Vol. III No. 19 - Mei 2015
Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Subtopik Pencemaran Air Oleh Lesy Luzyawati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) pada subtopik pencemaran air dalam meningkatkan kete ram pilan berpikir kritis siswa kelas X serta mengetahui kendala yang dihadapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan desain setara kelompok kontrol pre-test post-test. Data keterampilan berpikir kritis diperoleh dari pre-test dan post-test, sedangkan angket untuk mengetahui respon siswa. Populasi penelitian kelas X SMA Negeri 1 Indramayu. Pengambil an sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, kelas X-2 MIA sebagai kelas eksperimen dan kelas X-3 MIA se-
PENDAHULUAN Pencemaran air merupakan masalah atau isu-isu aktual yang banyak dibicarakan dimasyarakat. Perhatian pemerintah dalam menangani persoalan lingkungan nampaknya masih banyak menghadapi kendala karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan Universitas Wiralodra Indramayu
bagai kelas kontrol. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji dua beda rata-rata dengan menggunakan SPSS 21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pe ningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yaitu 0,55. Respon siswa terhadap Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) ialah menyenangkan, mendorong siswa berani bertanya, menemukan ide-ide baru, meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan motivasi belajar. Kata Kunci Keterampilan berpikir kritis, Model Pembelajaran, Pencemaran air, Sains Tek nologi Masyarakat (STM).
serta tidak tahu bagaimana pemecahan dari masalah yang dihadapi (Hasanah, 2004). Akibatnya cadangan air bersih ber kurang serta banyak sungai yang tercemar oleh limbah pertambangan, industri, dan limbah rumah tangga. Seperti pada kasus sungai Cimanuk yang terdapat di Kabupa ten Indramayu Propinsi Jawa Barat, ribuan liter kubik limbah industri kerupuk men
47
Wacana Didaktika cemari Sungai Cimanuk, menyebabkan air sungai berbau dan tak layak konsumsi. Dengan merujuk masalah pencemar an air, diharapkan siswa dapat memecahkan berbagai masalah yang ada dengan kemampuan berpikir kritisnya. Menurut Zohar (Ernawati 2007) kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui bahan kajian yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil laporan studi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Indramayu, ternyata masih banyak siswa yang kurang berpikir kritis untuk menanggapi masalahmasalah yang ada di lingkungan sekitarnya. Disamping itu siswa juga kurang termotivasi dalam belajar biologi pada subtopik Pencemaran Air karena pembelajarannya masih bersifat tradisional dan monoton. Sebagai akibatnya keinginan belajar siswa rendah, demikian pula keterampilan berpikir kritis siswanya pun rendah. Untuk menciptakan siswa yang ber kualitas yang mampu berpikir kritis terhadap sains dan masyarakat serta berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan sains dan teknologi, diperlukan model dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah Model Sains Teknologi Masyarakat (STM), karena model ini memungkinkan siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan dapat menampilkan peranan sains dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat (Poedjiadi , 2005).
48
LANDASAN TEORI Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan salah satu strategi atau model pembelajaran yang dapat memberikan harapan untuk menghasilkan manusia cakap, berpikir kritis, logis, kritis, inisiatif, dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman serta peka terhadap masalah-masalah yang timbul di masyarakat (Rusmanyah, Darmawa, 2010). Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) memiliki langkah-lang kah atau tahap pembelajaran yang sudah baku. Langkah-langkah pembelajaran te lah dikemukakan oleh Yager (1996) yang membagi pembelajaran Model STM ke dalam empat langkah yaitu (1) invitasi, (2) eks plorasi (penemuan dan penciptaan), (3) pengajuan penjelasan dan solusi, (4) pengambilan tindakan. Poedjiadi (2005) membagi Model STM kedalam lima langkah, yaitu: (1) invitasi, (2) pengembang an konsep, (3) aplikasi konsep dalam kehidupan,(4) pemantapan konsep, dan (5) evaluasi. Berpikir kritis merupakan komponen pembentuk karakter untuk bangsa Indonesia yang sudah sangat mendesak untuk dikembangkan. Kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu komponen karakter bangsa sangat cocok dikembangkan melalui pendidikan sains (Liliasasri, 2010). Berdasarkan hal tersebut, Ennis (1985) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang difokuskan untuk menentukan apa yang diyakini dan apa yang harus dilakukan. Kemampuan berpikir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 19 - Mei 2015 kritis meliputi lima kelas besar yang merupakan indikatornya yaitu: memberikan penjelasan sederhana (elementary clari fication), membangun ketrampilan dasar (basic support), membuat kesimpulan (inferenting), membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), mengatur strategi dan taktik (strategi and tactik). METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi eksperiment. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan equivalent group control pretest-posttest design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Indramayu Kabupaten Indramayu tahun pelajaran 2014/2015. Sebagai sampel diambil siswa kelas X MIA yang terdiri atas dua kelas masing-masing dengan 36 orang siswa. Sampel yang diambil dua kelas secara Pur
posive Sampling. Berdasarkan hal tersebut maka ditetapkan kelas X-2 MIA sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dan kelas X-3 MIA sebagai kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran dengan ceramah dan diskusi Data yang diperoleh berupa data kemampuan berpikir kritis siswa dari pretest dan post-test, Data yang diolah dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angkaangka. Adapun teknik dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu tes berupa soal pilihan ganda beralasan. HASIL PEMBAHASAN Data tentang kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum dan setelah pelaksanaan pembelajaran diperoleh dari pretes dan postes seperi disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Nilai Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperiment dan Kelas Kontrol Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Nilai Pretes
Pretes
Kelas
N
Eksperimen
36
Kontrol
36
Eksperimen
36
Kontrol
36
Universitas Wiralodra Indramayu
Nilai Ideal 100
100
Nilai Min
Nilai Max
Rata-rata
20
55
38,58
9,019
20
60
37,39
9,363
60
90
72,03
7,737
39
75
59,33
9,888
Standar Deviasi
49
Wacana Didaktika Berdasarkan analisis data hasil penelitian diketahui bahwa pembelajaran menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada subtopik pencemaran air. Berdasarkan hasil rata-rata perolehan skor pretes kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan soal pilihan ganda beralasan ditemukan hasil tidak berbeda signifikan. Kelas eksperimen dan kelas control masing-masing memperoleh rata–rata nilai 38,58 dan kontrol 37,39 dari nilai maksimum 100. Perolehan nilai baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebelum proses pembelajaran menunjukkan bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal dengan konsep yang hendak dipelajari. Keadaan tersebut sesuai dengan pandangan Fensham (dalam Rutaman et al, 2005) bahwa orang membangun makna tentang hal-hal yang dialami atau diceritakan secara aktif oleh diri mereka. Makna yang dibangun bergantung pada pengetahuan yang sudah ada pada diri seseorang. Oleh karena pengalaman dan hasil bacaan perorangan berbeda–beda, maka hasil permaknaan juga berbeda. Setelah mengalami proses pembelajaran sebanyak dua kali pertemuan, siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi postes. Postes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada subtopik Pencemaran Air. Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai postes, diketahui bahwa siswa yang belajar dengan model STM memiliki rata-rata nilai 72,03 dengan rata-rata peningkatan nilai sebesar 33,45. Sedang-
50
kan kelas kontrol memiliki rata-rata nilai 59,33 dengan rata-rata peningkatan nilai sebesar 21,94. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata peningkatan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini terjadi karena pada kelas eksperimen kemampuan berpikir kritis siswa lebih optimal dan adanya kelas yang interaktif. Hal ini sejalan dengan yang telah dikemukakan Penner (1995 dalam Sukmana, 2008) yang menyatakan bahwa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa yang optimal mensyaratkan adanya kelas yang interaktif sehingga siswa dapat terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Selanjutnya karena data berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji beda dua rata-rata (uji t), diperoleh Sig. (2-tailed) < 0,05 maka HO ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hasil uji perbeda an rata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang belajar dengan model STM dengan siswa yang belajar dengan metode ceramah dan diskusi. Kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model STM lebih baik dengan siswa yang belajar dengan ceramah dan diskusi. Hal ini disebabkan karena belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang harus berlanjut, sehingga siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka sendiri (Rustaman et al, 2005). Hal yang sama diungkapkan oleh Piaget (Suparno, 1997) bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 19 - Mei 2015 rekayasa tingkah laku untuk memberikan rangsangan dan meningkatkan terjadinya proses berpikir pada pembelajar yang disesuaikan dengan tahap pengembangan kognitifnya. Untuk mengetahui kategori peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilakukan dengan perhitungan N-gain. Sedangkan untuk rata-rata N-gain kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam Tabel 2.
dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa (Sukmana, 2008). Dalam model STM pada tahap invitasi guru memberikan pertanyaan yang bersifat produktif sehingga menuntun siswa untuk berpikir dan membangun konsep. Menurut Rustaman (2005) bahwa pertanyaan guru membantu siswa untuk menggunakan pikirannya, memotivasi, menuntun dan mengarahkan. Selain itu agar siswa dapat lebih aktif, guru harus memunculkan strategi yang tepat dalam
Tabel 2 Indeks Gain Kemampuan Berpikir kritis Siswa Kelas Ekaperimen dan Kelas Kontrol
Kelas
N Jumlah Rata-rata Kategori
Eksperimen
36
Kontrol
36 12,36
19,8
Dari tabel 2 terlihat hasil perhitungan N-gain kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol menunjukkan bahwa rata-rata N-gain kelas eksperimen 0,55 dan kelas kontrol 0,35 keduanya berada pada kategori sedang. Perbandingan N-gain kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil dari uji t-independen bahwa perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen yang meningkat dibandingkan kelas kontrol dapat terjadi karena pada kelas eksperimen pembelajarannya sangat berpusat pada siswa. Pembelajaran tersebut Universitas Wiralodra Indramayu
0,55
Sedang
0,35
Sedang
memotivasi siswa, guru harus memfasilitasi siswa agar mendapatkan informasi yang bermakna supaya memberikan kesempat an kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri (Guntur, 2004). Peningkatan kemampuan berpikir kritis yang dialami oleh siswa setelah melalui proses belajar, dapat pula disebabkan karena siswa yang belajar pada kelas eksperimen berperan aktif dalam mencari informasi untuk diaplikasikan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Glathorn dan Baron (dalam Hasnawati, 2000), bahwa cara berpikir siswa dapat ditingkatkan dengan cara memberi masalah yang menuntut siswa memanfaatkan proses-proses pemecah
51
Wacana Didaktika an masalah. Dalam proses pembelajaran dengan model STM siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah yang berasal dari isu-isu yang berkembang dimasyarakat. Kemampuan pemecahan masalah ini dikembangkan pada setiap tahap STM, yakni memunculkan isu-isu pada tahap invitasi, praktikum pada tahap pembentukan konsep, diskusi untuk memecahkan masalah. Selain analisis terhadap hasil belajar siswa secara keseluruhan dilakukan juga analisis terhadap berbagai indikator yang digunakan pada kemampuan berpikir kritis. Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan yaitu memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi asumsi-asumsi,
bertanya dan menjawab pertanyaan, menyesuaikan dengan sumber, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, menganalisis argumen, mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, memutuskan sebuah tindakan, membuat dan mempertimbangkan nilai pertimbangan. Pada tahap pertama untuk indikator kemampuan berpikir kritis ini dilakukan analisis untuk melihat peningkatan berdasarkan N-gain. Tahap kedua analisis dilakukan pengelompokan soal-soal ke dalam indikator. Tahap ketiga menentukan nilai pretes, postes dan N-gain untuk kelas tersebut. Hasil belajar siswa pada beberapa indikator, kemampuan berpikir kritis dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Belajar Siswa pada Beberapa Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No.
Jenjang
No. Soal
1.
Memfokuskan pertanyaan Mengidentifikasi asumsi-asumsi Bertanya dan Menjawab Pertanyaan Menyesuaikan dengan Sumber Menginduksi dan Mempertimbangan Hasl Induksi
7 2,11, 15,7
2. 3. 4. 5.
52
Rata-rata Pretes Postes 41 76
N-gain
Kategori
0,52
Sedang
39
74,75
0,58
Sedang
3
14
67
0,56
Sedang
9
34
76
0,55
Sedang
4,5,18,20
49,25
86,25
0,64
Sedang
6, 13, 14
43
77
0,52
Sedang
1,8
56
88,5
0,70
Sedang
6
Menganalisis Argumen
7.
Mendefinisikan Istilah dan Mempertimbangkan Definisi
8.
Memutuskan Sebuah Tindakan
11,16,19
50,67
86,7
0,63
Sedang
9
Membuat dan Mempertimbangkan Nilai Pertimbangan
12
56
81
0,48
Sedang
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Vol. III No. 19 - Mei 2015 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa indikator dengan N-gain tertinggi yaitu indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi dengan nilai ratarata N-gain 0,70. Hal ini disebabkan tema soal yang diberikan lebih bersifat nyata, jelas sehingga lebih memudahkan siswa dalam menjawab soal. Sedangkan pada indikator membuat dan mempertimbangkan nilai pertimbangan nilai rata-rata N-gain adalah 0,48. Hal ini dikarenakan tema soal bersifat pemahaman secara keseluruhan sehingga sulit untuk menarik kesimpulan untuk menjawab soal tersebut. Sedangkan secara keseluruhan terjadi peningkatan hasil belajar pada berbagai indikator kemampuan berpikir kritis. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum siswa meng ikuti pembelajaran secara serius sehingga mampu menjawab pertanyaan yang diberikan , yaitu berupa tes tertulis pilihan ganda beralasan. Gagne (dalam Dahar, 1989) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dimana organisme berubah perilakunya yang diakibatkan pengalaman. Hasil belajar dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, adaptasi dengan lingkungan dan perkembangan pemikiran. Uraian di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan model STM. Hal ini juga dapat dibuktikan dari hasil angket siswa yang menunjukkan bahwa pembelajaran STM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa .
Universitas Wiralodra Indramayu
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pembelajaran dengan model Sains Teknologi Masyarakat (STM) pada subtopik Pencemaran Air dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMA. Walaupun siswa masih merasa kesulitan dalam beberapa hal terkait pembelajaran model STM tetapi siswa merasa senang, terbukti dari hasil analisis penelitian yang menunjukkan adanya peningkat an kemampuan berpikir kritis siswa sesudah dilakukannya pembelajaran de ngan model STM. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen setelah pembelajaran menggunakan model STM mengalami peningkatan yang signifikan. Setelah dilakukan uji beda dua rata-rata dengan uji t dihasilkan perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Perbedaan tersebut disebabkan pada kelas eksperimen selama pembelajaran berlangsung siswa terlatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh setiap siswa. B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh, dalam penelitian ini, maka penulis menyarankan: Kepada guru biologi, disarankan untuk menggunakan pembelajaran model STM sebagai alternatif model mengajarkan materi biologi lainnya yang ada hubungannya dengan kehidupan masyarakat agar siswa bias mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
53
Wacana Didaktika Kepada peneliti lain, disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian tersebut dapat dilengkapi dengan meneliti kemampuan berpikir kritis lainnya misalnya kemampuan berpikir kreatif. DAFTAR PUSTAKA Dahar, R.W. 1996. Teori-Teori Belajar, Jakarta, Erlangga
Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran Bandung Tarsito.
Darmawa, I. P., 2010. Implementasi Pende katan sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran Motor Bakar Pada Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Di Politeknik Negeri Bali. Tesis Pasca Sarjana UNDIKSHA Bali: Tidak diterbitkan Ennis, R.H .1985. Goal for a Critical Think ing Curriculum, Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking, Virginia: ASDC
Ernawati, 2007. Profil Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Melalui Pende katan sains Teknologi Masyarakat pada Materi Pencemaran Air. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan Hasanah, N.L. 2004. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat untuk Me ningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah pada Sub Konsep Lingkungan. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan
54
Liliasari. 2010. Pengembangan Berpikir Kritis sebagai Karakter Bangsa Indone sia melalui Pendidikan Sains Berbasis ICT dalam Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa: Pengalaman Indonesia dan Malaysia, UPI-UPSI
Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Ma syarakat. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Rustaman, N.Y. 2005. Strategi Belajar Men gajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang Sukmana, R. W. 2008. Perbandingan Hasil Belajar Siswa yang Menggunakan Mul timedia Ilustrasi Statis dan Animasi pada Pembelajaran Reproduksi Sel. Tesis SPs UPI: Tidak Diterbitkan Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktiv isme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Yager R.E, (1996), Science Technology So ciety Providing Userful and Appro priate Science for All. Makalah pada Literasi Sains Teknologi: USA.
Yager R.E. and Hackan Akcay (2008). Com parison of Student Learning in Middle School Science Classes with an STS Ap proach and a Typical Textbook Domi nated Approach. RMLE Online Reseach in Middle Level Education, Volume 31. No. 7 ***
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan