Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Dwi Gusfarenie, Model … oleh guru untuk membantu siswa memahami konsep-konsep dalam mata pelajaran biologi sehingga siswa cenderung menghapal tanpa memahami. Kondisi ini dapat membuat siswa kesulitan dalam menerima dan mencerna materi pelajaran biologi di tingkat selanjutnya dan menurunkan minat belajar mereka. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, dapat memusatkan perhatian siswa kepada materi pelajaran dan membangkitkan minat belajar biologi siswa serta dapat membantu guru untuk melatih siswa mengaplikasikan ilmu yang dipelajari di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM).
MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) Dwi Gusfarenie Abstrak Berkembangnya sains berimbas pada kemajuan teknologi yang dipergunakan bagi kesejahteraan manusia sehingga menuntut masyarakat untuk menyesuaikan diri tak terkecuali di bidang pendidikan. Perkembangan ini menuntut pemerintah selaku pembuat kebijakan dan guru selaku pelaksana pendidikan di lapangan untuk meningkatkan keselarasan kemajuan teknologi dengan tingkat perkembangan kemampuan siswa dalam pembelajaran. Keselarasan ini dapat terwujud dalam model pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat (STM). Dengan adanya model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat membangun pemahamannya sendiri sekaligus meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Kata Kunci : Pembelajaran Biologi, Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) A. Pendahuluan Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan siswa memasuki dunia kehidupannya dimana sains melandasi perkembangan teknologi, sedangkan teknologi menunjang perkembangan sains. Sains digunakan untuk aktivitas penemuan dalam upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam serta untuk aktivitas penemuan berupa rumus-rumus. Teknologi merupakan aplikasi sains yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat termasuk ilmu-ilmu biologi yang merupakan bagian dari sains. Biologi sebagai salah satu bidang sains merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan desentralisasi yang dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Pengembangan kurikulum ini hendaknya tercermin dalam suatu strategi, pendekatan maupun model pembelajaran sehingga diharapkan dapat membangkitkan minat siswa untuk belajar biologi. Pada kenyataannya guru sering memberikan bahan pelajaran biologi dengan menggunakan strategi pembelajaran ceramah yang dilakukan dengan alasan padatnya materi yang diajarkan tidak sebanding dengan waktu yang diperlukan 21
B. Hakikat Pembelajaran Biologi Dalam UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan siswa dengan sumber belajar lainnya. Lebih lanjut Tim MKDK (2002: 37) menjelaskan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya pembimbingan terhadap siswa agar yang bersangkutan secara sadar dan terarah berkeinginan untuk belajar dan memperoleh hasil belajar seoptimal mungkin sesuai dengan keadaan dan kemampuannya. Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Syaiful (2003: 63) menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh peserta didik untuk menguasai kompetensi dasar dan materi pembelajaran yang telah ditentukan, dimana kegiatan ini dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui pemilihan strategi pembelajaran yang diberikan dalam bentuk 22
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
kegiatan pembelajaran yang berisikan pengalaman-pengalaman belajar (BSNP, 2006). Reigluth (dalam Tengku 2001: 2) menyatakan bahwa pembelajaran menyangkut pengertian, peningkatan dan penerapan metode-metode pembelajaran (instruction) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran atau memutuskan metode yang terbaik dalam mengantar pembelajar ke arah yang diinginkan. Wujud dari sistem pembelajaran meliputi kondisi pembelajaran, metode pembelajaran dan hasil pembelajaran. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Biologi juga merupakan wadah untuk membangun warga negara yang memperhatikan lingkungan serta bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara disamping beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembelajaran biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya. Mata pelajaran biologi berfungsi untuk menanamkan kesadaran terhadap keindahan dan keteraturan alam sehingga siswa dapat meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai warga negara yang menguasai sains dan teknologi untuk meningkatkan mutu kehidupan dan melanjutkan pendidikan. BSNP (2006: 451-452) mengemukakan bahwa mata pelajaran biologi bertujuan untuk : 1. Membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. 2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerja sama dengan orang lain. 3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. 4. Mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi. 5. Mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi dan saling keterkaitannya dengan IPA lainnya serta mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. 6. Menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. 23
Dwi Gusfarenie, Model … 7.
Meningkatkan kesadaran dan berperan serta dalam menjaga kelestarian lingkungan.
C. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Model pembelajaran STM merupakan pendekatan terpadu antara sains teknologi dan isu yang ada di masyarakat, diharapkan siswa mendapatkan pengetahuan baru yang dapat diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari. John Lochhead dan Robert E. Yager (1996: 30) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model STM di dalamnya mengandung unsur pembelajaran konstruktivisme (kontruktivismelah yang mendasari strategi pembelajaran STM), dimana siswa dituntut untuk membangun suatu konsep atau pengertian berdasarkan perspektif mereka yang diperoleh dari pengalaman orang lain yang dihubungkan dengan pengalaman pribadi siswa itu sendiri sehingga konsep tersebut dapat lebih mudah dimengerti oleh siswa. Lebih lanjut Clement, 1987; Lochhead dan Mestre, 1988; Minstrell, 1987 (dalam Yager, 1996: 30) mengungkapkan bahwa ide utama konstruktivisme adalah bahwa siswa tidak bisa belajar secara pasif menyerap atau menyalin pemahaman orang lain. Sebaliknya semua siswa harus membangun pemahaman mereka sendiri, pemahaman tersebut diorganisasi oleh dan terkait dengan pengetahuan yang telah ada yang dibentuk secara individual oleh setiap orang berdasarkan pengalaman masa lalunya. Konsep lama hanya dapat dipindahkan ketika pelajar terlibat dalam situasi masalah di mana makna yang dibangun oleh sendiri mereka tidak memadai. Interaksi sosial dalam bentuk diskusi, perdebatan, dan argumen memainkan peran penting dalam menantang kecukupan konsep lama. Model pembelajaran STM juga dapat melatih kepedulian siswa terhadap lingkungan di sekitarnya, sebagaimana yang diungkapkan oleh Anna (2005: 123) bahwa tujuan model pembelajaran STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pengIndonesiaan dari Science Technology Society (STS). Yager (1996: 5) mengungkapkan bahwa pada awalnya istilah ini dikemukakan oleh John Ziman pada tahun 1980 dalam bukunya yang berjudul Teaching and Learning. Ziman mencoba mengungkapkan harapan bahwa konsep-konsep dan proses-proses sains yang diajarkan di sekolah harus sesuai dengan konteks sosial dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Pada istilah STM terkandung tiga kata kunci, yaitu sains, teknologi dan masyarakat. Karenanya paradigma pendekatan STM dalam pembelajaran sains pada hakikatnya dapat ditinjau dari asumsi 24
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Dwi Gusfarenie, Model …
dasar pengertian sains, teknologi dan masyarakat, interaksi antar ketiganya serta keterkaitannya dengan tujuan-tujuan pendidikan sains. Untuk itu, La Maronta Galib (dalam Umi, 2007) mengusulkan penerapan program STM dalam pendidikan sains di sekolah. Sebab, sains dan teknologi berkaitan sangat erat dan hasil-hasilnya telah memasuki seluruh aspek kehidupan manusia. Sains dan teknologi juga harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan agar siswa menjadi warga negara dan warga masyarakat yang melek dan sadar sains sejak dini. Model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang bertujuan menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan dan pendalaman sains (Edi, 2008). Lebih lanjut La Maronta Galib (dalam Umi ,2007) berpendapat bahwa program STM adalah belajarmengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman dan kehidupan manusia sehari-hari, dengan fokus isu-isu atau masalahmasalah yang sedang dihadapi masyarakat, baik bersifat lokal, regional, nasional, maupun global yang memiliki komponen sains dan teknologi. Pendapat ini sejalan dengan NSTA (National Science Teachers Association) di Amerika (1990) yang memandang STM sebagai pengajaran dan pembelajaran sains dalam konteks pengalaman manusia. Dalam mengembangkan model pembelajaran STM, Robert E. Yager dan kawan-kawan bekerja sama dengan para guru. Ini bertujuan untuk membantu mereka dalam mengajar untuk mencapai lima tujuan utama dalam pengajaran sains. Tujuan-tujuan itu dikarakteristikkan sebagai “Domain”, sebagai mana yang diungkapkan oleh Yager (1996: 11-12) meliputi : 1. Domain konsep Domain konsep memfokuskan pada muatan sainsnya. Domain ini meliputi fakta-fakta, penjelasan-penjelasan, teori-teori dan hukumhukum. 2. Domain proses Domain ini menekankan pada bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang dilakukan oleh para saintis. Domain ini meliputi prose-proses yang sering disebut keterampilan proses sains, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan data, merumuskan hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional, dan melaksanakan eksperimen. 3. Domain aplikasi Domain ini menekankan pada penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan dalam memecahkan masalah seharihari, misalnya menggunakan proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalm kehidupan sehari-hari, 25
memahami dan menilai laporan media massa mengenai pengembangan pemgetahuan, pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasarkan atas pengetahuan atau konsep-konsep sains. 4. Domain kreativitas Domain kreativitas terdiri atas interaksi yang kompleks dari keterampilan-keterampilan dan proses-proses mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas empat langkah, yaitu tantangan terhadap imajinasi, inkubasi, kreasi fisik dan evaluasi. 5. Domain sikap Domain ini meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap sains pada umumnya, kelas sains, program sains, kegunaan belajar sains, dan guru sains, serta yang tidak kalah pentingnya adalah sikap positif terhadap diri sendiri. Hasil penelitian NSTA (1990) menunjukkan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek: kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses dan konsep pengetahuan. Dari aspek kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, siswa yang belajar dengan pendekatan STM dapat menghubungkan yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari, serta melihat manfaat perkembangan teknologi dan relevansinya. Dari sudut kreativitas siswa lebih banyak bertanya, terampil dalam mengindikasikan kemungkinan penyebab dan efek dari hasil observasi. Disamping berbeda dalam segi pengaplikasian dan kreativitas, dalam hal sikap juga berbeda. Minat siswa terhadap sains bertambah dan keingintahuannya juga meningkat, dan sains dipandang sebagai alat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Mereka melihat proses sains sebagai keterampilan yang dapat digunakan dan perlu dikembangkan. Yager (1996: 5-6) menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan sains dengan menggunakan model pembelajaran STM adalah mempersiapkan siswa menjadi warga negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan dasar untuk: 1. Menyelidiki, menganalisis, memahami dan menerapkan konsepkonsep atau prinsip-prinsip dan proses-proses sains dan teknologi pada situasi nyata. 2. Melakukan perubahan. 3. Membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sains dan teknologi.
26
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
4.
5.
Dwi Gusfarenie, Model … yaitu invitasi (invitation), eksplorasi (Exploration), eksplanasi (explanation) dan aksi (action) atau aplikasi (aplication). Aktivitas pembelajaran pada masing-masing fase tersebut adalah sebagai berikut :
Merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi. Bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya.
1. Fase invitasi Pada fase ini guru mengajak siswa untuk mengungkapkan halhal yang ingin diketahui dari fenomena alam yang ada dan terkait dengan isu-isu sains di lingkungan sosial (dalam kehidupan seharihari) mereka. Siswa dibangkitkan untuk berani mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencatat kejadian-kejadian sehari-hari yang tidak sejalan dengan sains. Dari semua itu guru mengidentifikasi perbedaan-perbedaan persepsi dan espektasi siswa, dan kemudian secara jeli memformulasikannya dalam suatu topik pembelajaran. Atau paling tidakmengaitkannya dengan pokok bahasan yang relevan yang terdapat dalam kurikulum sains.
NSTA (1990) mengemukakan bahwa program STM memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Siswa mengidentifikasi masalah-masalah dengan dampak dan ketertarikan setempat. 2. Menggunakan sumber daya setempat (seperti manusia, benda, lingkungan) untuk mengumpulkan informasi yang digunakan dalam memecahkan masalah. 3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. 4. Merupakan kelanjutan dari pembelajaran di kelas dan di sekolah. 5. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa. 6. Suatu pandangan bahwa isi sains tersebut lebih dari pada konsep-konsep yang harus dikuasai siswa dalam tes. 7. Penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah mereka. 8. Penekanan pada kesadaran berkarir, khususnya pada karir yang berhubungan dengan sains dan teknologi. 9. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara, dimana ia mencoba untuk memecahkan yang telah diidentifikasi. 10. Mengidentifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan. 11. Kebebasan dalam proses pembelajaran (sebagaimana masalahmasalah individu yang telah diidentifikasi). Model pembelajaran STM dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar, minat belajar siswa dan keterampilan sosial siswa. Ini karena pembelajaran STM memiliki beberapa kelebihan, yaitu : Pertama, dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan intelektualnya dalam berpikir logis dan memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kedua,dapat membantu siswa mengenal dan memahami sains dan teknologi serta besarnya peranan sains dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ketiga, dapat membantu siswa memperoleh prinsip-prinsip sains dan teknologi yang diperkirakan akan dijumpainya dalam kehidupannya kelak. Keempat, siswa lebih bebas berkreativitas selama proses pembelajaran berlangsung (Lilik, 2008). Yager (1996: 32) menggagas model pembelajaran STM dengan landasan konstruktivisme melalui empat fase pembelajaran, 27
2. Fase eksplorasi Pada fase ini guru memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas dalam rangka memecahkan masalah yang telah diformulasikan pada fase invitasi. Untuk itu siswa dibimbing dalam hal urun pendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data, hingga merumuskan kesimpulan. Dalam hal ini guru dituntut untuk terampil menciptakan kegiatan saintis yang layak dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. 3. Fase eksplanasi Pada fase ini peran guru agak berbeda dengan perannya pada dua fase sebelumnya. Pada fase ini peran guru lebih dominan. Guru mengelaborasi hasil kegiatan siswa pada fase invitasi dan eksplorasi. Untuk itu, sambil tetap mengaktifkan siswa, guru mengkomunikasikan informasi, ide-ide, konsep-konsep, dan penjelasan baru untuk mengintegrasikan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan atau teori ilmiah yang berlaku. 4. Fase aksi atau aplikasi Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan kedalam masalah baru yang relevan. Pada fase ini juga hasil belajar pada ranah koneksi dikembangkan. Siswa dibimbing untuk mampu mentransfer pengetahuan dan keterampilan sains ke dalam aspek-aspek yang terdapat pada disiplin ilmu dan realitas yang lain. Secara ringkas, fase-fase pembelajaran ini dapat dilihat pada Tabel 1. 28
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Dwi Gusfarenie, Model … D. Penutup Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat digunakan oleh guru untuk melatih kemampuan siswa dalam berinteraksi sosial seperti berdiskusi dan bekerja sama dengan teman sebayanya. Selain itu, siswa juga dapat berlatih untuk belajar berpikir kritis, turut mengemukakan pendapat serta pemecahan masalah-masalah sains dan sosial yang sedang berkembang. Penggunaan model pembelajaran STM ini tentunya harus dipersiapkan dengan lebih baik dengan memperhatikan karakteristik, kemampuan dan faktor lingkungan siswa, sebab hal-hal tersebutlah yang mendukung pelaksanaan proses pembelajaran dengan model ini.
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran STM Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Invitasi Memberikan pertanyaan Siswa memberikan mengenai fenomena, respon secara permasalahan yang individual atau relevan untuk kelompok dan merangsang rasa ingin mengajukan suatu tahu dan minat siswa masalah atau gagasan untuk mengetahui hal-hal yang akan dibahas yang telah diketahuinya (pengetahuan awal) 2. Eksplorasi Memberikan tugas siswa Mencari informasi dan mendapat informasi yang data dengan membaca, cukup melalui membaca, observasi, wawancara, observasi, wawancara, berdiskusi, merancang diskusi atau mengerjakan eksperimen dan LKS menganalisis data 3. Eksplanasi Memberikan tugas untuk Membuat laporan hasil dan solusi membuat laporan, dan penyelidikan, mempresentasikan hasil membuatkesimpulan penyelidikan atau dan mempresentasikan eksperimen secara hasil ringkas 4. Tindak Memberikan penjelasan Memberikan solusi lanjut mengenai tindakan yang pemecahan masalah akan diajukan atau membuat berdasarkan hasil keputusan dan penyelidikan memberikan ide (Yager, dalam Lufri, 2007:55)
DAFTAR PUSTAKA
Anna
Poedjiadi. 2005. Sains Teknologi Masyarakat, Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
BSNP. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Edi Hendri. 2008. Model Pembelajaran Alternatif Untuk Pendidikan Sains V, (online), www.docstoc.com/docs.../Metodolog-IPA-SD_5, diunduh 6 Agustus 2009. Lilik
Melalui pembelajaran STM guru dianggap sebagai fasilitator, dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat, siswa akan terlibat secara aktif dalam kegiatan yang akan dilaksanakan, dalam pengumpulan data, dan menguji gagasan yang dimunculkan. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari-hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah-langkah ilmiah (Nuryani, 2003: 116-118). Dengan belajar menggunakan model pembelajaran STM, diharapkan siswa dapat memahami materi pelajaran dengan lebih baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar mereka.
29
Setiono. 2008. SETS, http://liliksetiono.blogspot.com/2008/11/sets.html, Februari 2009.
(online), diunduh 28
Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi. Padang: UNP Press. NSTA. 1990. Science/Technology/Society: A New Effort for Providing Appropriate Science for All, (online), http://www.nsta.org/about/position/sts.aspx, diunduh 13 April 2009. Nuryani Y Rustaman, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Pemerintah RI. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas. 30
Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013
Dwi Gusfarenie, Model …
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBERIKAN PENDIDIKAN SEKSUAL PADA ANAK
Tengku Zahara Djaafar. 2001. Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Reny Safita
Tim MKDK. 2002. Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran. Padang: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang.
Abstrak Anak-anak dan remaja rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Jika tidak mendapatkan pendidikan seks yang sepatutnya, mereka akan termakan mitos-mitos tentang seks yang tidak benar. Informasi tentang seks sebaiknya didapatkan langsung dari orang tua yang memiliki perhatian khusus terhadap anak-anak mereka.Peranan orang tua dalam memberikan pendidikan seks kita dapat memberitahu pada anak bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu anak juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya. Tujuan dari pendidikan seksual adalah untuk membuat suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya.Pada anak usia balita maka cara kita sebagai orang tua dalam memberikan pendidikan seksual pada anak yaitu bisa mulai menanamkan pendidikan seks. Caranya cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan kepada si kecil organ-organ seks miliknya secara singkat.
Umi Nur Fatihatul Jannah. 2007. Dari Jurnal Pendidikan, (online), http://omifatiha.blogspot.com/2007/09/dari-jurnal-pendidikan.html, diunduh 28 Agustus 2009 Yager, Robert Eugene. (Eds). 1996. Science Technology Society As Reform In Science Education. New York: State University of New York Press.
Kata kunci: Anak, pendidikan seksual, peranan orang tua A. Pendahuluan Anak dalam pandangan Islam adalah amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanat itu kepada yang berhak menerima, mereka harus menghantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah SWT. Meskipun suatu harapan , keinginan, dan maksud orang tua telah dianggap sedemikian luhur dan mulia bagi anaknya (tentunya dari sudut pandang sisi orang tua), akan tetapi tidak bijaksana jika cara dan proses yang dilakukan dalam mendesakkan obsesi orang tua kepada anak tersebut dilakukan secara paksa tidak demokratis. Di hadapan keinginan orang tua yang dianggap luhur dan mulia, anak harus tetap diberi ruang untuk mempertimbangkan dan memilihnya, bahkan ternasuk sikap untuk tidak setuju dan menyangkalnya. Orang tua hanya berhak memberi tawaran dan 31
32