1|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Agustus 2016
PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Susilowati³ Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan berpikir kritis siswa yang masih rendah. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru sehingga kurang mendorong siswa untuk aktif berpikir pada tingkat yang lebih tinggi yaitu berpikir kritis. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Metode dan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas desain Elliot yang dilaksanakan dalam 3 siklus 9 tindakan. Instrumen yang digunakan terdiri dari lembar observasi, catatan lapangan, lembar wawancara, lembar evaluasi, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis, kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada tindakan I masih dalam kategori rendah, selanjutnya pada siklus II rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa meningkat sehingga sudah termasuk ke dalam kategori sedang, dan pada siklus III rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kembali meningkat dan termasuk ke dalam kategori tinggi. Selanjutnya, kendala yang terjadi selama proses pembelajaran dengan menggunakan model probing-prompting diantaranya yaitu jumlah siswa yang terlalu banyak, siswa merasa malu, gugup, bahkan takut dalam mengungkapkan ide, pendapat, maupun gagasannya. Kendala tersebut dapat diatasi dengan berbagai tindakan, salah satunya yaitu dengan memberikan motivasi serta penguatan kepada siswa agar lebih berani dalam mengungkapkan ide, pendapat, maupun gagasannya. Selain itu, siswa diberikan teguran secara halus namun tegas dengan tujuan agar siswa mengetahui perbuatannya itu tidak baik sehingga siswa tersebut tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Kata kunci
: Berpikir kritis, Probing-prompting, Perkembangan teknologi.
²penulis penanggung jawab ³penulis penanggung jawab
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Sosilowati³ Penerapan Model Probing-prompting Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkembangan Teknologi| 2
APPLICATION OF PROBING-PROMPTING MODEL TO IMPROVE STUDENTS' CRITICAL THINKING ON TECHNOLOGICAL DEVELOPMENT MATERIAL Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Susilowati³ Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
[email protected] ABSTRACT This research is motivated by students' critical thinking skill which is still low. This happened because learning process still conducted in teacher-centered, it does not encourage students to think at higher level which is critical thinking. The purpose of this study is to improve critical thinking skills and student learning outcomes. The method used in this study is Classroom Action Research with Elliot design, conducted in three cycles consist of nine actions. The instrument used consisted of observation sheets, field notes, interview sheets, evaluation sheets, and documentation. Based on the analysis, students' critical thinking ability increased in each cycle. This is proven from the average score of students' critical thinking skills in action 1 which is still in the low category. Then the second cycle of students' average score in critical thinking skills increased, so it could be included in the medium category. The third cycle of students' average score in critical thinking skills also increased and included into high category. Furthermore, the obstacles that occurred during the learning process by using probing-prompting model are the number of students is too much and the students still feel shy, nervous, afraid to express ideas and opinions. These obstacles could be overcome by a variety of actions, one of them is by giving motivation and reinforcement for the students to be more daring in expressing ideas and opinions. In addition, students are given a smooth but firm reprimand with the aim that students know their deed is not a good deed so that they will not do the same mistakes.
Keywords: Critical Thinking, Probing-Prompting, Technological Development.
²penulis penanggungjawab ³penulis penanggungjawab
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
3|Antologi UPI
Volume
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses untuk mengubah perilaku individu ke arah yang lebih baik. Manusia terus belajar dari waktu ke waktu untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Oleh karena itu pendidikan sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan yang berkualitas akan menjadikan individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. Hal tersebut sejalan dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Redaksi Sinar Grafika, 2010) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (hlm. 3) Di era globalisasi seperti sekarang ini banyak fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat sehingga permasalahan yang dihadapi semakin kompleks. Hingga saat ini pendidikan diyakini sebagai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Seperti yang diketahui bahwa tuntutan zaman yang semakin maju maka kualitas sumber daya manusia harus lebih ditingkatkan. Untuk itu hendaknya pendidikan harus melihat jauh ke depan dan mampu menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Melalui pendidikan diharapkan suatu individu dapat mengembangkan potensi dari berbagai aspek secara optimal.
Edisi No.
Agustus 2016
Sekolah merupakan sarana pendidikan formal yang dapat membantu individu dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Tenaga pendidik dalam hal ini guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan individu tersebut. Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran di dalam kelas. Keberhasilan suatu pembelajaran yang dilakukan di sekolah tergantung kepiawaian guru dalam mengajar. Pembelajaran yang baik akan memudahkan siswa memahami materi serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dapat terpenuhi secara optimal. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Ilmu pengetahuan sosial merupakan mata pelajaran yang di dalamnya terdapat materi mengenai disiplin ilmu sosial. Menurut Sumaatmadja (dalam Gunawan, 2011, hlm. 106) mengemukakan bahwa “secara mendasar pengajaran ilmu pengetahuan sosial berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya”. Sejalan dengan pendapat tersebut bahwa ilmu pengetahuan sosial merupakan suatu ilmu yang mempelajari interaksi manusia dengan lingkungannya. Ilmu pengetahuan sosial memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara berperilaku dengan baik yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, cara berinteraksi dengan baik, dan cara manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di permukaan bumi. Agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari, maka mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial sangat penting diajarkan pada siswa sejak dini karena mata pelajaran ilmu pengetahuan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Sosilowati³ Penerapan Model Probing-prompting Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkembangan Teknologi| 4 sosial di sekolah dasar memiliki berbagai tujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa. Menurut KTSP (Depdiknas, 2006) tujuan mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial di sekolah dasar agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain sebagai berikut: 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaiatan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan. 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional dan global. Sejalan dengan tujuan ilmu pengetahuan sosial di atas, bahwa ilmu pengetahuan sosial bertujuan untuk meningkatkan berbagai kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya yaitu memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin maju maka kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh setiap siswa, karena kemampuan berpikir kritis dapat membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Pada kenyataannya di lapangan, tujuan ilmu pengetahuan sosial di sekolah dasar khususnya kemampuan berpikir kritis belum terpenuhi secara optimal. Faktor yang menyebabkan siswa kurang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis yaitu siswa tidak mempunyai rasa percaya diri dan adanya rasa malu dalam diri siswa untuk menyampaikan pendapat, ide, ataupun gagasannya kepada guru di hadapan teman-teman sekelasnya. Terlihat dari proses pembelajaran yang dilakukan ketika siswa diminta menjawab pertanyaan dari guru siswa terlihat gugup untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bahkan ada siswa yang hanya terdiam tidak mau menjawab pertanyaan. Faktor lainnya yaitu pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru sehingga aktivitas belajar siswa terlihat pasif. Ketika dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan, mencatat, dan menghafal materi yang disampaikan guru. Sehingga kemampuan siswa khususnya kemampuan berpikir kritis siswa kurang berkembang dengan baik. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang bervariasi, sehingga pembelajaran terkesan monoton dan membosankan bagi siswa. Serta penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik sehingga siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersebut masih belum bisa mencapai semua aspek yang ada di dalam tujuan ilmu pengetahuan sosial di sekolah dasar khususnya kemampuan berpikir kritis, karena proses pembelajaran kurang di dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis sehingga hal tersebut berdampak kepada hasil belajar siswa yang rendah. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukkan di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Padarek III, data empirik menunjukkan bahwa nilai hasil belajar yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial belum mencapai hasil yang memuaskan. Dari 35 orang siswa, terdapat 13 orang siswa yang berhasil mencapai KKM sebesar 70, sedangkan 22 siswa lainnya memperoleh
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
5|Antologi UPI
Volume
nilai dibawah KKM. Dengan demikian proses pembelajaran harus lebih ditingkatkan, karena pembelajaran yang baik akan berdampak kepada pencapaian suatu tujuan pembelajaran secara optimal dan hasil pembelajaran yang lebih baik. Berdasarkan fakta permasalahan yang terjadi di atas, diperlukan alternatif pemecahan masalah yang dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna kepada siswa, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada siswa dengan hasil pembelajaran yang lebih baik. Untuk itu, peneliti memilih model probingprompting sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam kegiatan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial. Menurut Suherman (dalam Huda, 2013, hlm. 281) mengemukakan bahwa “pembelajaran probing-prompting adalah pembelajaran dengan menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan siswa sehingga dapat melejitkan proses berpikir yang mampu mengaitkan pengetahuan dan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari”. Sejalan dengan pendapat tersebut bahwa pembelajaran probing-prompting dapat melejitkan kemampuan berpikir siswa karena pembelajaran yang dilakukan memicu siswa untuk aktif berpikir. Ketika dalam proses pembelajaran guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sehingga siswa harus berpikir untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Pembelajaran yang dilakukan lebih banyak melibatkan siswa yaitu dengan cara tanya jawab, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa ikut serta aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, harapan peneliti dalam penelitian ini yaitu dengan penerapan model Probing-Prompting kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial pada materi perkembangan teknologi di kelas IV
Edisi No.
Agustus 2016
Sekolah Dasar Negeri Padarek III meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti mengambil judul dalam penelitian ini yaitu Penerapan Model ProbingPrompting untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkembangan Teknologi. METODE Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Penelitan Tindakan Kelas (PTK). Metode PTK adalah salah satu metode untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat Ani W (dalam Kurniasih & Sani, 2014, hlm. 2) mengemukakan bahwa “penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian yang berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru dalam pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran”. Adapun Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian Model Elliot. Desain penelitian model Elliot ini terdiri dari tiga siklus dan setiap siklusnya terdiri dari beberapa tindakan. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berada di SDN Padarek III Blok Mekarjaya Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka. Jumlah siswa sebanyak 35 orang dengan rincian jumlah siswa laki-laki 17 orang dan siswa perempuan sebanyak 18 orang. Instrumen pada penelitian ini adalah lembar observasi, lembar wawancara, catatan lapangan, lembar evaluasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis data kuantitatif dan analisi data kualitatif.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Sosilowati³ Penerapan Model Probing-prompting Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkembangan Teknologi| 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilaksanakan di kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran probing-prompting pada pembelajaran IPS, adapun materi ajar dalam penelitian ini adalah perkembangan teknologi. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti selama tiga siklus sembilan tindakan menggunakan model probing-prompting dengan menerapkan 7 tahapan pembelajaran probing-prompting seperti yang dikemukakan oleh Sudarti (dalam Huda, 2013, hlm.282) yaitu: a. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan. b. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskan permasalahan. c. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) atau indikator kepada seluruh siswa. d. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil. e. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. f. Jika jawaban tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk
jalan penyelesaian jawaban. Kemudian, guru memberikan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, hingga siswa dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang diajukan pada langkah keenam ini sebaiknya diberikan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probingprompting. g. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa TPK/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa. (hlm 282) Langkah pertama, siswa dihadapkan pada situasi baru yang mengandung permasalahan. Dalam hal ini peneliti menghadapkan siswa pada situasi baru melalui gambar, teks bacaan, pengalaman siswa, dan tayangan video. Dalam proses pembelajaran peneliti mengambil contoh permasalahan yang sering terjadi di lingkungan siswa, sehingga permasalahan tersebut merupakan pengalaman yang pernah dilihat, didengar, maupun dirasakan oleh siswa. Hal tersebut sejalan dengan teori kontekstual yang dikemukakan oleh Johnson (dalam Satriani, 2012, hlm.11) mengemukakan bahwa “pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menghubungkan dan mengaitkan konsep yang akan dipelajari dengan kehidupan nyata siswa atau dengan segala sesuatu yang berada disekitar siswa.” Langkah kedua, memberikan waktu tunggu kepada siswa untuk merumuskan jawaban. Dalam hal ini peneliti menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menemukan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
7|Antologi UPI
Volume
sendiri informasi dan peran guru disini yaitu sebagai fasilitator, sejalan dengan Susanto (2014, hlm. 146) menjelaskan teori konstruktivisme bahwa “siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. guru dapat membantu proses ini dengan cara mengajar yang membuat informasi lebih bermakna dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide mereka”. Langkah ketiga, mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Pertanyaan yang diajukan merupakan tindak lanjut dari pertanyaan yang pertama, yaitu mengenai faktor penyebab, akibat yang ditimbulkan, solusi memecahkan masalah tersebut, dan kesimpulan. Langkah keempat, memberikan waktu tunggu kepada siswa untuk merumuskan jawaban. Siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sebangku untuk merumuskan jawaban. Sejalan dengan Ibrahim dan Nur (dalam Abdullah dan Ridwan, 2008) bahwa “dalam hal lain keyakinan Vygotsky berbeda dengan Piaget, dimana Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial dengan teman lain memacu ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa”. Dengan melakukan diskusi bersama temannya maka siswa dapat mengaitkan pengetahuan awal dengan pengetahuan baru yang dimilikinya sehingga dapat memacu adanya ide baru. Langkah kelima, menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan. Dalam hal ini peneliti menunjuk siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan. Pada awal pembelajaran siswa terlihat tegang, takut, dan bahkan tidak percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya. Setelah melakukan beberapa kali pembelajaran barulah siswa mulai berani dan tidak malu-malu lagi, hal ini karena peneliti senantiasa memberikan motivasi dan
Edisi No.
Agustus 2016
penguatan kepada siswa agar lebih percaya diri. Sejalan dengan Halimah, L. (2012) beberapa penguatan yang harus diberikan guru kepada siswa antara lain: penguatan verbal, penguatan gestural, penguatan dengan cara mendekati, penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa tanda atau benda serta penguatan bagi yang menyenangkan ataupun kurang menyenangkan. Dengan menumbuhkan rasa percaya diri siswa maka akan berdampak kepada prestasi belajar siswa. Menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan memberikan kesempatan kepada siswa yang kurang aktif menjadi aktif, siswa tidak bisa menghindar karena mau tidak mau siswa harus menjawab pertanyaan yang diajukan. Kemudian melatih siswa untuk berkonsentrasi dan fokus pada pembelajaran yang dilaksanakan. Langkah keenam, pemberian tanggapan. Pada tahap ini jika jawaban siswa tepat maka peneliti meminta siswa lain untuk menanggapi jawaban temannya. Pemberian tanggapan kepada jawaban temannya membuat siswa fokus pada pembelajaran yang dilaksanakan. Karena dalam hal ini siswa harus berkonsentrasi mendengarkan jawaban temannya agar dapat memberikan tanggapan. Jika jawaban siswa kurang tepat maka peneliti tidak melempar pertanyaan kepada siswa lain. Hal yang dilakukan peneliti yaitu memberikan kembali pertanyaan kepada siswa secara sederhana untuk menuntun siswa menuju jawaban yang tepat. Hal ini dilakukan untuk membiasakan siswa aktif berpikir dan terlibat dalam pembelajaran. Langkah ketujuh, mengajukan pertanyaan akhir. Dalam langkah ini peneliti mengajukan pertanyaan akhir berupa kesimpulan dari permasalahan yang sedang dipelajari. Pertanyaan diajukan kepada siswa dengan tujuan untuk memastikan bahwa siswa benarbenar memahami tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Pertanyaan-
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Sosilowati³ Penerapan Model Probing-prompting Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkembangan Teknologi| 8 pertanyaan yang diajukan peneliti dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model probing-prompting berkaitan dengan indikator berpikir kritis siswa. Sebagaimana yang di jelaskan oleh Enis (dalam Susanto, 2013, hlm. 125) menyatakan bahwa mengajarkan atau melatih siswa agar mampu berpikir kritis harus ditempuh melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu memberikan penjelasan sederhana, keterampilan memberikan penjelasan sederhana yaitu menuntun siswa untuk dapat menganalisis apa itu faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkan dari hasil analisisnya. Selanjutnya yaitu membangun keterampilan dasar, dimana siswa ditunutun untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dipelajari berdasarkan hasil analisisnya. Selanjutnya yaitu menyimpulkan, pada tahap ini siswa harus dapat menyimpulkan permasalahan yang terjdai berdasarkan pemecahan masalah dan hasil analisisnya. Kemudian terakhir mengatur strategi dan taktik, dimana siswa dituntun untuk dapat memberikan solusi alternatif secara mandiri dan masuk akal. Berdasarkan proses pembelajaran dengan menggunakan menggunakan model probing-prompting, rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa terus mengalami peningkatan dari setiap tindakannya walaupun tidak terlalu signifikan. Berdasarkan hasil temuan yang telah dilakukan pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Probingprompting, dapat dilihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I sampai siklus III mengalami peningkatan pada setiap tindakan setiap siklusnya. Untuk lebih jelas peningkatan tersebut dapat dilihat pada gambar 1
100
Rata-rata Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Setiap Tindakan dalam Setiap Siklus
90
81,14 78 79,71
80 65,88
70
68,57
70,86
60 50
44,71
47,64
50,29
40 30 20 10 0 Siklus I Tindakan 1
Siklus II Tindakan 2
Siklus III Tindakan 3
Gambar 1 Peningkatan Rata-rata Nilai Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa terus mengalami peningkatan pada setiap tindakan dalam setiap siklus. Pada siklus I tindakan 1 rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa yaitu sebesar 44,71, pada tindakan 2 naik menjadi 47,64, pada tindakan 3 naik kembali menjadi 50,29. Pada siklus I tindakan 1, 2, dan 3 rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa terus mengalami peningkatan. Akan tetapi masih dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan karena pada siklus 1 siswa masih kebingungan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model probing-prompting. Karena siswa belum memahami tahapan pembelajaran dengan menggunakan model probingprompting maka hal tersebut berdampak kepada proses pembelajaran yang kurang kondusif. Selanjutnya pada saat mengidentifikasi masalah siswa terlihat kesulitan hal ini dikarenakan gambar
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
9|Antologi UPI
Volume
yang terlalu kecil. Kemudian siswa juga masih kesulitan dalam membedakan faktor penyebab dan akibat. Selanjutnya pada saat siswa diminta untuk berdiskusi dengan teman sebangku untuk merumuskan jawaban kebanyakan siswa malah mengobrol diluar materi pembelajaran. Selanjutnya pada konfirmasi jawaban banyak siswa yang tidak menjawab pertanyaan dikarenakan siswa tersebut merasa tegang dan kurang percaya diri. Kemudian siswa juga masih kesulitan dalam menyimpulkan permasalahan. Berdasarkan temuan pada siklus I terdapat kekurangan yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Maka dari itu, pada siklus II peneliti mencoba memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus I. Pada siklus II rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis tindakan 1 yaitu sebesar 65,88, pada tindakan 2 naik menjadi 68,57, dan pada tindakan 3 naik kembali menjadi 70,86. Dengan serangkaian perbaikan yang dilakukan peneliti maka hasilnya pada siklus II rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap tindakannya terus mengalami peningkatan dan pada siklus II ini ratarata nilai kemampuan berpikir kritis siswa sudah termasuk ke dalam kategori sedang. Pada siklus II siswa sudah mulai memahami langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model probing-prompting, siswa juga sudah dapat membedakan faktor penyebab dan akibat yang ditimbulkan. Media pembelajaran yang digunakan sudah lebih baik sehingga siswa tidak kesulitan lagi dalam kegiatan menganalisis. Selanjutnya sebagian dari siswa sudah mulai percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya, siswa sudah mulai terbiasa terlihat dari mimik muka siswa yang sudah tidak merasa tegang. Akan tetapi, semangat siswa dalam belajar terkadang menurun, dan siswa juga masih kesulitan dalam memberikan tanggapan terhadap jawaban
Edisi No.
Agustus 2016
temannya. Pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan pembelajarannya. Maka dari itu peneliti kembali melakukan serangkaian perbaikan dengan harapan proses pembelajaran lebih baik dan hasilnya pun bagus. Pada siklus III tindakan 1 rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa yaitu 78, pada tindakan 2 yaitu 79,71, dan pada tindakan 3 yaitu sebesar 81,14. Dengan serangkaian perbaikan yang dilakukan peneliti maka pada siklus III rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap tindakannya kembali mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan akan tetapi pada siklus III ini rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa sudah termasuk ke dalam kategori tinggi. Peningkatan rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa juga terus mengalami peningkatan dari setiap siklusnya. Berikut rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa setiap siklusnya dapat dilihat pada gambar 2 Rata-rata Nilai kemampuan Berpikir Kritis Siswa Setiap Siklus 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
68,43
79,61
47,54
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Gambar 2 Rata-rata Nilai Berpikir Kritis Siswa Siklus I, II, III Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa terus mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus I rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa yaitu 47,54, pada siklus II naik menjadi 68,43, dan pada siklus III kembali naik menjadi 79,61. Dengan demikian penggunaan model
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.
Deden Nugraha¹, Nina Sundari², Sosilowati³ Penerapan Model Probing-prompting Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkembangan Teknologi| 10 probing-prompting dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil deskripsi, analisis, dan pembahasan dari penelitian yang dilakukan selama tiga siklus sembilan tindakan dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS materi perkembangan tekologi dengan menggunakan model probing-prompting mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang meningkat setiap tindakan di setiap siklusnya. Pada siklus I kemampuan berpikir kritis siswa masih dalam kategori rendah, hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan pembelajaran yang dilakukan. Selanjutnya pada siklus II rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dan sudah termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini disebabkan karena peneliti melakukan berbagai perbaikan. Selanjutnya pada siklus III rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa kembali meningkat dan sudah termasuk dalam kategori tinggi. Dengan demikian terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan model probing-prompting pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar kelas IV dengan materi perkembangan teknologi, yang dibuktikan dari rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa setiap siklus terus meningkat. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, G, A & Ridwan, T. (2008). Implementasi Problem Based Learning (PBL) Pada Proses Pembelajaran di BPTP Bandung. Artikel Skripsi: tidak diterbitkan.
Depdiknas. (2006). Krikulum 2006 Materi Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Gunawan, R. (2013). Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta. Halimah, L. (2012). Sikap Profesional Guru dan Keterampilan Dasar Mengajar. Bandung: Rizqi Press. Huda, M. (2013). Model-model pengajaran dan pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kurniasih, I. & Sani, B. (2014). Teknik dan Cara Mudah Membuat Penelitain Tindakan Kelas untuk Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kata Pena. Redaksi Sinar Gafika. (2010). UndangUndang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). Jakarta: Sinar Grafika. Satriani, I., Emilia, E. & Gunawan, M. H. (2012). Contextual teaching and learning approach to teaching writing. Indonesian Journal of applied Liguistic, 2(1), hlm. 10-22. Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Susanto, A. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. Please use purchased version to remove this message.