Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IX SMAN 2 PONTIANAK PADA MATERI KOLOID IMPLEMENTATION OF 5E LEARNING CYCLE MODEL IN IMPROVING STUDENT CRITICAL THINKING SKILL OF IX GRADE OF SMAN 2 PONTIANAK ON COLLOIDAL MATERIAL Rody Putra Sartika, Ira Lestari Prodi Pendidikan Kimia Universitas Tanjungpura Pontianak Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi Pontianak Telp. (0561) 740144 Email :
[email protected]
Abstrak. Tujuan pada penelitian ini adalah 1) menentukan perbedaan keterampilan berpikir kritis
siswa SMAN 2 Pontianak sebelum dan setelah diajarkan menggunakan model siklus belajar 5E pada materi koloid, 2) Mendeskripsikan keterampilan berpikir kritis siswa SMAN 2 Pontianak sebelum dan setelah diajarkan menggunakan model siklus belajar 5E pada materi koloid. Desain penelitian yang digunakan adalah One group pretest–posttest design. Variabel bebas di dalam penelitian ini adalah pembelajaran sebelum dan setelah menggunakan model siklus belajar 5E dan variabel terikat adalah keterampilan berpikir kritis siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes berpikir kritis dan analisis data dilakukan menggunakan statistic inferensial. Hasil uji Wilcoxon diperoleh P-value = 0,000 < α = 0.05, artinya terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan setelah diajarkan menggunakan model siklus belajar 5E. Ratarata peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 0,16 dengan kategori rendah. Kata kunci: Keterampilan berpikir kritis, siklus belajar 5E. Abstract. The purposes of this study are 1) to determine difference of critical thinking of SMA 2
Pontianak students before and after being taught through 5E learning cycle model on colloid material, and 2) to describe critical thinking of SMAN 2 Pontianak Student before and after being taught through 5E learning cycle model on colloid material. This study was conducted in form of pre experimental design. One group pretest–posttest design was applied as research design. Independent variables were lesson before and after being taught through 5E learning cycle model. Dependent variable was student critical thinking. To collect data, assessment technique was applied and achievement test was used to get data. Data were analyzed by means of inferential and descriptive statistic. Result of statistic showed P-value = 0,000 < α = 0.05 which means that there was a difference of student critical thinking skills before and after being taught through 5E learning cycle model on colloid material. Improvement of student critical thinking skill was 0.16 which means on poor level. Keywords: critical thinking skills, 5E learning cycle model.
B-166
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
tidak cukup, harus dilengkapi dengan; 1) keterampilan kreatif-kritis, 2) berkarakter kuat, 3) didukung dengan keterampilan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dapat ditumbuhkembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa, hal ini sejalan dengan pendapat Hastuti (2013) bahwa di era 21 st Century Skills, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah ( scientific inquiry) dengan pendekatan berpusat pada siswa (student centered learning) untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kreatif (creative thinking) dan berpikir kritis (critical thinking), mampu memecahkan masalah, melatih kemampuan inovasi dan menekankan pentingnya kolaborasi dan komunikasi. Diantara beberapa pola berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis mendasari pola berpikir yang lain. Menurut Liliasari (2010) berpikir kritis perlu dikuasai lebih dahulu sebelum mencapai ketiga pola berpikir tingkat tinggi yang lain. Menurut Facione (1998) inti berpikir kritis adalah deskripsi yang rinci dari sejumlah karakeristik yang berhubungan, yang meliputi analisis, inferensi, eksplanasi, evaluasi, pengaturan diri dan interpretasi. Menurut Permendiknas 81A tahun 2013, untuk membudayakan berpikir secara kritis pada siswa, guru sebagai fasilitator haruslah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi siswa menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan
PENDAHULUAN
Pembelajaran kimia diharapkan dapat melatih keterampilan berpikir siswa, sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan nasional Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian PISA pada bidang sains tahun 2007 dan 2011 yang dirilis dalam paparan Mendikbud tentang pengembangan kurikulum 2013 pada tangal 22 Juni 2013 di Surabaya, diperoleh lebih dari 95% siswa Indonesia memiliki kemampuan menyelesaikan soal hanya sampai level menengah. Level menengah yang dimaksud adalah siswa Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah yang sederhana, menginterpretasikan dan menggunakan representasi berdasarkan pada sumber informasi yang berbeda serta mengemukakan alasannya secara langsung dari yang didapat. Hasil penelitian PISA pada tahun 2012 juga belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, karena kemampuan siswa Indonesia pada bidang sains masih berada pada peringkat 64 dari 65 negara yang ikut terlibat. Siswa Indonesia seharusnya memiliki keterampilan berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan masalah yang bersifat kompleks sesuai dengan tuntutan abad 21, hal ini sejalan dengan pendapat Moeloek & dkk (2010) bawah masalah yang dihadapi manusia pada abad 21 semakin kompleks, saling kait mengkait, cepat berubah dan penuh paradoks. Menurut Rosana, (2012) kerangka kompetensi abad 21 menunjukkan bahwa pengetahuan saja
B-167
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru belum dapat melatih keterampilan berpikir kritis siswa, oleh sebab itu diperlukan pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui pendekatan kontruktivis. Menurut Prawiradilaga (2009) konstruktivisme menyiapkan siswa untuk membentuk pemahaman dan pola pikir tersendiri. Salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yang dapat digunakan pada pembelajaran kimia untuk memberikan pemahaman konsep yang utuh dan melatih keterampilan berpikir kritis siswa adalah model siklus belajar (learning cycle/LC). Menurut Tuna & Kacar (2013) didasari oleh pendekatan konstruktivis, model siklus belajar 5E melibatkan keterampilan berpikir yang lebih tinggi. Model siklus belajar terdiri atas lima fase pembelajaran yang meliputi: Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, dan Evaluation (Lorsbach, 2002). Fase engagement dilakukan dengan membuat koneksi ke pengalaman masa lalu dan mengekspos miskonsepsi siswa dan mereka harus mengurangi ketidakseimbangan kognitif yang terjadi. Fase exploration dilakukan dengan membangun pengalaman guru dan siswa yang dapat digunakan kemudian untuk memperkenalkan dan mendiskusikan konsep, proses, atau keterampilan. Fase explanation dilakukan dengan meminta siswa menjelaskan pengalaman eksplorasi dan pengalaman engagement mereka dengan menggunakan istilah umum. Fase elaboration dilakukan
dengan melibatkan siswa dalam situasi baru dan masalah yang memerlukan transfer penjelasan yang indentik atau mirip. Fase evaluation dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa belajar melakukan investigasi lebih lanjut, dengan cara refleksi pelaksanaan pembelajaran. Pada model siklus belajar, siswa dapat mengidentifikasi suatu pola keteraturan pada fenomena yang diselidiki, memperkenalkan konsepkonsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki dan mendiskusikannya dalam konteks apa yang telah diamati, kemudian menggunakan konsep-konsep tersebut pada situasi baru. Menurut Duran, Duran, Haney, & Scheuermann (2011) siklus belajar merupakan model pembelajaran berbasis penelitian yang dapat membantu siswa mengeksplorasi konsep dalam sains dan membantu guru merencanakan pembelajaran yang bermakna dan pemahaman konsep yang mendalam. Tujuan utama dari interaksi guru-siswa selama siklus belajar adalah untuk meningkatkan berpikir kritis (Ajaja & Urhievwejire, 2012). Menurut Ergin (2006) dalam Tuna & Kacar (2013) model siklus belajar 5E dapat mentransmisikan keterampilan berpikir kritis siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Balci, Cakiroglu, & Tekkaya, (2006) menunjukkan bahwa penggunaan siklus belajar dapat memperjelas proses berpikir dan memperbaiki miskonsepsi siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan
B-168
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
model siklus belajar 5E dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN 2 Pontianak pada materi koloid.
1. Memberikan argumen yang jelas dan logis. 2. Melakukan pertimbangan hasil observasi dengan memberikan alasan yang sesuai dengan informasi yang diberikan. 3. Membuat kesimpulan berdasarkan uraian dan informasi yang diberikan. 4. Mengidentifikasi asumsi-asumsi untuk mengkonstruksi argumen. 5. Memutuskan suatu tindakan dengan menetapkan kriteriakriteria tertentu. Teknik analisis data dilakukan analisis statistik inferensial dengan menggunakan SPSS 17 sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan pada data pretes dan postest. Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: H0: Data berasal dari populasi yang terdistribusi normal. H1: Data berasal dari populasi yang terdistribusi tidak normal. Pada pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkan P-value (dalam program SPSS digunakan istilah Signifinance atau “Sig”) adalah sebagai berikut (Stanislaus S U : 2009): Jika P-value < α, maka H0 ditolak. Jika P-value ≥ α, maka H0 tidak dapat ditolak. 2. Uji perbedaan pretest dan posttest Peningkatan pemahaman konsep siswa secara signifikan ditentukan mengunakan uji Wilcoxon matched pairs pada data pretest dan posttest dengan hipotesis sebagai berikut:
METODE
Bentuk penelitian ini adalah praexperiment design. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Group Pretest-Postest Design (Sugiono, 2008) dengan pola sebagai berikut: U1 L U2 (Prabowo, 2011) Keterangan: U1 = Pretest. L = Perlakuan penerapan model siklus belajar 5E. U2 = Posttest. Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMAN 2 Pontianak kelas XI IPA yang berjumlah 4 kelas. Teknik pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah kelas MIA 1, dengan pertimbangan kelas tersebut memiliki ketuntasan hasil belajar yang rendah pada materi sebelumnya. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran sebelum dan setelah menggunakan model siklus belajar 5E. Variabel terikat pada penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah pengukuran. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes berpikir kritis siswa pada materi koloid. Indikator keterampilan berpikir kritis, meliputi:
B-169
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
H0:
Tidak terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi koloid. H1: Terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi koloid. Kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkan P-value adalah sebagai berikut (Stanislaus, 2009): Jika P-value < α, maka H0 ditolak Jika P- value ≥ α, maka H0 tidak dapat ditolak 3. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kriteria peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa
pada materi koloid ditentukan menggunakan rumus skor gain ternormalisasi (Hake, 1999) sebagai berikut:
= % / %max = (%<Sf> - %<Si>)/(100 - %<Si>) Keterangan: = Rata-rata gain ternormalisasi. = Rata-rata gain. <Sf> = Rata-rata posttest kelas. <Si> = Rata-rata pretest kelas. Kriteria perolehan skor gain ternormalisasi diklasifikasikan ke dalam tiga tingkatan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi normalisasi gain (Hake, 1999). Koefisien Normalisasi gain Klasifikasi g < 0,3 Rendah 0,3 ≤ g < 0,7 Sedang g ≥ 0,7 Tinggi
Prosedur penelitian meliputi tiga tahap antara lain: 1. Tahap Persiapan a. Melakukan prariset ke sekolah untuk memperoleh informasi melalui wawancara terhadap guru, observasi guru mengajar dan pengambilan data nilai raport kimia semester ganjil kelas XI IPA. b. Perumusan masalah penelitian yang didapat dari hasil pra-riset. c. Penyusunan perangkat pembelajaran, meliputi:
d.
e.
f. g.
B-170
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar kerja siswa (LKS). Penyusunan instrumen penelitian, meliputi: tes keterampilan berpikir kritis siswa. Validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Uji coba (reliabilitas) instrumen penelitian. Analisis data hasil uji coba untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen penelitian.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
2. Tahap Pelaksanaan a. Memberikan soal pretest (tes keterampilan berpikir kritis siswa). b. Memberikan perlakuan pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model siklus belajar 5E. c. Memberikan posttest (tes hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa). 3. Tahap Akhir a. Melakukan analisis dan pengolahan data hasil penelitian. b. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitian. c. Menyusun laporan penelitian.
sedangkan P-value posttest = 0,200 > α = 0,05. Hasil uji normalitas ini dapat disimpulkan data pretest berasal dari populasi yang terdistribusi tidak normal, sedangkan posttest berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Tabel 3 Hasil uji normalitas pretest dan posttest. Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Pretest .913 37 .007 Posttest .960 37 .200 Perbedaan pemahaman konsep siswa sebelum dan setelah pembelajaran menggunakan model siklus belajar 5E pada materi koloid dapat diketahui dengan melakukan uji wilcoxon karena salah satu data terdistribusi tidak normal. Hasil uji wilcoxon dengan P-value = 0,000 < α = 0,05, artinya Ho dapat ditolak, artinya terdapat perbedaan pemahaman konsep siswa sebelum dan setelah pembelajaran mengunakan model siklus belajar pada materi koloid. Keterampilan berpikir siswa yang diperoleh dari tes berpikir kritis siswa yang diberikan sebelum dan setelah diajarkan menggunakan pembelajaran model siklus belajar 5E pada materi koloid. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa ditentukan menggunakan rumus NGain yang dapat dilihat pada Tabel 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa pada saat pretest dan posttest dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil belajar siswa. Pretest Posttest Rata-rata 7.46 10.97 Varians 17.37 3.86 Standart Deviasi 4.18 1.96 Hasil uji normalitas pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji normalitas pretest dan posttest terlihat bahwa P-value pretest = 0,007 < α = 0,05,
B-171
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
Tabel 4 Peningkatan pemahaman konsep siswa. Peningkatan Peningkatan Kode Kode No. N-Gain pemahaman No. N-Gain pemahaman siswa siswa konsep konsep 1 E1 -0.07 Rendah 20 E20 0.24 Rendah 2 E2 0.22 Rendah 21 E21 0.43 Sedang 3 E3 0.07 Rendah 22 E22 0.33 Sedang 4 E4 0.30 Rendah 23 E23 0.14 Rendah 5 E5 -0.22 Rendah 24 E24 0.27 Rendah 6 E6 0.27 Rendah 25 E25 0.15 Rendah 7 E7 0.27 Rendah 26 E26 0.06 Rendah 8 E8 0.22 Rendah 27 E27 0.07 Rendah 9 E9 0.22 Rendah 28 E28 -0.15 Rendah 10 E10 0.27 Rendah 29 E29 0.07 Rendah 11 E11 0.11 Rendah 30 E30 0.12 Rendah 12 E12 0.33 Sedang 31 E31 0.36 Sedang 13 E13 -0.07 Rendah 32 E32 -0.07 Rendah 14 E14 0.33 Sedang 33 E33 0.29 Rendah 15 E15 0.20 Rendah 34 E34 0.39 Sedang 16 E16 0.16 Rendah 35 E35 0.22 Rendah 17 E17 0.32 Sedang 36 E36 0.14 Rendah 18 E18 -0.06 Rendah 37 E37 -0.24 Rendah 19 E19 0.06 Rendah Berdasarkan Tabel 4 diperoleh peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara klasikal sebesar 18.92% berada pada kategori sedang dan 62.16% berada pada kategori rendah, sedangkan 18.92% mengalami penurunan keterampilan berpikir kritis siswa. Rata-rata peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara klasikal sebesar 0.16 berada pada kategori rendah. Terjadinya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa secara signifikan setelah diberikan perlakuan menggunakan model siklus belajar 5E pada materi koloid karena model ini dapat membuat siswa menjadi aktif dan memberikan pengalaman langsung dalam mempelajari kompetensi-kompetensi yang ingin dicapai. Model ini terdiri atas lima fase pembelajaran yang meliputi: fase engagement, fase exploration, fase explanation, fase elaboration dan fase evaluation. Fase engagement membuat
hubungan antara pengalaman belajar siswa pada masa lalu dan saat ini, dengan terlebih dahulu mengungkap konsepsi siswa melalui pertanyaan-pertanyaan dari fenomena yang ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan konsep yang akan dipelajari. Pada fase ini terjadi proses asimilasi dimana siswa menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk merespon informasi baru yang diterimanya, sehingga dapat mengurangi ketidakseimbangan kognitif yang terjadi dan secara aktif termotivasi dalam pembelajaran. Setelah melakukan fase engagement, selanjutnya siswa mengeksplorasi ide-ide melalui fase exploration. Siswa dapat melakukan pertimbangan hasil observasi dengan memberikan alasan yang sesuai dengan informasi yang diberikan, mengidentifikasi asumsi-asumsi untuk mengkonstruksi argumen dan membuat kesimpulan berdasarkan uraian dan B-172
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
informasi yang diberikan. Fase ini membangun pengalaman siswa untuk memperkenalkan dan mendiskusikan konsep dengan bantuan lembar kerja siswa (LKS). Siswa difasilitasi dengan LKS untuk menyelesaikan kegiatan praktikum yang membantu mereka menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk menghasilkan ide-ide baru dan mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan yang muncul, sehingga memulai proses keseimbangan. Konsep baru dapat diasimilasi ke dalam skema yang telah dimiliki siswa yang pada akhirnya terjadi proses akomodasi. Proses keseimbangan diperlukan untuk mengatur keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi. Siswa dapat menyatukan konsep baru yang diterimanya dengan struktur kognitif yang telah ada (skema). Menurut Piaget pengetahuan tidak statis, tetapi terus berkembang dan berubah secara konstan selama siswa mengkonstruksi pengalamanpengalaman baru yang memaksa mereka untuk membangun dan memodifikasi pengetahuan sebelumnya (Arends, 2008). Pada fase exploration siswa dibentuk ke dalam kelompok heterogen yang dapat membantu siswa secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, baik dengan bimbingan dari guru maupun kerjasama dengan teman sebayanya dalam satu kelompok dalam melaksanakan praktikum sesuai dengan LKS yang diberikan. Pemikiran Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengkonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual siswa dan Bruner juga menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi
melalui personal discovery (penemuan pribadi) (Arends, 2008). Fase explanation mendorong siswa untuk menjelaskan pemahaman konsep yang telah diperoleh pada fase engagement dan fase explaration dengan kalimat mereka, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka dan mengarahkan pada kegiatan diskusi. Pada fase ini siswa dapat memberikan argumen yang jelas dan logis. Selain itu, siswa dapat menemukan istilahistilah dari konsep yang telah dipelajari pada fase explanation. Guru memberikan penjelasan singkat kepada siswa terhadap fenomena-fenomena yang mereka amati pada fase exploration untuk membimbing siswa ke arah pemahaman konsep yang lebih mendalam. Menurut Byber, Taylor, Gardner, Pamela Van Scotter, & Landes (2006) penjelasan dari guru atau kurikulum dapat membimbing mereka menuju pemahaman yang lebih dalam, yang merupakan bagian penting dari fase ini. Penjelasan tersebut diharapkan dapat mereduksi kesalahan-kesalahan konsep yang terjadi dan siswa dapat memperoleh pemahaman konsep yang utuh. Fase elaboration memfasilitas transfer konsep untuk situasi yang sama tetapi baru dengan bantuan LKS lanjutan. Siswa melakukan praktikum lanjutan sesuai dengan LKS lanjutan yang diberikan untuk mengembangkan pemahaman konsep yang lebih dalam dan luas. Diskusi kelompok dan situasi pembelajaran yang kooperatif dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengekspresikan pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari. Siswa memutuskan suatu tindakan dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu pada fase ini. Fase elaboration memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam situasi dan masalah baru yang memerlukan transfer penjelasan yang indentik, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa diharapkan
B-173
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
mampu mengaitkan situasi dan masalah baru dengan struktur kognitif yang telah ada. Menurut pemikiran Ausabel makna dapat muncul dari materi baru hanya bila materi itu terkait dengan struktur kognitif dari pembelajaran sebelumnya (Arends, 2008). Fase terakhir pada model siklus belajar adalah evaluation yang merupakan kesempatan bagi guru untuk menilai pemahaman konsep siswa. Siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal untuk mengetahui pemahaman konsep untuk materi koloid. Pada penelitian ini terdapat tujuh siswa yang mengalami penurunan keterampilan berpikir kritis. Penurunan keterampilan berpikir kritis terdapat pada indikator melakukan pertimbangan hasil observasi dengan memberikan alasan yang sesuai dengan informasi yang diberikan sebanyak 1 siswa. Membuat kesimpulan berdasarkan uraian dan informasi yang diberikan sebanyak 7 siswa. Mengidentifikasi asumsi-asumsi untuk mengkonstruksi argumen sebanyak 1 siswa dan memutuskan suatu tindakan dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu sebanyak 2 siswa. Memberdayakan keterampilan berpikir kritis siswa khususnya pada siswa tidak cukup hanya dalam beberapa kali pertemuan, melainkan membutuhkan waktu untuk membiasakan, hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Robb Wass (2011) yang menyatakan bahwa dibutuhkan waktu panjang sekitar dua sampai tiga tahun untuk merubah set mental siswa yang telah lama terbentuk sehingga siswa mampu mengintegrasikan ide-ide mereka dan menerapkan berpikir kritis untuk hal-hal yang baru.
2. Rata-rata peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa sebesar 0,16 dengan kategori rendah. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada Kemenristekdikti yang telah menyediakan dana penelitian dan SMAN 2 Pontianak yang telah memfasilitasi pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA
Ajaja, P. O., & Urhievwejire, O. E. (2012). Effects Of 5E Learning Cycle On Students' Achievement In Biology And Chemistry. Journal of Educational Sciences, Vol 7, No 3., 1-13. Arends, R. I. (2008). Learning To Teach Edisi Ketujuh. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. Balci, S., Cakiroglu, J., & Tekkaya, C. (2006). Enggagement, Exploration, Explanation, Extension, and Evaluation (5E) Learning Cycle and Conceptual Change Text as Learning Tools. Biochemistry and Molecular Biology Education, Vol. 34, No. 3, 199-203. Byber, R. W., Taylor, J. A., Gardner, A., Pamela Van Scotter, J. C., & Landes, N. (2006). The BSCS 5E Instructional Model: Origins and Effectiveness. Colorado Springs: BSCS. Duran, E., Duran, L., Haney, J., & Scheuermann, A. (2011). A Learning Cycle for All Student. Ohio: Sci Links.
KESIMPULAN Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan setelah diajarkan menggunakan model siklus belajar 5E. B-174
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
Facione, PA. 2013. Critical Thinking: What It is and Why it Counts. Millbrae, CA: Measured Reasons and The California Academic Press
Prawiradilaga, D. S. (2009). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta : Kencana. Rob Wass. (2011). Scaffolding Critical Thinking In The Zone Of Proximal Development. Higher Education Research & Development, hal 317328. Rosana, D. (2012). Menggagas Pendidikan IPA yang Baik Terkait Esensial 21st Century Skills. Seminar Nasioanal Pendidikan IPA ke IV. Surabaya: Unesa.
Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores . USA: Dept. of Physics, Indiana University. Hastuti, P. W. (2013). Integrative Science untuk Mewujudkan 21st dalam Pembelajaran IPA SMP. Dipetik Maret 19, 2015, dari http://www.staff.uny.ac.id: staff.uny.ac.id/sites/default/files/...% 20S..../ Integrative%20Science.pdf
Stanislaus, U. (2009). Pedoman Analisi Data dengan SPSS. Yokyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta.
Liliasari. (2010). Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Saisn Kimia Menuju Profesionalitas Guru. Dipetik Maret 19, 2015, dari file.upi.edu: file.upi.edu/Direktori/SPS/.../BERPI KIR_KRITIS_Dlm_Pembel_09.pdf
Tuna, A., & Kacar, A. (2013). THE EFFECT OF 5E LEARNING CYCLE MODEL IN TEACHING TRIGONOMETRY ON STUDENTS’ ACADEMIC ACHIEVEMENT AND THE PERMANENCE OF THEIR KNOWLEDGE. International Journal on New Trends in Education and Their Implications , 73-87.
Lorsbach, A. (2002). The Learning Cycle as A Tool for Planning Science Instruction. Dipetik Desember 10, 2002, dari http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/l orsbach/257lrcy.html. Moeloek, F. A., & dkk. (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: BNSP. Permendiknas. (2013). Implimentasi Kurikulum 2013. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional. Prabowo. (2011). Metodelogi Penelitian (Sains dan Pendidikan Sains). Surabaya: Unesa University Press.
B-175