konstruktivis........
100 50 0 Siklus I
Siklus III
Tindakan 1
Tindakan 2
Siklus III Tindakan 3
Berdasarkan grafik di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut dapat terlihat dari setiap siklus dan tindakannya yaitu pada siklus I tindakan 1 sebesar 59,25%, siklus I tindakan 2 sebesar 67,5% dan siklus I tindakan 3 sebesar 72,5%. Pada siklus II tindakan 1 sebesar 73,57%, siklus II tindakan 2 sebesar 75,71% dan siklus II tindakan 3 sebesar 76%. Pada siklus III tindakan 1 sebesar 77,67%, siklus III tindakan 2 sebesar 80,71% dan siklus III tindakan 3 sebesar 85%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada konsep energi panas dan energi bunyi. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian penerapan pendekatan konstruktivis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Untuk meningkatkan kerja sama siswa, dirancang suatu pembelajaran yang tidak dapat dikerjakan sendiri sehingga melibatkan siswa untuk bekerja sama dalam kelompoknya. Pembelajaran dirancang untuk mengharuskan siswa bekerja sama bersama kelompoknya. Selanjutnya untuk meningkatkan
keterampilan mengemukakan pendapat guru memberikan motivasi berupa penguatan verbal. Penerapan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran IPA konsep energi panas dan energi bunyi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam kerja sama kelompok dan aktivitas ketepatan dalam mengemukakan pendapat. Selain itu juga hasil belajar siswa dari setiap siklus dan tindakannya mengalami peningkatan. DAFTAR PUSTAKA Darmodjo, H. dan Kaligis, J. (1991). Pendidikan IPA II. Depdikbud. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum KTSP Kelas IV SD. Jakarta: Depdiknas. Irianto, D.M. dan Yuliariatiningsih, M.S. (2009). Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Karli, H. dan Yuliariatiningsih M.S. (2004) Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Model-Model Pembelajaran. Bandung: Bina Media Informasi. Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sutardi, D. dan Sudirjo, E. (2007). Pembaharuan Dalam PBM di SD. Bandung: UPI PRESS. Yamin, M. Pembelajaran Referensi.
(2012). Desain Baru Konstruktivistik. Jakarta: